Realisme dalam jagat Teater - UGM

18
REALISMEDALAMJAGATTEATER .& Aef~ cSa . M046 ' 1 .Pendahuluan Padasuatusenjatanggal 1Maret1923,dirumah AngJan-Goandikawas- an Jatinegara Jakarta tempo doeloe, berkum- pul beberapa pemuda terpelajar . Kebanyakan mereka adalahpelajar AMSbagianA(SastraBarat)danB .Di sampingitu,jugaadadiantaramereka"ma- hasiswa"SekolahDokterJawa .Jan-Goan menunjukkankepadamerekahasilkerjanya yangterbaru,sebuahmanuskripterjemahan lakondalambahasa MelajoeRenda yang berjudul MoesoenjaOrangBanjak' . Lakon iniadalahkaranganseorangdramawan Norwegia,HenrikIbsen(1828-1906)nama- nya,yangjudulaslinyatidakpernahdikenal diIndonesia, EnFolkefiende yangdiselesai- kanpadstahun1882 .DidugaJan-Goanti- dakmenerjemahkanlakonitudanbahasa aslinya,tetapilewatversibahasaBelanda EenVolksvijand atauversibahasaInggris, AnEnemyofthePeople . Sebagaimana pendahulunya,KweekTek-Hoaypadatahun 1919yangmenerjemahkankaryaPhilp OppenheimdanLauwGiok-Lanpadstahun 1909menerjemahkansejumlahlakonyang sexingdimainkanolehrombongan toneel Belanda,Jan-Goanmelanjutkantradisibaru itu. JakobSumardjo2 mencatatbahwaapa yangdikerjakanolehorang-orangCinaper- anakanterpelajaritutidakadahubungannya dengankegiatanteaterkomersial,misalnya rombongan Miss Riboet'sOrion,Dardanel- la, dansebagainya .Mungkinperluditegas- kanbahwakegiatankaumterpelajarinida- patdikatakansebagaisuatu counterculture terhadapmereka .Didugakegiatankaum 34 terpelajarinimemangtidakuntukmereka, bahkantidakakanpemahuntukmereka, sebabkegiatankaumterpelajaritumerupa- kansuatu antitesis terhadapkegiatanyang dilakukanoleh Orion,Dardanella,Bangsa- wan,KomedieStamboel, dansebagainya . Walaupunanggotakelompoksandiwarako- mersialitutidakdapatdikatakanberbuta huruf,merekahidupdanmenjagahidupte- rnsdalamjagatpikirkebudayaanoraldan bukankebudayaantulis .Olehkarenaitu,ca- ramerekabermainiebih loose danbebas dansegalapatokanmain tidakseperti yang tampakpadateaterIbsen,GeorgeBernard Shaw(1856-1950),GeorgeJanNathan (1882-1952),KonstantinStanislavsky(1865- 1938),danlain-lain,jugateknik staging yang dituntutolehlakonyangditerjemahkanoleh Jan-Goan, MoesoenjaOrangBanjak . DiIndonesia,HenrikIbsendikenalmela- luilakon-lakonyangsudahditerjemahkanke dalambahasaIndonesiadanversibahasa BelandaatauInggris,misalnya Gengangere (1881)yangdalambahasaInggrisdisebut Ghosts dan Vildanden (1884),yangsexing dikenalsebagai TheWildDuck. Padatahun 1970-an, Vildanden sangatpopulerdika- langanparapecintasandiwararadioberba- hasaJawadenganjudul Bekisar yangdisi- arkansetiapMinggumalamsesudahWarta Beritapukul22 .00WIB .Sandiwaraauditif INtampilsecaraserialdiRRINusantaraIi, Yogyakarta,dengansutradaraalmarhum Sumardjono,dandibintangiolehtokoh-to- kohdramaradioterkemuka,antaralainMo- hamadHabibBaridanHastinAtasAsih . OlehJohnRusselTaylor 3 , HenrikIbsen disebutsebagaisalahseorang instigator ali- aspenggerakmunculnyagebrakanteater baruyangdisebutrealisme .Gerakaninidi- sebut-sebutmunculpertamakalpadaakhir ' Doldorandus,SarjmsUtama,stWpugajarJurusanSastraIrggris, FaWasSastra,UGM. Hum"" No. 11Mat-Agustus19"

Transcript of Realisme dalam jagat Teater - UGM

Page 1: Realisme dalam jagat Teater - UGM

REALISME DALAM JAGAT TEATER

.&Aef~ cSa .M046'

1. PendahuluanPada suatu senja tanggal1 Maret 1923, di rumahAng Jan-Goan di kawas-an Jatinegara Jakartatempo doeloe, berkum-pul beberapa pemudaterpelajar . Kebanyakanmereka adalah pelajar

AMS bagian A (Sastra Barat) dan B . Disamping itu, juga ada di antara mereka "ma-hasiswa" Sekolah Dokter Jawa . Jan-Goanmenunjukkan kepada mereka hasil kerjanyayang terbaru, sebuah manuskrip terjemahanlakon dalam bahasa Melajoe Renda yangberjudul Moesoenja Orang Banjak' . Lakonini adalah karangan seorang dramawanNorwegia, Henrik Ibsen (1828-1906) nama-nya, yang judul aslinya tidak pernah dikenaldi Indonesia, En Folkefiende yang diselesai-kan pads tahun 1882 . Diduga Jan-Goan ti-dak menerjemahkan lakon itu dan bahasaaslinya, tetapi lewat versi bahasa BelandaEen Volksvijand atau versi bahasa Inggris,An Enemy of the People . Sebagaimanapendahulunya, Kweek Tek-Hoay pada tahun1919 yang menerjemahkan karya PhilpOppenheim dan Lauw Giok-Lan pads tahun1909 menerjemahkan sejumlah lakon yangsexing dimainkan oleh rombongan toneelBelanda, Jan-Goan melanjutkan tradisi baruitu.

Jakob Sumardjo2 mencatat bahwa apayang dikerjakan oleh orang-orang Cina per-anakan terpelajar itu tidak ada hubungannyadengan kegiatan teater komersial, misalnyarombongan Miss Riboet's Orion, Dardanel-la, dan sebagainya . Mungkin perlu ditegas-kan bahwa kegiatan kaum terpelajar ini da-pat dikatakan sebagai suatu counter cultureterhadap mereka. Diduga kegiatan kaum

34

terpelajar ini memang tidak untuk mereka,bahkan tidak akan pemah untuk mereka,sebab kegiatan kaum terpelajar itu merupa-kan suatu antitesis terhadap kegiatan yangdilakukan oleh Orion, Dardanella, Bangsa-wan, Komedie Stamboel, dan sebagainya .Walaupun anggota kelompok sandiwara ko-mersial itu tidak dapat dikatakan berbutahuruf, mereka hidup dan menjaga hidup te-rns dalam jagat pikir kebudayaan oral danbukan kebudayaan tulis . Oleh karena itu, ca-ra mereka bermain iebih loose dan bebasdan segala patokan main tidak seperti yangtampak pada teater Ibsen, George BernardShaw (1856-1950), George Jan Nathan(1882-1952), Konstantin Stanislavsky (1865-1938), dan lain-lain, juga teknik staging yangdituntut oleh lakon yang diterjemahkan olehJan-Goan, Moesoenja Orang Banjak .

Di Indonesia, Henrik Ibsen dikenal mela-lui lakon-lakon yang sudah diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia dan versi bahasaBelanda atau Inggris, misalnya Gengangere(1881) yang dalam bahasa Inggris disebutGhosts dan Vildanden (1884), yang sexingdikenal sebagai The Wild Duck. Pada tahun1970-an, Vildanden sangat populer di ka-langan para pecinta sandiwara radio berba-hasa Jawa dengan judul Bekisar yang disi-arkan setiap Minggu malam sesudah WartaBerita pukul 22.00 WIB. Sandiwara auditifIN tampil secara serial di RRI Nusantara Ii,Yogyakarta, dengan sutradara almarhumSumardjono, dan dibintangi oleh tokoh-to-koh drama radio terkemuka, antara lain Mo-hamad Habib Bari dan Hastin Atas Asih .

Oleh John Russel Taylor3 , Henrik Ibsendisebut sebagai salah seorang instigator ali-as penggerak munculnya gebrakan teaterbaru yang disebut realisme . Gerakan ini di-sebut-sebut munc ul pertama kal pada akhir

' Doldorandus, Sarjms Utama, stW pugajar Jurusan Sastra Irggris, FaWas Sastra, UGM.

Hum"" No. 11 Mat- Agustus 19"

Page 2: Realisme dalam jagat Teater - UGM

abad XIX, kurang lebih tahun 1850-an,yang, dua puluh tahun kemudian, 1870-an,disusul gerakan lainnya yang merupakan"saudara sekandung", yakni naturalisme .Kemodle4 menulis komentar menarik ten-tang abad ini . dikatakannya, paruh abad XIXditandai dengan kecenderungan kegan-drungan pada ilmu sebagai Zeitgeist-nya . Disamping itu ada wawasan yang disebutnyasebagai a naturalistic philosophy yang me-wamai zaman itu. Jagat teater, tampaknya,terkena dampak gelombang pikir baru ini .Sebagai konsekuensi dad wawasan ke-filsafatan alami ini, orang mulai sangat ter-tarik pada biologi. Para ilmuwan melakukanstudi tentang bagaimana makhluk bisa hidupdan terutama memberikan reaksi terhadaplingkungannya. Lakon-lakon Ibsen menun-jukkan hal itu, yakni suatu interaksi antaratokoh-tokoh dan lingkungannya . Dalam ja-gat pentas, lingkungan adalah setting tem-pat dan waktu . Sebagai suatu setting tem-pat, Iingkungan mengisyaratkan dua hal,yakni lingkungan alam dan Iingkungan sosi-al. Wawasan realisme ala Ibsen sepertiyang tercermin dalam lakon-lakonnya meng-isyaratkan bahwa setting tidak sekedar latarbelakang, tetapi juga unsur yang memba-ngun perkembangan struktur dramatik lakonitu, dari awal hingga akhir . Dengan kata lain,realisme mengisyaratkan bagaimana ling-kungan digarap oleh penulis lakon yang ak-himya juga oleh sutradara dalam sajian sta-ging-nya . Untuk itu, plot atau alur pada nas-kah lakon perlu digarap, sebab realisme me-nuntut alur yang rapi, terkontrol, serta hu-bungan antara adegan bisa dijelaskan de-ngan logika runtut, bahkan dengan motivasipermainan yang dapat "dibaca" . Itulah se-babnya, seorang aktor Prancis, EugeneScribe (1791-1861) merumuskan plot lakonrealisme adalah piece bien faite yang dalambahasa Inggris biasa disebut the well-madeplay alias "lakon yang dirancang dengan ba-il". Lakon-lakon Ibsen, termasuk En Folke-fiende, adalah lakon yang dirancang denganbaik, lakon yang, oleh kaum terpelajar masakini, disebut lakon akademik . Ini memberi-kan isyarat bahwa pilihan Jan-Goan terha-dap lakon karangan Ibsen untuk diterjemah-kan bukan suatu kebetulan . Keterpelajaran-nya menemukan kepuasannya pada lakon-lakon yang "ilmiah" itu sebagai counter ter-hadap lakon yang, menurutnya, dimainkan

Humanare No. 11 Ma- Agustus 1999

dengan cara asal-asalan, tanpa persiapandengan baik dan penuh dengan improvisasi .

IN memberikan isyarat justru antara ke-lompok teater komersial dengan kegiatanJan Goan dan kawan-kawannya kaum ter-pelajar mempunyai hubungan yang erat se-kali. Hubungan itu adalah hubungan dialek-tik. Inilah yang mendorong penulis karanganini untuk memahami lebih mendalam bagaamanakah sebenarnya semangat realismeyang hidup dalam jagat teater?

2. Realisme : Awal Sejarahnya

Realisme, seperti gerakan seni lainnya,senantiasa bergerak dan berkembang . Awalgagasan realisme dalam teater adalah ke-inginan untuk menciptakan illusion of realitydi panggung. Secara ekstrim dapat dika-takan bahwa realisme awal ingin membuatpenontonnya lupa bahwa mereka sedangmenonton drama . Untuk itu, adegan dalamkamar tidak lagi cukup ada Iayar yang diberigambar (dekor) ; tetapi perlu diciptakan ka-mar dengan empat dinding seperti kamaryang sebenamya . Inilah yang mengawalitumbuhnya realisme : convention of thefourth walls Tampaknya, realisme ingin me-nyajikan kehidupan langsung di panggung .Pada awal pertumbuhannya, realisme me-ngenal istilah representational dan repre-sentationalism sebagai konsep dasar.Mungkin, istilah ini menjadi jelas jika orangmembayangkan istilah figurativee dalam senirupa. Konsep representationalism dalamteater, dengan kata lain, akan menemukankesejajaran dengan konsep figurativism pa-da gerakan seni papa. Sebuah pertunjukanlakon yang representational, dengan demi-kian, artinya, pertunjukan itu menyajikan un-sur-unsur: aiding, kostum, make-uo, set, danlain-lain yang dikenali penontcn melaluireferensi sehari-hari7 .

Realisme mencoba menggiring jagat pi-kir orang sebelumnya yang cenderung sukamembayangkan peristiwa yang jauh-jauhdari pengalaman keseharian ke arah penga-matan dan permenungan yang dekat, lang-sung teralami, di sini dan sekarang. Ker-nodle8 menggunakan istilahnya yang bagussekali, the here and now . Adapun yang "kini,di sini dan sekarang" itu dilawankan denganpetualangan penuh fantasi-fantasi imajiner,

35

Page 3: Realisme dalam jagat Teater - UGM

sepertl - yang dgambarkan dengan cerita-cerita Panji atau tokoh-tokoh dalam wayang .Oleh karena itu, pelukisan yang leblh "kini, disini dan sekarang' merumtut pelukisan yangjumalistik, yakni yang sehari-hari, sedang-kan pandangan hidup kaum "fantasi" yangidealistik diganti dengan pandangan yanglebih pragmatik oleh kaum realis. Tokoh-to-koh hebat, yakni ningat, pare dewa, orang-orang terkemuka dan terpandang yang Be-ring .munc ul pada lakon-lakon penuh fantasidiganti dengan tokoh-tokoh yang oleh ArthurMiller° disebut the common man. Orang da-pat membayangkan sebuah lakon karyaMiNer10 yang berjudul Death of a Salesman .Lakon ini, di Indonesia, dikenal dengan judulMatinya Seorang Pedagang Kelontong11 .Tatkala dimainkan di Amerika, lakon inimendapat sambutan luar biasa ; tetapi men-dapat kritikan yang cukup tajam tatkaladisajikan di Inggris. Komentar yang membu-at telinga marsh oleh para pengkritik di Ing-gris itu, kalau diteliti dengan tekun, akan me-nampakkan dasar pijakan berpikir mereka,yakni, bagi orang Inggris tragedi harus di-sandang oleh seorang "besar", ningrat;orang yang mempunyai nama terkenal, danbukan sembarang orang, apalagi seorangsalesman, tukang kelontong, semacam Wil-ly Loman. Akan tetapi, ini bukan berarti diinggris tidak dikenal realisme semacam ki-sah si Tukang Kelontong, di samping lakon-lakon karangan George Bernard Shaw(1856-1950), antara lain Arms and The Ma-n12 (1894) yang menyajikan pergulatan se-ngit antara faham romantisme dan realisme,dan lakon-lakon lain karyanya yang belummekikiskan begitu tegas kisah tentang thecomman man seperti yang dilukiskan olehMiller dalam Death of A Salesman. Adapunlakon-lakon yang sungguh-sungguh menam-pilkan orang biase adalah karya WilliamSomerset Maughm (1874-1965) . Sepertihalriya dramawan Rusia Anton Chekhov(1860-1904), Maughm adalah seorang dok-ter. Lakon-lakonnya, antara lain, The SacredFlame, Sheppey, The Constant Wife, OurBetters, The Circlets dan beberapa lainnyalagi menunjukkan gambaran kehidupan ordi-nary people . Akan tetapi, dalam hubungan-nya dengan tulisan ini, karya Maughm yangpaling panting bukan lakon, novel, atau ce-rita pendeknya, tetapi sebuah buku refleksiatas kedanya yang dberinya judul The

36

Summing Up14 . Buku IN penting sebab bi-asanya perbincangan tentang realisme da-lam teater kurang lancar tanpa mengutippendapat Maughm yang dikemukakan da-lam buku ini . Adapun bagian yang cflkutip itudapat dibaca sebagai berikut:

'The ordinary is the writer's richer field. Its un-expectedness, its singularity, its infinite va-riety afford undending material. The great manis too often all of a piece: it is the little manthat is a bundle of contradictory elements . Heis inexhaustible: you never come to the end ofthe surprises he has in store for you 1s

Kutipan ini mengisyaratkan beberapa bu-tir konsep. Pertama, Maughm menekankanbahwa kehidupan sehari-hari atau yangbiasa-biasa (ordinary) adalah wilayah yanglebih kaya bagi penulis . IN dimungkinkan ka-rena justru pada hal-hal yang biasa-biasatersimpan ketakterdugaan (unexpected-ness), keunikannya (singularity) dan ke-mampuannya menyediakan bahan yang ti-dak kunjung kering . Bagi Maughm, orang-orang besar, orang-orang terkemuka, biasa-nya berwatak tunggal ; mereka harus me-nampilkan sikap yang tepat-asas dalam se-gala hal agar tidak dituduh a turn coat publicfigure yakni seorang tokoh masyarakat yang"plin-plan" . Untuk itu sebagai -wataknya ha-rus satu ; bahkan ada suatu moralitas untukmenjaga "satunya kata dan perbuatan".Orang yang semacam ini, seperti misalnyatampak pada beberapa tokoh yang diktkis-kan dalam jagat pewayangan, oleh Maughmdisebut all of a piece. Maughm melihatwatak tokoh semacam ini tidak wajar. Yangwajar justru ketika dalam did seseorangtampak adanya a bundle of contradictoryelements, yakni seombyok unsur yang sa-ling bertentangan satu dengan lainnya .Orang semacam itu adalah orang-orangbiasa, yang oleh Miller disebut the commonman. Manusia semacam itu adalah sumberyang unexhaustible, yakni yang tak pemahhabis ditimba . Maughm melihat bahwaorang biasa adalah manusia yang tak henti-hentinya memberikan kejutan . Dalam kon-teks pembicaraan ini, orang bless atauwong cilik adalah wujud dari ungkapanUmar Kayam, janma tan kena kiniral .

Dibandingkan dengan novel, sastra lakonbanyak ketinggalan dalam hal mengadap-tasi dirt ke dalam semangat realisme. Ketikasastra mulai menjelajahi tokoh-tokoh orang

HwnanloreNo. 11 Me/ -Agustus 1999

Page 4: Realisme dalam jagat Teater - UGM

biasa, teater masih sibuk dengan pahlawanromantik. Dalam hal ini, teater sangat ber-hutang budi kepada Emile Zola (1840-1902)yang pada tahun 1873 menulis prakata un-tuk lakonnya Therese Racquin' . Di dalamprakata itu, Zola menyulut semacam revo-lusi bagi jagat teater . Dua tahun sesudah itu,yakni pada tahun 1875, Henrik Ibsen, misal-nya, menulis lakon yang kemudian menjadisangat terkenal, Samfundets Stetter18 yangkemudian dalam bahasa Inggris dikenaldengan judul Pillars of Society alias TiangMasyarakat.

Pada tahun yang same, Leo Tolstoi(1828-1910), pengarang Rusia terkemukaitu, mulai menulis novelnya yang legendaris,Anna Karenina (1873-1875), yang berkisahtentang pergolakan batin Anna . Perempuancantik yang, konon, selalu membasah itusenantiasa merasa kesepian . Suaminya,Karenin, kelewat sibuk bekerja sebagai poli-tikus yang dekat dengan Tsar dan para pe-tinggi Rusia. Bagi lingkungan sosialnya, An-na dianggap ada, eksis, kalau dia menun-jukkan perilaku dan tatakrama sesuai de-ngan konvensi lingkungan orang atas. Ter-tawa tidak boleh terlalu keras (cekakakan) ;sedih tidak boleh ditunjukkan di depanumum ; gembira pun harus ditahan dalamungkapan yang secukupnya dan tidak bolehmeluap-luap . Sebagai wanita dari komunitaskaum ningrat, Anna harus selalu menjagagerak-geriknya . la tidak boleh melangkahterlalu lebar, juga dilarang mengangkatlengan terlalu tinggi sehingga ketiaknya tam-pak, apalagi tatkala ketiak itu sedang mem-basah-kuyup . Kisah dalam novel Anna Ka-renina memberikan gambaran bagaimanaketatnya adat istiadat itu membelenggu ma-nusia. Inilah yang mendorong Anna melaku-kan pemberontakan dengan melakukan hu-bungan dengan lelaki lain, Vronsky . Karenaitu, orang tidak akan keliru jika memandangnovel Leo Tolstoi sebagai novel yang penuhrealistic treatment of a case of adultery,suatu komentar yang mula-mule dibenkankepada sebuah novel karya Gustave Flau-bert (1821-1880) yang berjudul MadameBovary. (1857), yang sedikit banyak ber-cerita hal-hal yang mirip bahkan dengan gre-get yang satu dengan yang lain tidak terlalujauh. Pada tahun 1873, salah seorang saha-bat dekat Emile Zola, Paul Cezanne (1839-1906), pelukis impresionis dan Prangs,

Humaniora No . 11 Msi - Apustus 1999

menciptakan karya yang diberinya judul TheStraw Hat alias Topi Jerami. ; sementara ituEdouard Manet (1832-1883), pelukis Pran-cis, menciptakan karyanya berjudul Le bonSock. Lukisan ini, seperti karyanya yanglain, misalnya Olympia dan Dejeuner surl'herbe, dikecam habis-habisan oleh parapengulas senirupa, karena karya ini mem-berikan tekanan pada sisi buruk dalam hidupbermasyarakat. . Akan tetapi, dua karya itusegera dibela oleh Emile Zola dengan ka-rangannya yang muncul tahun 1867 . Padatahun 1873 itu juga, Peter Ilich Tchaikovsky(1840-1893), komponis Rusia terkemuka,menyelesaikan karyanya Simfoni No. 2 . Duatahun sebelum ini, yakni tahun 1871, Giu-seppe Verdi (1813-1901) menciptakan ope-ra yang terkenal itu, "Aida'A9 . Opera ini se-benamya sebuah pesanan untuk merayakanupacara pembukaan Terusan Suez. Semen-tara itu, pads tahun ini, seorang ilmuwanAmerika, Simon Ingersoll menemukan alatbertekanan udara sangat tinggi untuk me-ngebor gunung .

Di samping melahirkan pelukis-pelukisrealis terkemuka, Prancis pada tahun 1873juga menandai dirinya dengan munculnyaseorang fisiolog yang berhasil menyelesai-kan penelitian tentang sistem syaraf. Ada-pun ahli itu bemama Jean-Martin Charcot(1825-1893) dengan karya tulis hasil pene-litiannya yang berjudul Lecons sur les mala-dies du system nerveux (Pelajaran TentangPenyakit-Penyakit Atas Dasar Sistem Sya-raf) . Dilihat dari segi politrik dunia, khusus-nya di Eropa dan di Amerika, tampaknya ti-dak ada peristiwa apalagi gejolak yang cu-kup memiliki pengaruh kuat pada negara-negara sekelilingnya . Dan segi ekonomi, pa-da tahun 1873 terjadi kepanikan finansial diWina pada Mel dan di New York, pada Sep-tember. Akan tetapi satu penstiwa yanglebih penting pada tahun 1873 yang menyer-tai beredamya lakon Therese Racquin ituadalah munculnya seorang tokoh yang ber-nama Herbert Spencer (1820-1903) . laseorang filsuf yang kemudian mencanang-kan konsep laissez-faire, laissez nagsez.Pada tahun 1873, is mengumumkan buku-nya yang berjudul The Study of Sociology".Spencer, seperti dikisahkan oleh George Fit-zer dalam bukunya Sociological Theory,pada dasamya seorang insinyur yang be-kerja dalam bidang rel kereta api . Yang me-

37

Page 5: Realisme dalam jagat Teater - UGM

narik, is juga terpesona oleh masalah-masa-lah politik dan sosial . Akan tetapi, pikirannyatentang masyarakat dan masalah-masalahsosial sangat berpengaruh . Dikatakannya,seperti halnya Darwin berteori tentangevolusi yang terjadi pada mahluk, demikianpula Spencer memandang masyarakat .Salah satu pandangannya adalah bahwamasyarakat bergerak ke arah yang lebihsempuma, tetapi pada sisi lain di sana ter-jadi apa yang disebutnya dengan istilah na-tural selection yakni seleksi yang terjadikarena alam. Ditegaskan, hanya yang kuatyang akhimya akan berjaya. Pikiran sepertiini tampaknya tersirat pula pada lakon-lakonkarya Henrik Ibsen . Vildanden alias TheWild Duck alias Bebek Liar itu melukiskankonflik antara yang seharusnya dan kenya-taan yang ada .

Tetapi, apa yang sebenamya ingin disaji-kan oleh realisme pada awal sejarahnya?Realisme, seperti dikatakan oleh George J .Becker21 . tidak pemah bertujuan mencip-takan seni demi kesenian itu sendin. Rea-lisme senantiasa mempunyai tujuan untukmenyajikan seni dalam rangka menghadir-kan tujuan-tujuan lain di balik itu. Barangkalikarena itu, untuk memahami realisme,orang hares membedakan secara sedikit le-bih jelas tentang dua hal. Pertama, penggu-naan dan interes terhadap realisme padasatu pihak. Kedua, pada pihak lain realismesebagai tujuan penulisan lakon atau pentasteater serta sebagai konsep . Tampaknya,apabila orang ingin menyajikan jagat pikiryang menghadirkan wawasan dalam rangkamengembangkan persepsi atau yang sema-cam itu, orang harus memilih yang keduasebagai fokus, yakni reahsme sebagai tuju-an utama penciptaan dan pemanggunganlakon sekaligus di dalamnya terkandungkonsep. Tokoh-tokoh drama yang sudah di-sebut pada awal tulisan sangat sederhanaini adalah mereka yang mengembangkanwawasan realisme itu. Dengan kata lain,pembicaraan tentang realisme bukan per-tama-tama mempersoalkan seberapa tepat,cocok, pas antara yang dilukiskan pada nas-kah lakon dan disajikan di pentas denganrealitas di dalam masyarakat, tetapi yanglebih dasariah adalah bagaimana mema-hami, merumuskan dan akhimya mengha-dirkan sesuatu yang dibayangkan sebagairealitas itu, dan bagaimana mengguna-

38

kannya>untuk tujuan-tujuan tertentu~. Untukitulah, pembicaraan tentang realsme haresditegaskan, misalnya, jika orang ingin mene-kankan dimensinya sebagai konsep, oranghares menilik sejarahnya tatkala parepemikir awal abad XIX mulai merasakanperkinya mendongkrak did mereka sendiridengan pandangan yang oleh mereka sen-did disebut modem.

Di Indonesia, jagat pikir modem dalamkegiatan teeter sangat tampak tatkala paraseniman pendukungnya mulai kritis denganmereka sendiri, juga kondisi organisasi ke-lompoknya sendiri . Seniman-seniman yangdemikian ini dapatlah dipastikan merekayang tergabung dalam teater kontemporer.Apakah mereka pemah mengikuti pendi-dikan teater secara formal, ATNI, Asdrafi,ASTI, ISI, STSI, atau hanya bergabung didalam sanggar-sanggar, yang terang mere-ka, dalam pengalamannya yang tidak mere-ka sadari, sudah berkenalan dengan kon-sep-konsep realisme . Seperti ditunjukkanoleh Robert I . Benedetti dalam bukunya TheActor at Work, panggung, bagi pare drama-wan modem, bukan sekedar lapangan tem-pat dia bisa berbuat apa saja, tetapi, sepertilapangan badminton atau tennis, atau la-pangan sepakbola, lapangan itu dibagi-bagidalam berbagai wilayah . Setiap wilayah me-miliki signifikasinya sendiri . Panggung, mi-salnya dibagi menjadi sembilan wilayah.Bagian belakang panggung disebut upright,upcenter, dan upleft. Di bagian tengah di-bagi menjadi nightcenter, center, dan left-center, sedang bagian depan dibagi menjadidownright, downcenter, dan downleft. Apayang sebenamya terjadi? Para aktor, begitumasuk pentas (on stage) hares segeramenganalisis arena permainannya . Pemba-gian wilayah fir akan membuat aktor danaktris sadar akan posisinya ; dengan demiki-an, dia bisa terus-menerus mengontrol din .Pengontrolan din ini tidak hanya dalam hu-bungan aktor dengan lawan permainannya,tetapi juga relasi antara aktor dengan stageproperties, juga posisinya dilihat dad udi-torium, dan bahkan hubungannya denganlampu. Sistem pencahayaan jugs dibangunatas dasar pembagian wilayah panggungsebagai dasar, yang kemudian dikembang-kan sesuai dengan tuntutan sutradara . Pe-nempatan stage properties pun ditentukandengan acuan pembagian wilayah, misal-

Hwnariors No. 11 Mii-Agustus 19

Page 6: Realisme dalam jagat Teater - UGM

nya, meja ditempatkan pada upcenter, tem-pat tidur diletakkan pada upright. Peng-gunaan istilah teknis IN memudahkanpelaksanaan penataan yang dilakukan olehawak pentas. Dalam permainan bersama,kesadaran akan pembagian tempat itumembawa mereka juga kritis terhadap apayang disebut grouping. Keadaan demikianakan menjadi jelas jika dilihat dalam perban-dingan dengan pertunjukan lakon tradisi,yang pemain-pemainnya belum mengenalkonsep realisme panggung. Jika orang me-nonton pertunjukan ketoprak, lenong, lu-druk, randai, atau seni pertunjukan tradisilainnya yang dimainkan oleh orang-orangterpelajar, maka tampak, blocking dangrouping mereka tertata rapi ; juga sistempencahayaannya . Hal ini akan sangat ber-beda dengan mereka yang belum mengenalkonsep semacam itu . Akan tetapi, sebe-namya, ketiadaan sikap kritis itu tidak hanyatampak pada pementasan lakon di Indo-nesia, khususnya yang masih dekat denganhubungan lakon tradisi . Di Inggris pun, Wil-liam Shakespeare tampaknya belum me-nyadari perlunya sikap kritis itu . Oleh karenaitu, sejumlah laporan tentang pentas lakonpada masa hidupnya tampak tidak meng-gubris soal grouping. Diduga, blocking yen-tas lakon karya Shakespeare pada masahidupnya mungkin mirip dengan blockingpada ketoprak, bangsawan, komedie stam-boel, dan sebangsanya . Pemain juga de-ngan seenaknya berbicara dengan pe-nonton, tetapi bukan seperti yang disajikanoleh Thornton Wilder (1897-1975 dalamlakonnya yang terkenal, Our Town2 (1938) .Dengan pendek, realisme dalam teater se-benarnya lebih menekankan pentingnya pe-ran analisis atau alam pikir modernisme25

dan bukan masalah ketepatan peniruan de-ngan realitas. Berangkat dari rumusan ini,orang bisa melihat kembali naskah-naskahlakon klasik, misalnya Oedipus Rex balkkarya Sophocles atau Seneca, kemudiankarya-karya Shakespeare, Christopher Mar-lowe, William Congreve, Oliver Goldsmith,dan lain-lain penulis lakon yang hidup sebe-lum abad XIX, dan kemudian membanding-kan dengan lakon-lakon Ibsen, Shaw,Maughm, Strindberg, O'Neill, dan lain-lain,akan tampak bahwa naskah lakon yangditulis oleh penulis lakon yang disebutkanakhir itu lebih jlmet pada petunjuk penyu-

Humarwore No. 11 Mei- Agustus 1999

tradaraannya2a . IN menimbulkan dugaanbahwa sutradara sebagai suatu konsep pe-manggungan, diduga, baru dikenal padamasa merebaknya konsep realisme . Sikapanalitis yang tersirat pada gebrakan realis-me itulah penanda kehidupah memasuki erabaru, yakni modemisme. Realisme tampak-nya memiliki hubungan erat dengan moder-nisme. Namun menurut Becker, secara tek-nis, modernisme saja (thok) bukanlah suatujaminan kehadiran realisme sebab masihada kemungkinan terjadi semacamdeformasi dan transformasi dengan carabermacam-macam unsur retorika. Yangbenar-benar bisa disebut realis jika unsur-unsur baru itu bisa sesuai dengan persoalanbaru yang dapat digunakan untuk mencapaikebenaran yang menjadi tujuan mereka .Oleh karena itu, masalah realisme bukansekedar, seperti ditekankan oleh MastroDon Gesualdo, Taken directly fromactuality. Mungkin yang paling tepat,realisme dalam teater sangat tampak jika disana, dalam naskah lakon ataupun dalampementasannya, ada pengolahan kesadarantentang hal-hal besar hingga yang kecil . Disana ada pertimbangan manajemenmodem dalam hal kesangkilan dan ke-mangkusan penggunaan dan pemanfaat un-sur dalam pentas, yang akhimya merang-sang semacam refleksi terhadap kenyataanhidup yang getir, pahit, mencemaskan,penuh keputusasaan, tetapi tidak jugamembuat kita jera untuk hidup terus .

Dalam konteks pergulatan itu, realismedi Barat telah bergerak jauh hingga meng-garap hubungan penonton dan pentas. Rea-lisme tak hanya menuntut penulisan lakondengan cara baru yang membawa konse-kuensi gaya akting yang baru pula, tetapijuga seluruh perencanaan gedung penting .Dengan memberikan tekanan kepada as-pek-aspek keseharian, unsur kewajaranmenjadi penting ; bagaimana menyajikanadegan di kamar tamu atau di ranjang se-wajar mungkin menjadi impian kaum realis.Untuk ini, langkah pertama adalah mengu-rangi luasnya gedung teater . Penonton tea-ter yang semula ribuan ditekan menjadi ra-tusan; kalau bisa, maksimal lima ratusorang. Panggung direkayasa sedemikian ru-pa sehingga wilayah permainan yang domi-nan pada downstage atau wilayah depan,bahkan bisa dikatakan para aktor dan aktris

39

Page 7: Realisme dalam jagat Teater - UGM

berdialog hampir di depan footlights. Apayang kemudian tampak? Salah satu cirikhas teater realisme adalah intimnya hu-bungan panggung dan penonton. Didukungoleh sistem akustik gedung yang piawai,dialog pada setiap adegan yang diucapkansecara biasa bisa terdengar oleh penontonpada larik paling belakang.

Salah seorang tokoh yang berhasti mem-bawa suasana intim dalam pertunjukan ada-lah seorang penulis lakon dan sutradaraT.W. Robertson (1829-1871) . Kung sukses-nya terietak pada naskah lakonnya yangdirancang secara rind dengan falsafah da-sar menyajikan drama kehidupan rumahtangga atau yang sering disebut Domesticdrama . Untuk pertama kalinya, is meng-gunakan pintu dan perabotan rumah tanggayang sungguh-sungguh . l a menciptakan set,sebuah kamar, bahkan dengan plafon sung-guh-sungguh . Walaupun wilayah upstagedan downstage digunakan semuanya, tetapikarena perhitungannya cermat, semua dia-log dan rinci-rinci aktingnya dapat ditangkapoleh penonton . Sukses ini . mendongkraknyasehingga is disebut sebagai pioner realisme,bahkan orang mulai menyebutnya sebagainew school alias aliran baru. Namun demi-kian, suksesnya yang gemilang tetap me-rangsang kritik yang dilancarkan, antara lain,oleh Arnold Tuminggus (1830-1925) yangmengatakan bahwa pentas semacam itupantas disebut sebagai pentas teacup andsaucer realism alias realisme cangkir-lepek.Kritik yang halus tetapi sangat menunjam initidak membuat Robertson marah atau putusasa. l a mencobanya terus, sehingga is me-nyadari bahwa lakon yang bertemakan per-soalan domestik atau persoalan rumah tang-ga tak usah harus melodramatik, yang ar-tinya harus bersedih-sedih, meratap-ratap,mengiba-iba . la memang tak segera denganserta-merta mengubah konsep dasamya,tetapi menggarapnya kembali sehingga sua-sana intim antara panggung dan penontonmenjadi lebih signifikan, menjadi lebih ber-makna. la terus melakukan berbagal perco-baan dengan melakukan studi tentang, per-tama, penggunaan kata. Kata temyata bisamenimbulkan kesan suasana tertentu . Adakata yang temyata lebih tepat untuk diucap-kan dengan keras dan ada kata yang lebihcocok diucapkan dengan oktaf yang rendahsaja. Di samping itu, is juga menstudi ten-

40

tang topik pembicaraan yang dalam per-kembangan aliu, topik itu semakin kom-pleks, bergeser atau berubah . Tentu saja, isjuga menstudi jenis perabotan tertentu. Ini-lah yang menjadikannya tokoh penting da-lam sejarah realisme dalam teater.

3. Merenungkan Realisme Awal di Indo-nesia

Dengan kisah singkat tentang realismedalam teater di atas itu, bagaimanakahorang memahami hadimya lakon Ibsen Ie-wat terjemahannya Jan Goan, MoesoenjaOrang Banjak seperti yang dikemukakanpada awal tulisan ini? Dapatkah orang me-ngatakan bahwa dengan terjemahan lakonitu, konsep-konsep realisme sudah menyu-sup ke dalam jagat teater kite? Barangkali,secara formal, jawabnya "ya!" Akan tetapi,dengan hanya menghadirkan lakon, cukup-kah seluruh konsep dramatika dihadirkan-nya? Pertanyaan yang sama dapat diajukanketika pada tahun 1962 W.S. Rendra bersa-ma Widiati Saebani, di pentas Aula STMSentul, memainkan Kereta Kencana (1962),sebuah lakon pendek satu babak, denganhanya didukung dua orang pemain, kakekdan nenek, yang diadaptasi dad Les Chais-es (1951) atau The Chairs karya Eugenelonesco (1.1912). Kalau kita membuka bukukarangan Martin Esslin27 (1968), kita akansegera faham bahwa lakon-lakon karya lo-nesco termasuk ke dalam kelompok teaterabsurd. Akan tetapi, pentas yang disajikandi Auditorium STM Negeri Jalan Kusuma-negara pada tahun 1962 tidak menyajikansuasana absurd itu. Orang, pada waktu itu,menamakan pentas itu mirip seperti pentasdengan panggung arena, suatu pentasabstrak. lonesco di tangan W.S. Rendra pa-da tahun 1962 adalah sebuah sajian puitisyang menawan ; akting Rendra yang plastismenjadikan sajian selama kurang lebih 60menit itu bagaikan sajian puisi yang roman-tis, menggigit, dan menyentuh. Situasi ab-surd, yakni hilangnya kemampuan komuni-kasi, situasi ketakberdayaan, keterpenc lan,tidak dapat terlukis. Mungkin, konsep teaterabsurd memang belum dikenal. Karena itu,Les Chaises sekedar alat perangsang dayacipta Mas Willy untuk mengungkapkan dra-manya sendiri. Akan tetapi, konsep absur-ditas tampak sangat jelas pada pentas Me-

Humaniora No. 11 Mil-Aguatus 1999

Page 8: Realisme dalam jagat Teater - UGM

nunggu Godot28 di Taman Ismail Marzukipada tahun 1969. Dengan kata lain, DramaMini Kata merupakan conditioning processbagi masyarakat penonton sebelum menik-mati lakon karya Beckett i tu . IN memberikanisyarat bahwa hadimya lakon MoesoenjaOrang Banjak bukanlah suatu Jaminan mulaidikenalnya konsep realisme. Namun, harusdiakui bahwa hadimya lakon karya Ibsensangat penting bagi perkembangan teater diIndonesia . Lakon itu, seperti sudah dising-gung pada bagian depan karangan ini,menghadapkan budaya oral dengan budayatulis ; budaya improvisasi dengan budayayang dirancang rapi ; budaya guyub denganbudaya individual yang lebih otentik; budayalonggar dengan budaya yang lebih zakelijk,budaya menggelinding dan mitts berhadap-an dengan budaya analitis. Konsep budayatulis yang dibawa oleh jagat pikir realisme,tampaknya, menemukan makna bagi per-kembangan teater pada zaman Jepang, tat-kala sensor terhadap karya seni lebihketat2D . Yang kemudian tampak pada lakon-lakon yang muncul pada tahun 1942-1945adalah lakon-lakon yang lebih banyak ber-temakan masalah hidup sehari-hari dengantokoh-tokoh orang biasa. Selama tiga tahunmasa pendudukan Jepang, El . Hakim aliasDr. Aboe Hanifah, misalnya, menyelesaikanenam lakon, yakni Taufan di atas Asia,Intelek Istimewa, Dewi Reni, Insan Kamil.Rogaya, Bambang Laut . Oesmar Ismailmenyelesaikan tiga kurang dad tiga belas(13) lakon, antara lain Tjitra, Liburan Se-niman, Api, Mutiara dari Nusa Laut, MakerMelati, Ketiak Basah Wanita Tjantik dariDjakarta, Pamanku, dan lain-lain . ArmijnPane menampilkan lakon Kami Perempuan,Barang Tiada Berharga; dad ldroes munculDokter Bisma, Jibaku Aceh, dan AmalHamzah menyajikan Toen Amin dan Kada-nijah Perempoen Tembelongan, dan bebe-rapa yang lain lagi30 . Orang dapat memban-dingkan Iakon-Iakon ini dengan bentuk-bentuk lakon sebelumnya, misalnya karang-an Muhammad Yamin yang berjudul KenAngkrok dan Ken Dedes, serta Ka/au DewiTara Sudah Berkata . atau karya SanoesiPane terkenal itu, Sandyakala Ning Maja-pahit atau Njai Lenggang Kentjana karyaArmijn Pane. Sebelum munculnya lakon-lakon pada zaman pendudukan Jepang,lakon era Poedjangga Baroe yang menun-

Humardora No . 11 Mei - Agustus 1999

,2i'rI6/ csar~ob

jukkan sikap tanggap kepada jiwa zamanbaru adalah karya Sanoesi Pane yakni Ma-noesia Baroe (1940). Dalam lakon ini, tam-pil tokoh utama yakni Surendranath Das,yang oleh Hirwan Kuardhani" dipandang"merupakan penjelmaan sintesa Faust de-ngan Arjuna" . Rumusan IN menarik, tetapibarangkali, dalam konteks sejarah teaterdan sastra lakon Indonesia, kurang begitupenting.~ Kesimpulan yang diajukan oleh A .Teeuw" tentang lakon IN tampaknya tidakjuga memberikan isyarat pemahamannyatentang jagat sastra lakon di Indonesia33

Namun mungkin yang lebih mencolok, lakonManoesia Baroe karya Sanoesi Pane, sayakira, lebih merupakan ungkapan °loncatan"dari jagat pikir mitts ke jagat pikir analitis,setelah Sandyakala Ning Majapahit3` (1933)lakon karyanya dikeritik pedas oleh SutanTakdir Alisjahbana melalui tokoh Tutty da-lam roman Layar Terkembang35 . Apabiladalam Surendranath Das dipandang seba-gai sintesa antara pandangan Barat (Faust)dan Timur (Arjuna), Arjuna sendiri, sebagaipahlawan, memiliki pandangan hidup ~angoleh para dalang disebut taps ngrame INmemberikan isyarat bahwa yang dimaksud-kan dengan sintesis itu tidak terlalu jelasmemancar dad Iakon Manoesia Baru, jugadad tokoh Surendranath Das . Yang sangatjelas menunjukkan perbedaan lakon Manoe-sia Baroe dengan lakon-lakon Sanoesi Panesebelumnya adalah sikap analitis lakon ini,terutama pada Surendranath Das yangmencoba memahami situasi yang sangatsulit. Yang Iebih mencolok lagi, dalam Iakonini tampak keterkaitan antara tokoh, per-soalan utama dan lingkungan serta se-mangat zaman alias Zeitgeist. Pada lakon-lakon sebelumnya, hubungan itu bukan me-rupakan kaitan dialektik; latar tempat danwaktu hanyalah berfungsi sebagai latar be-lakang, seperti sebuah dekorasi tonil Dar-danella. Bagian-bagian dad lingkungan itutidak diberinya makna sehingga menjadisignificant. Dengan kata lain, Manoesia Ba-roe adalah Iakon yang tokoh-tokohnya ber-gulat untuk mengolah kehidupan dan bukanpasrah did kepada nilai-nilai tradisi atauwawasan estakologis yang lain .

Pada zaman Jepang, tantangan untukmengolah kehidupan itu Iebih kentara lag!,sebab kaum kelas menengah yang padaera penjajahan Belanda hidupnya enak, pa-

41

Page 9: Realisme dalam jagat Teater - UGM

da era penjajahan Jepang mengalami kesu- memakan dengan lahap buku-buku darilitan yang sangat memojokkan . Sikap anali- Barat, termasuk karangan Marvin Carlsontis dan kritis terhadap lingkungan sudah le- (1984) yang berjudul Theories of The Thea-bih maju lagi ; ini tampak pada sastra simbo- tre dan buku-buku tuntunan praktis, misal-Iik yang muncul pada zaman Jepang . Kea- nya karangan Derek Bowskill (1973) yangdaan sosial, budaya, dan politik maupun berjudul Acting and Stagecraft Made Sim-ekonomi yang sangat menekan memaksa pie . Termasuk buku-buku tentang "gerakanpara seniman berteriak, tetapi mereka tidak teater" atau yang bisa disamakan dengandapat mengatakan dengan bebas untuk me- itu, misalnya semacam buku pintar tentangnunjukkan apa yang sebenarnya tengah teater karangan Pierre Merle (1985) yangberlangsung . Mereka harus menggunakan berjudul Le Cafe-Theatre, dan buku-bukukata-kata sandi untuk me-wara-kan atau akademik yang cukup flimet tentang studimengumumkan pikiran, pendapat atau hasil teks, misalnya karangan Anne Uberfieldpengamatan. Ini artinya, bukan saja para se- (1977) berjudul Lire le Theatre.niman harus lebih kritis terhadap lingkungan,

Di dunia Barat, untuk mendukung realis-tetapi juga sangat kritis pula terhadap me- me dibutuhkan beberapa konsep estetikadianya . Sensor sebenamya bukan dilakukan yang antara lain disebut impressionism, dioleh Keimin Bunka Shidoso atau Badan samping apa yang disebut selected dan sty-Kebudayaan pemerintah saja, tetapi yang lized realism . yang, walaupun lebih tepat di-lebih mengerikan adalah polisi-polisi rahasia pandang sebagai gaya dalam aliran ini,yeng sewaktu-waktu akan memimpin peng- memberikan isyarat tentang konsep-konsepgrebegan terhadap seniman dan memba- estetikanya yang agak lain, terutama dalamwanya ke kantor-kantor penyiksaan, untuk hal hubungan antara tokoh (utama) dengankemudian dikirim menjadi romusha, atau lingkungan yang pada akhirnya membawahilang tiada jelas di mana rimbanya . Hal nasibnya . Dikatakannya, impressionism iniyang sama juga terjadi di Prancis tatkala dekat sekali dengan yang ada dalam seninegeri itu diduduki tentara Nazi Jerman . rupa maupun musik39. Namun, tampaknya,Tahun 1942 muncul kembali karya Sopho- kesan impressionism dalam teater realismecles (496-406 SM) berjudul Antigone yang-. sangat kuat. Barangkali karena teater rea-dikerjakan lagi oleh Jean Annouilh (I . 1912) . lisme ingin menohok konsep romantismeDengan menggelar lakon itu secara lebih"realis", yakni lakon yang menganalisiskeadaan, Annouilh menghantam sang Nazidengan menggambarkannya melalui tokohKreon, ipar sekaligus paman Oedipus, yangberkuasa bagaikan diktaktor setelah Oedi-pus menghukum din pergi meninggalkanThebes 37 .

Pada hemat saya, seperti sudah dise-buik?n di depan, titik kulminasi faham rea-lisme di Indonesia terjadi tatkala di dua kota,Yogyakarta didirikan Cine Drama Instituutyang kemudian menjadi Asdrafi pada tahun1948 dan, ATNI pada 10 September 1955di Jakarta . Di dua akademi ini, seni teater di-pelajari secara keilmuan, artinya, distudi de-ngan pengamatan kris, didukung teori dandata serta diretleksikan secara cendekia .Studi akademik seperti ini merupakan polaproses kesadaran teatrawan akan lingkung-an, yang kemudian ditiru di sanggar-sang-gar. Atau, mereka yang aktif di sanggar, se-benamya, bukan orang-orang sembarang-an. Mereka kaum cendekiawan yang telah

42

yang cenderung menjadikan kehidupan se-perti mimpi. Pentas realisme yang menam-pilkan a few detail itu tampaknya ingin me-nyajikan yang serba rinci. Dalam kenyataantidak demikian. Realisme memerlukan ke-cermatan sangat tinggi agar kesan atau im-pression yang ditangkap oleh penontonmemberikan arah pelukisan yang meyakinkan. Apabila orang berkesempatan naik kepanggung dan memeriksa set pentas rea-lisme, mungkin dia akan segera tertawa ter-pingkal-pingkal ; di sana dia hanya menemuisejumlah "tipuani40 yang luar biasa canggihsehingga menimbulkan kesan penonton se-bagai sajian yang meyakinkan . Adapun se-suatu yang meyakinkan itu, secara akalsehat adalah sesuatu yang biasa, sesuatuyang tidak tampak dibuat-buat. Sesuatuyang wajar, biasa-biasa saja, tidak tampakdibuat-buat itu, . temyata, tidak gampang di-ciptakan . Lakon-lakon seperti karya AntonChekhov yang sangat sarat akan potret ke-seharian merupakan tantangan baru bagiteatrawan yang sudah sejak tradisi Yunani,

Humaniora No . 11 Mei- Agustus 1999

Page 10: Realisme dalam jagat Teater - UGM

Romawi, Shakespeare, drama of manner,mendorong aktor untuk berakting secarahistrionics alias berlebih-lebihan . Di Indone-sia, akting histrionics" itu diperoleh dart tra-disi kethoprak, lenong, wayang orang yangjuga dikembangkan lewat sajian di pentasKomedie Bangsawan, Stamboel, dan se-bangsanya .

Barangkali jika orang harus menghormatiKonstantin Sergeyevich Stanislavsky`2(1865-1938) sebagai aktor dan guru akting,sutradara dan produser adalah karena dia-Iah orang yang secara metodik merumuskanbagaimana "melawan" kecenderungan ak-ting histrionics itu .

Realisme, sebenarnya, adalah suatu wa-wasan drama baru. Mereka yang terlibat da-lam pergulatan dengan jagat teater pastingat bahwa kebanyakan kritikus cenderungmenempatkan Victor Hugo (1802-1885) se-bagai biang keroknya, yang gagasannya,kemudian, dicanangkan pada tahun 1827 43Apa yang penting di sini adalah bahwa ga-gasan itu membuka jalan bagi kebebasanseniman untuk melakukan eksperimen . Danini, kemerdekaan menjelajah ini, adalah rohdad modernisme yang di Indonesia meru-pakan antitesis yang sangat penting untukmenggoyang belenggu tradisi . Dalam jagattaxi, orang melihat Bagong Kussudiardjoyang terus-menerus mencoba menembusbarikade tradisi . Karyanya yang cukupmenggetarkan adalah Bedhoyo Sak Karepeyang merupakan antitesis terhadap tail be-dhoyo pada umumnya, yang di jagat Barat,misalnya, Hugo menolak konsep the clas-sical unities of time, place and action44

yang kemudian diikuti oleh Ibsen, AugustStrindberg, dan lain-lain . Apa yang dilakukanBagong Kussudiardjo dengan padepok-annya membuka jalan bagi apa yang kemu-dian dikenal dengan "tail kreasi baru". Apayang terasa sangat penting pada perintisanyang dilakukan oleh Bagong Kussudiardjoadalah bahwa dia mendobrak pandanganorang tentang tradisi . Dan tindakannya, ter-sirat, bagi Bagong, tidak seperti kakek mo-yangnya para pangeran Mataram, tradisibukanlah hukum alam . Seri dengan konsepestetikanya adalah buatan manusia, produksuatu zaman yang, untuk meminjam istiahTutty Tellez45 , merupakan subject to cha-nge .

Humaniora No . 11 Mad-Agustus 1999

,3LOWcSa AWAY6

Drama baru itu memerlukan akurasi ting-gi dan berbagai ketepatan "ilmiah" dan za-kelijkheid yang pada era sebelumnya belumpemah dituntut sedemikian penting . Olehkarena itu, tidaklah mengherankan bahwapada era realisme inilah diperlukansutradara . Bahkan, ada dugaan kuat, padaera inilah awal mula dirasakan pentingnyaseseorang yang dapat bertindak sebagaicommander-in-chief, kalau mau meminjamistilah jagat penerbangan, yang mengaturdan mengontrol seluruhnya . Dan orang ituadalah sutradara . Tercatat, pada tahun1874, muncul kelompok yang namanya Mei-ningen Players didirikan oleh George II,seorang Duke dan Saxe-Meiningen. Kelom-pok ini menampilkan seorang tokoh baruyang tampaknya wewenangnya begitu ting-gi. Dia merencanakan produksi, terutamapelaksanaan pentasnya sehingga merupa-kan suatu sajian utuh dan dapat dipertang-gungjawabkan . Nah, orang itu, kemudian di-sebut the director. Tugasnya dibantu olehseorang aktor, yang kemudian, memperolehsebutan directing assistant alias asistensutradara . Tugas-tugas lain pun mulai dibagidengan tanggung jawab masing-masingsecara rapi sehingga sutradara tahu persis,"siapa mengerjakan dan bertanggung jawabapa, kepada siapa, dengan kapasitas yangbagaimana" . Accuracy alias akurasi aliasketepatan menjadi sangat penting bagizaman itu. Pembagian tugas itu mendorongdiferensiasi dan pembagian profesi sehing-ga menciptakan iklim kerja profesionalisinedan keahlian . Maka, mulai saat itu muncul-lah istilah lightingman, wardrobe mistress,dan lain-lain .

Di Indonesia, kesadaran akan hal initampak pada saat akademi-akademi mulaimuncul; juga ketika sanggar-sanggar teaterbersembulan ke permukaan dengan dimo-ton oleh mereka yang sudah berkenalan de-ngan kebudayaan Barat. IN artinya, tradisi,dalam konteks ini, bisa dipandang sebagaitesis, sedangkan realisme dapat dilihatsebagai antitesis . Dan pergulatan dialektikitu, lahirlah sejumlah fenomena yangmerupakan sintesisnya . Beberapa contohdapat dikemukakan di sini, yang wilayahnyamembelabar-membasah dad sajian berwu-jud fisik pentas tradisi hingga yang kon-temporer .

43

Page 11: Realisme dalam jagat Teater - UGM

Pertama, pertunjukan wayang orangyang diselenggarakan oleh WOPA pada ta-hun 1994(?) di Gedung Wayang Orang Sri-wedari Sala, sudah melibatkan sutradara .Pertunjukan wayang tidak sekedar mengge-linding saja, tetapi mulai diperhitungkan ira-ma dramatik penyajiannya, dari eksposisi,penggawatan, kilmaks, dan penyelesaian .Konsep yang tmpaknya mirip dengan kon-sep Aristoteles'° itu sebenamya sudah diru-muskan kembal oleh kaum reaks dengannama the well-made plot structure" Pertun-jukan wayang orang yang pada mulanyatidak pemah menggubris tentang apa yangdisebut alur dramatik, mulai repot denganhal-hal seperti itu karena pertunjukan mere-ka dinilai oleh sejumlah pengamat yangmenggunakan konsep-konsep estetika tea-ter modem sebagai kacamatanya . Kedua,pertunjukan ketoprak, lenong, ludruk, jugamulai dilanda kesadaran seperti itu . Tiga,dalam jagat wayang kulit, muncullah per-tunjukan wayang dengan sebutan pakeliranpadat yang sedikit banyak mengedepankanstruktur dramatik Ku . Ki Manteb Sudharsonomulai mengolah adegan, watak-watak to-koh, sanggit atau gaya, di samping meng-eksplor keterampilan memainkan bonekawayang alias sabet. Dalam jagat teater kon-temporer muncul kelompok Dinasti, Jeprik,Gandrik dan Gapit yang mengolah konsepestetika teater tradisi dengan sikap manusiamodem. Tokoh-tokoh teater muda usia, mi-salnya Jujuk Prabowo, Heru Kessawamurti,Butet Kertarajasa, Fajar Suhamo, Nur WA,dan juga teman-teman dari Teater Gapit diSurakarta, adalah kaum cendekiawan yangsudah bergulat dengan konsep realismeBarat. Mereka mengolah nasib dengan ta-ngan dan otaknya dan tidak dengan mema-srahkan did kepada keadaan .

4. Penutup

Tampaknya, hadimya Moesoenja OrangBanjak di tengah jagat teeter di Indonesiasecara nyata tidak membawa serta konseprealisme itu. Mungkin, Jan Goan tidak sem-pat mempelajari apa sebenamya konsepdramatik yang ada d batik lakon karya Hen-rik Ibsen Ku . Di samping itu, penonton teaterd Indonesia bekim terbiasa dengan pertun-jukan dengan aturan pengadegan ketat, ju-ga rigiditas dialog yang tepat-asas dengan

44

teks. Menerima lakon semacam IN memer-lukan latihan khusus, yakni melalui kebia-saan berpikir akademik. Dengan kata lain,persoalannya bukan karena persoalan yangdisajikan Ibsen masalah-masalah kebuda-yaan Barat yang asing bagi penonton Indo-nesia, tetapi pertama-tama cara penyaji-annya yang bagi mereka tidak "nikmat" .

Apabila orang memperhatikan penontonwayang kulit d desa-desa tempo doeloemaka orang akan mendapatkan kesan, bah-wa pertunjukan itu suatu manifestasi darikehidupan guyub . Orang-orang datang me-nonton pertunjukan itu bukan pertama-tamauntuk menonton seperti orang kota pergimenonton teater atau bioskup, tetapi ber-setuju dengan seluruh warga di desa . Sikapbersetuju itu menyangkut banyak hal, balkmengenal pertunjukannya itu sendiri mau-pun isi cerita, tindakan tokoh utama, pesan,maupun ajaran yang tersembunyi di ba-liknya. Mereka bersetuju bahwa di desa itu,tepatnya di kelurahan, misalnya, diseleng-garakan pentas; karena itu, mereka harusdatang, showing up . Tidak hanya itu, me-reka juga harus rewangan alias membantuapa saja: mencuci piring, menyediakan mi-num, dan lain-lain . Di samping itu, merekajuga setuju dengan ceritanya ; yakni, misal-nya, bahwa Abimanyu yang hares menerimaWahyu Cakraningrat, dan bukan Wisnubra-ta, putera Kresna, apalagi Lesmana Man-drakumara, putera raja Astina itu. Merekajuga setuju kalau raja atau penguasa yangadil dan bijaksana pantas disembah, se-dangkan yang bersikap sewenang-wenangatau cenderung menjerumuskan (termasukguru, misalnya Drona) agar didoakan supa-ya lekas modar atau disambar geledek.

Suasana seperti itu tidak ada di kalanganpenonton yang sudah melewati era rea-lisme. Kesenian bagi penonton adalah pe-ngalaman individu . Seluruh desa bisa sajamemandang Kresna sebagai sang bijakyang senantiasa berpihak kepada Pandawa;tetapi tidak akan ada masalah jika seorangmemandangnya sebagai tokoh licik. Bah-kan, jika pentas wayang kulit itu hadir dkalangan penonton masa kini, setiap kepalamempunyai hak menafsirkan ceritanya sen-diri-sendiri . Realisme yang dkenalkan olehJan Goan melald lakon Moesoenja OrangBanjak karangan Henrik Ibsen telah mem-bebaskan kesenian dari ikatan tradisi, clan

Humaniora No. 11 Me( - Agustus 1999

Page 12: Realisme dalam jagat Teater - UGM

karena itu membuka jalan bagi eksperimendan eksperimen untuk menerobos dan me-masuki terra incognita, yakni wilayah yangbelum dikenal. Realisme juga mengubahhubungan pentas-penonton yang semulamerupakan satu kesatuan kosmologis men-jadi hubungan dialektik .

Walaupun para penonton WayangOrang Sriwedari, Stamboel, Bangsawan,Miss Ributs Orion dan sebagainya bukanlahorang yang terlalu kaya, mereka itu orang-orang kota yang mungkin, dengan catatankaki, dapat disebut kaum bourgoise Orang-orang dan kelompok ini, seperti juga diEropa, cenderung menikmati bagian luamyajika mereka menonton opera, misainya .Opera berjudul Aida ciptaan Verdi, sepertisudah disinggung sebagai opera yang ber-pihak kepada budak, tak dihayati pesannya ;para penonton lebih terkagum-kagum padasuara penyanyinya yang hebat, atau tatapentasnya yang gemerlapan, konduktomyayang piawai, dan lain-lain . Oleh karena itu,kaum borjuis Indonesia yang sudah terbiasamenikmati perempuan cantik main di pang-gung sulit mengubah kebiasaan demikianuntuk kemudian menikmati lakon denganpesan-pesan berat, seperti karya-karyaHenrik Ibsen, apalagi akhimya mengritik me-reka .

Realisme itu bare mulai dipelajari secaraserius ketika bermunculan sanggar-sanggardengan nama "studi" sebagai perpanjangandari kegiatan akademik . Di Barat, konseprealisme berkembang menjadi selected re-alism, stylized realism, oriental realism, epicrealism' dan penggabungan antara realismdan naturalism 18 . Di Indonesia, konsep-kon-sep semacam itu tidak berkembang . Salahsatu sebabnya, studi teeter secara aka-demik belum tampak gregetnya yang kuat .Perkembangan teater di Indonesia perluditeliti lebih rind dan jell sehingga tampaktahap-tahap hubungan dialektik antara tea-ter setempat dengan pengaruh-pengaruhdari luar, terutama yang merangsang bang-kitnya kesadaran kecendekiaan perteateran .

Datangnya pengaruh Barat ke dalam ja-gat perteateran Indonesia, tampaknya, ha-rus segera dipetakan dengan baik . Catatanmenunjukkan, barn sesudah berkenalan de-ngan teater realisme, bahkan sesudah aka-demi-akademi berdiri dan sanggar-sanggarbermunc ulan menggarap lakon-lakon realis-

Humv ra No. 11 AWTApus"s 190

me dan beberapa lakon karya Shakespearesudah diterjemahkan, disadur dan dipentas-kan, lakon klasik Yunani bare dikenalkan le-wat kerja-sama antara Teater Rendra de-ngan Sanggar Bambu `59 pada tahun 1962 .Akan tetapi, tidak seperti lakon realismeyang kemudian dimainkan di mana-mana .lakon klasik Yunani tidak segera menjadi po-puler. Sebabnya sederhana saja. Bukan sa-ja pentas lakon semacam trilogi karya So-phocles itu biayanya sangat mahal, jugatidak terlalu mudah pemanggungannya .Oleh karena itu, hingga sekarang, pentaslakon klasik bisa dihitung dengan jad . Yangmenyedihkan, sebenamya, bukan masalahproduksinya, akan tetapi bahwa studi ten-tang teater Klasik Yunani, Neo Klasik danera Shakespeare tidak tampak dipelajari se-cara suntuk di akademi-akademi, apalagi disanggar-sanggar . Latihan-latihan yang dila-kukan di akademi maupun di sanggar-sang-gar tidak dibarengi dengan pemahaman ala-san, misainya, mengapa pentas teater perlusutradara ; sejak kapan sutradara dikenaldan dikembangkan. Mereka juga tidak per-nah mempersoalkan mengapa "tiba-tiba"dalam siaran Wayang Orang muncul istilahwasesa sandi yang maksudnya sutradara,demikian pula dalam pentas ketoprak te-rang-terangan muncul istilah "sutradara" .Apakah sebenamya wewenang sutradara ;bagaimana peran sutradara di Barat dan diIndonesia, apalagi di kelompok-kelompokteater misalnya Teater Koma, Bengkel Tea-ter, Teater Mandiri, Teater Kecil, dan kelom-pok-kelompok lain yang sutradaranya miripseperti pemilik dan company itu .

Dengan kata lain, semangat realismeyang sebenamya merangsang seniman un-tuk kritis terhadap din sendin tidak banyakmemberikan masukan bagi akademi-akade-mi dan sanggar-sanggar di Indonesia . Ba-rangkali karena itu, dan akademi-akademidan sanggar-sanggar tidak juga muncul krl-tikus-kritikus teater . Di samping kritik me-mang tidak dibiarkan hidup di Indonesia,balk oleh penguasa politik, ekonomi danmaupun penguasa kesenian, sikap kritisyang sangat penting untuk mengembangkanteatemya sendiri tidak diberi banyak kesem-patan tumbuh.. Sementara itu, kebutuhanakan evaluasi sangat mendesak . Yang di-maksudkan dengan evaluasi bukan sekedarsuatu penilaian kembali, tetapi suatu lang-

45

Page 13: Realisme dalam jagat Teater - UGM

kah atau usaha yang membawa para tea-trawan menyadari posisinya kembali, apayang sudah sedang, dan akan dilakukan .Sementara kritik teater, diakui saja macet,teatrawan memerlukan refleksi din sendinmelalui berbagai studi .

Pada titik ire, peranan realisme sangatpenting. Di dalam bukunya My Life in Art(1924), Stanislavsky menulis bahwa landas-an kerjanya adalah hukum organik alamiaktor dan aktris yang selama ini is pelajan .Selama itu, Stanislavsky melihat bahwakebanyakan sutradara berbicara rind ten-tang apa yang hendak dicapainya kepadaaktor, aktris, perencana set dan penatacahaya dan penata suara . "I want this. . .and Iwant that. I don't want this and I don't wantyou do this and that . . ." Akan tetapi yangdilupakan sutradara adalah apakah is sudahmemahami kondisi setiap aktomya, jugaawak panggung seluruhnya, sehingga is da-pat membayangkan suatu kesatuan organikyang bagaimana yang akan terjadi jika me-reka bekerja sama. Pada titik ini, pengaruhSpencer, ahli sosiologi otodidak yang sudahdisinggung di depan sangat besar. Sebera-pa jauhkah realisme itu berpengaruh kepa-da para staf pengajar di akademi-akademidan awak sanggar-sanggar untuk merefleksidin masing-masing dan organisasi sebagaisatu kesatuan organik mereka . Kemampuanmendorong seseorang memahami din sen-din seperti inilah antara lain kekuatan rea-lisme, yang tampaknya tidak dimiliki olehaliran-aliran yang lain .

Biasanya, akademi kesenian memiliki didalamnya sejumlah program studi, misainyatan, karawitan, musik, pedhalangan, di sam-ping teater. Mahasiswa-mahasiswa JurusanTeater semestinya didorong untuk menga-mati kerja jurusanjurusan lain dengan kacamata "reaksme" . Dengan kata lain, bagal-manakah keterampilan seni pedhalanganakan diajarkan di dunia akademi denganSKS dan evaluasi akademik? Seberapajauhkah pelajaran atau matakulah lain diluar matakuliah keahkan pedhalangan dapatmembantu mahasiswa lebih menyadaridinnya sebagai calon dhalang yang sarjana?Hal yang sama jugadapat dilihat tatkalamereka mengunjungi kelompok mahasiswadari program studi tan Sunda, Bali, Batak,Minang, atau Jawa .

46

Ah, tetapi apakah sebenamya yang ingindikemukakan oleh karangan sederhana ini?Realisme, sebenamya, tak bicara banyaktentang ketepatan sajian di panggung de-ngan kenyataan sehan-had di luar pang-gung, sebab orang-orang teater sudah me-nyadan gagasan itu tidak akan pemah bisadicapai. Yang menjadi masalah mereka se-benamya bagaimana menyajikan constructof facts yakni, fakta yang disusun secarabaru, untuk kepentingan teater . Dan titik inimuncullah kesadaran pentingnya menjagasikap studious yakni keinginan mempelajari,keinginan menstudi hal-hal yang selama inimenggelinding begitu saja tanpa terumus-kan. Ini menyarankan bahwa realisme mes-tinya dipelajan secara suntuk, mendapatkanporsi yang cukup sehingga jagat pikir rea-lisme yang mencakup berbagai bidang seniterbayang .

DAFTAR PUSTAKA

Barnet, Sylvan, et . al. (ed) . 1958 . EightGreat Tragedies . New York: MentorBook.

Becker, George J . 1980 . Realism in ModemLiterature . New York: FrederickUngar Publishing Co .

Esslin, Martin . 1968 . The Theatre of the Ab-surd . London: Harmondsworth, Pe-nguin Books .

Kayam, Umar. 1994 . Sugih Tanpa Banda .Jakarta: Pustaka Utama Grafiti .

Kemodle. 1967 . Invitation to the Theatre .New York: Harcourt Brace & WorldInc .

Kuardhani, Hirwan. 1991 . Tinjauan LakonManusia Baru Karya Sanusi Pane :Analisis Struktural Genetik . SkripsiSarjana S-1 (Jurusan Teater, Fakul-tas Seni Pertunjukan, ISI, Yogya-karta) (tidak diterbitkan) .

Levin, Richard. 1960. Tragedy: Plays, Theo-ry & Criticism . New York: HarcourtBrace Jovanovich, Inc .

Humaniora No. 11 Mei- Agustus 1999

Page 14: Realisme dalam jagat Teater - UGM

Maughm, William Somerset . 1976 . SelectedPlays . London: Pan Books & WilliamHeinemann .

Roose-Evans, James . 1984 . ExperimentalTheatre, From Stanislavsky to PeterBrook. London: Routledge & KeganPaul .

Soemanto, Bakdi . 1994. "Dramatic Struc-ture, If Any, in Traditional Theatre inJava" makalah seminar satu hadyang diselenggarakan oleh SPAFA,Bangkok .

Sumardjo, Jakob. 1992 . PerkembanganTeater Modern dan Sastra Drama In-donesia. Bandung : Citra AdityaBhakti .

Verdi, Giussepe . 1963. Aida. Berlin: Mil-waukee, G. Schrimmer .

1 Wawancara dengan R .M. Harimawan pada12 Desember 1978.

2 Jakob Sumardjo, 1992: 275.

3 John Russel Taylor, The Penguin Dictionaryof Theatre (Hammondsworth Penguin Books)1979:231 .

4 Kernodle 1967 :7 .

5 Ibid 1967: 5 .

6 Yang dimaksudkan dengan istilah itu adalah"The description of an image which depicts recog-nizable forms, eg . figures, objects, landscape,though these may be brioadly interpreted and nornecessarily shown as a realistic or accuraterepresentation" Untuk dapat memahami Iebih lanjutdapat dilihat pada Judy Martin . Longman Dic-tionary of Art (Essex. Longman Group.) 1986 :78.

Orang bisa membuat perbandingan antaraproduksi Teeter Mandiri dengan produksi TeeterPopuler . Lakon-lakon yang disajikan oleh TeaterMandiri lebih cenderung sebagai non-representa- .tional daripada lakon-lakon Teeter Populer yangrepresentational .

s Kernodle 1967 : 7

9 Arthur Miller. "Tragedy and The CommonMan" . The New York Times . February 27, 1949.Section II . rtikel itu jugs dapat dibaca dalam bukuyang disunting oleh Richard Levin . Tragedy, Plays .

HumanloraNo. 11 Mei-Agustus 1999

Theory and Criticism. (New York, Harcourt braceJovanovich . Inc) 1960 : 171 .

10 Diterbitkan dan dimainkan pertama kali padatahun 1949 . Lakon ini diterbitkan dalam bentukbuku tipis-tipis, enak dipegang, oleh London .Penguin Books, 1961 .

11 Terjemahan dalam bentuk manuskrip yangdisimpan di Bank Naskah taman Ismail Marzuki,Jakarta.

12 Lakon ini, sepintas, bercerita tentang per-cintaan segi tiga yang disajikan dalam dua lapis .Lapis pertama antara Sergius - Raina - Bluntschli ;lapis kedua antara Sergius - Louka - Nicola. Akantetapi, di dalam lakon ini sebenarnya ada per-gulatan ideologis yang amat sangat sengit, yaknijagat pikir romantisme yang diwakili oleh MayorSergius melawan wawasan realisme yang diwakilioleh Kapten Bluntschli. Pergulatan akhimya di-menangkan oleh pihak realisme . Rains, puteriMayor Petkoff, yang semula direncanakan akandinikah oleh Sergius, lebih suka menerima lamaranBluntschli . Sementara Sergius memburu-buruLouka, seorang pembantu rumah yang muda,cantik, pemberani, agresif, selalu menjaga tubuh-nya senantiasa wangi sehingga udara badannyaselalu segar-wangi walaupun ketiaknya terus-menerus basah-kuyup, yang sudah akan dinikaholeh teman sejawatnya, Nicola . Sergius akhirnyaberhasil menggaet Louka . Lakon ini dapat ditemui,antara lain, dalam buku Sylvan Barnet, et . al (ad).Eight Great Comedies ( New York . Mentor Book)1958:388-449.

13 William Somerset Maughm . Selected Plays .(London . Pan Books in association with WilliamHeinemann). 1976 .

14 Buku ini diselesaikan pada tahun 1938 dankemudian diterbitkan oleh Doubleday & Co ., Inc.Sekarang buku ini bisa diperoleh antara lain melaluipenerbit di New York . Mentor Books .

15 William Somerset Maughm . The SummingUp. (New York. Mentor Books), 1951 . 8. Bagian inijuga dikutip oleh Kernodle ketika is membicarakantentang "realisme" dalam bukunya Invitation to theTheatre . (new York. Harcourt Brace & World.,Inc .) 1967: 7 .

16 Baca kararigan Umar Kayam. "Sagiman Re-bo, Wong Cilik" dalam Sugih Tanpa Banda ( Ja-karta Pustaka Utama Grafiti) 1994, 410-412 .

17 Lakon in terdiri dari empat babak, pertamakali dimainkan pada tahun 1873 di Theatre Libre .Seluruh lakon ini setting-nya di Pans. Cerita ring-kasnya kurang lebih sebagai benkut . Babak I danBabak II: Laurent sedang melukis potret te-mannya, Camile Raquin namanya. l a seorang se-kretans yang sakit-sakitan . Salah satu akibatnya,

47

Page 15: Realisme dalam jagat Teater - UGM

kemaluannya kurang memuaskan istrinya. IbundaCamile *angst sayang kepadanya, tetapi isterinya,Therese, *angst menjengkelkannya . Diduga, si-kapnya yang demikian akibat bdak pemah mem-peroleh kepuasan di tempat tidur. Camile hanyasenang bush dada dan meng-endus-endue ketiak Therese yang sudah diberiwangi-wangian (rempah-rempah) yang diimpor dariTimur Tengah . IN membuka jalan bagi Laurentuntuk memberikan nafkah batin secara Iebih me-muaskan kepada Therese . Pads suatu hari, me-rake berdua ingin berpesiar bertiga: Laurent,Camellia, dan Theresa. Mareka naik perahu . Kamu-dian terdengar berita Camelia tenggelam .Penasehat hukum Laurent meyakinkan MadameRaquin bahwa Therese dan Laurent sudahberusaha mati-matian menolong Camile. Akan te-tapi ape mau dikatakan lagi . . .Dengan hati pilu,ibunda Camelie menyetujui Laurent dan Theresemenikah. Babak III dan IV. Pads malam per-kawinan, mereka justru mendapatkan kesengsa-raan luar biasa. Mereka berdua terteror oleh wajahCamelie; terutama Laurent yang pernah melukis-nya. Is menuding lukisan itu sebagai sumber malepetaka. Pertengkaran mereka mengundang IbundaCamelie masuk. Tepat seat itu, Laurent berteriak :"Itulah die orang yang kami lempar ke sungai. . .!"IN membuat Madame Racquin lumpuh seketikakarena stroke . Beberapa seat kemudian, MadameRaquin mulai sembuh, tetapi sate tangannyalumpuh. Is jugs mulai bisa bicara, tetapi sangatsulit mengucapkan kata meurtre. yang artinyapembunuhan. Ketika tamu-tamu sudah pulang,Therese menudingkan telunjuk kepada Laurentsambil menjerit bahwa Laurentlah pembunuhnya .Lalu, Laurent mengatakan bahwa Therese-lahyang mendorongnya menjadi pembunuh . Merekaakhimya berhadapan sendiri untuk satingberbunuhan. Madame Raquin yang mulai pulihtenaganya menudingkan jari dan mengatakanbahwa mereka berdua akan menebus dosanya dikamar itu. Dalam keadaan kacau, mereka me-minum racun. Sementara layer turun, MadameRaquin menggumam, 'les morts . . .les morts.

18 Lakon ini berkisah tentang seorang tokohkeys raya, Karsten Bernick, bahkan memiliki ga-langan kapal, yang sangat dihormati oleh orang-orang di sekelilingnya karene dipandang sebagaisake-guru masyarakatnya . Akan tetapi, saudara-saudara isterinya adatah prang-prang yang hanyamenimbulkan malu. Johan Tonnesen, salahseorang saudara kandung isteri Bernick, memba-we lari seorang aktris . Aktris itu akhimya mening-gal deism keadaan papa, penuh malu dansengsara, sedangkan anaknya, Dine Doff, segeradibawa dan tinggal di rumah Bernick. Lakon initampaknya cenderung berpihak kepada kaum pe-rempuan. Dan awal ads sikap Bernick yang kurangmenghargai perempuan, tetapi pads akhir lakon

48

sikap lelaki itu berubah 180° Celcius, sehinggaLone Hassel, saudara perempuan tiri Bemick punberkata, `The spirit of truth and the sprit offreedom - these are the pillars ofsociety.

19 Opera ini bercerita tentang seorang budakperempuan, Aida (Soprano), putri raja Ethiopia dankekasihnya Rhadames (tenor), kapten dari ke-satuan penjaga k amanan kerajaan Mesir . Akantetapi, Amneris (mezzo-soprano), puten . Pharaoh,juga jatuh cinta dengan Rhadames. Is meren-canakan tindakan untuk dapat memiliki kapten itubaginya, tetapi Aida dan sang kekasih tak pemahbisa dipegatkan satu dari yang lain, betapa punhambatan luar biasa karena Aida adalah seorangbudak. Hingga layer turun, percintaan merekabagaikan nyala api yang tak pernah padam. Aidetampil sebagai pertunjukan opera yang bersejarahpada tahun 1883 ketika dimainkan di Rio deJaneiro. Seorang conductor jenius, Arturo Tos-canini, yang pads waktu itu bare berusia 19 tahun,memimpin orkestrasi dengan care sangat meng-getarkan. Akan tetapi yang panting, opera Aidayang bercerita tentang perbudakan menjadikannyapertunjukan bermotif politik untuk mengritikpenguasa-penguara Brazil yang pada waktu itumerupakan negara monarki. (Baca Selanjutnya,Giuseepe Verdi . Aida. (Milwaukee, G. Schrirmer,Inc .) 1963)

20 Studi ini menunjukkan bahwa Spencer sa-ngat dipengaruhi oleh Auguste Comte yang ber-pikir poisitivistik itu . Bagi Spencer, masyarakatdapat dilihat kesejajarannya dengan organisms da-lam biologi. Untuk memahami Iebih lanjut disa-rankan membaca buku karangan Jonathan H .Turner . The Structure of Sociological Theory. (Ho-mewood . Illinois . The Dorsey Press) . 1978 : 22-25 .

21 ` . . .realism rarely or never existed for itsown sake but always subordinated to other pur-poses." Ini ditulis oleh George J . Becker deism bu-ku Realism in Modem Literature . (New York.Frederick Ungar. Publishing Co) 1980 : 3 .

22 Orang, misalnya, bisa mernbandingkan tigalakon yang dikategorikan sebagai lakon realisme,yakni The Master Builder ( 1892) karya HenrikIbsen dan The Constant Wife (1927) karya WilliamSomerset Maughm dengan Widowers' House(1885) karya George Bernard Shaw. Tanpa perlumenggunakan teori-teoi i yang dakik-dakik, orangdengan gampang, jika mau mengkon rontasikandirinya dengan karyanya langsung dan melakukanretleksi etas karya itu, akan segera merasakanbahwa due lakon karya Ibsen dan Shaw me-nunjukkan kemiripan wawasan pengarangnya,yakni ingin menjslaskan ape itu 'realities" ma-syarakat yang sudah mereka hayatinya sela ma ini .Sem entara itu, Iakon karya William SomersetMaughm cenderung menyajikan ape adanya .

Hum mbm No. 11 Md-Agustus 190

Page 16: Realisme dalam jagat Teater - UGM

Maughm Iebih membiarkan masalahnya berbicarasendiri, sementara Ibsen dan Shaw sangat terasabegitu sibuk ikut campur mempengaruhi opinipembaca dan penonton pementasan dramanya .

23 George J . Becker, 1980 : 5

24 Lakon ini, mungkin sangat Iangka dalam artisebagai lakon yang tanpa konflik. Sebuah potretkehidupan sehari-hari di does, Grover's Comer .Lakon ini dibagi deism tiga babak . Babak pertamaberkisah tentang kehidupan sehari-hari; babakkedua bercerita tentang percintaan dan perka-winan; babak ketiga berkisah tentang makna hidupdan kematian. Deism lakon ini ads tokoh yangnamanya Stage Manager. Dia berbicara langsung,sebagai si tukang cerita alias narator, kepadapenonton . Lakon yang sangat indah ini, konon,sangat dipengaruhi dramaturgi Cina . Hal ini dapatdifahami karena Wilder cukup lama berada dinegeri itu. Lakon ini sebenamya membawa udarasegar bagi jagat teeter Amerika. Akan tetapi,mungkin karena isyu yang disajikannya tidakterasa aktual dan kurang memiliki days tonjok,maka lakon ini terasa kurang begitu bemaspengaruhnya. dibandingkan dengan hadirnya lakonEn attendant Godot di USA pada pertengahantahun 1950-an itu . Lakon ini sudah diterjemahkanke dalam bahasa Indonesia oleh Bakdi Soemantodan diterbitkan oleh PT. Sinar Harapan Jakartabekerja sama dengan USIS Jakarta, 1992.

25 Yang dimaksudkannya adalah Iebih meru-pakan semangat yang oleh Tutty Tellez (1995) di-sebut dengan kata-kata "modernism is an out-break with all traditions" Mungkin akan lebih jelasjika dibaca buku yang disunting oleh MalcolmBradbury & James McFarlane. Modernism. (NewYork. Penguin Books). 1986. Disarankan, gambar-an tentang modernisme ini akan semakin jelas jikadibandingkan dengan konsep-konsep pos-modemisme. Di Indonesia buku-buku tentang posmodernism deism bahasa Indonesia sudah cukupbanyak .

26 Ada sebuah buku disunting oleh RichardLevin judulnya Tragedy: Plays, Theory and Criti-cism. (New York. Harcourt Brace Jovanovich, Inc)1960. Dalam buku itu dimuat empat lakon tragediyakni Oedipus Rex karya Sophocles, mewakilklasik; Othello karya William Shakespeare mews-kili neo-klasik; Ghosts karangan Henrik Ibsenmewakili realisme awal di Eropa dan The hairy Apekarangan Eugene O'Neil mewakili realisme sim-bolik Amerika. Empat lakon yang datang dariempat era ini menunjukkan perbedaannya yangsangat jelas pads konsep penyutradaraannya .Pads lakon karya Sophocles dan Shakespeare,penyutradaraannya tidak rind; sedangkan karyaIbsen dan O'Neil jauh Iebih rind. Lebih rinci lagimisalnya membandingkannya dengan lakon karya

Humaniore No . 11 Mel - Agustus 1999

George Bernard Shaw yang tampaknya pengarangIrlandia dengan janggut warns marsh ini tidakpercaya kepada sutradara . Tidak hanya itu,gerakan pemain pun diatur oleh Shaw dengan sa-ngat rinci dan akurat . Jagat tester yang diperia-kukan seperti ini mengingatkan kepada jagatmesin, yakni segalanya harus tepat dan akurat, bi-sa dikontrol, dan setiap kesalahan dapat dilacaksumber kesalahannya.

27 Martin Esslin. The Theatre of The Absurd.(Harmondsworth. Penguin Books) . 196:125-195

28 Dipersiapkan secara sangat intens dan sa-ngat serius melalui eksperimen perambahan wi-layah baru pengalaman manusia. Sebelum Godotdimainkan, lebih dahulu muncul Drama Mini Katayang sebenamya embrio dan pentas lakon karyaBeckett itu .

29 Pads zaman Jepang oleh pemerintah penja-jahan dibentuklah badan yang namanya PoesatSandiware yang merupakan bagian dari KeiminBunks Shidoso, yakni Pusat Kebudayaan, yangsangat mendorong kegiatan teeter. Akan tetapi,pads saat . yang same, pemerntah penjajahan Je-pang, melalui badan kebudayaan itu, melakukansensor secara sangat ketat terhadap bahan-bahanyang akan dipentaskan. Untuk itu, mated yangakan dimainkan harus ditulis dan disiapkan denganrapi ; Iakon yang membuka jalan terlalu banyak bagiimprovisasi mendapat banyak kendala karenadicurigai bisa digunakan sebagai kesempatanmenyusupkan insinuasi anti pemerintah Jepun .Pemerintah penjajahan Jepang, dengan carsdemikian, telah "membantu" pars penulis Iakonuntuk berlatih berpikir dengan kebudayaan tulis . INartinya, perintisan yang dilakukan oleh Jan Goanketika memperkenalkan naskah karya Ibsen yangsangat ketat terkontrol itu, menemukan maknanyapada mass pendudukan Jepang . Oleh karena itutidaklah mengherankan apabila sandiwara "amatir'yang dimotori oleh kaum terpelajar merebak padsmass pendudukan Jepang . Periksa jugs Boen S.Oemarjati. Bentuk Lakon deism Sastre Indonesia.(Jakarta . PT. Gunung Agung) 197: 43-48.

30 Bandingkan pula dengan Boen S . Oemarjati,1971 : 41-43.

31 Hirwan Kuardhani. Tinjauan Lakon ManusieBaru Karya Sanusi Pane. Sebuah Anelisis Struk-tural Genetik. Skripsi Sarjana (S1) . (JurusanTester . Institut Seni Indonesia . Yogyakarta). 1991,10 (Tidak Diterbitkan).

32 Loc. cit.33 Munculnya Iakon Manoesia Baroe yang me-

nyajikan pokok pembicaraan tentang kehidupanyang lebih pads sikap yang Iebih berpijak padssikap kritis kepada keadaan. Sikap yang kritis itu

49

Page 17: Realisme dalam jagat Teater - UGM

dimanifestasikan deism bentuk pergolakan buruhdi pabrik tenun di kota Madras . Di sana, dalampergolakan itu, tersirat pergulatan enters pan-dangan kaum kapitalis yang profit orientedberhadapan dengan buruh yang semakin dieksploi-tasikan oleh yang menguasai alat-alat produksi .Oleh karena itu, persoalan pokok lakon ManoesiaServe bukan soal pergeseran orientasi lakon darijagat pikir "romantis-idealis", misalnya pada lakonAirlengga (1928), Burung Garuda Terbang Sendiri(1930), Kertajaya (1932), Sandyekala NingMajapahit ( 1933), ke jagat pikir "romantis - realis"seperti tampak pada Manoesia Baroe (1940),tetapi lebih merupakan perubahan sikap wawasantradisional yang menyatu dengan kosmos, ke arahsikap mengambil jarak sehingga membuka jalanbagi pandangan analitis dan kritis .

34 Sandyakala Ning Majapahit adalah lakonterdiri dan lima bagian (babak) karya Sanusi Pane .Konon lakon ini diselesaikan pada 1933, yakni pa-da era kebesaran Poedjangga Baroe. Lakon inimenunjukkan gejala bemafaskan agama Budhayang memandang hidup di dunia adalah maya .Oleh karena itu kehancuran Kerajaan Majapahitadalah hal yang wajar-wajar saja . Namun bagi me-reka yang tidak menghayati ajaran Agama Budha,lakon itu terasa bagaikan tembang megatruh. Sa-lah satu tembang macapat yang bernada dasarsedih .

3s Sebuah roman yang sangat terkenal karyaSutan Takdir Alisyahbana. Deism roman ini, San-dyakala Ning Majapahit diulas melalui diskusiantara Tutty dan Maria serta Yusuf . Oleh Tutty,lakon ini dianggap kurang memuaskan . Sebagaiseorang aktivis, nada dasar lakon ini dianggapnyaterlalu pesimistik . Untuk dapat membaca komentarlakon ini dapat dibaca Layer Terkembang (Jakarta .Balai Pustaka) . 1988 : 81-90.

36 Arjuna, tokoh wayang Jaws, sering dipan-dang sebagai ksatria yang tindakan ibadahnya di-wujudkan deism bentuk berbuat balk, menolong,sesamanya, dan bukan mengisolasi diri di tempatyang sunyi . IN adalah konsep ksatria yang sedikitbanyak datang juga dari jagat pikir Hindu .

37 Oedipus adalah anak Laius dan locasta diThebes. Begitu lahir, dia diramalkan akan membu-nuh ayahnya dan mengawini ibunya. Is kemudiandibuang dan ditemukan seorang gembala dandibawa ke negeri Korintus. Di kerajaan ini, dia dia-dopsi menjadi anak raja setempat dan diharapkanmenjadi penggantinya kelak. Ketika Oedipus me-nyelenggarakan pasta, seorang pemabuk menga-taken bahwa Oedipus kelak akan membunuhayahnya dan mengawini ibunya. Mengira bahwaraja Korintus dan permaisun adalah orang tuanyasejati, Oedipus pun minggat meninggalkan Korin-tus. Tanpa disadarinya, is pergi ke Thebes . Dalam

50

perjalanan, is berhadapan dengan iring-iringankarats ; mereka berkelahi. Di sini, tanpa disadari-nya, Oedipus membunuh ayahnya . Tiba di Thebes,kota itu tengah diserang Sphinx . Oedipus berhasilmengalahkannya . Lalu, is diangkat menjadi rajaThebes dan dikawinkan dengan locasta yang su-dah beberapa tahun menjanda . Oedipus bersediasebab locasta masih tampak muda . Ternyata,Oedipus melaksanakan semua ramalan itu . Ka-renanya, kekeringan dan penyakit melanda The-bes. Rakyat datang minta tolong . Lalu dimulailahIangkah mencari siapa pembunuh Laius . TatkalaOedipus tiba-tiba tahu bahwa dirinyalah pembunuhLaius dan orang yang mengawini ibunya, is lalumenghukum dirinya dengan mencucuk matanyadan membuang dirinya . Is digantikan oleh ipar danpamannya, Kreon . Tapi is bertindak sangat se-wenang-wenang. Is berhadapan dengan Antigone,anak Oedipus, yang memperjuangkan saudaranyaagar bisa dikuburkan sebagai ksatria . Kreonmenolaknya.

38 Kemodle, 1967 : 1439 Diduga, yang dimaksudkannya dengan

impressionism ini seperti yang dirumuskan olehRiviere . Dikatakannya, bahwa aliran itu tidak meng-gubris lagi pesan-pesan sejarah, kitab suci, atauwawasan timur . yang sok filosofis itu, tetapilangsung membenkan kesan tentang persoalanpokoknya . Orang misalnya dapat menikmati re-produksi lukisan Monet yang judulnya Le Havre(1872) . Deism jagat musik, orang bisa menikmatikarya-karya Richard Wagner. Di samping itu, sayspikir, musik seperti L'Orchestra de L'operakarrya Degas Dihau adalah juga musik yangsangat impresionistik . Ada pula musik-musik yangdigunakan untuk memberi lagu pads puisi-puisiMallarme. Di Indonesia, kita temui lukisan-lukisanEmpu Rusli yang dahsyat itu ; hanya coretan kecil,patah-patah, tetapi memberikan kesan utuh,menyeluruh . Puisi-puisi Sapardi Djoko Damonoadalah puisi-puisi impresionistik .

40 Seperti deism pertunjukan sulap oleh DavidCopperfield, set atau tata panggung realisme yangtampaknya seperti kamar tamu, kamar tidur, da-pur, beranda, taman, sungguh-sungguh, sebenar-nya hanyalah ilusi . Yang tampaknya seperti dindingbukanlah dinding ; demikian pula yang tampaknyaseperti jendela, pintu, rak penuh buku, lemaripenuh pakaian dan lain-lain .

41 Sisa-sisa akting histrionics itu, sekarang,kata orang, masih bisa ditemukan lagi oleh perma-inan dan perilaku sehari-hari Pak Kampret Babe-raps c atatan yang pernah dibuat oleh almarhumHarimawan, yang disebut Pak Kampret ini menun-jukkan bahwa mulutnya lebih baser danpadakepalanya .

Humaniora No. 11 Mei - Agustus 1999

Page 18: Realisme dalam jagat Teater - UGM

42 Sebenamya, paling sedikit menurut penda-pat says, kebeharan Stanislavsky tampak tatkala ismenggarap lakon-lakon karya Anton Chekhov,terutama The Seagull pads tahun 1898 . Pada ta-hun itu juga is, kalau tidak salah bekerja samadengan Nemirovich-Dachenko, mendirikan Mos-cow Art Theatre . Pads hemat saya, teori aktingStanislavsky sangat pas untuk menggarap lakon-lakon Chekhov yang menuntut kecermatan penyu-tradaraan, sangat keseharian, tetapi tidak ter-jerumus ke dalam sajian rinci yang tak bermakna ;bahkan, di sana, ada unsur-unsur sentuhan puitikyang muncul. Ada suasana psikologik pule yangmenjadikan rinci-rinci yang disajikannya bermakna .Pendeknya, konsep dasamya adalah "inner truth"yang dipandang Stanislavsky sebagai "creativepower of the actor as the only source of vitality forthe theatre". Sebagai sutradara, Stanislavsky me-nekankan bahwa is pembawa missi kebudayaan .la harus memiliki pengetahuan utuh dan menye-luruh tentang teater dan aktor-aktornya, danbahkan wawasan aktor dan aktris, produser, se-hingga is faham dalam proses pementasan nantibisa diantisipasi peristiwa-peeristiwa sampinganyang akan terjadi. Untuk dapat memahami konsep-konsepnya secara Iebih jernih bisa dibaca bukuJames Roose-Evans . Experimental Theatre, FromStanislevsky to Peter Brook. (London. Routledge& Kegan Paul). 1984, 6-14 .

43 Victor Hugo menulis, "Marilah kita ambil ha-mer untuk menghajar yang disebut teori-teori dansistem puitika! Marilah kite buang jauh jauh semuaplester yang selama ini menyelubungi fasade seni .Taeda aturan atau model ; atau, tiada aturan selainaturan alami yang di atas semua genre, jenis,karya seni dan aturan khusus yang merupakanhasil atau akibat dan kondisi dan situasi khusussesuai dengan subjek yang menjadi tema darikarya itu . . ." Untuk memahaminya lebih lanjut, lihatJames Roose-Evans, 1984 :14-20 .

44 reality yang disajikan di atas panggung .Konsep seperti ini berlangsung terus hingga eraShakespeare yang menegaskan bahwa "hidupadalah sandiwara" sementara 'sandiwara adalahcerminan slam semesta" . Hanya saja, Shakes-peare tidak mengikuti konsep the three unities itu .

45 Wawancara dengan Tutty Tellez, M .A. tang-gal 1 Maret 1992 di Hotel Santika, Yogyakarta

46 Periksa 'Poetics" karangan Aristotle deismbuku yang disunting oleh Richard Levin . Tragedy:Plays, Theory, end Criticism. (New York, HarcourtBrace Jovanovich) . 1960: 131-145 .

47 Bakdi Soemanto. `Dramatic Structure, IfAny, in Traditional Drama' . A Paper presented to AOne-day Seminar on Theatre in Southeast Asia, LaSalle University, 1992: 8 (unpublished) .

Humaniora No . 1 f Mei - Agustus 1999

48 Walaupun pads awal lahimya realisme me-nolak romantisisme, tetapi pada perkembangan se-lanjutnya terjadi jugs penggabungan keduanya . La-kon Arms and The Man karya George BernardShaw yang sudah disinggung di depan sebenamyabisa disebut penggabungan demikian, yang dalamjagat teater disebut, theatrical blends. Muncul pulagerakan yang disebut selected realism, yaknistage properties-nya diseleksi, tidak asal diisi de-ngan rinci . Sementara itu, muncul pula stylizedrealism yakni sajian realisme dalam sajian ekspre-sionistik . Greget-dalam diisajikan pads setnya, mi-salnya set pads pentas The Emperor Jones (1920)karya Eugene O"Neill (1888-1953). Seperti yangdipentaskan di Yale University (1986), dalam lakonini disajikan patung Dews Buaya yang besarsekali. . .Di Indonesia dapat ditemukan semacam ituwaktu kelompok Shalahuddin mementaskan Dajjal.Hal yang sama dapat kits lihat tatkala Teeter Gan-drik di bawah pimpinan Jujuk Prabowo, Heru Kes-sawamurti dan Butet Kertarajasa mementaskanDhemit di Singapura dan Malaysia pada tahun1990. Karena jasa Thornton Wilder (1897-1975)maka teater Cina dikenal balk di Amerika . Dialahyang memungkinkan dimunculkannya istilah baru,oriental realism alias realisme timur yang sebenar-nya realisme teater Cina . Dari realisme timur inilahkemudian Bertolt Brecht (1898-1956) mengem-bangkan konsepnya dengan nama realisme epik .

5 1