Untitled0 (Repaired)

38
Jurnal Kesehatan Masyarakat Madani, ISSN.1979-2287,Vol.02 No.03, Tahun 2009 ASPEK IMUNOLOGIS PENYAKIT SIFILIS Sri Julyani Bagian Patologi Klinik FK UMI Email: [email protected] PENDAHULUAN Sifilis adalah suatu penyakit menular seksual (PMS /STD [sexually transmitted disease] ) atau disebut juga veneral disease (beberapa penyakit infeksi kelamin lain seperti gonore, klamidia, herpes dan granuloma inguinal) adalah salah satu bentuk penyakit infeksi yang ditularkan melalui hubungan sex atau dari seorang ibu kepada bayi yang dikandungnya (www.thefreedictionary.com. 2008; www.thefreedictionary . com., 2008; Ditjen PP&PL, 2005). Sifilis disebabkan oleh Treponema pallidum yang dapat bersifat akut dan kronis diawali dengan adanya lesi primer kemudian terjadi erupsi sekunder pada kulit dan selaput lendir dan akhirnya sampai pada periode laten dengan lesi pada kulit, lesi pada tulang, saluran pencernaan, sistem syaraf pusat dan sistem kardiovaskuler (http : // id.wikipedia.org. 2008). Setiap orang rentan terhadap penyakit sifilis, tetapi ± 30 % orang yang terpapar akan terkena infeksi. Setelah infeksi biasanya terbentuk antibodi terhadap T. pallidium dan kadang kala terbentuk antibodi heterologus terhadap treponema lain. Antibodi ini tidak terbentuk apabila pengobatan dilakukan pada stadium satu dan dua. Adanya infeksi HIV menurunkan kemampuan penderita melawan T. pallidum. (Ditjen PP&PL, 2005). Di Amerika Serikat dilaporkan lebih dari 36,000 kasus sifilis pada tahun 2006 dengan 9.756 kasus merupakan sifilis stadium primer dan sekunder. Insiden tertinggi ditemukan pada wanita umur 20 - 24 tahun dan pria umur 35 - 39 tahun, sedang kasus sifilis kongenital meningkat dari 339 kasus pada tahun 2005 menjadi 349 kasus pada tahun 2006, sedang di Indonesia ditemukan sekitar 0,61% penderita dengan kasus terbanyak pada stadium laten ( http : // id.wikipedia.org , 2008). Kebanyakan orang yang terinfeksi dengan sifilis tidak memperlihatkan gejala selama beberapa tahun, yang akan menimbulkan komplikasi yang berat bila tidak diobati (http : // id.wikipedia.org , 2008). ETIOLOGI Sifilis disebabkan oleh kuman treponema palidum, merupakan basil gram negatif yang mempunyai flagel, bentuknya sangat kecil dan berpilin-pilin. Kuman atau bakteri tersebut umumnya hidup di 1

description

sifilis

Transcript of Untitled0 (Repaired)

Page 1: Untitled0 (Repaired)

Jurnal Kesehatan Masyarakat Madani, ISSN.1979-2287,Vol.02 No.03, Tahun 2009 ASPEK IMUNOLOGIS PENYAKIT SIFILIS

Sri Julyani Bagian Patologi Klinik FK UMI

Email: [email protected]

PENDAHULUAN

Sifilis adalah suatu penyakit menular seksual (PMS /STD [sexually transmitted disease])

atau disebut juga veneral disease (beberapa penyakit infeksi kelamin lain seperti gonore,

klamidia, herpes dan granuloma inguinal) adalah salah satu bentuk penyakit infeksi yang

ditularkan melalui hubungan sex atau dari seorang ibu kepada bayi

yang dikandungnya (www.thefreedictionary.com. 2008; www.thefreedictionary.

com., 2008; Ditjen PP&PL, 2005). Sifilis disebabkan oleh Treponema pallidum yang dapat

bersifat akut dan kronis diawali dengan adanya lesi primer kemudian terjadi erupsi sekunder pada

kulit dan selaput lendir dan akhirnya sampai pada periode laten dengan lesi pada kulit, lesi pada

tulang, saluran pencernaan, sistem syaraf pusat dan sistem kardiovaskuler (http : //

id.wikipedia.org. 2008). Setiap orang rentan terhadap penyakit sifilis, tetapi ± 30 % orang yang

terpapar akan terkena infeksi. Setelah infeksi biasanya terbentuk antibodi terhadap T. pallidium

dan kadang kala terbentuk antibodi heterologus terhadap treponema lain. Antibodi ini tidak

terbentuk apabila pengobatan dilakukan pada stadium satu dan dua. Adanya infeksi HIV

menurunkan kemampuan penderita melawan T. pallidum. (Ditjen PP&PL, 2005).

Di Amerika Serikat dilaporkan lebih dari 36,000 kasus sifilis pada tahun 2006 dengan

9.756 kasus merupakan sifilis stadium primer dan sekunder. Insiden tertinggi ditemukan pada

wanita umur 20 - 24 tahun dan pria umur 35 - 39 tahun, sedang kasus sifilis kongenital meningkat

dari 339 kasus pada tahun 2005 menjadi 349 kasus pada tahun 2006, sedang di Indonesia

ditemukan sekitar 0,61% penderita dengan kasus terbanyak pada stadium laten ( http : //

id.wikipedia.org , 2008).

Kebanyakan orang yang terinfeksi dengan sifilis tidak memperlihatkan gejala selama

beberapa tahun, yang akan menimbulkan komplikasi yang berat bila tidak diobati (http : //

id.wikipedia.org , 2008).

ETIOLOGI

Sifilis disebabkan oleh kuman treponema palidum, merupakan basil gram negatif yang

mempunyai flagel, bentuknya sangat kecil dan berpilin-pilin. Kuman atau bakteri tersebut

umumnya hidup di mukosa (saluran) genetalia, rektum, dan mulut yang hangat dan basah. Kuman

ini sangat sensitive terhadap cahaya, perubahan cuaca dan perubahan temperature sehingga

penyakit ini sulit untuk menular kecuali adanya kontak langsung dengan penderita. Sifilis

ditularkan melalui hubungan seksual, alat suntik atau transfusi darah yang mengandung kuman

tersebut, maupun penularan melalui intra uterin dalam bentuk sifilis kongenital tetapi tidak dapat

menular melalui benda mati seperti misalnya bangku, tempat duduk toilet, handuk, gelas, atau

benda-benda lain yang bekas

digunakan/dipakai oleh pengindap (www.thefreedictionary. com, 2008; Ditjen

PP&PL, 2005).

Respon imunologik dari orang yang terpapar tergantung dari struktur bakteri. Membran

luar bakteri terdiri dari lapisan fosfolipid dengan sedikit protein antigen.

1

Page 2: Untitled0 (Repaired)

Adapun klasifikasi bakteri penyebab penyakit sifilis adalah sebagai berikut (Natahusada

EC & Djuanda A, 2005) :

Kingdom : Eubacteria

Filum : Spirochaetes

Kelas : Spirochaetes

Ordo : Spirochaetales

Familia : Treponemataceae

Genus : Treponema

Spesies : Treponema pallidum

PATOGENESIS

Treponema pallidum tidak dapat tumbuh dalam media kultur sehingga pengetahuan

tentang imunopatogenesis penyakit sifilis hanya diperoleh dari keadaan penderita (berdasarkan

tanda dan gejala yang tampak), model pada binatang percobaan dan data in vitro dari ekstraksi

jaringan spirocaeta. Setelah mengeksposure permukaan epitel, spirocaeta akan berpenetrasi dan

menyerang lapisan sel endotel, yang merupakan tahap penting dalam tingkat virulensi treponema

(meskipun mekanisme yang jelas sampai saat ini belum diketahui).

Histopatologi dari chancre primer tergantung pada banyaknya spirocaeta dan infiltrasi

seluler yang pada mulanya terdiri dari T limfosit yang terjadi 6 hari postinfeksi, kemudian

makrofag pada hari ke 10 dan sel plasma. Aktivasi makrofag akan merangsang pelepasan sitokin

dari T limfosit yaitu interleukin 2 (IL 2) dan interferon gamma (IFNy).

Antibodi spesifik akan muncul dalam serum pada awal infeksi yang akan menghalangi

spirocaeta merusak sel dan Ig G dengan bantuan komplemen akan dapat membunuh T. pallidum

serta meningkatkan kemampuan netrofil dan makrofag memfagosit treponema tersebut. Antibodi

berperanan dalam menghancurkan protein membran luar yang tipis dari treponema pallidum

(TROMPs). Secara umum tingkat kekebalan yang timbul karena infeksi oleh T. pallidum relevan

dengan level antibodi pada TROMPs.

Meskipun humoral immunity juga dibutuhkan dalam melawan infeksi dari treponema,

respon antibodi ini dapat juga menyebabkan kelainan. Adanya kompleks imun pada sifilis

sekunder mungkin menjelaskan patologi timbulnya lesi pada kulit dan deposit di ginjal yang

menyebabkan terjadinya nefropati sifilik. Antibodi kardiolipin yang merupakan penentu pada

sifilis primer dan menjadi dasar tes nontreponemal pada penyakit ini, tidak sejalan dengan

terjadinya sindrom antibodi antifosfolipid.

Pemeriksaan histologik menunjukkan banyaknya sel T pada daerah lesi. Pada chancre

primer CD4 lebih banyak berperanan sedangkan pada lesi sekunder lebih banyak ditemukan CD8.

Gumma yang lebih sering timbul pada sifilis tertier menunjukkan adanya reaksi hipersensitivitas

2

gambar 1. Treponema pallidum Sumber : Treponema pallidum, http://en.wikipedia.org/wiki/image

Page 3: Untitled0 (Repaired)

tipe lambat, dengan tanda khas berupa granuloma. Peranan sel T pada sifilis yang belum jelas

menimbulkan dugaan adanya cross infeksi HIV pada penderita sifilis. Para ilmuwan di Spanyol

meneliti adanya perubahan viral load dan jumlah CD4 selama terinfeksi sifilis dan menemukan

bahwa infeksi sifilis pada pasien HIV-positif berhubungan dengan peningkatan viral load dan

penurunan jumlah

CD4.

Penurunan jumlah CD4 dan peningkatan viral load ditemukan pada hampir sepertiga

pasien yang diamati. Hasil penelitian mereka menunjukkan bahwa satu-satunya faktor yang

dikaitkan dengan peningkatan viral load adalah karena penderita tidak menggunakan terapi

antiretroviral (ART), sementara satu-satunya faktor yang dikaitkan dengan penurunan jumlah

CD4 sebanyak lebih dari 100, adalah jumlah CD4 pasien sebelum terinfeksi sifilis (pasien yang

mempunyai jumlah CD4 lebih tinggi sebelum sifilis mengalami penurunan yang lebih besar),

tetapi tidak ada perbedaan pada perubahan virologi berdasarkan stadium sifilis.

Temuan lain dari penelitian ini menunjukkan lebih dari dua pertiga kasus sifilis

ditemukan pada pasien yang sebelumnya didiagnosis HIV-positif. Dalam hal ini, para peneliti

menyoroti perilaku pasien yang berisiko dan strategi pencegahan yang lemah. Sehingga perlu

adanya upaya kesehatan masyarakat untuk mencegah infeksi sifilis baru dan secepatnya mengenal

serta mengobati pasien terinfeksi sifilis, dengan tujuan mengurangi penyebaran baik infeksi sifilis

maupun HIV (LaSala P.R, Smith M.B, 2007; Bockenstedt L.K, 2003; Palacios R et all, 2007).

GEJALA KLINIK

Berdasarkan stadium penyakitnya gejala klinik dari penyakit sifilis dapat dibagi dalam

tiga kelompok yaitu bentuk primer, sekunder dan bentuk tertier. Sifilis primer biasanya bersifat

asimptomatik, yang didapatkan akibat penularan melalui kontak langsung pada permukaan

mukosa atau kulit seorang penderita. Sedang sifilis sekunder dapat timbul 8 minggu setelah terapi

sifilis primer meskipun dilaporkan bahwa sekitar 60% sifilis sekunder tidak mempunyai riwayat

sifilis primer. Lesi sekunder ini ditandai dengan adanya erupsi pada kulit dan selaput lendir. Dan

sifilis tertier adalah bentuk laten dari penyakit ini yang biasanya muncul beberapa bulan sampai

beberapa tahun kemudian dan 15% diantaranya terjadi pada penderita yang tidak mendapat terapi,

dimana lesi telah menyebar sampai ke tulang, saluran cerna, sistim saraf dan sistim

kardiovaskuler (http : // id.wikipedia.org, 2008). Terdapat bentuk lain dari penyakit sifilis yang

banyak ditemukan di wilayah Asia tengah dan Afrika yang disebut Endemik Sifilis, merupakan

penyakit infeksi kronik nonveneral yang disebabkan oleh T. pallidum subspecies endemicum.

Penyebaran terjadi melalui kontak langsung pada lesi yang aktif, jari-jari dan peralatan makan

atau minum (LaSala P.R, Smith M.B , 2007). Disamping itu terdapat juga bentuk sifilis tertier

yang dapat timbul 1 - 10 tahun setelah terinfeksi dengan tanda khas berupa adanya gumma pada

kulit dan mukosa. Apabila sifilis tertier ini tidak mendapat terapi, dapat terjadi komplikasi yang

lebih berat berupa neurosifilis dan kardiovaskuler sifilis (Bockenstedt L.K, 2003).

A. Sifilis Primer

Sifilis primer terjadi karena kontak langsung dengan lesi infeksi penderita melalui

hubungan seksual. Lesi pada kulit timbul dalam 10 - 90 hari setelah terpapar, kebanyakan pada

alat genital namun dapat ditemukan pada seluruh bagian tubuh yang lain. Lesi ini disebut chancre

, suatu ulcerasi pada kulit tanpa rasa sakit pada daerah yang terexposure terutama pada penis,

3

Page 4: Untitled0 (Repaired)

vagina, atau rectum. Kadang-kadang terdapat lesi multipel, menetap untuk waktu 4 sampai 6

minggu dapat terjadi pembengkakan kelenjar limpe lokal dan biasanya sembuh spontan (Palacios

R et all. 2007).

B. Sifilis Sekunder

Sifilis sekunder timbul 1 - 6 bulan setelah infeksi primer ( rata-rata 6 - 8 minggu) dengan

berbagai manifestasi gejala. tetapi dapat terjadi overlap dengan bentuk primer. Lesi biasanya

terdapat pada kulit, daerah kepala dan leher, serta sistim saluran cerna, disamping gejala umum

seperti demam, kelemahan, penurunan berat badan, sakit kepala, meningismus dan pembesaran

kelenjar limpe. Rash pada kulit biasanya lebih berat dan disertai dengan gangguan dermatologi

yang lain seperti makulopapular, folikular atau pustular rash. Rash menyebar pada seluruh tubuh

dan ekstremitas, kemudian membentuk lesi yang rata berwarna keputih-putihan yang dikenal

dengan condyloma lata. Stadium sekunder juga ditandai dengan adanya gangguan pada sendi,

tulang dan indera penglihatan (Bockenstedt L.K, 2003; Palacios R et all. 2007).

C. Sifilis Laten

Disebut sifilis laten apabila tidak tanda-tanda dan gejala penyakit tetapi terdapat bukti

serologik. Sifilis laten dapat dibedakan atas tipe early atau late. Disebut tipe early bila selama 2

tahun serologik positif tetapi tidak ada gejala penyakit. Sedang tipe late bila infeksi lebih dari 2

tahun tanpa bukti klinik yang jelas. Pembagian ini berguna dalam pemberian terapi pada

penderita dan resiko transmisi ke orang lain (Sacher R.A, McPerson R.A, 2007).

D. Sifilis Tertier

Sifilis tertier biasanya muncul dalam waktu 1 - 10 tahun setelah infeksi pertama, pada

beberapa kasus dapat mencapai masa sampai 50 tahun. Ditandai dengan adanya gumma yang

lunak, suatu bentuk tumor akibat proses inflamasi yang dikenal dengan granuloma, bersifat

kronik dan dapat muncul kembali bila sistim imun tubuh tidak sempurna. Kebanyakan gumma

merupakan komplikasi dari late syphilis. Bentuk lain dari sifilis tertier yang tidak diterapi adalah

neuropathic joint disease, berupa degenerasi sendi disertai hilangnya sensasi propriosepsi. Bentuk

komplikasi yang lebih berat adalah neurosyphilis dan cardiovascular syphillis. Gangguan

neurologik dapat asimptomatik atau bermanisfestasi sebagai meningovascular disease, tabes

dorsalis atau paresis. Sedang komplikasi kardiovaskuler dapat berupa sifilis aortitis, aneurisma

dan regurgitasi aorta. (Bockenstedt L.K, 2003; Palacios R et all. 2007).

PEMERIKSAAN LABORATORIUM

Diagnosis sifilis dapat ditegakkan dengan cara melihat langsung organisme dengan

mikroskop lapangan gelap atau pewarnaan antibodi fluoresen langsung dan kedua dengan

mendeteksi adanya antibodi dalam serum dan cairan serebrospinal. Tes serologis merupakan tes

konfirmasi untuk melihat adanya antibodi terhadap organisme penyebab sifilis. Tes serologis juga

diperlukan untuk menegakkan diagnosis infeksi sifilis pada masa laten sifilis dimana tidak

tampak adanya gejala-gejala penyakit. Ada dua kelompok tes serologis yang dapat digunakan

dalam mendiagnosis penyakit sifilis yaitu tes serologis antibodi non treponema dan antibodi

treponema (Sacher R.A, McPerson R.A, 2004).

1. Tes Serologis Antibodi Non Treponemal

4

Page 5: Untitled0 (Repaired)

yaitu antibodi yang terbentuk akibat adanya infeksi oleh penyakit sifilis atau penyakit infeksi

lainnya. Antibodi ini terbentuk setelah penyakit menyebar ke kelenjar limpe regional dan

menyebabkan kerusakan jaringan serta dapat menimbulkan reaksi silang dengan beberapa antigen

dari jaringan lain. Tes serologis non treponema mendeteksi antibodi yang merupakan kompleks

dari lecitin, kolesterol dan kardiolipin dan digunakan untuk skrining adanya infeksi oleh T.

pallidum. Termasuk tes ini adalah Venereal Disease Research Laboratory (VDRL) dan Rapid

Plasma Reagen (RPR) yang memberikan hasil positif setelah 4 - 6 minggu terinfeksi (positif pada

70% pasien dengan lesi primer dan stadium lanjut). Tetapi tes ini dapat memberikan positif palsu

pada kondisi seperti kehamilan, kecanduan obat, keganasan, penyakit autoimun dan infeksi virus.

Imunoasai ini menggunakan antibodi nontreponemal dan lipoid sebagai antigen, termasuk

pemeriksaan ini adalah (Bockenstedt L.K, 2003; Handojo I, 2004) :

a. Veneral Disease Research Laboratory (VDRL)

b. Rapid Plasma Reagin (RPR)

c. Cardiolipin Wassermann (CWR)

d. Unheated Serum Reagin (USR)

e. Toulidone Red Unheated Serum Test (TRUST)

f. ELISA

Tes ini bertujuan untuk mendeteksi adanya reaksi antara antibodi dari sel yang rusak dan

kardiolipin dari treponema. Digunakan untuk skrining penderita dan monitoring penyakit setelah

pemberian terapi. Tes-tes seperti Veneral Disease Research Laboratory (VDRL), Rapid Plasma

Reagin (RPR), Unheated Serum Reagin (USR) dan Toulidone Red Unheated Serum Test

(TRUST) mendeteksi adanya reaksi antigen-antibodi dengan menilai presipitasi yang terbentuk

baik secara makroskopik (RPR dan TRUTS) maupun mikroskpoik (VDRL dan USR).

Antibodi yang terdeteksi biasanya timbul 1 - 4 minggu setelah munculnya chancre

primer. Pengambilan spesimen pada stadium primer akan mempengaruhi sensitivitas tes dimana

titer antibodi meningkat selama tahun pertama dan selanjutnya menurun secara nyata sehingga

memberikan hasil negatif pada pemeriksaan ulang.

Dapat ditemukan hasil tes positif palsu maupun negatif palsu. Positif palsu terjadi karena

adanya penyakit bersifat akut seperti hepatitis, infeksi virus, kehamilan atau proses kronik seperti

kerusakan pada jaringan penyambung. Sedang hasil negatif palsu terjadi karena tingginya titer

antibodi (prozone phenomenon) yang sering ditemukan pada sifilis sekunder.

2. Antibodi treponemal yang bertujuan untuk mendeteksi adanya antibodi terhadap antigen

treponema dan sebagai konfirmasi dari hasil positif tes skrining nontreponemal atau

konfirmasi adanya proses infeksi pada hasil negatif tes nontreponemal pada fase late atau

laten disease dapat dibedakan atas 2 jenis antibodi yaitu ;

i. grup treponemal antibodi, antibodi terhadap antigen somatik yang terdapat pada

semua jenis treponema. Imunoasai berdasarkan pada penggunaan beberapa strain

saprofitik dari treponema, yaitu Reiter Protein Complement Fixation (RPCF)

ii. Antibodi treponema spesifik, antibodi yang spesifik untuk antigen dari T.

pallidum. beberapa tes yang termasuk diantaranya adalah :

a. Treponema pallidum Complement Fixation

b. Treponemal Wassermann (T-WR)

c. Treponema pallidum Immobilization (TPI)

5

Page 6: Untitled0 (Repaired)

d. Treponema pallidum Immobilization Lyzozym (TPIL)

e. Treponema pallidum Immobilization-symplification

f. Fluorecense Treponemal Antibody (FTA)

g. Treponema pallidum Hemagglutination (TPHA)

h. Treponema pallidum Immuneadherence (TPIA)

i. ELISA T. pallidum

Pemeriksaan antibodi nontreponemal yang sering digunakan sekarang adalah :

1. Tes Rapid Plasma Reagen, adalah tes untuk melihat antibodi nonspesifik dalam darah

penderita yang diduga terinfeksi sifilis, terdiri dari uji kualitatif dan uji kuantitatif.

A. Uji RPR kualitatif adalah pemeriksaan penapisan dengan serum pasien yang tidak

diencerkan dicampur dengan partikel arang berlapis kardiolipin di atas karton, setelah

rotasi mekanis beberapa waktu sedian diperiksa untuk melihat ada tidaknya aglutinasi

secara makroskopis. Cara Kerja ( Aprianti S, Pakasi R, Hardjoeno, 2003) :

1. 1 tetes serum + 50 uL antigen dicampur diatas kartu tes memenuhi lingkaran

2. putar di atas rotator selama 8 menit dengan kecepatan 100 rpm

3. Lihat hasil terbentuknya flokulasi dengan mikroskop cahaya dengan pembesaran 10 x 10

4. Hasil tes yang reaktif dilanjutkan dengan tes kuantitatif

B. Uji RPR kuantitatif menggunakan serum yang diencerkan secara serial dan hasil

pemeriksaan adalah nilai akhir pengenceran dimana masih terjadi penggumpalan partikel.

Cara kerjanya sebagai berikut :

1. Siapkan 6 tabung reaksi, isi masing-masing dengan 50 uL NaCl 0,9%

2. Tambahkan 50 uL sampel ke tiap tabung, kocok rata

3. Pindahkan 50 uL isi tabung I ke tabung 2 (pengenceran V2 kali)

4. Lakukan seterusnya untuk tabung ke 3 dengan mengambil isi dari tabung 2 (pengenceran

V), demikian juga untuk tabung 4, 5, dan 6.

5. Ambil dari tiap tabung 50 uL larutan, teteskan di atas kertas tes dan tambahkan 50 uL

antigen pada tiap sampel, aduk rata dan rotasi selama 8 menit. Baca titer pada

pengenceran tertinggi yang masih terjadi flokulasi.

Tes RPR efektif untuk skrining seseorang yang terinfeksi penyakit sifilis tetapi belum

menunjukkan gejala klinik.

5. Tes VDRL selain digunakan untuk skrining penyakit sifilis juga dapat digunakan

untuk monitoring respon terapi, deteksi kelainan saraf dan membantu diagnosis

pada sifilis kongenital. Dasar tes adalah reaksi antibodi pasien dengan difosfatidil

gliserol. Tes VDRL dapat mendeteksi antikardiolipin antibodi (IgG, IgM atau

IgA). Beberapa kondisi dapat memberikan hasil positif palsu seperti penyakit

hepatitis virus, kehamilan, demam rematik, leprosi dan penyakit lupus. Tes VDRL

semikuantitatif juga digunakan untuk mengevaluasi kejadian neurosifilis di mana

hasil reaktif tes hampir selalu merupakan indikasi adanya neurosifilis.10'12

6. Tes Cardiolipin Wassermann (CWR) merupakan uji fiksasi komplemen dimana

reaksi antibodi dan antigen kardiolipin akan membentuk kompleks yang akan

mengikat komplemen. Sebagai indikator terjadinya reaksi pengikatan komplemen

6

Page 7: Untitled0 (Repaired)

maka pada tes ditambahkan sel darah merah (domba) dan zat hemolisin anti

SDM. Disebut uji CWR positif apabila tidak terjadi reaksi hemolisis yang

menunjukkan bahwa terjadi reaksi Ag-Ab yang mengikat komplemen, sedang

hasil negatif berarti tidak terjadi reaksi Ag-Ab yang tidak mengikat komplemen. Sampel

pasien berasal dari darah atau cairan cerebrospinal yang reaksikan dengan antigen kardiolipin

dan intensitas reaksi sebanding dengan beratnya kondisi pasien (http://en.wikipedia.org/wiki/,

2008). 7. Tes ELIZA nontreponemal menilai terjadinya flokulasi dan nilai absorban dihitung

berdasarkan prinsip spektrofotometer.

Sedangkan Tes serologik treponemal yang banyak digunakan adalah :

1. Tes Treponema pallidum Immobilization (TPI)

Sensitifitas tes rendah pada beberapa stadium penyakit terutama stadium I , tetapi

spesifisitasnya paling baik dibanding tes serologis lain dan merupakan satu-satunya tes

yang hampir tidak memberi hasil positif semu. Tes menggunakan serum penderita yang

tidak aktif ditambah dengan T. pallidum yang mobil dan komplemen, lalu diinkubasi pada

suhu 35° C selama 16 jam selanjutnya dilihat di bawah mikroskop. Hasil positif terlihat

dengan T. pallidum yang tidak mobil.

2. Fluorescent treponemal antibody-absorbed double strain test (FTA-ABS DS). Sebelum

tes serum pasien diinaktifkan dengan pemanasan dan diserap dengan sorbent untuk

membersihkan dari antibodi terhadap treponema komensal, kemudian dicampur dengan

apusan T. pallidum pada kaca obyek, inkubasi lalu bilas hati-hati. Tambahkan konjugat

antibodi anti-imunoglobulin human yang dilabel dengan tetrametil-rodamin isotiosinat

[TMRITC] tutup dengan kaca penutup, inkubasi dan bilas. Periksa apusan di bawah

mikroskop pengcahayaan ultraviolet. Hasil positif ditunjukkan dengan adanya treponema

berfluoresensi-TMRITC pada apusan. Tes FTA adalah imunoasai yang sangat sensitif dan

spesifik sehingga baik digunakan untuk diagnosis tetapi tidak dipakai dalam pemantauan

terapi sebab hasil tes positif akan tetap positif walaupun telah diberi pengobatan sampai

sembuh.

3. Tes Treponema pallidum Hemagglutination (TPHA)

Merupakan uji hemaglutinasi pasif secara kualitatif dan semi kuantitatif yang dapat

mendeteksi anti T. pallidum antibodi dalam serum atau plasma, di mana hasil positif

didapatkan bila terjadi aglutinasi. Sensitivitas dan spesifisitas cukup baik kecuali untuk

sifilis stadium I, tes ini juga cukup praktis, mudah dan sederhana serta harganya relatif

murah. Sebagai antigen dipakai T .pallidum strain Nichol dan sebagai carrier digunakan

sel darah merah kalkun. Sel darah merah kalkun yang diliputi Ag T . pallidum dan Ab

serum penderita lalu diinkubasi, antibodi T. pallidum dalam serum akan mengikat antigen

pada sel darah merah membentuk kompleks Ag-Ab dan hasil positif dinilai dengan

melihat adanya aglutinasi (http: // en.wikipedia.org, 2008) DIAGNOSIS

Diagnosis penyakit sifilis biasanya secara tidak langsung ditemukan pada pasien risiko

tinggi seperti adanya penyakit menular seksual dan pengguna narkotika. Karena T. Pallidum tidak

dapat tumbuh pada media kultur maka digunakan metode lain untuk mendiagnosis penyakit

sifilis. Seperti mikroskop lapangan gelap atau apusan cairan dari kulit atau jaringan. Bahan

pemeriksaan adalah transudat segar dari chancre pada infeksi primer atau kondiloma lata pada

7

Page 8: Untitled0 (Repaired)

infeksi sekunder. Hasil positif bila ditemukan spiroketa yang motil, membentuk kumparan padat

dan bergerak melengkung. Untuk penderita dengan suspek neurosifilis, diagnosis ditegakkan

dengan sampel dari cairan cerebrospinal.

Tes serologis non treponema mendeteksi antibodi yang merupakan kompleks dari lecitin,

kolesterol dan kardiolipin dan digunakan untuk skrining adanya infeksi oleh T. pallidum.

Termasuk tes ini adalah Venereal Disease Research Laboratory (VDRL) dan Rapid Plasma

Reagen (RPR) yang memberikan hasil positif setelah 4 - 6 minggu terinfeksi (positif pada 70%

pasien dengan lesi primer dan stadium lanjut). Tetapi tes ini dapat memberikan positif palsu pada

kondisi seperti kehamilan, kecanduan obat, keganasan, penyakit autoimun dan infeksi virus.

Sedang tes serologis yang spesifik untuk infeksi treponema seperti Serum Fluorecent-

Treponemal Antibody absorbance test (FTA-ABS) dan Microhemagglutination test dimana T.

pallidum berfungsi sebagai antigen. Hasil tes non treponema yang positif harus dikonfirmasi

dengan tes treponema yang mempunyai sensitivitas dan spesifisitas yang lebih tinggi. (Sacher

R.A, McPerson R.A, 2004; Mayo Clinic.com, 2006; http://www.cdc.gov/std/default.htm,

2008).

TERAPI DAN PROGNOSIS

Penicilin masih merupakan obat pilihan untuk penanganan sifilis. Sedang antibiotik

alternatif seperti derivat tetrasiklin, eritromicin dan ceftriaxon dapat digunakan pada penderita

yang alergi terhadap penicilin. Dosis dan lama terapi bervariasi tergantung pada gejala klinik

penderita, secara umum penyakit dengan stadium lebih lanjut membutuhkan antibiotik dengan

dosis yang lebih besar dan waktu yang lebih lama. Obat lain yang dapat diberikan adalah

antipiretik dan antihistamin.

Sifilis stadium primer, sekunder dan early laten akan sembuh sempurma dengan

pemberian antibiotik, sedang stadium late biasanya lebih sulit diterapi. Sifilis tertier mempunyai

tingkat mortalitas yang tinggi bila kelainan telah sampai pada sistim saraf pusat (Bockenstedt

l_.K,2003; http://www.cdc.gov/std/default.htm, 2008, Mayo Clinic. com, 2006,

Healthcommunities.com, 2008) . KOMPLIKASI

Sifilis yang tidak diterapi dapat berkembang menjadi fase tertier dengan timbulnya

gumma dan sifilis kardiovaskuler yang dapat bersama-sama dengan neurosifilis. Laki-laki lebih

banyak berlanjut ke fase tertier dan mortalitasnya lebih tinggi dibanding penderita wanita.

Kerusakan jaringan yang irreversibel merupakan karakteristik dari sifilis fase tertier dan sifilis

kongenital meskipun telah mendapat terapi antibiotik. Selain itu sifilis juga dapat menyebabkan

komplikasi penyakit lain berupa (www.dshs.state.tx.us /, 2008) :

1. Arthritis

2. Blindness

3. Heart disease

4. Mental illness

5. Death

DIFFERENTIAL DIAGNOSIS

Penyakit sifilis dapat didifferential diagnosis dengan penyakit kelamin lain seperti

(http : // www.fpnotebook.com, 2008) :

1. Genital Ulcer

2. Genital Herpes

8

Page 9: Untitled0 (Repaired)

3. Chancroid

4. Venereal Wart

5. Lymphogranuloma venereum

Algoritme pemeriksaan Sifilis

sumber: Mayo Clinic Proceeding, sept 2007

DAFTAR PUSTAKA

Aprianti S, Pakasi R, Hardjoeno, 2003. Tes Sifilis dan Gonorrhoe dalam Interpretasi Hasil Tes Laboratorium Diagnostik. Makassar: LEPHAS Unhas. Bockenstedt L.K, 2003. Spirochetal Diseases : Syphillis and Lyme Disease in Medical Immunology 10th ed, Mc Graw Hill.Ditjen PP&PL, 2005. Sifilis dalam Manual Pemberantasan Penyakit Menular. Handojo I, 2004. Imunoasai Untuk Penyakit Sifilis dalam Imunoasai Terapan pada Beberapa Penyakit Infeksi. Surabaya : Airlangga University Press. Healthcommunities. Syphilis - Urologychannel. Healthcommunities.com, last modified. Diakses 25 Januari 2008.http: // en.wikipedia.org/ Veneral Disease Research Laboratory test. Download tanggal 29 agustus 2008.http://en wikipedia.org/wiki/ Rapid plasma Reagin, last modified : Diakses 25Pebruari 2008.http://en.wikipedia.org/wiki/. Wassermann test, last modified. Diakses 26 Agustus2008.http : // id.wikipedia.org / wiki / Treponema pallidum, last modified : 14 oktober2008

9

Page 10: Untitled0 (Repaired)

http; // www.thefreedictionary.com / Syphillis. Download tgl 23 Agustus 2008 http: // www.thefreedictionary.com / Syphillis Symtom. Diakses tgl 22 Agustus 2008http : // www. fpnotebook. com /ID/STD/Syphilis. Diakses 5 November 2008. http://www.cdc.gov/std/default.htm, Sexually Tranmitted Diseases, last modified. Diakses 4 Januari 2008.LaSala P.R, Smith M.B, 2007. Spirochaete Infections in Henry's Clinical Diagnosis and Management by Laboratory Methods 21sted, Saunders Elsevier.Mayo Clinic.com. Syphilis: Screening and diagnosis - Mayo Clinic.com Medical Services, update 27 0ct 2006.MayoClinic. Syphilis: Treatment. MayoClinic.com Medical Services. Diakses 27 Oktobert 2006.Mayo Clinic. Syphilis Testing, ARUP Laboratories. Mayo Clinic Diakses 28 April2008.Natahusada EC, Djuanda A, 2005. Sifilis dalam Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, edisi 4, Jakarta : Pen FK-UI.Palacios R et all., 2007. Impact of syphilis infection on HIV viral load and CD4 cell counts in HIV-infected patients. J Acq Immun Defic Synd 44: Maret. Sacher R.A, McPerson R.A, 2004. Diagnosis Serologik Infeksi Spesifik dalam Tinjauan Klinis Hasil Pemeriksaan Laboratorium, edisi 11, EGC, 2004, 456 - 458 www.dshs.state.tx.us / hivstd, HIV / STD Facts. Diakses 5 November 2008.

SIFILISOleh

Adhi Djuanda dan E.C. Natahusada

PENDAHULUAN

Meskipun insidens sifilis kian menurun, penyakit ini tidak dapat diabaikan, karena merupa* kan penyakit berat. Hampir semua alat tubuh dapat diserang, termasuk sistem kardiovaskular dan saraf. Selain itu wanita Kamil yang menderita sifilis dapat menulaTkan penyakitnya ko janin sehingga menyebabkan sifilis kongenita'yang dapat menyebabkan kelainan bawaan dan kematian. Istilah kita untuk penyakit Ini yaitu raja singa sangat tepat karena keganasannya.

DEFINISI

Sifilis ialah penyakit infeksi yang disebabkan oleh Treponema[pallidum, sangat kronik dan bersifat sistemik. Pada perjalanannya dapat menyerang

hampir semua alat tubuh, dapat menyerupai banyakpenyakit, mempunyai rnasa3Tatet1~dan dapat ditularkan dari ibu ko janin.

SINONIM

Menurut sejarahnya terdapat banyak sinonim sifilis yang tak lazim dipakai. Sinonim yang umum ialah lues venerea atau biasanya disebut lyes_saja. DaTam~istiiah~ Indonesia disebut raja singa.

EPIDEMIOLOGI

AsaJ penyakit ini tak jelas.

Sebelum tahun 1492 belum dikenal

di Eropa. Ada yang menganggap

penyakit ini berasal dari penduduk

Indian yang dibawa oleh anak buah

Columbus waktu mereka kembali ke

Spanyol pada tahun 1492. Pada

tahun 1494 terjadi epidemi di

Napoli. Pada abad ke-18 baru

diketahui bahwa penularan sifilis

dan gonore disebabkan oleh

10

Page 11: Untitled0 (Repaired)

sanggama dan keduanya dianggap

disebabkan oleh infeksi yang sama.Pada abad ko-15 terjadi wabah

di Eropa eesudah tahun 1860 morbilitas sifilis di Eropa menurun cepat, mungkin karena perbaikan sosio-ekonomi. Selama Perang Dunia kedua insidens-nya meningkat dan mencapai puncaknya pada tahun 1946, kemudian makin menurun.

Insidens sifilis di berbagai negeri di seluruh dunia pada tahun 1996 berkisar antara 0,04 . 0,52%. Insidens yang terendah di Cina, sedangkan yang tertinggi di Amerika Selatan. Di Indonesia insidensnya 0,61%. Di bagian kami penderita yang terbanyak ialah stadjumjaten, disusul sifilis stadium I yang jarang, dan yang langka ialah sifilis stadium II.

ET10L0GI

Pada tahun 1905 penyebab sifilis ditemukan oleh Schaudinn HanHHoffman ialah Treponema paRidum, yang termasuk ordo Spirochaetates, familia Spirochaetaceae^ dan genuTTni^nemj. Bentuknya sebagai spi?al teratur, panjangnya antara 6-15 um, lebar 0,15 um, terdiri atas delapan sampai dua puluh empat lekukan. Gerakannya berupa rotasi sepanjang aksis dan maju seperti gerakan pembuka botol. Membiak secara pembelahan melintang, pada stadium aktif terjadi setiap tiga puluh jam.

Pembiakan pada umumnya

tidak dapat dilakukan di luar badan.

Di luar badan kuman tersebut cepat

mati, sedangkan dalam darah untuk

transfusi dapat hidup tujuh puluh

dua jam.'

KLASIFIKASI (lihat gambar 58-1)

Sifilis dibagi menjadi sifilis kongenital dan sifilis akuisita

(didapat). Sifilis kongenital dibagi

menjadi: dini (sebelum dua tahun),

Janjut (sesudah dua tahun), dan Stigmata. Sifilis akuisita dapat

dibagi menurut dua cara, secara

klinis epidemiologik. Menurut cara

pertama sifilis dbw

11

Page 12: Untitled0 (Repaired)

Stadium rekuren tahunSTAD.UM LANJUT TIDAK

12

STAD,UMD1NIMENUUR

StaSÌ S 1

Sifilis laten dini * ~ "

(menular)

Keterangan:

S.t =san9gamatersannk*SI ■ sifilis stadium IS II = sifilis stadium IISIH = sifilis stadium iit

MENULAR

GAMBAR 58-1. BERBAGAISTADIUM PADA SIFILIS

menjadi tiga stadium: stadium I r<? n ^ (S II). dan stadium III ( S i m s ^ 2*SrT"-fneHuTufY/HO dibagi menjadi^ ¡2 1.

Stadium dini menular (dalam satu

tahun sejajMnfeksi), terdiri atas

IJ^IfltaBlurn rekuren, dan stadium laten dinL~

—— *

2- Stadium lanjut tak menular (setelah

satu tahun sejak infeksi), terdiri atas stadium

laten lanjut dan S III.

Bentuk lain ialah sjtills kardiovasku lar dan neuro-sjfills. Ada yang memasukkannya ke dalam S 111 atau S IV.

PATOGENESIS

Stadium dini

Pada sifilis yang didapat, l^torrwsuk ke dalam kulit melaluijulkrolesi^tau selaputierj-dir, biasanya melalui sanggama. Kuman tersebut membiak, jarTngaTTbifeaksrBengan membentuk

plasma, terutama di perivaskulär, pembuluh-pem-buluh darah kecil berproliferasi di kelilingi oleh,7.pallidum dan sel-sel radang. Treponema tembrtterletak di antara 5 » gßffiperivaskulär di ^f^^^ hipertrofikdarah kecil menyebabkan perubahan y. 1 <* -,

endotelium yang menimbulkan

obliterasi lumen (enarteritis

S 11

3-10 tahunSifilis laten

lanjut (tidak menular)

- 2-4 — mingg

Page 13: Untitled0 (Repaired)

obliterans). Kehilangan pendarahan akan

menyebabkan erosi, pada pemeriksaan

klinis tampak sebagai S I.

Sebekjrn Sjjerlihat. kuman telah mencapai kelenjar getah blPnIrig~Tegionat secara limfogen dan membiak. Pada saaV'itu terjadi pu!a~"psn-jalaran hematogen dan mej^yj?baM(e^e^ J^gan_d_Tbadan, tetapi manifestasinya akanjam-pak kemudian. Multiplikasi ini diikuti oleh reaksi jaringan sebagai S II, yang terjadi enam sampai delapan minggu sesudah S I. S I akan sembuh perlahan-lahan karena kuman di tempat tersebut jumlahnya berkurang, kemudian terbentuklah fibroblas-fibroblas dan akhirnya sembuh berupa sikatriks. S II juga mengalami regresi perlahan-lahan dan lalu menghilang.

Tibalah stadium laten yang tidak disertai gejala, meskipun infeksi yang aktif masih terdapat. Sebagai contoh pada stadium Ini seorang ibu dapat melahirkan bayi dengan sifilis kongenita.

Kadang-kadang proses imunitas

gagal mengontrol infeksi sehingga T.

pallidum membiak lagi pada tempat S1 dan menimbulkan lesi rekuren atau

kuman tersebut menyebar melalui

jaringan menyebabkan reaksi serupa

dengan lesi rekuren S II yang terakhir ini

lebih sering terjadi daripada yang

terdahulu. Lesi menular tersebut dapat

timbul berulang-ulang, tetapi pada

umumnya fcdak melebihi dua tahun.

Page 14: Untitled0 (Repaired)

14

Stadium lanjut

Stadium laten dapat berlangsung bertahun-^ t.Wiun, rupanya truponema dalam keadaan dor-man. Meskipun demikian antibodi tetap ada dalam serum penderita. Keseimbangan antara trcpo-nema dan jaringan dapat sekonyong-konyong berubah, sebabnya belum jelas, mungkin trauma menjpakan salah satu faktor presipitasi. Pada saat itu muncullah S. III bertentuk guma. Meskipun pa-da guma tersebut tidak dapat ditemukan 7. palit* dum, reaksinya hebat karena bersifat destruktif dan berlangsung bettahun-tahun. Setelah menga-lami masa laten yang bervariasi guma tersebut timbul di tempat-tempat lain.

Treponema mencapai sistem kardiovaskular dan sistem saraf pada waktu dini, tetapi kerusakan terjadi perlahan-lahan sehingga memerlukan waktu bertahun-tahun untuk menimbulkan gejala klinis. Penderita dengan guma biasanya tidak mendapat gangguan saraf dan kardiovaskular, demikian pula sebaliknya. Kira-kira dua pertiga kasus dengan stadium laten tidak memberi gejala.

GEJALA KLINIS

SIFILIS AKUISITA

A. Sifilis dini

L Sifilis primer (S I)

Masa tunas biasanya dua sampai empat minggu, f.pallidum masuk ke dalam selaput len-dir atau kulit yang telah mengalami lesi/mikrolesi secara langsung, biasanya melalui sanggama, Treponema tersebut akan berkejnbangJbiak, kemudian terjadi penyebaran secara limfogen danhematpgeD-

Kelainan ku!it dimulai sebagai gapuMon-tikular yang permukaannya segera rricnJadLeiQ§i, umumnya kemudian menjadi ulkus. Ulkus tersebut biasanya bufat, solitar, dasarnya ialah jaringan granulasi berwarna merah dan bersih, di atasnya hanya tampak serum. Dindingnya tak bergaung, kulit di sekitarnya tidak menunjukkan tanda-tanda radang akut. Yang khas ialah ulkus tersebut in-jolen dan teraba indurasi karena itu disebutjjlkus jurom.

^Kelainan tersebut dinamakan afek primer fan umumnya berlokasi pada genitalia ekstema.Pada pria tempat yang senng dikenai i,,!^karonarius, sedangkan pada wanita dfhbja ^dan mayorv,Sclain itu juga dapat di ekttratjS^misalnya di lidah, tonsil. dan anus. *H

Afek primer tersebut sembuh sendai ar, tiga sampai sepuluh minggu. Seminggu aetof* afek primer, biasanya terdapat pembesar** kelenjar getah bening regional di inguinale Iis7 Keseluruhannya disebut kompleks pri^ Kelenjar

tersebut solitar, indolen, tidak lunak, b' samya biasanya lentikular, tidak supuratif, tidak terdapat periadenitis. Kulit di atasnya tkiak menunjukkan tanda-tanda radang akut.

Istilah syphilis d'emblée dipakai, jika tk!ak terdapat afek primer. Kuman masuk ke jaring-yang lebih dalam, misalnya pada transfusi darah atau suntikan.

II. Sifilis sekunder (S 11)

BiasanyaJfJIJjmbul setelah enam sampai delapan minggu sejak S I dan sejumlahsepertiga kasus masih disertai STTLama S II dapat sampai sembilan bulan. Berbeda dengan S I yang tanpa disertai gejala konstitusi, pada S II dapat disertai gejala tersebut yang terjadi sebelum atau selama S II. Gejalanya umumnya tidak berat, berupa anoreksia, tamnnya.beiaLbadanf malese, nyeri kepala, demam yang tidak tinggi, dan artralgia^ Kelainan kulit dapat menyerupai berbagai penyakit kulit sehingga disebut the qr&a \ frpjafo Selain memberi kelainan pada kulit, SII dapat juga memberi kelainan pada mukosa, kelenjar g^tah bening, mata, hepar, tulang, dan saraf.

Kelainan kulit yang rrtgfflbasah4eksudati!) pada SJjjsangat menular, kelainan yang kering kurang menular. Kondilomata lata dan glacju*

OI^i^y„?e^ia!ah bentuk yang sangat menular.

Gejala yang penting untuk membedakannya

dengan berbagai penyakit kulit yang lain ialah: kelainan fculft pada S II umumnya 4klak-ga!al sering disertai llmlMenìtìs generaf isata, padi SII

dini kelainan kulit juga terjadi paHaieTapak tangan kl.

Antara S II dini dan S li lanjut terdapat perbedaan. Pada S II dini kelainan kulit ggneialisa* ^[Qelrik, dan lebihi cepatjiijang (beberapa.*^ hingga beberapa minggu). Pada SJiianj^^ generaii$ata"IagC melainkan se^mpa^sejl^^t. tidak simetrik dan lebih lama bertahan (tfbera?3 minggu hingga beberapa bulan).

pentuk lesi

Lesi dapat berbentuk m p^stul,ataube^tuk^n r^eola, p^, ^

4 Roseola*

Roseola ialah eritem

Rosec,a bi^ r ^sebut £oseoSasSf[jjfSka J2221§JI. dan di-

tereebiHls^pi^ efloresenslseperti telah dijelaskan iS d,n1, maka

lisata dan s\nim^\J^^^S^ f B ,

^buinya cepat Z^

beberapa bulan. Kelainan St 2res,d,f jumlahnya menjadi lebih sedktleb^

Page 15: Untitled0 (Repaired)

lama bertahan dapat anu.ar, dan. bergerom-boh J.ka menghilang, umumnya tanpa bekaskadang-kadang dapat meninggalkan bercakhipopigmentasi dan disebut leukoderrr.asifilitikum.---------------------------------------------

~3ika- roseola terjadi pada kepala yang berambut, dapat menyebabkan rontoknya rambut yang selanjutnya akan diterangkan kemudian.

Papul

Bentuk ini merupakan bentuk yang paling sering terlihat pada S II. Bentuknya bulat, ada kalanya terdapaFbersama-sama dengan roseola. Papul tersebut dapat berskuama yang terdapat di pinggir (koleret) dan disebut pafiyJorsKuamoss^ Skuama dapat pula menutupi permukaan papul sej^ga_mirip £soriasis, oleh karena itu dinamal^piiasi^cT-mjsTjika papul-papul tersebut menghilang "da^pat meninggalkan bercak-bercak hipopigmentasi dan disebut jeijj^rma^ulljtikum, yang akan menghilang perlahan-lahan. Bila pada leher disebut le^kod^ajcoli atau co/-iarofVenus^ ' '--------Selain papul yang lentikular dapat pulaterbentuk papul yang Hkenoid, meskipun jarang; dapat

pula folikular dan ditembus rambut Pada S II dini,

eapujjEneraJisaja dan simetrik, sedangkan pada

yang lanjut bersrfat395

Setempat dan tersusun secara tertentu: or-jnar, sirsinar, pptisiklik, dankorimbiformis".

'Ka pada dahi susunan yang arsinar/siroinar tersebut dinamakan korona venerik karena menyerupai mahkota?'PapuFpapUr tersebut juga dapat dilihat pada sudut mulut, ketiak, di bawah mamme, dan alat geniial.

Bentuk lain ialah kondilomata lata, terdiri atas papul-papul lentikular, permukaannya datar, sebagian berkonfluerisi, terigtak pada daE^n

lipatan kulit; akibat gesekan antar-kuiit Pemukaannya_menjadi_efosif," eksudatif, sangat menular. Tempat predileksinya di lipat paha, skrotum, vulva, perianal, di bawah mamme, dan antarjari kaki. t

Kejadian yang jarang terlihat ialah pada tempat afek primer terbentuk lagi infiltrasi dan reindurasi; sebabnya trepanomena masih ter-tinggal pada waktu S l menyembuh yang kemudian akan membiak, dan dinamakan

chancer redux.

3. Pustul

Bentuk ini jarang Jerdapat. Mula-mula terbentuk banyak papul yang segera menjadi vasikel dan kemudian terbentuk pustul, sehingga di samping pustul masih pula terlihat papul.

Bentuk pustul ini lebih sering tampak pada kulit berwarna dan jika daya tahan tubuh menurun. Timbulnya banyak pustul ini sering disertai demam yang intermiten dan penderita tampak-sakrt^ lamanya dapat berminggu-

nifnggu. Kelainan kulit demikian disebut sifilis variseliformis karena menyerupai vajisefa.

4. Bentuk lain

Kelainan lain yang dapat terlihat pada S II ialah banyak papul, pustul, dan krusta yang berkonfluensi sehingga mirip impetigo, karena itu disebut sifilis impetiginosa. Dapat pula timbul berbagai ulkus yang ditutupi oleh krusta disebut ektima sifilitikum. Bila krustanya tebal disebut rupia sifilitika. Disebut sifilis ostrasea jika ulkus meluas ke perifer sehingga berbentuk seperti kulit kerang.

Sifilis berupa ulkus-ulkus yang terdapat di

kulit dan mukosa disertai demam dan keadaan

umum buruk disebut sifilis mallgna yang dapat

menyebabkan kematian. Tes serologik sering

negatif atau positif lemah.

Page 16: Untitled0 (Repaired)

16

Sifilis torsebut terdapat pad3 penderita dongan daya tahan tubuh yang rendah.

S if pada mukosa

Biasanya timbul bersama-sama dongan ek-santema pada kulit; kelainan pada mukosa ini disebut enantem, terutama terdapat pada mulut dan

tenggorok. Umumnya berupa makula eritematosa, yang cepat berkonfluensi sehingga membentuk eritema yang difus, berbatas tegas dan disebut

angina sifllitlka eritematosa. Keluhannya nyeri pada tenggorok, terutama pada waktu menelan. Sering

faring juga diserang, sehingga memberi keluhan suara parau. Pada eritema tersebut kadang-kadang

terbentuk bercak putih keabu-abuan, dapat erosif dan nyeri.

Kelainan lain ialah yang disebut plaque muqueuses (mucous patch), berupa papul eritema-tosa, permukaannya datar, biasanya miliar atau lentikular, timbulnya bersama-sama dengan S II bentuk papul pada kulit. Plaque muqueuses tersebut dapat juga terletak di solaput lendir alat genital dan biasanya erosif. Umumnya kelainan pada selaput lendir tidak nyeri, lamanya beberapa minggu.

S if pada rambut

Pada S II yang masih dini sering terjadi kerontokan rambut, umumnya bersifat difus dan tidak khas,

disebut alopesia difusa. Pada S II yang lanjut dapat terjadi kerontokan setempat-setempat, tampak

sebagai bercak yang ditumbuhi oleh rambut yang tipis, jadi tidak botak seluruhnya, seolah-olah seperti

digigit ngengat dan disebut alopesia areolaris. Bercak-bercak tersebut disebabkan oleh

roseola/papul, akar rambut dirusak oleh treponema. Kerusakan tersebut dapat juga terjadi pada alis

mata bagian lateral dan janggut

S II pada kuku

Kelainan pada kuku jarang dibandingkan

dengan pada rambut. Warna kuku berubah menjadi putih, kabur. Selain itu juga menjadi rapuh, terdapat pula alur transversal dan longitudinal. Bagian distal iempeng kuku menjadi hiperkeratotik sehingga kuku terangkat. Kelainan tersebut dinamakan onikia sifilitika.

getah bening superi seperti pada S I.

2. MataPada c

II lanjut terjadi uvoitis anterior tetapi lebih sering terjadi pada stadium relui! ren. Koroido-retinitis dapat terjadi, tetapj jarang.

3. Hepar

Kadang-kadang terjadi hepatitis. hepar

membesar dan menyebabkan ektirus ringan

4. Tulang

Sendi dan bursa jarang dikenai, kadang, kadang terbentuk efusi. Kelainan berupa pom-bengkakan, biasanya tidak nyeri dan pergerakan tidak terganggu. Periostffis atau kerusakan korteks akan menyebabkan nyeri.

5. Saraf

Pada pemeriksaan likuor serebro-spinal, tampak kelainan berupa peninggian sel dan protein. Gejala klinis pada stadium ini jarang, tetapi dapat disebabkan deh meningitis akut/subakut. Tekanan tntrakranial dapat meninggi dan memberi gejala nyeri kepala, muntah, dan udema papil. Pemeriksaan serebrospinal pada S II ini tidak pertu dikerjakan secara rutin.

III. Sifilis laten dini

Laten berarti tidak ada gejala klinis dan kelainan, termasuk alat-alat dalam, tetapi infeksi masih ada dan aktif. Tes serologik darah pos"* sedangkan tes likuor cerebrospinalis negatiU65 yang dianjurkan ialah VDRL cian TPHA,.

IV. Stadium rekuren

Relaps dapat terjadi baik secara te^pa kelainan kulit mirip SII, maupun sero**

P a t i n paronlkta Klfilltika timbul kronik, kuku monjadl rusak, kadang ka<la^!!d*n3 torJopa3. Kelainan ini sukar dibedakan"? ^paronikia oloh piokokus dan

kandida S II pada niat lain

1. Kelenjar getah bening

Pada S II umumnya seluruh fcelpDerfisial membesar rìiTÌ*

• 51'««!rvya

Page 17: Untitled0 (Repaired)

yang telah negatif meniad'terutama pada sifilis yana llST' r ' Hal ini teOadimendapat pengobatan Tidak A atau yan9bentuk relaps ialah S l! 7 .cukuP- UmumnyaKadang-kadang relaps L™gadang S I.primer dan disebut mono? wi 3 tempat afek

memberi kelainan pKSTt* daPat

dan susunan saraf W J ' . ang' a,at da!am. ngan sifilis kongenita 3 ^ ^h]r ^

B. Sifilis lanjut L

Sifilis laten lanjut

kan d^nya]!^^r' diagnosa ditegak-masalT^ serotogik. Lama

tahun, bahkan dapat seumur hidup. Likuor sere-brospinal hendaknya diperiksa untuk menying-kirkan neurosifilis asimtomatik. Demikian pula sinar-X aorta untuk melihat, apakah ada aorititis.

Perlu diperiksa pula, apakah ada sikatriks beJsas_SJ pada alat genital atau leukodermapada leher yang menunjukkan bekas S II (cpM^sf Y^nu^)- Kadang-kadang terdapat pula banyak JMtJttpotrofi lentikular pada badan bekas "papul-papul S II.*-—r-—-----------

Tanpa pengobatan guma tersebut akan bertahan beberapa bulan hingga beberapa tahun. Biasanya guma solitar, tetapi dapat pula multipel, umumnya asimetrik. Gejala umum biasanya tidak terdapat, tetapi jika guma multipel dan porlunakannya cepat, dapat disertai demam.

Selain guma, kelainan yang lain pada S 111 ia,ah noc!t i $ - Mula- mula dl kutan kemudian ke epidermis, pertumbuhannya lambat yakni beberapa minggu/bulan dan umumnya meninggalkan sikatriks yang hipotrofi. Nodus tersebut dalam perkembangannya mirip guma, mengalami nekrosis di tengah dan membentuk ulkus. Dapat pula tanpa nekrosis dan menjadi sklerotik. Perbedaannya dengan guma, nodus lebih superfisial dan lebih kecil (miliar hingga lentikular), lebih banyak, mempunyai kecenderungan untuk bergerombol atau berkonfluensi; selain itu tersebar (disemi-nata). Warnanya merah kecoklatan.

Nodus-nodus yang berkonfluensi dapat tumbuh terus secara serpiginosa. Bagian yang belum sembuh dapat tertutup skuama seperti lilin dan disebut psoriasiformis. Kelenjar getah bening regional tidak membesar. Kelainan yang jarang ialah yang disebut nodositas juxta articulahs berupa nodus-nodus subkutan yang fibrotik, tidak melunak, indolen, biasanya pada sendi besar.

II. Sifilis tersier (S III) s 1,1 Pada mukosa

Lesi pertama umumnya terlihat antara .tiga sampai sepuluh tahun setejahj I. Kelainan yang khas ialah guma, yakni infiltrât strkurnsjg ip. kronis, biasanyaThelunak, dan destruktif.

Besar guma bervariasi dari lentikular sampai sebesar telur ayam. Kulit di atasnya mula-mula tidak menunjukkan tanda-tanda radang akut dan dapat digerakkan. Setelah beberapa bulan mulai melunak, biasanya mulai dari tengah, tanda-tanda radang mulai tampak, kulit menjadi eri&matosa dan livid serta melekat terhadap guma tersebut. K^udfan terjadi perforasi dan keju.arlah cairan

seropurulen, kadang-kadang sanguinolen; pada 6ibeSpa kasus disertai jarijiganjiekrotik.

Tempat perforasi akan meluas menjadi ulkus.^ûtfhya lonjong/bulat, dindingnya cTmim,

seolah-olah kulit tersebut terdorong ke luar. Beberapa uikus berkonfluensi sehingga membentuk pinggir yang polisiklikJ.ka telah menjadi ulkus, maka infiltrât yang terdapat d. bawahnya yang semula sebagai benjolan menjadi datar.

■■

Guma juga ditemukan di ^[apuLlendir, dapat_setempat atau menyebar. Yang setempat biasanya pada mulut daiHeTiggorok atau septum nasi. Seperti biasanya akan melunak dan membentuk ulkus, bersifat destruktif jadi dapat merusak tulang rawan septum nasi atau palatum mole hingga terjadi perforasi. Pada lidah yang tersering ialah guma yang nyeri dengan fisur-fisur tidak teratur serta leukoplakia.

S 11! pada tulang

Paling sering menyerang tibia, tengkorak, bahu, femur, fibuta, dan humerus. Gejala nyeri, biasanya pada malam hari. Terdapat dua bentuk, yakni periostitis gumatosa dan osteitis gumatosa, kedua-duanya dapat didiagnosis dengan sinar-X.

SIH pada a!at dalam

Hepar merupakan organ infra abdominal

Page 18: Untitled0 (Repaired)

18

pel, jika sembuh terjadi fibrosis, hingga hepar mengalami refraksi, membentuk lobus-lobus tidak teratur yang disebut hepar lobatum.

Esofagus dan lambung dapat pula dikenai, meskipun jarang. Guma dapat menyebabkan fibrosis. Pada paru juga jarang, guma solitar dapat terjadi di dalam atau di luar bronkus; jika sembuh terjadi fibrosis dan menyebabkan bron-kiektasi. Guma dapat menyerang ginjal, vesika urinaria, dan prostat, meskipun jarang. SIII pada ovarium jarang, pada testis kadang-kadang berupa guma atau fibrosis interstisial, tidak nyeri, permukaannya rata dan unilateral. Kadang-kadang memecah ke bagian anterior skrotum.

SIFILIS KARDIOVASKULAR

Sifi[is„ kardiovaskular bermanifestasi pada S III, dengan masa laten 15-30 tahun. Umumnya mengenai usia 40-50 tahun. Insidens pada pria lebih banyak tiga kali daripada wanita.

Pada dinding aorta terjadi infiltrasi perivas-kular yang terdiri atas sel Bmfosjt dan sel plasma. Enarteritis akan menyebabkan iskemia. Lapisan intima dan media juga dirusak sehingga terjadi pelebaran aorta yang menyebabkan aneurlsma.

Aortitis yang tersering ialah yang mengenaiaorta asendens, katup mengalami kerusakansehingga darah mengalir kembali ke ventrikel kiri.Aortitis juga sering mengenai arteria koronariadan menyebabkan iskemia miokardium. Aortitisdapat tanpa komplikasi dan tidak memberi gejala;pada~pemeriksaah memberikankelainan yang khas. ~~~~~—■

Angina pektoris merupakan gejala umum aortitis karena sifilis, yaitu disebabkan oleh stenosis muara arteria koronaria, karena jaringan granulasi dan defomiitas, serta dapat menyebab-kan kematian mendadak. Heartblock merupakan kelainan aritmia jantung yang jarang dan kadang-kadang disebabkan oleh sifilis, miokarditis karena sifilis sangat jarang, demikian pula guma pada kor.

Kelainan lain ialah aneurisma pada aorta yang dapat fusiformis atau sakular. Umumnya tidak memberi gejala selama beberapa tahun. Aneurisma dapat mengenai aorta asendens yang dapat memberi benjolan dan puisasi pada dada sebelah kanan atas stemum. Jika aneurisma tersebut membesar, dapat menggeser trakea dan menyumbat vena kava superior. Kematian biasanya disebabkan oleh

ruptur ke pleura, p . dium, dan bronkus.Aneurisma pada arkus aorta akan ^ h*bkan

tekanan pada alat-alat tubuh di num superior- Tekanan pada trakea meny^ Zn Stridor. Selain «tu aneunsma terSebut dapat menekan bronkus km dan menyebab kolaps paru; dapat pula menekan nervus laring dan menyebabkan suara menjadi parau. Ke^ Uan disebabkan oleh ruptur ke trakea,

PQ perikardium, atau mediast.num.

Aneurisma aorta abdominalis hampir selaiu

karena perubahan arteriosklerofck, biasanya tar^ aeiala Diagnosis aneurisma aorta ditegakkan <fc ngan sinar-X. Tes serologik positif pada 80% kasus.

NEUROSIF1US

Akibat pengobatan sifilis dengan penisilin, kini jarang ditemukan neurositilis. Neurosiiife lebih sering terjadi pada orang berkulit putih daripada orang kulit berwarna, juga lebih sering terjadi pada pria daripada wanita.

Infeksi terjadi pada stadium dini. Sebagian besar kasus tidak memberi gejala, setelah ber-tahun-tahun baru memberi gejala. Pada sejumlah 20-37% kasus terdapat kelainan pada likuor serebrospinalis, sebagian kecil di antaranya dengan kelainan meningeal.

Bagan kronologi neurositilis dapat dilihat pada gambar 58-2.

Neurositilis dibagi menjadi empat macam:

1. Neurositilis asimtomatik.

2. Sifilis meningovaskular (sifilis serebrospinalis), misalnya meningitis, meningomielitis, endarteritis sifilitika.

3. Sifilis parenkim: tabes dorsalis dan demensia paralitikaT"

4. Guma.

Frekuensi perkiraan ialah: yang pertama 20%, kedua 20%, ketiga 60%, keempat sangat jarang.

1. Neurositilis asimtomatik■

Diagnosis berdasarkan kelainan pada «Kuor serebrospinalis. Kelainan tersebut belum cukup memberi gejala klinis (lihat bab: Pembantu Diagnosis).

Page 19: Untitled0 (Repaired)

Inva:1 initial SSP. «rtama S I

Resolusi spontan

Neurosifilis ^simtomatik (meningitis) diniMeningitis sifilis akut

Sifilis meningo vaskularNeurosifilis asimtomatik (meningitis) lanjut

Tabes

Paresis

dorsalis

generalis

GAMBAR 58-2. KRONOLOGI NEUR0SÍF1US'

2. S i f i l i s meningovaskular

Terjadi inflamasi vaskular dan perivaskulär.

Pembuluh darah di otak dan medula spinalis

mengalami endarteritis prcliferatif dan infiltrasi

perivaskulär berupa limfosit, sel plasma, dan

fibroblas.

Pembentukan jaringan fibrotik menyebabkan

terjadinya fibrosis sehingga perdarahannya

berkurang akibat mengecilnya lumen. Selain itu juga

dapat terjadi trombosis akibat nekrosis jaringan

karena terbentuknya gurna kecil multipel.Bentuk ini terjadi beberapa bulan hingga

lima tahun sejak S I. Gejalanya bermacam-macam

bergantung pada letak lesi. Gejala yang sering terdapat ialah: nyeri kepala, konvulsi fokal atau

ümurn, papil nervus Optikus sembab,

gangguan mental, gejala-gejala meningitis

basaüs dengan kelumpuhan saraf-saraf otak,

atrofi nervus cp-

tikus, gangguan hipotalamus, gangguan piramidal, gangguan mlksl dan defekast, stupor, atau koma. Bentuk yang sering dijumpai ialah endarteritis sifilitika dengan hemiparesis karena penyumbatan arteri otak.

3. Sifilis parenkim

Termasuk golongan ini ialah tabes dorsalis dan demensia paralitika.

Tabes dorsalis

Timbulnya antara delapan sampai dua belas tahun setelah infeksi pertama. Kira-kira seperem-pat kasus neurosifilis berupa tabes dorsalis. Kerusakan terutama pada radiks posterior dan funikulus dorsalis daerah torako-lumbalis. Selain itu beberapa saraf otak dapat terkena, misalnya nervus optikus, nervus trigeminus, dan nervus oktavus. Gejala klinis di antaranya ialah gangguan sensibilitas berupa ataksia, arefleksia, gangguan visus, gangguan rasa nyeri pada kulit, dan jaringan dalam. Gejala lain ialah retensi dan inkontinen-sia urin. Gejala tersebut terjadi berangsur-angsur terutama akibat demielinisasi dan degenerasi funikulus dorsalis.

Demensia paralitika

Penyakit ini biasanya timbul delapan sampai sepuluh tahun sejak infeksi primer, umumnya pada umur antara tiga puluh sampai lima puluh tahun. Sejumlah 10-15% dart seluruh kasus neurosifilis berupa demensia paralitika.

Prosesnya ialah meningoensefalitis yang terutama mengenai otak, ganglia basal, dan daerah sekitar ventrikel ketiga. Lambat laun terjadi atrofi pada korteks dan substansi alba sehingga korteks menipis dan terjadi hidrosefalus.

Gejala klinis yang utama ialah demensia yang te*]adi berangsur-angsur dan progresif. Mula-muta terjadi kemunduran intelektual, kemudian kehilangan dakorum, bersikap apatis, euforia, waham megaloman, daft dapat terjal depresif atau rnaniakal.

Gejala tain di antaranya iafah disartria, kejang kejang umum atau fokal. muka topeng, dan tremor terutama otot-otot muka. tambat laun teijadf kelemahan, ataksia, gejafa-gc]afa pn* mWal, inkonhnensla unn>

dan akhirnya muggii4. Guma

Umumnya terdapat pada meninges, rupanya t< •» j.idi nkibnt perluasan dari tulang tengkorak. Jika membesar akan menyerang dan menekan paren-Mm otak. Guma dapat solitar atau multipel pada vorteks atau dasar otak.

Keluhannya nyeri kepala, mual, muntah, dandapat terjadi konvulsi dan gangguan

visus.Gejalanya berupa udema papil akibat

peninggiantekanan mtrakranial, paralisis nervus

kranial, atauhemiplegia.

Page 20: Untitled0 (Repaired)

SIFILIS KONGENITAL

Sifilis kongenital pada bayi terjadi, jika ibunya terkena sifilis, terutama sifilis dini sebab banyak T. pallidum beredar dalam darah, trepo-nema masuk secara hematogen ke janin melalui plasenta yang sudah dapat terjadi pada saat masa kehamilan 10 minggu.

Sifilis yang mengenai wanita hamil gejalanya ringan. Pada tahun I setelah infeksi yang tidak diobati terdapat kemungkinan penularan sampai 00%. Jika ibu menderita sifilis laten dini, kemungkinan bayi sakit 00%, bila sifilis lanjut 30 %.

Pada kehamilan yang berulang, infeksi janin pada kehamilan yang kemudian menjadi berkurang.

Misalnya pada hamil pertama akan terjadi abortus pada bulan kelima, berikutnya lahir mati pada bulan kedelapan, berikutnya janin dengan sifilis kongenital

yang akan meninggal dalam beberapa minggu, diikuti oleh dua sampai tiga bayi yang hidup dengan

sifilis kongenital. Akhirnya akan lahir seorang atau lebih bayi yang sehat. Keadaan ini disebut hukum

Kossowitz.

Gambaran klinis dapat dibagi menjadi sifilis

kongenital dini (prekoks), sifilis kongenital lanjut (tarda), dan Stigmata. Batas antara dini dan lanjut

ialah dua tahun. Yang dini bersifat menular, jadi

menyerupai S II, sedangkan yang lanjut ber-bentuk

gurna dan tidak menular. Stigmata berarti jaringan

parut atau deformiias akibat penyembuhan kedua stadium tersebut.

Sifilis kongenital dini

Kelainan kulit yang pertama kali terlihat pada waktu lahir ialah bula bergerombol, simetris pada telapak tangan dan kaki, kadang-kadang pada tempat lain di badan. Cairan bula mengandung banyak T. pallidum. Bayi tampak

sakit. Bent . adakalanya disebut pemfigus sifilitika. uk ¡M

Kelainan lain biasanya timbul pada

bayi berumur beberapa minggu dan mirip » ^pada S II, pada umumnya berbentuk pap^'papulo-skuamosa yang simetris dan geri

a,ail

sata. Dapat tersusun teratur, misalnya ar, iPada tempat yang lembab papul dapat menqauar'

erosi seperti kondilomata lata. Ragades meru?1

kan kelainan umum yang terdapat pada J?*mulut, lubang hidung, dan anus; bentuknya rí¡4

mancar (radiaüng). *

Wajah bayi berubah seperti orang tua akib turunnya berat badan sehingga kulit berkeripw Alopesia dapat terjadi pula, terutama pada sisi dan belakang kepala. Kuku dapat terlepas akibat papul di bawahnya; disebut onikia sifilitika. tumbuh kuku yang baru akan kabur dan bentuknya berubah.

Pada selaput lendir mulut dan tengger dapat terlihat plaques muqueuses seperti pada S II.

Kelainan semacam itu sering terdapat pada daerah mukoperiosteum dalam kavum nasi yang menyebabkan timbulnya rinitis dan disebu! syphilitic snuffles. Kelainan tersebut disertai sekret yang mukopurulen atau seropurulen yang sangat menular dan menyebabkan sumbaian. Pemapasan dengari hidung sukar. Jika plaques muqueuses terdapat pada laring suara menjadi parau. Kelenjar getah bening dapat membesar, generalisata, tetapi tidak sejelas pada S II.

Hepar dan líen membesar akibat invavasi T.

pallidum sehingga terjadi fibrosis yang difus.

Dapat terjadi udema dan sedikit ikterik (fungsi

hepar terganggu). Ginjal dapat diserang, pada

urin dapat terbentuk albumin, hialin, dan granular

cast. Pada umumnya kelainan ginjal ringan. Pada

paru kadang-kadang terdapat infiltrasi yang di-

sebut "pneumonia putih".

Tulang sering diserang pada waktu W berumur beberapa minggu. Osteokondritïs p^a

tulang panjang umumnya terjadi sebelum bertik

enam bulan dan memberi gambaran khas pa*

waktu pemeriksaan dengan sinar-X. Ujung tulang

terasa nyeri dan bengkak sehingga tidak dap*

digerakkan; seolah-olah terjadi paralisis dan di-

sebut pseudo paralisis Parrot. Kadang-ka^9

terjadi komplikasi berupa terlepasnya epj1*'

fraktur patologik, dan artritis supurativa. "a ■

pemeriksaan dengan sinar-X terjadi ga^bar yang

khas. Tanda osteokondritis menghilang setelah

dua belas bulan, tetapi periostitis menetap.

Koroiditis dan uveitis jarang. Umumnya terdapat

anemia berat sehingga rentan terhadap infeksi.Neurosifiüs akt;f terdapat kira-kira 10%. Akibat

invasi T. pallidum pada otak waktu intrauterin menyebabkan perkembangan otak terhenti.

Bentuk neurosifiüs meningovaskular yang lebih umum pada bayi muda menyebabkan konvulsi

dan defisiensi mental. Gangguan nervus l! terjadi sekunder akibat korioditis atau akibat meningitis

karena guma. Destruksi serabut traktus pyramidalis akan menyebabkan hemiplegia/

diplegia. Demikian pula dapat terjadi meningitis sifilitika akuta.

Sifilis kongenital lanjut

Umumnya terjadi antara umur tujuh sampai lima belas tahun. Guma dapat menyerang kulit,

tulang, selaput lendir, dan alat dalam. Yang khas ialah guma pada hidung dan mulut. Jika terjadi

kerusakan di septum nasi akan terjadi perforasi, bffa meluas terjadi destruksi seluruhnya hingga

hidung mengalami kolaps dengan deformitas. Guma pada palatum mole dan durum juga sering

terjadi sehingga menyebabkan perforasi pada palatum.

Periostitis sifilitika pada tibia umumnya mengenai sepertiga tengah tulang dan menyebabkan penebalan yang disebut sabre tibia. Osteoperiostitis setempat pada

Page 21: Untitled0 (Repaired)

tengkorak berupa tumor bulat yang disebut Parrot nodus, umumnya terjadi pada daerah frontal dan parietal.

Keratitis interstisial merupakan gejala yang paling umum, biasanya terjadi antara umur tiga sampai tiga puluh tahun, insidensnya 25% dari penderita dengan sifilis kongenital dan dapat menyebabkan kebutaan. Akibat diserangnya nervus VIII terjadi ketulian yang biasanya bilateral.

Pada kedua sendi lutut dapat terjadi pem-bengkakan yang nyeri disertai efusi dan disebut Glutton's joints. Kelainan tersebut terjadi biasa-nya antara umur sepuluh sampai dua puluh tahun, bersifat kronik. Efusi akan menghilang tanpa meninggalkan kerusakan.

Neurosifiüs berbentuk paralisis genera-lisata atau tabes dorsalis. Neurosifiüs meningo-vaskular jarang, dapat menyebabkan pa!si nervus kranial, hemianopia, hemiplegia, atau monoplegia. Paralisis generalisata juvenilis biasanyaterjadi antara umur sepuluh sampai tujuh belas tahun. Tabes juvenilis umumnya terjadi kemudian dan belum bermanifestasi hingga dewasa muda. Aortitis sangat jarang terjadi.

Stigmata

1. Stigmata pada lesi dini

Fasies

Akibat rinitis yang parah dan terus menerus pada bayi, akan menyebabkan gangguan pertum-buhan septum nasi dan tulang lain pada kavum nasi. Kemudian terjadi depresi pada jembatan hidung dan disebut saddle nose. Maksila tumbuh secara abnormal yakni lebih kecil daripada man-díbula yang tumbuh normal dan disebut bulldog jaw.

Gigi

Gigi Hutchinson merupakan kelainan yang khas, hanya terdapat pada gigi insisi permanen. Gigi tersebut lebih kecil daripada normal, sisi gigi konveks, sedangkan daerah untuk menggigit konkaf.

Kelainan lain yang khas ialah pada gigi molar pertama, biasanya yang di bawah. Pertama kali dilukiskan oleh Moon dan disebut Moon's molar. Permukaannya berbintil-bintil (tuberkula) sehingga mirip murbai, karena itu dinamai pula mulbery molar. Kelainan ini lebih sering terdapat daripada gigi Hutchinson. Enamel di tempat itu tipis, hingga mudah terjadi karies dan cepat tanggal.

Bagades

Ragades terdapat terutama pada sudut mulut, jarang pada lubang hidung dan anus. Ter-

bentuknya dari papul-papul yang berkonfluensi; akibat pergerakan mulut terjadi fisur yang kemudian mengalami infeksi sekunder, jika sembuh meninggalkan jaringan parut linear yang memancar dari sudut mulut.

Jaringan parut koroid

Koroidoretinitis pada sifilis kongenital dini meninggalkan kelainan permanen, di fundus okuli.

Page 22: Untitled0 (Repaired)

22

Kuku

Onikia akan merusak dasar kuku dan meninggalkan kelainan yang permanen; kelainan ini tidak khas.

2. Stigmata pada lesi

lanjut Kornea

Keratitis interstisial dapat meninggalkan kekeruhan pada lapisan dalam kornea.

Sikatriks gumatosa

Guma pada kulit meninggalkan sikatriks yang hipotrofi seperti kertas perkamen. Pada palatum dan septum nasi meninggalkan perforasi.

Tulang

Osteoporosis gumatosa meninggalkan de-formitas sebagai sabre tibia. Nodus periosteal yang menyembuh sering memberi prominen yang abnormal dan pelebaran regio frontalis yang disebut frontal bossing. Kelainan ini bersama dengan saddle nose dan bulldog jaw disebut bulldog fades.

Atrofi Optikus

Jika susunan saraf pusat diserang akan menyebabkan atrofi Optikus primer.

Trias Hutchinson

Trias Hutchinson ialah sindrom yang terdiri atas Keratitis interstisialis, gigi Hutchinson, dan ketulian nervus VIII.

PEMBANTU DIAGNOSIS

Sebagai pembantu diagnosis ialah:I. Pemeriksaan T. pallidum.II. Tes Serologik Sifilis (T.S.S.).III. Pemeriksaan yang lain.

I. PEMERIKSAAN T. PALLIDUM

bilpergerakannya dengan mikroskon ilap. Pemeriksaan dilakukan tiqa hari k „

jika hasil pada hari I dan II negaWlesi dikompres dengan larutan a'a?» nt**ïnegatif bukan selalu berarti dtagEu £

sifilis, mungkin kumannya terlalu £3* W,nema tampak berwarna putih pada lata w TrWgelap. Pergerakannya memutar terhaJrSbunya, bergerak pertahan-lahan melinta • SUr*an pandangan, jadi tidak bergerak ce Pan9-Borrelia vincentii penyebab stomatitis ™ S8pen»

Pemeriksaan lain dengan pewarna nurut Buri, tidak dapat dilihat perqer w ^' karena treponerna tersebut telah mati iatf?^ tampak bentuknya saja. Sementara" itui Va kompres dengan larutan garam faal setiaoh* Pemeriksaan yang tidak rutin iaiah dennan, , rl fluoresen.

T. pallidum tidak dapat dibedakan sees mikroskopik dan serologik dengan T pen penyebab frambusia dan T. carateurri penyebab pinta.

II. T.S.S.

T.S.S. atau Sérologie Tests f o r Syphilis (S.T.S.) merupakan pembantu diagnosis yang penting bagi sifilis. Pada tulisan ini tidak akan dijelaskan teknik pemeriksaannya, melainkan hanya interpretasinya.

Sebagai ukuran untuk mengevaluasi tes serologi ialah sensitivitas dan spesifisitas. Sensitivitas ialah kemampuan untuk bereaksi pada penyakit sifilis. Sedangkan spesifisitas berarti kemampuan nonreaktif pada penyakit bukan sifilis. Makin tinggi sensitivitas suatu tes, makin baik tes tersebut dipakai untuk tes screen/'ng.Tes dengan spesifisitas yang tinggi sangat baik untuk diagnosis. Makin spesifik suatu tes, makin sedikit memberi hasil semu positif.

S I pada mulanya memberi hasil T.S.S.

negatif (séronégatif), kemudian menjadi positif (séropositif) dengan titer rendah, jadi positf lemah. Pada S II yang masih dini reaksi menjadi positif agak kuat, yang akan menjadi sangat kuai padaSli lanjut. Pada 3 III reaksi menurun lagi menjadi positif lemah atau negatif.T.S.S. dibagi menjadi dua berdasarkan an

tigen yang dipakai:

1. Nontreponemal (tes reagin).

2. Treponemal.I, Tes nontreponemal

Pada tes ini digunakan antigen tidak spesifik yaitu kardiolipin yang dikombinasikan dengan lesitin dan kolesterol, karena itu tes ini dapat memberi Reaksi Biologik Semu (RBS) atau Biologic Fase Positive (BFP).

Antibodinya disebut reagin, yang terbentuk setelah infeksi dengan T. pallidum, tetapi zat tersebut terdapat pula pada berbagai penyakit lain dan selama kehamilan.. Reagin ini dapat bersatu dengan suspensi ekstrak lipid dari binatang atau tumbuhan, menggumpal membentuk massa yang dapat dilihat pada tes flokulasi. Massa tersebut juga dapat bersatu dengan komplemen yang merupakan dasar bagi tes ikatan komplemen. Contoh tes nontreponemal-

I .

Ko?mer.SaS5 k°mp!snìeR: Wasserman (VVR),

2. Tes flokulasi: VDRL (Venereal Disease Re-search Laboratories), Kahn, RPR (Rapid Plasma Reagin), ART (Automated Reagin Test), dan RST (Reagin Screen Test).

D i antara tes-tes tersebut, yang dianjurkan ialah VDRL dan RPR secara kuantitatif, karena teknis lebih mudah dan lebih cepat daripada tes fiksasi komplemen, lebih

Page 23: Untitled0 (Repaired)

sensitif daripada tes Kolmer/Wasserman, dan baik untuk menilai terapi.

Tes RPR dilakukan dengan antigen VDRL,

kelebihan RPR ialah flokulasi dapat dilihat secara

makroskopik, lebih sederhana, serta dapat dibaca

setelah sepuluh menit sehingga dapat dipakai

untuk screening.

Kalau terapi berhasil, maka titer VDRL cepat

menurun, dalam enam minggu titer akan menjadi

normal. Tes ini dipakai secara rutin, termasuk untuk

tes screening. Jika titer seperempat atau lebih

tersangka penderita sifilis, mulai positif setelah dua

sampai empat minggu sejak S I timbul. Titer akan

meningkat hingga mencapai puncaknya pada S II

lanjut (1/64 atau 1/128) kemudian berangsur-

angsur menurun dan menjadi negatif.

Pada tes flokulasi dapat terjadi reaksi negatif

semu karena terlalu banyak reagin sehingga flo-

kulasi tidak terjadi. Reaksi demikian disebut reak-si prozon. Jika serum diencerkan dan dites lagi,

hasilnya menjadi positif.

2. Tes treponemal

Tes ini bersifat spesifik karena antigennya •alah treponema atau ekstraknya dan dapat di-golongkan menjadi empat kelompok:a. Tes Imobilisasl: TPI (Treponema/ pallidum

'mobilization Test).b. Tes fiksasi komplemen: RPCF (Reiter

Protein Complement Fixation Test).c Tes Imunofluoresen: FTA-Abs (Fluorecent

Treponemal Antibody Absorption Test), ada dua: IgM, IgG; FTA-Abs DS (Fluorescent Treponemal Antibody-Absorption Double Staining).

d. Tes hemoglutisasl: TPHA (Treponemal pallidum Haemoglutination Assay), 19S IgM SPHA (Solid-phase Hemabsorption Assay), HATTS (Hemagglutination Treponemal Test for Syphilis), MHA-TP (Microhemaggluìinaiion Assay f or Antibodies to Treponema pallidum).

TPI merupakan tes yang paling spesifik, tetapi mempunyai kekurangan: biayanya mahal, teknis sulit, membutuhkan waktu banyak. Selain itu juga reaksinya lambat, baru positif pada akhir stadium primer, tidak dapat digunakan untuk menilai hasil pengobatan, hasil dapat negatif pada sifilis dini dan sangat lanjut.

RPCF sering digunakan untuk tes screening karena biayanya murah; kadang-kadang didapat-kan reaksi positif semu.

FTA-Abs paling sensitif (90%), terdapat dua macam yaitu untuk IgM dan IgG sudah positif pada waktu timbul kelainan S l. IgM sangat reaktif pada sifilis dini, pada terapi yang berhasil titer IgM cepat turun, sedangkan IgG lambat. IgM penting untuk mendiagnosis sifilis kongenital (lihat bab mengenai sifilis kongenital).

TPHA merupakan tes treponemal yang dian-

jurkan karena teknis dan pembacaan hasilnya

mudah, cukup spesifik dan sensitif, menjadi reak-

tifnya cukup dini. Kekurangannya tidak dapat

dipakai untuk menilai hasil terapi, karena tetap

reaktif dalam waktu yang lama. Tes ini sudah

dapat dilakukan di Indonesia. Sebaiknya dilaku-

kan secara kuantitatif yakni dengan pengenceran

antara 1/80- 1/1024.

IgS IgM SPHA merupakan tes yang

relatit baru. Sebagai antiserum ialah cincin

spesifik u dan reagin TPHA. Secara teknis

lebih mudah daripada FTA-Abs IgM. Maksud

tes m. .alah untuk

Page 24: Untitled0 (Repaired)

Pattern number

+ + Untreated (or recently treated) eady primary syphilis + Untreated (or recently treated) early syphiUs, except earlym m a. *• _ —f^£. _l'

TABEL 58-f. POLA TES SEROLOGIK SIFILIS DAN INTERPRETASINYA*

VDRL TPHA

24

mendeteksi secara cepat IgM yang spesifik terhadap T. pallidum dan memegang peranan penting untuk membantu diagnosis neurositilis. Jika titernya melebihi 2560, artinya menyokong diagnosis aktif.

Menurut Notowics (t981) urutan sensitivitasuntuk S I sebagai berikut: FTA-Abs,

RPR. RPCF,VDRL, Kolmer, TPI. Pada sifilis laten

lanjut urutanberkurangnya sensitivitas lain ialah: FTA-Abs,BPCF, RPR, VDRL, Kolmer.

O'Neil membandingkan tes FTA-Abs IgG/IgM, TPHA, dan VDRL Yang cepat bereaksi ialah

FTA-Abs, yakni satu minggu setelah afek primer. Disusul oleh FTA-Abs IgG, kemudian

TPHA bersama-sama VDRL Pada pengobatan yang paling cepat menurun berturut-turut

ialah VDRL FTA-Abs IgM, FTA-Abs IgG, sedangkan titer TPHA masih tetap tinggi.

Menurut Platts (1974), WR lebih lambat

bereaksi dibandingkan VDRL/RPCF, sedangkan TPI lebih lambat daripada WR.

Pada tabel 58-1 dicantumkan enamserologik dan interpretasinya . P

ketuka"an o9teh O'Neil.Sensitivitas MHA-TP hampir Sarna

rrr A-Abs pada S H, laten dan stadium lanU?tXdaS l FTA-Abs lebih sens.tit. l%pa 3 pada sifilis laten dan SIU. tes nontrepon

,*riasi- positif lemah atau negatif, seda*>.eTtr^emalposiUf lemah. ^Tes rutin yang dianjurkan ialah RPp^. TPHA. dipakai sebagai pemeriksaan-fantu dan^screen/ng. Jika perlu baru sayang tes ini umumnya belum dapat dilaku^

°1^hasil tes serologik tidak seSUai d «ini» tes tersebut perlu diulangi, karena mUnS S kesalahan teknis. Kalau perlu di ^ Zla\

n Demikian pula jika hasil tes yang i dengan yang lain tidak sesuai, misalnya-VDRL rendah (1/4). sedangkan WerTPHMl^ (1/1024).

primary, and inducting re-infections Untreated symptomatic late syphilis (not usually labes dorsaiis,

where patterns 3 and 4 are commoner) Symptomatic late syphilis treated within the preceding 5 years Latent syphilis (some cases)

3 +(lo* litre)

♦ - Treated late syphilisOld yaws (some cases)

Laieni syphius (some cases) Tabes dorsaiis (some cases)

■ ■

Pattem number

VDRL TPHAFTA-ABS Conditions in which this serological pattern is

typical IgG IgM

Serological pattem

1

2

Page 25: Untitled0 (Repaired)

25

Treated eady syphilis Old YawsTabes dorsaiis (some cases) Latent syphiUs (soma cases)

Treated primary sypNtis . m

Some cases ofoid treated or 'bum out' treponemal mm

6 ±or Biological fase positive reactors

Page 26: Untitled0 (Repaired)

T.S.S dan kehamilan

Untuk mencegah ter' rfsetiap wanita hamil hanjsad!Dyakif'liSk°ngenital'waktu kunjungan antenatal oertim» ?S' Pada

diulangi pada trisemester A kemudianpada ibu akan mencegah J??*' Pen3ob^nnita. pada -bagian-mulaan kehamilan diobaH Vtt' L p3da per-

kecil penyakit akan d?hd£\kipun ibunya telah diobati l ^ Mes'sa danberumur enam minggu dan dua bulan

Bila pada bayi T.S.S. reaktif, maka belum tentu d.agnos.snya sifilis kongenital, karena ada

kemungkinan faktor perpindahan serum dari ibu secara pas;f. J.ka karena perpindahan, maka titar

pada bay. tidak lebih tinggi daripada titer pada ibu dan akan terjadi penurunan titer paling lama'

daiam waktu tiga bulan. Kenaikan titer IgM dalam darah janin dapat membantu' menegakkan diag-nosis. Dalam keadaan normal IgM dari ibu tidak

dapat melalui plasenta dan masuk ke dalam darah janin, sebab molekulnya besar. Harus diperhatikan pula bahwa bayi belum membentuk IgM sampai ia berumur tiga bulan. Berdasarkan terdapatnya IgM

dalam serum janin yang terinfeksi sifilis, maka pemeriksaan FTA-Abs IgM dilaporkan lebih sensitif

daripada tes yang lain. Jadi tes ini akan memberi reaksi positif pada neonatus dengan

sifilis kongenital, tetapi negatif pada neonatus yang tidak terinfeksi oleh ibu dengan T.S.S.

positif. Sensitivitas tes ini mencapai 90% pada sifilis kongenital dini simtomatik, sedangkan

pada sifilis kongenital lanjut hanya 65%.

T.S.S. pada neurosifilis■

Hasil tes VDRL pada cairan serebrospinalis tidak dapat dipercaya karena nonreaktif pada 30-57% kasus neurosifilis aktif.

Reaktivitas dengan tes treponemal, ter-utama FTA-Abs dan/atau TPHA, dapat disebab-kan oleh transudasi IgG dari serum pada pen-derita yang telah diobati secara adekuat. Jadi tidak selalu berarti terdapat neurosifilis yang aktif. Sebaliknya, jika hasilnya nonreaktif dapat menyingkirkan diagnosis neurosifilis. Tes yang berguna untuk mendiagnosis neurosifilis ialah 19S IgM SPHA, karena adanya IgM dalam cairan

serebrospinalis yang merupakan indikator tepat bagi neurosifilis.

Positif Semu Biologik (P.S.B.)

P.S.B. atau Biologic False Positivo (B.F.P.) sering disebut sebagai positif semu saja, yaitu keadaan penderita tanpa menderita sifilis aiau treponemaiosis yang lain, akan tetapi pada peme-riksaan serum memberi reaksi positif, terutama dengan tes nontreponema!.

Serum seorang tanpa menderita treponema-tosis dapat mengandung sedikit antibodi trepo-nemal. Jika mendapat infeksi dengan berbagai mikroorganisme, antibodi tersebut dapat bertam-bah hingga memberi hasil tes nontreponema! positif; biasanya titernya rendah. Hal tersebut dapat terjadi pula pada penyakit autoimun, se-sudah vaksinasi, selama kehamilan, dan obat narkotik.

P.S.B. dibagi menjadi dua macam: akut dan kronis, disebut kronis jika menderita lebih dari enam bulan.

P.S.B. akut

Ciri khas pada P.S.B. akut: hasil tes non-treponemal positif lemah, tidak ada persesuaian antara kedua tes; berakhir dalam beberapa hari/minggu, jarang melebihi enam bulan sesudah penyakitnya sembuh.

Penyebab yang sering ialah infeksi saluran napas, morbili, varisela, mononuklosus infek-tiosa, hepatitis, virus pneumonia, vaksinasi, malaria, kehamilan, dan kala-azar.

Penyebab yang jarang: ulkus mole, limfo-granuloma venereum, pneumonia, pneumokokus, tuberkulosis, leptospirosis, relapsing fever, rat

bite fever, tifus, tripanosomiasis, dan obat narkotik.

P.S.B. kronis

Pada bentuk ini tes treponemal akan memberi reaksi positif yang berulang dalam beberapa bulan/tahun. Hasil tes likuor serebrospmahs

ne9atRerbaaai penyakit yang memberi P.S.B• lepra terutama tipe LL, penyakit

ialah; lepr sistemiWdls.autoimun (misainy* '«h

Page 27: Untitled0 (Repaired)

koid, skleroderma, anemia hemolitik autoimun), rheumatic heart disease, multipla sclorosis like neuropathy, sirosis hepatis, poliarteritis nodosa, psikosis, nefritis kronis, adiksi heroin, sklerosis sistemik, dan penyakit vaskular perifer. Tes yang dianjurkan untuk menyingkirkan P.S.B. ialah TPI, karena tes tersebut mempunyai spesifisitas yang tinggi. Pada P.S.B. biasanya VDRL positif dengan titer rendah, maksimum 1/4.

Positif sejati

Positif sejati (truepositive) pada T.S.S. ialah penyakit treponematosis yang menyebabkan tes nontreponemal dan tes treponemal positif. Penyakit tersebut ialah penyakit tropis/subtropis, yakni: frambusia, beje!, dan pinta. Untuk kita yang penting ialah frambusia. Tes serologik yang dapat membedakan sifilis dengan infeksi oleh trepo-nema yang lain belum ada.

Menilai T.S.S. harus berhati-hati, harus di-tanyakan apakah penderita berasal dari daerah frambusia, di samping diperiksa apakah terdapat tanda-tanda frambusia atau bekasnya.

III. PEMERIKSAAN YANG LAIN

Sinar Rontgen dipakai untuk melihat ke-lainan khas pada tulang, yang dapat terjadi pada S II, S III, dan sifilis kongenital. Juga pada sifilis kardiovaskular, misalnya untuk melihat aneurisma aorta.

Pada neurosifilis, tes koloidal emas sudah tidak dipakai lagi karena tidak khas. Pemeriksaan jumlah sel dan protein total pada likuor sere-brospinalis hanya menunjukkan adanya tanda in-flamasi pada susunan saraf pusat dan tidak selalu berarti terdapat neurosifilis. Harga normal ialah 0-3 sel/mm3, jika limfosit melebihi 5/mm3 berarti ada peradangan. Harga normal protein total ialah ¿0-40 mg/100 mm3, jika

melebihi 40 mg/mm3 berarti terdapat peradangan.

HIST0PAT0L0GI

Kelainan yang utama pada sifilis ialah pro-

liferasi sel-sel endo'el terutama terdiri atas

infiltrât perivaskulär tersusun oleh sel-sel limfoid

dan sef-sel plasma.Pada S II lanjut dan S IH juga tord

granulomatosa terdiri atas epiteloid hraksasa. ' °af1 tau"

IMUNOLOGI

Pada percobaan kelinci yang disuntik <fe,ngan T.paMdum secara intradermal, yang ^belumnya telah diberi serum penderita si!ir,s ^nunjukkan adanya antibodi. Terdapat dua antlbodyang khas yaitu terhadap T. paUidum dan...........-tidak khas yaitu yang ditujukan pada

antigen protein Spirochaetales yang patogenPada manusia treponema yang

diinokulasj dalam masa tunas akan membiak dan menim bulkan lesi baru, tetapi setelah timbul S I, inokulasi tidak akan menimbulkan respons jaringan. Super. infeksi kadang-kadang terjadi pada sifilis stadium lanjut atau pada sifilis kongenital, yaitu jika in-okulasi banyak. Reinfeksi mungkin terjadi pada S I yang telah berhasil diobati secara dini.

Setelah infeksi, timbul respons imun, baik selular maupun humoral. Imunitas humoral terbentuk lambat pada S I dan tidak dapat menghambat perkembangan penyakit atau timbulnya SII.

Pada sifilis dini, 1-2 minggu setelah infeksi, pada waktu timbul lesi primer, antibodi IgM anti-treponemal yang pertama-tama terbentuk. Kemudian kira-kira setelah 2 minggu disusul oleh timbulnya antibodi IgG. Jadi pada stadium lanjut pada waktu tanda klinis timbul didapati, baik IgM maupun IgG.

Terdapatnya dan sintesis antibodi IgM yang spesifik bagi T. pallidum bergantung pada keak-tivan kuman, sedangkan antibodi IgG yang spesifik umumnya tetap terdapat meskipun telah diobati.

Kompleks imun yang beredar didapati pada beberapa penderita S I dan sebagian besar penderita S II.

Pada sifilis laten dan S III ternyata tin*J hipersensitivitas lambat, tetapi tidak timbul pada I dan S II dini. Hal itu dibuktikan dengan tes menggunakan ekstrak T. pallidum. Telah tikan bahwa imunitas terhadap treponerna te. * tuk selama penyakit berlangsung, Kira-kjra ^ bulan sesudah infeksi. Setelah terapi, anu* biasanya menghilang selama satu tahun. pun pada sebagian koci! penderita tap, terutama pada sifilis kongenital dan s»

yang

Page 28: Untitled0 (Repaired)

28

wanita. Kehamilan iuga^ ng i S terhadap sifilis, geja.a k.inisnyaW^^* Komphkas! yang terdapat

pada beberapa ke^ milan pertama, akan menurun pada kehamilan berikutnya, artinya anak

berikutnya akan menjadi normal. Menurut hukum Collec-Baumes (1937) anak yang baru lahir

dengan sifilis kongenital Wak akan menularkan kembali penyakitnya kepada ibunya, sebab ibunya

sudah imun oleh infeksi yang lalu.

DIAGNOSIS BANDING

S I

Dasar diagnosis S I sebagai berikut. Pada anamnesis dapat diketahui masa inkubasi; gejala

konstitusi tidak terdapat, demikian pula gejala setempat yaitu tidak ada rasa nyeri. Pada afek primer yang penting ialah terdapat erosi/ulkus

yang bersih, solitar, bulat/lonjong, teratur, indolen dengan indurasi: T. pallidum positif. Kelainan

dapat nyeri jika disertai infeksi sekunder. Kelenjar regional dapat membesar, indolen, tidak

berkelompok, tidak ada periadenitis, tanpa supurasi. Tes serologik setelah beberapa minggu

bereaksi positif lemah.

Sebagai diagnosis banding dapat dikemuka-

kan berbagai penyakit.

1. Herpes simpleks

Penyakit ini residif dapat disertai rasa gatal/ nyeri, lesi berupa vesikel di atas kulit yang eritematosa, berkelompok. Jika telah pecah tam-pak kelompok erosi, sering berkonfluensi dan polisiklik, tidak terdapat indurasi.

2. Ulkus piogenik

Akibat trauma misalnya garukan dapat ter-

jadi infeksi piogenik. Ulkus tampak kotor karena

mengandung pus, nyeri, tanpa indurasi. Jika ter-

dapat limfadenitis regional disertai tanda-tanda

radang akut dapat terjadi supurasi yang serentak,

dan terdapat leukositosis pada pemeriksaan darah

tepi.

3. Skabies

Pada skabies lesi berbentuk bebsrapa papul atau vesikel di genitalia eksterna, terasa gatal pada malam hari. Kelainan yang sama terdapat

pula pada tempat predileksi, misalnya lipat jari tangan, perianal. Orang-orang yang serumah juga akan menderita penyakit yang sama.

4. Balanitis

Pada balanitis, kelainan berupa erosi superfisial pada glans penis disertai eritema, tanpa indurasi. Faktor predisposisi: diabetes melitus dan yang tidak disirkumsisi.

5. Llmfogranuloma venereum (LG.V.)

Afek primer pada LG.V. tidak khas, dapat berupa papul, vesikel, pustul, ulkus, dan biasanya cepat hilang. Yang khas ialah limfadenitis regional, disertai tanda-tanda radang akut, supurasi tidak serentak, terdapat periadenitis. LG.V. disertai gejala konstitusi: demam, malese, dan artralgia.

6. Karsinoma sel skuamosa

Umumnya terjadi pada orang usia lanjut yang tidak disirkumsisi. Kelainan kulit berupa benjolan-benjolan, terdapat indurasi, mudah berdarah. Untuk diagnosis, perlu biopsi.

7.Penyakit Behcet

Ulkus superfisial, multipel, biasanya pada skrotum/Iabia. Terdapat pula ulserasi pada mulut dan lesi pada mata.

8.Ulkus mole

Penyakit ini kini langka. Ulkus lebih dari

satu, disertai tanda-tanda radang akut,

terdapat pus, dindingnya bergaung.

Haemophilus Ducreyi positif. Jika terjadi

limfadenitis regional juga disertai tanda-tanda

radang akut, terjadi supurasi serentak.

SIIDasar diagnosis S II sebagai berikut. S

timbul enam sampai delapan minggu sesudah b . Seperti telah dijelaskan, S II ini dapat menyerupai berbagai penyakit kulit. Untuk membedakannya dengan penyakit lain ada beberapa pegangan. Pada anamnesis hendaknya ditanyakan, apakah pernah menderita luka di alat genital (S I) yang tidak nyeri.

Klinis yang penting umumnya berupa kelainan tidak gatal. Pada SII dini kelainan generalisata, hampir simetrik, telapak tangan/kaki juga dikonal. Pada S II lambat terdapat kelainan setempat-setempat, berkelompok, dapat tersusun menurut susunan tertentu, misalnya: arsinar, polisiklik, korimbiformis. Biasanya terdapat limfadenitis generalisata. Tes serologik

Page 29: Untitled0 (Repaired)

29

positif kuat pada S II dini, lebih kuat lagi pada S II lanjut.

Seperti telah diterangkan, sifilis dapat menyerupai berbagai penyakit karena itu diagnosis bandingnya sangat banyak, tetapi hanya sebagian yang akan diuraikan.

1. Erupsi obat alergik

Pada anamnesis dapat diketahui timbulnya alergi karena obat yang dapat disertai demam. Kelainan kulit bermacam-macam, di antaranya berbentuk eritema sehingga mirip roseala pada S II. Keluhannya gatal, sedangkan pada sifilis biasanya tidak gatal.

2. Morbili

Kelainan kulit berupa eritema seperti pada S II. Perbedannya: pada morbili disertai gejala konstitusi (tampak sakit, demam), kelenjar getah bening tidak membesar.

3. Pitiriasi s rosea

Terdiri atas banyak bercak eritematosa terutama di pinggir dengan skuama halus, berbentuk lonjong, lentikular, susunannya sejajar dengan lipatan kulit. Penyakit ini tidak disertai limfadenitis generalisata seperti pada S II.

4. Psoriasis

Persamaannya dengan S II: terdapat eritema dan skuama. Pada psoriasis tidak didapati

Mioraitsata; i.ku.una t,.-,-,,,,, . Ilrnfodenttis 9° nda totosan lilin dan Aum serta ter*»Pw

atitls seboroika 5' °Crnl .maannya dengan S

11 ialah \m

persa dan skuama. Perbedaan-* **; nva er*rt*oroik; tempat prediksinya * dermis seu sRuama berm\nyak dan g tempat *jj»nQBf%t tidak disertai UmUfc^ gen^alisa^.

„ondiloma akuminatum6' okitini mirip kondilomaia\a,kedua-dUa.

PenY u W oapul. Perbedaannya: pada kor, nya be^6" ^mata biasanya permukaannVa ditoma aKun sedangkan papul pada kor,rUncing-nJnc" ^ukaannya datar serta eksudatti. diloma lata p

7 Alopesia areata

w t*kan setempat; penyakit ini mirip K ntaris pada S W . PerbedaannVa: pada alopesia areo ^b]h besar

(numular) dan hanya alopesia area_ Ran at0pesia areolaris lebih kecrOenVulaO dan banyak serta seperti ngengat.

S III

Kelainan kulit yang utama pada S III

ialah guma. Guma juga terdapat pada penyakit lain. tuberkulosis, frambusia, dan mikosis protunda. Tes serologik pada S III dapat negatif atau positif lemah, karena itu yang penting ialah anamnesis, apakah penderita tersangka menderita SI atau S II dan pemeriksaan histopatologik.

Mikosis dalam yang dapat menyerupai SIII ialah sporotrikosls dan aktinomikosis. Perbedaannya: pada sporotrikosis berbentuk nodus yang terletak sesuai dengan perjalanan pembuluh getah bening, dan pada pembiakan akan ditemukan jamur penyebabnya. Aktinomikosis sangat jarang di Indonesia. Penyakit ini juga terdiri atas infiitrat yang melunak seperti guma S III. Lokalisasinya khas yakni di leher, dada, dan abdomen. Kelainan kulitnya berbeda, yakni terdapa' fistel multipel; pada pusnya tampak butir-butn kekuningan yang disebut sulfur granules. Pa& biakan akan tumbuh Actinomyces.

Tuberkulosis kutis qurnnQ

Cara membedakannya dennl m'np 9Uma S lllfopato/ogik. Demikian pula fXlPemeriksaf»n his-Jut ambus,a Radium lan-

Guma S 1/| bersifat km ■karena itu kelainan t«rSAh„? ■ dan des*ruktif.Cara membedakannya d~nmmp ke9anasan.topatologik. ~ngan Pemeriksaan his-

PENATALAKSANAAN

' mara Ju^iS^ "''T'3" agar

sembuh penderita dHarannho Se,ama be,um

batan dimulai sedi JmÄ a"?3a,na- PenS°-makin baik. Pada siTfe diRi

hasi,nya

mencegah proses ^ bemiakSUd

antibSfain313"^3 ™"aKan penisilin

dan 1. PENISILIN

n. t °bat yK

anf9 ^rupakan pilihan ialah

penisilin. Obot tersebut dapat menembus plasenta se-hingga mencegah infeksi Pada janin dan dapat menyembuhkan janin yang terinfeksi; juga efektif untuk neurosifilis.

Kadar yang tinggi dalam serum tidak diper-lukan, asalkan jangan kurang dari 0,03

unit/ml. Yang penting ialah kadar tersebut harus bertahan dalam serum selama sepuluh sampai empat belas hari untuk sifilis dini dan lanjut, dua puluh satu hari untuk neurosififis

Page 30: Untitled0 (Repaired)

30

dan sifilis kardiovaskular. Jika kadarnya kurang dari angka tersebut, setelah lebih dari dua puluh

empat sampai tiga puluh jam, maka kuman dapat berkembang biak.

Menurut lama kerjanya, terdapat tiga

macam penisilin:

a.Penisilin G prokain dalam akua dengan lama

kerja dua puluh empat jam, jadi bersifat

kerja

singkat.

b. Penisilin G prokain dalam minyak dengan

aluminium monostearat (PAM), lama kerja

tujuh puluh dua jam, bersifat kerja sedang.

c. Penisilin G benzatin dengan dosis 2,4 juta

unit akan bertahan dalam serum dua sampai

tiga minggu, jadi bersifat kerja lama.

Ketiga obat tersebut diberikan intramus-

kulär. Derivat p e n i s i l i n p e r o r a l t i d a k

dianjurkan karena absorpsi olel. saluran cerma kurang

dibandingkan dengan suntikan.

Cara pemberian penisilin tersebut sesuai dengan lama kerja masing-masing; yang pertama diberikan setiap hari, yang kedua setiap tiga hari, dan yang ketiga biasanya setiap minggu.

Penisilin G benzatin karena bersifat kerja lama, maka kadar obat daiam serum dapat bertahan lama dan lebih praktis, sebab penderita tidak perlu disuntik setiap hari seperti pada pemberian penisilin G prokain dalam akua. Obat ini mempunyai kekurangan, yakni tidak dianjurkan untuk neurosifilis karens sukar masuk ke dalam darah di otak, sehingga yang dianjurkan ialah penisilin G prokain dalam akua. Karena penisilin G benzatin memberi rasa nyeri pada tempat suntikan, ada penyelidik yang tidak menganjurkan pemberiannya kepada bayi. Demikian pula PAM memberi rasa nyeri pada tempat suntikan dan dapat mengakibatkan abses jika suntikan kurang dalam; obat ini kini jarang digunakan.

Tentang cara pemberian dan dosisnya dalam kepustakaan agak berbeda-beda.

Pada tabel 58-2 dicantumkan ikhtisar pe-natalaksanaan sifilis yang dilakukan di bagian kami. T.S.S. yang diperiksa ialah RPR (Rapi'd Plasma Reagin), VDRL, dan TPHA.

Pada sifilis kardiovaskular terapi yang dian-jurkan ialah dengan penisilin G benzatin 9,6 juta unit, diberikan 3 kali 2,4 juta unit, dengan interval seminggu. Untuk neurosifilis terapi yang dian-jurkan ialah penisilin G prokain daiam akua 13-24 juta unit sehari, diberikan 3-4 juta unit, i.v. setiap 4 jam selama 10-14 hari.

Pada sifilis kongenital, terapi anjurannya

ialah penisilin G prokain dalam akua 100.000-

150.000 satuan/kg B.B. per hari, yang diberikan

50.000 unit/kg B.B., i.m., setiap hari selama 10

hari.

Reaksi Jarish-Herxheimer

Pada terapi sifilis dengan penisilin dapat ter-jadi reaksi Jarish- Herxheimer. Sebab yang pasti tentang reaksi ini belum diketahui, mungkin di-sebabkan oleh hipersensitivitas akibat toksin yang

dikeluarkan oleh banyak 7. pallidum yang mati. Dijumpai sebanyak 50-80% pada sifilis dini. Pada sifilis dini dapat terjadi setelah enam sampai dua belas jam pada suntikan penisilin yang pertama.

Page 31: Untitled0 (Repaired)

TABEL 58-2. IKHTISAR PENATALAKSANAAN SIFILIS

Pemantauan serologik

Sifilis 1. Penisilin G benzatin dosis Pada bulan M»primer 4.8 juta unit secara IM VI. <Jan XII dan(2,4 juta) dan diberikan setiap enam bu-sa* kali seminggu, lan pada tahun

ke-II.2.Penisilin G prokain

dalam akua dosis total 6 juta unit, diberi 0,6 juta unit/hari selama 10 hari.

3.PAM (penisilin prokain + 2% aluminium mono-strerat).

Dosis total 4,8 juta unit, diberikan 1,2 juta unit/kafi 2 kali seminggu.

Sifilis sekunder sama seperti sifilis primer

Sifilis 1. Penisilin G benzatin, dosis total laten 7.2 juta unit

2.Penisilin G prokain dalam akua, dosis total 12 juta unit (0.6 juta unit/hari)

3.PAM dosis total 7.2 juta unit (1.2 juta unit/kali, 2 kali seminggu).

Sifilis 1. Penisilin G benzatin dosis totalSIH 9,6 juta unit

2.Penisilin G prokain dalam akua, dosis total 18 juta unit (0,6 juta unit/hari).

3.PAM, dosis total 9,6 juta unit (1,2 juta unit/kafi, 2 kali seminggu).

Gejalanya dapat bersifat umum dan lokal. Gejala umum biasanya hanya ringan berupa se^ dikit demam. Selain itu dapat pula berat demam yang tinggi, nyeri kepala, artralgia, malese, ber-keringat, dan kemerahan pada muka. Gejala lokal yakni afek primer menjadi bengkak karena edema dan infiltrasi sel, dapat agak nyeri. Reaksi biasanya akan menghilang setelah sepuluh sampai dua belas jam tanpa merugikan penderita pada SI.

Pada sifilis lanjut dapat membahayakan jiwa penderita, misalnya: edema glotis pada penderita dengan guma di laring, penyempitan arteria

yang discbabV S

aWbat penyembuhan yang cepat. ^pengobatan reaks» Jansh-Herxhe\mer iaU ,onoan

kortikosteroid, contohnya dengan S 20-40 mg sehari. Obat tersebut ^J* ^nakan sebagai penceoa

2. ANTIBIOTIK LAIN

Selain penisilin, masih ada beberapa tibiotik yang dapat digunakan sebagai per,*"" batan sifilis, meskipun tidak seefektif penisilin^

Di bagian kami bagi yang alergi terhadao penisilin diberikan tetrasiklin 4 x 500 mg/hari atau eritromisin 4 x 500 mg/hari, atau doksisiklin 2 100 mg/hari. Lama pengobatan 15 hari bagi S I dan SII dan 30 hari bagi stadium laten. Eritromisin bagi yang hamil, efektivitasnya meragukan. Doksisiklin absorbsinya lebih baik daripada tetrasiklin, yakni 90-100%, sedangkan tetrasiklin hanya 60-80%.

Obat yang lain ialah golongan sefalospcrin, misalnya sefaleksin 4 x 500 mg sehari selama 15 hari. Juga seftriakson setiap hari 2 gr, dosis tunggal i.m. atau i.v. selama 15 hari.

Aritrornisin juga dapat digunakan untuk SI dan S II, dosisnya 500 mg sehari sebagai dosis tunaoal. Lama Denaobatan 10 hari. Menurut laporan Verdon dkk.. penyembuhannya mencapai 84,4%. tunggal. Lama pengobatan 10 hari. Menurut laporan Verdon dkk., penyembuhannya mencapai 84,4%.

TINDAK LANJUT

Evaluasi T.S.S. (V.D.R.L) di bagian

sebagai berikut:- t

T.S.S-

tfulanS Sesudah ^obatan selesa b' m!?' i : t/dal< diberikan

pengobatan lag» le"etap : tunggu 1 bulan

lagi.

1 bulan sesudah c :. titer I: tidak diberikan pengobatan . titer T atau

tetap : pengobatan ulang.

Kriteria sembuh, jika lesi telah menghilang, kelenjar getah bening tidak teraba lagi dan V.D.R.L. negatif.

Pada sifilis dini yang diobati T.S S (V.D.R.L./R.P.R.) akan menjadi negatif dalam waktu 3-6 bulan. Pada 16% kasus tetap positif dengan titer rendah selama setahun atau lebih tetapi akan menjadi negatif setelah dua tahun.

Tindak lanjut dilakukan sesudah 3,6, dan 12 bulan sejak selesai pengobatan. Setelah setahun diperiksa likuor serebrospinalis. Kasus yang mengalami kambuh serologik atau klinis diberikan terapi ulang dengan dosis dua kali lebih banyak. Terapi ulang juga untuk kasus seroresisten yang tidak terjadi penurunan titer serologik setelah 6-12 bulan setelah terapi.

Pada sifilis laten tindak "lanjut dilakukan selama 2 tahun. Penderita sifilis

PengobatanSifilis

Pada

Uiyuiiarvan owuyui ' cyanan mk isifilis lanjut, terutama pada gangguan F

diberikan dua sampai tiga hari sebel^ dari

berian penisilin serta dilanjutkan dua s ^ Pe,T1-hari kemudian. amPa'tiga

karrt

Page 32: Untitled0 (Repaired)

kardiovaskular dan neurosifilis yang telah diobati hendaknya di tindaklanjuti selama bertahun-tahun.

PROGNOSIS

Dengan ditemukannya penisilin, maka prog-nosis sifilis menjadi lebih baik. Untuk menentukan penyembuhan mikrobiologik, yang berarti bahwa semua T. pallidum di badan terbunuh tidaklah mungkin. Penyembuhan berarti sembuh klinis seumur hidup, tidak menular ke orang lain, T.S.S. pada darah dan likuor serebrospinalis selalu negatif.

Jika sifilis tidak diobati, maka hampir se-perempatnya akan kambuh, 5% akan mendapat S III, 10% mengalami sifilis kardiovaskular, neuro-sifilis pada pria 9% dan pada wanita 5%, 23% akan meninggal.

Pada sifilis dini yang diobati, angka penyem-buhan mencapai 95%. Kelainan kulit akan sembuh dalam 7-14 hari. Pembesaran kelenjar getah bening akan menetap berminggu-minggu.

Kegagalan terapi sebanyak 5% pada S I dan S II. Kambuh klinis umumnya terjadi setahun sesudah terapi, berupa lesi menular pada mulut, tenggorok, dan regio perianal. Di samping itu dikenal pula kambuh serologik, yang berarti T.S.S. yang negatif menjadi positif atau yang telah positif menjadi makin positif. Rupanya kambuh serologik ini mendahului kambuh klinis. Kambuh klinis pada wanita juga dapat bermanifestasi pada bayi berupa sifilis kongenital.

Pada sifilis laten lanjut prognosisnya baik, prognosis pada sifilis gumatosa bergantung pada alat yang dikenai dan banyaknya kerusakan. De-ngan melihat hasil T.S.S. pada sifilis lanjut sukar ditentukan prognosisnya. T.S.S. yang tetap positif lebih daripada 80%, meskipun telah mendapat terapi yang adekuat. Umumnya titer akan me-nurun, jika meningkat menunjukkan kambuh dan memerlukan terapi ulang.

Pada sifilis kardiovaskular, prognosisnya sukar ditentukan. Pada aortitis tanpa komplikasi

prognosisnya baik. Pada payah jantung progno-sisnya buruk. Aneurisma merupakan komplikasi berat karena sekonyong-konyong dapat mengalami ruptur. Meskipun demikian sebagian penderita dapat hidup sampai 10 tahun atau lebih. Prognosisnya pada wanita lebih baik daripada pria.

Pada kelainan arteria koronaria, prognosis-nya bergantung pada derajat penyempitan yang berhubungan dengan kerusakan miokardium. Pada setiap stadium sifilis kardiovaskular penderita dapat meninggal secara mendadak akibat oklusi muara arteria koronaria, ruptur aneurisma, atau kerusakan katup.

Prognosis neurosifilis bergantung pada tempat dan derajat kerusakan. Sel saraf yang telah rusak bersifat irreversibel. Prognosis neurosifilis pada sifilis dini baik, angka penyembuhan dapat mencapai 100%. Neurosifilis asimtomatik pada stadium lanjut prognosisnya juga baik, kurang daripada 1% memerlukan terapi ulang. Pada kasus sifilis meningitis penyembuhan lebih daripada 50%. Pada demensia paralitika ringan 50% menunjukkan perbaikan. Pada tabes dorsalis hanya sebagian gejala akan menghilang, sedangkan yang lain menetap.

Prognosis sifilis kongenital dini baik. Pada yang lanjut prognosisnya bergantung pada ke-rusakan yang telah ada. Stigmata akan menetap, misalnya keratitis interstisialis, ketulian nervus VIII, dan Clutton's Joint. Meskipun telah diobati, tetapi pada 70% kasus ternyata tes reagin tetap positif.

KEPUSTAKAAN

1. Adimora, A.A.; Hamilton, H.; Holmes, K.K. and Sparling, P.F.: Sexually Transmitted Diseases;