UJIAN LAPORAN KASUS CTS.docx

41
1 I. IDENTITAS PASIEN Nama : Ny. E Umur : 40 tahun Alamat : Rajabasa, Bandar Lampung Agama : Islam Pekerjaan : Karyawan Status : Menikah Suku Bangsa : Jawa Tanggal Masuk : 1 Oktober 2015 Di Rawat Ke : 1, dari Poliklinik. II. RIWAYAT PENYAKIT ANAMNESIS Keluhan Utama : Kesemutan pada kedua telapak tangan Keluhan Tambahan : Rasa baal pada kedua telapak tangan. Riwayat Penyakit Sekarang : Seorang wanita 40 tahun datang ke poliklinik saraf RSPBA dengan keluhan kedua telapak tangannya terasa kesemutan dan baal sejak 2 minggu lalu, os sudah meminum obat warung untuk menghilangkan nyerinya, akan tetapi keluhan tidak hilang, malah dirasakan semakin memberat. Satu minggu kemudian os berobat ke puskesmas untuk berobat, tapi keluhan masih belum hilang,

Transcript of UJIAN LAPORAN KASUS CTS.docx

1

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : Ny. E

Umur : 40 tahun

Alamat : Rajabasa, Bandar Lampung

Agama : Islam

Pekerjaan : Karyawan

Status : Menikah

Suku Bangsa : Jawa

Tanggal Masuk : 1 Oktober 2015

Di Rawat Ke : 1, dari Poliklinik.

II. RIWAYAT PENYAKIT

ANAMNESIS

Keluhan Utama : Kesemutan pada kedua telapak tangan

Keluhan Tambahan : Rasa baal pada kedua telapak tangan.

Riwayat Penyakit Sekarang :

Seorang wanita 40 tahun datang ke poliklinik saraf RSPBA dengan

keluhan kedua telapak tangannya terasa kesemutan dan baal sejak 2 minggu

lalu, os sudah meminum obat warung untuk menghilangkan nyerinya, akan

tetapi keluhan tidak hilang, malah dirasakan semakin memberat.

Satu minggu kemudian os berobat ke puskesmas untuk berobat, tapi

keluhan masih belum hilang, sehingga Os memutuskan untuk berobat ke

poliklinik saraf RSPBA.

Riwayat Penyakit Dahulu:

Riwayat Hipertensi, DM, penyakit jantung, paru, ginjal, dan alergi

disangkal oleh pasien.

Riwayat Penyakit Keluarga:

- Tidak ada yang mengalami keluhan yang sama dengan OS.

- Ayah Os mempunyai riwayat HT

2

Riwayat Sosial Ekonomi:

Os tinggal dengan istri dan anaknya, os seorang karyawan swasta, dan

berobat ke RSPBA ditanggung oleh BPJS.

Riwayat Kebiasaan

Sering duduk lama dan sering menulis.

III. PEMERIKSAAN FISIK

Status Present :

Keadaan Umum : Tampak Sakit Ringan

Kesadaran : Compos Mentis

GCS : 15

Vital Sign

Tekanan Darah : 130/70 MmHg

Nadi : 72x/menit

Respirasi : 20x/menit

Suhu : 36,8 ˚C

Status Generalis :

Kepala :

Bentuk : Normocephal

Rambut : Hitam, lurus

Mata : Sklera anikterik ka/ki, konjungtiva ananemis ka/ki

Telinga : Normotia ka/ki

Hidung : Normonasi, secret dan deviasi tidak ada.

Mulut : Bibir lembab, sianosis tidak ada.

Leher

Pembesaran KGB : Tidak ada pembesaran

Pembesaran Tiroid : Tidak ada pembesaran

JVP : Tidak ada peningkatan

Trachea : Tidak ada deviasi

3

Thorax :

Cor

Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat

Palpasi : Ictus cordis tidak teraba

Perkusi

Batas kanan atas : ICS II linea parasternal dextra

Batas kiri atas : ICS II linea parasternal sinistra

Batas kana bawah : ICS IV linea midclavicularis sinistra

Auskultasi : Bj I dan II normal, murmur dan gallop (-)

Pulmo

Inspeksi : Simetris kanan dan kiri, statis, dinamis

Palpasi : Fremitus suara ka/ki sama

Perkusi : Sonor kedua lapang paru

Auskultasi : Suara nafas vesikuler ka.ki

Abdomen

Inspeksi : Datar, tidak ada asites.

Auskultasi : Bising usus (+)

Palpasi : Soepel, hepar dan lien tidak teraba.

Perkusi : Timpani seluruh lapang abdomen.

Ekstermitas

Superior : Akral hangat, edem (-), sianosis (-)

Inferior : Akral hangat, edem (-), sianosis (-), sulit

berjalan, nyeri, kesemutan dan baal (+).

IV. PEMERIKSAAN NEUROLOGI

Saraf Kranial Kanan / Kiri

N. Olfactorius ( N.I)

Daya Penciuman Hidung Normosmia

N. Opticus (II)

Tajam Penglihatan 6/6 ODS

4

Lapang Penglihatan Tidak ada penyempitan lapang

pandang

Tes Warna dan Fundus Oculi Tidak dilakukan

N. Occulomotorius, N. Trochlearis, N. Trigeminus (III,IV,V)

Kelopak Mata

Ptosis : Tidak Ada

Endopthalmus : Tidak Ada

Eksopthalmus : Tidak Ada

Pupil

Diameter : 3mm/3mm

Bentuk : Bulat

Isokor/anisokor : Isokor

Posisi :ditengah ,simetris

Refleks Cahaya langsung : +/+

Refleks Cahaya tidak langsung: +/+

Gerakan Bola Mata

Medial : +/+

Lateral : +/+

Superior : +/+

Inferior : +/+

Obliqus, superior : +/+

Obliqus, Inferior : +/+

Refleks pupil akomodasi : +/+

Reflex pupil konvergensi : +/+

N. Trigeminus (N. V)

Sensibilitas

Ramus Oftalmikus : Normal

Ramus Maksilaris : Normal

Ramus Mandibularis : Normal

Motorik

5

M. Masseter : Normal

M. Temporalis : Normal

M. Ptergoideus : Normal

Reflek

Reflek Kornea : +/+

Reflek bersin : +/+

N. Fascialis (N.VII)

Inspeksi wajah sewaktu

Diam : Simetris

Tertawa : Simetris

Meringis : Simetris

Bersiul : Simetris

Menutup mata : Simetris

Pasien disuruh untuk mengerutkan dahi: Simetris

Menutup mata kuat-kuat : Simetris

Mengembangkan pipi : Simetris

Sensorik

Pengecapan 2/3 lidah : Tidak dilakukan

N. Acusticus (N. VIII)

N. Cochlearis

Ketajaman pendengaran: Normal

Tinitus :Tidak Ada

N. Vestibularis

Tes Vertigo :Tidak Ada

Nistagmus : Tidak Ada

N. Glossopharyngeus ( N.IX) dan N. Vagus (X)

Suara bindeng/nasal :Tidak ada

Posisi Uvula : Ditengah

Palatum Mole : Simetris

Arcus Palatoglossus : Simetris

6

Arcus Pharyngeus : Simetris

Reflek batuk : Tidak ada

Reflek muntah : Tidak ada

Peristaltik usus : Ada

Bradikardi : Tidak ada

Takikardi : Tidak ada

N. Accesorius (N.XI)

M. Sternocleidomastoideus : Normal

M. Trapezius : Normal

N. Hipoglossus (N.XII)

Atropi : Tidak ada

Fasikulasi : Tidak ada

Deviasi : Tidak ada

Tanda Perangsangan Selaput Otak

Kaku Kuduk : Tidak ada

Kernig Test : Ada ka/ki

Lassegue Test : Ada ka/ki

Brudzinsky I : Tidak ada

Brudzinsky II : Tidak ada

Sistem Motorik Superior ka/ki Inferior ka/ki

Gerak Simetris Simetris

Kekuatan Otot 5/5 5/5

Klonus Normal Normal

Atropi Tidak ada Ada

Refleks Fisiologis Bisep +/+ Patella +/+

Triceps +/+ Achiles +/+

Tonus Normal Normal

Reflek Patologis

Hoffman Tromner : -/-

Babinsky : -/-

7

Chaddock :-/-

Oppeinheim :-/-

Schaefer :-/-

Gordon :-/-

Gonda :-/-

Sensibilitas

Eksteroseptif/ rasa permukaan superior/inferior:

Rasa nyeri : +/+

Rasa raba : +/+

Rasa suhu panas : tidak dilakukan

Rasa suhu dingin : tidak dilakukan

Propioseptif/rasa dalam

Rasa sikap : baik

Rasa getar : baik

Rasa nyeri dalam : baik

Fungsi kortikal untuk sensibilitas

Asteriognosis : baik

Grafognosis : baik

Koordinasi

Tes tunjuk hidung : baik

Tes pronasi supinasi : baik

Susunan Saraf Otonom

Miksi : baik dan lancar

Defekasi : baik

Fungsi luhur

Fungsi bahasa :baik

Fungsi Orientasi :baik

Fungsi memori :baik

Fungsi emosi :baik

Tes Tambahan

8

Test Tinnel : +/+

Test Phalen: +/+

Test Prayer: +/+

V. RESUME

Seorang wanita 40 tahun datang ke poliklinik saraf RSPBA dengan

keluhan kedua telapak tangannya terasa kesemutan dan baal sejak 2

minggu lalu, os sudah meminum obat warung untuk menghilangkan

nyerinya, akan tetapi keluhan tidak hilang, malah dirasakan semakin

memberat.

Satu minggu kemudian os berobat ke puskesmas untuk berobat, tapi

keluhan masih belum hilang, sehingga Os memutuskan untuk berobat ke

poliklinik saraf RSPBA.

Keadaan Umum: Tampak sakit ringan

Kesadaran : Compos Mentis

GCS : E4V5M6

Kekuatan otot : 5/5/5/5

Pemeriksaan Fisik

Ekstermitas

Inferior : Akral hangat, edem (-), sianosis (-), sulit berjalan, nyeri,

kesemutan, baal dan terasa panas.

Tes Tambahan

a. Test Tinnel : +/+

b. Test Phalen: +/+

c. Test Prayer: +/+

VI. DIAGNOSIS

Klinis : Parastesi karpal bilateral

Topis : Plexus brachialis C5 – C6 dan C8 – T1

Etiologi : Terjepitnya nervus medianus di terowongan karpal

VII. DIAGNOSIS BANDING

9

Pronator teres syndrome

De Quervine syndrome

VIII. PENATALAKSANAAN

Medikamentosa : Mecobalamin 500 mcg 2x1

Meloxicam 7,5 mg 3x1

Fisioterapi dan Okupasi

Edukasi pencegahan CTS dapat dilakukan dengan :

Relaksasi dan mengurangi kekuatan pegangan

Lebih sering beristirahat

Memperbaiki posisi tubuh dan memperhatikan posisi tangan

Menjaga tangan agar tetap hangat

Menurunkan berat badan jika terdapat obesitas

Perbaiki cara memegang atau menggenggam alat benda.

Gunakan seluruh tangan dan jari-jari untuk menggenggam

sebuah benda, jangan hanya menggunakan ibu jari dan

telunjuk.

Operatif : Dilakukan pembedahan pada carpal tunnel syndrom dengan cara

membelah lapisan transkutaneus (Transcutaneus Layer/TCL). Pada saat

TCL dipotong, maka tekanan nervus dibawahnya akan berkurang.

IX. PEMERIKSAAN PENUNJANG

EMG

Kecepatan hantar saraf (KHS)

X. PROGNOSA

Quo Ad Vitam : Ad Bonam

Quo Ad Fungsionam : Dubia Ad Bonam

Quo Ad Sanationam : Dubia Ad Bonam

BAB II

10

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi

Secara anatomis, canalis carpi (carpal tunnel) berada di dalam dasar

pergelangan tangan. Sembilan ruas tendon fleksor dan N. Medianus berjalan di

dalam canalis carpi yang dikelilingi dan dibentuk oleh tiga sisi dari tulang –

tulang carpal. Nervus dan tendon memberikan fungsi, sensibilitas dan pergerakan

pada jari – jari tangan. Jari tangan dan otot – otot fleksor pada pergelangan tangan

beserta tendon – tendonnya berorigo pada epicondilus medial pada regio cubiti

dan berinsersi pada tulang – tulang metaphalangeal, interphalangeal proksimal

dan interphalangeal distal yang membentuk jari tangan dan jempol. Canalis carpi

berukuran hampir sebesar ruas jari jempol dan terletak di bagian distal lekukan

dalam pergelangan tangan dan berlanjut ke bagian lengan bawah di regio cubiti

sekitar 3 cm.

Tertekannya N. Medianus dapat disebabkan oleh berkurangnya ukuran

canalis carpi, membesarnya ukuran alat yang masuk di dalamnya (pembengkakan

jaringan lubrikasi pada tendon – tendon fleksor) atau keduanya. Gerakan fleksi

dengan sudut 90 derajat dapat mengecilkan ukuran canalis.

Penekanan terhadap N. Medianus yang menyebabkannya semakin masuk

di dalam ligamentum carpi transversum dapat menyebabkan atrofi eminensia

thenar, kelemahan pada otot fleksor pollicis brevis, otot opponens pollicis dan otot

abductor pollicis brevis yang diikuti dengan hilangnya kemampuan sensorik

ligametum carpi transversum yang dipersarafi oleh bagian distal N. Medianus.

Cabang sensorik superfisial dari N. Medianus yang mempercabangkan

persarafan proksimal ligamentum carpi transversum yang berlanjut mempersarafi

bagian telapak tangan dan ibu jari.

11

CT dibentuk oleh :

Atas : ligamentum carpi transversum (bagian dari. flexor retinaculum

yang membentang dari Os. Scapoideum dan trapezoideum ke arah

medial menuju Os. Piriformis & hamatum)

Lateral (radial) : Os naviculare dan tuberculum os trapezium.

Medial (ulnar) dibatasi oleh : Os. pisiformis dan os hamatum.

CT berisi :

4 Mm Fleksor Digitorum Superfisialis,

4 Mm Fleksor Digitorum Profundus,

1 M Fleksor Carpi Radialis,

1 N Medianus.

12

Anatomi Nervus Medianus

Serabut - serabut saraf yg

membentuk N. medianus

berasal dari saraf spinal C5-C8

dan Th 1 dari pleksus

brakhialis, dibentuk oleh

cabang lateralis fasciculus

medialis dan cabang medial

dari fasciculus lateralis dimana

kedua cabang tersebut bersatu

pada tepi bawah M. Pectoralis minor.

13

Serabut motorik N. medianus mempersyarafi otot lengan bawah:

M. Pronator teres

M. Palmaris longus

M. Fleksor Carpi Radialis

M. Fleksor digitorum superficialis

M. Fleksor digitorum profundus

M. Pronator kuadratus

M. Fleksor Polisis longus

Serabut motorik N. Medianus yg mempersyarafi otot – otot tangan M. Fleksor

polisis brevis, M. Oponen polisis, M. abductor polisis brevis, Mm. Lumbricalis I

dan II

Serabut sensorik N. Medianus:

Bagian Palmar ibu jari, jari telunjuk, jari tengah, dan bagian radial jari

manis, serta ujung – ujung distal dari jari yang sama.

Bagian dorsal tangan sampai dengan Phalang kedua jari telunjuk, jari

tengah dan setengah dari jari manis.

Di dalam CT tersebut N. Medianus terletak langsung di bawah ligamentum karpi

transversum dan sebelumnya terletak di belakang dari tenson palmaris longus.

2.2 Definisi CTS

Sindroma Carpal Tunnel merupakan suatu kumpulan gejala yang

disebabkan karena tekanan pada nervus medianus di Carpal Tunnel. Adapun

definisi lain yaitu neuropati tekanan atau jeratan terhadap nervus medianus di

dalam terowongan karpal pada pergelangan tangan, tepatnya di bawah fleksor

retinakulum. Dulu, sindroma ini juga disebut dengan nama acroparesthesia,

median thenar neuritis atau partial thenar atrophy.

Terowongan karpal terdapat di bagian sentral dari pergelangan tangan di

mana tulang dan ligamentum membentuk suatu terowongan sempit yang dilalui

oleh beberapa tendon dan nervus medianus. Tulang-tulang karpalia membentuk

14

dasar dan sisi-sisi terowongan yang keras dan kaku sedangkan atapnya dibentuk

oleh fleksor retinakulum (transverse carpal ligament dan palmar carpal ligament)

yang kuat dan melengkung di atas tulang-tulang karpalia tersebut. Setiap

perubahan yang mempersempit terowongan ini akan menyebabkan tekanan pada

struktur yang paling rentan di dalamnya yaitu nervus medianus.2

2.3 Epidemiologi

Menurut penelitian CTS lebih sering terjadi pada wanita. CTS adalah

entrapment neuropathy yang paling sering dijumpai 1.5-11. Nervus medianus

mengalami tekanan pada saat berjalan melalui terowongan karpal di pergelangan

tangan menuju ke tangan. Penyakit ini biasanya timbul pada usia pertengahan.

Umumnya pada keadaan awal bersifat unila~ral tetapi kemudian bisa juga

bilateral. Biasanya lebih berat pada tangan yang dominan. Pada beberapa keadaan

tertentu, misalnya pada kehamilan, prevalensinya sedikit bertambah.2

Prevalensi CTS bervariasi. Di Mayo Clinic, pada tahun 1976-1980

insidensnya 173 per 100.000 pasien wanita/tahun dan 68 per 100.000 pasien

pria/tahun. Di Maastricht, Belanda, 16% wanita dan 8 % pria dilaporkan

terbangun dari tidurnya akibat parestesi jari-jari. 45% wanita dan 8% pria yang

mengalami gejala ini terbukti menderita CTS setelah dikonfirmasi dengan

pemeriksaan elektrodiagnostik 1°. Pada populasi Rochester, Minnesota,

ditemukan rata-rata 99 kasus per 100.000 penduduk per tahun. Sedangkan Hudson

dkk menemukan bahwa 62% entrapment neuropathy adalah CTS.

2.4 Etiologi

Sebagian besar kasus CTS (>50%) bersifat idiopatik, tetapi berbagai

kondisi dapat berkontribusi sebagai penyebab, yaitu :

a. Kondisi kesehatan lain seperti artritis reumatoid, kelainan hormonal

tertentu seperti diabetes, kelainan tiroid, menopause, retensi cairan pada

kehamilan.

15

b. Karakteristik fisik. Carpal tunnel seseorang dapat lebih sempit daripada

populasi umum

c. Proses penuaan normal dengan peningkatan massa di tenosinovium

d. Tekanan langsung atau lesi desak ruang di dalam carpal tunnel dapat

meningkatkan tekanan pada nervus medianus dan menyebabkan CTS

e. Tenosinovitis,yaitu peradangan membran musin tipis yang menyelimuti

tendon

f. Sindrom double crush, kompresi atau iritasi nervus medianus di atas

pergelangan tangan

g. Aktifitas yang membutuhkan penggunaan tangan dengan kombinasi

gerakan berulang pergelangan tangan atau jari, dan pekerjaan yang

menggunakan alat yang menimbulkan getaran

h. Faktor keturunan

2.5 Gejala Klinis

Carpal tunnel syndrom menimbulkan beragam gejala khas dari gejala sakit

sedang hingga gejala sakit yang berat. Gejala – gejala ini akan semakin bertambah

berat dan penderita yang telah didiagnosis dengan carpal tunnel syndrome akan

mengeluhkan sensasi mati rasa (numbness), kesemutan, dan sensasi terbakar pada

jari jempol, jari telunjuk dan jari tengah dimana ketiga jari tersebut diinervasi oleh

N. Medianus.2,3 Pada beberapa penderita juga sering mengeluhkan rasa sakit pada

tangan atau pergelangan tangan dan hilangnya kekuatan menggenggam. Rasa

nyeri juga timbul pada lengan dan pundak serta benjolan pada tangan; rasa nyeri

ini akan terasa teramat sakit terutama di malam hari saat tidur.

Mati rasa (numbness) dan kesemutan (paresthesia) pada area yang

dipersarafi oleh N. Medianus merupakan gejala neuropathy akibat sindrom

16

jebakan canalis carpi (carpal tunnel entrapment). Kelemahan dan atrofi otot –

otot thenar akan timbul selanjutnya jika kondisi ini semakin tak terobati.

2.6 Patogenesis

Adanya disproporsi

antara volume CT dengan

isinya, yaitu bertambahnya

volume dari isi carpal Tunnel

atau berkurangnya volume dari

CT tersebut. Dengan adanya

Disproporsi akan terjadi

penekanan pd vasa vasorum

dari N. Medianus serta

ischemic sehingga akan

menekan syaraf pada

pembedahan akan tampak

syaraf yang pipih seperti pita.

Bertambahnya volume CT, karena:

Penebalan / fibrosis dari Fleksor sinovialis merupakan penyebab tersering.

Hasil biopsi: RA, inflamasi non spesific kronis, Penyakit degeneratif

Udema di dlm CT , sehingga memberi tekanan dan kompresi pada syaraf,

karena faktor:

a. Hormonal adanya retensi cairan pd jaringan yang ada di CT. misalnya:

Menstruasi, kehamilan, menopouse, diabetes mellitus, dsn miksudema

pd hipotiroidisme.

b. Proses radang, misal: RA, osteoarhtritis.

c. Tumor dan keadaan lain yang menambah isi dari CT, misalnya:

Ganglion, neuroma, lipoma, kista sinovitis, hematoma, deposit

Calsium, amiloidosis, Chondrocalsinosis.

17

d. Penyakit Ocupasi adalah penyakit yang disebabkan karena penggunaan

tangan secara berlebihan pada keadaan Hiperekstensi pada pergelangan

tangan, sehingga tekanan CT meningkat dari pada tangan dengan

posisi netral.

e. Trauma akan merubah ”countour” normal CT atau pembentukan

tulang baru yang berlebihan pada Colles fracture

Terjadinya Neurophaty saat injuri disebabkan karena fragmen tulang

patah atau ujung ligamentum menekan n. medianus.

f. Infeksi pada tenosinovitis kronis dan tuberkulosa.

g. Kongenital, apabila ada anomali didaerah CT, misal perpanjangan

“Muscle Belly” dari M. Fleksor digitorum sublimis, atau pembesaran

pembuluh darah sehingga terjadi penekanan terhadap nervus medianus.

h. Vascular “Shunt” pada renal dialisis yang berulang, pembuatan shunt

didaerah tangan, tetapi hal ini masih dalam perdebatan.

Atau bisa dikatakan umumnya CTS terjadi secara kronis di mana terjadi

penebalan fleksor retinakulum yang menyebabkan tekanan terhadap nervus

medianus. Tekanan yang berulang-ulang dan lama akan mengakibatkan

peninggian tekanan intrafasikuler. Akibatnya aliran darah vena intrafasikuler

melambat. Kongesti yang terjadi ini akan mengganggu nutrisi intrafasikuler lalu

diikuti oleh anoksia yang akan merusak endotel. Kerusakan endotel ini akan

mengakibatkan kebocoran protein sehingga terjadi edema epineural. Hipotesa ini

menerangkan bagaimana keluhan nyeri dan sembab yang timbul terutama pada

malam/pagi hari akan berkurang setelah tangan yang terlibat digerak-gerakkan

atau diurut (mungkin akibat terjadinya perbaikan sementara pada aliran darah).

Apabila kondisi ini terus berlanjut akan terjadi fibrosis epineural yang merusak

serabut saraf. Lama-kelamaan safar menjadi atrofi dan digantikan oleh jaringan

ikat yang mengakibatkan fungsi nervus medianus terganggu secara menyeluruh

Pada CTS akut biasanya terjadi penekanan yang melebihi tekanan perfusi

kapiler sehingga terjadi gangguan mikrosirkulasi dan timbul iskemik saraf.

Keadaan iskemik ini diperberat lagi oleh peninggian tekanan intrafasikuler yang

18

menyebabkan berlanjutnya gangguan aliran darah. Selanjutnya terjadi vasodilatasi

yang menyebabkan edema sehingga sawar darah-saraf terganggu. Akibatnya

terjadi kerusakan pada saraf tersebut

Tekanan langsung pada safar perifer dapat pula menimbulkan invaginasi

Nodus Ranvier dan demielinisasi lokal sehingga konduksi saraf terganggu.

Akhirnya setelah adanya disproporsi dan kompresi terhadap nervus

medianus akan menimbulkan suatu gejala / simptom. Yaitu nyeri, rasa terbakar

dan rasa seperti di tusuk – tusuk pada daerah carpal

Stadium pada kelainan syaraf:

Stadium I:

Timbulnya distensi kapiler intrafasikuler yang menyebabkan

meningkatkan tekanan intrafasikuler. Sehingga keadaan tersebut dapat

menimbulkan konstriksi pembuluh darah kapiler. Keadaan ini yang

menyebabkan timbulnya gangguan nutrisi serta akan terjadi

hipereksitabilitas serabut saraf.

Stadium II

Adanya kompresi pada pembuluh kapiler akan menyebabkan anoksia dan

kerusakan endotelium kapiler. Masuknya protein ke dalam jaringan akan

menyebabkan edema. Protein tidak dapat keluar melalui perineurium oleh

karena akumulasi dalam endoneurium yang mana telah menyatu dengan

metabolisme serta nutrisi aksonal.

Pada keadaan tersebbut juga diiikuti adanya proliferasi dari fibroblast serta

iskemik pada jaringan ikat yang mengalami konstriksi. Pada tahap akhir

dari kompresi saraf, akan terjadi defek pada motorik maupun sensorik.

Dasar patofisiologi dari penekanan dari saraf ini di awali dengan

berkurang nya aliran darah yang timbul dengan tekanan 20 – 30 mmHg. Pada

penderita CTS tekanan pada terowongan sedikitnya mencapai 33 mmHg dan

bahkan sering mencapai 110 mmHG saat pergelangan tangan pada dalam posisi

ekstensi posisi dorsofleksi ini nampaknya merupakan posisi yang meningkatkan

19

tekanan intra karpal yang paling tinggi. Tekanan sebesar 50 mmHG selama 2jam

akan menyebabkan oedema epineurium bila tekanan tersebut berlangsung selama

8 jam maka akan mengakibatkan tekanan cairan endoneurium meningkat sebesar

4 kali dan menghambat transport aksonal jika trauma ini terus terjadi pada endotel

kapiler maka akan semakin banyak protein yang bocor masuk kedalam jaringan

sehingga oedema makin menghebat dengan demikian lingkaran akan terjadi.

Dampak yang terjadi lebih nyata pada endoneurium, karena lebih banyak

eksudat dan oedema yang menumpuk disana akibat tidak dapat menembus

perineurium. Perineurium lebih tahan terhadap perubahan tekanan karena

kelenturan

2.7 Diagnosa

Diagnosa STK ditegakkan selain berdasarkan gejala-gejala di atas juga

didukung oleh beberapa pemeriksaan yaitu :

1. Pemeriksaan fisik

Harus dilakukan pemeriksaan menyeluruh pada penderita dengan

perhatian khusus pada fungsi, motorik, sensorik dan otonom tangan.

Beberapa pemeriksaan dan tes provokasi yang dapat membantu

menegakkan diagnosa CTS adalah 4 :

a. Flick's sign. Penderita diminta mengibas-ibaskan tangan atau

menggerak-gerakkan jari-jarinya. Bila keluhan berkurang atau

menghilang akan menyokong diagnosa CTS. Harus diingat bahwa

tanda ini juga dapat dijumpai pada penyakit Raynaud.

b. Thenar wasting. Pada inspeksi dan palpasi dapat ditemukan

adanya atrofi otot-otot thenar.

c. Menilai kekuatan dan ketrampilan serta kekuatan otot secara

manual maupun dengan alat dinamometer. Penderita diminta

untuk melakukan abduksi maksimal palmar lalu ujung jari

dipertemukan dengan ujung jari lainnya. Di nilai juga kekuatan

jepitan pada ujung jari-jari tersebut. Ketrampilan/ketepatan dinilai

20

dengan meminta penderita melakukan gerakan yang rumit seperti

menulis atau menyulam.

d. Wrist extension test. Penderita melakukan ekstensi tangan secara

maksimal, sebaiknya dilakukan serentak pada kedua tangan

sehingga dapat dibandingkan. Bila dalam 60 detik timbul gejala-

gejala seperti CTS, maka tes ini menyokong diagnosa CTS.

e. Phalen's test. Penderita melakukan fleksi tangan secara maksimal.

Bila dalam waktu 60 detik timbul gejala seperti CTS, tes ini

menyokong diagnosa. Beberapa penulis berpendapat bahwa tes ini

sangat sensitif untuk menegakkan diagnosa CTS.

f. Torniquet test. Dilakukan pemasangan torniquet dengan

menggunakan tensimeter di atas siku dengan tekanan sedikit di atas

tekanan sistolik. Bila dalam 1 menit timbul gejala seperti CTS, tes

ini menyokong diagnosa.

g. Tinel's sign. Tes ini mendukung diagnosa hila timbul parestesia

atau nyeri pada daerah distribusi nervus medianus kalau dilakukan

perkusi pada terowongan karpal dengan posisi tangan sedikit

dorsofleksi.

h. Luthy's sign (bottle's sign). Penderita diminta melingkarkan ibu

jari dan jari telunjuknya pada botol atau gelas. Bila kulit tangan

penderita tidak dapat menyentuh dindingnya dengan rapat, tes

dinyatakan positif dan mendukung diagnosa.

Pemeriksaan sensibilitas. Bila penderita tidak dapat membedakan dua

titik (two-point discrimination) pada jarak lebih dari 6 mm di daerah

nervus medianus, tes dianggap positif dan menyokong diagnosa.

2. Pemeriksaan neurofisiologi (elektrodiagnostik)

a. Pemeriksaan EMG dapat menunjukkan adanya fibrilasi, polifasik,

gelombang positif dan berkurangnya jumlah motor unit pada otot-

otot thenar. Pada beberapa kasus tidak dijumpai kelainan pada otot-

otot lumbrikal. EMG bisa normal pada 31 % kasus CTS.4

21

b. Kecepatan Hantar Saraf (KHS). Pada 15-25% kasus, KHS bisa

normal. Pada yang lainnya KHS akan menurun dan masa laten

distal (distal latency) memanjang, menunjukkan adanya gangguan

pada konduksi safar di pergelangan tangan. Masa laten sensorik

lebih sensitif dari masa laten motorik.4

3. Pemeriksaan radiologis.

Pemeriksaan sinar X terhadap pergelangan tangan dapat membantu

melihat apakah ada penyebab lain seperti fraktur atau artritis. Foto palos leher

berguna untuk menyingkirkan adanya penyakit lain pada vertebra. USG, CT

scan dan MRI dilakukan pada kasus yang selektif terutama yang akan

dioperasi.

4. Pemeriksaan laboratorium.

Bila etiologi CTS belum jelas, misalnya pada penderita usia muda

tanpa adanya gerakan tangan yang repetitif, dapat dilakukan beberapa

pemeriksaan seperti kadar hormon tiroid atau pun darah lengkap.

2.8 Penatalaksanaan

Terdapat beberapa terapi terhadap carpal tunnel syndrome yang masih

dipergunakan hingga saat ini, antara lain:

Nonoperasi

1. Splint (Bidai Immobilisasi)

Splint atau bidai pada pergelangan tangan membantu mengurangi mati rasa

dengan mengurangi fleksi pergelangan tangan. Bidai digunakan pada

malam hari 2-3 minggu untuk mereposisi tangan, mencegah fleksi atau

ekstensi tangan saat tidur yang bisa meningkatkan tekanan. Bidai biasanya

22

digunakan pada pasien dengan gelaja yang ringan sampai sedang yang

berlangsung kurang dari 1 tahun.4,5

Gambar 2. Bidai Immobilisasi

2. Peregangan (Stretching)

Beragam gerakan peregangan dapat membantu pencegahan terhadap CTS,

namun banyak orang yang tidak tahu akan kegunaan peregangan otot –

otot pergelangan tangan dan tangan. Untuk mengurangi insiden terserang

CTS, berikut ini adalah gerakan peregangan yang bisa dilakukan: 2,4

Gerakan 1, Gerakan Mengepal dan Membuka

23

Kepalkan tangan dengan kencang selama 3 – 5 detik, lalu lepaskan dan

ratakan seluruh jari – jari tangan. Ditahan selama 3 – 5 detik juga. Ulangi

gerakan ini sebanyak 5 kali di tiap tangan.

Gerakan 2 : Peregangan

Gerakan perengan ini dapat mengurangi rasa sakit dan tekanan yang

disebabkan oleh pergerakan tangan repetitif dalam periode tertentu.

Dengan menggunakan salah satu tangan, jari – jari di tangan lain di

lebarkan sebisa mungkin tanpa menimbulkan rasa nyeri. Hasil dari

peregangan dapat dirasakan pada telapak tangan dan pergelangan tangan.

Tahan posisi peregangan ini selama 3 – 5 detik lalu lepaskan. Lakukan

gerakan ini sebanyak 5x di tiap tangan yang telah dilakukan gerak

mengepal dan meregang.

3. Injeksi Kortikosteroid Lokal

Deksametason 1-4 mg 1 atau hidrokortison 10-25 mg atau

metilprednisolon 20 mg atau 40 mg diinjeksikan ke dalam terowongan

karpal dengan menggunakan jarum no.23 atau 25 pada lokasi 1 cm ke arah

proksimal lipat pergelangan tangan di sebelah medial tendon musculus

palmaris longus. Bila belum berhasil, suntikan dapat diulangi setelah 2

minggu atau lebih. Tindakan operasi dapat dipertimbangkan bila hasil

terapi belum memuaskan setelah diberi 3 kali suntikan.

24

4. Obat antiinflamasi nonsteroid (NSAID)

Obat-obatan jenis NSAID dapat mengurangi inflamasi dan membantu

menghilangkan nyeri. Pada umumnya digunakan untuk menghilangkan

nyeri ringan sampai sedang. Obat pilihan untuk terapi awal biasanya

adalah ibuprofen. Untuk pilihan lainnya ada ketoprofen dan naproxen.3,4,5

5. Vitamin B6 (piridoksin). Beberapa penulis berpendapat bahwa salah satu

penyebab Carpal Tunnel Syndrome adalah defisiensi piridoksin sehingga

mereka menganjurkan pemberian piridoksin 100-300 mg/hari selama 3

bulan. Tetapi beberapa penulis lainnya berpendapat bahwa pemberian

piridoksin tidak bermanfaat bahkan dapat menimbulkan neuropati bila

diberikan dalam dosis besar.

6. Fisioterapi dan Terapi Okupasi

Prosedur fisioterapi ini harus dilakukan secaras pesifik terhadap pola

nyeri/gejala dan disfungsi yang ditemukan. Terapi okupasi memberikan

penyaranan ergonomik untuk mencegah gejala yang semakin parah. Terapi

okupasi memfasilitasi fungsi tangan melalui terapi adaptif tradisional.

Olahraga dengan gerakan merelaksasi dan meregangkan otot – otot lengan

dan tangan dapat mengurangi resiko trauma ganda pada N. Medianus. 2

Pemijatan merupakan salah satu metode terapi yang sering digunakan

untuk mengobati gejala CTS. Perengangan dan pelepasan myofascial

dapat menghilangkan rasa nyeri, mati rasa, kesemutan dan nyeri terbakar

dalam beberapa menit.

Operasi

Pada umumnya, terapi nonoperasi digunakan untuk kasus yang ringan.

Jika gejala menetap maka direkomendasikan untuk operasi. Tujuan dari operasi

CTS adalah membelah lapisan transkutaneus (Transcutaneus Layer/TCL). Pada

saat TCL dipotong, maka tekanan nervus di bawahnya akan berkurang. 2,4

25

Pembedahan Carpal Tunnel Syndrome

Ini adalah salah satu contoh hasil pembedahan carpal tunnel syndrome.

Dapat dilihat adanya atrofi otot thenar eminensia di tangan kiri yang merupakan

tanda kronik CTS.

Salah satu gambar metode pembedahan pada carpal tunnel syndrome.

Dapat dilihat teknik pembukaan ligamentum carpi transversum yang juga dikenal

dengan sebutan pembedahan “pembebasan canalis carpi”. Pembedahan ini sangat

direkomendasikan bagi pasien yang telah mengalami secara konstan dan static

mati rasa, kelemahan otot tangan, atau atrofi, dan penggunaan splint di malam hari

sudah tidak bisa lagi mengontrol gejala – gejala intermiten CTS.

2.9 Pencegahan

Pencegahan pada CTS dapat dilakukan dengan :

Relaksasi dan mengurangi kekuatan pegangan

26

Lebih sering beristirahat

Memperbaiki postur tubuh dan memperhatikan posisi tangan

Menjaga agar tangan tetap hangat

Mengurangi berat badan jika terdapat obesitas

Terapi penyakit yang bisa menyebabkan CTS

Perbaiki cara memegang atau menggenggam alat benda. Gunakanlah

seluruh tangan dan jari-jari untuk menggenggam sebuah benda, jangan

hanya menggunakan ibu jari dan telunjuk.

2.10 Diagnosis Banding

1. Cervical radiculopathy. Biasanya keluhannya berkurang hila leher

diistirahatkan dan bertambah hila leher bergerak. Oistribusi gangguan

sensorik sesuai dermatomnya. 2. lnoracic outlet syndrome. Dijumpai

atrofi otot-otot tangan lainnya selain otot-otot thenar. Gangguan sensorik

dijumpai pada sisi ulnaris dari tangan dan lengan bawah. 3. Pronator teres

syndrome. Keluhannya lebih menonjol pada rasa nyeri di telapak tangan

daripada STK karena cabang nervus medianus ke kulit telapak tangan

tidak melalui terowongan karpal.

4. de Quervain's syndrome. Tenosinovitis dari tendon muskulus abduktor

pollicis longus dan ekstensor pollicis brevis, biasanya akibat gerakan

tangan yang repetitif. Gejalanya adalah rasa nyeri dan nyeri tekan pada

pergelangan tangan di dekat ibu jari. KHS normal. Finkelstein's test :

palpasi otot abduktor ibu jari pada saat abduksi pasif ibu jari, positif bila

nyeri bertambah.

2.11 Prognosis

Pada CTS, prognosis biasanya baik. Terdapat bebrapa faktor yang dapat

menyebabkan prognosis menjadi buruk, seperti status mental dan penggunaan

alkohol. Gejala bilateral dan manuver Phalen yang positif merupakan indikator

prognosis yang buruk. Penelitian menunjukkan bahwa 34% pasien CTS idiopatik

27

mengalami resolusi sempurna dalam 6 bulan. Bila setelah dilakukan tindakan

operasi, tidak juga diperoleh perbaikan maka dipertimbangkan kembali

kemungkinan berikut ini : 2,4

1. Kesalahan menegakkan diagnosa, mungkin jebakan/tekanan terhadap

nervus medianus terletak di tempat yang lebih proksimal.

2. Telah terjadi kerusakan total pada nervus medianus.

3. Terjadi STK yang baru sebagai akibat komplikasi operasi seperti akibat

edema, perlengketan, infeksi, hematoma atau jaringan parut hipertrofik.

Komplikasi yang dapat dijumpai adalah kelemahan dan hilangnya

sensibilitas yang persisten di daerah distribusi nervus medianus. Komplikasi yang

paling berat adalah reflek sympathetic dystrophy yang ditandai dengan nyeri

hebat, hiperalgesia, disestesia dan gangguan trofik.

DAFTAR PUSTAKA

28

1. M Brust, John C. Current Diagnosis and Treatment Neurology. Edisi

kedua. Lange. 2012;h.296-297

2. Rambe, Aldy S. Sindrom Terowongan Karpal (Carpal Tunnel Syndrome).

Available at :

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3459/1/penysaraf-

aldi2.pdf. Accesed on : 19 April 2013

3. Misbach, Jusuf. Sitorus, Freddy. AS Ranakusuma, Teguh, et al. Panduan

Pelayanan Medis Departemen Neurologi RSCM. 2007;h.76

4. George, Dewanto. Riyanto, Budi. Turana, Yuda, et al. Panduan Praktis

Diagnosis dan Tatalaksana Penyakit Saraf. 2009;h.120-123

5. Tana, Lusianawaty. Sindrom terowongan karpal pada pekerja: pencegahan

dan pengobatannya. J Kedokter Trisakti. September-Desember 2003, Vol

22 No.3

29