unud-967-940973396-tesis dr agus.pdf
-
Upload
nurina-khimatus-sholihah -
Category
Documents
-
view
66 -
download
0
Transcript of unud-967-940973396-tesis dr agus.pdf
-
TESIS
STADIUM KANKER OVARIUM TIDAK BERHUBUNGAN
DENGAN EKSPRESI B CELL LYMPHOMA 2 (BCL-2)
KADEK AGUS WIJAYA
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2014
-
ii
TESIS
STADIUM KANKER OVARIUM TIDAK BERHUBUNGAN
DENGAN EKSPRESI B CELL LYMPHOMA-2 (BCL-2)
KADEK AGUS WIJAYA
NIM 0914038207
PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2014
-
iii
STADIUM KANKER OVARIUM TIDAK BERHUBUNGAN
DENGAN EKSPRESI B CELL LYMPHOMA (BCL-2)
Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister
pada Program Magister, Program Studi Ilmu Biomedik
Program Pascasarjana Universitas Udayana
KADEK AGUS WIJAYA
NIM 0914038207
PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2014
-
iv
Lembar Pengesahan
TESIS INI TELAH DISETUJUI
TANGGAL 13 FEBRUARI 2014
Pembimbing I, Pembimbing II,
Prof. Dr. dr. Ketut Suwiyoga, Sp.OG(K) dr. I Wayan Megadhana, Sp.OG(K)
NIP. 19530715 198003 1 009 NIP 19600125 198710 1 002
Mengetahui
Ketua Program Studi Ilmu Biomedik Direktur
Program Pascasarjana Program Pascasarjana
Universitas Udayana, Universitas Udayana,
Prof. Dr. dr. Wimpie I Pangkahila, SpAnd, FAACS Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, Sp.S(K)
NIP. 194612131971071001 NIP. 195902151985102001
-
v
Tesis Ini Telah Diuji pada
Tanggal 13 Februari 2014
Panitia Penguji Tesis Berdasarkan SK Rektor
Universitas Udayana, No: 200/UN14.4/HK/2014, Tanggal 27 Januari 2014
Ketua: Prof. Dr. dr. Ketut Suwiyoga, Sp.OG(K)
Anggota:
1. dr. I Wayan Megadhana, Sp.OG(K) 2. Prof. Dr. dr. Wimpie I Pangkahila, SpAnd, FAACS
3. Prof. Dr. dr. Nyoman Mangku Karmaya, M. Repro
4. Prof. dr. N. Tigeh Suryadhi, MPH, Ph.D
-
vi
UCAPAN TERIMA KASIH
Pertama-tama perkenankanlah penulis memanjatkan puji syukur
kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa, karena oleh berkat-Nya tesis ini dapat
diselesaikan tepat pada waktunya.
Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis mengucapkan terima kasih
yang sebesar-besarnya kepada Prof. Dr. dr. Ketut Suwiyoga, SpOG(K) selaku
pembimbing I dan Kepala Bagian Obstetri dan Ginekologi FK UNUD/RSUP
Sanglah Denpasar, dr. I Wayan Megadhana, SpOG(K) selaku pembimbing II, dan
Drs. Ketut Tunas, Msi selaku pembimbing statistik, serta para penguji tesis ini
yang telah memberikan dorongan, semangat, bimbingan dan saran selama penulis
menyelesaikan tesis ini.
Ucapan terima kasih kepada Rektor Universitas Udayana, Prof. Dr. dr. I
Ketut Suastika, SpPD (KEMD), Direktur Program Pascasarjana Prof. Dr. dr. A.A.
Raka Sudewi, SpS(K), Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Prof.
Dr.dr. Putu Astawa, SpOT (K), serta Direktur Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah,
dr.Anak Ayu Sri Saraswati, Mkes, atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan
selama mengikuti dan menyelesaikan PPDS I dan Program Magister Program
Studi Ilmu Biomedik Kekhususan Kedokteran Klinik (Combined Degree) di
Universitas Udayana. Terima kasih penulis ucapkan juga kepada Kepala Program
Studi Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan PPDS I FK UNUD/RSUP
Sanglah, dr. A.A.N. Anantasika, SpOG(K) dan seluruh dosen/Staf Bagian Obstetri
dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/RSUP Sanglah atas
segala bimbingan dan dorongan yang diberikan selama penulis mengikuti
pendidikan spesialis. Pasien-pasien yang telah menjadi guru dan banyak
memberikan pengetahuan dan pengalaman, rekan-rekan residen Obstetri dan
Ginekologi, serta rekan-rekan paramedis RSUP Sanglah.
Penulis mengucapankan terima kasih yang dalam kepada orang tua penulis
yang telah mengasuh dan membesarkan penulis dari kecil hingga saat ini, selalu
memberi dukungan baik secara moril maupun materiil. Tidak lupa pula penulis
mengucapkan terima kasih yang tulus kepada istri tercinta yang telah setia dan
sabar mendampingi selama pendidikan dengan selalu memberikan semangat dan
dorongan untuk maju.
Semoga Ida Sang Hyang Widhi Wasa selalu memberkati semua pihak
yang telah membantu pelaksanaan dan penyelesaian tesis ini.
Penulis
-
vii
ABSTRAK
STADIUM KANKER OVARIUM TIDAK BERHUBUNGAN DENGAN
EKSPRESI B CELL LYMPHOMA-2 (BCL-2)
Kanker ovarium merupakan salah satu penyakit penyebab kematian di bidang
ginekologi terbanyak di dunia. Patogenesis maupun penyebab kanker ovarium
belum jelas, hal ini terbukti sampai saat ini belum ada suatu cara deteksi dini serta
pendekatan terapi yang berarti dan efektif sehingga tindakan pencegahan dan
penanganannyapun belum menunjukkan hasil yang memuaskan. Protein Bcl-2
berperan melalui mekanisme ekspresi yang spesifik untuk masing-masing
jaringan. Ekspresi protein Bcl-2 memiliki peranan penting sebagai regulator dalam
proses kematian sel dalam konteks fisiologis maupun patologis. Perbedaan
beberapa hasil penelitian tentang ekspresi protein Bcl-2 pada berbagai stadium
kanker ovarium menjadi latar belakang penelitian ini. Sehingga melalui penelitian
ini dilakukan penilaian korelasi atau hubungan antara protein Bcl-2 dengan derajat
stadium kanker ovarium.
Penelitian ini merupakan studi cross-sectional di Bagian Kebidanan dan
Penyakit Kandungan, Patologi Anatomi dan Rekam Medis Rumah Sakit Umum
Pusat (RSUP) Sanglah, Denpasar yang dilakukan mulai Juli 2011 sampai Juli
2013 dengan sampel penelitian sebanyak 44 buah blok parafin. Sampel blok
parafin ini dikelompokkan berdasarkan atas stadium kanker ovarium, yaitu:
kanker ovarium stadium I, II, III, dan IV. Kemudian masing-masing kelompok
stadium dilakukan pemeriksaan ekspresi Bcl-2 dengan teknik imunohistokimia.
Selanjutnya dilakukan penilaian hubungan antara Bcl-2 dengan derajat stadium
kanker ovarium dengan menggunakan Uji Spearman.
Penelitian ini memperoleh rerata umur, Indek Massa Tubuh (IMT), dan
paritas pada keempat kelompok stadium kanker ovarium adalah homogen.
Berdasarkan uji korelasi diperoleh nilai r sebesar 0,103 (p=0,506) yang
menyatakan bahwa, tidak ada hubungan antara stadium kanker ovarium dengan
ekspresi Bcl-2
Kesimpulan penelitian ini adalah stadium kanker ovarium tidak berhubungan
dengan ekspresi Bcl-2.
Kata kunci: stadium kanker ovarium, ekspresi Bcl-2.
-
viii
ABSTRACT
OVARIAN CANCER STAGING DID NOT CORRELATE WITH
B CELL LYMPHOMA-2 (BCL-2) EXPRESSION
Ovarian cancer is one of the leading causes of death from gynecological in the
world. Pathogenesis and causes of ovarian cancer is not yet clear, it is proved until
now there is no one way of early detection and therapeutic approach and an
effective means of prevention and treatment measures that were not shown
satisfactory results. Bcl - 2 proteins act through a specific mechanism for the
expression of each network. Expression of Bcl - 2 protein has an important role as
a regulator in the process of cell death in the context of physiological and
pathological differences some research results on the expression of Bcl - 2 protein
in normal ovarian tissue, tissue neoplasms and various stages of ovarian cancer
into the background of this research. Identification of the Bcl - 2 protein
expression at various stages of ovarian cancer to be objective in this study, so that
through this research, ratings correlation or relationship between the protein Bcl -
2 with a degree stage ovarian cancer.
This study was a cross-sectional study in Obstetric and Gynecologic,
Anatomical Pathology, and Medical Record Department of Sanglah Hospital,
Denpasar, in July 2011 until July 2013, with a total of 44 paraffin wax blocks. The
parrafin wax block samples were categorized based on the ovarium cancer
staging, which were: ovarian cancer stage I, II, III and IV. Each group of staging
was performed Bcl-2 expression experiment with immunohistochemistry
technique. Analysis of correlation between Bcl-2 and ovarian cancer staging was
conducted with Spearman Test.
This study obtained mean age, Body Mass Index (BMI), and parity from the
four groups of ovarian cancer in homogeneity. Based on the correlation test, the r-
value was 0.103 (p=0.506), it indicated there was no correlation between ovarian
cancer staging and Bcl-2 expression.
In conclusion, ovarian cancer staging was not proved to correlate with Bcl-2
expression.
Keywords : ovarian cancer staging, Bcl-2 expression.
-
ix
DAFTAR ISI
Halaman
SAMPUL DALAM.................................................................................... i
PRASYARAT GELAR .............................................................................. ii
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ............................................. iii
PENETAPAN PANITIA PENGUJI ........................................................... iv
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT ............................................ v
UCAPAN TERIMA KASIH ...................................................................... vi
ABSTRAK ................................................................................................ vii
ABSTRACT ................................................................................................ viii
DAFTAR ISI ............................................................................................. ix
DAFTAR TABEL ..................................................................................... xii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................. xiii
DAFTAR SINGKATAN ........................................................................... xiv
DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................. xvi
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ..................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................ 3
1.3 Tujuan Penelitian ................................................................................. 3
1.4 Manfaat penelitian................................................................................ 3
1.4.1 Manfaat akademis ............................................................................. 3
1.4.2 Manfaat praktis ................................................................................. 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................ 5
2.1 Protein B cell lymphoma-2 (BCL-2).................................................... 5
2.1.1 Struktur Bcl-2 ................................................................................... 6
2.1.2 Apoptosis dan peran Bcl-2 ................................................................ 10
2.1.2.1 Mekanisme apoptosis ..................................................................... 11
2.1.2.2 Inisiasi apoptosis alur intrinsik (mitokondria) ................................. 12
2.1.2.3 Inisiasi apoptosis alur ekstrisik (inisiasi reseptor kematian) ............ 15
-
x
2.1.2.4 Apoptosis fase eksekusi .................................................................. 17
2.1.2.5 Penghilangan sel yang mati ............................................................ 18
2.1.3 Ekspresi Bcl-2....... ............................................................................ 19
2.2 Kanker Ovarium ...... ............................................................................ 21
2.2.1 Patogenesis kanker ovarium .............................................................. 21
2.2.1.1 Teori incessant ovulation ............................................................... 21
2.2.1.2 Teori inflamasi ............................................................................... 22
2.2.1.3 Teori gonadotropin ......................................................................... 23
2.2.2 Stadium kanker ovarium.................................................................... 24
2.3 Imunohistokimia .................................................................................. 26
BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS
PENELITIAN ............................................................................................ 29
3.1 Kerangka Berpikir ................................................................................ 29
3.2 Konsep Penelitian ................................................................................ 30
3.3 Hipotesis Penelitian .............................................................................. 30
BAB IV METODE PENELITIAN ............................................................. 31
4.1 Rancangan Penelitian ........................................................................... 31
4.2 Tempat dan Waktu Penelitian ............................................................... 31
4.3 Populasi Penelitian ............................................................................... 32
4.4 Sampel Penelitian ................................................................................. 32
4.4.1 Kriteria inklusi .................................................................................. 32
4.4.2 Kriteria eksklusi ................................................................................ 32
4.4.3 Perhitungan besar sampel .................................................................. 33
4.4.4 Cara pengambilan sampel .................................................................. 33
4.5 Variabel Penelitian ............................................................................... 33
4.5.1 Identifikasi variabel ........................................................................... 33
4.5.2 Definisi operasional variabel ............................................................. 34
4.6 Alur Penelitian ..................................................................................... 35
4.7 Instrumen Penelitian dan Metode Pemeriksaan ..................................... 36
4.7.1 Instrumen penelitian .......................................................................... 36
4.7.2 Metode pemeriksaan ......................................................................... 37
-
xi
4.8 Pengumpulan dan Analisis Data ........................................................... 38
4.8.1 Pengumpulan data ............................................................................. 38
4.8.2 Analisis data ...................................................................................... 38
BAB V HASIL PENELITIAN ................................................................... 40
5.1 Karakteristik Sampel Penelitian............................................................ 40
5.2 Hubungan Stadium Kanker Ovarium dengan Ekspresi Bcl-2 ................ 41
BAB VI PEMBAHASAN .......................................................................... 42
6.1 Karakteristik Sampel Penelitian............................................................ 42
6.2 Hubungan Stadium Kanker Ovarium dengan Ekspresi Bcl-2 ................ 49
6.3 Kelemahan Penelitian ........................................................................... 52
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN ........................................................ 53
7.1 Simpulan .............................................................................................. 53
7.2 Saran .................................................................................................... 53
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 54
LAMPIRAN .............................................................................................. 60
-
xii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1 Stadium Kanker Ovarium Menurut FIGO ................................. 24
Tabel 5.1 Distribusi Umur, IMT, Paritas dan Riwayat Kontrasepsi
Hormonal pada kelompok Stadium Kanker Ovarium ............... 40
Tabel 5.2 Uji Korelasi Stadium Kanker Ovarium dengan Ekspresi Bcl-2.. 41
-
xiii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Translokasi Bcl-2 ............................................................. 5
Gambar 2.2 Tiga Subgroup Bcl-2 Protein dan Bcl-2 Homolog Domain 7
Gambar 2.3 Prototipe Bcl-2 ................................................................. 10
Gambar 2.4 Mekanisme Apoptosis ...................................................... 12
Gambar 2.5 Apoptosis Alur Intrinsik (Mitokondria) ............................ 14
Gambar 2.6 Apoptosis Alur Ekstrinsik (Inisiasi Reseptor Kematian) ... 16
Gambar 2.7 Hubungan Antara Inisiasi Apoptosis Alur Ekstrinsik
Dengan Alur Intrinsik ...................................................... 17
Gambar 2.8 Keseimbangan Proliferasi dan Kematian Sel .................... 20
Gambar 3.1 Konsep Penelitian ............................................................ 30
Gambar 4.1 Rancangan Penelitian ....................................................... 31
Gambar 4.2 Alur Penelitian ................................................................. 36
-
xiv
DAFTAR SINGKATAN
Apaf-1 : Apoptotic protease activating factor 1
BAD : Bcl-2-associated death promoter
Bak : Bcl-2 homologous antagonist/killer
Bax : Bcl-2associated X protein
Bcl-2 : B-cell lymphoma-2
Bcl-xL : B-cell lymphoma-extra large
BH : Bcl-2 homolog
BID : The BH3 interacting domain death agonist
BOD : Bcl-2-related ovarian death gene
Bok : BCL2-related ovarian killer
BRAF : Serine/threonine-protein kinase B-Raf
BRCA : Breast Cancer
Caspase : Cysteine-aspartic proteases
CDKIs : Direct inhibitors of cyclin-dependent kinases
CED : Cell Death abnormality
DNA : Deoxyribonucleic Acid
EGL-1 : Egg Laying Abnormal-1
FADD : Fas-Associated Death Domain
Fas : Fragment Apoptosis Stimulating
FasL : Fas Ligand
FIGO : International Federation of Gynecology and Obstetrics
FSH : Follilce Stimulating Hormone
HPF : High Power Field
H-ras : v-Ha-ras Harvey rat sarcoma viral oncogene homolog
IAP : Inhibitor of Apoptosis
kDa : Kilodalton
K-ras : V-Ki-ras2 Kirsten rat sarcoma viral oncogene homolog
LH : Leutinizing Hormone
Mcl-1 : Myeloid cell leukemia sequence 1
-
xv
mRNA : Messenger Ribonucleic acid
N-ras : Neuroblastoma RAS viral oncogene homolog
PCD : Programmed cell death
p53 : Protein 53
SPSS : Statistical Package for the Social Sciences
TNF : Tumor Necrotic Factor
TGF- : Transforming Growth Factor-
WHO : World Health Organization
-
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1 Formulir Penelitian ............................................................. 60
Lampiran 2 Data Penelitian.................................................................... 61
Lampiran 3 Perhitungan Uji Statistik ..................................................... 63
Lampiran 4 Hasil Pemeriksaan Imunohistokimia Bcl-2 .......................... 66
-
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kanker ovarium merupakan salah satu penyakit penyebab kematian ginekologi
terbanyak di dunia. Patogenesis maupun penyebab kanker ovarium belum jelas,
hal ini terbukti sampai saat ini belum ada suatu cara deteksi dini serta pendekatan
terapi yang berarti dan efektif sehingga tindakan pencegahan dan penanganannya
pun belum menunjukkan hasil yang memuaskan.
Pada tahun 2008 American Cancer Society memperkirakan terdapat 21.650
kasus baru terdiagnosis kanker ovarium dan 15.520 wanita meninggal dunia,
sedangkan pada tahun 2010 diperkirakan sebanyak 21.880 kasus baru akan
terdiagnosis, dengan angka kematian sebesar 63,30% (WHO, 2008; American
Cancer Society, 2010). Angka kejadian kanker ovarium di Rumah Sakit Umum
Pusat Sanglah pada tahun 2005 sebesar 35 % dari seluruh kanker Ginekologi,
dengan angka harapan hidup selama lima tahun sebesar 15% (Karyana, 2005).
Kanker ovarium sering disebut sebagai the silent killer hal ini berkaitan
dengan fatalitas dan prevalensi dari kanker ovarium yaitu gejalanya yang tidak
spesifik, keterbatasan dalam upaya deteksi dini dan sering terlambat dalam
penegakan diagnosis sehingga survival ratenya rendah (Gershenson, 2007).
Penentuan stadium kanker ovarium pada saat penegakan diagnosis awal akan
sangat mempengaruhi prognosis dari pasien, pada stadium I dikatakan 5-years
survival rate mencapai hingga 80-90% sedangkan pada stadium III-IV hanya 15-
-
2
20% (Kumar, et al., 2010). Namun sayang, penderita umumnya terdiagnosis
terlambat karena belum adanya metode deteksi dini yang akurat, sehingga hanya
25 30% saja yang terdiagnosis pada stadium awal (Ayadi , et al., 2010; Jemal, et
al., 2010).
Pengetahuan tentang aspek biologi molekuler yang bertanggung jawab
terhadap pertumbuhan dan perkembangan sel kanker ovarium sangat penting
dalam hal menentukan biomarker untuk deteksi dini, indikator prognosis atau
luaran klinis bahkan terhadap perkembangan terapi yang memiliki target spesifik
pada gen atau protein tertentu yang mendasari proses karsinogenesis (Wheeler,
2001; Nagell and Gershenson, 2008). Progresivitas kanker ganas berkaitan dengan
kegagalan dalam mekanisme kematian sel yang difasilitasi oleh ekspresi protein
dalam meregulasi apoptosis. Keluarga protein B cell lymphoma-2 (Bcl-2) sudah
dikenal sebagai protein spesifik dalam meregulasi apoptosis, peranannya dalam
proliferasi neoplasma adalah sebagai antiapoptosis dan proapoptosis. Protein Bcl-
2 merupakan karakteristik gen pertama yang terlibat dalam programmed cell
death dengan cara menghambat apoptosis (antiapoptosis) dan meningkatkan
kemampuan sel untuk bertahan hidup (Cox and Hampton, 2007; Anderson, et al,.
2009).
Beberapa penelitian menemukan hubungan yang bermakna antara ekspresi
positif Bcl-2 dengan stadium kanker ovarium, dimana terjadi peningkatan ekspresi
protein Bcl-2 seiring dengan meningkatnya stadium kanker ovarium (Adiyanti, et
al., 2007; Rauf and Masadah, 2009; Ayadi, et al., 2010), namun beberapa
-
3
penelitian lainnya tidak menemukan hubungan ini (Torre, et al., 2007; Anderson,
et al., 2009; Hogdal, et al., 2010).
Ekspresi Bcl-2 memiliki peranan penting sebagai regulator dalam proses
kematian sel dalam konteks fisiologis maupun patologis (Hogdal, et al., 2010).
Bcl-2 berperan melalui mekanisme ekspresi yang spesifik untuk masing-masing
jaringan. Perbedaan beberapa hasil penelitian tentang ekspresi Bcl-2 pada stadium
kanker ovarium menjadi latar belakang penelitian ini. Identifikasi ekspresi Bcl-2
pada berbagai stadium kanker ovarium menjadi tujuan dalam penelitian ini,
sehingga diharapkan dapat digunakan sebagai penelitian pendahuluan yang
kedepannya dapat dilakukan pendekatan dan pemahaman yang lebih optimal
dalam diagnosis serta keakuratan dalam target terapi kanker ovarium.
1.2 Rumusan Masalah
Apakah ada hubungan antara stadium kanker ovarium dengan ekspresi Bcl-2?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai pada penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan
antara stadium kanker ovarium dengan ekspresi Bcl-2.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat akademis
Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan tentang peranan
ekspresi Bcl-2 pada stadium kanker ovarium.
-
4
1.4.2 Manfaat praktis
1. Sebagai data dasar penelitian lebih lanjut tentang biologi molekuler
kanker ovarium.
2. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat digunakan dalam
pengembangan tentang etiopatogenesis, pendekatan diagnosis, target
terapi dan prognosis pada penderita kanker ovarium.
-
5
BAB II
TINJUAN PUSTAKA
2.1 Protein B cell lymphoma-2 (Bcl-2)
Bcl-2 merupakan akronim dari B-cell lymphoma/leukemia-2 dan protein kedua
dari berbagai protein yang ditemukan pada limfoma. Sesuai dengan namanya, gen
ini ditemukan karena keterlibatannya dalam keganasan sel-B, dimana terjadi
translokasi kromosomal yang kemudian mengaktifkan sebagian besar gen pada
non-Hodgkins sel-B limfoma folikuler. Pada translokasi itu, gen bcl-2 berpindah
dari lokasi kromosom normalnya di 18q21 ke lokus 14q32 yang merupakan
jajaran dengan elemen penguat pada rantai berat immunoglobulin (IgH), hal
tersebut kemudian menyebabkan pengaturan kembali dari translokasi gen Bcl-2
dan produksi berlebihan dari mRNA Bcl-2 serta protein protein yang
dikodekannya.
Gambar 2.1 Translokasi Bcl-2 (Bronchud, 2004).
-
6
Protein Bcl-2 dapat memperpanjang kehidupan sel pertama kali dilaporkan
oleh Vaux pada tahun 1988, kemudian Hockenbery pada tahun 1990
memperkirakan bahwa protein Bcl-2 memiliki kemampuan untuk memblok
kematian sel terprogram/programmed cell death. Pada banyak kasus yang
diperiksa, Bcl-2 terlihat secara relatif memblok kejadian kejadian awal yang
berkaitan dengan kematian sel apoptosis, dimana karakteristik perubahan
morfologi seperti sel yang menciut, kondensasi kromatin, dan fragmentasi nuklear
serta degradasi DNA terlihat berkurang (Bronchud, 2004).
2.1.1 Struktur Bcl-2
Gen Bcl-2 memiliki rentang lebih dari 230 kb dari DNA dan terdiri dari tiga
exons yang mana exon 2 dan sebagian kecil dari exon 3 mengkode protein.
Tergantung dari sambungan dengan intron 2nya, Bcl-2 mengkode 2 mRNA, yaitu
Bcl-2 dan Bcl-2, yang mana hanya Bcl-2 yang sepertinya memiliki relevansi
biologis. Protein Bcl-2 merupakan membran protein yang memiliki berat molekul
26 kDa terletak pada bagian sitosolik dari amplop nuklear, retikulum endoplasma
dan bagian luar membran mitokondria (Miguel, et al., 2008).
Dengan penggunaan isolasi gen homolog, interaksi protein screen,
substraction kloning dan analisis gen virus, telah memperkenalkan secara luas
berbagai keluarga protein terkait Bcl-2 pada mamalia. Berdasarkan dari atribut
struktural dan fungsional, protein Bcl-2 dapat dibagi menjadi tiga subgroup: 1) the
antiapoptotic channel-forming protein Bcl-2 dengan 4 BH (Bcl-2 homolog)
domain (BH 1 sampai 4) dan transmembran anchor sequence, 2) the proapoptotic
channel-forming protein dengan 3 BH domain (BH 1 sampai 3) dan
-
7
transmembran anchor sequence tanpa BH4, 3) the proapoptotic ligands yang
hanya mengandung BH 3 domain (Sheau, et al., 2000). Protein subgrup 1 dan 2
dipercaya berjangkar pada membran mitokondria dan protein subgroup 3
bertindak sebagai ligand yang berdimerisasi dengan jangkar membran, reseptor
channel-forming Bcl-2. BH3 domain pada sub grup ke 3 penting untuk aktivitas
pengikatan dari ligand tersebut. (Sheau, et al., 2000; Walensky, 2008).
Gambar 2.2 Tiga subgroup Bcl-2 protein dan bcl-2 homolog domain (Sheau, et al., 2000)
Protein mitochondria-anchored antiapoptotic diwakili oleh ced-9 dan Bcl-2,
berbentuk seperti ion channel yang dapat menjaga homeostatsis membran dan
mencegah pelepasan dari sitokrom c, yang kemudian akan meningkatkan sel
survival, Protein protein ini juga berinteraksi dengan ced-4/Apaf-1 untuk
mencegah aktivasi caspase caspase yang terkait, yang kemudian akan
mensupresi alur caspase dan apoptosis. Sebagai tambahan selain ced-9 dan Bcl-2,
beberapa protein blc-2 lain, seperti Bcl-xL, Bcl-w, Mcl-1 dan Bfl-1, memiliki
aktifitas antiapoptosis dan motif pengaturan fungsional yang mirip tetapi memiliki
-
8
pola distribusi jaringan yang overlaping dan unik. Bcl-xL dan Bcl-2 di
indentifikasi dengan homologous screen (Sheau, et al., 2000). Infeksi virus dapat
mencetuskan apoptosis pada sel inang untuk mencegah perkembangbiakan virus,
dan beberapa virus telah mengembangkan beberapa mekanisme untuk mencegah
kematian sel inang. Beberapa gen virus seperti adenovirus E1B 19K, Epstein-Barr
virus BHRF-1, demam flu babi Afrika virus LMW5-HL, ORF16 dan Ksbcl-2,
mengkode protein yang secara struktural dan fungsional homolog terhadap protein
bcl-2 antiapoptosis mamalia. Supresi apoptosis oleh beberapa protein virus
tersebut memperpanjang kehidupan dari sel inang dan meningkatkan efisiensi dari
replikasi virus (Sheau, et al., 2000).
Tidak seperti anggota antiapoptosis Bcl-2 pembentuk channel, keluarga
protein Bcl-2 pada subgrup kedua (Bax, Bak, Bok) tidak hanya antagonis dari
aksi survival protein Bcl-2 antiapoptosis tetapi juga aktif dalam mencetuskan
apoptosis pada sel yang terinfeksi (Sheau, et al., 2000). Pada subgroup ini protein
Bcl-2 memiliki BH1,-2, dan -3 domain dan regio membran-anchoring tetapi tidak
memiliki NH2-terminal BH4 domain yang penting untuk inhibisi apoptosis
(Sheau, et al., 2000) yang mana akan berdimerisasi dengan protein Bcl-2
antiapoptosis, dan kemudian dapat membebaskan ced-4/Apaf-1 dari supresi yang
menekan dengan protein Bcl-2 serta akan meningkatkan aktifasi caspase (Sheau,
et al., 2000). Proapoptosis mitochonria-anchored protein Bcl-2 juga dapat
meningkatkan apoptosis dengan merubah homeostasis membran mitokondria dan
meningkatkan pelepasan sitokrom c (Sheau, et al., 2000; Silversini, et al., 2001;
Nezhat, et al., 2002).
-
9
Subgrup ketiga protein Bcl-2, homolog dari protein nematoda EGL-1 yang
baru baru ini diidentifikasi, terdiri dari proapoptosis ligand dan hanya memiliki
BH3 domain. Protein ini memiliki kemampuan untuk berinteraksi dengan
pembentuk-channel protein Bcl-2 yang selektif untuk mempromosikan kematian
sel dan dapat bertidak sebagai adaptor protein protein yang terkait dengan alur
sinyal pada setiap langkah dari program apoptosis. Seperti pada nematoda EGL-1,
beberapa proapoptosis ligand (BAD, BOD/Bim, dan BID) hanya memiliki BH3
domain (Sheau, et al., 2000). Sebagai tambahan beberapa protein pada subgroup
ini (Bik/Nbk, Blk, Harakiri/DP5, NIP3L/Nix, dan NIP3) memiliki regio tambahan
COOH-terminal transmembran untuk membran-anchoring (Sheau, et al., 2000;
Nezhat, et al., 2002).
Protein Bcl-2 dan beberapa protein terkait merupakan protein multifungsional
dan interaksi antar protein memiliki peran penting pada regulasi apoptosis. Salah
satu mekanisme protein Bcl-2 meregulasi apoptosis yaitu melalui homodimerisasi
dan heterodimerisasi dengan protein pada keluarga yang sama. BH3 domain pada
protein Bcl-2 proapoptosis bertindak sebagai ligand untuk mengikat reseptor
domain (meliputi BH3, BH2, dan BH1 domain) pada anggota antiapoptosis
(Sheau, et al., 2000). Pada prototipe protein Bcl-2 antiapoptosis mengandung BH4
domain yang unik, dipercaya berperan penting untuk berinteraksi dengan Apaf-1,
yang akan mencegah aktivasi dari caspase. Sebagai tambahan terdapat regio
COOH-terminal transmembran yang esensial untuk anchoring terhadap
mitokondria, retikulum endoplasma atau membran nuclear, -helix 5 dan 6
meliputi regio BH1 dan BH2 penting dalam pembentukan channel pada regulasi
-
10
pelepasan sitokrom c oleh mitokondria (Sheau, et al., 2000; Bartholomeusz, et al.,
2005). Walaupun tidak ada molekul yang spesifik yang diidentifikasi untuk
berinteraksi dengan channel domain protein Bcl-2 ini, studi terkini menunjukkan
bahwa pembentuk channel keluarga Bcl-2 dapat berinteraksi dengan multiple
protein mitokondria untuk meregulasi pelepasan sitokrom c melalui transisi
permeabilitas dari pori pori mitokondria (Sheau, et al., 2000; Bartholomeusz, et
al., 2005).
Gambar 2.3 Prototipe Bcl-2 (Sheau, et al., 2000).
2.1.2 Apoptosis dan peran Bcl-2
Apoptosis adalah kematian sel yang terprogram, sel apoptosis terpecah
menjadi beberapa fragmen, yang disebut sebagai badan apoptosis, terdiri dari
sebagian sitoplasma dan inti. Membran plasma dan badan sel apoptosis tetap utuh,
tetapi strukturnya diubah sedemikian rupa sehingga ini menjadi menarik bagi
fagosit. Sel yang mati dan fragmen fragmennya dengan cepat di fagositosis,
sehingga kematian sel melalui alur ini tidak menimbulkan reaksi inflamasi pada
inang (Cox and Hampton, 2007; Kumar et al., 2010).
-
11
Apoptosis terjadi secara fisiologis baik selama masa perkembangan dan
sepanjang masa dewasa, serta berfungsi untuk menghilangkan sel sel yang tidak
diinginkan, sel sel yang sudah menua atau sel yang berpotensi berbahaya.
Apoptosis juga merupakan peristiwa patologis ketika sel sel sakit menjadi rusak
dan tidak dapat diperbaiki akhirnya akan dieliminasi (Torre, et al., 2007; Cox and
Hampton, 2007; Kumar, et al., 2010).
2.1.2.1 Mekanisme apoptosis
Setiap sel mengandung mekanisme yang mana terdapat sinyal kematian atau
bertahan hidup, apoptosis dihasilkan dari ketidakseimbangan antara kedua sinyal
tersebut. Dikarenakan apoptosis yang terlalu banyak atau terlalu sedikit dapat
mendasari banyak penyakit, seperti penyakit degenerasi dan kanker. Salah satu
fakta yang muncul adalah mekanisme dasar apoptosis, gen dan protein yang
mengendalikan proses dan urutan alur apoptosis terdapat dalam semua organisme
multiseluler (Mahmoud, 2005; Kumar, et al., 2010)
Proses apoptosis dapat dibagi menjadi tahap inisiasi, dimana terdapat
beberapa caspases yang menjadi katalis aktif, serta tahap eksekusi atau
pelaksanaan, dimana caspases lainnya memicu degradasi komponen seluler.
Inisiasi apoptosis terjadi oleh karena sinyal dari dua jalur yang berbeda. Jalur
intrinsik atau mitokondria dan ekstrinsik atau kematian reseptor. Jalur ini
diinduksi oleh stimulus yang berbeda dan melibatkan set protein yang berbeda,
walaupun terdapat beberapa persilangan jalur diantaranya. Kedua jalur bertemu
untuk mengaktifkan caspases, yang merupakan mediator sebenarnya kematian sel
(Rautureau, et al., 2010; Kumar, et al., 2010).
-
12
Gambar 2.4 Mekanisme apoptosis (Kumar, et al., 2010)
2.1.2.2 Inisiasi apoptosis alur intrinsik (mitokondria)
Alur apoptosis intrinsik akan menghasilkan peningkatan permeabilitas
mitokondria dan pelepasan dari molekul pro-apoptosis (death inducers) ke dalam
sitoplasma (Danial, et al., 2004; Kumar, et al., 2010). Mitokondria mengandung
protein seperti sitokrom c yang penting bagi kehidupan, tetapi bila beberapa
protein yang serupa terlepas ke dalam sitoplasma (merupakan indikasi bahwa sel
tersebut tidak sehat), akan menginisiasi program bunuh diri dari apoptosis.
Pelepasan protein mitokondria ini dikontrol secara seimbang melalui anggota
keluarga protein Bcl antara pro dan antiapoptosis (Cory, 2002; Kumar, et al.,
2010). Terdapat lebih dari 20 anggota dari keluarga Bcl. Faktor pertumbuhan dan
sinyal sinyal bertahan hidup/survival menstimulasi produksi dari protein
antiapoptosis, salah satu yang utama adalah Bcl-2, Bcl-x dan Mcl-1. Normalnya
protein ini terdapat pada sitoplasma dan membran mitokondria, dimana mereka
mengontrol permeabilitas mitokondria dan mencegah kebocoran protein
-
13
mitokondria yang nantinya memiliki kemampuan untuk mencetuskan kematian.
Bila sel kehilangan sinyal bertahan/survival, terjadi kerusakan DNA, atau
kesalahan sintesis protein maka akan merangsang stres retikulum endoplasma
(RE), sensor dari kerusakan atau stres akan diaktifkan. Sensor tersebut juga
merupakan anggota dari keluarga Bcl, dan termasuk juga protein yang dinamakan
Bim, Bid dan Bad yang mengandung Bcl-2 homology domain tunggal (tiga dari
empat domain tersebut ada pada Bcl-2) dan dinamakan BH3-only proteins.
Sensor kemudian akan mengaktifkan dua kritikal (proapoptosis) efektor, Bax dan
Bak, yang membentuk oligomers yang kemudian masuk ke dalam membran
mitokondria dan membuat saluran/channel yang memperbolehkan protein dari
membran dalam mitokondria untuk bocor ke dalam sitoplasma. BH3 juga
mengikat dan memblok fungsi dari Bcl-2 dan Bcl-x, diwaktu yang sama sintesis
dari Bcl-2 dan Bcl-x menurun. Hasil dari aktivasi dari Bax-Bak disertai dengan
hilangnya fungsi perlindungan dari anggota keluarga Bcl antiapoptosis, maka
terjadi pelepasan beberapa protein mitokondria ke dalam sitoplasma yang akan
mengaktifkan alur caspase. Salah satu protein tersebut adalah sitokrom c, yang
diketahui fungsinya pada respirasi mitokondria. Sekali terlepas ke dalam sitosol,
sitokrom c mengikat protein yang dinamakan Apaf-1 (apoptosis-activating factor-
1, homolog dari Ced-4 pada C elegans), yang kemudian akan membentuk
hexamer berbentuk seperti roda yang disebut apoptosom (Rautureau, et al., 2010;
Kumar, et al., 2010). Komplek ini dapat mengikat caspase-9, inisiator caspase
yang penting dari alur mitokondria dan enzim akan memecah molekul caspase-9
yang berdekatan, sehingga membentuk sebuah proses auto-amplifikasi. Protein
-
14
mitokondria lainnya, seperti Smac/diablo, memasuki sitoplasma, kemudian
mereka mengikat dan menetralisir protein sitoplasma yang berfungsi sebagai
inhibitor fisiologis apoptosis. Fungsi normal dari inhibitor fisiologis apoptosis
adalah untuk memblokir aktivasi caspases, termasuk caspase-3 dan menjaga sel-
sel tetap hidup, netralisasi dari IAP ini merupakan inisiasi dari alur caspase
(Shiozaki and Shi, 2004; Kumar, et al., 2010).
Gambar 2.5 Apoptosis alur intrinsik (mitokondria) (Kumar, et al., 2010)
-
15
2.1.2.3 Inisiasi apoptosis alur ekstrinsik (inisiasi reseptor kematian)
Alur ini diawali melalui keterlibatan reseptor kematian membran plasma pada
berbagai sel (Peter, et al., 2003; Kumar, et al., 2010). Reseptor kematian
merupakan anggota dari keluarga reseptor TNF yang mengandung domain
sitoplasma yang ikut dalam interaksi protein, disebut domain kematian karena
pentingnya untuk mengantarkan sinyal apoptosis (beberapa anggota keluarga
reseptor TNF tidak mengandung domain kematian, fungsi mereka untuk
mengaktivasi alur inflamasi, dan perannya dalam mencetuskan apoptosis sangat
sedikit). Reseptor kematian yang paling banyak diketahui adalah reseptor TNF
tipe 1 (TNFR1) dan protein yang terkait yang dinamakan Fas (CD95). Mekanisme
apoptosis yang di induksi oleh reseptor kematian digambarkan dengan baik pada
Fas. Reseptor kematian diekspresikan pada berbagai tipe sel. Ikatan terhadap Fas
dinamakan Fas ligand (FasL). FasL di ekspresikan pada sel T untuk mengenali
self antigen (berfungsi untuk mengeliminasi self-reactive limfosit), dan pada
beberapa limfosit T sitotoksik (yang membunuh sel yang terinfeksi virus atau
tumor). Ketika FasL mengikat Fas, tiga atau lebih molekul dari Fas dibawa
bersama sama dengan domain kematian sitoplasma yang kemudian membentuk
tempat pengikatan untuk protein yang juga mengandung domain kematian dan
dinamakan FADD (Fas-associated death domain). FADD yang melekat pada
reseptor kematian kemudian berubah bentuk menjadi caspase-8 inaktif (pada
manusia, caspase-10), juga melalui domain kematian. Molekul pro-caspase-8
multipel dibawa ke dalam jarak tertentu sehingga mereka bersatu membentuk
caspase-8 aktif. Enzim kemudian mencetuskan aktifasi caspase dengan memecah
-
16
dan dengan demikian mengaktifkan procaspase yang lain, dan enzim yang aktif
memediasi fase eksekusi apoptosis. Alur apoptosis ini dapat dihambat oleh protein
yang dinamakan FLIP, yang dapat mengikat pro-caspase-8 tetapi tidak dapat
membelah dan mengaktifkan caspase karena sedikit mengandung domain protease
(Cory and Adam, 2002; Kumar, et al., 2010). Beberapa virus dan sel normal
memproduksi FLIP dan menggunakan inhibitor ini untuk melindungi dirinya dari
apoptosis yang dimediasi oleh Fas (Lowe and Lin, 2000; Landen, et al., 2008;
Kumar, et al., 2010).
Gambar 2.6 Apoptosis alur ekstrinsik (inisiasi reseptor kematian)
(Kumar, et al., 2010)
Telah digambarkan mengenai alur ekstrinsik dan intrinsik untuk menginisiasi
apoptosis secara berbeda dikarenakan secara fundamental melibatkan molekul
yang berbeda untuk melakukan inisiasi, tetapi kemungkinan didapatkan
interkoneksi antara alur tersebut, contoh singkatnya, pada hepatosit dan beberapa
-
17
sel tipe yang lainnya, sinyal Fas mengaktivasi protein BH3 yang dinamakan Bid,
yang kemudian akan mengaktifkan alur mitokondria. (Kupryjanczyk, 2003;
Landen, et al., 2008; Kumar, et al., 2010)
Gambar 2.7 Hubungan antara inisiasi apoptosis alur ekstrinsik dengan alur
intrinsik (Kumar, et al., 2010)
2.1.2.4 Apoptosis fase eksekusi
Kedua alur inisiasi bersatu pada aktifasi dari alur caspase, yang akan
memediasi fase akhir dari apoptosis. Seperti yang kita lihat, alur mitokondria
berujung pada aktifasi inisiator caspase-9, dan alur reseptor kematian kepada
inisiator caspase-8 dan -10. Setelah inisiator caspase membelah untuk membentuk
bentuk aktifnya, enzim program kematian di atur dengan gerakan yang cepat dan
-
18
berurutan untuk aktifasi dari eksekusioner caspase. Eksekusioner caspase seperti
caspase -3 dan -6 bekerja pada banyak komponen selular. Secara singkat, caspase
ini, sekali aktif akan menghilangkan inhibisi dari sitoplasma DNase dan membuat
DNase secara enzimatik aktif; enzim ini menginduksi karakteristik pemecahan
DNA menjadi pecahan pecahan ukuran nukelosom. Caspase juga mendegradasi
komponen struktural dari matriks inti, dan memacu fragmentasi dari nukleus.
Beberapa langkah dari apoptosis tidak sepenuhnya dapat dijelaskan, secara
singkat, kita tidak mengetahui bagaimana struktur dari membran plasma berubah
pada sel apoptosis, atau bagaimana membran menggembung dan membentuk
badan apoptosis (Schorge, et al., 2008; Kumar, et al., 2010).
2.1.2.5 Penghilangan sel yang mati
Badan apoptosis terbagi menjadi fragmen fragmen dengan ukuran yang
dapat di makan oleh fagosit. Sel apoptosis dan fragmen fragmennya juga
menjalani beberapa perubahan pada membrannya yang secara aktif mempromosi
fagositosis maka sel sel tersebut dapat di bersihkan sebelum menjalani nekrosis
sekunder dan melepaskan komponen selularnya (yang dapat menyebabkan
inflamasi). Pada sel yang sehat phosphatidylserine muncul pada lipatan dalam
membran plasma, tetapi pada sel apoptosis phospolipid ini melipat keluar dan
terekspresi pada lapisan luar dari membran, dimana dikenali oleh beberapa
reseptor makrofag. Sel apoptosis yang hampir mati mensekresi faktor faktor
yang dapat larut yang kemudian menarik fagosit (Ravichandran, 2003; Shih and
Kurman, 2007; Kumar, et al., 2010).
-
19
Beberapa dari badan apoptosis mengekspresikan thrombospondin,
glikoprotein adesif yang dikenali oleh fagosit, dan makrofag sendiri dapat
memproduksi protein yang mengikat sel apoptosis (tetapi tidak kepada sel yang
hidup) dan oleh karena itu sel target mati di makan. Badan apoptosis dilapisi oleh
antibodi natural dan protein dari sistem komplemen, terutama C1q yang dikenali
oleh fagosit (Ogden, et al., 2006; Kumar, et al., 2010).
Dengan demikian, reseptor pada fagosit dan ikatan ikatan yang terjadi yang
di induksi pada sel apoptosis terlibat dalam proses pengikatan dan pemakanan sel
ini. Proses fagositosis sel apoptosis sel ini sangat efisien yang menyebabkan sel
mati hilang, bahkan dalam waktu hitungan menit, tanpa meninggalkan jejak dan
tidak terjadi inflamasi (Tripathy and Rubenstein, 2003; Kumar, et al., 2010).
2.1.3 Ekspresi Bcl-2
Peranan Bcl-2 pada apoptosis ovarium didukung melalui beberapa penemuan
dalam penelitian, termasuk (i) penurunan jumlah folikel pada defisiensi bcl-2 pada
tikus; (ii) ekspresi yang kuat dari bcl-2 menunjukkan penurunan dari apoptosis
folikuler dan atresia; (iii) defisiensi bax pada tikus mempunyai folikel yang
abnormal dengan jumlah sel granulose yang banyak; dan (iv) ekspresi bax kuat
pada folikel yang atresia dibandingkan dengan folikel yang sehat (Mahmoud,
2005).
Saat mengalami overekspresi, protein Bcl-2 akan menekan apoptosis yang
diinduksi oleh bermacam - macam agen baik invitro maupun invivo, kemampuan
produksi protein Bcl-2 yang berlebihan untuk mencegah kematian sel tanpa
-
20
mempengaruhi proliferasi menyebabkan gen Bcl-2 digolongkan sebagai kategori
baru dari onkogen.
Gambar 2.8 Keseimbangan proliferasi dan kematian sel
(Mahmoud, 2005)
Deregulasi ekspresi Bcl-2 pada jaringan neoplasma menarik dalam beberapa
hal, pertama, kemungkinan bahwa jumlah ekspresi Bcl-2 yang tidak tepat terlibat
dalam transformasi neoplasma, dan kedua, ekspresi Bcl-2 oleh sel tumor dapat
memberikan resistensi terhadap kemoterapi dengan menyebabkan sel terhindar
dari apoptosis. Ekspresi Bcl-2 telah diteliti pada tumor solid, termasuk non small
sel paru paru, prostat, colon, dan payudara. Ekspresi Bcl-2 yang signifikan tidak
menentu, tetapi secara paradoks, studi retrospektif pada non-small sel paru paru
dan karsinoma payudara menunjukkan bahwa ekspresi Bcl-2 berkaitan dengan
memperpanjang usia harapan hidup.
Bcl-2 (pro-survival), Bax (proapoptosis) dan c-Myc diekspresikan pada sel
granulosa baik pada ovarium fetus dan dewasa, Bcl-2 ditemukan sebagian besar
pada folikel yang sedang berkembang sedangkan Bax biasanya terlihat pada
folikel yang atresia (Mahmoud, 2005).
-
21
Ekspresi protein Bcl-2 ditemukan pada semua komponen dari ovarium fetus
manusia (usia kandungan 19-33 minggu) yang bertujuan untuk mengatasi
aktivitas apoptosis yang luas (Abir et al,. 2002; Mahmoud, 2005). Ekspresi ini
terkait dengan level dari gonadotropin yang mana semakin tinggi gonadotropin
akan meningkatkan ekspresi Bcl-2 dan menurunkan ekspresi dari Bax (Sugino, et
al., 2000; Mahmoud, 2005).
Beberapa penelitian menemukan hubungan yang bermakna antara ekspresi
positif protein Bcl-2 dengan stadium kanker ovarium dimana terjadi peningkatan
ekspresi protein Bcl-2 seiring dengan meningkatnya stadium kanker ovarium
(Adiyanti, et al., 2007; Rauf dan Masadah, 2009; Ayadi, et al., 2010), namun
beberapa penelitian lainnya tidak menemukan hubungan ini (Torre, et al., 2007;
Anderson, et al., 2009; Hogdal, et al., 2010).
2.2 Kanker Ovarium
2.2.1 Patogenesis kanker ovarium
Berbagai penelitian dalam rangka mengungkap patogenesis berbagai
karsinogen sebagai penyebab terjadinya kanker ovarium masih belum
menujukkan hasil. Walaupun penyebab pasti kanker ovarium masih belum
ditemukan, beberapa teori telah dikemukakan oleh para ahli dalam rangka
mengungkap patogenesis terjadinya kanker ovarium, antara lain: teori incessant
ovulation, inflamasi dan gonadotropin (Karst and Drapkin, 2010).
2.2.1.1 Teori incessant ovulation
Teori Incessant ovulation ini beranggapan bahwa adanya trauma berulang
pada ovarium selama proses ovulasi, mengakibatkan epitel ovarium mudah
-
22
terpajan atau terpapar oleh berbagai faktor risiko sehingga dapat mengakibatkan
terjadinya kelainan atau abnormalitas genetik. Semakin dini usia wanita
mengalami menstruasi, semakin terlambat mencapai menopause, tidak pernah
hamil atau memiliki keturunan merupakan berbagai kondisi yang dapat
meningkatkan frekuensi ovulasi. Sedangkan berbagai kondisi yang menekan
frekuensi ovulasi, seperti kehamilan dan menyusui justru menurunkan risiko
terjadinya kanker ovarium (Choi, et al., 2007; Busman, 2008).
Adanya ovulasi dan semakin bertambahnya umur seorang wanita
meyebabkan terperangkapnya fragmen epitel permukaan ovarium pada invaginasi
permukaan dan badan inklusi kortek ovarium. Beberapa penelitian telah
membuktikan bahwa terdapat hubungan antara frekuensi metaplasia dan
neoplasma pada daerah-daerah ovarium yang mengalami invaginasi dan
terbentuknya badan inklusi (Copeland, 2007; Karst and Drapkin, 2010)
2.2.1.2 Teori inflamasi
Teori ini diangkat berdasarkan pada penelitian yang memperoleh hasil bahwa
angka insiden kanker ovarium meningkat pada wanita yang mengalami infeksi
atau radang pada panggul. Menurut teori ini, berbagai karsinogen dapat mencapai
ovarium melalui saluran genitalia. Walaupun adanya proteksi terhadap risiko
kanker ovarium melalui ligasi tuba dan histerektomi mendukung teori ini, namun
peranan signifikan faktor reproduksi lainnya tdak dapat dijelaskan dengan teori ini
(Coleman and Gershen, 2007; Choi, 2007).
-
23
2.2.1.3 Teori gonadotropin
Teori ini dapat dijadikan sebagai dasar timbulnya kanker ovarium. Adanya
kadar gonadotropin yang tinggi, berkaitan dengan lonjakan yang terjadi selama
proses ovulasi dan hilangnya gonadal negative feedbeck pada menopause dan
kegagalan ovarium prematur memegang peranan penting dalam perkembangan
dan progresivitas kanker ovarium (Choi, 2007; Granstrom, 2008).
Perkembangan kanker ovarium dipengaruhi oleh hormon-hormon hipofisis
pada berbagai macam tikus. Pada hewan tersebut, adanya penurunan estrogen dan
peningkatan sekresi gonadotropin hipofisis dapat mengakibatkan perkembangan
kanker ovarium. Ovarium yang terpapar bahan karsinogen, seperti
Dimethylbenzanthrene (DMBA) akan berkembang menjadi kanker setelah
ditransplantasikan pada tikus yang telah menjalani ooforektomi, namun hal
tersebut tidak ditemukan pada tikus yang sebelumnya dilakukan pengangkatan
kelenjar pituitari (Havrilesky and Berchuck, 2001; Choi, 2007).
Penelitian yang dilakukan Cramer dan Welch bertujuan untuk menilai
hubungan antara kadar gonadotropin dengan estrogen. Adanya sekresi
gonadotropin dalam jumlah yang tinggi ternyata mengakibatkan peningkatan
stimulasi estrogen pada epitel permukaan ovarium. Hal tersebut diduga berperan
dalam meningkatkan risiko terjadinya kanker ovarium (Nagell and Gershenson,
2008; Pothuri, et al., 2010).
-
24
2.2.2 Stadium kanker ovarium
Stadium kanker ovarium ditentukan berdasarkan pada penemuan yang
dilakukan saat melakukan eksplorasi. Stadium kanker ovarium menurut
International Federation of Gynecology and Obstetrics (FIGO) berdasarkan pada
hasil evaluasi pembedahan terhadap tumor ovarium primer dan penemuan
penyebarannya dapat dilihat pada tabel 2.1 (Berek dan Natarajan, 2007).
Tabel 2.1
Kriteria Stadium Kanker Ovarium Menurut FIGO
Stadium Kriteria
I Pertumbuhan tumor terbatas pada ovarium
Ia Pertumbuhan tumor terbatas pada satu ovarium, cairan ascites tidak
mengandung sel-sel ganas, tidak ada pertumbuhan tumor pada
permukaan luar tumor, kapsul utuh
Ib Pertumbuhan tumor terbatas pada kedua ovarium, cairan ascites
tidak mengandung sel-sel ganas, tidak ada pertumbuhan tumor
pada permukaan luar tumor, kapsul utuh.
Ic Tumor pada stadium Ia atau Ib tetapi dengan pertumbuhan tumor
pada permukaan luar dari satu atau kedua atau kapsul pecah atau
cairan ascites atau cairan bilasan peritoneum mengandung sel-sel
ganas
II Pertumbuhan tumor pada satu atau kedua ovarium dengan
perluasan ke rongga pelvis
IIa Penyebaran dan atau metastasis ke uterus dan atau tuba fallopi
IIb Penyebaran tumor ke organ pelvis lainnya
-
25
IIc Tumor dengan stadium IIa atau IIb, tetapi dengan pertumbuhan
tumor pada pemukaan luar dari satu atau kedua ovarium atau
kapsul pecah atau cairan ascites atau cairan bilasan peritoneum
mengandung sel-sel ganas
III Tumor melibatkan satu atau kedua ovarium dengan implantasi di
luar pelvis dan atau terdapat pembesaran kelenjar limfe inguinal
atau retroperitoneal, Metastasis pada pemukaan liver sesuai dengan
stadium III. Tumor terbatas pada pelvis, tetapi pemeriksaan
histologi menunjukkan penyebaran tumor ke usus halus atau
omentum
IIIa Tumor secara makroskopis terbatas pada pelvis dan tidak ada
pembesaran kelenjar limfe, tetapi pemeriksaan histologi
menunjukkan penyebaran ke permukaan peritoneum abdominal
IIIb Tumor pada satu atau kedua ovarium dengan penyebaran di
permukaan peritoneum berdiameter tidak lebih dari 2 cm dan
didukung oleh hasil pemeriksaan histologi. Tidak ada penyebaran
ke kelenjar limfe
IIIc Terdapat penyebaran pada peritoneum abdominal dengan diameter
lebih dari 2 cm atau terdapat penyebaran ke kelenjar limfe
retroperitoneal atau inguinal atau keduanya
-
26
IV Pertumbuhan tumor meliputi satu atau kedua ovarium dengan
metastase jauh. Bila terdapat efusi pleura, harus ditemukan sel-sel
ganas pada pemeriksaan sitologi. Metastasis pada parenkim liver
sesuai dengan stadium IV
(Berek dan Natarajan, 2007).
2.3 Imunohistokimia
Imunohistokimia merupakan suatu teknik untuk menentukan keberadaan suatu
antigen atau protein target dalam jaringan atau sel dengan menggunakan reaksi
antigen-antibodi. Teknik ini diawali dengan prosedur histoteknik, yaitu suatu
prosedur pembuatan irisan jaringan yang kemudian diamati di bawah mikroskop.
Setelah terbentuk suatu irisan jaringan, selanjutnya dapat dilakukan prosedur
imunohistokimia (Fatchiyah, 2006).
Interaksi antara antigen dan antibodi merupakan suatu reaksi kimia yang tidak
kasat mata, sehingga diperlukan visualisasi adanya ikatan tersebut dengan melabel
antibodi yang digunakan dengan enzim atau fluorokrom. Enzim yang digunakan
untuk melabel selanjutnya direaksikan dengan substrat kromogen, yaitu substrat
yang menghasilkan produk akhir berwarna dan tidak larut, yang dapat diamati
dengan mikroskop cahaya. Sedangkan imunohistokimia yang menggunakan
fluorokrom untuk melabel antibodi, dapat langsung diamati tanpa harus
direaksikan dengan bahan-bahan yang menghasilkan warna di bawah mikroskop
fluorescence (Fatchiyah, 2006).
Terdapat dua metode dasar dalam melakukan identifikasi antigen pada suatu
jaringan melalui pemeriksaan imunohistokimia, yaitu (CCRC, 2009):
-
27
a. Metode langsung (direct method)
Metode langsung merupakan metode pengecatan satu langkah, oleh karena
hanya melibatkan satu jenis antibodi, yaitu antibodi yang berlabel. Salah satu
contoh antibodi berlabel adalah antiserum terkonjugasi Fluorescein
isothiocyanate (FITC) dan rodhamin.
b. Metode tidak langsung (indirect method)
Metode tidak langsung menggunakan dua macam antibodi, yaitu antibodi
primer yang tidak berlabel dan antibodi sekunder yang berlabel. Antibodi
primer berperan dalam mengenali antigen yang diidentifikasi pada jaringan
(first layer) sedangkan antibodi sekunder akan berikatan dengan antibodi
primer (second layer). Antibodi kedua merupakan anti-antibodi primer.
Pelabelan antibodi sekunder diikuti dengan penambahan substrat berupa
kromogen. Kromogen merupakan suatu gugus fungsi senyawa kimiawi yang
dapat membentuk senyawa berwarna bila bereaksi dengan senyawa tertentu.
Penggunaan kromogen fluorescent dye seperti FITC, rodhamin dan texas-red
disebut metode immunofluorescence, sedangkan penggunaan kromogen enzim
seperti peroksidase, alkali fosfatase atau glukosa oksidase disebut metode
immunoenzyme.
Untuk menjamin agar antibodi dapat mengikat antigen, maka sel harus
difiksasi dengan ditempelkan pada bahan pendukung padat sehingga antigen
menjadi immobile. Hal ini dapat dilakukan dengan menumbuhkan sel pada slide
mikroskop, coverslip, atau bahan pendukung plastik yang sesuai. Secara umum,
terdapat dua macam metode fiksasi, yaitu pelarut organik dan reagen cross-
-
28
linking. Pelarut organik seperti alkohol dan aseton akan memindahkan lipid,
mendehidrasi sel dan mengendapkan protein. Reagen cross-linking seperti
paraformaldehid membentuk jembatan intermolekuler melalui gugus amino bebas
(CCRC, 2009).
Imunohistokimia melibatkan inkubasi sel dengan antibodi. Antibodi akan
berikatan dengan antigen atau protein spesifik di dalam sel. Antibodi yang tidak
berikatan dapat dipisahkan dengan pencucian, sedangkan antibodi yang berikatan
dideteksi secara langsung dengan antibodi primer berlabel, maupun secara tidak
langsung dengan antibodi sekunder berlabel enzim atau fluorescence (CCRC,
2009).
-
29
BAB III
KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN
3.1 Kerangka Berpikir
Kanker ovarium merupakan salah satu penyakit penyebab kematian ginekologi
terbanyak di dunia. Patogenesis maupun penyebab kanker ovarium belum jelas,
hal ini terbukti sampai saat ini belum ada suatu cara deteksi dini serta pendekatan
terapi yang berarti dan efektif.
Pengetahuan tentang aspek biologi molekuler yang bertanggung jawab
terhadap pertumbuhan dan perkembangan sel kanker ovarium sangat penting
dalam menentukan biomarker untuk deteksi dini, indikator prognosis atau luaran
klinis bahkan terhadap perkembangan terapi yang memiliki target spesifik pada
gen atau protein tertentu yang mendasari proses karsinogenesis.
Progresivitas kanker ganas berkaitan dengan kegagalan dalam mekanisme
kematian sel yang difasilitasi oleh ekspresi protein dalam meregulasi apoptosis.
Keluarga protein Bcl-2 sudah dikenal sebagai protein spesifik dalam meregulasi
apoptosis, peranannya dalam proliferasi neoplasma adalah sebagai antiapoptosis
dan proapoptosis. Protein Bcl-2 merupakan karakteristik gen pertama yang terlibat
dalam programmed cell death dengan cara menghambat apoptosis (antiapoptosis)
dan meningkatkan kemampuan sel untuk bertahan hidup. Ekspresi protein Bcl-2
memiliki peranan penting sebagai regulator dalam proses kematian sel dalam
konteks fisiologis maupun patologis. Protein Bcl-2 berperan melalui mekanisme
ekspresi yang spesifik untuk masing-masing jaringan.
-
30
Dalam penelitian ini ingin diketahui hubungan ekspresi protein Bcl-2 dengan
berbagai tingkat stadium kanker ovarium, dengan menggunakan teknik
imunohistokimia dalam menentukan keberadaan suatu protein Bcl-2 dalam setiap
stadium kanker ovarium, sehingga kedepannya diharapkan dapat dilakukan
pendekatan dan pemahaman yang lebih optimal dalam diagnosis serta keakuratan
dalam target terapi kanker ovarium.
3.2 Konsep Penelitian
Gambar 3.1 Konsep Penelitian
3.3 Hipotesis Penelitian
Hipotesis pada penelitian ini adalah: ada hubungan antara stadium kanker ovarium
dengan ekspresi Bcl-2.
Stadium I
BCL-2
Kanker Ovarium
Stadium II Stadium III Stadium IV
-
31
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1 Rancangan Penelitian
Adapun rancangan pada penelitian ini adalah observasional analitik (cross-
sectional). Untuk mengetahui hubungan antara stadium kanker ovarium dengan
ekspresi protein Bcl-2. Secara sistematik rancangan penelitian ini dapat
digambarkan sebagai berikut.
Gambar 4.1 Rancangan Penelitian
4.2. Tempat Dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Bagian Kebidanan dan Penyakit Kandungan,
Patologi Anatomi dan Rekam Medis Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Sanglah,
Denpasar. Waktu Penelitian dilaksanakan mulai bulan Juli 2011 sampai dengan
bulan Juli 2013.
Stadium I Stadium II Stadium IV
Ekspresi Bcl-2 Ekspresi Bcl-2 Ekspresi Bcl-2 Ekspresi Bcl-2
Kanker Ovarium
Stadium III
-
32
4.3 Populasi Penelitian
Adapun populasi target penelitian adalah semua pasien dengan kanker ovarium.
Populasi tarjangkau penelitian adalah semua pasien kanker ovarium yang telah
menjalani pembedahan laparotomi di RSUP Sanglah dari tahun 2008 sampai
2013, dimana jaringan hasil pembedahannya tersebut telah dibuat blok parafin di
Bagian Patologi Anatomi RSUP Sanglah.
4.4 Sampel Penelitian
Sampel penelitian ini adalah pasien kanker ovarium yang telah menjalani
pembedahan di RSUP Sanglah dari tahun 2008 sampai 2013, dimana jaringan
hasil pembedahannya tersebut telah dibuat blok parafin di Bagian Patologi
Anatomi RSUP Sanglah serta memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.
4.4.1 Kriteria inklusi
Adapun kriteria inklusi penelitian adalah sebagai berikut:
a. Blok parafin telah diperiksa secara histopatologis, sehingga telah
terdiagnosis pasti kanker ovarium.
b. Data rekam medis yang lengkap, meliputi: identitas, umur, paritas, stadium
kanker ovarium.
4.4.2 Kriteria eksklusi
Adapun kriteria eksklusi penelitian adalah sebagai berikut:
a. Pasien pernah menjalani kemoterapi atau radiasi (neoadjuvan) sebelum
pembedahan.
-
33
4.4.3 Perhitungan besar sampel
Besar sampel pada penelitian ini dihitung dengan menggunakan rumus sebagai
berikut (Araoye, 2003):
Z 2 (pq)
n =
d 2
Keterangan:
n = besar sampel
Z = 1,96 ( = 0,05)
p = 4,1% (prevalensi terkecil stadium kanker ovarium)
q = 94,01% (1-p)
d = 10% (penyimpangan absolut penelitian)
Berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan rumus di atas, diperoleh
besar sampel penelitian adalah 43,5 buah. Sehingga dalam penelitian ini diambil
sampel penelitian sebanyak 44 buah.
4.4.4 Cara pengambilan sampel
Blok parafin dari semua pasien kanker ovarium yang telah menjalani pembedahan
di RSUP Sanglah dari tahun 2008 sampai 2013 serta telah memenuhi kriteria
inklusi dan eksklusi, kemudian dipilih dengan cara random sampling sebanyak 44
buah.
4.5 Variabel Penelitian
4.5.1 Identifikasi variabel
Identifikasi variabel adalah sebagai berikut:
4.5.1.1 Variabel bebas : stadium kanker ovarium
4.5.1.2 Variabel tergantung : ekspresi B cell lympoma-2 (Bcl-2)
-
34
4.5.2 Definisi operasional variabel
Adapun definisi operasional variabel penelitian adalah sebagai berikut:
a. B cell lympoma-2 adalah perhitungan semi-kuantitatif dari Bcl-2 yang
tercat dengan teknik imunohistokimia/IHC (monoklonal) dalam suatu
lapangan pandang mikroskopis. Dinyatakan overekspresi jika tercatat lebih
dari 10% dan dinyatakan tidak terekspresi jika kurang atau sama dengan
10% (Yamashita, 2004). Pemeriksaan imunohistokimia Bcl-2 dikerjakan
di laboratorium imunohistokimia Bagian Patologi Anatomi RSUP
Sanglah. Interpretasi ekspresi Bcl-2 dilakukan tanpa mengetahui data
klinikopatologis pasien.
b. Stadium kanker ovarium adalah derajat beratnya kanker ovarium yang
meliputi derajat I, II, III dan IV menurut International Federation of
Gynecology and Obstetrics (FIGO) pada hasil evaluasi pembedahan
terhadap tumor ovarium primer dan penemuan penyebarannya yang
diperoleh dari data atau rekam medis pasien. Stadium I adalah
pertumbuhan tumor terbatas pada ovarium, stadium II adalah pertumbuhan
tumor pada satu atau kedua ovarium dengan perluasan ke rongga pelvis,
stadium III adalah tumor melibatkan satu atau kedua ovarium dengan
implantasi di luar pelvis dan atau terdapat pembesaran kelenjar limfe
inguinal atau retroperitoneal, metastasis pada pemukaan liver sesuai
dengan stadium III. Tumor terbatas pada pelvis, tetapi pemeriksaan
histologi menunjukkan penyebaran tumor ke usus halus atau omentum,
stadium IV adalah pertumbuhan tumor meliputi satu atau kedua ovarium
-
35
dengan metastase jauh. Bila terdapat efusi pleura, harus ditemukan sel-sel
ganas pada pemeriksaan sitologi, metastasis pada parenkim liver sesuai
dengan stadium IV
4.6 Alur Penelitian
Blok parafin kanker ovarium di Bagian Patologi Anatomi RSUP Sanglah dari
pasien kanker ovarium yang menjalani pembedahan di RSUP Sanglah dari tahun
2008 sampai 2013. Blok parafin tersebut telah diperiksa secara histopatologis di
Bagian Patologi Anatomi dan terdiagnosis pasti kanker ovarium. Blok parafin
kanker ovarium selanjutnya harus memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi
penelitian. Pada kriteria inklusi, blok parafin telah diperiksa secara histopatologis,
sehingga sudah terdiagnosis pasti kanker ovarium di Bagian Patologi Anatomi
RSUP Sanglah.
Selanjutnya blok parafin tersebut didata kelengkapan rekam medisnya di
Bagian Rekam Medis RSUP Sanglah. Kelengkapan yang dicari, meliputi: stadium
kanker ovarium, umur, paritas. Sedangkan pada kriteria eksklusi adalah pasien
pernah menjalani kemoterapi atau radiasi sebelum pembedahan (neoadjuvan).
Blok parafin dari semua pasien kanker ovarium yang telah menjalani pembedahan
di RSUP Sanglah dari tahun 2008 sampai 2013 serta telah memenuhi kriteria
inklusi dan eksklusi, kemudian dipilih dengan cara random sampling sebanyak 44
buah. Sampel blok parafin ini dikelompokkan berdasarkan atas stadium kanker
ovarium yang diperoleh dari data rekam medis, yaitu: kanker ovarium stadium I,
II, III, dan IV. Kemudian masing-masing kelompok stadium dilakukan
pemeriksaan ekspresi protein Bcl-2 dengan teknik imunohistokimia peroksidase
-
36
anti-peroksidase memakai antibodi primer Bcl-2. Akhirnya, dilakukan analisis
terhadap hasil pemeriksaan ekspresi protein Bcl-2 pada masing-masing kelompok
stadium kanker ovarium. Secara sistematis alur penelitian ditunjukkan pada
gambar 4.2.
Gambar 4.2 Alur Penelitian
4.7 Instrumen Penelitian dan Metode Pemeriksaan
4.7.1 Instrumen penelitian
Instrumen untuk alat-alat tulis yaitu meja tulis, formulir penelitian, komputer,
kertas dan alat tulis serta perlengkapan lainnya.
Stadium I Stadium II Stadium IV Stadium III
Blok parafin pasien
kanker ovarium
Ekspresi Bcl-2(+)/(-)
Sampel penelitian
Kriteria eksklusi Kriteria inklusi
Analisis
Random sampling
-
37
4.7.2 Metode pemeriksaan
Teknik pemeriksaan yang digunakan pada penelitian ini adalah dengan
menggunakan pemeriksaan imunohistokimia. Langkah-langkah pemeriksaan
imunohistokimia Bcl-2 adalah sebagai berikut (CCRC, 2009b):
a. Potong jaringan 4 mikrometer, kemudian ditempelkan pada gelas objek
yang sebelumnya telah dilapisi poly-L-lysine.
b. Inkubasi dalam oven dengan suhu 37C selama satu malam.
c. Lakukan deparafinisasi dengan xylene sebanyak tiga kali, masing-masing
tiga menit.
d. Rehidrasi preparat dengan menggunakan etanol 100%, etanol 95% dan
etanol 70%, masing-masing selama dua menit, dua menit, satu menit dan
terakhir dengan air selama satu menit.
e. Rendam dalam peroxidase blocking solution pada suhu kamar selama
sepuluh menit.
f. Inkubasi preparat dalam prediluted blocking serum 25C selama sepuluh
menit.
g. Rendam preparat di dalam antibodi monoclonal anti-Bcl-2 25C selama
sepuluh menit.
h. Cuci preparat dengan Phospate Buffer Saline (PBS) selama lima menit.
i. Inkubasi preparat dengan antibodi sekunder (conjugated to horse radis
peroxidase) 25C selama sepuluh menit.
j. Cuci preparat dengan PBS selama lima menit.
k. Inkubasi preparat dengan peroksidase 25C selama sepuluh menit.
-
38
l. Cuci preparat dengan PBS selama lima menit.
m. Inkubasi preparat dengan kromogen Diaminobenzinidine (DAB) 25C
selama sepuluh menit.
n. Inkubasi preparat dengan Hematoxylin Eosin selama tiga menit.
o. Cuci preparat dengan air mengalir.
p. Bersihkan preparat dan tetesi dengan mounting media.
q. Tutup preparat dengan coverslip.
Kemudian setelah dilakukan pengecatan imunohistokimia Bcl-2 atau dipulas
dengan antibodi monoklonal Bcl-2, interpretasi Bcl-2 dilakukan tanpa mengetahui
data klinis dan patologik dari setiap kasus. Penilaian ekspresi Bcl-2 dilakukan
secara semikuantitatif. Dinyatakan overekspresi jika tercat lebih dari 10% dan
dinyatakan tidak terekspresi jika kurang atau sama dengan 10%
(Yamashita,2004).
4.8 Pengumpulan dan Analisis Data
4.8.1 Pengumpulan data
Data hasil penelitian yang diperoleh dari Bagian Obstetri dan Ginekologi,
Patologi Anatomi dan Rekam Medis RSUP Sanglah dikumpulkan dan
dimasukkan ke dalam formulir penelitian (terlampir).
4.8.2 Analisis data
Data pada formulir penelitian kanker ovarium diolah dengan menggunakan
Statistical Product and Service Solutions (SPSS) 17,0 for windows. Kemudian
dilakukan beberapa tes atau uji, antara lain adalah sebagai berikut:
-
39
a. Karakteristik sampel disajikan secara deskriptif, dengan menggunakan
tabel dan narasi.
b. Uji One Sample Kolmogorow-Smirnov untuk normalitas data dan
Levenes Test untuk homogenitas data.
c. Uji One Way Anova untuk membandingkan nilai rerata masing-masing
varabel.
d. Uji korelasi dengan menggunakan Uji Spearmen.
-
40
BAB V
HASIL PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan di Bagian Patologi Anatomi dan Bagian Obstetri dan
Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/RSUP Sanglah Denpasar
dan sebanyak 44 blok parafin dijadikan sampel.
5.1 Karakteristik Sampel Penelitian
Pada studi ini dilakukan uji normalitas data dengan uji kolmogorov-smirnov dan
uji homogenitas data dengan Levenes Test terhadap variabel umur, IMT, paritas
dan kontrasepsi hormonal. Hasil analisis menunjukkan bahwa data pada variabel
umur, IMT, paritas dan kontrasepsi hormonal berdistribusi normal (p>0,05) dan
homogen (p>0,05), sedangkan untuk membandingkan nilai rerata masing-masing
variabel digunakan uji One Way Anova.
Tabel 5.1
Distribusi Umur, IMT, Paritas, dan Riwayat Kontrasepsi Hormonal pada
Kelompok Stadium Kanker Ovarium
Variabel Kanker Ovarium p
Stadium I Stadium II Stadium III Stadium IV
Umur 40,865,24 43,5612,70 45,57 9,77 57,868,78 0,814
IMT 19,91,51 25,154,04 21,764,95 21,383,75 0,304
Paritas 1,570,78 1,33 0,70 2,001,30 2,430,97 0,057
Kontrasepsi
hormonal 1,710,48 1,780,44 1,900,30 1,710,48 0,562
-
41
Pada Tabel 5.1 menunjukkan bahwa antar kelompok stadium kanker ovarium
tidak memiliki perbedaaan pada variabel umur, IMT, paritas, dan riwayat
kontrasepsi hormonal dengan nilai p>0,05.
5.2 Hubungan Stadium Kanker Ovarium dengan Ekspresi Bcl-2
Untuk mengetahui hubungan stadium kanker ovarium dengan ekspresi Bcl-2
diuji dengan korelasi Spearman dan hasil analisis disajikan pada Tabel 5.2.
Tabel 5.2.
Uji Korelasi Stadium Kanker Ovarim dengan Ekspresi Bcl-2
Stadium Kanker Ovarium
Variabel I II III IV
(n=7) (n=9) (n=21) (n=7)
r p
Ekspresi Bcl-2 (+) 3 1 8 3
(-) 4 8 13 4 0,103 0,506
Pada Tabel 5.2 menunjukkan bahwa ekspresi Bcl-2 pada stadium I yang
positif sebanyak 3 sampel, stadium II sebanyak 1 sampel, stadium III sebanyak 8
sampel, dan stadium IV sebanyak 3 sampel. Penilaian terhadap hubungan antara
stadium kanker ovarium dengan ekspresi Bcl-2 dilakukan dengan menggunakan
uji korelasi Spearman, dan diperoleh tidak terbukti ada hubungan antara stadium
kanker ovarium dengan ekspresi Bcl-2 (p>0,05).
-
42
BAB VI
PEMBAHASAN
Kanker ovarium sering disebut sebagai the silent killer. Hal ini berkaitan
dengan fatalitas dan prevalensi dari kanker ovarium yaitu gejalanya yang tidak
spesifik, keterbatasan dalam upaya deteksi dini dan sering terlambat dalam
penegakan diagnosis sehingga survival rate-nya rendah.
Berbagai penelitian terhadap peran genetik telah dikembangkan dalam rangka
memahami etiologi dan patofisiologi kanker ovarium, baik melalui pemeriksaan
secara langsung terhadap mutasi pada gen atau pun tidak langsung melalui
abnormalitas ekspresi protein yang dihasilkan oleh gen termutasi. Salah satu gen
yang diperkirakan mengambil peranan penting dalam etiopatogenesis terjadinya
kanker ovarium adalah protein B cell lymphoma-2 (Bcl-2), yang sudah dikenal
sebagai protein spesifik dalam meregulasi apoptosis. Peranannya dalam proliferasi
neoplasma adalah sebagai antiapoptosis dan proapoptosis.
Untuk mengetahui hubungan ekspresi Bcl-2 dengan stadium kanker ovarium,
maka dilakukan penelitian cross-sectional, yang dilaksanakan di Bagian
Kebidanan dan Penyakit Kandungan, Patologi Anatomi dan Rekam Medis RSUP
Sanglah, Denpasar dari bulan Juli 2011 sampai dengan bulan Juli 2013, dengan
jumlah sampel 44 buah blok parafin.
6.1 Karakteristik Sampel Penelitian
Pada penelitian ini rerata umur pada kelompok stadium kanker ovarium stadium I
adalah 40,86 5,24 tahun, stadium II adalah 43,56 12,70 tahun, stadium III
-
43
adalah 45,57 9,77 tahun dan stadium IV adalah 57,86 8,78. Penelitian ini
sesuai dengan angka kejadian kanker ovarium pada umumnya di mana cenderung
meningkat seiring dengan bertambahnya umur, terutama pada umur di atas 50
tahun. Sebanyak 80% dari kejadian kanker ovarium ditemukan pada umur wanita
lebih dari 45 tahun, namun pada beberapa kasus kanker ovarium juga dapat
ditemukan pada umur yang relatif lebih muda daripada kanker pada wanita
lainnya, yaitu umur 20 sampai 30 tahun (Fauzan, 2009). Penelitian di Amerika
Serikat pada tahun 2001 memperoleh hasil yang sama, dimana risiko terjadinya
kanker ovarium kurang dari 3 kasus per 100.000 wanita pada umur di bawah 30
tahun, namun cenderung meningkat seiring dengan peningkatan umur dan
menjadi 54 kasus per 100.000 wanita pada umur 75 sampai dengan 80 tahun.
Penelitian yang sama juga dilakukan oleh Rauf dan Masadah (2009) di mana
diperoleh rerata umur penderita kanker ovarium adalah 55 tahun. Penelitian yang
dilakukan oleh Faizal (2011) di Rumah Sakit Wahidin Sudirohusodo Makasar
memperoleh hasil yang serupa, dimana kelompok umur yang paling banyak
menderita kanker ovarium adalah kelompok umur 41 sampai 50 tahun yaitu
sebanyak 62,7% dan paling sedikit adalah 31 sampai 40 tahun yaitu sebanyak
10,8%.
Hal tersebut sesuai dengan salah satu mekanisme terjadinya kanker ovarium,
yaitu berdasar pada teori Incessant ovulation. Teori Incessant ovulation ini
beranggapan bahwa adanya trauma berulang pada ovarium selama proses ovulasi,
mengakibatkan epitel ovarium mudah terpajan atau terpapar oleh berbagai faktor
risiko sehingga dapat mengakibatkan terjadinya kelainan atau abnormalitas
-
44
genetik. Adanya ovulasi dan semakin bertambahnya umur seorang wanita dapat
menyebabkan terperangkapnya fragmen epitel permukaan ovarium pada cleft atau
invaginasi pada permukaan dan badan inklusi pada kortek ovarium. Beberapa
penelitian telah membuktikan bahwa terdapat hubungan antara frekuensi
metaplasia dan neoplasma pada daerah-daerah ovarium yang mengalami
invaginasi dan terbentuknya badan inklusi (Choi, 2007).
Pada penelitian ini diperoleh rerata Indek Massa Tubuh (IMT) dalam rentang
normal, hanya pada stadium II yang memiliki rerata IMT yang termasuk dalam
kelebihan berat badan. Rerata IMT pada masing-masing kelompok kanker
ovarium stadium I adalah 19,9 1,51 kg/m2, stadium II adalah 25,15 4,04
kg/m2, stadium III adalah 21,76 4,95 kg/m
2, dan stadium IV adalah 21,38 3,75
kg/m2. Beberapa penelitian membuktikan bahwa peningkatan IMT dapat
meningkatkan risiko terjadinya kanker ovarium (Reeves, 2007). Penelitian yang
dilakukan oleh Anders (2003) memperoleh hasil bahwa risiko relatif terjadinya
kanker ovarium memiliki kecenderungan meningkat sesuai dengan peningkatan
IMT. Pada IMT kurang dari 18,5 kg/m2 memiliki risiko sebesar 1,09, IMT antara
18,5 sampai 24,9 kg/m2 memiliki risiko sebesar 1,00, IMT antara 25,0 sampai
29,9 kg/m2 memilki risiko sebesar 1,43, dan IMT lebih dari 30,0 kg/m
2 memiliki
risiko sebesar 1,56 untuk menderita kanker ovarium. Penelitian yang dilakukan
oleh European Prospective Investigation into Cancer and Nutrition tahun 2006
memperoleh hasil bahwa pada wanita dengan IMT di atas 30 atau obesitas
memiliki risiko relatif sebesar 1,59 untuk terjadinya kanker ovarium dibandingan
dengan wanita dengan IMT normal (Lahmann, 2009). Penelitian yang berbeda
-
45
memperoleh hasil bahwa peningkatan IMT pada wanita premenopause
meningkatkan risiko terjadinya kanker ovarium dengan risiko relatif sebesar 1,72
(Schouten, 2008). Penelitian yang dilakukan oleh Leitzmann (2009) juga
memperoleh hasil bahwa pada wanita yang memiliki IMT normal risiko terjadinya
kanker ovarium pada wanita obesitas dengan IMT lebih dari 30 kg/m2 adalah
sebesar 1,26. Penelitian yang dilakukan oleh Faizal (2011) di Rumah Sakit
Wahidin Sudirohusodo Makasar memperoleh hasil dimana pada IMT yang lebih
dari 30 kg/m2 memiliki risiko 2,036 kali lebih besar dibandingkan dengan wanita
yang memiliki IMT yang kurang dari 30 kg/m2.
Obesitas menyebabkan kadar estrogen dalam tubuh juga meningkat serta
beberapa zat lemak dapat menghasilkan estrogen yang pada umumnya berbentuk
estrion, maupun estradiol. Mekanisme perubahan dari zat lemak atau kolesterol
dapat dijelaskan melalui biosintesis hormonal, dimana semua hormon steroid
termasuk estrogen berasal dari kolesterol. Adanya cadangan lemak di dalam tubuh
memainkan peran besar dalam produksi hormonal, khususnya estrogen. Pada
wanita dengan jumlah lemak tubuh yang rendah cenderung memiliki kadar
hormon seks yang rendah pula. Pada kondisi di mana cadangan lemak yang tinggi,
dinilai melalui IMT yang tinggi dapat menyebabkan terjadinya peningkatan kadar
estrogen. Peningkatan kadar estrogen tersebut mengakibatkan aktivasi jalur
Phosphatidylinositol-3-kinase (PI3K), Mitogenic-Activated Protein Kinase
(MAPK), dan transkripsi Faktor c-myc (Chien et al., 1994). Dapat pula melalui
reseptor estrogen jalur lain seperti Insulin-like growth factor-1 (IGF-1),
Transforming growth factor- (TGF-), dan Epidermal Growth Factor Receptor
-
46
(EGFR) (Simpson et al, 1998). Estrogen juga bekerja melalui jalur anti-apoptosis
yaitu Bcl-2, yang merupakan suatu protein anti-apoptosis (Choi et al., 2001b) dan
meningkatkan kemampuan invasif sel melalui protein fibulin-1, cathepsin D dan
kallikreins (Yousef et al., 2003).
Berbagai penelitian telah mengemukakan bahwa Estrogen Reseptor- (ER-)
bertanggung jawab dalam proses proliferasi ovarium, sementara Estrogen
Reseptor- (ER-) bertanggung jawab dalam proses modulasi dan differensiasi sel
(Britt and Findlay, 2002). Peningkatan perbandingan antara ER-:ER- rasio juga
telah diamati pada kanker ovarium (Cunat et al., 2004). Peningkatan estrogen
tersebut meningkatkan suatu molekul Vascular Endothelial Growth Factor
(VEGF), meningkatkan kemampuan adhesi sel, dan meningkatkan kemampuan
sel dalam melakukan migrasi. Pada akhirnya, semua hal tersebut berdampak pada
proliferasi abnormal pada sel yang membelah sehingga sel akan masuk menuju
proses menuju transformasi ganas dalam hal ini adalah kanker ovarium.
Pada penelitian ini diperoleh rerata paritas adalah dua. Rerata paritas pada
kelompok kanker ovarium stadium I adalah 1,57 0,78, stadium II adalah 1,33
0,70, stadium III adalah 2,00 1,30, dan stadium IV adalah 2,43 0,97. Paritas
merupakan salah satu faktor risiko yang penting dalam menentukan terjadinya
kanker ovarium. Wanita yang sudah pernah hamil memiliki risiko untuk
mengalami kanker ovarium sekitar 50% lebih rendah daripada wanita yang belum
pernah hamil atau nullipara. Bahkan, wanita yang telah beberapa kali hamil risiko
terjadinya kanker ovarium menjadi semakin berkurang (Czyz, 2008). Penelitian
yang dilakukan oleh Cancer Research United of Kingdom pada tahun 2006
-
47
menyimpulkan bahwa semakin tinggi jumlah paritas maka semakin rendah
kemungkinan risiko terjadinya kanker ovarium. Pada wanita yang tidak memiliki
anak atau nullipara memiliki risiko dua kali lipat lebih besar untuk terjadinya
kanker ovarium daripada wanita dengan paritas tiga atau lebih (Granstrom, 2008).
Penelitian ynag dilakukan oleh Sriwidyani (2008) juga memperoleh 78,1 kasus
kanker ovarium adalah multiparitas, terutama adalah paritas dua. Penelitian yang
dilakukan oleh Faizal (2011) di Rumah Sakit Wahidin Sudirohusodo, Makasar
memperoleh hasil yang berbeda dimana kejadian kanker ovarium tidak memiliki
hubungan dengan tingkat paritas.
Paritas adalah banyaknya kelahiran hidup atau jumlah anak yang dimiliki oleh
seorang wanita. Dalam paritas terjadi pelepasan sel ovum dari ovarium sehingga
menyebabkan produksi estrogen untuk proliferasi epitel ovarium. Walaupun ada
beberapa hipotesis yang menghubungkan antara paritas dengan kanker ovarium
namun etiologi paritas dengan kanker ovarium belum begitu jelas. Beberapa
hipotesis mengungkapkan bahwa tingginya paritas justru menjadi faktor protektif
terhadap kanker ovarium. Pada saat terjadinya ovulasi akan terjadi kerusakan pada
epitel ovarium dan untuk proses perbaikan kerusakan ini maka diperlukan waktu
tertentu. Apabila kerusakan epitel ini terjadi berkali-kali terutama jika sebelum
penyembuhan sempurna tercapai, atau dengan kata lain masa istirahat sel tidak
adekuat, maka proses perbaikan tersebut akan mengalami gangguan sehingga
dapat terjadi transformasi menjadi sel-sel neoplastik. Hal ini dapat menjelaskan
bahwa wanita yang memiliki paritas lebih dari 2 akan menurunkan risiko
terjadinya kanker ovarium.
-
48
Pada penelitian ini diperoleh bahwa sebagian besar sampel penelitian tidak
memiliki riwayat penggunaan kontrasepsi hormonal baik pada kanker ovarium
stadium I, II, III, dan IV. Penelitian lainnya melaporkan bahwa penggunaan pil
kontrasepsi selama kurang lebih satu tahun dapat menurunkan risiko kejadian
kanker ovarium sebesar 11%, sedangkan apabila pemakaian mencapai lima tahun
maka risiko terjadinya kanker ovarium dapat semakin menurun, bahkan mencapai
50% (Fauzan, 2009). Penelitian yang dilakukan oleh Beral (2008) juga
memperoleh hasil bahwa penurunan risiko relatif terjadinya kanker ovarium
sesuai dengan lamanya pemakaian kontrasepsi oral, dimana pada wanita yang
memakai kontrasepsi oral selama kurang dari satu tahun memiliki risiko relatif 1
dan semakin menurun mencapai 0,42 pada pemakaian yang lebih dari lima belas
tahun. Setelah dilakukan analisis lanjutan terhadap jenis hormon yang terkandung
dalam obat kontrasepsi, diperoleh bahwa hormon yang berperan dalam
menurunkan risiko terjadinya kanker ovarium tersebut adalah progesteron.
Penggunaan obat yang menggandung hormon estrogen saja khususnya pada
wanita pascamenopause justru meningkatkan risiko terjadinya kanker ovarium.
Pada penggunaan kombinasi progesteron dan estrogen atau progesteron saja akan
menurunkan risiko terjadinya kanker ovarium (Busman, 2008). Pada penelitian ini
seluruh sampel tidak memiliki riwayat terapi hormonal pada masa menopause dan
riwayat keluarga kanker ovarium, mamae, kolon.
-
49
6.2 Hubungan Stadium Kanker Ovarium dengan Ekspresi Bcl-2
Pada penelitian ini telah dilakukan pemeriksaan imunohistokimia terhadap 44
sampel blok parafin kanker ovarium. Sebanyak 15 dari 44 (34,09%) sampel blok
parafin yang didapatkan ekspresi Bcl-2 yang positif, masing-masing didapatkan
ekspresi Bcl-2 yang positif, 3 buah pada stadium I, 1 buah pada stadium II, 8 buah
pada stadium III dan 3 buah pada stadium IV. Setelah dilakukan analisis statistik
tidak diperoleh adanya hubungan antara ekspresi Bcl-2 dengan stadium kanker
ovarium dengan nilai p = 0,506 (p>0,05). Penelitian ini memperoleh hasil yang
serupa dengan penelitian yang dilakukan oleh Torre (2007), Anderson (2009) dan
Hogdal (2010) dimana ketiganya menyimpulkan bahwa ekspresi Bcl-2 positif
tidak berhubungan dengan stadium kanker ovarium.
Hasil yang berbeda didapatkan dari penelitian yang dilakukan oleh Adiyanti
(2007), dimana pen