UNIVERSITAS INDONESIA PANDANGAN PARADIGMA ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20350948-TA-M...

69
UNIVERSITAS INDONESIA PANDANGAN PARADIGMA REALISME, LIBERALISME DAN KONSTRUKTIVISME TERHADAP COLLECTIVE SECURITY TREATY ORGANIZATION SEBAGAI ORGANISASI KEAMANAN KAWASAN ASIA TENGAH TUGAS KARYA AKHIR Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sosial di Universitas Indonesia M.MARDANI ARRAHMAN 0906553772 FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL DEPOK JULI 2013 Pandangan paradigma ..., M. Mardani, FISIP UI, 2013

Transcript of UNIVERSITAS INDONESIA PANDANGAN PARADIGMA ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20350948-TA-M...

Page 1: UNIVERSITAS INDONESIA PANDANGAN PARADIGMA ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20350948-TA-M Mardani.pdfUNIVERSITAS INDONESIA PANDANGAN PARADIGMA REALISME, LIBERALISME DAN KONSTRUKTIVISME

UNIVERSITAS INDONESIA

PANDANGAN PARADIGMA REALISME, LIBERALISME DAN

KONSTRUKTIVISME TERHADAP COLLECTIVE SECURITY TREATY

ORGANIZATION SEBAGAI ORGANISASI KEAMANAN KAWASAN ASIA

TENGAH

TUGAS KARYA AKHIR

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sosial di

Universitas Indonesia

M.MARDANI ARRAHMAN

0906553772

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

DEPARTEMEN ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL

DEPOK

JULI 2013

Pandangan paradigma ..., M. Mardani, FISIP UI, 2013

Page 2: UNIVERSITAS INDONESIA PANDANGAN PARADIGMA ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20350948-TA-M Mardani.pdfUNIVERSITAS INDONESIA PANDANGAN PARADIGMA REALISME, LIBERALISME DAN KONSTRUKTIVISME

UNIVERSITAS INDONESIA

PANDANGAN PARADIGMA REALISME, LIBERALISME DAN

KONSTRUKTIVISME TERHADAP COLLECTIVE SECURITY TREATY

ORGANIZATION SEBAGAI ORGANISASI KEAMANAN KAWASAN ASIA

TENGAH

TUGAS KARYA AKHIR

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sosial di

Universitas Indonesia

M.MARDANI ARRAHMAN

0906553772

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

DEPARTEMEN ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL

DEPOK

JULI 2013

Pandangan paradigma ..., M. Mardani, FISIP UI, 2013

Page 3: UNIVERSITAS INDONESIA PANDANGAN PARADIGMA ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20350948-TA-M Mardani.pdfUNIVERSITAS INDONESIA PANDANGAN PARADIGMA REALISME, LIBERALISME DAN KONSTRUKTIVISME

HALAMAN PERI\TYATAAN ORISINALITAS

Tugas karya Akhir ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua sumber baik

yang dikutip maupun yang dirujuk telah saya nyatakan dengan benar.

0906553',

;ffi,

Nama

NPM

Tanda Tangan

Tanggal

M.Mardani Arrahman

rr 20t3

ilt

Pandangan paradigma ..., M. Mardani, FISIP UI, 2013

Page 4: UNIVERSITAS INDONESIA PANDANGAN PARADIGMA ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20350948-TA-M Mardani.pdfUNIVERSITAS INDONESIA PANDANGAN PARADIGMA REALISME, LIBERALISME DAN KONSTRUKTIVISME

HALA\IAN PENGESAHAN

Tugas Karva Akhir ini ciia-iukan oleh :

Nanra : M.Marclani ArrahrlanNPM .0906s53772

Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dervan Penguji dan diterimasebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelarSarjana Sosial pada Program Studi Ilmu Hubungan Internasional, FakultasIlmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia

DEWAN PENGUJI

Progran-r StudiJudul Tugas Karya Akhir

Ketua Sidang

Pembimbing

Penguji Ahli

Sekretaris

: Ilmu Hubungan Intemasional: Pandangan Paladigma Realisrne,Lib eral i sn-re. dan I(onstruktivi srne Ter'hadapCollectiye Securitt Treah, OlgcutizcttionSebagai Organisasi Keamanan Kall asarlAsia Tengah

Dra. Nurul Isnaeni, M"A.

Broto Wardoyo S.Sos, M.A

Aninda Rahmasari S.Sos, M,Li

Andrew Mantong, S.Sos, M.Sc

Ditetapkan di: Depok

Tanggal : 12 Juli 2013

IV

Pandangan paradigma ..., M. Mardani, FISIP UI, 2013

Page 5: UNIVERSITAS INDONESIA PANDANGAN PARADIGMA ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20350948-TA-M Mardani.pdfUNIVERSITAS INDONESIA PANDANGAN PARADIGMA REALISME, LIBERALISME DAN KONSTRUKTIVISME

V

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan kepada Allah SWT, karena atas berkat dan

rahmat-Nya, penulis mampu menyelesaikan tugas akhir ini tepat pada waktunya.

Penulisan Tugas Karya Akhir (TKA) ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah

satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Sosial Jurusan Ilmu Hubungan

Internasional pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia.

Asia Tengah adalah salah satu kawasan yang memiliki banyak potensi seperti

letak wilayah yang strategis maupun sumber daya alam yang melimpah. Namun,

dibalik berbagai potensi yang dimiliki ini, Asia Tengah juga memiliki beragam

masalah keamanan yang dapat menghambat kemajuan negara-negara yang ada di

dalamnya. Oleh karena itu dibutuhkan sebuah pengaturan keamanan regional

untuk menciptakan stabilitas keamanan bersama negara-negara Asia Tengah.

Collective Security Treaty Organization (CSTO) merupakan salah satu organisasi

keamanan regional yang dibentuk dengan tujuan untuk menciptakan perdamaian

dan stabilitas keamanan di kawasan Asia Tengah.

Tulisan ini menggunakan kerangka kerja Citra Nandini dalam TKA yang berjudul

“Pandangan Paradigma Realisme, Liberalisme, dan Konstruktivisme Terhadap

African Union sebagai Institusi Keamanan Regional di Kawasan Afrika.”

Elaborasi tulisan ini menggunakan tiga teori yaitu collective defense, collective

security, dan security community. Melalui tiga teori ini, penulis membandingkan

pandangan dari ketiga paradigm (realisme, liberalisme, dan konstruktivisme)

terhadap CSTO sebagai organisasi keamanan regional di kawasan Asia Tengah.

Piagam, traktat, dan program kerja organisasi akan menjadi instrumen analisa

penulis untuk dapat melihat karakteristik dari ketiga teori di dalam organisasi

CSTO.

Penulis menyadari bahwa masih terdapat kelemahan dan kekurangan dalam

penulisan tugas karya akhir ini sehingga diharapkan kritik dan saran yang dapat

membangun dan memperkaya hasil karya akhir ini. Akhir kata, penulis berharap

bahwa tugas karya akhir ini dapat membawa banyak manfaat bagi kajian Ilmu

Hubungan Internasional maupun berbagai pihak dalam lingkup yang lebih luas.

Pandangan paradigma ..., M. Mardani, FISIP UI, 2013

Page 6: UNIVERSITAS INDONESIA PANDANGAN PARADIGMA ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20350948-TA-M Mardani.pdfUNIVERSITAS INDONESIA PANDANGAN PARADIGMA REALISME, LIBERALISME DAN KONSTRUKTIVISME

vi

UCAPAN TERIMA KASIH

Dalam kesempatan ini, Penulis mengucapkan puji syukur dan terima kasih kepada Allah

SWT; Tuhan yang maha pengasih lagi maha penyayang. Atas berkat dan rahmatNya lah

penulis bisa menyelesaikan tugas karya akhir ini. Penulis juga menyadari tugas karya akhir

dapat selesai tepat pada waktu karena dukungan dari pihak-pihak maupun kerabat yang selalu

memberikan motivasi dan semangat kepada penulis. Oleh karena itu rasa terima kasih dari

hati terdalam penulis ucapkan kepada :

1. Broto Wardoyo S.Sos, M.A selaku dosen pembimbing TKA dan dosen pengajar.

Terima kasih atas kesediaan dan kesabarannya dalam dalam membimbing dan

memberikan masukan terhadap karya tulis ini. Arahan dan masukan yang beliau

berikan membantu penulis untuk terus memperbaiki tugas karya akhir ini sehingga

mencapai hasil yang diinginkan.

2. Andi Widjajanto S.Sos, ph.D dan Aninda Rahmasari S.Sos, M,Litt selaku pengajar

Colloqium. Atas bimbingan dari beliau-beliau ini penulis mendapatkan wawasan dan

pengetahuan untuk menghasilkan tugas karya akhir yang baik. Matakuliah colloquium

sangat membantu penulis untuk mempersiapkan diri dan mental sebelum menjalani

masa-masa penulisan tugas akhir.

3. Dra. Nurul Isnaeni, M.A selaku Ketua Program Departemen Hubungan Internasional

Universitas Indonesia. Terima kasih atas doa dan dukungannya semoga Allah SWT

membalas kebaikan ibu.

4. Semua dosen pengajar Hubungan Internasional terima kasih atas ilmu dan bimbingan

yang selama ini telah kalian berikan semoga Allah SWT membalas jasa kalian semua.

Ilmu pengetahuan yang kalian berikan insyaAllah akan mendatangkan manfaat bagi

kemajuan diri pribadi penulis hingga manfaat pada semua orang.

5. Kedua orang tua penulis, terima kasih Abah dan Mamah telah senantiasa memberikan

motivasi maupun dukungannya selama mengerjakan Tugas Karya Akhir ini. Terima

kasih atas doa-doanya yang selalu menyertai saya dalam menyelesaikan tugas karya

akhir ini.

6. Teman-teman HI UI 2009, teman seperjuangan selama kuliah Dicky Abdul Ghany

(Adul Gundul), Yohanes Triponda Glory (Popon) dan Husni Mubarok yang selalu

memberikan semangat kepada penulis.

7. Ryan Abraham, Arif, Mikha, Candini, Darang, Pandu, Alin, Pettisa, Lya, Hanna,

Sandi, Vale, Iqbal,Diku, Dwinta, Fahmi, dan Gerry terima kasih banyak.

Pandangan paradigma ..., M. Mardani, FISIP UI, 2013

Page 7: UNIVERSITAS INDONESIA PANDANGAN PARADIGMA ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20350948-TA-M Mardani.pdfUNIVERSITAS INDONESIA PANDANGAN PARADIGMA REALISME, LIBERALISME DAN KONSTRUKTIVISME

vii

8. Teman-teman HI 2009 lainnya terima kasih banyak teman-teman seperjuangan

semoga kelak kita semua menjadi orang yang sukses.

9. Teman - teman satu kos dan teman seperjuangan sejak MaBa Riyan Permana Putra,

abang Rico, abang Rino, abang Pasman, dan abang Jimmy terima kasih atas

dukungannya. Semoga Allah membalas kebaikan kalian Semua.

10. Terima kasih juga untuk Ferry, Dimas, Ade Rahmat, dan Japra Dayolla untuk

semanagat dan dukungannya.

11. Terima kasih untuk Sally Joice Simanjuntak (Russia 2010) atas kebaikannya

menterjemahkan bagan organisasi dalam bahasa Russia ke bahasa Indonesia.

12. Ibu dan bapak warteg, terima kasih atas dukungan dan doannya serta nasehat-nasehat

bijaknya. Terima kasih atas makanan-makanan enaknya selama penulis mengerjakan

TKA ini.

13. Citra Nandini senior 2008 tulisan dalam TKA beliau telah menginspirasi dan

membantu penulis dalam pengerjaan tugas akhir ini.

14. Ibu dan bapak kos terima kasih atas dukungannya telah menyediakan tempat yang

nyaman bagi penulis selama menempuh pendidikan di Universitas Indonesia.

15. Nafees Pakistan, terima kasih atas doa dan dukungannya. Broo semoga Allah

melimpahkan rahmat dan karunianya pada mu.

16. Engkong kober, semangat hari tuanya sudah memotivasi penulis untuk terus berjuang

menyelesaikan tugak karya akhir ini.

Terima kasih atas dukungan kalian semua, Semoga Allah SWT melimpahkan rahmat dan

karunia pada kalian semua.

Depok, 12 Juli 2013

M.Mardani Arrahman

Pandangan paradigma ..., M. Mardani, FISIP UI, 2013

Page 8: UNIVERSITAS INDONESIA PANDANGAN PARADIGMA ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20350948-TA-M Mardani.pdfUNIVERSITAS INDONESIA PANDANGAN PARADIGMA REALISME, LIBERALISME DAN KONSTRUKTIVISME

IIALAMAN PERI\TYATAAN PERS ETUJUAN PUBLIKASI TUGAS

AKIIIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang

bawah ini:bertanda tangan di

Nama

NPM

Program Studi

Departemen

Fakultas

Jenis Karya

M.Mardani Arrahman

0906553772

Ilmu Hubungan Internasional

Ilmu Hubungan Internasional

Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Tugas Karya Akhir

demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada

Universitas Indonesia flak Bebas Royalti Non-eksklusif (Non-exclusive RoyaltyFree Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul:

Pandangan Paradigma Realisme, Liberalisme, dan KonstruktivismeTerhadap C olle ctive S e curity Treaty Organization Sebagai Organisasi

Keamanan Kawasan Asia Tengah

beserta perangkat yang ada fiika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Non-eksklusif ini, Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihmedia/format,mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat dan

mempublikasikan tugas karya akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya

sebagai penulis atau pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.

Demikian pemyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : Depok

Pada tanggal : 12 Juli 2013

Yang menyatakan

Pandangan paradigma ..., M. Mardani, FISIP UI, 2013

Page 9: UNIVERSITAS INDONESIA PANDANGAN PARADIGMA ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20350948-TA-M Mardani.pdfUNIVERSITAS INDONESIA PANDANGAN PARADIGMA REALISME, LIBERALISME DAN KONSTRUKTIVISME

viii

ABSTRAK

Nama : M.Mardani Arrahman

Program Studi : Ilmu Hubungan Internasional

Judul : Pandangan Paradigma Realisme, Liberalisme, dan

Konstruktivisme Terhadap Collective Security Treaty Organization Sebagai

Organisasi Keamanan Kawasan Asia Tengah

Collective Security Treaty Organization (CSTO) merupakan sebuah

pengaturan keamanan regional di kawasan Asia Tengah. Keberadaan CSTO

diharapkan bisa menciptakan stabilitas maupun perdamaian bagi negara-negara

anggotanya. Terdapat tiga paradigma utama dalam Ilmu Hubungan Internasional

yaitu realisme, liberalisme dan konstruktivisme. Masing-masing paradigma

memiliki pandangan yang berbeda terhadap suatu institusi pengaturan keamanan

regional. Realisme dengan teori collective defense melihat suatu institusi

pengaturan keamanan akan membentuk suatu aliansi militer sebagai bentuk

pertahanan diri terhadap ancaman. Liberalisme dengan teori collective security

melihat sebuah institusi pengaturan keamanan sebagai institusi yang dapat

menjaga negara-negara anggotanya untuk tidak berkonfrontasi antara satu dengan

yang lain. Konstruktivisme dengan teori security community memiliki pandangan

bahwa suatu institusi pengaturan keamanan bisa membuat negara-negara

anggotanya untuk tidak melakukan tindakan koersif dalam penangan konflik

maupun reaksi terhadap ancaman. Karya tulis ini akan menganalisa karakteristik

CSTO sebagai organisasi keamanan di kawasan Asia Tengah melalui tiga teori

tersebut.

Kata Kunci : Collective Security Treaty Organization, Asia Tengah, Organisasi

keamanan, realisme, liberalisme, dan Konstruktivisme.

Pandangan paradigma ..., M. Mardani, FISIP UI, 2013

Page 10: UNIVERSITAS INDONESIA PANDANGAN PARADIGMA ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20350948-TA-M Mardani.pdfUNIVERSITAS INDONESIA PANDANGAN PARADIGMA REALISME, LIBERALISME DAN KONSTRUKTIVISME

ix

ABSTRACT

Name : M.Mardani Arrahman

Study Program : International Relations

Title : Realism, Liberalism, and Constructivism toward

Collective Security Treaty Organization as Regional Security Organization in

Central Asia

Collective Security Treaty Organization/ CSTO is a regional security arrangement

in Central Asia. There is a hope that CSTO existence could take a role as security

management, create peace and stability in Central Asia region. There are three

major paradigms in International Relations, namely realism, liberalism and

constructivism. All of paradigms have different views toward the security

institution. Realism with collective defense theory believes that security

arrangements will form a military alliance combination powers among state

members. Liberalism with collective security theory believe that main purpose of

security organization is to create peace among state members through non-

confrotative policy, mediate conflict, and etc. Constructivism paradigm with

security community theory believes that security organization will bring the

member states to use non coercive policy into conflict resolution process or

reaction toward threat. This policy purpose to create peace and stability in the

region.

Key words: Collective Security Treaty Organization, Central Asia, Security

Organization, Realism,Liberalism,Constructivism.

Pandangan paradigma ..., M. Mardani, FISIP UI, 2013

Page 11: UNIVERSITAS INDONESIA PANDANGAN PARADIGMA ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20350948-TA-M Mardani.pdfUNIVERSITAS INDONESIA PANDANGAN PARADIGMA REALISME, LIBERALISME DAN KONSTRUKTIVISME

x

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL............................................................................................................... . i

HALAMAN JUDUL...................................................................................................................ii

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS.......................................................................iii

HALAMAN PENGESAHAN....................................................................................................iv

KATA PENGANTAR................................................................................................................ v

UCAPAN TERIMA KASIH...................................................................................................... vi

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR....................vii

ABSTRAK............................................................................................................................... viii

ABSTRACT................................................................................................................................ .ix

DAFTAR ISI……….….............................................................................................................. x

DAFTAR GAMBAR DAN TABEL….....................................................................................xii

BAB I. PENDAHULUAN ........................................................................................................ 1

I.1 Latar Belakang................................................................................................................... 1

I.2 Rumusan Masalah.............................................................................................................. 3

I.3 Sejarah terbentuknya Collective Security Treaty Organization ....................................... 3

I.3.1 The Commonwealth Independent states (CIS) Sebagai Institusi Pertama Negara-Negara

Eks- Uni Soviet.……………………………….......................................................................... 3

I.3.2 CSTO Sebagai Institusi Keamanan Regional Asia Tengah.......................................... ......8

BAB 2. ANALISIS PANDANGAN PERSPEKTIF REALISME DALAM

PENGATURAN KEAMANAN

CSTO……………………………………………………........................................................ 13

2.1 Teori Realisme Collective Defense…..................................................................................13

2.2 Realisme Collective Defense dalam CSTO......................................................................... 16

2.2.1 Identifikasi Ancaman Eksternal di Kawasan Asia Tengah ............................................ 17

2.2.2 Signifikansi Keberadaan CSTO dalam Menangani Ancaman Eksternal di Kawasan Asia

Tengah....................................................................................................................................... 20

2.2.3 Identifikasi Karakteristik Pengaturan Keamanan Collective Defense dalam CSTO...... 22

BAB 3. ANALISIS PANDANGAN PARADIGMA LIBERALISME DALAM

PENGATURAN KEAMANAN CSTO.................................................................................. 25

3.1 Teori Liberalisme Collective Security……......................................................................... 25

3.2 Liberalisme Collective Security dalam CSTO....................................................................28

3.2.1 Ragam Ancaman Internal di Kawasan Asia Tengah ...................................................... 28

3.2.2 Signifikansi Keberadaan CSTO dalam Menanggulangi Ancaman Internal Asia Tengah

................................................................................................................................................... 30

3.2.3 Identifikasi Karakteristik Pengaturan Keamanan Collective Security dalam CSTO.... 34

BAB 4. ANALISIS PANDANGAN PARADIGMA KONSTRUKTIVISME DALAM

PENGATURAN KEAMANAN CSTO.................................................................................. 37

4.1 Teori Konstruktivisme Security Community/ Komunitas Keamanan................................. 37

4.1.1 Tipe Komunitas Keamanan……………………………………...................................... 39

4.1.2 Perkembangan Komunitas Keamanan………………..................................................... 40

4.2 Konstruktivisme Security Community dalam CSTO ........................................................40

4.2.1 Identifikasi Penggunaan Tindakan Koersif di Kawasan Asia Tengah............................. 41

4.2.2 Peranan CSTO dalam Mengurangi Penggunaan Tindakan Koersif................................ 43

4.2.3 Pandangan Konstruktivisme Security Community dalam CSTO.................................... 45

Pandangan paradigma ..., M. Mardani, FISIP UI, 2013

Page 12: UNIVERSITAS INDONESIA PANDANGAN PARADIGMA ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20350948-TA-M Mardani.pdfUNIVERSITAS INDONESIA PANDANGAN PARADIGMA REALISME, LIBERALISME DAN KONSTRUKTIVISME

xi

BAB 5.KESIMPULAN.…………………….………………….................................................. 48

5.1 Karakteristik Pengaturan Keamanan Realisme dalam CSTO.……….…..…………........ 48

5.2 Karakteristik Pengaturan Keamanan Liberalisme dalam CSTO.………………..……..... 49

5.3 Karakteristik Pengaturan Keamanan Konstruktivisme dalam CSTO……….……….. 50-52

DAFTAR REFERENSI.................................................................................................... 53-56

Pandangan paradigma ..., M. Mardani, FISIP UI, 2013

Page 13: UNIVERSITAS INDONESIA PANDANGAN PARADIGMA ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20350948-TA-M Mardani.pdfUNIVERSITAS INDONESIA PANDANGAN PARADIGMA REALISME, LIBERALISME DAN KONSTRUKTIVISME

xii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Peta Negara Anggota CIS………………………................................................... 5

Gambar 1.2 Bagan Strukrur Organisasi CSTO …….……..….………………………….….. 10

Gambar 1.3 Peta Negara Anggota CSTO………………..…….……………………..…….... 12

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Negara Anggota CIS……………………………………………….…………..….... 4

Tabel 1.2 Lembaga Dewan CIS……...……….…………………………………………..….... 7

Tabel 1.3 Negara Anggota CSTO……………………………...………………………..….... 11

Tabel 1.4 Kesimpulan…………………………..………………………………………….... 51

Pandangan paradigma ..., M. Mardani, FISIP UI, 2013

Page 14: UNIVERSITAS INDONESIA PANDANGAN PARADIGMA ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20350948-TA-M Mardani.pdfUNIVERSITAS INDONESIA PANDANGAN PARADIGMA REALISME, LIBERALISME DAN KONSTRUKTIVISME

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perubahan sistem internasional pasca-Perang Dingin telah membuat teori

maupun praktisi untuk kembali mengevaluasi sifat keamanan dalam analisis

Hubungan Internasional. Peningkatan ancaman transnasional, serta adanya

interdependensi keamanan, membuat negara-negara saling berinteraksi untuk

menciptakan stabilitas keamanan.1 Oleh karena itu, muncul pandangan bersama

yang mempercayai bahwa untuk mengejar stabilitas keamanan tidak akan dapat

dicapai tanpa adanya kerja sama dari tiap-tiap negara di dalamnya.2

Kondisi dunia pasca-Perang Dingin juga diwarnai dengan munculnya isu-

isu keamanan yang semakin beragam.3 Isu keamanan yang beragam inilah yang

menjadi salah satu faktor yang mendorong negara-negara di berbagai kawasan

untuk menciptakan sebuah pengaturan kerja sama keamanan regional.4 Pandangan

akan pentingnya sebuah kerja sama regional antarnegara sebenarnya telah lama

menjadi agenda Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) ketika dibentuk pada tahun

1945. Dalam piagam PBB disebutkan bahwa kerja sama organisasi regional

maupun internasional dapat membawa tiap-tiap negara pada stabilitas keamanan

dan perdamaian.5 Melalui kerja sama regional dan internasional ini pula negara-

negara akan terhindar dari kekacauan seperti yang terjadi pada Perang Dunia

pertama dan kedua.

Pentingnya sebuah kerja sama pengaturan keamanan regional ternyata juga

menjadi perhatian negara-negara di kawasan Asia Tengah. Bila dilihat dari letak

1Alvin LeRoy Bennet, International Organization: Principles and Issue (New Jersey: Prentice-Hall, 1995), 23. 2 Andrew Hurrell, “Regionalism in Theoretical Perspective,” dalam Regionalism in World Politics: Regional Organization and International Order, diedit oleh Andrew Hurrell dan Louise Fawcett (New York, Oxford University Press Inc, 1995), 38. 3 Ancaman keamanan semakin beragam meliputi isu-isu baru pasca-Perang Dingin (non-tradisional isues ) seperti terorisme, perdagangan manusia, narkoba, dan lain sebagainya. 4 Robert Jackson dan George Sorensen, Intoduction to International Relations (New York: Oxford University Press Inc, 1999), 120. 5 Pada pasal 1 dan 2 piagam PBB disebutkan bahwa tujuan utama dibentuknya organisasi adalah untuk menciptakan stabilitas keamanan dan perdamaian dalam bentuk kerjasama antarnegara.

Pandangan paradigma ..., M. Mardani, FISIP UI, 2013

Page 15: UNIVERSITAS INDONESIA PANDANGAN PARADIGMA ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20350948-TA-M Mardani.pdfUNIVERSITAS INDONESIA PANDANGAN PARADIGMA REALISME, LIBERALISME DAN KONSTRUKTIVISME

2

Universitas Indonesia

kawasan, Asia Tengah memiliki berbagai potensi yang bisa dikembangkan untuk

meningkatkan perekonomian negara-negara yang ada di dalamnya. Potensi yang

ada di kawasan ini dapat dilihat dari banyaknya sumber daya alam (SDA)

terutama pada sektor minyak dan gas bumi.6 Selain memiliki potensi SDA yang

begitu melimpah, Asia Tengah juga memiliki arti geopolitik dan geoekonomi

karena letak strategisnya di antara beberapa negara besar yang berdekatan dengan

kawasan ini seperti Rusia, Cina, dan Afganistan.7 Walaupun memiliki berbagai

potensi, kawasan ini tidak lepas dari berbagai masalah keamanan yang dapat

menciptakan instabilitas kawasan. Masalah keamanan di kawasan ini cukup

beragam, tidak hanya masalah keamanan tradisional yang menekankan pada

keamanan negara, perbatasan negara, dan perhatian terhadap ancaman militer dari

agresi negara lain tetapi juga meliputi ancaman keamanan nontradisional seperti

perdagangan obat-obatan terlarang, terorisme, ekstremisme, maupun konflik

etnis.8

Kompleksitas masalah keamanan ini mendorong negara-negara yang ada

di dalam kawasan untuk bekerja sama dalam suatu pengaturan keamanan regional.

Pada dasarnya terdapat dua model pengaturan keamanan di kawasan Asia Tengah

yaitu Sanghai Cooperation Organization (SCO) dan Collective Security Treaty

Organization (CSTO) namun dalam Tugas Karya Akhir (TKA) ini saya hanya

akan menitik beratkan pembahasan dalam organisasi keamanan CSTO.

CSTO menjadi sangat menarik untuk diteliti karena organisasi keamanan

ini merupakan satu-satunya orginisasi keamanan regional kawasan Asia Tengah

yang menerapkan prinsip aliansi militer. Berbeda dengan SCO,9 CSTO

menempatkan isu-isu keamanan sebagai agenda utama dalam organisasi. Selain

itu, sebagai organisasi militer CSTO memiliki seperangkat aturan yang mengikat

negara-negara anggotanya dalam bentuk piagam maupun traktat organisasi.

6 Hooman Peimani, Regional Security and The Future of Central Asia: The Competition of Iran,Turkey and Russia (United States of America: Greenwood Publishing Group. Inc, 1998), 65. 7 Ibid. 8 Ibid., 41. 9 SCO merupakan organisasi kerjasama antarnegara seperti kerjasama keamanan, ekonomi, sosial, dan budaya. Penjelasan ini dapat dilihat dalam Osman Gokhan Yandas, “Emerging Regional Security Complexin Central Asia: Shanghai Cooperation Organization (SCO) and Challenges of the Post 9/11 World,” (Thesis, Middle East Technical University 2005), 83.

Pandangan paradigma ..., M. Mardani, FISIP UI, 2013

Page 16: UNIVERSITAS INDONESIA PANDANGAN PARADIGMA ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20350948-TA-M Mardani.pdfUNIVERSITAS INDONESIA PANDANGAN PARADIGMA REALISME, LIBERALISME DAN KONSTRUKTIVISME

3

Universitas Indonesia

1.2 Rumusan Masalah

Melihat kompleksitas masalah serta organisasi keamanan yang ada di

kawasan ini, pertanyaan yang kemudian muncul adalah: Bagaimana pandangan

paradigma Realisme, Liberalisme, dan Konstruktivisme terhadap

karakteristik CSTO sebagai salah satu Organisasi Pengaturan Keamanan di

Asia Tengah?

1.3 Sejarah terbentuknya Collective Security Treaty Organization/CSTO

Collective Security Treaty (CST) adalah sebuah aliansi militer

Intergovermental yang ditandatangani pada 15 Mei 1992 oleh Armenia,

Kazakhstan, Kirgistan, Federasi Rusia, Uzbekistan, dan Tajikistan, di kota

Tashkent. CST kemudian bertransformasi menjadi Collective Security Treaty

Organization (CSTO) pada tahun 2002. Subbab ini memaparkan secara singkat

sejarah terbentuknya CSTO serta gambaran umum struktur, program kerja, dan

peran CSTO sebagai pengaturan keamanan di kawasan Asia Tengah.

1.3.1 The Commonwealth of Independent States (CIS) Sebagai Institusi

Pertama Negara-Negara Eks - Uni Soviet

Langkah awal yang dilakukan oleh Rusia pasca-Uni Soviet dalam rangka

memperkuat ikatan dengan negara-negara di kawasan Asia Tengah dan Eropa

Timur adalah dengan menghimpun negara-negara tersebut ke dalam suatu

perhimpunan yang disebut dengan persemakmuran negara-negara merdeka atau

yang lebih dikenal dengan Commonwealth of Independent States (CIS). CIS

adalah organisasi regional pertama negara-negara eks-Uni Soviet yang bertujuan

untuk membentuk koordinasi kerja sama antarnegara di kawasan dalam berbagai

bidang seperti ekonomi, politik, sosial, dan keamanan. Sebagai sebuah organisasi

regional, CIS berperan mempromosikan kerja sama lintas perbatasan dalam upaya

mencegah kejahatan seperti penyeludupan narkoba, terorisme, konflik antaretnis,

gerakan pemberontakan dan lain sebagainya.

CIS didirikan pada tanggal 8 Desember 1991 oleh Republik Belarus,

Federasi Rusia, dan Ukraina. Pada saat dibubarkannya Uni Soviet, diumumkan

pula akan dibentuknya sebuah aliansi baru yang terbuka bagi tiap-tiap negara eks-

Pandangan paradigma ..., M. Mardani, FISIP UI, 2013

Page 17: UNIVERSITAS INDONESIA PANDANGAN PARADIGMA ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20350948-TA-M Mardani.pdfUNIVERSITAS INDONESIA PANDANGAN PARADIGMA REALISME, LIBERALISME DAN KONSTRUKTIVISME

4

Universitas Indonesia

Uni Soviet. Melalui piagam organisasi, CIS menghormati semua negara anggota

sebagai negara berdaulat dan independen.10

Pada tanggal 21 Desember 1991,

sebagian besar para pemimpin dari delapan negara pecahan Uni Soviet bergabung

dalam organisasi CIS negara-negara tersebut yaitu Armenia, Azerbaijan,

Kazakhstan, Kirgistan, Moldova, Turkmenistan, Tajikistan, dan Uzbekistan.

Status keanggotaan dalam CIS didefinisikan dengan negara-negara yang

meratifikasi piagam CIS. Berikut tabel dan peta keanggotaan CIS:

Tabel 1.1Negara Anggota CIS

11

10 “Appendix C-Belarus and Moldova”, The Alma-Ata Declaration, diakses 15 Maret 2013, http://lcweb2.loc.gov/frd/cs/belarus/by_appnc.html. 11 Hasil elaborasi penulis.

Pandangan paradigma ..., M. Mardani, FISIP UI, 2013

Page 18: UNIVERSITAS INDONESIA PANDANGAN PARADIGMA ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20350948-TA-M Mardani.pdfUNIVERSITAS INDONESIA PANDANGAN PARADIGMA REALISME, LIBERALISME DAN KONSTRUKTIVISME

5

Universitas Indonesia

Tabel 1.1 di atas menunjukkan bahwa sebagian besar negara-negara di kawasan

Asia Tengah dan Eropa Timur memilih bergabung dalam organisasi CIS. Sebagai

organisasi pertama pasca-Uni Soviet, CIS berhasil mempersatukan kembali Rusia

dengan negara-negara pecahannya ke dalam organisasi antarnegara.

Gambar 1.1 Peta Negara Anggota CIS

Sumber: http://eurodialogue.org/Commonwealth-of-Independent-States-Map.

Gambar 1.1 di atas menunjukkan letak strategis kawasan negara anggota

CIS di antara beberapa negara besar seperti China, Afganistan, dan Iran. Letak

kawasan yang strategis ini menunjukkan potensi sekaligus ancaman bagi negara-

negara di kawasan Eropa Timur dan Asia Tengah.12

Oleh karena itu, fungsi dari

sebuah kerja sama organisasi dibutuhkan untuk memaksimalkan potensi dan

melindungi kawasan dari berbagai potensi ancaman.

12 Peimani, Regional Security, 91.

Pandangan paradigma ..., M. Mardani, FISIP UI, 2013

Page 19: UNIVERSITAS INDONESIA PANDANGAN PARADIGMA ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20350948-TA-M Mardani.pdfUNIVERSITAS INDONESIA PANDANGAN PARADIGMA REALISME, LIBERALISME DAN KONSTRUKTIVISME

6

Universitas Indonesia

Berdasarkan piagam CIS, tujuan dan fungsi utama dari organisasi ini

adalah untuk menciptakan stabilitas dan kesejahtraan bersama bagi tiap-tiap

negara anggota. Secara garis besar, CIS membentuk berbagai kerja sama yang

sangat komprehensif antarnegara anggota seperti kerja sama ekonomi, politik,

sosial, hukum, maupun pertahanan-keamanan. Dengan adanya kerja sama yang

komprehensif tersebut, negara-negara anggota dapat memanfaatkan instrumen

yang ada di dalam badan kerja sama CIS sebagai alat untuk menciptakan

kehidupan yang harmonis dan stabil. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa

tujuan utama dibentuknya CIS tidak hanya untuk mengharmoniskan kembali

hubungan negara-negara eks-Uni Soviet dengan Rusia, tetapi juga memiliki tujuan

lain yaitu menjalin kerja sama yang lebih komprehensif dengan menjunjung tinggi

keberadaan negara-negara pecahan ini sebagai entitas yang berdaulat.

Piagam organisasi CIS mengatur berbagai urusan yang bertujuan untuk

menciptakan stabilitas dan kesejahtraan bagi tiap-tiap negara anggota. Keinginan

untuk dapat hidup berdampingan dengan harmonis diwujudkan CIS dengan

menciptakan sarana pencegahan dan penyelesaian konflik sampai dengan bantuan

kekuatan militer bagi tiap negara anggota yang telah diatur dalam piagam

organisasi.13

CIS memiliki beberapa lembaga dewan/council yang dibentuk untuk

memaksimalkan upaya kinerja organisasi, berikut adalah perangkat pendukung

CIS tersebut .

13 “Charter Establishing The Common Wealth of Indepemdent States,” Public International Law, diakses 2 Desember 2012, http://www.dipublico.com.ar/english/charter-establishing-the-commonwealth-of-independent-states-cis/.

Pandangan paradigma ..., M. Mardani, FISIP UI, 2013

Page 20: UNIVERSITAS INDONESIA PANDANGAN PARADIGMA ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20350948-TA-M Mardani.pdfUNIVERSITAS INDONESIA PANDANGAN PARADIGMA REALISME, LIBERALISME DAN KONSTRUKTIVISME

7

Universitas Indonesia

Tabel 1.2 Lembaga Dewan CIS

14

CIS memungkinkan terciptannya kerja sama antarnegara di berbagai

bidang seperti politik, ekonomi, dan militer. Salah satu cikal bakal organisasi

militer bentukan CIS adalah Collective Security Treaty (CST) yang ditandatangani

pada 15 Mei 1992. CST adalah sebuah traktat keamanan negara-negara anggota

dalam organisasi CIS. Traktat CST dibentuk dengan tujuan untuk dapat

menciptakan stabilitas keamanan negara-negara anggota dari berbagai potensi

ancaman keamanan. Untuk mencapai tujuan organisasi ini, CIS menciptakan

berbagai mekanisme penyelesaian maupun pencegahan konflik yang telah telah

diatur dalam traktat keanggotaan CIS maupun CST. Sebagian besar negara-negara

anggota dalam organisasi CIS menandatangani traktat CST seperti Armenia,

Kazakhstan, Kirgistan, Rusia, Tajikistan, Uzbekistan, Georgia, dan Belarus.

CIS membatasi jangka waktu traktat CST dalam lima tahun.15

Setelah itu,

traktat harus diperpanjang dengan menandatangani protokol dan memperbarui

14 Hasil elaborasi penulis.

Pandangan paradigma ..., M. Mardani, FISIP UI, 2013

Page 21: UNIVERSITAS INDONESIA PANDANGAN PARADIGMA ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20350948-TA-M Mardani.pdfUNIVERSITAS INDONESIA PANDANGAN PARADIGMA REALISME, LIBERALISME DAN KONSTRUKTIVISME

8

Universitas Indonesia

perjanjian oleh tiap negara. Dengan menandatangani traktat CST, negara-negara

anggota harus mematuhi segala aturan yang telah diatur dalam traktat. Pada

tanggal 2 April 1999, traktat CST diperpanjang dan hanya 6 negara anggota yang

menandatangani perjanjian sementara Azerbaijan, Georgia, dan Uzbekistan

menolak untuk menandatangani traktat dan memutuskan untuk menarik diri dari

perjanjian kerja sama CST tersebut. Pada fase inilah, CIS dianggap tidak lagi

produktif karena dinilai sebagai alat politik Rusia untuk menyaingi NATO dan

European Union (EU). 16

1.3.2 CSTO Sebagai Institusi Keamanan Regional Asia Tengah

Masalah keamanan merupakan salah satu agenda utama CIS. Karena itu,

CIS membentuk traktat CST untuk menjawab tantangan keamanan bagi tiap

negara anggota. Dengan dibentuknya traktat keamanan CST ini, negara-negara

anggota dapat bekerja sama dalam menghadapi berbagai ancaman keamanan di

kawasan. Kerja sama keamanan kawasan yang sebelumnya hanya dalam bentuk

traktat terealisasi dalam bingkai kerja sama sebuah organisasi keamanan yaitu

CSTO.

Collective Security Treaty (CST) yang sebelumnya muncul sebagai traktat

kerja sama dalam bidang keamanan negara-negara CIS bertransformasi menjadi

Collective Security Treaty Organization (CSTO) pada tanggal 7 Oktober 2002.

CSTO dibentuk untuk menghadapi situasi geopolitik dan dinamika ancamanan

regional dan internasional yang semakin berkembang di mana ancaman keamanan

tidak lagi harus dilakukan oleh aktor negara tetapi juga bisa dilakukan oleh aktor

nonnegara seperti dalam kasus terorisme, obat-obatan terlarang, konflik etnis, dan

lain sebagainya. CSTO dapat dikatakan sebagai successor dari traktat CST namun

dalam bentuk organisasi keamanan antarnegara yang tetap menjunjung tinggi

komitmen dalam piagam organisasi maupun traktat.

Rusia adalah negara yang memprakarsai terbentuknya CSTO. CSTO

dibentuk dengan tujuan untuk mengatasi masalah keamanan maupun konflik lokal

yang masih terjadi di kawasan negara anggota CIS salah satunya di kawasan Asia

15 “Treaty on Collective Security,” Security Treaty Organization Official Site, diakses 12 Desember 2012, http://www.odkb.gov.ru/b/azbengl.htm. 16 “Collective Security Treaty organizations (CSTO),” Global Security, diakses 2 Desember 2012, http://www.globalsecurity.org/military/world/int/csto.htm.

Pandangan paradigma ..., M. Mardani, FISIP UI, 2013

Page 22: UNIVERSITAS INDONESIA PANDANGAN PARADIGMA ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20350948-TA-M Mardani.pdfUNIVERSITAS INDONESIA PANDANGAN PARADIGMA REALISME, LIBERALISME DAN KONSTRUKTIVISME

9

Universitas Indonesia

Tengah.17

Sebagai organisasi keamanan militer pertama pasca-Uni Soviet, CSTO

memiliki piagam organisasi yang ditandatanagani oleh sebagian besar negara-

negara di kawasan Asia Tengah. Piagam CSTO ini menegaskan kembali

keinginan dari semua negara yang tergabung dalam organisasi untuk menjauhkan

diri dari penggunaan senjata maupun ancaman kekerasan terhadap penyelesaian

masalah atau sengketa antarnegara.18

Selain memiliki tujuan untuk menciptakan stabilitas keamanan dan

perdamaian, CSTO juga merupakan sebuah aliansi militer yang akan

mempersepsikan agresi dari negara lain terhadap salah satu anggota sebagai agresi

militer terhadap semua anggota.19

Program kerja CSTO dalam membentuk sebuah

aliansi militer yang kuat yaitu dengan melakukan latihan militer tahunan

antarnegara anggota dan membuka kerja sama keamanan dengan organisasi

internasional lainnya.

Seperti yang telah dijelaskan di atas, kerja sama keamanan dalam bentuk

aliansi militer membuat CSTO mengadakan serangkaian latihan militer gabungan

antarnegara angggota. Sejak tahun 2005, CSTO mulai melakukan latihan militer

gabungan dalam skala besar seperti operasi latihan "Rubezh 2008.” Latihan yang

dilakukan di Armenia ini merupakan latihan dengan jumlah pasukan terbanyak

yaitu 4.000 tentara dari 7 negara anggota.20

CSTO, sebagai sebuah organisasi

keamanan kawasan, juga memiliki pasukan militer, yaitu satuan reaksi

cepat/Collective Rapid Reaction Force (CRRF) yang dibentuk pada tahun 2009 .

CRRF memiliki peran untuk menangani masalah keamanan negara anggota

seperti menangani konflik antaretnis, jaringan terorisme, gerakan ekstremis, dan

lain sebagainya. Selain itu, Pasukan ini juga digunakan untuk menahan agresi

militer dari negara lain di luar kawasan.

Sebagai organisasi keamanan, CSTO juga membuka diri untuk melakukan

kerja sama keamanan dengan organisasi internasional lain seperti menjalin kerja

17 Rogger Mc Dermott, “Rusia’s vision in crisis for CSTO military forces,” World Security

Network, 7 Juli 2009, http://www.worldsecuritynetwork.com/Russia/McDermott-Roger/Russias-Vision-in-Crisis-for-CSTO-Military-Forces . 18 Sergei Markedonov, “Post Soviet Integration: CIS,CST, CRRF, etc”, oD Russia, 20 Januari 2010, http://www.opendemocracy.net/od-russia/sergei-markedonov/post-soviet-integration-cst-csto-crrf-etc-2 . 19 “Treaty on Collective Security.” 20

Asbarez Post, “CSTO Rubezh War Games Begin In Armenia,” 22 Juli 2008, http://asbarez.com/57831/csto-rubezh-war-games-begin-in-armenia/.

Pandangan paradigma ..., M. Mardani, FISIP UI, 2013

Page 23: UNIVERSITAS INDONESIA PANDANGAN PARADIGMA ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20350948-TA-M Mardani.pdfUNIVERSITAS INDONESIA PANDANGAN PARADIGMA REALISME, LIBERALISME DAN KONSTRUKTIVISME

10

Universitas Indonesia

sama dengan SCO dalam penanganan kasus kejahatan kemanusiaan, perdagangan

illegal, dan narkoba.21

Hal ini menegaskan bahwa CSTO adalah sebuah organisasi

militer modern yang membuka kerjasama internasional dalam lingkup yang lebih

luas. Berikut bagan organisasi dalam CSTO:

Gambar 1.2 Bagan Struktur Organisasi CSTO

Sumber: data telah diolah kembali dari http://www.odkb.gov.ru/start/index_azbengl.htm.

Gambar 1.2 di atas, menunjukkan struktur organisasi CSTO meliputi

dewan keamanan bersama dari negara-negara anggota hingga kawasan yang

dilindungi oleh CSTO meliputi kawasan Kaukasus, Eropa Timur, dan Asia

Tengah. Sebagai sebuah organisasi keamanan, CSTO memiliki lembaga-lembaga

21 Alexander Frost, “The Collective Security Treaty Organization, Shanghai Cooperation Organization, and Russia’s Strategic Goals in Central Asia,” China and Eurasia Forum Quarterly 7, no.29 (2009): 83-102.

Pandangan paradigma ..., M. Mardani, FISIP UI, 2013

Page 24: UNIVERSITAS INDONESIA PANDANGAN PARADIGMA ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20350948-TA-M Mardani.pdfUNIVERSITAS INDONESIA PANDANGAN PARADIGMA REALISME, LIBERALISME DAN KONSTRUKTIVISME

11

Universitas Indonesia

keamanan bersama, seperti kementrian pertahanan dan kementrian keamanan

yang berperan untuk mendukung program kerja dari organisasi untuk menciptakan

stabilitas dan perdamaian di kawasan Asia Tengah dan negara anggota lainnya.

Tabel 1.3 Negara Anggota CSTO22

.

Berdasarkan tabel 1.3 di atas, dapat diketahui bahwa anggota dalam

organisasi keamanan CSTO saat ini terdiri 6 negara anggota. Uzbekistan menjadi

satu-satunya negara di kawasan Asia Tengah yang keluar dari keanggotaan CSTO.

22 Hasil elaborasi penulis.

Negara Bergabung

Armenia 2002

Belarus 2002

Kazakhstan 2002

Kirgistan 2002

Rusia 2002

Tajikistan 2002

Uzbekistan 2008 Keluar 2012

Pandangan paradigma ..., M. Mardani, FISIP UI, 2013

Page 25: UNIVERSITAS INDONESIA PANDANGAN PARADIGMA ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20350948-TA-M Mardani.pdfUNIVERSITAS INDONESIA PANDANGAN PARADIGMA REALISME, LIBERALISME DAN KONSTRUKTIVISME

12

Universitas Indonesia

Gambar 1.3 Peta Negara Anggota CSTO

Sumber: http://www.globalresearch.ca/csto-a-nato-for-the-east/12198.

Peta 1.3 di atas menunjukkan kedekatan wilayah negara-negara di

kawasan Asia Tengah. Ancaman keamanan di salah satu negara akan menjadi isu

keamanan bersama dalam organisasi CSTO.

Pandangan paradigma ..., M. Mardani, FISIP UI, 2013

Page 26: UNIVERSITAS INDONESIA PANDANGAN PARADIGMA ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20350948-TA-M Mardani.pdfUNIVERSITAS INDONESIA PANDANGAN PARADIGMA REALISME, LIBERALISME DAN KONSTRUKTIVISME

13

BAB 2

ANALISIS PANDANGAN PERSPEKTIF REALISME DALAM

PENGATURAN KEAMANAN CSTO

Kerja sama CSTO, sebagai suatu institusi keamanan, dapat dipandang

melalui perspektif realisme. Bab ini berisi analisis mengenai CSTO berdasarkan

teori collective defense dan analisis tersebut terbagi ke dalam empat subbab.

Subbab pertama berisi paparan singkat mengenai teori collective defense.

Selanjutnya, subbab kedua berisi analisis mengenai CSTO berdasarkan

karakteristik collective defense sebagai salah satu bentuk pengaturan keamanan.

Subbab ketiga berisi analisis identifikasi ancaman eksternal di kawasan Asia

Tengah. Sebagai penutup, subbab keempat berisi penjelasan mengenai

signifikansi dari keberadaan CSTO sebagai suatu bentuk pengaturan keamanan di

kawasan Asia Tengah.

2.1 Teori Realisme Collective Defense

Dalam pemikiran kaum realis, manusia dicirikan sebagai makhluk yang

selalu cemas akan keselamatan dirinya dan dalam hubungannya dengan pesaing

lain. Mereka ingin berada dalam kursi pengendali, mereka tidak ingin diambil

keuntungannya, dan mereka terus berjuang untuk menjadi „yang terkuat‟ dalam

hubungannya dengan yang lain. Melalui pandangan ini kaum realis melihat pada

dasarnya semua manusia memiliki sifat yang sama di belahan bumi ini yaitu ingin

memperoleh keuntungan dari yang lain dan mencegah dominasi dari yang lain.23

Ilustrasi pandangan realis di atas juga relevan dalam hubungan internasional

antara satu negara dengan negara lainnya.

Realisme melihat negara sebagai aktor utama dalam interkasi politik

dunia yang anarki. Sebagai unit yang paling bertanggung jawab atas kehidupan

rakyat, negara harus dapat menjaga eksistensinya dari berbagai kompetisi

kepentingan dengan negara lain. Beragam kepentingan maupun tujuan untuk

memperoleh kekuasaan yang dilakukan oleh negara seperti mencari keuntungan

ekonomi, hegemoni kekuasaan, dan ekspansi militer dapat dilihat sebagai salah

satu contoh usaha dari negara untuk menjaga eksistensinya dan diakui oleh negara

23 Jackson dan Sorensen, Intoduction to International Relations, 88.

Pandangan paradigma ..., M. Mardani, FISIP UI, 2013

Page 27: UNIVERSITAS INDONESIA PANDANGAN PARADIGMA ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20350948-TA-M Mardani.pdfUNIVERSITAS INDONESIA PANDANGAN PARADIGMA REALISME, LIBERALISME DAN KONSTRUKTIVISME

14

Universitas Indonesia

lain. Terkadang untuk mendapatkan kepentingan tersebut tak jarang masing-

masing negara harus siap untuk berkompetisi dengan negara lain. 24

Semakin banyak kompetisi yang terjadi antarnegara, potensi rasa saling

curiga maupun ketegangan antarnegara juga akan semakin besar. Apabila

dibiarkan berlarut-larut, situasi seperti ini akan memicu terjadinya konflik terbuka

antarnegara. Oleh karena itu, realisme sebagai sebuah paradigma dalam kajian

ilmu Hubungan Internasional terus mengembangkan berbagai pemahaman

mengenai pola prilaku dari negara ketika menghadapi ancaman terhadap stabilitas

keamanannya.

Dalam studi strategis terdapat dua bentuk ancaman keamanan bagi

keberadaan dan stabilitas negara. Salah satu bentuk ancaman keamanan tersebut

adalah ancaman yang datang dari luar atau external threat. Ancaman eksternal

terbentuk dari prilaku negara lain yang menimbulkan ketidakamanan dan merubah

pola hubungan yang pada awalnya stabil menjadi tidak stabil.25

Dalam Tugas

Karya Akhir (TKA) Citra Nandini, disebutkan bahwa ketika suatu negara

mendeteksi adanya ancaman dari negara lain, negara tersebut akan mengeluarkan

kebijakan sebagai usaha pertahanan diri dan melakukan persiapan untuk

kemungkinan melakukan tindakan balasan.26

Pola interaksi seperti ini adalah pola

yang secara alamiah terbentuk karena karakteristik suatu negara akan terus

berusaha mengembangkan power agar tidak tersaingi oleh negara lain.

Negara-negara yang ada di dalam satu kawasan secara alamiah akan saling

mempengaruhi antara satu dengan yang lain. Kedekatan wilayah secara geografis

antarnegara di kawasan membuat masalah keamanan disalah satu negara akan

dengan mudah berpengaruh ke negara lainnya. Oleh karena itu, negara-negara

yang berada dalam satu kawasan yang sama akan membentuk suatu pemahaman

yang sama mengenai ancaman eksternal yang mereka hadapi. Dalam menghadapi

24 Ibid. 25 Emerson Niou and Goufu Tan, “External Threat and Collective Action,” Economy Inquiry 43, No. 3 (2005): 519-530. 26 Citra Nandini, “Pandangan Paradigma realisme, Liberalisme, dan Konstruktivisme terhadap African Union sebagai institusi keamanan regional di kawasan Afrika”, ( Tugas Karya Akhir, Universitas Indonesia, 2012), 3.

Pandangan paradigma ..., M. Mardani, FISIP UI, 2013

Page 28: UNIVERSITAS INDONESIA PANDANGAN PARADIGMA ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20350948-TA-M Mardani.pdfUNIVERSITAS INDONESIA PANDANGAN PARADIGMA REALISME, LIBERALISME DAN KONSTRUKTIVISME

15

Universitas Indonesia

ancaman tersebut negara-negara ini juga harus dapat bekerja sama secara kolektif

untuk mengatasi ancaman yang datang bagi stabilitas keamanan mereka.27

Teori collective defense dalam paradigma realisme menjelaskan

bagaimana pola prilaku negara-negara dalam suatu kawasan ketika menghadapi

suatu ancaman eksternal. Dalam teori collective defense, negara-negara yang

berada dalam kawasan yang sama dapat membentuk suatu aliansi untuk proteksi

diri terhadap ancaman keamanan secara militer dari negara lain.28

Aliansi ini

muncul ketika ancaman tersebut tidak mampu diatasi ataupun dihadapi oleh satu

negara/seorang diri. Aliansi dianggap mampu untuk mempertahankan distribusi

kekuatan tertentu yang dinilai menguntungkan bagi anggota aliansi.29

Sehingga

dapat dikatakan bahwa aliansi berfungsi untuk menangkal agresi dari kekuatan

lain (external threat) yang dapat mengganggu stabilitas keamanan dengan pola

ancaman balik, di mana external threat tersebut harus siap menghadapi kekuatan

gabungan dari anggota aliansi.

Salah satu karakteristik istimewa dalam teori collective defense adalah

negara-negara yang tergabung dalam aliansi militer akan mempersepsikan

ancaman bagi satu negara sebagai ancaman bersama bagi semua negara anggota.

Letak geografis negara yang saling berdekatan, pola hubungan ekonomi, politik,

dan sosial yang saling terhubung menjadi salah satu alasan sebuah aliansi militer

dibentuk yaitu dengan tujuan menciptakan stabilitas keamanan bersama. Oleh

karena itu, negara-negara yang tergabung dalam suatu aliansi tidak akan tinggal

diam bila salah satu diantara mereka mengalami ancaman/agresi militer dari

negara lain. Gabungan negara dalam aliansi ini akan saling membantu untuk

menghilangkan ancaman keamananan tersebut.30

Salah satu contoh kasus dari

tindakan kolektif dari aliansi militer negara-negara yang mengadopsi collective

defense bisa dilihat dari kasus serangan gabungan North Atlantic Treaty

27 Sabi I. Sabev, European Security After Cold War, (Thesis, Air War Collage University,1994), 19. 28 lawrence Mwagwabi, “The Theory of Collective Security and Its Limitations in Explaining International Organization: A critical Analysis” (Draft only, 2010): 4, diakses 5 Maret 2013, http://uonbi.academia.edu/LawrenceMwagwabi/Papers. 29Ibid. 30 Ibid., 5.

Pandangan paradigma ..., M. Mardani, FISIP UI, 2013

Page 29: UNIVERSITAS INDONESIA PANDANGAN PARADIGMA ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20350948-TA-M Mardani.pdfUNIVERSITAS INDONESIA PANDANGAN PARADIGMA REALISME, LIBERALISME DAN KONSTRUKTIVISME

16

Universitas Indonesia

Organization (NATO) ke Yugoslavia dalam perang Kosovo pada tahun 1999.31

Contoh lain yaitu serangan gabungan NATO di Afganistan pascaperistiwa 9/11

pada tahun 2001. Dalam kedua contoh kasus ini, kedua objek aksi kolektif aliansi

dijadikan musuh/ancaman bersama negara-negara anggota sesuai dengan pasal 5

piagam NATO.32

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat dipahami bahwa bentuk aliansi

dalam teori collective defense memiliki beberapa kriteria khusus. Pertama,

ancaman yang didefinisikan oleh aliansi sesuai dengan pandangan realis yaitu

dalam bentuk agresi militer oleh negara. Kedua, terdapat penggabungan kekuatan

militer negara-negara anggota yang dapat digunakan ketika ancaman datang.

Ketiga, aksi kolektif dari negara-negara anggota dalam bentuk penggunaan

tindakan koersif bisa dilakukan tentunya dengan mekanisme yang telah diatur

dalam aliansi.33

Terakhir dalam menentukan langkah yang akan diambil, suatu

aliansi harus memikirkan dan mempertimbangkan secara matang langkah ataupun

pilihan yang akan diambil karena berkaitan dengan beragam kepentingan negara-

negara anggota yang ada di dalam aliansi tersebut.

2.2 Realisme Collective Defense dalam CSTO

Berdasarkan pejelasan pada subbab 2.1 diatas, terdapat tiga poin utama

dari teori collective defense yang penulis gunakan dalam proses analisis karya

tulis ini. Pertama, sebuah organisasi yang mengadopsi karakteristik collective

defense melihat ancaman eksternal/external threat sebagai ancaman utama yang

harus dihadapi oleh tiap negara anggota aliansi. Kedua, melihat sumber ancaman

eksternal yang ada di kawasan, organisasi yang mengadopsi collective defense

akan membentuk sebuah aliansi militer untuk menangkal ancaman. Dengan

adanya kerja sama gabungan antarnegara dalam sebuah aliansi, negara-negara

anggota akan memiliki posisi kuat untuk menangkal ancaman yang muncul bagi

keamanan mereka. Ketiga, prinsip organisasi keamanan yang mengadopsi

karakter collective defense akan melihat ancaman terhadap salah satu anggota

31 “NATO role’s in Kosovo,” North Atlantic Treaty Organization, diakses 14 Mei 2013, http://www.nato.int/kosovo/history.htm. 32 “NATO Charter,” North Atlantic Treaty Organization, diakses 19 Mei 2013, http://www.nato.int/terrorism/five.htm. 33 Joshua Stern, “NATO Collective Security or Defense: The Future of NATO in Light of Expansion and 9/11.” Dusseldorfer Institut Fur Auseen-Und Sicherheits Politic, no.32 ( 2010): 1-22.

Pandangan paradigma ..., M. Mardani, FISIP UI, 2013

Page 30: UNIVERSITAS INDONESIA PANDANGAN PARADIGMA ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20350948-TA-M Mardani.pdfUNIVERSITAS INDONESIA PANDANGAN PARADIGMA REALISME, LIBERALISME DAN KONSTRUKTIVISME

17

Universitas Indonesia

aliansi sebagai ancaman terhadap seluruh anggota.34

Oleh karena itu, penggunaan

tindakan kolektif dibenarkan oleh organisasi.

2.2.1 Identifikasi Ancaman Eksternal di Kawasan Asia Tengah

Kawasan Asia Tengah adalah salah satu kawasan yang seringkali

dipandang statis dalam percaturan politik internasional. Setelah mendapatkan

kemerdekaan sebagai negara bedaulat pascaruntuhnya Uni Soviet, perekonomian

dan politik negara-negara di kawasan ini bergerak cukup stagnan. Walaupun

demikian, kawasan Asia Tengah menyimpan sebuah daya tarik tersendiri bagi

negara-negara besar di luar kawasan. Secara historis, sejak abad ke-19, wilayah

ini sudah menjadi wilayah yang diperebutkan oleh negara-negara besar (great

powers). 35

Jika dilihat dari segi geografisnya kawasan ini memiliki letak yang

strategis terutama dalam jalur perdagangan. Asia Tengah merupakan salah satu

„jembatan‟ antara Eastern dan Western yang berbatasan langsung dengan China

di sebelah barat dan Eropa di Timurnya sehingga selalu menjadi penting dan

strategis sebagai jalur vital yang menghubungkan Eropa dan Asia. Jalur sutra di

utara di era modern saat ini merupakan wilayah yang melewati Kirgistan,

Kazakhtan, Uzbekistan, Turmeniztan, Iran, Iraq, Syria, Turki dan selanjutnya

terus ke Benua Eropa.36

Letak kawasan yang strategis membuat beberapa negara

besar (great powers) dapat menggunakan kawasan ini sebagai jalur strategis

mereka dalam upaya perluasan pengaruh dan kepentingan. Tercatat pada kurun

waktu 1813-1907 kawasan ini menjadi obyek persaingan dari dua kekuatan besar

yaitu Inggris Raya dan kekaisaran Rusia. Persiangan Inggris Raya dan Russia ini

dikenal sebagai „The Great Game’ atau „Turnamen bayangan‟ (tournament of

shadows).37

Selain sebagai jalur strategis perdagangan, kawasan ini ternyata juga

menyimpan cadangan energi alam yang begitu melimpah. Potensi wilayah

34 Sabev, European Security, 18 35 Eric Walberc, “Review of Post Modern Imperialism Geopolitics and the Great Games,” Iran Review, 22 Oktober 2011, http://www.iranreview.org/content/Documents/Post_Modern_Imperialism_Geopolitics_and_the_Great_Games.htm. 36 Richard Giragosian, “The Strategic Central Asia Arena,” China and Eurasia Forum Quarterly 4, no.1 ( 2006): 133-153. 37 Walberc, “Review of Post Modern.”

Pandangan paradigma ..., M. Mardani, FISIP UI, 2013

Page 31: UNIVERSITAS INDONESIA PANDANGAN PARADIGMA ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20350948-TA-M Mardani.pdfUNIVERSITAS INDONESIA PANDANGAN PARADIGMA REALISME, LIBERALISME DAN KONSTRUKTIVISME

18

Universitas Indonesia

maupun jalur strategis hingga saat ini masih menjadi daya tarik tersendiri negara-

negara lain terhadap kawasan Asia Tengah.

Dengan runtuhnya Uni Soviet, Kawasan Asia Tengah kemudian menjadi

salah satu kawasan yang terdiri dari negara-negara merdeka. Potensi kawasan

yang besar membuat negara-negara baru ini harus siap menghadapi berbagai

ancaman yang muncul. Ancaman keamanan tersebut seperti ancaman dari negara

lain dari luar kawasan maupun ancaman keamanan pasca-Uni Soviet seperti

sengketa perbatasan, gerakan ektremis, dan terorisme.

Kedekatan wilayah yang saling terhubung antarnegara Asia Tengah

mewarnai kompleksitas keamanan antarnegara yang ada di dalamnya. Oleh karena

kedeketan wilayah ini, apabila terjadi masalah atau ancaman keamanan di salah

satu negara, permasalahan tersebut akan mudah menyebar ke negara lain. Masing-

masing negara memiliki permasalahan keamanan secara internal maupun

eksternal yang bisa saja memunculkan instabilitas kawasan. Salah satu ancaman

yang terdapat di kawasan Asia Tengah adalah adanya ancaman eksternal.

Ancaman eksternal dapat didefinisikan sebagai ancaman yang berasal dari luar

kawasan (external threat). Ancaman eksternal bisa muncul dari adanya beragam

kepentingan dari negara lain di luar kawasan. Ambil contoh seperti ekspansi

kekuasan, pengaruh klaim wilayah, dan lain sebagainya. Ancaman keamanan

eksternal juga bisa muncul dari adanya konflik internal dari satu negara di luar

kawasan karena kedekatan wilayah maka konflik ini meluas ke kawasan lain.38

Kawasan Asia Tengah memiliki ancaman eksternal yang potensial

mengganggu stabilitas keamanan. Ancaman keamanan eksternal tersebut

diantaranya merupakan salah satu warisan masalah pada masa pemerintahan Uni

Soviet. Setelah menjadi negara-negara berdaulat, letak batas teritori negara-negara

di kawasan Asia Tengah belum diatur dengan baik. Belum diaturnya batas

wilayah ini, kemudian menjadi arena sengketa tiap-tiap negara secara internal

maupun dengan negara lain di luar kawasan. Ancaman eksternal di kawasan Asia

Tengah dapat terlihat dari sengketa wilayah dengan negara-negara yang

berdekatan secara teritori seperti Afganistan dan China.

38 Peimani, Regional Security, 67.

Pandangan paradigma ..., M. Mardani, FISIP UI, 2013

Page 32: UNIVERSITAS INDONESIA PANDANGAN PARADIGMA ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20350948-TA-M Mardani.pdfUNIVERSITAS INDONESIA PANDANGAN PARADIGMA REALISME, LIBERALISME DAN KONSTRUKTIVISME

19

Universitas Indonesia

Dalam tulisan Hooman Peimani disebutkan bahwa konflik sipil yang

terjadi di Afganistan dapat dikategorikan sebagai ancaman eksternal bagi negara-

negara di kawasan Asia Tengah.39

Konflik sipil ini seperti perang saudara yang

dinilai dapat meluas dan mempengaruhi stabilitas keamanan negara-negara Asia

Tengah. Selain itu ancaman jaringan terrorisme dari Afganistan juga dapat

didefinisikan sebagai salah satu sumber ancaman keamanan eksternal bagi negara-

negara di kawasan ini. Setidaknya ada tiga negara di kawasan Asia Tengah yang

berdekatan secara geografis dengan Afganistan yaitu Turkmenistan, Uzbekistan,

dan Tajikistan. Negara-negara ini dikhawatirkan akan mendapat dampak dari

adanya perang saudara, maupun jaringan terorisme yang terjadi di Afganistan.

Potensi ancaman eksternal ini tidak hanya dapat mengganggu stabilitas negara-

negara terdekat dengan Afganistan tetapi seluruh negara di kawasan Asia Tengah.

Bentuk ancaman eksternal lain di kawasan Asia Tengah adalah sengketa

perbatasan pasca-Soviet antara Cina, Kirgistan, Tajikistan, dan Kazakhstan.40

Lebih lanjut negara-negara di kawasan mulai melihat Cina sebagai ancaman

eksternal bagi stabilitas keamanan mereka. Negara-negara di kawasan telah lama

khawatir akan ekspansi Cina melalui klaim atas wilayah teritori negara–negara

Asia Tengah dengan menggunakan dalil perjanjian pada masa kekuasaan Uni

Soviet.

Merujuk teori collective defense, ancaman eksternal akan didefinisikan

sebagai ancaman keamanan dengan kekuatan militer.41

Bila melihat kasus yang

terjadi di kawasan Asia Tengah, identifikasi ancaman keamanan yang ada di

kawasan ini belum menunjukkan adanya skala ancaman yang berujung pada

kekuatan militer dari negara lain di luar kawasan. Oleh karena itu, untuk saat ini

ancaman keamanan eksternal di kawasan hanya teridentifikasi dalam bentuk

ancaman eksternal seperti sengketa teritori, ancaman gerakan separatis, gerakan

ektremis Islam, dan terorisme dari luar kawasan.

39

Ibid,. 69. 40 “Central Asia Border disputes and Conflict Potential,” International Crisis Group, terakhir dimodifikasi 4 April 2002, diakses 13 Mei 2013, http://www.crisisgroup.org/~/media/Files/Asia/central-Asia/Central%20Asia%20Border%20Disputes%20and%20Conflict%20Potential.pdf. 41 Stern, “NATO Collective Security,” 4- 5.

Pandangan paradigma ..., M. Mardani, FISIP UI, 2013

Page 33: UNIVERSITAS INDONESIA PANDANGAN PARADIGMA ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20350948-TA-M Mardani.pdfUNIVERSITAS INDONESIA PANDANGAN PARADIGMA REALISME, LIBERALISME DAN KONSTRUKTIVISME

20

Universitas Indonesia

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat dipahami bahwa permasalahan

keamanan di kawasan Asia Tengah begitu kompleks di mana ancaman eksternal

ternyata tidak lagi harus dalam bentuk agresi militer negara melainkan dalam

bentuk ancaman yang lebih luas seperti terorisme, perang sipil dan konflik

perbatasan. Oleh karena ancaman eksternal ini, negara-negara di kawasan

menjalin kerja sama dalam organisasi keamanan regional CSTO untuk

menciptakan stabilitas keamanan dari berbagai ancaman eksternal tersebut.

2.2.2 Signifikansi Keberadaan CSTO dalam Menangani Ancaman Eksternal

Asia Tengah.

Seperti yang telah dijelaskan pada subbab 2.2.1, ancaman eksternal di

kawasan Asia Tengah teridentifikasi dalam kategori ancaman keamanan yang

beragam seperti persengketaan wilayah, terorisme, gerakan ekstremis, sengketa

perbatasan, dan lain sebagainya yang datang dari luar kawasan. Walaupun

terbilang cukup beragam, ancaman eksternal di kawasan ini belum

memperlihatkan adanya ancaman keamanan dalam bentuk serangan/agresi militer

yang dilakukan oleh negara dari benua lain terhadap kawasan. Oleh karena itu,

definisi ancaman eksternal dalam teori collective defense ternyata belum

teridentifikasi di kawasan Asia Tengah.

Walaupun untuk saat ini belum ada ancaman eksternal dalam bentuk

kekuatan militer dari negara lain terhadap kawasan, CSTO sebagai pengaturan

keamanan kawasan tidak berdiam diri terhadap segala potensi munculnya

ancaman eksternal yang dapat menggangu stabilitas keamanan kawasan. Berikut

dalam pasal 8 piagam CSTO disebutkan42

:

“The member States shall coordinate and harmonize their efforts in

combating international terrorism and extremism, the illicit traffic in

narcotic drugs, psychotropic substances and arms, organized

transnational crime, illegal migration and other threats to the security of

the member States. The member States shall carry out activities in these

areas in close cooperation with all interested States and international

intergovernmental organizations, and primarily under the auspices of the

United Nations.”

42 “CSTO Charter,” Collective Security Treaty Organization , diakses 3 Februari 2013, http://www.ieee.es/Galerias/fichero/Varios/2002_Carta_de_la_OTSC.pdf.

Pandangan paradigma ..., M. Mardani, FISIP UI, 2013

Page 34: UNIVERSITAS INDONESIA PANDANGAN PARADIGMA ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20350948-TA-M Mardani.pdfUNIVERSITAS INDONESIA PANDANGAN PARADIGMA REALISME, LIBERALISME DAN KONSTRUKTIVISME

21

Universitas Indonesia

Merujuk pada pasal 8 dalam perjanjian CSTO di atas, dapat dilihat segala

bentuk ancaman keamanan bagi tiap negara anggota akan dilihat sebagai

ancaman keamanan bersama dan akan dilakukan tindakan kolektif dari tiap negara

anggota untuk menghilangkan ancaman tersebut. Dalam kasus yang terjadi di Asia

Tengah, ancaman eksternal yang dimaksudkan tidak harus dalam bentuk ancaman

militer oleh negara tetapi juga datang dari aktor nonnegara seperti kelompok

terrorisme dan gerakan ekstremis. Pertahanan kolektif berupa gabungan kekuatan

militer dalam CSTO dapat dilakukan untuk meminimalisasi ancaman yang

muncul bagi negara anggota. Peran dan kewajiban organisasi keamanan kawasan

untuk menghadapi ancaman eksternal juga telah diatur dalam piagam CIS pada

pasal 12 sebagai berikut:

“In the event that a threat arises to the sovereignty, security or territorial

integrity of one or several member states or to international peace and

security, the member states shall without delay bring into action the

mechanism for mutual consultations for the purpose of coordinating

positions and for the adoption of measures in order to eliminate the

threat which has arisen, including peacekeeping operations and the use,

where necessary, of the Armed Forces in accordance with the procedure

for exercising the right to individual or collective defense according to

Article 51 of the UN Charter.” (article 12 CIS charter).

Dalam pasal 4 traktat CST juga disebutkan:

“If an aggression is committed against one of the States Parties by any

state or a group of states, it will be considered as an aggression against

all the States Parties to this Treaty. In case an act of aggression is

committed against any of the States Parties, all the other States Parties

will render it necessary assistance, including military one, as well as

provide support with the means at their disposal through an exercise of

the right to collective defense in accordance with Article 51 of the UN

Charter.” (article 4 CST)43

.

Pasal 12 CIS dan pasal 4 traktat CST di atas menjelaskan bahwa ancaman

kemanan terhadap salah satu negara anggota akan di persepsikan sebagai ancaman

terhadap semua anggota. Aksi kolektif berupa pengerahan kekuatan militer untuk

menghilangkan ancaman yang muncul bagi stabilitas keamanan bisa dilakukan

dan telah diatur dalam dalam Piagam PBB pada pasal 51.

43 “Treaty on Collective.”

Pandangan paradigma ..., M. Mardani, FISIP UI, 2013

Page 35: UNIVERSITAS INDONESIA PANDANGAN PARADIGMA ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20350948-TA-M Mardani.pdfUNIVERSITAS INDONESIA PANDANGAN PARADIGMA REALISME, LIBERALISME DAN KONSTRUKTIVISME

22

Universitas Indonesia

Signifikansi keberadaan CSTO dalam menjawab tantangan ancaman

keamanan eksternal juga dapat dilihat dari peran pasukan reaksi cepat CSTO atau

CRRF. CRRF setidaknya telah berkontribusi mengatasi ancaman keamanan

eksternal seperti terorisme, gerakan ekstremis, dan lain sebagainya di kawasan

Asia Tengah.44

Contoh kasus respon CSTO terhadap penarikan pasukan AS di

Afganistan menunjukkan bagaimana peran dari organisasi ini dalam mengatasi

ancaman yang potensial muncul bagi keamanan negara-negara di kawasan seperti

terorisme, meluasnya perang saudara dari Afganistan dan lain sebagainya.45

Pascapenarikan pasukan AS dari Afganistan, kepala negara anggota CSTO

menyetujui untuk melakukan tindakan kolektif dan sepakat mengirim pasukan

reaksi cepat CSTO untuk menjaga perbatasan kawasan dari berbagai ancaman

yang potensial muncul. Penerjunan pasukan reaksi cepat ini menunjukkan salah

satu peran CSTO sebagai sebuah organisasi keamanan di kawasan Asia Tengah.

Adanya pola ancaman dan tantangan baru saat ini membuat pengaturan

keamanan CSTO menjadi lebih dinamis dalam mendefinisikan ancaman eksternal.

Sebagai sebuah pengaturan keamanan, CSTO memiliki agenda utama dalam

permasalahan keamanan kawasan baik itu dalam upaya memerangi terrorisme

maupun bentuk ancaman nontradisional lainnya. Perhatian terhadap ancaman

eksternal seperti terorisme, ekstremis agama, perdagangan narkoba, maupun

sengketa teritori menunjukkan signifikansi peran CSTO terhadap ancaman

eksternal di kawasan Asia Tengah.

2.2.3 Identifikasi Karakteristik Pengaturan Keamanan Collective Defense

dalam CSTO

Berdasarkan pembahasan di atas, dapat dipahami bahwa terdapat beberapa

perbedaan karakteristik pengaturan keamanan dari teori collective defense dan

CSTO. Karakteristik teori yang berbeda yaitu tentang definisi ancaman eksternal

di kawasan Asia Tengah. Ancaman ekternal kawasan Asia Tengah dikategorikan

dalam dua bentuk ancaman keamanan yaitu; ancaman eksternal tradisional dan

nontradisional. Oleh karena itu, definisi ancaman eksternal dalam teori collective

44 J H. Saat, “The Collective Security Treaty Organization,” Conflict Studies Research Centre 5, no. 9 (2005): 1-12. 45 CA News, “CSTO Takes Measures to Enhance Security after Withdrawal of Troops from Afghanistan,” terakhir dimodifikasi 17 Agustus 2012, http://stratrisks.com/geostrat/7583.

Pandangan paradigma ..., M. Mardani, FISIP UI, 2013

Page 36: UNIVERSITAS INDONESIA PANDANGAN PARADIGMA ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20350948-TA-M Mardani.pdfUNIVERSITAS INDONESIA PANDANGAN PARADIGMA REALISME, LIBERALISME DAN KONSTRUKTIVISME

23

Universitas Indonesia

defense yang sangat realis46

tidak sesuai dengan definisi ancaman ekternal

CSTO. Bentuk ancaman yang muncul di kawasan ternyata tidak lagi dalam bentuk

kekuatan ataupun agresi militer oleh negara tetapi juga bisa dalam bentuk

ancaman yang dilakukan oleh aktor nonnegara.

Karakteristik pengaturan keamanan teori collective defense yang sesuai

dengan CSTO hanya dapat dilihat dari pola kerja sama organisasi yang dibangun

negara-negara Asia Tengah. Pola organisasi dalam CSTO ini menunjukkan

adanya suatu aliansi militer yang kuat dengan penggabungan kekuatan militer

negara-negara anggota dalam aliansi dan membenarkan aksi kolektif dari

organisasi.

Jadi, dapat dipahami bahwa ancaman eksternal dalam CSTO tidak lagi sesuai

dengan definisi ancaman eksternal dalam teori collective defense yang melihat

ancaman eksternal sebagai ancaman utama dengan kekuatan militer yang

dilakukan oleh aktor negara47

. Definisi ancaman eksternal dalam pandangan

CSTO yaitu ancaman dalam lingkup yang lebih luas seperti ancaman tradisional

dan nontradisional dari luar kawasan yang bisa menciptakan instabilitas kawasan.

Selain itu, tidak hanya aktor negara yang menjadi sumber ancaman tetapi juga

aktor nonnegara. Dengan demikian, pandangan teori collective defense seperti hal

yang berkenaan dengan musuh bersama (common enemy) dalam bentuk ancaman

militer oleh negara ternyata memiliki definisi yang berbeda dalam organisasi

keamanan CSTO. Namun pandangan akan military alliance dalam teori collective

defense masih sesuai dengan CSTO sebagai salah satu aliansi militer. Pendapat ini

dapat dibuktikan pada pasal 7 piagam CSTO yang berbunyi:48

“In order to attain the purposes of the Organization, the member States

shall take joint measures to organize within its framework an effective

collective security system, to establish coalition (regional) groupings of

forces and the corresponding administrative bodies and create a military

infrastructure, to train military staff and specialists for the armed forces

and to furnish the latter with the necessary arms and military technology.

The member States shall adopt a decision on the stationing of groupings

of forces in their territories and of military facilities of States which are

not members of the Organization after holding urgent consultations

46 Stern, “NATO Collective Security,” 6-7. 47 Ibid., 5. 48 “CSTO Charter.”

Pandangan paradigma ..., M. Mardani, FISIP UI, 2013

Page 37: UNIVERSITAS INDONESIA PANDANGAN PARADIGMA ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20350948-TA-M Mardani.pdfUNIVERSITAS INDONESIA PANDANGAN PARADIGMA REALISME, LIBERALISME DAN KONSTRUKTIVISME

24

Universitas Indonesia

(reaching agreement) with the other member States.” (CSTO charter

Article 7)

Pasal 7 di atas, menunjukkan bahwa organisasi keamanan CSTO adalah

sebuah aliansi militer dengan penggabungan kekuatan militer dari negara-negara

anggotanya.

Sebagai institusi keamanan regional CSTO berusaha merangkul tiap-tiap

negara anggota di kawasan untuk bersatu menjaga teritori, keamanan, dan

mempertahankan kedaulatan. Tujuan ini dapat dilihat dari piagam CSTO pada

pasal 3 yang berbunyi:49

“The purposes of the Organization are to strengthen peace and

international and regional security and stability and to ensure the

collective defence of the independence, territorial integrity and

sovereignty of the member States, in the attainment of which the member

States shall give priority to political measures”

Pasal 3 di atas, memperlihatkan bahwa tujuan dari organisasi CSTO adalah

untuk mempersatukan negara-negara di kawasan Asia Tengah dengan tujuan

menciptakan pertahanan dan stabilitas keamanan kawasan bersama. Dengan

adanya kerja sama keamanan ini, harapan akan stabilitas dan perdamaian kawasan

akan semakin bisa diwujudkan.

Poin-poin utama teori collective defense dalam CSTO diantaranya teraplikasi

pada pasal 3,7 CSTO dan pada pasal 4 traktat CST di mana terdapat keinginan

untuk menjaga stabilitas keamanan regional dan membenarkan tindakan kolektif

melalui penggabungan kekuatan militer dari tiap negara anggota terhadap

ancaman keamanan kawasan.

49 Ibid.

Pandangan paradigma ..., M. Mardani, FISIP UI, 2013

Page 38: UNIVERSITAS INDONESIA PANDANGAN PARADIGMA ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20350948-TA-M Mardani.pdfUNIVERSITAS INDONESIA PANDANGAN PARADIGMA REALISME, LIBERALISME DAN KONSTRUKTIVISME

25

BAB 3

ANALISIS PANDANGAN PARADIGMA LIBERALISME DALAM

PENGATURAN KEAMANAN CSTO

Kerja sama CSTO sebagai suatu institusi keamanan dapat dipandang

melalui perspektif liberalisme. Bab ini berisi analisis mengenai CSTO

berdasarkan teori collective security dan analisis tersebut terbagi ke dalam tiga

subbab. Subbab pertama berisi paparan singkat mengenai teori collective security.

Selanjutnya, subbab kedua berisi analisis mengenai CSTO berdasarkan

karakteristik collective security sebagai salah satu bentuk pengaturan keamanan.

Sebagai penutup, subbab ketiga berisi penjelasan mengenai signifikansi dari

keberadaan CSTO sebagai suatu bentuk pengaturan keamanan di kawasan Asia

Tengah.

3.1 Teori Liberalisme Collective Security

Kajian keamanan mengenal dua jenis ancaman (threat) berdasarkan

sumbernya, yaitu ancaman yang berasal dari dalam (internal threat) maupun

ancaman yang berasal dari luar (external threat). Perspektif mengenai ancaman ini

dapat digunakan untuk memandang ancaman baik dalam lingkup negara sebagai

entitas tunggal maupun dalam lingkup kawasan. Suatu negara perlu membentuk

dan mempertahankan kerja sama yang baik dengan negara tetangganya. Hal ini

berfungsi untuk meminimalisasi ancaman eksternal yang mungkin datang dari

negara tetangga. Kemudian, kerja sama yang baik dengan negara tetangga juga

meminimalisasi kemungkinan munculnya friksi antarnegara yang dapat

menimbulkan ancaman internal bagi stabilitas kawasan. Selain itu, kerja sama

yang baik antar-negara dalam suatu kawasan membuat kawasan tersebut dapat

merespon ancaman dengan lebih baik. Miller dalam tulisannya, menjelaskan

bahwa konsolidasi dan tindakan preventif perlu dilakukan untuk mencegah

hubungan antarnegara yang saling berkompetisi yang dapat memicu terjadinya

konflik fisik maupun ketegangan antara negara.50

50 Miller H. Lynn,“The Idea and reality of Collective Security” dalam Global Governance, Lynne Rienner Pulisher Vol.5 No.3, (1999): 303-332.

Pandangan paradigma ..., M. Mardani, FISIP UI, 2013

Page 39: UNIVERSITAS INDONESIA PANDANGAN PARADIGMA ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20350948-TA-M Mardani.pdfUNIVERSITAS INDONESIA PANDANGAN PARADIGMA REALISME, LIBERALISME DAN KONSTRUKTIVISME

26

Universitas Indonesia

Collective security merupakan bentuk pengaturan keamanan yang

cenderung mengusung ide-ide liberalisme. Hal ini ditunjukkan dengan karakter

pengaturan keamanan ini yang mengutamakan pembentukan konsolidasi dan

penerapan prinsip pertahanan nonprovokatif. Oleh karena itu, negara-negara yang

tergabung di dalamnya tidak memberikan ancaman antara satu dengan yang lain.

Tidak seperti collective defense yang negara-negara anggotanya berkomitmen

untuk menghadapi secara terbuka musuh yang telah disepakati atau diketahui

bersama, collective security cenderung memandang ancaman/musuh sebagai

sesuatu yang belum dapat dipastikan maupun belum diketahui tetapi akan

melakukan tindakan untuk mendukung salah satu negara yang menjadi korban

dari musuh yang juga belum diketahui tersebut.51

Contoh dari collective security

adalah sistem keamanan kolektif yang terdapat di organisasi Perserikatan Bangsa-

Bangsa (PBB), di mana negara-negara anggota harus ikut serta dalam mencegah

atau menyingkirkan ancaman-ancaman bagi stabilitas dan perdamaian.52

Karakter yang cukup istimewa dari collective security adalah adanya

mekanisme untuk menyelesaikan permasalahan antarnegara dengan sebisa

mungkin menghindari penggunaan kekuatan bersenjata atau kekerasan. Kerja

sama keamanan yang mengadopsi pengaturan collective security dapat

menjatuhkan sanksi bagi negara anggota yang melanggar perjanjian dalam kerja

sama organisasi.

Sejalan dengan pemikiran neoliberal institusionalis, dasar terjalinnya kerja

sama antarnegara adalah kesadaran akan adanya kepentingan yang sama untuk

menjaga dan menjamin keamanan negara. Aturan-aturan inilah yang menjadi

pedoman bagi negara untuk menjalin kerja sama dan menanggulangi konflik

internal. Pengaturan keamanan dalam bentuk collective security tidak hanya

bertujuan untuk memunculkan efek gentar (deterrence) pada sumber ancaman,

tetapi sekaligus mengubah sifat kompetitif negara menjadi lebih kooperatif. 53

Pengaturan keamanan collective security sama halnya seperti model

pengaturan keamanan lainnya, terdapat prosedur maupun aturan-aturan yang

51 “Collective Security,” Conflict Research Consortium, diakses 25 Januari 2013, http://www.colorado.edu/conflict/peace/treatment/collsec.htm. 52 “UN Charter,” United Nations, diakses 22 Maret 2013, http://www.un.org/en/documents/charter/chapter7.shtml. 53 Lynn,“The Idea and Reality,” 310.

Pandangan paradigma ..., M. Mardani, FISIP UI, 2013

Page 40: UNIVERSITAS INDONESIA PANDANGAN PARADIGMA ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20350948-TA-M Mardani.pdfUNIVERSITAS INDONESIA PANDANGAN PARADIGMA REALISME, LIBERALISME DAN KONSTRUKTIVISME

27

Universitas Indonesia

harus ditaati oleh tiap-tiap anggota. Aturan-aturan ini diantaranya juga mencakup

pemberlakuan tindakan koersif dalam menangani suatu konflik. Penggunaan

tindakan koersif dalam collective security sebisa mungkin akan selalu dihindari,

namun hal tersebut dapat menjadi legal apabila tindakan koersif tersebut

dilakukan atas dasar kesepakatan dari tiap-tiap elemen dalam institusi maupun

dari negara anggota dalam kerja sama keamanan tersebut.54

Prosedur dan aturan

dalam kerja sama ini bersifat mengikat, sehingga apabila terdapat negara anggota

yang melanggarnya maka dapat dipastikan negara tersebut memperoleh sanksi

sesuai ketentuan yang berlaku dalam kerja sama tersebut.

Prinsip pertahanan dalam collective security cenderung bersifat

nonprovokatif (non-provocative defense), yang diwujudkan dengan adanya

pengawasan terhadap peningkatan kapabilitas kekuatan militer tiap-tiap negara

anggota. Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk memberikan dampak positif bagi

stabilitas keamanan negara dalam kawasan. Berdasarkan prinsip non-provocative

defense tersebut, kerja sama keamanan yang mengadopsi karakteristik collective

security akan berusaha menciptakan aturan-aturan untuk menjaga stabilitas serta

keseimbangan kekuatan militer masing-masing negara anggotanya untuk

menghindari situasi security dilemma antarnegara.55

Apabila terdapat salah satu

negara yang melakukan peningkatan kekuatan militer dalam kapasitas yang

dianggap melebihi batas yang wajar serta memperlihatkan kemungkinan

mengancam negara tetangganya dalam kawasan, negara tersebut dapat dijatuhi

sanksi sesuai ketentuan yang berlaku.56

Pengaturan keamanan dengan karakteristik collective security menaruh

perhatian utama terhadap proses penanganan/penyelesaian konflik internal. Telah

disebutkan sebelumnya bahwa pengaturan keamanan dengan model ini akan

berupaya untuk menyelesaikan konflik internal yang terjadi antarnegara dengan

cara-cara damai dan diplomatik. Tindakan koersif adalah pilihan terakhir yang

dilakukan apabila cara-cara damai melalui mediasi maupun hubungan diplomatik

tidak lagi efektif. Oleh karena itu, untuk menghindari tindakan koersif pengaturan

keamanan dengan karakteristik collective security harus memiliki ruang mediasi

54 Sabev, European Security, 20. 55 Mwagwabi, “The theory of Collective,” 8. 56 Ibid., 9-10.

Pandangan paradigma ..., M. Mardani, FISIP UI, 2013

Page 41: UNIVERSITAS INDONESIA PANDANGAN PARADIGMA ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20350948-TA-M Mardani.pdfUNIVERSITAS INDONESIA PANDANGAN PARADIGMA REALISME, LIBERALISME DAN KONSTRUKTIVISME

28

Universitas Indonesia

dan konsultasi untuk mencegah munculnya ketegangan baru antarnegara yang

dapat menciptakan instabilitas kawasan.57

3.2 Liberalisme Collective Security dalam CSTO

Subbab ini berisi analisis mengenai adanya karakteristik collective security

yang sudah dijelaskan dalam subbab sebelumnya–pandangan terhadap

kemungkinan sumber ancaman, mekanisme penyelesaian konflik, mekanisme

penanganan terhadap ancaman, dan cooperative building-dalam kerja sama

keamanan CSTO. Bagian pertama berisi uraian mengenai jenis-jenis ancaman

yang ada di kawasan Asia Tengah, bagian kedua berisi analisis mengenai peranan

CSTO dalam menanggulangi ancaman di Asia Tengah, sedangkan bagian ketiga

berisi analisis terhadap kesesuaian karakteristik collective security terhadap kerja

saman keamanan CSTO.

3.2.1 Ragam Ancaman Internal di kawasan Asia Tengah

Seperti yang telah dijelaskan, Asia Tengah merupakan salah satu kawasan

yang sangat strategis, kawasan ini juga memiliki berbagai potensi SDA seperti

minyak, gas,dan air. Walaupun memiliki berbagai potensi, kawasan Asia Tengah

juga tak dapat lepas dari berbagai masalah keamanan. Masalah keamanan yang

dialami negara-negara di kawasan ini begitu kompleks seperti ancaman tradisonal

hingga nontradisional yang sangat potensial menggangu stabilitas keamanan di

kawasan. Secara umum, Hooman Peimani melihat ancaman keamanan di Asia

Tengah tidak hanya terdiri dari ancaman keamanan eksternal namun juga secara

internal.58

Ancaman internal dapat didefinisikan sebagai ancaman yang berasal dari

dalam kawasan. Jenis ancaman ini cenderung merujuk pada adanya potensi

konflik dan sengketa antarnegara di kawasan contohnya sengketa perbatasan

antarnegara, konflik etnis, gerakan ekstremis dan lain sebagainya. Dalam tulisan

Hooman disebutkan bahwa ancaman internal di Asia Tengah dibagi dalam dua

kategori ancaman yaitu intra-republic threat dan inter-republic threat. Intra-

republic threat merupakan ancaman yang bersumber pada konflik/sengketa yang

terjadi di ranah domestik suatu negara tertentu, seperti pemberontakan maupun

57 Alexander Orakhelashvili, Collective Security (USA: Oxford University Press, 2011), 16. 58 Peimani, Regional Security, 69.

Pandangan paradigma ..., M. Mardani, FISIP UI, 2013

Page 42: UNIVERSITAS INDONESIA PANDANGAN PARADIGMA ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20350948-TA-M Mardani.pdfUNIVERSITAS INDONESIA PANDANGAN PARADIGMA REALISME, LIBERALISME DAN KONSTRUKTIVISME

29

Universitas Indonesia

konflik antarsuku. Inter-republic threat mengacu kepada ancaman yang

bersumber pada konflik/sengketa yang melibatkan dua negara atau lebih dalam

suatu kawasan, misalnya sengketa wilayah antara Uzbekistan dan Kazakstan.59

Negara-negara di Asia Tengah memiliki beragam intra-republic threat

yang berpotensi mengganggu stabilitas keamanan kawasan tersebut. Salah satunya

adalah perang sipil yang terjadi antara pemberontak Tajik, yang merupakan

penganut Islam dan cenderung liberal, dengan pemerintah Tajikistan yang masih

bersifat komunis pada tahun 1991.60

Serangkaian perang sipil ini sempat

menimbulkan keresahan/ketakutan diantara semua pemimpin di Asia Tengah

manakala skala kekuatan oposisi Tajik semakin meningkat. Intra-republic threat

lainnya yang turut berpotensi mengancam stabilitas kawasan Asia Tengah adalah

konflik bersenjata antara pasukan Uzbekistan dengan ekstremis Islam.61

Instabilitas keamanan yang terjadi di Uzbekistan dinilai dapat mengganggu

stabilitas keamanan Asia Tengah secara keseluruhan.

Seperti negara di kawasan lainnya, terdapat beragam permasalahan dan

ancaman internal yang menghantui negara–negara di kawasan ini. Inter-republic

threat di kawasan Asia Tengah muncul dalam bentuk aksi terorisme maupun aksi

pemberontakan. Salah satu contoh inter-republic threat yang krusial di kawasan

Asia Tengah adalah ancaman terorisme dari Islamic Movement of Uzbekistan

(IMU) yang berlangsung antara akhir dekade 1990 hingga tahun 2000 serta

pemberontakan oleh ekstremis Islam di Tajikistan.62

Konflik-konflik ini

menunjukkan bahwa ancaman internal yang ada di kawasan Asia Tengah, baik

yang berupa intra-republic maupun inter-republic threat, sangat bervariasi, mulai

dari konflik teritorial hingga konflik sipil.

Keberagaman ancaman yang terdapat di kawasan Asia Tengah serta

kapabilitas negara-negara di kawasan tersebut yang tergolong rendah untuk

menghadapi ancaman membuat kemunculan kerja sama keamanan di tingkat

regional menjadi penting adanya. Untuk itulah kemudian CSTO dimunculkan

59 Ibid. 60 “Central Asia Border.” 61 Ibid. 62 Ibid.

Pandangan paradigma ..., M. Mardani, FISIP UI, 2013

Page 43: UNIVERSITAS INDONESIA PANDANGAN PARADIGMA ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20350948-TA-M Mardani.pdfUNIVERSITAS INDONESIA PANDANGAN PARADIGMA REALISME, LIBERALISME DAN KONSTRUKTIVISME

30

Universitas Indonesia

dengan harapan dapat membantu negara-negara di Asia Tengah untuk

menanggulangi dan menangani beragam ancaman keamanan yang selama ini

mereka hadapi.

CSTO sebagai pengaturan keamanan kawasan menempatkan isu ancaman

internal sebagai isu utama yang harus di atasi oleh tiap negara anggota. Ancaman

internal ini teridentifikasi dalam bentuk ancaman yang beragam seperti ancaman

terorisme, jaringan narkoba, imigrasi ilegal maupun konflik sipil dan etnis yang

ada di kawasan Asia Tengah. Berdasarkan penjelasan ragam ancaman internal di

atas, dapat dipahami bahwa definisi ancaman internal dalam teori collective

security ternyata juga diaplikasikan oleh negara-negara anggota CSTO.

Poin terpenting dalam sebuah pengaturan keamanan yang mengadopsi

karakteristik collective security adalah sebuah pengaturan keamanan organisasi

harus memiliki ruang mediasi dan konsultasi bagi negara anggota. Oleh karena

itu, pascakonflik internal di Kirgistan pada tahun 2010 CSTO mengupayakan

untuk menciptakan ruang mediasi bagi tiap negara anggota dalam mengatasi

konflik internalnya.63

Respon pembentukan badan mediasi pascakonflik ini

menjadi langkah baru bagi CSTO untuk mengusahakan proses-proses dialog

damai antarnegara.

3.2.2 Signifikansi Keberadaan CSTO dalam menanggulangi ancaman

Internal Asia Tengah

Kebutuhan akan adanya lembaga atau institusi yang dapat memfasilitasi

konsolidasi dan kerja sama militer antarnegara di kawasan Asia Tengah

setidaknya terjawab dengan dibentuknya CSTO. CSTO berfungsi sebagai ruang

kerja sama keamanan dan juga sebagai ruang untuk mengkonsolidasikan

kepentingan dari tiap-tiap negara di kawasan. CSTO memungkinkan negara-

negara di kawasan untuk duduk bersama dalam upaya mencari solusi terbaik

terhadap permasalahan keamanan yang sedang dihadapi.

Walaupun upaya mediasi terhadap konflik antarnegara di kawasan belum

menunjukkan prestasi, setidaknya CSTO telah menunjukkan beberapa

kontribusinya untuk menyatukan negara-negara di kawasan dalam situasi aman

63 The Diplomat, “Uzbekistan withdrawal CSTO,” 22 Maret 2013, http://thediplomat.com/2012/07/11/the-great-game-2-0/.

Pandangan paradigma ..., M. Mardani, FISIP UI, 2013

Page 44: UNIVERSITAS INDONESIA PANDANGAN PARADIGMA ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20350948-TA-M Mardani.pdfUNIVERSITAS INDONESIA PANDANGAN PARADIGMA REALISME, LIBERALISME DAN KONSTRUKTIVISME

31

Universitas Indonesia

dan damai seperti diantaranya yaitu kesuksesan CSTO dalam penerapan zona

bebas nuklir kawasan bagi negara-negara anggota.64

Peran sentral CSTO dalam menjaga stabilitas keamanan kawasan juga

dapat dilihat dari prestasi Collective Rapid Reaction Force (CRRF). CSTO

memiliki peran untuk menerjunkan pasukan perdamaian CRRF ke medan konflik,

maupun melakukan operasi kontra-terrorisme ke wilayah negara yang

teridentifikasi mendapat ancaman keamanan.65

Tercatat serangkaian operasi

kontra-terorisme telah dilakukan CSTO di negara-negara Asia Tengah seperti

Kazakhstan, Uzbekistan dan Tajikistan.

Menurut laporan Global Terrorism Index (GTI) negara-negara di kawasan

Asia Tengah merupakan salah satu dari 156 negara yang mengalami dampak

buruk dari aksi terorisme seperti Kazakhstan, Uzbekistan dan Tajikistan.66

Oleh

karena itu, peran CSTO sangat dibutukan untuk meminimalisasi ancaman

kawasan tersebut. CSTO memiliki wewenang untuk mengirim pasukan CRRF ke

ranah konflik negara anggota. Dalam hal ini pasukan yang diturunkan di ranah

konflik/ancaman didefinisikan oleh tiap negara anggota sebagai pasukan

perdamaian dan bukan pula sebagai bentuk intervensi dari organisasi keamanan

terhadap kedaulatan negara.67

Pengiriman pasukan CSTO ke ranah konflik seperti rapid reaction forces

terlebih dahulu harus melalui suatu proses dialog yang melibatkan seluruh pihak

yang berkepentingan yang juga telah diatur dalam badan Council CSTO. Selain

itu, pelaksanaan operasinya juga harus tetap dikontrol sesuai dengan tujuan awal

pembentukan pasukan tersebut yaitu untuk menciptakan stabilitas dan perdamaian

kawasan. Tindakan ini telah diatur dalam piagam CSTO pada pasal 5 berikut ini68

:

64 Collective Security Treaty Organization, “The Final Document of International Conference Interaction of NGOs in the CSTO Member states in Strengthening Non-proliferation of Nuclear Weapons, the concept a Nuclear-Free Zone in Central Asia,” ( Final Document CSTO International Conference, Dushanbe, 17-18 Oktober 2009). 65 “Cooperation 2012 Joint Military Exercise Has Begun,” The Collective Rapid Reaction Force, diakses 28 Maret 2013, http://www.mil.am/1347701281/page/58. 66 Universal News wires, “Central Asia Rank Midway in Global Terrorism Index,” 5 Desember 2012, http://www.universalnewswires.com/centralAsia/Kirgistan/viewstory.aspx?id=13273. 67 “CSTO Charter.” 68

Ibid.

Pandangan paradigma ..., M. Mardani, FISIP UI, 2013

Page 45: UNIVERSITAS INDONESIA PANDANGAN PARADIGMA ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20350948-TA-M Mardani.pdfUNIVERSITAS INDONESIA PANDANGAN PARADIGMA REALISME, LIBERALISME DAN KONSTRUKTIVISME

32

Universitas Indonesia

“The Organization shall operate on the basis of strict respect for the

independence, voluntary participation and equality of rights and

obligations of the member States and non-interference in matters falling

within the national jurisdiction of the member States.”

Pasal 5 piagam CSTO di atas menunjukkan posisi CSTO sebagai

pengaturan keamanan kawasan yang tetap menjunjung tinggi kedaulatan negara

anggota dengan menerapkan prinsip nonintervensi. Penggunaan pasukan khusus

bisa dilakukan apabila salah satu negara anggota tidak bisa lagi mengatasi

ancaman yang muncul dari dalam negaranya. Melalu mekanisme konsultasi

bersama dan disepakati oleh tiap negara anggota barulah operasi militer seperti

komando reaksi cepat CSTO bisa diturunkan untuk menghilangkan ancaman

keamanan.69

Keinginan untuk menciptakan stabilitas keamanan kawasan, telah terkonsep

sejak awal organisasi ini dibentuk. Hal ini dapat dilihat dalam pasal 8 piagam

CSTO yang berbunyi:

“The member States shall coordinate and harmonize their efforts in

combating international terrorism and extremism, the illicit traffic in

narcotic drugs, psychotropic substances and arms, organized

transnational crime, illegal migration and other threats to the security of

the member States.”

Pasal 8 piagam CSTO di atas memperlihatkan bahwa CSTO menyadari

bahwa masalah keamanan patut menjadi agenda utama dalam kerja sama

keamanan. Oleh karena itu, CSTO memiliki kewajiban untuk memberikan rasa

aman bagi setiap negara anggotanya. Apabila kebutuhan akan stabilitas dan

keamanan tersebut gagal dipenuhi, maka dampak instabilitas secara ekonomi,

keamanan, maupun politik akan menjadi konsekuensinya. Oleh karena itu, untuk

mencapai tujuan organisasi CSTO menciptakan aturan-aturan, lembaga organisasi,

dan instrumen keamanan untuk menghadapi ancaman keamanan yang ada di

dalam kawasan. Selain pada pasal 8, perhatian CSTO terhadap masalah keamanan

dan perdamaian juga tercantum dalam pasal 3 piagam CSTO70

yang berbunyi:

69 “The Concept of Collective Security,” Collective Security Treaty Organization Official Site, diakses 14 Maret 2013, http://www.odkb.gov.ru/b/azc.htm. 70 “CSTO Charter.”

Pandangan paradigma ..., M. Mardani, FISIP UI, 2013

Page 46: UNIVERSITAS INDONESIA PANDANGAN PARADIGMA ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20350948-TA-M Mardani.pdfUNIVERSITAS INDONESIA PANDANGAN PARADIGMA REALISME, LIBERALISME DAN KONSTRUKTIVISME

33

Universitas Indonesia

“The purposes of the Organization are to strengthen peace and

international and regional security and stability and to ensure the

collective defence of the independence, territorial integrity and

sovereignty of the member States, in the attainment of which the member

States shall give priority to political measures.”

Pasal 3 piagam CSTO di atas menunjukkan salah satu tujuan dibentuknya

organisasi ini adalah untuk mengusahakan terciptanya perdamaian, keamanan, dan

stabilitas tidak hanya dalam lingkup regional tetapi internasional. Tujuan inilah

kemudian menjadi dasar dari segala kebijakan CSTO untuk mencapai tujuan

organisasi dalam lingkup yang lebih luas. Oleh karena itu, CSTO membuka diri

untuk menjalin kerja sama dengan organisasi keamanan internasional lainnya

seperti SCO. Komitmen CSTO dalam permasalahan keamanan dalam ruang

lingkup regional dan internasional ini juga dapat dilihat pada pasal 9 piagam

CSTO sebagai berikut:

“The member States shall agree upon and coordinate their foreign policy

positions regarding international and regional security problems, using,

inter alia, the consultation mechanisms and procedures of the

Organization.”

Berdasarkan pasal 9 di atas, negara anggota wajib menyetujui dan

mengkoordinasikan posisi kebijakan luar negeri mereka terhadap masalah

keamanan internasional dan regional dengan cara menggunakan mekanisme

konsultasi dan prosedur organisasi. Bila salah satu negara anggota mendapat

ancaman keamanan maka tiap negara anggota dalam organisasi harus melakukan

konsultasi dan mediasi terlebih dahulu sebelum mengambil tindakan secara

kolektif terhadap ancaman keamanan tersebut. Prosedur dalam organisasi

maupun piagam yang terdapat dalam kerja sama CSTO mengikat dan apabila

terjadi pelanggaran terhadap perjanjian maka pemberian sanksi bisa dilakukan

oleh organisasi.71

Sejauh ini CSTO telah berkontribusi terhadap stabilitas keamanan

kawasan Asia Tengah, melalui Collective Rapid Reaction Force (CRRF) CSTO

berhasil meminimalisasi aksi terorisme, gerakan ekstremis, dan konflik antaretnis

71 Ibid.

Pandangan paradigma ..., M. Mardani, FISIP UI, 2013

Page 47: UNIVERSITAS INDONESIA PANDANGAN PARADIGMA ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20350948-TA-M Mardani.pdfUNIVERSITAS INDONESIA PANDANGAN PARADIGMA REALISME, LIBERALISME DAN KONSTRUKTIVISME

34

Universitas Indonesia

di setiap wilayah negara anggota. CSTO juga berkontibusi dalam berbagai proses

penyelesaian sengketa antarnegara anggota ambil contoh pascakrisis Kirgistan

Selatan CSTO menciptakan ruang mediasi dan konsultasi konflik bagi tiap negara

anggota. Oleh karena itu, kerja sama keamanan dalam CSTO dilihat dapat

menciptakan stabilitas keamanan secara internal maupun eksternal kawasan Asia

Tengah.

3.2.3 Identifikasi Karakteristik Pengaturan Keamanan Collective Security

dalam CSTO

Berdasarkan uraian yang diberikan pada bagian sebelumnya, dapat

diketahui empat karakteristik utama dari CSTO sebagai suatu pengaturan

keamanan di Asia Tengah. Pertama, CSTO tidak hanya berfokus pada ancaman

eksternal, tetapi juga ancaman internal di kawasan Asia Tengah yang bentuknya

beragam, seperti terorisme, konflik etnis, maupun konflik perbatasan antarnegara.

Kedua, dalam menghadapi ancaman internal, CSTO sebagai organisasi keamanan

kawasan menginginkan adanya komitmen dari tiap anggota untuk menciptakan

stabilitas dan perdamain kawasan yaitu dengan menerapkan prinsip pertahanan

nonprovokatif. Upaya menerapkan pertahanan nonprovokatif ini setidaknya bisa

terwujud dengan kesuksesan CSTO dalam menerapkan zona bebas nuklir di

kawasan Asia Tengah. Traktat maupun perjanjian yang telah disetujui oleh

masing-masing negara anggota menjadi menjadi dasar untuk membina hubungan

baik antarnegara di kawasan. Traktat dan piagam organisasi ini juga bisa

digunakan sebagai petunjuk kerja organisasi dalam menghadapi ancaman

keamanan kawasan.

Ketiga, sebagai pengaturan keamanan kawasan CSTO memiliki peran

sebagai fasilitator mediasi dan konsultasi sengketa maupun konflik antarnegara

anggota.72

Oleh karena itu, CSTO tidak hanya dilihat sebagai kerja sama

keamanan dengan basis kekuatan militer antarnegara tetapi juga sebagai ruang

mediasi dan konsultasi bagi konflik maupun sengketa yang terjadi di negara

anggotanya.

CSTO menyadari akan pentingnya perdamaian dan stabilitas bagi tiap

negara-negara anggotanya. Oleh karena itu, CSTO mendorong negara-negara

72 The Diplomat, “Rusia’s Plan to use Regional Organizations,” 18 Mei 2013, http://thediplomat.com/2012/07/11/the-great-game-2-0/.

Pandangan paradigma ..., M. Mardani, FISIP UI, 2013

Page 48: UNIVERSITAS INDONESIA PANDANGAN PARADIGMA ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20350948-TA-M Mardani.pdfUNIVERSITAS INDONESIA PANDANGAN PARADIGMA REALISME, LIBERALISME DAN KONSTRUKTIVISME

35

Universitas Indonesia

anggotanya untuk saling menjaga satu sama lain dari berbagai ancaman yang

dapat mengganggu stabilitas keamanan kawasan. Hal ini dapat kita lihat pada

bagian pembukaan piagam CSTO yang berbunyi:

“Seeking to establish favourable and stable conditions for the full

development of the States Parties to the Treaty and to ensure their

security, sovereignty and territorial integrity73

Keempat bila ancaman internal/konflik domestik seperti konflik antaretnis,

perdagangan narkoba, dan trorisme tidak bisa lagi di atasi oleh pemerintah negara

anggota, maka pasukan CSTO bisa diturunkan untuk menangani ancaman

tersebut tentunya dengan mengutamakan proses konsultasi antarnegara anggota

sebelum memulai aksi kolektif ataupun pengiriman pasukan perdamaian ke arena

konflik. Penerapan prinsip nonintervensi tetap berlaku oleh karena itu, CSTO

tidak bisa secara sepihak melakukan pengerahan pasukan ke wilayah konflik.

Prinsip ini telah diatur dalam piagam CSTO pada pasal 5 yang telah penulis

jelaskan sebelumnya pada subbab 3.2.2.

Merujuk pada teori collective security, terdapat 4 poin utama yang

menunjukkan karakteristik sebuah institusi pengaturan keamanan dengan model

pengaturan collective security. Pertama, terdapat ancaman internal yang menjadi

perhatian dari tiap-tiap negara anggota dalam organisasi keamanan. Kedua

terdapat suatu sistem yang mengikat dari pengaturan keamanan tersebut sehingga

bisa memungkinkan diberlakukannya penjatuhan sanksi terhadap negara anggota

yang melanggar aturan maupun perjanjian. Ketiga suatu institusi keamanan

dengan karakteristik collective security memiliki fungsi sebagai ruang konsultasi

maupun mediasi bagi negara-negara anggotanya. Salain itu, organisasi dengan

karakteristik collective security akan memilih tindakan koersif sebagai

opsi/pilihan terakhir apabila mediasi maupun konsultasi dengan cara-cara damai

tidak lagi memungkinkan. Keempat, terdapat komitmen kuat dari tiap-tiap negara

anggota untuk menjaga stabilitas keamanan dan perdamaian di kawasan maupun

dalam ruang lingkup yang lebih luas yaitu keamanan dunia salah satunya dengan

menerapkan prinsip pertahanan nonprovokatif.

73 “CSTO Charter.”

Pandangan paradigma ..., M. Mardani, FISIP UI, 2013

Page 49: UNIVERSITAS INDONESIA PANDANGAN PARADIGMA ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20350948-TA-M Mardani.pdfUNIVERSITAS INDONESIA PANDANGAN PARADIGMA REALISME, LIBERALISME DAN KONSTRUKTIVISME

36

Universitas Indonesia

Jadi, dapat dipahami bahwa hampir semua elemen karakteristik pengaturan

keamanan dalam teori collective security telah teradopsi dengan baik di dalam

kerja sama keamanan CSTO. Karakteristik yang teradopsi dengan baik ini seperti

Pertama, berkaitan dengan definisi dan persepsi terhadap ancaman internal.

Kedua, berkaitan dengan prinsip pertahanan nonprovokatif. Ketiga, berkaitan

dengan ruang mediasi/konsultasi74

. Keempat, CSTO sebagai organisasi keamanan

tidak hanya berperan sebagai ruang media dan konsultasi negara. CSTO juga bisa

melakukan pengerahan kekuatan militer untuk mengatasi ancaman keamanan

negara anggota tentunya dengan mekanisme konsultasi maupun konsensus yang

telah diatur dalam piagam dan traktat organisasi.

74 Melalui badan council yang ada dalam organisasi, CSTO dapat membawa negara-negara anggota untuk duduk bersama dalam forum resmi organisasi untuk membicarakan masalah keamanan. Melalui forum diskusi dan konsultasi di dalam organisasi, CSTO berhasil melakukan kontrol kebijakan pertahanan dengan menerapkan zona bebas nuklir antarnegara di kawasan Asia Tengah.

Pandangan paradigma ..., M. Mardani, FISIP UI, 2013

Page 50: UNIVERSITAS INDONESIA PANDANGAN PARADIGMA ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20350948-TA-M Mardani.pdfUNIVERSITAS INDONESIA PANDANGAN PARADIGMA REALISME, LIBERALISME DAN KONSTRUKTIVISME

37

BAB 4

ANALISIS PANDANGAN PARADIGMA KONSTRUKTIVISME DALAM

PENGATURAN KEAMANAN CSTO

Kerja sama CSTO sebagai suatu institusi keamanan juga dapat dipandang

melalui perspektif konstruktivisme. Bab ini berisi analisis mengenai CSTO

berdasarkan teori security community dan analisis tersebut terbagi ke dalam empat

subbab utama. Subbab pertama berisi paparan singkat mengenai teori security

community. Selanjutnya, subbab kedua berisi analisis mengenai CSTO

berdasarkan karakteristik security community sebagai salah satu bentuk

pengaturan keamanan. Subbab ketiga berisi analisis identifikasi penggunaan

tindakan koersif di kawsan Asia Tengah. Sebagai penutup, subbab keempat berisi

penjelasan mengenai signifikansi dari keberadaan CSTO sebagai suatu bentuk

pengaturan keamanan di kawasan Asia Tengah.

.

4.1 Teori Konstruktivisme Security Community/Komunitas Keamanan

Karl Deutschs mendefinisikan komunitas keamanan sebagai kelompok

negara yang telah terintegrasi sedemikian rupa sehingga bisa dikatakan bahwa

hubungan damai antarnegara di dalamnya telah terjalin dengan mapan dan dalam

waktu yang cukup lama. Menurut Deutschs.75

“A security community, therefore, is one in which there is real assurance that

the members of that community will not fight each other physically, but will settle their disputes in some other way. If the entire world were integrated as a

security community, wars would be automatically eliminated.”

Konsep ”komunitas”, dalam komunitas keamanan, bukanlah dibatasi oleh

wilayah nasional, seperti halnya komunitas dalam suatu negara, namun dalam

tataran internasional dan antarnegara. Sebuah komunitas keamanan dapat tercipta

ketika sekelompok orang terintegrasi pada satu titik hingga mereka merasakan

setiap anggota dalam komunitas tidak akan bertempur secara fisik satu sama lain

untuk menyelesaikan masalah, tapi mencari cara lain untuk melakukannya.76

75 Karl W. Deutsch, “Political Community And The North Atlantic Area,” dalam International political Communities, diedit oleh Karl W. Deutsch, et al. ( Princeton N.J: Princeton University Press, 1957), 2-5. 76 Ibid.

Pandangan paradigma ..., M. Mardani, FISIP UI, 2013

Page 51: UNIVERSITAS INDONESIA PANDANGAN PARADIGMA ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20350948-TA-M Mardani.pdfUNIVERSITAS INDONESIA PANDANGAN PARADIGMA REALISME, LIBERALISME DAN KONSTRUKTIVISME

38

Universitas Indonesia

Berakar dari ranah sosiologi, Deutsch menyebutkan pentingnya faktor

kesamaan nilai-dan-norma, identitas, serta rasa saling percaya dalam membentuk

suatu komunitas. Bagi Deutsch, komunikasi menjadi sarana penting dalam proses

pembentukan rasa percaya antar-anggota. Jalinan kepercayaan dan kesamaan nilai

yang berlaku pada komunitas sosiologis ini, yang kemudian dikembangkan oleh

Deutsch dalam konteks politik internasional menjadi konsep komunitas

keamanan.77

Bila dibandingkan dengan cara pandang realis atau liberalis yang

melihat hubungan antar-negara dilakukan atas dasar kepentingan, komunitas

keamanan melihat hubungan antar-negara atas dasar identitas yang dibagi bersama

(shared identity). Kesamaan identitas dan rasa-percaya antar-negara akan timbul

seiring dengan banyaknya ”transaksi” atau dalam bahasa lainnya interaksi

antarnegara yang terus dibangun.

Bila peran aliansi dalam collective defense hanya memberikan perhatian

terhadap ancaman yang berasal dari luar, sedangkan peran collective security

hanya menjaga stabilitas keamanan dari ancaman internal, komunitas keamanan

memberi perhatian yang sama terhadap keduanya (internal dan eksternal) agar

ancaman tersebut tidak berkembang menjadi konflik terbuka antarnegara.

Komunitas keamanan menginginkan negara-negara yang tergabung untuk

membentuk satu identitas yang sama yaitu non-coercive identity. Negara-negara

didorong untuk membentuk pola prilaku yang sama di mana keamanan dan

stabilitas dijadikan prioritas dan tujuan utama. Selain itu, seperti yang telah

dijelaskan di atas, negara-negara dalam komunitas keamanan didodorong untuk

menyelesaikan konflik dengan cara-cara damai. Citra Nandini dalam Tugas Karya

Akhirnya melihat bahwa security community sebagai konsep abstrak yang

menginginkan adanya identitas yang sama antarnegara.78

Walaupun demikian,

beliau berpandangan bahwa penerapan security community pada dasarnya dapat

mendorong negara-negara untuk membentuk suatu komunitas yang disatukan oleh

persamaan prinsip dan idealisme yang terjalin dalam rentan waktu yang cukup

lama dari interaksi antarnegara di dalamnya yang dapat berujung pada suatu

identitas tertentu.79

77 Ibid. 78 Nandini, “Pandangan Paradigma,” 8. 79 Ibid.

Pandangan paradigma ..., M. Mardani, FISIP UI, 2013

Page 52: UNIVERSITAS INDONESIA PANDANGAN PARADIGMA ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20350948-TA-M Mardani.pdfUNIVERSITAS INDONESIA PANDANGAN PARADIGMA REALISME, LIBERALISME DAN KONSTRUKTIVISME

39

Universitas Indonesia

Walaupun tidak memiliki kekuatan mengikat secara kuat/legal namun

security community dinilai dapat mengikat negara anggotanya dengan cara-cara

lain yaitu dengan adanya kesamaan prinsip dan identitas. Bila kesamaan nilai,

norma, dan identitas bisa dibentuk dalam suatu komunitas maka stabilitas

keamanan akan dengan mudah didapatkan. Prinsip non-coercive action dapat

teraplikasi dalam suatu komunitas keamanan karena diadopsi secara sukarela oleh

tiap negara. Hal ini terjadi karena adanya kesamaan nilai dan norma di mana

negara-negara dalam komunitas sepakat untuk tidak menggunakan tindakan

koersif sebagai instrumen dalam menciptakan perdamaian.

4.1.1 Tipe Komunitas Keamanan

Sebagai tambahan, ada dua tipe komunitas keamanan yang dikemukakan

oleh Deutsch. Pertama, tipe komunitas keamanan teramalgamasi (amalgamated

security community) dan yang kedua, tipe komunitas keamanan pluralistik

(pluralistic security community).80

Komunitas keamanan yang teramalgamasi

merupakan penggabungan dua atau lebih unit-unit independen menjadi satu unit

yang lebih besar, dengan satu pemerintahan bersama. Contohnya adalah Amerika

Serikat, yang merupakan amalgamasi dari tiga belas koloni independen pada

tahun 1776. Sementara komunitas keamanan pluralistik tetap memiliki

pemerintahan sendiri-sendiri; contohnya, Organization for Security and

cooperations in Europe (OSCE) dan Association of Southeast Asian Nations

(ASEAN). Masing-masing negara punya pemerintahan independen, namun

sepakat untuk tidak menggunakan kekerasan bersenjata untuk menyelesaikan

konflik baik di dalam maupun di antar-negara. Konsep yang kedua ini yaitu

pluralistik yang lebih umum ditemui.

Selanjutnya, Adler dan Barnett dalam mengartikan komunitas menemukan

setidaknya 3 ciri yaitu:81

Pertama, adanya identitas, nilai, dan pengertian bersama

di antara masing-masing anggota komunitas. Kedua, adanya hubungan langsung

dalam berbagai dimensi. Ketiga adanya resiprositas untuk mewujudkan

kepentingan jangka panjang. Ciri ini serupa dengan yang dikemukakan oleh

80 Deutsch, “Political Community,” 3-20. 81 Emanuel Adler dan Michael Barnett, Security Communities (Cambridge: Cambridge University Press,1998), 31.

Pandangan paradigma ..., M. Mardani, FISIP UI, 2013

Page 53: UNIVERSITAS INDONESIA PANDANGAN PARADIGMA ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20350948-TA-M Mardani.pdfUNIVERSITAS INDONESIA PANDANGAN PARADIGMA REALISME, LIBERALISME DAN KONSTRUKTIVISME

40

Universitas Indonesia

Deutsch di atas. Dengan adanya ciri ini, wilayah atau region dalam konteks

komunitas keamanan regional diartikan bukan dalam dimensi ruang (kedekatan

wilayah) tetapi lebih kepada kesamaan identitas, nilai, dan pengertian.

4.1.2 Perkembangan Komunitas Keamanan

Adler dan Barnett mengungkapkan bahwa setidaknya ada tiga fase yang

menentukan dalam perkembangan komunitas keamanan, yaitu:82

Fase 1: permulaan, dalam fase ini, pemerintah tidak secara eksplisit berusaha

untuk membuat komunitas keamanan. Namun pemerintah mulai menyadari untuk

melakukan koordinasi dengan pemerintah lain dalam mengusahakan keamanan

bersama.

Fase 2: fase ini ditandai dengan bertambahnya jaringan, institusi dan organisasi

baru yang mencerminkan koordinasi dan kerja sama militer yang lebih erat;

berkurangnya rasa takut ketika pihak lain menunjukkan ancaman; adanya struktur

kognitif (knowledge) yang mendorong untuk bekerja sama yang kemudian

berimbas pada semakin dalamnya tingkat rasa saling percaya (mutual trust).

Fase 3: pada fase ini komunitas keamanan menjadi lebih matang dan lebih

terinstitusionalisasi baik dalam tingkat domestik maupun tingkat supranasional.

Perang di dalam region dapat dikatakan menjadi tidak mungkin (improbable).

4.2 Konstruktivisme Security Community dalam CSTO

Terdapat 4 poin utama konstruktivisme dalam teori security community

yang dapat dijadikan sebagai alat analisis dalam karya tulis ini. Pertama, security

community menempatkan perhatian yang sama terhadap ancaman keamanan baik

itu ancaman keamanan eksternal maupun internal. Kedua, security community

menginginkan adanya sebuah pengaturan keamanan yang dapat menerapkan

proses penyelesaian sengketa maupun konflik antarnegara dengan cara-cara damai

sehingga tindakan koersif dapat diminimalisasi atau dihilangkan. Ketiga tindakan

koersif/coercive action secara militer adalah tindakan yang paling tidak

diinginkan oleh security community. Dan terakhir Interaksi/kerja sama antarnegara

harus selalu dibangun. Bila interaksi harmonis antarnegara terus dibangun, maka

dalam pandangan security community kesamaan nilai, norma dan identitas akan

terwujud sehingga potensi konflik antarnegara akan semakin kecil. Selanjutnya,

82

Ibid., 50.

Pandangan paradigma ..., M. Mardani, FISIP UI, 2013

Page 54: UNIVERSITAS INDONESIA PANDANGAN PARADIGMA ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20350948-TA-M Mardani.pdfUNIVERSITAS INDONESIA PANDANGAN PARADIGMA REALISME, LIBERALISME DAN KONSTRUKTIVISME

41

Universitas Indonesia

dalam subbab ini akan dijelaskan pengaplikasian teori security community

terhadap CSTO di kawasan Asia Tengah.

4.2.1 Identifikasi Penggunaan Tindakan Koersif di Kawasan Asia Tengah

Kedekatan wilayah yang saling terhubung antarnegara Asia Tengah

mewarnai kompleksitas keamanan negara-negara yang ada di dalamnya. Oleh

karena itu, apabila terjadi masalah keamanan di salah satu negara maka

permasalahan tersebut akan mudah menyebar ke negara lain di kawasan. Seperti

yang telah dijelaskan sebelumnya, masing-masing negara di kawasan ini memiliki

permasalahan keamanan internal maupun eksternal yang bisa saja memunculkan

instabilitas keamanan kawasan. Oleh karena itu, sebuah pengaturan keamanan

sangat dibutuhkan untuk mencegah tindakan koersif antarnegara demi terciptanya

stabilitas keamanan bersama di kawasan Asia Tengah.

Negara-negara di kawasan Asia Tengah merupakan negara yang rawan

konflik baik dalam ranah domestik negara maupun konflik antarnegara.

Kemungkinan penggunaaan kekuatan militer maupun penggunaan senjata nuklir

pun cenderung besar di kawasan ini. Ancaman keamanan seperti terorisme,

gerakan ekstremis dan lain sebagainya memungkinkan negara-negara di kawasan

untuk mengambil tindakan koersif untuk menghilangkan ancaman tersebut.

Contoh kasus pada konflik di Kirgistan Selatan, pemerintah Kirgistan masih

melakukan tindakan koersif dengan menerjunkan pasukan militer untuk

membantai etnis Uzbek. Selain itu, konflik oposisi dan pemerintah Kirgistan juga

diwarnai dengan tindakan koersif oleh negara.83

Contoh lain adalah perang sipil

yang terjadi di Tajikistan antara pemberontak dan pemerintah pada tahun 1992 di

mana pemerintah Tajikistan melakukan serangan militer terhadap kelompok

oposisi yang dianggap sebagai ancaman keamanan negara.84

Dari semua contoh kasus di atas, dapat diketahui bahwa tradisi negara-

negara di kawasan Asia Tengah dalam menghadapi ancaman keamanannya adalah

dengan menggunakan tindakan koersif. Penggunaan tindakan koersif adalah

pilihan yang masih diterapkan masing-masing negara di kawasan terhadap

83 “ Kyrgyzstan,” Geshellschaff Fur Internationale Zusammenarbeit, diakses 19 Maret 2013, http://www.giz.de/en/worldwide/356.html. 84 “Tajikistan Civil War 1992-1994,” Wars of the World, diakses 19 Maret 2013, http://www.onwar.com/aced/data/tango/tajik1992b.htm.

Pandangan paradigma ..., M. Mardani, FISIP UI, 2013

Page 55: UNIVERSITAS INDONESIA PANDANGAN PARADIGMA ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20350948-TA-M Mardani.pdfUNIVERSITAS INDONESIA PANDANGAN PARADIGMA REALISME, LIBERALISME DAN KONSTRUKTIVISME

42

Universitas Indonesia

masalah keamanan yang mereka hadapi. Walaupun saat ini penggunaan cara-cara

mediasi, konsultasi dan diplomasi mulai dilakukan, namun untuk mencapai

keadaan kondusif bagi keamanan di kawasan bukanlah hal yang mudah.

Beberapa negara Asia Tengah masih sulit diajak berunding untuk menghasilkan

solusi damai terhadap sengketa yang terjadi ambil contoh pada kasus krisis di

Kirgistan Selatan.85

Pemerintahan lebih memilih opsi penggunaan tindakan

koersif terhadap oposisi akibatnya banyak pihak yang menjadi korban dalam

konflik sipil ini.

Terdapat beberapa penyebab tingginya potensi konflik fisik dan

penggunaan tindakan koersif di negara-negara Asia Tengah. Pertama, negara di

kawasan Asia Tengah ketika masih berada dibawah kekuasaan Uni Soviet

memang telah lama memiliki latar belakang konflik internal seperti konflik etnis

dan lain sebagainya. Penggunaan tindakan koersif pada saat itu adalah pilihan

yang paling memungkinkan untuk menghilangkan ancaman yang muncul. Kedua,

pascaruntuhnya Uni Soviet negara-negara di kawasan ini muncul sebagai negara

baru, permasalahan yang muncul pun tidak serta merta bisa di atasi dengan jalan

diplomasi dan mediasi. Menurut Martha Brill Olcott, negara-negara Asia Tengah

adalah salah satu gambaran “keterpaksaan” di mana pascaruntuhnya Uni Soviet

pada tahun 1991, lima republik Uni Soviet ini muncul sebagai pemain baru dalam

hubungan internasional dengan persiapan yang begitu minim dan tanpa

pengalaman.86

Dengan kata lain kemerdekaan yang diperoleh negara-negara ini

menurut Martha sebagai “kejutan” yang tidak mereka inginkan karena pada

dasarnya mereka menyadari permasalahan yang diwariskan pada era Uni Soviet

tidak akan bisa diselesaikan dengan mudah.87

Oleh karena itu tanpa pengalaman

yang matang konflik-konflik yang terjadi di kawasan seperti konflik sipil

Tajikistan pada 1992, konflik Kirgistan masih diselesaikan dengan cara-cara

koersif oleh pemerintah.

85 Richard Weitz, “Why is the CSTO absent in the Kyrgyz crisis,” Central Asia-Caucasus Institute, 6 September 2010, http://www.cacianalyst.org/?q=node/5344. 86 Gleason Gregory, “Legacies of Central Asia,” dalam The Central Asian State: Discovering Independence, diedit oleh Gleason Glregory dan Martha Brill Olcott (Colorado: Westview Press, 1997), 27. 87 Ibid.

Pandangan paradigma ..., M. Mardani, FISIP UI, 2013

Page 56: UNIVERSITAS INDONESIA PANDANGAN PARADIGMA ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20350948-TA-M Mardani.pdfUNIVERSITAS INDONESIA PANDANGAN PARADIGMA REALISME, LIBERALISME DAN KONSTRUKTIVISME

43

Universitas Indonesia

Faktor lain yang memungkinkan negara untuk memilih menggunakan

tindakan koersif terhadap ancaman keamanan di kawasan ini adalah keberadaan

kekuatan militer dan fungsi dari kekuatan militer tersebut. Dapat dikatakan selama

kekuatan militer masih digunakan sebagai instrumen untuk mengatasi ancaman

keamanan kawasan, maka tidak ada jaminan bagi negara-negara di kawasan ini

untuk tidak menggunakan tindakan koersif untuk menjaga stabilitas keamanannya

dari ancaman dan konflik yang terjadi baik secara internal maupun eksternal.

4.2.2 Peranan CSTO Mengurangi Penggunaan Tindakan Koersif di Asia

Tengah

Salah satu tujuan dibentuknya CSTO sebagai pengaturan keamanan

kawasan Asia Tengah adalah untuk menciptakan perdamaian dan keamanan di

kawasan maupun dalam lingkup yang lebih luas yaitu perdamaian dunia. Upaya

mediasi dan konsultasi dewasa ini mulai menjadi agenda utama CSTO untuk

mulai menerapkan pengurangan tindakan koersif terhadap masalah keamanan

yang dihadapi oleh masing-masing negara anggota di kawasan Asia Tengah.

Tidak hanya sebagai aliansi keamanan bersama dalam bidang militer, CSTO

mulai menginginkan adanya mediasi dan konsultasi terlebih dahulu sebelum

melakukan tindakan kolektif terhadap masalah keamanan yang dihadapi oleh

negara anggota.

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, selama masih ada instrumen

kekuatan militer yang dimiliki oleh negara, tidak ada jaminan suatu tindakan

koersif tidak dilakukan. Negara akan cenderung memilih tindakan koersif untuk

menghilangkan ancaman yang muncul ambil contoh pada konflik sipil antara

pemerintah dan oposisi di Kirgistan dan Tajikistan. Tindakan koersif adalah salah

satu pilihan terbaik menurut pemerintah untuk menangkal kekuatan oposisi. Oleh

karena itu, cita-cita tentang ketiadaan tindakan koersif di kawasan Asia Tengah

seperti harapan security community belum bisa terwujud di mana masih terjadi

serangkaian konflik etnis dan ancaman terorisme yang memerlukan tindakan

koersif dari negara untuk mengatasinya.

Karakter pengaturan keamanan CSTO memungkinkan tindakan koersif

terjadi dalam upaya penanganan masalah maupun reaksi terhadap ancaman

keamanan. Walaupun upaya mediasi dan konsultasi ada di dalam agenda dan

Pandangan paradigma ..., M. Mardani, FISIP UI, 2013

Page 57: UNIVERSITAS INDONESIA PANDANGAN PARADIGMA ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20350948-TA-M Mardani.pdfUNIVERSITAS INDONESIA PANDANGAN PARADIGMA REALISME, LIBERALISME DAN KONSTRUKTIVISME

44

Universitas Indonesia

program kerja CSTO, namun hal tersebut tidak akan menghilangkan karakter

dasar organisasi itu sendiri sebagai sebuah organisasi militer yang membenarkan

dan melegalkan penggunaan tindakan koersif sebagai instrumen untuk

menciptakan stabilitas keamanan.

Sejauh ini organisasi keamanan CSTO belum bisa mencegah tindakan

koersif dari negara-negara anggotanya. Masih adanya prinsip nonintervensi yang

telah diatur dalam piagam maupun traktat membuat organisasi keamanan ini

tidak bisa melakukan intervensi terhadap proses penyelesaian konflik internal

negara anggotanya seperti dalam kasus krisis Kirgistan Selatan diatas. Upaya

perdamaian yang dilakukan CSTO pun masih dalam bentuk pengerahan kekuatan

militer seperti pasukan perdamaian dan pengerahan pasukan CRRF yang masih

menggunakan cara-cara koersif untuk mengatasi ancaman keamanan.

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa upaya untuk menghilangkan

tindakan koersif negara di kawasan Asia Tengah seperti harapan komunitas

keamanan belum dapat diwujudkan oleh CSTO. Poin utama dalam teori security

community yang tidak teradopsi oleh CSTO menunjukkan bahwa organisasi

keamanan ini bukan merupakan sebuah organisasi dengan karakteristik yang

terdapat dalam teori security community. Pengurangan tindakan koersif oleh

CSTO hanya sebatas memberikan pilihan kepada negara anggota melalui

mediasi, konsultasi terhadap sengketa maupun konflik yang terjadi antarnegara-

negara anggotanya.88

Merujuk pada pasal pasal 7 piagam CSTO disebutkan89

:

In order to attain the purposes of the Organization, the member States

shall take joint measures to organize within its framework an effective

collective security system, to establish coalition (regional) groupings of

forces and the corresponding administrative bodies and create a military

infrastructure, to train military staff and specialists for the armed forces

and to furnish the latter with the necessary arms and military technology.

The member States shall adopt a decision on the stationing of groupings

of forces in their territories and of military facilities of States which are

not members of the Organization after holding urgent consultations

(reaching agreement) with the other member States.

88 “Rusia's Plan.” 89 “CSTO Charter.”

Pandangan paradigma ..., M. Mardani, FISIP UI, 2013

Page 58: UNIVERSITAS INDONESIA PANDANGAN PARADIGMA ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20350948-TA-M Mardani.pdfUNIVERSITAS INDONESIA PANDANGAN PARADIGMA REALISME, LIBERALISME DAN KONSTRUKTIVISME

45

Universitas Indonesia

Pasal yang terdapat dalam piagam CSTO seperti pasal 7 di atas menunjukkan

bagaimana organisasi keamanan ini adalah organisasi yang berbasiskan

penggabungan kekuatan militer yang membenarkan tindakan kolektif secara

militer dari tiap negara anggota. Dengan demikian harapan akan tidak adanya

penggunaan tindakan koersif terhadap penyelesaian konflik maupun terhadap

ancaman keamanan akan sangat sulit diwujudkan dalam kerja sama CSTO.

Argumentasi akan sulitnya menghilangkan tindakan koersif negara di kawasan

Asia Tengah juga dapat terlihat pada perjanjian CST pada pasal 4 traktat yang

berbunyi90

:

“If an aggression is committed against one of the States Parties by any state or

a group of states, it will be considered as an aggression against all the States

Parties to this Treaty.In case an act of aggression is committed against any of the States Parties, all the other States Parties will render it necessary

assistance, including military one, as well as provide support with the means at

their disposal through an exercise of the right to collective defense in accordance with Article 51 of the UN Charter.”

.

Traktat CST pada pasal 4 di atas kembali menegaskan bahwa harapan

tidak adanya penggunaan tindakan koersif oleh negara seperti harapan security

community semakin sulit terjadi di kawasan Asia Tengah. Sebagai pengaturan

keamanan kawasan melalui piagam yang mengikat ternyata CSTO masih

melegalkan penggunaan tindakan koersif untuk menghilangkan ancaman

keamanan.

4.2.3 Pandangan Konstruktivisme Security Community dalam CSTO

Sebagai organisasi keamanan kawasan CSTO berusaha ingin menciptakan

perdamaian dan stabilitas keamanan kawasan tanpa adanya kekerasan dan

tindakan koersif dari negara-negara anggotanya. Oleh karena itu, CSTO mulai

mengusung beberapa agenda yang berkaitan dengan mediasi konflik maupun

agenda perdamaian seperti zona bebas nuklir di kawasan untuk membatasi

tindakan koersif negara. Namun, harapan untuk menghilangkan tindakan koersif

di kawasan pada kenyataannya belum dapat terealisasi karena masing-masing

90 “Treaty on Collective.”

Pandangan paradigma ..., M. Mardani, FISIP UI, 2013

Page 59: UNIVERSITAS INDONESIA PANDANGAN PARADIGMA ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20350948-TA-M Mardani.pdfUNIVERSITAS INDONESIA PANDANGAN PARADIGMA REALISME, LIBERALISME DAN KONSTRUKTIVISME

46

Universitas Indonesia

negara masih menggunakan tindakan koersif sebagai langkah efektif untuk

menghilangkan ancaman.

Karakteristik CSTO sebagai aliansi kerja sama militer dalam pasal 4 dan 6

traktat maupun pada pasal 3, 7 dan 8 piagam CSTO menegaskan kembali bahwa

organisasi keamanan kawasan ini belum dapat merealisasikan ketiadaan tindakan

koersif dalam penyelesaian konflik maupun sengketa antarnegara seperti harapan

security community. Selain itu, CSTO juga tidak bisa mencegah negara

anggotanya untuk tidak menggunakan tindakan koersif dalam mengatasi

permasalahan domestik negara karena menerapkan prinsip nonintervensi yang

telah diatur dalam piagam organisasi.91

Salah satu poin utama dalam teori security community adalah organisasi

yang memiliki karakteristik security community akan memiliki identitas, nilai, dan

norma yang sama sehingga dari adanya nilai, norma dan identitas yang sama

inilah potensi konflik dan ketegangan antarnegara dapat dikurangi. Dalam tulisan

Emanuel Adler dan Michael Barnett disebutkan sebuah organisasi keamanan

harus memiliki fungsi yang dapat menciptakan kesamaan identitas diantara negara

anggotanaya baik itu melalui kerja sama, membangun rasa saling percaya dan

intensnya interaksi.92

Dengan adanya kesamaan identitas ini, negara-negara

anggota akan berpegang pada prinsip yang sama yaitu menghindari penggunaan

tindakan koersif untuk mendapatkan stabilitas keamanan dan perdamaian. Namun

pada kenyataannya CSTO belum bisa memberikan ruang interaksi bagi tiap

negara anggotanya di mana pada kenyataannya masing-masing negara anggota

masih berkonflik antara satu dengan yang lain.

Karakter security community dalam CSTO hanya teradopsi di dalam

traktat kerja sama keamanan berkaitan dengan definisi ancaman eksternal dan

internal yang sama-sama didefinisikan sebagai ancaman keamanan yang harus

dihadapi oleh tiap negara. Elemen karakteristik pengaturan keamanan dalam teori

security community yang tidak teradopsi oleh CSTO adalah berkaitan dengan

pengurangan tindakan koersif dan pembentukan kesamaan identitas bagi tiap

negara.

91 “CSTO Charter.” 92 Adler dan Barnett, Security Communities, 50.

Pandangan paradigma ..., M. Mardani, FISIP UI, 2013

Page 60: UNIVERSITAS INDONESIA PANDANGAN PARADIGMA ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20350948-TA-M Mardani.pdfUNIVERSITAS INDONESIA PANDANGAN PARADIGMA REALISME, LIBERALISME DAN KONSTRUKTIVISME

47

Universitas Indonesia

CSTO sebagai pengaturan keamanan memiliki karakteristik yang berbeda

dengan security community. Kerja sama keamanan dalam CSTO belum bisa

menciptakan kesamaan identitas bagi negara-negara anggota di mana hingga saat

ini masih terjadi beberapa sengketa/konflik antarnegara yang menggunakan

tindakan koersif sebagai instrumen penyelesaian masalah. Kerja sama dalam

CSTO hanya sebatas kerja sama keamanan antarnegara di kawasan yang belum

mengarah pada suatu kerja sama yang dapat menciptakan kesamaan identitas dan

we feeling antarnegara didalamnya.

Pandangan paradigma ..., M. Mardani, FISIP UI, 2013

Page 61: UNIVERSITAS INDONESIA PANDANGAN PARADIGMA ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20350948-TA-M Mardani.pdfUNIVERSITAS INDONESIA PANDANGAN PARADIGMA REALISME, LIBERALISME DAN KONSTRUKTIVISME

48

BAB 5

KESIMPULAN

5.1 Karakteristik Pengaturan Keamanan Realisme dalam CSTO

Terdapat tiga poin utama yang dapat menjelaskan sebuah organisasi

keamanan mengadopsi karakteristik pengaturan keamanan dalam teori collective

defense. Pertama, organisasi dengan karakter collective defense akan melihat

ancaman eksternal dalam bentuk agresi militer negara sebagai ancaman utama.

Kedua dengan adanya ancaman eksternal ini, organisasi keamanan dengan

karakteristik collective defense akan membentuk suatu aliansi militer. Ketiga,

dalam aliansi militer inilah, sebuah organisasi dengan karakteristik collective

defense akan membenarkan tindakan koersif terhadap ancaman dengan melakukan

aksi kolektif dari tiap anggota aliansi.

Sejauh ini ancaman eksternal di kawasan Asia Tengah teridentifikasi

dalam kategori ancaman keamanan yang lebih komprehensif seperti

persengketaan wilayah, terorisme, gerakan ekstremis yang datang dari luar

kawasan. Walaupun terbilang cukup beragam, ancaman eksternal di kawasan ini

belum memperlihatkan adanya ancaman keamanan dalam bentuk agresi militer

yang dilakukan oleh negara lain dari luar kawasan. Oleh karena itu, dapat

disimpulkan bahwa definisi ancaman eksternal dalam pandangan collective

defense ternyata tidak sesuai dengan definisi ancaman eksternal dalam pengaturan

keamanan CSTO

Definisi ancaman eksternal collective defense dalam CSTO menjadi tidak

lagi sesuai karena negara-negara di kawasan ini sepakat melihat ancaman tersebut

dalam ruang lingkup yang lebih luas. Ancaman eksternal didefinisikan CSTO

dalam bentuk yang lebih kompleks di mana aktornya tidak lagi harus negara,

bentuk ancamannya pun juga tidak lagi harus dalam bentuk agresi militer oleh

negara.

Jadi, dapat disimpulkan bahwa pandangan akan common enemy dalam

CSTO berbeda dengan definisi common enemy dalam teori collective defense.

Elemen karakteristik teori collective defense yang teradopsi dalam CSTO hanya

berkaitan dengan prinsip-prinsip organisasi keamanan seperti aliansi militer dan

pengerahan pasukan militer/collective action. Aliansi militer dalam CSTO

Pandangan paradigma ..., M. Mardani, FISIP UI, 2013

Page 62: UNIVERSITAS INDONESIA PANDANGAN PARADIGMA ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20350948-TA-M Mardani.pdfUNIVERSITAS INDONESIA PANDANGAN PARADIGMA REALISME, LIBERALISME DAN KONSTRUKTIVISME

49

Universitas Indonesia

menegaskan bahwa organisasi keamanan ini memiliki beberapa karakter institusi

keamanan yang sesuai dalam teori collective defense. Namun, terdapat pula

beberapa karakteristik realisme yang tidak teradopsi dalam organisasi CSTO.

5.2 Karakteristik Pengaturan Keamanan Liberalisme dalam CSTO

Negara-negara di kawasan Asia Tengah adalah negara yang tingkat potensi

konfliknya paling tinggi. Masih terjadi beberapa konflik etnis, ancaman terorisme,

dan gerakan ekstremisme yang dapat mengganggu stabilitas keamanan kawasan.

Penyelesaian konflik internal di kawasan ini terbilang cukup sulit karena masing-

masing negara masih menggunakan cara-cara tradisional (tindakan koersif) untuk

menyelesaikan masalah keamanannya. Oleh karena itu, kawasan Asia Tengah

membutuhkan pengaturan keamanan yang bisa memfasilitasi ruang mediasi

maupun konsultasi bagi negara-negara untuk menyelesaikan masalah maupun

ancaman keamanan yang terjadi di kawasan.

Terdapat 4 poin utama yang dapat menjelaskan sebuah organisasi

keamanan mengadopsi karakteristik pengaturan keamanan dalam teori collective

security. Pertama, organisasi dengan karakter collective security akan melihat

ancaman internal sebagai ancaman utama bagi negara anggota. Kedua, terdapat

suatu aturan yang mengikat dari pengaturan keamanan tersebut sehingga bisa

memberikan penjatuhan sanksi terhadap negara anggota yang melanggar

traktat/perjanjian dalam organisasi. Ketiga suatu organisasi keamanan dengan

karakter collective security harus memiliki fungsi sebagai ruang konsultasi

maupun mediasi bagi negara-negara anggota. Keempat penggunaan tindakan

koersif menjadi pilihan terakhir apabila proses mediasi/konsultasi dengan cara-

cara damai tidak lagi memungkinkan.

Melalui 4 empat poin utama dalam teori collective security di atas, dapat

disimpulkan bahwa semua elemen karakteristik pengaturan keamanan collective

security telah diadopsi oleh CSTO. Pertama, sebagai sebuah organisasi keamanan

CSTO telah berperan memberikan ruang mediasi dan konsultasi bagi negara

anggota untuk membicarakan isu-isu keamanan kawasan. Kedua, CSTO mengatur

mekanisme yang berhubungan dengan pengerahan kekuatan militer dalam

mengatasi masalah keamanan internal negara anggota. Ketiga, ancaman internal

menjadi salah satu fokus utama CSTO. Dan terakhir traktat/perjanjian yang telah

Pandangan paradigma ..., M. Mardani, FISIP UI, 2013

Page 63: UNIVERSITAS INDONESIA PANDANGAN PARADIGMA ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20350948-TA-M Mardani.pdfUNIVERSITAS INDONESIA PANDANGAN PARADIGMA REALISME, LIBERALISME DAN KONSTRUKTIVISME

50

Universitas Indonesia

disetujui oleh masing-masing negara anggota dalam organisasi menjadi dasar

untuk membina hubungan baik antarnegara di kawasan dan dijadikan sebagai

prosedur operasi dalam merespon ancaman keamanan yang potensial

mengganggu stabilitas keamanan kawasan.

5.3 Karakteristik Pengaturan Keamanan Konstruktivisme Dalam CSTO

Terdapat 3 poin utama yang menjelaskan sebuah organisasi keamanan

mengadopsi karakteristik pengaturan keamanan security community. Pertama

organisasi keamanan tersebut harus mengidentifikasi ancaman eksternal dan

internal sebagai ancaman utama yang harus dihadapi negara-negara anggota.

Kedua, negara dalam organisasi keamanan telah memiliki kesamaan identitas,

nilai, dan norma yang memungkinkan interaksi antarnegara anggota terjalin

harmonis. Ketiga, organisasi keamanan yang telah memiliki kesamaan identitas,

nilai,dan norma ini sepakat untuk meninggalkan cara-cara koersif sebagai

instrument perdamaian.

Berdasarkan penjelasan penulis dalam bab 4 dapat disimpulkan bahwa

karakteristik security community dalam CSTO hanya teradopsi pada poin utama

dalam teori tersebut yaitu melihat ancaman keamanan secara eksternal dan

internal sebagai ancaman utama yang harus dihadapi oleh organisasi. Elemen teori

security community yang berhubungan dengan pembentukan kesamaan identitas

maupun upaya untuk menghilangkan tindakan koersif, menunjukkan bahwa

terdapat beberapa karakteristik security community yang tidak teradopsi di dalam

organisasi CSTO.

Pandangan paradigma ..., M. Mardani, FISIP UI, 2013

Page 64: UNIVERSITAS INDONESIA PANDANGAN PARADIGMA ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20350948-TA-M Mardani.pdfUNIVERSITAS INDONESIA PANDANGAN PARADIGMA REALISME, LIBERALISME DAN KONSTRUKTIVISME

51

Universitas Indonesia

Tabel 1.4 Kesimpulan

Keterangan:

- Tabel kuning menunjukkan karakteristik pengaturan keamanan dari 3 teori yang

sesuai dengan CSTO

- Tabel merah menunjukkan karakteristik pengaturan keamanan dari 3 teori yang tidak

sesuai dengan CSTO

Berdasarkan tabel di atas, dapat disimpulkan bahwa CSTO merupakan sebuah

pengaturan keamanan regional yang banyak mengadopsi karakteristik organisasi

dalam teori collective security (liberalisme). Walaupun demikian, CSTO juga

memiliki beberapa karakteristik dari teori collective defense (realisme) dan

security community (konstruktivisme) yang membuat pengaturan keamanan ini

lebih dinamis dalam melihat berbagai ancaman keamanan dan penyelesaian

masalah keamanan kawasan.

Sumbangan pemikiran dari ketiga paradigma dalam sebuah pengaturan

keamanan adalah meliputi identifikasi ancaman, karakter kerja sama, maupun

upaya-upaya untuk menciptakan stabilitas keamanan dan perdamaian dunia. Bila

pada masa Perang Dingin perspektif realisme lebih mendominasi karakteristik

sebuah pengaturan keamanan melalui pola pengaturan keamanan tradisional

(traditional security arrangement) dengan dominasi aktor negara, maka saat ini

Pandangan paradigma ..., M. Mardani, FISIP UI, 2013

Page 65: UNIVERSITAS INDONESIA PANDANGAN PARADIGMA ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20350948-TA-M Mardani.pdfUNIVERSITAS INDONESIA PANDANGAN PARADIGMA REALISME, LIBERALISME DAN KONSTRUKTIVISME

52

Universitas Indonesia

liberalisme dan konstruktivisme juga memberikan kontribusinya dalam bentuk

pengaturan keamanan yang lebih modern dan dinamis dengan melihat

permasalahan keamanan secara luas.

Pandangan paradigma ..., M. Mardani, FISIP UI, 2013

Page 66: UNIVERSITAS INDONESIA PANDANGAN PARADIGMA ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20350948-TA-M Mardani.pdfUNIVERSITAS INDONESIA PANDANGAN PARADIGMA REALISME, LIBERALISME DAN KONSTRUKTIVISME

Universitas Indonesia

DAFTAR REFERENSI

“Appendix C-Belarus and Moldova.” The Alma-Ata Declaration. Diakses 15

Maret 2013. http://lcweb2.loc.gov/frd/cs/belarus/by_appnc.html.

“Central Asia Border disputes and Conflict Potential.” International Crisis Group.

Terakhir dimodifikasi 4 April 2002. Diakses 22 Maret 2013.

http://www.crisisgroup.org/~/media/Files/Asia/central-

Asia/Central%20Asia%20Border%20Disputes%20and%20Conflict%20Poten

tial.pdf.

“Charter Establishing The Common Wealth of Indepemdent States.” Public

International Law. Diakses 2 Desember 2012.

http://www.dipublico.com.ar/english/charter-establishing-the-commonwealth-

of-independent-states-cis/.

“Collective Security Treaty organizations (CSTO).” Global Security. Diakses 2

Desember 2012. http://www.globalsecurity.org/military/world/int/csto.htm.

“Collective Security.” Conflict Research Consortium. Diakses 25 Januari 2013.

http://www.colorado.edu/conflict/peace/treatment/collsec.htm.

“Cooperation 2012 Joint Military Exercise Has Begun.” The Collective Rapid

Reaction Force. Diakses 28 Maret 2013.

http://www.mil.am/1347701281/page/58.

“CSTO Charter.” Collective Security Treaty Organization. Diakses 3 Februari

2013.

http://www.ieee.es/Galerias/fichero/Varios/2002_Carta_de_la_OTSC.pdf.

“Kyrgyzstan.” Geshellschaff Fur Internationale Zusammenarbeit. Diakses 19

Maret 2013. http://www.giz.de/en/worldwide/356.html.

“NATO Charter.” North Atlantic Treaty Organization. Diakses 19 Mei 2013.

http://www.nato.int/terrorism/five.htm .

“NATO role’s in Kosovo.” North Atlantic Treaty Organization. Diakses 14 Mei

2013. http://www.nato.int/kosovo/history.htm.

“Tajikistan Civil War 1992-1994.” Wars of the World. Diakses 19 Maret 2013.

http://www.onwar.com/aced/data/tango/tajik1992b.htm.

“The Concept of Collective Security.” Collective Security Treaty Organization

Official Site. Diakses 14 Maret 013. http://www.odkb.gov.ru/b/azc.htm.

Pandangan paradigma ..., M. Mardani, FISIP UI, 2013

Page 67: UNIVERSITAS INDONESIA PANDANGAN PARADIGMA ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20350948-TA-M Mardani.pdfUNIVERSITAS INDONESIA PANDANGAN PARADIGMA REALISME, LIBERALISME DAN KONSTRUKTIVISME

Universitas Indonesia

“Treaty on Collective Security.” Collective Security Treaty Organization Official

Site. Diakses 12 Desember 2012. http://www.odkb.gov.ru/b/azbengl.htm.

“UN Charter.” United Nations. Diakses 22 Maret 2013.

http://www.un.org/en/documents/charter/chapter7.shtml.

Adler, Emanuel dan Michael Barnett. Security Communities. Cambridge:

Cambridge University Press, 1998.

Alvin LeRoy Bennet. International Organization: Principles and Issue. New

Jersey: Prentice-Hall, 1995.

Asbarez Post. “CSTO Rubezh War Games Begin In Armenia.” 22 Juli 2008.

http://asbarez.com/57831/csto-rubezh-war-games-begin-in-armenia/.

CA News . “CSTO Takes Measures to Enhance Security after Withdrawal of

Troops from Afghanistan.” 17 Agustus 2012.

http://stratrisks.com/geostrat/7583.

Collective Security Treaty Organization. “The Final Document of International

Conference Interaction of NGOs in the CSTO Member states in

Strengthening Non-proliferation of Nuclear Weapons, The Concept a

Nuclear-Free Zone in Central Asia.” ( Final Document CSTO International

Conference, Dushanbe, 17-18 Oktober 2009).

Deutsch, Karl W. “Political Community And The North Atlantic Area.” Dalam

International Political Communities. Diedit oleh Karl W. Deutsch, et al, 2-20.

Princeton N.J: Princeton University Press, 1957.

Frost, Alexander. “The Collective Security Treaty Organization, Shanghai

Cooperation Organization, and Russia’s Strategic Goals in Central Asia.”

China and Eurasia Forum Quarterly 7, no. 3 (2009): 83-102.

Giragosian, Richard. “The Strategic Central Asia Arena.” China and Eurasia

Forum Quarterly 4, no.1 ( 2001): 133-153.

Gregory, Gleason. “Legacies of Central Asia.” Dalam The Central Asian State:

Discovering Independence, diedit oleh Gleason Glregory dan Martha Brill

Olcott, 27-46. Colorado: Westview Press, 1997.

Hooman, Peimani. Regional Security and The Future of Central Asia : The

Competition of Iran,Turkey and Russia. United States of America:

Greenwood Publishing Group.Inc, 1998.

Pandangan paradigma ..., M. Mardani, FISIP UI, 2013

Page 68: UNIVERSITAS INDONESIA PANDANGAN PARADIGMA ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20350948-TA-M Mardani.pdfUNIVERSITAS INDONESIA PANDANGAN PARADIGMA REALISME, LIBERALISME DAN KONSTRUKTIVISME

Universitas Indonesia

Hurrell, Andrew. “Regionalism in Theoretical Perspective.” dalam Regionalism

in World Politics: Regional Organization and International Order. Diedit

oleh. Andrew Hurrell and Louise Fawcett, 9-37. New York: Oxford

University Press Inc, 1995.

Jackson, Robert and George Sorensen. Intoduction to International Relations.

New York: Oxford University Press Inc, 1999.

Lynn, Miller H. “The Idea and reality of Collective Security” dalam Global

Governance. Lynne Rienner Pulisher 5, no.3 (1999): 303-332. Diakses 3

Februari 2012.

Markedonov, Sergei. “Post Soviet Integration: CIS,CST, CRRF, etc.” oD Russia,

20 Januari 2010. http://www.opendemocracy.net/od-russia/sergei-

markedonov/post-soviet-integration-cst-csto-crrf-etc-2.

Mwagwabi, lawrence. “The Theory of Collective Security and Its Limitations in

Explaining International Organization: A critical Analysis” (Draft only,

2010): 4. Diakses 5 Maret 2013.

http://uonbi.academia.edu/LawrenceMwagwabi/Papers.

Nandini, Citra. “Pandangan Paradigma realisme, Liberalisme, dan

Konstruktivisme terhadap African Union sebagai institusi keamanan regional

di kawasan Afrika.” Tugas Karya Akhir, Universitas Indonesia, 2012.

Niou, Emerson and Goufu Tan. “External Threat and Collective Action,” dalam

Economy Inquiry 43, no. 3 (2005): 519-530.

Orakhelashvili, Alexander. Collective Security. USA: Oxford University Press,

2011.

Osman Gokhan Yandas. “Emerging Regional Security Complexin Central Asia:

Shanghai Cooperation Organization (SCO) and Challenges of the Post 9/11

World.” Thesis, Middle East Technical University, 2005.

Rogger Mc Dermott. “Rusia’s vision in crisis for CSTO military forces.” World

Security Network. 7 Juli 2009.

http://www.worldsecuritynetwork.com/Russia/McDermott-Roger/Russias-

Vision-in-Crisis-for-CSTO-Military-Forces .

Saat, J H. “The Collective Security Treaty Organization,” Conflict Studies

Research Centre 5, no. 9 (2005): 1-12.

Pandangan paradigma ..., M. Mardani, FISIP UI, 2013

Page 69: UNIVERSITAS INDONESIA PANDANGAN PARADIGMA ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20350948-TA-M Mardani.pdfUNIVERSITAS INDONESIA PANDANGAN PARADIGMA REALISME, LIBERALISME DAN KONSTRUKTIVISME

Universitas Indonesia

Sabev, Sabi I. European Security After Cold War. Thesis, Air War Collage

University, 1994.

Stem, Joshua. “NATO Collective Security or Defense: The Future of NATO in

Light of Expansion and 9/11.” Dusseldorfer Institut Fur Auseen-Und

Sicherheits Politic, no.32 ( 2010): 1-22.

The Diplomat. “Rusia’s Plan to use Regional Organizations.” 18 Mei 2013.

http://thediplomat.com/2012/07/11/the-great-game-2-0/.

The Diplomat. “Uzbekistan withdrawal CSTO.” 22 Maret 2013.

http://thediplomat.com/2012/07/11/the-great-game-2-0/.

Universal News wires. “Central Asia Rank Midway in Global Terrorism Index,” 5

Desember 2012.

http://www.universalnewswires.com/centralAsia/Kirgistan/viewstory.aspx?id

=13273.

Walberc, Eric. “Review of Post Modern Imperialism Geopolitics and the Great

Games.” Iran Review, 22 Oktober 2011.

http://www.iranreview.org/content/Documents/Post_Modern_Imperialism_G

eopolitics_and_the_Great_Games.htm .

Weitz, Richard. “Why is the CSTO absent in the Kyrgyz crisis.” Central Asia-

Caucasus Institute, 6 September 2010.

http://www.cacianalyst.org/?q=node/5344.

Pandangan paradigma ..., M. Mardani, FISIP UI, 2013