UNIVERSITAS INDONESIA KEBIJAKAN CLEAN AND …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334337-T32604-Dian...

105
UNIVERSITAS INDONESIA KEBIJAKAN CLEAN AND CLEAR DALAM MENATA IZIN USAHA PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA TESIS DIAN EKA RAHAYU SAWITRI 1006736570 FAKULTAS HUKUM PROGRAM PASCA SARJANA KEKHUSUSAN HUKUM DAN KENEGARAAN JAKARTA JANUARI 2013 Kebijakan clean..., Dian Eka Rahayu Sawitri, FH UI, 2013

Transcript of UNIVERSITAS INDONESIA KEBIJAKAN CLEAN AND …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334337-T32604-Dian...

Page 1: UNIVERSITAS INDONESIA KEBIJAKAN CLEAN AND …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334337-T32604-Dian Eka Rahayu... · Judul Tesis : Kebijakan Clean ... TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN

UNIVERSITAS INDONESIA

KEBIJAKAN CLEAN AND CLEAR

DALAM MENATA IZIN USAHA PERTAMBANGAN

MINERAL DAN BATUBARA

TESIS

DIAN EKA RAHAYU SAWITRI

1006736570

FAKULTAS HUKUM

PROGRAM PASCA SARJANA

KEKHUSUSAN HUKUM DAN KENEGARAAN

JAKARTA

JANUARI 2013

Kebijakan clean..., Dian Eka Rahayu Sawitri, FH UI, 2013

Page 2: UNIVERSITAS INDONESIA KEBIJAKAN CLEAN AND …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334337-T32604-Dian Eka Rahayu... · Judul Tesis : Kebijakan Clean ... TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Tesis ini adalah hasil karya saya sendiri,

dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk

telah saya nyatakan dengan benar.

Nama : Dian Eka Rahayu Sawitri

NPM : 1006736570

Tanda Tangan :

Tanggal : Januari 2013

Kebijakan clean..., Dian Eka Rahayu Sawitri, FH UI, 2013

Page 3: UNIVERSITAS INDONESIA KEBIJAKAN CLEAN AND …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334337-T32604-Dian Eka Rahayu... · Judul Tesis : Kebijakan Clean ... TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN

HALAMAN PENGESAHAN

Tesis ini diajukan oleh :

Nama : Dian Eka Rahayu Sawitri

NPM : 1006736570

Program Studi : Ilmu Hukum

Judul Tesis : Kebijakan Clean and Clear Dalam Menata Izin Usaha

Pertambangan Mineral dan Batubara

Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima

sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar

Magister Hukum pada Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas Hukum,

Universitas Indonesia.

DEWAN PENGUJI

Pembimbing : Dr. Tri Hayati, SH, MH (.............................................)

Penguji : Dr. A.M. Tri Anggraini, SH, MH (.............................................)

Penguji :Teddy Anggoro, SH, MH (.............................................)

Ditetapkan di : Jakarta

Tanggal : Januari 2013

Kebijakan clean..., Dian Eka Rahayu Sawitri, FH UI, 2013

Page 4: UNIVERSITAS INDONESIA KEBIJAKAN CLEAN AND …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334337-T32604-Dian Eka Rahayu... · Judul Tesis : Kebijakan Clean ... TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur saya panjatkan kepada Allah SWT atas berkat dan

rahmat-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan penulisan tesis ini. Tesis ini

dapat saya selesaikan dengan doa, dukungan moril dan materil, bimbingan, saran

dan pengembangan ide dari berbagai pihak. Ucapan terima kasih yang sebesar-

besarnya saya tujukan kepada Ibu Dr. Tri Hayati, SH, MH , sebagai pembimbing

yang telah memberikan ide, bimbingan, semangat, dukungan dan perhatian

layaknya seorang ibu. Kemudian juga untuk rekan kerja di Lembaga Administrasi

Negara Republik Indonesia yang selalu memberi semangat tanpa henti agar segera

menyelesaikan tesis. Untuk suamiku Imaduddin terima kasih atas dukungan dan

doanya dalam menjalani program master ini, anak mungil Ayesha terima kasih

atas pertanyaan “kapan ibun selesai sekolah?” sehingga membuat semangat untuk

cepat lulus.

Rasa terima kasih pun saya sampaikan kepada orang tua yang selalu

mendukung anaknya untuk maju. Kepada mama (alm), ingin rasanya bisa

memberi tahu kabar kelulusanku.. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan

kepada teman-teman HTN 2010, kepada para dosen penguji yang baik hati, serta

pihak lainnya yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu yang telah berjasa serta

memberi masukan untuk tesis ini. Saya berharap semoga bantuan dan

dukungannya baik moril maupun materil yang telah diberikan mendapatkan

balasan yang setimpal dari Allah SWT. Amin.

Depok, Januari 2013

Dian Eka Rahayu Sawitri

Kebijakan clean..., Dian Eka Rahayu Sawitri, FH UI, 2013

Page 5: UNIVERSITAS INDONESIA KEBIJAKAN CLEAN AND …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334337-T32604-Dian Eka Rahayu... · Judul Tesis : Kebijakan Clean ... TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI

TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai civitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di

bawah ini:

Nama : Dian Eka Rahayu Sawitri

NPM : 1006736570

Program Studi : Magister Hukum

Fakultas : Hukum

Jenis Karya : Tesis

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada

Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Nonekslusif (Non-exclusive Royalty-

Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul :

KEBIJAKAN CLEAN AND CLEAR DALAM MENATA IZIN USAHA

PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA

Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti

Nonekslusif ini, Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalih

media/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat,

dan mempublikasikan tugas akhir saya tanpa meminta izin dari saya selama tetap

mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak

Cipta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : Jakarta

Pada tanggal : Januari 2013

Yang menyatakan

(Dian Eka Rahayu Sawitri)

Kebijakan clean..., Dian Eka Rahayu Sawitri, FH UI, 2013

Page 6: UNIVERSITAS INDONESIA KEBIJAKAN CLEAN AND …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334337-T32604-Dian Eka Rahayu... · Judul Tesis : Kebijakan Clean ... TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN

ABSTRAK

Nama : Dian Eka Rahayu Sawitri

Program Studi : Hukum Kenegaraan

Judul : Kebijakan Clean and Clear Dalam Menata Izin Usaha

Pertambangan Mineral dan Batubara

Tesis ini membahas kebijakan clean and clear yang merupakan instrumen

dalam menata izin usaha pertambangan mineral dan batubara yang sudah

diterbitkan oleh Pemerintah Provinsi, Kabupaten/Kota. Dalam rangka menata izin

usaha pertambangan pemerintah melaksanakan kegiatan Rekonsiliasi Nasional

Data Izin Usaha Pertambangan yang terdiri dari inventarisasi, verifikasi dan

klasifikasi. Output dari inventarisasi adalah tersedianya data KP/SIPD/SIPR yang

sudah disesuaikan legalitas usaha pertambangannya menjadi IUP atau IPR.

Sedangkan output dari verifikasi adalah klasifikasi IUP yang mendapat status

Clean and Clean (dinyatakan tidak bermasalah atau tumpang tindih). Upaya

Pemerintah dalam mengevaluasi IUP melalui kebijakan clean and clear harus

diapresiasi dan didukung oleh semua pihak. Mengingat implikasi sertifikasi Clean

and Clear berpengaruh terhadap kegiatan usaha pertambangan lainnya maka

legalitas kebijakan Clean and Clear mutlak diperlukan. Keberadaan dasar hukum

bagi tindakan pemerintah berguna untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan

wewenang. Oleh sebab itu kebijakan Clean and Clear perlu untuk dievaluasi dan

diberi format hukum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

.

Kata kunci : tindakan pemerintah, penataan izin, “clean and clear”

Kebijakan clean..., Dian Eka Rahayu Sawitri, FH UI, 2013

Page 7: UNIVERSITAS INDONESIA KEBIJAKAN CLEAN AND …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334337-T32604-Dian Eka Rahayu... · Judul Tesis : Kebijakan Clean ... TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN

ABSTRACT

Name : Dian Eka Rahayu Sawitri

Study Program : State Law

Title : The Clean and Clear Policy in Managing the Mining

Business License of Mineral and Coal

This thesis describes about the clean and clear policy that is an instrument

in managing the mining and coal license that has been issued by Provincial

Government, District/City. In order to manage the mineral mining lisence the

government commits National Reconciliation Data Mining License consists of

inventarization, verification and classification.The inventarization’s output is the

availability of KP/SIPD/SIPR data that legality mining license has been adjusted

into IUP or IPR. Meanwhile the verification’s output is IUP classification that has

been granted clean and clear status (declared has no problem or overlapping). The

government’s effort to evaluate IUP through clean and clear policy must be

appreciated and supported from all of the parties. Considering the implication of

clean and clear certification has an influence to the other mining activity, the

legality of clean and clear policy is absolutely needed. Therefore clean and clear

policies need to be evaluated and given a legal format in accordance with the

provisions of the legislation.

Keywords : government action, managing the license, “clean and clear”,

Kebijakan clean..., Dian Eka Rahayu Sawitri, FH UI, 2013

Page 8: UNIVERSITAS INDONESIA KEBIJAKAN CLEAN AND …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334337-T32604-Dian Eka Rahayu... · Judul Tesis : Kebijakan Clean ... TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ..................................................................................... i

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ........................................ ii

HALAMAN PENGESAHAN ....................................................................... iii

KATA PENGANTAR ................................................................................... iv

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS

AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ...................................... v

ABSTRAK ..................................................................................................... vi

ABSTRACT ................................................................................................... vii

DAFTAR ISI .................................................................................................. viii

DAFTAR TABEL ......................................................................................... x

DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... xi

I. PENDAHULUAN ................................................................................ 1

A. Latar Belakang ................................................................................. 1

B. Permasalahan .................................................................................. 6

C. Tujuan dan Manfaat ......................................................................... 7

D. Kerangka Konseptual ....................................................................... 7

E. Metode Penelitian ............................................................................. 10

F. Sistematika Penulisan ...................................................................... 13

II. TINDAKAN PEMERINTAH, KEWENANGAN DAN

PERIZINAN ......................................................................................... 14

A. Tindakan Pemerintah ........................................................................ 14

B Kewenangan ...................................................................................... 15

C. Perizinan ............................................................................................ 29

III. PERIZINAN PERTAMBANGAN DI INDONESIA DAN

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERIZINAN PERTAMBANGAN

MINERAL DAN BATUBARA. .......................................................... 39

A. Perizinan Pertambangan Di Indonesia .............................................. 39

Kebijakan clean..., Dian Eka Rahayu Sawitri, FH UI, 2013

Page 9: UNIVERSITAS INDONESIA KEBIJAKAN CLEAN AND …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334337-T32604-Dian Eka Rahayu... · Judul Tesis : Kebijakan Clean ... TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN

1. UU No.11 Tahun 1967 Tentang ketentuan-Ketentuan Pokok

Pertambangan ................................................................................ 39

2. UU No.4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan

Batubara ......................................................................................... 46

3. Perbandingan Perizinan Berdasarkan UU No.11 Tahun 1967 dan

UU No.4 Tahun 2009 ..................................................................... 54

B. Implementasi IUP Clean and Clear Terhadap Kegitan Usaha

Pertambangan Mineral dan Batubara ................................................ 61

IV. KEBIJAKAN CLEAN AND CLEAR DALAM MENATA IZIN USAHA

PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA .......................... 68

A. Rekonsiliasi Izin Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara. ......... 68

B. Evaluasi Izin Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara ................ 70

C. Pelaksanaan Rekonsiliasi Nasional Data Izin Usaha Pertambangan.. 74

D. Legalitas Clean and Clear Dalam Rangka Menata Izin Usaha

Pertambangan Mineral dan Batubara ................................................. 78

E. Implikasi IUP Clean and Clear Terhadap Kegiatan Usaha Pertambangan

Mineral dan Batubara ......................................................................... 85

V. PENUTUP ............................................................................................... 90

A. Kesimpulan ......................................................................................... 90

B. Saran .................................................................................................... 91

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 92

Kebijakan clean..., Dian Eka Rahayu Sawitri, FH UI, 2013

Page 10: UNIVERSITAS INDONESIA KEBIJAKAN CLEAN AND …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334337-T32604-Dian Eka Rahayu... · Judul Tesis : Kebijakan Clean ... TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Perbedaan antara delegasi dan mandat

Tabel 3.1 Perbandingan UU No.11 Tahun 1967 dan UU No.4 Tahun 2009

Tabel 4.1 IUP Non CNC dan Non CNC

Kebijakan clean..., Dian Eka Rahayu Sawitri, FH UI, 2013

Page 11: UNIVERSITAS INDONESIA KEBIJAKAN CLEAN AND …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334337-T32604-Dian Eka Rahayu... · Judul Tesis : Kebijakan Clean ... TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN

DAFTAR GAMBAR

Gambar 4.1 Design Rekonsiliasi Nasional

Gambar 4.2 Skema Penyelesaian Permasalahan IUP

Gambar 4.3 Posisi Clean and Clear

Kebijakan clean..., Dian Eka Rahayu Sawitri, FH UI, 2013

Page 12: UNIVERSITAS INDONESIA KEBIJAKAN CLEAN AND …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334337-T32604-Dian Eka Rahayu... · Judul Tesis : Kebijakan Clean ... TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Permasalahan

Letak geografis yang strategis menunjukkan betapa kaya Indonesia akan

sumber daya alam dengan segala flora, fauna dan potensi hidrografis dan deposit

sumber alamnya yang terdapat diperut bumi. Kekayaan alam Indonesia tersebar di

seluruh wilayah secara tidak merata, ada daerah yang memiliki sumberdaya alam

dalam jumlah banyak dan melimpah dan ada yang hanya memiliki sedikit potensi

sumber daya alam. Berdasarkan sifatnya sumber daya alam dapat dikasifikasikan

menjadi 2 (dua), yaitu sumber daya yang dapat diperbaharui (renewable resource)

dan yang tidak dapat diperbaharui (unrenewable resource). Renewable resource

jumlahnya sangat banyak dan dapat dikembalikan persediaannya dalam waktu

tidak terlalu lama dan relatif mudah dengan cara reproduksi ataupun mengikuti

siklus, contohnya adalah mahluk hidup, air, dan lain-lain. Sedangkan unrenewable

resource jumlahnya terbatas dan memerlukan waktu yang sangat lama untuk

pemulihannya atau bahkan tidak dapat pulih sama sekali. Hal ini disebabkan

karena penggunaannya lebih cepat daripada proses pembentukannya, apabila

dieksploitasi secara berlebihan maka akan habis. Yang termasuk dalam golongan

ini adalah minyak bumi, batubara, emas, besi, nikel, timah, tembaga, bauksit dan

berbagai jenis bahan tambang lainnya.

Sumber daya alam yang melimpah merupakan karunia dan amanah dari

Tuhan Yang Maha Esa yang dianugerahkan kepada bangsa Indonesia sebagai

kekayaan yang tak ternilai harganya. Oleh karena itu wajib dikelola secara

bijaksana agar dapat dimanfaatkan secara berdaya guna, berhasil guna dan

berkelanjutan bagi sebesar-besarnya kesejahteraan rakyat, baik generasi sekarang

maupun generasi yang akan datang. Konsepsi pengelolaan sumber daya alam

dalam Undang-Undang Dasar 1945 meletakkan pada paradigma yang berbasis

Kebijakan clean..., Dian Eka Rahayu Sawitri, FH UI, 2013

Page 13: UNIVERSITAS INDONESIA KEBIJAKAN CLEAN AND …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334337-T32604-Dian Eka Rahayu... · Judul Tesis : Kebijakan Clean ... TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN

negara.1 Implikasi paradigma ini adalah memberikan wewenang penuh pada

negara untuk menguasai, memiliki dan mengatur pengelolaan SDA. Kekuasaan

yang maha luas yang dimiliki oleh negara terhadap bumi, air, udara, dan segala

sesuatu yang terkandung di atasnya merefleksikan adanya tanggung jawab yang

sangat besar. Hal ini bukan berarti bahwa sumber daya alam tersebut adalah milik

negara, melainkan negara bertugas untuk mengatur keadilan, keberlanjutan, dan

fungsi sosial sumber daya alam untuk sebesar-besarnya kesejahteraan rakyat.

Penguasaan negara juga dimaksudkan untuk menghilangkan pemusatan

penguasaan oleh seseorang atau sekelompok orang atas sumber daya alam, yang

dapat mengancam tercapainya kesejahteraan rakyat dan hilangnya fungsi sumber

daya alam.

Kekayaan sumber daya alam Indonesia dipahami pemerintah sebagai

modal penting dalam penyelenggaraan pembangunan nasional.2 Bidang energi dan

sumber daya mineral memegang peranan penting dalam perekonomian nasional.

Hal ini terbukti dengan besarnya peranan sektor energi dan sumber daya mineral

sebagai penyedia sumber energi, sumber devisa, penerimaan negara, sumber

bahan baku industri, wahana alih teknologi, pendukung pengembangan wilayah,

menciptakan lapangan pekerjaan dan pendorong pertumbuhan sektor lain.

Komoditi yang dihasilkan dari sektor ini masih memegang peranan penting dalam

perekonomian nasional, menyumbang hampir mencapai 30% dari total

pendapatan negara.3

Dalam mengelola bidang energi dan sumber daya mineral yang

merupakan sumber daya yang tidak terbarukan, pemerintah menggunakan

instrumen izin untuk memperbolehkan atau memperkenankan seseorang/badan

1 A. Hakim Basyar, Upaya Meletakkan Reformasi Kebijakan Pengelolaan Sumber Daya Alam

Secara Komprehensif, hal 4. 2 I Nyoman Nurjana, Menuju Pengelolaan Sumber Daya Alam yang Adil, Demokratis dan

Berkelanjutan : Perspektif Hukum dan Kebijakan, hal.1 3 Ibid, hal.4

Kebijakan clean..., Dian Eka Rahayu Sawitri, FH UI, 2013

Page 14: UNIVERSITAS INDONESIA KEBIJAKAN CLEAN AND …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334337-T32604-Dian Eka Rahayu... · Judul Tesis : Kebijakan Clean ... TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN

hukum untuk melakukan suatu kegiatan usaha pertambangan. Tujuan dari

perizinan tersebut adalah : 4

a. Keinginan mengarahkan atau mengendalikan (sturen) terhadap aktivitas-

aktivitas tertentu;

b. Mencegah bahaya bagi lingkungan;

c. Keinginan melindungi objek tertentu;

d. Hendak membagi benda-benda yang sifatnya terbatas;

e. Memberikan pengarahan dengan cara menyeleksi.

Pada hakekatnya izin merupakan tindakan hukum pemerintah yang

bersifat sepihak berdasarkan kewenangan yang sah. Tindakan sepihak dilakukan

karena dalam sebuah perizinan mempunyai standar-standar tertentu yang harus

dipenuhi (setting a standard for the licenses).5 Jika standar tersebut belum

terpenuhi maka ada larangan terhadap segala bentuk kegiatan sampai mendapatkan

izin (prohibiting action of this type until a license is obtained).6 Izin merupakan

Keputusan dari pejabat yang mempunyai sifat individual, konkrit, kasual dan

eenmaalig (sekali diberikan selesai).

Kewenangan pemberian izin usaha pertambangan berdasarkan UU No.4

Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU No.4 tahun 2009)

tidak lagi mutlak dilakukan oleh pemerintah pusat. Kewenangan tersebut sudah

melibatkan level pemerintahan di bawahnya. Hal ini merupakan implikasi dari

penerapan desentralisasi, pemerintah daerah memiliki kewenangan untuk

menyelenggarakan beberapa urusan pemerintahan secara mandiri (otonom) sebagai

konsekuensi atas penyerahan urusan pemerintahan oleh pemerintah pusat. Beralihnya

rezim sentralisasi menjadi desentralisasi sebenarnya telah dimulai pada tahun 2001

dengan lahirnya Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2001 tentang Perubahan Kedua

PP Nomor 32 Tahun 1967 tentang Pelaksanaan UU Nomor 11 Tahun 1967 (PP

No.25 Tahun 2001). Meskipun pada saat itu yang berlaku UU No. 11 Tahun 1967

4 Ten Berge dan MR.N.M. Spelt diterjemahkan oleh Philipus Hadjon, “Pengantar Hukum

Perizinan”. Bahan Hukum Penataran Hukum Administrasi Negara, Fakultas Hukum Universitas

Airlangga, Surabaya, 1992, hal.9. 5 Irving Sewrdlow, The Public Administration of Economic Development, ( New York : Praeger

Publishers, 1975), hal. 383. 6 Ibid.

Kebijakan clean..., Dian Eka Rahayu Sawitri, FH UI, 2013

Page 15: UNIVERSITAS INDONESIA KEBIJAKAN CLEAN AND …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334337-T32604-Dian Eka Rahayu... · Judul Tesis : Kebijakan Clean ... TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN

tentang Ketentuan-ketentuan pokok pertambangan (UU No.11 Tahun 1967) berkarakter

sentralistik namun di level aturan lebih rendah dilakukan “penyesuaian” dengan era

desentralisasi.

Sejak berlakunya otonomi daerah hingga awal tahun 2012 setidaknya

saat ini sudah terbit sekitar sepuluh ribu izin usaha pertambangan yang

dikeluarkan oleh pemerintah daerah, lima puluh persen dari total izin tambang

tersebut dinyatakan bermasalah oleh Kementerian Energi Sumber Daya Mineral.7

Ribuan izin tambang itu antara lain bermasalah terkait konflik penggunaan lahan,

tenaga kerja dan juga masalah komitmen pengembangan berkelanjutan untuk

masyarakat lokal di kawasan tambang, termasuk juga pengabaian sosialisasi

kemanfaatan tambang kepada masyarakat.8

Walhi memperkirakan terdapat sekitar 22 daerah rawan konflik tambang,

yaitu Desa Loleba (Kecamatan Wasilei Halmahera Timur), Pulau Kabaena dan

Gemaf, (Halmahera Tengah), Desa Betaua Kecamatan Tojo (Sulawesi Tengah),

Desa Uekuli Kabupaten Tojo Una-una (Sulawesi Tengah), Kel. Batu IX

Tanjungpinang (Kepulauan Riau), Makroman dan Samarinda (Kalimantan

Timur), Kecamatan Tinanggea Konawe Selatan (Sulawesi Tenggara), Bahodopi

dan Morowali (Sulawesi Tengah), Desa Rindu Hati Kab. Bengkulu Tengah

(Bengkulu), Sei Serai Kecamatan Bukit Bestari (Tanjungpinang), Desa Pakis

(Kab. Rembang), Pulau Bangka, Sulawesi Utara, Desa Sulaho Kec. Lasusua

(Mandailing Natal), Wotgalih, Lumajang, Jawa Timur, Kulonprogo (Yogyakarta),

Desa Bahomoahi, Bahomotefe, Lalampu, Lele, Dampala, Siumbatu, Bahodopi,

Keurea, dan Fatufia di Kab. Morowali, Sulawesi Tengah, Cipatujah dan Cikalong,

kab. Tasikmalaya, Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur, Sumba Tengah,Cek

Bocek Selesek Reen Sury, Kab. Sumbawa, Nusa Tenggara Barat.9

7 “5 Ribu Izin Tambang Bermasalah”, http://finance.detik.com/read;, diunduh tanggal 14 Februari

2012 8 Ibid

9 “Ada 22 Daerah Rawan Konflik Pertambangan”, http://www.walhi.or.id/; diunduh 27 Februari

2012.

Kebijakan clean..., Dian Eka Rahayu Sawitri, FH UI, 2013

Page 16: UNIVERSITAS INDONESIA KEBIJAKAN CLEAN AND …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334337-T32604-Dian Eka Rahayu... · Judul Tesis : Kebijakan Clean ... TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN

Selain yang telah disebutkan di atas ada beberapa konflik yang menjadi

perhatian nasional, diantaranya adalah kasus pertambangan di Bima dan Konawe

Utara. Tragedi Bima yang terjadi tahun lalu merupakan salah satu kasus yang

paling menonjol dalam sejarah pertambangan di Indonesia karena menelan korban

jiwa. Konflik pertambangan di Bima dipicu oleh sikap kepala daerah yang mau

menang sendiri ketika memberikan izin tanpa melibatkan rakyat dan pemerintah

pusat.10

Masyarakat menolak rencana penambangan emas di Bima (Nusa

Tenggara Barat) yang dilakukan oleh PT. Sumber Mineral Nusantara (SMN)

karena lokasi pertambangan berada di areal yang merupakan ruang hidup warga.11

Kasus lainnya yang menarik adalah konflik pertambangan antara PT. Antam

dengan PT Duta Inti Perkasa Mineral (DIPM) di Konawe Utara. Izin usaha

pertambangan kedua perusahaan tersebut berada di lokasi yang sama, oleh karena

itu ANTAM diduga telah melakukan penambangan ilegal di kawasan Lasolo,

Lalindu, Molawe dan Mandiodo, di Kabupaten Konawe Utara, Sulawesi

Tenggara.12

ANTAM adalah BUMN yang mayoritas sahamnya dimiliki

pemerintah, secara logika PT. ANTAM tidak akan mencuri kekayaan Indonesia,

jika pendapatannya menurun maka berarti pendapatan negara juga menurun.

Indonesia berpotensi kehilangan banyak pendapatan dari sektor tambang karena

kasus ini

Contoh kasus di atas menjadi bukti nyata bahwa betapa buruknya tata

kelola energi dan sumber daya mineral yang ada di Indonesia. Kebijakan otonomi

daerah telah disikapi secara kurang bijaksana, pemerintah daerah begitu mudah

mengeluarkan izin usaha pertambangan tanpa dilandasi verifikasi dan prosedur

yang memadai. Otonomi daerah telah memberi kuasa yang amat besar kepada

kepala daerah dalam pemberian izin pertambangan dan disinyalir kewenangan

tersebut sudah disalahgunakan oleh beberapa kepala daerah.13

Pemberian izin

10

“Konflik Pertambangan Di Era Otonomi Daerah – Distorsi Regulasi dan Tarik Menarik Di

Pusat & Daerah”, http://otdanews.com;, diunduh tanggal 19 September 2012. 11

“Kronologis Penolakan Tambang Emas Di Kec. Lambu Kab. Bima – NTB”,

http://www.walhi.or.id;, diunduh 24 Desember 2011. 12

“Ribuan Kasus Izin Tambang Harus Diusut”, http://economy.okezone.com;, diunduh 21

November 2011. 13

Evan Zulfikar “Konflik Mesuji – Bima: Desentralisasi Salah Kaprah”

Kebijakan clean..., Dian Eka Rahayu Sawitri, FH UI, 2013

Page 17: UNIVERSITAS INDONESIA KEBIJAKAN CLEAN AND …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334337-T32604-Dian Eka Rahayu... · Judul Tesis : Kebijakan Clean ... TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN

usaha pertambangan seringkali dilakukan dengan alasan untuk menciptakan

kesejahteraan atau meningkatkan kemampuan keuangan daerah (PAD), padahal

sesungguhnya kegiatan usaha pertambangan belum banyak memberikan

kesejahteraan yang nyata bagi masyarakat.14

Banyaknya masalah akibat izin usaha pertambangan membuat

pemerintah akhirnya melakukan moratorium (penangguhan) izin tambang baru.

Penerbitan izin usaha pertambangan akan dilaksanakan setelah pemerintah

menetapkan wilayah pertambangan terlebih dahulu. Dalam rangka menetapkan

wilayah pertambangan pemerintah cq kementerian ESDM melaksanakan

Rekonsiliasi Nasional Data IUP. Rekonsiliasi bertujuan untuk mengumpulkan

data IUP nasional sekaligus menata izin usaha pertambangan. Dalam rekonsiliasi

muncul istilah Clean and Clear (CNC), CNC merupakan status yang diperoleh

oleh pemegang IUP setelah diverifikasi dan dinyatakan tidak bermasalah, status

CNC ini selanjutnya ditindaklanjuti dengan proses sertifikasi CNC.

Inisiatif pemerintah dalam menata izin usaha pertambangan melalui

sertifikasi CNC merupakan hal positif yang harus diapresiasi oleh semua pihak,

namun yang harus diperhatikan adalah legalitas kebijakan CNC tersebut. Jangan

sampai kebijakan CNC menjadi bumerang bagi pemerintah yang akan

menimbulkan masalah baru dalam bidang pertambangan.

B. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka

permasalahan yang dapat dirumuskan dalam kajian ini :

1. Bagaimana legalitas kebijakan clean and clear dalam menata izin usaha

pertambangan mineral dan batubara ?

2. Bagaimanakah implikasi izin usaha pertambangan clean and clear terhadap

kegiatan usaha pertambangan mineral dan batubara ?

14

“Sektor Tambang Belum Sejahterakan Masyarakat”, http://economy.okezone.com;, diunduh

tanggal 30 Mei 2012.

Kebijakan clean..., Dian Eka Rahayu Sawitri, FH UI, 2013

Page 18: UNIVERSITAS INDONESIA KEBIJAKAN CLEAN AND …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334337-T32604-Dian Eka Rahayu... · Judul Tesis : Kebijakan Clean ... TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN

C. Tujuan dan Manfaat

Penelitian mengenai perizinan pertambangan mineral dan batubara

mempunyai tujuan sebagai berikut :

1. Menganalisis legalitas clean and clear yang dilakukan oleh pemerintah pusat

dalam rangka menata izin usaha pertambangan mineral dan batubara.

2. Menjelaskan implikasi sertifikasi clean and clear terhadap penataan izin

usaha pertambangan mineral dan batubara.

Penelitian terhadap kebijakan clean and clear dalam dalam rangka menata

izin usaha pertambangan mineral dan batubara ini diharapkan dapat memberikan

manfaat yang luas bagi Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah dalam

rangka perbaikan dan penyempurnaan kebijakan dalam menata izin usaha

pertambangan yang telah terbit dan yang akan terbit. Selain itu penelitian ini

diharapkan juga memberikan manfaat kepada pihak-pihak lain yang terlibat dalam

kegiatan usaha pertambangan maupun pihak-pihak yang concern terhadap

kegiatan pertambangan.

D. Kerangka Konseptional

Dalam penulisan ini banyak istilah yang dipergunakan. Untuk

memperjelas istilah-istilah tersebut berikut akan diuraikan pengertiannya masing-

masing.

1. Pertambangan adalah sebagian atau seluruh tahapan kegiatan dalam rangka

penelitian, pengelolaan dan pengusahaan mineral atau batubara yang meliputi

penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi, penambangan,

pengolahan dan pemurnian, pengangkutan dan penjualan serta kegiatan

pascatambang.15

15

Indonesia, Undang-Undang No.4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara,

Pasal 1 angka 1.

Kebijakan clean..., Dian Eka Rahayu Sawitri, FH UI, 2013

Page 19: UNIVERSITAS INDONESIA KEBIJAKAN CLEAN AND …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334337-T32604-Dian Eka Rahayu... · Judul Tesis : Kebijakan Clean ... TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN

2. Mineral adalah senyawa organik yang terbentuk di alam, yang memiliki sifat

fisik dan kimia tertentu serta susunan kristal teratur atau gabungannya yang

membentuk batuan, baik dalam bentuk lepas atau padu.16

3. Batubara adalah endapan senyawa organik yang terbentuk karbonan yang

terbentuk secara alamiah dari sisa tumbuh-tumbuhan.17

4. Pertambangan Mineral adalah pertambangan kumpulan mineral yang berupa

bijih atau bauan, di luar panas bumi, minyak dan gas bumi serta air tanah.18

5. Pertambangan Batubara adalah pertambangan endapan karbon yang terdapat

di dalam bumi, termasuk bitumen padat, gambut dan batuan aspal.19

6. Usaha Pertambangan adalah kegiatan dalam rangka pengusahaan mineral dan

batubata yang meliputi tahapan kegiatan penyelidikan umum, eksplorasi,

studi kelayakan, konstruksi, penambangan, pengolahan dan pemurnian,

pengangkutan dan penjualan serta pascatambang.20

7. Izin Usaha Pertambangan (IUP) adalah izin untuk melaksanakan usaha

pertambangan.21

8. Izin Pertambangan Rakyat (IPR) adalah izin untuk melaksanakan uasaha

pertambangan dalam wilayah pertambangan rakyat dengan luas wilayah dan

investasi terbatas.22

9. Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) adalah izin untuk melaksanakan

usaha pertambangan di wilayah izin izin usaha pertambangan khusus.23

10. Penyelidikan umum adalah tahapan kegiatan pertambangan untuk mengetahui

kondisi geologi regional dan indikasi adanya mineralisasi.24

11. Eksplorasi adalah tahapan kegiatan usaha pertambangan untuk memperoleh

informasi secara terperinci dan teliti tentang lokasi, bentuk, dimensi, sebaran

16

Ibid, angka 2. 17

Ibid, angka 3. 18

Ibid, angka 4 19

Ibid, angka 5. 20

Ibid, angka 6. 21

Ibid, angka 7. 22

Ibid, angka 10 23

Ibid, angka 11 24

Ibid, angka 14.

Kebijakan clean..., Dian Eka Rahayu Sawitri, FH UI, 2013

Page 20: UNIVERSITAS INDONESIA KEBIJAKAN CLEAN AND …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334337-T32604-Dian Eka Rahayu... · Judul Tesis : Kebijakan Clean ... TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN

kualitas dan sumber daya terukur dari bahan galian, serta informasi mengenai

lingkungan sosial dan lingkungan hidup.25

12. Studi Kelayakan adalah tahapan kegiatan usaha pertambangan untuk

memperoleh informasi secara perperinci seluruh aspek yang berkaitan untuk

menentukan kelayakan ekonomis dan teknis usaha pertambangan, termasuk

analisis mengenai dampak lingkungan serta perencanaan pasca tambang.26

13. Operasi Produksi adalah tahapan kegiatan usaha pertambangan yang meliputi

konstruksi, penambangan, pengolahan, pemurnian termasuk pengangkutan dan

penjualan serta sarana pengendalian dampak lingkungan sesuai dengan hasil

studi kelayakan.27

14. Pengolahan dan Pemurnian adalah kegiatan usaha pertambangan untuk

meningkatkan mutu mineral dan/atau batubara serta untuk memanfaatkan dan

memperoleh mineral ikutan.28

15. Wilayah Pertambangan (WP) adalah wilayah yang memiliki potensi mineral

dan/atau batubara dan tidak terikat dengan batasan administrasi pemerintahan

yang merupakan bagian dari tata ruang nasional.29

16. Wilayah Usaha Pertambangan (WUP) adalah bagian dari WP yang telah

memiliki ketersediaan data, potensi dan/atau informasi geologi.30

17. Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) adalah wilayah yang diberikan

kepada pemegang IUP.31

18. Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) bagian dari WP tempat dilakukan

kegiatan usaha pertambangan rakyat.32

19. Wilayah pencadangan Negara (WPN) adalah adalah bagian dari WP yang

dicadangkan untuk kepentingan strategis nasional.33

25

Ibid, angka 15. 26

Ibid, angka 16. 27

Ibid, angka 17. 28

Ibid, angka 20. 29

Ibid, angka 29. 30

Ibid, angka 30. 31

Ibid, angka 31. 32

Ibid, angka 32 33

Ibid, angka 33

Kebijakan clean..., Dian Eka Rahayu Sawitri, FH UI, 2013

Page 21: UNIVERSITAS INDONESIA KEBIJAKAN CLEAN AND …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334337-T32604-Dian Eka Rahayu... · Judul Tesis : Kebijakan Clean ... TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN

20. Wilayah Usaha Pertambangan Khusus (WUPK) adalah bagian dari WPN yang

dapat diusahakan.34

21. Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK) adalah wilayah yang

diberikan kepada pemegang IUPK.35

22. Rekonsiliasi adalah perbuatan menyelesaikan perbedaan36

23. Clean and Clear adalah status yang menyatakan lokasi bebas dari semua

persengketaan dan kepemilikan lahan.37

E. Metode Penelitian

Penelitian merupakan suatu sarana pokok dalam pengembangan ilmu

pengetahuan maupun teknologi. Hal ini disebabkan oleh karena penelitian

bertujuan untuk mengungkapkan kebenaran secara sistematis, metodologis dan

konsisten. Melalui proses penelitian tersebut diadakan analisa dan konstruksi

terhadap data yang telah dikumpulkan dan diolah.38

Penelitian mengenai kebijakan clean and clear dalam rangka menata izin

usaha pertambangan mineral dan batubara merupakan penelitian yuridis normatif

dimana fokus penelitiannya adalah peraturan perundang-undangan dan kebijakan

pemerintah pusat. Sebagai suatu penelitian yuridis normatif, maka penelitian ini

berbasis pada analisis norma hukum dalam arti law as it is written in the books

(dalam peraturan perundang-undangan).39

Berdasarkan latar belakang permasalahan yang dikemukakan serta

pertanyaan penelitian yang diajukan dalam penelitian ini, maka pendekatan

penelitian yang digunakan adalah pendekatan kualitatif. Istilah penelitian

kualitatif dimaksudkan sebagai jenis penelitian yang temuan-temuannya tidak

34

Ibid, angka 34 35

Ibid, angka 35 36

Kamus Besar Bahasa Indonesia Online, http;//kbbi.web.id/ 37

http://jdih.bpk.go.id/wp-content/uploads/2012/07/TUMPANG-TINDIH-LAHAN-TAMBANG-

AKIBAT-PEMEKARAN-DAERAH.pdf, 38

Seorjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif : Suatu Tinjauan Singkat

(Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2003), hal. 1 39

Ronald Dworkin, Legal Research (Deadalus : Spring, 1973), hal. 250

Kebijakan clean..., Dian Eka Rahayu Sawitri, FH UI, 2013

Page 22: UNIVERSITAS INDONESIA KEBIJAKAN CLEAN AND …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334337-T32604-Dian Eka Rahayu... · Judul Tesis : Kebijakan Clean ... TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN

diperoleh melalui prosedur statistik atau bentuk hitungan lainnya.40

Moleong

sehubungan dengan penelitian kualitatif mengemukakan bahwa penelitian

kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang

apa yang dialami oleh subyek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi,

tindakan, dll., secara holistik, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata

dan bahasa pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan

berbagai metode ilmiah.41

Sesuai dengan pendekatan penelitian yang digunakan yaitu kualitatif,

maka jenis penelitian adalah eksplanasi dimana penelitian ini bertujuan untuk

menjelaskan secara sistematis dan analitis akan fakta, ketentuan yuridis normatif

dan pendapat para ahli yang memiliki kompetensi dan pengetahuan yang

mendalam di bidang hukum administrasi negara terkait dengan permasalahan dan

tujuan penelitian tesis.

Penelitan ini menggunakan bahan hukum primer yang terdiri dari buku,

laporan penelitian, majalah, tesis serta disertasi yang terkait dengan tema

penelitian. Selain menggunakan bahan hukum di atas, penelitian ini juga

menggunakan bahan hukum sekunder berupa bahan acuan lainnya terkait dengan

tema penulisan yang berupa artikel yang dimuat dalam media cetak maupun

elektronik dan sebagainya. Data yang diperoleh kemudian dipelajari dan dianalisis

secara sistematis sehingga perizinan pertambangan mineral dan batubara menjadi

jelas

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

sebagai berikut :

1. Wawancara mendalam (in-depth interview), wawancara mendalam dilakukan

dengan para narasumber/informan yang kompeten dan relevan terhadap topik

penelitian dimana narasumber telah ditentukan sebelumnya. Sehubungan

dengan hal tersebut, narasumber dalam penelitian tesis ini adalah: Akademisi,

40

Strauss, Anselm & Juliet Corbin. Dasar-Dasar Penelitian Kualitatif: Tatalangkah dan Teknik-

Teknik Teoritisasi Data (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003), hal 4. 41

Lexi J Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif Edisi Revisi (Bandung: PT. Remaja Rosda

Karya, 2006), hal.6.

Kebijakan clean..., Dian Eka Rahayu Sawitri, FH UI, 2013

Page 23: UNIVERSITAS INDONESIA KEBIJAKAN CLEAN AND …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334337-T32604-Dian Eka Rahayu... · Judul Tesis : Kebijakan Clean ... TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN

Praktisi Hukum Administrasi Negara, Praktisi Pertambangan, Pejabat

Pemerintah Pusat maupun Daerah yang menangani masalah pertambangan,

Pejabat Pemerintah Pusat maupun Daerah yang menangani masalah lingkungan

hidup, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan narasumber lain yang

relevan.

2. Diskusi, diskusi dilakukan untuk melengkapi data dari narasumber yang lebih

banyak. Sebab diskusi sangat tepat dilakukan kepada beberapa narasumber

terpilih sehingga akan menciptakan dialog konstruktif antara peneliti dan

narasumber penelitian. Antara wawancara mendalam dengan diskusi fungsinya

adalah untuk saling melengkapi terhadap upaya pengumpulan data sehingga

data yang diperoleh dari penelitian mencukupi dan sesuai dengan kebutuhan

penelitian.

3. Studi literatur, dimaksudkan untuk membangun konsep dan teori melalui telaah

dan kajian berbagai bahan bacaan seperti buku, jurnal ilmiah yang

berhubungan dengan unit kepresidenan.

4. Studi dokumen, teknik pengumpulan data dengan melakukan telaah dan kajian

terhadap dokumen-dokumen yang berkaitan dengan penelitian ini, seperti data

sekunder yang terdiri dari bahan/sumber primer dan bahan hukum sekunder.

Bahan hukum primer yang dipergunakan adalah peraturan perundang-

undangan yang terkait dengan tema penelitian. Sedangkan bahan/sumber

sekunder yang dipergunakan adalah bahan acuan lainnya terkait dengan tema

penulisan yang berupa artikel yang dimuat dalam media cetak maupun

elektronik dan sebagainya. Data yang diperoleh kemudian dipelajari dan

dianalisis secara sistematis sehingga sistem perizinan pertambangan mineral

dan batubara dapat dideskripsikan dengan jelas.

Dalam penelitian kualitatif, data yang dikumpulkan dapat berupa uraian

rinci, kutipan langsung dan dokumentasi kasus. Teknik analisis data yang

Kebijakan clean..., Dian Eka Rahayu Sawitri, FH UI, 2013

Page 24: UNIVERSITAS INDONESIA KEBIJAKAN CLEAN AND …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334337-T32604-Dian Eka Rahayu... · Judul Tesis : Kebijakan Clean ... TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN

dilakukan melalui tiga tahap, yaitu reduksi data, penyajian data, dan penarikan

kesimpulan.42

F. Sistematika Penulisan

BAB I merupakan pendahuluan yang berisi latar permasalahan, tujuan dan

manfaat, kerangka konseptual, metode penelitian dan sistematika

penulisan.

BAB II menjelaskan konsepsi dari kewenangan, konsep legalitas serta

perizinan yang dikemukan oleh para pakar dibidangnya

BAB III menjelaskan sistem perizinan pertambangan di Indonesia pada

periode 1967 – 2008 dan periode 2009 – sekarang beserta

perbandingannya dan juga implementasi kebijakan perizinan

pertambangan.

BAB IV menjelaskan kebijakan rekonsiliasi izin usaha pertambangan,

evaluasi izin usaha pertambangan, pelaksanaan rekonsiliasi

nasional data izin usaha pertambangan, legalitas clean and clear

dalam menata izin usaha pertambangan serta implikasi IUP clean

and clear terhadap kegiatan usaha pertambangan mineral dan

batubara

BAB V merupakan penutup yang berisi simpulan dari permasalahan yang

telah diuraikan beserta rekomendasinya.

42

B Matthew Miles & A. Michael Huberman 1992, Analisis Data Kualitatif: Buku Sumber

Tentang Metode-Metode Baru (Jakarta: Universitas Indonesia, 1992).

Kebijakan clean..., Dian Eka Rahayu Sawitri, FH UI, 2013

Page 25: UNIVERSITAS INDONESIA KEBIJAKAN CLEAN AND …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334337-T32604-Dian Eka Rahayu... · Judul Tesis : Kebijakan Clean ... TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN

BAB II

TINDAKAN PEMERINTAH, KEWENANGAN DAN PERIZINAN

A. Tindakan Pemerintah

Tindakan pemerintah dalam menyelenggarakan bestuurszorg

(penyelenggaraan kepentingan umum oleh Pemerintah), paling banyak

menimbulkan permasalahan dan keresahan. Hal ini terjadi karena campur tangan

pemerintah ke dalam kehidupan masyarakat sehari-hari makin lama makin

meluas. Dalam setiap negara modern, masalah makin banyak macamnya, makin

kompleks dan makin teknis – teknologi tinggi.

Mengacu pada pendapat Prayudi Atmosudirdjo bahwa setiap penguasa

dalam melakukan tindakannya dalam rangka menjalankan tugas, fungsi dan

kewajiban, ada beberapa hal yang harus dipenuhi, yaitu :43

a. Efektivitas : kegiatannya harus mengenai sasaran atau tujuan yang telah

ditetapkan atau direncanakan;

b. Legitimitas : kegiatan administrasi negara harus dapat diterima oleh

masyarakat setempat;

c. Yuridikitas : bahwa perbuatan administrasi negara tidak boleh melanggar

hukum dalam arti luas;

d. Legalitas : bahwa tidak boleh ada suatu tindakan administrasi negara yang

dilakukan tanpa dasar hukum/ ketentuan undang-undang;

e. Moralitas : moral dan etika umum wajib dijunjung tinggi (perbuatan tidak

senonoh, sikap kasar, kurang ajar, tidak sopan dsb);

f. Efisiensi : kehematan biaya dan produktivitas wajib diusahakan;

g. Teknis dan Teknologi : teknis dan teknologi yang setinggi-tingginya wajib

dipakai untuk mengembangkan atau mempertahankan mutu prestasi yang

sebaik-baiknya.

Dilihat dari perspektif sejarah kenegaraan dan hukum, campur tangan

“pemerintah” (Prayudi menyebutnya dengan istilah “administrasi Negara”) kian

43

Prayudi Atmosudirdjo, Hukum Administrasi Negara. Jakarta : Ghalia Indonesia, Cet. Ke 10,

1994, hal.83-84.

Kebijakan clean..., Dian Eka Rahayu Sawitri, FH UI, 2013

Page 26: UNIVERSITAS INDONESIA KEBIJAKAN CLEAN AND …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334337-T32604-Dian Eka Rahayu... · Judul Tesis : Kebijakan Clean ... TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN

hari kian membesar. Menurut Carol Harlow dan Richard Rowling, campur tangan

tersebut bertalian dengan teori Hukum Administrasi Negara. Campur tangan

administrasi negara dalam konteks teori hukum administrasi negara disebut

Redlight Theory, yang memberikan kewenangan dan peran administrasi negara

terbatas pada penegakan hukum dan ketertiban masyarakat. Hukum administrasi

negara mencegah terjadinya pelanggaran oleh administrasi negara terhadap hak

asasi manusia. Pada abad 19 di Eropa, teori Negara yang melatari Redlight Theory

adalah Laissez Faire State dengan semboyan the best government is the least

government, yang memberikan kewenangan dan peran kepada administrasi negara

sekecil mungkin, sehingga struktur administrasi negara sangat kecil.44

Dengan dianutnya welfare state di berbagai negara, menyebabkan semakin

besarnya kewenangan dan peran administrasi negara. Hukum Administrasi

Negara memfasilitasi makin besarnya peranan administrasi negara tersebut.

Administrasi negara berperan bukan hanya penegakan hukum dan ketertiban,

tetapi juga di dalam sektor sosial dan ekonomi masyarakat. Besarnya peranan

administrasi Negara tersebut difasilitasi oleh teori Hukum Administrasi Negara

yang dianut, yakni Greenlight Theory45

yang memberikan kewenangan dan peran

kepada administrasi negara yang sangat besar dalam berbagai bidang kehidupan

masyarakat. Konsekuensinya, terbentuklah struktur administrasi negara masa kini

yang sangat besar dan hirarkhis.

B. Kewenangan

Secara umum kewenangan merupakan kekuasaan untuk melakukan

tindakan hukum publik, yang dijabarkan sebagai hak untuk menjalankan urusan

pemerintahan (dalam arti sempit) dan hak untuk dapat secara nyata mempengaruhi

keputusan yang akan diambil oleh instansi pemerintah.46

Secara konseptual,

istilah wewenang atau kewenangan sering disejajarkan dengan istilah Belanda

44

Carol Harlow and Richrad Rowlings, Law and Administration. London : Butterwoths, 1997,

hal.29.

45

Carol Harlow and Richard Rowling, Ibid., hal. 67. 46

Safri Nugraha Et.al., Hukum Administrasi Negara, edisi kedua, Jakarta : Center For Law and

Good Governance Studies, FHUI, 2007, hal 29 - 30.

Kebijakan clean..., Dian Eka Rahayu Sawitri, FH UI, 2013

Page 27: UNIVERSITAS INDONESIA KEBIJAKAN CLEAN AND …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334337-T32604-Dian Eka Rahayu... · Judul Tesis : Kebijakan Clean ... TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN

“bevoegdheid” ( yang berarti wewenang atau berkuasa). Wewenang merupakan

bagian yang sangat penting dalam Hukum Tata Pemerintahan (Hukum

Administrasi), karena pemerintahan baru dapat menjalankan fungsinya atas dasar

wewenang yang diperolehnya. Keabsahan tindakan pemerintahan diukur

berdasarkan wewenang yang diatur dalam peraturan perundang-undangan. Perihal

kewenangan dapat dilihat dari Konstitusi Negara yang memberikan legitimasi

kepada Badan Publik dan Lembaga Negara dalam menjalankan fungsinya.

Wewenang adalah kemampuan bertindak yang diberikan oleh undang-undang

yang berlaku untuk melakukan hubungan dan perbuatan hukum.47

Asas legalitas

merupakan salah satu prinsip utama yang dijadikan sebagai dasar dalam setiap

penyelenggaraan pemerintahan dan kenegaraan disetiap negara hukum. Dengan

kata lain, setiap penyelenggaraan pemerintahan dan kenegaraan harus memiliki

legitimasi, yaitu kewenangan yang diberikan oleh undang-undang. Dengan

demikian, substansi asas legalitas adalah wewenang, yaitu suatu kemampuan

untuk melakukan suatu tindakan-tindakan hukum tertentu.

Kewenangan atau wewenang pada hakikatnya adalah kekuasaan formal

yang berasal atau diberikan oleh peraturan perundang-undangan atau oleh

kekuasaan eksekutif atau administratif yang telah memiliki kekuasaan formal

yang berasal atau diberikan oleh peraturan perundang-undangan. Berdasarkan

pengertian tersebut pada hakikatnya kewenangan diperoleh melalui 2 (dua) cara

yaitu :

a. Atribusi adalah pemberian wewenang karena melekat pada suatu jabatan. yang

diperoleh, diberikan atau berasal dari peraturan perundang-undangan.

b. Pelimpahan wewenang adalah penyerahan sebagian dari wewenang pejabat

atasan kepada bawahan tersebut membantu dalam melaksanakan tugas-tugas

kewajibannya untuk bertindak sendiri.

Secara etimologi, pengertian kewenangan dalam Kamus Umum Bahasa

Indonesia diartikan sama dengan wewenang, yaitu hak dan kekuasaan untuk

melakukan sesuatu. Hassan Shadhily menerjemahkan wewenang (authority)

47

SF. Marbun, Peradilan Administrasi Negara dan Upaya Administrasi di Indonesia,

(Yogyakarta: Liberty, 1997), hal. 154.

Kebijakan clean..., Dian Eka Rahayu Sawitri, FH UI, 2013

Page 28: UNIVERSITAS INDONESIA KEBIJAKAN CLEAN AND …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334337-T32604-Dian Eka Rahayu... · Judul Tesis : Kebijakan Clean ... TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN

sebagai hak atau kekuasaan memberikan perintah atau bertindak untuk

mempengaruhi tindakan orang lain, agar sesuatu dilakukan sesuai dengan yang

diinginkan.48

Lebih lanjut Hassan Shadhily memperjelas terjemahan authority

dengan memberikan suatu pengertian tentang “pemberian wewenang (delegation

of authority)”. Delegation of authority ialah proses penyerahan wewenang dari

seorang pimpinan (manager) kepada bawahannya (subordinates) yang disertai

timbulnya tanggung jawab untuk melakukan tugas tertentu.49

Proses delegation of

authority dilaksanakan melalui langkah-langkah sebagai berikut :

1. Menentukan tugas bawahan tersebut

2. Penyerahan wewenang itu sendiri

3. Timbulnya kewajiban melakukan tugas yang sudah ditentukan.

Pengertian secara etimologis tidak sama dengan pengertian yang

diberikan oleh para ahli hukum. Menurut Prajudi Atmosudirdjo, pengertian

wewenang dalam kaitannya dengan kewenangan sebagai berikut:

Kewenangan (authority, gezag) adalah apa yang disebut dengan

“kekuasaan formal”, kekuasaan yang berasal dari kekuasaan Legislatif

(diberi oleh undang-undang) atau dari kekuasaan Eksekutif

Administratif.Kewenangan dimaksud biasanya terdiri dari beberapa

wewenang (kekuasaan terhadap segolongan orang-orang tertentu atau

kekuasaan terhadap sesuatu bidang pemerintahan atau bidang urusan)

tertentu yang bulat, sedangkan wewenang hanya mengenai sesuatu

onderdil tertentu saja.50

I Dewa Gede Atmadja, dalam penafsiran konstitusi, menguraikan sebagai

berikut :

“Menurut sistem ketatanegaraan Indonesia dibedakan antara wewenang

otoritatif dan wewenang persuasif. Wewenang otoritatif ditentukan secara

konstitusional, sedangkan wewenang persuasif sebaliknya bukan

merupakan wewenang konstitusional secara eksplisit”.51

48

Tim Penyusun Kamus-Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, 1989, Kamus Besar

Bahasa Indonesia, (Jakarta:Balai Pustaka 1989), hal. 1170 49

Ibid, hal. 172. 50

Prajudi Atmosudirdjo, Hukum Administrasi, Cet. Keempat, (Jakarta: Penerbit Ghalia Indonesia,

19810, hal. 73-74. 51

I Dewa Gede Atmadja, Penafsiran Konstitusi Dalam Rangka Sosialisasi Hukum: Sisi

Pelaksanaan UUD 1945 Secara Murni dan Konsekwen, Pidato Pengenalan Guru Besar dalam

Bidang Ilmu Hukum Tata Negara Pada Fakultas Hukum Universitas Udayana 10 April 1996, hal.

2

Kebijakan clean..., Dian Eka Rahayu Sawitri, FH UI, 2013

Page 29: UNIVERSITAS INDONESIA KEBIJAKAN CLEAN AND …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334337-T32604-Dian Eka Rahayu... · Judul Tesis : Kebijakan Clean ... TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN

Wewenang otoritatif untuk menafsirkan konstitusi berada ditangan MPR,

karena MPR merupakan badan pembentuk UUD. Sebaliknya wewenang persuasif

penafsiran konstitusi dari segi sumber dan kekuatan mengikatnya secara yuridis

dilakukan oleh :

1. Pembentukan undang-undang; disebut penafsiran otentik

2. Hakim atau kekuasaan yudisial; disebut penafsiran Yurisprudensi

3. Ahli hukum; disebut penafsiran doktrinal

Penjelasan tentang konsep wewenang, dapat juga didekati melalui telaah sumber

wewenang dan konsep pembenaran tindakan kekuasaan pemerintahan. Teori

sumber wewenang tersebut meliputi atribusi, delegasi, dan mandat.52

Prajudi

Atmosudirdjo berpendapat tentang pengertian wewenang dalam kaitannya dengan

kewenangan sebagai berikut :

“Kewenangan adalah apa yang disebut kekuasaan formal, kekuasaan yang

berasal dari Kekuasaan Legislatif (diberi oleh Undang-Undang) atau dari

Kekuasaan Eksekutif/Administratif. Kewenangan adalah kekuasaan

terhadap segolongan orang-orang tertentu atau kekuasaan terhadap sesuatu

bidang pemerintahan (atau bidang urusan) tertentu yang bulat, sedangkan

wewenang hanya mengenai sesuatu onderdil tertentu saja. Di dalam

kewenangan terdapat wewenang-wewenang. Wewenang adalah kekuasaan

untuk melakukan sesuatu tindak hukum publik”.53

Pandangan ini pada hakikatnya seirama dengan yang dikemukakan oleh

Indroharto. Tanpa membedakan secara teknis mengenai istilah kewenangan dan

wewenang, Indroharto berpendapat pengertian wewenang dalam artian yuridis

sebagai suatu kemampuan yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan

yang berlaku untuk menimbulkan akibat-akibat hukum.54

Selanjutnya Indroharto

mengemukakan, bahwa wewenang diperoleh secara atribusi, delegasi, dan

mandat, yang masing-masing dijelaskan sebagai berikut :

Wewenang yang diperoleh secara “atribusi”, yaitu pemberian wewenang

pemerintahan yang baru oleh suatu ketentuan dalam peraturan perundang-

52

Ibid 53

Prajudi Atmosudirdjo, Hukum Administrasi Negara, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1981), hal. 29. 54

Indroharto, Usaha memahami Undang-Undang tentang Peradilan Tata Usaha Negara,

(Jakarta: Pustaka Harapan, 1993), hal. 68.

Kebijakan clean..., Dian Eka Rahayu Sawitri, FH UI, 2013

Page 30: UNIVERSITAS INDONESIA KEBIJAKAN CLEAN AND …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334337-T32604-Dian Eka Rahayu... · Judul Tesis : Kebijakan Clean ... TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN

undangan. Jadi, disini dilahirkan/diciptakan suatu wewenang pemerintah

yang baru”. Pada delegasi terjadilah pelimpahan suatu wewenang yang

telah ada oleh Badan atau Jabatan TUN yang telah memperoleh suatu

wewenang pemerintahan secara atributif kepada Badan atau Jabatan TUN

lainnya. Jadi, suatu delegasi selalu didahului oleh adanya sesuatu atribusi

wewenang. Pada mandat, disitu tidak terjadi suatu pemberian wewenang

baru maupun pelimpahan wewenang dari Badan atau Jabatan TUN yang

satu kepada yang lain.55

Adanya wewenang sangatlah diperlukan oleh pemerintah, mengingat

pemerintah adalah pemegang kekuasaan dalam organisasi negara. Hal ini

berkaitan dengan juga dengan asas negara hukum, dimana inti pokok pemikiran

negara hukum (rechtstaatsdenken) diformulasikan melalui asas “Wetmatigheids”

ataupun “legaliteit beginsel”, sehingga dengan kekuatan (krachtrens) hukum

maka kewenangan pemerintah dapat dinyatakan sah dan mengikat. Menurut

Indroharto, tanpa adanya dasar wewenang yang diberikan oleh peraturan

perundang-undangan yang berlaku, segala macam aparat pemerintah tidak akan

memiliki wewenang yang dapat mempengaruhi atau mengubah keadaan atau

posisi hukum warga masyarakatnya.56

Di pihak lain, tanpa adanya suatu dasar

hukum yang jelas, maka perbuatan pemerintah itu akan menjadi petunjuk sebagai

tindakan kesewenang-wenangan.

Pemikiran di atas juga berlaku bagi pemerintah (badan atau pejabat tata

usaha negara) di dalam bertindak atau pun mengeluarkan suatu keputusan

perizinan harus didukung oleh suatu kewenangan sah, mengingat salah satu fungsi

perizinan adalah sebagai instrument hukum yang digunakan pemerintah

mengarahkan dan mengendalikan kehidupan masyarakat. Dalam penetapan

perizinan tersebut terjadi hubungan hukum yang tidak seimbang, dimana

kedudukan pemerintah lebih kuat dari daripada kedudukan masyarakat, suatu

hubungan yang hanya dimungkinkan dalam kerangka hukum publik.

Sementara itu, Philipus M. Hadjon mengemukakan mengenai sumber

kewenangan atau cara memperoleh wewenang itu sendiri diperoleh secara atribusi

dan delegasi, sedangkan mandat dikemukakan sebagai cara tersendiri untuk

55

Ibid, hal. 90. 56

Ibid, hal. 83.

Kebijakan clean..., Dian Eka Rahayu Sawitri, FH UI, 2013

Page 31: UNIVERSITAS INDONESIA KEBIJAKAN CLEAN AND …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334337-T32604-Dian Eka Rahayu... · Judul Tesis : Kebijakan Clean ... TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN

memperoleh wewenang.57

Pendapat ini seirama dengan yang dikemukakan oleh

Henc van Maarseveen, bahwa kewenangan yang dimiliki oleh pemerintah dalam

melakukan tindakan nyata, mengadakan pengaturan atau pun mengeluarkan

keputusan tata usaha negara dapat dilandasi oleh kewenangan yang diperoleh

secara atribusi, delegasi maupun mandat.58

Hamid S. Attamimi memberikan pengertian atribusi sebagai penciptaan

kewenangan (baru) oleh konstitusi (grondwet) atau oleh pembentuk undang-

undang (wetgever) yang diberikan kepada suatu organ negara, baik yang sudah

ada maupun yang dibentuk baru untuk itu.59

Hal ini sejalan dengan Indroharto

yang mengemukakan “pada atribusi terjadi pemberian wewenang pemerintahan

yang baru oleh suatu ketentuan dalam peraturan perundang-undangan.”60

Pengertian ini menunjukkan tiga karakteristik dari atribusi. Pertama, adanya

penciptaan kewenangan (baru) untuk membuat peraturan perundang-undangan.

Kedua, kewenangan tersebut dapat diberikan oleh konstitusi, undang-undang atau

peraturan daerah kepada suatu organ. Ketiga, organ negara yang menerima

kewenangan itu bertanggung jawab atas pelaksanaan kewenangan bersangkutan.

Mengenai pengertian delegasi, Henc van Maarseveen mengemukakan

“bij delegatie gaat de delegataris dat wil zeggen degeen aan wie de bevoegdheid,

de competentie verder op eigen naan en met eigen aanspraakelijkheid, onder

eigen verantwoordelijkheid uitoefenen”.61

Dalam hal ini delegasi dipandang

sebagai pelimpahan wewenang dari pejabat atau badan pemerintahan kepada

pejabat atau badan pemerintahan yang lainnya. Pendapat senada juga

dikemukakan Hamid S. Attamimi yang mengartikan delegasi sebagai “penyerahan

kewenangan untuk membentuk peraturan perundang-undangan dari delegans

57

Philipus M. Hadjon, Tentang Wewenang, Majalah Yuridika Fakultas Hukum UNAIR Nomor 5

dan 6 Tahun XII, Surabaya, 1997, hal. 2. 58

Henc van Maarseveen, “Bevoegdheid” dalam PWC Akkermaans, dkk, Algemene Begrippen

Van Staats Recht, deel I, W.E.J. Tjeen Willink Zwolle, 1985, hal. 55. 59

A. Hamid S. Attamimi, Peranan Keputusan Presiden Republik Indonesia dalam

penyelenggaraan pemerintahan negara: suatu studi analisis mengenai keputusan presiden yang

berfungsi pengaturan dalam kurun waktu Pelita I-Pelita IV, (Jakarta: Fakultas Pascasarjana

Universitas Indonesia, 1990), hal. 352. 60

Indroharto, Usaha memahami …., op.cit., hal. 64-65. 61

PWC Akkermaans, dkk,, Algemene Begrippen….., loc.cit.

Kebijakan clean..., Dian Eka Rahayu Sawitri, FH UI, 2013

Page 32: UNIVERSITAS INDONESIA KEBIJAKAN CLEAN AND …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334337-T32604-Dian Eka Rahayu... · Judul Tesis : Kebijakan Clean ... TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN

(pemegang kewenangan asal yang memberi delegasi) kepada delegataris (yang

menerima delegasi) atas tanggung jawab sendiri”.62

Indroharto mempertegas lagi

bahwa “pada delegasi terjadi pelimpahan suatu wewenang yang telah ada oleh

Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara (TUN) yang telah memperoleh suatu

wewenang pemerintahan secara atributif kepada Badan atau Pejabat Tata Usaha

Negara (TUN) lainnya”.63

Mengenai ciri-ciri dari delegasi menurut J.B.J.M. Ten Berge

sebagaimana dikutip oleh Philipus M. Hadjon adalah sebagai berikut:

1. Delegasi harus definitif, artinya delegans tidak dapat lagi menggunakan

sendiri wewenang yang telah dilimpahkan itu.

2. Delegasi harus berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan, artinya

delegasi hanya dimungkinkan kalau ada ketentuan untuk itu dalam peraturan

perundang-undangan.

3. Delegasi tidak kepada bawahan, artinya dalam hubungan hierarkie

kepegawaian tidak diperkenankan adanya delegasi.

4. Kewajiban memberikan keterangan (penjelasan) artinya delegans berwenang

untuk meminta penjelasan tentang pelaksanaan wewenang tersebut.

5. Peraturan kebijakan (beleidsregel), artinya delegans memberikan instruksi

(petunjuk) tentang penggunaan wewenang tersebut.64

Dari kutipan di atas dapat dikatakan bahwa delegasi adalah pelimpahan

wewenang yang dipunyai oleh organ pemerintahan kepada organ yang lain.

Dalam delegasi mengandung suatu penyerahan kewenangan, yaitu apa yang

semula kewenangan si A, untuk selanjutnya menjadi kewenangan si B.

Kewenangan yang telah diberikan oleh pemberi delegasi selanjutnya menjadi

tanggung jawab penerima pelimpahan wewenang atau penerima delegasi.

Dengan demikian terdapat tiga ciri mendasar dalam delegasi. Pertama,

adanya penyerahan kewenangan membuat peraturan perundang-undangan, dimana

delegataris (penerima) bertanggung jawab penuh atas kewenangannya itu. Kedua,

62

Attamimi, Peranan Keputusan Presiden……, loc.cit. 63

Indroharto, Usaha memahami……..., loc.cit. 64

Philipus M. Hadjon, Tentang Wewenang, op.cit., hal. 5.

Kebijakan clean..., Dian Eka Rahayu Sawitri, FH UI, 2013

Page 33: UNIVERSITAS INDONESIA KEBIJAKAN CLEAN AND …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334337-T32604-Dian Eka Rahayu... · Judul Tesis : Kebijakan Clean ... TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN

penyerahan kewenangan dilakukan oleh pemegang atribusi (delegans) kepada

delegataris. Ketiga, hubungan antara delegans dengan delegataris tidak dalam

hubungan atasan dan bawahan. Oleh karena itu, pada pendelegasian wewenang

terlibat tiga pihak, yaitu:

a. Pemilik kewenangan (de eigenaar van bevoegdheid);

b. Pemberi kewenangan (de attribueerde van bevoegdheid) sebagai “delegans”;

c. Penerima kewenangan (delegataris van bevoegdheid).

Hal ini berbeda dengan proses pemberian wewenang secara atribusi yang

hanya melibatkan dua pihak, yaitu pemilik kewenangan dan penerima

kewenangan. Dengan diberikannya kewenangan kepada subyek hukum yang baru,

dapat dikatakan pula sebagai pembentukan kewenangan. Pendelegasian

wewenang kepada pihak lain dapat dilakukan terhadap sebagian wewenang

(partiele delegatie) ataupun terhadap keseluruhan wewenang. Kedua bentuk ini

harus dinyatakan dengan tegas dalam peraturan perundang-undangan yang

menjadi dasar pendelegasian wewenang bersangkutan.

Seorang delegataris dapat mendelegasikan lagi kewenangannya kepada

pihak ketiga dengan ketentuan yang berlaku sama seperti pendelegasian dari

pemegang delegasi kepada penerima delegasi yang pertama. Bentuk penyerahan

wewenang ini disebut sebagai subdelegatie. Delegataris bertindak sebagai

delegans sebagain wewenang atau seluruh wewenangnya kepada pihak ketiga.

Kemudian kemungkinan pula dapat terjadi “sub-sub delegatie”, dalam hal ini

“subdelegataris” melimpahkan kepada pihak lain lagi.

Berbeda dengan kedua sumber kewenangan di atas, mandat tidak

melahirkan adanya penyerahan kewenangan penuh, kecuali sebatas kebebasan

dalam melaksanakan wewenang yang dimandatkan. Henc van Maarseveen dalam

kaitan ini memberikan penjelasan tentang mandat, sebagai berikut:

Mandat merupakan bentuk pelimpahan kewenangan. Mandataris atau

siapa yang diberi mandat, melaksanakan kekuasaan tidak bertindak atas

Kebijakan clean..., Dian Eka Rahayu Sawitri, FH UI, 2013

Page 34: UNIVERSITAS INDONESIA KEBIJAKAN CLEAN AND …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334337-T32604-Dian Eka Rahayu... · Judul Tesis : Kebijakan Clean ... TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN

namanya sendiri melainkan bertindak atas nama pemberi kuasa (mandaat),

oleh karena itu mandataris tidak memiliki tanggung jawab sendiri.65

Batasan seperti di atas juga dikemukakan Philipus M. Hadjon66

, yang

mengartikan mandat sebagai suatu pelimpahan wewenang kepada bawahan.

Pelimpahan itu bermaksud memberi wewenang kepada bawahan untuk membuat

keputusan atas nama pejabat yang melimpahkan kewenangan atau memberi

mandat tersebut. Dalam mandat, tanggung jawab tidak berpindah kepada

mandataris, dengan kata lain tanggung jawab tetap berada di tangan pemberi

mandat. Hal ini dapat disimak dari pelaksanaan kewenangan dari penerima

mandat adalah tidak bersifat mandiri atan tetapi disertai kata “a.n.” (atas nama)

pemberi mandat (mandatory). Konsekuensinya, semua akibat hukum yang

ditimbulkan oleh adanya keputusan yang dikeluarkan oleh mandataris menjadi

tanggung jawab si pemberi mandat. Mandat adalah juga pelimpahan wewenang

yang dipunyai oleh organ pemerintahan kepada organ yang lain. Hanya saja pada

mandat tidak terjadi penyerahan kewenangan dari Badan atau Pejabat yang satu

kepada yang lain. Tanggung jawab kewenangan atas dasar mandat masih tetap

pada yang memberikan pelimpahan wewenang atau pemberi mandat, dan tidak

beralih kepada penerima mandat. Dengan kata lain, dalam mandat hanya

merupakan perwakilan wewenang tanpa adanya perpindahan wewenang.

Demikian pula pemberian mandat hanya terjadi dalam satu lingkungan organisasi

atau antara atasan dengan bawahannya.

Konsepsi sumber kewenangan badan atau pejabat hukum publik atas

dasar atribusi, delegasi, mandat seperti di atas juga dapat ditemukan pada

pendapat J.G. Brouwer dan A.E. Schilder sebagai berikut:

1. With attribution, power is granted to an administrative authority by an

independent legislative body. The power is initial (originair), which is to say

that is derived from a previously non existent powers and assigns them to an

authority.

2. Delegation is the transfer of an acquired attribution of power from one

administrative authority to another, so that the delegate (the body that has

acquired the power) can exercise power tin its own name.

65

PWC Akkermaans, dkk,, Algemene Begrippen…..,op.cit.hal. 62. 66

Philipus M. Hadjon, Tentang Wewenang, loc.cit.

Kebijakan clean..., Dian Eka Rahayu Sawitri, FH UI, 2013

Page 35: UNIVERSITAS INDONESIA KEBIJAKAN CLEAN AND …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334337-T32604-Dian Eka Rahayu... · Judul Tesis : Kebijakan Clean ... TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN

3. With mandate, there is no transfer, but the mandate giver (mandans), assigns

power to the other body (mandataris) to make decisions or take action in its

name.67

Kutipan di atas menunjukkan bahwa pada “atribusi”, kewenangan

diberikan kepada suatu badan pemerintahan oleh suatu badan legislatif yang

mandiri. Kewenangan ini bersifat asli, yang tidak bersumber dari kewenangan

yang ada sebelumnya. Badan legislatif menciptakan kewenangan dan bukan

perluasan kewenangan sebelumnya dan memberikannya kepada yang

berkompeten. Pada “delegasi” terjadi peralihan kewenangan atribusi dari satu

badan pemerintahan yang satu kepada yang lainnya, sehingga delegator (badan

yang telah memberikan kewenangan) dapat menguji kewenangan tersebut atas

namanya. Selanjutnya pada “mandat” tidak terdapat suatu peralihan kewenangan,

tetapi memberi mandat (mandator) mengalihkan kewenangan kepada badan lain

untuk membuat suatu keputusan atau mengambil satu tindakan pemerintahan atas

namanya (pemberi mandat).

Tabel 2.1

Perbedaan antara delegasi dan mandat

Delegasi

Mandat

Pendelegasian diberikan biasanyaantara

organ pemerintah satu dengan organ

pemerintah lain, dan biasanya pihak

pemberi wewenang memiliki

kedudukan lebih tinggi dari pihak yang

diberikan wewenang

Umumnya mandat diberikan dalam

hubungan kerja internal antara atasan

dan bawahan

Terjadi pengakuan kewenangan atau

pengalihtanganan kewenangan

Tidak terjadi pengakuan kewenangan

atau pengalihtanganan kewenangan

dalam arti yang diberi mandat hanya

bertindak untuk dan atas nama yang

memberikan mandat

Pemberi delegasi tidak dapat lagi

menggunakan wewenang yang

dimilikinya karena telah terjadi

Pemberi mandat masih dapat

menggunakan wewenang bilamana

mandat telah berakhir 67

J.G. Brower dan A.E. Schilder, A Survey of Dutch Administrative Law, (Nijmegen: Ars

Nijmegen, 1998), hal. 16-18.

Kebijakan clean..., Dian Eka Rahayu Sawitri, FH UI, 2013

Page 36: UNIVERSITAS INDONESIA KEBIJAKAN CLEAN AND …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334337-T32604-Dian Eka Rahayu... · Judul Tesis : Kebijakan Clean ... TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN

pengalihan wewenang kepada yang

diserahi wewenang

Pemberi delegasi tidak wajib

memberikan instruksi (penjelasan)

kepada yang diserahi wewenang

mengenai penggunaan wewenang

tersebut namun berhak untuk meminta

penjelasan mengenai pelaksanaan

wewenang tersebut

Pemberi mandat wajib untuk

memberikan instruksi (penjelasan)

kepada yang diserahi wewenang dan

berhak untuk meminta penjelasan

mengenai pelaksanaan wewenang

tersebut

Tanggungjawab atas pelaksanaan

wewenang berada pada pihak yang

menerima wewenang tersebut

Tanggungjawab atas pelaksanaan

wewenang tidak beralih dan tetap

berada pada pihak yang memberi

mandat

Sementara itu, H.D. van Wijk/Willem Konijnenbelt merumuskan atribusi

(attributie), delegasi (delegatie), dan mandat (mandaat), sebagai berikut :

a. Attributie : toekenning van een bestuursbevoegdheid door een weigever aan

een bestuursorgaan;

b. Delegatie : overdracht van een bevoegheid van het ene bestuursorgaan aan

een ander;

c. Mandaat : een bestuursorgaan laat zijn bevoegheid namens hem uitoefenen

door een ander.68

Stroink dan Steenbeek sebagaimana dikutip oleh Ridwan,

mengemukakan pandangan yang berbeda, sebagai berikut :

“Bahwa hanya ada dua cara untuk memperoleh wewenang, yaitu atribusi

dan delegasi. Atribusi berkenaan dengan penyerahan wewenang baru,

sedangkan delegasi menyangkut pelimpahan wewenang yang telah ada

(oleh organ yang telah memperoleh wewenang secara atributif kepada

organ lain; jadi delegasi secara logis selalu didahului oleh atribusi).

Mengenai mandat, tidak dibicarakan mengenai penyerahan wewenang atau

pelimbahan wewenang. Dalam hal mandat tidak terjadi perubahan

wewenang apapun (dalam arti yuridis formal), yang ada hanyalah

hubungan internal”.69

68

H. D. van Wijk/Willem Konijnenbelt, Hoofdstukken van Administratief Recht, (Culemborg:

Uitgeverij LEMMA BV, 1998), hal. 56. 69

Ridwan, HR., Hukum Administrasi Negara, (Yogyakarta, UII Pres, 2003), hal. 74-75.

Kebijakan clean..., Dian Eka Rahayu Sawitri, FH UI, 2013

Page 37: UNIVERSITAS INDONESIA KEBIJAKAN CLEAN AND …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334337-T32604-Dian Eka Rahayu... · Judul Tesis : Kebijakan Clean ... TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN

Philipus M. Hadjon mengatakan bahwa:

“Setiap tindakan pemerintahan disyaratkan harus bertumpu atas

kewenangan yang sah. Kewenangan itu diperoleh melalui tiga sumber,

yaitu atribusi, delegasi, dan mandat. Kewenangan atribusi lazimnya

digariskan melalui pembagian kekuasaan negara oleh undang-undang

dasar, sedangkan kewenangan delegasi dan mandat adalah kewenangan

yang berasal dari “pelimpahan”.70

Berdasarkan isi pidato pengukuhan guru besar Philipus M. Hadjon dapat

disimpulkan bahwa jika ada tindakan atau perbuatan pemerintah yang “tanpa

kewenangan”, kesalahan prosedur dan kesalahan substansi maka merupakan

tindakan yang tidak sah atau absah. Pengertian “tanpa kewenangan” diartikan

terhadap suatu beschikking yang dikeluarkan oleh seorang pejabat yang tidak

mempunyai kewenangan (kompetensi) sama sekali untuk mengeluarkan

beschikking yang bersangkutan, atau kewenangan itu sesungguhnya ada pada

pejabat yang lain.71

Wewenang terdiri atas sekurang-kurangnya tiga komponen yaitu

pengaruh, dasar hukum, dan konformitas hukum.72

Komponen pengaruh ialah

bahwa penggunaan wewenang dimaksudkan untuk mengendalikan perilaku

subyek hukum, komponen dasar hukum ialah bahwa wewenang itu harus ditunjuk

dasar hukumnya, dan komponen konformitas hukum mengandung adanya

standard wewenang yaitu standard hukum (semua jenis wewenang) serta standard

khusus (untuk jenis wewenang tertentu).

Pada hakikatnya, syarat pelimpahan wewenang adalah :

a. Bahwa pihak yang melimpahkan wewenang memang benar-benar memiliki

wewenang yang dilimpahkan tersebut

b. Bahwa wewenang yang melimpahkan dan dilimpahkan itu benar-benar ada

berdasarkan konstitusi (UUD) atau peraturan perundang-undangan.

70

Philipus M. Hadjon, 1994, Fungsi Normatif Hukum Administrasi dalam Mewujudkan

Pemerintahan yang Bersih, Pidato Penerimaan jabatan Guru Besar dalam Ilmu Hukum pada

Fakultas Hukum Universitas Airlangga, Surabaya, hal. 7. 71 Paulus Effendie Lotulung, Beberapa Sistem tentang Kontrol Segi Hukum Terhadap Pemerintah

(Jakarta : PT Bhuana Ilmu Populer,1986), hal 5-6. 72

Philipus M. Hadjon, Penataan Hukum Administrasi,Tahun 1997/1998, Tentang Wewenang,

(Surabaya: Fakultas Hukum Unair), hal. 2.

Kebijakan clean..., Dian Eka Rahayu Sawitri, FH UI, 2013

Page 38: UNIVERSITAS INDONESIA KEBIJAKAN CLEAN AND …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334337-T32604-Dian Eka Rahayu... · Judul Tesis : Kebijakan Clean ... TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN

Paulus Effendie Lotulung mengemukakan adanya perbedaan kriterium “tanpa

kewenangan” dalam 3 bentuk, yaitu :73

a. “Tanpa kewenangan” yang bersifat materiil, artinya seorang pejabat yang

mengeluarkan suatu beschikking tentang materi (masalah) yang sebetulnya

materi tersebut menjadi wewenang dari pejabat lainnya. Misalnya : suatu

beschikking yang dikeluarkan oleh seorang pejabat Pemerintah Daerah

sedangkan materi yang bersangkutan sesungguhnya termasuk wewenang

Menteri untuk memutuskannya. (Ketidakwenangan yang bersifat rationae

materiale).

b. “Tanpa kewenangan” yang ditinjau dari segi wilayah atau tempat di mana

wewenang itu seharusnya dapat diperlakukan. Misalnya : suatu beschikking

yang dikeluarkan oleh seorang pejabat di wilayah DKI Jakarta, sedangkan

beschikking itu menyangkut persoalan yang berlaku bagi wilayah kota Bogor.

(Ketidakwenangan yang bersifat rationae locus).

c. “Tanpa kewenangan” yang ditinjau dari segi waktu berlakunya atau

dikeluarkannya suatu beschikking yang menyimpang dari waktu yang

seharusnya diperhatikan. Misalnya : suatu beschikking yang dikeluarkan itu

telah kadaluwarsa, atau juga dikeluarkan sebelum waktunya.

(Ketidakwenangan yang bersifat rationae temporis).

Kuntjoro Purbopranoto menyatakan bahwa, seorang pejabat administrasi

negara dalam menjalankan kewenangannya dibatasi agar tidak terjadi

penyalahgunaan wewenang dan tindakan sewenang-wenang. Pembatasan tersebut

adalah : (1) bahwa tindakan pemerintah tidak boleh bertentangan dengan

peraturan perundang-undangan atau kepentingan umum, (2) tidak boleh melawan

hukum baik formil maupun meterill, (3) tidak boleh melampaui kewenangannya

menurut kompetensinya.74

Untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan wewenang oleh seorang

pejabat administrasi negara dalam mengambil suatu kebijakan, perlu adanya suatu 73

Loc. Cit.

74

Kuntjoro Purbopranoto, Beberapa Catatan Hukum Tata Pemerintahan dan Peradilan

Administrasi Negara, ( Bandung : Alumni, 1981 ), hal.43.

Kebijakan clean..., Dian Eka Rahayu Sawitri, FH UI, 2013

Page 39: UNIVERSITAS INDONESIA KEBIJAKAN CLEAN AND …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334337-T32604-Dian Eka Rahayu... · Judul Tesis : Kebijakan Clean ... TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN

ketegasancmengenai pelimpahan dalam membuat peraturan oleh pejabat

administrasi negara, yaitu :

a Undang-undang harus menetapkan asas yang tidak dapat dijabarkan atau

diinterpretasikan lebih lanjut;

b Pendelegasian ditentukan secara tegas dengan menetapkan pasal yang

bersangkutan dengan hal yang dapat didelegasikan, dan menetapkan dalam

pasal undang-undang yang bersangkutan semacam suatu pedoman untuk

pejabat administrasi negara.

c Mensyaratkan dengan undang-undang agar sebelumnya diadakan studi yang

cukup;

d Undang-undang menetaspkan berat dan jenis sanksi hukum bagi pelanggaran

peraturan;

e Pelimpahan dilakukan hanya kepada pejabat admnistrasi negara;

f Undang-undang menetapkan diadakannya badan untuk menampung keluhan,

pengaduan atau gugatan.75

C. Perizinan

Lemaire dalam bukunya Het Recht in Indonesie, menyatakan bahwa

negara menyelenggarakan bestuurszorg, penyelenggaraan kesejahteraan umum

yang dilakukan oleh Pemerintah. Bestuurszorg menjadi tugas pemerintah welfare

state, yaitu suatu negara hukum modern yang memperhatikan kepentingan

seluruh rakyat. Dapat dikatakan bahwa adanya suatu bestuurszorg merupakan

suatu tanda yang menyatakan adanya suatu welfare state.76

Dengan demikian

campur tangan pemerintah dalam mewujudkan adanya kesejahteraan sangatlah

menentukan berhasil tidaknya tujuan tersebut. Campur tangan pemerintah tersebut

dapat dilakukan dalam bentuk pengendalian langsung dan pengendalian tidak

langsung.

75

Prajudi Atmosudrijo, Hukum Administrasi Negara, ( Jakarta : Ghalia Indonesia, 1988), hal.

104. 76

Safri Nugraha 2007, et.all. .Hukum Administrasi Negara, Jakarta : Badan Penerbit Fakultas

Hukum Universitas Indonesia, 2005, hal. 81.

Kebijakan clean..., Dian Eka Rahayu Sawitri, FH UI, 2013

Page 40: UNIVERSITAS INDONESIA KEBIJAKAN CLEAN AND …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334337-T32604-Dian Eka Rahayu... · Judul Tesis : Kebijakan Clean ... TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN

Campur tangan dalam “pengendalian langsung” diwujudkan oleh

Pemerintah dengan memberikan berbagai bentuk perizinan, yang dianggap

langsung dapat mengendalikan berbagai kegiatan pemerintahan, dimana termasuk

salah satunya adalah kegiatan di bidang pertambangan. Menurut Irving Swerdlow,

pemberian izin dapat dibuat pada seluruh tingkat pemerintahan dan izin

mempunyai tiga fungsi, yaitu:77

a. To limit the number of recipients;

b. To ensure that the recipients meet minimum standards;

c. To collect funds.

Menurut Irving Swerdlow, izin merupakan bentuk pemaksaan dari

kegiatan administrasi, yang pada dasarnya sistem perizinan mencakup : (a)

meletakan standar perizinan ( setting a standard for the licenses ), (b) melarang

segala bentuk kegiatan sampai mendapatkan izin (prohibiting action of this type

until a license is obtained), (c) membentuk prosedur permohonan perizinan

(establishing procedure for applying for license), (d) memberikan izin untuk

menunjukkan ketaatan terhadap standar yang telah ditentukan yang akan

berdampak pada perbaikan hukum (granting a license to show adherence to the

standard and conveying the legal right to proceed).78

Izin merupakan Keputusan yang dibuat oleh Pemerintah selaku pejabat

administrasi negara yang mempunyai efek langsung, karena keputusan

administrasi negara ( administrative beschikking ) bersifat individual, kasual dan

konkrit.79

Keputusan merupakan tindakan hukum yang dilakukan oleh administrasi

negara dalam bidang pemerintahan dan dikeluarkan oleh organ administrasi

negara berdasarkan wewenang yang luar biasa.80

Prayudi Atmosudirdjo berpendapat bahwa keputusan administrasi negara

yang ditetapkan oleh aparatur administrasi negara dapat berupa keputusan yang

bersifat positif dan dapat juga keputusan yang bersifat negative. Pejabat

77

Irving Sewrdlow, The Public Administration of Economic Development, ( New York : Praeger

Publishers, 1975), hal. 383. 78

Ibid., hal. 371. 79

Prayudi Atmosudirdjo, Op.Cit., hal. 88. 80

Prins, Pengantar Hukum Administrasi Negara., Jakarta, hal.37.

Kebijakan clean..., Dian Eka Rahayu Sawitri, FH UI, 2013

Page 41: UNIVERSITAS INDONESIA KEBIJAKAN CLEAN AND …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334337-T32604-Dian Eka Rahayu... · Judul Tesis : Kebijakan Clean ... TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN

administrasi negara tidak boleh menolak untuk menerima surat permohonan

walaupun merupakan pengulangan permohonan. Keputusan positif adalah

keputusan yang permohonannya dikabulkan, dapat berbentuk81

:

a. keputusan yang menciptakan keadaan hukum baru pada umumnya;

b. keputusan yang menciptakan keadaan hukum baru bagi objek tertentu;

c. keputusan yang membentuk/ menciptakan atau membubarkan suatu badan

hukum;

d. keputusan yang memberi beban kepada suatu badan atau perorangan;

e. keputusan yang memberikan keuntungan kepada suatu instansi, badan,

perusahaan atau perorangan. Keputusan yang memberi keuntungan dapat

berbentuk, dispensasi, izin, lisensi dan konsesi.

Philipus Hadjon mengemukakan bahwa, keputusan positif adalah

keputusan yang menimbulkan hak/dan kewajiban hukum yang baru yang

sebelumnya tidak ada bagi yang diberikan keputusan tersebut. Keputusan negatif

adalah keputusan yang tidak menimbulkan hak/dan kewajiban hukum yang baru.

Keputusan negatif dapat berbentuk pernyataan tak berkuasa (onbevoegd

verklaring), pernyataan tak diterima (niet onvankelijk verklaring) atau suatu

penolakan (afwijzing).82

Untuk mencegah penyalahgunaan jabatan dan wewenang

dalam pengambilan keputusan, maka ada beberapa asas yang dapat dijadikan

acuan dalam pengambilan keputusan, yaitu :83

a. Asas mengenai prosedur atau proses pengambilan keputusan, yang bilamana

dilanggar secara otomatis membuat keputusan yang bersangkutan batal karena

hukum tanpa memeriksa lagi kasusnya. Asas yang termasuk dalam kategori ini

adalah : (1) asas yang menyatakan orang yang terlibat atau menentukan dalam

pengambilan keputusan tidak boleh mempunyai kepentingan pribadi di dalam

keputusan tersebut, baik secara langsung maupun tidak langsung, (2) asas yang

menyatakan bahawa keputusan yang merugikan atau mengurangi hak seorang

warga masyarakat tidak boleh diambil sebelum member kesempatan kepada

81

Prayudi Atmosudoirdjo, Op.Cit., hal. 95. 82

Philipus Hadjon, et.al, Pengantar Hukum Administrasi Indonesia. (Yogyakarta : Gadjah Mada

University Press, 2001), hal.141. 83

Prayudi Atmosudirdjo, Op.Cit., hal.90.

Kebijakan clean..., Dian Eka Rahayu Sawitri, FH UI, 2013

Page 42: UNIVERSITAS INDONESIA KEBIJAKAN CLEAN AND …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334337-T32604-Dian Eka Rahayu... · Judul Tesis : Kebijakan Clean ... TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN

warga tersebut untuk membela kepentingannya, (c) asas yang menyatakan

bahwa dasar atau peretimbangan dari pengambilan keputusan dapat

membenarkan dari penetapan keputusan tersebut.

b. Asas mengenai kebenaran dari fakta-fakta yang dipakai sebagai dasar untuk

pembuatan keputusan. Asas-asas yang termasuk dalam kategori disini adalah :

(a) asas larangan kesewenang-wenangan, (b) asas larangan detournement de

pouvoir, (c) asas kepastian hukum, (d) asas larangan melakukan diskriminasi

hukum, (e) asas batal karena kecerobohan pejabat yang bersangkutan.

Mengabaikan asas-asas dalam pengambilan keputusan dapat

mengakibatkan suatu keputusan administrasi negara menjadi tidak sah. Untuk

mengukur sahnya suatu keputusan menurut Van der Pot sebagaimana dikutip oleh

E. Utrecht, harus dipenuhi beberapa aspek. 84

a. Keputusan dibuat oleh organ yang berwenang. Organ pemerintah yang

berwenang membuat keputusan bukan hanya pemerintahan yang termasuk

bestuur atau administratie saja, tetapi juga meliputi legislatif dan yudikatif.

Seringkali terjadi ketidak berwenangan dalam membuat keputusan (de

incompetentie) yang dapat berupa, (a) tidak berwenang ratione materiae (isi

atau pokok atau objek). Artinya seorang pejabat mengeluarkan keputusan

tentang materi yang menjadi wewenang pejabat lain, (b) tidak berwenang

ratione loci. Artinya dari segi wilayah atau tempat, bukan menjadi

kewenangan pejabat yang bersangkutan dan (c) tidak berwenang ratione

temporis. Artinya berlaku atau dikeluarkannya suatu keputusan yang

menyimpang dari seharusnya waktu berlakunya kewenangan.

b. Dalam pembentukan keputusan, kehendak dari organ pemerintahan yang

mengeluarkan keputusan, tidak boleh mengandung cacat yuridis/ kekurangan

yuridis, yang dapat disebabkan oleh salah kira (dwaling), adanya paksaan

ataupun adanya tipuan, yang mempengaruhi berlakunya keputusan.

84

E.Utrecht, Pengantar Hukum Administrasi Negara, cet. Keempat, 1960, hal.77. Juga lihat

Bachsan Mustafa, Pokok-pokok Hukum Administrasi Negara. ( Bandung : Alumni, 1979 ), hal.61-

65.

Kebijakan clean..., Dian Eka Rahayu Sawitri, FH UI, 2013

Page 43: UNIVERSITAS INDONESIA KEBIJAKAN CLEAN AND …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334337-T32604-Dian Eka Rahayu... · Judul Tesis : Kebijakan Clean ... TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN

c. Keputusan harus diberi bentuk sesuai dengan peraturan yang menjadi

dasarnya, yang dapat berbentuk, (a) lisan (mondelinge beschikking). Dibuat

dalam hal akibatnya tidak membawa akibat lama dan tidak begitu penting bagi

administrasi negara biasanya dikehendaki suatu akibat yang timbul dengan

segera, (b) tertulis (schriftelijke beschikking). Bentuk ini sering digunakan

karena sudah biasa dan penting dalam penyusunan alasan ataupun motivasi.

d. Isi dan tujuan dari keputusan yang dibuat sesuai peraturan yang menjadi dasar

penerbitannya. Syarat ini harus dipenuhi dalam suatu negara hukum.

Kranenburg menyebutkan empat macam hal dimana isi dan tujuan suatu

keputusan dapat bertentangan dengan isi dan tujuan peraturan perundang-

undangan :85

1) Jika keputusan yang dibuat mengandung peraturan yang dilarang oleh

undang-undang. Dalam hal ini yang salah adalah isi keputusan itu (de

oorzaak voor de beschikking ontbrak);

2) Jika keadaan dimana suatu keputusan dibuat, lain dengan keadaan yang

ditentukan oleh undang-undang. Dalam hal ini salah kausa (valse oorzaak);

3) Jika keadaan dimana suatu keputusan dapat dibuat menurut ketentuan

undang-undang, sebetulnya tidak dapat dijadikan suatu sebab. Dalam hal

ini kausa yang tidak dapat dipakai (ongeoorloofde oorzaak);

4) Organ pemerintah membuat keputusan, tetapi menggunakan kewenangan

tidak sesuai dengan tujuan yang ditentukan oleh peraturan perundang-

undangan yang menjadi dasar wewenang tersebut (detournement de

pouvoir) atau tidak sesuai dengan asas umum pemerintahan yang baik

(good governance).

Dengan mendasarkan tindakan-tindakan administrasi negara pada suatu

sistem perizinan, berarti pembuat undang-undang dapat mencapai berbagai tujuan

pemberian perizinan, yaitu : 86

85

Safri Nugraha,dkk, Op.Cit., hal.116. 86

Ten Berge dan MR.N.M. Spelt diterjemahkan oleh Philipus Hadjon, “Pengantar Hukum

Perizinan”. Bahan Hukum Penataran Hukum Administrasi Negara, Fakultas Hukum Universitas

Airlangga, Surabaya, 1992, hal.9.

Kebijakan clean..., Dian Eka Rahayu Sawitri, FH UI, 2013

Page 44: UNIVERSITAS INDONESIA KEBIJAKAN CLEAN AND …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334337-T32604-Dian Eka Rahayu... · Judul Tesis : Kebijakan Clean ... TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN

f. Keinginan mengarahkan atau mengendalikan (sturen) terhadap aktivitas-

aktivitas tertentu;

g. Mencegah bahaya bagi lingkungan (izin-izin lingkungan);

h. Keinginan melindungi objek tertentu ( izin tebang, izin membongkar );

i. Hendak membagi benda-2 yang sifatnya terbatas ( izin penghunian);

j. Memberikan pengarahan dengan cara menyeleksi ( izin dimana seorang

pengurus harus memenuhi syarat tertentu.

Jadi izin digunakan oleh penguasa sebagai sarana untuk mempengaruhi

warga agar mau mengikuti cara yang dianjurkan guna mencapai suatu tujuan

konkrit. Dalam hukum administrasi, pemberian izin merupakan gejala yang

penting dengan semakin berkembangnya bidang penguasaan oleh pemerintah pada

negara modern saat ini.

Mengacu pendapat Ten Berge, pengendalian oleh Pemerintah dapat

berbentuk izin, pelepasan atau pembebasan (dispensasi) dan konsesi. 87

Izin

merupakan suatu tindakan pengecualian yang diperkenankan terhadap suatu

larangan dari suatu undang-undang. Pengecualian tersebut dapat diteliti dengan

memberi batasan-batasan tertentu bagi pemberian izin tertentu. Dengan demikian

penolakan izin dapat dilakukan jika kriteria yang ditetapkan oleh penguasa tidak

dipenuhi atau bila karena suatu alasan tidak mungkin memberi izin kepada semua

orang memenuhi kriteria. Jadi penguasa memberi alasan kesesuaian tujuan

(doelmatigheid) yang dianggap perlu untuk menjalankan pemberian izin secara

restriktif dan membatasi jumlah pemegang izin. Pelepasan atau pembebasan

(dispensasi) merupakan pengecualian dari aturan umum yang pada dasarnya harus

ditaati atau wajib dilaksanakan, sehingga menjadi tidak wajib lagi untuk ditaati.

Konsesi yang merupakan salah satu bentuk izin, merupakan segenap

aktivitas yang menyangkut kepentingan umum yang selayaknya dijalankan oleh

penguasa sendiri, namun tidak dijalankan oleh penguasa karena dianggap belum

mampu, tetapi dijalankan oleh pihak ketiga. Hal ini berhubungan dengan tindakan

87

Ibid., hal. 4 – 7.

Kebijakan clean..., Dian Eka Rahayu Sawitri, FH UI, 2013

Page 45: UNIVERSITAS INDONESIA KEBIJAKAN CLEAN AND …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334337-T32604-Dian Eka Rahayu... · Judul Tesis : Kebijakan Clean ... TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN

yang oleh penguasa dianggap sangat perlu, namun dibiarkan dilakukan oleh

perusahaan-perusahaan swasta dengan diberikan syarat tertentu. Oleh karena itu

pemegang konsesi dibebani dengan kewajiban-kewajiban tertentu dan pada sisi

lain ditetapkan pula hak-hak tertentu dari pemegang konsesi. Dengan demikian

konsesi didasarkan pada suatu persetujuan, dalam mana hak-hak dan kewajiban

kedua belah pihak dicantumkan. Biasanya konsesi berkaitan pula dengan jangka

waktu yang lebih panjang, misalnya konsesi untuk membangun dan

mengeksploitasi instalasi listrik, konsesi pertambangan atau konsesi angkutan

umum.

Sejalan dengan pendapat Ten Berge tersebut, Van der Pot sebagaimana

dikutip oleh Hagenaars - Dankers mengemukakan bahwa terdapat berbagai bentuk

(species) perizinan dalam kajian hukum administrasi negara yang dapat

dikelompokkan dalam tiga bentuk, yaitu : (a) izin (vergunning), (b) dispensasi

(dispensatie), (c) konsesi (concessie).88

Bentuk pertama, izin (vergunning)89

adalah keputusan (beschikking) yang diberikan pada suatu kegiatan (aktivitas)

berdasarkan peraturan perundang-undangan (algemene verbindende voorschriften)

yang mengharuskan prosedur tertentu guna pelaksanaan aktivitas dimaksud. Pada

umumnya aktivitas dimaksud tidak dilarang namun secara prosedural

mengharuskan prosedur administratif, tanpa izin aktivitas dari padanya dilarang.

Bentuk kedua, dispensasi (Dispensatie)90

adalah keputusan (beschikking)

yang membebaskan sesuatu perbuatan dari pelarangan undang-undang. Jadi pada

hakekatnya menolak perbuatan yang diharuskan oleh undang-undang atas izin

88

Van der Pot gaf in 1927 op vershillende plaatsen in woord en geschrift zijn mening ten beste

over het terminologisch onderscheid tussen drie nauw verwante begrippen : dispensatie,

vergunning en concessie. ( D.L.T.M Hagenaars – Dankers, Op het Spoor van de Concessie – een

onderzoek Naar Het Rechtscharacter Van de Concessie in Nederland en in Frankrijk, Juridische

Bibliothek Universiteit Utrecht, 2000, hal.14). Juga sebagaimana dikemukakan Van der Pot dalam

Nedelands Bestuursrecht, 1934, hal. 267, WF Prins – R.Kosim Adisapoetra, 1983 : ha;.72-73.

89

D.L.T.M Hagenaars – Dankers, Op het Spoor van de Concessie – een onderzoek Naar Het

Rechtscharacter Van de Concessie in Nederland en in Frankrijk, Juridische Bibliothek

Universiteit Utrecht, 2000, hal.15.

90

D.L.T.M Hagenaars – Dankers, Op het Spoor van de Concessie – een onderzoek Naar Het

Rechtscharacter Van de Concessie in Nederland en in Frankrijk, Juridische Bibliothek

Universiteit Utrecht, 2000, hal.14.

Kebijakan clean..., Dian Eka Rahayu Sawitri, FH UI, 2013

Page 46: UNIVERSITAS INDONESIA KEBIJAKAN CLEAN AND …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334337-T32604-Dian Eka Rahayu... · Judul Tesis : Kebijakan Clean ... TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN

Pemerintah. Misalnya dispensasi diberikan kepada seorang anak perempuan untuk

kawin di bawah batas usia tertentu.

Bentuk ketiga, konsesi (concessie) sebenarnya merupakan bentuk khusus

dari beschikking merupakan sebuah izin yang diberikan kepada pada suatu

aktivitas yang pada umumnya terpaut dengan kepentingan umum ( publik ) dan

orang banyak, namun diberikan kepada swasta atau BUMN/BUMD. Pada

dasarnya tindakan tersebut tanpa izin akan dilarang. Menurut Van Wijk 91

concessie diberikan bagi aktivitas yang berkaitan dengan “openbaar belang” yang

tidak mampu dijalankan sendiri oleh Pemerintah, lalu diserahkan kepada

perusahaan swasta. Misalnya, pendidikan, transportasi, pertambangan dan

sebagainya. Penerima konsesi pada hakekatnya mengambil alih sebagian misi dari

bestuurszorg dari administrasi negara sehubungan dengan tipe negara

kesejahteraan modern (modern welfare state). Hal dimaksud dapat dilihat secara

nyata pada aktivitas penerbangan Garuda Indonesia, aktivitas perminyakan yang

diberikan kepada Pertamina, Caltex. Usaha pertambanngan mineral dan batubara

pada hakekatnya merupakan aktivitas yang terpaut dengan kepentingan publik dan

orang banyak. Dengan demikian dalam keadaan normal, seharusnya dikelola oleh

administrasi negara dalam kaitann bestuurszorg, namun pelaksanaannya diberikan

kepada perusahaan swasta dalam wujud pemberian konsesi.92

Dengan pemberian izin, penguasa memperkenankan pemohon untuk

melakukan perbuatan tertentu yang sebenarnya dilarang. Hal tersebut merupakan

suatu perkenan bagi suatu tindakan yang demi kepentingan umum mengharuskan

pengawasan khusus atasnya. Di sisi lain Prayudi Atmosudirdjo mengatakan

bahwa izin (vergunning) adalah suatu penetapan yang merupakan dispensasi dari

suatu larangan oleh undang-undang.93

Larangan tersebut menjadi tidak berlaku

manakala kriteria yang perlu dipenuhi oleh pemohon untuk memperoleh

dispensasi dari larangan kepada pejabat administrasi negara yang bersangkutan

terpenuhi. Izin yang merupakan penetapan yang digunakan oleh Pemerintah untuk

91

D.L.T.M. Hagenaars – Dankers, Ibid., hal.16. 92

D.L.T.M. Hagenaars – Dankers, Ibid., hal.15 93

Prayudi Atmosudirdjo, Op.Cit., hal. 97.

Kebijakan clean..., Dian Eka Rahayu Sawitri, FH UI, 2013

Page 47: UNIVERSITAS INDONESIA KEBIJAKAN CLEAN AND …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334337-T32604-Dian Eka Rahayu... · Judul Tesis : Kebijakan Clean ... TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN

menguasai berbagai keadaan, yakni dengan “melarang” tanpa izin tertulis untuk

melakukan kegiatan apapun yang hendak diatur atau dikendalikan oleh

Pemerintah. Dengan perkataan lain melalui sistem perizinan tersebut pihak

penguasa melakukan campur tangan kedalam kegiatan masyarakat tertentu.

Berdasarkan pendapat Safri Nugraha, izin yang termasuk dalam bentuk

ketetapan mempunyai empat unsur di dalamnya. 94

95

a. Adanya perbuatan hukum : sebagai perbuatan hukum, maka ketetapan

melahirkan hak dan kewajiban bagi pihak tertentu;

b. Bersifat sebelah pihak : ketetapan merupakan perbuatan sebelah pihak yang

berdasarkan hukum publik (Publiekrechtelijk), jadi tetap mengikat

masyarakat. Berarti perbuatannya mencerminkan kehendak satu pihak

saja, yaitu pihak pemerintah yang mempunyai wewenang, sehingga

walaupun bersifat sebelah pihak tetapi tetap mengikat umum.

c. Dalam lapangan pemerintahan : yang membuat ketetapan dan yang

melaksanakan peraturan adalah fungsi dari pemerintah yang dilakukan oleh

badan pemerintah (eksekutif), bukan oleh peradilan (yudikatif) atau bukan

juga oleh pembuat peraturan perundang-undangan (legislatif). Dengan

perkataan lain, ketetapan adalah perbuatan pemerintah (overheid) yang

khusus berada dalam lapangan pemerintahan yang dilakukan oleh organ-

organ atau badan-badan pemerintah (bestuur).

d. Berdasarkan kekuasaan khusus : kekuasaan khusus adalah kekuasaan yang

diperoleh dari undang-undang yang diberikan khusus kepada pemerintah saja

dan tidak diberikan kepada badan-badan lainnya (legislatif dan yudikatif).

Izin yang merupakan Keputusan dari pejabat ini mempunyai sifat

individual, konkrit, kasual dan eenmaalig (sekali diberikan selesai). Maksudnya

adalah bahwa perizinan harus bersifat individual, artinya perizinan ditujukan

kepada subjek hukum tertentu, yaitu orang perorangan atau badan hukum tertentu.

94

Safri Nugraha (b) , Op.Cit., hal. 77.

Kebijakan clean..., Dian Eka Rahayu Sawitri, FH UI, 2013

Page 48: UNIVERSITAS INDONESIA KEBIJAKAN CLEAN AND …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334337-T32604-Dian Eka Rahayu... · Judul Tesis : Kebijakan Clean ... TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN

Perizinan bersifat konkrit, artinya bahwa keputusan bersifat nyata untuk suatu hal

tertentu. Jadi tidak bersifat abstrak seperti peraturan perundang-undangan yang

mengatur umum. Perizinan bersifat kasual, artinya bahwa ketetapan tentang

perizinan ditetapkan untuk masalah-masalah tertentu, yang memerlukan dispensasi

dari pejabat yang berwenang. Terakhir perizinan bersifat eenmaalig, artinya bahwa

perizinan diberikan untuk satu kali saja dan tidak diberikan untuk berkali-kali

terhadap suatu penetapan. Semua keputusan yang diambil oleh pejabat pemerintah

pada dasarnya atas permohonan tertulis dan dapat diulang bila permohonan

ditolak.

Kebijakan clean..., Dian Eka Rahayu Sawitri, FH UI, 2013

Page 49: UNIVERSITAS INDONESIA KEBIJAKAN CLEAN AND …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334337-T32604-Dian Eka Rahayu... · Judul Tesis : Kebijakan Clean ... TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN

BAB III

PERIZINAN PERTAMBANGAN DI INDONESIA DAN IMPLEMENTASI

PERIZINAN PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA

BERDASARKAN UU NO.4 TAHUN 2009

A. Perizinan Pertambangan Di Indonesia

1. UU No.11 tahun 1967 Tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok

Pertambangan

Sejak kedatangan bangsa Belanda, izin pengusahaan pertambangan

diberikan dalam bentuk “konsesi pertambangan”.96

Konsesi merupakan bentuk

izin dari produk Belanda yang pernah berlaku di Hindia Belanda. Setelah

Indonesia merdeka, pemerintah tidak memberi kesempatan kepada pemilik modal

asing untuk berinvestasi langsung terhadap bahan galian vital, kesempatan untuk

berkontribusi hanya diberikan melalui pinjaman luar negeri.97

Pengelolaan

pertambangan pada masa demokrasi terpimpin terasa begitu sulit karena adanya

regulasi yang membatasi investasi asing sehingga menurun dan tidak

berkembang. Berdasarkan pengalaman tersebut maka pada tahun 1967 pemerintah

membuat Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal

Asing. UU tersebut menyatakan bahwa penanaman modal asing di bidang

pertambangan didasarkan pada kerjasama dengan Pemerintah atas dasar kontrak

karya atau bentuk lain sesuai peraturan yang berlaku.98

Perkembangan selanjutnya

untuk mendukung penciptaan iklim investasi yang lebih kondusif, Pemerintah

membentuk Undang-undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan

Pokok Pertambangan (UU No.1/1967). Dengan adanya UU tersebut maka

diharapkan bahwa segala bahan galian yang terdapat dalam wilayah hukum

96 Konsesi merupakan bentuk perizinan yang memberikan kewenangan besar kepada pengusaha

tambang, yaitu manajemen pengusahaan dan pemilikan hasil produksi bahan galian atau

mineral sepenuhnya berada di tangan pemegang konsesi pertambangan. Negara hanya menerima

bersih iuran pertambangan sebesar 0,25 gulden perhektar setiap tahun serta 46 % dari hasil

kotor dari usaha pertambangan tersebut, sebagaimana ditentukan dalam Pasal 35 Indische

Mijnwet Stb. 1899 Nomor 214 ( Jogi Tjiptadi, Kontrak Production Sharing sebagai landasan

Kegiatan Eksplorasi/ Eksploitasi Minyak di lepas Pantai, 1984, hal.7 ). 97

Tri Hayati, Studi Kebijakan Perizinan Pertambangan Mineral dan Batubara 98

Ibid

Kebijakan clean..., Dian Eka Rahayu Sawitri, FH UI, 2013

Page 50: UNIVERSITAS INDONESIA KEBIJAKAN CLEAN AND …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334337-T32604-Dian Eka Rahayu... · Judul Tesis : Kebijakan Clean ... TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN

pertambangan Indonesia adalah kekayaan alam nasional bangsa Indonesia yang

dikuasai dan digunakan oleh Negara untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.

UU No.11/1967 menggolongkan bahan galian atas tiga golongan, yaitu

bahan galian strategis, vital dan bahan galian yang bukan strategis maupun vital.99

Bahan galian strategis merupakan bahan galian yang digunakan untuk

kepentingan pertahanan keamanan serta perekonomian negara. Bahan galian

strategis biasa disebut dengan bahan galian A. Peraturan Pemerintah Nomor 27

Tahun 1980 tentang Penggolongan Bahan Galian menyebutkan yang termasuk

dalam golongan bahan galian strategis adalah sebagai berikut :100

a. Minyak bumi, bitumen cair, lilin bumi, gas alam;

b. Bitumen padat, aspal;

c. Antrasit, batubara, batubara muda;

d. Uranium, radium, thorium dan bahan-bahan galian radioaktif lainnya;

e. Nikel, kobalt;

f. Timah.

Bahan galian vital merupakan bahan galian yang dapat menjamin hajat hidup

orang. Bahan galian vital ini disebut dengan bahan galian B. Yang termasuk

dalam golongan bahan galian vital adalah :101

a. Besi, mangaan, molibden,khrom, wolfram, vanadium, titan;

b. Bauksit, tembaga, timbal, seng;

c. Emas, platina, perak, air raksa, intan;

d. Arsin, antimon, bismut;

e. Yttrium, rhutenium, cerium dan logam-logam langka lainnya;

f. Berillium, korundum, zirkon, kristal kwarsa;

g. Kriolit, fluorspar, barit;

h. Yodium, brom, khlor, belerang.

Bahan galian yang tidak termasuk bahan galian strategis dan vital lazim disebut

dengan bahan galian C. Bahan galian ini dibagi menjadi :102

99

Indonesia, Undang-Undang No.11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok

Pertambangan, Pasal 3 ayat 1. 100

Ibid, Pasal 1 huruf a. 101

Ibid, Pasal 1 huruf b.

Kebijakan clean..., Dian Eka Rahayu Sawitri, FH UI, 2013

Page 51: UNIVERSITAS INDONESIA KEBIJAKAN CLEAN AND …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334337-T32604-Dian Eka Rahayu... · Judul Tesis : Kebijakan Clean ... TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN

a. Nitrat-nitrat (garam dari asam sendawa, dipakai dalam campuran pupuk;

HNO3), pospat-pospat, garam batu (halite).

b. Asbes, talk, mikam grafit, magnesit

c. Yarosit, leusit, tawas (alum), oker

d. Pasir kwarsa, kaolin, feldspar, gips, bentonit

e. Batu apung, trasm absidian, perlit, tanah diatome, tanah serap (fullers earth)

f. Marmer, batu tulis

g. Batu kapur, dolomite, kalsit

h. Granit, andesit, basal, trakhit, tanah liat, tanah pasir sepanjang tidak

mengandung unsure mineral golongan a maupun b dalam jumlah berarti

(Pasal 1 huruf c Peraturan Pemerintah No.27 Tahun 1980 tentang

penggolongan Bahan-bahan Galian.

Berdasarkan Pasal 4 UU No.11/1967, kewenangan perizinan

pertambangan mineral dan batubara diberikan berdasarkan golongan bahan galian

tambang, yaitu :

a. Pelaksanaan penguasaan negara dan pengaturan usaha pertambangan untuk

bahan galian golongan a dan b dilakukan oleh Menteri;

b. Pelaksanaan penguasaan negara dan pengaturan usaha pertambangan untuk

bahan galian golongan c dilakukan oleh Pemerintah Daerah Tingkat I tempat

terdapatnya bahan galian tsb.

c. Namun terdapat pengecualian, bahwa dengan memperhatikan kepentingan

pembangunan Daerah khususnya dan Negara umumnya, Menteri dapat

menyerahkan pengaturan usaha pertambangan bahan-bahan galian tertentu

diantara bahan galian golongan b kepada Pemerintah Daerah Tingkat I

tempat terdapatnya bahan galian itu

Kegiatan pertambangan meliputi penyelidikan umum, eksplorasi,

eksploitasi, pengolahan dan pemurnian, pengangkutan serta penjualan.

Penyelidikan umum selalu dilakukan di awal kegiatan usaha pertambangan karena

penyelidikan umum merupakan usaha untuk menyelidiki secara geologi umum

102

Ibid, Pasal 1 huruf c.

Kebijakan clean..., Dian Eka Rahayu Sawitri, FH UI, 2013

Page 52: UNIVERSITAS INDONESIA KEBIJAKAN CLEAN AND …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334337-T32604-Dian Eka Rahayu... · Judul Tesis : Kebijakan Clean ... TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN

atau fisika, di daratan perairan dan dari udata yang dimaksudkan untuk membuat

peta geologi umum atau untuk menetapkan tanda-tanda adanya bahan galian pada

umumnya.103

Kegiatan selanjutnya adalah eksplorasi. Eksplorasi adalah segala

penyelidikan geologi pertambangan untuk menetapkan lebih teliti/seksama adanya

dan sifat letakan bahan galian.104

Tahap berikutnya adalah eksploitasi, eksploitasi

dilakukan dengan maksud untuk menghasilkan bahan galian dan

memanfaatkannya.105

Setelah eksploitasi dilakukan maka bahan galian yang telah

diperoleh diolah dan dimurnikan agar mempertinggi mutu bahan galian serta

untuk memanfaatkan dan memperoleh unsur-unsur yang terdapat pada bahan

galian itu.106

Untuk memasarkannya bahan galian yang telah diolah dan

dimurnikan tersebut maka dilakukan usaha pengangkutan yang bertujuan untuk

memindahkan bahan galian dan hasil pengolahan dan pemurnian bahan galian dari

daerah eksplorasi atau tempat pengolahan/pemurnian.107

Kegiatan terakhir yang

dilakukan adalah melakukan penjualan bahan galian dan hasil

pengolahan/pemurnian bahan galian.108

Kegiatan pertambangan tersebut di atas dapat dilaksanakan oleh :109

a. Instansi Pemerintah yang ditunjuk oleh Menteri;

b. Perusahaan Negara;

c. Perusahaan Daerah;

d. Perusahaan dengan modal bersama antara Negara dan Daerah.

e. Koperasi;

f. Badan atau perseorangan swasta yang memenuhi syarat-syarat yang

dimaksud dalam pasal 12 ayat (1);

g. Perusahaan dengan modal bersama antara Negara dan/atau Daerah dengan

Koperasi dan/atau Badan/Perseorangan Swasta yang memenuhi syarat-syarat

yang dimaksud dalam pasal 12 ayat (1);

103

Ibid, hal 53 104

Ibid 105

Ibid 106

Ibid 107

Ibid 108

Ibid 109

UU No.11 Tahun 1967, Ibid, Pasal 5

Kebijakan clean..., Dian Eka Rahayu Sawitri, FH UI, 2013

Page 53: UNIVERSITAS INDONESIA KEBIJAKAN CLEAN AND …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334337-T32604-Dian Eka Rahayu... · Judul Tesis : Kebijakan Clean ... TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN

h. Pertambangan Rakyat.

Pelaksanaan pengusahaan bahan galian golongan a diberikan kepada

Perusahaan Negara dan Instansi Pemerintah.110

Namun bahan galian golongan a

yang berbentuk Migas dan Uranium semata-mata hanya diusahakan oleh

Negara.111

Pelaksanaan pengusahaan bahan galian golongan a juga dapat

diberikan kepada pihak swasta apabila berbentuk badan hukum koperasi, badan

hukum swasta (didirikan sesuai dengan peraturan-peraturan Republik Indonesia,

berkedudukan di Indonesia, bertujuan berusaha dalam lapangan pertambangan,

pengurusnya mempunyai kewarganegaraan Indonesia dan bertempat tinggal di

Indonesia) ataupun perseorangan yang berkewarganegaraan Indonesia dan

bertempat tinggal di Indonesia.112

Pemberian pelaksanaan pengusahaan dilakukan

menurut pendapat Menteri berdasarkan pertimbangan-pertimbangan dari segi

ekonomi dan perkembangan pertambangan. Apabila bahan galian golongan a

yang terdapat di suatu lokasi demikian kecil, maka pengusahaannya diserahkan

kepada rakyat setempat sebagai tambang rakyat.113

Untuk bahan galian golongan b, dapat diusahakan oleh negara atau

daerah serta badan hukum koperasi maupun badan hukum swasta serta

perseorangan swasta.114

Pelaksanaan pengusahaan pertambangan oleh negara

atau daerah dapat dilaksanakan oleh instansi pemerintah yang ditunjuk oleh

Menteri, Perusahaan Negara, Perusahaan Daerah serta Perusahaan dengan

modal bersama antara negara/perusahaan negara dengan daerah maupun dengan

perusahaan swasta.115

Sedangkan bahan galian golongan c pengelolaannya

diserahkan kepada Pemerintah Daerah.116

Untuk bahan galian golongan c,

berdasarkan Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 Jo.

Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1986, telah resmi dilimpahkan kepada

110

Ibid, Pasal 6. 111

Ibid, Pasal 13. 112

Ibid, Pasal 7 113

Ibid, Pasal 8 114

Ibid, Pasal 9 ayat 1 115

Ibid, Pasal 9 ayat 2 116

Ibid, Pasal 4 ayat 2

Kebijakan clean..., Dian Eka Rahayu Sawitri, FH UI, 2013

Page 54: UNIVERSITAS INDONESIA KEBIJAKAN CLEAN AND …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334337-T32604-Dian Eka Rahayu... · Judul Tesis : Kebijakan Clean ... TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN

Pemerintah Daerah, yang dalam pelaksanaannya dikenal dengan sebutan SIPD

(Surat Izin Pertambangan Daerah).

Menteri dapat menunjuk pihak lain sebagai kontraktor apabila

diperlukan untuk melaksanakan pekerjaan-pekerjaan yang belum atau tidak

dapat dilaksanakan sendiri oleh instansi pemerintah atau perusahaan negara

selaku pemegang kuasa pertambangan.117

Peluang pemberian kontrak publik

tersebut didahului oleh Izin Publik dari Menteri ESDM setelah berkonsultasi

dengan Dewan Perwakilan Rakyat.118

Usaha pertambangan yang dilakukan

dengan Kontrak Karya, berdasarkan Pasal 4 ayat (1) Peraturan pemerintah

Nomor 37 Tahun 1986, dapat dilakukan terhadap bahan galian golongan a dan

golongan b melalui kerjasama dengan Instansi Pemerintah atau Perusahaan

Negara selaku pemegang Ketentuan Pokok. Begitu juga dengan bahan galian

golongan c, dapat dilakukan dengan Kontrak Karya, sepanjang terdapat di lepas

pantai dan diusahakan oleh pihak asing. Peluang pemberian kontrak publik di

bidang pertambangan diawali dari Pasal 8 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1

Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing, yang menyatakan bahwa,

Penanaman Modal Asing di bidang pertambangan didasarkan pada suatu

kerjasama dengan Pemerintah atas dasar kontrak karya atau suatu bentuk lain

sesuai peraturan yang berlaku.

Dengan dimulainya era reformasi tahun 2000 yang ditandai dengan

lahirnya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah,

terjadi perubahan mendasar dalam kewenangan urusan pemerintahan termasuk

urusan pertambangan. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 jo.

Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000, Pembagian Kewenangan

Pemerintahan diatur sebagai berikut :

a. Bupati/ Walikota : memiliki kewenangan urusan pemerintahan yang terletak

dalam wilayah Kabupaten/ Kota dan/ atau sampai wilayah laut 4 mil laut;

b. Gubernur : memiliki kewenangan urusan pemerintahan yang terletak dalam

beberapa wilayah Kabupaten/ Kota dan tidak dilakukan kerjasama antar

117

Ibid, Pasal 10 ayat 1 118

Ibid, ayat 2

Kebijakan clean..., Dian Eka Rahayu Sawitri, FH UI, 2013

Page 55: UNIVERSITAS INDONESIA KEBIJAKAN CLEAN AND …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334337-T32604-Dian Eka Rahayu... · Judul Tesis : Kebijakan Clean ... TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN

Kabupaten/ Kota maupun antar Kabupaten/ Kota dengan Provinsi, dan/ atau di

wilayah laut yang terletak antara 4 sampai 12 mil laut;

c. Menteri : memiliki kewenangan urusan pemerintahan yang terletak dalam

beberapa wilayah Provinsi dan tidak dilakukan kerjasama antar Provinsi, dan/

atau di wilayah laut yang terletak di luar 12 mil laut.119

Konsep yang dianut dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tersebut

selanjutnya ditindak lanjuti dengan dibentuknya Peraturan Pemerintah Nomor

75 Tahun 2001 tentang Perubahan Kedua PP Nomor 32 Tahun 1967 tentang

Pelaksanaan UU Nomor 11 Tahun 1967, yang menyatakan :

a. Bupati/ Walikota : berwenang menerbitkan Surat Keputusan Kuasa

Pertambangan apabila Kuasa Pertambangannya terletak dalam wilayah

Kabupaten/ Kota dan/ atau sampai wilayah laut 4 mil laut;

b. Gubernur : berwenang menerbitkan Surat Keputusan Kuasa Pertambangan

apabila wilayah kuasa pertambangannya terletak dalam beberapa wilayah

Kabupaten/ Kota dan tidak dil;akukan kerjasama antar Kabupaten/ Kota

maupun antar Kabupaten/ Kota dengan Provinsi, dan/ atau di wilayah laut yang

terletak antara 4 sampai 12 mil laut;

c. Menteri : berwenang menerbitkan Surat Keputusan Kuasa Pertambangan

apabila wilayah kuasa pertambangannya terletak dalam beberapa wilayah

Provinsi dan tidak dilakukan kerjasama antar Provinsi, dan/ atau di wilayah laut

yang terletak di luar 12 mil laut.120

Pasal 1 Peraturan Pemerintah Nomor 75 Tahun 2001, dinyatakan bahwa

setiap usaha pertambangan yang termasuk dalam golongan bahan galian strategis

(golongan a) dan bahan galian vital (golongan b), baru dapat dilaksanakan apabila

terlebih dahulu telah mendapat KP, yang dapat diberikan oleh Bupati, Walikota

dan Gubernur sesuai kewenangan masing-masing. Jadi pemberian izin kepada

pengusaha tidak lagi didasarkan pada penggolongan bahan galian mineral

sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967.

119

H. Salim HS, Hukum Pertambangan di Indonesia, ( Jakarta : PT Raja Grafindo Persada,

2005), hal. 69. 120

Ibid

Kebijakan clean..., Dian Eka Rahayu Sawitri, FH UI, 2013

Page 56: UNIVERSITAS INDONESIA KEBIJAKAN CLEAN AND …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334337-T32604-Dian Eka Rahayu... · Judul Tesis : Kebijakan Clean ... TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN

2. UU No.4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara

Tahun 2009 merupakan babak baru bagi pertambangan mineral dan

batubara di Indonesia dengan disahkannya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009

tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU No.4 tahun 2009) sebagai

pengganti UU No.11 Tahun 1967. Berdasarkan Pasal 34 jenis usaha

pertambangan dikelompokan menjadi dua, yaitu :121

a. Pertambangan mineral

Pertambangan mineral digolongkan atas mineral radioaktif, mineral logam,

mineral bukan logan dan batuan.

b. Pertambangan batubara

Untuk mengusahakan pertambangan mineral maupun batubara pemohon

dapat mengajukan izin pertambangan yang dilaksanakan dalam bentuk Izin Usaha

Pertambangan (IUP), Izin Pertambangan Rakyat (IPR) dan Izin Usaha

pertambangan Khusus (IUPK).122

Saat ini penerbitan izin pertambangan tidak

lagi berdasarkan golongan bahan galian, melainkan berada di tangan

Pemerintah, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota sesuai

kewenanganya masing – masing.

IUP diberikan oleh Bupati/Walikota apabila wilayah izin usaha

pertambangannya berada di dalam satu wilayah kabupaten/kota. Kemudian IUP

dapat diberikan oleh Gubernur apabila wilayah izin usaha pertambangannya

berada pada lintas wilayah kabupaten/kota dalam satu provinsi setelah

mendapatkan rekomendasi dari Bupati/Walikota setempat. Selain itu Menteri juga

dapat memberikan IUP apabila wilayah izin usaha pertambangannya berada pada

lintas wilayah provinsi dan telah mendapatkan rekomendasi dari gubernur dan

bupati/walikota setempat.123

IUP dapat diberikan kepada :124

a) Badan usaha, yang dapat berupa badan usaha swasta, Badan Usaha Milik

Negara, atau Badan Usaha Milik Daerah;

b) Koperasi; dan 121

Ibid, Pasal 34 122

Ibid, Pasal 35 123

Ibid, Pasal 37 124

Ibid, Pasal 38

Kebijakan clean..., Dian Eka Rahayu Sawitri, FH UI, 2013

Page 57: UNIVERSITAS INDONESIA KEBIJAKAN CLEAN AND …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334337-T32604-Dian Eka Rahayu... · Judul Tesis : Kebijakan Clean ... TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN

c) Perseorangan, yang dapat berupa orang perseorangan yang merupakan warga

Negara Indonesia, perusahaan firma, atau perusahaan komanditer.

Dalam satu IUP hanya diperbolehkan untuk satu jenis mineral atau

batubara saja, apabila ditemukan kandungan mineral lain dalam wilayahnya maka

pemegang IUP tersebut mendapat prioritas untuk mengusahakannya dengan

mengajukan permohonan IUP baru kepada Menteri, Gubernur dan

Bupati/Walikota sesuai dengan kewenangannya.125

Jika pemegang IUP tersebut

tidak berminat untuk mengusahakan mineral lain yang ditemukannya maka

kewajibannya adalah menjaga mineral tersebut agar tidak dimanfaatkan oleh

pihak lain.126

Untuk mengusahakan mineral lain yang terdapat di wilayah yang

sama, maka pemerintah dapat memberikannya kepada pihak lain.127

IUP terdiri

atas dua tahap :128

a. IUP Eksplorasi

Kegiatan dalam IUP eksplorasi meliputi kegiatan penyelidikan umum,

eksplorasi dan studi kelayakan. Pasal 42 UU No.4 Tahun 2009 menyatakan

bahwa izin eksplorasi untuk pertambangan mineral logam diberikan selama

delapan tahun. Sedangkan untuk mineral bukan logam diberikan paling lama

3 (tiga) tahun, untuk mineral bukan logam jenis tertentu paling lama 7 (tujuh)

tahun. Selain itu untuk jenis batuan diberikan selama 3 (tiga) tahun dan

batubara diberikan dalam waktu7 (tujuh) tahun.

b. IUP Operasi Produksi

Kegiatan dalam IUP Operasi Produksi meliputi kegiatan konstruksi,

penambangan, pengolahan dan pemurnian serta pengangkutan dan penjualan.

Tahap operasi produksi ini dikenal dengan tahap eksplorasi. IUP operasi

produksi diberikan kepada pemenang hasil lelang WIUP mineral logam atau

batubara. Jangka waktu yang diberikan untuk pemegang IUP operasi

produksi adalah :129

125

Ibid, Pasal 40 ayat 1,2,3 dan 4 126

Ibid, ayat 5 127

Ibid, ayat 6 128

Ibid, Pasal 36 ayat 1. 129

Ibid, Pasal 47

Kebijakan clean..., Dian Eka Rahayu Sawitri, FH UI, 2013

Page 58: UNIVERSITAS INDONESIA KEBIJAKAN CLEAN AND …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334337-T32604-Dian Eka Rahayu... · Judul Tesis : Kebijakan Clean ... TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN

1) Pertambangan mineral logam selama 20 (dua puluh) tahun dan dapat

diperpanjang sebanyak dua kali, masing-masing selama 10 (sepuluh)

tahun.

2) Pertambangan mineral bukan logam selama 10 (sepuluh) tahun dan dapat

diperpanjang sebanyak dua kali, masing-masing selama 5 (lima) tahun.

3) Pertambangan mineral bukan logam jenis tertentu selama 20 (dua puluh)

tahun dan dapat diperpanjang sebanyak dua kali, masing-masing selama 10

(sepuluh) tahun.

4) Pertambangan batuan selama 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang

sebanyak dua kali, masing-masing selama 5 (lima) tahun.

5) Pertambangan batubara selama 20 (dua puluh) tahun dan dapat

diperpanjang sebanyak dua kali, masing-masing selama 10 (sepuluh)

tahun.

Pemegang IUP Eksplorasi dan pemegang IUP Operasi Produksi dapat

melakukan sebagian atau seluruh kegiatan tersebut.130

Pemberian IUP akan

dilakukan setelah pemohon memperoleh wilayah izin usaha pertambangan

(WIUP), dalam satu WIUP dimungkinkan untuk diberikan satu IUP maupun

beberapa IUP. WIUP merupakan bagian dari Wilayah Usaha Pertambangan

(WUP) dan WUP merupakan bagian dari Wilayah pertambangan (WP). Selain

WUP, WP juga terdiri dari wilayah pertambangan rakyat (WPR) dan wilayah

pencadangan negara (WPN).

Penetapan suatu wilayah untuk menjadi WP harus melalui kegiatan

perencanaan dan penetapan131

. Proses perencanaan dimulai dengan inventarisasi

potensi pertambangan dan penyusunan rencana WP.132

Dalam menginvetarisasi

potensi tambang, menteri, Gubernur, Bupati/Walikota dapat melakukan

penyelidikan dan penelitian dengan cara memberi penugasan kepada lembaga riset

negara atau lembaga riset daerah.133

Data yang dihasilkan pada tahap penyelidikan

130

Ibid, ayat 2 131

Indonesia, Peraturan Pemerintah No.22 Tahun 2010 tentang Wilayah Pertambangan, Pasal 2

ayat 3. 132

Ibid, pasal 3 133

Ibid, pasal 8 ayat 1

Kebijakan clean..., Dian Eka Rahayu Sawitri, FH UI, 2013

Page 59: UNIVERSITAS INDONESIA KEBIJAKAN CLEAN AND …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334337-T32604-Dian Eka Rahayu... · Judul Tesis : Kebijakan Clean ... TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN

dan penelitian tersebut akan diolah untuk menjadi peta potensi mineral dan

batubara sebagai dasar penetapan WP.134

Data-data WP didelineasi

berdasarkan :135

1. Formasi pembawa mineral dan Batubara dari Badan Geologi dan instansi

peneliti lainnya.

2. Potensi mineral dan batubara dari Badan Geologi dan instansi peneliti lainnya.

3. Potensi mineral radioaktif dari (BATAN.

4. Excisting KK, PKP2B, IUP dan IPR dari Direktorat Jenderal Mineral dan

Batubara dan Pemerintah Daerah.

5. Tata guna kawasan hutan dari Kementerian Kehutanan.

6. Rencana Tata Ruang Nasional dari Kementerian Pekerjaan Umum.

UU No.4 tahun 2009 menyatakan bahwa penetapan WP dilakukan oleh

Menteri setelah berkoordinasi dengan Gubernur, Bupati/Walikota dan

berkonsultasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat.136

Namun ketentuan tersebut

kemudian dianulir oleh Mahkamah Konstitusi (MK) atas gugatan uji materiil yang

diajukan oleh Bupati Kutai Timur. MK menganulir pasal pasal 6 ayat 1E, pasal 9

ayat 2, pasal 14 ayat 1 dan 2 serta pasal 17 UU No 4 Tahun 2009. Dalam

putusannya MK berpendapat bahwa untuk menentukan daerah petambangan

pemerintah daerah harus diberi otonomi seluas-luasnya. Pembagian urusan

pemerintahan yang bersifat fakultatif haruslah berdasarkan pada semangat

konstitusi otonomi seluas-luasnya kepada pemerintah daerah.137

Penetapan WP,

WUP, WIUP itu ditentukan oleh daerah, dan baru kemudian secara berjenjang

berdasarkan pendekatan RT/RW itu baru diputuskan oleh pemerintah pusat setelah

berkonsultasi dengan DPR. Peta WP dapat dievaluasi dalam waktu lima tahun dan

dapat dilakukan perubahan terhadapnya.138

134

Ibid, pasal 12 135

Nelyati Siregar, Op.Cit 136

Ibid, pasal 15 ayat 1 137

Kementerian ESDM: Pemerintah Pusat Tetap Berwenang Tentukan Wilayah Pertambangan,

http://finance.detik.com, diunduh tanggal 4 Desember 2012. 138

PP No.22 Tahun 2010, Pasal 15 ayat 2 dan 3

Kebijakan clean..., Dian Eka Rahayu Sawitri, FH UI, 2013

Page 60: UNIVERSITAS INDONESIA KEBIJAKAN CLEAN AND …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334337-T32604-Dian Eka Rahayu... · Judul Tesis : Kebijakan Clean ... TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN

Izin Pertambangan Rakyat (IPR) diberikan kepada jenis usaha

mineral logam, mineral bukan logam, batuan dan batubara.139

IPR diberikan oleh

Bupati/Walikota kepada penduduk setempat, baik perseorangan maupun

kelompok masyarakat dan/atau koperasi setelah mengajukan surat permohonan.140

Dalam pelaksanaan pemberian IPR, Bupati/walikota dapat melimpahkan

kwenangannya kepada Camat.141

Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) diberikan oleh Menteri

dengan memperhatikan kepentingan daerah kepada badan usaha yang berbadan

hukum Indonesia, baik yang berupa BUMN, BUMD maupun badan usaha swasta.

IUPK diberikan untuk satu jenis mineral logam atau batubara, apabila ditemukan

kandungan mineral lain dalam wilayahnya maka ia mendapat prioritas untuk

mengusahakannya dengan mengajukan permohonan IUPK baru kepada Menteri.

Jika ia tidak berminat untuk mengusahakan mineral lain yang ditemukannya maka

wajib menjaga mineral tersebut agar tidak dimanfaatkan oleh pihak lain.142

IUPK

ini terdiri atas dua tahap :143

a) IUPK Eksplorasi meliputi kegiatan penyelidikan umum, eksplorasi dan studi

kelayakan;

b) IUPK Operasi Produksi meliputi kegiatan konstruksi, penambangan,

pengolahan dan pemurnian serta pengangkutan dan penjualan. Pemegang

IUPK operasi produksi adalah perusahaan berbadan hukum Indonesia.144

Pemegang IUPK Eksplorasi dan pemegang IUPK Operasi Produksi dapat

melakukan sebagian atau seluruh kegiatan tersebut.145

Dengan mengadopsi semangat desentralisasi UU No.4 tahun 2009

merinci kewenangan yang dimiliki oleh Pemerintah Pusat, Provinsi maupun

139

Ibid, Pasal 66 140

Ibid, Pasal 67 ayat 1 141

Ibid, ayat 2 142

Ibid, Pasal 74 143

Ibid, Pasal 76 144

Ibid, Pasal 77 145

Ibid, Pasal 76 ayat 2

Kebijakan clean..., Dian Eka Rahayu Sawitri, FH UI, 2013

Page 61: UNIVERSITAS INDONESIA KEBIJAKAN CLEAN AND …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334337-T32604-Dian Eka Rahayu... · Judul Tesis : Kebijakan Clean ... TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN

Kabupaten/Kota dalam mengelola pertambangan mineral dan batubara. Berikut

adalah kewenangan yang dimiliki oleh Pemerintah Pusat, yaitu :146

a. Penetapan kebijakan nasional

b. Pembuatan peraturan perundang-undangan

c. Penetapan standar nasional, pedoman dan kriteria

d. Penetapan sistem perizinan pertambangan mineral dan batubara nasional

e. Penetapan wilayah pertambangan yang dilakukan setelah berkoordinasi

dengan pemerintah daerah dan berkonsultasi dengan Dewan Perwakilan

Rakyat

f. Pemberian IUP, pembinaan, penyelesaian konflik masyarakat dan

pengawasan usaha pertambangan yang berada pada lintas wilayah provinsi

dan/atau wilayah laut lebih dari 12 mil laut dari garis pantai

g. Pemberian IUP, pembinaan, penyelesaian konflik masyarakat dan

pengawasan usaha pertambangan yang lokasi penambangannya berada pada

lintas wilayah provinsi dan/atau dalam wilayah laut lebih dari 12 mil laut dari

garis pantai.

h. Pemberian IUP, pembinaan, penyelesaian konflik masyarakat dan

pengawasan usaha pertambangan operasi produksi yang berdampak

lingkungan langsung lintas provinsi dan/atau dalam wilayah laut lebih dari 12

mil laut dari garis pantai.

i. Pemberian IUPK Eksplorasi dan IUPK Operasi Produksi

j. Pengevaluasian IUP Operasi Produksi yang dikeluarkan oleh pemerintah

daerah, yang telah menimbulkan kerusakan lingkungan serta tidak

menerapkan kaidah pertambangan yang baik.

k. Penetapan kebijakan produksi pemasaran, pemanfaatan dan konservasi,

l. Penetapan kebijakan kerjasama, kemitraan dan pemberdayaan masyarakat,

m. Perumusan dan penetapan peneriman negara bukan pajak dari hasil usaha

pertambangn mineral dan batubara.

146

Republik Indonesia, UU No.4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara,

Pasal 6

Kebijakan clean..., Dian Eka Rahayu Sawitri, FH UI, 2013

Page 62: UNIVERSITAS INDONESIA KEBIJAKAN CLEAN AND …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334337-T32604-Dian Eka Rahayu... · Judul Tesis : Kebijakan Clean ... TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN

n. Pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan pengelolaan pertambangan

mineral dan batubara yang dilaksanakan oleh pemerintah daerah.

o. Pembinaan dan pengawasan penyusunan peraturan daerah dibidang

pertambangan.

p. Penginventarisasian, penyelidikan dan penelitian serta eksplorasi dalam

rangka memperoleh data dan informasi mineral dan batubara sebagai bahan

penyusunan WUP dan WPN.

q. Pengelolaan informasi geologi, informasi potensi sumber daya mineral dan

batubara serta informasi pertambangan pada tingkat nasional.

r. Pembinaan dan pengawasan terhadap reklamasi dan pascatambang.

s. Penyusunan neraca sumber daua mineral dan batubara tingkat nasional.

t. Pengembangan dan peningkatan nilai tambah kegiatan usaha pertambangan.

u. Peningkatan kemampuan aparatur pemerintah, pemerintah provinsi dan

pemerintah kabupaten/kota dalam penyelenggaraan pengelolaan usaha

pertambangan.

Selanjutnya Pemerintah Provinsi mempunyai kewenangan sebagai berikut :147

a. Pembuatan peraturan perundang–undangan

b. Pemberian IUP, pembinaan, penyelesaian konflik masyarakat dan

pengawasan usaha pertambangan pada lintas wilayah kabupaten/kota dan/atau

wilayah laut 4 (empat) mil dampai dengan 12 (dua belas) mil.

c. Pemberian IUP, pembinaan, penyelesaian konflik masyarakat dan

pengawasan usaha pertambangan operasi produksi yg kegiatannya berada

pada 5.Pemberian IUP, pembinaan, penyelesaian konflik masyarakat dan

pengawasan usaha pertambangan pada lintas wilayah Kabupaten/ kota

dan/atau wilayah laut 4 (empat) mil sampai dengan12 (dua belas) mil laut.

d. Pemberian IUP, pembinaan, penyelesaian konflik masyarakat dan

pengawasan usaha pertambangan yang berdampak lingkungan langsung

lintas kabupaten/kota dan/atau wilayah laut 4 mil (empat) sampai dengan 12

(dua belas) mil.

147

Ibid, Pasal 7

Kebijakan clean..., Dian Eka Rahayu Sawitri, FH UI, 2013

Page 63: UNIVERSITAS INDONESIA KEBIJAKAN CLEAN AND …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334337-T32604-Dian Eka Rahayu... · Judul Tesis : Kebijakan Clean ... TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN

e. Penginventarisasian, penyelidikan dan penelitian serta eksplorasi dalam

rangka memperoleh data dan informasi mineral dan batubara sesuai dengan

kewenangannya.

f. Pengelolaan informasi geologi, informasi potensi sumber daya mineral dan

batubara, serta informasi pertambangan pada daera/eilayah provinsi.

g. Penyusunan neraca sumber daya mineral dan batubara pada daerah/wilayah

provinsi.

h. Pengembangan dan peningkatan nilai tambah kegiatan usaha pertambangan di

provinsi.

i. Pengembangan dan peningkatan peran serta masyarakat dalam usaha

pertambangan dengan memperhatikan kelestarian lingkungan.

j. Pengoordinasian perizinan dan pengawasan penggunaan bahan peledak di

wilayah tambang sesuai dengan kewenangannya.

k. Penyampaian informasi hasil inventarisasi, penyelidikan umum, dan

penelitian serta eksplorasi kepada Menteri dan Bupati/Walikota.

l. Pembinaan dan pengawasan terhadap reklamasi lahan pascatambang

m. Peningkatan kemampuan aparatur pemerintah provinsi dan pemerintah

kabupaten/kota dalam penyelenggaraan pengelolaan usaha pertambangan.

Selanjutnya kewenangan yang dimiliki oleh Pemerintah Kabupaten/Kota terdiri

dari :148

a. Pembuatan peraturan perundang-undangan daerah.

b. Pemberian IUP dan IPR, pembinaan, penyelesaian konflik masyarakat dan

pengawasan usaha pertambangan di wilayah kabupaten/kota dan/atau wilayah

laut sampai dengan 4 (empat) mil.

c. Pemberian IUP dan IPR, pembinaan, penyelesaian kondlik masyarakat dan

pengawasan usaha pertambangan operasi produksi yang kegiatannya berada

di wilayah kabupaten/kota dan/atau wilayah laut sampai dengan 4 (empat)

mil.

148

Ibid, Pasal 8

Kebijakan clean..., Dian Eka Rahayu Sawitri, FH UI, 2013

Page 64: UNIVERSITAS INDONESIA KEBIJAKAN CLEAN AND …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334337-T32604-Dian Eka Rahayu... · Judul Tesis : Kebijakan Clean ... TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN

d. Penginventarisasian, penyelidikan dan penelitian serta eksplorasi dalam

rangka memperoleh data dan informasi mneral dan batubara.

e. Pengelolaan informasi geologi, informasi potensi mineral dan batubara serta

informasi pertambangan pada wilayah kabupaten/kota.

f. Penyusunan neraca sumber daya mineral dan batubara pada wilayah

kabupaten/kota.

g. Pengembangan dan pemberdayaan masyarakat setempat dalam usaha

pertambangan dengan memperhatikan kelestarian lingkungan.

h. Pengembangan dan peningkatan nilai tambah dan manfaat kegiatan usaha

oertambangan secara optimal.

i. Penyampaian informasi hasil inventarisasi, penyelidikan umum dan penelitian

serta eksplorasi dan eksploitasi kepada Menteri dan Gubernur.

j. Penyampaian informasi hasil produksi, penjualan dalam negeri serta ekspor

kepada Menteri dan Gubernur

3. Perbandingan Perizinan Pertambangan Berdasarkan UU No.11 Tahun

1967 dan UU No.4 Tahun 2009

Tahun 2009 merupakan babak baru bagi pertambangan mineral dan

batubara di Indonesia dengan disahkannya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009

tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU No.4 tahun 2009) sebagai

pengganti UU No.11 Tahun 1967. Undang-undang No.4 Tahun 2009 lahir karena

materi muatan yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 tidak

sesuai dengan semangat otonomi daerah karena bersifat sentralistik. Ketentuan-

ketentuan yang terdapat dalam UU No.4 Tahun 2009 diyakini dapat

menghilangkan kelemahan dan kendala dimasa lalu, dengan kata lain bahwa UU

ini bertujuan untuk memperbaiki sistem pengelolaan pertambangan mineral dan

batubara. Berikut adalah perbandingan materi pokok dalam sistem pertambangan :

149

Tabel 3.1

149

Robert Endi Jeweng, UU No.4 tahun 2009: Perubahan Krusial, Aneka Pertanyaan

Kebijakan clean..., Dian Eka Rahayu Sawitri, FH UI, 2013

Page 65: UNIVERSITAS INDONESIA KEBIJAKAN CLEAN AND …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334337-T32604-Dian Eka Rahayu... · Judul Tesis : Kebijakan Clean ... TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN

Perbandingan UU No.11 Tahun 1967 dan UU No.4 Tahun 2009

No

UU No 11 Tahun 1967

UU No. 4 Tahun 2009

1. Prinsip hak penguasaan

Pengusaan bahan galian

diselenggarakan Negara (pasal

1)

Penguasaan mineral dan batubara oleh

pemerintah negara, diselenggarakan

oleh pemerintah dan/atau Pemda (pasal

4)

2. Penggolongan dan pengelompokan

Bahan strategis (gol. A), galian

vital (gol. B) dan galian non

strategis (gol. C) (pasal 3)

Pengelompokan usaha pertambangan

: mineral dan batubara

Penggolongan tambang mineral :

radioaktif, logam, non logam dan

batuan (pasal 34)

3. Kewenangan pengelolaan

Bahan galian strategis (A)

dan Vital (B) oleh

pemerintah

Bahan galian non strategis –

non vital oleh Pemda

I/Provinsi (pasal 4)

21 kewenangan berada di tangan

pusat

14 kewenangan berada di tangan

provinsi

12 kewenangan di kabupaten/kota

(pasal 6-8)

4. Wilayah Pertambangan

Secara terinci tidak diatur,

kecuali bahwa usaha

pertambangan tidak berlokasi

di tempat suci, kuburan,

bangunan, dll (pasal 16 ayat 3)

Wilayah pertambangan adalah bagian

dari tata ruang nasional, ditetapkan

pemerintah setelah berkoordinasi

dengan Pemda dan konsultasi dengan

DPR (pasal 10)

Wilayah pertambangan terdiri dari :

wilayah usaha pertambangan/WUP,

wilayah pertambangan rakyat/WPR,

dan wilayah pencadangan

nasional/WPN (pasal 14-33)

5. Luas Wilayah

KP penyelidikan umum

5000 Ha

KP eksplorasi maksimal

2000 Ha

KP ekspolatasi maksimal

1000 Ha

WIUP mineral logam

IUP Eksplorasi antara 5000-100.000

Ha

IUP Operasi makimal 25 Ha

WIUP mineral bukan logam

IUP eksplorasi 500-25000 Ha

Kebijakan clean..., Dian Eka Rahayu Sawitri, FH UI, 2013

Page 66: UNIVERSITAS INDONESIA KEBIJAKAN CLEAN AND …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334337-T32604-Dian Eka Rahayu... · Judul Tesis : Kebijakan Clean ... TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN

IUP OP paling banyak 5000 Ha

WIUP Batuan

IUP eksplorasi 5 -5.000 Ha

IUP OP maksimal 1.000 Ha

WIUP Batubara

IUP eksplorasi 5.000 -15.000 Ha

IUP OP maksimal 15.000 Ha

6. Legalitas Usaha

Rezim Kontrak berupa :

(pasal 10, 15)

Kontrak karya

Kuasa Pertambangan

Surat izin pertambangan

daerah

Surat izin pertambangan

rakyat

Rezim Perizinan berupa : (pasal 35)

Izin usaha pertambangan/IUP

Izin usaha pertambangan rakyat/IPR

Izin pertambangan khusus/IUPK

7. Tahapan Usaha

Ada 6 tahapan : (pasal 14)

Penyelidikan umum

Eksplorasi

Ekspoitasi

Pengelolaan dan pemurnian

Pengakutan

Penjualan

Ada 2 tahapan : (pasal 36)

Ekspolorasi meliputi, penyelidikan

umum, eksplorasi dan studi

kelayakan

Operasi produksi meliputi,

penambangan, kontruksi,

pengolalahan dan pemurnian,

pengangkutan dan penjualan

8. Klasifikasi Investor dan Jenis Legalitas Usaha

Investor domestic (PMDN)

berupa KP, SIPD, PKP2B

Investor asing (PMA)

berupa : KK dan PKP2B

IUP bagi badan usaha

(PMA/PMDN), koperasi

perseorangan (pasal 38)

IPR bagi penduduk lokal, koperasi

(pasal 67)

IUPK bagi badan usaha berbadan

hukum Indonesia dengan prioritas

bagi BUMN/BUMD dengan

prioritas bagi BUMN/BUMD (pasal

73)

9. Kewajiban Pelaku Usaha

Kewajiban keuangan bagi

Negara

6) KP sesuai aturan berlaku

: iuran tetap dan royalty

Kewajiban keuangan bagi Negara :

pajak dan PNBP, Tambahan untuk

IUPK : pembayaran 10%

keuntungan bersih

Kebijakan clean..., Dian Eka Rahayu Sawitri, FH UI, 2013

Page 67: UNIVERSITAS INDONESIA KEBIJAKAN CLEAN AND …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334337-T32604-Dian Eka Rahayu... · Judul Tesis : Kebijakan Clean ... TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN

(merujuk PP No.45/2003

tentang PNBP DESDM)

7) KK/PKP2B sesuai

kontrak, yakni KK, iuran

tetap dan royalty,

PKP2B, iuran tetap dan

DHPB (merujuk Keppres

No.75/1996 tentang

Ketentuan PKP2B)

Minimalnya bahkan tak

diaturnya kewajiban soal

lingkungan, kemitraan

dengan pelaku usaha local,

pemanfaatan tenaga kerja

setempat, program

pengembangan masyarakat

Pemeliharaan lingkungan :

konservasi, reklamasi (pasal 96-100)

Kepentingan nasional : pengolahan

dan pemurnian di dalam negeri

(pasal 103-104)

Pemanfaatan tenaga kerja setempat,

partisipasi pengusaha local pada

tahap produksi, program

pengembangan masyarakat (pasal

106-108)

Penggunaan perusahaan jasa

pertambangan local dan/atau

nasional (pasal 139-142)

10. Persyaratan izin

Berdasarkan PP 32 Tahun 1969

(pasal 13) permintaan kuasa

pertambangan diajukan sesuai

dengan bentuk yang

ditetapkan oleh Menteri

dengan ketentuan sebagai

berikut:

a. Untuk satu wilayah kuasa

pertambangan harus

diajukan satu permintaan

tersendiri .

b. Lapangan-lapangan yang

terpisah tidak dapat diminta

sebagai satu wilayah kuasa

pertambangan

1. Pemberian WIUP diatur pasal 7

hurup a terdiri atas:

WUP radiokatif

WIUP mineral logam

WIUP batu bara

WIUP batuan

2. WIUP radioaktif diperoleh sesuai

dengan ketentuan peraturan

perundangan-undangan.

3. WIUP mineral logam dan batubara

diperoleh dengan cara lelang

4. WIUP mineral bukan logam dan

batuan dengan cara mengajukan

permohonan wilayah

11. Pembinaan dan pengawasan

Pengawasan terpusat di tangan

pemerintah atas pemegang

KK, KP, PKP2B

Pusat terhadap Provinsi dan

Kabupaten/Kota terkait

penyelenggaraan pengellaan

pertambangan dilakukan oleh pusat

Pusat, Provinsi, Kabupaten/Kota

sesuai kewenangan terhadap

pemegang IUP dilakukan

Kabupaten/Kota terhadap IPR (pasal

139-142)

Kebijakan clean..., Dian Eka Rahayu Sawitri, FH UI, 2013

Page 68: UNIVERSITAS INDONESIA KEBIJAKAN CLEAN AND …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334337-T32604-Dian Eka Rahayu... · Judul Tesis : Kebijakan Clean ... TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN

12. Ketentuan peralihan (terkait status hukum investasi existing)

Semua hak pertambangan dan

KP perusahaan negara, swasta,

badan lain atau perseorangan

berdasarkan peraturan yang

ada sebelum saat berlakunya

UU Ini tetap dijalankan

sampai dengan masa

berlakunya, kecuali ada

penetapan lain menurut PP

yang dikeluarkan berdasarkan

UU ini (pasal 35)

Pada saat UU ini berlaku maka :

KK dan PKP2B yang telah ada

sebelum berlakunya UU ini tetap

diberlakukan sampai jangka waktu

berakhirnya kontrak/perjanjian

Ketentuan yang tercantum dalam

pasal KK dan PKP2B dimaksud

disesuaikan selambat-lambatnya 1

tahun sejak UU ini diundangkan,

kecuali mengenai penerimaan negara

UU No.4 tahun 2009 diharapkan dapat melakukan pengembangan sektor

pertambangan secara inheren dengan perhatian yang serius terhadap elemen-

elemen dasar praktek pembangunan berkelanjutan yaitu economic sustainability,

social sustainability, enviroment sustainability.150

Pokok-pokok pikiran yang

terkandung dalam UU No.4 tahun 2009 adalah sebagai berikut:151

1. Mineral dan batubara sebagai sumber daya yang tak terbarukan dikuasai oleh

Negara dan pengembangan serta pendayagunaannya dilaksanakan oleh

Pemerintah dan pemerintah daerah bersama dengan pelaku usaha.

2. Pemerintah selanjutnya memberikan kesempatan kepada badan usaha yang

berbadan hukum Indonesia, koperasi, perseorangan, maupun masyarakat

setempat untuk melakukan pengusahaan mineral dan batubara berdasarkan

izin, yang sejalan dengan otonomi daerah, diberikan oleh Pemerintah dan/atau

pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya masing-masing.

3. Dalam rangka penyelenggaraan desentralisasi dan otonomi daerah,

pengelolaan pertambangan mineral dan batubara dilaksanakan berdasarkan

prinsip eksternalitas, akuntabilitas, dan efisiensi yang melibatkan pemerintah

dan pemerintah daerah.

150

Pandangan Pemerintah atas Rancangan Undang-Undang Pertambangan Mineral dan Batubara

dalam Rapat Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, tanggal 16 Desember 2008. 151

Republik Indonesia, Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara,

Lembaran Negara Tahun 2009 Nomor 4, Tambahan Lembaran Negara Tahun 2009 Nomor 4959,

Penjelasan Umum.

Kebijakan clean..., Dian Eka Rahayu Sawitri, FH UI, 2013

Page 69: UNIVERSITAS INDONESIA KEBIJAKAN CLEAN AND …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334337-T32604-Dian Eka Rahayu... · Judul Tesis : Kebijakan Clean ... TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN

4. Usaha pertambangan harus memberi manfaat ekonomi dan sosial yang

sebesar-besar bagi kesejahteraan rakyat Indonesia.

5. Usaha pertambangan harus dapat mempercepat pengembangan wilayah dan

mendorong kegiatan ekonomi masyarakat/pengusaha kecil dan menengah

serta mendorong tumbuhnya industri penunjang pertambangan.

6. Dalam rangka terciptanya pembangunan berkelanjutan, kegiatan usaha

pertambangan harus dilaksanakan dengan memperhatikan prinsip lingkungan

hidup, transparansi, dan partisipasi masyarakat.

UU No.4 tahun 2009 telah memberi penguatan kepada hak penguasaan

oleh Negara. Penguatan itu dimulai dengan perubahan rezim kontrak menjadi

rezim perizinan. Dalam rezim kontrak posisi pemerintah mendua, yaitu sebagai

regulator sekaligus pihak yang melaksanakan kontrak. Kedudukan pemerintah dan

pengusaha sejajar, hal ini tentunya menjatuhkan kredebilitas pemerintah karena

tidak dapat bertindak tegas selaku regulator, segala sesuatunya dapat dinegosiasi

(berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak). Perbandingan antara kedua rezim

tersebut selanjutnya akan dipaparkan dalam tabel di bawah ini.152

Tabel 3.2

Perbandingan Rezim Perizinan dan Rezim Kontrak

Subjek Perizinan

Kontrak/Perjanjian

Hubungan hukum Bersifat publik,

instrument hukum

administrasi negara

Bersifat perdata

Penerapan hukum Oleh pemerintah Oleh kedua belah pihak

Pilihan hukum Tidak berlaku pilihan

hukum

Berlaku pilihan hukum

Akibat hukum Sepihak Kesepakatan kedua belah

pihak

Penyelesaian sengketa PTUN Arbiterase

152

Robert Endi Jeweng, Op.Cit

Kebijakan clean..., Dian Eka Rahayu Sawitri, FH UI, 2013

Page 70: UNIVERSITAS INDONESIA KEBIJAKAN CLEAN AND …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334337-T32604-Dian Eka Rahayu... · Judul Tesis : Kebijakan Clean ... TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN

Kapastian hukum Lebih terjamin Kesepakatan dua pihak

Hak dan kewajiban Hak/kewajiban

pemerintah lebih besar

Hak/kewajiban relatif

setara antar pihak

Sumber hukum Peraturan perundang-

undangan

Kontrak/perjanjian

Dengan beralihnya rezim kontrak/perjanjian menjadi rezim perizinan maka telah

menempatkan pemerintah sebagai pihak yang superior. Posisi pemerintah tidak

lagi mendua, ia hanya memainkan peran sebagai regulator. Pemerintah berwenang

melakukan kontrol atas aktivitas pertambangan mulai tahap eksplorasi, produksi

hingga penjualan.

B. Implementasi Perizinan Pertambangan Mineral dan Batubara

Berdasarkan UU No.4 Tahun 2009

UU No.4 tahun 2009 mengamanatkan sejumlah ketentuan strategis untuk

diatur lebih rinci dalam peraturan pelaksana, namun sebelum terbitnya peraturan

pemerintah sebagai pelaksana UU No. 4 Tahun 2009 Menteri Energi dan Sumber

Daya Mineral maka pemerintah melalui Direktur Jenderal Meneral, Batubara dan

Panas Bumi mengeluarkan Surat Edaran Nomor 03E/31/DJB/2009 tentang

Perizinan Pertambangan Mineral dan Batubara Sebelum Terbitnya Peraturan

Pemerintah Sebagai Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009. Surat

Edaran ini ditetapkan di Jakarta pada tanggal 30 Januari 2009.153

Surat Edaran tersebut menghimbau Gubernur dan Bupati/Walikota di

seluruh Indonesia agar memperhatikan hal-hal sebagai berikut :154

1. Kuasa Pertambangan (KP) yang telah ada sebelum berlakunya UU No.4

Tahun 2009, termasuk peningkatan tahapan kegiatannya tetap diberlakukan

153

http://www.tambangnews.com/regulasi/surat-edaran/69-se-dirjen-minerba-dan-panas-bumi-

nomor-03e31djb2009.html diunduh tanggal 5 November 2012. 154

Kementerian Energi Sumber Daya Mineral, Surat Edaran Nomor 03E/31/DJB/2009 tentang

Perizinan Pertambangan Mineral dan Batubara Sebelum Terbitnya Peraturan Pemerintah Sebagai

Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009.

Kebijakan clean..., Dian Eka Rahayu Sawitri, FH UI, 2013

Page 71: UNIVERSITAS INDONESIA KEBIJAKAN CLEAN AND …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334337-T32604-Dian Eka Rahayu... · Judul Tesis : Kebijakan Clean ... TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN

sampai jangka waktu berakhirnya KP dan wajib disesuaikan menjadi IUP

(Izin Usaha Pertambangan) berdasarkan UU No.4 Tahun 2009 paling lambat

1 (satu) tahun sejak berlakunya UU No.4 Tahun 2009

2. Menghentikan sementara penerbitan Izin Usaha Pertambangan (IUP) baru

sampai dengan diterbitkannya Peraturan Pemerintah sebagai pelaksana UU

No.4 Tahun 2009

3. Berkoordinasi dengan Direktorat Jenderal Mineral, Batubara, dan Panas Bumi

atas semua permohonan peningkatan tahap kegiatan Kuasa Pertambangan

termasuk perpanjangannya untuk diproses sesuai dengan UU No.4 Tahun

2009

4. Menyampaikan kepada Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral melalui

Direktorat Jenderal Mineral, Batubara dan Panas Bumi semua permohonan

Kuasa Pertambangan yang telah diajukan, dan telah mendapat persetujuan

pencadangan wilayah sebelum berlakunya UU No.4 Tahun 2009, untuk

dievaluasi dan diverifikasi dalam rangka mempersiapkan Wilayah Izin Usaha

Pertambangan (WIUP) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan di bidang tata ruang nasional, paling lama 1 (satu) bulan sejak surat

ini diterbitkan.

5. Memberitahukan kepada para pemegang KP yang telah melakukan tahapan

kegiatan eksplorasi atau eksploitasi paling lambat 6 (enam) bulan sejak

berlakunya UU No.4 Tahun 2009 harus menyampaikan rencana kegiatan

pada seluruh wilayah KP sampai dengan jangka waktu berakhirnya KP untuk

mendapatkan persetujuan pemberi Izin KP, dengan tembusan kepada Direktur

Jenderal Mineral, Batubara dan Panas Bumi

6. Surat Keputusan Kuasa Pertambangan yang diterbitkan Menteri, Gubernur,

Bupati/Walikota setelah tanggal 12 Januari 2009 dinyatakan batal dan tidak

berlaku

7. Direktorat Jenderal Mineral, Batubara, dan Panas Bumi akan mengeluarkan

format penerbitan IUP Eksplorasi dan IUP Operasi Produksi

8. Permohonan baru Surat Izin Pertambangan Daerah bahan galian golongan C

termasuk perpanjangannya yang diajukan sebelum berlakunya UU No.4 tahun

Kebijakan clean..., Dian Eka Rahayu Sawitri, FH UI, 2013

Page 72: UNIVERSITAS INDONESIA KEBIJAKAN CLEAN AND …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334337-T32604-Dian Eka Rahayu... · Judul Tesis : Kebijakan Clean ... TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN

2009 2009, tetap diproses menjadi IUP sesuai dengan UU No.4 tahun 2009

setelah berkoordinasi dengan Gubernur.

Selain menghimbau Gubernur, Bupati/Walikota, dalam surat edaran ini juga

dinyatakan bahwa permohonan Kontrak Karya (KK) dan Perjanjian Karya

Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) harus membentuk Badan Hukum

Indonesia paling lambat 6 (enam) bulan sejak berlakunya UU No.4 tahun 2009.155

Ketentuan ini adalah sebagai bahan pertimbangan dalam proses penerbitan IUP.156

Keberadaan Surat Edaran di atas ternyata menimbulkan kesimpangsiuran

pemahaman di daerah, atas kesimpangsiuran yang terjadi maka Direktorat

Jenderal Energi Mineral dan Batubara pada tanggal 24 Maret 2009 kembali

mengeluarkan Surat Nomor 1053/30/DJB/2009 yang ditujukan kepada Gubernur

dan Bupati/Walikota di seluruh Indonesia. Dalam surat tersebut dinyatakan hal-

hal sebagai berikut :157

1. Kuasa Pertambangan (KP) yang masih berlaku wajib disesuaikan menjadi

Izin Usaha Pertambangan (IUP) dengan mengacu kepada UU No.4 tahun

2009 dan menggunakan format IUP terlampir.

2. Untuk peningkatan atau perpanjangan Kuasa Pertambangan (KP)

dikoordinasikan kepada Direktur Jenderal Mineral dan Batubara dan Panas

Bumi serta dapat diproses lebih lanjut dengan mengacu kepada UU no.4

Tahun 2009 dan menggunakan format IUP terlampir.

3. Permohonan KP yang telah diterima sebelum diberlakukannya UU No.4

Tahun 2009 tanggal 12 Januari 2009 dan telah mendapatkan pencadangan

wilayah dapat diproses lebih lanjut dengan mengacu kepada UU No.4 Tahun

2009 tanpa melalui lelang dengan menggunakan format IUP terlampir.

4. Permohonan Kontrak Karya dan/atau Perjanjian Karya pengusahaan

pertambangan Batubara sebagaimana dimaksud dalam pasal 172 UU No.4

Tahun 2009 dan telah mendapatkan persetujuan prinsip harus membentuk

155

Ibid 156

Ibid 157

http://www.tambangnews.com/images/data/surat1053.PDF

Kebijakan clean..., Dian Eka Rahayu Sawitri, FH UI, 2013

Page 73: UNIVERSITAS INDONESIA KEBIJAKAN CLEAN AND …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334337-T32604-Dian Eka Rahayu... · Judul Tesis : Kebijakan Clean ... TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN

Badan hukum Indonesia serta dapat diproses lebih lanjut tanpa melalui lelang

dengan menggunkan format IUP terlampir.

5. Dalam hal pembentukan Badan Hukum Indonesia dan persetujuan

penanaman modal, agar dikoordinasikan dengan Kementerian Hukum dan

HAM serta Badan Penanaman Modal (BKPM) setelah mendapatkan

rekomendasi dari Dirjen Minerba dan Panas Bumi

Dengan adanya Surat No. 1053/30/DJB/2009 maka, pertama, legalitas

usaha pertambangan harus segera disesuaikan dengan bentuk perizinan. Kedua,

kegiatan pertambangan yang ada saat ini adalah berdasarkan izin tambang yang

telah terbit sebelum ada UU No.4 tahun 2009, peningkatan maupun perpanjangan

izin harus disesuaikan dengan ketentuan dalam UU No.4 Tahun 2009. Ketiga,

Permohonan penerbitan IUP yang diajukan sebelum 12 Januari 2009 dapat

diproses sesuai dengan ketentuan UU No.4 Tahun 2009. Keempat, pemohon KK

dan/atau PKP2B harus berbentuk badan Hukum Indonesia.

Penantian terhadap peraturan pelaksana dari UU No.4 tahun 2009 yang

menjadi acuan kegiatan pertambangan mineral dan batubara akhirnya terjawab

secara bertahap sejak tahun 2010. Berikut adalah daftar beberapa peraturan

pelaksana yang telah diterbitkan, yaitu :

1. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2010 tentang Wilayah Pertambangan.

2. Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan

Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara.

3. Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2010 tentang Pembinaan dan

Pengawasan Penyelenggaraan Pengelolaan Pertambangan Mineral dan

Batubara.

4. Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2010 tentang Reklamasi dan

Pascatambang.

5. Peraturan Menteri ESDM No.14 Tahun 2011 tentang Pelimpahan Sebagian

Urusan Pemerintahan Di Bidang Energi Dan Sumber Daya Mineral Kepada

Gubernur Sebagai Wakil Pemerintah Dalam Rangka Penyelenggaraan

Dekonsentrasi Tahun Anggaran 2011

Kebijakan clean..., Dian Eka Rahayu Sawitri, FH UI, 2013

Page 74: UNIVERSITAS INDONESIA KEBIJAKAN CLEAN AND …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334337-T32604-Dian Eka Rahayu... · Judul Tesis : Kebijakan Clean ... TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN

6. Peraturan Menteri ESDM No.12 Tahun 2011 tentang Tata cara Penetapan

Wilayah Usaha Pertambangan Dan Sistem Informasi Wilayah Pertambangan

Mineral Dan Batubara.

7. Peraturan Menteri ESDM No.12 Tahun 2011 tentang Tim Evaluasi Untuk

Penyesuaian Kontrak Karya dan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan

Batubara

8. Peraturan Menteri ESDM No.11 Tahun 2012 tentang Perubahan Atas

Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 07 Tahun 2012

Tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral Melalui Kegiatan Pengolahan

Dan Pemurnian Mineral

9. Peraturan Menteri ESDM No.07 Tahun 2012 tentang Peningkatan Nilai

Tambah Mineral Melalui Kegiatan pengolahan Dan Pemurnian Mineral

10. Peraturan Dirjen Mineral dan Batubara No.574.K/30/DJB/2012 tentang

Ketentuan Tata Cara dan Persyaratan Rekomendasi Ekspor Produk

Pertambangan

Belum adanya rekomendasi dari DPR-RI sebagai pelaksanaan Pasal 9

ayat 2 UU No.4 Tahun 2009 membuat pemerintah melalui Kementerian Energi

Sumber Daya Mineral cq Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara menerbitkan

Surat Edaran Nomor 08.E/30/DJB/2012 tentang Penghentian Sementara Penerbitan

IUP Baru Sampai Ditetapkannya Wilayah Pertambangan. Surat Edaran tersebut

diterbitkan pada tanggal 6 Maret 2012 dan ditujukan kepada Gubernur dan Bupati/

Walikota di seluruh Indonesia. Dengan terbitnya Surat Edaran tersebut maka

Gubernur dan Bupati/Walikota di seluruh Indonesia diminta untuk menghentikan

sementara penerbitan IUP baru sampai ditetapkannya WP.

Surat tersebut merupakan pedoman bagi Dinas Pertambangan Provinsi

dan Kabupaten/Kota di seluruh Indonesia untuk melaksanakan moratorium

(penghentian sementara) IUP. Bagi kepala daerah yang melanggar akan ada sanksi

Kebijakan clean..., Dian Eka Rahayu Sawitri, FH UI, 2013

Page 75: UNIVERSITAS INDONESIA KEBIJAKAN CLEAN AND …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334337-T32604-Dian Eka Rahayu... · Judul Tesis : Kebijakan Clean ... TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN

tegas yang dijatuhkan, bahkan dapat dipidana.158

Sedangkan bagi perusahaan yang

melanggar maka semua izin usahanya akan dicabut oleh Kementerian ESDM.159

Moratorium dalam praktek dibeberapa daerah kadangkala “diakali”,

tanggal permohonan izin tambang dibuat mundur (backdate) seolah-olah

permohonan IUP diajukan sebelum tanggal 12 Maret 2009.160

Hal ini bertujuan

agar permohonan izin tambang dapat diproses segera tanpa harus melalui lelang.

Moratorium juga tidak sepenuhnya dilaksanakan oleh daerah, misalnya oleh

Provinsi Nangroe Aceh (Aceh). Aceh memiliki alasan untuk tidak melaksanakan

moratorium karena keistimewaan dan kekhususan yang diberikan oleh Undang-

Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (UUPA). 161

Kekhususan pengaturan yang terdapat dalam UUPA antara lain adalah sebagai

berikut :

1. Kewenangan Khusus162

2. Lembaga di Daerah163

3. Gubernur Aceh164

4. Dewan Perwakilan Rakyat Aceh/Kabupaten/Kota (DPRA/K)165

5. Partai Politik Lokal166

6. Lembaga Wali Nanggroe167

7. Pengakuan terhadap Lembaga Adat168

158

“ Keluarkan Izin, Kepala Daerah Dipidana”, http://www.jambi-

independent.co.id/jio/index.php?option=com_content&view=article&id=15189:keluarkan-izin-

kepala-daerah-dipidana&catid=25:nasional&Itemid=29 159

Ibid 160

Hasil diskusi Pusat kajian Hukum Administrasi Negara - Lembaga Administrasi Negara

dengan Dinas Pertambangan Provinsi dan Kabupaten Di Sulawesi Tengah, Nusa Tenggara Barat,

Kalimantan Timur pada acara Foccus Group Disccusion Studi Kebijakan Perizinan Pertambangan

Mineral dan Batubara, April – Juni 2012 161

Hasil diskusi pusat Kajian Hukum Administrasi Negara - Lembaga Administrasi Negara

dengan Dinas Pertambangan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam pada acara Foccus Group

Disccusion Studi Kebijakan Perizinan Pertambangan Mineral dan Batubara, Juni 2012 162

Republik Indonesia, Undang-undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh,

Lembaran Negara Tahun 2006 No.62, Tambahan Lembaran Negara Tahun 2006 Nomor 4633,

Bagian 163

Ibid, Bagian 164

Ibid, Bagian 165

Ibid, Bab VII 166

Ibid, Bab XI 167

Ibid, Bab XII 168

Ibid, Bab XIII

Kebijakan clean..., Dian Eka Rahayu Sawitri, FH UI, 2013

Page 76: UNIVERSITAS INDONESIA KEBIJAKAN CLEAN AND …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334337-T32604-Dian Eka Rahayu... · Judul Tesis : Kebijakan Clean ... TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN

8. Syari’at Islam169

9. Mahkamah Sya’iyah170

10. Pengadilan HAM di Aceh171

11. Komisi kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) di Aceh172

12. Pengelolaan Sumber Daya Alam173

13. Keuangan174

14. Pertanahan.

Pasal 156 UUPA menyatakan bahwa Pemerintah Aceh dan pemerintah

kabupaten/kota berwenang untuk mengelola sumber daya alam yang meliputi

bidang pertambangan mineral dan batubara serta panas bumi.175

Dengan demikian

permohonan izin yang diajukan setelah tanggal 12 Januari 2009 tetap dapat

diproses untu diterbitkan IUP nya. Mencermati lebih lanjut ketentuan dalam

UUPA sesungguhnya Pemerintah Aceh dan pemerintah kabupaten/kota dalam

memberikan IUP tetap harus berdasarkan kepada norma, standar, dan prosedur

yang berlaku nasional.176

169

Ibid, Bab XVII 170

Ibid, Bab XVIII 171

Ibid, Bagian 172

Ibid, Bagian 173

Ibid, Bagian , Bab XXII Bagian Ketiga.. 174

Ibid, Bagian 175

Ibid, Pasal 156 ayat 1 dan 3. 176

Undang-Undang Pemerintahan Aceh, loc.cit, Pasal 165 ayat 3

Kebijakan clean..., Dian Eka Rahayu Sawitri, FH UI, 2013

Page 77: UNIVERSITAS INDONESIA KEBIJAKAN CLEAN AND …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334337-T32604-Dian Eka Rahayu... · Judul Tesis : Kebijakan Clean ... TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN

BAB IV

KEBIJAKAN CLEAN AND CLEAR DALAM RANGKA MENATA

IZIN USAHA PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA

A. Rekonsiliasi Izin Usaha Pertambangan

Dukungan terhadap implementasi sistem perizinan pertambangan

berdasarkan UU No.4 Tahun 2009 harus dimulai dari penyesuaian legalitas usaha

pertambangan. Penyesuaian legalitas usaha pertambangan telah diamanatkan

dalam Surat Edaran Nomor 03E/31/DJB/2009 tentang Perizinan Pertambangan

Mineral dan Batubara Sebelum Terbitnya Peraturan Pemerintah Sebagai

Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 dan Pasal 112 ayat 4 Peraturan

Pemerintah No.23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan

Batubara. Pasal 112 ayat 4 menyatakan bahwa Kuasa Pertambangan, Surat Izin

Pertambangan Daerah, dan Surat Izin Pertambangan Rakyat wajib

disesuaikan menjadi IUP atau IPR.

Penyesuaian legalitas usaha pertambangan dilaksanakan dalam kegiatan

Rekonsiliasi Nasional Data Izin Usaha Pertambangan. Grand design Rekonsiliasi

Nasional Data Izin Usaha Pertambangan adalah untuk menyiapkan database

Nasional IUP (sistem informasi IUP Nasional) sekaligus sebagai upaya menata

izin usaha pertambangan.177

Keberadaan database nasional IUP menjadi sangat penting dan akan

bermanfaat bagi :178

1. Dasar hukum dalam pelaksanaan kegiatan pertambangan

2. Bahan koordinasi dengan instansi lain dalam penentuan tata ruang sehingga

dapat mengetahui tumpang tindih antara daerah, tumpang tindih antar sektor,

dan tumpang tindih antar pemegang IUP.

177

Ibid 178

Nelyati Siregar, Proses dan Verifikasi izin Usaha Pertambangan (IUP) Clean and Clear

(CNC), Bahan Paparan Direktorat Pembinaan Pengusahaan Batubara Kementerian Energi Sumber

Daya Mineral, Jakarta, 11 Oktober 2011, hal.5.

Kebijakan clean..., Dian Eka Rahayu Sawitri, FH UI, 2013

Page 78: UNIVERSITAS INDONESIA KEBIJAKAN CLEAN AND …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334337-T32604-Dian Eka Rahayu... · Judul Tesis : Kebijakan Clean ... TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN

3. Optimalisasi penerimaan negara bukan pajak (iuran tetap, royalti, penjualan

hasil tambang) dari IUP.

4. Peluang untuk peningkatan nilai tambah mineral dan batubara.

5. Mengetahui produksi nasional mineral dan batubara.

6. Dasar penentuan pemenuhan kebutuhan domestik (DMO).

7. Peningkatan kontribusi usaha jasa pertambangan nasional.

8. Peningkatan kebutuhan sumber daya manusia.

9. Pengelolaan lingkungan yang optimal.

Penyesuaian KP/SIPD/SIPR menjadi IUP atau IPR dibuktikan dengan

diterbitkannya Surat Keputusan (SK) Izin Usaha Pertambangan sebagai pengganti

Surat keputusan (SK) Kuasa Pertambangan. Syarat yang diperlukan dalam

penyesuaian KP menjadi IUP adalah sebagai berikut :

1. Surat pengantar dari Gubernur/Bupati/Walikota kepada Dirjen Minerba

dengan menyebutkan perusahaan pemegang Ketentuan Pokok

2. Photocopy laporan rencana kegiatan KP (PU, Eksplorasi dan Eksploitasi)

3. Photocopy SK KP dari Gubernur, Bupati, Walikota (yang lama) lengkap

dengan lampiran peta beserta koordinatnya

4. Bukti pemenuhan kewajiban keuangan.

Sedangkan untuk peningkatan KP PU menjadi KP Eksplorasi memerlukan syarat-

syarat sebagai berikut :

1. Surat pengantar dari Gubernur/Bupati/Walikota kepada Dirjen Minerba

dengan menyebutkan perusahaan pemegang KP serta jenis permohonan

peningkatan tahap kegiatan

2. Surat permohonan peningkatan

3. SK KP dari Gubernur/Bupati/Walikota lengkap dengan lampiran peta wilayah

dan batas koordinat

4. Photocopy bukti pemenuhan kewajiban keuangan dan pelaporan

5. Surat persetujuan laporan akhir tahap kegiatan KP (PU atau Eksplorasi)

6. Surat persetujuan laporan FS (untuk KP Eksplorasi ke IUP Operasi Produksi)

Kebijakan clean..., Dian Eka Rahayu Sawitri, FH UI, 2013

Page 79: UNIVERSITAS INDONESIA KEBIJAKAN CLEAN AND …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334337-T32604-Dian Eka Rahayu... · Judul Tesis : Kebijakan Clean ... TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN

7. Surat persetujuan AMDAL/UKL/UPL (untuk KP Eksplorasi ke IUP Operasi

Produksi)

8. Berkas persyaratan administrasi, finansial, teknis dan lingkungan

Untuk permohonan IUP baru yang diterima sebelum 12 Januari 2009 dan telah

mendapatkan pencadangan wilayah harus menyertakan :

1. Surat pengantar dari Gubernur/Bupati/Walikota kepada Dirjen Minerba

dengan menyebutkan perusahaan pemohon serta jenis permohonan KP,

PKP2B, KK, SIPD

2. Surat permohonan dengan berkas permohonan pencadangan

3. Surat pencadangan wilayah, peta wilayah dan batas koordinat,

4. Bukti pemenuhan kewajiban keuangan (penempatan jaminan kesungguhan).

5. Berkas persyaratan administrasi, finansial, teknis dan lingkungan.

B. Evaluasi Izin Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara

Banyaknya pertanyaan yang diajukan kepada Kementerian ESDM terkait

status wilayah izin usaha pertambangan yang tumpang tindih melatarbelakangi

pemerintah untuk segera melakukan evaluasi terhadap izin pertambangan yang

telah diterbitkan.179

Evaluasi tersebut mempunyai peran penting bagi optimalisasi

target-target pemerintah dalam penerimaan negara, pengelolaan lingkungan,

peningkatan nilai tambah, usaha jasa, tenaga kerja, dan lain-lain.

Langkah untuk melakukan evaluasi terhadap izin tambang digabung

menjadi satu dalam kegiatan Rekonsiliasi Nasional Data IUP. Dalam rekonsiliasi

kegiatan yang dilakukan tidak sekedar menginventarisir data KP/SIPD/SIPR

menjadi IUP atau IPR, tetapi juga dilakukan verifikasi dan klasifikasi dari IUP

tersebut.180

Verifikasi dan klasifikasi dilakukan setelah inventarisasi data IUP

selesai dilakukan.

179

Yudishtira Ikhsan Pramana, Kebijakan Clean and Clear Dalam Rekonsiliasi Izin Usaha

Pertambangan Mineral dan Batubara 180

Ibid, hal.3

Kebijakan clean..., Dian Eka Rahayu Sawitri, FH UI, 2013

Page 80: UNIVERSITAS INDONESIA KEBIJAKAN CLEAN AND …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334337-T32604-Dian Eka Rahayu... · Judul Tesis : Kebijakan Clean ... TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN

Verifikasi dimaksudkan untuk “mensterilkan” izin usaha pertambangan

dari masalah tumpang tindih sama komoditi, tumpang tindih beda komoditi,

tumpang tindih batas administrasi, koordinat/peta, masalah administrasi dan

dokumen serta masalah penyesuaian bentuk izin. Dalam melaksanakan verifikasi

Kementerian ESDM berkoordinasi dengan Kementerian Dalam Negeri dan Badan

Informasi Geospasial. Masing-masing instansi tersebut mempunyai tugas sebagai

berikut :181

c. Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara

Mengidentifikasi tumpang tindih IUP yang disebabkan permasalahan batas

administrasi/ perbedaan penggunaan peta dasar.

d) Kementerian Dalam Negeri

Mengevaluasi batas administrasi yang telah ditegaskan melalui Permendagri

maupun yang belum ditegaskan.

e) Badan Informasi Geospasial

Mengevaluasi penggunaan peta dasar yang dijadikan acuan oleh Pemda dalam

menyusun Peta wilayah IUP

Output dari verifikasi adalah klasifikasi IUP Clean and Clear (CNC). Setiap IUP

yang telah mendapat status CNC berarti telah dinyatakan tidak bermasalah oleh

kementerian ESDM. Dengan demikian kebijakan CNC dapat dikatakan sebagai

upaya pemerintah dalam menata IUP.

Pemerintah Provinsi, Kabupaten/Kota dapat mengajukan setiap IUP

untuk mendapatkan status CNC dengan melengkapi dokumen pendukung.182

Secara prosedural, tidak ada aturan baku untuk klasifikasi IUP CNC.183

Berdasarkan proses yang sudah dilakukan sebelumnya, kriteria yang harus

dipenuhi agar IUP mendapatkan status CNC adalah sebagai berikut :184

c. IUP diterbitkan sebelum tanggal 1 Mei 2010;

d. WIUP tidak tumpang tindih dengan WIUP lainnya yang sama komoditi;

181

Nelyati Siregar, Op.Cit 182

Ibid 183

Muhammad Husni dan Muhammad Dasori, Analisis Kebijakan Clean and Clear Sebagai

Upaya Menata Izin Tambang 184

Ibid

Kebijakan clean..., Dian Eka Rahayu Sawitri, FH UI, 2013

Page 81: UNIVERSITAS INDONESIA KEBIJAKAN CLEAN AND …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334337-T32604-Dian Eka Rahayu... · Judul Tesis : Kebijakan Clean ... TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN

e. Apabila terdapat tumpang tindih antar WIUP dengan beda komoditi, maka

harus ada dokumen yang menyatakan tidak berkeberatan oleh pemilik IUP

yang telah terbit sebelumnya;

f. Penerbitan IUP tidak tumpang tindih kewenangan (bagi IUP yang wilayahnya

lintas administrasi);

g. WIUP telah teregister pada Ditjen Minerba dan koordinat batas WIUP sesuai

dengan peta yang tercantum dalam SK izin;

h. Kronologi penerbitan IUP yang dinyatakan dengan kelengkapan dokumen;

i. Izin lama (KP/SIPD/SIPR) sudah disesuaikan menjadi IUP.

Untuk lebih jelas melihat hubungan tahap inventarisasi, verifikasi dan

klasifikasi dalam kegiatan Rekonsiliasi Nasional, maka akan diuraikan dalam

gambar sebagai berikut. 185

Gambar 4.1

Design Rekonsiliasi Nasional

185

Ibid

Rekonsiliasi Nasional

Data IUP

Clean and Clear :

Tidak bermasalah secara administrasi

Tidak ada tumpang tindih

Verifikasi dan Klasifikasi

data IUP Nasional

berdasarkan dokumen yang

disampaikan

Diperoleh data IUP

secara Nasional

Non Clean and Clear :

Bermasalah secara administrasi

Tumpang tindih

Wilayah Izin Usaha Pertambangan

Wilayah Usaha Pertambangan

Kebijakan clean..., Dian Eka Rahayu Sawitri, FH UI, 2013

Page 82: UNIVERSITAS INDONESIA KEBIJAKAN CLEAN AND …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334337-T32604-Dian Eka Rahayu... · Judul Tesis : Kebijakan Clean ... TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN

Pelaksanaan verifikasi dan klasifikasi IUP dilakukan dalam tiga tahap,

yaitu pengajuan, evaluasi dan persetujuan.186

Alur kerja yang dilakukan pada

proses pengajuan adalah sebagai berikut :187

1. Dinas atau Pengusaha mengirimkan berkas kepada Ditjen Minerba.

2. Ditjen Minerba mendisposisikan berkas pengajuan kepada Eselon II/Direktur

terkait.

3. Direktur mendisposisikan berkas pengajuan kepada Kasubdit Pelayanan

Usaha Mineral/Batubara

Kemudian alur kerja dalam evaluasi adalah sebagai berikut :188

1. Subdit Pelayanan usaha Mineral/Batubara melakukan evaluasi dan verifikasi

dokumen perizinan, apabila berkas pengajuan memenuhi persyaratan maka

berkas pengajuan diteruskan ke Subdit Perencanaan Wilayah dan Informasi.

Berkas tersebut kemudian ditanda tangani oleh evaluator dan Kasubdit

Pelayanan Usaha.

2. Subdit Perencanaan Wilayah dan Informasi melakukan pencetakan peta dan

verifikasi dari segi kewilayahan, apakah wilayah IUO dalam berkas

pengajuan terdapat tumpang tindih, pergeseran, perluasan, maupun peta tidak

sama dengan koordinat. Jika wilayah tidak tumpang tindih, tidak bergeser,

tidak meluas dan peta sesuai koordinat, Subdit Perencanaan Wilayah dan

Informasi akan meneruskan berkas beserta hasil encetakan peta ke Bagian

Hukum (Sesditjen Minerba). Jika terdapat tumpang tindih

perluasan/pergeseran maka berkas akan dikembalikan ke Direktur Pembinaan

Pengusahaan Mineral/Batubara.

3. Bagian Hukum selanjutnya akan melakukan evaluasi segi legal drafting

berkas yang diajukan. Jika memenuhi aspek hukum, maka akan diteruskan ke

Direktorat Pembinaan Program. Jika tidak memenuhi aspek hukum maka

akan dikembalikan ke Bagian Pelayanan usaha.

186

Nelyati Siregar, Op.Cit 187

Ibid 188

Ibid

Kebijakan clean..., Dian Eka Rahayu Sawitri, FH UI, 2013

Page 83: UNIVERSITAS INDONESIA KEBIJAKAN CLEAN AND …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334337-T32604-Dian Eka Rahayu... · Judul Tesis : Kebijakan Clean ... TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN

Dan terakhir alur kerja dalam proses persetujuan adalah sebagai berikut :189

a. Daftar IUP CNC untuk diumumkan ditandatangani oleh pejabat Eselon II

dan Dirjen untuk selanjutnya diumumkan dalam website.

b. Direktorat Pembinaan Program menyiapkan rekapitulasi IUP CNC untuk

diumumkan.

Informasi IUP CNC diumumkan secara berkala oleh Direktorat Jenderal

Mineral dan Batubara melalui website Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara.

Pemegang IUP yang belum disebutkan nama perusahaannya dalam pengumuman

CNC harus melengkapi kembali syarat yang dibutuhkan agar dapat diverifikasi

dan klasifikasi ulang. Bagi pemegang IUP yang telah disebut dalam pengumuman

CNC dalam waktu paling lambat 30 hari wajib menyampaikan :190

a. Bukti setor iuran tetap sampai dengan tahun terakhir dan (bagi pemegang IUP

Eksplorasi)

b. Persetujuan UKL,UPL/AMDAL, Laporan eksplorasi lengkap dan studi

kelayakan, serta bukti setor pembayaran iuran tetap dan iuran produksi (royalti)

sampai dengan tahun terakhir (bagi pemegang IUP Operasi Produksi).

Status CNC ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dan apabila terdapat kekeliruan

dalam pengumumannya akan dilakukan perbaikan dan ralat sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan. Status IUP CNC harus disertifikasi agar

mempunyai kekuatan hukum. Sertifikasi CNC dapat dilakukan apabila memenuhi

aspek administrasi, teknis dan keuangan.

C. Pelaksanaan Rekonsiliasi Nasional Data Izin Usaha Pertambangan

Rekonsiliasi Nasional Data IUP telah diselenggarakan sebanyak dua

kali. Rekonsiliasi Tahap I dilaksanakan di Jakarta pada tanggal 3-6 Mei 2011.

Pemerintah mengundang seluruh Gubernur/Bupati/Walikota se Indonesia untuk

hadir dalam acara tersebut. Sebanyak 279 Gubernur/Bupati/Walikota atau yang

mewakili hadir untuk menyerahkan data IUP yang telah diterbitkan oleh

189

Ibid 190

www.djmbp.esdm.go.id, Penjelasan Tambahan Dalam Pengumuman CNC Rekonsiliasi IUP

Kebijakan clean..., Dian Eka Rahayu Sawitri, FH UI, 2013

Page 84: UNIVERSITAS INDONESIA KEBIJAKAN CLEAN AND …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334337-T32604-Dian Eka Rahayu... · Judul Tesis : Kebijakan Clean ... TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN

Gubernur/Bupati/Walikota lengkap dengan persyaratan yang diminta. IUP yang

diajukan pada proses rekonsiliasi I (hingga tanggal 31 Agustus 2012) mencapai

10.596, komposisinya terdiri dari 6.800 IUP mineral dan 3.796 IUP batubara.191

Pengumuman status CNC dalam Rekonsiliasi Tahap I dilakukan secara

bertahap sebanyak tujuh kali. Jumlah IUP yang dinyatakan telah CNC masih

sangat minim, berikut adalah rekapitulasi data tersebut.

Tabel 4.1

IUP CNC dan non CNC

IUP

Mineral Batubara

Jumlah Eksplorasi

Operasi

Produksi Eksplorasi

Operasi

Produksi

IUP CNC 1.165 1.751 1.130 787 4.833

IUP Non

CNC 1.709 2.175 1.352 527 5.763

Sub Total 2.847 3.926 2.482 1.314 10.596

Total 6.800 3.796

Rekonsiliasi Nasional IUP Tahap II mulai dilaksanakan pada tanggal 18

September 2012. Rekonsiliasi Nasional Tahap II merupakan rangkaian dari

kegiatan rekonsiliasi sebelumnya yang bertujuan untuk mempercepat

penyelesaian IUP Non Clean and Clear. Berikut adalah inventarisasi

permasalahan yang menyebabkan pemegang IUP mendapat status Non CNC,

yaitu :192

1. Tumpang tindih sama komoditi

2. Tumpang tindih beda komoditi

3. Tumpang tindih batas administrasi

4. Masalah koordinat/peta

191

Nelyati Siregar, Op.Cit, hal.14. 192

Surat Direktur Jenderal Pertambangan Mineral dan Batubara atas Penjelasan dan Proses

Rekonsiliasi IUP, tanggal 25 Oktober 2011

Kebijakan clean..., Dian Eka Rahayu Sawitri, FH UI, 2013

Page 85: UNIVERSITAS INDONESIA KEBIJAKAN CLEAN AND …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334337-T32604-Dian Eka Rahayu... · Judul Tesis : Kebijakan Clean ... TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN

5. Masalah administrasi dan dokumen

6. Penyesuaian KP/SIPD/SIPR

Gambar 4.2

Skema Penyelesaian Permasalahan IUP

Rekonsiliasi

Kategori I

a. TT Sama Komoditas

b. TT Beda Komoditas

c. TT batas administrasi

d. Masalah koordinat/peta

e. Masalah administrasi &

dokumen

f. Penyesuaian KP/SIPD/SIPR

Kategori II

Kasus Khusus

Penyelesaian kasus dengan

mengundang pihak terkait

Untuk IUP non CNC yang sudah

disepakati tidak bisa diselesaikan

oleh Kategori I dan II, diusulkan

dimasukan ke dalam WPN

selanjutnya dibuat berita acara

tentang permintaan untuk

pencabutan SK dan usulan

dimasukan ke dalam WPN

TT sama

komoditas

1. Pengecekan

wilayah

perusahaan

yang TT

(first come

first serve)

2. Konfirmasi

ke Pemda

3. Berita

Acara

4. Revisi SK

TT beda

komoditas

1. Pengecekan

wilayah

perusahaan

yang TT

(first come

first serve)

2. Kesepakata

n/rekomend

asi para

pihak yang

tumpang

tindih

3. Konfirmasi

ke Pemda

4. Berita

Acara

TT batas

administasi

1. Pengecekan

wilayah TT

terhadap

batas

wilayah

administrasi

2. Konfirmasi

Kemendagri

, Pemda

tentang

batas

administrasi

3. Penegasan

tata batas

4. Berita

Acara

5. Revisi SK

Masalah

koordinat/peta

1. Tim teknis

melakukan

pengecekan

koordinat

2. Berita

Acara

6. Revisi SK

Penyesuaian

KP/SIPD/SIPR

1. Verifikasi

data KP/SIPD

2. Berita Acara

3. Gub./Bupati/

Walikota

segera

menyesuaikan

KP/SIPD

menjadi

bentuk IUP

Masalah

administrasi &

dokumen

Pemda dan

perusahaan

harus

melengkapi

dokumen

pendukung

Kebijakan clean..., Dian Eka Rahayu Sawitri, FH UI, 2013

Page 86: UNIVERSITAS INDONESIA KEBIJAKAN CLEAN AND …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334337-T32604-Dian Eka Rahayu... · Judul Tesis : Kebijakan Clean ... TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN

Penyelenggaraan Rekonsiliasi Nasional IUP Tahap II dilaksanakan

berkelompok berdasarkan wilayah, yaitu Kalimantan, Sulawesi, Sumatera, Papua

– Maluku dan Jawa – Nusa Tenggara. Rekonsiliasi Tahap II rencananya akan

berakhir pada bulan Desember 2012.193

Dokumen pendukung yang wajib dibawa

peserta untuk Rekonsiliasi Nasional IUP Tahap II adalah :

1. Surat Kuasa yang ditandatangani gubernur/bupati/walikota/pemberi kuasa, di

atas materai apabila gubernur/bupati/walikota mewakilkan kehadirannya.

2. Data pendukung untuk penyelesaian permasalahan.

3. Data pendukung untuk IUP yang Non CNC, meliputi :

i. Data pencadangan wilayah;

j. Data Kuasa Pertambangan Penyelidikan Umum (KPPU);

k. Data Kuasa Pertambangan Eksplorasi (KP Ekslorasi);

l. Data Kuasa Pertambangan Eksploitasi (KP Eksploitasi);

m. Penyesuaian KP menjadi IUP;

4. Data pendukung terkait batas wilayah administrasi.

Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara tidak akan menerima lagi data

IUP dan perizinan pertambangan yang diterbitkan oleh pemerintah daerah untuk

diregistrasi sebagai data Nasional IUP setelah pelaksanaan Rekonsiliasi Nasional

IUP Tahap II.194

Selanjutnya data IUP hanya dapat diregistrasi untuk Wilayah Izin

Usaha Pertambangan (WIUP) yang diterbitkan sesuai dengan Undang-undang

Nomor 4 Tahun 2009 melalui mekanisme lelang WIUP atau permohonan WIUP

berdasarkan Wilayah Pertambangan yang ditetapkan oleh Menteri ESDM.

Apabila dalam waktu satu bulan setelah rekonsiliasi tidak ada tanggapan atas

penyelesaian tumpang tindih, IUP diusulkan untuk dibawa ke aparat penegak

hukum

193

Diskusi dengan Fachry Ariati, SH, MT – Kepala Sub Direktorat Pembinaan Pengusahaan

Mineral Kementerian Energi Sumber Daya Mineral, dengan tema Evaluasi Kebijakan Perizinan

Pertambangan Mineral dan Batubara tanggal 6 Desember 2012 194

www.djmbp.esdm.go.id

Kebijakan clean..., Dian Eka Rahayu Sawitri, FH UI, 2013

Page 87: UNIVERSITAS INDONESIA KEBIJAKAN CLEAN AND …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334337-T32604-Dian Eka Rahayu... · Judul Tesis : Kebijakan Clean ... TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN

C. Legalitas Kebijakan Clean and Clear Dalam Rangka Menata Izin Usaha

Pertambangan Mineral dan Batubara

Pemerintah merupakan organ yang paling bertanggung jawab terhadap

kesejahteraan umum warga negara. Dalam rangka mewujudkan kesejahteraan

tersebut ia diberi wewenang untuk campur tangan dalam kehidupan masyarakat.

Setiap tindakan yang dilakukan olehnya harus berdasarkan kepada peraturan

perundang-undangan yang berlaku, tujuannya adalah mencegah terjadinya

tindakan sewenang-wenangan dalam menjalankan kekuasaannya. Tanpa adanya

dasar hukum yang jelas, maka setiap tindakan pemerintah tidak akan

mempengaruhi atau mengubah keadaan.195

Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian Energi Sumber Daya Mineral

menyatakan bahwa pelaksanaan Rekonsiliasi Nasional Data Izin Usaha Pertambangan yang terdiri

dari inventarisasi, verifikasi dan klasifikasi berdasarkan pada Peraturan Pemerintah No.23 Tahun

2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara. Ketentuan yang

terkait dengan Rekonsiliasi Nasional Data izin Usaha Pertambangan diatur dalam Pasal 112 ayat 4

dan 5. Pasal 112 ayat 4 menyatakan bahwa Kuasa Pertambangan, Surat Izin

Pertambangan Daerah, dan Surat Izin Pertambangan Rakyat tetap diberlakukan

sampai jangka waktu berakhir serta wajib :

a. disesuaikan menjadi IUP atau IPR sesuai dengan ketentuan

Peraturan Pemerintah ini dalam jangka waktu paling lambat 3

(tiga) bulan sejak berlakunya Peraturan Pemerintah ini dan

khusus BUMN dan BUMD, untuk IUP Operasi Produksi

merupakan IUP Operasi Produksi pertama;

b. menyampaikan rencana kegiatan pada seluruh wilayah

kuasa pertambangan sampai dengan jangka waktu berakhirnya

kuasa pertambangan kepada Menteri, gubernur, atau

bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya;

c. melakukan pengolahan dan pemurnian di dalam negeri dalam jangka waktu paling lambat 5 (lima) tahun sejak

berlakunya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang

Pertambangan Mineral dan Batubara.

Sedangkan Pasal 112 ayat 5 menyatakan :

195

Iqbal Perdana, Tindakan Pemerintah Dalam Negara Hukum, 22 September 2011.

Kebijakan clean..., Dian Eka Rahayu Sawitri, FH UI, 2013

Page 88: UNIVERSITAS INDONESIA KEBIJAKAN CLEAN AND …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334337-T32604-Dian Eka Rahayu... · Judul Tesis : Kebijakan Clean ... TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN

Permohonan Kuasa Pertambangan yang telah diterima Menteri,

gubernur, atau bupati/walikota sebelum terbitnya Undang-

Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan

Batubara dan telah mendapatkan Pencadangan Wilayah dari

Menteri, Gubernur, atau Bupati/Walikota sesuai dengan

kewenangannya dapat diproses perizinannya dalam bentuk IUP

tanpa melalui lelang paling lambat 3 (tiga) bulan setelah

berlakunya Peraturan Pemerintah ini.

Dasar hukum diatas dan tahap kegiatan Rekonsiliasi Nasional Data Izin

Usaha Pertambangan jika dikonstruksikan ke dalam gambar maka akan terlihat

sebagai berikut :

Gambar 4.3

Kebijakan clean..., Dian Eka Rahayu Sawitri, FH UI, 2013

Page 89: UNIVERSITAS INDONESIA KEBIJAKAN CLEAN AND …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334337-T32604-Dian Eka Rahayu... · Judul Tesis : Kebijakan Clean ... TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN

Posisi Clean and Clear

Gambar tersebut menjelaskan bahwa :

Pembinaan ?

Pasal 139 ayat 1

UU No.4 tahun 2009

Rekonsiliasi

Nasional

Inventarisasi

Mengumpulkan Data

KP/SIPD/SIPR

kemudian disesuaikan

menjadi IUP atau IPR

Evaluasi IUP

Ps. 112 angka 4 & 5

PP No.23/ 2010

Ps. 13 UU No.4/2009

Ps. 39 ayat 2 PP No.22/2010

Ps. 61 UU No.26/2007

CNC

Data Nasional IUP

Dasar Hukum

Penyesuaian izin

Menetapkan Wilayah

Pertambangan

Verifikasi

Non CNC

Sertifikasi

Syarat

Eksport

Ps.1 Permen ESDM No.11 Tahun 2012

Inventarisasi

Klasifikasi ?

Kebijakan clean..., Dian Eka Rahayu Sawitri, FH UI, 2013

Page 90: UNIVERSITAS INDONESIA KEBIJAKAN CLEAN AND …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334337-T32604-Dian Eka Rahayu... · Judul Tesis : Kebijakan Clean ... TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN

1. Rekonsiliasi Nasional Data Izin Usaha Pertambangan yang terdiri dari tiga

tahap yaitu : inventarisasi, verifikasi dan klasifikasi merupakan kegiatan yang

berbeda namun berkelanjutan.

2. Dasar hukum pelaksanaan Rekonsiliasi Nasional Data Izin Usaha

Pertambangan yang dikemukakan oleh Kementerian ESDM hanya terkait

dengan penyesuaian legalitas usaha pertambangan berdasarkan rezim

kontrak/perjanjian menjadi rezim perizinan. Proses ini berada pada tahap

inventarisasi.

3. Bunyi ketentuan Pasal 112 ayat 4 dan 5 tidak sesuai dengan kegiatan pada tahap

verifikasi dan klasifikasi. Dengan demikian tidak tepat apabila

mencantumkan Pasal 112 ayat 4 dan 5 sebagai dasar hukum bagi verifikasi dan

klasifikasi. Berdasarkan kewenangan pemerintah yang diamanatkan oleh UU

No.4 Tahun 2009 maka kegiatan evaluasi yang dilakukan pada tahap

verifikasi dapat dikaitkan dengan Pasal 139 ayat (1) yang menyatakan bahwa

Menteri berwenang melakukan pembinaan terhadap penyelenggaraan

pengelolaan usaha pertambangan yang dilaksanakan oleh Pemerintah Provinsi

dan Pemerintah Kabupaten/Kota. Pembinaan yang dimaksud terdiri dari :196

1. Pemberian pedoman dan standar pelaksanaan pengelolaan usaha

pertambangan.

2. Pemberian bimbingan, supervisi dan konsultasi.

3. Pendidikan dan pelatihan.

4. Perencanaan, penelitian, pengembangan, pemantauan dan evaluasi

pelaksanaan penyelenggaraan di bidang mineral dan batubara.

4. Data Rekonsiliasi Nasional akan dimanfaatkan sebagai referensi dalam

menetapkan Wilayah Pertambangan

IUP adalah sebuah keputusan pemerintah yang

memperkenankan/mengizinkan seseorang untuk melakukan aktivitas

196

UU No.4 Tahun 2009, Op.Cit, , pasal l39 ayat 2.

Kebijakan clean..., Dian Eka Rahayu Sawitri, FH UI, 2013

Page 91: UNIVERSITAS INDONESIA KEBIJAKAN CLEAN AND …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334337-T32604-Dian Eka Rahayu... · Judul Tesis : Kebijakan Clean ... TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN

pertambangan karena telah memenuhi persyaratan yang ditentukan oleh

pemerintah. Tata cara penerbitan IUP Mineral dan Batubara diatur dalam UU

No.4 Tahun 2009. Apabila muncul permasalahan hukum menyangkut izin

pertambangan pasti terkait dengan pertanyaan tentang keabsahan (validitas) izin

tersebut. Keabsahan (validitas) izin akan berhubungan dengan keabsahan

keputusan organ administrasi negara. Indikator keabsahan keputusan organ

administrasi negara dapat dilihat dari : 197

e. Keputusan dibuat oleh organ yang berwenang. Organ pemerintah yang

berwenang membuat keputusan bukan hanya pemerintahan yang termasuk

bestuur atau administratie saja, tetapi juga meliputi legislatif dan yudikatif.

Seringkali terjadi ketidak berwenangan dalam membuat keputusan (de

incompetentie) yang dapat berupa, (a) tidak berwenang ratione materiae (isi

atau pokok atau objek). Artinya seorang pejabat mengeluarkan keputusan

tentang materi yang menjadi wewenang pejabat lain, (b) tidak berwenang

ratione loci. Artinya dari segi wilayah atau tempat, bukan menjadi kewenangan

pejabat yang bersangkutan dan (c) tidak berwenang ratione temporis. Artinya

berlaku atau dikeluarkannya suatu keputusan yang menyimpang dari

seharusnya waktu berlakunya kewenangan.

f. Dalam pembentukan keputusan, kehendak dari organ pemerintahan yang

mengeluarkan keputusan, tidak boleh mengandung cacat yuridis/

kekurangan yuridis, yang dapat disebabkan oleh salah kira (dwaling), adanya

paksaan ataupun adanya tipuan, yang mempengaruhi berlakunya keputusan.

g. Keputusan harus diberi bentuk sesuai dengan peraturan yang menjadi

dasarnya, yang dapat berbentuk, (a) lisan (mondelinge beschikking). Dibuat

dalam hal akibatnya tidak membawa akibat lama dan tidak begitu penting bagi

administrasi negara biasanya dikehendaki suatu akibat yang timbul dengan

segera, (b) tertulis (schriftelijke beschikking). Bentuk ini sering digunakan

karena sudah biasa dan penting dalam penyusunan alasan ataupun motivasi.

h. Isi dan tujuan dari keputusan yang dibuat sesuai peraturan yang menjadi

dasar penerbitannya. Syarat ini harus dipenuhi dalam suatu negara hukum.

197

E. Utrecht, Op.Cit., hal. 77.

Kebijakan clean..., Dian Eka Rahayu Sawitri, FH UI, 2013

Page 92: UNIVERSITAS INDONESIA KEBIJAKAN CLEAN AND …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334337-T32604-Dian Eka Rahayu... · Judul Tesis : Kebijakan Clean ... TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN

Kranenburg menyebutkan empat macam hal dimana isi dan tujuan suatu

keputusan dapat bertentangan dengan isi dan tujuan peraturan perundang-

undangan :198

5) Jika keputusan yang dibuat mengandung peraturan yang dilarang oleh

undang-undang. Dalam hal ini yang salah adalah isi keputusan itu (de

oorzaak voor de beschikking ontbrak);

6) Jika keadaan dimana suatu keputusan dibuat, lain dengan keadaan yang

ditentukan oleh undang-undang. Dalam hal ini salah kausa (valse

oorzaak);

7) Jika keadaan dimana suatu keputusan dapat dibuat menurut ketentuan

undang-undang, sebetulnya tidak dapat dijadikan suatu sebab. Dalam hal

ini kausa yang tidak dapat dipakai (ongeoorloofde oorzaak);

8) Organ pemerintah membuat keputusan, tetapi menggunakan kewenangan

tidak sesuai dengan tujuan yang ditentukan oleh peraturan perundang-

undangan yang menjadi dasar wewenang tersebut (detournement de

pouvoir) atau tidak sesuai dengan asas umum pemerintahan yang baik

(good governance).

Apabila dalam penilaian keabsahan IUP diragukan karena adanya

kesalahan administrasi maka IUP tersebut direkomendasikan untuk dicabut dan

diterbitkan IUP baru yang sesuai dengan persyaratan yang telah ditentukan.

Namun apabila dalam penilaian keabsahan IUP diragukan karena adanya

kesalahan yang disebabkan penyalahgunaan wewenang maka IUP tersebut

direkomendasikan untuk dicabut oleh Gubernur, Bupati/Walikota yang

menerbitkannya dan pihak-pihak yang menyalahgunakan wewenang atau

bertindak diluar kewenangannya dapat dipidana.

Keabsahan IUP yang ada saat ini banyak yang diragukan karena tindakan

sewenang-wenang yang dilakukan oleh kepala daerah akibat eforia otonomi

daerah. hal ini terbukti dengan maraknya kasus pertambangan yang terjadi.

Solusi yang dilaksanakan pemerintah untuk menilai keabsahan IUP tersebut

198 Safri Nugraha,dkk, Op.Cit., hal.116.

Kebijakan clean..., Dian Eka Rahayu Sawitri, FH UI, 2013

Page 93: UNIVERSITAS INDONESIA KEBIJAKAN CLEAN AND …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334337-T32604-Dian Eka Rahayu... · Judul Tesis : Kebijakan Clean ... TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN

dilakukan dengan kebijakan CNC. IUP yang telah ada diverifikasi dengan

sejumlah persyaratan agar mendapat status CNC. Persyaratan yang ditentukan

adalah : 199

1. IUP diterbitkan sebelum tanggal 1 Mei 2010

2. WIUP tidak tumpang tindih dengan WIUP lainnya yang sama komoditi;

3. Apabila terdapat tumpang tindih antar WIUP dengan beda komoditi, maka

harus ada dokumen yang menyatakan tidak berkeberatan oleh pemilik IUP

yang telah terbit sebelumnya;

4. Penerbitan IUP tidak tumpang tindih kewenangan (bagi IUP yang

wilayahnya lintas administrasi);

5. WIUP telah teregister pada Ditjen Minerba dan koordinat batas WIUP

sesuai dengan peta yang tercantum dalam SK izin;

6. Kronologi penerbitan IUP yang dinyatakan dengan kelengkapan dokumen;

7. Izin lama (KP/SIPD/SIPR) sudah disesuaikan menjadi IUP.

IUP yang telah mendapat status CNC mempunyai kekuatan karena

seolah-olah telah diberi label sebagai IUP yang tidak bermasalah oleh

Kementerian ESDM sehingga keabsahannya tidak perlu diragukan lagi.

Permasalahannya adalah tindakan pemerintah memberi label CNC ini tidak

mempunyai pedoman dan dasar hukum yang jelas. Pada prinsipnya kebijakan

CNC ini bertujuan baik dan dapat memberi kepastian hukum bagi para pengusaha

tambang, tetapi jangan sampai tindakan yang bertujuan baik ini malah

menimbulkan ketidakpastian hukum karena tidak ada dasar wewenangnya.

D. Implikasi IUP Clean and Clear Terhadap Kegiatan Usaha Pertambangan

Mineral dab Batubara

Pasca terbitnya UU No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral

dan Batubara, terjadi peningkatan ekspor bijih mineral secara signifikan pada

tahun 2010 dan terus meningkat pada tahun 2011.200

Pemerintah melalui

199

Nelyati Siregar, Op.Cit 200

“Pengendalian Eksport 65 Bijih Mineral”, http://www.fiskal.depkeu.go.id/2010/m/edef-konten-

view-mobile.asp?id=20120528111719399210340

Kebijakan clean..., Dian Eka Rahayu Sawitri, FH UI, 2013

Page 94: UNIVERSITAS INDONESIA KEBIJAKAN CLEAN AND …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334337-T32604-Dian Eka Rahayu... · Judul Tesis : Kebijakan Clean ... TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN

koordinasi Menteri Koordinator Bidang Perekonomian bersama dengan Menteri

Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Menteri Perdagangan, Menteri Negara

BUMN, Menteri Perindustrian, dan Menteri Keuangan telah menetapkan

kebijakan untuk mengendalikan ekspor bijih (raw material atau ore) mineral yang

ditindak lanjuti dengan penerbitan peraturan menteri teknis terkait.201

Pada bulan Februari 2012 pemerintah mengeluarkan aturan teknis dari

implementasi UU No.4 Tahun 2009, yaitu Peraturan Menteri ESDM Nomor 7

Tahun 2012 Tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral Melalui Kegiatan

Pengolahan dan Pemurnian Mineral. Di dalam Permen tersebut ada beberapa pasal

yang kontroversial, yaitu :

1. Pasal 21 menyatakan bahwa :

“Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Pemegang IUP

Operasi Produksi dan IPR yang diterbitkan sebelum berlakunya

Peraturan Menteri ini dilarang untuk menjual bijih (raw material

atau ore) mineral ke luar negeri dalam jangka waktu paling

lambat 3 (tiga) bulan sejak berlakunya Peraturan Menteri ini.”

2. Pasal 22 menyatakan bahwa Pemilik IUP Eksplorasi dan KK yang dalam

tahap eksplorasi membuat studi kelayakan sebelum berlakunya peraturan ini

wajib melakukan penyesuaian rencana batasn minimum pengolahan dalam

jangka waktu 3 tahun dan dilaporkan secara berkala kepada Dirjen minerba,

Gubernur, Bupati/Walikota. Bila tidak melakukan penyesuaian maka wajib

berkonsultasi kepada Dirjen minerba.

3. Pasal 23 menyatakan bahwa pemegang IUP Operasi produksi dan KK dalam

tahap konstruksi wajib melakukan penyesuaian rencana batasan minimum

dengan jangka waktu 4 tahun sejak peraturan ini berlaku dan bila tidak

memenuhi sesuai rencana maka wajib berkonsultasi dengan Dirjen Minerba

untuk melaksanakan pemurnian

Diantara beberapa pasal yang kontroversial tersebut, pasal 21 itulah yang

menyebabkan polemik karena setiap perusahaan tambang yang mengantongi izin

IUP dan IUPR dilarang keras untuk menjual bijih mineral ke luar negeri dalam

201

Ibid

Kebijakan clean..., Dian Eka Rahayu Sawitri, FH UI, 2013

Page 95: UNIVERSITAS INDONESIA KEBIJAKAN CLEAN AND …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334337-T32604-Dian Eka Rahayu... · Judul Tesis : Kebijakan Clean ... TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN

jangka waktu 3 bulan setelah berlakunya permen ini, yaitu bulan Mei 2012. Jenis

komoditas tambang mineral logam juga ditentukan. Peraturan ini berlaku pada

mineral tembaga, emas, perak, timah, timbal dan seng, kromium, molibdenum,

platinum group metal, bauksit, bijih besi, pasir besi, nikel dan atau kobalt, mangan

dan antimon.

Regulasi tersebut menyebabkan terjadinya stagnansi pengapalan atau

pengeksporan mineral dan pemberhentian para pekerja di berbagai daerah yang

disebabkan kerugian perusahaan karena merosotnya kuantitas penjualan bahan

mentah mineral hasil produksi. 202

Fenomena diatas mencerminkan sebuah

paradoks kebijakan dimana satu sisi terjadi banyak kerugian secara langsung

maupun tidak langsung yang dialami oleh para pengusaha dan pekerja tambang

mineral dan disisi yang lain pemerintah mendasari tindakannya atas dasar

kepentingan nasional.

Pada prinsipnya tindakan pemerintah yang dilegitimasi berdasarkan

Permen tersebut bertujuan agar Indonesia lebih meningkatkan kualitas

sumberdaya manusia dan mineral. Sesungguhnya PERMEN No.7 Tahun 2012

merupakan bentuk ketegasan pemerintah untuk memaksa pengusaha yang lalai

dalam menjalankan melaksanakan ketentuan dalam UU No.4 tahun 2009. Sejak

diterbitkannya UU No 4 tahun 2009 tersebut, belum tercermin suatu rencana yang

komprehensif dari pemegang IUP Mineral untuk melaksanakan pembangunan

fasilitas pengolahan dan pemurnian, dan/atau bentuk kerja sama pengolahan dan

pemurnian mineral di dalam negeri.

Keberatan akan hadirnya Permen ESDM No.7 Tahun 2012 lantas

membuat Asosiasi Nikel Indonesia (ANI) mengajukan uji materi atas Permen

ESDM No. 7 Tahun 2012 pada tanggal 12 April 2012.203

ANI menilai peraturan

ini bertentangan dengan UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan

202

“Bea Keluar Tambang Tergantung Nilai Eksport”

http://www.tempo.co/read/news/2012/05/02/090401247/Bea-Keluar-Tambang-Tergantung-Nilai-

Eksporl 203

“Putusan MA Tak Pengaruhi Hilirisasi Minerba”, http://nasional.kontan.co.id/news/putusan-

ma-tak-pengaruhi-hilirisasi-minerba/2012/11/07

Kebijakan clean..., Dian Eka Rahayu Sawitri, FH UI, 2013

Page 96: UNIVERSITAS INDONESIA KEBIJAKAN CLEAN AND …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334337-T32604-Dian Eka Rahayu... · Judul Tesis : Kebijakan Clean ... TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN

UU No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.204

Permohonan ANI tersebut kemudian dikabulkan oleh MA pada tanggal 12

September 2012.205

Ada beberapa pasal dalam Permen tersebut yang dibatalkan,

yaitu Pasal 21, Pasal 8 Ayat (3), Pasal 9 Ayat (3) serta Pasal 10 Ayat (1).

Dengan pembatalan 4 pasal tersebut terutama pasal 21, maka larangan untuk

melakukan ekspor mineral dalam bentuk Ore batal demi hukum.206

Namun perlu dicatat, sebelum putusan MA ini keluar, pemerintah telah

menerbitkan Permen ESDM No. 11 Tahun 2012 sebagai revisi Permen No. 7

Tahun 2012.207

Peraturan Menteri ESDM Nomor 11 Tahun 2012 tentang Perubahan atas

Permen ESDM No. 7 Tahun 2012 tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral

melalui Pengolahan dan Pemurnian Mineral (Permen ESDM No.11 Tahun 2012)

Permen ESDM No. 11 Tahun 2012 merupakan penyempurnaan terhadap Permen

7 Pasal 21A. Akhirnya kegiatan eksport tambang tetap diperbolehkan sampai 12

Januri 2014 apabila memenuhi persyaratan sesuai Pasal 1 Permen ESDM No.11

Tahun 2012 yakni :

- mendapatkan rekomendasi dari Menteri c.q. Dirjen

- status IUP Operasi Produksi dan IPR telah CNC (Clean and Clear)

- melunasi kewajiban pembayaran kepada negara

- menyampaikan rencana kerja dan atau kerjasama pengolahan dan atau

pemurnian di dalam negeri

- menandatangani pakta integritas

Ketentuan itu ditindaklanjuti Peraturan Menteri Perdagangan No

29/M.DAG/PER/5/2012 Tahun 2012 tentang Ketentuan Ekspor Produk

Pertambangan serta Peraturan Direktur Jenderal Mineral dan Batubara No.

574.K/30/DJB/2012 tentang Ketentuan Tata Cara dan Persyaratan Rekomendasi

Ekspor Produk Pertambangan. Permendag tersebut mengatur tentang ekspor 65

204

Ibid 205

Ibid 206

Ibid 207

Ibid

Kebijakan clean..., Dian Eka Rahayu Sawitri, FH UI, 2013

Page 97: UNIVERSITAS INDONESIA KEBIJAKAN CLEAN AND …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334337-T32604-Dian Eka Rahayu... · Judul Tesis : Kebijakan Clean ... TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN

produk pertambangan. Ekspor produk pertambangan mineral hanya bisa dilakukan

oleh IUP OP, IPR dan/atau Kontrak Karya yang sudah terdaftar sebagai Eksportir

Terdaftar (ET) Produk Pertambangan yang diperoleh dari Kementerian

Perdagangan dan telah mendapatkan rekomendasi dari Kementerian ESDM, serta

setelah dilakukan verifikasi dan penelusuran teknis dari surveyor.

Untuk mencegah ekspor tersebut secara besar-besaran dan menjaga

kelestarian dan ketersediaan sumber daya mineral maka pemerintah menetapkan

bea keluar untuk ekspor tambang mineral yang ditetapkan melalui PMK No.

75/PMK.011/2012. Tarif bea keluar yang ditetapkan flat untuk semua jenis

mineral sebesar 20%.208

Dasar pengenaan bea keluar diperoleh dari Harga Patokan

Ekspor berdasarkan harga Free on Board (FOB) pada saat ekspor.209

Tujuan dari

pengenaan bea keluar ini adalah untuk mendorong investasi dan mengembangkan

industri berbasis mineral didalam negeri guna meningkatkan nilai tambah dari

hasil industri pengolahan dan pemurnian mineral (smelter) serta sebagai dis-

insentif fiskal untuk pengendalian produksi/ekspor tambang mineral dan

perlindungan lingkungan hidup.210

Pengawasan terhadap ekspor barang tambang

mineral, kelengkapan administratif dan penerimaan negara atas bea keluar pada

pelaksanaan ekspor tambang mineral dilakukan oleh Direktorat Jenderal Bea dan

Cukai, Kementerian Keuangan.211

Berdasarkan penjelasan di atas maka CNC berpengaruh terhadap kegiatan

eksport yang merupakan bagian dari kegiatan usaha pertambangan. Syarat

pertama/awal dalam pada saat penjualan/eksport mineral adalah ketentuan Pasal 1

Permen ESDM No.11 Tahun 2012 tentang Perubahan atas Permen ESDM No. 7

Tahun 2012 tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral melalui Pengolahan dan

Pemurnian Mineral (Permen ESDM No.11 Tahun 2012). Eksport dapat dilakukan

apabila IUP Operasi Produksi dan IPR telah CNC (dinyatakan tidak

bermasalah).

208

“Pengendalian Eksport 65 Bijih Mineral”, Ibid 209

Ibid 210

Ibid 211

Ibid

Kebijakan clean..., Dian Eka Rahayu Sawitri, FH UI, 2013

Page 98: UNIVERSITAS INDONESIA KEBIJAKAN CLEAN AND …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334337-T32604-Dian Eka Rahayu... · Judul Tesis : Kebijakan Clean ... TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN

Eksport dapat dilakukan apabila telah memiliki IUP Operasi Produksi

dan IPR, 212

namun IUP Operasi Produksi dan IPR tersebut dipersyaratkan lagi

dengan ketentuan CNC. Mengacu pendapat Ten Berge, IUP Operasi Produksi dan

IPR yang telah CNC merupakan tindakan pengecualian yang diperkenankan oleh

pemerintah terhadap suatu larangan eksport yang diatur oleh Permen ESDM No.7

Tahun 2012. Larangan untuk mengeksport bahan mineral dapat dilakukan jika

kriteria yang ditetapkan oleh penguasa tidak dipenuh. Jadi penguasa memberi

alasan kesesuaian tujuan (doelmatigheid) yang dianggap perlu untuk menjalankan

pemberian izin secara restriktif dan membatasi jumlah pemegang izin.

212

UU No.4 Tahun 2009, pasal 36 ayat 1 huruf b.

Kebijakan clean..., Dian Eka Rahayu Sawitri, FH UI, 2013

Page 99: UNIVERSITAS INDONESIA KEBIJAKAN CLEAN AND …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334337-T32604-Dian Eka Rahayu... · Judul Tesis : Kebijakan Clean ... TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Rekonsiliasi Nasional Data IUP adalah kegiatan yang ditujukan untuk

mengumpulkan data IUP Nasional sekaligus sebagai upaya menata IUP yang telah

diterbitkan oleh Pemerintah Provinsi, Kabupaten/Kota. Dasar hukum kegiatan

tersebut adalah Pasal 112 angka 4 dan angka 5 PP No.23 Tahun 2010 tentang

Pelaksanaan Kegiatan usaha Pertambangan Mineral dan Batubara. Rekonsiliasi

Nasional Data IUP terdiri dari inventarisasi, verifikasi dan klasifikasi. Dalam

inventarisasi legalitas usaha pertambangan yang semula berbentuk KP/SIPD/SIPR

disesuaikan menjadi IUP atau IPR. Setelah tahap inventarisasi selesai maka

selanjutnya IUP tersebut diverifikasi dan kemudian diklasifikasikan. IUP yang

dinyatakan tidak memiliki masalah tumpang tindih sama komoditi, tumpang

tindih beda komoditi, tumpang tindih batas administrasi, koordinat/peta, masalah

administrasi dan dokumen serta masalah penyesuaian bentuk izin akan.diberi

status CNC. Tahap inventarisasi, verifikasi dan klasifikasi merupakan kegiatan

yang berbeda namun berkelanjutan. Dasar hukum kegiatan Rekonsiliasi Nasional

Data IUP yang telah disebutkan diatas hanya meliputi kegiatan pada tahap

inventarisasi saja, sedangkan untuk verifikasi dan klasifikasi tidak termasuk di

dalamnya.

Berdasarkan Pasal 139 ayat 1 UU No.4 Tahun 2009 Pemerintah Pusat

memiliki wewenang untuk melakukan pembinaan terhadap penyelenggaraan

pengelolaan usaha pertambangan yang dilakukan oleh Pemerintah Provinsi,

Kabupaten/Kota. Ketentuan pasal tersebut pada dasarnya dapat dijadikan sebagai

dasar evaluasi pelaksanaan penyelenggaraan di bidang mineral dan batubara,

namun tidak untuk tindakan pemerintah dalam mengeluarkan IUP yang CNC.

Tata cara penerbitan IUP Mineral dan Batubara diatur dalam UU No.4

Tahun 2009, dalam tata urutan peraturan perundang-undangan, undang-undang

merupakan sebuah produk hukum. Sedangkan tata cara penerbitan IUP CNC tidak

Kebijakan clean..., Dian Eka Rahayu Sawitri, FH UI, 2013

Page 100: UNIVERSITAS INDONESIA KEBIJAKAN CLEAN AND …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334337-T32604-Dian Eka Rahayu... · Judul Tesis : Kebijakan Clean ... TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN

mempunyai prosedur yang jelas dan tidak dituangkan dalam produk hukum,

dengan demikian kebijakan CNC tidak mempunyai legalitas yang kuat.

Berdasarkan penjelasan di atas maka CNC berpengaruh terhadap

kegiatan eksport yang merupakan bagian dari kegiatan usaha pertambangan.

Syarat pertama/awal dalam pada saat penjualan/eksport mineral adalah ketentuan

Pasal 1 Permen ESDM No.11 Tahun 2012 tentang Perubahan atas Permen ESDM

No. 7 Tahun 2012 tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral melalui Pengolahan

dan Pemurnian Mineral (Permen ESDM No.11 Tahun 2012). Eksport dapat

dilakukan apabila IUP Operasi Produksi dan IPR telah CNC (dinyatakan tidak

bermasalah).

B. Saran

Mencermati permasalah yang ada terkait dengan legalitas kebijakan CNC

dalam menata izin usaha pertambangan maka saran yang diberikan adalah untuk

segera membuat dan menerbitkan dasar hukum bagi tindakan pemerintah dalam

memberi label IUP CNC dalam format peraturan perundang-undangan sesuai

dengan ketentuan yang berlaku. Tindakan pemerintah yang tidak mempunyai

legalitas dapat menimbulkan ketidakpastian hukum.

Kebijakan clean..., Dian Eka Rahayu Sawitri, FH UI, 2013

Page 101: UNIVERSITAS INDONESIA KEBIJAKAN CLEAN AND …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334337-T32604-Dian Eka Rahayu... · Judul Tesis : Kebijakan Clean ... TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku – Buku

Atmosudirdjo, Prajudi, Hukum Administrasi, Cet. Keempat, Penerbit Ghalia

Indonesia, Jakarta, 1981.

Atmosudrijo, Prajudi, Hukum Administrasi Negara, Ghalia Indonesia, Jakarta,

1988.

Berge, Ten dan MR.N.M. Spelt diterjemahkan oleh Philipus Hadjon,

“Pengantar Hukum Perizinan”. Bahan Hukum Penataran Hukum

Administrasi Negara, Fakultas Hukum Universitas Airlangga,

Surabaya, 1992.

Brower, J.G. dan A.E. Schilder, A Survey of Dutch Administrative Law, Ars

Nijmegen, Nijmegen, 1998.

Dewa, I Gede Atmadja, Penafsiran Konstitusi Dalam Rangka Sosialisasi

Hukum: Sisi Pelaksanaan UUD 1945 Secara Murni dan

Konsekwen, Pidato Pengenalan Guru Besar dalam Bidang Ilmu

Hukum Tata Negara Pada Fakultas Hukum Universitas Udayana 10

April 1996.

Dworkin, Ronald, Legal Research, Spring, Deadalus, 1973.

Hadjon, Philipus M et.al, Pengantar Hukum Administrasi Indonesia. Gadjah

Mada University Press, Yogyakarta, 2001.

Hadjon, Philipus M, Penataan Hukum Administrasi, Tentang Wewenang,

Fakultas Hukum Unair, Surabaya, 1997/1998.

Hadjon, Philipus M. Tentang Wewenang, Majalah Yuridika Fakultas Hukum

UNAIR Nomor 5 dan 6 Tahun XII, Surabaya, 1997.

Hadjon, Philipus M., Fungsi Normatif Hukum Administrasi dalam

Mewujudkan Pemerintahan yang Bersih, Pidato Penerimaan

jabatan Guru Besar dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum

Universitas Airlangga, Surabaya, 1994.

Hamid, A. S. Attamimi, Peranan Keputusan Presiden Republik Indonesia

dalam penyelenggaraan pemerintahan negara: suatu studi analisis

mengenai keputusan presiden yang berfungsi pengaturan dalam

kurun waktu Pelita I-Pelita IV, Fakultas Pascasarjana Universitas

Indonesia, Jakarta, 1990.

Kebijakan clean..., Dian Eka Rahayu Sawitri, FH UI, 2013

Page 102: UNIVERSITAS INDONESIA KEBIJAKAN CLEAN AND …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334337-T32604-Dian Eka Rahayu... · Judul Tesis : Kebijakan Clean ... TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN

Hagenaars, D.L.T.M– Dankers, Op het Spoor van de Concessie – een

onderzoek Naar Het Rechtscharacter Van de Concessie in

Nederland en in Frankrijk, Juridische Bibliothek Universiteit

Utrecht, 2000.

HR., Ridwan, Hukum Administrasi Negara, UII Pres, Yogyakarta, 2003.

Indroharto, Usaha memahami Undang-Undang tentang Peradilan Tata Usaha

Negara, Pustaka Harapan, Jakarta, 1993.

Lotulung, Paulus Effendie, Beberapa Sistem tentang Kontrol Segi Hukum

Terhadap Pemerintah, PT Bhuana Ilmu Populer, Jakarta, 1986.

Marbun, SF, Peradilan Administrasi Negara dan Upaya Administrasi di

Indonesia, Liberty, Yogyakarta, 1997.

Maarseveen, Henc van, “Bevoegdheid” dalam PWC Akkermaans, dkk,

Algemene Begrippen Van Staats Recht, deel I, W.E.J. Tjeen

Willink Zwolle, 1985.Utrecht, E, Pengantar Hukum Administrasi

Negara, cet. Keempat, 1960.

Miles, B Matthew & A. Michael Huberman, Analisis Data Kualitatif: Buku

Sumber Tentang Metode-Metode Baru, Universitas Indonesia

Jakarta, 1992.

Moleong, Lexi J, Metodologi Penelitian Kualitatif Edisi Revisi, PT. Remaja

Rosda Karya, Bandung, 2006.

Mustafa, Bachsan, Pokok-pokok Hukum Administrasi Negara, Alumni,

Bandung , 1979.

Nugraha Safri Et.al., Hukum Administrasi Negara, edisi kedua, Center For

Law and Good Governance Studies, FHUI, Jakarta , 2007.

Nugraha, Safri, et.all. .Hukum Administrasi Negara, Badan Penerbit Fakultas

Hukum Universitas Indonesia, Jakarta 2005.

Prins, Pengantar Hukum Administrasi Negara, Jakarta.

Purbopranoto, Kuntjoro Beberapa Catatan Hukum Tata Pemerintahan dan

Peradilan Administrasi Negara, Alumni, Bandung, 1981.

Salim, H. HS, Hukum Pertambangan di Indonesia, PT Raja Grafindo Persada,

Jakarta , 2005.

Sewrdlow, Irving, The Public Administration of Economic Development,

Praeger Publishers, New York, 1975.

Kebijakan clean..., Dian Eka Rahayu Sawitri, FH UI, 2013

Page 103: UNIVERSITAS INDONESIA KEBIJAKAN CLEAN AND …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334337-T32604-Dian Eka Rahayu... · Judul Tesis : Kebijakan Clean ... TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN

Siregar, Nelyati, Proses dan Verifikasi izin Usaha Pertambangan (IUP) Clean

and Clear (CNC), Bahan Paparan Direktorat Pembinaan

Pengusahaan Batubara Kementerian Energi Sumber Daya Mineral,

Jakarta, 11 Oktober 2011.

Soekanto, Seorjono dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif : Suatu

Tinjauan Singkat, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2003.

Strauss, Anselm & Juliet Corbin. Dasar-Dasar Penelitian Kualitatif:

Tatalangkah dan Teknik-Teknik Teoritisasi Data, Pustaka Pelajar

,Yogyakarta, 2003.

Tim Penyusun Kamus-Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus

Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 1989.

Van der Pot gaf in 1927 op vershillende plaatsen in woord en geschrift zijn

mening ten beste over het terminologisch onderscheid tussen drie

nauw verwante begrippen : dispensatie, vergunning en concessie. (

D.L.T.M Hagenaars – Dankers, Op het Spoor van de Concessie –

een onderzoek Naar Het Rechtscharacter Van de Concessie in

Nederland en in Frankrijk, Juridische Bibliothek Universiteit

Utrecht, 2000, hal.14). Juga sebagaimana dikemukakan Van der

Pot dalam Nedelands Bestuursrecht, 1934, hal. 267, WF Prins –

R.Kosim Adisapoetra, 1983.

Wijk, H. D. van /Willem Konijnenbelt, Hoofdstukken van Administratief

Recht, Uitgeverij LEMMA BV,Culemborg, 1998Tjiptadi, Jogi,

Kontrak Production Sharing sebagai landasan Kegiatan

Eksplorasi/ Eksploitasi Minyak di lepas Pantai, 1984.

B. Peraturan Perundang-Undangan

Indonesia, Undang-Undang No.11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan

Pokok Pertambangan.

Indonesia, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan

Aceh

Indonesia, Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan

Batubara, Lembaran Negara Tahun 2009 Nomor 4, Tambahan

Lembaran Negara Tahun 2009 Nomor 4959, Penjelasan Umum.

Indonesia, Rancangan Undang-Undang Pertambangan Mineral dan Batubara

dalam Rapat Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat Republik

Indonesia, tanggal 16 Desember 2008.

Kebijakan clean..., Dian Eka Rahayu Sawitri, FH UI, 2013

Page 104: UNIVERSITAS INDONESIA KEBIJAKAN CLEAN AND …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334337-T32604-Dian Eka Rahayu... · Judul Tesis : Kebijakan Clean ... TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN

Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor.22 Tahun 2010 tentang Wilayah

Pertambangan

Indonesia, Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 29/M.DAG/PER/5/2012

Tahun 2012 tentang Ketentuan Ekspor Produk Pertambangan

Indonesia, Peraturan Direktur Jenderal Mineral dan Batubara No.

574.K/30/DJB/2012 tentang Ketentuan Tata Cara dan Persyaratan

Rekomendasi Ekspor Produk Pertambangan.

Indonesia, Peraturan Menteri Keuangan Nomor75/PMK.011 tentang Penetapan

barang Eksport Yang Dikenakan Bea Keluar dan Tarif Bea Keluar.

Kementerian Energi Sumber Daya Mineral, Surat Edaran Nomor

03E/31/DJB/2009 tentang Perizinan Pertambangan Mineral dan

Batubara Sebelum Terbitnya Peraturan Pemerintah Sebagai

Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009.

Kementerian Energi Sumber Daya Mineral, Surat Edaran Nomor 08.E/30/DJB/2012

tentang Penghentian Sementara Penerbitan IUP Baru Sampai

Ditetapkannya Wilayah Pertambangan.

C. Internet

Kamus Besar Bahasa Indonesia Online, http;//kbbi.web.id/

Oxford Dictionaries, http://oxforddictionaries.com/

www.djmbp.esdm.go.id, Penjelasan Tambahan Dalam Pengumuman CNC

Rekonsiliasi IUP

“5 Ribu Izin Tambang Bermasalah”, http://finance.detik.com/read;, diunduh

tanggal 14 Februari 2012

“Sektor Tambang Belum Sejahterakan Masyarakat”,

http://economy.okezone.com;, diunduh tanggal 30 Mei 2012

“Ada 22 Daerah Rawan Konflik Pertambangan”, http://www.walhi.or.id/;

diunduh 27 Februari 2012.

“Kronologis Penolakan Tambang Emas Di Kec. Lambu Kab. Bima – NTB”,

http://www.walhi.or.id;, diunduh 24 Desember 2011.

“Konflik Pertambangan Di Era Otonomi Daerah – Distorsi Regulasi dan Tarik

Menarik Di Pusat & Daerah”, http://otdanews.com;, diunduh

tanggal 19 September 2012.

Kebijakan clean..., Dian Eka Rahayu Sawitri, FH UI, 2013

Page 105: UNIVERSITAS INDONESIA KEBIJAKAN CLEAN AND …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334337-T32604-Dian Eka Rahayu... · Judul Tesis : Kebijakan Clean ... TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN

“Ribuan Kasus Izin Tambang Harus Diusut”, http://economy.okezone.com;,

diunduh 21 November 2011.

“Kementerian ESDM: Pemerintah Pusat Tetap Berwenang Tentukan Wilayah

Pertambangan”, http://finance.detik.com, diunduh tanggal 4

Desember 2012.

“Keluarkan Izin, Kepala Daerah Dipidana”, http://www.jambi-

independent.co.id/jio/index.php?option=com_content&view=article&id=15189

:keluarkan-izin-kepala-daerah-dipidana&catid=25:nasional&Itemid=29

“Tumpang Tindih Lahan Tambang Akibat Pemekaran Daerah”,

http://jdih.bpk.go.id/wp-content/uploads/2012/07/TUMPANG-

TINDIH-LAHAN-TAMBANG-AKIBAT-PEMEKARAN-

DAERAH.pdf,

D. Artikel

Basyar, A Hakim, Upaya Meletakkan Reformasi Kebijakan Pengelolaan

Sumber Daya Alam Secara Komprehensif

Husni, Muhammad dan Muhammad Dasori, Analisis Kebijakan Clean and

Clear Sebagai Upaya Menata Izin Tambang

Nyoman, I Nurjana, Menuju Pengelolaan Sumber Daya Alam yang Adil,

Demokratis dan Berkelanjutan : Perspektif Hukum dan Kebijakan

Zulfikar, Evan“Konflik Mesuji – Bima: Desentralisasi Salah Kaprah”

Kebijakan clean..., Dian Eka Rahayu Sawitri, FH UI, 2013