UMI FARIDHOH -FU.pdf

98
PEREMPUAN ADALAH AURAT (Kajian Otentisitas dan Pemahaman Hadis) Skripsi Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Theologi Islam (S.Th.I) Oleh: Umi Faridhoh NIM. 1112034000144 PROGRAM STUDI TAFSIR HADIS FAKULTAS USHULUDDIN UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2016

Transcript of UMI FARIDHOH -FU.pdf

Page 1: UMI FARIDHOH -FU.pdf

PEREMPUAN ADALAH AURAT

(Kajian Otentisitas dan Pemahaman Hadis)

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin

Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar

Sarjana Theologi Islam (S.Th.I)

Oleh:

Umi Faridhoh NIM. 1112034000144

PROGRAM STUDI TAFSIR HADIS

FAKULTAS USHULUDDIN

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2016

Page 2: UMI FARIDHOH -FU.pdf
Page 3: UMI FARIDHOH -FU.pdf
Page 4: UMI FARIDHOH -FU.pdf
Page 5: UMI FARIDHOH -FU.pdf

i

ABSTRAK

Umi Faridhoh

Perempuan adalah Aurat, (Kajian Otentisitas dan Pemahaman Hadis).

Dalam agama Islam, perdebatan tentang aurat telah ramai dibicarakan oleh

para ulama, aurat yang berarti celah dan aib merupakan kewajiban bagi setiap

orang untuk menutupnya supaya tidak menimbulkan rasa malu pada diri seorang

itu sendiri. Para ulama telah membatasi apa saja yang menjadi aurat bagi seorang

perempuan dan laki-laki, sehingga sudah semestinya yang menjadi aurat bagi

dirinya wajib ditutup. Permasalahan mengenai aurat sejak dahulu hingga saat ini,

tidak pernah lepas pada perempuan, dan menjadi perdebatan bagi para ulama

mengenai batasan aurat perempuan. Mengapa hanya pada diri perempuan yang

menjadi perdebatan?.

Zaman pra Islam, perempuan dianggap sebagai sumber bencana dan

malapetaka untuk kaum laki-laki bahkan disebut sebagai penggoda, namun setelah

Islam datang, perempuan mempunyai posisi dan dihormati keberadaannya yaitu

sebagai pendamping hidup seorang laki-laki. Namun, disamping itu ada hadis

Rasulullah yang bermakna perempuan adalah aurat apabila dia keluar maka

setan akan mengawasinya…, hadis ini apabila dipahami secara harfiyah akan

membatasi gerak dan aktivitas kaum perempuan di luar rumah terutama di ranah

publik. Karena itu perlu dilakukan kajian ulang terhadap hadis tersebut, sehingga

tidak merugikan pihak perempuan.

Penelitian ini diawali dengan melakukan takhrij pada hadis tersebut,

setelah hadis-hadis dengan makna yang sama ditemukan, kemudian analisis sanad

dan matn dilakukan untuk mengetahui keotentikan hadis. Metode penelitian yang

digunakan adalah metode analisis deskriptif. Adapun hasil dari penelitian tersebut,

yaitu kualitas hadis “perempuan adalah aurat” hasan dan hadis ini termasuk pada

kategori gharib karena tidak memiliki syawahid di kalangan sahabat. Sedangkan

pada kritik matn, penelitian menggunakan metode pemahaman tela’ah ma’āni al-

hadīs yang dilihat dari maksud dan tujuan hadis. Adapun hasilnya yang dimaksud

hadis tersebut yaitu bukan perempuan dilarang keluar rumah dan melalukan

aktivitas di luar rumah, tetapi perempuan harus menjaga kesopanan serta menutup

aurat ketika hendak berada di luar rumah.

Page 6: UMI FARIDHOH -FU.pdf

ii

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmānirrahīm

Assalāmu’alaikum Warahmatullāhi Wabarakātuh

Segala puji bagi Allah Swt, Tuhan semesta alam yang telah memberikan

kenikmatan jasmani dan rohani, serta rahmat dan hidayah-Nya, dan kemudahan

serta kesabaran dalam menghadapi berbagai kesulitan sehingga saya bisa

menyelesaikan skripsi ini berkat pertolongan-Nya. Shalawat dan salam saya

haturkan kepada idola umat islam, manusia paling sempurna, yakni baginda Nabi

Muhammad Saw, beliaulah Nabi akhir zaman, yang telah memberikan cahaya dan

tuntunan petunjuk jalan yang lurus kepada umat islam untuk mendapatkan

kebahagiaan di Dunia dan di Akhirat, serta doa untuk keluarganya, sahabatnya

dan para pengikutnya hingga akhir zaman.

Skripsi ini merupakan salah satu tugas akhir yang harus saya selesaikan

untuk menamatkan kuliah dan mendapatkan gelar sarjana Strata-1 pada Jurusan

Tafsir Hadis Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Melalui upaya yang melelahkan dan berbagai kesulitan yang saya hadapi

dengan hidayah dan pertolongan-Nya akhirnya saya bisa menyelesaikan skripsi

ini, penulisan skripsi ini juga terasa sulit bagi saya sendiri jikalau tanpa bantuan,

dukungan dan semangat dari berbagai pihak. Oleh karena itu saya ucapkan terima

kasih yang sedalam-dalamnya kepada semua pihak yang telah membantu

menyelesaikan penulisan skripsi ini.

Terlebih dahulu saya sembahkan bakti do’a dan rasa terima kasih kepada

kedua orang tua saya ayahanda Ajid Rahmat dan ibunda Siti Aisyah yang telah

Page 7: UMI FARIDHOH -FU.pdf

iii

bersabar dalam mengasuh, mendidik, memberikan kasih sayang dan selalu ikhlas

mendoakan serta memberikan dukungan moril maupun materil selama saya

menuntut ilmu hingga akhirnya saya bisa menyelesaikan pendidikan sampai

jenjang S-1 ini. Semoga Allah Swt mengampuni dan memaafkan segala khilaf dan

kesalahan serta memberikan kasih sayang-Nya dan menempatkan derajat

keduanya pada derajat yang tinggi. Aamiin.

Selanjutnya saya menyampaikan ungkapan rasa terima kasih kepada:

1. Segenap civitas akademika UIN Syarif Hidayatullah Jakarta; Prof. Dr.

Dede Rosyada, MA (Rektor), Prof. Dr. Masri Mansyur, MA (Dekan

Fakultas Ushuluddin), Dr. Lilik Ummi Kaltsum, MA (Ketua Jurusan

Tafsir Hadis) dan Dra. Banun Binaningrum, M.Pd (Sekretaris Jurusan

Tafsir Hadis).

2. Bapak Dr. Isa HA Salam, MA., selaku dosen pembimbing yang telah

banyak memberikan arahan, dan meluangkan waktunya untuk

membimbing saya dalam penulisan skripsi ini.

3. Seluruh dosen Fakultas Ushuluddin jurusan Tafsir Hadis yang telah

mendidik, memberikan ilmu, pengalaman serta pengarahan kepada saya

selama masa perkuliahan.

4. Terimakasi kepada Team Panitia Ujian Skripsi, Ibu. Dra. Banun

Binaningrum, M.Pd (Ketua Sidang), Bpk. Najib, S.Th.I (Sekretaris

Sidang), Ibu. Dr. Atiyatul Ulya, M.Ag (Dosen Penguji I), dan Dr. Harun

Rasyid, MA (Dosen Penguji II), yang telah memberikan koreksian

Page 8: UMI FARIDHOH -FU.pdf

iv

terhadap skripsi penulis supaya menjadi lebih baik, dan memberikan

pengalaman yang akan selalu penulis ingat pada hari itu.

5. Segenap pimpinan dan karyawan, Perpustakaan Utama dan Perpustakaan

Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah

melayani dan menyediakan buku-buku yang dapat membantu penulis

dalam menyelesaikan skripsi ini.

6. Pimpinan pondok Pesantren Al-Inayah Cibeber-Cilegon Bpk. KH. Abdul

Rozak Junaedi, S.Pd.I., dan para Ustadz-Ustadzah, yang telah banyak

memberikan ilmu sehingga saya bisa melanjutkan study di UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta.

7. Untuk kakaku tercinta Ahmad Fadil Yaqin yang telah banyak memberikan

motivasi dan semangat dalam berbagai kesulitan dan kebingungan yang

saya hadapi. Dan juga adik-adikku tercinta Jalil Efendi dan Arif Efendi

yang telah memberikan semangat serta doa untuk teteh.

8. Seluruh teman-teman seperjuangan TH angkatan 2012 TH A, TH B, TH

C, TH D, dan TH E, dan kepada Neng Ayu, Farhanah, Fatkhiyah, Siti

Umi, Lina, Yuli, Inayah, Kiki, Suherman, Anisul Fahmi, Abil Ash, Rudini,

Arif Hidayat, serta teman-teman lain yang tidak bisa saya sebutkan

semuanya. Dan kepada Ban Mobil (Hana, Mba Ima, Yayah, dan

Khalimah) yang telah menemani berjuang disaat susah dan senang selama

kuliah. Semoga kita semua tetap dalam ikatan silaturrahmi dan jalinan

persahabatan yang indah.

Page 9: UMI FARIDHOH -FU.pdf

v

9. Teman-teman KKN INFIJAR 2015 (Anshar, Aan, Kang Anis, Barkah,

Iqbal, Diyas, Topik, Puteri, Iin, Mulki, Imas, Teh Ayu, Isa, Tika) terima

kasih atas kebersamaan dan warna baru dalam perjalanan kuliah serta

pengabdian di masyarakat, semoga selama kita KKN menjadi jembatan

ukhuwah antara kita di masa yang akan datang.

10. Teman-teman Keluarga Mahasiswa Cilegon (KMC Jakarta) yang telah

sama-sama berjuang menuntut ilmu dari daerah sampai ke Ibu Kota,

terima kasih atas pengalaman dan kebersamaan yang terjalin selama saya

kuliah di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

11. Serta teman-teman semua yang sudah bisa menghadiri sidang skripsi,

menemani di saat gelisah dan bahagiaku. Terkhusus kepada Aping dan

Nanik sebagai sesama penghuni rumah kuning yang telah memberikan

kebahagiaan baru di kosan meski kita baru beberapa bulan kenal..hehehe

Semoga kebaikan dan pengorbanan yang telah kalian lakukan untuk saya

serta bantuan untuk menyelasikan skripsi ini, dibalas oleh Allah Swt dengan

balasan yang lebih. Akhirnya saya sebagai penulis skripsi ini berharap semoga

skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan masyarakat pada umumnya dan

bagi penulis khususnya. Āmīn Yā Rabbal ‘Ālamīn.

Ciputat, 04 Februari 2016

Umi Faridhoh

Page 10: UMI FARIDHOH -FU.pdf

vi

DAFTAR ISI

ABSTRAK………………………………………………………………………...i

KATA PENGANTAR ........................................................................................... ii

DAFTAR ISI……………………………………………………………………..vi

PEDOMAN TRANSLITERASI ....................................................................... viii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ............................................................ 1

B. Permasalahan............................................................................. 9

C. Tujuan dan Manfaat ................................................................ 11

D. Kajian Pustaka ......................................................................... 12

E. Metodologi Penelitian ............................................................. 16

F. Sistematika Penulisan ............................................................. 18

BAB II DISKURSUS SEPUTAR AURAT PEREMPUAN

A. Definisi Kata Perempuan ........................................................ 20

B. Definisi Kata Aurat ................................................................. 22

C. Perdebatan Seputar Aurat Perempuan ..................................... 23

D. Batas-batas aurat perempuan................................................... 26

1. Aurat Perempuan Berhadapan dengan Allah .................... 27

2. Aurat Perempuan Berhadapan dengan Mahram ............... 28

3. Aurat Perempuan Berhadapan dengan Bukan Mahram .... 30

4. Aurat Perempuan Berhadapan dengan Perempuan

Muslimah dan Non Muslimah. .......................................... 31

E. Hukum menutup aurat ............................................................. 33

BAB III OTENTISITAS HADIS “PEREMPUAN ADALAH AURAT"

A. Teks Hadis dan Terjemahnya .................................................. 37

B. Takhrij Hadis ........................................................................... 37

C. I’tibar Sanad ............................................................................ 41

D. Analisis Sanad Hadis .............................................................. 42

E. Kesimpulan (Natijah) .............................................................. 53

BAB IV KONTRADIKSI ANTARA PEMAHAMAN TEKSTUAL DAN

KONTEKSTUAL HADIS PEREMPUAN ADALAH AURAT

A. Afirmasi Pemahaman Tekstual Hadis “Perempuan Adalah

Aurat” ...................................................................................... 57

B. Penolakan Terhadap Hadis “Perempuan Adalah Aurat” Melalui

Pemahaman Kontekstual. ........................................................ 63

Page 11: UMI FARIDHOH -FU.pdf

vii

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ............................................................................. 74

B. Saran-saran .............................................................................. 76

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 78

LAMPIRAN……………………………………………………………………..82

Page 12: UMI FARIDHOH -FU.pdf

viii

PEDOMAN TRANSLITERASI

Transliterasi yang dipakai dalam penyusunan skripsi ini berpedoman pada

Romanisasi Standar Bahasa Arab (Romanization of Arabic) yang pertama kali

diterbitkan pada tahun 1991 dari American Library Association (ALA) dan

Library Congress (LC).

A. Konsonan Tunggal dan Vokal

Arab Indonesia Inggris Arab Indonesia Inggris

Ṭ Ṭ ط A A ا

Ẓ Ẓ ظ B B ب

ʻ ‘ ع T T ت

Gh Gh غ Ts Th ث

F F ف J J ج

Q Q ق Ḥ Ḥ ح

K K ك Kh Kh خ

L L ل D D د

M M م Dz Dh ذ

N N ن R R ر

W W و Z Z ز

H H ه S S س

’ ’ ء Sy Sh ش

Y Y ي Ṣ Ṣ ص

H H ة Ḍ Ḍ ض

Vocal Panjang

Ū Ū أو Ā Ā ا

Ī Ī إي

B. Konsonan Rangkap Karena Syaddah.

Mu’assasah مؤسسة

Muta‘addidah متعددة

Page 13: UMI FARIDHOH -FU.pdf

ix

C. Tā’ Marbūṭah.

ṣalāh Bila dimatikan صالة

Mir’āt al-zamān Bila Iḍāfah مرأةالزمان

D. Singkatan.

Swt : Subḥānahū wa ta‘ālā

Saw : Ṣallā Allāhu ‘alayh wa sallam

M : Masehi

H : Hijriyah

QS : Qur’ān Surat

HR : Hadis Riwayat

Page 14: UMI FARIDHOH -FU.pdf

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Belakangan ini studi tentang perempuan semakin ramai dibicarakan.

Banyak para intelektual, ilmuan, dan para ulama yang tertarik untuk mengkaji

mengenai masalah perempuan, bahkan media cetak maupun elektronik yang

mempublikasikan isu ini. Diskusi-diskusipun sering dilakukan baik yang bertaraf

nasional maupun internasional untuk mendiskusikan permasalahan yang

berhubungan dengan perempuan.

Sebelum Agama Islam datang ke dunia, kaum perempuan tidak

mempunyai posisi dalam kehidupan bermasyarakat. Keberadaan kaum perempuan

pada saat itu hanya sebagai simbol penderitaan kaum laki-laki. Demikian juga

perempuan dalam konsep Kristen, dianggap sebagai “penggoda” yang harus

bertanggung jawab terhadap jatuhnya martabat Adam. Pada zaman Yunani kuno,

perempuan dianggap sebagai sumber bencana dan malapetaka sehingga kaum

perempuan dianggap layak hanya menjadi “makhluk kedua” yang statusnya

berada dibawah laki-laki.1 Dalam kebudayaan Romawi wanita diperhatikan,

namun perhatian yang diberikan kepada wanita hanya karena wanita itu

dibutuhkan untuk bersenang-senang dan untuk memancing kewibawaan di

kalangan masyarakat.2

1 Syaikh Imad Zaki Al-Barudi, Tafsir Wanita. Penerjemah Samson Rahman (Jakarta:

Pustaka al-Kautsar, 2003), h. viii. 2 Abbas Mahmoud al-‘Aqqad, Wanita Dalam Al-Qur’an. Penerjemah Chadidjah Nasution

(Jakarta: Bulan Bintang, 1976), h. 82.

Page 15: UMI FARIDHOH -FU.pdf

2

Setelah Agama Islam ditetapkan sebagai Agama bagi umat manusia dan

Nabi Muhammad diangkat sebagai Nabi dan Rasul pembawa risalah untuk umat

manusia. Pandangan kepada wanita sedikit demi sedikit mulai berubah menjadi

pandangan yang positif. Pandangan melecehkan menjadi pandangan yang hormat.

Islam juga menganggap bahwa wanita adalah pasangan laki-laki dalam

mengarungi hidup ini.3

Islam menawarkan misi sebagai agama yang rahmatan lil ‘alamīn

(memberikan kerahmatan bagi seluruh alam). Para mufasir tidak ada yang

memiliki pemahaman yang berbeda tentang hal ini. Tetapi problem muncul ketika

para mufassir (ulama) memahami ayat-ayat lain dalam al-Qur’an dan hadis-hadis

Nabi Saw. Begitu juga dengan hadits-hadits yang berhubungan dengan kaum

perempuan. Mayoritas memahami ayat-ayat ataupun hadis-hadis dengan

perspektif “kelelakiannya” yang membuat wanita berada pada kelompok second

class.

Penciptaan wanita telah banyak dibahas oleh para ulama dalam QS. al-

Nisā’ ayat 14 Ibn Katsir memberikan penjelasan bahwa wanita adalah sebagai

mahluk kedua yang diciptakan dari tubuh (tulang rusuk) Adam bagian belakang

sebelah kiri.5 Dalam pandangan yang seperti ini banyak kalangan yang melihat

3 Syaikh Imad Zaki Al-Barudi, Tafsir Wanita. penerjemah Samson Rahman (Jakarta:

Pustala al-Kautsar, 2003), h. Viii. اتقواللا الذي 4 نس اءو االك ثيراو ارج من هم ب ث او ه ج و از من ه ل ق خ احد ةو ن ف سو من ل ق كم بكمالذيخ االناساتقوار ي اأ يه

ع ل ي كم ك ان للا إن ام ح األر بهو لون قيبات س اء ر . Artinya:“Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu

yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu, dan daripadanya Allah menciptakan istrinya;

dan daripada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak.

Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta

satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturahmi. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan

mengawasi kamu”. 5 Muhammad Nasib al-Rifa’i, Tafsir Ibn Katsir, penerjemah Syihabuddin (Jakarta: Gema

Insani, 1999), h. 646.

Page 16: UMI FARIDHOH -FU.pdf

3

wanita rendah dan berada dibawah laki-laki derajatnya. Kemudian, terkadang

wanita juga sering tidak sadar telah memperlihatkan auratnya di depan kaum laki-

laki dan bertingkah laku yang membuat perhatian kaum laki-laki tertuju kepada

dirinya. Sehingga dibalik semua itu bisa saja menimbulkan aib dan kejelekan pada

diri perempuan.

Masalah pelik mengenai aurat perempuan pada zaman modern ini memang

tidak bisa dihindarkan. Jika ditelusuri dalam sejarah, pada zaman dahulu di tanah

Arab sebelum turunnya Agama Islam dan diutusnya Nabi Muhammad Saw,

masalah aurat ini belum muncul karena masyarakat Arab kala itu masih jahiliyah.

Perempuan di zaman yang disebut “Zaman Jahiliyah” bebas namun tidak dalam

arti yang sering terlihat pada zaman sekarang. Melainkan bebas yang mempunyai

arti yaitu dalam pergaulan mereka tidak terpisah atau dibatasi oleh ketentuan dan

norma Agama.6

Berkenaan dengan pembahasan aurat di atas, kata aurat diartikan secara

bahasa berarti malu, aib dan buruk. Kata “aurat” berasal dari kata ‘’‘awira”

artinya hilang perasaan. Jika makna ‘awira dipakai untuk mata, maka mata ,(عور)

itu hilang cahayanya dan lenyap pandangannya (buta).7 Pada umumnya, kata ini

memberi arti yang tidak baik dipandang, memalukan dan mengecewakan. Dalam

pandangan pakar hukum Islam, aurat adalah bagian dari tubuh manusia yang tidak

6 A.N. Rani, Jilbab itu Wajib! (Jakarta: PT. Arista Brahmatyasa, 1996), h. 4-5. 7 Ibnu Manzur, Lisān al-‘Arab (al-Qahira: Dar al-Ma’arif, t.t, jilid 5, h. 3164-3167.

Page 17: UMI FARIDHOH -FU.pdf

4

patut kelihatan di hadapan orang lain, kecuali dalam keadaan darurat atau

kebutuhan yang mendesak.8

Disamping pembahasan tentang masalah aurat di atas, kaum perempuan

terkadang tidak ingin dibatasi dalam berpenampilan dan berprilaku, mereka

menginginkan dirinya terlihat lebih cantik di mata orang lain terutama di mata

kaum laki-laki. Banyak fashion dan pakaian-pakaian yang membuat perempuan

menjadi tampil lebih cantik namun tidak memperhatikan bahan yang dipakai,

bahkan ada pula pakaian yang tertutup tapi masih memperlihatkan bentuk lekuk

tubuh dan menerawang dipakai oleh perempuan. Yang dianjurkan dalam Islam,

sebenarnya adalah pakaian yang bisa menutupi aurat dirinya, yaitu pakaian yang

tidak tipis dan tidak terlihat lekuk tubuhnya. Karena hal-hal tersebut sangat rawan

bagi kaum perempuan, dan sesuatu yang rawan itu dinamakan aurat. Kewajiban

menghindari hal-hal yang rawan tesebut melahirkan adanya pembatasan tentang

aurat wanita dan pria. Hal itu juga menimbulkan adanya batasan dalam pandangan

antara pria dan wanita atau ketika sedang berbicara satu sama lain.

Pada permasalahan tentang batasan aurat perempuan yang telah banyak

dibahas oleh para Ulama, batas aurat perempuan dengan lelaki asing (ajnabi)

adalah seluruh badannya kecuali muka dan kedua telapak tangan. Dalam riwayat

Aisyah RA dijelaskan di sana bahwa Asma binti Abu Bakar masuk ke dalam

rumah Nabi Saw dengan memakai pakaian tipis lalu Nabi berpaling darinya

seraya bersabda:

ه ذ ا ه ذ او اإال ىمن ه ير أ ن لح ت ص ل م حيض إذ اب ل غ تال م أ ة ر ال م 9إن

8 M. Quraish Shihab, Jilbab:pakaian wanita muslimah ( Jakarta: Lentera Hati, 2004), h. 58.

Page 18: UMI FARIDHOH -FU.pdf

5

“…sesungguhnya perempuan jika telah haid, tidak lagi wajar terlihat

darinya kecuali ini dan ini” (sambil beliau menunjuk ke wajah dan kedua telapak

tangan beliau).”

Banyak ulama yang berpendapat seperti halnya Abū Dāwud10 mengatakan

bahwa hadis ini bernilai ḍa’īf11. Namun hadis ḍa’īf juga dapat diamalkan secara

mutlak baik dalam faḍāil al-a’māl atau dalam masalah hukum (ahkām), pendapat

Abū Dāwud dan Imam Ahmad. Mereka berpendapat bahwa hadis ḍa’īf lebih kuat

daripada pendapat para ulama.12

Adapun dalam ayat al-Qur’an dijelaskan bahwa jika perempuan hendak

keluar maka harus mengenakan pakaian luar yaitu kerudung (khimar) dan jilbab,

firman Allah Swt:

لل م قل إالو زين ت هن اليب دين و هن فروج ن ف ظ ي ح و ارهن أ ب ص من ن من اتي غ ضض ؤ ع ل ىجيوبهن بخمرهن رب ن ل ي ض او من ه ر اظ ه م

13….

“Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan

pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah mereka

menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak daripadanya. Dan

hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya.”

Kewajiban memakai jilbab sebagai penutup aurat pun dijelaskan dalam al-

Qur’an, Firman Allah Swt:

9 Abū Dāwud Sulaimān bin al-Asy’ats, Sunan Abī Dāwud (Beirut: al-Maktabah al-

‘Aṣriyyah, tt), juz 6, nomor hadis 4104, h. 62. 10 Alasannya, karena Abū Dāwud yang telah meriwayatkan hadis inipun menilai mursal

(hadis yang karena sanadnya ada yang terlepas atau gugur yakni di kalangan sahabat atau tabi’in.

Lihat. Abdul Majid Khon, Ulumul Hadis (Jakarta: Amzah, 2010), h. 169), karena Khālid ibn

Durayk yang dalam sanad-nya menyebut nama istri Nabi yaitu ‘Ā’isyah Ra sebagai sumbernya,

namun tidak mengenal ‘Ā’isyah secara pribadi, serta tidak pula semasa dengan beliau. 11 Hadis ḍa’īf adalah hadis yang tidak memenuhi syarat-syarat hadis ṣaḥīḥ dan syarat-syarat

hadis ḥasan. Namun bisa dijadikan 12 Abdul Majid Khon, Ulumul Hadis (Jakarta: Amzah, 2010), h. 165 13 QS. Al-Nūr ayat 31.

Page 19: UMI FARIDHOH -FU.pdf

6

ذ لك البيبهن ج من ل ي هن ع يد نين منين نس اءال مؤ و ب ن اتك و اجك و ألز قل االنبي ي اأ يه

ك ان و ذ ي ن ف اليؤ ف ن يع ر أ د ن ىأ ن حيماللا 14غ فورار “Hai Nabi katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan

istri-istri orang mukmin: "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh

tubuh mereka". Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal,

karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha pengampun lagi

Maha penyayang.”

Jelaslah dari ayat-ayat di atas bahwa Allah Swt telah mewajibkan kepada

perempuan yang beriman supaya menggunakan jilbab atau kerudungnya. Jika

ingin keluar rumah tidak boleh satupun yang memperlihatkan bagian dari dirinya,

tujuannya agar mereka tidak dikenali dan tidak diganggu oleh orang-orang yang

ingin berbuat jahat kepadanya.

Berkaitan dengan masalah pembatasan aurat terhadap kaum perempuan di

atas, Ulama telah sepakat bahwa selain wajah, kedua telapak tangan dan kedua

telapak kaki dari seluruh badan wanita adalah aurat, tidak halal dibuka apabila

berhadapan dengan laki-laki asing (ajnabi),15 selain dijelaskan oleh ayat-ayat di

atas hadis Nabi yang diriwayatkan oleh imam al-Tirmidzī bahwa Nabi Saw

bersabda:

قع ن ر مو ع ن ق ت اد ة امع ن دث ن اه م روب نع اصمح دث ن اع م دب نب شارح م دث ن امح ح

أ ة ر ال م ق ال لم س و ل ي ه ع لىللا ص النبي ع ن للا ع ب د صع ن و ف إذ اأ بياأل ح ة ر ع و

االشي ط ان ف ه ر ت ش اس ت ج ر 16خ

“Telah menceritakan kepada kamu Muḥammad bin Basysyār, telah

menceritakan kepada kamu ‘Amr bin ‘Āṣim telah menceritakan kepada kami

Hammām dari Qatādah dari Muwarriq dari Abu al-Ahwaṣ dari Abdullah dari

Nabi Saw bersabda: “Wanita itu adalah aurat. Jika dia keluar maka setan akan

mengawasinya.”

14 QS. Al-Ahzāb ayat 59. 15 Huzaemah T. Yanggo, Fiqih Perempuan Kontemporer (Jakarta: al-Mawardi Prima,

2001), h. 20. 16 Muhammad bin ‘Īsa bin Saurah bin Mūsa bin al-ḍahāk al-Tirmidzī (W. 279 H), al-Jāmi’

al-Kabīr Sunan al-Tirmidzī (Beirut: Dār al-Gharib al-Islamī, 1998), Juz 2, no. hadis 1173, h. 467.

Page 20: UMI FARIDHOH -FU.pdf

7

Hadis di atas menjadi dasar beberapa ulama yang menyatakan bahwa

seluruh badan perempuan adalah aurat dan menetapkan keharusan menutup

seluruh tubuhnya, tanpa terkecuali; termasuk wajah dan tangannya. Akan tetapi,

karena adanya proses penghimpunan hadis yang memakan waktu yang lama

setelah Nabi Saw wafat, ditambah lagi dengan adanya kitab hadis yang banyak

dengan metode penyusunan yang beragam dan terjadinya periwayatan secara

makna serta banyaknya hadis yang dipalsukan demi kepentingan kelompok

tertentu, mengakibatkan hadis masih diperdebatkan dan mengandalkan perlunya

penelitian hadis, baik sanad maupun matan. Mengingat kualitas sangat erat

hubungannya dengan otoritas sebagai kekuatan pegangan atau hujjah dalam

menentukan dan membentuk suatu hukum dalam Islam, maka dengan sendirinya

kajian tentang kualitas sebuah hadis menuntut ketekunan yang sangat mendalam

dan maksimal bagi seorang peneliti hadis. Oleh karena itu pula, penulis perlu

melakukan penelitian ulang akan otentisitas hadis ini, apakah hadis ini ṣahīh dan

bisa dijadikan hukum syara’ atau tidak.

Disamping pemaparan di atas, hadis ini jika dipahami menggunakan

pemahaman tekstual yang merujuk kepada Syarah Hadis Imam al-Tirmidzī bahwa

seorang perempuan itu dirinya telah dijadikan sebagai aurat, karena sesungguhnya

apabila nampak terlihat dari dirinya maka akan menimbulkan malu, sebagaimana

aurat yang menimbulkan malu apabila ia terlihat. Kemudian jika perempuan itu

keluar rumah dan menampakkan perhiasannya, maka tidak menutup kemungkinan

setan akan menggodanya dan perempuan itu tidak lepas dari godaan tersebut.17

17 Abū al-A’lā Muḥammad ‘Abdurraḥman bin ‘Abdurraḥim al-Mubarakfūrī (w.1353 H),

Tuhfat al-Ahwadzī bi Syarh Jāmi’ al-Tirmidzī (Beirut: Dār al-Kitab al-‘Ilmiyah, t.t.), juz 4, h. 283.

Page 21: UMI FARIDHOH -FU.pdf

8

Bahkan selain itu Imam al-Syāfi’ī berpendapat mengenai hadis ini bahwa suara

wanita adalah termasuk aurat dihadapan laki-laki yang bukan mahramnya (laki-

laki ajnabi) baik itu dikhawatirkan timbul fitnah ataupun tidak.18 Sehingga dari

tekstualitas hadis ini timbul pemahaman sementara ulama yang melarang

perempuan keluar dari rumah, banyak pula pendapat para ulama yang

membenarkan bahwa perempuan tidak boleh keluar rumah.

Akan tetapi hadis tersebut tidak bisa dipahami sesempit itu. Karena

pemahaman sempit seperti itu berakibat pada kaum perempuan. Sebagai kaum

perempuan tentu akan merasa terbatasi ruang geraknya di ranah publik, sehingga

kaum perempuan tidak boleh melakukan aktivitas di luar rumah, di antaranya;

menuntut ilmu dengan dosen laki-laki tidak boleh, dan bahkan dalam salat

berjamaah bersama kaum laki-laki di masjid juga tidak diwajibkan, sebab hal

tersebut akan dapat menimbulkan fitnah. Namun berbeda jika dilihat pada zaman

sekarang, banyak perempuan yang aktifitasnya di luar rumah sama seperti laki-

laki, seperti perempuan yang mempunyai kegiatan sosial di masyarakat, bekerja,

mengajar, dan juga ada yang mempunyai profesi sebagai penyanyi, dan

menjadikan profesi menyanyinya untuk menafkahi kehidupannya dan

keluarganya. Sedangkan berbeda pendapat dengan M.Quraish Shihab yang

menurutnya, bahwa hadis ini bukan semata-mata tidak membolehkan perempuan

untuk keluar rumah tetapi mengharuskan perempuan agar lebih menjaga

kesopanan saat keluar rumah.19 Perbedaan pendapat mengenai perempuan tidak

18 Mahtuf Ahnan dan Maria Ulfa, Risalah Fiqih Wannita (Surabaya: Terbit Terang, t.t.), h.

138. 19 M. Quraish Shihab, Jilbab: pakaian wanita muslimah ( Jakarta: Lentera Hati, 2004), h.

58.

Page 22: UMI FARIDHOH -FU.pdf

9

boleh keluar rumah ini muncul di kalangan para ulama. Jika demikian bukankah

perempuan adalah sumber dosa jika berada di luar rumah?.

Berangkat dari latar belakang masalah yang dipaparkan di atas maka

dalam penelitian ini, penulis bermaksud mengkaji kualitas sanad dan melakukan

kajian pemahaman ulang terhadap matan hadis perempuan adalah aurat. Oleh

karena itu penulis dalam penelitian ini mengambil judul Skripsi, “Perempuan

adalah Aurat”. (Kajian Otentisitas dan Pemahaman Hadis).

B. Permasalahan

1. Identifikasi Masalah

Dari latar belakang di atas adanya hadis yang menjelaskan tentang

perempuan adalah aurat yang masih bersifat umum menjadi perdebatan diantara

para ulama yang melarang dan membolehkan perempuan untuk keluar rumah.

Bagaimana tidak, sekarang banyak perempuan yang mempunyai aktifitas di luar

rumah seperti bekerja, menuntut ilmu, dan lain-lain. Terlebih ada perempuan yang

mempunyai kewajiban menafkahi keluarganya. Dari sinilah Penulis

mengidentifikasi beberapa masalah diantaranya sebagai berikut:

Pertama: secara bahasa aurat adalah aib dan kejelekan, sedangkan menurut

M. Quraish Shihab aurat adalah bagian dari tubuh manusia yang tidak patut

kelihatan dihadapan orang lain, kecuali dalam keadaan darurat. Jika aurat (aib)

adalah kejelekan dalam diri semua orang, tanpa memperdulikan agama dan jender

yang memiliki keniscayaan untuk menutupnya. Berbeda dengan asumsi ini aurat

Page 23: UMI FARIDHOH -FU.pdf

10

dalam pandangan umat Islam lebih menitik beratkan kewajiban untuk kaum

perempuan.

Kedua, aurat perempuan, batasan-batasan aurat perempuan, dan kewajiban

menutup aurat itu semua terdapat dalam al-Qur’an dan hadis-hadis Nabi saw.

Persoalannya adalah terdapat satu hadis yang sangat umum mengatakan

perempuan dilarang untuk keluar rumah dan merupakan aib bagi dirinya jika ia

keluar terlihat oleh orang lain yang bukan mahram.

Ketiga, persoalan selanjutnya adalah hadis imam al-Tirmidzī yang

menyebutkan, sabda Nabi Saw: “Perempuan adalah aurat apabila dia keluar

maka setan akan menggodanya”. Yang memerlukan analisa untuk dapat diketahui

keotentikan sanad hadis karena makna teks hadis ini berpotensi membatasi ruang

gerak dan aktualisasi perempuan dalam ranah publik, dan melarang perempuan

untuk keluar rumah, bahkan sebagian ulama berpendapat bahwa suara perempuan

juga termasuk aurat.

2. Batasan Masalah

Dari identifikasi masalah di atas, saya akan membahas persoalan ketiga,

dalam riwayatnya imam al-Tirmidzī hadis ke 1173 bahwa perempuan adalah

aurat apabila dia keluar maka setan akan menggodanya. Persoalan ini saya bahas

karena hadis ini secara tekstual berpotensi melarang perempuan melakukan

aktivitas di luar rumah, bahkan dalam beribadah juga perempuan diwajibkan

untuk tetap di rumahnya. Oleh karena itu hadis ini tidak bisa dipahami secara

tekstual namun juga memerlukan pemahaman ulang supaya jelas maksud dari

Page 24: UMI FARIDHOH -FU.pdf

11

hadis tersebut. Namun sebelumnya tentu akan diteliti keotentikan sanad hadis

untuk meneliti dan memahami lebih jauh matan hadis tersebut.

3. Rumusan Masalah

Untuk memahami hadis ini tidak bisa dipahami hanya menggunakan

makna dari matan teks hadis saja, karena akan menimbulkan banyak pertanyaan

dan ketidakpuasan pemaknaan terhadap teks hadis tersebut, sehingga penulis

bermaksud untuk melakukan pemaknaan ulang dilihat dari segi tekstual hadis dan

kontekstual hadisnya. Dari batasan masalah yang dikemukakan di atas, penulis

merumuskan permasalahan menjadi: Bagaimana peneliti ingin memahami teks

hadis tentang perempuan adalah aurat secara tepat?.

Untuk menjelaskan pertanyaan ini, penulis akan menggunakan dua

pertanyaan bantuan.

a. Bagaiamana otentisitas hadis Nabi tentang Perempuan adalah Aurat?

b. Apa pemahaman yang tepat dari hadis ini apabila dikontekskan dengan

masa sekarang?

C. Tujuan dan Manfaat

1. Tujuan penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas tujuan yang ingin dicapai dari

penelitian ini adalah:

a. Untuk mengetahui otentisitas hadis Nabi tentang perempuan adalah aurat.

b. Untuk mendapatkan pemahaman yang mendalam mengenai hadis tentang

perempuan adalah aurat serta mengetahui pemahaman yang baru sesuai

dengan masa sekarang.

Page 25: UMI FARIDHOH -FU.pdf

12

2. Manfaat Penelitian

a. Kegunaan Teoritis

Penelitian ini diharapakan mampu memberikan penjelasan mengenai hadis

Nabi tentang perempuan adalah aurat, baik dari segi sanad maupun matan-nya.

Selain itu penelitian ini diharapkan bisa menambah ilmu pengetahuan dalam ilmu

kajian hadis, terutama yang berkaitan mengenai hadis perempuan adalah aurat.

b. Kegunaan Praktis

Penelitian ini mempunyai kegunaan praktis yakni untuk memberikan

sebuah bahan pertimbangan untuk melakukan pengkajian secara mendalam

terhadap hadis yang diterima dengan melakukan kritik sanad dan pemahaman

matan hadis, agar ditemukan sebuah kesimpulan yang komprehensif. Penelitian

ini juga diharapakan mampu memberikan pengetahuan kepada masyarakat

terutama wanita untuk menjalankan kewajiban menutup aurat mereka dari

siapapun dan di saat keluar rumah. Dan juga diharapkan penelitian ini bisa

menambah database perpustakaan UIN Syarif Hidyatullah Jakarta sebagai bahan

pertimbangan untuk mahasiswa yang akan mengambil tema yang sama.

D. Kajian Pustaka

Kajian pustaka pembahasan ini adalah banyak merujuk kepada literature-

literatur review, artikel dan jurnal atau berasal dari skripsi, tesis dan disertasi.

Sebelum al-Qur’an turun perempuan pada masa itu dipahami sebagai

seseorang yang diciptakan dari tulang rusuk Adam, bukan dari diri yang satu,

dalam skripsi karya Ita Miftahul Jannah yang berjudul Penciptaan Wanita Dalam

al-Qur’an tahun 2002, dalam skripsi ini menjelaskan perbandingan penafsiran

Page 26: UMI FARIDHOH -FU.pdf

13

antara Ibnu Katsir dan Muhammad Abduh mengenai penciptaan wanita, yang

berkesimpulan bahwa mereka memiliki persamaan dalam mengambil dalil

penciptaan wanita yaitu merujuk kepada QS. al-Nisā’ ayat 1, namun dalam

memahami ayat ini mereka berbeda pendapat, ibnu katsir mengatakan bahwa

wanita diciptakan dari tulang rusuk Adam bukan dari diri yang satu, sedangkan

Muhammad Abduh mengatakan bahwa wanita juga diciptakan dari unsur yang

sama seperti Adam bukan dari tulang rusuk Adam,20.

Karya Siti Fatimah Zahro yang berjudul Hadis Perempuan Sebagai

Sumber Fitnah tahun 2014, dalam skripsi ini ingin membuktikan bahwa

perempuan bukan sebagai sumber fitnah yang selalu membuat kaum Adam

tergoda, dengan melakukan pemaknaan ulang terhadap hadis ini menggunakan

metode ma’ani al-hadis, dan berkesimpulan bahwa makna hadis ini kata fitnah

diartikan cobaan dan ujian yang dihadapkan bagi kaum laki-laki. Dikatakan

sebagai sumber fitnah yaitu akibat dari perbuatan perempuan itu sendiri, bukan

semua perempuan yang dimaksud sebagai sumber fitnah.21

Karya Mabrur yang berjudul Jilbab Dalam al-Qur’an tahun 2014 dan

Skripsi karya Sobrun yang berjudul Aurat Perempuan Dalam Perspektif

Muhammad Syaḥrūr, telaah surat al-Ahzab ayat 53, 59 dan surat al-Nūr ayat 31

tahun 2006, dua skripsi ini sama-sama membahas tentang telaah surat al-Ahzab

ayat 53, 59 dan surat an-Nūr ayat 31 namun berbeda metode, dalam karyanya

Mabrur menganalisa penafsiran ulama kontemporer antara Muhammad Syahrur

dan Wahbah Zuhaili sedangkan dalam Karya Sobrun hanya menjelaskan

20 Ita Miftahul Jannah,Penciptaan Wanita Dalam al-Qur’an (Studi Perbandingan Antara

Penafsiran Ibnu Katsir dan Muhammad Abduh Tentang QS. al-Nisā’ ayat 1), (Skripsi Mahasiswa

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2014). 21 Siti Fatimah Zahro, Hadis Perempuan Sebagai Sumber Fitnah (Studi Ma’ani al-Hadis),

(Skripsi Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2014).

Page 27: UMI FARIDHOH -FU.pdf

14

mengenai penafsiran Muhammad Syahrur dan saya mengambil kesimpulan dari

kedua skripsi ini bahwa wanita harus memakai pakaian yang tertutup ketika akan

berpergian keluar rumah, seperti Jilbab, Khimar dan Hijab yaitu menutup seluruh

badannya sampai ke dada.

Dalam sebuah jurnal karya Riri Fitria yang berjudul Batas Aurat Muslimah

dalam Pandangan al-Bāniy, dalam karya ini menjelaskan pemahaman al-Bāniy

pada kualitas matan dan sanad pada batasan aurat dalam hadis tentang Asmā’, dan

berkesimpulan bahwa hadis tersebut menurut al-Bāniy hadis mursal22 namun

masih tetap bisa dijadikan hujjah karena ia didukung oleh sejumlah hadis dan

atsar yang memperkuat posisi baik dari segi sanad maupun matan, dan kandungan

hadis tentang Asmā’ dinilai tidak bertentangan dengan akal sehat ataupun al-

Qur’an karena suatu hal yang rasional Rasulullah menyuruh kepada setiap

muslimah yang sudah haid untuk menutup aurat karena muslimah yang sudah

baligh jika telah haid mengalami perubahan fisik, maka dari itu Rasulullah

menganjurkan untuk menutup aurat bagi kaum wanita karena untuk kemaslahatan

muslimah itu sendiri.23

Memang permasalahan tentang aurat perempuan sangat pelik, bukah hanya

ketika ingin keluar saja perempuan menutup aurat, bahkan dalam salat pun harus

menutup aurat, Ibrahim Muhammad al-Jamal dalam bukunya Fiqih Muslimah

Ibadat-Mu’amalat menjelaskan bahwa menutup aurat adalah syarat bagi

keabsahan salat, sedangkan batas aurat dalam salat ialah seluruh badan hingga

22 Hadis Mursal adalah hadis yang karena sanadnya ada yang terlepas atau gugur yakni di

kalangan sahabat atau tabi’in. Lihat. Abdul Majid Khon, Ulumul Hadis (Jakarta: Amzah, 2010), h.

169 23 Riri Fitria, Batas Aurat Muslimah dalam Pandangan al-Bāniy, (Institut Agama Islam

Negeri (IAIN) Imam Bonjol Padang, 2012), Vol.8 No.2.

Page 28: UMI FARIDHOH -FU.pdf

15

rambutnya yang menjulur dari kedua telinganya, kecuali wajah dan kedua telapak

tangan.24

Murtadha Muthahhari dalam bukunya Hijab: Gaya Hidup Wanita Islam

buku ini menjelaskan tentang hijab bagi seorang perempuan, dalam pemaparan

buku ini perempuan wajib menggunakan hijab dan menutup seluruh tubuhnya,

kecuali wajah dan kedua telapak tangannya. Kedua bagian itu tidak wajib ditutup;

dalam al-Qur’an dan hadis tidak ada petunjuk bahwa wanita wajib menutup wajah

dan kedua telapak tangannya. Akan tetapi, tentang boleh atau tidaknya kaum laki-

laki memandang perempuan, dalam buku ini dijelaskan bahwa Imam Ridha

mengatakan “laki-laki boleh memandang wajah atau tangan perempuan bila

pandangannya itu tidak bernafsu atau tidak ada kekhawatiran akan terjadinya

perbuatan yang menyeleweng”.25

Salah satu buku fiqih yang membahas tentang auratnya suara wanita

adalah buku karya Mahtuf Ahnan dan Maria Ulfa yang berjudul “Risalah Fiqih

Wanita, Pedoman Ibadah Kaum Wanita Muslimah dengan Berbagai

permasalahan”. Di dalam buku ini dibahas tentang menghukumi suara wanita.

Disana dipaparkan pendapat dari masing-masing madzhab sampai dengan

pendapat atau kesimpulan dari penulis. Di dalam buku ini penulis tidak

menyebutkan hadis, baik sanad maupun matannya. Ia hanya menjelaskan saja

paparan dari para tokoh madzhab dan mengambil kesimpulan setelahnya.26

24 Ibrahim Muhammad al-Jamal, Fiqih Muslimah Ibadah-Mu’amalat (Jakarta: Pustaka

Amani, 1999), h. 75. 25 Murtadha Muthahhari, Hijab: Gaya Hidup Wanita Islam (Bandung: Mizan, 1995), h. 114. 26 Mahtuf Ahnan dan Maria Ulfa, Risalah Fiqih Wanita (Surabaya: Terbit Terang, t.t.), h.

138-145.

Page 29: UMI FARIDHOH -FU.pdf

16

Dari kajian buku dan literatur di atas telah dijelaskan mengenai perempuan

menjelaskan penciptaan perempuan, kewajiban perempuan untuk menutup aurat

dari laki-laki yang bukan muhrim, batasan-batasan aurat perempuan, dan

menjelaskan aurat suara perempuan dari berbagai mazhab, sedangkan dalam

skripsi ini akan memfokuskan pada kajian hadis Nabi Saw yang mengatakan

“perempuan adalah aurat” sehingga kemudian ada yang mengatakan perempuan

dibolehkan dan tidak dibolehkan untuk keluar rumah. Menurut saya judul ini

belum ada yang membahas dan penting untuk diteliti agar tidak menimbulkan

permasalahan di kalangan masyarakat terutama perempuan.

E. Metodologi Penelitian

1. Sumber Data

Dalam penelitian ini penulis menggunakan sumber primer kitab Sunan al-

Tirmidzī merujuk kepada hadis nomor 1173, Ṣahīh Ibn Khuzaimah hadis nomor

1686, dan Ṣahīh Ibn Ḥibān hadis nomor 329. Adapun untuk makna hadis

perempuan adalah aurat penulis menggunakan kitab Syarh al-Hadis yaitu Tuhfat

al-Ahwadzī bi Syarh Jāmi’ al-Tirmidzī syarah hadis Sunan al-Tirmidzī, dan lain-

lain.

Sumber pendukung yang lain penulis menggunakan sumber-sumber

rujukan lain sebagai penunjang dalam pembahasan topik tersebut diantaranya

yaitu buku yang berjudul Jilbab pakaian wanita muslimah karya M. Quraish

Shihab, Fikih Perempuan Kontemporer karya Huzaimah Tahido Yanggo, Aurat

dan Jilbab dalam Pandangan Mata Islam karya Mohd Fuad Fachruddin, Tafsir

Wanita karya Syaikh Imad Zaki Al-Barudi,, karya Mahtuf Ahnan dan Maria Ulfa

Page 30: UMI FARIDHOH -FU.pdf

17

yang berjudul “Risalah Fiqih Wanita, Pedoman Ibadah Kaum Wanita Muslimah

dengan Berbagai permasalahan”dan sumber-sumber pendukung yang lain-lain.

2. Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data ini adalah dengan mengumpulkan hadis-hadis

yang membahas mengenai hadis perempuan adalah aurat dalam kitab-kitab hadis,

cara pengumpulannya yaitu dengan Takhrīj Ḥadis yaitu mencari akar kata, yang

dimaksud akar kata adalah kata yang terdapat dalam matan hadis. Metode

pencarian ini menggunakan kitab al-Mu’jam al-Mufahras li Alfāẓ al-Ḥadīts al-

Nabawī.27 dan dibantu dengan Aplikasi Maktabah Syamilah dan kitab-kitab

takhrīj hadis lain yaitu Mausū’at Atraf al-Ḥadis al-Nabawī al-Syarīf dan Miftāḥ

Kunūz al-Sunnah.

3. Analisis Data

Setelah data terkumpul penulis akan menganalisis data tersebut sehingga

penelitian ini dapat terlaksana secara rasional, sistematis, dan terarah. Penelitian

ini menggunakan metode analisis sanad dan matan berdasarkan rujukan dari M.

Syuhudi Ismail dalam bukunya yang berjudul Metodologi Penelitian Hadis Nabi

Saw dan buku berjudul Hadis Nabi yang Tekstual dan Kontekstual (Tela’ah

Ma’āni al-Hadis) untuk metode memahami matan hadis tersebut.

Adapun teknik operasional penelitian ini meliputi sebagai berikut:

1. Melakukan penelitian sanad (kritik sanad) dari data yang telah

diperoleh, untuk kemudian menentukan kedudukan hadis.

27 al-Mu’jam al-Mufahras li Alfāẓ al-Ḥadīts al-Nabawī adalah kitab yang disusun oleh

sebuah tim yang beranggotakan pakar orientalis. Salah satu dari tim penyusunnya bernama A.J

Wensinck (w.1939), seorang guru besar Bahasa Arab di Universitas Leiden. al-Mu’jam al-

Mufahras memuat indeks kata yang terdapat dalam 9(Sembilan) sumber koleksi hadis, yaitu al-

Kutub al-Sittah, Muwatta’, Musnad Aḥmad dan Musnad al-Dārimī.

Page 31: UMI FARIDHOH -FU.pdf

18

2. Melakukan penelitian matn, yaitu mengkaji makna teks hadis tersebut,

dan secara kontekstual mengumpulkan informasi tentang makna yang

dimaksud dari teks hadis tersebut yang merujuk kepada metode

memahami hadis dengan mempertimbangkan latar belakangnya,

situasi dan kondisinya ketika diucapkan, serta tujuannya. Sumber-

sumber yang dipakai adalah yang dinilai otoritatif seperti al-Qur’an,

Hadis, syarh hadis, dan karya-karya yang terkait dengan perbincangan

seputar tema ini.

4. Teknik penulisan

Penulisan skripsi ini berpedoman pada buku Pedoman Akademik Program

Strata 1 2012-2013 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. dan transliterasi yang

dipakai dalam penyusunan skripsi ini berpedoman pada Romanisasi Standar

Bahasa Arab (Romanization of Arabic) yang pertama kali diterbitkan pada tahun

1991 dari American Library Association (ALA) dan Library Congress (LC).

F. Sistematika Penulisan

Untuk mendapatkan pembahasan yang utuh maka diperlukan adanya

sistematika penulisan. Dalam sistematika penulisan ini, dibagi menjadi lima bab,

dan masing-masing bab memiliki sub pokok bahasan.

Bab pertama adalah pendahuluan, yang meliputi latar belakang masalah,

identifikasi masalah, batasan masalah, dan rumusan masalah, tujuan penelitian

dan manfaat penelitian, kajian pustaka dan sistematika penulisan. Hal ini

dilakukan untuk mengetahui bagaimana latar belakang masalah tentang judul yang

Page 32: UMI FARIDHOH -FU.pdf

19

saya ambil dan metodologi penulisan yang digunakan untuk meneruskan

penelitian skripsi ini.

Bab kedua memaparkan penjelasan definisi perempuan dan definisi aurat,

menurut bahasa dan istilah, kemudian mengemukakan pendapat beberapa ulama

tentang aurat perempuan, lalu saya akan menjelaskan batasan-batasan aurat

perempuan baik dihadapan Allah, dihadapan mahram dan yang bukan mahram

(lelaki ajnabi), dan berhadapan dengan perempuan muslimah dan non muslimah,

kemudian menjelaskan hukum menutup aurat dalam Islam. Hal ini dilakukan

untuk dapat diketahui perdebatan aurat perempuan itu fisiknya seluruh tubuh atau

hanya sebagian saja.

Bab ketiga adalah mencantumkan hadis tentang perempuan adalah aurat

dan terjemahnya kemudian menganalisis sanad hadis tersebut. Hal ini dilakukan

untuk dapat mengetahui otentisitas sanad hadis tersebut.

Bab keempat merupakan penjelasan makna tekstual dan kontekstual hadis

permpuan adalah aurat, hal ini dilakukan supaya orang yang membaca hadis ini

tidak salah memahami, hanya dengan melihat teks hadisnya saja, tanpa

mengetahui makna konteks yang terdapat dalam matan hadis tersebut dan untuk

mendapatkan informasi tentang suara wanita.

Bab kelima adalah kesimpulan dari seluruh uraian yang telah dikemukakan

jawaban atas permasalahan yang diteliti disertai dengan saran-saran yang dapat

disumbangkan sebagai rekomendasi untuk kajian lebih lanjut dari penelitian ini,

sekaligus merupakan penutup rangkaian dari pembahasan ini.

Page 33: UMI FARIDHOH -FU.pdf

20

BAB II

DISKURSUS SEPUTAR AURAT PEREMPUAN

A. Definisi Kata Perempuan

Makna manusia tidak terbatas pada jenis dan golongan manusia tertentu,

tetapi ia mencakup seluruh jenis manusia, baik pria maupun perempuan semuanya

sama. Dan ketika al-Qur’an berbicara mengenai perempuan dan pria, ia

mengatakan bahwa keduanya tidak dapat dilihat dari sisi kepriaan atau

keperempuanan. Hakikat keduanya terletak pada sisi ruhaninya, bukan

jasmaninya, bukan pula gabungan antara jasmani dan ruhani.1 Namun dalam

skripsi ini perempuan yang dimaksud adalah perempuan (al-mar’ah) lawan dari

laki-laki (al-rajul), bukan lawan dari suami (al-zauj). Namun bila membahas

mengenai aurat, perempuan tentunya dilihat pada sisi jasmaninya, begitupun juga

laki-laki.

Di dalam hadis pula, Rasulullah Saw banyak menyebutkan perempuan

menggunakan lafaẓ Mar’ah, Bint, Zaujah, Umm dan yang terakhir menggunakan

kata Nisā’. Masing-masing mempunyai makna dan penempatan sendiri-sendiri

ketika Nabi Muhammad menggunakan lafaẓ tersebut, yaitu:

a. Mar’ah, yang artinya perempuan. Biasanya Nabi memakai kata mar’ah

ketika berbicara tentang topik yang berkaitan dengan bidang fikih, dan

perempuan yang menggunakan lafaẓ Mar’ah disitu bisa berdiri sendiri

tanpa adanya pasangan atau pelengkap.

1Ayatullah Jawadi Amuli, Keindahan dan keagungan perempuan (Jakarta: Lentera, 2005),

h. 2.

Page 34: UMI FARIDHOH -FU.pdf

21

b. Bint dan Ibnatun mempunyai satu makna yang sama yakni anak

perempuan, dan Nabi Muhammad sering menggunakan lafaẓ ini ketika

membicarakan tentang akhlak dan objeknya anak kecil.

c. Zaujah, lafaẓ zaujah mempunyai makna yang sama dengan mar’ah yang

artinya perempuan (sebagai objek pembicaraan), akan tetapi zawjah hanya

khusus sebagai pasangan laki-laki (zauj), dan kebanyakan dipakai hanya

untuk ruang lingkup keluarga atau perkawinan. Nabi pun sering

menggunakan lafaẓ Zaujah ketika berbicara di topik keluarga dan

pernikahan.

d. Umm, lafaẓ Umm mempunyai makna perempuan, yakni perempuan yang

sudah mempunyai anak (Ibu), dalam bahasa Arab lafaẓ Umm mempunyai

dua jamak yaitu al-Ummahāt dan al-Ummāt, lafaẓ al-Ummahāt bermakna

beberapa Ibu khusus digunakan untuk manusia, dan lafaẓ al-Ummātu yang

bermakna ibu-ibu untuk para binatang.2 Nabi sering menggunakan lafaẓ

al-Ummahāt/al-Umm ketika lagi berbicara tentang akhlak dan kebanyakan

untuk memulyakan posisi atau kedudukan seorang ibu.

e. Nisā, lafaẓ nisā’ yang artinya sama yaitu perempuan. Akan tetapi lafaẓ

nisā’ sering digunakan Nabi ketika perempuan itu sebagai orang yang

diajak bicara atau sebagai orang yang dibicarakan, dan ketika Nabi

menceritakan perempuan yang ada di akhirat kebanyakan beliau memakai

Nisā’.

Dengan demikian, dari keterangan dan makna lafadz yang berkaitan

dengan perempuan, skripsi ini membicarakan perempuan menggunakan lafadz

2 Ibn Manẓur, Lisān al-‘Arab (Beirūt: Dār al-Ihyā, 1882), jilid 1, h. 216.

Page 35: UMI FARIDHOH -FU.pdf

22

mar’ah, hal ini dikarenakan pembahasan hanya berfokus pada permasalahan

tentang perempuan itu sendiri, tanpa diperlukan adanya bahasan tentang

pasangan (laki-laki).

B. Definisi Kata Aurat

Aurat dalam hal ini berkaitan dengan bentuk fisik atau tubuh seseorang,

yang dimaksud skripsi ini adalah aurat dari fisik perempuan. Aurat secara bahasa

berarti malu, aib dan buruk. Kata “aurat” dalam bahasa Arab berasal dari kata-

kata sebagai berikut:

1. Kata “aurat” berasal dari kata“’awira” ) عور (, artinya hilang perasaan,

kalau dipakai untuk mata, maka mata itu hilang cahayanya dan lenyap

pandangannya.3 Pada umumnya, kata ini memberi arti yang tidak baik dan

dipandang memalukan dan mengecewakan.

2. kata “aurat” juga berasal dari kata “’āra” (عار), artinya menutup dan

menimbun, seperti menutup mata air dan menimbunnya.4 Ini berarti pula,

bahwa aurat itu adalah sesuatu yang ditutup sehingga tidak dapat dilihat

dan dipandang.

3. kata “aurat” bisa pula berasal dari kata “a’wara” (اعور), yakni sesuatu

yang jika dilihat, akan mencemarkan.5 Jadi aurat adalah sesuatu yang

harus ditutup dan dijaga hingga tidak menimbulkan kekecewaan dan

malu.6

Sedangkan menurut istilah, aurat ialah sesuatu yang menimbulkan birahi

atau syahwat, membangkitkan nafsu angkara murka sedangkan ia mempunyai

kehormatan dibawa oleh rasa malu supaya ditutup rapi dan dipelihara agar tidak

3 Ibnu Manẓur, Lisān al-‘Arab (al-Qahira: Dar al-Ma’arif, t.t,), jilid 5, h. 3164-3167. 4 Manẓur, Lisān al-‘Arab, jilid 5, h. 3165. 5 Manẓur, Lisān al-‘Arab, jilid 5, h. 3166. 6 Al-Husainiy, kifayat al-Akhyar (al-Qahira: Isa Halaby, t.t.), jilid I, h. 92.

Page 36: UMI FARIDHOH -FU.pdf

23

mengganggu manusia lainnya serta menimbulkan kemurkaan, padahal

ketentraman hidup dan kedamaian hendaklah dijaga sebaik-baiknya.7

Menurut Ibrahim Muhammad al-Jamal aurat ialah sesuatu yang buruk dan

bagian tubuh yang tidak patut kelihatan dihadapan orang lain.8

Dengan demikian makna aurat dalam bahasa Arab memang secara literal

berarti “celah, kekurangan, dan merupakan sesuatu yang memalukan atau sesuatu

yang apabila aurat itu terbuka maka akan menimbulkan rasa malu dan cela pada

diri sendiri. Apabila disandingkan dengan perempuan المراة() berarti aurat ini

adalah membicarakan tentang perempuan dari semua aspek jasmani perempuan,

bukan masalah rohani.

C. Perdebatan Seputar Aurat Perempuan

Semua ulama sepakat bahwa menutup bagian anggota badan berdasarkan

sunah fi’liyah hukumnya wajib baik bagi laki-laki maupun perempuan. Yang

menjadi perdebatan adalah sampai manakah batasan-batasan aurat laki-laki dan

perempuan? Dan apakah batasan aurat di dalam salat berbeda dengan batasan

aurat di luar salat?.

Mazhab Ḥanāfi, sebagaimana diterangkan al-Samarkandi di dalam Tuhfat

al-Fuqahāt, memperkenalkan dua macam aurat, yaitu aurat di dalam dan di luar

salat. Di dalam salat, aurat perempuan batasannya adalah seluruh anggota badan

7 Fuad Mohd Facruddin, Aurat dan Jilbab dalam Pandangan Mata Islam (Jakarta: Yayasan

al-Amin, 1984), h. 1. 8 Ibrahim Muhammad Al-Jamal, Fiqih Muslimah Ibadah-Mu’amalat (Jakarta: Pustaka

Amani, 1999), h. 71

Page 37: UMI FARIDHOH -FU.pdf

24

kecuali muka, telapak tangan, dan telapak kaki. Sedangkan di luar salat berlaku

ketentuan lain; yaitu tentang tatakrama pergaulan keluarga.9

Menurut mazhab Mālikī, sebagaimana diterangkan Khalil ibn Ishaq al-

Jundi dalam al-Mukhtaṣar, batasan aurat perempuan adalah semua anggota badan

kecuali muka dan telapak tangan; kaki tidak termasuk pengecualian.

Sedangkan pandangan mazhab Syāfi’ī hampir sama dengan mazhab

sebelumnya, yakni bahwa batasan aurat perempuan adalah seluruh badannya

kecuali muka, telapak tangan dan telapak kaki. Hanya saja, mazhab ini lebih

terperinci membedakan kedudukan aurat di dalam atau di luar lingkungan

keluarga dekat (mahram).

Menurut mazhab Aḥmad ibn Ḥanbal, sebagaimana diungkapkan Mansur

al-Bahuti dalam Kasysyāf al-Qina’ ‘an Matn al-Qina’, aurat perempuan dewasa

adalah seluruh badannya kecuali muka dan telapak tangan, baik di dalam maupun

di luar salat. Sedangkan Mazhab imam dalam Syi’ah, agaknya lebih ketat

dibandingkan dengan semua imam mazhab di atas. Mungkin, ini ada kaitannya

dengan Iran yang turun temurun menjadi kota penting dalam tradisi Sasania-

Persia yang memiliki sejarah panjang tentang penggunaan jilbab (cadar). Imam al-

Khu’i dalam Minhaj al-Ṣālihin, dan Imam Khomaeni dalam Taḥrīr al-Waṣīla,

berpendapat bahwa perempuan diharuskan menutup seluruh anggota badan tanpa

pengecualian; termasuk muka, terkecuali di depan suami atau mahramnya. Imam

Khomaeni menambahkan, tidak boleh seorang berlawanan jenis berjabat tangan

selain mahram.

9 Nasaruddin Umar, Fikih Wanita Untuk Semua (Jakarta: PT SERAMBI ILMU SEMESTA,

2010), h. 15.

Page 38: UMI FARIDHOH -FU.pdf

25

Sebagaimana dijelaskan dalam hadis Nabi Saw Rasul pun tidak menjabat wanita

yang bukan mahram:

ب ن د م مح دث ن اسف ي ان،ع ن :ح نق ال م ح الر دث ن اع ب د :ح ب نب شارق ال د م ن امح ب ر أ خ فيال لم س و ل ي ه ع لىهللا ص النبي أ ت ي ت : ق ال ت ا أ نه رق ي ق ة بن ت ة ي م أم ع ن من ك در،

ش ي ئا بالل نش رك ال ع ل ىأ ن ،نب ايعك للا سول ارنب ايعه،ف قل ن ا:ي ار األ ن ص ةمن و ،نس

ن س ال فيو ن ع صيك ال جلن ا،و أ ر أ ي دين او ت انن ف ت ريهب ي ن ببه تي ن أ ال ،و ني ن ز ال ،و رق

: ع روف،ق ال ق تن»م أ ط ،و ت ط ع تن ااس بن ا،ه لم«.فيم م ح أ ر سوله ر و :قل ن اللا ق ال ت

سول ر ي ا نب ايع ك : لم س و ل ي ه ع هللا لى ص للا سول ر ف ق ال ، افح»للا أص ال إن ي

احد ةالن س اء أ ةو ر ليالم مث لق و احد ة،أ و أ ةو ر ليالم أ ةك ق و ر ليلمائ ةام اق و 10«،إنم

“Muhammad bin Basyar mengabarkan kepada kami dari Abdurrahman,

dari Sufyan, dari Muhammad bin al-Munkadir bahwa Umaimah binti Ruqaiqah

berkata,”Aku ikut dalam rombongan wanita Anshar yang datang menemui Nabi

Saw untuk membaiatnya, lalu kami berkata, ‘Wahai Rasulullah, kami

membaiatmu untuk tidak menyekutukan Allah dengan sesuatupun, tidak mencuri,

tidak berzina, tidak mengatakan kebohongan yang kami buat-buat di antara

tangan dan kaki kami, serta tidak mendurhakaimu dalam kebaikan.’ Beliau

berkata, ‘Sebisa dan semampu kalian.’” Umaimah melanjutkan, “Kami berkata,

‘Betapa Allah dan Rasul-Nya lebih mengasihi kita (daripada kita sendiri). Mari

kami baiat engkau, wahai Rasulullah.’ Rasulullah berkata, ‘Sungguh, aku tidak

menjabat tangan wanita. Perkataanku (untuk membaiat) kepada seratus wanita

sama dengan perkataanku kepada seorang wanita atau seperti perkataanku

kepada seorang wanita.”

Perbedaan pendapat mengenai aurat ini berakar pada perbedaan penafsiran

terhadap surat al-Ahzāb ayat 13, dan surat al-Nūr ayat 31 dan 58. Dalam surat al-

Ahzāb ayat 13, kata aurat diartikan oleh mayoritas ulama tafsir sebagai “celah

yang terbuka terhadap musuh, atau celah yang memungkinkan orang lain

mengambil kesempatan untuk menyerang.” Sedangkan dalam surat al-Nūr ayat 31

dan 58, kata aurat diartikan sebagai “sesuatu dari anggota tubuh manusia yang

membuat malu bila dipandang ataupun dianggap buruk bila diperlihatkan.”11

10 Abu Abdurrahman Ahmad bin Syu’aib bin ‘Alī al-Kharāsānī al-Nasā’I (w.303H), Sunan

al-Nasa’i (t.tp, Maktab al-Maṭbū’āt al-Islāmiyah, 1986), juz vii, h.149. 11 Nasaruddin Umar, Fikih Wanita Untuk Semua (Jakarta: PT SERAMBI ILMU

SEMESTA, 2010), h. 14.

Page 39: UMI FARIDHOH -FU.pdf

26

Mayoritas ulama mutaqaddimin menafsirkan surat al-Nūr ayat 31,

khususnya penggalan ayat ا من ه ر ظ ه ا م sebagai (apa yang tampak darinya) إال

yang biasa dan atau dibutuhkan keterbukaannya sehingga harus tampak. Namun

kebiasaan yang dimaksud apakah kebiasaan perempuan pada masa turunnya ayat

ini atau kebiasaan perempuan disetiap masyarakat muslim dalam masa yang

berbeda-beda. Ulama tafsir memahami kebiasaan yang dimaksud sebagai

kebiasaan pada masa turunnya al-Qur’an. Muḥammad Ṭahir ibn ‘Asyur, ulama

besar Tunisia. Dalam Maqāṣid al-Syarī’ah berpendapat bahwa adat satu kaum

tidak boleh, dalam kedudukannya sebagai adat dipaksakan terhadap kaum lain

atas nama agama, bahkan tidak dapat dipaksakan pula terhadap kaum itu.12

Dengan demikian perempuan pada zaman Nabi sampai zaman sekarang

adalah masa yang berbeda-beda, jadi wajar apabila para ulama berbeda pendapat

mengenai aurat perempuan. Dan dari pendapat para ulama di atas perempuan

mempunyai batasan tertentu tidak semua jasmani perempuan adalah aurat, ada

bagian tertentu dan batasan-batasan aurat darinya yang harus ditutup sehingga

perempuan tetap terjaga kesucian dan kehormatannya.

D. Batas-batas aurat perempuan

Agama Islam telah menetapkan batas-batas tertentu untuk aurat laki-laki

dan perempuan, dalam istilah syariat, aurat adalah bagian anggota tubuh yang

wajib ditutup. Islam telah menetapkan aurat laki-laki antara pusat sampai lutut.

Mereka diperintahkan untuk tidak membuka aurat dihadapan orang lain, dan

12Nasaruddin Umar, Fikih Wanita Untuk Semua (Jakarta: PT SERAMBI ILMU SEMESTA,

2010), h. 18.

Page 40: UMI FARIDHOH -FU.pdf

27

dilarang pula melihat aurat orang lain.13 Sedangkan batas-batas aurat wanita lebih

luas dibandingkan dengan aurat laki-laki. Setiap wanita diwajibkan menutup

seluruh tubuhnya, kecuali muka dan telapak tangan, dan pandangan laki-laki

bukan muhrim.14

Batas aurat perempuan berbeda-beda, perbedaannya tergantung pada

dengan siapa perempuan tersebut berhadapan. Secara umum, perbedaan itu dapat

disimpulkan sebagai berikut:

1. Aurat Perempuan Berhadapan dengan Allah

Aurat perempuan ketika berhadapan dengan Allah (dalam salat) yaitu

seluruh tubuhnya harus ditutup kecuali muka dan telapak tangan. Karena menutup

aurat merupakan syarat bagi keabsahan salat.15

Hal ini ditegaskan pula oleh hadis yang diriwayatkan dari ‘Aisyah r.a.:

: ق ال أ نه، لم س ل ي هو لىهللاع ص ع ائش ة ،ع نالنبي ائض»ع ن ة ح ال ص ي ق ب لللا ال

ار بخم 16«إال

“…Dari ‘Aisyah r.a. dari Nabi Saw bersabda bahwa: Allah tidak

menerima salat wanita yang sudah haid (baligh) kecuali dengan memakai

kerudung.” (al-Khumur (kerudung) merupakan jamak dari khimar yang berarti

sesuatu yang digunakan untuk menutupi kepala dan yang suka disebut oleh orang

dengan mukena.)17

Maksud hadis di atas dijelaskan kembali oleh lafal al-Ṭabrāni dalam

Mu’jam al-Ṣaghīr al-Ṭabrāni sebagai berikut:

13 Husein Sahab, Jilbab Menurut Al-Qur’an dan As-Sunnah (Bandung: Mizan 1995). h. 43. 14 Sahab, Jilbab Menurut Al-Qur’an dan As-Sunnah, h. 44. 15 Ibrahim Muhammad Al-Jamal, Fiqih Muslimah Ibadah-Mu’amalat (Jakarta: Pustaka

Amani, 1999), h. 74. 16 Abū Dāwud Sulaimān ibn al-Asy’ats ibn Ishāq ibn Basyīr (w.275H), Sunan Abī Dāwud

(Beirūt: al-Maktabah al-‘Ashriyah, t.t.), Juz. 1, h. 173. 17 Muhammad Nasib Al-Rifa’i, Tafsir Ibn Katsir, Penerjemah Syihabudin (Jakarta: Gema

Insani Press, 1999), h. 490

Page 41: UMI FARIDHOH -FU.pdf

28

لم س آلهو ل ي هو ع لىللا ص سولللا ر :ق ال أ بيهق ال ب نأ بيق ت اد ة ،ع ن ع ب دللا :ع ن

اريزين ت ه » تىتو ةح أ ةص ال ر ام من ي ق ب لللا ال حيض اري ةب ل غ تال م ج من ال ا,و

ت مر تىت خ 18«ح

“…Dari ‘Abdillah ibn Abī Qatādah dari Bapaknya, Rasulullah Saw

bersabda: Allah tidak menerima salat seorang wanita hingga ia menutupi

perhiasannya, dan tidak menerima salat anak perempuan yang sudah haid hingga

ia memakai kerudung.”

al-Syaukani menyatakan bahwa hadis itu dijadikan dalil kewajiban

menutup kepala wanita ketika salat.19

2. Aurat Perempuan Berhadapan dengan Mahram

Dalam hal ini ulama berbeda pendapat:

a. Ulama Syafi’iyah berpendapat bahwa aurat perempuan ketika

berhadapan dengan mahramnya adalah antara pusat dan lutut, sama

dengan aurat kaum laki-laki atau aurat perempuan berhadapan

dengan perempuan.

b. al-Malikiah dan al-Hanabilah berpendapat bahwa aurat perempuan

ketika berhadapan dengan mahramnya yang laki-laki adalah

seluruh badannya, kecuali muka, kepala, leher, dan kedua

kakinya.20

Masalah mahram ini dijelaskan dalam firman Allah Swt sebagai berikut:

الي و هن فروج ن ف ظ ي ح و ارهن أ ب ص من ن من اتي غ ضض لل مؤ قل إالو زين ت هن ب دين

أ و إاللبعول تهن زين ت هن اليب دين و ع ل ىجيوبهن بخمرهن رب ن ل ي ض او من ه ر اظ ه م انهن و إخ أ و أ ب ن اءبعول تهن أ و أ ب ن ائهن أ و آب اءبعول تهن أ و آب ائهن أ و انهن و ب نيإخ أ و

18 Sulaimān ibn Ahmad ibn Ayūb ibn Mathīr al-Lahmī al-Syāmī Abū al-Qasim al-Ṭabrānī

(w.360H), al-Mu’jam al-Ṣaghīr (Beirūt: al-Maktab al-Islamī, 1985M), Juz. 2, h. 138. 19 Ibrahim Muhammad Al-Jamal, Fiqih Muslimah Ibadah-Mu’amalat (Jakarta: Pustaka

Amani, 1999), h. 74. 20Huzaemah Tahido Yanggo, Fikih Perempuan Kontemporer (Jakarta: Ghalia Indonesia,

2010), h. 12.

Page 42: UMI FARIDHOH -FU.pdf

29

من ب ة أولياإلر غ ي ر التابعين أ و انهن أ ي م ل ك ت م ا م أ و نس ائهن أ و اتهن و ب نيأ خ

جل بأ ر رب ن ي ض ال و الن س اء ات ر ع و ع ل ى روا ه ي ظ ل م الذين الط ف ل أ و ال ج الر هن

توبواإل ى و زين تهن من فين ايخ م ل م ليع تف لحون للا ل ع لكم منون اال مؤ ميعاأ يه ج 21

“Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan

pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah mereka

menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak daripadanya. Dan

hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya, dan janganlah

menampakkan perhiasannya, kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka,

atau ayah suami mereka, atau putra-putra mereka, atau putra-putra suami

mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara laki-

laki mereka, atau putra-putra saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita

Islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang

tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum

mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar

diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertobatlah kamu sekalian

kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung”.

jadi adapun yang dimaksud mahram adalah22:

Suami

Ayah

Ayah suami

Putranya yang laki-laki

Putra suami

Saudara

Putra dari saudara

Putra dari saudari

Perempuan

Budaknya

Laki-laki yang menyertainya, tapi laki-laki itu tidak mempunyai kebutuhan

lagi kepada perempuan

21 QS. al-Nūr Ayat 31. 22 Huzaemah Tahido Yanggo, Fikih Perempuan Kontemporer, h. 12

Page 43: UMI FARIDHOH -FU.pdf

30

Anak kecil yang belum mengetahui aurat perempuan

Paman (saudara ayah)

Paman (saudara ibu).

3. Aurat Perempuan Berhadapan dengan Bukan Mahram

Ulama telah sepakat bahwa menutup seluruh tubuh perempuan adalah

wajib. tidak halal dibuka apabila berhadapan dengan laki-laki asing (ajnabi).

Berdasarkan firman Allah Swt. Dalam al-Qur’an Surat al-Ahzab ayat 59:

ذ لك البيبهن ج من ل ي هن ع يد نين منين نس اءال مؤ و ب ن اتك و اجك و ألز قل االنبي ي اأ يه

حيما غ فورار للا ك ان و ذ ي ن ف اليؤ ف ن يع ر أ د ن ىأ ن 23

“Hai Nabi katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan

istri-istri orang mukmin: "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh

tubuh mereka". Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal,

karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha pengampun lagi

Maha penyayang.”

Ayat di atas terlihat jelas bahwa Allah memerintahkan kepada kaum

perempuan untuk menutup auratnya, kemudian disamping itu berdasarkan hadis

Nabi Saw yang diriwayatkan oleh Abū Dāwud dikatakan:

لى ص سولللا ع ل ىر ل ت ر،د خ أ بيب ك بن ت اء م أ س ا،أ ن ع ن ه للا ضي ع ائش ة ر ع ن

ن ه ع ض اثي ابرق اق،ف أ ع ر ل ي ه ع و لم س ل ي هو لم ،هللاع س ل ي هو لىهللاع ص سولللا ار

: ق ال ه ذ ا»و إال ا ىمن ه ير أ ن لح ت ص ل م حيض ال م ب ل غ ت إذ ا أ ة ر ال م إن اء، م أ س ي ا

ه ذ ا 24«و

“…Dari ‘Aisyah RA dijelaskan disana bahwa Asma binti Abu Bakar

masuk ke dalam rumah Nabi Saw dengan memakai pakaian tipis lalu Nabi

berpaling darinya seraya bersabda: Hai Asma’, sesungguhnya perempuan jika

telah haid, tidak lagi wajar terlihat darinya kecuali ini dan ini” (sambil beliau

menunjuk ke wajah dan kedua telapak tangan beliau).”

23 QS. al-Ahzāb Ayat 59. 24 Abū Dāwud Sulaimān ibn al-Asy’ats ibn Ishāq ibn Basyīr (w.275H), Sunan Abī Dāwud

(Beirūt: al-Maktabah al-‘Ashriyah, t.t.), juz. 4, h. 62.

Page 44: UMI FARIDHOH -FU.pdf

31

Namun demikian, Ulama berbeda pendapat dalam menentukan apakah

wajah, kedua telapak tangan dan kedua telapak kaki termasuk aurat atau tidak,

tentang hal ini ada beberapa pendapat sebagai berikut25:

a. Wajah dan kedua telapak tangan bukan aurat, ini adalah pendapat madzhab

jumhur, antara lain Imam Malik, Ibn Hazm dari golongan Zahiriah dan

sebagian Syi’ah Zaidiah dan Ahmad dalam riwayat yang masyhur dari

keduanya, Hanafiyah dan Syi’ah Imamiah dalam satu riwayat, para shabat

Nabi dan Tabi’in antara lain Ali, Ibn Abas, ‘Aisyah, ‘Atha, Mujahid, al-

Hasan, dan lain-lain.

b. Wajah, kedua telapak tangan dan kedua telapak kaki tidak termasuk aurat,

ini adalah pendapat al-Tsauri dan al-Muzanni, al-Hanafiah, dan Syi’ah

Imamiah menurut riwayat yang shahih.

c. Seluruh badan perempuan adalah aurat, ini adalah pendapat Imam Ahmad

dalam salah satu riwayat, pendapat Abu Bakar dan Abu Rahman dari

kalangan Tabi’in.

d. Hanya wajah saja yang tidak termasuk aurat, ini juga pendapat Imam

Ahmad dalam satu riwayat dan penadapat Daud al-Dzahiri serta sebagian

Syi’ah Zaidiah.

4. Aurat Perempuan Berhadapan dengan Perempuan Muslimah dan

Non Muslimah.

Adapun aurat perempuan terhadap sesama perempuan adalah sama dengan

aurat laki-laki terhadap sesama laki-laki, dan sama dengan aurat perempuan

25Huzaemah Tahido Yanggo, Fikih Perempuan Kontemporer (Jakarta: Ghalia Indonesia,

2010), h. 13.

Page 45: UMI FARIDHOH -FU.pdf

32

terhadap muhrim lainnya, yakni dari lutut sampai pusat. Jadi telinga, leher,

rambut, dada, tangan dan betis bukan merupakan aurat di hadapan mereka.

Alasannya adalah:

a. Firman Allah di dalam surat al-Nūr ayat 31 “ para mujahid ”نس ائهن

menafsirkan dengan wanita-wanita muslim, bukan wanita-wanita

musyrik.26

b. Sabda Nabi Saw yang diriwayatkan oleh Zaid Ibn Aslam dari

‘Abdurrahman ibn ‘Abī Sa’īd al-Khudrī dari bapaknya:

لى ص هللا سول ر أ بيه،أ ن ع ن ، ال خد ري أ بيس عيد ب ن ن م ح الر ع ب د ل ي هع ن ع هللا

: ق ال لم س »و ال أ ة،و ر ال م ة ر أ ةإل ىع و ر ال م ال جل،و الر ة ر جلإل ىع و ي ن ظرالر ال

ب أ ةفيالثو ر أ ةإل ىال م ر تف ضيال م ال احد،و بو جلفيث و جلإل ىالر يف ضيالر

احد 27«ال و

“…Dari ‘Abdurrahman ibn ‘Abī Sa’īd al-Khudrī dari bapaknya

sesungguhnya Rasulullah Saw bersabda: “Laki-laki tidak boleh melihat aurat

laki-laki lain, dan perempuan tidak boleh melihat aurat perempuan lain, dan laki-

laki tidak boleh bercampur dengan laki-laki lain dalam satu pakaian, dan begitu

juga perempuan tidak boleh bercampur dengan perempuan lain dalam satu

pakaian”

Sedangkan apabila perempuan muslimah berhadapan dengan perempuan

non muslimah, maka auratnya adalah seluruh tubuhnya, kecuali muka dan telapak

tangan (sama dengan ketika perempuan muslimah berhadapan dengan laki-laki

yang bukan muhrim) karena mereka akan menceritakannya kepada suami dan

saudara mereka. Tetapi masalah menampakkan zinah (perhiasan) dan kecantikan

26 Muhammad Nasib Al-Rifa’i, Tafsir Ibn Katsir, Penerjemah Syihabudin (Jakarta: Gema

Insani Press, 1999), h. 491. 27 Muslim ibn al-Ḥajjāj Abū al-Ḥasan al-Qusayrī al-Naisābūrī (w.261H), Ṣahīh Muslim

(Beirūt: Dār ihyā’ al-Turāts al-‘Arabī, t.t.), juz 1, h. 266.

Page 46: UMI FARIDHOH -FU.pdf

33

seorang muslimah di hadapan perempuan-perempuan tersebut tidak ditegaskan

keharamannya, namun para fuqaha menilai hanya sebatas makruh.28

Meskipun perempuan muslimah dilarang memperlihatkan perhiasannya

atau auratnya kepada perempuan non muslimah, namun dalam hal ini pelarangan

memperlihatkan aurat kepada perempuan dzimmi lebih keras, karena mereka

dapat melakukan apa yang mereka inginkan, dan perempuan muslimah

mengetahui bahwa hal itu haram. Maka dia harus menghindarinya,29 Dalam hadis

dikatakan sebagai berikut:

أ ة ر ال م أ ة ر ال م تب اشر ال : لم س و ل ي ه ع لىللا ص هللا سول ر ق ال : ق ال هللا، ع ب د ع ن

ا اي ن ظرإل ي ه أ نم اك جه و الز تىت صف ه 30ح

“Dari ‘Abdillah, Rasulullah Saw bersabda: “janganlah wanita menyifat-

nyifati wanita lain kepada suaminya, sehingga seolah-olah suaminya melihatnya.

Sa’id bin Mansur pun mengemukakan hadits senada dalam sunannya dari

Umar bin Khattab. Umar menulis surat kepada Abu ‘Ubaidah, “Amma ba’du,

telah sampai informasi kepadaku bahwa di wilayah anda ada sebagian wanita

muslim yang masuk ke pemandian bersama kaum wanita musyrik. Tidak halal

bagi wanita yang beriman kepada Allah dan hari akhir melihat auratnya kecuali

wanita yang seagama.31

E. Hukum Menutup Aurat

Apabaila diteliti nash-nash yang berkaitan dengan hukum menutup aurat,

seperti yang terdapat dalam Surat al-Ahzab ayat 59 dan al-Nūr ayat 31, maka akan

28 Shahab, Jilbab menurut al-Qur’an dan As-Sunnah, h. 56. 29 al-Rifa’i, Tafsir Ibn Katsir, h. 491. 30 Muhammad ibn ‘Īsa ibn Saurah ibn Mūsa ibn al-Ḍahāk al-Tirmidzī (w.279), al-Jāmi’ al-

Kabīr Sunan al-Tirmidzī, (Brirūt: Dār al-Gharb al-Islāmī), juz 4, h. 406. 31 al-Rifa’i, Tafsir Ibn Katsir, h. 491.

Page 47: UMI FARIDHOH -FU.pdf

34

dijumpai bahwa semuanya berbentuk amar (perintah) atau nahi (larangan) yang

menurut ilmu ushul fiqh, akan dapat memproduk wajib ‘aini ta’abbudi, yaitu

suatu kewajiban yang harus dilaksanakan oleh setiap muslim, tanpa harus

bertanya alasannya. Namun demikian, apabila diteliti lebih jauh, kewajiban

menutup aurat ini ada hubungannya dengan kewajiban yang lain yang

diperintahkan Allah demi kemaslahatan manusia, seperti ini:

1. Menutup aurat itu merupakan faktor penunjang dari kewajiban menahan

pandangan sebagaimana diperintahkan Allah Swt. Dalam firmannya:

ف ظواف ي ح و ارهم أ ب ص ي غضوامن منين لل مؤ روقل هم ك ذ ج أ ز لك إن بيرخ للا ىل هم

ن عون اي ص بم

إال زين ت هن اليب دين و هن فروج ن ف ظ ي ح و ارهن أ ب ص من ن من اتي غ ضض لل مؤ قل و اظ م أ و إاللبعول تهن زين ت هن اليب دين و ع ل ىجيوبهن بخمرهن رب ن ل ي ض او من ه ر ه

و ب نيإخ أ و انهن و إخ أ و أ ب ن اءبعول تهن أ و أ ب ن ائهن أ و آب اءبعول تهن أ و آب ائهن أ و انهن

من ب ة أولياإلر غ ي ر التابعين أ و انهن أ ي م ل ك ت م ا م أ و نس ائهن أ و اتهن و ب نيأ خ

جلهن بأ ر رب ن ي ض ال و الن س اء ات ر ع و ع ل ى روا ه ي ظ ل م الذين الط ف ل أ و ال ج الر

فين ايخ م ل م ليع زين تهن من توبواإل ىللا تف لحون و ل ع لكم منون اال مؤ ميعاأ يه ج 32

“Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: "Hendaklah mereka

menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu

adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang

mereka perbuat". Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka

menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah mereka

menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak daripadanya. Dan

hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya, dan janganlah

menampakkan perhiasannya, kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka,

atau ayah suami mereka, atau putra-putra mereka, atau putra-putra suami

mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara laki-

laki mereka, atau putra-putra saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita

Islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang

tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum

mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar

diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertobatlah kamu sekalian

kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.”

32 QS. al-Nūr Ayat 30-31.

Page 48: UMI FARIDHOH -FU.pdf

35

2. Menutup aurat sebagai faktor penunjang dari larangan berzina yang lebih

terkutuk, sebagaimana firman Allah Swt:

س بيال س اء ف احش ةو ن اإنهك ان بواالز الت ق ر و 33

“Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah

suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk.”

3. Menutup aurat hukumnya menjadi wajib karena alasan sad al-dzara’i,

yaitu menutup pintu kepada dosa yang lebih besar.

Oleh karena itu, para ulama telah sepakat mengatakan bahwa menutup

aurat merupakan kewajiban bagi perempuan dan laki-laki dalam ajaran islam.34

Dalam buku Fiqih Wanita. Menutup aurat hukumnya wajib, berlaku bagi

wanita yang masih muda yakni yang telah tiba masa haidhnya hingga masa

terhentinya haid. Sedangkan wanita yang telah melampaui masa ini, mendapatkan

keringanan hukum. Dijelaskan dalam Firman Allah Swt sebagai berikut:

ثي اب هن ع ن ي ض جن احأ ن ل ي هن ع نك احاف ل ي س جون الن س اءالالتيالي ر اعدمن ال ق و و

ي رل هن خ ت ع فف ن ي س أ ن اتبزين ةو ج مت ب ر غ ي ر للا ليمس ميعو 35ع “Dan perempuan-perempuan tua yang telah terhenti (dari haid dan

mengandung) yang tiada ingin kawin (lagi), tiadalah atas mereka dosa

menanggalkan pakaian mereka dengan tidak (bermaksud) menampakkan

perhiasan, dan berlaku sopan adalah lebih baik bagi mereka. Dan Allah Maha

Mendengar lagi Maha Mengetahui.”

Berdasar ayat di atas, alasan bagi pengecualian di atas tampaknya

berkaitan dengan surutnya gairah dan daya tarik seksual pada wanita usia lanjut.

33 QS. al-Isrā’ Ayat 32. 34Yanggo, Fikih Perempuan Kontemporer, h. 14-15. 35 QS. al-Nūr Ayat 60.

Page 49: UMI FARIDHOH -FU.pdf

36

Sementara, faktor seksual tersebut justru merupakan dasar bagi perintah menutup

aurat sebagai diuraikan dalam pembahasan di atas.36

Dengan demikian, dari pemaparan di atas pada bab ini, diketahui bahwa

hadis perempuan adalah aurat ini adalah bukan menunjukkan bahwa seluruhnya

aurat, tetapi hadis ini adalah hadis umum yang kemudian di takhsis dengan

keterangan-keterangan batasan aurat perempuan di atas, dan merupakan

kewajiban perempuan untuk menjaga kehormatan dan kesucian dirinya apabila

hendak bertemu dengan orang lain yang bukan mahram. Yang kemudian pada bab

selanjutnya akan dipaparkan pemahaman dari teks asli hadis tentang perempuan

adalah aurat dan pemahaman kontekstual berdasarkan informasi yang diperoleh

dari kitab dan buku-buku yang berkaitan dengan hadis dan konteks masa

sekarang, namun sebelumnya akan dibahas mengenai keotentikan hadis tersebut.

36 Shahab, Jilbab menurut al-Qur’an dan As-Sunnah, h. 61-62.

Page 50: UMI FARIDHOH -FU.pdf

37

BAB III

OTENTISITAS HADIS “PEREMPUAN ADALAH AURAT”

A. Teks Hadis dan Terjemahnya

قع ن ر مو ع ن ق ت اد ة امع ن دث ن اه م روب نع اصمح دث ن اع م دب نب شارح م دث ن امح ح

ف إذ ا ة ر أ ةع و ر ال م ق ال لم س و ل ي ه ع لىللا ص النبي ع ن للا ع ب د صع ن و أ بياأل ح

االشي ط ان ف ه ر ت ش اس ت ج ر 1خ

“Telah menceritakan kepada kamu Muḥammad bin Basysyār, telah

menceritakan kepada kamu ‘Amr bin ‘Āṣim telah menceritakan kepada kami

Hammām dari Qatādah dari Muwarriq dari Abī al-Ahwaṣ dari Abdullah dari

Nabi Saw bersabda: “Wanita itu adalah aurat. Jika dia keluar maka setan akan

mengawasinya.”

B. Takhrij Hadis

Takhrīj hadis adalah penelusuran atau pencarian hadis pada berbagai kitab

sebagai sumber asli dari kitab hadis yang bersangkutan, yang mana di dalam

sumber itu dikemukakan secara lengkap matn dan sanad hadis yang bersangkutan.

Kegiatan takhrīj hadis bagi seorang peniliti hadis sangatlah penting, tanpa

melakukanmya maka akan sulit diketahui asal usul riwayat hadis yang akan

diteliti. Dengan demikian, ada tiga hal yang menyebabkan pentingnya kegiatan

takhrij hadis dalam melaksanakan penelitian hadis,2 yaitu:

1. Untuk mengetahui asal-usul hadis yang akan diteliti

2. Untuk mengetahui seluruh riwayat bagi hadis yang akan diteliti

1 Muḥammad bin ‘Īsa bin Saurah bin Mūsa bin al-ḍaḥāk al-Tirmidzī (W. 279 H), al-Jāmi’

al-Kabīr Sunan al-Tirmidzī (Beirut: Dār al-Gharib al-Islamī, 1998), Juz 2, no. hadis 1173, h. 467. 2 M. Syuhudi Ismail, Metode Penelitian Hadis (Jakarta: Bulan Bintang, 2007), cet ke-2, h.

42.

Page 51: UMI FARIDHOH -FU.pdf

38

3. Untuk mengetahui ada atau tidak adanya Syahid dan Mutabi’ pada

sanad yang akan diteliti.

Ada empat metode dalam melakukan kegiatan takhrīj, yaitu: Pertama,

melalui nama sahabat yang meriwayatkan hadis tersebut, Kedua, melalui awal

matan hadis, Ketiga, melalui kata-kata fi’il atau terambil dari fi’il yang jarang

digunakan, dan Keempat, melalui tema.3 Namun di sini penulis hanya

menggunakan tiga metode dari empat tersebut.

1. Melalui awal matan

Dalam melakukan penelitian awal matan, penulis menggunakan referensi

kitab Mausū’at Atraf al-Ḥadis al-Nabawī al-Syarīf karya Abū Hājr Muḥammad

al-Sa’īd ibn Basyūnī Zaghlūl. Dari kitab tersebut penulis dapatkan informasi

sebagai berikut:

االشي ط ان ف ه ر ت ش اس ت ج ر ةف إذ اخ ر أ ةع و ر ال م

:5منثور–1:298نصب–45045كنز–1686خزيمة–329حب–1173ت

1964

Berdasarkan hasil yang telah diperoleh pada keterangan di atas, jelas

bahwa matan hadis tersebut terdapat pada:

a. Sunan al-Tirmidzī terdapat pada hadis nomor 1173

b. Muwārid al-Ẓamān ila Zawā’id ibn Ḥibān terdapat pada juz 1 nomor hadis 329

c. Ṣahīh Ibn Khuzaimah terdapat pada juz 3 nomor hadis 1686

d. Kanz al-‘Ummāl terdapat pada hadis nomor hadis 45045

3 Bustamin, dan M.Isa H.A. Salam, Metodologi Kritik Hadis (Jakarta: PT.Raja Grafindo

Persada, 2004), cet ke-1, h. 28. 4 Abū Hājr Muḥammad al-Sa’īd ibn Basyūnī Zaghlūl, Mausū’at Atraf al-Ḥadits al-Nabawī

al-Syarīf (Beirūt: Dār al-Fikr, 1989), jilid 8, h. 667.

Page 52: UMI FARIDHOH -FU.pdf

39

e. Naṣab al-Rāyah terdapat pada juz 1 halaman 298

f. al-Dar al-Mantsūr li Suyuṭī terdapat pada juz 5 halaman 196

2. Melalui fi’il pada matan

Dalam menelusuri lafadz hadis yang terdapat pada matan, di sini penulis

menggunakan kitab kamus hadis Mu’jam al-Mufahras li alfāẓ al-Ḥadīts al-

Nabawī karangan A.J. Wensinck. Dan penggalan kata yang ditelusuri adalah :

استشرف شرف، penulis hanya menemukan hadis tersebut pada satu ,عور،

periwayatan yaitu:

185رضاعت

Berdasarkan hasil yang telah diperoleh pada keterangan di atas, jelas

bahwa matan hadis tersebut terdapat pada: Hadis Imam al-Tirmidzī kitab al-Raḍā’

bab ke 18.

3. Penelusuran hadis melalui tema

Untuk men-takhrij hadis melalui tema, penulis menggunakan rujukan kitab

Miftāḥ Kunūz al-Sunnah karangan Muḥammad Fu’ād al-Bāqi.6 Dan dari

penelitian yang dilakukan penulis tidak menemukan hadis yang diteliti.

Berdasarkan penelitian di atas jelas bahwa matan perempuan adalah aurat

terdapat dalam kitab-kitab hadis diantaranya:

a. Sunan al-Tirmidzī terdapat pada hadis nomor 1173

قع ن ر مو ع ن ق ت اد ة امع ن دث ن اه م روب نع اصمح دث ن اع م دب نب شارح م دث ن امح ح

ع ل لىللا ص النبي ع ن للا ع ب د صع ن و ف إذ اأ بياأل ح ة ر أ ةع و ر ال م ق ال لم س و ي ه

االشي ط ان ف ه ر ت ش اس ت ج ر 7خ

5 A.J. Wensinck, Mu’jam al-Mufahras li alfāẓ al-Ḥadīts al-Nabawī (Breil: Leiden, 1936),

juz 3, h. 103. 6 Muḥammad Fu’ād al-Bāqi, Miftāḥ Kunūz al-Sunnah (al-Qāhirah: Dār al-Ḥadis, 1991), cet

ke-1, h. 351.

Page 53: UMI FARIDHOH -FU.pdf

40

“Telah menceritakan kepada kamu Muḥammad bin Basysyār, telah

menceritakan kepada kamu ‘Amr bin ‘Āṣim telah menceritakan kepada kami

Hammām dari Qatādah dari Muwarriq dari Abī al-Ahwaṣ dari Abdullah dari

Nabi Saw bersabda: “Wanita itu adalah aurat. Jika dia keluar maka setan akan

mengawasinya.”

b. Muwārid al-Ẓamān ila Zawā’id ibn Ḥibān terdapat pada juz 1 nomor hadis

329

ة ي م خز ب ن اق إس ح ب ن د م مح ن ا ب ر دث ن اأ خ ح : ق ال ال مث نى، ب ن د م مح دث ن ا ح : ق ال ،

أ بي ع ن ، لي ال عج ق ر مو ع ن ق ت اد ة ، ع ن ام، ه م دث ن ا ح : ق ال ع اصم، ب ن رو ع م

لم س ل ي هو ع لىللا ص ،ع نالنبي ع ب دللا ص،ع ن و :األ ح ة،ف إذ ا»ق ال ر أ ةع و ر ال م

ا فيق ع رب ي ته اإذ اهي ب ه ر ات كونمن بم أ ق ر االشي ط ان،و ف ه ر ت ش تاس ج ر 8«خ “Telah menceritakan Muḥammad bin Ishāq bin Khuzaimah, ia berkata:

telah menceritakan Muḥammad bin al-Mutsanna, ia berkata: telah menceritakan

‘Amr bin ‘Āṣim, ia berkata: telah menceritakan Hammām, dari Qatādah, dari

Muwarriq al-Ijliy, dari Abī al-Ahwaṣ, dari Abdullah, dari Nabi Saw bersabda:

“sesungguhnya wanita itu aurat. Apabila ia keluar dari rumah, maka setan pasti

akan menyertainya. Sedangkan tempat yang terdekat bagi wanita dengan

Tuhannya adalah di dalam rumah.”

c. Ṣahīh Ibn Khuzaimah terdapat pada juz 3 nomor hadis 1686

ق ع ن ث، د يح أ بي س مع ت : ق ال ال مع ت مر ثنا ال مق د ام، ب ن د م أ ح أ بينا ع ن ت اد ة ،

: ق ال أ نه لم س ل ي هو ع لىهللا ص سولللا ر عود،ع ن س ب نم ع ب دللا ص،ع ن و األ ح

« هللا ج ت كونإل ىو اال إنه االشي ط ان،و ف ه ر ت ش تاس ج ر اإذ اخ إنه ة،و ر أ ةع و ر ال م

ا افيق ع رب ي ته من ه ب 9«أ ق ر

“Telah menceritakan Aḥmad bin al-Miqdām, telah menceritakan al-

Mu’tamir, ia berkata: aku mendengar hadis dari ayahku, ia menceritakan dari

Qatādah, dari Abī al-Ahwaṣ, dari Abdullah bin Mas’ūd, dari Ralullah Saw

bahwasannya Rasulullah bersabda: sesungguhnya wanita itu adalah aurat,

apabila ia keluar dari rumah, maka setan pasti akan menyertainya. Dan wanita

itu akan dapat dekat dengan Tuhannya manakala ia berada di dalam rumahnya.”

d. Kanz al-‘Ummāl terdapat pada hadis nomor 45045

7 Muḥammad bin ‘Īsa bin Saurah bin Mūsa bin al-ḍaḥāk al-Tirmidzī (W. 279 H), al-Jāmi’

al-Kabīr Sunan al-Tirmidzī (Beirut: Dār al-Gharib al-Islamī, 1998), Juz 2, h. 467. 8 Abū al-Ḥasan Nūruddīn ‘Alī bin Abī Bakr al-Ḥaitsamī (w.807H), Muwārid al-Ẓamān ila

Zawā’id ibn Ḥibān (T.tp.:Dār al-Kitab al-‘Ilmiyah, t.t.), juz. 1, h. 103. 9 Abū Bakr Muḥammad bin Ishāq bin Khuzaimah (w.311H), Ṣahīh Ibn Khuzaimah (Beirūt:

al-Maktab al-Islāmī, t.t.), Juz, 3, h. 93.

Page 54: UMI FARIDHOH -FU.pdf

41

10عنابنمسعود"-المرأةعورة،فإذاخرجتاستشرفهاالشيطان."ت

“sesungguhnya wanita itu adalah aurat, apabila ia keluar dari rumah,

maka setan pasti akan menyertainya.” “Sunan al-Tirmidzī-dari Ibn Mas’ūd”

e. Naṣab al-Rāyah terdapat pada juz 1 halaman 298

مذي هالت ر ج ر ة"،قل ت:أ خ تور س ةم ر أ ةع و ر عليهالسالم:"ال م ابع:ق ال ديثالر ال ح

فب ن ع و صع ن و أ بياأل ح قع ن ر مو ع ن ق ت اد ة امع ن ه م اعع ن ض فيآخرالر

للا ع ب د ع ن الك ب م النبي ع ن س عود م أ ة ن ر "ال م : ق ال أ نه لم س و ل ي ه ع للا لى ص

ديث ح : ق ال و ان ت ه ى. الشي ط ان"، ا ف ه ر ت ش اس ت ج ر خ ف إذ ا ة، ر حيحع و ص س ن ح

11غ ريب

(Hadits Hasan ṣahīh Gharīb: hadis ini memiliki dua sanad, yang shahih dan

hasan, lalu hadis ini tidak memiliki syahid dari jalur lain oleh karenanya hadis ini

berkualitas gharib). Lihat. Abdul Majid Khon, Ulumul Hadis (Jakarta: Amzah,

2010), h. 162.

f. al-Dar al-Mantsūr li Suyuṭī terdapat pada juz 6 halaman 600

ل ي هو ضيهللاع نهع نالنبيصلىهللاع س عودر ارع ناب نم ال ب ز و مذي أخرجالت ر

تكونمن ا أقربم الشي ط انو ف إذاخرجتاستشرفها ة ع ور أ ة ر ال م إن ق ال سلم و

ا هيفيق ع رب يته او به ةر م ح ر 12

C. I’tibār Sanad

Kata al-I’tibār (االعتبار) merupakan maṣdar dari kata (اعتبر) yang

menurut bahasa adalah: peninjauan terhadap berbagai hal dengan maksud untuk

dapat diketahui sesuatunya yang jelas. Sedangkan menurut istilah ilmu hadis, al-

i’tibār berarti menyertakan sanad-sanad yang lain untuk suatu hadis tertentu,

yang hadis itu pada bagian sanad-nya tampak hanya seorang perawi saja; dan

10 ‘Ala’uddīn ‘Alī ibn Hisām al-Dīn ibn Qāḍī Khān al-Qādirī al-Syādzilī al-Hindī (w.975H),

Kanz al-‘Ummāl fī Sunan al-Aqwāl wa al-Af’āl (Beirūt: Mu’assasah al-Risālah, 1981.), cet ke 5,

Juz 16, h. 369. 11 Jamāluddīn Abū Muḥammad ‘Abdillah bin Yūsuf (w.762H), Naṣab al-Rāyah al-Ẓīla’ī

(Beirūt: Dār al-Qilabah, 1997), juz. 1, h. 298. 12 ‘Abdurraḥman bin Abī Bakr Jalaluddīn al-Suyūṭī (w.911), al-Dar al-Mantsūr (Beirūt:

Dār al-Fikr, t.t.), juz. 6, h. 600.

Page 55: UMI FARIDHOH -FU.pdf

42

dengan menyertakan sanad-sanad lain tersebut akan dapat diketahui apakah ada

periwayat yang lain ataukah tidak ada untuk bagian sanad dari sanad hadis yang

dimaksud.13 Melalui i’tibār ini pula, akan diketahui apakah hadis yang diteliti ini

memiliki syahīd14 atau mutabi’15 dari jalur lain.

Dalam hal ini hadis-hadis “perempuan adalah aurat”, i’tibār sanad akan

jelas terlihat pada skema sanad yang tertera pada lampiran. Namun disini akan

diuraikan terlebih dahulu keadaan sanad dari hadis Sunan al-Tirmidzī. Ṣahīh Ibn

Khuzaimah dan Ṣahīh Ibn Ḥibān di atas secara rinci.

Melalui penelitian yang telah dilakukan pada kitab-kitab induk hadis dan

seperti hasil yang didapat pada keterangan hadis di atas. Nampak bahwa

Rasulullah Saw meriwayatkan hadis “perempuan adalah aurat jika ia keluar

rumah maka setan akan mengawasinya” memiliki satu riwayat yang berakhir

pada jalur sahabat Abdullah bin Mas’ud, sehingga hadis ini jelas tidak memiliki

syahīd. Namun pada jalur kedua sampai ke tujuh hadis ini memiliki mutabi’.

D. Analisis Sanad Hadis

Adapun riwayat yang akan penulis cantumkan terdapat dalam table berikut ini:

13 Syuhudi Isma’īl, Metodologi Penelitian Hadis (Jakarta: Bulan Bintang, 2007), h. 49. 14 Syahid dalam istilah ilmu hadis biasa diberi kata jamak dengan syawahīd ialah periwayat

yang berstatus pendukung yang berkedudukan sebagai dan untuk sahabat Nabi. 15 Mutabi’ biasa juga disebut tabi’ dengan jamak tawabi’ ialah periwayat yang berstatus

pendukung pada periwayat yang bukan sahabat Nabi.

رويةالحديث

الترمذي صحيحابنحبان صحيحابنخزيمة

دب نال مق د ام م م أ ح ب نخمح اق ة ي ز دب نإس ح دب نب شار م م مح

Page 56: UMI FARIDHOH -FU.pdf

43

Dilihat dari keterangan di atas, menunjukkan bahwa terdapat riwayat yang

berakhir pada jalur yang sama yaitu sahabat Abdullah bin Mas’ūd. Adapun uraian

periwayat hadis tersebut ialah sebagai berikut:

Jalur sanad dari Imam al-Tirmidzī

1. Abdullah bin Mas’ūd

Nama lengkapnya adalah Abdullah bin Mas’ūd bin Ghafīl bin Habīb bin

Syamḥ bin Fār bin Makhzūm, beliau adalah seorang sahabat, beliau mempunyai

kuniyah Abū ‘Abd al-Raḥman al-Ḥudzlī, semasa hidupnya beliau tinggal di

Kuffah. Kemudian menurut al-Bukhari beliau meninggal di Madinah, dan

menurut Abū Nu’aim beliau wafat pada tahun 32 H, beliau meriwayatkan hadis

dari Rasulullah Saw, Sa’d bin Mu’ādz, ‘Umar, dan lain-lain. Dan meriwayatkan

hadis kepada ‘Abd Al-Rahman bin Abī Lailī, ‘Ubaidah bin ‘Amr al-Salmānī, Abū

al-Ahwaṣ, Abū ‘Usmān al-Hindi, Abu Maysarah ‘Amr bin Syarhabīl dan lain-

دب نال مث نى ال مع ت مر م روب نع اصم مح ع م

روب نع اصم أ بي ام ع م ه م

ام ق ت اد ة ق ت اد ة ه م

ص و ق ق ت اد ة أ بياأل ح ر مو

ع س ب نم دوع ب دللا ق ر مو ص و أ بياأل ح

ص و أ بياأل ح ع ب دللا

ع ب دللا

Page 57: UMI FARIDHOH -FU.pdf

44

lain.16 Tentang kualitasnya tidak banyak komentar dari ulama, oleh karena itu

kembali kepada prinsip keadilah sahabat.

2. Abī al-Ahwaṣ

Abī al-Ahwaṣ adalah Kuniyah dari seseorang yang bernama ‘Auf bin

Mālik bin Naẓolah al-Asyja’ī, beliau adalah seorang tabi’in dari kalangan

pertengahan, dan negeri semasa hidupnya adalah Kuffah. Beliau meriwayatkan

hadis dari ‘Abdullah bin Mas’ūd, ‘Urwah bin al-Mughīrah ibn Syu’bah, ‘Alī bin

Abī Ṭālib, dan lain-lain, dan meriwayatkan hadis kepada Ibrāhīm bin Muslim,

Ibrāhīm bin Muhājir, ‘Abd al-Malik bin ‘Umair, Muwariq al-‘Ijliy, Abū Fazārah,

dan lain-lain.

Tentang kritikan para kritikus hadis kepadanya dikatakan; menurut Isḥaq

bin Manṣūr dari Yaḥya bin Ma’īn beliau adalah seorang yang tsiqah dan

disebutkan pula oleh Ibn Ḥibbān di dalam kitan al-Tsiqāh.17

3. Muwarriq

Nama lengkap beliau adalah Muwarriq bin Misymaraj, orang-orang

Bashrah menyebutnya dengan Abū al-Mu’tamir. Dan beliau wafat pada tahun 105

H. Beliau meriwayatkan hadis dari Anas bin Malik, Salman al-Farisi, ‘Abdullah

bin ‘Abbās, Abī al-Ahwaṣ al-Jisymī, dan lain-lain. Kemudian beliau

meriwayatkan kepada Ismā’īl bin Abī Khālid, Jamīl bin Murrah, Qatādah, Muslim

bin Muslim, Mūsa bin Tsarwān, Abū al-Tiyāh, dan lain-lain.

16 Abū al-Faḍl Aḥmad bin ‘Alī bin Muḥammad bin Aḥmad bin Ḥajar al-Asqalānī (w.852H),

Tahdzīb al-Tahdzīb (al-Hindi: Maṭba’ah Dāirah al-Ma’ārif, 1326H), juz 6, h. 27-28. 17 Yūsuf bin Abd al-Raḥman bin Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’ al-Rijāl

(Beirūt: Mu’assasah al-Risalah, 1980), juz 22, h. 45.

Page 58: UMI FARIDHOH -FU.pdf

45

Tentang kritikan para kritikus hadis kepadanya dikatakan; menurut al-

Nasā’i beliau adalah seorang yang tsiqah, kemudian disebutkan pula oleh Ibn

Hibban dalam karyanya al-Tsiqāh.18

4. Qatādah

Nama lengkap beliau adalah Qatādah bin Da’āmah bin Qatādah, beliau

berasala dari kalangan biasa dan mempunyai kuniyah Abū al-Khaththābah, negeri

semasa beliau hidup adalah Bashrah dan beliau wafat pada tahun 117 H,

sedangkan menurut Abū ‘Urūbah beliau wafat pada Tahun 200 H19. Beliau

meriwayatkan hadis dari Anas bin Malik, Abi Sa’id al-Khudri, Muwarriq, Abi

Sa’id al-Azda, Abi Sa’id al-Khudri, Abi ‘Usman al-Nahdi, Abi Marrah al-Ghafari,

‘Amru bin Dīnār, Muḥammad bin Sirrīn, dan lain-lain. Dan beliau meriwayatkan

hadis kepada Jarīr bin Hazam, Syubah, Yazīd Ibn Ibrāhīm al-Tastari, Hammām

bin Yaḥya, ‘Amru bin Ḥaris, ‘Umar bin Ibrāhīm al-`Abdi, Qurrah bin Khālid, dan

lain-lain.20

Tentang kritikan para kritikus hadis kepadanya dikatakan oleh Yaḥya bin

Ma’īn beliau adalah tsiqah, sedangkan Muḥammad bin Sa’īd mengatakan bahwa

beliau adalah tsiqah ma’mun. sedangkan dalam kitab Lisān al-Mīzān karya Ibn

Hajar terdapat perbedaan tentang keterangan atas ketsiqahannya.21

5. Hammām bin Yaḥya

Nama lengkapnya adalah Hammām bin Yaḥya bin Dīnār al-‘Audzī al-

Mahlamī, beliau adalah seorang tabi’in namun tidak berjumpa dengan sahabat,

dan beliau memiliki kuniyah Abū ‘Abdullah, negeri semasa hidupnya yaitu di

18 al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’ al-Rijāl, juz 29, h. 17. 19 al-Asqalānī (w.852H), Tahdzīb al-Tahdzīb, juz 8, h. 357. 20 al-Asqalānī (w.852H), Tahdzīb al-Tahdzīb, Juz 8, h. 351-357. 21 Abū al-Faḍl Aḥmad bin ‘Alī bin Muḥammad bin Aḥmad bin Ḥajar al-Asqalānī (w.825

H), Lisān al-Mīzān (Dār al-Basyāir al-Islāmiyah, 2002), juz 9, hlm. 395.

Page 59: UMI FARIDHOH -FU.pdf

46

Bashrah. Pada keterangan tentang wafatnya beliau banyak perbedaan pendapat,

diantaranya al-Bukhari mengatakan dari Muḥammad bin Maḥbūb Hammām wafat

pada tahun 163 H, sedangkan menurut Ibn Ḥibbān beliau wafat pada bulan

Ramadhan tahun 164 H, dan menurut Abū al-Ḥasan dari Aḥmad bin Ḥanbal

Hammām meninggal antara tahun 164 dan 165 H.22 dan beliau meriwayatkan

hadis dari Qatādah, Ishāq bin Abī Ṭalhah, Yazid bin Aslan, Muḥammad bin

Zuhadah, Anas bin Syarin, Ziyad bin Sa’īd, dan lain-lain. Kemudian beliau

meriwayatkan hadis kepada Aḥmad bin Ishāq al-Hadzaramī, Ḥiban bin Hilāl,

Yazīd bin Harun, Abdullah bin Razaq, ‘Amr bin ‘Āṣim, dan lain-lain.23 Tentang

kritikan para kritikus hadis kepadanya dikatakan; Yazid bin Harun mengatakan

bahwa Hammām bin Yaḥya adalah seorang yang Qawi’ fi hadits, sedangkan

Yaḥya bin Ma’īn dan Abu Khatim al-Razi mengatakan beliau sebagai orang

yang tsiqah.

6. ‘Amr bin ‘Āṣim

Nama Lengkapnya adalah ‘Amr bin ‘Āṣim bin ‘Ubaidillah bin al-Wāzi’ al-

Kilābī al-Qiyasī, beliau mempunyai kuniyah yaitu Abū ‘Utsmān al-Baṣrī, beliau

berasal dari Tabi’ut Tabi’in kalangan biasa, semasa hidupnya beliau tinggal di

Bashrah. Dan beliau wafat pada tahun 213 H. beliau meriwayatkan hadis dari

Ishāq bin Yaḥya bin Ṭalhah, Hubban, Abdul Waḥid bin Ziyād, Hammām bin

Yaḥya, Mu`tamar bin Sulaimān, Qarīb bin Abdul Malik, dan lain-lain. Dan beliau

meriwayatkan hadis kepada al-Bukhārī, Ibrāhīm bin al-Mustamir, Ibrāhīm bin

22 al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’ al-Rijāl, juz 30, h. 310. 23 al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’ al-Rijāl, juz 30, h. 302-303.

Page 60: UMI FARIDHOH -FU.pdf

47

Maktūm, Ibrāhīm bin Ya`kub, Ishāq bin Sayār, Muḥammad bin Basysyār,

Muḥammad bin Abdullah al-Zuḥri.24

Pendapat para kritikus tentangnya adalah, Yaḥya bin Ma’īn mengatakan

dia adalah seorang yang ṣāliḥ dan Muḥammad bin Sa’īd mengatakan tsiqah, al-

Nasā’i mengatakan laisa bihi ba’sa, dan Ibn Ḥibbān menyebutkan dalam

karyanya al-Tsiqāh.25

7. Muḥammad bin Basysyār

Nama lengkap beliau adalah Muḥammad bin Basysyār bin ‘Utsman bin

Dāwud bin Kaisān al-‘Abdī, semasa hidupnya beliau tinggal di Kota Bashrah, dan

beliau wafat pada tahun 252 H. Beliau meriwayatkan hadis dari Ibrāhīm bin

‘Umar bin Abī al-Wazīr, Azhar ibn Sa’ad al-Samāni, Ja’far bin ‘Aun, Ḥajjāj bin

Minhāl, Sālim bin Nūḥ, ‘Amr bin ‘Āṣim, ‘Utsman bin ‘Umar bin Fāris, dan lain-

lain. Dan meriwayatkan kepada al-Jamā’ah, Ibrāhīm bin Ishāq, Abū Bakar Aḥmad

bin ‘Alī, Isḥāq bin Ibrāhīm, Isḥāq bin Abī ‘Imrān, Ismā’īl bin Nafīl, dan lain-lain.

Pendapat para kritikus tentangnya adalah, menurut al-‘Ijliy Muḥammad

bin Basysyār adalah seorang yang tsiqah, Abu Ḥātim mengatakan bahwa ia adalah

ṣadūq, dan menurut al-Nasā’i beliau adalah seorang ṣāliḥ. Sedangkan menurut Ibn

Ḥibbān beliau menghafalkan hadisnya dan membacakan apa yang dia hafalkan.26

Begitu juga imam al-Daruqutnī mengkategorikannya sebagai seorang hāfiẓ dan

tsabat.27

24 al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’ al-Rijāl, juz 22, h. 88. 25 al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’ al-Rijāl, juz 22, h. 89. 26 al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’ al-Rijāl, juz 24, h. 511-518. 27 al-Asqalānī (w.852H), Tahdzīb al-Tahdzīb, juz 5, h. 497.

Page 61: UMI FARIDHOH -FU.pdf

48

8. al-Tirmidzī

Nama aslinya adalah Muḥammad ibn ‘Isa ibn Surah ibn Musa ibn al-

Daḥḥak al-Sulami al-Tirmidzī, beliau merupakan salah satu dari para imam ahli

hadis yang enam (al-Bukārī, Muslim, Abū Dāwud, al-Tirmidzī, al-Nasā’i, Ibn

Mājah). Beliau adalah pengarang al-Jami’ al-Kabīr (Sunan al-Tirmidzī), beliau

tergolong tabaqah 12, beliau wafat pada tahun 279 H. Beliau banyak berpindah-

pindah tempat dalam perjalan intelektualnya, yang diantaranya adalah, Khurasan,

Iraq, Hijaj dan lain sebagainya.28 Beliau banyak meriwayatkan hadis dari:

Qutaibah ibn Sa’id, Muḥammad ibn Basysyār, Ali bin Ḥajar dan lain sebagainya.

Beliau banyak meriwayatkan hadis kepada: Aḥmad bin Yūsuf al-Nasafiy, Robi’

ibn Ḥayyan al-Baḥili, dan lain sebagainya.29

Sebagaimana saya sebutkan di atas bahwa al-Tirmidzī adalah salah satu

Imam dalam hadis, karyanya al-Jami’ al-Kabīr menjadi salah satu karya yang

fenomenal di bidang hadis dan menjadi rujukan para ulama-ulama hadis pasca

beliau. Nampaknya tidak ada satupun ulama yang mempertanyakan kapasitas

keilmuan beliau di dalam bidang hadis. Ibn Ḥibbān, selain mencantumkan nama

besar al-Tirmidzī di dalam al-Tsiqatnya, juga berkomentar bahwa al-Tirmidzī

adalah seorang Imām, Hāfiẓ, pengarang kitab, penghimpun hadis, dan juga

manusia yang jenius.30

Dalam periwayatan al-Tirmidzī terdapat salah seorang perawi yang masih

bersifat ṣadūq menurut Abu Ḥātim dan menurut al-Nasā’i beliau adalah ṣāliḥ ia

28 Jamaluddīn Abi al-Hajjāj Yūsuf al-Maziy, Tahdzīb al-Kamāl (Beirut: Muassasah ar-

Risalah, 1403 H.) juz 26 h. 251. 29 al-Maziy, Tahdzīb al-Kamāl, juz 26 h. 251. 30 al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’ al-Rijāl, juz. 26, h. 252.

Page 62: UMI FARIDHOH -FU.pdf

49

adalah Muḥammad bin Basysyār, juga ‘Amr bin ‘Āṣim seorang ṣāliḥ menurut al-

Nasā’i yang berarti bahwa hafalannya (ḍabitnya) belum sempurna, sehingga hadis

ini berada pada tingkatan hadis ḥasan li dzatih.

Jalur sanad dari Imam Ibn Ḥibbān

1. Abdillah bin Mas’ūd (telah dijelaskan di halaman 46)

2. Abī al-Ahwaṣ (telah dijelaskan di halaman 46)

3. Muwarriq al-‘Ijliy (telah dijelaskan di halaman 47)

4. Qatādah (telah dijelaskan di halaman 47)

5. Hammām (telah dijelaskan di halaman 48)

6. ‘Amr bin ‘Āṣim (telah dijelaskan di halaman 49)

7. Muḥammad bin al-Mutsanna

Nama lengkap beliau adalah Muḥammad bin al-Mutsanna bin ‘Ubais bin

Qais bin Dīnār al-‘Inzī, Abū mūsa al-Baṣri, beliau semasa hidupnya tinggal di

Bashrah. Beliau wafat pada tahun 252 H. Meriwayatkan hadis dari Abī Ishāq

Ibrāhīm bin Ishāq, Ibrāhīm bin Ṣālih bin Dirham, Basysyār bin ‘Umar al-Jahrāni,

Ḥajjāj bin Minhāl, Sahl bin Yūsuf, ‘Abd al-A’la, Mu’tamir bin Sulaimān, ‘Amr

bin ‘Aṣim al-Kilābi, dan lain-lain. Dan beliau meriwayatkan hadis kepada al-

Jamā’ah, Abū Ya’la Aḥmad bin ‘Alī, Zakaria bin Yaḥya al-Sājī, Abdullah bin

Page 63: UMI FARIDHOH -FU.pdf

50

Muḥammad ibn Nājiyah, Muḥammad bin Ishāq bin Khuzaimah, Muḥammad bin

Hārūn, dan lain-lain.31

Pendapat kritikus tentangnya yaitu menurut Abū Ḥātim ia adalah seorang

ṣaliḥ al-ḥadīts dan ṣadūq, menurut abū ‘Urūbah al-Harānī mengatakan aku tidak

melihat seorangpun di Bashrah yang lebih tsabit dari Abu Musa dan menurut al-

Nasā’i la ba’sa bihi, menurut Abū Bakar al-Khaṭib ia adalah seorang yang ṣadūq,

wara’, faẓal, ‘āqalan (bijaksana).32

8. Muḥammad bin Ishāq bin Khuzaimah

Nama asli beliau adalah Muḥammad bin Ishāq bin Khuzaimah Abū Bakar al-

Salami al-Naisābūri, beliau meninggal pada malam sabtu setelah isya pada bulan

Dzul Qa’dah tahun 311 H. beliau meriwayatkan hadis dari Ishāq, ‘Ali bin Ḥajar,

Aḥmad bin ‘Abdūs, dan lain-lain. Dan beliau adalah seorang yang ṣadūq dan

tsiqah. dan meriwayatkan hadis kepada Ḥasan bin Sufyan, dan juga Abū Ḥāmid

al-Syarqī, dan lain-lain.33

9. Ibn Ḥibbān

Nama lengkapnya adalah Muḥammad bin Ḥibbān bin Aḥmad bin Ḥibbān

bin Mu’adz bin Ma’bud bin Sa’īd bin Syahīd. Beliau wafat pada tahun 354 H.

Meriwayatkan hadis dari ‘Abdullah bin Muḥammad bin Salim, Abī Bakar bin

Khuzaimah, Abī al-Abbas al-Siraj, Muḥammad bin Al-Ḥasan bin Qutaibah,

Muḥammad bin Idrīs al-Anṣari, dan lain-lain. Dan meriwayatkan hadis kepada al-

31 al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’ al-Rijāl, juz 26, h. 362. 32 al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’ al-Rijāl, juz. 26, h. 364. 33 Abū al-Fidā’ Zainuddin Qāsim bin Qutlubagha, al-Tsiqat Mimman Lam Yaqa’ fi al-Kitab

al-Sittah (Yaman: Dār al-Islamiyah, 2011), juz 8, h. 173-174.

Page 64: UMI FARIDHOH -FU.pdf

51

Ḥākim Abū ‘Abdullah al-Ḥafiẓ, Abū ‘Ali Manṣur bin Abdullah bin Khalid, Abū

Mu’adz ‘Abdurraḥman bin Muḥammad, Abu al-Ḥasan bin Aḥmad bin

Muḥammad, dan lain-lain.34

Pendapat kritikus tentangnya adalah menurut Abū Sa’ad al-Idrīs beliau

adalah seorang hakim di kota Samarkan, juga seorang dari ahli fiqih agama, dan

seorang hafiẓ, seorang ilmuan dalam bidang kedokteran, astronomi, dan ilmu seni,

menurut al-Ḥākim beliau adalah seorang ulama tertinggi dalam bidang fiqih,

bahasa, hadis, dan seorang khatib, menurut al-Khatīb beliau adalah seorang

tsiqah, terhormat dan faham.35

Jalur sanad dari Imam Ibn Khuzaimah

1. Abdillah bin Mas’ūd (telah dijelaskan di halaman 46)

2. Abī al-Ahwaṣ (telah dijelaskan di halaman 46)

3. Qatādah (telah dijelaskan di halaman 47)

4. Abī

Nama aslinya adalah Sulaimān bin Ṭarhān al-Taymiy Abū al-Mu’tamir al-

Baṣriy, beliau wafat di Bashrah pada bulan Dzul Qa’dah tahun 143 H. beliau

meriwayatkan hadis kepada Anas bin Mālik, Barkah Abi al-Walīd, Sa’īd bin Abī

al-Ḥasan al-Baṣri, Sulaimān al-A’masy, Qatādah bin Da’āmah, ‘Abdurraḥman bin

Adam, Abī Tamīmah al-Hajīmī, dan lain-lain. Dan meriwayatkan hadis kepada

34 Abū al-Qāsim ‘Alī bin al-Ḥasan, Tārīkh Damasyqi (Dār al-Fikr, 1996), juz 52, h. 249-

253. 35 Syamsuddin Abū ‘Abdullah Muḥammad bin Aḥmad, Tarīkh al-Islami wa Wafiyat al-

Masyāhiru wa al-A’lām (Dār al-Gharbi al-Islamī, 2003), juz 8, h. 73.

Page 65: UMI FARIDHOH -FU.pdf

52

Ibrāhīm bin Sa’ad, Asbaṭ bin Muḥammad, Ismā’īl bin ‘Uliyah, Sufyan bin Ḥabīb,

Sufyan bin ‘Uyaynah, ‘Abdullah bin al-Mubārak, Mu’adz bin Mu’adz, dan

anaknya Mu’tamir bin Sulaimān, Yazid bin Sufyan, dan lain-lain. Pendapat

kritikus tentangnya adalah menurut ‘Ali bin al-Madini dia adalah seorang Mu’ṭi

al-ḥadis, menurut Aḥmad bin Ḥanbal beliau seorang tsiqah, dan menurut Yaḥya

bin Ma’īn dan an-Nasā’i adalah tsiqah, dan Aḥmad bin ‘Abdullah al-‘Ijliy dia

seorang yang tsiqah, begitu juga menurut Muḥammad bin Sa’ad.36

5. al-Mu’tamir

Nama lengkap beliau adalah Mu’tamir bin Sulaimān bin Ṭarhān al-Taymī,

Abū Muhammad al-Baṣriy. Beliau tinggal di Bashrah dan wafat pada bulan

Muharram tahun 187 H. Beliau meriwayatkan hadis dari Ayahnya, Ibrāhīm bin

Yazīd al-Hauzī, Ishāq bin Sawīd, Ismā’īl bin Hamād, Iyās bin Daghfil, Khālid al-

Ḥidzā’i, Yūnus bin ‘Ubaid, dan lain-lain, beliau meriwayatkan hadis kepada

Aḥmad bin Ḥanbal, Aḥmad bin ‘Abdah, Abū al-Asy’ats Aḥmad bin al-Miqdām

al-‘Ijliy, Ḥāmid bin ‘Umar al-Bukrāwī, Ḥajjāj bin Minhāl, Hamīd bin Mas’adah,

Khalīfah bin Khiyāṭ, dan lain-lain. Pendapat para kritikus tentangnya adalah,

menurut Yaḥya bin Ma’īn ia seorang yang tsiqah, menurut Abū Ḥātim ia adalah

seorang yang tsiqah ṣadūq, dan menurut Muḥammad bin Sa’ad ia adalah seorang

yang tsiqah.37

36 al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’ al-Rijāl, juz. 12, h. 5-7. 37 al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’ al-Rijāl, juz. 28, h. 254.

Page 66: UMI FARIDHOH -FU.pdf

53

6. Aḥmad bin al-Miqdām al-Ijliy

Nama lengkap beliau adalah Aḥmad bin al-Miqdām bin Sulaimān bin al-

Asy’ats ibn Aslam bin Suwaid bin al-Aswad bin Rabī’ah bin Sanān al-Ijlī, Abū al-

Asy’ats, semasa hidupnya beliau tinggal di Bashrah, dan wafat pada tahun 253 H.

Beliau meriwayatkan dari Umiyah bin Khāid, Basyr bin al-Mufaḍḍal, Hazm bin

Abī al-Alqaṭ’ī, Ḥammād bin Zaid, Khālid bin al-Ḥārits, Muḥammad bin Abī

‘Adiy, Mu’tamar bin Sulaimān, dan lain-lain. Dan beliau meriwayatkan hadis

kepada al-Bukharī, al-Tirmidzī, al-Nasā’i, Ibn Mājah, Abū ‘Abdullah Ahmad bin

‘Alī al-‘Ala’, Ḥusain bin Ismā’īl, Abū ‘Urūbah al-Ḥusain bin Muḥammad al-

Ḥarānī, ‘Abdullah bin Ja’far bin Aḥmad bin Khasyīsy, Abū Zur’ah ‘Ubaidillah,

dan lain-lain. Pendapat kritikus tentangnya adalah menurut Abū Hātim ia adalah

seorang yang ṣāliḥ al-ḥadīts dan ṣadūq. Menurut Ṣāliḥ bin Muḥammad al-

Baghdādiy beliau seorang yang tsiqah, Abu Bakar bin Khuzaimah berpendapat

dia adalah seorang ahli hadis. Dan menurut al-Nasā’i adalah laisa bihi ba’sa.38

7. Ibn Khuzaimah (telah dijelaskan di halaman 52)

D. Kesimpulan (Natijah)

Kesimpulan yang didapat setelah melakukan penelitian di atas, bahwa

hadis “perempuan adalah aurat” semua hadis di atas bersandar pada Rasulullah

artinya semua berkategori marfu’. Dan merupakan hadis aḥad dan ditinjau dari

jumlah perawi yang meriwayatkan hadis di atas, hanya diriwayatkan oleh sahabat

‘Abdullah bin Mas’ūd bahkan hingga tabi’-tabi’in diriwayatkan oleh satu perawi

saja oleh karena itu hadis tersebut dinilai sebagai hadis gharib.

38 al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’ al-Rijāl, juz 1, h. 488-490.

Page 67: UMI FARIDHOH -FU.pdf

54

Dalam periwayatan Imam al-Tirmidzī terdapat salah seorang perawi yang

masih bersifat ṣadūq menurut Abu Ḥātim dan menurut al-Nasā’i beliau adalah

ṣāliḥ ia adalah Muḥammad bin Basysyār, juga ‘Amr bin ‘Āṣim seorang ṣāliḥ

menurut al-Nasā’i yang berarti bahwa hafalannya (ḍabitnya) belum sempurna,

sehingga hadis ini berada pada tingkatan hadis ḥasan li dzātih. Dalam periwayatan

Ibn Ḥibān dapat disimpulkan bahwa dalam periwayatannya masih ada salah

seorang perawi yang masih bersifat ṣadūq dan menurut al-Nasā’i laisa bihi ba’sa

yaitu, Muḥammad bin al-Mutsanna yang berarti bahwa hafalannya (ḍabitnya)

belum sempurna sehingga hadis ini berada pada tingkatan hadis ḥasan li dzātih.

Begitu juga dalam periwayatan Ibn Khuzaimah terdapat perawi yaitu Aḥmad bin

al-Miqdām al-Ijliy menurut Abū Ḥātim ia adalah seorang yang ṣāliḥ al-ḥadīts dan

ṣadūq, dan menurut al-Nasā’i adalah laisa bihi ba’sa yang artinya jalur sanad Ibn

Khuzaimah pun tidak mencapai tingkatan ṣahīh hanya berada pada tingkatan

hadis ḥasan li dzātih. Kemudian dapat disimpulkan bahwa hadis imam al-

Tirmidzī yang mulanya berkualitas ḥasan li dzātih, terdapat hadis yang memiliki

satu lafadz dan satu makna dari jalur Ibn Ḥibān yang berkualitas ḥasan li dzātih

dan jalur Ibn Khuzaimah berkualitas ḥasan lin dzātih maka status hadis tersebut

derajatnya naik menjadi ṣahīh li ghairih39.

39 Ṣahīh li ghairih adalah hadis hasan li dzātih ketika ada periwayatan melalui jalan yang

sama atau lebih kuat dari padanya. Lihat abdul majid khon, Ulumul Hadis, (Jakarta: Amzah,

2010), h. 155

Page 68: UMI FARIDHOH -FU.pdf

55

BAB IV

KONTRADIKSI ANTARA PEMAHAMAN TEKSTUAL DAN

KONTEKSTUAL HADIS PEREMPUAN ADALAH AURAT

Sejak Islam datang, kedudukan kaum perempuan mulai dihormati, karena

Islam membawa dan mengajarkan persamaan (al-Musāwah) di antara sesama

makhluk Tuhan. Islam mengikrarkan bahwa semua manusia yang ada di muka

bumi ini setara di hadapan Tuhan. Dengan demikian, tidak ada kekuatan yang

mampu mengambil kebebasan individu, baik itu dengan harta, pangkat, derajat,

atau bahkan Negara. Semua manusia memiliki nilai dan perlakuan yang sama,

tidak ada yang lebih istimewa juga tidak ada yang lebih hina, hanya tingkat

ketaqwaan yang membedakan manusia di hadapan Tuhannya.1 Dan al-Qur’an

telah menjadikan laki-laki dan perempuan itu berdampingan mengemban

tanggung jawab islam, yakni tanggung jawab amar ma’rūf nahī munkar.

ع ن ن و ي ن ه و ع روف بال م ي أ مرون ب ع ض لي اء أ و ب ع ضهم من ات ال مؤ و منون ال مؤ و

ل ال من ك ر الص يقيمون ك ة وو الز تون يؤ ة وو يطيعون أول للا و سول ه ر مهمو ح س ي ر ئك

كيمللا إنللا 2ع زيزح “Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian

mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. Mereka menyuruh

(mengerjakan) yang makruf, mencegah dari yang mungkar, mendirikan

sembahyang, menunaikan zakat, dan mereka taat kepada Allah dan Rasul-Nya.

Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; sesungguhnya Allah Maha Perkasa

lagi Maha Bijaksana.”

Oleh karena itu para ulama sepakat bahwa perempuan muslimah dalam

makna al-Qur’an di atas maka ia wajib menuntut ilmu untuk meluruskan akidah

dan ibadahnya. Begitu pula, untuk memperbaiki perilakunya yang sesuai dengan

1 Lihat QS. al-Hujurat ayat 13. 2 QS. al-Taubah ayat 71.

Page 69: UMI FARIDHOH -FU.pdf

56

etika islam dalam berpakaian, berdandan, dan lain-lain, mengetahui yang halal

dan yang haram, hak dan kewajibannya. Boleh jadi ia meningkatkan ilmunya

hingga tingkatan mujtahid.

Terlepas hal-hal di atas, dalam hadis Rasulullah Saw terdapat beberapa

informasi yang bertentangan dengan hal tersebut yaitu hadis tentang larangan

perempuan keluar dari rumah tanpa mahram dan tanpa seizin suaminya, dan hadis

yang menerangkan tentang perempuan adalah sumber fitnah. Hadis-hadis tersebut

merupakan larangan yang dipahami secara harfiah (tekstual). Terdapat pula hadis

tentang “perempuan adalah aurat…..” sebagai berikut:

االشي ط ان ف ه ر ت ش اس ت ج ر ةف إذ اخ ر أ ةع و ر اإذ اهي و ال م ب ه ر ات كونمن بم فيأ ق ر

ا .ق ع رب ي ته

“Perempuan adalah aurat apabila ia keluar maka setan akan

mengawasinya, sedangkan tempat yang terdekat bagi wanita dengan Tuhannya

adalah di dalam rumahnya.

Hadis-hadis tersebut disamping populer juga membawa dampak yang

tidak baik terhadap ajaran Islam yang dikenal mempunyai ajaran rahmatan lil

‘alamīn (rahmat bagi seluruh alam). Kalau hadis ini dipahami secara tekstual

terasa bahwa Islam adalah agama yang mendiskriditkan posisi perempuan

terutama di ranah publik. Salah satu penyebab ini semua adalah adanya beberapa

hadis yang dinilai bias gender yang menyudutkan perempuan yang menuntut para

peniliti hadis untuk meneliti seberapa besar hubungan antara degenerasi

perempuan Islam dengan kodifikasi hadis. Sehingga banyak para sarjana baik

klasik ataupun modern melakukan pemahaman terhadap hadis melalui

pemahaman secara tekstual dan kontekstual.

Page 70: UMI FARIDHOH -FU.pdf

57

A. Afirmasi Pemahaman Tekstual Hadis “Perempuan adalah Aurat”

Jika ditelaah lebih jauh hadis ini membutuhkan pemahaman yang lebih

mendalam terhadap makna teks hadis tersebut dan makna konteks yang dimaksud

dalam hadis tersebut. Berikut beberapa penggalan lafadz yang akan dibahas:

pertama; ةال ر ع و أ ة ر م , kedua; ت ج ر خ ر ;ketiga .ف إذ ا ت ش ااس ف ه , keempat;

kemudian kelima adalah tambahan lafadz dari hadis Ibn Ḥibān dan Ibn .الشي ط ان

Khuzaimah yaitu; فيق اإذ اهي ب ه ر ات كونمن بم أ ق ر او ع رب ي ته .

Pertama, dalam hadis di atas diawali dengan lafadz ة ر ع و أ ة ر ال م

(perempuan adalah aurat) yang mengandung pengertian yakni seorang

perempuan terlihat buruk apabila menampakkan dirinya dihadapan seorang laki-

laki.3 Seorang perempuan itu dirinya telah dijadikan sebagai aurat, karena

sesungguhnya apabila nampak terlihat dari dirinya maka akan menimbulkan malu,

sebagaimana aurat yang menimbulkan malu apabila ia terlihat.4 Perempuan juga

dalam dirinya telah disifati dengan sifat ini (aurat), dan karena sifat ini maka

seharusnya ia menutupnya.5

Dikatakan pula dalam kitab Syarah Ṣaghīr sesuai madzhab Imam Malik

pada Juz Awwal: “bahwa aurat menurut aslinya adalah celah yang terdapat dalam

tempat khusus dan lainnya, dan sesuatu yang dimungkinkan menimbulkan bahaya

dan kerusakan.” Diantara kata aurat ialah Aurūl Makāni artinya terjadinya bahaya

dan kerusakan dari tempat itu, dan firman Allah Ta’ala: Sesungguhnya rumah-

rumah kami adalah aurat, artinya sepi dari sarana pertahanan yang bisa

menyebabkan jatuhnya kerusakan di dalamnya. Dan wanita adalah aurat, karena

3 Zain al-dīn Muhammad al-Mad’ū bi ‘Abd al-Raūf al-Qāhirī (w. 1031 H), al-Taysīr Bi

Syarh al-Jāmi’ al-Ṣaghīr (al-Riyaḍ: Maktabah al-Imam al-Syafi’i, 1988 M), Juz 2, h. 455. 4 Abū al-A’lā Muḥammad ‘Abdurraḥman bin ‘Abdurraḥim al-Mubarakfūrī (w.1353 H),

Tuhfat al-Ahwadzī bi Syarh Jāmi’ al-Tirmidzī (Beirut: Dār al-Kitab al-‘Ilmiyah, t.t.), juz 4, h. 283. 5 Zain al-dīn Muḥammad al-Mad’ū bi ‘Abd al-Raūf al-Qāhirī (w.1031 H), Faiḍ al-Qadīr

Syarh al-Jāmi’ al-Ṣaghīr (Mesir: al-Maktabah al-Tajāriyah al-Kubra, 1356), juz 6, h. 266.

Page 71: UMI FARIDHOH -FU.pdf

58

dimunginkan terjadinya kerusakan pada orang yang melihatnya atau mendengar

ucapannya, bukan dari kata aur yang memiliki arti jelek (buruk) karena tidak bisa

dinyatakan dalam kecantikan wanita dan yang demikian itu karena cenderungnya

jiwa kepadanya. Dan terkadang, dikatakan bahwa yang dimaksudkan buruk disini

adalah sesuatu yang dianggap buruk oleh syara’, meskipun secara naluri ia

disenangi.6

Berdasarkan makna dzahir hadits perempuan adalah aurat, sebagian

kalangan ulama fiqih menyimpulkan bahwa semua bagian dari wanita adalah

aurat termasuk suaranya.

Namun lafadz ة ر أ ةع و ر adalah hadits umum yang menginformasikan ال م

secara umum bahwa seluruh tubuh wanita adalah aurat, yang kemudian

ditakhsis (dibatasi) dengan hadis-hadis yang menunjukkan bahwa wajah, telapak

tangan dan termasuk suara adalah yang dikecualikan. Sebagaimana telah

dijelaskan pada Bab II mengenai batasan aurat perempuan.

Kedua, lafadz hadis selanjutnya yaitu الشي ط ان ا ف ه ر ت ش اس ت ج ر خ ف إذ ا

(apabila ia keluar maka syetan akan mengawasinya). Dan apabila perempuan itu

menampakkan perhiasannya kepada laki-laki dan laki-laki memandang kepada

perempuan maka salah satunya akan terjatuh dalam fitnah syetan.7 Menurut

syarah hadis imam al-Tirmidzī apabila perempuan itu keluar rumah dan

menampakkan perhiasannya, maka tidak menutup kemungkinan setan akan

menggodanya dan perempuan itu tidak lepas dari godaan tersebut.8

6 Musa Shalih Syaraf, fatwa-fatwa kontemporer tentang problematika wanita (Jakarta:

Pustaka Firdaus, 1997), h. 58-59. 7 ‘Abd al-Raūf al-Qāhirī, al-Taysīr Bi Syarh al-Jāmi’ al-Ṣaghīr, Juz 2, h. 455. 8 al-Mubarakfūrī (w.1353 H), Tuhfat al-Ahwadzī bi Syarh Jāmi’ al-Tirmidzī, juz 4, h. 283.

Page 72: UMI FARIDHOH -FU.pdf

59

Ketiga, lafadz ا ف ه ر ت ش makna asli dari lafadz tersebut adalah اس

mengangkat pandangan untuk melihat kepada sesuatu, dan membuka telapak

tangannya di atas orang yang berhijab.9 Dan dalam kitab Faiḍ al-Qadīr Syarh al-

Jāmi’ al-Ṣaghīr lafadz استشرفها yakni mengangkat pandangan kepada seorang

perempuan untuk menggodanya, yaitu bisa jadi setan yang menggodanya atau

perempuan itu sendiri yang sengaja menggoda dengan dirinya, oleh karena itu

tidak dapat dihindarkan salah satu dari mereka atau keduanya akan terjatuh dalam

fitnah.10 Fitnah itu adalah fitnah perempuan dengan laki-laki, dan laki-laki dengan

perempuan yang bisa menimbulkan pembunuhan dan perang diantara kaum

muslimin. Bahkan bisa saja menyeret pada syirik kepada Allah.11

Keempat, Lafadz الشي ط ان maksudnya setan yang dimaksud adalah setan

yang menyerupai manusia, karena prilaku dan sikap manusia yang sama dengan

setan.12 Yaitu seorang yang fasik, apabila ia melihat apa yang menarik dari

seorang perempuan maka mereka memandang ke arah perempuan itu dengan

penuh hasrat, dan pekerjaan mereka itu disandarkan kepada setan atas apa yang

mengalir dalam hati mereka untuk melakukan perbuatan keji.13

Dalam buku Mawā’id al-Syaiṭān (hidangan-hidangan setan) karya

Masyhur ditemukan peringatan bahwa perempuan adalah perangkat paling

penting dan paling berbahaya yang digunakan setan untuk menjerumuskan, beliau

9 al-Mubarakfūrī (w.1353 H), Tuhfat al-Ahwadzī bi Syarh Jāmi’ al-Tirmidzī, juz 4, h. 283. 10 ‘Abd al-Raūf al-Qāhirī (w.1031 H), Faiḍ al-Qadīr Syarh al-Jāmi’ al-Ṣaghīr, juz 6, h.

266. 11 Syaikh Imad Zaki Al-Barudi, Tafsir Wanita. Penerjemah Samson Rahman (Jakarta:

Pustaka al-Kautsar, 2003), h. 445. 12 al-Mubarakfūrī (w.1353 H), Tuhfat al-Ahwadzī bi Syarh Jāmi’ al-Tirmidzī, juz 4, h. 283. 13 ‘Abd al-Raūf al-Qāhirī (w.1031 H), Faiḍ al-Qadīr Syarh al-Jāmi’ al-Ṣaghīr, juz 6, h.

266.

Page 73: UMI FARIDHOH -FU.pdf

60

sambil menyebutkan riwayat yang dinisbatkan kepada Nabi dan hadisnya yang

sudah dijelaskan di atas.14

Dijelaskan pula dalam keterangan hadis sebagai berikut:

(568/1)معجمابنعساكر 15والنساءحبائلالشيطان

“Wanita adalah tali temali yang menyambung godaan setan dengan

manusia.”

Ketika berbicara tentang siapa setan, M.Quraish Shihab mengemukakan

bahwa kata setan tidak selalu berarti sosok pelaku, tetapi juga dapat berarti

sesuatu yang buruk atau tidak menyenangkan.16

Pada penggalan hadis selanjutnya yang ditambahkan oleh Ibn Ḥibān

dengan lafadz اإذ اهي ب ه ر ات كونمن بم أ ق ر او فيق ع رب ي ته (Sedangkan tempat

yang terdekat bagi wanita dengan Tuhannya adalah di dalam rumah), lafadz

ا ب ه ر ات كونمن بم أ ق ر Sedangkan tempat yang terdekat bagi wanita dengan) و

Tuhannya) maknanya adalah perempuan ketika hendak shalat dan mendekatkan

dirinya kepada Allah ا ب ي ته ق ع ر في .adalah lebih baik di dalam rumahnya هي

Maksudnya ialah perempuan tidak wajib mengikuti shalat berjama’ah di masjid

sebagaimana halnya laki-laki, karena tempat mereka shalat dan dekat dengan

Tuhannya adalah di dalam rumah mereka.17

Dan apabila diterapkan berbagai tolak ukur penilitian matan, maka

kandungan matan-matan hadis tersebut dapat dinyatakan sebagai maqbul (dapat

diterima) dengan alasan:

14 M.Quraish Shihab, Setan Dalam Al-Qur’an (Jakarta: Lentera Hati, 2010), h. 177. 15Abu al-Qasim ‘Ali bin al-Hasan bin Hibatullah al-Ma’rūf ibn ‘Asākir (571H), Mu’jam Ibn

‘Asākir (Damaskus, Dār al-Basyā’ir, 2000M), Juz 1, h. 568. 16 Quraish Shihab, Setan Dalam Al-Qur’an, h. 181. 17 Ibn Ḥajar al-Asqalānī, Fatḥ al-Bāri Syarah Ṣahīh al-Bukhari Penerjemah Amirudin

(Jakarta: Pustaka Azzam, 2009), jilid 4, h. 774

Page 74: UMI FARIDHOH -FU.pdf

61

1. Tidak bertentangan dengan al-Qur’an.

Kandungan hadis yang diteliti tidak bertentangan dengan ayat al-Qur’an.

Ada beberapa ayat yang mendukung diantaranya:

اهل ال ج ج ت ب ر ن ج الت ب ر و فيبيوتكن ن ق ر ل و الص ن أ قم ك ويةاألول ىو الز ة وة وآتين

إ سول ه ر و للا أ طع ن و كم ر يط ه و ال ب ي ت أ ه ل س ج الر ن كم ع ليذ هب للا يريد ا نم

هيرا 18ت ط

“Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan

bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu dan dirikanlah salat,

tunaikanlah zakat dan taatilah Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah

bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai ahlul bait dan

membersihkan kamu sebersih-bersihnya.”

اليب و هن فروج ن ف ظ ي ح و ارهن أ ب ص من ن من اتي غ ضض لل مؤ قل و إال زين ت هن دين

ا من ه ر اظ ه م 19

“Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan

pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah mereka

menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak daripadanya.”

Ayat-ayat di atas jelas sekali memerintahkan agar perempuan tetap berada

di dalam rumahnya, dan isyarat dilarangnya ikhtilaṭ yaitu bercampurnya lawan

jenis yang bukan mahram.

2. Tidak bertentangan dengan hadis yang lebih kuat.

Hadis yang diteliti juga tidak bertentangan dengan riwayat hadis Nabi

Saw, seperti yang penulis temukan dalam hadis-hadis di bawah ini:

أ بي1. ع ن ق ت اد ة ، ع ن ث، د يح أ بي س مع ت : ق ال ت مر ال مع ثنا ال مق د ام، ب ن د م أ ح ناعود،ع ن س ب نم ع ب دللا ص،ع ن و :األ ح ق ال أ نه لم س ل ي هو ع لىهللا ص سولللا ر

18 QS. al-Ahzab ayat 33. 19 QS. al-Nūr ayat 31.

Page 75: UMI FARIDHOH -FU.pdf

62

« هللا ج ت كونإل ىو اال إنه االشي ط ان،و ف ه ر ت ش تاس ج ر اإذ اخ إنه ة،و ر أ ةع و ر ال م

ا افيق ع رب ي ته من ه ب 20«أ ق ر

“Telah menceritakan Aḥmad bin al-Miqdām, telah menceritakan al-

Mu’tamir, ia berkata: aku mendengar hadis dari ayahku, ia menceritakan dari

Qatādah, dari Abī al-Ahwaṣ, dari Abdullah bin Mas’ūd, dari Ralullah Saw

bahwasannya Rasulullah bersabda: sesungguhnya wanita itu adalah aurat,

apabila ia keluar dari rumah, maka setan pasti akan menyertainya. Dan wanita

itu akan dapat dekat dengan Tuhannya manakala ia berada di dalam rumahnya.”

ق ا2. ال مث نى، ب ن د م مح دث ن ا ح : ق ال ة ، ي م خز ب ن اق إس ح ب ن د م مح ن ا ب ر دث ن اأ خ ح : ل

أ بي ع ن ، لي ال عج ق ر مو ع ن ق ت اد ة ، ع ن ام، ه م دث ن ا ح : ق ال ع اصم، ب ن رو ع م

: ق ال لم س ل ي هو ع لىللا ص ،ع نالنبي ع ب دللا ص،ع ن و ة،ف إذ ا»األ ح ر أ ةع و ر ال م

تاس ج ر اخ فيق ع رب ي ته اإذ اهي ب ه ر ات كونمن بم أ ق ر االشي ط ان،و ف ه ر 21«ت ش “Telah menceritakan Muḥammad bin Ishāq bin Khuzaimah, ia berkata:

telah menceritakan Muḥammad bin al-Mutsanna, ia berkata: telah menceritakan

‘Amr bin ‘Āṣim, ia berkata: telah menceritakan Hammām, dari Qatādah, dari

Muwarriq al-Ijliy, dari Abī al-Ahwaṣ, dari Abdullah, dari Nabi Saw bersabda:

“sesungguhnya wanita itu aurat. Apabila ia keluar dari rumah, maka setan pasti

akan menyertainya. Sedangkan tempat yang terdekat bagi wanita dengan

Tuhannya adalah di dalam rumah.”

3. Tidak bertentangan dengan akal sehat, indera dan juga sejarah.

Hadis yang diteliti juga tidak bertentangan dengan akal sehat, karena

dalam keterangan hadis tentang perempuan adalah aurat yang apabila mereka

keluar dari rumahnya maka setan akan mengawasinya di atas adalah semata-mata

untuk menjaga kesucian dan kehormatan perempuan dari pandangan orang lain

dan menghindarkan mereka dari timbulnya fitnah. Kemudian berdasarkan sejarah

yang diceritakan oleh al-Syafi’iy riwayat hadis dari sa’id Ibn Abi Hilal dari

Muhammad Ibn ‘Abdillah Ibn Qais bahwa ada beberapa orang para sahabat

datang kepada Nabi dan bertanya sesungguhnya para istri kami mereka meminta

izin untuk ke masjid, Nabi kemudian bersabda, “Tahanlah mereka itu”.

20 Abū Bakr Muḥammad bin Ishāq bin Khuzaimah (w.311H), Ṣahīh Ibn Khuzaimah (Beirūt:

al-Maktab al-Islāmī, t.t.), Juz, 3, h. 93. 21 Abū al-Ḥasan Nūruddīn ‘Alī bin Abī Bakr al-Ḥaitsamī (w.807H), Muwārid al-Ẓamān ila

Zawā’id ibn Ḥibān (T.tp.:Dār al-Kitab al-‘Ilmiyah, t.t.), juz. 1, h. 103.

Page 76: UMI FARIDHOH -FU.pdf

63

Kemudian para istri tersebut kembali kepada suami mereka. Kemudian para

sahabat bertanya lagi ya Rasulullah istri kami meminta izin kepada kami sehingga

kami keluar bersama mereka ke masjid, maka Nabipun bersabda, “Apabila kamu

mengutus mereka maka utuslah mereka dengan pendampingnya (mahramnya).”

Hadis ini dimaksudkan bahwa wanita adalah aurat yang harus dijaga, namun

boleh keluar apabila diizinkan oleh suami mereka atau ada mahram yang

mendampingi mereka sehingga tidak terjadi fitnah. Alasan mengapa salat di

tempat yang tersembunyi lebih utama, adalah karena rasa aman dari fitnah di

tempat terbuka. Hal ini semakin dipertegas setelah muncul prilaku yang tidak baik

dari sebagian wanita, seperti menampakkan perhiasan dan berdandan.22

4. Susunan pernyataannya menunjukkan ciri-ciri sabda kenabian.

Hadis yang diteliti ini kata-kata yang terdapat pada matan tidak berbelit-

belit dan merupakan susunan dari kata-kata yang mempunyai faedah. Pada matan

hadis tentang perempuan adalah aurat juga terdapat suatu peringatan dalam matan

hadis tersebut yaitu apabila perempuan itu keluar maka setan akan menggodanya.

B. Penolakan Terhadap Hadis “Perempuan adalah Aurat” Melalui

Pemahaman Kontekstual.

Penulis kemudian melakukan penelitian terhadap hadis ini dari sudut

pemahaman kontekstual yaitu melalui penggalian informasi dan pesan pendukung

lain dari luar teks tersebut sehingga dapat menyempurnakan informasi atau pesan

yang diharapkan oleh sang Mutakallim (Nabi Saw).

22 Ibn Ḥajar al-Asqalānī, Fatḥ al-Bāri Syarah Ṣahīh al-Bukhārī, jilid 4, h. 774.

Page 77: UMI FARIDHOH -FU.pdf

64

Hadis di atas tidak bisa dipahami secara teks saja, meski hadis tersebut

dinilai ṣahīh, tidaklah menunjukkan bahwa seluruh tubuh perempuan adalah aurat,

karena makna kata “perempuan adalah aurat” dalam hadis tersebut bukan

menunjukkan bahwa seluruh tubuh wanita adalah aurat, namun maknanya dapat

berarti bagian-bagian tertentu dari badan atau geraknya yang rawan menimbulkan

rangsangan. M. Quraish Shihab memberikan keterangan bahwa hadis ini juga

tidak dapat dijadikan alasan untuk melarang wanita keluar rumah, paling tinggi,

hadis tersebut hanyalah merupakan peringatan agar wanita menutup auratnya

dengan baik dan bersikap sopan sesuai dengan tuntunan agama, terlebih jika

perempuan keluar rumah, supaya tidak merangsang kehadiran setan jin. Puluhan

hadis yang menunjukkan bahwa banyak wanita pada zaman Nabi yang justru

diperbolehkan keluar rumah untuk melakukan aneka kegiatan positif.23

Seperti dalam hadis Rasulullah Saw tentang perempuan mengikuti

peperangan:

الدب نذ ك دث ن اخ ل،ح رب نالمف ض دث ن ابش ،ح ب نع ب دللا دث ن اع لي ب ي عح ،ع نالر ان و

: ق ال ت ذ، مع و ى،»بن ت ح ر ند اويالج قيو ن س لم س و ل ي ه ع لىهللا ص النبي ع م كنا

دين ة الق ت ل ىإل ىالم ن رد 24«و “Telah menceritakan ‘Ali bin Abdullah, telah menceritakan Basyar bin al-

Mufaḍḍol, telah menceritakan Khāid bin Dzakwān, dari Rubayyii’ binti

Mu’awwidz ia berkata: dahulu kami para wanita (ikut berperang) bersama Nabi

Saw, kami memberi minum dan mengobati orang yang terluka dan mengurusi

jenazah untuk dipulangkan ke Madinah.”

Hadis di atas jelas bahwa Nabi Saw tidak melarang para perempuan ikut

berperang bersama di medan perang, mereka juga membantu Nabi dan para

23 M.Quraish Shihab, Jilbab; Pakaian Wanita Muslimah (Jakarta: Lentera Hati, 2004), h.

125. 24 Muḥammad bin Ismā’īl Abū ‘Abdullah al-Bukhārī, Ṣahīh al-Bukhārī (Dār Thūq al-

Najjāh, 1422 H), juz 4, h. 34.

Page 78: UMI FARIDHOH -FU.pdf

65

sahabat untuk memberi minum dan obat-obatan. Pada hadis ini pula terdapat

keterangan yang membolehkan wanita mengobati laki-laki yang bukan

mahramnya dalam keadaan darurat.25 Sehingga jelas pada zaman Nabi perempuan

pun tidak dilarang untuk keluar rumah untuk melakukan kegiatan yang baik.

Perbedaan pemahaman terhadap konteks hadis ini adalah tergantung

situasi dan kondisi zaman perempuan saat hadis tersebut muncul, sebagian ulama

melarang perempuan untuk keluar rumah dan mereka berharap perempuan tetap

menetap di dalam rumah mereka. Alasan mereka demikian adalah karena rasa

kekhawatiran Islam pada perempuan, karena pada zaman dahulu masih kurangnya

keamanan seperti harta, kekayaan, dan bahkan jiwa manusia tak pernah terjamin

keamanannya, orang harus menyembunyikan uang dan kekayaan mereka, dan

juga perempuan-perempuan yang mereka miliki.26 Alasan lain juga untuk

memberikan rasa aman dari fitnah di tempat terbuka. Salah satu firman Allah

menjelaskan kepada perempuan bahwa perempuan dianjurkan untuk tetap tinggal

di rumah-rumah mereka. Sebagai berikut:

األول ىو اهلية ال ج ج ت ب ر ن ج الت ب ر و بيوتكن في ن ق ر ك اة و الز وآتين الصالة ن أ قم

كم ر يط ه و ال ب ي ت أ ه ل س ج الر ن كم ع ليذ هب للا يريد ا إنم سول ه ر و للا أ طع ن و

هيرا 27ت ط

“Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan

bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu dan dirikanlah salat,

tunaikanlah zakat dan taatilah Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah

bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai ahlul bait dan

membersihkan kamu sebersih-bersihnya.”

25 Ibn Ḥajar al-Asqalānī, Fatḥ al-Bāri Syarah Ṣahīh al-Bukhārī, jilid 16, h. 243 26 Murtadha Muthahhari, Teologi dan Falsafah Hijab (Yogyakarta: Rusyanfikr Institute,

2015), h. 35. 27 QS. al-Ahzab ayat 33.

Page 79: UMI FARIDHOH -FU.pdf

66

Para mufassir berbeda pendapat mengenai pemahaman kata وقرن yang

menjadi kata kunci ayat ini. Ulama Madinah dan sebagian Ulama Kufah

membacanya sebagai waqarna yang berarti “tinggallah di rumah kalian dan

tetaplah berada di sana”. Sementara Ulama-ulama Bashrah dan sebagian Ulama

Kufah membaca waqirna dalam arti “tinggallah di rumah kalian dengan tenang

dan hormat”. Pengertian pertama terkesan lebih tegas daripada pengertian kedua.28

Menurut al-Qurthubi dalam tafsirnya, makna ayat ini adalah perintah

untuk senantiasa tinggal di rumah. Walaupun seruan ayat itu untuk istri-istri

Rasulullah, namun selain mereka juga tercakup di dalamnya. Dimana syariat telah

dengan tegas mewajibkan kaum perempuan untuk senantiasa berada di rumahnya,

dan tidak keluar darinya kecuali dalam keadaan darurat. Allah telah

memerintahkan istri-istri Rasulullah untuk senantiasa berada di rumah, dan

menyerukan kepada mereka sebagai bentuk penghormatan pada diri mereka.

Allah melarang mereka untuk tabarruj dan memberitahukan bahwa pekerjaan ini

adalah perbuatan orang-orang jahiliyah terdahulu.29

Sebelum ini, penulis telah mengemukakan pendapat segelintir ulama yang

menyatakan bahwa ayat di atas ditujukan secara khusus kepada istri-istri Nabi

Muhammad Saw, bukan kepada semua wanita muslimah. Tetapi dalam arti di

samping menutup seluruh tubuh juga menutup diri sehingga perempuan

menggunakan tabir di dalam rumah jika ada yang hendak berbicara dengannya

28 Nasaruddin Umar, Fikih Wanita Untuk Semua (Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta, 2010),

h. 146. 29 Syaikh Imam al-Qurṭubi, Tafsir al-Qurṭubi. penerjemah Fathurrahman Abdul Hamid

(Jakarta: Pustaka Azzam, 2009), Jilid 14, h. 450-451.

Page 80: UMI FARIDHOH -FU.pdf

67

atau kubah dan semacamnya kalau di luar rumah untuk menghalangi pandangan

orang lain yang bukan mahramnya.30

Bagi Ibn Katsīr, ayat di atas mengandung arti perempuan tidak dibenarkan

keluar rumah kecuali ada kebutuhan yang dibenarkan oleh Agama. Itupun dengan

syarat dapat memelihara kesucian dan kehormatannya. Dari kelompok mufasir

kontemporer yang seperti pandangan di atas di antaranya Wahbah al-Zuhaili yang

menyatakan: “hendaklah perempuan tetap tinggal di rumah, jangan sering keluar

rumah tanpa ada keperluan yang dibolehkan agama.31

Sedangkan di antara pemikir muslim kontemporer adalah al-Maudūdī yang

berpandangan seperti di atas. Dalam bukunya al-Hijab seperti yang dikutip oleh

M. Quraish Shihab al-Maudūdī menyatakan:

“Tempat perempuan adalah di rumah, mereka tidak dibebaskan dari

pekerjaan luar rumah agar mereka selalu berada di rumah dengan tenang

dan hormat, sehingga mereka dapat melaksanakan kewajiban rumah

tangga. Adapun kalau ada hajat keperluannya untuk keluar, maka boleh

saja keluar rumah dengan syarat memperhatikan segi kesucian diri dan

memelihara rasa malu.”32

Dengan demikian, setelah kita baca bahwa ayat di atas dijadikan dasar

oleh sementara ulama untuk menyatakan bahwa seluruh tubuh wanita adalah

aurat, walau wajah dan telapak tangannya. Bahkan lebih dari itu, bukan hanya

bentuk badannya, namun sosoknya pun harus tertutup, sehingga kalau mereka di

30 M.Quraish Shihab, Jilbab; Pakaian Wanita Muslimah, h. 80 31 Kementerian Agama RI, Tafsir al-Qur’an Tematik; Kedudukan dan Peran Perempuan

(Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf al-Qur’an, 2012), h. 77 32 M. Quraish Shihab, Wawasan al-Qur’an (Bandung: PT Mizan Pustaka, 2013), h.402

Page 81: UMI FARIDHOH -FU.pdf

68

dalam rumah dan ada yang hendak berbicara dengannya, harus ada tabir, dan

kalau di luar harus ada semacam kubah yang menghalangi pandangan orang lain

yang bukan mahram.

Berbeda dari tokoh-tokoh mufasir tersebut, Muḥammad Sayyid Quthb

beranggapan bahwa ayat di atas bukan berarti larangan terhadap perempuan untuk

bekerja, karena Islam tidak melarang perempuan bekerja. Hanya saja Islam tidak

mendorong hal tersebut. Islam membenarkan mereka bekerja karena darurat dan

bukan menjadikannya dasar. Makna darurat disini ialah pekerjaan-pekerjaan yang

sangat perlu, yang dibutuhkan masyarakat atau dasar kebutuhan pribadi, karena

tidak ada yang membiayai hidupnya dan atau menanggung biaya hidupnya tidak

mampu mencukupi kebutuhannya.33

Terlepas dari term ini, dari penelusuran terhadap sejarah didapati praktik

hidup kaum perempuan pada masa Rasulullah Saw, ternyata banyak yang terlibat

dalam aktivitas-aktivitas sosial, istri-istri Nabi sendiri aktif dalam bidang ekonomi

dalam beragam profesi seperti Khadijah, konglomerat yang berhasil dalam

bidangnya usaha ekspor-impor; shafiyah bint Huyay, perias pengantin, dan Zainab

bint Jahsy, bekerja dalam bidang Home Industry pada proses menyamak kulit

binatang. Berbeda pula dengan zaman sekarang yang sudah berubah dan

kesejahteraan hidup tidak lagi bertumpu pada keluarga tetapi pada individu. Oleh

karena itu, dengan sendirinya, perempuan mendapatkan kesempatan untuk

melakukan kegiatan sebagaimana halnya laki-laki, berprofesi, berkarir dan lain-

33 Umar, Fikih Wanita Untuk Semua, h. 147.

Page 82: UMI FARIDHOH -FU.pdf

69

lain. Tentu dengan mempertahankan nilai-nilai agama, baik laki-laki maupun

perempuan.34

Sementara itu, sebagian ulama yang membolehkan keluar rumah berbicara

hanya karena apabila ada kebutuhan yang dibenarkan oleh Agama, seperti

menuntut ilmu, bekerja, berdagang, dan lain-lain. Dalam keterangan pun

perempuan justru diperbolehkan keluar rumah untuk memenuhi kebutuhannya,

sebagaimana sabda Rasulullah Saw.

ع ن أ بيه، ع ن هش ام، ع ن هر، مس ب ن ع لي دث ن ا ح اء، غ ر الم أ بي ب ن ة و ف ر دث ن ا ح

د ةبن ت س و ت ج ر :خ ع ائش ة ،ق ال ت للا :إنكو ا،ف ق ال ف ه رف ع ر آه اعم ل ي ال،ف ر ع ة م ز

ل ه، ذ لك ت ف ذ ك ر لم س ل ي هو لىهللاع ص إل ىالنبي ع ت ج ل ي ن ا،ف ر ع ف ي ن ات خ د ةم ي اس و

ق ل ع ر ي ده في إن و ي ت ع شى، تي ر حج في هو و هو و ع ن ه ف رفع ل ي ه، ع للا ل ف أ ن ز ا،

ائجكن»ي قول: و لح ن رج ت خ أ ن ل كن للا 35«ق د أ ذن

“Dari Aisyah dia berkata, Saudah binti Za’mah keluar, dia adalah

seorang wanita yang mudah dikenal dan saat itu dilihat oleh ‘Umar, maka dia

berkata: Demi Allah kau tidak bisa bersembunyi dari kami, maka pikirkan

bagaimana kau keluar rumah, Aisyah berkata: maka dia kembali, kepada Nabi

Saw Saudah masuk dan berkata: Ya Rasulullah sesungguhnya saya keluar untuk

menunaikan hajat saya, maka’Umar berkata pada saya, demikian dan demikian.”

Aisyah berkata, maka Allah menurunkan wahyu kepada Nabi, lalu wahyu itu

selesai dan tulang itu masih ada di tangannya dan belum dia sempat letakkan

dari tangannya.” maka Rasulullah berkata: “sesungguhnya Allah telah

mengizinkan pada kalian keluar untuk hajat-hajat kalian.”

Selain daripada itu, perempuan dan laki-laki mempunyai hak dan

kewajiban yang sama dalam menjalankan peran khalifah dan hamba. Soal peran

sosial dalam masyarakat, tidak ditemukan ayat atau hadis yang melarang kaum

perempuan aktif di dalamnya. Sebaliknya, al-Qur’an dan hadis banyak

34 Umar, Fikih Wanita Untuk Semua, h. 153 35 al-Bukhārī, Ṣaḥīh al-Bukhārī, juz 7, h. 38 nomor hadis 5237.

Page 83: UMI FARIDHOH -FU.pdf

70

mengisyaratkan kebolehan perempuan aktif menekuni berbagai profesi. Dalam al-

Qur’an dinyatakan36:

ب ع لي اء أ و ب ع ضهم من ات ال مؤ و منون ال مؤ ع نو ن و ي ن ه و ع روف بال م ي أ مرون ض

مهمللا ح س ي ر سول هأول ئك ر للا و يطيعون و ك اة الز تون يؤ و الصالة يقيمون ال من ك رو

كيم ع زيزح للا 37إن

“Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian

mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. Mereka menyuruh

(mengerjakan) yang makruf, mencegah dari yang mungkar, mendirikan

sembahyang, menunaikan zakat, dan mereka taat kepada Allah dan Rasul-Nya.

Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; sesungguhnya Allah Maha Perkasa

lagi Maha Bijaksana.”

Dari keterangan ayat al-Qur’an dan hadits Nabi Saw di atas jelas bahwa

perempuan tidak dilarang keluar rumah. Allah memberikan keringanan atas

perempuan, memberikan izin terhadap perempuan untuk keluar rumah hanya

untuk memenuhi kebutuhannya seperti beribadah, bekerja, menuntut ilmu, dan

lain-lain. Karena ajaran Agama Islam tidak menghalangi partisipasi aktif

perempuan dalam masyarakat.38 Tetapi mereka juga harus menjaga sopan santun

dan tidak boleh bertabarruj (dandan berlebihan) ketika hendak berada di luar

rumah.

Dengan demikian apabila kita lihat dari beberapa konteks perempuan pada

zaman Nabi seperti istri Nabi yang mempunyai kegiatan sosial dan berperan

dalam masyarakat dan dilihat dari beberapa ayat dan hadis yang berbicara tentang

kebolehan perempuan berperan dalam masyarakat sosial, itu artinya perempuan

bukanlah suatu aurat yang mengharuskan mereka selalu berada di dalam rumah

yang apabila ada seseorang hendak berbicara dengannya, harus ada tabir, dan

36 Umar, Fikih Wanita Untuk Semua, h. 154. 37 QS. al-Taubah ayat 71. 38 Murtadha Muthahhari, Teologi dan Falsafah Hijab (Yogyakarta: Rusyanfikr Institute,

2015), h. 160

Page 84: UMI FARIDHOH -FU.pdf

71

kalau pun di luar harus ada semacam kubah yang menghalangi pandangan orang

lain yang bukan mahram juga adanya darurat dan kebutuhan yang mendesak

apabila ia hendak keluar rumah.

Sedangkan, pandangan-pandangan yang membatasi atau bahkan melarang

perempuan untuk memberikan kontribusinya dalam kehidupan sosial masyarakat

adalah sebuah pandangan yang kontra produktif dengan ajaran Islam secara

keseluruhan. Islam memerintahkan kepada setiap pemeluknya tentu saja termasuk

perempuan untuk berusaha memberikan yang terbaik bagi kemaslahatan orang

banyak. Hal ini berarti mengharuskan perempuan untuk dapat berperan aktif

dalam memberikan sumbangan pikiran dan tenaganya dalam kehidupan

bermasyarakat. Membatasi atau melarang mereka berkiprah di masyarakat berarti

telah mengabaikan paling tidak separuh potensi anugerah Allah Swt.

Pada akhir bab ini penulis mencantumkan beberapa adab sopan santun

yang harus dilakukan oleh seorang perempuan jika dia keluar rumah:39

1. Meninggalkan wewangian (yang bisa menggoda) jika dia akan keluar

rumah. Ini sesuai dengan sabda Nabi Saw dalam hadits riwayat Muslim

daari hadits Abu Hurairah dia berkata, Rasulullah bersabda:

ي ى دث ن اي ح ي ب ة ،ح رب نأ بيش دث ن اأ بوب ك دع ل ق طان،اعيدس نب ح م مح ن ال ،ب نع ج ن

بس ،ع ن دث نيبك ي رب نع ب دهللاب ناأل ش ج ز نس عرب ح أ ةع ب ديد،ع ن ر ،ام هللا،ي ن ب

س ل و ل ي ه ع لىهللا ص هللا سول ر ل ن ا ق ال : ق ال ت : ش »م إح إذ ا هد ت ف ال جد س ال م د اكن

طيبات م س

“Siapa saja dari perempuan yang memakai wewangian, maka janganlah

dia ikut salat isya’ bersama kami”. (HR. Muslim No.Hadits: 444)

39 al-Barudi, Tafsir Wanita, h. 447-448.

Page 85: UMI FARIDHOH -FU.pdf

72

2. Berjalan di sisi jalan (bukan di tengah jalan untuk mencari perhatian).

3. Hati-hati dengan menutupi diri jika perempuan memasuki rumah

seseorang yang didalamnya banyak laki-laki.

4. Hendaknya perempuan keluar dengan menutup auratnya. Hendaknya dia

memakai pakaian yang tidak menggambarkan lekuk tubuhnya dan tidak

menampakkan lekuk-lekuk auratnya. Hendaknya dia menutup semua

auratnya.

5. Wajib bagi seorang perempuan untuk menghiasi dirinya dengan adab

sopan santun.

6. Wajib bagi seorang perempuan untuk menghiasi dirinya perasaan malu.

Sebagaimana difirmankan Allah,

ي اء تح ل ىاس شيع ات م د اهم ت هإح اء ،،،ف ج

“Maka datanglah kepada Musa salah seorang dari kedua wanita

itu berjalan kemalu-maluan,,” (Al-Qashash ayat 25).

7. Wajib bagi seorang perempuan untuk tidak bercampur baur dengan para

lelaki, dan jangan sampai dia berhias dan bertingkah laku sebagaimana

perilaku orang-orang jahiliyah terdahulu. Sebagaimana dalam firman

Allah,

ول ى اهليةاأل ال ج ج ت ب ر ن ج ت ب ر ال ،،،و

“Dan janganlah kamu berhias serta bertingkah laku seperti orang-

orang jahiliyah terdahulu. (QS. Al-Ahzab ayat 33).

Page 86: UMI FARIDHOH -FU.pdf

73

8. Dan jika dia terpaksa harus berbicara dengan seorang lelaki atau untuk

meminta sesuatu, misalnya, maka wajib baginya untuk tidak merendahkan

(mendesahkan) suaranya dengan mendayu-dayu. Sebagaimana dalam

firman Allah,

ر الذيفيق ل بهم ع م لف ي ط بال ق و ع ن ض ت خ ع قل ن و ضف ال الم ،،،روفاق و

“Maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara sehingga

berkeinginan orang yang ada penyakit dalam hatinya, dan ucapkanlah

perkataan yang baik. (QS. Al-Ahzab ayat 32).

9. Jangan memakai pakaian yang glamour yang akan membuat pandangan

orang terfokus padanya.

Page 87: UMI FARIDHOH -FU.pdf

74

BAB V

PENUTUP

Pada akhirnya saya mengakhiri penelitian dengan menampilkan

kesimpulan dan saran pada bab terakhir ini. Kesimpulan di bab ini merupakan

jawaban dari rumusan masalah yang diteliti. Sedangkan saran dalam bab ini

memuat berbagai rekomendasi yang ditemukan dalam penelitian ini yang bisa

ditindak lanjuti.

A. Kesimpulan

Setelah melakukan penelitian serta pemahaman ulang terhadap hadis

“perempuan adalah aurat” akhirnya saya mendapatkan jawaban yang kemudian

disimpulkan sebagai berikut:

1. Ditinjau dari segi kualitas, hadis “perempuan adalah aurat” dapat

disimpulkan bahwa keseluruhan sanad hadis tersebut tidak sampai

memenuhi persyaratan hadis ṣahīh, melainkan hanya pada derajat ḥasan

saja. Karena terdapat periwayat yang tingkat ke-ḍabiṭ-annya lemah atau

kurang sempurna (tamm), yaitu; Muḥammad bin Basysyār pada jalur

sanad Sunan al-Tirmidzī. Tetapi hadis tersebut bisa berubah naik tingkatan

kualitasnya menjadi ṣahīh li ghairih karena diperkuat dengan jalur sanad

lain, yaitu pada jalur sanad Ṣahīh ibn Ḥibān yang berkualitas ḥasan, dan

pada jalur sanad Ṣahīh ibn Khuzaimah yang berkualitas ḥasan. Kemudian

ditinjau dari isi hadis, kesemuanya berupa ungkapan Nabi Saw, artinya

termasuk kategori hadis qauli. Semua hadis tersebut bersandar kepada

Rasulullah Saw, artinya semua berkategori marfu’, lebih spesifikasinya

Page 88: UMI FARIDHOH -FU.pdf

75

yaitu marfu’ qauli. Dan ditinjau dari jumlah periwayat yang terdapat

dalam sanad, hadis-hadis tersebut hanya diriwayatkan oleh sahabat

‘Abdullah bin Mas’ud bahkan hingga tabi’-al-tabi’īn diriwayatkan oleh

satu periwayat saja, oleh karena itu hadis tersebut dinilai sebagai hadis

gharib bagian dari hadis ahad.

2. Tentang maksud dan kandungan hadis tersebut ialah, pemahaman awal

hadis ini yaitu; seutuhnya perempuan adalah aurat dan dianjurkan

perempuan agar tetap berada di dalam rumahnya, dengan alasan karena

rasa aman dari fitnah di tempat terbuka. Sedangkan pemahaman baru yang

diperoleh dari informasi-informasi umum yang berkaitan dengan hadis

tersebut ialah, bahwa perempuan bukan seluruhnya aurat, hanya bagian

tertentu yang wajib untuk ditutup, dengan alasan karena hadis tersebut

merupakan hadis umum yang telah di takhsis oleh beberapa hadis dan

pendapat ulama yang menyatakan bahwa perempuan yang telah haid, tidak

halal dan tidak wajar menampakkan selain wajah dan kedua telapak

tangannya. Dan perempuan juga tidak dilarang keluar rumah apabila

hendak melakukan kegiatan yang baik dan kegiatan yang dibenarkan

Agama Islam seperti; beribadah, bekerja, menuntut ilmu, karena

perempuan pun mempunyai hak sama seperti kaum laki-laki. Dengan

syarat ia harus menjaga kehormatan dan kesucian dirinya, serta menutup

aurat dan menjaga sopan santun.

Page 89: UMI FARIDHOH -FU.pdf

76

B. Saran-saran

Setelah saya melakukan penelitian dan menulis beberapa kesimpulan di

atas, tentunya manusia tidak ada yang sempurna begitu juga dengan saya. Oleh

karena itu, masih membutuhkan kritik konstruktif dari berbagai pihak yang

memiliki konsen di bidang kajian tafsir dan hadis Nabi Saw. Selebihnya penulis

kemudian memberikan saran-saran kepada pembaca skripsi ini serta para pengkaji

yang berminat dalam kajian hadis:

1. Bahwa kritik hadis merupakan salah satu upaya untuk mengetahui

kualitas dan keotentikan suatu hadis. upaya ini agar kita berhati-hati

dalam mengambil suatu hukum dalam hadis, serta sebagai upaya

memahami hadis dengan tepat dalam mengamalkan isi dari hadis

tersebut.

2. Dalam memahami hadis Nabi Saw hendaknya kita perlu melihat

konteks yang dikaji pada hadis tersebut, karena hadis Nabi Saw tidak

bisa dipahami hanya dengan tekstual saja, ada beberapa hadis yang

memerlukan pemahaman konteks. Supaya tidak salah memahami

terhadap isi kandungan hadis.

3. Seorang muslimah hendaknya menjaga kehormatan dan kesucian

dirinya ketika beraktivitas di luar rumah, dan hendaknya menutup

aurat serta menjaga sopan santun dalam bersikap ataupun berbicara

dengan lawan jenis, karena seorang perempuan jika tidak menjaga

semua itu maka setan akan menggodanya dan akhirnya terjerumus

dalam perbuatan maksiat. Na’udzubillah semoga kita dijauhkan dari

perbuatan maksiat tersebut.

Page 90: UMI FARIDHOH -FU.pdf

77

4. Penulis skripsi ini masih jauh dari kata sempurna, bagi yang hendak

melakukan kegiatan kritik dan pemahaman dengan tema yang sama

penulis berharap agar bisa lebih mengembangkan kembali bahasan

skripsi ini.

Akhirnya, kepada Allah Swt penulis berharap agar skripsi ini menjadi

setitik sumber pengetahuan yang bermanfaat bagi pembaca, masyarakat dan

khususnya bagi penulis sendiri.

Wallahu a’lam..

Page 91: UMI FARIDHOH -FU.pdf

78

DAFTAR PUSTAKA

Abū al-Fidā’, Zainuddin Qāsim bin Qutlubagha. al-Tsiqat Mimman Lam Yaqa’ fi

al-Kitab al-Sittah. Yaman: Dār al-Islamiyah, 2011.

Ahnan, Mahtuf dan Ulfa, Maria. Risalah Fiqih Wanita. Surabaya: Terbit Terang,

t.t.

A.J. Wensinck, Mu’jam al-Mufahras li alfāẓ al-Ḥadīts al-Nabawī. Breil: Leiden,

1936.

‘Alī bin al-Ḥasan, Abū al-Qāsim. Tārīkh Damasyqi. T.tp: Dār al-Fikr, 1996.

Amuli, Ayatullah Jawadi. Keindahan dan Keagungan Perempuan. Jakarta:

Lentera, 2005.

al-‘Aqqad, Abbas Mahmoud. Wanita Dalam Al-Qur’an. Penerjemah Chadidjah

Nasution. Jakarta: Bulan Bintang, 1976.

al-Asqalānī, Abū Al-Faḍl Aḥmad bin ‘Alī bin Muḥammad bin Aḥmad bin Hajar.

Fatḥ al-Bāri Syarah Ṣahīh al-Bukhārī. Penerjemah Amirudin. Jakarta:

Pustaka Azzam, 2009.

al-Asqalānī, Abū Al-Faḍl Aḥmad bin ‘Alī bin Muḥammad bin Aḥmad bin Ḥajar.

Tahdzīb al-Tahdzīb. al-Hindi: Maṭba’ah Dāirah al-Ma’ārif, 1326.

______. Lisān al-Mīzān. T.tp.: Dār al-Basyāir al-Islāmiyah, 2002.

al-Barudi, Syaikh Imad Zaki. Tafsir Wanita. Penerjemah Samson Rahman.

Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2003.

al-Bukhārī, Muḥammad bin Ismā’īl Abu Abdillah. Ṣaḥīh Bukhārī. al-Qahirah: Dār

Ṭuq al-Najah, 1422H.

Page 92: UMI FARIDHOH -FU.pdf

79

Bustamin, dan Salam, M.Isa H.A.. Metodologi Kritik Hadis. Jakarta: PT. Raja

Grafindo Persada, 2004.

al-Buty, Muhammad Ramadhan. Perempuan: dalam Pandangan Hukum Barat

dan Islam. Yogyakarta: Suluh Press, 2005.

Fachruddin, Mohd Fuad. Aurat dan Jilbab dalam Pandangan Mata Islam.

Jakarta:Yayasan al-Amin, 1984.

Guindi, Fadwa El. Jilbab: Antara Kesalehan, Kesopanan, dan Perlawanan.

Penerjemah Mujiburohman. Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta, 2003.

al-Husainiy, kifayat al-Akhyār. al-Qahira: Isa Halaby, t.t.

Ibnu Taimiyah, Syaikh. dkk. Jilbab dan Cadar dalam al-Qur’an dan As-Sunnah.

Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1994.

Ismail, M. Syuhudi. Metode Penelitian Hadis. Jakarta: Bulan Bintang, 2007.

al-Jamal, Ibrahim Muhammad. Fiqih Muslimah Ibadah-Mu’amalat. Jakarta:

Pustaka Amani, 1999.

Kementerian Agama RI, Tafsir al-Qur’an Tematik; Kedudukan dan Peran

Perempuan. Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf al-Qur’an, 2012.

Manẓur, Ibnu. Lisān al-‘Arab. al-Qahira: Dār al-Ma’ārif, t.t.

al-Maziy, Jamaluddīn Abi al-Ḥajjāj Yūsuf. Tahdzīb al-Kamāl. Beirut: Muassasah

al-Risalah, 1403.

al-Mizzī, Yūsuf bin Abd āl-Raḥman bin Yūsuf. Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’ al-

Rijāl. Beirūt: Mu’assasah al-Risalah, 1980.

al-Mubārakfūri, Abu al-‘Alā Muḥammad ‘Abd al-Raḥman bin ‘Abd al-Raḥīm.

Tuḥfat al-Ahwadzī bi Syarh Jāmi’ al-Tirmidzī. Beirut: Dār al-Kitab al-

‘Ilmiyah, t.t.

Page 93: UMI FARIDHOH -FU.pdf

80

Muhammad, Husen. Fiqih Perempuan. Yogyakarta: LKis. 2001.

Mulhandy Ibn. Haj. Kusumayadi, Amir Taufik. Enam Puluh Satu Tanya Jawab

Tentang Jilbab, Bandung: Press Bandung. 1992.

Muthahhari, Murtadha. Hijab: Gaya Hidup Wanita Islam. Bandung: Mizan, 1995.

______, Teologi dan Falsafah Hijab. Yogyakarta: Rusyanfikr Institute, 2015.

al-Naisābūrī, Abū Bakar Muḥammad bin Ishāq bin Khuzaimah. Ṣaḥīh Ibn

Khuzaimah. Beirūt: al-Maktab al-Islāmī, t.t.

al-Naisābūrī, Muslim al-Ḥajjāj. Ṣaḥīh Muslīm. Beirut: Dār Ihyā al-Turāts al-

‘Arabī, t.t.

al-Nasā’i, Abu Abdurrahman Ahmad bin Syu’aib bin ‘Alī al-Kharāsānī (w.303H).

Sunan al-Nasa’i. t.tp,: Maktab al-Maṭbū’āt al-Islāmiyah. 1986.

al-Qāhirī, Zain al-dīn Muḥammad al-Mad’ū bi ‘Abd al-Raūf. al-Taysīr Bi Syarh

al-Jāmi’ al-Ṣaghīr. al-Riyaḍ: Maktabah al-Imam al-Syāfi’ī, 1988.

_____. Faiḍ al-Qadīr Syarh al-Jāmi’ al-Ṣaghīr. Mesir: al-Maktabah al-Tajāriyah

al-Kubra, 1356.

al-Qurṭubi, Syaikh Imam. Tafsir al-Qurṭubi. penerjemah Fathurrahman Abdul

Hamid. Jakarta: Pustaka Azzam, 2009.

Rani, A.N. Jilbab Itu Wajib!. Jakarta: PT. Arista Brahmatyasa, 1996.

al-Rifa’i, Muhammad Nasib. Tafsir Ibn Katsīr. Jakarta: Gema Insani Press, 1999.

Shihab, M. Quraish. Jilbab: pakaian wanita muslimah. Jakarta: Lentera Hati.

2004.

_____. Setan Dalam al-Qur’an. Jakarta: Lentera Hati, 2010.

_____. Wawasan al-Qur’an. Bandung: PT Mizan Pustaka, 2013

Page 94: UMI FARIDHOH -FU.pdf

81

Shahab, Husein. Jilbab Menurut al-Qur’an dan as-Sunnah. Bandung: Mizan,

1989.

al-Sijistāni, Abū Dāwud Sulaimān bin al-Asy’ats. Sunan Abī Dāwud. Beirut: al-

Maktabah al-’Aṣriyyah, t.t.

Syaraf, Musa Shalih. Fatwa-fatwa Kontemporer Tentang Problematika Wanita.

Jakarta: Pustaka Firdaus, 1997.

al-Suyūṭī, ‘Abdurraḥman bin Abī Bakr Jalaluddīn. al-Dar al-Mantsūr. Beirūt: Dār

al-Fikr, t.t.

al-Tamimi, Muḥammad bin Ḥibān bin Aḥmad bin Ḥibān bin Mu’ādẓ bin Ma’bad.

Ṣahīh Ibn Ḥibān, Beirūt: Mu’assasah al-Risalah, 1998.

al-Ṭabrānī, Sulaimān bin Aḥmad bin Ayūb bin Maṭīr al-Lakhimī al-Syāmī Abu

al-Qāsim. al-Mu’jam al-Kabīr. Kairo: Maktabah Ibn Taimiyah, 1994.

______. al-Mu’jam al-Ṣaghīr. Beirūt: al-Maktab al-Islamī, 1985.

al-Tirmidzī, Muḥammad bin ‘Īsa bin Saurah bin Mūsa bin al-Ḍahāk. al-

Jāmi’al-Kabīr Sunan al-Tirmidzī. Beirut: Dār al-Gharib al-Islamī, 1998.

Umar, Nasaruddin. Fikih Wanita Untuk Semua. Jakarta: PT SERAMBI ILMU

SEMESTA, 2010.

Yanggo, Huzaimah Tahido. Fikih Perempuan Kontemporer. Jakarta: Ghalia

Indonesia. 2010.

Zaghlūl, Abū Hājr Muḥammad al-Sa’īd ibn Basyūnī. Mausū’at Atraf al-Ḥadīts al-

Nabawī al-Syarīf. Beirūt: Dār al-Fikr, 1989.

Page 95: UMI FARIDHOH -FU.pdf

82

LAMPIRAN

Lampiran I

Skema Sanad Hadis Riwayat Imam Al-Tirmidzī

ع ن

ع ن

ع ن

ع ن

ع ن

ث ن ا

ث ن ا

ث ن ا

Lampiran II

Skema Sanad Hadis Riwayat Ibn Hibān

ل ع لىللا ص لم النبي س ي هو

س ب نم عودع ب دللا

ق ت اد ة

ام ه م

روب نع اصم ع م

ص و أ بياأل ح

ق ر مو

دب نب شا م رمح

الترمذي

ل ع لىللا ص لم النبي س ي هو

Page 96: UMI FARIDHOH -FU.pdf

83

ع ن

ع ن

ع ن

ع ن

ع ن

ث ن ا

ث ن ا

ث ن ا

ن ا ب ر أ خ

Lampiran III

Skema Sanad Hadis Riwayat Ibn Khuzaimah

ع ن

س ب نم عودع ب دللا

ق ت اد ة

ام ه م

ص و أ بياأل ح

ق ر مو

روب نع اصم ع م

دب نال مث ن م ىمح

ب ن اق دب نإس ح م مح

ة ي م خز

ابنحبان

س ب نم عودع ب دللا

ص ل النبي ع لم لىللا س ي هو

Page 97: UMI FARIDHOH -FU.pdf

84

ع ن

ع ن

ع ن

س مع ت

ث ن ا

نا

Lampiran IV

Skema Seluruh Sanad Hadis Tentang Perempuan Adalah Aurat

ع ن

ع ن

سليمانبن

طرحان

ال مع ت مر

ص و أ بياأل ح

ق ت اد ة

دب نال مق د م امأ ح

ة ي م إب نخز

س ب نم عودع ب دللا

صأ بي و األ ح

ل ع لىللا ص لم النبي س ي هو

Page 98: UMI FARIDHOH -FU.pdf

85

ع ن

ع

ع ن ع ن

ع ن س مع ت

ث

ث ن ا ثنا

ث ن ا ثنا اخبرنا

ثنا ث ن ا

ن ا ب ر أ خ

ق ت اد ة

ام ه م

روب نع اصم ع م

ق ر مو

دب نب شار م مح

ق ت اد ة

سليمانبن

طرحان

ال مع ت مر

دب نال مق د م امأ ح

ة ي م إب نخز

ب ن الترمذي اق دب نإس ح م مح

ي ة خز م

ابنحبان

دب نال مث ن م ىمح