Usia (tahun) - eprints.ums.ac.ideprints.ums.ac.id/72310/3/BAB I.pdfBerdasarkan latar belakang...

26
1 PENDAHULUAN Penyalahgunaan narkotika, alkohol, psikotropika, dan zat adiktif (NAPZA) merupakan kajian yang menjadi masalah dalam lingkup nasional maupun internasional. Masalah ini melibatkan sebuah sistem kompleks yang berpengaruh secara global dan akan berkaitan erat dengan ketahanan nasional sebuah bangsa, secara langsung maupun tidak langsung. Ironisnya, dalam perkembangannya hingga saat ini penyalahgunaan narkoba tersebar secara luas pada berbagai jenjang usia dan berbagai lapisan masyarakat. Penyalahgunaan narkoba mulai dideteksi tumbuh dan berkembang menjadi sebuah masalah sosial di Indonesia sejak tahun 1969. Saat ini, masalah tersebut menjadi masalah yang meresahkan masyarakat. Hasil survey BNN (BadanNarkotika Nasional) dan Polri pada bulan Maret 2017 menunjukkan dari tahun ketahun kasus penyalahgunaan narkoba cenderung meningkat, seperti pada gambar 1. Gambar 1. Kasus Penyalahgunan narkoba Sumber: Polri dan BNN, Maret 2017 Hasil survey berdasarkan jenis kelamin juga membuktikan bahwa pengguna narkoba di Indonesia lebih banyak pria dibandingkan wanita, seperti yang dapat dilihat pada grafik dibawah ini 25% 20% 26% 29% Usia (tahun) 2012 2013 2014 2015

Transcript of Usia (tahun) - eprints.ums.ac.ideprints.ums.ac.id/72310/3/BAB I.pdfBerdasarkan latar belakang...

Page 1: Usia (tahun) - eprints.ums.ac.ideprints.ums.ac.id/72310/3/BAB I.pdfBerdasarkan latar belakang pendidikan terdapat peningkatan penyalahgunaan penggunaan narkoba pada lulusan SD sebesar

1

PENDAHULUAN

Penyalahgunaan narkotika, alkohol, psikotropika, dan zat adiktif (NAPZA)

merupakan kajian yang menjadi masalah dalam lingkup nasional maupun

internasional. Masalah ini melibatkan sebuah sistem kompleks yang berpengaruh

secara global dan akan berkaitan erat dengan ketahanan nasional sebuah bangsa,

secara langsung maupun tidak langsung.

Ironisnya, dalam perkembangannya hingga saat ini penyalahgunaan narkoba

tersebar secara luas pada berbagai jenjang usia dan berbagai lapisan masyarakat.

Penyalahgunaan narkoba mulai dideteksi tumbuh dan berkembang menjadi

sebuah masalah sosial di Indonesia sejak tahun 1969. Saat ini, masalah tersebut

menjadi masalah yang meresahkan masyarakat. Hasil survey BNN

(BadanNarkotika Nasional) dan Polri pada bulan Maret 2017 menunjukkan dari

tahun ketahun kasus penyalahgunaan narkoba cenderung meningkat, seperti pada

gambar 1.

Gambar 1. Kasus Penyalahgunan narkoba

Sumber: Polri dan BNN, Maret 2017

Hasil survey berdasarkan jenis kelamin juga membuktikan bahwa pengguna

narkoba di Indonesia lebih banyak pria dibandingkan wanita, seperti yang dapat

dilihat pada grafik dibawah ini

25%

20% 26%

29%

Usia (tahun)

2012 2013 2014 2015

Page 2: Usia (tahun) - eprints.ums.ac.ideprints.ums.ac.id/72310/3/BAB I.pdfBerdasarkan latar belakang pendidikan terdapat peningkatan penyalahgunaan penggunaan narkoba pada lulusan SD sebesar

2

Grafik 1. Tersangka Penyalahgunaan Narkoba Berdasarkan Jenis Kelamin

Sumber: Polri dan BNN, Maret 2017

Berdasarkan latar belakang pendidikan terdapat peningkatan penyalahgunaan

penggunaan narkoba pada lulusan SD sebesar 37,1 %, lulusan SLTP 31,9%,

lulusan PT 12,87%. Penurunan terjadi pada lulusan SLTA sebesar 5,1 %seperti

grafik 2 dibawah ini.

Grafik 2. Tersangka Penyalahgunaan Narkoba Berdasarkan Latar Belakang

Pendidikan

Sumber: Polri dan BNN, Maret 2017

Berdasarkan usia, terdapat peningkatan jumlah tersangka dari tahun 2012

sampai dengan tahun 2017 sebesar 7,38% pada tersangka di bawah 16 tahun,

27,27%, pada usia 16-19 tahun, 13,4% usia 20-24 tahun, dan 41% usia 25-29

0 11

3

88

11

7

13

2

0

1.7

31

1.5

15

1.7

74

2.1

06

2 0 1 2 2 0 1 3 2 0 1 4 2 0 1 5

JENIS KELAMIN Usia (tahun)

0 11

3

88

11

7

13

2

12

2

0 1

.73

1

1.5

15

1.7

74

2.1

06

2.3

82

0

5.4

30

4.9

93

5.3

77

5.4

78

6.2

69

0

9.5

75

8.9

39

11

.71

8

10

.33

9 16

.21

6

0

21

.37

4

17

.96

2

17

.74

6

17

.58

5

19

.02

3

2 0 1 2 2 0 1 3 2 0 1 4 2 0 1 5 2 0 1 6

LATAR BELAKANG PENDIDIKAN

Usia (tahun)

Page 3: Usia (tahun) - eprints.ums.ac.ideprints.ums.ac.id/72310/3/BAB I.pdfBerdasarkan latar belakang pendidikan terdapat peningkatan penyalahgunaan penggunaan narkoba pada lulusan SD sebesar

3

tahun. Penurunan sebesar 11% pada usia di atas 29 tahun. Data dapat dilihat pada

grafik 3.

Grafik 3. Tersangka Penyalahgunaan Narkoba Berdasarkan Usia

Sumber: Polri dan BNN, Maret 2017

Berdasarkan data survey yang dilakukan oleh BNN, diperkirakan jumlah

penyalahguna NAPZA di Indonesia sebanyak 5,1 juta jiwa dan setiap tahun

sekitar 15 ribu jiwa melayang karena menggunakan narkoba (BNN Puslitkes UI,

2016). Sepuluh kabupaten atau kota di Jawa tengah yang rawan peredaran

NAPZA adalah kota Semarang, Solo, kabupaten Banyumas, Cilacap, Magelang,

Sragen, Jepara, Batang, Pemalang, danWonosobo (Tvonenews, 2012). Satuan

Reserse Narkoba Polresta Solo mengungkapkan bahwa selama tahun 2016

terungkap 133 kasus peredaran narkoba dan penyalahgunaan narkoba (SoloPos,

2016). Jumlah kasus itu meningkat 40% dibandingkan tahun sebelumnya yaitu

109 kasus.

Seringkali seseorang yang mengkonsumi NAPZA mengalami gejala-gejala

yang tidak menyenangkan baik medis maupun psikis. Berbagai masalah medis

yang dapat timbul akibat penyalahgunaan NAPZA adalah infeksi human

immunodeficiency virus/autoimmunodeficiency syndrome (HIV/ AIDS), hepatitis

11

3

1.7

31

5.4

30

9.5

75

21

.37

4

38

.40

5

88

1.5

15

4.9

93

8.9

39

17

.96

2

33

.49

7

11

7

1.7

74

5.3

77

11

.71

8

17

.74

6

36

.73

2

13

2

2.1

06

5.4

78

10

.33

9

17

.58

5

35

.64

0

12

2

2.3

82

6.2

69

16

.21

6

19

.02

3 4

4.0

12

< 1 6 1 6 - 1 9 2 0 - 2 4 2 5 - 2 9 > 2 9

U S I A ( T A H U N ) J U M L A H

USIA

2012 2013 2014 2015 2016

Page 4: Usia (tahun) - eprints.ums.ac.ideprints.ums.ac.id/72310/3/BAB I.pdfBerdasarkan latar belakang pendidikan terdapat peningkatan penyalahgunaan penggunaan narkoba pada lulusan SD sebesar

4

C atau B. Dampak penyalahgunaan NAPZA bagi tubuh dan kesehatan yang

ditemukan Anggraeni (2015) adalah badan kurus, senyum-senyum sendiri, mudah

gelisah, serba salah, menghindari tatapan mata ketika diajak bicara, mata sering

jelalatan, badan berkeringat meskipun berada di ruangan AC, mudah marah dan

mudah mencurigai lingkungan, terutama lingkungan baru.

Adapun permasalahan secara psikis yang dialami oleh pengguna NAPZA

adalah kecemasan, depresi, dan psikosis. Hal ini sesuai dengan penelitian yang

dilakukan oleh Deykin.,Levy.,&Wells (1987) menjelaskan bahwa kecemasan

terjadi setelah individu mengkonsumsi NAPZA. Hal ini juga didukung oleh

penelitian Joshua & Sarah (2008) bahwa gangguan kecemasan lebih berkaitan

dengan ketergantungan NAPZA, dibandingkan dengan penyalahgunaan NAPZA,

walaupun ada seseorang yang menggunakan NAPZA dengan alasan dirinya

mengalami kecemasan sehingga orang tersebut mengambil jalan pintas dengan

mengkonsumsi NAPZA dan akhirnya merasa tergantung dengan NAPZA karena

dengan NAPZA dirinya merasa tenang. Hal ini sesuai dengan penelitian yang

dilakukan oleh Kushner & Sher (1993) yang menjelaskan bahwa ketergantungan

terhadap NAPZA terjadi karena individu tersebut mengalami kecemasan. Hal ini

sesuai dengan hasil penelitian Menurut Baer (2002) mahasiswa yang mengalami

ketergantungan NAPZA karena mengurangi tekanan memiliki faktor resiko lebih

tinggi dibandingan dengan mahasiswa yang mengalami ketergantungan NAPZA

karena hubungan sosial-persahabatan.

Menurut Hawari (dalam Firdaus 2010) dalam penelitiannya tentang

pemeriksaan klinis terhadap pasien penyalahgunaan zat di Rumah Sakit

Ketergantungan Obat (RSKO) Jakarta menyatakan bahwa ada hubungan yang

Page 5: Usia (tahun) - eprints.ums.ac.ideprints.ums.ac.id/72310/3/BAB I.pdfBerdasarkan latar belakang pendidikan terdapat peningkatan penyalahgunaan penggunaan narkoba pada lulusan SD sebesar

5

bermakna antara penyalahgunaan zat dengan gangguan kepribadian antisosial,

kecemasan, depresi, dan kondisi keluarga. Resiko relatif (estimated relative risk)

penyalahgunaan zat terhadap gangguan kepribadian antisosial sebesar 19,9%;

kecemasan sebesar 13,8%; depresi sebesar 18,8%; dan kondisi keluarga sebesar

7,9%. Hasil penelitian Hawari diperkuat oleh Ahmadi., dkk (2013) bahwa

pecandu narkoba memiliki faktor resiko tinggi terhadap kecemasan.

Studi pendahuluan yang dilakukan penulis pada hari selasa tanggal 27

september 2016 di klinik PTRM Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Moewardi Solo

pada dua orang pasien dengan pendekatan wawancara informal. PTRM adalah

rangkaian kegiatan terapi yang menggunakan Metadon disertai dengan intervensi

psikososial bagi pasien ketergantungan opioid sesuai kriteria diagnostik Pedoman

Penggolongan dan Diagnostik Gangguan Jiwake-III (Peraturan Menteri Kesehatan

no 57 tahun 2013). Metadon sendiri adalah Narkotika berupa obat jadi dalam

bentuk sediaan tunggal. Obat ini diberikan pada pasien kecanduan untuk

menggantikan zat yang biasanya disalahgunakan, dan obat ini menekan gejala

putus zat (Kaplan&Sadock, 1997).

Metadon ditemukan pertama kali di Jerman pada tahun1937. Secara kimiawi

metadon tidak sama dengan heroin dan morpin, namun menimbulkan efek yang

sama dengan kedua zat tersebut. Didalam tubuh, metadon dapat menstabilkan

kondisi penyalahguna NAPZA dari sindrom ketergantungan obat-obatan

(Direktorat Bina Pelayanan Medik Spesialistik Pusat Pendidikan dan Pelatihan

Kesehatan, 2007).

Terapi metadon dapat membantu pecandu NAPZA mencapai keadaan bebas

obat dengan cara detoksifikasi dan mencapai tujuan akhir yakni meningkatnya

Page 6: Usia (tahun) - eprints.ums.ac.ideprints.ums.ac.id/72310/3/BAB I.pdfBerdasarkan latar belakang pendidikan terdapat peningkatan penyalahgunaan penggunaan narkoba pada lulusan SD sebesar

6

status kesehatan dan produktivitas pasien. Sekaligus juga efektif menekan dampak

buruk narkoba suntik yakni menurunkan prevalensi penularan HIV dan penyakit

menular lainnya di kalangan pengguna jarum suntik (Kompas, 2008).

Kecemasan juga menyertai pasien yang menjalani treatmen program terapi

rumatan metadon (PTRM). Menurut Solimani., Najafi.,& Shargi (2013)

kecemasan dan depresi menyertai pasien terapi metadon. Di satu sisi terapi

metadon berdampak buruk, namun di pihak lain terapi metadon dapat

membebaskan pasien dari ketergantungan NAPZA, dan dapat meningkatkan

kualitas hidup. Kualitas hidup klien menjadi baik setelah menjalani terapi

metadon di program terapi rumatan metadon (PTRM).

Hasil penelitian Hanati (2009) mengatakan bahwa psikoterapi berperan dalam

pengurangan pemakaian opiate, menekan kebutuhan dosis metadon, perbaikan

hasil pada pasien dengan gejala gangguan psikiatri pada taraf berat. Hasil

penelitian Firdaus (2010) menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan

antara penggunaan terapi metadon dengan intensitas kecemasan dan tingkat

depresi pasien narkoba (p < 0,05). Didukung oleh Anggareni & Diniari (2017)

menunjukkan bahwa pasien yang mendapat psikoterapi hasil urinalisis opiate

yang negatif lebih tinggi pada bulan VI dibandingkan dengan pasien yang

mendapat konseling obat(p<0,05), pasien dengan gejala psikiatri pada taraf

gangguan yang berat menunjukkan perbaikan dibanding kelompok konseling

obat(p<0,05). Ada pengaruh yang signifikan antara responden yang menggunakan

terapi metadon dalam jangka waktu yang sebentar dengan responden yang

menggunakan terapi metadon dalam jangka waktu yang lama, dan juga antara

responden dengan penggunaan dosis yang rendah dengan dosis yang tinggi,

Page 7: Usia (tahun) - eprints.ums.ac.ideprints.ums.ac.id/72310/3/BAB I.pdfBerdasarkan latar belakang pendidikan terdapat peningkatan penyalahgunaan penggunaan narkoba pada lulusan SD sebesar

7

sekalipun responden yang menggunakan sampai pada waktu yang lama dan

sampai dengan dosis yang tinggi,gangguan kecemasan atau depresi yang dialami

lebih kecil.

Hasil wawancara yang dilakukan peneliti menunjukkan bahwa kedua pasien

menyatakan merasakan cemas dan tertekan dengan keadaanya saat ini ketakutan

akan ketidakberhasilan dalam proses penyembuhan terlebih pada anggota

keluarganya dia merasa takut tidak diterima oleh lingkungannya, dan satu orang

pasien lain yang mengatakan bahwa dirinya merasa tidak akan berhasil sembuh

dan tidak berharga lagi dan tidak dapat melanjutkan hidup normal. Ada rasa

kurang percaya diri untuk membaur dengan tetangga dan keluarga besar. Mereka

sudah pernah datang pada salah satu konselor di rumah sakit tersebut namun tidak

dapat membantu. Kedua responden tersebut menyatakan membutuhkan dukungan

dari orang-orang yang ada di sekitarnya dan ingin terbebas dari perasaan bersalah

atas apa yang telah mereka lakukan.

Menurut Gunarsa (1995) perasaan yang dirasakan kedua narasumber

merupakan kecemasan yang disebabkan oleh cara pandang (perspektif) terhadap

lingkungan sosial. Kecemasan narasumber merupakan perasaan yang tidak

menentu, takut yang tidak jelas, dan tidak terikat pada suatu ancaman. Menurut

hasil penelitian Nainggolan (2011) pengguna NAPZA yang memiliki kepercayaan

diri tinggi memiliki kecemasan sosial rendah, sebaliknya pengguna dengan

kepercayaan diri rendah, memiliki kecemasan sosial tinggi. Gajecki.,

Berman.,Sinadinovic., Anderson., Ljtson.,et al (2014) mengatakan bahwa

kecanduan narkoba berakibat pada kecemasan sosial. Kecemasan sosial ini bisa

menyebabkan individu menjauhkan diri, menghindar dari lingkungan,atau

Page 8: Usia (tahun) - eprints.ums.ac.ideprints.ums.ac.id/72310/3/BAB I.pdfBerdasarkan latar belakang pendidikan terdapat peningkatan penyalahgunaan penggunaan narkoba pada lulusan SD sebesar

8

tempat–tempat dan keadaan tertentu. Fenomena ini sesuai dengan hasil beberapa

penelitian yang menunjukkan pentingnya dukungan keluarga terhadap

kesembuhan pengguna NAPZA. Motivasi keluarga membantu pengguna NAPZA

untuk komit terhadap treatmen (Isnaini., Hariyono., & Utami, 2011; Kristanto,

2014; Rindiani, 2017).

Penelitian yang dilakukan oleh Bukhari (2016) pada 41 responden yang

mengikuti rehabilitasi narkoba di sibolangit Center Rehabilitation For Drug

Addict Kecamatan Sibolangit Provinsi Sumatra Utara Tahun 2015 yang hasil

penelitiannya adalah menunjukkan responden yang tidak mengalami cemas

(9,8%), Cemas Ringan (43,9%), Cemas Sedang (36,6%),Cemas Berat (9,8%),

Cemas Berat Sekali (0%).Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan

Adriana (2014) survey awal di Puskesmas Manahan solo dengan menyebarkan 30

angket kepada pasien yang mengikuti Program Terapi Rumatan Metadon terdapat

23 pasien yang mengalami kecemasan selama mengikuti terapi. Sikap negatif

penasun inilah yang merupakan faktor internal yang disebabkan evaluasi penasun

terhadap dampak pandangan masyarakat umum yang masih negatif, dan membuat

terapi yang dilakukan tidak berjalan dengan baik.

Observasi yang dilakukan oleh peneliti di 2 tempat yaitu Rumah Sakit Umum

Daerah Dr. Moewardi Surakarta, dan Puskesmas Manahan Surakarta. Klinik

PTRM (Program Terapi Rumatan Metadon) RSUD. Dr. Moewardi didirikan pada

tahun 2008, klinik ini dibuka karena mengikuti program dari pemerintah. Pada

awalnya klinik ini hanya mempunyai 4 pasien, namun seiring berjalannya waktu

pasiennya bertambah banyak dan saat ini terdapat 12 pasien aktif. Dalam

menangani pasien klinik buka setiap hari. Terapi ini dipimpin oleh 2 dokter yang

Page 9: Usia (tahun) - eprints.ums.ac.ideprints.ums.ac.id/72310/3/BAB I.pdfBerdasarkan latar belakang pendidikan terdapat peningkatan penyalahgunaan penggunaan narkoba pada lulusan SD sebesar

9

terdiri dari 1 DPJP (Dokter Penanggung Jawab Paisen) yaitu dr. Suwito, SPKj

dibantu oleh 4 dokter Residen, ada 1 perawat yaitu Bp. Agus Supriyatno, dan 2

apoteker untuk memberikan obat metadon. Klinik Program Terapi Rumatan

Metadon (PTRM) di Puskesmas Manahan Surakarta didirikan pada tahun 2009.

Terapi di Puskesmas Manahan ini ditangani oleh 1 dokter /psikiater, 4perawat dan

2 asisten apoteker, sama dengan Rumah Sakit Daerah Moewardi. Program ini

hanya dilakukan pada penderita ketergantungan heroin jika ketergantunggannya

sabu tidak dapat mengikuti program terapi rumatan metadon, batas maksimal

adalah 2 tahun terapi. Setelah sembuh akan dilakukan tappring off atau penurunan

dosis.

Kesembuhan penyalahguna NAPZA bergantung pada motivasi, dukungan

keluarga, dukungan teman, dan kepatuhan (keteraturan) dalam menjalani terapi

metadon (Rodiyah, 2011). Sedangkan faktor yang mempengaruhi kepatuhan

penyalahguna terhadap terapi metadon yaitu pengetahuan, sikap, dukungan

keluarga dan dukungan petugas kesehatan (Pratiwi., Arsyad., & Ansar, 2011).

Berdasarkan data yang diperoleh peneliti di RS Dr. Moewardi, dari 50 peserta

PTRM, 38 peserta tidak aktif. Artinya 76% dari peserta PTRM tidak patuh

menjalani terapi metadon. Salah satu hasil evaluasi yang dilakukan oleh Pusat

Penelitian HIV/AIDS Unika Atma Jaya terhadap ketidakpatuhan pasien menjalani

terapi metadon adalah kurangnya konseling psikososial yang rutin. Konseling

yang biasa dilakukan lebih berupa konseling untuk kenaikan atau penurunan

dosis(Jaya, 2015).

Amato, et al (2004) telah memeriksa 12 penelitian yang membandingkan 8

intervensi psikososial yang ditambahkan pada terapi rumatan metadon. Hasil

Page 10: Usia (tahun) - eprints.ums.ac.ideprints.ums.ac.id/72310/3/BAB I.pdfBerdasarkan latar belakang pendidikan terdapat peningkatan penyalahgunaan penggunaan narkoba pada lulusan SD sebesar

10

tinjauan menunjukkan bahwa intervensi psikososial sangat membantu

menurunkan pemakaian heroin selama dilakukan terapi rumatan metadon. Selain

itu penambahan konseling pada terapi rumatan metadon (selain konseling dasar)

memperbaiki resistensi pasien, dan efikasi program. Hal ini didukung oleh oleh

penelitian Adriana, (2014) yang menyatakan bahwa pemberian konseling terhadap

pasien PTRM dapat memberikan pengaruh positif pada penurunan kecemasan

yang dialami oleh pasien, dibandingkan pasien yang tidak mendapatkan

konseling.

Metode lain yang pernah digunakan untuk penyalahguna NAPZA adalah

metode spriritual. Kaskutas., Bond., & Weisner, C(2003) mewawancarai 587

peserta saat masuk pengobatan, kemudian melihathasilnyasatu dan tiga tahun

kemudian. Peneliti mengamati bahwa hanya baru-baru ini (didefinisikan seperti

dalam tahun lalu) kebangkitan spiritual secara signifikan terkait pantang di

tigatahun dibandingkan dengan peserta yang belum pernah melaporkan

kebangkitan spiritual. Peserta yang melaporkan kebangkitan spiritual di tiga tahun

yang paling mungkin juga laporkan terus-menerus berpantang. Keyakinan

agama tidak terkait dengan pantangan dalam kelompok ini. Namun, agama diukur

dengan satu item dari skala RBB yang diklasifikasikan peserta sebagai atheis,

agnostik, spiritual atau religius, atau 'tidak yakin'.

Restiana (2015) menerapkan therapy community yang dilakukan secara

terpadu (one step center) meliputi 3 tahap yang dilakukan pada 3 residen PSPP

dan 3 konselor. Therapy community ini memadukan ilmu psikologi, keperawatan,

dan kesehatan. Terapi ini mampu merubah aspek kognitif, afektif, sikap dan

perilaku serta spiritual residen menjadi lebih baik pada saat mengikuti rehabilitasi.

Page 11: Usia (tahun) - eprints.ums.ac.ideprints.ums.ac.id/72310/3/BAB I.pdfBerdasarkan latar belakang pendidikan terdapat peningkatan penyalahgunaan penggunaan narkoba pada lulusan SD sebesar

11

Terapi alchoholic anonymous (AA) adalah program perawatan yang memberi

penekanan pada tujuan dan aktivitas yang diselesaikan melalui urutan 12

langkah. Terapi ini dikenaldengan 12 langkah (the 12 steps recovery program).

Program ini didesain dengan kegiatan yang bervariasi seperti edukasi ketrampilan,

meningkatkan sosialisasi, pertemuan yang bersifat vokasional, edukasi moral dan

spiritual. Fokus dalam program ini adalah menerapkan setiap langkahnya dalam

kehidupan sehari-hari. Materi yang diberikan AA ditekankan pada perilaku

penyalahguna narkoba.

Hasil penelitian Sutton (1994) di antara 200 peserta alcoholic anonymous

tidak lagi mengkonsumsi NAPZA dan cenderung teratur dalam mengikuti

program terapi. Hal ini juga di katakan oleh Timko., Moos., Finney.,&Moos

(1994) menunjukkan bahwa individu yang menghadiri AA memiliki

kecenderungan mempertahankan pantangan mereka dan memiliki lebih sedikit

masalah terkait alkohol pada follow-up satu tahun.

Mc. Kellar., Stewart.,& Humphreys (2003) mengemukakan bahwa peserta

menemukan manfaat program AA. Manfaat pertama, setelah menghadiri program

alcoholic anonymous, peserta mengkonsumsi lebih sedikit alkohol dan memiliki

lebih sedikit masalah kesehatan dan masalah sosial. Kedua, individu yang tidak

kambuh merasa lebih nyaman hadir dipertemuan, dan karena itu terus hadir,

mempromosikan siklus positif dan dukungan kepada anggota lainnya. Fajriah.,

Husaini.,& Adenan (2016) mengungkapkan bahwa pasien yang mengikuti

alcoholic anonymous menunjukkan tingkat partisipasi korban yang cukup tinggi.

Perkembangan pemulihan penyalahguna adalah 35%. Faktor pendukung

pemulihan adalah motivasi pihak yayasan, rasa kekeluargaan, spiritualitas dan

Page 12: Usia (tahun) - eprints.ums.ac.ideprints.ums.ac.id/72310/3/BAB I.pdfBerdasarkan latar belakang pendidikan terdapat peningkatan penyalahgunaan penggunaan narkoba pada lulusan SD sebesar

12

kasih sayang. Faktor penghambat pemulihan adalah kurang dukungan keluarga

dan pergaulan yang dulu. Jadi disimpulkan metode alcoholic anonymous

menekankan rasa kekeluargaan dan perasaan senasib sepenanggungan.

Penelitian yang dilakukan Ando, Almos, Nemet, dkk (2016) menyatakan

bahwa alcoholic anonymous sangat efektif dalam menunjukkan efek

menguntungkan dalam mengurangi kekambuhan untuk jangka panjang dan

keteraturan dalam kehadiran dalam kelompok

Berdasarkan beberapa penelitian yang telah dilakukan, peneliti terdorong

untuk menggunakan pendekatan terapi AA karena mencakup keseluruhan dari

terapi lainnya, seperti terapi spiritual, terapi kelompok, dan konseling, yang mana

dapat dilakukan dalam satu waktu dan metode sehingga dengan AA, pasien dapat

berbagi dengan sesame pengguna napza, atau teman yang dipercaya untuk

mencurahkan yang dirasakan untuk dapat memberikan saran, dan menguatkan,

sehingga terdorong keinginan dalam diri pasien sendiri untuk sembuh dan

mendekatkan diri dengan Tuhan (spiritual meningkat) guna tercapainya

keberhasilan.

Melihat fenomena di atas maka muncul permasalahan apakah ada pengaruh

alcoholic anonymous terhadap kecemasan pada pasien program terapi rumatan

metadon? Sedangkan tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk

mengetahui pengaruh alcoholic anonymous terhadap penurunan kecemasan pada

pasien program terapi rumatan metadon. Sedangkan tujuan khusus dalam

penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan kecemasan pada pasien

Program Terapi Rumatan Metadon setelah diberikan perlakuan, mengetahui

perbedaan nilai kecemasan pada post test dan follow up pada pasien Program

Page 13: Usia (tahun) - eprints.ums.ac.ideprints.ums.ac.id/72310/3/BAB I.pdfBerdasarkan latar belakang pendidikan terdapat peningkatan penyalahgunaan penggunaan narkoba pada lulusan SD sebesar

13

Terapi Rumatan Metadon pada kelompok kontrol dan kelompok eksperimen

setelah diberikan perlakuan.

Kecemasan

Menurut Spielberger (1972) kecemasan adalah reaksi emosional yang tidak

menyenangkan terhadap bahaya nyata atau imaginer yang disertai dengan

perubahan pada sistem saraf otonom dan pengalaman subjektif sebagai “tekanan”,

“ketakutan”, dan “kegelisahan”.

Spielberger (1976) membagi kecemasan menjadi dua, yaitu: a) State

anxiety (A-State) yaitu emosi tidak menyenangkan karena dihadapkan dengan

sesuatu yang mengancam dan berbahaya. Konsep kecemasan state dan trait

pertama kali diperkenalkan oleh Cattell (1966; Cattell & Scheier, 1961, 1963) dan

telah dielaborasi oleh Spielberger (1966, 1972, 1976,1979).

State anxiety adalah kondisi emosional yang sementara atau sesaat pada

individu yang bersifat subjektif, karena adanya ketegangan dan kekhawatiran serta

menghasilkan akifitas sistem saraf otonom. State anxiety memiliki variasi

intensitas dan derajat yang berbeda-beda dari waktu ke waktu sesuai dengan

kondisi individu.

State anxiety (A-State) bersifat sementara, dimana kecemasan itu muncul

ketika individu menerima stimulis yang berpotensi untuk melukai dirinya. Hal ini

ditandai dengan perasaan subjektif seperti tegang, gelisah, gugup, dan khawatir,

dan dengan aktivitas atau rangsangan dari sistem saraf otonom. Kecemasan state

dapat muncul kembali ketika ditimbulkan oleh rangsangan yang tepat; dan

bertahan dari waktu ke waktu ketika kondisi yang muncul masih ada. State

Page 14: Usia (tahun) - eprints.ums.ac.ideprints.ums.ac.id/72310/3/BAB I.pdfBerdasarkan latar belakang pendidikan terdapat peningkatan penyalahgunaan penggunaan narkoba pada lulusan SD sebesar

14

anxiety memberikan gambaran kecemasan yang di hayati sehubungan dengan

penghayatan individu terhadap situasi yang akan menimbulkan kecemasan, dalam

hal ini situasi menghadapi kebakaran.

Trait anxiety (B-State) lebih mengarahkan pada kestabilan perbedaan

kepribadian dalam kecenderungan untuk merasa cemas. B-State tidak langsung

telihat pada tingkah laku individu, tetapi dapat dilihat dari frekuensi states

anxiety individu yaitu perbedaan antara orang-orang dalam kecenderungan untuk

merasakan stres situasi yang berbahaya atau mengancam dan untuk menanggapi

situasi dalam intensitas reaksi keadaan cemas mereka (S-Anxiety).

Kecemasan trait juga dapat mencerminkan perbedaan individu dalam

frekuensi dan intensitas dimana keadaan kecemasan telah terwujud di masa lalu,

dan dalam probabilitas bahwa S-Anxiety akan dialami di masa depan. Semakin

kuat trait kecemasan, semakin besar kemungkinan individu itu akan mengalami

peningkatan yang lebih intens dalam kecemasan state dalam situasi yang

mengancam.

Kecemasan adalah perasaan takut yang tidak jelas dan tidak didukung oleh

situasi. Ketika merasa cemas, individu merasa tidak nyaman, takut, atau memiliki

firasat akan ditimpa malapetaka padahal iatidak mengerti mengapa emosi yang

mengancam tersebut terjadi (Amir, 2013). Kecemasan merupakan pengalaman

perasaan yang menyakitkan serta tidak menyenangkan. Kecemasan timbul dari

reaksi ketegangan-ketegangan dalam atau intern dari tubuh, akibat suatu dorongan

dari dalam atau dari luar dan dikuasai oleh susunan urat saraf otonom. Misalnya,

apabila seseorang menghadapi keadaan yang berbahaya dan menakutkan, maka

jantungnya akan bergerak lebih cepat, nafasnya menjadi sesak, mulutnya menjadi

Page 15: Usia (tahun) - eprints.ums.ac.ideprints.ums.ac.id/72310/3/BAB I.pdfBerdasarkan latar belakang pendidikan terdapat peningkatan penyalahgunaan penggunaan narkoba pada lulusan SD sebesar

15

kering dan telapak tangannya berkeringat, reaksi semacam inilah yang kemudian

menimbulkan reaksi kecemasan (Agustinus dalam Hayat, 2014).

Kecemasan merupakan pengalaman yang bersifat subjektif, tidak

menyenangkan, tidak menentu, menakutkan dan mengkhawatirkan akan adanya

kemungkinan bahaya atauancaman bahaya, dan seringkali disertai oleh gejala-

gejala atau reaksi fisik tertentuakibat peningkatan aktifitas otonomik (Idrus,

2006). Kecemasan adalah pengalaman subjektif yang terdiri dari ketegangan

mental yang menggelisahkan sebagai reaksi umum dan ketidakmampuan

menghadapi masalah atau adanya rasa aman. Biasanya perasaan tidak

menyenangkan tersebut menimbulkan gejala fisiologis (seperti gemetar,

berkeringar, detak jantung meningkat, dll) dan gejala psikologis (seperti panik,

tegang, bingung, tidak dapat berkonsentrasi, dll). Perbedaan intensitaskecemasan

tergantung pada keseriusan ancaman dan efekivitas dari operasi-operasikeamanan

yang dimiliki seseorang. Mulai munculnya perasaan-perasaan tertekan,

tidakberdaya akan muncul apabila orang tidak siap menghadapi ancaman. (Taylor

dalam Leonard dan Supardi, 2010).

Aspek-aspek yang mempengaruhi kecemasan menurut Spielberg (1972)

aspek A-State adalah: a) perasaan yang tidak menyenangkan, b) perasaan yang

muncul akibat ketegangan dan ketakutan dengan aktivasi atau gairah yang terkait

dari sistem saraf otonom. Kecemasan sesaat tersusun dari suatu yang kompleks,

yang secara relatif merupakan kondisi atau reaksi emosional yang unik, bervariasi

dalam intensitas dan setiap saat berubah-ubah. Lebih spesifik lagi, kecemasan

sesaat ini di konseptualiskan sebagai munculnya perasaan tidak senang

Page 16: Usia (tahun) - eprints.ums.ac.ideprints.ums.ac.id/72310/3/BAB I.pdfBerdasarkan latar belakang pendidikan terdapat peningkatan penyalahgunaan penggunaan narkoba pada lulusan SD sebesar

16

(unpleasant) , perasaan tegang (tension) dan perasaan takut (apprehension) yang

di sertai dengan adanya peningkatan aktifitas sistem saraf pusat.

Menurut Sari dan Kuncoro (2006), faktor-faktor yang mempengaruhi

kecemasan antara lain keadaan pribadi individu, tingkat pendidikan, pengalaman

yang tidak menyenangkan, dan dukungan sosial. Sedangkan menurut Nevid, dkk

(2007), kecemasan dipengaruhi beberapa faktor, yaitu: a) Faktor sosial lingkungan

meliputi pemaparan terhadap peristiwa yang mengancam atau traumatis,

mengamati respon takut pada orang lain, dan kurangnya dukungan sosial.

Lingkungan keluarga yang peduli, dalam hal ini hubungan keluarga yang

harmonis, saling memberikan dorongan antara anak dengan orangtua atau dengan

keluarga besar (extended family). Anggota keluarga harus secara intensif

mendampingi pasien pengguna narkoba, b) Faktor biologis meliputi predisposisi

genetis, ireguaritas dalam fungsi neurotransmiter, dan abnormalitas dalam jalur

otak yang memberi sinyal bahaya atau yang menghambat tingkah laku repetitif, c)

Faktor behavioral meliputi pemasangan stimuli aversif dan stimuli yang

sebelumnya netral, kelegaan dari kecemasan karena melakukan ritual kompulsif

atau menghindari stimuli fobik, dan kurangnya kesempatan untuk pemunahan

karena penghindaran terhadap objek atau situasi yang ditakuti, d) Faktor kognitif

dan emosional meliputi konflik psikologis yang tidak terselesaikan (Freudian atau

teoripsikodinamika), faktor-faktor kognitif seperti prediksi berlebihan tentang

ketakutan, keyakinan-keyakinan yang self defeating atau irasional, sensivitas

berlebih terhadap ancaman, sensivitas kecemasan, salah atribusi dari sinyal-sinyal

tubuh, dan self efficacy yang rendah.

Page 17: Usia (tahun) - eprints.ums.ac.ideprints.ums.ac.id/72310/3/BAB I.pdfBerdasarkan latar belakang pendidikan terdapat peningkatan penyalahgunaan penggunaan narkoba pada lulusan SD sebesar

17

Menurut Kaplan dan Sadock (dalam Jurnal Berita Ilmu Keperawatan,2008)

faktor yang mempengaruhi kecemasan pasien antara lain; a) Faktor intrinsik

antara lain: 1)Usia pasien Gangguan kecemasan dapat terjadi pada semua usia,

lebih sering pada usia dewasa dan lebih banyak pada wanita. Sebagian besar

kecemasan terjadi pada usia 21-45 tahun. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian

Lutfa (2008) menunjukkan untuk hubungan usia pasien dengan kecemasan

diperoleh koefisien r =-0.592 dengan nilai p=0.02, arah korelasi negatif sehingga

berarti semakin bertambahnya usia pasien maka ada kecenderungan kecemasan

pasien semakin menurun. Gangguan kecemasan dimulai pada awal masa dewasa,

antara usia 15 dan 25 tahun, tetapi angka terus meningkat setelah usia 35 tahun

(Puri, Laking, & Treasaden, 2011), 2) Pengalaman pasien menjalani pengobatan

merupakan pengalaman-pengalaman yang sangat berharga yang terjadi pada

individu terutama untuk masa-masa yang akan datang. Pengalaman awal ini

sebagai bagian penting dan sangat menentukan bagi kondisi mental individu di

kemudian hari. Apabila pengalaman individu tentang terapi metadon, maka

cenderung mempengaruhi peningkatan kecemasan saat menghadapi tindakan

terapi metadon, 3) Konsep diri dan peran adalah semua ide, pikiran, kepercayaan

dan pendirian yang diketahui individu terhadap dirinya dan mempengaruhi

individu berhubungan dengan orang lain. Menurut Stuart & Sundeen (1991) peran

adalah pola sikap perilaku dan tujuan yang diharapkan dari seseorang berdasarkan

posisinya di masyarkat, b) Faktor ekstrinsik meliputi: 1) Kondisi medis terjadinya

gejala kecemasan yang berhubungan dengan kondisi medis sering ditemukan

walaupun insidensi gangguan bervariasi untuk masing-masing kondisi medis

misalnya, pada pasien sesuai hasil pemeriksaan akan mendapatkan diagnosa suatu

Page 18: Usia (tahun) - eprints.ums.ac.ideprints.ums.ac.id/72310/3/BAB I.pdfBerdasarkan latar belakang pendidikan terdapat peningkatan penyalahgunaan penggunaan narkoba pada lulusan SD sebesar

18

sakit, hal ini akan mempengaruhi kecemasan klien, sebaliknya pada pasien yang

dengan diagnose baik tidak terlalu mempengaruhi tingkat kecemasan, 2) Jenis

tindakan adalah klarifikasi tindakan terapi yang dapat mendatangkan kecemasan

karena terdapat ancaman pada integritas tubuh dan jiwa seseorang (Long, 1996).

Semakin mengetahui tentang tindakan terapi, akan mempengaruhi kecemasan

pasien terapi metadon, 3) Komunikasi terapeutik sangat dibutuhkan baik bagi

perawat maupun pasien. Terlebih bagi pasien yang sedang menjalani terapi

metadon. Hampir sebagian besar pasien yang menjalani terapi mengalami

kecemasan. Pasien sangat membutuhkan penjelasan yang baik dari perawat.

Komunikasi yang baik diantara mereka akan menentukan tahap terapi selanjutnya.

Pasien cemas saat akan menjalani terapi kemungkinan mengalami efek yang tidak

menyenangkan bahkan akan membahayakan.

Alkhoholic Anonymous (AA)

Sejarah Alcoholic Anonymous

Pada tahun 1935 terjadi pertemuan antara Bill W., seorang pialang saham

New York, dan Dr. Bob S., seorang ahli bedah Akron di Akron, Ohio. Keduanya

adalah pecandu alkohol yang putus asa. Keduanya bertemu di Oxford Group,

sebuah kelompok yang beranggotakan sebagian besar bukan pecandu alkohol

yang menekankan nilai-nilai spiritual universal dalam kehidupan sehari-hari.

Ketika Dr. Bob dan Bill bertemu, munculah kesadaran di antara keduanya bahwa

alkoholisme adalah penyakit pikiran, emosi, dan tubuh.

Pada musim gugur 1935, kelompok kedua pecandu alkohol perlahan-lahan

mulai terbentuk di New York. Kelompok ketiga muncul di Cleveland pada tahun

Page 19: Usia (tahun) - eprints.ums.ac.ideprints.ums.ac.id/72310/3/BAB I.pdfBerdasarkan latar belakang pendidikan terdapat peningkatan penyalahgunaan penggunaan narkoba pada lulusan SD sebesar

19

1939. Awal tahun 1939, Fellowship menerbitkan buku teks dasarnya, Alcoholics

Anonymous. Teks, yang ditulis oleh Bill, menjelaskan filosofi dan metode A.A,

yang intinya adalah 12 Langkah pemulihan. Buku ini juga diperkuat oleh sejarah

kasus dari sekitar tiga puluh anggota yang pulih. Dari titik ini, perkembangan

A.A. sangat cepat.

Di tahun yang sama, Cleveland Plain Dealer membawa serangkaian artikel

tentang A.A. Awalnya anggota kelompok Cleveland terdiri dari dua puluh

anggota. Beberapa bulan kemudian, berkembang menjadi 500. Tahun 1938 Dr.

Bob dan Bill mengorganisir kelompok AA yang mulai tumbuh. Dewan ini diberi

nama The Alcoholic Foundation.

Kegiatan kelompok AA di New York terdiri dari hubungan masyarakat, saran

untuk kelompok-kelompok baru, layanan ke rumah sakit, penjara, Loners, dan

Internasionalis, dan kerja sama dengan lembaga-lembaga lain di bidang

alkoholisme.Tahun 1951 terjadi pertemuan untuk pelayanan dunia. Konvensi

Internasional kedua diadakan di St. Louis pada tahun 1955 untuk merayakan

peringatan 20 tahun kelompok. Pada saat ini, kelompok AA berjalan mandiri.

Sejak itu, A.A. telah menjadi benar-benar mendunia, melampaui sebagian

besar hambatan ras, kepercayaan dan bahasa. Pertemuan Layanan Dunia, dimulai

pada tahun 1969, telah diadakan dua tahun sekali sejak 1972. Lokasinya berganti-

ganti antara New York, London, Inggris; Helsinki, Finlandia; San Juan del Rio,

Meksiko; Guatemala City, Guatemala; Munich, Jerman; Cartagena, Kolombia;

Auckland, Selandia Baru; dan Oviedo, Spanyol.

Dalam waktu empat tahun sejak berdirinya AA, orang-orang yang kecanduan

opiat dan obat-obatan lainnya mulai mengeksplorasi apakah dengan

Page 20: Usia (tahun) - eprints.ums.ac.ideprints.ums.ac.id/72310/3/BAB I.pdfBerdasarkan latar belakang pendidikan terdapat peningkatan penyalahgunaan penggunaan narkoba pada lulusan SD sebesar

20

mempraktikkan 12 Langkah AA dapat memulihkan dari kecanduan obat. Rumah

Sakit Layanan Kesehatan di Lexington, Kentucky menggunakan program

Alcoholics Anonymous pada pecandu narkoba. Salah satunya adalah Tom,

seorang dokter yang telah menjadi pecandu alkohol dan morfin, Tom M. adalah

orang pertama yang diketahuimencapai pemulihan berkelanjutan dari kecanduan

morfin melalui Alcoholics Anonymous (Powers, T. E. (2008). How Bill W.

learned that AA’s 12 steps work for drug addicts, too. 24 Newsletter, 1(4).)

Menurut Montalto, 2015 Alkhoholic anonymous (AA) program perawatan

yang memberi penekanan pada tujuan dan aktivitas yang diselesaikan melalui

urutan 12 langkah. Ini adalah sebuah program swadaya yang biasanya dilakukan

dalam lingkungan kelompok, dan bertujuan untuk membantu orang dalam

menyadari bahwa mereka tidak berdaya atas substansi.

Terapi AA adalah program perawatan yang memberi penekanan pada tujuan

dan aktivitas yang diselesaikan melalui urutan 12 langkah. Terapi ini

dikenaldengan 12 langkah (the 12 steps recovery program). Program ini didesain

dengan kegiatan yang bervariasi seperti edukasi ketrampilan, meningkatkan

sosialisasi, pertemuan yang bersifat vokasional, edukasi moral dan spiritual.

Fokus dalam program ini adalah menerapkan setiap langkahnya dalam kehidupan

sehari-hari. Materi yang diberikan AA ditekankan pada perilaku penyalahguna

narkoba.

Berikut adalah 12 langkah dalam Alkhoholic Anonnymous (AA) Setiyawati,

dkk 2015 , yaitu; a) Step 1 “Kita mengakui bahwa kita tidak berdaya terhadap

adiksi kita, sehingga hidup kita menjadi tidak terkendali.” b) Step 2 “Kita menjadi

yakin bahwa ada kekuatan yang lebih besar dari kita sendiri yang dapat

Page 21: Usia (tahun) - eprints.ums.ac.ideprints.ums.ac.id/72310/3/BAB I.pdfBerdasarkan latar belakang pendidikan terdapat peningkatan penyalahgunaan penggunaan narkoba pada lulusan SD sebesar

21

mengembalikan kita kepada kewarasan.” c) Step 3 “Kita membuat keputusan

untuk menyerahkan kemauan kita dan arah kehiduoan kita kepada kasih Tuhan

sebagaimana kita memahaminya.” d) Step 4 “Kita membuat inventaris moral diri

kita sendiri secara penuh, menyeluruh dan tanpa rasa gentar.” e) Step 5 “Kita

mengakui kepada Tuhan, kepada diri kita sendiri dan kepada seorang manusia

lainnya, setepat mungkin sifat dari kesalahan-kesalahan kita.” f) Step 6 “Kita siap

sepenuhnya agar Tuhan menyingkirkan semua kecacatan karakter kita.” g) Step 7

“Kita dengan rendah hati memohon kepadaNya untuk menyingkirkan semua

kekurangan-kekurangan kita.” h) Step 8 “Kita membuat daftar orang-orang yang

telah kita sakiti dan menyiapkan diri untuk meminta maaf kepada mereka

semua.” i) Step 9 “Kita menebus kesalahan kita secara langsung kepada orang-

orang tersebut bilamana memungkinkan, kecuali bilamana memungkinkan,

kecuali bila melakukannya akan justru melukai mereka atau orang lain.” j) Step

10 “kita secara terus menerus melakukan inventarisasi pribadi kita dan bilaman

kita bersalah, segera mengakui kesalahan kita.” k) Step 11 “Kita melakukan

pencarian melalui doa dan meditasi untuk memperbaiki kontak sadar kita dengan

Tuhan sebagaimana kita memahaminya, berdoa hanya untuk mengetahui

kehendakNya atas diri kita dan kekuatan untuk melaksankannya.” l) Step 12

“setelah mengalami pencerahan spiritual sebagai hasil dari langkah-langkah ini,

kita mencoba menyampaikan pesan ini kepada pra pecandu dan untuk

menerapkan prinsip-prinsip ini dalam segala hal yang kita lakukan.”

Page 22: Usia (tahun) - eprints.ums.ac.ideprints.ums.ac.id/72310/3/BAB I.pdfBerdasarkan latar belakang pendidikan terdapat peningkatan penyalahgunaan penggunaan narkoba pada lulusan SD sebesar

22

Kaitan Antara alkhoholic Anonymous terhadap penurunan Kecemasan pada

Pasien Program Terapi Rumatan Metadon di Surakarta

Penyalahguna narkoba memiliki kecenderungan untuk mengisolasi diri. Ini

membuat mereka seringkali merasakan kesepian yang mendalam, dan mereka

mencoba untuk mengisi kesepian itu dengan menggunakan drugs. Semakin dalam

mereka masuk ke dalam dunia adiksi/kecanduan, semakin jauh mereka menarik

diri dari masyarakat, teman-teman, dan keluarga. Hal yang paling umum terjadi

pada penyalahguna narkoba adalah mereka akan merasa tidak nyaman apabila ada

orang lain yang dapat melihat ke dalam diri mereka (cemas). Menurut Hawari

(dalam Firdaus 2010) menyatakan bahwa ada hubungan yang bermakna antara

penyalahgunaan zat dengan gangguan kepribadian antisosial, kecemasan, depresi,

dan kondisi keluarga. Hasil penelitian Hawari diperkuat oleh Ahmadi., dkk (2013)

bahwa pecandu narkoba memiliki faktor resiko tinggi terhadap kecemasan.

Hal utama yang dibutuhkan oleh penyalahguna narkoba adalah pengertian

tentang bagaimana menjalani kehidupan tanpa harus bergantung pada zat-zat

adiktif. Oleh karena itu, terdapat banyak penyalahguna narkoba yang mencoba

untuk mencari pertolongan ke profesional medis yaitu dengan mengikuti program

terapi rumatan metadon (PTRM). Kecemasan pada pasien Program Terapi

Rumatan Metadon (PTRM), yaitu pasien yang diterapi karena memakai obat-

obatan terlarang atau Napza terjadi karena banyak faktor yaitu merasa tertekan,

tidak mampu, tidak mempunyai harapan, kehilangan motivasi, merasa tidak

berharga dan tidak diteriman di lingkungan terutama saat pasien sembuh sesudah

mengikuti program. Padahal dengan adanya rasa tersebut akan menganggu proses

penyembuhan.

Page 23: Usia (tahun) - eprints.ums.ac.ideprints.ums.ac.id/72310/3/BAB I.pdfBerdasarkan latar belakang pendidikan terdapat peningkatan penyalahgunaan penggunaan narkoba pada lulusan SD sebesar

23

Alkhoholic anonymous merupakan program yang memberikan panduan hidup

bagi para penyalahguna narkoba, serta memberikan gambaran tentang bagaimana

kita menghadapi kehidupan yang bersih dari zat-zat adiktif. Ini dapat membantu

mereka untuk berhadapan dengan masalah-masalah yang mereka hadapi sehari-

hari tanpa harus menggunakan obat terlarang. Terapi ini juga dapat membantu

mereka untuk mengetahui akar dan inti permasalahan yang mereka hadapi selama

ini. Kebanyakan dari mereka akan menolak menyebut diri mereka sendiri sebagai

seorang penyalahguna narkoba. Mereka biasanya berpikir bahwa mereka dapat

mengontrol/mengendalikan pemakaian mereka. Padahal justru sebaliknya,

kehidupan merekalah yang dikendalikan oleh obat terlarang. Sikap seperti ini

sama halnya dengan menyangkal bahwa mereka memiliki masalah.

Fungsi dari 12 Langkah adalah untuk membantu mereka agar dapat melihat

ke dalam diri mereka sendiri, karena pada intinya pemulihan berasal dari masing-

masing individu. Selain itu fungsi 12 langkah ini juga membantu mereka untuk

dapat menyadari apa yang sebenarnya sedang terjadi di dalam diri mereka, dan

membuat mereka lebih memahami tentang adiksi/kecanduan.

Penelitian Sutton (1994) didapatkan hasil bahwa di antara 200 peserta AA

tidak lagi mengkonsumsi NAPZA dan cenderung memiliki trait anxiety lebih

rendah dan self esteem lebih tinggi. Penelitian lain yang dilakukan Ando, Almos,

Nemet, dkk (2016) menyatakan bahwa AA sangat efektif dalam penurunan

kecemasan dan menunjukkan efek menguntungkan dalam mengurangi

kekambuhan untuk jangka panjang, sehingga keteraturan dalam kehadiran

kelompok AA sangat penting. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan

oleh Timko C, Moos RH, Finney JW, &Moos BS (1994) yang menunjukkan

Page 24: Usia (tahun) - eprints.ums.ac.ideprints.ums.ac.id/72310/3/BAB I.pdfBerdasarkan latar belakang pendidikan terdapat peningkatan penyalahgunaan penggunaan narkoba pada lulusan SD sebesar

24

bahwa individu yang menghadiri AA memiliki kecenderungan mempertahankan

pantangan mereka dan memiliki lebih sedikit masalah terkait alkohol pada

follow-up satu tahun.

Hasil penelitian Fajriah, E., Husaini,H.,& Adenan,A (2016) menunjukkan

tingkat partisipasi korban yang mengikuti metode AA cukup tinggi.

Perkembangan pemulihan penyalahguna adalah 35%. Faktor pendukung

pemulihan adalah motivasi pihak yayasan, rasa kekeluargaan, spiritualitas dan

kasih sayang. Faktor penghambat pemulihan adalah kurang dukungan keluarga

dan pergaulan yang dulu. Jadi disimpulkan metode AA menekankan rasa

kekeluargaan dan perasaan senasib sepenanggungan. Lebih lanjut ada dua

argumen yang mempromosikan AA itu efektif, yang pertama adalah bahwa saat

menghadiri program AA, peserta mengkonsumsi lebih sedikit alkohol dan

memiliki lebih sedikit masalah kesehatan dan masalah sosial, yang kedua

adalah individu yang tidak kambuh merasa lebih nyaman hadir dipertemuan dan

karena itu terus hadir, mempromosikan siklus positif dan dukungan kepada

anggota lainnya.

Larsen (1985), berpendapat bahwa Dua Belas Langkah atau alcoholic

anonymous mempunyai hikmat spiritual yang tidak terbatas. Kurtz dan Ketcham

(1992) mengamati bahwa anggota awal Alcoholics Anonymous menemukan tema

penting yang mengarah tentang gagasan pemulihan yang tidak hanya melampaui

pantangan saja. Tema utama meliputi gagasan bahwa adanya spiritualitas sangat

penting dalam proses pemulihan. Miller (1998) mengamati bahwa peran

spiritualitas sebagai komponen proses pemulihan merupakan bidang utama saat

proses penyembuhan sedang berlangsung.

Page 25: Usia (tahun) - eprints.ums.ac.ideprints.ums.ac.id/72310/3/BAB I.pdfBerdasarkan latar belakang pendidikan terdapat peningkatan penyalahgunaan penggunaan narkoba pada lulusan SD sebesar

25

Peran spiritualitas merupakan salah satu bagian dalam psikologi

transpersonal. Friedman dan Pappas (2006) berpendapat bahwa psikologi

transpersonal dibangun dari perspektif psikologis yang berbeda, yang pada

umumnya memandang psikologi sebagai sesuatu yang berguna namun tidak

lengkap dan terbatas. Bahkan, termasuk pula pendekatan psikologi yang lain,

seperti kearifan beragam budaya berkaitan dengan psikopatologi dan kesehatan

mental, serta beragam keadaan kesadaran (states of consciousness). Psikologi

transpersonal bukanlah seperangkat kepercayaan, dogma, atau agama, namun

merupakan suatu upaya untuk membawa tingkatan pengalaman manusia

sepenuhnya menuju wacana dalam psikologi. Berdasarkan 202 definisi, Lajoie

dan Shapiro (1992) yang dikutip dari Friedman dan Pappas (2006) menyimpulkan

psikologi transpersonal adalah psikologi yang mencakup kajian tentang potensi

tertinggi umat manusia, dan dengan mengenali, memahami, serta realisasi dari

penyatuan spiritual, dan melebihi keadaan kesadaran (states of consciousness).

Diharapkan dengan menggunakan teknik transpersonal dapat memudahkan

fasilitator dalam menggali informasi dan lebih mengakui perasaan dan

mengekspresikan emosi negatif yang dirasakan oleh pasien. Sehingga akan lebih

mudah fasilitator dalam memberikan dan membangkitkan pola pikir positif dan

konstruktif. Yang dapat meningkatkan kebiasaaan perilaku produktif. Sehingga

program alcoholic anonymous dapat membantu pasien dalam mengurangi

kecemasaanya.

Berdasarkan uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa dengan alkhoholic

anonymous dapat menjadi alternatif untuk menurunkan tingkat kecemasan yang

dirasa Pasien Program Terapi Rumatan Metadon.

Page 26: Usia (tahun) - eprints.ums.ac.ideprints.ums.ac.id/72310/3/BAB I.pdfBerdasarkan latar belakang pendidikan terdapat peningkatan penyalahgunaan penggunaan narkoba pada lulusan SD sebesar

26

Gambar 2: Kerangka Berpikir Pengaruh alkhoholic anonymous terhadap

Penurunan Kecemasan pada Pasien Program Terapi Rumatan Metadon di Rumah

Sakit Umum Daerah Dr. Moewardi Solo

Hipotesis

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah ada pengaruh pemberian

narcotic anonymous atau alkhoholic anonymous terhadap kecemasan pada pasien

program terapi rumatan metadon (PTRM)

Ketergantungan

Napza

PTRM PTRM + NA/AA

Kecemasan turun

Tidak Relapse

Cemas Cemas

Masih Cemas

Kecemasan