UPAYA PERENCANAAN KAWASAN INDUSTRI TERPADU DI …

25
Jurnal Ilmu Manajemen dan Akuntansi Terapan (JIMAT) 79 UPAYA PERENCANAAN KAWASAN INDUSTRI TERPADU DI KABUPATEN BREBES SEBAGAI IMPLIKASI PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH Oleh Suemy Suemy Universitas Sultan Fatah (UNISFAT) Demak Jawa Tengah PENDAHULUAN Penyelenggaraan Pemerintah Daerah sebagai sub-sistim pemerintahan negara, dimaksudkan untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan masyarakat (UU No. 33 tahun 2004). Sebagai daerah otonomi daerah mempunyai wewenang dan tanggungjawab menyelenggarakan kepentingan masyarakat. Prinsip dasar pemberian otonomi daerah didasarkan atas pertimbangan bahwa daerahlah yang mengetahui kebutuhan dan standar pelayanan bagi masyarakat di daerahnya. Atas dasar pertimbangan ini, maka pemberian otonomi daerah diharapkan mampu memacu pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat pada akhirnya. Salah satu sektor yang berperan dalam perekonomian secara global adalah sektor industri, oleh karena itu pembangunan kawasan industri di daerah diharapkan dapat meningkatkan perekonomian daerah setempat yang berdampak pada peningkatan perekonomian nasional. Berawal dari pemikiran tersebut, maka Pemerintah Kabupaten Brebes dalam hal ini melalui Badan Perencanaan Pembangunan Daerah merencanakan Kawasan Industri Terpadu (KIT) sebagai upaya peningkatan pendapatan daerah dalam mendukung pelaksanaan otonomi daerah yang akan berdampak pada peningkatan perekonomian di daerah dan juga nasional. Kawasan Industri Terpadu di Kabupaten Brebes diperlukan karena dalam jangka panjang kawasan industri yang saat ini berlokasi di kota - kota besar pada waktu yang akan datang akan mengalami fase jenuh, disamping itu daerah Kabupaten Brebes dan sekitarnya memerlukan adanya akses yang dapat membuka sekaligus memicu pertumbuhan perekonomian daerah. Di Kabupaten Brebes sebelumnya sudah dialokasikan lahan untuk Kawasan Industri Terpadu yaitu di Desa Cimohong Kecamatan Bulakamba. Namun karena kurangnya sosialisasi serta infrastruktur pendukung maka sampai saat ini belum ada investor yang tertarik untuk menanamkan modalnya di kawasan tersebut. TUJUAN Adapun Tujuan dari penelitian ini adalah: a. Mengetahui dampak pengembangan Kawasan Industri Terpadu Kabupaten Brebes dari sisi ekonomi, infrastruktur, teknis dan lingkungan; b. Mengetahui hasil Analisa Mengenai Dampak Lingkungan Pengembangan Kawasan Industri Terpadu Kabupaten Brebes; c. Merumuskan kebijakan model / pola kerjasama investasi infrastruktur yang sesuai dan perlu dikembangkan di Kawasan Industri VOLUME 3 NOMOR 2, NOVEMBER 2012

Transcript of UPAYA PERENCANAAN KAWASAN INDUSTRI TERPADU DI …

Page 1: UPAYA PERENCANAAN KAWASAN INDUSTRI TERPADU DI …

Jurnal Ilmu Manajemen dan Akuntansi Terapan (JIMAT) 79

UPAYA PERENCANAAN KAWASAN INDUSTRI TERPADU DI KABUPATEN BREBES SEBAGAI IMPLIKASI PELAKSANAAN

OTONOMI DAERAH

Oleh

Suemy Suemy

Universitas Sultan Fatah (UNISFAT) Demak Jawa Tengah

PENDAHULUAN Penyelenggaraan Pemerintah Daerah

sebagai sub-sistim pemerintahan negara, dimaksudkan untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan masyarakat (UU No. 33 tahun 2004). Sebagai daerah otonomi daerah mempunyai wewenang dan tanggungjawab menyelenggarakan kepentingan masyarakat. Prinsip dasar pemberian otonomi daerah didasarkan atas pertimbangan bahwa daerahlah yang mengetahui kebutuhan dan standar pelayanan bagi masyarakat di daerahnya. Atas dasar pertimbangan ini, maka pemberian otonomi daerah diharapkan mampu memacu

pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat pada akhirnya.

Salah satu sektor yang berperan dalam perekonomian secara global adalah sektor industri, oleh karena itu pembangunan kawasan industri di daerah diharapkan dapat meningkatkan perekonomian daerah setempat yang berdampak pada peningkatan perekonomian nasional.

Berawal dari pemikiran tersebut, maka Pemerintah Kabupaten Brebes dalam hal ini melalui Badan Perencanaan Pembangunan Daerah merencanakan Kawasan Industri Terpadu (KIT) sebagai upaya peningkatan pendapatan daerah dalam mendukung pelaksanaan otonomi daerah yang akan berdampak pada

peningkatan perekonomian di daerah dan juga nasional.

Kawasan Industri Terpadu di

Kabupaten Brebes diperlukan karena

dalam jangka panjang kawasan industri yang saat ini berlokasi di kota - kota

besar pada waktu yang akan datang akan

mengalami fase jenuh, disamping itu

daerah Kabupaten Brebes dan sekitarnya

memerlukan adanya akses yang dapat

membuka sekaligus memicu

pertumbuhan perekonomian daerah. Di Kabupaten Brebes sebelumnya

sudah dialokasikan lahan untuk Kawasan

Industri Terpadu yaitu di Desa Cimohong Kecamatan Bulakamba. Namun karena

kurangnya sosialisasi serta infrastruktur

pendukung maka sampai saat ini belum ada investor yang tertarik untuk

menanamkan modalnya di kawasan

tersebut.

TUJUAN Adapun Tujuan dari penelitian ini adalah: a. Mengetahui dampak

pengembangan Kawasan Industri Terpadu Kabupaten Brebes dari sisi ekonomi, infrastruktur, teknis dan lingkungan;

b. Mengetahui hasil Analisa Mengenai

Dampak Lingkungan Pengembangan Kawasan Industri Terpadu Kabupaten Brebes;

c. Merumuskan kebijakan model / pola kerjasama investasi infrastruktur yang sesuai dan perlu dikembangkan di Kawasan Industri

VOLUME 3 NOMOR 2, NOVEMBER 2012

Page 2: UPAYA PERENCANAAN KAWASAN INDUSTRI TERPADU DI …

Jurnal Ilmu Manajemen dan Akuntansi Terapan (JIMAT) 80

Terpadu Kabupaten Brebes;

d. Mengembangkan pengaturan dan kelembagaan yang diperlukan dalam pengembangan Kawasan Industri Terpadu Kabupaten Brebes.

KAJIAN TEORI

1). LANDASAN HUKUM Landasan hukum dalam penyusunan Perencanaan Kawasan Industri Terpadu Kabupaten Brebes antara lain : a. Undang-undang Nomor 5 Tahun

1984 tentang Perindustrian; b. Undang-undang Nomor 23 Tahun

1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup;

c. Undang-undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung;

d. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah;

e. Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang;

f. Undang-undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah;

g. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah;

h. Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 1986 tentang Kewenangan Pengaturan, Pembinaan dan Pengembangan Industri;

i. Peraturan Pemerintah Nomor 27

Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan;

j. Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 1995 tentang Izin Usaha Industri;

k. Peraturan Daerah Kabupaten Brebes Nomor 15 Tahun 2001 tentang Evaluasi dan Revisi Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Brebes;

l. Peraturan Daerah Kabupaten

Brebes Tahun Nomor 5 Tahun 2006 tentang Kemitraan Daerah;

m. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 8 Tahun

2006 tentang Pedoman Penyusunan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan;

n. Serta produk hukum lainnya yang

dapat menjadi landasan hukum dalam penyusunan Pekerjaan Perencanaan Kawasan Industri Terpadu Kabupaten Brebes.

2). DEFINISI INDUSTRI

A. TERMINOLOGI INDUSTRI Kata industri berasal dari kata dalam bahasa Inggris yakni “Industry”. Dalam kamus “The Scribner Bantam English Dictionary”, cetakan ke – 18 tahun 1900, tertera sebagai berikut, Industri berasal dari kata latin “industria” yang bermakna :

a. Siap melaksanakan suatu

tugas pekerjaan atau bidang usaha atau karyawan yang siap melakukan atau menerapkan sesuatu tugas atau pekerjaan yang bersifat tetap, terus menerus dan secara teratur (Steady application to a task, business or labor)

b. Industri adalah berbagai bentuk kegiatan ekonomi (Any form of economic activity)

c. Industri adalah perusahaan-perusahaan yang produktif menghasilkan sesuatu barang atau jasa yang dapat dijual (Productive enterprises generally)

d. Industri adalah tempat atau

pekerjaan yang produktif (Productive occupations as distingnished from finance and commerce)

VOLUME 3 NOMOR 2, NOVEMBER 2012

Page 3: UPAYA PERENCANAAN KAWASAN INDUSTRI TERPADU DI …

Jurnal Ilmu Manajemen dan Akuntansi Terapan (JIMAT) 81

e. Industri adalah cabang pekerjaan atau

perdagangan yang khusus (Particular branch of work

or trade)

B. PERMAHAMAN

PENGERTIAN-

PENGERTIAN YANG TERKAIT DENGAN

INDUSTRI MENURUT PERATURAN

PERUNDANGAN RI

Beberapa pemahaman pengertian yang terkait dengan industri menurut

peraturanperundangan Republik Indonesia adalah sebagai berikut:

a. Perindustrian adalah

tatanan dan segala kegiatan yang bertalian dengan kegiatan industri.

b. Industri adalah kegiatan

ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan baku, barang setengah jadi, dan/atau barang jadi menjadi barang dengan nilai yang lebih tinggi untuk penggunaannya, termasuk kegiatan rancang bangun dan perekayasaan industri.

c. Kelompok industri

adalah bagian-bagian utama kegiatan industri, yakni kelompok industri hulu atau juga disebut kelompok industri dasar, kelompok industri hilir, dan kelompok industri kecil.

d. Cabang industri adalah

bagian suatu kelompok industri yang mempunyai

ciri umum yang sama

dalam proses produksi.

e. Jenis industri adalah

bagian suatu cabang

industri yang mempunyai

ciri khusus yang sama

dan/atau hasilnya bersifat

akhir dalam proses

produksi.

f. Bidang usaha industri adalah lapangan kegiatan yang bersangkutan dengan cabang industri atau jenis industri.

g. Perusahaan industri adalah badan usaha yang

melakukan kegiatan di bidang usaha industri.

h. Rancang bangun industri adalah kegiatan industri yang berhubungan dengan perencanaan pendirian industri/pabrik secara keseluruhan atau bagian-bagiannya.

i. Perekayasaan industri

adalah kegiatan industri yang berhubungan dengan perancangan dan pembuatan mesin/peralatan pabrik dan peralatan industri lainnya.

j. Standar industri adalah

ketentuan-ketentuan terhadap hasil produksi industri yang di satu segi menyangkut bentuk, ukuran, komposisi, mutu, dan lain-lain serta di segi lain menyangkut cara

mengolah, cara menggambar, cara menguji dan lain-lain.

k. Standardisasi industri

adalah penyeragaman dan

VOLUME 3 NOMOR 2, NOVEMBER 2012

Page 4: UPAYA PERENCANAAN KAWASAN INDUSTRI TERPADU DI …

Jurnal Ilmu Manajemen dan Akuntansi Terapan (JIMAT) 82

penerapan dari standar

industri.

l. Tatanan industri adalah

tertib susunan dan

pengaturan dalam arti

seluas-luasnya bagi

industri.

m. Kawasan industri adalah

kawasan tempat pemusatan kegiatan

industri yang dilengkapi dengan prasarana dan

sarana penunjang yang

dikembangkan dan

dikelola oleh Perusahaan

Kawasan Industri yang

telah memiliki Izin Usaha

Kawasan Industri.

n. Kawasan peruntukan

industri atau zona industri adalah bentangan lahan

yang diperuntukan bagi kegiatan industri berdasarkan Rencana Tata

Ruang Wilayah yang

ditetapkan oleh

Pemerintah Daerah

Kabupaten/ Kota yang

bersangkutan.

o. Kompleks Industri adalah suatu konsentrasi kegiatan sejumlah

“industri di suatu tempat yang diantaranya banyak

yang mendasarkan pilihan

lokasinya yang saling

berdekatan atas

pertimbangan adanya

saling keterkaitan

teknis/ekonomis atau integrasi hulu-menengah-

hilir.

p. Sentra industri adalah

sentra industri kecil yang

merupakan sekumpulan

kegiatan industri kecil

sejenis yang lokasinya

mengelompok pada jarak

yang tidak terlalu

berjauhan.

q. Kawasan Industri Terpadu merupakan

kawasan pusat kegiatan

industri yang didukung

dengan penyediaan

fasilitas dan utilitas

internal, yang juga

menyatu dengan sistem

utilitas eksternal (kawasan) seperti pembangkit tenaga listrik,

pembuangan limbah dan

sistem transportasi, serta

dilengkapi dengan

pelayanan prosedur yang

cepat dan mudah untuk

semua perijinan investasi, industri perdagangan, ekspor-impor, pajak

maupun tenaga kerja.

Pembangunan industri terpadu dimaksudkan untuk mewujudkan suatu kompleks industri yang didalamnya terdapat unsur riset, inovasi, pabrik, pemasaran dan penjualan atau distribusi. Pengembangan industri

manufaktur pada beberapa sub

sektor yang memenuhi satu

atau lebih kriteria di antaranya

menyerap banyak tenaga kerja,

memenuhi kebutuhan dasar

dalam negeri seperti makanan-

minuman dan obat-obatan,

selain itu juga mengolah hasil

pertanian dalam arti luas

termasuk perikanan dan

sumber-sumber daya alam lain

dalam negeri, serta memiliki

potensi pengembangan ekspor.

VOLUME 3 NOMOR 2, NOVEMBER 2012

Page 5: UPAYA PERENCANAAN KAWASAN INDUSTRI TERPADU DI …

Jurnal Ilmu Manajemen dan Akuntansi Terapan (JIMAT) 83

Dengan dibangunnya oleh perusahaan lain

kawasan industri terpadu disebut kelompok

diharapkan akan mampu industri hulu.

menampung tenaga kerja b. Industri Hilir

sesuai dengan yang Industri hilir adalah

dibutuhkan oleh kawasan kelompok perusahaan

industri tersebut. Di samping yang menggunakan

itu, pencemaran dari limbah produk perusahaan

industri yang berada disekitar lain sebagai bahan

kawasan dapat dilokalisir dan baku untuk kemudian

dipantau tingkat diproses menjadi

pencemarannya, sehingga barang setengah jadi

tidak merugikan masyarakat atau barang jadi.

sekitarnya. Misalnya: Perusahaan

(Pengertian Kawasan X menggunakan

Industri Terpadu diolah, produk perusahaan Y,

bersumber pada Depkominfo, maka perusahaan X

Depdagri dan Disperindag, merupakan pabrik

Tahun 2008) industri hilir dari

C. KLASIFIKASI INDUSTRI perusahaan Y.

2. Klasifikasi

Industri

SECARA UMUM

Berdasarkan Hubungan

1. Klasifikasi Industri Horizontal

Berdasarkan Hubungan Pengertian horizontal di

Vertikal

sini adalah peninjauan

Hubungan vertikal adalah

atas

dasar hubungan

adanya hubungan dalam

sejajar antara produk

bentuk penggunaan

yang dihasilkan masing-

produk hasil akhir suatu

masing perusahaan.

kelompok perusahaan

sebagai bahan baku pada Contoh:

kelompok perusahaan Perusahaan H1, H2, dan

lain. Misalnya hasil H3 merupakan hotel

barang yang dibuat suatu motel, dan losmen,

perusahaan X dijadikan sedangkan perusahaan

bahan baku oleh A1, A2 dan A3 masing-

perusahaan lain. Dalam masing merupakan

hal ini, antara perusahaan perusahaan agen

X dengan perusahaan Y penjualan tiket pesawat,

mempunyai hubungan perusahaan jasa

vertikal. Hubungan angkutan pariwisata dan

vertikal tersebut terdiri tempat rekreasi.

dari: Industri Hulu dan Perusahaan H1, H2, H3,

Industri Hilir. A1, A2, dan A3

a. Industri Hulu merupakan kelompok

Perusahaan yang industri jasa pariwisata.

membuat produk yang 3. Klasifikasi Industri Atas

dapat

dipergunakan

Dasar Skala Usahanya

VOLUME 3 NOMOR 2, NOVEMBER 2012

Page 6: UPAYA PERENCANAAN KAWASAN INDUSTRI TERPADU DI …

Jurnal Ilmu Manajemen dan Akuntansi Terapan (JIMAT) 84

Selain klasifikasi industri

seperti dipaparkan di atas, ternyata industri pun dapat diklasifikasikan

atas dasar skala atau

besar kecilnya usaha.

Adapun besar kecilnya

suatu usaha bisnis

ditentukan oleh besar

kecilnya modal yang

ditanamkan. Oleh karena

itu klasifikasi industri berdasarkan skala usaha

dapat dibagi menjadi 3

kriteria sebagai berikut :

a. Industri skala usaha

kecil (small scale

industry)

b. Industri skala usaha menengah (medium

scale industry) c. Industri skala usaha

besar (large scale

industry)

Kasifikasi industri atas

dasar skala usahanya dapat dilakukan berdasarkan modal usaha

atau jumlah tenaga kerja

yang ada. Berdasarkan kriteria Disperindag, penggolongan industri berdasarkan skala usahanya dapat dibedakan sebagai berikut :

Usaha kecil bila modal usahanya di bawah Rp 500 juta,

Usaha menengah bilamodal usahanya antara Rp 500 juta s/d 1 milyar,

Usaha besar bila

modal usahanya diatas Rp 1 juta.

(Kriteria ini akan

berubah sesuai dengan perubahan

nilai uang)

Berdasarkan jumlah

tenaga kerja, penggolongan industri dapat dikelompokkan

sebagai berikut :

Industri Rumah

Tangga adalah usaha kerajinan rumah tangga yang mempunyai pekerja

antara 1-4 orang.

Industri Kecil adalah perusahaan yang mempunyai pekerja 5-19 orang

Industri Sedang

adalah perusahaan yang mempunyai pekerja 20-99 orang

Industri Besar adalah

perusahaan yang mempunyai pekerja 100 orang atau lebih

D. TUJUAN

PEMBANGUNAN INDUSTRI

Menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1984

Pembangunan industri bertujuan untuk :

a. Meningkatkan

kemakmurandan

kesejahteraan rakyat secara adil dan merata dengan memanfaatkan dana, sumber daya alam, dan/atau hasil budidaya serta dengan memperhatikan keseimbangan dan kelestarian lingkungan hidup;

b. Meningkatkan

pertumbuhan ekonomi

VOLUME 3 NOMOR 2, NOVEMBER 2012

Page 7: UPAYA PERENCANAAN KAWASAN INDUSTRI TERPADU DI …

Jurnal Ilmu Manajemen dan Akuntansi Terapan (JIMAT) 85

secara bertahap, mengubah

struktur perekonomian ke arah yang lebih baik, maju,

sehat, dan lebih seimbang

sebagai upaya untuk

mewujudkan dasar yang

lebih kuat dan lebih luas bagi pertumbuhan

ekonomi pada umumnya,

serta memberikan nilai

tambah bagi pertumbuhan

industri pada khususnya;

c. Meningkatkan kemampuan dan penguasaan serta mendorong terciptanya teknologi yang tepat guna

dan menumbuhkan kepercayaan terhadap kemampuan dunia usaha nasional;

d. Meningkatkan

keikutsertaan masyarakat dan kemampuan golongan ekonomi lemah, termasuk pengrajin agar berperan secara aktif dalam pembangunan industri;

e. Memperluas dan

memeratakan kesempatan kerja dan kesempatan berusaha,serta

meningkatkan peranan

koperasi industri;

f. Meningkatkan penerimaan devisa melalui peningkatan ekspor hasil produksi nasional yang bermutu,disamping penghematan devisa melalui pengutamaan pemakaian hasil produksi dalam negeri, guna mengurangi ketergantungan kepada luar negeri;

g. Mengembangkan pusat- pusat pertumbuhan

industri yang menunjang pembangunan daerah

dalam rangka pewujudan

Wawasan Nusantara;

h. Menunjang dan

memperkuat stabilitas

nasional yang dinamis

dalam rangka

memperkokoh ketahanan

nasional. E. PENGEMBANGAN

KAWASAN INDUSTRI 1. Konsep Pengembangan

Kawasan Perwujudan strategi pembangunan daerah

bertujuanuntuk meningkatkan kinerja

pembangunandan memperoleh hasil yang lebih optimal terletak padakemampuan

aktualisasi konsep pembangunan wilayah secara utuh dan terpadu (comprehensive and

integrated area development concept). Pendekatan pembangunan wilayah yang utuh dan terpadu

akan mampu mewujudkan efisiensi dan efektivitas fungsi perencanaan pembangunan daerah. Dengan kata lain, pendekatan tersebut

menganut azas

keseluruhan sektor (comprehensive) secara terpadu, bukan lagi penjumlahan (agregatif)

masing-masing sektor secara terpisah.

VOLUME 3 NOMOR 2, NOVEMBER 2012

Page 8: UPAYA PERENCANAAN KAWASAN INDUSTRI TERPADU DI …

Jurnal Ilmu Manajemen dan Akuntansi Terapan (JIMAT) 86

Dengan konsep demikian Untuk menghadapi

maka pelaksanaan persaingan di pasar

pembangunan masing- global maupun pasar

masing sektor secara domestik serta

otomatis akan memanfaatkan

berakumulasi keunggulan lokasional

(bersinergi) dalam (locational advantage),

mendukung sasaran pengembangan industri

pembangunan wilayah kita harus diarahkan dan

yang menjadi konsep dipersiapkan melalui

induknya. Disamping itu, pembentukan kawasan

diantara masing-masing industri guna mendorong

sektor secara signifikan peningkatan kemampuan

akan saling terkait bersaing secara

(linkage), mengingat menyeluruh, dari

semua sektor berada kemampuan bersaing

dalam satu kerangka berdasarkan factor driven

pembangunan wilayah ke arah investment driven

yang utuh. Ada tiga dan innovation driven.

indikator keberhasilan Untuk itu, semua

pengembangan wilayah stakeholders dalam

yang dapat dilihat industri harus

sebagai kesuksesan dikelompokkan dalam

pembangunan daerah, suatu lokasi untuk

adalah produktivitas, memfasilitasi dan

efisiensi, partisipasi mendukung proses

masyarakat, yang investasi dan inovasi. Ini

semuanya dapat berarti harus ada

menjamin interaksi antara industri

kesinambungan utama (core industry),

pelaksanaan suatu penyedia bahan baku,

program di suatu wilayah industri pendukung, serta

atau kawasan. fasilitas pendukung

Dalam pengembangan lainnya, seperti layanan

kawasan industri, Riset dan Pengembangan

terdapat beberapa (R & D), layanan diklat,

pengertian yang terkait layanan distribusi dan

dengan kawasan ini, transpotasi, layanan

yaitu : finansial, dan sebagainya.

a. Zone Industri; Untuk

b. Kawasan Industri;

mengakomodasikan

c. Kawasan Berikat;

semua ini, Kluster

d. Industrial Estate;

Industri (industrial

e. Lingkungan

Industri

cluster) adalah salah satu

Kecil;

konsep yang dapat

f. Kluster Industri

digunakan. Industri dan

2. Konsep Pengembangan stakeholders berada pada

Kawasan IndustrI satu lokasi geografi

VOLUME 3 NOMOR 2, NOVEMBER 2012

Page 9: UPAYA PERENCANAAN KAWASAN INDUSTRI TERPADU DI …

Jurnal Ilmu Manajemen dan Akuntansi Terapan (JIMAT) 87

untuk menghadapi globalisasi dan memanfaatkan efek

keterkaitan (linkage) dan networking secara

interaktif.

Sehingga pengertian

kluster industri adalah

pengelompokan industri yang saling berhubungan

secara interaktif yang merupakan aglomerasi

perusahaan-perusahaan yang membentuk

patnership, baik sebagai industri pendukung

maupun sebagai industri terkait.

Manfaatnya untuk

mendorong spesialisasi

produksi pada suatu daerah/wilayah dan

mendorong keunggulan komparatif menjadi

keunggulan kompetitif.

Keunggulan dibentuknya

kluster industri adalah

meningkatkan efisiensi, mengurangi biaya

transpotasi dan transaksi, mengurangi biaya sosial, menciptakan aset secara kolektif, dan

meningkatkan

terciptanya inovasi.

3. Konsentrasi Spasial Kawasan Industri Konsentrasi spasial merupakan

pengelompokkan dari aktivitas

ekonomi secara spasial dalam

suatu lokasi tertentu dan saling terkait. Hal ini dapat ditemui pada

konsentrasi industri tekhnologi

tinggi di Silicon Valley (Ellison

dan Glaeser, 1997), Konsentrasi

spasial pada kota tepi air (Fujita

dan Mori, 1996), kluster industri

(Porter, 1990; 1998 a; 1998 b), serta aglomerasi perkotaan (Fujita dan Thiesse, 2002). Krugman (1991) menyatakan bahwa konsentrasi spasial merupakan aspek yang ditekankan dari aktivitas ekonomi secara geografis dan dan sangat penting

dalam penentuan lokasi industri.

Menurut Krugman, dalam

konsentrasi aktivitas ekonomi secara spasial, terdapat 3 hal yang

saling terkait yaitu interaksi antara

skala ekonomi, biaya transportasi dan permintaan. Untuk

mendapatkan dan meningkatkan

kekuatan skala ekonomis,

perusahaan-perusahaan cenderung

berkonsentrasi secara spasial dan

melayani seluruh pasar dari suatu

lokasi. Sedangkan untuk meminimalisasi biaya transportasi, perusahaan

perusahaan cenderung berlokasi pada wilayah yang memiliki permintaan lokal yang besar, akan

tetapi permintaan lokal yang besar cenderung berlokasi di sekitar terkonsentrasinya aktifitas ekonomi, seperti komplek industri maupun perkotaan. Menurut Weber (Fujita et

al,1999;26-27), ada 3 faktor yang

menjadi alasan perusahaan pada

industri dalam menentukan

lokasi, yaitu:

A) Perbedaan biaya transportasi. Produsen cenderung mencari lokasi yang memberikan keuntungan berupa penghematan biaya transportasi serta dapat mendorong efisiensi dan efektivitas produksi. Dalam perspektif yang lebih luas,Coase(1937) mengemukakan tentang penghematan biaya transaksi (biaya transportasi, biaya

VOLUME 3 NOMOR 2, NOVEMBER 2012

Page 10: UPAYA PERENCANAAN KAWASAN INDUSTRI TERPADU DI …

Jurnal Ilmu Manajemen dan Akuntansi Terapan (JIMAT) 88

transaksi, biaya kontrak, biaya koordinasi dan biaya komunikasi) dalam penentuan lokasi perusahaan.

B) Perbedaan biaya upah.

Produsen cenderung mencari

lokasi dengan tingkat upah

tenaga kerja yang lebih rendah

dalam melakukan aktivitas

ekonomi sedangkan tenaga

kerja cenderung mencari lokasi

dengan tingkat upah yang lebih

tinggi. Adanya suatu wilayah

dengan tingkat upah yang tinggi

mendorong tenaga kerja untuk

terkonsentrasi pada wilayah

tersebut. Fenomena ini dapat

ditemui pada kota -kota besar

dengan keanekaragaman tinggi

seperti Jakarta maupun kota

yang terspesialisasi seperti

Kudus maupun Kediri.

C) Keuntungan dari konsentrasi industri secara spasial. Konsentrasi spasial akan menciptakan keuntungan yang berupa penghematan lokasi dan penghematan urbanisasi. Penghematan lokasi terjadi apabila biaya produksi perusahaan pada suatu industri menurun ketika produksi total dari industri tersebut meningkat (terjadi increasing return of scale). Hal ini terjadi pada perusahaan pada industri yang berlokasi secara berdekatan. Penghematan urbanisasi terjadi bila biaya produksi suatu perusahaan menurun ketika produksi seluruh perusahaan pada berbagai tingkatan aktivitas ekonomi dalam wilayah yang sama meningkat. Penghematan karena berlokasi di wilayah yang sama ini terjadi akibat skala perekonomian kota yang

besar, dan bukan akibat skala suatu jenis industri. Penghematan urbanisasi telah

memunculkan perluasan wilayah metropolitan (extended metropolitan regions).

Dalam perspektif yang sedikit berbeda tentang keuntungan konsentrasi spasial, Marshal (1920) mengemukakan pemikiran tentang externalitas positif dan menjelaskan mengapa produsen cenderung berlokasi dekat dengan produsen lain (dorongan untuk berlokasi dekat dengan perusahaan lain disebut dengan agglomerasi). Menurut Marshal, konsentrasi spasial didorong oleh ketersediaan tenaga kerja yang terspesialisasi dimana berkumpulnya perusahaan pada suatu lokasi akan mendorong berkumpulnya tenaga kerja yang terspesialisasi, sehingga

menguntungkan perusahaan dan

tenaga kerja. Selain itu,

berkumpulnya perusahaan atau

industri yang saling terkait akan

dapat meningkatkan efisiensi

dalam pemenuhan kebutuhan input

yang terspesialisasi yang lebih baik

dan lebih murah. Yang terakhir,

Marshal menyatakan bahwa jarak

yang tereduksi dengan adanya

konsentrasi spasial akan

memperlancar arus informasi dan

pengetahuan (knowledge spillover)

pada lokasi tersebut. Pandangan

Marshal tentang industri yang

terkonsentrasi di suatu tempat dan

saling terkait disebut industrial

cluster atau industrial district.

Menurut Marshal, kluster industri

pada dasarnya merupakan

kelompok aktifitas produksi

aktifitas produksi yang amat

terkonsentrasi secara spasial dan

kebanyakan

VOLUME 3 NOMOR 2, NOVEMBER 2012

Page 11: UPAYA PERENCANAAN KAWASAN INDUSTRI TERPADU DI …

Jurnal Ilmu Manajemen dan Akuntansi Terapan (JIMAT) 89

terspesialisasi pada satu atau dua industri utama saja.

Senada dengan pendapat Marshal,

Porter menyatakan bahwa kluster

adalah perusahaan-perusahaan

yang yang terkonsentrasi secara

spasial dan saling terkait dalam

industri. Perusahaan-perusahaan

dalam industri yang terkonsentrasi

secara spasial tersebut juga terkait

dengan institusi-institusi yang

dapat mendukung industri secara

praktis. Kluster meliputi kumpulan

perusahaan dan hal yang terkait

dalam industri yang penting dalam

kompetisi. Kluster selalu

memperluas aliran menuju jalur

pemasaran dan konsumen, tidak

ketinggalan juga jalur menuju

produsen produk komplementer,

dan perusahaan lain dalam industri

yang terkait, baik terkait dalam

keahlian, teknologi maupun input.

Dalam kluster juga tercakup

pemerintah dan institusi yang lain

(Porter,1990; 1998 a; 1998 b).

Kluster menginterprestasikan jaringan yang terbentuk dan menjadi semakin kokoh dengan sendirinya tidak hanya oleh perusahaan dalam kluster tetapi oleh organisasi yang lain yang terkait sehingga menciptakan kolaborasi dan kompetisi dalam tingkatan yang tinggi sehingga dapat meningkatkan daya saing

berdasarkan keunggulan kompetitif. (Raines P, 2002). Ada 3 bentuk Kluster berdasarkan perbedaan tipe dari eksternalitas dan perbedaan tipe dari orientasi dan intervensi kebijakan (Kolehmainen,2002).

1) The industrial districts cluster.

Industrial district cluster atau yang biasa disebut dengan Marshalian Industrial District

adalah kumpulan dari perusahaan pada industri yang terspesialisasi dan terkonsentrasi secara spasial dalam suatu wilayah (Marshal,1920). Pandangan Marshal mengenai industrial district masih relevan sampai saat ini dan secara empiris masih dapat dijumpai. Dalam perpektif lebih modern (Krugman,1991; Porter,1990), industrial district cluster berbasis pada eksternalitas sebagai berikut: a) Penurunan biaya transaksi

(misalnya,biaya

komunikasi dan transportasi).

b) Tenaga kerja yang terspesialisasi (misalnya, penurunan biaya rekruitment tenaga kerja yang terspesialisasi dan penurunan biaya untuk pengembangan sumber daya manusia).

c) Ketersediaan sumber daya,

input dan infrastruktur yang spesifik dan terspesialisasi (misalnya pelayanan spesial dan tersedia sesuai dengan kebutuhan lokal).

d) Ketersediaan ide dan

informasi yang maksimal (misalnya mobilitas tenaga kerja, knowledge spillover, hubungan informal antar perusahaan).

Intinya, industrial district, terjadi secara alamiah dan bersifat “open membership”. Dalam industial district tidak memerlukan investasi dalam membangun relationship. Hal ini menunjukkan bahwa jenis kluster ini dapat muncul tanpa memerlukan usaha untuk

VOLUME 3 NOMOR 2, NOVEMBER 2012

Page 12: UPAYA PERENCANAAN KAWASAN INDUSTRI TERPADU DI …

Jurnal Ilmu Manajemen dan Akuntansi Terapan (JIMAT) 90

memunculkannya. Selain itu Ciri-ciri dari industrial district dapat teridentifikasikan dalam area metropolitan dan kota - kota lain yang memprodusi jasa dalam skala yang tinggi. (Gordon dan McCann, 2000).

2) The industrial complex

cluster. Industrial complex cluster

berbasis pada hubungan antar perusahaan yang teridentifikasi dan bersifat stabil yang

terwujud dalam perilaku spasial dalam suatu wilayah. Hubungan

antar perusahaan sengaja dimunculkan untuk

membentuk jaringan

perdagangan dalam kluster.

Model kompleks industri pada

dasarnya lebih stabil daripada

model distrik industri, karena

diperlukannya investasi dalam

menjalin hubungan antara

perusahaan – perusahaan dalam

kluster ini, dimana hubungan

yang terjadi berdasarkan atas

pertimbangan yang mantap

dalam pengambilan keputusan.

Dengan kata lain kluster ini

(komplek industri) terjadi

karena perusahaan -

perusahaan ingin meminimalkan biaya transaksi spasial (biaya transportasi dan komunikasi) dan memiliki tujuan - tujuan tertentu baik secara implisit ataupun eksplisit dengan menempatkan perusahaannya dekat dengan perusahaan-perusahaan lain. Dalam beberapa kasus, terjadinya kluster industri didorong oleh adanya suatu perusahaan yang mengekspor produk akhir ke pasar internasional, yang menjadi mesin penggerak bagi

perusahaan - perusahaan lain untuk berada pada kluster tersebut.

Komplek industri tidak

terbangun secara alami dan

berbasis pada hubungan saling

ketergantungan yang tidak

simetris antara perusahaan besar

dan kecil. Keadaan ini dapat

menghalangi penyerapan dan

pengembangan inovasi dan

menempatkan perusahaan kecil

pada kedudukan yang yang

rendah dalam menciptakan

investasi dalam penelitian dan

pengembangan serta pemasaran. Dominasi dari perusahaan besar

yang menjadi motor dalam kluster tersebut dapat berdampak negatif bagi iklim usaha dan peluang pada kluster

secara keseluruhan. 3) The Social Network cluster.

Social Network cluster menekankan pada aspek sosial pada aktifitas ekonomi dan norma - norma institusi dan

jaringan. Model ini berdasarkan pada kepercayaan dan bahkan hubungan informal antar personal. hubungan

interpersonal dapat

menggantikan hubungan

kontrak pasar atau hubungan

hirarki organisasi pada proses

internal dalam kluster. Harrison

(1992) menyatakan bahwa

konsentrasi spasial pada kluster

ini merupakan konteks alami

yang terbentuk karena adanya

hubungan informal dan modal

sosial yang berupa kepercayaan,

karena hal tersebut yang

membentuk dan menjaga

melalui persamaan sosial dan

sejarah dan terus menerus

melakukan kegiatan bersama

dan saling berbagi.

VOLUME 3 NOMOR 2, NOVEMBER 2012

Page 13: UPAYA PERENCANAAN KAWASAN INDUSTRI TERPADU DI …

Jurnal Ilmu Manajemen dan Akuntansi Terapan (JIMAT) 91

Perlu diingat bahwa jaringan sosial antar perusahaan tidak perlu dibentuk dalam ruang lingkup regional ataupun lokal karena kedekatan wilayah dan budaya dapat memfasilitasi terbentuknya proses tersebut.

DAMPAK PENGEMBANGAN KAWASAN INDUSTRI Kawasan industri adalah suatu zona/wilayah yang ditetapkan oleh pemerintah sebagai kegiatan industri. Di dalam zona perindustrian tersebut, terdapat industri yang sifatnya individual (yang berdiri sendiri) dan industri - industri yang sifatnya mengelompok dalam kawasan industri (Industrial Estate). Di Indonesia sendiri, pada tahun 2005 sudah terdapat 203 kawasan industri yang tersebar di berbagai wilayah Indonesia dengan luas ±67.000 Ha. Dari jumlah tersebut baru beroperasi 64 kawasan dengan total area ±20.000 Ha, dan rata-rata tingkat pemanfaatan ±44% yang di dalamnya terdapat ±60.000 industri. Pemerintah sendiri telah banyak

mengeluarkan kebijakan - kebijakan

untuk mendorong terciptanya Kawasan

Industri di berbagai daerah - daerah

untuk menarik para investor asing untuk

menanamkan modalnya di kawasan

perindustrian yang sudah ada. Salah satu

kebijakan pemerintah adalah dengan

strategi pengembagan FTZ (Free Trade

Zone) atau SEZ (Special Economic

Zone). Dimana kebijakan ini

diberlakukan di suatu kawasan Industri

berupa pemberian fasilitas dan insentif

fiskal yang amat menarik dan bersifat

khusus sehingga investor dapat tertarik

untuk membuka pabriknya pada kawasan

industri tersebut. Selain itu usaha

pemerintah yang lain untuk

pengembangan kawasan Industri adalah

dengan pembangunan kelengkapan

infrastruktur yang menunjang usaha -

usaha produksi di kawasan industri ini.

Setiap perkembangan yang terjadi mempunyai dampak atau pengaruh terhadap lingkungan disekitarnya maka dalam hal ini perkembangan kawasan mempunyai dampak terhadap perkembangan kota disekitarnya. Keseriusan pemerintah dalam pengembangan Kawasan Industri bukanlah suatu hal yang mengherankan melihat dampak positif/keuntungan yang dapat diperoleh dari pengembangan Kawasan Industri bagi perkembangan lingkungan di sekitarnya. Keuntungan pengembangan kawasan industri : a. Memacu pertumbuhan Ekonomi

yang lebih tinggi. Contoh terhadap hal ini dapat dilihat di Propinsi Banten, dimana pencapaian pertumbuhan ekonomi Propinsi Banten pada akhir 2006 mencapai 6,24%, atau lebih tinggi dari pertumbuhan ekonomi rata - rata nasional, sedangkan PDRB (Produk Domestik Nasional Bruto) daerah pada tahun 2006 mencapai 94 trilliun. Besarnya PDRB ini berasal dari sektor industri yang memberikan kontribusi hingga 49,75%. Pertumbuhan ekonomi

Propinsi Banten hampir setengahnya dipengaruhi oleh

sektor industri, bahkan pertumbuhan ekonomi daerahnya dapat melebihi perumbuhan ekonomi rata - rata nasional, yang tentu saja tidak dapat terlepas dari peranan sektor industri.

b. Kemudahan dalam hal penyediaan

sarana infrastruktur yang diperlukan oleh pabrik - pabrik dalam melakukan produksinya. Dengan menggabungkan beberapa industri dalam satu kawasan, maka pemenuhan fasilitas sarana dan prasarana yang menunjang dan diperlukan untuk proses industri

VOLUME 3 NOMOR 2, NOVEMBER 2012

Page 14: UPAYA PERENCANAAN KAWASAN INDUSTRI TERPADU DI …

Jurnal Ilmu Manajemen dan Akuntansi Terapan (JIMAT) 92

dapat dipenuhi lebih mudah karena dikumpulkan dalam satu kawasan. Berbeda halnya apabila tidak terdapat kawasan industri, dimana lokasi industri yang satu dengan yang lain terletak berjauhan, maka sarana yang diperlukan untuk proses produksi cenderung susah dilakukan dan lebih mahal karena penggunaannya yang cenderung untuk keperluan sendiri. Namun dengan adanya kawasan industri yang merupakan

aglomerasi/pengumpulan dari beberapa Industri, maka pemenuhan kebutuhan sarana dan prasarana industri dapat lebih mudah, karena dikelompokkan pada satu kawasan, dan lebih murah sifatnya, karena dapat digunakan secara bersama - sama.

c. Membuka lapangan pekerjaan

baru. Dengan bertumbuhnya Kawasan

Perindustrian, maka akan membuka

lapangan pekerjaan baru di pabrik

yang dapat menyerap ribuan

buruh/tenaga kerja. Dengan

tambahnya lapangan kerja tersebut,

maka pendapatan masyarakat dapat

menjadi meningkat yang disertai

juga dengan peningkatan SDM-nya.

Masyarakat akan memperoleh

pekerjaan dan memperoleh pelatihan

dan peningkatan pengetahuan

dengan bekerja di pabrik - pabrik

perindustrian. Untuk bekerja di suatu

pabrik, pekerja tentu saja harus

memiliki keahlian dan keterampilan.

Untuk memenuhi hal ini, maka salah

satu usaha yang dilakukan

pemerintah berupa Program Magang

di Kawasan Industri yang

dikhususkan kepada para masyarakat

di sekitar lingkungan Kawasan

Industri. Dengan program tersebut,

SDM dan ketrampilan masyarakat

diharapkan

dapat meningkat yang nantinya dapat menghasilkan tenaga - tenaga kerja yang terampil dan siap bekerja.

d. Peningkatan pendapatan daerah

melalui pajak daerah. Meningkatnya pertumbuhan ekonomi suatu daerah maka juga akan meningkatkan pendapatan pajak daerahnya. Dengan bertambahnya pajak daerah, maka

pemerintah dapat lebih mengembangkan pembangunan di sekitar kawasan.

e. Pemudahan pengelolaan

lingkungannya

Pengelolaan limbah secara terintegrasi dengan mudah bisa

dilakukan. Dengan

dikelompokkannya industri dalam satu kawasan, maka AMDAL-nya

berupa AMDAL kawasan, sehingga

lebih mempermudah dalam

pengecekan dan pengontrolan lingkungannya. Pengeloaan limbah

secara terintegrasi (integrated waste

management) dapat dengan mudah

dilakukan sehingga pengontrolannya juga dapat lebih mudah dilakukan.

f. Mengurangi arus urbanisasi.

Masyarakat dari desa tidak lagi hanya menargetkan kota sebagai tempat mencari pekerjaan, tetapi cukup ke Kawasan Industri yang menyediakan lapangan kerja cukup banyak. Para warga kota yang bekerja di Kawasan Industri juga cenderung akan memilih tinggal di daerah Kawasan Industri apabila Kawasan Industri telah menyediakan

fasilitas hunian yang memadai. Sehingga peluang arus transmigrasi

dari kota ke daerah pinggiran kota menjadi semakin besar yang tentu

saja dapat mengurangi kepadatan

penduduk kota sebagai nilai

positifnya.

VOLUME 3 NOMOR 2, NOVEMBER 2012

Page 15: UPAYA PERENCANAAN KAWASAN INDUSTRI TERPADU DI …

Jurnal Ilmu Manajemen dan Akuntansi Terapan (JIMAT) 93

Selain memberikan dampak - dampak positif, pengembangan Kawasan Industri juga memiliki dampak - dampak yang negatif. Dampak yang negatif/kerugian ini kebanyakan berkaitan dengan aspek lingkungan. Misalnya saja terjadinya pencemaran dan kerusakan lingkungan akibat polusi dan limbah yang dihasilkan dari pabrik - pabrik di Kawasan Industri. Polusi dari pabrik - pabrik di Kawasan Industri ini biasanya berupa polusi udara, air, kebisingan, ataupun tanah, yang umumnya menerima dampak negatif dari polusi ini adalah warga yang tinggal di Kawasan Industri dan di sekitar Kawasan Industri.

METODE PENELITIAN

A. LOKASI Lokasi Perencanaan Kawasan Industri Terpadu Kabupaten Brebes adalah Desa Cimohong Kecamatan Bulakamba Kabupaten Brebes.

B. ALAT ANALISIS Menurut Mulyadi (1997: 284)

yang menulis teori investasi yang dalam hal ini dikaitkan dengan

kelayakan program dan epidemologi dan kelayakan ekonomi dari aspek keuangan. Kelayakan ekonomi ditinjau dari

sudut aspek keuangan menggunakan metode yang dilakukan untuk menilai investasi, dilakukan dengan cara:

1. Analisis net present value

(NPV) Analisis ini untuk menilai kelayakan investasi dengan

menghitung selisih antara nilai

sekarang dari penerimaan kas bersih yang akan datang dengan

nilai sekarang investasi awal.

Semakin besar NPV positif,

investasi semakin menguntungkan. NPV dapat

dihitung dengan rumus seperti berikut:

N AT

NPV

(1 K)I

I0

k = discount rate

At = cashflow periode k

N = usia ekonomi 2. Analisis payback period

Analisis ini untuk mengetahui periode yang diperlukan dalam pengembalian investasi seluruhnya. Semakin pendek payback period-nya, proyek akan semakin baik. Payback period dihitung dengan;

(1) Membagi jumlah investasi

dengan penerimaan kas bersih (proceeds) tiap periode, bila proceeds sama setiap periodenya.

(2) Mengurangkan jumlan

investasi dengan penerimaan kas bersih (proceeds) yang diterima, bila besar proceeds tidak sama setiap periodenya.

3. Analisis Return on

Investment (ROI) Analisis ini untuk melihat apakah suatu proyek layak sampai pada tahap pengembangan dan pengujian. Perhitungan ROI dapat ditakukan dengan bermacam-macam cara, salah satunya yang paling terkenal adalah dengan membandingkan penghasilan tahunan rata-rata sesudah pajak dan depresiasi dengan investasi rata-rata.

ROI = E/I ROI

= Return on investment

E = Penghasilan tahunan rata-rata I = Investasi rata-rata yang diperlukan untuk sebuah proyek.

VOLUME 3 NOMOR 2, NOVEMBER 2012

Page 16: UPAYA PERENCANAAN KAWASAN INDUSTRI TERPADU DI …

Jurnal Ilmu Manajemen dan Akuntansi Terapan (JIMAT) 94

Pendekatan ini memerlukan Tipe 2 (5920 m2) 2

adanya estimasi tentang unit Rp

kelangsungan hidup yang 9.472.000.000,- / unit diharapkan dari produk Tipe 3 (7000 m2) 2

tersebut dan pendapat tentang unit Rp

kemungkinan penjualan serta 11.200.000.000,- /

biaya yang berkaitan dengan unit produk tersebut setiap 3 ) Kavling Industri Besar

tahunnya. (50%) 4. Analisis hasil pengembalian

(internal rate of return)/IRR Tipe 1 (9700 m2) 13

Yaitu tingkat bunga yang unit Rp

menyamakan nilai sekarang 15.520.000.000,- / arus kas dengan pengeluaran unit

investasi. Tipe 2 (10000 m2) 11

unit Rp

HASIL DAN PEMBAHASAN 16.000.000.000,- / A. Hasil Perhitungan unit

Dalam pembangunan Kawasan Tipe 3 (12000 m2) 2

Industri Terpadu di Desa unit Rp

Cimohong, investasi yang 19.200.000.000,- / dibutuhkan untuk pembangunan unit

kawasan industri Cimohong B. Estimasi penerimaan sewa

adalah sebesar Rp dari beberapa fasilitas

905.159.154.520,- Persewaan Penginapan

Dari investasi tersebut, (unit) Rp 600.000,- didapatkan hasil perhitungan /tahun

kelayakan finansial sebagai Kantor Perbankan (m2)

berikut : Rp 100.000/m2

A. Estimasi harga jual masing- Show Room (m2)

masing Kavling berdasarkan Rp 100.000/m2

skala industrinya: Kantin(m2)

1) Kavling Industri Kecil Rp 100.000/m2

(15%) Minimarket (m2)

Tipe 1 (1920 m2) 1 Rp 100.000/m2

unit Rp Estimasi biaya dalam pengelolaan

3,072,000,000,- / unit kawasan industri tersebut, Tipe 2 (2000 m2) 36 meliputi biaya operasional, biaya

unit Rp pemeliharaan,biaya gaji, biaya

3,200,000,000,- / unit asuransi, biaya depresiasi dan

Tipe 3 (2400 m2) 5 lain-lain.

unit Rp Hasil estimasi cash flow, dengan

3.840.000.000,- / unit asumsi masa konstruksi satu

2) Kavling Industri Sedang tahun, dan umur ekonomis adalah

(35%) 25 ( duapuluh lima) tahun. Tipe 1 (5000 m2) 44 Dengan discount factor 10 %, 12

unit Rp % dan 14 %, didapatkan hasil 8.000.000.000,- / unit sebagai berikut:

VOLUME 3 NOMOR 2, NOVEMBER 2012

Page 17: UPAYA PERENCANAAN KAWASAN INDUSTRI TERPADU DI …

Jurnal Ilmu Manajemen dan Akuntansi Terapan (JIMAT) 95

1. Net Present Value : berkembang dengan baik,

a. Df = 10 % : Rp didukung oleh suasana

291.723.259.253.575,- kondusif dari berbagai aspek, b. Df = 12 % : Rp terutama keamanan dan tidak

98.236.030.931.190,- adanya demonstrasi buruh di c. Df = 14 % : Rp Kabupaten Brebes.

(50.159.980.993.680),- B. Rencana Kerja Sama Dengan

2. Internal Rate Return : 13,266 Pemerintah - Swasta

% Investasi merupakan salah satu

3. Benefit Cost Ratio : faktor yang penting untuk

a. Df = 10 % : 1,32 meningkatkan pertumbuhan

b. Df = 12 % : 1,11 ekonomi daerah. Makin besar arus

c. Df = 14 % : 0,94 investasi, dapat memberikan

4. Pay Back Periode : 15 tahun peluang munculnya kegiatan-

kegiatan usaha yang lain.

Dari hasil perhitungan di atas, Implikasinya adalah

dapat disimpulkan bahwa secara meningkatnya kesempatan kerja

finansial proyek bisa dilaksanakan dan peluang terjadinya

atau layak. Hal ini bisa dilihat dari peningkatan PAD.

nilai NPV yang positif, Benefit Namun, bagaimana usaha Pemda

Cost Ratio di atas 1, Nilai IRR untuk meningkatkan PAD tanpa

masih di atas tingkat bunga yang harus membebani rakyatnya, berlaku. (Hasil perhitungan secara sehingga dapat mengembangkan

keseluruhan bisa lihat lampiran). otonominya. Masih terdapat Kawasan industri Cimohong peluang yang dapat dimanfaatkan

direncanakan merupakan kawasan oleh daerah untuk mendukung

atau pusat pengembangan sumber pembiayaan dan investasi berbagai industri dengan daerah untuk mendukung

pengelolaan secara terpadu. implementasi otonomi daerah

Prospek Pasar Kawasan Industri yang pelaksnaannya dapat Terpadu Desa Cimohong dilakukan oleh para pelaku

Kabupaten Brebes potensial untuk ekonomi daerah termasuk BUMN, pengembangan industri terutama BUMD, Swasta dan Masyarakat. industri berbahan baku pertanian Diperlukan adanya perhatian

(agroindustri). yang serius dalam upaya

Kawasan industri Terpadu di Desa meningkatkan efisiensi sektor

Cimohong diharapkan menjadi publik, sekaligus mengupayakan

pemicu utama dalam memperkuat agar administrasi negara mampu

Kabupaten Brebes untuk menarik menelurkan berbagai kiat dan

investor, dengan beberapa terobosan dalam menciptakan

keuntungan yang bisa didapatkan, iklim yang kondusif bagi yaitu: berkembangnya sektor swasta. a. Rencana pengawasan perizinan Keterbatasan yang membelengu

dalam satu atap, sektor publik bukannya

b. Promosi investasi, dengan merupakan halangan jika kita

adanya usaha resmi diharapkan mampu mendayagunakan

investasi yang dilakukan oleh kekuatan dan potensi sektor

pengusaha/ investor dapat swasta yang mulai berkembang.

VOLUME 3 NOMOR 2, NOVEMBER 2012

Page 18: UPAYA PERENCANAAN KAWASAN INDUSTRI TERPADU DI …

Jurnal Ilmu Manajemen dan Akuntansi Terapan (JIMAT) 96

Pola kemitraan sektor publik dan swasta merupakan harapan baru dalam mendobrak keterbatasan.

Acapkali daerah memiliki aset

yang sangat potensial untuk

dimanfaatkan atau dikembangkan,

namun upaya-upaya ke arah itu

terhalang oleh terbatasnya sumber

dana atau akses ke sumber dana

atau keterbatasan kemampuan

SDM dalam menggunausahakan

aset tersebut. Di sisi lain swasta

atau masyarakat merupakan pihak

yang dalam banyak hal,

mempunyai potensi pendanaan dan

teknologi yang perlu

diproduktifkan, dengan demikian

melalui kerjasama antara

Pemerintah daerah dengan swasta atau masyarakat dapat memberikan nilai tambah dan keuntungan kedua belah pihak

Kerjasama antara pemerintah

daerah dan swasta tidak hanya akan dapat memberikan keuntungan berupa uang, tetapi juga merupakan strategi diversifikasi resiko, dimana dengan kerjasama ini resiko Pemerintah Daerah menjadi kecil atau bahkan tanpa ikut menanggung resiko sama sekali.

Di Indonesia, pola kerjasama

antara diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 67 Tahun 2005 tentang Kerjasama Pemerintah Daerah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan infrastruktur.

C. Bentuk Kerja Sama Antara

Sektor Publik Dan Swasta Kerja sama Pemerintah daerah dengan

swasta idealnya didasarkan pada win-win solution partnership,

artinya kerjasama tersebut dilakukan dengan kesadaran dari

dua belah pihak atas keuntungan timbal balik yang akan dihasilkan

dalam kerjasama

tersebut. Pemerintah Daerah dalam pengertian kerja sama Pemerintah Daerah termasuk di dalamnya BUMD/Perusahaan Daerah. Oleh karena itu perusahaan daerah mempunyai peluang untuk mengembangkan dan meningkatkan usaha melalui kerjasama dengan pihak swasta.

Pihak ketiga menurut Permendagri Nomor 3 Tahun 1986 adalah instansi atau badan usaha atau perorangan yang berada di luar organisasi Pemerintah Daerah, antara lain Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah lainnya, BUMN, BUMD, Koperasi, Swasta Nasional atau Swasta Asing yang tunduk pada hukum Nasional

Bentuk Kerja sama secara garis besar dikelompokkan adalam 2 bentuk, yaitu 1. Kerjasama Pengelolaan (Joint

Operation). Kerja sama ini dapat dilakukan melalui berbagai model, yaitu :

a. Sewa Tambah Guna (

Contract Add and Operate /CAO)

b. Rehabilitasi Guna Serah (Rehabilitate, Operate and Transfer/ROT)

c. Bangun Serah (Built and Transfer/ BT)

d. Bangun Guna Serah ( Built, Operate and Transfer/BOT)

e. Bangun Serah Sewa ( Built, Transfer and Rent /BTR)

f. Bangun Sewa Serah ( Built, Rent and Transfer/BRT)

g. Bangun Kelola Miliki ( Built, Operate and Own/BOO)

h. Kerjasama Operasi

VOLUME 3 NOMOR 2, NOVEMBER 2012

Page 19: UPAYA PERENCANAAN KAWASAN INDUSTRI TERPADU DI …

Jurnal Ilmu Manajemen dan Akuntansi Terapan (JIMAT) 97

2. Kerjasama Usaha Patungan (Joint Venture). Pemda bersama-sama dengan swasta dapat mendirikan Perseroan Terbatas yang mengacu pada Undaag-undang Nomor 1 Tahun 1995.

D. Langkah Strategis Pemilihan

Kerja Sama Untuk dapat mencapai

sasaran secara optimal, maka pilihan untuk melakukan kerjasama perlu diletakkan dalam

suatu kerangka strategis. Sebagaimana dilakukan oleh perusahaan dalam rangka menjalin kerjasama strategis untuk mengembangkan bisnisnya. Kerangka pikir yang biasa dipakai adalah menggunakan model manajemen strategis. Menurut Usman ( 1996 ) beberapa kekuatan dan kelemahan pemanfaatan dana sektor swasta dapat dilihat sebagai berikut:

Tabel 1 KEKUATAN DAN KELEMAHAN KERJA SAMA DENGAN SEKTOR SWASTA

Aspek Kekuatan Kelemahan

Efisiensi Dengan Masuknya Kantor Tidak ada kelemahan yang

Swasta maka perusahaan akan menonjol beroperasi dengan lebih

efisien

Persiapan Dilakukan bersama-sama Akan lebih ketat adanya

dengan pihak swasta, keterlibatan ihak swasta

sehingga mudah

memperhatikan berbagai

aspek

Pendanaan Pemda/Perusda tidak perlu Apabila modal sawsta banyak

menyediakan dana dalam berasal dari Luar Negeri, maka

jumlah yang besar dalam perlu diperha-tikan resiko nilai penyertaan modal tukar

Pembagian Terjadi pembagian resiko Tidak ada kelemahan yang

Resiko antara Pemda/Perusda dengan menonjol swasta

Desentralisasi Meningkatkan kewenangan Tambah wewenang

Pemda menyebabkan tambahan

tanggung jawab

Patyisipasi Meningkatkan peran swasta Tidak ada kelemahan yang

Swasta dalam pembangunan daerah menonjol

Penentuan Tarif Pemerintah tetap mempunyai Tanpa danya konrol yang kuat kekuatan dalam menentukan dari pemerintah, swasta dapat tarif menerapkan tarif yang

memberatkan masyarakat

Alih Teknologi Akan terjadi alih teknologi Tidak ada kelemahan yang

dari sektor swasta ke sektor menonjol emerintah

Makro Ekonomi Pinjaman Pemerintah diganti Tidak ada kelemahan yang

dengan sumber swasta menonjol

VOLUME 3 NOMOR 2, NOVEMBER 2012

Page 20: UPAYA PERENCANAAN KAWASAN INDUSTRI TERPADU DI …

Jurnal Ilmu Manajemen dan Akuntansi Terapan (JIMAT) 98

Berdasarkan tabel 1 di atas, walaupun terdapat beberapa kelemahan yang mungkin timbul dengan adanya kerja sama Pemerintah Daerah dengan Swasta, namun secara umum aspek positif yang ditimbulkannya lebih dominan dibandingkan dengan aspek negatifnya yaitu Bangun Guna Serah (BOT)

BANGUN GUNA SERAH (Built, Operate And Transfer)

Bentuk kerjasama BOT dikenal pada transaksi-transaksi yang obyeknya berupa tanah. Kekayaan daerah yang berupa tanah dan fasilitas-fasilitas yang ada di atasnya yang memiliki potensi ekonomi yang tinggi dialihkan pemanfaatannya kepada swasta, dengan cara pihak swasta tersebut atas biayanya sendiri membangun bangunan berikut fasilitas

komersiilnya serta mendayagunakan bangunan dan fasilitas tersebut untuk suatu jangka waktu tertentu.

Biasanya pada awal kerjasama Pemda juga akan menerima kompensasi berupa uang dari pihak swasta dan mempunyai hak untuk memanfaatkan suatu area dari bangunan tersebut tanpa pembayaran apapun ke pihak swasta.

Selama masa BOT, resiko yang terjadi atas bangunan dan fasilitas yang dibangun swasta akan merupakan tanggungan swasta karena secara hukum kepemilikan bangunan dan fasilitas masih menjadi milik pihak swasta.

Gambar 1

STRATEGI DIVERSIFIKASI RESIKO KERJASAMA BOT

BOT

Transfer Resiko

Pemerintah Swasta

Resiko 100% resiko Resiko

Pembangunan DARI RESIKO rendah tinggi

Resiko 100% resiko Resiko

Konstruksi DARI RESIKO rendah tinggi

Resiko Resiko

Resiko

100%

sangat sangat

Operasi DARI RESIKO rendah tinggi

Berdasarkan tabel 1 di atas, walaupun terdapat beberapa kelemahan

yang mungkin timbul dengan adanya kerja sama Pemerintah Daerah dengan

VOLUME 3 NOMOR 2, NOVEMBER 2012

Page 21: UPAYA PERENCANAAN KAWASAN INDUSTRI TERPADU DI …

Jurnal Ilmu Manajemen dan Akuntansi Terapan (JIMAT) 99

Swasta, namun secara umum aspek positif yang ditimbulkannya lebih dominan dibandingkan dengan aspek negatifnya.

Di Indonesia, pola kerjasama antara Pemerintah Daerah dengan swasta sebenarnya diatur dalam :

a. Undang-Undang Nomor 32

Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah

b. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 50 Tahun 2007 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Kerja Sama Daerah

c. Peraturan Presiden Nomor 67

Tahun 2005 tentang kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam penyediaan Infrastruktur,

d. Peraturan Menteri Dalam Negeri

Nomor 61 Tahun 2007 Tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daerah.

e. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 69 Tahun 2007 Tentang Kerja Sama Pembangunan Perkotaan

Tujuan utama pelaksanaan kerjasama antara Pemerintah Daerah/Perusda dengan Pihak Ketiga adalah untuk meningkatkan perekonomian daerah dan menembah pendapatan daerah. Secara umum, tujuan dilakukannya kerjasama adalah sebagai berikut :

a. Meningkatkan efisiensi dan

efektivitas pembiayaan, melalui dana dari masyarakat untuk kepentingan pembangunan,

b. Usaha untuk meningkatkan

pertumbuhan ekonomi daerah melalui perluasan dan peningkatan pembangunan,

c. Meningkatkan pendapatan daerah

dengan memanfaatkan hasil-hasil pembangunan masyarakat,

d. Mendorong partisipasi masyarakat dalam pembangunan daerah,

e. Mendayagunakan aset daerah secara optimal, khususnya aset yang masih dapat ditingkatkan penggunaannya,

f. Adanya alih teknologi yang

digunakan dalam pengelolaan proyek yang dapat dimanfaatkan SDM di Pemda,

g. Terhindarinya penjualan aset

daerah yang potensial kepada swasta,

h. Terciptanya lapangan pekerjaan yang dapat mendorong dan mendayagunakan tenaga kerja setempat untuk bekerja di sektor industri,

i. Sebagai katalisator penyerapan

tenaga kerja ke kota-kota besar.

KESIMPULAN Kesimpulan dari hasil analisis

pada pembahasan sebelumnya adalah sebagai berikut L 1). Pembangunan Kawasan Industri

Terpadi di Desa Cimohong dinyatakan layak secara finansial. Hal ini bisa dilihat dari hasil perhitungan, didapatkan hasil :

O NPV

Df = 10 % = Rp

291.723.259.253.575,-

Df = 12 % = Rp

98.236.030.931.190,-

Df = 14 % = (Rp

50.159.980.993.680)

O IRR = 13,266 O B/C Ratio

Df = 10 % = 1,32

Df = 12% = 1,11

Df = 14 % = 0,94O Pay Back Period = 15 tahun

Proyek dikatakan layak secara finansial, jika NPV positif, B/C ratio di atas 1, dan IRR di atas tingkat bunga yang berlaku. Dengan hasil perhitungan, proyek dinyatakan layak untuk dibangun.

VOLUME 3 NOMOR 2, NOVEMBER 2012

Page 22: UPAYA PERENCANAAN KAWASAN INDUSTRI TERPADU DI …

Jurnal Ilmu Manajemen dan Akuntansi Terapan (JIMAT) 100

2). Kemitraan dengan pihak ketiga, dilakukan dengan pertimbangan terdapatnya keterbatasan pihak Pemda. Bentuk kemitraan seperti yang diatur dalam Perda Kabupaten Brebes No 5 tahun 2006 tentang Kemitraan Daerah. Dengan melihat beberapa

alternatif, yang paling menguntungkan adalah bentuk B – O – T (Build, Operate and Transfer), dicirikan dengan adanya investasi swasta, pembangunan sarana, biaya rendag, kualitas tinggi, menguntungkan, efisiensi tinggi.

PENUTUP Dalam rangka pelaksanaan

otonomi daerah seperti yang

diamanatkan oleh Undang-undang

Nomor 33 tahun 2004 tentang

Pemerintahan daerah dan Undang-

undang Nomor 34 Tahun 2004 Tentang

Perimbangan Keuangan Pemerintah

Pusat dan Daerah, disebutkan bahwa

suatu daerah yang tidak mampu

membiayai sumber pelaksanaan otonomi

daerah akan di-merger (digabungkan)

atau dihapuskan. Berdarakan kebutuhan

dan tuntutan zaman maka perlu adanya

perluasan wilayah dalam rangka

menambah sumber penerimaan daerah,

yaitu salah satu cara untuk meningkatkan

Pendapatan Asli Daerah (PAD)

Kabupaten Brebes adalah membuat

perencanaan Kawasan Industri Terpadu.

Daftar Pustaka

Abdul Halim, 2001, Manajemen

Keuangan Daerah, Yogyakarta : AMP YKPN

Agung Riyadi, Anton A, Didit P, 2002, Laporan Penelitian Potensi Pajak dan Retribusi Daerah

di Kabupaten Sukoharjo, Surakarta : FE UMS.

Agus Wantara, 1995, Analisis

Pendapatan Asli Daerah

Istimewa Yogyakarta Tahun

1970-1980 (tesis yang tidak

dipublikasikan), Yogyakarta

: UGM

Alfian Lians, 1985, Pendapatan Daerah

Dalam Ekonomi Orde Baru, Prisma No. 4 Tahun XIV.

Andi Mustari, 1999, Otonomi Daerah

dan Kepala Daerah Memasuki Abad XXI, Jakarta

: Gaya Media Pratama

Asnafiah Yulianti, 2001, Kemandirian dan Pertumbuhan Ekonomi

Dalam Menyongsong Otonomi Daerah, Kajian Ekonomi dan Bisnis Stiekers, Vo. 5 , No. 29, Tahun 2001.

B.Usman, 1977, Pajak-pajak Indonesia, Jakarta : Majalah Mingguan Pajak. Bagus Santosa, 1995, Evaluasi Peran

Retribusi Pasar Terhadap Pendapatan Daerah : Studi Kasus Kabupaten Sleman (laporan penelitian yang tidak dipublikasikan), Yogyakarta : UGM

Bahl, Roy, 1999, Implementation Rule Fiscal Desentralisation, Atlanta : International Studies Program School of Policy Studies, Georinia State University.

Balai Penerbitan Panca Usaha, 2001,

Undang-Undang No. 34 Tahun 2000 Tentang

Perubahan Atas Undang-undang Nomor 18 Tahun

1997 Tentang Pajak dan Retribusi Daerah, Bandung :

CV. Laksana Mandiri Caroline, 2004, Analisis Penerimaan

Retribusi Pasar Kota Salatiga, Semarang : UNDIP

VOLUME 3 NOMOR 2, NOVEMBER 2012

Page 23: UPAYA PERENCANAAN KAWASAN INDUSTRI TERPADU DI …

Jurnal Ilmu Manajemen dan Akuntansi Terapan (JIMAT) 101

(tesis yang tidak dipublikasikan)

Dadang Solihin, 2001, Kamus Istilah Otonomi Daerah, Jakarta : Lembaga

Pemberdayaan

Ekonomi Kerakyatan

Davey, 1988, Pembiayaan Pemerintah Daerah, Terjemahan

Amanullah, Jakarta : UI

Press

Deddy Supriady, 2001, Otonomi

Penyelenggara Pemerintah Daerah, Jakarta : Gramedia

Fisher,Ronald, 1996, State and Local

Publik Finance, A Time

Higher Education Group, Inc. Company.

Guritno Mangkoesoebroto, 1995, Ekonomi Publik, Yogyakarta

: BPFE

Harry Waluya, 2001, Analisis Rasio PAD/APBD Terhadap Kebijakan Kemandirian

Keuangan Daerah Otonom, Jurnal Ekonomi dan Bisnis FE Universitas Katolik Indonesia Atmajaya, Vol. 1, No. 2, Edisi Agustus 2001

Husein Umar, 2003, Strategic

Management In Action,

Percetakan : PT. SUN

Jakarta

Ibnu Syamsi, 1993, Dasar-dasar Kebijakan Keuangan

Negara, Jakarta : Bima

Aksara.

Indah Susantun, 2000, Fungsi

Keuntungan Cobb Douglas

Dalam Pendugaan Efisiensi

Ekonomi Relatif, Jurnal Ekonomi Pembangunan,

Vol. 5, No. 2, Edisi 2000. J.B. Kristiadi, 1985, Masalah Sekitar

Peningkatan Pendapatan

Daerah, Prisma No. 12, Tahun XIV, Jakarta : LP3ES

John Suprihanto, 1997, Pengukuran Tingkat Kepuasan

Pelayanan, Jakrta : Rineka

Cipta

Jones, Bernard, 1995, Local Government Financial Management, ICSA

Publishing Limited. Josep Riwu Kaho, 1998, Prospek

Otonomi Daerah Negara

Republik Indonesia “

Identifikasi Faktor Yang

Mempengaruhi Penyelenggaraannya “, Jakarta : Rajawali Press

Kadariyah,1992, Pengantar Evaluasi

Proyek. Jakarta : Lembaga Penerbitan Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.

Krisna D. Darumurti dan Umbu

Raunta, 2000, Otonomi Daerah “ Perkembangan, Pemikiran dan Pelaksanaan “, Bandung : PT. Citra Aditya Bakti

Mardiasmo, 2001, Manajemen

Penerimaan Daerah dan Struktur APBD dalam Era Otonomi Daerah, Kajian Ekonomi dan Bisnis Stiekers, Vo. 5, No. 29, Tahun 2001.

Mardiasmo, 2001, Pengawasan,

Pengendalian dan Pemeriksaan Kinerja

Pemerintah Daerah Dalam Melaksanakan Otonomi Daerah, Jurnal Bisnis dan Akuntansi, Vol. 3, No. 2, Tahun 2001.

Mardiasmo, 2001, Peningkatan

Pendapatan Asli Daerah :

Permasalahan dan Kebijakan, makalah yang disampaikan dalam Sidang Pleno Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia Ke-10 di Batam

Mardiasmo, 2002, Otonomi dan manajemen Keuangan

VOLUME 3 NOMOR 2, NOVEMBER 2012

Page 24: UPAYA PERENCANAAN KAWASAN INDUSTRI TERPADU DI …

Jurnal Ilmu Manajemen dan Akuntansi Terapan (JIMAT) 102

Daerah, Yogyakarta :

Penerbit Andi. Marzuki, 1995, Metodologi Riset,

Yogyakarta : FE-UII

Moh. Nazir, 1999, Metode Penelitian, Penerbit : Ghalia Indonesia

Mudrajat Kuncoro, 1995, Desentralisasi

Fiskal di Indonesia, Prisma, No. 4 Tahun. XXIV

Mulyanto, 2002, Potensi Pajak dan

Retribusi Daerah di Kawasan Subosuko

Wonosraten Propinsi Jawa

Tengah, Kerjasama IRIS dan

LPEM UI, Jakarta.

Musgrave, 1990, Keuangan Negara

Dalam Teori dan Praktek

(Edisi 5), Jakarta : PT. Erlangga

Nick Devas, Brian Binder, Anne

Booth, Kennet Davey dan Roy Kelly, 1989, Keuangan Pemerintah Daerah di

Indonesia, Terjemahan

Masri Maris, Jakarta :

Penerbit UI Press.

Pontjowinoto, Didit, MP,1991,

“Alternatif Reformasi Kebijakan dan Manajemen Keuangan Daerah”, Prisma, Jakarta : LP3ES

Rustian Kamaludin, 1992, Bunga

Rampai Pembangunan Nasional dan Pembangunan Daerah, Jakarta : FE-UI.

S. Pamudji, 1980, Pembinaan

Perkotaan di Indonesia,

Jakarta : Ichtiar

S. Pamudji, 1990, Makna Dati II

Sebagai Titik Berat Pelaksanaan Otonomi

Daerah, Jakarta : CSIS Sadono Sukirno, 1982, Pengantar Teori

Ekonomi Mikro, Jakarta : Lembaga Penerbit Fakultas

Ekonomi Universitas

Indonesia.

Shaw, G.K, 1989, Hubungan Fiskal Antara Pemerintah,

Penerjemah Silvia Rilwon, Jakarta : Gramedia

Sidik Jatmika, 2001, Otonomi Daerah : Perspektif Hubungan

Internasional, Yogyakarta : Bigraf Publising.

Soejamto, 1992, Otonomi Birokrasi Partisipasi, Jakarta : Sinar

Grafika

Soelarso, 1998, Modul Mata Pelajaran Administrasi Pendapatan

daerah Dalam Terapan,

Yogyakarta : UGM

Soesilo, 2001, Perspektif Politik

Ekonomi Otonomi Daerah Dibawah Undang-Undang

No. 22 Tahun 1999, Ekuitas, Vol. 5, No. 4, Tahun 2001.

Soetrisno, PH, 1986, Ekonomi Publik II,

Jakarta : Karunika. Soetrisno. 1981. Evaluasi Project Jilid I.

Yogyakarta : Fakultas

Ekonomi Universitas Gajah

Mada. Suparmoko, 1996, Keuangan Negara

Dalam Teori dan Praktek, Yogyakarta : BPFE

Suparmoko, 2002, Ekonomi Publik :

Untuk Keuangan dan Pembangunan Daerah,

Penerbit Andi Yogyakarta. Susijati, B Hirawan, 1986, Analisa

Tentang Keuangan Daerah di Indonesia, EKI Vo. XXXIV No. 1

Syarif Hidayat, 2000, Reflektifitas

Realitas Otonomi Daerah dan Tantangan ke Depan, Jakarta : Pustaka Quantum

Zulkarnain Djamin. 1992. Perencanaan

dan Analisa Proyek, Jakarta : Lembaga Penerbitan Fakultas Ekonomi

Universitas Indonesia.

VOLUME 3 NOMOR 2, NOVEMBER 2012

Page 25: UPAYA PERENCANAAN KAWASAN INDUSTRI TERPADU DI …

Jurnal Ilmu Manajemen dan Akuntansi Terapan (JIMAT) 103

Tjahya Supriyatna, 1992, Sistim

Administrasi Pemerintahan

di Daerah, Jakarta : Bumi Aksara

Undang-Undang No. 33 Tahun 2004

Tentang Pemerintah Daerah

Undang-Undang No. 34 Tahun 2004

Tentang Perimbangan

Keuangan Antara

Pemerintah Pusat dan

Pemerintah Daerah

VOLUME 3 NOMOR 2, NOVEMBER 2012