Ujian Kasus Abp Suspek Mioma Uteri Yang Akan Dilakukan Miomektomi
Ujian Kasus MIOMA TRI
-
Upload
ardehlia-arin -
Category
Documents
-
view
24 -
download
4
description
Transcript of Ujian Kasus MIOMA TRI
I. PENDAHULUAN
Mioma uteri dikenal juga dengan sebutan fibromioma, leiomioma ataupun fibroid,
miofibroma, fibromioma, merupakan neoplasma jinak yang berasal dari otot uterus
dan jaringan ikat yang menumpangnya.1,2,3,4
Angka kejadian terutama 25 - 30% pada seluruh perempuan dan 20% pada
perempuan berumur diatas 35 tahun. Merupakan tumor jinak terbanyak pada
perempuan yang nenyebabkan morbiditas ginekologi. Dan l/3 kasus dari seluruh
penderita yang dirawat di bagian ginekologi. Mioma uteri belum pernah
dilaporkan terjadi sebelum menars. Setelah menopause biasanya mengecil, angka
kejadiannya sekitar 10%. Di Indonesia ditemukan 2,39 - 11,7% pada semua
penderita ginekologi yang dirawat.l,2,3.
Pada beberapa studi dikatakan bahwa mioma uteri juga dipengaruhi ras, orang
negro 2-5 kali lebih sering menderita mioma dibanding perempuan kulit putih.
Dan penderita mioma sering dengan riwayat keluarga yang juga menderita mioma
uteri. Insidens mioma uteri pada perempuan premenopuse dan menopause sama,
tetapi pada premenopause lebih sering ditemukan dengan ukuran yang lebih besar.
Risiko peningkatan untuk terjadinya mioma ini pada perempuan gemuk lebih
tinggi karena konversi yang tinggi dari perubahan androgen menjadi estrogen pada
jaringan ikat perifer.1,5
Pertumbuhan mioma tergantung pada produksi estrogen. Tumor ini dipengaruhi
oleh aktifitas ovarium selama bertahun-tahun. Sekresi estrogen secara kontinyu
khususnya pada saat tidak terhenti seperti kehamilan dan menyusui, merupakan
faktor penyerta yang penting dalam perkembangan mioma uteri. Pukka dan
kawan-kawan mendapatkan bahwa reseptor pada mioma lebih banyak didapati
daripada miometrium normal.
Perempuan nullipara mempunyai risiko yang tinggi untuk terjadinya mioma
uteri, sedangkan perempuan multipara mempunyai risiko relatif yang menurun
untuk terjadinya mioma uteri. Pada multipara dengan anak lebih dari lima
orang mempunyai risiko hanya 1/5 untuk menjadi mioma uteri. l
Terbanyak pada penderita mioma uteri tidak memberikan gejala. Jika timbul
gejala klinik, biasanya berhubungan dengan lokasi mioma uterinya. Mioma
uteri dibagi menurut lokasinya adalah; subserosa (20%), jika tumbuhnya keluar
dinding uterus sehingga menonjol pada permukaan uterus, diliputi oleh serosa,
submukosa(10%), jika. lokasinya dibawah endometrium dan menonjol ke
dalam rongga uterus, intramural (70%) mioma terdapat di dinding uterus
diantara serabut miometrium 3,5,6
Gejala terbanyak adalah perdarahan uterus abnormal (PUA) dan nyeri
pelvis. Meskipun 60-90% mioma uteri asimptomatik. Terbanyak dari PUA
adalah menorrhagia dan berhubungan dengan disfungsi reproduksi, termasuk
perdarahan berulang dan infertilitas.4,5,6
Diagnosis mioma uteri ditegakkan berdasarkan; Pemeriksaan klinis berupa
anamnesis dan pemeriksaan fisik ginekologi. Pada penderita ini palpasi
abdomen didapatkan tinggi fundus uteri 2 jari diatas simfisis, tidak nyeri,
berbatas tegas, dan mudah digerakan. Pada pemeriksaan bimanual didapatkan
portio kenyal padat, dan sondase uterus 9 cm antefleksi. Pemeriksaan
penunjang yang dapat dilakukan yaitu dilatasi dan kuretase, pemeriksaan
patologi anatomi dari bahan D&C, pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan
ultrasonografi.2,4
Penatalaksanaan mioma uteri secara umum adalah; konservatif, jika
miomanya asimptomatik, dilakukan pemeriksaan klinik dan ultrasonografi
secara serial, mengecil/stabil pada pemeriksaan selama 1-2 tahun pemeriksaan
dilakukan setiap 6-12 bulan. Jika miomanya membesar, atau ukurannya
menetap pemeriksaan dilakukan dengan interval 1-2 bulan. Pada penderita ini
miomanya memberikan keluhan menorrhagia yang merupakan 5% dari seluruh
keluhan mioma submukosa. Jika miomanya simptomatik, tindakan intervensi
kita lakukan, yaitu dengan hormonal terapi dan operasi. 4.7,9
Pada penatalaksanaan operasi, ada 2 opsi yang diberikan yaitu miomektomi,
atau histerektomi. Miomektomi bisa dilakukan perabdominam maupun
laparoskopi miomektomi. Direkomendasikan sebelum melakukan operasi untuk
2
memberikan GnRH agonis untuk meminimalisasi perdarahan, sehingga operasi
dapat lebih mudah dilakukaan. Dapat diberikan 3-4 bulan sebelum operasi yang
akan mengecilkan volume mioma 30-40%. Sebaiknya untuk mioma yang
sangat besar, dengan ukuran 14-18 minggu diberikan GnRH agonis selama 3
bulan. 4,9
Mioma juga dapat berulang kira kira 15-25%, jika soliter angka rekurennya
25%, jika multipel mioma angka rekurennya 60%. Pada penderita ini dengan
ukuran mioma 14 minggu dan usia 49 tahun, dengan anak yang cukup, maka
tindakan yang dilakukan adalah histerektomi totalis salfioooforektomi
unilateralis. 7
II. REKAM MEDIK
A. Anamnesis
1. Identifikasi
Nama : Ny. Mis
Umur : 49 tahun
Suku bangsa : Palembang
Agama : Islam
Pendidikan : SLTP
Pekerjaan : Rumah tangga
Alamat : JL. DI. Panjaitan lr. Marga no.1600,PLG
MRS : 15-Oktober-2004
2. Riwayat perkawinan
Kawin 1 kali, lama 23 tahun
3. Riwayat Reproduksi
Menars 13 tahun, lama haid 7 hari, siklus haid teratur, 30 hari.
4. Riwayat kehamilan/melahirkan
P3A0 : 1. 22 tahun
2. 19 tahun
3
3. 14 tahun
5. Riwayat penyakit dahulu
-
6. Riwayat gizi/sosioekonomi
Cukup
7. Anamnesis Khusus
Keluhan utama: Haid lebih lama dari biasanya.
Riwayat perjalanan penyakit:
Sejak kurang lebih 25 hari yang lalu os mengeluh haid lebih lama dari
biasanya, setiap hari harus ganti pembalut 4-5 kali, warna merah, nyeri
haid tidak ada. Penderita tidak pernah mengeluh adanya benjolan di perut,
rasa nyeri tidak ada, riwayat haid sebelumnya teratur. Riwayat keputihan
tidak ada, riwayat perdarahan post koital tidak ada. Sejak satu minggu yang
lalu, os mengeluh perdarahan semakin banyak, bergumpal warna merah,
lalu os ke SpOG dianjurkan untuk dirawat dan direncanakan operasi dan os
dirujuk ke RSMH. Riwayat penyakit yang sama dalam keluarga disangkal.
Riwayat BAB dan BAK tidak ada keluhan. Nafsu makan biasa, berat badan
tidak menurun, riwayat demam tidak ada. Penyakit ini diderita untuk
pertama kali
B. Pemeriksaan Fisik
1. Status Present
a. Keadaan umum
Kesadaran : komposmentis
Tipe badan : piknikus
Berat badan : 57 kg
Tinggi badan : 156 cm
Tekanan darah/Nadi : 120/80 mmHg/ 86 x/menit
Pernafasan : 22 kali/menit
Suhu : 36,8°C
4
b. Keadaan khusus
Kepala : konjunctiva tidak anemis, sklera tidak ikterik
Leher : Tekanan vena jugularis tidak meningkat,
massa tidak ada
Toraks : Jantung agak membesar, paru-paru: sonor,
vesikuler normal, ronki tidak ada
Abdomen : Dinding perut agak cembung, lemas,
pelebaran vena tidak ada, hepar dan lien tidak
teraba, nyeri tekan tidak ada, bising usus
normal (pemeriksaan abdomen untuk
ginekologi pada status ginekologi)
Ekstremitas : Edema tidak ada, varises tidak ada, refleks
fisiologis +/+, refleks patologis -/-
2. Status Ginekologi
a. Periksa luar
Inspeksi : Perut agak cembung, simetris, vulva dan
uretra tenang.
Palpasi : Dinding perut lemas, teraba fundus uteri
setinggi 2 jari diatas simfisis, permukaan tak
rata, konsistensi padat, nyeri tekan ada.
Perkusi : Timpani, pekak di atas fundus uteri, tanda
cairan bebas tidak ada
Auskultasi : Bising usus normal.
b. Inspekulo : Porsio tak livide, licin, massa (-). OUE
tertutup, sondage 9 cm antefleksi, fluksus(+)
darah tak aktif, flour(-), erosi (-), laserasi (-),
polip (-).
b. Colok vagina : Porsio kenyal, OUE tertutup, CUT sesuai kehamilan
14 minggu, konsistensi padat, permukaan tak
rata, nyeri tekan (-), adneksa parametrium
5
kanan-kiri lemas, nyeri tekan(-), massa (-),
nyeri goyang porsio (-). kavum douglas tak
menonjol.
c. Colok dubur : Tonus sfingter ani baik, mukosa licin, ampula
kosong, massa intralumen tidak ada, korpus
uteri sebesar kehamilan 14 minggu, padat.
Gambar:
C. Pemeriksaan Lain
1. Laboratorium (21-10-2004)
Darah rutin
Hb : 10,6 g% (12 – 18 g%)
Lekosit : 11.200 mm3 (5000 – 10.000 mm3)
LED : 45 mm/jam (<15 mm/jam)
Trombosit : 251.000 /mm3 (200.000 – 500.000/mm3)
Hitung jenis : 0/1/2/60/35/2 (0-1/1-3/2-6/50-70/2-8 %)
Waktu pembekuan : 8 menit, 30 detik
Waktu perdarahan : 2 menit
Urin rutin
Kejernihan : Jernih
6
Sedimen : Sel epitel (+), lekosit 2-4/LPB, eritrosit 1-3
/LPB, silinder (-), kristal (-), protein (-) glukosa
(-).
Kimia darah
Gula darah sewaktu : 94 mg/dl
Ureum : 18 mg/dl (20 - 40 mg/dl)
Kreatinin : 0,4 mg/dl (0,5 - 0,9mg/dl)
Bilirubin total : 0,33 mg/dl (1 mg/dl)
Bilirubin direk : 0,12 mg/dl (0,25 mg/dl)
Bilirubin indirek : 0,21 mg/dl (0,75 mg/dl)
SGOT : 26 µ/l (15 µ/l)
SGPT : 32 µ/l (17 µ/l)
Natrium : 138 mmol/l (135-155 mmol/l)
Kalium : 3,4 mmol/l (3,6 - 5,5 mmol/l)
Albumin : 4,5 g/dl ( 3,8 - 5,8 g/dl)
Globulin : 1,8 g/dl ( 1,3 - 2,7 g/dl)
2. Ultrasonografi (16-10-2004)
Uterus lebih besar dari normal
Masa hipoekhoik intra uterine di korpus depan ukuran 10,3 x 8,7 cm.
Kedua adneksa dalam batas normal
Kesan: mioma uteri.
3. Radiologi
Foto toraks (21-10-2004)
Pulmo tak ada kelainan
Cor tak ada kelainan
Kesan: thorak normal
4. Elektrokardiografi (21-10-2004)
Kesan : normal
7
5. Histopatologi (D & C) (21-10-2004)
Mikroskopis: sediaan kuretase terdiri dari jaringan endometrium cukup
banyak stroma sebagian padat, sebagian myomatik, kelenjar bervariasi,
berkeluk dilapisi epitel kubus fase sekresi, dengan susunan rapat stroma
tipis, tampak beberapa kelenjar dengan gambaran bifasik, masih
dijumpai epitel yang berproliferasi dan berkeluk fase sekresi. Gambaran
kelenjar gland in gland juga ada. Tanda-tanda ganas tidak dijumpai
Kesan: Transisional klimakterik endometrium dengan irreguler sekresi.
D. Diagnosis Kerja
Mioma uteri
E. Diagnosis Banding
Adenomiosis
F. Prognosis
Dubia ad bonam
G. Terapi
Histerektomi totalis + Salfingoooforektomi bilateralis
H. Tindakan Sela
1. Konsultasi ke Bagian Penyakit Dalam (21-10-2004)
Kesan : Saat ini kor pulmo kompensata
2. Konsultasi ke Bagian Anestesi (21-10-2004)
Kesan : ASA I, setuju untuk dilakukan narkose umum dengan anestesi
umum.
III. PERMASALAHAN
1. Apakah diagnosis pada kasus ini ?
2. Bagaimanakah penatalaksanaan pada kasus ini selanjutnya?
8
IV. DISKUSI
Penderita adalah seorang wanita umur 49 tahun. Dilihat dari usia penderita,
kemungkinan penderita sudah memasuki masa klimakterium. Dari kepustakaan
kapan awal dan akhir klimakterium sulit ditentukan dengan pasti, tetapi dapat
dikatakan bahwa klimakterium bermula dari akhir masa reproduksi sampai awal
senium antara 40 - 65 tahun. Kejadian mioma uteri paling sering pada wanita
umur 35 - 45 tahun dan adenomiosis sering ditemukan pada wanita
premenopause.
Penderita datang ke rumah sakit dengan keluhan menstruasi yang lebih lama
dari biasanya, yang merupakan masalah yang banyak ditemui pada perempuan
yang berusia 40 tahun dan awal 50 tahun. Menorrhagia didefinisikan sebagai
kehilangan darah lebih dari 80 ml dalam 1 siklus haid, meskipun pada prakteknya
adalah bahwa perempuan apabila merasakan bahwa haidnya lebih lama dari
biasanya sudah merupakan hal yang penting. Keluhan menorrhagia merupakan
20% dari kunjungan ke ginekologis.10
Pemeriksaan harus kita lakukan, pemeriksaan fisik, apakah adanya penyakit
thyroid, diabetes, gangguan penyakit hepar, koagulopati, keganasan harus di
singkirkan. Pemeriksaan abdomen dan vagina harus dilakukan. Beberapa
pemeriksaan untuk mengetahui endometrium sebenarnya diperlukan sekali pada
setiap pasien dengan menorrhagia, perdarahan menstruasi yang tidak teratur,
pemeriksaan ini misalnya ultrasonografi yang mungkin akurat untuk mengukur
ketebalan endometrium, irregularitas endometrial, batas luar kontur uterus,
adanya massa pada adneksa. Pada penderita ini dengan pemeriksaan USG
didapatkan uterus lebih besar dari normal dengan gambaran hipoekoik ukuran
uterus 10,3 cm x 8,7 cm, tidak didapatkan massa pada kedua adneksa, sehingga
didapatkan kesan ; suatu mioma uteri. Golstein SR, melakukan pemeriksaan USG
pada 341 perempuan premenopause dengan keluhan PUA, didapatkan 79% tidak
ditemukan kelainan anatomi, 13% dengan polip, semuanya dilanjutkan dengan
histereskopi dan pemeriksaan patologi. Didapatkan hasil 5% mioma submukosa,
23% didapatkan penebalan endometrium, tidak ada sampling yang sesuai dengan
9
hiperplasia, dan proliferasi didapatkan pada 5 pasien, 2 pasien yang didapatkan
hasil yang tidak adekuat dengan USG dilanjutkan dengan histereskopi dan
ditanjutkan dengan kuretase. Dapat juga dilakukan pemeriksaan histeroskopi
yang dapat melihat secara langsung kanalis servikalis dan uterus. Histeroskopi
biasanya dikombinasi dengan pengambilan sampling endometrium secara
langsung dengan biopsi atau kuretase. Laparoskopi juga dapat dilakukan setelah
histeroskopi, terutama jika ada mioma uteri, endometriosis, PID 8,10
Penyebab organik dari perdarahan uterus abnormal adalah mioma,
adenomiosis, endometrial atau endoservikal polip, infeksi, beberapa variasi
hiperplasia, keganasan endometrium, serviks dan vagina. Pada mioma uteri,
penyebab terbanyak menorrhagia adalah mioma submukosa. Sedangkan
mioma intramural jika kecil mungkin tidak menimbulkan keluhan, tetapi jika
ukurannya besar mungkin dapat mengubah kavum endometrium sehingga akan
memperluas permukaan dan terjadi perdarahan. Sedangkan mioma subserosa
umumnya tidak mempengaruhi gambaran menstruasi.8
Diagnosis hiperplasia endometrium dapat ditegakkan hanya dengan
pemeriksaan patologi dari endometrium, kebanyakan pasien didiagnosis karena
adanya gejala biasanya PUA. Ada 2 metode yang biasa digunakan untuk
pengambilan sampel endometrium, yaitu D & C dan aspirasi biopsi endometrium
Tetapi tidak hanya sulit untuk membedakan tipe hiperplasia endometrii, bahkan
kondisi proliferasi normal atau endometrium fase sekretori, polip endometrium
dapat menyulitkan diagnosis. 10,12,15,16
Akhir-akhir ini diusulkan untuk melakukan histeroskopi untuk mengurangi
risiko kegagalan diagnosis lesi intra kavum uteri dan dilanjutkan dengan biopsi
terarah sehingga angka kegagalannya dapat diminimalkan yaitu 2%, sedangkan
dengan D&C angka kegagalannya 14%. 17
Gejala yang biasanya berhubungan dengan hiperplasia endometrium tak
teratur, kadangkala perdarahan uterus yang profus. ini sering disertai dengan kram
perut, yang disebabkan oleh akumulasi darah di dalam rongga endometrium dan
keluarnya darah dan bekuan darah ini. Pada pasien dengan perdarahan
10
perimenopause biasanya berhubungan 60-80% atropi endometrium, hiperplasi 5-
10%, polip endometrial 2-12%. 10,12
Penanganan pada perdarahan perimenopausal dan menopausal adalah
pemeriksaan ginekologi dan USG untuk mengukur ketebalan endometrium, jika
didapatkan lebih dari 5 mm signifikan terhadap adanya lesi endometrium,
karenanya pada perdarahan postmenopausal dengan ketebalan endometrium < 5
mm tidaklah signifikan untuk dikatakan sebagai keadaan yang abnormal dan
hendaknya D & C dihindari. Gambaran USG hiperplasia endometrium tidak
pernah didapatkan jika ketebalan endometrium kurang dari 8 mm. 12,14
Pada penderita ini dengan keluhan menorhagia pada usia premenopause, dapat
kita fikirkan kemungkinan suatu hiperplasia endometrium , karena menurut Rivlin
ME merupakan 5-10% dari seluruh perdarahan premenopause.12.
Hal ini ditunjang dengan pemeriksaan ginekologi, yaitu didapatkan uterus
dengan konsistensi kenyal dengan ukuran yang lebih besar dari normal, yaitu
sebesar kehamilan 14 minggu. Dari hasil USG juga didapatkan hasil suatu mioma
uteri. Dari hasil D&C didapatkan; gambaran jaringan endometrium sebagian
myomatik dan gambaran transisional klimakterik endometrium dengan irreguler
sekresi, tanpa penjelasan yang lebih lanjut mengenai klasifikasi patologisnya,
sehingga hal tersebut harus dirinci lebih lanjut untuk langkah-langkah dalam
pengambilan tindakan selanjutnya.
Penanganannya tergantung usia penderita, gambaran histopatologi. Jika pada
penderita dengan usia muda dan hiperplasi glandular biasanya konservatif, tetapi
pada penderita postmenopause dengan tipe hiperplasia atipik pada banyak senter
dilakukan histerektomi totalis salfioooforekfomi bilateralis (HTSOB). Pada
penderita perimenopause harus dilakukan histerektomi atau pemberian progestin
tunggal dosis sedang . Keputusan untuk melakukan histerektomi tergantung
beratnya hiperplasi, keinginan untuk sterilisasi, adanya gejala klinik yang
menyertai seperti PUD dan kemungkinan keganasan. 12,20
Pada penderita ini dengan usia 49 tahun , jumlah anak 3 orang, adanya keluhan
menorhagia dengan jenis patologis dengan gambaran jaringan yang miomatik tapi
11
adanya gambaran transisional klimakterik endometrium belum merupakan
indikasi untuk dilakukan HTSOB, karena dapat regresi spontan 80%, dan kita
terapi secara Kitsner, yaitu dengan pemberian provera, 20 mg per oral/ hari
selama 10 hari ( hari 16-25 siklus) diulangi setiap 30 hari selama 6 bulan, atau
200 mg IM setiap 2 bulan untuk 3 dosis, dan dilakukan biopsi endometrium
setiap 3 bulan, pasien akan mengalami perdarahan yang tidak teratur. Pemberian
progesteron atau progestin sintetik mengembalikan hiperplasia atipik dan jinak ke
keadaan atropi. Pemberian estrogen-progestin lebih baik dibandingkan progestin
saja, karena pemberian progestin saja akan menimbulkan perdarahan yang tidak
teratur. Pemberian estrogen-progestin efektif mengembalikan kondisi
endometrium 11.
Pada penderita ini dengan diagnosis kerja menorhagia ec suspek mioma uteri,
maka berdasarkan bahwa; mioma uteri yang memberikan gejala hanya 20-50%.
Ada 2 gejala mioma terbanyak, yaitu PUA dan nyeri pelvis. Paling banyak
perdarahan abnormal tersebut adalah menorrhagia, meskipun dapat terjadi pada 3
jenis mioma tersebut, tetapi mioma submukosa cenderung lebih sering
menimbulkan komplikasi ini.5,19,20
Jika berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, kita dapat juga
mendiagnosis penderita ini dengan adenomiosis, yaitu berdasarkan anamnesis
menorrhagia, multiparitas, besar uterus,meskipun lebih dari 35% adenomiosis
tidak memberikan gejak klinis. Adenomiosis didefinisikan sebagai adanya invasi
glandula endometrium dan stroma ke dalam miometrium.1 Gambaran histologik,
yaitu bila ditemukan glandula endometrium di dalam miometrium. Gejala yang
ditemukan pada 50% penderita adalah PUA, dan 50% penderita dengan mioma
uteri juga didapatkan adenomiosis pada saat operasi. Pada kepustakaan juga
disebutkan bahwa gejala yang paling sering ditemukan pada adenomiosis uteri
adalah menoragia, dismenorea dan uterus yang makin membesar. Menoragia
makin lama makin banyak karena vaskularisasi jaringan bertambah banyak dan
mungkin juga otot-otot uterus tidak berkontraksi secara sempurna. Diagnosis pasti
adenomiosis baru dapat dibuat setelah pemeriksaan patologi anatomi.
12
Adenomiosis biasanya terjadi pada perempuan usia antara 40-50 tahun.
Diagnosis dibuat dengan pemeriksaan klinis dan USG. Dari pemeriksaan
ginekologi didapatkan uterus sebesar kehamilan 14 minggu, hal ini sesuai dengan
diagnosis bahwa pada adenomiosis jarang didapatkan uterus dengan ukuran lebih
dari 12 minggu. Karena dengan pemeriksaan fisik susah untuk membuat diagnosis
adenomiosis sebelum histerektomi, karena diagnosisnya tergantung seberapa
banyak bagian miometrium yang dapat dianalisis, karena beberapa patologis
mendefinisikan adenomiosis jika adanya invasi endometroium kedalam
miometrium jika lebih dari 2-3 mm dibawah endomiometrial junction. Dengan
USG transvaginal dapat mendeteksi adenomiosis dengan sensitifitas 86% dan
spesifisitas 50%, dengan MRI apabila didapatkan 12 mm dari endomiometrial
junction. Pengobatan yang jelas efektif untuk adenomiosis adalah histerektomi,
meskipun pengobatan hormonal seperti pada pengobatan mioma uteri juga dapat
efektif. Menurut anamnesis dapat disimpulkan bahwa kemungkinan adenomiosis
pada kasus ini belum dapat disingkirkan karena banyak persamaan antara
adenomiosis dan mioma uteri, meskipun berdasarkan pemeriksaan USG tidak ada
yang mendukung adanya adenomiosis.
Gambaran USG pada mioma uteri bervariasi, tergantung ukuran, lokasi dan
gangguan patologinya. Pembesaran uterus mungkin disebabkan oleh mioma kecil
yang difus memberikan gambaran uterus yang heterogen dan globuler. Mioma
mungkin memberikan gambaran yang mempunyai ciri yang berlainan pada
dinding uterus.14
Gambarannya bisa homogen atau heterogen, hipoekhoik atau hiperekhoik.
Ketebalan fibrotik ataupun kalsifikasi bisa memberikan gambaran yang
melemahkan transmisi dan membuat estimasi ukuran atau posisi mioma tidak
memadai.14
Gambaran USG adenomiosis memberikan sedikit informasi yang spesifik;
uterus mungkin membesar dan mungkin ada perubahan tekstur yang difus atau
fokal. Perbedaan yang spesifik dari mioma uteri tidak dapat dibuat. Adenomiosis
dibatasi oleh sedikit area yang difus tanpa batas yang tegas.14
13
Hillard menyatakan bahwa diagnosis mioma uteri sering ditegakkan dengan
adanya pembesaran uterus yang tidak rata. Sedangkan menurut Joedopoetro
pemeriksaan bimanual pada mioma uteri adanya tumor padat uterus yang
umumnya terletak di garis tengah atau agak ke samping. Pembesaran uterus pada
adenomiosis biasanya simetrik akan tetapi diagnosis pasti baru dapat dibuat setelah
pemeriksaan uterus pada saat operasi. Berdasarkan pemeriksaan fisik, diagnosis
penderita lebih menyokong pada suatu mioma uteri namun sampai disini diagnosis
pasti belum dapat ditegakkan.21
Berdasarkan kepustakaan tidak semua mioma uteri memerlukan tindakan
bedah, pilihan terapi mioma uteri secara umum adalah sebagai berikut:
1. Observasi
Tidak dibutuhkan pengobatan selain pengawasan, misalnya mioma uteri ukuran
kecil tanpa penyulit pada wanita usia muda atau menjelang menopause. Kriteria
di atas sudah tidak terpenuhi lagi pada kasus ini karena massa mioma uteri
sudah cukup besar, yaitu sebesar kehamilan 14 minggu.
2. Terapi hormonal
Dekade terakhir ini, dicoba dengan pemberian GnRH agonis terutama jika akan
dilakukan konservasi uterus. GnRH agonis diberikan dalam pengobatan mioma
karena dapat mengecilkan volume tumor, memudahkan pemisahan jaringan
fibrosa dengan miometrium normal dan mengurangi jumlah perdarahan saat
operasi. Pada kasus ini pemberian terapi hormonal tidak diberikan karena selain
secara ekonomis terlalu mahal mengingat kondisi sosial ekonomi penderita
termasuk sedang, juga fungsi reproduksi sudah tidak dapat diharapkan lagi.
3. Terapi operatif
Baik berupa pengangkatan massa tumor saja (miomektomi) atau dengan
pengangkatan uterus (histerektomi). 1
Kasus ini terapi yang paling sesuai adalah tindakan operatif berupa histeretomi totalis
dan salfingoooforektomi bilateralis dengan pertimbangan sebagai berikut:
a. gangguan haid
b.Ukuran uterus sebesar 14 minggu
14
c.Umur penderita 49 tahun
d.Fungsi reproduksi sudah sangat menurun
Penatalaksanaan mioma uteri berdasarkan kepustakaan adalah:
a. Observasi bila uterus < 12 minggu tanpa disertai penyulit lain., dapat dilakukan
selama 1-2 tahun.
b. Miomektomi bila fungsi reproduksi masih diperlukan dan secara teknik
memungkinkan.
c. Histerektomi bila fungsi reproduksi tidak diperlukan, pertumbuhan tumor sangat
cepat dan adanya komplikasi yang mengganggu serta membahayakan
penderita.
d. Keadaan khusus, adanya wondering myoma selalu dilakukan operatif. Mioma
dengan infertilitas, tergantung evaluasi faktor penyebab infertilitas yang lain.
Mioma dengan kehamilan penanganannya sangat tergantung dari perubahan yang
terjadi pada mioma itu sendiri
Berdasarkan standar pelayanan di bagian Kebidanan dan Kandungan RSMH,
dianut ketentuan:
1. Usia < 40 tahun dikerjakan histerektomi totalis tanpa Pengangkatan ovarium
2. Usia 40 - 45 tahun dilakukan histerektomi totalis dan salfingoooforektomi
unilateralis
3. Usia > 45 tahun dilakukan histerektomi totalis dan salpingoooforektomi
bilateralis.
Tindakan operatif berupa pengangkatan kedua ovarium atau menyebabkan
menopause artificial yang disebabkan hilangnya fungsi folikel ovarium.
Keadaan seperti di atas, apakah perlu pemberian Terapi Hormon Pengganti
{THP} masih belum ada kesepakatan
Maksud THP adalah untuk menggantikan hormon dalam tubuh yang sudah
berkurang, agar dapat mengembalikan fungsi fisiologik seorang wanita.
Pemberian THP dianjurkan pemberian estrogen alamiah yang memiliki sifat
dan kerja yang sama dengan hormon yang pernah ada dalam tubuh wanita
tersebut, seperti; estradiol, estron, estronsulfat, estriol dan ester estradiol seperti
15
estradiol benzoat, estradiol valerat atau estradiol suksinat, dan estrogen
terkonyugasi. Estrogen sintetik seperti; etinil estradiol, mestranol, sangat tidak
dianjurkan sebagai THP karena sangat memberatkan fungsi hati
Pemberian THP dengan estrogen selain dapat menghilangkan berbagai
macam keluhan klimakterik juga sebagai cara pencegahan terhadap terjadinya:
osteoporosis, penyakit jantung koroner, dimensia, stroke, kanker usus besar.
Berapa lama pemakaian THP ini, tidak ada ketentuan pasti. Selama merasa
nyaman dan tidak timbul efek samping yang serius, maka THP dapat digunakan
bertahun-tahun, bahkan 10 sampai 20 tahun.
RUJUKAN
1. Joedosepoetro Ms, Sutoto. Tumor jinak pada alat-alat genital. DaIam: Wiknjosastro H. Ilmu Kandungan. Edisi II. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirahardjo, 1997; 338-3452. Baker TR. Premalignant conditions of the endometrium (endometrial hyperplasia and adenocarcinoma in situ). In: Piver MS, Handbook of gynecologic oncology. 2 nd eds. Boston NewYork Toronto London: Little , Brown and Company, 1989; 133-I583. Thomson JD, Rock JA. Leiomyomata uteri and myomectomy. In: Te linde’s operative gynecology. 8th ed. Philadelphia: Lippincot-Reven Publisher, 1997;731-7654. Lumsten MA. Fibroids and menorrhagia. In: Shaw RW, uterine fibroids. New Jersey: Parthenon Publishing Group, I992;57-645. West CP.Uterine Fibroid: Clinical presentation and diagnostic techniques. In: Shaw RW, Uterine fibroids. New Jersey. Parthenon Publishing Group, 1992;35-446. Lumsden MA. The role of oestrogen and growth factors in the control of the growth of uterine leiomyomata, In: Shaw RW, Uterine fibroids. New Jersey: Partherion Publishing Group, 1992;9- 177. Speroff L,Glass RH, Kase NG. Clinical gynecologyc endocrinology and infertility 6th ed.Baltimore: Lippincot Williams & Wilkins,1997:5878. Kurmans RJ. Blaustein’s pathology of the female genital tract 4 th ed. Baltimore: Springer- Verlag New York Inc,1994:411-4269. Baziad A, Alkaff Z. Gangguan haid dan penatalaksanaannya. Dalam: Baziad A, Jakoeb TZ, Suryana EJ, Alkaff Z. Endokrinologi ginekologi. Jakarta: KSERI & Media Aesculapius,1993;17- 3410.Gusberg SB. The individual at high risk for endometrial carcinoma. Am J Obstet Gynecol 1976;126:535-54011. Chappatte O. Current fibroid management. Journal of pediatrics, Obstet Gynecol 1999;36-39 12.
Rivlin ME. Endometrial hyperplasia. In: Rivlin ME, Martin RW. Manual of clinical problems in obstetrics and gynecology, 5thed. Philadelphia: Lippincot Williams & Wilkins;433-435 13. Weshoff C, Heller D, Drosinos S, Tancer L. Risk factors for hyperplasia-associated versus atrophy-associated endometrial carcinoma. Am J Obstet Gynecol 2000;182:506-508 14. Yoder IC, Hall DA. Ultrasound evaluation of the uterus. In: Callen PW. Ultrasonography in osbtetrics and gynaecology, 3 rd ed. Philadelphia: WB. Saunders Company, 1994; 589-60915.Steward EA, Nowak RA. Leiomyoma related bleeding: a classic hypothesis updated for the molecular era. Human reproduction update 1996; 2supp 4:295-30616.Rein MS, Powell W Lee, Walters FC. Cytogenetic abnormalities in uterine myorna are
16
associated with myoma size. Maleculer human reproduction 1998;4 supp 83-86 17.Gross KL., Morton CC. Genetics and the development of fibroids. In: Gabbe SG, Scott JR. Clin Obstet gynecol 2001;44:335-344 18.Chavez NF, Stewart EA. Medical treatment of uterine fibroids. In: Gabbe SG, Scott JR. Clin Obstet gynecol 2001;44:372-37819.Guarnaccia MM, Rein MS. Traditional surgical approaches to uterine fibroids: abdominal myomectomy and hysterectomy. In: Gabbe SG, Scott JR. Clin obstet gynecol 2001; 44:385-39720. Puspita N, Hestiantoro A, Soebijanto S. Gambaran klinis adenomiosis. Bagian Obstetri dan Ginekologi FK UI RSUPNCM Jakarta. Kumpulan makalah PIT X Ujung Pandang 1997. 21. Myers ER, Barber MD, Asbhy TG et al. Management of uterine leiomyomata: what do we really know?. Obstet Gyneco1 2002;100: 8-15
17