Laporan Kasus Ujian Non Infeksi Sukma

41
UJIAN NON INFEKSI YUNIOR SEORANG ANAK LAKI-LAKI 5 TAHUN DENGAN IMUN TROMBOSITOPENIA PURPURA, RHINITIS ALERGIKA, GIZI KURANG Oleh : Sukma Wibowo PPDS ILMU KESEHATAN ANAK I FAKULTAS KEDOKTERAN UNS / RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA KEPADA : Yth : Ujian : Selasa, 22 Oktober 2013

Transcript of Laporan Kasus Ujian Non Infeksi Sukma

Page 1: Laporan Kasus Ujian Non Infeksi Sukma

UJIAN NON INFEKSI YUNIOR

SEORANG ANAK LAKI-LAKI 5 TAHUN DENGAN

IMUN TROMBOSITOPENIA PURPURA, RHINITIS

ALERGIKA, GIZI KURANG

Oleh :

Sukma Wibowo

PPDS ILMU KESEHATAN ANAK I

FAKULTAS KEDOKTERAN UNS / RSUD Dr. MOEWARDI

SURAKARTA

2013

KEPADA :Yth :Ujian : Selasa, 22 Oktober 2013

Page 2: Laporan Kasus Ujian Non Infeksi Sukma

LAPORAN KASUS UJIAN NON INFEKSI

I.a. IDENTITAS KASUS

Nama : An. F

Umur : 5 Tahun (Tanggal lahir: 04-08-2008)

JenisKelamin : Laki-laki

Alamat : Badan RT 03/II Combongan, Sukoharjo, Jawa Tengah

Masuk Rumah Sakit : 26 September 2013

Mulai dijadikan kasus : 30 September 2013

Nomor rekam medis : 01220163

b. IDENTITAS ORANG TUA PENDERITA

Ayah Ibu

Nama Tn.H Ny.S

Umur 35 th 33th

Pendidikan SMA SMA

Pekerjaan Karyawan IbuRumahTangga

Nama PPDS : Sukma Wibowo

NomorMahasiswa : S007212022

Hari/TanggalPresentasi : 22 Oktober 21013

Page 3: Laporan Kasus Ujian Non Infeksi Sukma

II. DATA SUBYEKTIF

a. Keluhan utama: lebam-lebam dikedua kaki dan wajah

Alloanamnesis diperoleh dari ibu penderita

Seorang anak laki-laki 5 tahun dirawat di Bagian Ilmu Kesehatan Anak

Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret – Rumah Sakit Dr. Moewardi

(RSDM) Surakarta sejak tanggal 26 September 2013 dengan keluhan utama lebam

dan bintik-bintik merah dikedua kaki dan wajah.

Satu minggu sebelum masuk rumah sakit di kedua kaki pasien dari paha

hingga pergelangan kaki timbul lebam seukuran koin dan bintik-bintik merah tidak

menonjol, dan tidak nyeri bila ditekan, tidak mimisan, tidak didaptkan gusi berdarah,

tidak ada nyeri perut, selama sakit nafsu makan tidak berkurang dan tidak ada

penurunan berat badan yang drastis, buang air kecil warna kuning jernih, buang air

besar konsistensi lunak warna kecoklatan. Sekitar satu minggu sebelum timbulnya

lebam, pasien menderita batuk disertai pilek, didapatkan demam sumer-sumer, batuk

tidak berdahak dan oleh keluarga dibawa berobat ke dokter umum mendapat obat

sirup dan puyer (lupa namanya). Saat munculnya lebam, keluhan batuk pilek sudah

berkurang dibanding sebelumnya.

Satu hari sebelum masuk rumah sakit pasien terpeleset dan wajah terbentur

lantai, setelah itu muncul lebam ukuran koin pada wajah disertai lebam pada kaki

yang bertambah sehingga oleh keluarga dibawa ke RS di Sukoharjo diperiksa

laboratorium dengan hasil Hemoglobin 11.3 gr/dl, hematokrit 35 %, eritrosit

4.080.000/uL, lekosit 5.800/uL, trombosit 18.000/uL, MCV 75,1 /um, MCH 26,3 pg,

MCHC 35 g/dl. E3,3/B0,6/N63,7/L22,9/M9,5. Karena permintaan keluarga akhirnya dirujuk

ke RS DR Moewardi.

Page 4: Laporan Kasus Ujian Non Infeksi Sukma

b. Riwayat penyakit dan pengobatan

Muncul lebam dan bintik merah pada kedua kaki, ukuran koin,tidak nyeri, tidak terasa panas, tidak ada mimisan, tidak ada gusi berdarah, tidak ada nyeri perut, nafsu makan baik, BAB dan BAK tak ada kelainan, keluhan batuk pilek masih ada tapi sudah banyak berkurang dari sebelumnya

Timbul lebam pada wajah seukuran koin setelah terpeleset dilantai, memar pada kaki bertambah, dibawa ke RS sukoharjo diperiksa lab dengan hasil jumlah trombosit turun, kemudian dirujuk ke RS DR Moewardi

1minggu SMRS Satu hari SMRS 2minggu SMRS

Batuk disertai pilek, batuk tidak berdahak,demam sumer-sumer. Diperiksakan ke dokter mendapat obat sirup dan puyer

Page 5: Laporan Kasus Ujian Non Infeksi Sukma

Riwayat pengobatan setelah dirawat di RSDM

27 September 2013

S :lebam pada kedua kaki dan wajah, mimisan (-),demam (-), rewel (-) pilek (-),mual muntah (-), buang air kecil warna kuning, buang air besar warna kuning kecoklatan.BB 13,5 kg , TB 105 cmBB/U:13,5/18,2 x 100%= 74,1%-3SD < Z score < -2SD (WHO 2006)TB/U:105/110x100%= 95.45%-2SD<Zscore< 0SD (WHO 2006)BB/TB:13,5/16,9 x 100%= 79,8% -3SD<z-score < -2SD (WHO 2006)Kesimpulan: gizi kurang(secara antropometri)

O : KU : compos mentis,sakit sedang, tampak lebam di kaki dan wajah, gizi kesan kurangTanda Vital:TD : 100/70 mmHgFN : 100 x/menit,isi&tegangancukupLN : 24 x/menitsuhu axilla : 37,2o C peraxilerPemeriksaanfisik :

Kepala : mesosefal Mata : pupil isokor (3mm/3mm),

konjungtiva anemis (+/+) sklera ikterik(-),edema papelbra(-/-), hematom palpebra(+/-)

Hidung :NCH(-), sekret (-/-) ,epistaksis (-/-).

Mulut : mukosa basah, sianosis (-), Faring hiperemis (-), tonsil T1-T1, hiperemis (-).

Leher : pembesaran kelenjar limfe ( - ).

Thoraks :Normothorax,Iga gambang (-), retraksi (-).

Jantung: bunyi jantung I dan II intensitas normal, reguler, bising (-), iramaderap (-)

Paru : suara dasar vesikuler (+), suara tambahan (-/-).

Abdomen:I = DD // DP, datarA = BU (+) NP = timpani, undulasi (-) pekak alih (-)P = supel, nyeri tekan(-) hepar dan lien tidak teraba, turgor kembalicepat

Ekstremitas: akral dingin (-), CRT < 2 detik, edema pada kedua ekstremitas bawah, (-), anemis (-),RL (-)

Status lokalis : tampak multiple purpura dan lebam dikedua tungkai, ukuranbervariasi (2-3 cm)

Hematom - - + +

Genitalia : OUE hiperemis (-)Hasil laboratorium di bangsal :

1. Hb 11 g/dl; Hct 32%; Eritrosit 4,04 jt/ul; Leukosit 5,8 rb/ul; Trombosit 18.000/ul, MCV 79,1/um MCH 27,2 pg MCHC 34,4 g/dl RDW 12,7 % MPV 9,7fl PDW 18% CT : 2’10”/ BT :4’20”,PT : 13.9 dtk, APTT : 27,1 dtkEosinofil 1% Basofil 0,5% Netrofil 60,5% Limfosit 23,4% Monosit 10,5%

Diagnosis banding:Trombositopenia ec dd/

- Imun trombositopenia purpura-Trombositopeni herediter-Bernard -souller

Terapi: Diet nasi lauk 900 kkal/hari Rencana:

GDT Urin rutin Faces rutin

Monitoring:KUVS/TD/6 jamAwasi tanda-tanda perdarahan

Page 6: Laporan Kasus Ujian Non Infeksi Sukma

Riwayat penyakit sebelumnya

Riwayat sakit yang sama sebelumya tidak ada.

Riwayat minum obat-obatan tidak ada

Riwayat transfusi sebelumnya tidak ada

Riwayat imunisasi sebelumnya tidak ada

Riwayat trauma sebelumnya tidak ada

Riwayat alergi obat tidak diketahui

c. Riwayat penyakit dalam keluarga dan lingkungan

Tidak ada riwayat penyakit yang sama pada keluarga

Riwayat gangguan perdarahan tidak ada

d. Riwayat kehamilan

Riwayat kehamilan dan kelahiran: Selama hamil, ibu penderita kontrol rutin setiap

bulan di dokter kandungan dan minum vitamin hamil. Ibu tidak pernah sakit selama

kehamilan.

e. Riwayat kelahiran

Penderita lahir spontan, menangis kuat, usia kehamilan 9 bulan, ditolong oleh bidan,

dengan berat lahir 2800 gram dan panjang badan 50 cm. Tali pusat putus 5 hari dan

tidak ada perdarahan.

f. Riwayat asupan nutrisi

Penderita mendapatkan ASI sejak lahir sampai usia 6 bulan. Penderita mulai diberi

bubur susu sejak usia 6 bulan dan mulai makan nasi sejak usia 9 bulan, makan 3 x

sehari dengan nasi dan lauk pauk tempe tahu, telur, daging namun sering tidak habis.

Kualitas dan kuantitas kesan kurang.

g. Riwayat perkembangan

Sejak lahir penderita bergerak aktif. Miring pada usia 4 bulan, tengkurap pada usia 5

bulan, duduk pada usia 7 bulan, berdiri 12 bulan dan berjalan usia 13 bulan. Saat ini

penderita berusia 5 tahun dan mampu bergaul dengan teman sebayanya.

Kesan: perkembangan normal.

Page 7: Laporan Kasus Ujian Non Infeksi Sukma

An. F, 5 tahun

h. Riwayat imunisasi

Menurut ibu imunisasi lengkap sesuai jadwal BCG ( 1bulan ), Hepatitis B (lahir), Hep

B I (2bulan), Hep B II( 3bulan ), Hep B III( 4bulan ), DPT I( 2bulan ), DPT II

(3bulan), DPT III ( 4bulan), dan Polio I (1 bulan), Polio II (2bulan), Polio III (3bulan),

Polio IV ( 4bulan), dan campak ( 9bulan). Dilakukan di posyandu hingga 10 bulan.

Kesimpulan imunisasi dasar lengkap sesuai jadwal Kemenkes.

i. Riwayat sosial dan lingkungan

Penderita adalah anak tunggal. Ayah bekerja sebagai wiraswasta dengan penghasilan

rata-rata Rp 2.000.000 perbulan. Ibu bekerja sebagai ibu rumah tangga . Penderita

tinggal di rumah yang terbuat dari tembok, lantai keramik dengan luas sekitar 40 m2.

Penerangan menggunakan listrik, sumber air minum berasal dari air ledeng. Fasilitas

kesehatan di lingkungan sekitar tempat tinggal penderita berupa bidan desa dan

puskesmas, dokter dan dokter spesialis dengan jarak sekitar 3 km dari rumah

penderita. Penderita merupakan anak kedua dari dua bersaudara. Kakak pertama

penderita, laki-laki, 3 tahun dan dalam keadaan sehat.

POHON KELUARGA

I 60th 60th 70th

II 35th 33th

III 7th

Page 8: Laporan Kasus Ujian Non Infeksi Sukma

III. DATA OBYEKTIF SAAT DIJADIKAN KASUS (30 September 2013)

PEMERIKSAAN FISIK

a. Status pasien

Kesan umum : kompos mentis, lemah, tampak lebam kedua tungkai dan wajah,

gizi kurang

Tekanan darah : 100/70 mmHg

Laju nadi : 100 x/menit, teratur, isi dan tegangan cukup

Frekuensi napas : 24 x/menit, reguler, kedalaman cukup

Suhu aksila : 36,5 0 C peraxiller

Berat badan : 14,5 kg

Tinggi badan : 105 cm

BB/U:13,5/18,2 x 100%= 74,1%

-3SD < Z score < -2SD

TB/U:105/110x100%= 95.45%

-2SD < Zscore < 0SD

BB/TB:14,5/16,9 x 100%= 79,8%

-3SD < z-score < -2SD (WHO 2006)

Kesimpulan: gizi kurang (secara antropometri)

b. Status General

Kepala : mesocefal

Mata : konjungtiva anemis(-/-), hematom palpebra(+/-),sklera

ikterik (-/-), pupil isokor 3mm/3mm, refleks cahaya (+/+)

Telinga : sekret tidak ada

Hidung : napas cuping hidung (-), sekret (+/+) mukos serous, epistaksis(-/-)

Mulut : mukosa basah, tidak sianosis, gusi berdarah (-/-).

Tenggorok : faring hiperemis (-), tonsil T1-T1,hiperemis (-).

Leher : tidak ada pembesaran kelenjar getah bening

Thoraks : iga gambang (-), retraksi (-)

Page 9: Laporan Kasus Ujian Non Infeksi Sukma

Jantung Inspeksi : tidak tampak iktus kordis

Palpasi : teraba iktus kordis di SIC IV LMCS

Perkusi : batas jantung kanan atas di SIC II LPSD,

batas jantung kiri di SIC II LMCS,

apeks di SIC IV LMCS.

Kesan batas jantung tidak melebar.

Auskultasi : bunyi jantung I-II intensitas normal, reguler,

bising (-), irama derap (-)

Paru Inspeksi : bentuk dada simetris saat diam maupun saat bergerak

Palpasi : fremitus raba kanan sama dengan kiri

Perkusi : sonor di kedua lapang paru

Auskultasi : suara napas vesikuler, suara tambahan (-)

Abdomen: Inspeksi : dinding perut sejajar dinding dada

Auskultasi : suara bising usus normal

Perkusi : timpani, undulasi (-), pekak alih (-)

Palpasi : supel, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba, turgor

kembali cepat

Inguinal : tidak terdapat pembesaran kelanjar getah bening

Glutea : baggy pants (-)

Anggota gerak:akral dingin (-), CRT<2 detik, anemis (-),

refleks Fisiologis normal, refleks patologis (-).

Status lokalis : tampak multipel purpura dikedua tungkai, ukuran bervariasi, tidak

palpable, nyeri tekan (-)

Hematom / purpura - -

+ +

Page 10: Laporan Kasus Ujian Non Infeksi Sukma

c. Pemeriksaaan Penunjang :

1. Tanggal 26/10 2013

Hb 11 g/dl; Hct 32%; Eritrosit 4,04 jt/ul; Leukosit 5,8 rb/ul; Trombosit 18.000/ul,

MCV 79,1/um MCH 27,2 pg MCHC 34,4 g/dl RDW 12,7 % MPV 9,7fl PDW

18% CT : 2’10”/ BT :4’20”,PT : 13.9 dtk, APTT : 27,1 dtk. Gol darah O

Eosinofil 1% Basofil 0,5% Netrofil 60,5% Limfosit 23,4% Monosit 10,5%

Tanggal 29/10 2013

Hb 11,5 g/dl; Hct 34%; Eritrosit 4,04 jt/ul; Leukosit 5,3 rb/ul; Trombosit

93.000/ul, MCV 82,6/um MCH 28,2 pg MCHC 34,2 g/dl RDW 12,3 % HDW 2,4

g/dl MPV 6,8fl PDW 58%

Eosinofil 1% Basofil 0,8% Netrofil 37,5% Limfosit 47,6% Monosit 7,00%

2. Urinalisa : BJ urine 1.020, pH 5.5, lekosit (-), nitrit (-), protein (-) , glukosa N,

keton (-), urobilinogen N, Bilirubin (-), eritrosit 25/ul. Mikroskopis eritrosit

10,1/LPB,Leukosit 1/LPB, Epitel 1/LPB.

3. Faeces rutin didapatkan hasil warna coklat, konsistensi lunak, lendir (-),darah (-),

cacing (-) dan pada pemeriksaan mikroskopis tidak ditemukan eritrosit, lekosit

ataupun protozoa.

4. GDT:

Eritrosit : normokrom, normosit, anisositosis,kerapatan eritrosit tidak meningkat,

eritroblas (-)

lekosit : jumlah dalam batas normal, band netrofil, monosit teraktifasi, sel blas (-)

trombosit : jumlah menurun, makrotrombosit, penyebaran merata

Simpulan : gambaran darah tepi dengan trombositopenia dapat oleh karena proses

infeksi. Kemungkinan kearah ITP belum dapat disingkirkan

Page 11: Laporan Kasus Ujian Non Infeksi Sukma

IV. RINGKASAN

Seorang anak perempuan, usia 5tahun datang dengan keluhan utama lebam-lebam dan

bintik-bintik merah dikedua tungkai kaki dan wajah. Sejak 1 minggu sebelum masuk

rumah sakit timbul lebam-lebam dan bintik merah pada kedua kaki. Tidak didapatkan

gusi berdarah, tidak mimisan, tidak ada nyeri perut, buang air kecil warna kuning jernih,

buang air besar konsistensi padat warna kecoklatan. Satu minggu sebelum timbul lebam

pasien batuk tanpa dahak, pilek, panas sumer-sumer. Kemudian 1 hari sebelum masuk

rumah sakit dikeluhkan orang tua pasien lebam bertambah. Lalu kemudian pasien dibawa

ke RS. Swasta kemudian dirujuk ke RS Dr. Moewardi.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum kompos mentis tampak lemah,

lebam dan bintik merah dikedua tungkai kaki dan wajah. Status gizi kurang secara

antropometri Tanda vital didapatkan laju nadi 100 kali/menit, laju napas 24 kali/menit,

suhu aksila 36,50C. Pada pemeriksaan fisik didapatkan: hematom palpebra(+/-),pada

hidung sekret (+/+) putih bening, epistaksis (-/-), gusi berdarah (-),faring hiperemis (-),

tonsil T1-T1,hiperemis (-). Pada abdomen : nyeri tekan (-), undulasi (-), pekak alih (-),

hepar dan lien tidak teraba. Pada ekstrimitas akral dingin (-), CRT < 2‘, RL (-),tampak

multipel purpura dikedua tungkai, ukuran bervariasi, tidak palpable.

Pemeriksaaan Penunjang : Hb 11 g/dl; Hct 32%; Eritrosit 4,04 jt/ul; Leukosit 5,8

rb/ul; Trombosit 18.000/ul. GDT: trombosit jumlah menurun dan didapatkan

makrotrombosit. Pemeriksaan urin dan feses dalam batas normal.

V. DAFTAR MASALAH

1. hematom di kedua tungkai dan wajah

2. trombositopenia

3. batuk tanpa dahak dan pilek

4. gizi kurang

VI. DIAGNOSIS BANDING

1. Penurunan produksi trombosit

a. Lekemia

b. Anemia Aplastik

c. Anemia Fanconi

d. Obat-obatan

Page 12: Laporan Kasus Ujian Non Infeksi Sukma

2. Peningkatan destruksi trombosit

a. Purpura pasca tranfusi

b. Penyakit kolagen vaskuler

c. Sindroma uremik hemolitik

3. Gangguan kualitas trombosit

a. Sindroma Bernard Soulier

b. Trombositopenia herediter

VII. DIAGNOSIS KERJA

1. ITP

2. Rhinitis alergika

3. Gizi kurang (antropometri)

VIII. TERAPI

1. diet nasi lauk 900 kkal/hari+ ekstra susu 3x200cc

2. Inj. metylprednisolon 2 mg/ kgbb/hari ~ 26 mg/hari

3. Parasetamol sirup 1 ½ cth (k/p)

IX. PERMASALAHAN

a. Saat ini:

1. Penegakan diagnosis

2. Penatalaksanaan ITP sesuai protokol

3. Komunikasi, informasi dan edukasi pada keluarga

b. Jangka panjang:

1. Pemantauan ITP berulang

2. Pemantauan terhadap efek samping obat steroid

3. Pemantauan gizi

4. Komunikasi, informasi dan edukasi pada keluarga

Page 13: Laporan Kasus Ujian Non Infeksi Sukma

X. RENCANA KERJA

Rencana kerja saat ini

1. Rencana kerja untuk penegakan diagnosis ITP

GDT

2. Rencana kerja untuk penatalaksanaan ITP

Metil Prednisolon 2 mg/KgBB/per intra vena

3. Rencana kerja untuk penatalaksanaan gizi kurang

Menentukan status gizi berdasarkan antropometris, klinis dan laboratoris. Pemberian

nutrisi disesuaikan dengan kebutuhannya. Berdasarkan antropometri BB/TB maka

perlu diberikan diit sesuai kebutuhan kalori berdasar berat badan ideal menurut tinggi

badannya. Mengatasi penyakit primer dan komplikasinya serta pemberian asupan

nutrisi yang adekuat berdasarkan RDA sesuai berat badan ideal menurut tinggi badan.

XI. PEMANTAUAN SETELAH DIJADIKAN KASUS

Pada tanggal 30 September 2013, pasien masih didapatkan lebam-lebam pada kedua

tungkai dan wajah sedikit berkurang dibanding sebelumnya, pilek (+), batuk (-), demam

(-). Keadaan umum sakit sedang, kompos mentis, gizi kurang. Tanda vital didapatkan

tekanan darah 100/70 mmHg, laju nadi 112 kali per menit, laju nafas 28 kali per menit

dan suhu 36,3°C.Pada pemeriksaan fisik konjungtiva tidak anemis, hematom papelbra,

hidung sekret (+/+),epistaksis (-) tonsil T1-T1 tidak hiperemis, faring tidak hiperemis,

gusi berdarah(-). Pada seluruh tubuh masih terdapat hematome. Diagnosis kerja yang

ditegakkan adalah 1. Autoimun trombositopenic purpura 2. Rhinitis alergika 3.Gizi

kurang.Terapi dilanjutkan.

Pada tanggal 1-2 Oktober 2013, lebam pada kedua tungkai dan wajah masih

didapatkan tapi berkurang dibandingkan sebelumnya. pilek(-), demam(-). Keadaan umum

baik, kompos mentis, gizi kurang. Tanda vital didapatkan tekanan darah 100/70 mmHg,

laju nadi 112 kali per menit, laju nafas 28 kali per menit dan suhu 36,3°C.Pada

pemeriksaan fisik konjungtiva tampak anemis, hematom papelbra (+/-) berkurang, hidung

tampak sekret (-),epistaksis (-) tonsil T1-T1 tidak hiperemis, faring tidak hiperemis,gusi

berdarah(-).Pada kedua tungkai masih terdapat hematom tapi sudah berkurang dibanding

sebelumnya. Diagnosis kerja yang ditegakkan adalah 1. Autoimun trombositopenic

purpura 2. Rhinitis alergika 3.Gizi kurang. Terapi metil prednisolon diganti oral

Page 14: Laporan Kasus Ujian Non Infeksi Sukma

26mg/hari (2tab-2tab-2tab). Selanjutnya pasien diperbolehkan pulang dan kontrol poli

anak 3 hari kemudian untuk pemantauan penyakit dan terapi.

XII. PROGNOSIS

Pada kasus ini prognosis ITP pada pasien adalah dubia ad bonam jika dikelola dengan

baik dan tidak terdapat penyulit.

ANALISA KASUS

Pasien adalah anak laki-laki yang berusia 5 tahun, usia tersebut merupakan usia tersering

dalam terjadinya imun trombositopenic purpura, beberapa studi melaporkan kejadian pada

usia 2-6 tahun. Pada anamnesis didapatkan 1 minggu sebelum lebam-lebam dan bintik merah

yang mendadak timbul pada kedua tungkai kaki pasien berukuran sebesar koin, didapatkan

batuk pilek, demam sumer. Pada penelitian yang dilakukan menyebutkan pada kasus ITP

50%-80% didahului oleh infeksi virus atau bakteri 1-2 minggu sebelumnya5. Pasien tidak

pernah menderita penyakit seperti ini sebelumnya, riwayat trauma disangkal, pasien tidak

pernah mendapatkan transfusi sebelumnya. Begitu pula pada keluarga tidak ada yang

menderita gangguan perdarahan.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum kompos mentis ,tampak lebam

dan bintik-bintik merah di kedua tungkai kaki pasien. Tanda vital pasien : TD : 100/70

mmHg, HR : 100 x/menit, isi & tegangan cukup, LN : 24 x/menit, suhu: 36.7 C peraxiler.

Pada mata tidak didapatkan konjungtiva anemis tapi didapatkan lebam pada kelopak mata

kanan, pada hidung secret (+/+) serous, epistaksis (-), leher tidak didapatkan pembesaran

kelenjar getah bening pada pemeriksaan tonsil T1-T1 tidak hiperemis dan faring tidak

hiperemis, gusi berdarah (-). Pada pulmo kedua lapang sonor, tidak didapatkan suara nafas

tambahan. Pada abdomen tidak didapatkan organomegali. Pada Ekstremitas didapatkan

multiple hematom dan purpura di kedua tungkai kaki pasien berukuran bervariasi antara 1-

3cm, hematom tidak bersifat palpable.

Pada pemeriksaan penunjang :

1. Tanggal 26/10 2013

Hb 11 g/dl; Hct 32%; Eritrosit 4,04 jt/ul; Leukosit 5,8 rb/ul; Trombosit 18.000/ul,

CT : 2’10”/ BT :4’20”,PT : 13.9 dtk, APTT : 27,1 dtk. Gol darah O

Tanggal 29/10 2013

Page 15: Laporan Kasus Ujian Non Infeksi Sukma

Hb 11,5 g/dl; Hct 34%; Eritrosit 4,04 jt/ul; Leukosit 5,3 rb/ul;Trombosit

93.000/ul,

2. Urinalisa dalam batas normal

3. Faeces rutin dalam batas normal

4. GDT:

Eritrosit : normokrom, normosit, anisositosis,kerapatan eritrosit tidak meningkat,

eritroblas (-)

lekosit : jumlah dalam batas normal, band netrofil, monosit teraktifasi, sel blas (-)

trombosit : jumlah menurun, makrotrombosit, penyebaran merata

Simpulan : gambaran darah tepi dengan trombositopenia dapat oleh karena proses

infeksi. Kemungkinan kearah ITP belum dapat disingkirkan

Pada pemeriksaan penunjang didapatkan penurunan jumlah trombosit, dan nilai PT, APTT,

Clotting time normal namun bleeding time memanjang hal ini menunjukan terdapat gangguan

perdarahan karena faktor trombosit, hasil lab menunjukan penurunan jumlah trombosit, pada

tanggal 26/10 2013 trombosit dilaporkan 18.000/ul dan hasil tersebut didukung dengan hasil

GDT yang menunjukan makro trombosit dengan jumlah yang berkurang, sementara nilai

leukosit yang normal, seperti pada penyakit imun trombositopenic purpura.

Tanggal 26/10 2013 ibu pasien mengatakan terdapat lebam dan bintik-bintik merah

yang dirasa bertambah. Saat dilakukan pemeriksaan lab didapatkan nilai trombosit 18.000/ul.

Terdapatnya manifestasi perdarahan dengan nilai trombosit <20.000 merupakan indikasi

pemberian glucocorticoid. Pada pasien ini diberikan metilprednisolon 2mg/kg/hari

didapatkan 26 mg/hari intra vena sesuai dengan protokol ITP akut selama 7 hari, kemudian 7

hari berikutnya diberikan dosis tapering off.8,10

Page 16: Laporan Kasus Ujian Non Infeksi Sukma

Imun trombositopenik purpura

Pendahuluan

ITP adalah singkaran dari Idiopathic Thrombocytopenic Purpura atau singkatan dari 'Immune

Thrombocytopenic Purpura'. 'Idiopathic' berarti tidak diketahui penyebabnya.

'Thrombocytopenic' berarti darah yang tidak cukup memiliki sel darah merah (trombosit).

'Purpura' berarti seseorang memiliki luka memar yang banyak (berlebihan).1

ITP adalah suatu gangguan autoimun yang dirandai dengan trombositopenia yang

rnenetap (angka trombosit darah peri fer kurang dari 150.000/ILL) akibat autoantibody yang

mengikat antigen trombosit menyebabkan destruksi premature trombosit dalam sistem

retikuloendotel terutarna di limpa.1,2

Epidemiologi

Insidensi dari ITP dilaporkan 50-100 kasus baru per tahun dengan setengah dari jumlah

tersebut terjadi pada anak. Prevalensi pria : wanita dilaporkan 1:1 pada anak (1:1.7 pada

kasus dewasa).2

Patofisiologi

Kerusakan trombosit pada ITP melibatkan autoantibodi terhadap glikoprotein yang terdapat

pada permukaan membran trombosit. Penghancuran terjadi terhadap trombosit yang

diselimuti antibodi (antibody coated platelets) tersebut dilakukan oleh makrofag yang

terdapat pada limpa dan organ retikuloendotelial lainnya. Megakariosit dalam sumsum tulang

bisa normal atau meningkat pada ITP. Sedangkan kadar trombopoitin dalam plasma, yang

merupakan progenitor proliferasi dan maturasi dari trombosit mengalami penurunan. Pada

ITP akut dipercaya bahwa penghancuran trombosit meningkat karena adanya antibodi yang

dibentuk saat terjadi respon imun terhadap infeksi bakteri atau pada imunisasi yang bereaksi

silang dengan antigen dari trombosit. Mediator-mediator lain yng meningkat selama

terjadinya respon imun terhadap infeksi dapat berperan dalam terjadinya penekanan terhadap

produksi trombosit. Sedangkan pada ITP kronis mungkin telah terjadi gangguan dalam

regulasi sistem imun seperti pada penyakit autoimun lainnya yang berakibat terbentuknya

antibodi spesifik terhadap trombosit. 1,5

Page 17: Laporan Kasus Ujian Non Infeksi Sukma

Mekanisma trombositopenia dari ITP mungkin dapat di terangkan dalam beberapa

mekanisme yaitu :

a. Fagositosis oleh makrofag

Secara luas diketahui pada ITP bahwa trombosit di destruksi oleh fagosit

mononuclear. Antibody fakto yang menempel pada trombosit mengikat Fc Reseptor

(FcR) dari makrofag yang memacu fagositosis.

Dari asumsi ini ,interaksi dari makrofag dengan trombosit adalah sesuatu yang

berbeda. Hal yang dapat menerangkan mengapa destruksi trombosit dan akhirnya

menimbulkan trombocitopenia adalah :

1. jumlah antibodi yang menempel pada trombosit

2. aktifitas Fc Reseptor dari makrofag

3. kondisi lingkungan ( organ ) yang mendukung interaksi dan destruksi trombosit

(limpa),

b. Trombolisis

Trombolisis telah lama diketahui terjadi pada ITP tetapi belum didokumentasikan

secara klinis. Pada proses in vitro, antibodi yang menempel pada trombosit

menyebabkan trombolisis, mekanisme ini juga terjadi secara in vivo pada pasien ITP.

Trombolisis juga di temukan pada pasien ITP yang memiliki monoclonal IgM

antiplatelet antibodi IgM.

Horstman et.al dalam penelitian nya menemukan bahwa pada serum segar,

antiplatelet antibodi menginduksi fragmentasi dan lisis trombosit in Vitro dan

dihasilkan mikropartikel platelet prokoagulan. Efek ini dapat ditiadakan dengan

pemanasan serum, hal ini mengindikasikan bahwa cara perlengketana antibodi di

mediasi oleh fragmentasi dan trombolisis7.

c. ITP/TTP overlapping syndromes : Konsumsi platelet dalam Mikrovaskulatur

Sudah sering dijumpai pasien dengan ITP dapat berkembang menjadi TTP atau TTP

relaps menjadi ITP. Sindrome tumpang tindih ini belum dapat dijelaskan tetapi sering

di temukan pada pasien HIV dan infeksi HTLV-1.

Saat manifestasi ITP platelet merespon glukokortikoid seperti ITP klasik tetapi saat

manifestasi TTP, glukokortikoid tidak efektif ketika di ganti plasmaphresis/plasma

infusión bila di perlukan dalam klasik TTP.4

Klasifikasi ITP

Page 18: Laporan Kasus Ujian Non Infeksi Sukma

Primer (idiopatik)

Menurut perjalanan klinisnya dapat diklasifikasikan sebagai berikut 5

- ITP akut

·         Pada anak – anak dan dewasa muda

·         Tidak ada predileksi jenis kelamin

·         Riwayat infeksi virus atau bakteri 1 – 3 minggu sebelumnya

·         Gejala perdarahan bersifat mendadak

·         Lama penyakit 2 – 6 minggu, jarang lebih remisi spontan pada kasus 80 %

kasus

- ITP kronis

·         Terjadi pada wanita muda sampai pertengahan

·        Jarang ada infeksi sebelumnya

·         Gejala perdarahan bersifat menyusup, pada wanita biasanya berupa

menomethtroragi

·         Lama penyekit beberapa bulan sampai tahun dan jarang terjadi remisi spontan 5

Sekundero Terjadi akibat adanya kelainan/ penyakit lain seperti

1. Induksi obat atau bahan kimia2. Kelainan limfoproliferatif3. Kanker4. Infeksi5. Penyakit autoimun lainnya

DIAGNOSIS

Gejala klinis berupa riwayat perdarahan secara akut atau spontan, baik pada kulit, petekiae,

purpura atau perdarahan mukosa hidung (epistaksis) dan perdarahan mukokutaneus lainnya,

biasanya gejala tersebut didahului dengan infeksi virus/ bakteri atau pasca imunisasi.

Sedangkan pada pemeriksaan fisik bisa ditemukan adanya tanda – tanda perdarahan seperti

yang disebutkan diatas, kadang didapatkan pembesaran splenomegali namun dalam hal kita

harus tetap memikirkan kemungkinan penyakit lain.5

Dari pemeriksaan laboratorium berupa trombositopenia, retikulositosis ringan, anemia

bila terjadi perdaran kronis, waktu perdarahan memanjang, pada sumsum tulang dijumpai

banyak megakariosit agranuler atau tidak mengandung trombosit.6

PENATALAKSANAAN

Page 19: Laporan Kasus Ujian Non Infeksi Sukma

Penatalaksanaan ITP meliputi terapi suportif, membatasi aktivitas yang beresiko trauma,

menghindari obat-obat yang mengganggu fungsi trombosit, transfusi PRC sesuai kebutuhan,

transfusi trombosit bila terjadi perdarahan massif, adanya ancaman perdarahan otak atau SSP,

persiapan untuk operasi besar, dan pada kebanyakan anak, ITP sembuh dalam waktu 2-8

minggu. Pada pasien ini sudah tidak membutuhkan transfusi darah, karena jumlah Hb sudah

normal (11,9 %)5.

Pada kasus anak dengan ITP kadang tidak diperlukan pengobatan , tetapi kadang

pada kasus-kasus tertentu di perlukan terapi yang spesifik. Pada kasus ITP dewasa

pengobatan pertama adalah dengan anti inflamasi steroid (prednison). Prednison di gunakan

secara single atau bersamaan dengan obat simptomatis lainnya untuk meningkatkan factor

imunitas 6.

Pasien penderita ITP tidak di sarankan untuk mengkonsumsi obat-obatan seperti

aspirin , ibuprofen atau warfarin karena jenis obat tersebut berperan dalam fungsi pembekuan

darah , sehingga meningkatkan resiko perdarahan.10

Memberikan pengertian kepada pasien dan atau orang tua tentang penyakitnya. Sebagian

besar (80%) pasien biasanya dapat sembuh sempurna secara spontan dalam waktu kurang

dari 6 bulan. Pada beberapa kasus PTI pada anak didapatkan perdarahan kulit yang menetap ,

perdarahan mukosa atau perdarahan internal yang mengancam jiwa yang memerlukan

tindakan atau pengobatan segera. Tranfusi trombosit jarang dilakukan dan biasanya tidak

efektif karena trombosit yang ditransfusikan langsung dirusak.

Tindakan farmakologis 7

-        Kortikosteroid peroral

Sebelum era IVIG, kortikosteroid peroral merupakan pengobatan utama pada PTI karena

dipercaya capat menghambat penghancuran trombosit dalam sistem retikuloendotelial dan

mengurangi pembentukan antibodi terhadap trombosit serta mempunyai efek stabilisasi

kapiler yang mengurangi perdarahan.dosis 1- 2mg/kgBB/hari dalam dosis terbagi atau

ekuivalensinyan terindikasi. Sartorius 1984, pada penelitian yang lebih besar menyimpulkan

waktu yang diperlukan untuk meningkatkan jumlah trombosit menjadi > 30.000/mm3 dan >

100.0000/mm3, serta uji tourniquet yang normal ternyata secara bermakna lebih pendek pada

kelompok prednison, meskipun parameter perdarahan klinis tidak di evaluasi pada penelitian

ini.

-        Imunoglobulin intravena (IVIG)

Dengan munculnya terapi IVIG beberapa penelitian menunjukkan peningkatan yang cepat

jumlah trombosit dengan efek samping yang minimal pada pengobatan dengan tranfusi IVIG,

Page 20: Laporan Kasus Ujian Non Infeksi Sukma

seperti kortikosteroid IVIG juga menyebabkan blokade pada sistem retikuloendotelial.IVIG

dapat meningkatkan jumlah trombosit dalam waktu cepat (umumnya 48 jam), sehingga

pengobatan pilihan untuk PTI dengan perdarahan yang serius (berat secara klinis) menurut

penelitian terbaru menunjukkan lebih baik dan murah menggunakan dosis yang lebih rendah

yaitu dosis tunggal 0,8 gram/KgBB atau 0,25-0,5 gram/KgBB selama 2 hari dan memberikan

efek samping yang lebih kecil pula.

-        Anti-D untuk pasien dengan rhesus D positif

Pengobatan dengan imunoglobulin anti-D efektif pada anak dengan rhesus positif dan

memiliki keuntungan berupa suntikan tunggal dalam waktu singkat. Namun selain mahal ,

dilaporkan adanya hemolisis dan anemia yang memerlukan tranfusi darah setelah dilakukan

pengobatan ini.8

-        Splenektomi

tindakan tersebut jarang dilakukan pada anak dengan PTI dan hany dianjurkan pada

perdarahan hebat yang tidak memberikan respons terhadap pengobatan dan dilakukan setelah

menjadi PTI kronis (> 6 bulan).

-        Beberapa pengobatan lainnya yang pernah dilaporkan bisa diberikan pada anak dengan

PTI adalah : Gamma interferon, tranfusi tukar plasma  dan protein A _ immunoadsoption,

alkaloid Vinca (vincristin dan vinblastin), danazol, vitamin C dan siklofosfamid.

-        Pada beberapa keadaan tertentu seperti adanya gejala neurologis , perdarahan internal 

atau pembedahan darurat memerlukan intervensi segera. Metilprednisolon (30 mg /KgBB/hr

maksimal 1 gr/hr selama 2-3 hari) sebaiknya diberikan secara intravena dalam waktu 20-30

menit bersamaan  dengan IVIG (1 gr/KgBB/hr selama 2-3 hari) dan tranfusi trombosit 2 – 3

kali lipat dari jumlah yang biasa diberikan8.

Page 21: Laporan Kasus Ujian Non Infeksi Sukma
Page 22: Laporan Kasus Ujian Non Infeksi Sukma

DAFTAR PUSTAKA

1. McMillan R, Hemorrhagic disorders: abnormalities of platelet and vascular function.

PubMed Health [internet] 2007 [cited 5 Februari 2012]. Available from:

www.ncbi.nlm.nih.gov.

2. Bolton PHB, Maggs. Idiopathic thrombocytopenic purpura.Arc Dis Child[ internet]. 2000

[cited 7 Februari 2012];83:220–222.Available

from:www.archdischild.com.

3. Idiopathic thrombocytopenic purpura [internet] 2012 [cited 2011 Februari 10].

Availablefrom:http://www.lpch.org/DiseaseHealthInfo/HealthLibrary/hematology/

bledidio.html

4. Ahn YS, Horstman LL. Idiopathic Thrombocytopenic Purpura: Pathophysiology and

Management. International Journal of Hematology 76 (2002) Supplement II. [cited 2011

Februari 10].Available from: http://ishapd.org/2002/827.pdf

5. Yongchun Su, Hongzhen Xu, Youhua Xu, Jie Yu, Bitao Dai, Ying Xian and Jianwen

Xiao. ”A retrospective analysis of therapeutic responses to two distinct corticosteroids in

259 children with acute primary idiopathic thrombocytopenic purpura”.Chongqing:

Children’s Hospital of Chongqing Medical University. 2009. http://www. pubmed . gov

6. Glanz J, France E, Xu S, Hayes T, Hambidge S. A Population-Based, Multisite Cohort

Study of the Predictors of Cronic Idiopathic Thrombocytopenic Purpura in Children.

Colorado: University of Colorado, 2008. h. 506-512. Journal. Diunduh dari

http://www.pediatrics.org

7. Shad AT, Gonzalez CE, Sandler SG. “Treatment of immune thrombocytopenic pupura in

children: current concept”.Washington. Georgetown University Medical Centre. 2007.

http://www.ncbi.nml.nih.gov/pubmed/16220997.

8. Treutiger I, Rajantie J, Zeller B et al. Does treatment of newly diagnosed idiopathic

thrombocytopenic purpura reduce morbidity?. Arch Dis Child 2007; 92: 704–707.

9. Raspati H., Reniarti L., Susanah S. Buku Ajar Hematologi Onkologi Anak. “Anemia”.

Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2005

10. Matondang CS, Iskandar W. Diagnosis fisis pada anak. Jakarta: CV.Sagung Seto. 2003.

h.38-39.

Page 23: Laporan Kasus Ujian Non Infeksi Sukma

HASIL PENELUSURAN JURNAL

PERMASALAHAN

Pada pasien ITP akut, saat ini pengobatan lini pertama dengan regimen kortikosteroid

golongan metilprednisolon. Pertanyaan klinis yang timbul apakah ada perbedaan bermakna

penggunaan kortikosteroid golongan dexametason dan metilprednisolon terhadap outcome

penderita?

PICO

Dari masalah yang ada maka dapat dijabarkan dalam bentuk komponen PICO sebagai

berikut:

P Popolation/problem : 259 pasien ITP akut

I Intervention : dexametason

C Comparator/control : metilprednisolon

O Outcome : respon terapi dan efek samping

STRATEGI PENELUSURAN JURNAL

Kata kunci: immune thrombocytopenic purpura AND child* AND corticosteroid AND acute

HASIL PENELUSURAN JURNAL

A retrospective analysis of therapeutic responses to two distinct corticosteroids in 259 children with acute primary idiopathic thrombocytopenic purpura

Yongchun su, Hongzhen xu, Youhua Xu, Jie yu, Bitao Dai, Ying Xian and Jianwen Xiao

Department of Onco-Haematology, Children’s Hospital of Chongqing Medical University,

Chongqing, China

RINGKASAN JURNAL

Objektif : untuk menganalisa respon pengobatan dari 2 jenis

kortikosteroid yang berbeda pada penderita ITP.

Metode : Secara kohort retrospektif diamati 259 penderita dengan ITP

akut antara tahun 2004 dan 2008, secara khusus dibandingkan respon

terapi dan efek samping yang ditimbulkan dari pengobatan dengan

metilprednisolon dan dexametason.

Hasil : Kortikosteroid yang digunakan sebagai lini pertama pengobatan

ITP memiliki angka respon 96,5%. Penggunaan kortikosteroid secara

Page 24: Laporan Kasus Ujian Non Infeksi Sukma

intravena pada pengobatan ITP ternyata tidak memiliki pengaruh

terhadap outcome penderita. Periode saat jumlah trombosit mencapai

nilai normal ternyata tidak berbeda secara berarti antara pasien yang

diberi pengobatan menggunakan dexametason dengan metilprednisolon.

Dan hanya sedikit efek samping yang timbul dari pengobatan 2 jenis

kortikosteroid tersebut.

Kesimpulan : Kedua jenis kortikosteroid, baik dexametason maupun

metilprednisolon ternyata memiliki angka respon terapi yang tinggi dan

hanya sedikit efek samping yang muncul.

Kata kunci: ITP, thrombocytopenia, children, corticsteroid

KAJIAN KRITIS KEDOKTERAN BERBASIS BUKTI (EBM)A. Deskripsi umum

1. Desain apakah yang digunakan ? Kohort retrospektif2. Manakah populasi target, populasi terjangkau dan sampel ?

Populasi target : anak dengan ITP

Populasi terjangkau : anak berusia 1-5

tahun dengan ITP yang mendapat

pengobatan metilprednisolon atau

dexametason yang dirawat di RS

Anak Universitas Chongqing, China.

Antara tahun 2004-2008

Sampel : 259 anak

3. Bagaimana cara pemilihan sampel ? Konsekutif4. Manakah variabel bebas ? Pemberian kortikosteroid pada

penderita ITP5. Manakah variabel tergantung ? Respon terapi dan efek samping6. Apakah hasil utama penelitian ? Pada pasien dengan

pemberian metil prednisolon

terdapat 118 (84,3%) dengan

kategori complete response,

17 (12,1%) dengan kategori

respon. Sedangkan pada

pemberian dexametason

didapat 103 (86,6%) dengan

Page 25: Laporan Kasus Ujian Non Infeksi Sukma

complete response, 12 (10,1)

kategori respon. Dari kedua

jenis kortikosteroid tersebut

tidak ada perbedaan yang

bermakna untuk respon terapi

(p>0,05). Dan dari kedua

jenis kortikosteroid tersebut

juga tidak terdapat perbedaan

bermakna (p>0,05) untuk

efek samping yang

ditimbulkan, hanya sekitar 36

(13,9%) dan bersifat ringan

dan sementara.

B. Validitas interna, hubungan non-kausal

1. Apakah hasil dipengaruhi bias? Tidak

2. Apakah hasil dipengaruhi peluang? Ya3. Apakah observasi dipengaruhi perancu? Tidak

C. Validitas interna, hubungan kausal

1. Apakah hubungan waktu benar ? Ya

2. Apakah asosiasi kuat ? Tidak3. Apakah terdapat hubungan dosis ? Ya4. Adakah koherensi hasil penelitian dengan fakta dalam masyarakat ?

Ya

5. Adakah biological plausibility ? Ada

6.Adakah kesamaan dengan hasil penelitian lain ?

Ada

D. Validitas eksterna

1. Apakah hasil dapat diterapkan pada sampel terpilih ?

Ya

2. Apakah hasil dapat diterapkan pada populasi terjangkau ?

Ya

Kesimpulan : valid, penting, dapat diterapkan

Page 26: Laporan Kasus Ujian Non Infeksi Sukma

Level of evidence : -

Page 27: Laporan Kasus Ujian Non Infeksi Sukma
Page 28: Laporan Kasus Ujian Non Infeksi Sukma
Page 29: Laporan Kasus Ujian Non Infeksi Sukma