UJI RESISTENSI BAKTERI Enterobacter sp. PADA IKAN …
Transcript of UJI RESISTENSI BAKTERI Enterobacter sp. PADA IKAN …
UJI RESISTENSI BAKTERI Enterobacter sp. PADA IKAN
BANDENG (Chanos chanos) DI TAMBAK JABON SIDOARJO
TERHADAP LOGAM BERAT DAN ANTIBIOTIK
SKRIPSI
ERIN WIJAYANINGRUM
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SURABAYA
JURUSAN ANALIS KESEHATAN
2017
UJI RESISTENSI BAKTERI Enterobacter sp. PADA IKAN
BANDENG (Chanos chanos) DI TAMBAK JABON SIDOARJO
TERHADAP LOGAM BERAT DAN ANTIBIOTIK
Skripsi ini diajukan
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains Terapan
ERIN WIJAYANINGRUM
NIM. P27834113030
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SURABAYA
JURUSAN ANALIS KESEHATAN
2017
i
ii
iii
MOTTO
Jangan berputus asa dan lompat dari perahu untuk
tenggelam. Teruslah mengayuh! Lelah… pasti!
but, keep on going ya! (Ika Natassa)
PERSEMBAHAN
Skripsi ini saya persembahkan untuk kedua orang tua dan
keluarga saya tercinta.
Terimakasih atas segalanya…
iv
ABSTRAK
Lumpur lapindo merupakan salah satu penyebab pencemaran logam berat di
lingkungan. Untuk itu, diperlukan suatu upaya pengolahan logam berat dengan
menggunakan bakteri yang resisten logam berat sehingga, dapat dikembangkan
menjadi agen bioremediasi lingkungan tercemar. Ditemukan beberapa jenis bakteri
yang resisten terhadap logam berat salah satunya adalah Enterobacter sp. Tujuan
penelitian adalah untuk mengetahui resistensi Enterobacter sp. terhadap logam
berat yaitu Timbal (Pb) dan Kadmium (Cd).
Isolat Enterobacter sp. yang digunakan adalah hasil isolasi dari ikan bandeng
di tambak Jabon Sidoarjo yang sudah tercemar oleh logam berat. Uji resistensi
bakteri terhadap logam berat dilakukan dengan metode pour plate secara aseptis
pada medium Nutrien Agar yang mengandung PbCl2 dan CdCl2 dengan konsentrasi
5 ppm, 10 ppm dan 25 ppm. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Toksikologi
jurusan Analis Kesehatan pada bulan Januari - Juni 2017.
Pada medium NA-PbCl2 konsentrasi 5 ppm, 10 ppm dan 25 ppm terjadi
pertumbuhan koloni bakteri berturut-turut sebanyak 16,25x106 CFU/ml, 13,2x106
CFU/ml dan 12,75x106 CFU/ml. Sedangkan pada medium NA-CdCl2 konsentrasi 5 ppm, 10 ppm dan 25 ppm terjadi pertumbuhan koloni bakteri berturut-turut
sebanyak 11,35 x106 CFU/ml, 10,35x106 CFU/ml dan 8,3x106 CFU/ml. Kemudian,
isolat bakteri Enterobacter sp. resisten Timbal sensitif terhadap antibiotik Kloramfenikol 30µg dan Tetrasiklin 30µg. Sedangkan bakteri Enterobacter sp. resisten Kadmium juga resisten terhadap kedua jenis antibiotik tersebut. Sehingga
dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa logam kadmium memiliki toksisitas lebih tinggi daripada logam timbal.
Kata Kunci : Enterobacter sp., timbal, kadmium, kloramfenikol, tetrasiklin.
v
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Allah SWT atas segala berkah dan karunia-Nya yang
telah diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Uji
Resistensi Bakteri Enterobacter sp. pada Ikan Bandeng (Chanos chanos) di
Tambak Jabon Sidoarjo terhadap Logam Berat dan Antibiotik”. Skripsi ini
disusun untuk memenuhi salah satu syarat menempuh ujian akhir guna
memperoleh gelar Sarjana Sains Terapan Analis Kesehatan di Poltekkes
Kemenkes Surabaya.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih banyak
kekurangan dan jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu penulis mohon dengan
segala kerendahan hati, pembaca berkenan memberikan kritik dan saran yang
membangun guna kesempurnaan penulisan dimasa mendatang. Penulis berharap
semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca khususnya dan bagi masyarakat pada
umumnya.
Surabaya, Juli 2017
Penulis
vi
UCAPAN TERIMAKASIH
Penyusunan skripsi ini tidak akan berhasil dengan baik dan lancar tanpa
adanya bimbingan, kritik, dan saran serta sumbangan pikiran dari semua pihak.
Oleh karena itu, penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak
yang telah membantu demi terselesaikannya skripsi ini. Bersamaan dengan ini
penulis ingin menyampaikan terima kasih serta penghargaan kepada :
1. Bapak Drs. Edy Haryanto, M.Kes selaku Ketua Jurusan Analis Kesehatan
Politeknik Kesehatan Surabaya.
2. Ibu Dra. Tuty Putri S M, Apt, M.Kes selaku dosen pembimbing I yang telah
bersedia meluangkan waktu untuk memberikan arahan, bimbingan, serta saran
selama penyusunan skripsi ini sehingga bisa terwujud skripsi ini.
3. Ibu Ayu Puspitasari, ST, M.Si selaku dosen pembimbing II yang telah bersedia
meluangkan waktu untuk memberikan arahan, bimbingan, serta saran selama
penyusunan skripsi ini sehingga bisa terwujud skripsi ini.
4. Ibu Indah Lestari, SE, S.Si, M.Kes selaku dosen penguji yang telah bersedia
memeriksa dan menguji skripsi ini sehingga skripsi ini bisa menjadi lebih
sempurna.
5. Seluruh dosen, staf dan karyawan Politeknik Kesehatan Kemenkes Surabaya
Jurusan Analis Kesehatan yang telah memberikan ilmu-ilmunya selama
menempuh jenjang pendidikan Diploma 4.
6. Ayah, ibuk, adek, kakek, nenek, mas-mas, mbak-mbakku terimakasih atas
semuanya. Kata-kata tidak akan cukup membalas semuanya, doakan anakmu
ini jadi anak yang berbakti, sukses dan tahu balas budi meskipun jasa kalian
sungguh luar biasa tak terhitung
vii
7. Ibu Dr. Dra. Enny Zulaika, M.P selaku penasehat, pembimbing, dan sudah
seperti orang tua sendiri, disaat saya butuh bantuan, masukan saran, ibu enny
bisa meluangkan waktunya yang super sibuk hanya untuk membantu saya.
8. Bapak Bambang, Bapak Salam dan Mas Lutfi yang bersedia bersusah payah di
saat awal penelitian ini membantu mencari ikan bandeng sampai ke daerah
Jabon Sidoarjo hanya untuk mendapatkan 5 ekor bandeng untuk sampel
penelitian ini.
9. Pratikah Verdianti, terimakasih atas kerjasamanya selama ini. Banyak suka
duka yang kita lewati bersama hanya demi penelitian ini. Terimakasih Pret!
10. Sevengirls + 1 (Risqo, Helmy, Khaula, Ilmi, Kamila, Ardiesti, Rista),
terimakasih atas persahabatan kita yang awet selama ini. Tetep saling dukung
satu sama lain, tetep jadi wanita-wanita kuat dan jaga persahabatan kita
sampai kapanpun. See you on top girls!
11. Sahabat until Jannah (Atay, Helmy, Ihsan), terimakasih atas kebersamaannya
selama ini. Tetep saling peduli, saling mengingatkan, dan jaga persahabatan
kita. Terimakasih bro!
12. Seluruh teman-teman JAK46 yang dengan luar biasanya memberi bala
bantuan agar penelitian bisa cepet selesai dan tidak pulang sampai larut
malam. Disaat dalam posisi terendah pun, kalian selalu ada dan
menyemangati. Terimakasih teman <3
13. Kepada semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang
sungguh besar bantuan kalian semua baik langsung maupun tidak langsung,
sehingga yang bisa terucap hanyalah ucapan terimakasih. Terimakasih sudah
membantu .
viii
...........
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ...................................................................
Halaman
HALAMAN DALAM .............................................................................i
LEMBAR PERSETUJUAN ...................................................................ii
LEMBAR PENGESAHAN .....................................................................iii
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ..........................................................iv
ABSTRAK ...............................................................................................v
KATA PENGANTAR .............................................................................vi
UCAPAN TERIMAKASIH ....................................................................vii
DAFTAR ISI ...........................................................................................ix
DAFTAR TABEL ...................................................................................xii
DAFTAR GAMBAR .............................................................................. xiii
DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................... xiv
BAB 1 PENDAHULUAN........................................................................1
13.1 Latar Belakang ........................................................................1
13.2 Rumusan Masalah....................................................................4
13.3 Batasan Masalah ......................................................................4
13.4 Tujuan Penelitian .....................................................................4
13.5 Manfaat Penelitian ...................................................................5
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ..............................................................7
2.1 Tambak ..................................................................................7
2.1.1 Definisi Tambak ............................................................7
2.1.2 Sumber Air Tambak ......................................................9
2.2 Ikan Bandeng ..........................................................................10
2.2.1 Taksonomi Ikan Bandeng (Chanos chanos) ...................10
2.2.2 Morfologi Ikan Bandeng (Chanos chanos) .....................11
2.2.3 Daur Hidup Ikan Bandeng (Chanos chanos) ..................12
2.3 Bakteri Enterobacter sp. pada Ikan Bandeng
(Chanos chanos) .....................................................................13
2.3.1 Enterobactericeae ..........................................................13
2.3.2 Bakteri Enterobacter sp .................................................14
2.3.3 Penyebaran Bakteri Enterobacter sp ..............................15
2.3.4 Cara Penularan Bakteri Enterobacter sp .........................15
2.3.5 Patogenitas Bakteri Enterobacter sp ..............................16
2.3.6 Identifikasi Bakteri Enterobacter sp ...............................16
2.3.7 Pertumbuhan Bakteri Enterobacter sp. di media ............16
2.4 LogamBerat ............................................................................17
2.5 Timbal (Pb) ............................................................................18
2.5.1 Sifat Fisika dan Kimia Timbal (Pb) ................................18
2.5.2 Karakteristik Timbal (Pb) ..............................................19
2.5.3 Sumber Pencemaran Timbal (Pb) ...................................20
2.5.4 Penyebaran Timbal (Pb) di Lingkungan .........................20
2.5.5 Mekanisme Masuknya Timbal (Pb)
dalam Tubuh Manusia ...................................................22
2.5.6 Metabolisme Timbal (Pb) dalam Tubuh Manusia ...........23
ix
2.5.7 Toksisitas Timbal (Pb) Masuk ke Tubuh Manusia ..........24
2.6 Kadmium (Cd) ........................................................................26
2.6.1 Sifat Fisika dan Kimia Kadmium (Cd) ...........................26
2.6.2 Kegunaan Kadmium (Cd) dan Persenyawaannya ...........28
2.6.3 Sumber Pencemaran Kadmium (Cd) ..............................28
2.6.4 Penyebaran Kadmium (Cd) di Lingkungan ....................28
2.6.5 Mekanisme Masuknya Kadmium (Cd)
Dalam Tubuh Manusia ...................................................29
2.6.6 Metabolisme Kadmium (Cd)
Dalam Tubuh Manusia ...................................................30
2.6.7 Toksisitas Kadmium (Cd) masuk ke
Tubuh Manusia ..............................................................31
2.7 Pemeriksaan Spektrofotometri Serapan Atom (AAS) ..............33
2.8 Mekanisme Bakteri terhadap Logam Berat ..............................34
2.9 Total Plate Count (TPC) dengan Metode Pour Plate...............36
2.9.1 Prosedur Metode Tuang (Pour Plate).............................37
2.10 Antibiotik ...............................................................................38
2.10.1 Antibiotik Kloramfenikol...............................................40
2.10.2 Antibiotik Tetrasiklin.....................................................41
BAB 3 KERANGKA KONSEP ..............................................................43
3.1 Kerangka Konsep ...................................................................43
3.2 Penjelasan Kerangka Konsep ..................................................44
BAB 4 METODE PENELITIAN............................................................45
4.1 Rancangan Penelitian ..............................................................45
4.2 Populasi dan Sampel ...............................................................45
4.3 Tempat dan Waktu Penelitian .................................................45
4.4 Variabel Penelitian..................................................................46
4.5 Definisi Operasional Penelitian ...............................................46
4.6 Teknik Pengumpulan Data ......................................................47
4.7 Bahan Penelitian .....................................................................48
4.8 Alat Penelitian ........................................................................48
4.9 Prosedur Penelitian .................................................................48
4.10 Alur penelitian ........................................................................52
4.11 Penjelasan Alur Penelitian ......................................................53
4.12 Interpretasi Hasil.....................................................................53
4.13 Teknik Analisis Data ..............................................................54
BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
5.1 Hasil Penelitian .......................................................................55
5.2 Analisa Data ...........................................................................57
5.3 Pembahasan ............................................................................60
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan ............................................................................64
6.2 Saran ......................................................................................65
x
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................. 66
LAMPIRAN ............................................................................................70
xi
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1. Persenyawaan Timbal (Pb) beserta Kegunaannya ....................19
Tabel 2.2. Kategori Timbal (Pb) dalam Darah Orang Dewasa ..................26
Tabel 2.3. Kegunaan Logam Kadmium (Cd) dan Persenyawaannya .........28
Tabel 2.4. Penggolongan Hasil Perhitungan TPC .....................................37
Tabel 5.1 Data Hasil Penelitian Resistensi Bakteri Enterobacter sp.
terhadap Logam Berat .............................................................55
Tabel 5.2 Data Hasil Penelitian Resistensi Bakteri Enterobacter sp.
terhadap Antibiotik .................................................................57
xii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1. Tambak di Desa Kalisogo Kecamatan Jabon Sidoarjo ........7
Gambar 2.2. Morfologi Ikan Bandeng (Chanos chanos) .........................11
Gambar 2.3. Koloni Bakteri Enterobacter sp. pada Media Mac Conkey 14
Gambar 2.4. Skema Penyebaran Logam di Lingkungan ..........................17
Gambar 2.5. Logam Berat Timbal (Pb) ...................................................18
Gambar 2.6. Akumulasi Timbal dalam Tubuh Manusia ..........................23
Gambar 2.7. Logam Berat Kadmium (Cd) ..............................................26
Gambar 2.8. Mekanisme Resistensi Bakteri terhadap Timbal ..................35
Gambar 2.9 Mekanisme Resistensi Bakteri terhadap Antibiotik .............39
Gambar 2.10. Struktur kimia Kloramfenikol .............................................40
Gambar 2.11. Struktur kimia Tetrasiklin ...................................................41
Gambar 3.1. Kerangka Konsep Penelitian Uji Resistensi Bakteri
Enterobacter sp. terhadap Logam Berat dan Antibiotik ......43
Gambar 4.1. Alur Penelitian Uji Resistensi Bakteri Enterobacter sp.
terhadap Logam Berat dan Antibiotik .................................52
Gambar 5.1 Uji Resistensi Bakteri Enterobacter sp. pada media NA-PbCl2 ........................................................................................................ 56
Gambar 5.2 Uji Resistensi Bakteri Enterobacter sp. pada media NA-CdCl2........................................................................................................ 56
Gambar 5.3 Uji Resistensi Bakteri Enterobacter sp. resisten Pb
terhadap Antibiotik.............................................................59
Gambar 5.4 Uji Resistensi Bakteri Enterobacter sp. resisten Cd
terhadap Antibiotik.............................................................60
Gambar 5.5 Grafik Jumlah koloni bakteri Enterobacter sp.
yang tumbuh pada media NA yang
bercampur Logam Berat .....................................................60
Gambar 5.6 Grafik diameter zona hambat bakteri Enterobacter sp.
terhadap antibiotik ..............................................................61
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Surat Izin Peminjaman Laboratorium .................................72
Lampiran 2 Hasil Pemeriksaan AAS IkanBandeng ................................73
Lampiran 3 Hasil Penelitian Uji Resistensi Bakteri Enterobacter sp.
terhadap Logam Berat dan Antibiotik .................................74
Lampiran 4 Bukti Revisi Skripsi ...........................................................75
Lampiran 5 Foto Dokumentasi Penelitian ..............................................76
Lampiran 6 Perhitungan ........................................................................79
xiv
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Akhir-akhir ini aktivitas manusia semakin bertambah seiring dengan pesatnya
pertumbuhan jumlah penduduk. Berdasarkan Laporan Direktorat Jenderal
Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan Kementerian Lingkungan
Hidup dan Kehutanan (KLHK) bahwa pada tahun 2015 mutu air sungai di 33
provinsi di Indonesia hampir 68 % dalam status tercemar berat.
Adanya bencana Lumpur Lapindo di Sidoarjo menyebabkan terjadinya
pencemaran lingkungan yang sampai saat ini belum bisa diatasi. Berdasarkan data
dari BPLS (Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo) bahwa semburan lumpur
lapindo secara bertahap telah menggenangi 12 desa yang terletak di 3 kecamatan
yaitu Porong, Tanggulangin, dan Jabon (Farida, 2013).
Berdasarkan hal tersebut, pemerintah memutuskan untuk mengalirkan lumpur
lapindo ke sungai porong. Namun, menurut Keputusan Presiden tanggal 27
September 2006 menyatakan pembuangan sebagian lumpur lapindo dilakukan
tanpa pengolahan terlebih dulu. Hal tersebut jelas menyebabkan sungai porong
menjadi tercemar oleh lumpur lapindo. Padahal di dalam Lumpur lapindo
mengandung zat-zat pencemar berbahaya seperti logam berat Timbal (Pb) dan
Kadmium (Cd).
Timbal (Pb) termasuk logam berat yang bersifat toksik baik pada hewan dan
manusia serta tidak memberikan keuntungan fungsional secara biologis terhadap
makhluk hidup. Ion timbal (II) atau Pb2+ merupakan ion logam berat toksik yang
1
2
dapat terakumulasi pada otot, diabsorbsi oleh tulang, ginjal, dan jaringan otak,
serta memiliki potensi mengakibatkan berbagai gangguan kesehatan. Sedangkan
Kadmium (Cd) merupakan logam berat yang dapat ditemukan pada lingkungan
dan memiliki efek toksik yang tinggi, walaupun pada konsentrasi yang rendah.
Cd juga dapat menyebabkan kanker paru-paru, prostat, pankreas, ginjal, dapat
mengganggu proses metabolisme, menghambat pembentukan asam nukleat, dan
sintesis protein (Astutik,2015).
Berdasarkan penelitian sebelumnya, logam berat Timbal (Pb) dan Kadmium
(Cd) yang terkandung di air sungai masing-masing sebesar 0,038 ppm dan 0,274
ppm (Yuniar, 2010). Sedangkan nilai ambang batas logam berat di perairan adalah
<0,01 ppm (Tarigan, 2003). Berdasarkan uji pendahuluan yang telah dilakukan
pada daging ikan bandeng kadar logam berat Timbal (Pb) dan Kadmium (Cd)
masing-masing sebesar 6,11 ppm dan 3,24 ppm. Sedangkan nilai ambang batas
logam berat di ikan untuk Timbal (Pb) 2 ppm dan untuk Kadmium (Cd)1 ppm.
Akibat dampak negatif yang ditimbulkan perlu dilakukan suatu upaya
pengolahan terhadap limbah logam berat, salah satunya yaitu dengan
Bioremediasi. Bioremediasi adalah pengembangan dari bidang bioteknologi
lingkungan yaitu dengan memanfatkan agen-agen biologi dalam mengendalikan
pencemaran. Salah satu agen biologi untuk bioremediasi adalah bakteri.
Bioremedasi mengunakan bakteri menguntungkan karena bersifat renewable,
efektif dan hampir tidak ada pengaruh sampingnya terhadap lingkungan karena
tidak menghasilkan racun (Rohmah, 2017). Berdasarkan uji pendahuluan yang
telah dilakukan didapatkan bakteri Enterobacter sp. pada ikan bandeng
dikarenakan pertumbuhan koloni bakterinya yang banyak pada media
3
pertumbuhan. Bakteri tersebut dapat dijadikan agen untuk bioremediasi apabila
bakteri tersebut dapat resisten terhadap logam berat Timbal (Pb) dan Kadmium
(Cd).
Sumber pengairan tambak masyarakat sekitar berasal dari sungai porong yang
sudah tercemar logam berat. Logam berat tersebut pastinya akan mencemari biota
yang ada di tambak tersebut, salah satunya yaitu ikan bandeng dan logam berat
tersebut akan terakumulasi dalam tubuh ikan bandeng. Apabila ikan bandeng
tersebut dikonsumsi secara terus menerus akan membahayakan kesehatan
masyarakat karena mengandung logam berat dan juga mengandung bakteri
resisten logam berat. Sehingga diperlukan suatu pengobatan dengan menggunakan
antibiotik (Ririn, 2015).
Antibiotik adalah zat kimia yang dihasilkan oleh mikroorganisme yang
mempunyai kemampuan untuk menghambat pertumbuhan dan membunuh
mikroorganisme (Dian dkk, 2015). Namun, penggunaan antibiotik secara terus
menerus tanpa memperhatikan dosis, akan mempercepat proses resistensi bakteri
terhadap antibiotik tersebut. Bakteri akan membuat mekanisme pertahanan diri
karena paparan yang terus menerus oleh antibiotik. Bahaya resistensi antibotik
merupakan masalah yang mengancam kesehatan masyarakat karena menyebabkan
terjadi kegagalan pengobatan (Saraswati dkk, 2012). Salah satu jenis antibiotik
yang digunakan disini adalah Kloramfenikol dan Tetrasiklin. Kloramfenikol dan
tetrasiklin adalah antibiotik spektrum luas yang efektif terhadap beberapa bakteri
anaerob (Dian, 2015).
Oleh karena itu, dilakukan penelitian mengenai bakteri yang resisten terhadap
logam berat yang diisolasi dari ikan bandeng yang dibudidayakan di tambak Jabon
4
Sidoarjo, sehingga diharapkan dapat diperoleh bakteri yang resisten terhadap
logam berat sehingga mampu untuk menguraikan logam berat menjadi bahan
yang tidak berbahaya. Kemudian di ujikan ke beberapa jenis antibiotik untuk
mengetahui adanya bakteri resisten logam berat yang juga resisten terhadap
antibiotik yang merupakan bahan untuk pengobatan masyarakat.
1.2 Rumusan Masalah
Apakah bakteri Enterobacter sp. pada ikan bandeng (Chanos chanos) di
tambak Jabon Sidoarjo resisten terhadap logam berat Timbal (Pb) dan Kadmium
(Cd) serta antibiotik Kloramfenikol dan Tetrasiklin ?
1.3 Batasan Masalah
1. Penelitian ini hanya mengidentifikasi bakteri pada tingkat genus.
2. Penelitian ini hanya untuk menganalisis resistesi bakteri Enterobacter sp.
terhadap logam berat Timbal (Pb) konsentrasi 5 ppm, 10 ppm, 25 ppm.
3. Penelitian ini hanya untuk menganalisis resistesi bakteri Enterobacter sp.
terhadap logam berat Kadmium (Cd) konsentrasi 5 ppm, 10 ppm, 25 ppm.
4. Penelitian ini hanya untuk mengetahui resistensi bakteri Enterobacter sp.
terhadap antibiotik Kloramfenikol 30 µg dan Tetrasiklin 30 µg.
5
1.4 Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Mengetahui resistensi bakteri Enterobacter sp. pada ikan bandeng (Chanos
chanos) di tambak Jabon Sidoarjo terhadap logam berat Timbal (Pb) dan
Kadmium (Cd) serta antibiotik Kloramfenikol dan Tetrasiklin.
2. Tujuan Khusus
a. Mengukur kandungan logam berat Timbal (Pb) pada ikan bandeng yang
diambil dari tambak Jabon Sidoarjo dengan metode AAS (Atom Absorbance
Spectrophotometer)
b. Mengukur kandungan logam berat Kadmium (Cd) pada ikan bandeng yang
diambil dari tambak Jabon Sidoarjo dengan metode AAS (Atom Absorbance
Spectrophotometer)
c. Menganalisis resistensi bakteri Enterobacter sp. yang diisolasi dari ikan
bandeng di tambak Jabon Sidoarjo terhadap logam berat Timbal (Pb)
d. Menganalisis resistensi bakteri Enterobacter sp. yang diisolasi dari ikan
bandeng di tambak Jabon Sidoarjo terhadap logam berat Kadmium (Cd)
e. Menganalisis resistensi bakteri Enterobacter sp. yang diisolasi dari ikan
bandeng di tambak Jabon Sidoarjo terhadap antibiotik Kloramfenikol
f. Menganalisis resistensi bakteri Enterobacter sp. yang diisolasi dari ikan
bandeng di tambak Jabon Sidoarjo terhadap antibiotik Tetrasiklin
6
1.5 Manfaat Penelitian
1. Bagi Teori
Sebagai sumber referensi kepada peneliti tentang resistensi bakteri
Enterobacter sp. pada ikan bandeng (Chanos chanos) di tambak Jabon Sidoarjo
terhadap logam berat Timbal (Pb) dan Kadmium (Cd) serta antibiotik
Kloramfenikol dan Tetrasiklin
2. Bagi Praktis
a. Sebagai sumber informasi tentang kadar logam berat Timbal (Pb) dan
Kadmium (Cd) pada ikan bandeng di tambak Jabon Sidoarjo
b. Sebagai sumber informasi tentang bakteri pada ikan bandeng yang diambil
dari tambak Jabon Sidoarjo
c. Sebagai sumber informasi tentang resistensi bakteri Enterobacter sp. terhadap
logam berat Timbal (Pb) dan Kadmium (Cd) yang diambil dari ikan bandeng
di tambak Jabon Sidoarjo
d. Sebagai sumber informasi tentang resistensi bakteri Enterobacter sp. terhadap
antibiotik Kloramfenikol dan Tetrasiklin
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tambak
2.1.1 Definisi
Gambar 2.1.Tambak di Desa Kalisogo Kecamatan Jabon Sidoarjo
Tambak adalah kolam yang dibangun di daerah pasang surut yang digunakan
untuk memelihara ikan, udang, dan hewan lainnya yang biasa hidup di air payau.
Istilah tambak digunakan untuk air asin atau air payau, sedangkan istilah kolam
digunakan untuk air tawar atau empang (Wulandary, 2014). Tambak pada
umumnya memiliki karakteristik berupa dasar tanah yang berlumpur, sedikit
berpasir, kedalaman air antara 50–100 cm dengan kontur tanah melandai 5-10 cm.
Disetiap petak tambak terdapat 2 pintu air sebagai pintu air masuk dan pintu air
keluar. Agar tambak mudah dikeringkan dan dibersihkan dari sisa pakan, maka
dasar tambak dibuat miring ke tengah dengan tingkat kemiringan 1-2 %.
Wilayah pesisir Kecamatan Jabon memiliki lahan yang cocok untuk
pengembangan pertanian, perikanan, permukiman dan hutan. Sebagian besar
7
8
masyarakat bekerja di bidang pertanian dan tambak yang merupakan subsektor
unggulan Kabupaten Sidoarjo. Kecamatan Jabon memiliki area pertambakan yang
berada di sekitar wilayah semburan lumpur lapindo yang meliputi 4 desa yaitu
Permisan, Kedung Pandan, Tambak Kalisogo dan Kupang dengan luas 4.144,07
hektar yang berupa tambak polikultur (udang dan ikan bandeng) yang terdiri dari
tambak tradisional sebesar 3.729,66 hektar dan tambak semi intensif sebesar
414,41 hektar (Yuniar dkk, 2010).
Desa Tambak Kalisogo merupakan salah satu desa yang berjarak kurang lebih
5 km dari pesisir laut. Dari data sekunder yang didapatkan, tanah di desa Tambak
Kalisogo sebanyak 70 % adalah tanah pertambakan. Sehingga sebagian besar
masyarakat yang hidup di desa Tambak Kalisogo bermata pencaharian sebagai
petani tambak. Namun Semburan lumpur lapindo yang terjadi di Desa
Renokenongo, Kecamatan Porong, Kabupaten Sidoarjo menyebabkan kerusakan
lingkungan yang hingga kini belum dapat diatasi dan dampaknya semakin meluas,
salah satunya adalah penurunan ekosistem muara sungai yang banyak
dimanfaatkan oleh penduduk sebagai daerah pertanian tambak (Amanda, 2015).
Desa Tambak Kalisogo yang letaknya hanya sekitar 14 km dari semburan Lumpur
Lapindo dan jarak dengan tanggul paling timur adalah sekitar 7 Kilometer
mempengaruhi budidaya tambak warga desa Tambak Kalisogo tersebut karena
pencemaran air yang terjadi disebabkan oleh buangan lumpur lapindo ke Sungai
Berantas sehingga menjadikan terbawanya lumpur beserta air lapindo ke laut atau
Selat Madura. Air yang mengandung lumpur lapindo kemudian mengalir ke
sungai-sungai kecil disekitar laut dan salah satunya mengalir di sungai-sungai
9
sepanjang Kecamatan Jabon dan dijadikan masyarakat sekitar untuk budidaya
tambak (Haq, 2014).
2.1.2 Sumber Air Tambak
Sumber air untuk tambak adalah hal yang sangat penting. Kualitas sumber air
sangat dipengaruhi oleh suhu, oksigen, derajat keasaman, salinitas, kecerahan, dan
zat berbahaya lainnya. Perpres No.48 tahun 2008 pasal 9 menyatakan bahwa
Deputi Bidang Operasional mempunyai tugas melakukan penanganan lumpur
lapindo ke Sungai Porong yang kemudian dialirkan ke laut. Kandungan lumpur
dan air luapan lumpur yang merembes ke sebagian areal pertambakan akan
mengakibatkan penurunan kualitas air tambak yang berpengaruh pula terhadap
hasil budidaya petani tambak di daerah tersebut. Jika berlangsung lama, tentunya
akan berpengaruh secara tidak langsung terhadap produktifitas perairan karena
kecilnya tingkat keberlangsungan hidup fitoplankton sebagai produsen primer
perairan (Samsundari dkk, 2011). Sumber air tambak di desa Tambak Kalisogo
diperoleh melalui potensi pasang surut air laut melalui Sungai Porong dengan
menggunakan pompa air untuk membantu memasukkan air ke petak-petak tambak
pada saat air laut pasang. Selain itu juga berasal dari aliran sungai yang melewati
dua desa yaitu desa Tambak Kalisogo dan Desa Kedung Pandan padahal aliran
sungai tersebut digunakan sebagai tempat pembuangan limbah pabrik sebelum
dialirkan ke sungai yang berasal dari Kecamatan Bangil. Aliran sungai tersebut
dimanfaatkan juga sebagai saluran masuk dan keluar suplay air yang berasal dari
laut ke tambak maupun sebaliknya (Amanda, 2015).
Setelah pembuangan luapan lumpur lapindo ke Sungai Porong, kadar oksigen
mengalami penurunan dari 1,0-2,2 mg/L menjadi 1,0-4,2 mg/L, nilai rata-rata pH
10
air bervariasi antara 7,0-7,9, logam berat seperti Kadmium, Merkuri, Timbal,
Tembaga dan Besi dari yang terdeteksi dalam kadar sangat kecil menjadi
terdeteksi yaitu Timbal (Pb) sebesar 0,038 mg/L, Tembaga (Cu) sebesar 0,114
mg/L, Seng (Zn) sebesar 0,305 mg/L, Besi (Fe) sebesar 0,25 mg/L dan Kadmium
(Cd) sebesar 0,274 mg/L (Yuniar dkk, 2010).
2.2 Ikan Bandeng (Chanos chanos)
2.2.1 Taksonomi Ikan Bandeng (Chanos chanos)
Ikan bandeng (Chanos chanos) termasuk jenis ikan yang dapat dijumpai di
daerah air tawar, air payau, dan air laut serta toleran terhadap perubahan kualitas
lingkungan dan tahan terhadap serangan berbagai penyakit (Wulandary, 2015).
Ikan Bandeng dalam bahasa latin adalah Chanos chanos, bahasa inggris Milkfish,
dan dalam bahasa bugis Makasar Bale Bolu. Pertama kali ditemukan oleh
seseorang bernama Dane Forsskal pada tahun 1925 di laut merah (Pranata, 2011).
Menurut Sudrajat (2008) taksonomi dan klasifikasi ikan bandeng adalah sebagai
berikut :
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Subfilum : Vertebrata
Kelas : Osteichthyes
Ordo : Gonorynchiformes
Family : Chanidae
Genus : Chanos
Spesies : Chanos chanos
11
Nama luar : Milkfish
Nama lokal : Bolu, Muloh, Ikan Agam
Gambar 2.2. Morfologi Ikan Bandeng (Chanos chanos)
2.2.2 Morfologi Ikan Bandeng (Chanos chanos)
Ikan bandeng (Chanos chanos) merupakan spesies tunggal dalam familia
Chanidae di ordo Gonorynchiformes. Ikan Bandeng memiliki tubuh yang
ramping, panjang, pipih, dan oval menyerupai torpedo. Perbandingan tinggi dan
panjang total sekitar 1:(4,0-5,2) (Pranata, 2011). Ukuran kepala seimbang dengan
ukuran tubuhnya, berbentuk lonjong dan tidak bersisik, dengan Mulut ikan
bandeng agak runcing (Fidyandini, 2013). Sirip dada ikan bandeng berbentuk
segitiga yang terbentuk dari lapisan semacam lilin, terletak di belakang insang di
samping perut. Sirip punggung pada ikan bandeng terbentuk dari kulit yang
berlapis dan licin yang berbentuk segiempat. Sirip punggung tersusun dari tulang
sebanyak 14 batang. Sirip ini terletak pada puncak punggung yang berfungsi
untuk menjaga keseimbangan saat berenang. Sirip perut terletak di bagian bawah
tubuh dan sirip anus terletak di bagian depan anus. Di bagian paling belakang
12
tubuh ikan bandeng terdapat sirip ekor berukuran paling besar dibandingkan sirip-
sirip lainnya. Pada bagian ujung berbentuk runcing, semakin ke pangkal ekor
semakin lebar dan berbentuk seperti gunting terbuka. Sirip ekor berfungsi sebagai
kemudi laju tubuhnya ketika bergerak (Pranata 2011).
Habitat ikan bandeng adalah di Samudra Hindia dan Samudra Pasifik,
kemudian dikembangkan hingga bisa dipelihara di air payau. Ikan bandeng hidup
secara bergerombol dan banyak ditemukan di perairan sekitar pulau-pulau dengan
dasar karang. Ikan bandeng pada masa muda hidup di laut selama 2-3 minggu,
kemudian berpindah ke rawa-rawa bakau dan daerah payau. Setelah dewasa, ikan
bandeng kembali ke laut untuk berkembang biak. Di habitat asli ikan bandeng
mempunyai kebiasaan mengambil makanan dari lapisan atas dasar laut, berupa
tumbuhan mikroskopis, yang strukturnya sama dengan klekap di tambak. Klekap
terdiri atas ganggang kersik (Bacillariopyceae), bakteri, protozoa, cacing dan
udang renik atau biasa disebut “Microbenthic Biological Complex”. Makanan ikan
bandeng disesuaikan dengan bukaan mulutnya. Hal tersebut diadaptasikan dalam
kegiatan budidaya, yang memanfaatkan klekap sebagai pakan alami. Dalam
budidaya ikan bandeng juga telah memanfaatkan penggunaan pakan buatan atau
pellet (Tim perikanan WWF, 2014).
2.2.3 Daur Hidup Ikan Bandeng (Chanos chanos)
Ikan bandeng dalam pertumbuhannya mengalami beberapa fase yaitu telur,
larva, juvenil dan ikan bandeng dewasa. Ikan bandeng dewasa melakukan
pemijahan di laut lepas. Telurnya bersifat pelagis dan mengapung di air tenang
bersalinitas >34 ppt. Juvenil ikan bandeng berukuran lebih dari 20 mm dengan
bentuk, karakteristik dan morfologi seperti ikan bandeng dewasa. Habitat juvenil
13
ikan bandeng ditemukan di karang laguna, laguna mangrove, muara, rawa-rawa,
sungai pasang surut. Ikan bandeng dewasa memiliki panjang 50-150 cm. Selama
musim kawin, ikan bandeng berada di pesisir pantai yang berpasir dengan
terumbu karang dan celah-celah batu (Fidyandini, 2013).
2.3 Bakteri Enterobacter sp. pada Ikan Bandeng (Chanos chanos)
2.3.1 Enterobacteriaceae
Enterobacteriaceae saat ini memiliki 53 genus dan lebih dari 170 spesies.
Dari jumlah tersebut, 26 genus diketahui berhubungan dengan infeksi yang terjadi
pada manusia. Tata nama dari Enterobacteriaceae ini rumit dan sudah didasarkan
pada karakteristik biokimia dan antigenik. Dengan menggunakan penerapan
teknologi baru seperti hibridisasi DNA telah menghasilkan banyak perubahan
dalam klasifikasi Enterobacteriaceae.
Enterobacteriaceae memiliki karakteristik berupa batang gram negatif,
bersifat motil dengan flagel, berkembang biak pada media MacConkey, tumbuh
secara aerob maupun anaerob, melakukan fermentasi glukosa, memproduksi gas,
uji katalase positif, uji oksidase negatif, mereduksi nitrat menjadi nitrit dan
tumbuh baik pada media pepton. Enterobacteriaceae dapat dijumpai di tanah, air,
tanaman, manusia dan hewan (PHE, 2015).
14
2.3.2 Bakteri Enterobacter sp
Gambar 2.3. Koloni Bakteri Enterobacter sp. pada Media Mac Conkey
Klasifikasi Ilmiah menurut Hormaeche & Edwards 1960 yaitu :
Kingdom: Bacteria
Phylum : Proteobacteria
Class : Gammaproteobacteria
Order : Enterobacteriales
Family : Enterobacteriaceae
Genus : Enterobacter
Enterobacter sp. terdiri dari 11 spesies, tetapi hanya 8 spesies yang berhasil
diisolasi dari material klinis. Enterobacter sp. adalah salah satu kelompok bakteri
berbentuk batang dari famili Enterobactericiae, yang diklasifikasikan sebagai
anaerob fakultatif yang berarti mampu berkembang baik dalam lingkungan
aerobik dan anaerobik. Enterobacter sp. adalah fakultatif anaerob basil gram-
negatif, diameter 0,6-1 µ dan panjang 1,2-3 µ. Enterobacter sp. memiliki flagel
peritrik dan mempunyai kapsul sebagai pelindung (Rahmi, 2014). Enterobacter
15
sp. memiliki suhu pertumbuhan optimum 30 oC. Enterobacter sp. memiliki
karakteristik umum seperti Klebsiella sp. tetapi berbeda pada motil dan hasil
ornitin yaitu positif. Pada manusia, beberapa Enterobacter sp. dikenal sebagai
patogen oportunistik (organisme penyebab penyakit), termasuk Enterobacter
cloacae, Enterobacter aerogenes, Enterobacter sakazakii, Enterobacter
gergoviae, dan Enterobacter agglomerans.
2.3.3 Penyebaran Bakteri Enterobacter sp.
Enterobacter sp. tersebar luas di alam dan ditemukan di produk tanah, air,
susu, flora normal pada usus hewan dan manusia. Misalnya Enterobacter cloacae
dan Enterobacter aerogenes menghuni usus manusia dan hewan dan juga dapat
ditemukan dalam limbah. Selain itu, Enterobacter aerogenes ditemukan dalam
produk susu. Enterobacter cloacae dan Enterobacter aerogenes bertanggung
jawab untuk sebagian besar infeksi akibat Enterobacter sp. masing-masing
sebesar 65-75 % dan 15-25 %. Menurut Pusat Pengendalian dan Pencegahan
Penyakit (CDC), Enterobacter sp. biasanya ditemukan di unit perawatan intensif
dan 8,6 % menyebabkan infeksi nosokomial (infeksi yang didapat saat seseorang
berada di rumah sakit). Enterobacter sp. menjadi penyebab paling umum dari
bakteremia pada orang dewasa sebesar 1,5-6 % (PHE, 2010).
2.3.4 Cara Penularan Bakteri Enterobacter sp.
Cara penularan Bakteri Enterobacter sp. adalah melalui kontak langsung atau
tidak langsung dari permukaan mukosa, orang dengan sistem kekebalan tubuh
lemah (imunokompromais). Enterobacter sp. juga dapat menyebar melalui rute
fecal-oral (PHE, 2010).
16
2.3.5 Patogenitas Bakteri Enterobacter sp.
Enterobacter sp. terutama Enterobacter aerogenes dan Enterobacter cloacae
dikaitkan dengan wabah nosokomial dan dianggap sebagai patogen oportunistik.
Enterobacter sp. dapat menyebabkan berbagai infeksi, termasuk abses otak,
pneumonia, meningitis, septisemia, infeksi saluran kemih terutama akibat kateter,
infeksi usus perut, infeksi pasca operasi. Banyak spesies Enterobacter sp. dapat
menyebabkan infeksi ekstra intestinal, misalnya Enterobacter sakazakii yang
dikaitkan dengan abses otak pada bayi dan meningitis dengan tingkat kematian
meningitis akibat bakteri berkisar 40-80 % (PHE, 2010).
2.3.6 Identifikasi Bakteri Enterobacter sp.
Sampel yang diperlukan berasal dari urin, feses, sekresi pernapasan, eksudat
luka, darah, air, tanah, dan tanaman. Spesimen feses harus di amati adanya darah
atau lendir. Enterobacter sp. dapat diisolasi menggunakan media MacConkey,
EMB (Eosin Metilen Blue) atau BAP (Blood Agar Plate) dan proses identifikasi
Enterobacter sp. bisa menggunakan tes PCR (PHE, 2010).
2.3.7 Pertumbuhan Bakteri Enterobacter sp. di Media
Enterobacter sp. pada media MacConkey teridentifikasi dengan penampakan
membentuk koloni berlendir besar yang berwarna merah muda karena fermentasi
laktosa. Enterobacter sp. dibiakkan pada media Eosin Metilen Biru (EMB) yang
merupakan media selektif untuk bakteri gram negatif. Pada TSIA, Enterobacter
sp. membentuk warna pada lereng dan dasar menjadi kuning, membentuk gas
kecuali Enterobacter agglomerans, dan H2S negatif. Untuk uji indol dan adonitol
mayoritas hasilnya negatif, uji arabinosa hasilnya positif dan untuk uji serbitol
sebagian ada yang positif, dan sebagian lainnya hasilnya negatif. Pada pegujian
17
sitrat hasilnya positif. Untuk uji VP hasilnya positif dan uji MR semua
Enterobacter sp. hasilnya negatif (Benson, 2008).
2.4 Logam Berat
Logam berat adalah unsur-unsur kimia dengan densitas lebih besar dari
5g/cm3 yang terletak disudut kanan bawah pada sistem periodik unsur,dan
biasanya bernomor atom 22 sampai 92, dari periode 4 sampai 7 (Ernawati, 2010).
Keberadaan logam berat di alam berasal dari dua sumber yaitu secara alami yang
ada di alam dan yang kedua dari antropogenik dimana keberadaan logam berat
diakibatkan aktivitas manusia seperti limbah industri (Fernanda, 2012).
Pencemaran logam berat hasil kegiatan industri sangat potensial merusak
lingkungan perairan dan menyebabkan terkumpulnya logam berat dalam sedimen
dan biota air. Logam berat ditemukan dan menetap di alam tersebar dalam batu-
batuan, bijih tambang, tanah, air dan udara.
Gambar 2.4. Skema Penyebaran Logam di Lingkungan
18
2.5 Timbal (Pb)
2.5.1 Sifat Fisika dan Kimia Timbal (Pb)
Gambar 2.5. Logam Berat Timbal (Pb)
Logam berat Timbal (Pb) dalam bahasa ilmiahnya dinamakan Plumbum dan
disimbolkan dengan Pb, sedangkan dalam kehidupan sehari-hari disebut dengan
timah hitam. Logam timbal adalah jenis logam lunak berwarna coklat kehitaman
dan mudah dimurnikan. Logam timbal termasuk dalam kelompok logam-logam
golongan IV-A, mempunyai nomor atom 82 dengan berat atom 207,2 (Bangun,
2005). Logam timbal (Pb) memiliki titik lebur 328 oC (662 oF), titik didih 1740 oC
(3164 oF), dan memiliki gravitasi 11,34 (Irsanti, 2013). Melalui proses-proses
geologi timbal terkonsentrasi dalam deposit seperti bijih logam. Persenyawaan
bijih logam timbal ditemukan dalam bentuk galena (PbS), anglesit (PbSO4), dan
dalam bentuk minim (Pb3O4) (Palar, 1994). Sehingga, logam timbal jarang
ditemukan dalam bentuk logam tunggal tetapi biasanya ditemukan bergabung
dengan dua atau lebih logam lainnya dalam satu komposisi, seperti dengan logam
Perak (Ag), Seng (Zn), Arsen (Ar), Stibi (Sb) dan Bismut (Bi) (Irsanti, 2013).
19
Berikut ini adalah bentuk persenyawaan timbal (Pb) dan kegunaannya (Palar,
1994) :
Tabel 2.1. Persenyawaan Timbal (Pb) beserta Kegunaannya
Bentuk Persenyawaan Kegunaan
Pb + Sb Kabel telepon
Pb + As + Sn + Bi Kabel listrik
Pb + Ni Senyawa azida untuk bahan peledak
Pb + Cr + Mo + Cl Untuk Pewarnaan pada cat
Pb + Asetat Pengkilap keramik dan bahan anti api
Pb + Te Pembangkit listrik tenaga panas
Tetrametil-Pb & Tetraetil-Pb Aditif untuk bahan bakar kendaraan bermotor
Sumber : Palar, H., 1994. Pencemaran dan Toksikologi Logam Berat
2.5.2 Karakteristik Timbal (Pb)
Timbal memiliki karakteristik sebagai berikut yaitu (Palar, 1994) :
1. Timbal (Pb) memiliki titik cair rendah sehingga jika digunakan dalam bentuk
cair dibutuhkan teknik yang cukup sederhana dan tidak mahal
2. Timbal (Pb) merupakan logam yang lunak sehingga mudah diubah menjadi
berbagai bentuk
3. Timbal (Pb) merupakan logam yang tahan terhadap karat sehingga timbal
sering digunakan sebagai bahan pelindung (coating)
4. Densitas atau kerapatan Timbal (Pb) lebih tinggi dibandingkan dengan logam
lainnya kecuali emas dan merkuri
5. Timbal (Pb) merupakan penghantar listrik yang tidak baik
20
2.5.3 Sumber Pencemaran Timbal (Pb)
1. Sumber Alami
Timbal (Pb) dapat ditemukan secara alami di alam dan secara buatan. Timbal
ditemukan secara alami dalam bebatuan sekitar 13 mg/Kg. Timbal yang terdapat
di tanah berkadar sekitar 5-25 mg/Kg. Sedangkan di air bawah tanah sebesar 1-60
µg/liter dan di air permukaan terutama sungai dan danau sebesar 1-10 µg/liter.
Secara alami, timbal juga dapat ditemukan dalam tumbuhan yaitu sebesar 3,0
µg/gram (Palar, 1994).
2. Sumber Industri
Timbal dapat ditemukan di semua industri yang memakai Timbal dalam
proses produksinya. Diantaranya yaitu industri pengecoran, pembuatan baterai,
kabel, industri pembuatan cat (Palar, 1994).
3. Sumber dari Transportasi
Timbal (Pb) yang banyak dipakai pada bahan bakar berupa Tetra Ethyl Lead
dan Tetra Methyl Lead. Tetra Ethyl Lead (TEL) atau (C2H5)4Pb adalah salah satu
timbal yang dicampur kedalam bahan bakar. Timbal yang bercampur dengan
bahan bakar akan bercampur juga dengan oli dan melalui proses di dalam mesin
sehingga timbal akan keluar dari knalpot bersama gas buang lainnya (Palar, 1994).
2.5.4 Penyebaran Timbal (Pb) di Lingkungan
1. Di Udara
Timbal di udara dapat berasal dari cerobong pabrik sampai pada knalpot
kendaraan bermotor.Emisi timbal di dalam lapisan atmosfer berupa gas dan
partikel. Emisi timbal dalam bentuk gas berasal dari buangan gas kendaraan
bermotor yang merupakan hasil samping dari pembakaran senyawa Tetrametil-Pb
21
dan Tetraetil-Pb yang selalu ditambahkan dalam bahan bakar kendaraan bermotor
yang berfungsi sebagai anti ketuk pada mesin kendaraan. Sumber-sumber lain
yang menyebabkan timbal masuk ke udara adalah pembakaran batu bara, asap
dari pabrik-pabrik yang mengolah senyawa alkil-Pb, Pb-oksida karena senyawa
alkil-Pb yang terdapat dalam bahan bakar sangat mudah menguap (Palar, 1994).
Sedangkan baku mutu untuk timbal di udara adalah sebesar 0,025 – 0,04 gr/Nm3
(Irsanti, 2013).
2. Di Air
Timbal di air dapat ditemukan secara alamiah selain itu bisa juga dari
kegiatan manusia. Secara alamiah, timbal masuk ke badan perairan melalui
pengkristalan timbal di udara dengan bantuan air hujan dan berasal dari proses
korosifikasi dari batuan mineral akibat gelombang dan angin. Sedangkan akibat
dari aktivitas manusia, timbal terdapat pada limbah industri yang mengandung
timbal dan dibuang ke perairan (Palar, 2008). Badan perairan yang telah
kemasukan senyawa atau ion-ion Pb sehingga jumlah Pb dalam badan perairan
melebihi konsentrasi dapat mengakibatkan kematian bagi biota perairan. Menurut
WHO, baku mutu timbal di perairan 0,1 mg/liter, sedangkan menurut KLH No. 02
tahun 1988 baku mutu timbal di perairan yaitu sebesar 0,05 mg/liter. Dalam air
minum juga dapat ditemuka senyawa Pb bila air tersebut disimpan atau dialirkan
melalui pipa yang merupakan persenyawaan dari logam Pb (Palar, 1994).
3. Di Tanah
Timbal di tanah dapat berasal dari pembuangan kendaraan bermotor. Kadar
rata-rata timbal di tanah sebesar 5-25 mg/Kg.
22
4. Di Batuan
Kandungan timbal dalam beberapa batuan kerak bumi sangat beragam.
Menurut Weapohl (1961) menyatakan bahwa kadar timbal pada batuan sebesar
10-20 mg/Kg. Sedangkan di bumi sendiri, mengandung timbal sebesar 13 mg/kg
(Mukono, 2002).
2.5.5 Mekanisme Masuknya Timbal (Pb) dalam Tubuh Manusia
Proses masuknya timbal dalam tubuh manusia dapat melalui beberapa cara
yaitu :
1. Melalui saluran pernapasan, sekitar 80 % timbal masuk ke dalam tubuh malalui
saluran pernapasan. Kemudian masuk ke pembuluh darah paru. Timbal yang
terhirup akan berikatan dengan darah dan diedarkan ke seluruh jaringan organ
tubuh. Tingkat penyerapan timbal sangat dipengaruhi oleh ukuran partikel dari
senyawa Pb yang ada dan volume udara yang mampu dihirup pada saat
bernafas. Makin kecil ukuran partikel debu dan makin besar volume udara
yang mampu terhirup, maka akan semakin besar pula konsentrasi Pb yang
diserap oleh tubuh (Palar, 1994). Lebih dari 90 % timbal yang terserap oleh
darah berikatan dengan sel darah merah (Fernanda, 2012).
2. Melalui makanan dan minuman, sekitar 14 % yang ikut dalam metabolisme
tubuh. Namun, jumlah Pb yang masuk bersama makanan dan minuman masih
mungkin ditolerir oleh lambung disebabkan karena asam lambung mempunyai
kemampuan untuk menyerap logam Pb, namun pada kenyataannya Pb lebih
banyak dikeluarkan oleh tinja.
3. Penetrasi pada selaput atau lapisan kulit, sekitar 1 % yang disebabkan senyawa
timbal dapat larut dalam lemak. Senyawa timbal tersebut dapat melakukan
23
penetrasi apabila partikel timbal menempel pada permukaan kulit (Fernanda,
2012).
2.5.6 Metabolisme Timbal (Pb) dalam Tubuh Manusia
Gambar 2.6. Akumulasi Timbal dalam Tubuh Manusia
Timbal masuk ke dalam tubuh akan di distribusikan ke darah, cairan
ekstraseluler, dan beberapa tempat deposit. Tempat deposit timbal berada di
jaringan lunak (hati, ginjal, dan saraf) dan jaringan keras (tulang dan gigi). Pada
tulang sebesar 60 %, hati 25 %, ginjal 4 %, saraf 3 %, dan ke jaringan lainnya
(Venugopal, 1978). Dampak paparan timbal pada orang dewasa berpengaruh pada
tekanan darah tinggi, keguguran, pria yang kurang subur, gagal ginjal, kehilangan
keseimbangan, gangguan pendengaran, ketulian, dan rusaknya saraf seperti lambat
dalam beraksi. Pada wanita hamil timbal dapat melewati plasenta kemudian akan
ikut masuk dalam sistem peredaran darah janin yang menyebabkan janin dalam
kandungannya ikut terpapar, sehingga dapat menyebabkan kelahiran prematur,
dan timbal akan dikeluarkan bersama dengan air susu ibu. Wanita hamil yang
terpapar timbal berat badan bayinya rendah, mengalami toksisitas dan bahkan
kematian. Adanya timbal yang berlebihan dalam tubuh anak akan mengakibatkan
24
kejadian anemia yang terus menerus, dan akan berdampak pada penurunan
intelegensia. Pada anak-anak tingkat penyerapan timbal mencapai 53 % dan akan
menjadi lebih tinggi lagi apabila si anak kekurangan kalsium, zat besi dan zink
dalam tubuhnya, sedangkan dewasa hanya menyerap 10-15 %. Anak dapat
menyerap tiga kali dosis lebih besar dibandingkan orang dewasa karena memiliki
perbandingan permukaan penyerapan dan volume yang lebih besar (Nasution,
2007). WHO (2009) menetapkan kadar timbal pada darah anak 10 μg/l, dan
dewasa 50 μg/l.
2.5.7 Toksisitas Timbal (Pb) Masuk ke Tubuh Manusia
Departemen Kesehatan RI menetapkan bahwa batas maksimal timbal dalam
makanan hasil laut sebesar 2,0 ppm. Menurut WHO, toleransi konsumsi
mingguan elemen ini bagi orang dewasa adalah 50 µg/Kg berat badan dan untuk
bayi atau anak-anak sebesar 25 µg/Kg berat badan (Bangun, 2005). Timbal adalah
logam toksik yang bersifat kumulatif sehingga mekanisme toksisitanya dibedakan
menurut beberapa organ yang dipengaruhinya, yaitu (Palar, 1994) :
a. Sistem Hemopoietik : Pb menghambat sistem pembentuk hemoglobin
sehingga menyebabkan anemia karena senyawa Pb dalam tubuh akan
mengikat gugus aktif dari enzim ALAD (Amino Levulinic Acid Dehidrase)
yaitu enzim yang berperan aktif pada tahap awal sintesa dan selama sirkulasi
sel darah merah berlangsung. Ikatan yang terbentuk antara logam Pb dan
enzim ALAD akan mengakibatkan pembentukan intermediet porphobilinogen
dan kelanjutan dari proses reaksi pembentukan sel darah merah tidak dapat
dilanjutkan
25
b. Sistem Saraf Pusat dan Tepi : sistem yang paling sensitif terhadap daya racun
yang dibawa oleh Pb. Keracunan Pb dapat menyebabkan penyakit yang
berhubungan dengan otak seperti epilepsi, halusinasi, kerusakan pada otak
besar
c. Sistem Ginjal : senyawa Pb yang terlarut dalam darah akan dibawa darah ke
seluruh tubuh. Pada peredarannya, darah akan masuk ke glomerulus di ginjal.
Masuknya senyawa Pb ke ginjal mengakibatkan terjadinya kerusakan pada
saluran ginjal karena terbentuknya intranuclear inclusion bodies yang disertai
dengan terbentuknya aminociduria, yaitu terjadinya kelebihan asam amino
dalam urin. aminociduria membutuhkan waktu beberapa minggu untuk
kembali normal, sedangkan intranuclear inclusion bodies membutuhkan
waktu bertahun-tahun untuk normal. Keracunan Pb dapat menyebabkan
gaminoasiduria, fosfaturia, glukosuria, nefropati, fibrosis, dan atrofi
glomerular
d. Sistem Gastrointestinal menyebabkan kolik dan konstipasi
e. Sistem kardiovaskuler menyebabkan peningkatan permeabilitas kapiler
pembuluh darah
f. Sistem Reproduksi menyebabkan berkurangnya kemampuan sistem
reproduksi, kematian janin waktu melahirkan pada wanita serta hipospermi
dan teratospermia pada pria
g. Sistem Endokrin menyebabkan gangguan fungsi tiroid dan fungsi adrenal
26
Berikut ini adalah tabel kategori Timbal dalam darah orang dewasa, yaitu:
Tabel 2.2. Kategori Timbal (Pb) dalam Darah Orang Dewasa
Kategori Ug Pb/100 ml darah Deskripsi
A (Normal) <40 Tidak terkena paparan
atau tingkat paparan
normal
B (Dapat ditoleransi) 40-80 Pertambahan penyerapan
dari keadaan terpapar
tetapi masih bisa
ditoleransi
C (Berlebih) 80-120 Kenaikan penyerapan
dari keterpaparan yang
banyak dan mulai
memperlihatkan tanda- tanda keracunan
D (Tingkat bahaya) >120 Penyerapan mencapai
tingkat bahaya dengan
tanda-tanda keracunan ringan sampai berat
Sumber : Palar, H., 1994. Pencemaran dan Toksikologi Logam Berat
2.6 Kadmium (Cd)
2.6.1 Sifat Fisika dan Kimia Kadmium (Cd)
Gambar 2.7. Logam Berat Kadmium (Cd)
Logam berat Kadmium (Cd) adalah logam berwarna putih keperakan, lunak,
mengkilap, tidak larut dalam basa, mudah bereaksi, dan menghasilkan kadmium
oksida bila dipanaskan. Logam kadmium disimbolkan dengan Cd. Berdasarkan
sifat fisikanya Cd merupakan logam lunak, ductile, berwarna putih seperti perak,
27
dan logam ini akan kehilangan kilapnya bila berada di udara yang basah atau
lembap serta akan cepat rusak bila dikenai ammonia (NH3) atau sulfur hidroksida
(SO2). Logam kadmium bernomor atom 48, mempunyai berat atom 112,41; titik
lebur 302,9 oC, titik didih 767 oC dan massa jenis 8,65 gr/ml dan termasuk dalam
logam transisi periode V (Bangun, 2005). Sedangkan berdasarkan sifat kimianya,
logam kadmium dalam persenyawaan yang dibentuknya pada umumnya memiliki
bilangan valensi 2+ dan sangat sedikit memiliki valensi 1+. Bila dimasukkan
kedalam larutan yang mengandung ion OH-, ion-ion Cd2+akan mengendap yang
berwarna putih. Kadmium umumnya ditemukan bergabung dengan klor (Cd
Klorida) atau dengan belerang (Cd Sulfit). Keberadaan kadmium di alam
berhubungan erat dengan logam Pb dan Zn. Logam kadmium merupakan hasil
samping dari proses pemurnian logam Pb dan Zn dalam industri pertambangan
(Palar, 2004). Kadmium tidak memiliki rasa dan aroma yang spesifik (Fernanda,
2012).
28
2.6.2 Kegunaan Kadmium (Cd) dan Persenyawaannya
Berikut adalah bentuk persenyawaan Kadmium (Cd) beserta kegunaannya,
yaitu :
Table 2.3. Bentuk Persenyawaan Logam Kadmium (Cd) dan Kegunaan
Bentuk Persenyawaan Kegunaan
CdS + CdSeS Zat warna
Cd-sulfat (CdSO4) Digunakan dalam industri baterai yang
berfungsi untuk pembuatan sel Weston
karena memiliki potensial stabil yaitu
sebesar 1,0186 volt
Kadmium bromida (CdBr2)+ Kadmium
ionida (CdI2)
Digunakan dalam dunia fotografi
Dietil kadmium {(C2H5)2Cd} Digunakan dalam proses pembuatan tetraetil-Pb
Cd-stearat Digunakan dalam perindustrian
manufaktur polyvinyl khlorida (PVC) sebagai stabilizer
Sumber : Palar, H., 1994. Pencemaran dan Toksikologi Logam Berat
2.6.3 Sumber Pencemaran Kadmium (Cd)
Logam Kadmium mempunyai penyebaran yang sangat luas di alam. Dalam
kegiatan pertambangan, kadmium biasanya ditemukan dalam bijih mineral
diantaranya adalah sulfide greennockite (CdS), carbonat otatative, oksida
cadmium. Mineral-mineral ini terbentuk berasosiasi dengan bijih sfalerit dan
oksidanya, atau diperoleh dari debu sisa pengolahan lumpur elektrolit (Istarani,
2014). Sumber-sumber pencemar industri berasal dari industri pengolahan bijih
logam, industri pestisida, industri pertambangan, industri pelapisan logam,
industri penghilangan cat.
2.6.4 Penyebaran Kadmium (Cd) di Lingkungan
Terlepasnya kadmium ke alam tidak dapat dihindari karena adanya pabrik-
pabrik serta akibat dari proses penanganan limbah dan pembuangan sampah akhir.
29
Kadmium terpapar di alam melalui 3 fase yaitu cair, padat dan gas. Dalam fase
cair, kadmium terpapar dengan berbagai cara yaitu melalui run off ke badan air.
Dalam fase gas, kadmium dilepas dengan cara paparan langsung dari cerobong
akibat pembakaran yang tidak sempurna. Sedangkan pada fase padat, kadmium ini
dapat bercampur dalam gas dan air (baik yang terlarut maupun tidak terlarut
dalam air (Istarani, 2014). Logam kadmium memiliki penyebaran yang sangat
luas di alam. Kadmium banyak digunakan untuk pelapisan logam, yang mutunya
lebih baik daripada pelapis seng. Proses tersebut biasanya dilakukan dengan cara
elektrolisis, pencelupan atau penyemprotan. Dari proses tersebut kemungkinan
kadmium akan terbuang ke lingkungan dan terbawa melalui air, udara sehingga
menyebar luas ke daerah pertanian dan pemukiman sehingga berpengaruh
terhadap kehidupan tanaman, hewan maupun manusia melalui rantai makanan.
Kadmium masuk ke jaringan tanaman melalui absorbsi oleh akar yang kemudian
ditimbun di daun, sedangkan kadmium dari udara tertahan pada permukaan daun,
yang jumlahnya cukup besar pada daun yang permukaannya kasar ataupun daun
yang berbulu (Darmono, 1999).
2.6.5 Mekanisme Masuknya Kadmium (Cd) dalam Tubuh Manusia
Kadmium paling sering diambil dalam organisme secara langsung dari air,
tetapi juga dapat masuk melalui jalur ingesti karena memakan makanan yang
terkontaminasi. Senyawa kadmium tersebut dapat melakukan penetrasi apabila
partikel kadmium menempel pada permukaan kulit. Kadmium bisa masuk
kedalam tubuh melalui jalur inhalasi.
30
2.6.6 Metabolisme Kadmium (Cd) dalam Tubuh Manusia
1. Absorbsi
Kadmium yang masuk melalui pernapasan akan diabsorbsi oleh paru-paru.
Sebuah studi pada tikus dimana klorida kadmium diberikan dalam air minum
selama periode 12 bulan menunjukkan retensi di ginjal dan hati kurang dari 1 %
dari jumlah total tertelan. Penetrasi melalui kulit dapat terjadi (1.8 % per 5 jam)
bila larutan senyawa kadmium ada di permukaan kulit.
2. Distribusi dan penyimpanan
Studi pada berbagai spesies menunjukkan bahwa paparan tunggal kadmium
oleh jalur oral atau parental, organ yang mengandung kadmium tertinggi
ditemukan di hati. Setelah 8 bulan paparan, kenaikan kadmium juga terjadi pada
ginjal, pankreas, dan limpa juga menunjukkan konsentrasi yang relatif tinggi.
Beberapa studi yang telah dilakukan pada subseluler distribusi kadmium
menunjukkan bahwa kadmium banyak terletak di sitosol, prosporsi yang
signifikan ditemukan dalam inti dan mitokondria. Kadmium terikat dalam sitosol
dengan protein yang memiliki massa molekul relatif rendah dan metallothionin.
Metallothionin merupakan logam dengan protein yang memilki massa molekul
yang rendah. Metallothionin memilki peranan yang penting dalam metabolisme
kadmium. Metallothionin merupakan transportasi penting dan protein
penyimpanan untuk kadmium dan logam lainnya. Kadmium bisa juga diangkut ke
janin. Meskipun kadmium terakumulasi dalam plasenta, sedikit yang ditransfer ke
janin.
31
3. Ekskresi
Secara umum kadmium dalam urin diangkut terikat dengan metallothionin.
Kadmium dapat menyebabkan sintesis metallothionin dalam banyak organ
termasuk hati dan ginjal. Pengikatan kadmium intraseluler ke dalam jaringan
metallothionin untuk melindungi terhadap toksisitas kadmium.
2.6.7 Toksisitas Kadmium (Cd) Masuk ke Tubuh Manusia
Toksisitas kadmium dipengaruhi oleh pH dan kesadahan.Keberadaan zink
dan timbal dapat meningkatkan toksisitas kadmium. Kadar kadmium pada
ekosistem akuatik sebaiknya sekitar 0,0002 mg/L (Bangun 2005). Departemen
Kesehatan RI menetapkan bahwa batas aman kadmium dalam makanan (ikan)
sebesar 1,0 ppm. Menurut FAO/WHO, konsumsi per minggu yang ditoleransikan
bagi manusia adalah 400-500 µg/orang atau 7 µg/kg berat badan (Bangun, 2005).
Kadmium dalam tubuh terakumulasi dalam hati dan terikat sebagai
metalotionein yang mengandung unsur sistein, dimana kadmium terikat dalam
gugus sufhidril (-SH) dalam enzim seperti karboksil sisteinil, histidil, hidroksil
dan fosfatil dari protein purin. Toksisitas kadmium disebabkan oleh interaksi
antara kadmium dan protein tersebut sehingga menimbulkan hambatan terhadap
aktivitas kerja enzim dalam tubuh (Safitri 2015). Menurut palar (2004), efek
kronis akibat toksisitas Kadmium (Cd) pada manusia dikelompokkan menjadi :
a. Terhadap Ginjal, petunjuk kerusakan ginjal akibat kadmium menyebabkan
gangguan dan kerusakan pada system kerja ginjal. Kerusakan yang terjadi
pada sistem ginjal dapat dideteksi dari tingkat atau jumlah kandungan protein
yang terdapat dalam urin (Proteinuria). Proteinuria terjadi ada orang yang
terpapar Cd dalam kurun waktu 20-30 tahun. Keadaan ini dapat dijadikan
32
indikator dari keracunan Cd secara kronis dan dapat dijadikan sebagai
petunjuk pasti, karena tidak ada penderita yang baru mengalami keterpaparan
uap Cd dalam rentang 2 tahun. Proteinuria merupakan gejala awal kerusakan
sistem ginjal
b. Terhadap Paru, keracunan disebabkan karena terhirupnya uap atau debu
kadmium yang mengakibatkan kerusakan terhadap organ respirasi paru-paru
karena keracunan kronis akibat Cd. Peristiwa pembengkakan paru-paru
terjadi karena senyawa Cd2+ menghambat kerja senyawa alfa-antipirin.
Keadaan tersebut tidak ditemukan pada keracunan akibat logam Pb, Hg, Fe,
Zn, dan Ni.
c. Terhadap Tulang, dapat mengakibatkan kerapuhan pada tulang sehingga
menyulitkan untuk berjalan bagi para pekerja yang bekerja pada industri yang
menggunakan kadmium. Penyakit ini dinamakan “itai-itai”. Efek yang
ditimbulkan oleh Cd terhadap tulang disebabkan karena kekurangan kalsium
(Ca) dalam makanan yang tercemar oleh Cd, sehingga fungsi kalsium dalam
pembentukan dan perawatan digantikan oleh Cd yang ada. Dan tanda-tanda
keracunan Cd yang kronis dapat berupa lingkaran kuning pada bagian
pangkal gigi
d. Terhadap Sistem Reproduksi, pada konsentrasi tertentu kadmium dapat
mematikan sel sperma laki-laki sehingga dapat mengakibatkan impotensi.
Impotensi yang ditimbulkan dapat dibuktikan dengan rendahnya kadar
testoteron dalam darah
33
2.7 Pemeriksaan Spektrofotometri Serapan Atom (SSA)
Spektrofotometri Serapan Atom (SSA) merupakan metode analisis unsur
secara kuantitatif yang pengukurannya berdasarkan penyerapan cahaya dengan
panjang gelombang tertentu oleh atom logam dalam keadaan bebas. Teknis
analisis SSA berdasarkan pada penguraian molekul menjadi atom (atomisasi)
dengan energi berasal dari api atau arus listrik. Atom-atom mengalami transisi
bila menyerap energi. Pertama kali diperkenalkan oleh Welsh tahun 1955 dan
merupkan metode peopuler untuk pemeriksaan logam karena AAS selektif dan
sensitif. Sebagian atom akan berada pada ground state dan sebagian kecil lainnya
tergantung suhu akan memancarkan cahaya dengan panjang gelombang yang khas
untuk atom tersebut ketika kembali ke ground state. Radiasi AAS berasal dari
sumber cahaya (hollow cathode lamp) dengan energi yang dibutuhkan oleh atom-
atom dari unsur yang diperiksa untuk melakukan transisi elektronik dan
dipancarkan melalui nyala. Pada nyala tersebut, atom-atom dari zat yang diperiksa
akan meresap radiasi tadi sesuai dengan konsentrasi zat tersebut yaitu sesuai
dengan populasi atom-atom pada level energi terendah (ground state). Jenis-jenis
gangguan pada analisa AAS :
1. Gangguan spektra terjadi bila panjang gelombang berimpit dengan panjang
gelombang dari atom atau molekul lain yang terdapat dalam larutan yang
diperiksa. Gangguan spektra hampir tidak ditemui dalam pemeriksaan AAS
karena sumber cahaya yang digunakan sudah spesifik untuk unsur yang
bersangkutan
2. Gangguan fisika : sifat-sifat fisika dari larutan yang diperiksa akan
menentukan intensitas dari resapan atau emisi dari larutan zat yang diperiksa
34
3. Gangguan kimia : ada yang dalam bentuk uap dan bentuk padat. Jika bentuk
padat disebabkan terbentuknya senyawa yang sukar menguap atau sukar
terdisosiasi dalam nyala.
Namun, pemeriksaan logam dengan menggunakan SSA memiliki beberapa
keuntungan yaitu (Armita, 2014):
1. Peralatannya lebih mudah digunakan daripada spektrofotometri yang lain
2. Waktu yang dibutuhkan relative cepat
3. Biaya perawatannya murah
Spektrofotometri Serapan Atom (SSA) terdiri dari Monokromator, Detektor,
Rekorder. Monokromator digunakan untuk memilih panjang gelombang yang
digunakan dalam analisis. Selain itu digunakan untuk memisahkan radiasi
resonansi dan kontinyu yang disebut chopper. Detektor digunakan untuk
mengukur intensitas cahaya yang melalui tempat pengatoman. Rekorder adalah
sistem yang dapat menunjukkan besarnya syarat aliran listrik. Hasil pembacaan
dapat berupa angka atau kurva dari suatu rekorder yang menggambarkan
absorbansi
2.8 Mekanisme Resistensi Bakteri terhadap Logam Berat
Fungsi utama mekanisme resistensi bakteri terhadap logam berat adalah untuk
mengatasi toksisitas logam berat agar tidak mengganggu fungsi biologis bakteri
tersebut.
1. Mekanisme Resistensi Bakteri terhadap Kadmium (Cd)
Mekanisme resistensi bakteri terhadap Kadmium (Cd) memiliki dua
mekanisme, yaitu mekanisme ektraseluler dan mekanisme intraseluler.
Mekanisme ekstraseluler dilakukan oleh polisakarida ekstraseluler atau
35
eksopolisakarida (EPS) sebagai agen aktif pada permukaan dinding sel untuk
mengikat logam berat. Adsorbsi logam berat dengan EPS adalah proses interaksi
antara muatan positif logam berat dan muatan negatif dari gugus fungsional asam
EPS. Paparan CdCl2 dalam konsentrasi tinggi menyebabkan peningkatan produksi
EPS untuk adsorpsi Cd2+ supaya tidak memasuki proses fisiologis bakteri.
Sedangkan, mekanisme intraseluler bakteri dilakukan oleh Metallothionin (MT)
dan gen resisten dalam plasmid dan kromosom bakteri yaitu gen Cad Operon
(Prasidya dkk, 2015).
2. Mekanisme Resistensi Bakteri terhadap Timbal (Pb)
Gambar 2.8. Mekanisme Resistensi Bakteri terhadap Timbal (Pb)
Mekanisme resistensi bakteri terhadap Pb pada bakteri berdasarkan
lokasinya dibagi menjadi dua, yaitu ekstraseluler dan intraseluler. Pada
mekanisme ektraseluler, Pb(II) yang ada di lingkungan dapat dikurangi
toksisitasnya dengan membentuk endapan polifosfat atau membentuk ikatan
dengan polisakarida ektraseluler (EPS) yang ada di dinding sel. Polisakarida
ektraseluler (EPS) dapat berikatan dengan Pb karena memiliki gugus yang
bermuatan negatif, seperti sulfidril (-SH), fosforil ( ), karboksil (COO-
maupun hidroksil (OH-) yang akan bereaksi dengan ion logam Pb yang bermuatan
positif. Logam Pb yang telah berikatan dengan gugus negatif pada polimer
36
ekstraseluler (EPS) akan menjadi Pb(0) yang bersifat non toksik. Mekanisme
ekstraseluler bertujuan untuk membatasi pergerakan logam berat pada dinding sel.
Apabila dinding sel bakteri telah jenuh oleh pengikatan polimer ekstraseluler
dengan logam Pb, maka akan terjadi mekanisme intraseluler. Logam Pb yang
tidak mengalami pengikatan ektraseluler akan memasuki sel melalui transporter
logam. Pada mekanisme intraseluler, Pb(II) dinonaktifkan dengan pengendapan
polifosfat, pengikatan oleh Metallothionin (MT), dan sistem effluks (Rohmah,
2017).
2.9 Total Plate Count (TPC) dengan Metode Pour Plate
Pengujian Total Plate Count (TPC) dimaksudkan untuk menunjukkan jumlah
mikroba yang terdapat dalam suatu produk dengan cara menghitung koloni bakteri
yang ditumbuhkan pada media agar. Prinsip dari metode ini adalah jika sel
mikroba masih hidup ditumbuhkan pada medium agar maka sel tersebut akan
berkembang biak dan membentuk koloni yang dapat dilihat langsung tanpa
menggunakan mikroskop. Cara pemupukan kultur dalam hitungan cawan yaitu
dengan metode tuang (pour plate). Untuk menghitung total bakteri dengan metode
cawan digunakan Nutrient Agar (NA), kemudian disesuaikan berdasarkan SPC
(Standard Plate Count) (Yunita dkk, 2015). Koloni yang berukuran besar, kecil
atau menjalar dianggap sebagai satu koloni. Perhitungan koloni dapat dilakukan
menggunakan colony counter atau dengan member titik pada cawan petri sambil
dihitung secara manual (Lubis, 2015).
37
Hasil penghitungan dimasukkan kedalam beberapa kelompok yang dijelaskan
dalam tabel yaitu :
Tabel 2.4. Penggolongan Hasil Perhitungan TPC
Jumlah koloni / cawan petri
(Colony Form Unit)
Keterangan
30-300 CFU Dapat dihitung, ideal untuk dimasukkan ke dalam rumus
>300 CFU TBUD (Terlalu Banyak Untuk Dihitung)
<30 CFU TSUD (Terlalu Sedikit Untuk Dihitung)
Tidak membentuk koloni dan >1/4 cawan petri
Spreader
Sumber : Harti AS, 2015
Seluruh hasil perhitungan dari setiap pengenceran yang berbeda dimasukkan
ke dalam rumus berikut, yaitu :
Jumlah bakteri =
(CFU/mL)
2.9.1 Prosedur Teknik Isolasi Mikroba dengan Metode Tuang (Pour Plate)
Setelah didapatkan larutan pengencer dan sesudah dilakukannya proses
pengenceran 10-1 sampai pengenceran 10-5 setelah itu masukkan kedalam cawan
petri kemudian dicampur dengan media Nutrien Agar (NA) dan tutup rapat.
Berikut ini merupakan prosedur dari teknik isolasi mikroba dengan metode Pour
Plate yaitu (Yunita dkk, 2015):
1. 1 ml sampel yang akan diuji dipindahkan dengan pipet steril kedalam larutan
9 ml aquades untuk mendapatkan pengenceran 10-2
2. Lakukan hal yang sama seperti point pertama sampai pada pengenceran 10-5
3. 1 ml suspensi (media kultur) dari setiap pengenceran diinokulasikan pada
cawan petri kosong
38
4. Tuangkan media agar yang masih cair
5. Campurkan media dengan sampel dengan memutar cawan petri mengikuti
pola angka delapan
6. Inkubasi sampel pada suhu 37oC selama 1 hari
7. Hasil pertumbuhan koloni pada media agar
8. Jumlah TPC dihitung dengan menggunakan Coloni Counter
2.10 Antibiotik
Antibiotik adalah bahan kimia yang dihasilkan oleh mikroba yang dalam
konsentrasi tertentu mempunyai kemampuan menghambat atau membunuh
mikroba lain. Antibiotik bekerja melalui lima mekanisme yaitu menghambat
pembentukan dinding sel (Penisilin), menghancurkan membran sel (Polimiksin),
menghambat pembentukan protein (DNA) dalam sel bakteri (Tetrasiklin,
kloramfenikol), menghambat reaksi metabolisme (Antimetabolit) dalam sel
bakteri (Sulfonilamid) dan menghambat pembentukan asam nukleat
(Metronidazol). Antibiotik yang digunakan harus memiliki sifat toksisitas selektif,
artinya antibiotik harus bersifat toksik untuk mikroba, tetapi relatif tidak toksik
untuk hospes. Antibiotik sensitif terhadap bakteri tergantung pada kemampuan
antibiotik untuk menembus dinding sel bakteri. Antibiotik lebih banyak yang
efektif bekerja pada bakteri gram positif karena permeabilitas dinding selnya lebih
tinggi dibandingkan dengan gram negatif. Suatu antibiotik dikatakan mempunyai
spektrum sempit apabila mampu menghambat pertumbuhan bakteri gram positif,
sedangkan antibiotik berspektrum luas jika pertumbuhan bakteri gram positif dan
gram negatif dapat dihambat oleh antibiotik tersebut (Siahaan, 2011). Namun
penggunaan obat antibakteri yang tidak tepat dapat menyebabkan berkembangnya
39
resistensi bakteri. Resistensi antibiotik dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu
resistensi alami dan resistensi yang didapat. Resistensi alami merupakan sifat dari
antibiotik yang memang kurang atau tidak aktif terhadap suatu bakteri. Sedangkan
resistensi yang didapat adalah apabila bakteri tersebut sebelumnya sensistif
terhadap suatu antibiotik kemudian berubah menjadi resisten. Penyebabnya karena
adanya mutasi pada kromosom DNA bakteri, atau terdapat materi genetik baru
yang spesifik dapat menghambat mekanisme kerja antibiotik. Resistensi yang
disebabkan karena adanya mutasi genentik disebabkan karena bakteri mutan ini
memiliki kemampuan untuk bertahan dari antibiotik melalui beberapa cara yaitu
memodifikasi bagian yang merupakan target serangan antibiotik sehingga tidak
dikenali oleh antibiotik, memodifikasi daya saring dinding sel dan membran sel
sehingga antibiotik tidak dapat memasuki atau menembus sel bakteri, membentuk
enzim (senyawa kimia) yang merubah struktur kimiawi antibiotik sehingga
antibiotik kehilangan kemampuannya dalam membunuh bakteri, mencari atau
membuat jalur reaksi kimia metabolisme alternatif yang tidak dipengaruhi oleh
antibiotik.
Gambar 2.9. Mekanisme Resistensi Bakteri terhadap Antibiotik
40
2.10.1 Antibiotik Kloramfenikol
Gambar 2.10. Struktur kimia Kloramfenikol
Kloramfenikol berbentuk jarum atau lempeng memanjang, putih sampai putih
kelabu atau putih kekuningan, tidak berbau, rasa sangat pahit dan memiliki rumus
molekul C11H12Cl2N2O5. Kloramfenikol memiliki nama lain yaitu
dichloroasetamide, amphicol, anacetin, fenicol, cloramicol, cloromycetin
(Winholdz, 1983). Kloramfenikol digunakan sebagai antibiotik bersifat
bakteriostatik (menghambat) dan mempunyai spektrum luas. Kloramfenikol
efektif digunakan untuk bakteri aerob dan anaerob, kecuali Pseudomonas
aeruginosa. Mekanisme aksinya menghambat ikatan asam amino baru pada rantai
peptida yang memanjang karena kloramfenikol menghambat enzim peptidil
transferase pada sintesis protein. Kloramfenikol berikatan dengan subunit 50S
ribosom dan bakteri bisa tumbuh jika pengaruh obat dihilangkan (Harniza, 2009).
Waktu paruh kloramfenikol pada orang dewasa kurang lebih 3 jam, bayi dibawah
1 bulan selama 12-24 jam. Efek samping yang ditimbulkan seperti depresi
sumsum tulang belakang yang menimbukan kelainan darah yang serius seperti
anemia aplastik, neuritis perifer, neuritis optik, eritema multiforme,
granulositopenia, trombositopenia, gangguan saluran cerna, dan reaksi
hipersensitivitas. Obat mengalami inaktivasi dalam hati melalui reaksi konjugasi.
41
Janin mempunyai kemampuan yang rendah untuk reaksi konjugasi kloramfenikol.
Oleh karena itu, obat ini dapat menghasilkan Grey baby Syndrome ( Nugroho,
2012).
2.10.2 Antibiotik Tetrasiklin
Gambar 2.11. Struktur kimia Tetrasiklin
Tetrasiklin merupakan serbuk hablur, kuning, tidak berbau, stabil di udara
tetapi pada pemaparan dengan cahaya matahari kuat menjadi gelap. Tetrasiklin
sangat sukar larut dalam air tapi mudah larut dalam larutan asam encer dan etanol
(Perdian 2015). Tetrasiklin termasuk antibiotik bakteriostatik berspektrum luas
yang menghambat sintesis protein. Antibiotik golongan tetrasiklin yang pertama
ditemukan adalah klortetrasiklin yang dihasilkan oleh Streptomyces
aurereofaciens. Tetapi juga diperoleh dari spesies Streptomyces yang lain.
Mekanisme kerja dari antibiotik tetrasiklin adalah menghambat sintesis
protein ribosom dengan menghambat pemasukan aminoasil t-RNA pada fase
pemanjangan yang menyebabkan blokade perpanjangan rantai peptida. Tetrasiklin
berikatan dengan ribosom subunit 30S mikroba (Harniza, 2009). Tetrasiklin
digunakan untuk pengobatan akibat infeksi Mycoplasma pneumonia, klamidia,
riketsia, infeksi akibat gram positif dan negatif asalkan organisme tersebut tidak
resisten.
42
Farmakokinetika tetrasiklin diserap lewat saluran cerna. Penyerapan ini
sebagian besar berlangsung di lambung dan usus halus bagian atas. Semua jenis
tetrasiklin didistribusikan didalam plasma yang terikat oleh protein plasma dalam
jumlah yang bervariasi. Tetrasiklin tidak dimetabolisme secara berarti di hati.
Golongan terasiklin diekskresikan melalui urin berdasarkan filtrasi glomelurus
(Perdian, 2015). Mekanisme resistensi bakteri terhadap tetrasiklin terdapat enzim
yang mampu menginaktifkan tetrasiklin, tetapi cara kerjanya masih belum
diketahui dengan jelas (Harniza, 2009).
BAB 3
KERANGKA KONSEP
3.1 Kerangka Konsep
: Diteliti
: Tidak diteliti
Gambar 3.1 : Kerangka Konsep Penelitian Uji Resistensi Bakteri Enterobacter Sp. pada Ikan
Bandeng di Tambak Jabon Sidoarjo terhadap Logam Berat dan Antibiotik
43
Uji resistensi bakteri
Enterobacter sp.
terhadap antibiotik Tetrasiklin 30 µg
Kloramfenikol 30 µg
Lingkungan Tambak yang
tercemar Lumpur Lapindo
Mengukur Ikan Bandeng yang
terpapar logam berat Timbal dan
Kadmium dengan metode AAS
Isolat bakteri Klebsiela sp.
Isolat bakteri Vibrio sp. Mengisolasi bakteri dari
ikan bandeng (Chanos
chanos)
Isolat bakteri
Enterobacter sp.
Uji resistensi bakteri
Enterobacter sp.
terhadap logam berat
Timbal dan Kadmium
Sensitif, terdapat
zona bening
Resisten, tidak
terdapat zona bening
44
3.2 Penjelasan Kerangka Konsep
Bencana lumpur lapindo yang terjadi di Sidoarjo menimbulkan pencemaran
lingkungan yang terjadi di sekitar wilayah luapan lumpur lapindo. Guna
mengantisipasi jebolnya tanggul lumpur lapindo, Pembuangan lumpur lapindo
dialirkan ke sungai porong dan dilakukan tanpa pengolahan sama sekali yang
mengakibatkan terjadi pencemaran di sungai porong dan badan-badan air akibat
buangan lumpur lapindo. Padahal, masyarakat sekitar menggunakan sungai
porong untuk pengairan tambak. Akibatnya, hasil budidaya tambak termasuk ikan
bandeng menjadi menurun karena terpapar bahan berbahaya di lumpur lapindo,
termasuk logam berat Timbal dan Kadmium. Untuk itu dilakukan proses isolasi
bakteri dari ikan bandeng yang terpapar logam berat tersebut untuk mengetahui
resistensi bakteri terhadap logam berat (Zulaika, 2012). Bakteri tersebut memiliki
suatu mekanisme resisten terhadap logam berat, berupa mekanisme ektraseluler
dan mekanisme intraseluler. Mekanisme ektraseluler melibatkan eksopolisakarida
untuk mengikat logam pada dinding sel bakteri. Sedangkan mekanisme
intraseluler melibatkan Metallothionin (MT) dan gen resisten dalam tubuh bakteri
terhadap adanya logam berat. Namun, ikan bandeng yang banyak dikonsumsi
masyarakat tersebut mengandung bakteri yang berbahaya bagi tubuh (pathogen),
sehingga diperlukan suatu antibiotik untuk pengobatannya. Bakteri Enterobacter
sp. yang membentuk zona bening disekeliling antibiotik menandakan bahwa
bakteri tersebut sensitif terhadap antibiotik sehingga mampu membunuh bakteri
dalam tubuh manusia. Namun, apabila bakteri Enterobacter sp tidak membentuk
zona bening, maka bakteri tersebut resisten terhadap antibiotik sehingga tidak bisa
digunakan untuk pengobatan.
BAB 4
METODE PENELITIAN
4.1 Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian yang dilakukan oleh peneliti adalah penelitian
Deskriptif Eksploratif. Deskriptif Eksploratif bertujuan untuk menjadikan topik
baru lebih dikenal oleh masyarakat, memberikan gambaran dasar mengenai topik
bahasan, serta membuka kemungkinan akan diadakannya penelitian lanjutan
terhadap topik yang dibahas.
4.2 Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi dari penelitian ini adalah semua bakteri yang tumbuh pada ikan
bandeng (Chanos chanos) di tambak Jabon, Sidoarjo.
2. Sampel
Sampel dari penelitian ini adalah bakteri Enterobacter sp. yang diisolasi dari
ikan bandeng (Chanos chanos) di tambak Jabon, Sidoarjo.
4.3 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Toksikologi Jurusan Analis
Kesehatan Politeknik Kesehatan Kemenkes Surabaya mulai bulan Januari – Juni
2017.
45
46
4.4 Variabel Penelitian
Variabel dalam penelitian ini adalah konsentrasi logam berat Timbal (Pb)
5ppm, 10 ppm, 25 ppm dan logam berat Kadmium (Cd) konsentrasi 5 ppm, 10
ppm, 25 ppm serta antibiotik Kloramfenikol 30 µg dan Tetrasiklin 30 µg.
4.5 Definisi Operasional Penelitian
1. Bakteri Enterobacter sp. adalah bakteri oportunistik berbentuk batang yang
diisolasi dari ikan bandeng yang dibudidayakan di tambak Jabon, Sidoarjo,
dan sering menyebabkan infeksi saluran kemih baik pada orang dewasa
maupun neonatal (National Nosocomial Infections SurveillanceSystem,1999).
2. NA-PbCl2 konsentrasi 5 ppm adalah media NA yang dicampur dengan
larutam Timbal konsentrasi 5 ppm
3. NA-PbCl2 konsentrasi 10 ppm adalah media NA yang dicampur dengan
larutam Timbal konsentrasi 10 ppm
4. NA-PbCl2 konsentrasi 25 ppm adalah media NA yang dicampur dengan
larutam Timbal konsentrasi 25 ppm
5. NA-CdCl2 konsentrasi 5 ppm adalah media NA yang dicampur dengan
larutam Kadmium konsentrasi 5 ppm
6. NA-CdCl2 konsentrasi 10 ppm adalah media NA yang dicampur dengan
larutam Kadmium konsentrasi 10 ppm
7. NA-CdCl2 konsentrasi 25 ppm adalah media NA yang dicampur dengan
larutam Kadmium konsentrasi 25 ppm
8. Resistensi Bakteri Enterobacter sp. terhadap Logam Berat Timbal (Pb) dan
Kadmium (Cd) adalah suatu mekanisme alamiah dari sel bakteri Enterobacter
47
sp. dari ikan bandeng untuk tahan terhadap paparan logam berat Timbal (Pb)
dan Kadmium (Cd) yang berada di media Nutrien Agar (NA) sehingga
mampu untuk bertahan hidup atau tumbuh
9. Resistensi Antibiotik adalah suatu keadaan dimana bakteri Enterobacter sp.
apabila masuk kedalam tubuh dan diberi pengobatan antibiotik tertentu sudah
tahan karena bakteri tersebut sudah mengalami mutasi pada gennya.
10. Antibiotik Kloramfenikol 30 µg adalah antibiotik yang bekerja dengan
menghambat sintesis protein dan aktivitasnya terhadap bakteri gram positif
dan negatif. Namun karena toksisitasnya, antibiotik ini dibatasi
penggunaannya untuk mengobati infeksi yang mengancam kehidupan.
11. Antibiotik Tetrasiklin 30 µg adalah antibiotik yang memiliki spektrum luas
dan dapat menghambat berbagai bakteri gram positif dan gram negatif baik
aerob maupun anaerob
4.6 Teknik Pengumpulan Data
Uji resistensi bakteri Enterobacter sp. yang telah diisolasi dari ikan bandeng
(Chanos chanos) dilakukan dengan menginokulasi kembali bakteri Enterobacter
sp. pada media Nutrien Agar (NA) yang telah dicampur dengan logam berat
Timbal (Pb) konsentrasi 5 ppm, 10 ppm dan 25 ppm dan logam berat Kadmium
(Cd) konsentrasi 5 ppm, 10 ppm dan 25 ppm. Kemudian dilakukan pengujian
resistensi terhadap antibiotik Kloramfenikol 30 µg dan Tetrasiklin 30 µg.
48
4.7 Bahan Penelitian
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah isolat bakteri
Enterobacter sp. dari ikan bandeng, logam berat Timbal (Pb), logam berat
Kadmium (Cd), antibiotik Kloramfenikol 30 µg, antibiotik Tetrasiklin 30 µg,
media Nutrien Agar (NA), akuades, media Muller Hinton, larutan standar
kekeruhan McFarland 0,5.
4.8 Alat Penelitian
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah cawan petri, neraca
analitik, spatula, gelas ukur, pipet maat, corong, erlenmeyer, lampu spirtus, kaki
tiga dan kawat kasa, kertas pH, autoklaf, kapas berlemak, ose loop, swab steril,
inkubator, penghitung koloni.
4.9 Prosedur Penelitian
1. Sterilisasi Alat dan Bahan
Melakukan sterilisasi alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian
menggunakan autoklaf pada suhu 121 oC selama 15 menit.
2. Mengisolasi Bakteri dari Ikan Bandeng (Chanos chanos)
Melakukan isolasi bakteri Enterobacter sp. dari ikan bandeng yang diambil
dari tambak Jabon, Sidoarjo yang terpapar logam berat Timbal (Pb) dan Kadmium
(Cd) dengan cara melakukan pengenceran sampai 10-2 dan diisolasi ke media Mac
Conkey, inkubasi selama 24 jam pada suhu 37 oC. Koloni yang tumbuh diisolasi
pada media selektif EMB (Eosin Methylen Blue) selama 24 jam pada suhu 37 oC.
Setelah itu, dilakukan isolasi di TSIA (Triple Sugar Iron Agar) selama 24 jam
49
pada suhu 37 oC. Diamati perubahan yang terjadi di media TSIA dan dilakukan
pengujian IMViC (Indol, MR, VP, Citrate).
3. Uji Resistensi Bakteri Enterobacter sp. terhadap Logam Berat Timbal
(Pb) dan Kadmium (Cd)
a. Pembuatan Konsentrasi Larutan Logam Berat Timbal (Pb) dan Kadmium
(Cd)
Pembuatan larutan induk Timbal (Pb) dan Kadmium (Cd) 100 ppm dengan
cara menimbang 100 mg serbuk PbCl2 dan CdCl2 dilarutkan masing-masing
dalam 1L akuades dalam labu ukur 1000 ml, sehingga konsentrasinya menjadi
100 ppm. Sedangkan untuk membuat larutan kerja 5 ppm, 10 ppm, 25 ppm
dilakukan dengan cara :
1. Konsentrasi 5 ppm dengan memipet 0,50 ml dari larutan induk 100 ppm, add
aquades sampai 10ml
2. Konsentrasi 10 ppm dengan memipet 1,00 ml dari larutan induk 100 ppm,
add aquades sampai 10ml
3. Konsentrasi 25 ppm dengan memipet 2,50 ml dari larutan induk 100 ppm,
add aquades sampai 10ml
Kemudian memipet larutan logam berat tersebut kedalam Erlenmeyer yang
sudah berisi media NA yang sudah larut dan homogenkan. Sesuaikan pH media
7,4 ± 0,2 kemudian sterilkan dengan autoklaf pada suhu 121 oC selama 15 menit.
b. Menginokulasi Bakteri Enterobacter sp. pada media Nutrien Agar (NA) yang
telah dicampur Logam Berat konsentrasi 5 ppm, 10 ppm dan 25 ppm
Membuat pengenceran bakteri dengan membuat pengenceran bertingkat
sampai 10-5. Kemudian menuangkan 1 ml pengenceran 10-5 bakteri Enterobacter
50
sp. ke dalam cawan petri dan ditambah dengan media NA yang telah tercampur
dengan logam berat konsentrasi 5 ppm, 10 ppm, dan 25 ppm sebanyak ±10 ml ke
dalam cawan petri, kemudian campur sampai rata dan tunggu beku. Setelah itu,
inkubasi selama 24 jam 37 oC. Setelah itu lakukan perhitungan koloni bakteri
Enterobacter sp. yang tumbuh dengan menggunakan alat colony counter (Buku
Panduan Praktikum Bakteriologi).
4. Uji Resistensi Bakteri Enterobacter sp. terhadap Antibiotik Tetrasiklin
30 µg dan Kloramfenikol 30 µg
a. Pembuatan Media Muller Hinton
Menimbang media muller hinton sesuai dengan kebutuhan dan dilarutkan
dalam akuades. Dipanaskan diatas api spirtus sampai semua media larut.
Sesuaikan pH media yaitu sebesar 7,4 ± 0,2 kemudian sterilkan dengan autoklaf
suhu 121 oC selama 15 menit. Dan segera tuang kedalam cawan petri ± 15 ml dan
tunggu hingga membeku (Buku Panduan Praktikum Bakteriologi).
b. Pembuatan Larutan Standar McFarland 0,5
Mencampur 0,5 ml BaCl2 1,175 % dengan 99,5 ml H2SO4 1 % dalam
erlenmeyer. Kemudian larutan tersebut dihomogenkan (Buku Panduan Praktikum
Bakteriologi).
c. Pembuatan Suspensi Bakteri Enterobacter sp.
Membuat suspensi bakteri Enterobacter sp. dilakukan dengan mengambil
koloni yang berasal dari media NA dan dimasukkan kedalam 2 ml NaCl 0,9 %
lalu dihomogenkan. Kemudian kekeruhan suspensi bakteri dibandingkan dengan
larutan standar McFarland 0,5 yang telah dibuat (Buku Panduan Praktikum
Bakteriologi).
51
d. Inokulasi Bakteri Enterobacter sp. pada Media Muller Hinton
Mengisolasi bakteri Enterobacter sp. dengan menggunakan swab steril
melalui metode gores kepermukaan media muller hinton (Ririn, 2012).
e. Uji Resistensi Antibiotik Tetrasiklin 30 µg dan Kloramfenikol 30 µg terhadap
Bakteri Enterobacter sp.
Uji resistensi bakteri Enterobacter sp. terhadap antibiotik dilakukan dengan
meletakkan paper disk antibiotik menggunakan pinset steril pada permukaan
media Muller Hinton yang telah diinokulasi dengan bakteri Enterobacter sp.
Kemudian, kertas disk antibiotik diatur jaraknya agar tidak terlalu rapat dan
diinkubasi pada suhu 37oC selama 24 jam.Amati terbentuk zona bening disekitar
antibiotik atau tidak.Jika terbentuk zona bening maka sensitif, tapi jika tidak
terbentuk maka bakteri tersebut resisten terhadap antibiotik (Fahruddin, 2012).
52
4.10 Alur Penelitian
Gambar 4.1 : Alur Penelitian Uji Resistensi Bakteri Enterobacter Sp. pada Ikan Bandeng di
Tambak Jabon Sidoarjo terhadap Logam Berat dan Antibiotik
Ambil koloni dan buat suspensi
dalam Mc Farland 0,5
Melakukan penghitungan
koloni
Beri antibiotik Kloramfenikol 30 µg
Tetrasiklin 30 µg
Tidak ada zona bening = resisten Ada zona bening = sensitif
Dilihat ada zona bening atau tidak
Menuangkan 1 ml
pengenceran 10-5 ke
cawan petri kemudian
menuangkan Media NA +
larutan logam berat 10
ppm
Inkubasi 37 oC selama 24 jam
Menuangkan 1 ml
pengenceran 10-5 ke
cawan petri kemudian
menuangkan Media NA
+ larutan logam berat 25
ppm
Menuangkan 1 ml
pengenceran 10-5 ke cawan
petri kemudian menuangkan Media NA + larutan logam
berat 5 ppm
Ambil koloni 1 ose dan membuat pengenceran bakteri dalam 9 ml Nutrien
Broth steril (10-1). Lakukan kembali
sampai pengenceran 10-5
Bakteri Enterobacter sp. dari
Ikan Bandeng (Chanoschanos)
Tanam pada media MH
untuk uji antibiotik
53
4.11 Penjelasan Alur Penelitian
Sampel bakteri Enterobacter sp. yang telah diisolasi dari ikan bandeng
diambil koloninya dilakukan pengenceran bertingkat sampai 10-5 dan inokulasi
pada media NA yang telah dicampur dengan logam berat konsentrasi 5 ppm, 10
ppm, dan 25 ppm. Setelah itu di inkubasi selama 24 jam 37 oC. Kemudian diamati
pertumbuhan koloninya dan dihitung jumlah koloni yang tumbuh. Koloni bakteri
Enterobacter sp. yang tumbuh di media Nutrient Agar merupakan bakteri yang
resisten terhadap logam berat Timbal (Pb) dan Kadmium (Cd) dalam beberapa
konsentrasi. Pengujian resistensi bakteri Enterobacter sp. terhadap antibiotik
dilakukan dengan membuat suspensi bakteri Enterobacter sp. yang disetarakan
dengan larutan standar McFarland 0,5 dan diinokulasi pada media muller hinton.
Setelah itu diberi 2 jenis antibiotik yaitu kloramfenikol 30 µg dan tetrasiklin 30 µg
diatas permukaaan media muller hinton. Bila terbentuk zona bening disekitar
antibiotik, maka antibiotik tersebut mampu membunuh bakteri Enterobacter
sp..Namum, apabila disekitar antibiotik tidak terbentuk zona bening maka bakteri
Enterobacter sp. tersebut resisten juga terhadap antibiotik.
4.12 Interpretasi Hasil
Adanya pertumbuhan koloni bakteri Enterobacter sp. pada media Nutrient
Agar yang telah dicampur dengan logam berat Timbal (Pb) dan Kadmium (Cd)
dengan konsentrasi 5 ppm, 10 ppm, dan 25 ppm menunjukkan bahwa bakteri
Enterobacter sp. resisten terhadap logam berat tersebut. Bakteri Enterobacter sp.
memiliki mekanisme resistensi ektstraseluler dengan menggunakan
eksopolisakarida. Sedangkan mekanisme intraseluler dengan menggunakan
54
metallothionin dan gen dalam sel bakteri untuk mengatasi toksisitas logam berat
agar tidak mengganggu fungsi biologis bakteri tersebut. Namun, apabila tidak ada
pertumbuhan koloni bakteri Enterobacter sp. di media Nutrient Agar di
konsentrasi 5 ppm, 10 ppm dan 25 ppm, maka bakteri Enterobacter sp. tersebut
tidak resisten. Sedangkan untuk uji resistensi terhadap antibiotik, apabila
terbentuk zona bening disekitar antibiotik, maka antibiotik tersebut mampu untuk
membunuh bakteri Enterobacter sp., tetapi jika tidak terbentuk zona bening
disekitar antibiotik, maka bakteri Enterobacter sp. resisten terhadap antibiotik
yang diberikan sehingga antibiotik tersebut tidak mampu membunuh bakteri
tersebut.
4.13 Teknik Analisis Data
Data yang akan didapat meliputi hasil penghitungan jumlah CFU/mL dari uji
kemampuan tumbuh isolat bakteri dalam media Nutrien Agar (NA) yang telah
diberi logam berat. Selain itu didapatkan ada atau tidaknya zona hambat sebagai
respon bakteri terhadap antibiotik. Data yang telah didapat akan di analisis secara
deskriptif.
BAB 5
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
5.1 Hasil Penelitian
5.1.1 Penyajian Data
Setelah dilakukan perhitungan Angka Lempeng Total (ALT) bakteri
Enterobacter sp. pada media menunjukkan bahwa bakteri tersebut resisten
terhadap logam Timbal (Pb) dan logam Kadmium (Cd). Berdasarkan hasil uji
resistensi bakteri Enterobacter sp. pada ikan bandeng di tambak Jabon Sidoarjo
terhadap logam berat diperoleh data hasil penelitian seperti pada tabel 5.1
Tabel 5.1 Data hasil penelitian resistensi bakteri Enterobacter sp. pada ikan
bandeng di tambak Jabon Sidoarjo terhadap Logam Berat Timbal dan
Kadmium dengan konsentrasi 5ppm, 10ppm dan 25ppm
Konsentrasi logam berat
Jumlah koloni bakteri Enterobacter sp. yang tumbuh pada media NA yang bercampur Logam Berat (CFU/mL)
Pb1 Pb2 Rata-rata
(106) Kontrol Cd1 Cd2
Rata-rata (106)
Kontrol
5 ppm 15,4 17,1 16,25 Negatif 11,6 11,1 11,35 Negatif
10 ppm 10,1 16,3 13,2 Negatif 9,8 10,9 10,35 Positif
25 ppm 11,8 13,7 12,75 Negatif 7,8 8,8 8,3 Negatif
Tabel 5.1 menunjukkan bahwa jumlah rata-rata koloni bakteri Enterobacter
sp. pada uji resistensi terhadap logam berat Timbal (Pb) dengan konsentrasi 5ppm
sebesar 16,25x106 CFU/ml, pada konsentrasi 10 ppm sebesar 13,2x106 CFU/ml,
dan pada konsentrasi 25 ppm mengalami penurunan menjadi 12,75x106 CFU/ml.
55
56
(a) (b) (c)
Gambar 5.1 Uji Resistensi Bakteri Enterobacter sp. pada media NA-PbCl2:
a) Konsentrasi 5 ppm, b) Konsentrasi 10 ppm, c) Konsentrasi 25 ppm
Gambar 5.1 menunjukkan adanya pertumbuhan koloni bakteri
Enterobacter sp. pada media NA-PbCl2 pada semua konsentrasi yaitu 5ppm,
10ppm, dan 25ppm.
Tabel 5.1 menunjukkan jumlah rata-rata koloni bakteri Enterobacter sp.
pada uji resistensi terhadap logam berat Kadmium (Cd) pada konsentrasi 5 ppm
sebesar 11,6x106 CFU/ml, pada konsentrasi 10 ppm sebesar 10,35x106 CFU/ml
dan pada konsentrasi 25 ppm sebesar 8,3x106 CFU/ml.
(a) (b) (c)
Gambar 5.2 Uji Resistensi Bakteri Enterobacter sp. pada media NA-CdCl2 :
a) Konsentrasi 5 ppm, b) Konsentrasi 10 ppm, c) Konsentrasi 25 ppm
57
Gambar 5.2 menunjukkan adanya pertumbuhan koloni bakteri
Enterobacter sp. pada media NA-CdCl2 konsentrasi 5 ppm, 10 ppm dan 25 ppm.
Namun memiliki morfologi koloni yang berbeda dengan koloni bakteri yang
tumbuh pada media NA-PbCl2.
Tabel 5.2 Data hasil penelitian resistensi bakteri Enterobacter sp. pada ikan
bandeng di tambak Jabon Sidoarjo terhadap Antibiotik Klormafenikol
30µg dan Tetrasiklin 30µg
Konsentrasi
Logam Berat
Timbal Kadmium
Zona Hambat
Antibiotik
Tetrasiklin 30µg
Zona Hambat
Antibiotik
Kloramfenikol 30µg
Zona Hambat
Antibiotik
Tetrasiklin 30µg
Zona Hambat
Antibiotik
Kloramfenikol 30µg
5ppm 25mm (S) 29mm (S) 6mm (R) 10mm (R)
10ppm 26mm (S) 25mm (S) 6mm (R) 6mm (R)
25ppm 19mm (S) 20mm (S) 6mm (R) 15mm (R)
Keterangan : Kloramfenikol S >19 mm, R<19mm
Tetrasiklin S>18mm, R<18mm
Tabel 5.2 menunjukkan bahwa bakteri Enterobacter sp. yang resisten
terhadap logam berat Timbal (Pb) pada konsentrasi 5 ppm, 10 ppm dan 25 ppm
sensitif terhadap antibiotik Tetrasiklin dan Kloramfenikol.
a) b) c)
Gambar 5.3 Uji Resistensi Bakteri Enterobacter sp. resisten Pb terhadap
Antibiotik : a) Konsentrasi 5 ppm, b) Konsentrasi 10 ppm,
c) Konsentrasi 25 ppm
58
Gambar 5.3 menunjukkan bahwa bakteri Enterobacter sp. resisten Timbal
(Pb) sensitif terhadap antibiotik kloramfenikol dan tetrasiklin dengan ditunjukkan
adanya zona bening disekitar disk antibiotik.
Sedangkan bakteri Enterobacter sp. yang resisten terhadap logam berat
Kadmium (Cd) pada konsentrasi 5 ppm, 10 ppm dan 25 ppm menunjukkan sifat
resistensinya juga terhadap kedua antibiotik Tetrasiklin dan Kloramfenikol.
a) b) c)
Gambar 5.4 Uji Resistensi Bakteri Enterobacter sp. resisten Cd terhadap
Antibiotik : a) Konsentrasi 5 ppm, b) Konsentrasi 10 ppm,
c) Konsentrasi 25 ppm
Gambar 5.4 menunjukkan bahwa bakteri Enterobacter sp. resisten
Kadmium (Cd) mengalami resisten juga terhadap antibiotik kloramfenikol dan
tetrasiklin dengan ditunjukkan tidak adanya zona bening disekitar disk antibiotik.
Hal tersebut menunjukkan bahwa kedua jenis antibiotik tersebut tidak mampu
menghambat pertumbuhan dari bakteri Enterobacter sp. yang resisten Kadmium.
5.1.2 Analisis Data
Tabel 5.1 menunjukkan data jumlah koloni bakteri Enterobacter sp. yang
tumbuh pada media NA yang bercampur Logam Berat Timbal dan Kadmium
dalam satuan CFU/ml. Pengujian ini dilakukan dengan menggunakan metode
pour plate, kemudian dilakukan pemeriksaan Angka Lempeng Total (ALT)
59
dengan menghitung jumlah koloni bakteri yang tumbuh pada permukaan media
Nutrien Agar (NA) yang telah dicampur dengan logam berat konsentrasi 5 ppm,
10 ppm dan 25 ppm. Dari perhitungan yang telah dilakukan, diperoleh data yaitu
pada media NA-PbCl2 dengan konsentrasi 5 ppm diperoleh rata-rata jumlah
koloni bakteri sebanyak 16,25x106 CFU/ml. Hal ini menunjukkan bahwa bakteri
Enterobacter sp. resisten terhadap logam timbal (Pb) dalam konsentrasi 5 ppm.
Pada media NA-PbCl2 dengan konsentrasi 10 ppm diperoleh rata-rata jumlah
koloni bakteri lebih sedikit yaitu 13,2x106 CFU/ml. Hal ini menunjukkan bahwa
bakteri Enterobacter sp. juga resisten terhadap logam timbal (Pb) dalam
konsentrasi 10 ppm meskipun jumlah koloninya mengalami penurunan. Pada
media NA-PbCl2 dengan konsentrasi 25 ppm diperoleh rata-rata jumlah koloni
bakteri lebih sedikit lagi dari 5 ppm dan 10 ppm yaitu 12,75x106 CFU/ml. Hal ini
menunjukkan bahwa bakteri Enterobacter sp. resisten terhadap logam timbal (Pb)
dalam konsentrasi 25 ppm meskipun jumlah koloninya mengalami penurunan.
Sedangkan dilihat dari morfologi koloni bakteri yang tumbuh pada media NA-
PbCl2 menunjukkan koloni berbentuk bulat, besar, tegas, berwarna putih, dengan
tepi koloni rata.
Sedangkan pada media NA-CdCl2 dengan konsentrasi 5 ppm diperoleh rata-
rata jumlah koloni bakteri sebanyak 11,35 x106 CFU/ml. Hal ini menunjukkan
bahwa bakteri Enterobacter sp. resisten juga terhadap logam kadmium (Cd) dalam
konsentrasi 5 ppm. Pada media NA-CdCl2 dengan konsentrasi 10 ppm diperoleh
rata-rata jumlah koloni bakteri lebih sedikit yaitu 10,35x106 CFU/ml. Hal ini
menunjukkan bahwa bakteri Enterobacter sp. resisten terhadap logam kadmium
(Cd) dalam konsentrasi 10 ppm meskipun jumlah koloninya mengalami
60
penurunan. Pada media NA-CdCl2 dengan konsentrasi 25 ppm diperoleh rata-rata
jumlah koloni bakteri lebih sedikit yaitu 8,3x106 CFU/ml. Hal ini menunjukkan
bahwa bakteri Enterobacter sp. resisten terhadap logam kadmium (Cd) dalam
konsentrasi 25 ppm meskipun jumlah koloninya mengalami penurunan.
Sedangkan dilihat dari morfologi koloni bakteri yang tumbuh pada media NA-
CdCl2 menunjukkan koloni berbentuk bulat, berwarna putih, dengan tepi koloni
tidak rata dan ukuran koloninya lebih kecil-kecil daripada yang tumbuh pada
media NA-PbCl2.
Gambar 5.5 Grafik Jumlah koloni bakteri Enterobacter sp. yang tumbuh pada
media NA yang bercampur Logam Berat
Gambar 5.5 menunjukkan adanya penurunan jumlah pertumbuhan bakteri
Enterobacter sp. pada media yang bercampur dengan logam berat baik Timbal
maupun Kadmium. Semakin tinggi konsentrasi logam berat yang diberikan, maka
semakin sedikit pertumbuhan koloni bakteri yang terjadi.
Tabel 5.2 menunjukkan data hasil penelitian resistensi bakteri
Enterobacter sp. pada ikan bandeng di tambak Jabon Sidoarjo terhadap Antibiotik
Klormafenikol 30 µg dan Tetrasiklin 30 µg. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
25ppm 10ppm
Konsentrasi
5ppm
Timbal (Pb)
Kadmium (Cd)
180
160
140
120
100
80
60
40
20
Jum
lah
K
olo
ni
61
bakteri Enterobacter sp. yang resisten terhadap logam timbal (Pb) konsentrasi
5ppm, 10 ppm dan 25 ppm sensitif terhadap Kloramfenikol dan Tetrasiklin.
Sedangkan bakteri Enterobacter sp. yang resisten terhadap logam kadmium (Cd)
konsentrasi 5 ppm, 10 ppm dan 25 ppm menunjukkan sifat resistensinya terhadap
Kloramfenikol dan Tetrasiklin.
Gambar 5.6 Grafik diameter zona hambat bakteri Enterobacter sp. terhadap
antibiotik
Gambar 5.6 menunjukkan bahwa bakteri Enterobacter sp. yang resisten
terhadap logam berat Timbal (Pb) sensitif terhadap antibiotik kloramfenikol dan
tetrasiklin. Sedangkan bakteri Enterobacter sp. yang resisten terhadap logam berat
Kadmium (Cd) menunjukkan resistensinya juga terhadap kedua jenis antibiotik
tersebut.
5.2 Pembahasan
5.2.1 Uji resistensi bakteri Enterobacter sp. terhadap logam berat
Pada penelitian ini telah dilakukan uji resistensi bakteri Enterobacter sp.
pada ikan bandeng di tambak Jabon Sidoarjo terhadap logam berat menunjukkan
Konsentrasi
25ppm 10ppm 5ppm
5
0
Kloramfenikol pb
Tetrasiklin pb
Kloramfenikol cd
Tetrasiklin cd
35
30
25
20
15
10
Dia
meter (m
m)
62
bahwa bakteri Enterobacter sp. mampu tumbuh pada medium yang mengandung
logam berat PbCl2 dan CdCl2 dengan konsentrasi 5 ppm, 10 ppm, dan 25 ppm
dengan daya hidup yang berbeda-beda untuk tiap konsentrasi logam berat.
Semakin tinggi konsentrasi logam berat yang digunakan maka jumlah koloni
bakteri yang tumbuh juga semakin sedikit. Hal ini dimungkinkan karena
pertumbuhan bakteri terhambat oleh adanya logam berat yang ada dalam media,
sehingga mempengaruhi proses metabolisme sel yang mengakibatkan
pertumbuhan koloni bakteri menurun (Rohmah, 2017). Menurut Zulaika, dkk
(2012), isolat bakteri yang dapat tumbuh pada media sintetis mengandung logam
berat ≥5ppm merupakan isolat yang memiliki resistensi tinggi terhadap logam
berat. Selain itu, menurut Prasidya, dkk (2015), bakteri dikatakan resisten
terhadap logam Kadmium (Cd) apabila bakteri tersebut dapat bertahan pada
lingkungan yang tercemar Kadmium dengan konsentrasi diatas 1ppm karena pada
konsentrasi tersebut, kadmium dapat menyebabkan tingkat pertumbuhan
berkurang, fase lag yang panjang, densitas sel yang lebih rendah, dan bahkan
dapat menyebabkan kematian bakteri.
Kelompok bakteri gram negatif umumnya menunjukkan toleransi terhadap
logam berat yang lebih besar karena memiliki struktur kompleks tiga lapis yaitu
intermembran, lipopolisakarida dan membran sitoplasma. Ketiga lapisan tersebut
yang menyebabkan bakteri gram negatif mampu mengikat dan memobilisasi ion
logam berat, termasuk Timbal (Pb) dan Kadmium (Cd) (Rohmah, 2017). Dari
penelitian yang telah dilakukan, Enterobacter sp. mampu tumbuh pada medium
NA-PbCl2 dan medium NA-CdCl2 pada semua konsentrasi yang digunakan yaitu
63
5 ppm, 10 ppm dan 25 ppm. Dengan jumlah koloni terbanyak pada konsentrasi
5ppm dan paling sedikit pada konsentrasi 25 ppm.
Kemampuan Enterobacter sp. untuk bisa tumbuh pada media bercampur
logam berat Timbal (Pb) dan logam berat Kadmium (Cd) disebabkan karena
bakteri memiliki suatu mekanisme resistensi terhadap logam berat, yaitu
mekanisme ekstraseluler dan intraseluler dalam tubuh bakteri. Menurut Rohmah
(2017), pada mekanisme ektraseluler, Pb(II) yang ada di lingkungan dapat
dikurangi toksisitasnya dengan membentuk endapan polifosfat atau membentuk
ikatan dengan polisakarida ektraseluler (EPS) yang ada di dinding sel.
Polisakarida ektraseluler (EPS) dapat berikatan dengan Pb karena memiliki gugus
yang bermuatan negatif, seperti sulfidril (-SH), fosforil, karboksil (COO- maupun
hidroksil (OH-) yang akan bereaksi dengan ion logam Pb yang bermuatan positif.
Logam Pb yang telah berikatan dengan gugus negatif pada polimer ekstraseluler
(EPS) akan menjadi Pb(0) yang bersifat non toksik.
Apabila dinding sel bakteri telah jenuh oleh pengikatan polimer
ekstraseluler dengan logam Pb, maka akan terjadi mekanisme intraseluler. Logam
Pb yang tidak mengalami pengikatan ektraseluler akan memasuki sel melalui
transporter logam. Pada mekanisme intraseluler, Pb(II) dinonaktifkan dengan
pengendapan polifosfat, pengikatan oleh Metallothienin (MT), dan sistem effluks.
Sedangkan kemampuan Enterobacter sp. untuk bisa tumbuh pada media
bercampur logam berat Kadmium (Cd) mekanismenya hampir sama dengan
resistensi bakteri terhadap logam Timbal (Pb), yaitu melalui mekanisme
ekstraseluler dan intraseluler bakteri. Mekanisme ekstraseluler dilakukan oleh
polisakarida ekstraseluler atau eksopolisakarida (EPS) sebagai agen aktif pada
64
permukaan dinding sel untuk mengkelat logam berat. Adsorbsi logam berat
dengan EPS adalah proses interaksi antara muatan positif logam berat dan muatan
negatif dari gugus fungsional asam EPS. Paparan CdCl2 dalam konsentrasi tinggi
menyebabkan peningkatan produksi EPS untuk adsorpsi Cd2+ supaya tidak
memasuki proses fisiologis bakteri. Sedangkan, mekanisme intraseluler bakteri
Enterobacter sp. dilakukan oleh Metallothienins (MT) dan gen resisten dalam
plasmid dan kromosom bakteri (Prasidya dkk, 2015).
5.2.2 Uji resistensi bakteri Enterobacter sp. terhadap antibiotik
Berdasarkan pada hasil uji resistensi bakteri Enterobacter sp. terhadap
antibiotik yang ditunjukkan pada tabel menunjukkan bahwa bakteri Enterobacter
sp. yang sudah resisten Pb ternyata sensitif terhadap antibiotik tetrasiklin 30 µg
dan klormafenikol 30 µg. Hal ini dikarenakan kedua antibiotik tersebut termasuk
antibiotik bakteriostatik berspektrum luas yang menghambat sintesis protein dan
bekerja aktif pada banyak bakteri gram positif dan gram negatif. Sedangkan untuk
pengujian yang kedua yaitu bakteri Enterobacter sp. yang sudah resisten logam
Cd semuanya menunjukkan sifat resistensinya terhadap antibiotik tetrasiklin dan
kloramfenikol. Hal ini menunjukkan bahwa bakteri dapat merubah diri
sedemikian rupa sehingga dapat mengurangi efektifitas dari suatu obat, bahan
kimia ataupun zat lain. Akibatnya bakteri masih bisa bertahan hidup dan
bereproduksi sehingga semakin membahayakan. Selain itu, dari pengujian
sebelumnya menyatakan bahwa bakteri memiliki faktor R dimana merupakan satu
golongan plasmid yang membawa gen-gen resisten terhadap satu atau lebih
antibiotik dan logam berat. Gen dalam plasmid yang menyebabkan resistensi obat
65
seringkali memproduksi enzim-enzim yang merusak daya kerja obat (Dwyana
dkk, 2012).
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Dari penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa :
1. Kadar logam berat Timbal (Pb) yang terkandung dalam ikan bandeng yang
dibudidayakan di tambak Jabon Sidoarjo sebesar 4,82 ppm dan 6,11 ppm.
2. Kadar logam berat Kadmium (Cd) yang terkandung dalam ikan bandeng yang
dibudidayakan di tambak Jabon Sidoarjo sebesar 2,63 ppm dan 3,24 ppm.
3. Bakteri Enterobacter sp. resisten terhadap logam berat Timbal (Pb) dengan
konsentrasi 5ppm jumlah koloni rata-rata sebesar 16,25x106 CFU/ml,
konsentrasi 10ppm jumlah koloni rata-rata sebesar 13,2x106 CFU/ml dan
konsentrasi 25ppm jumlah koloni rata-rata sebesar 12,75x106 CFU/ml.
4. Bakteri Enterobacter sp. juga resisten terhadap logam berat Kadmium (Cd)
dengan konsentrasi 5ppm jumlah koloni rata-rata sebesar 11,35 x106 CFU/ml,
konsentrasi 10ppm jumlah koloni rata-rata sebesar 10,35x106 CFU/ml dan
konsentrasi 25ppm jumlah koloni rata-rata sebesar 8,3x106 CFU/ml.
5. Bakteri Enterobacter sp. yang resisten logam Timbal (Pb) menunjukkan
sensitivitasnya terhadap antibiotik Kloramfenikol dan Tetrasiklin.
6. Bakteri Enterobacter sp. yang resisten logam Kadmium (Cd) menunjukkan
resistensinya terhadap antibiotik Kloramfenikol dan Tetrasiklin.
66
67
6.2 Saran
1. Bagi masyarakat sebaiknya menghindari konsumsi ikan bandeng yang
dibudidayakan di tambak Jabon Sidoarjo secara berlebihan karena adanya
kandungan logam berat Timbal dan Kadmium yang melebihi batas. Namun,
untuk mengurangi kadar logam berat pada ikan bandeng tersebut bisa
menggunakan bahan-bahan alami seperti jeruk nipis, belimbing wuluh dan
bahan alami lainnya. Selain itu pengolahan yang benar bisa mengurangi efek
berbahaya dari adanya bakteri yang ada di ikan bandeng tersebut.
2. Bagi peneliti selanjutnya sebaiknya melakukan uji resistensi bakteri
menggunakan konsentrasi Pb dan Cd yang lebih tinggi dan menggunakan
jenis antibiotik yang berbeda.
DAFTAR PUSTAKA
Agarwal S., 2002. Pollution Management : IV Heavy Metal Pollution. New Delhi
Amanda, L., Suharsono, 2015. Evaluasi Kesesuaian Lahan Tambak Untuk
Budidaya Udang Windu dan Bandeng di Sekitar Desa Tambak Kalisogo dan Desa Permisan Kecamatan Jabon Kabupaten Sidoarjo
Arinda, T., Shovitri, M., dan Zulaika, E., 2012. Resistensi Bakteri Bacillus
terhadap Logam Berat
Astutik, L., Zulaika, E., 2015. Viabilitas Azotobacter Ala, A5 dan A9 pada
Medium yang Mengandung Logam Pb. Vol.4, No.1
Bangun, 2005. Kandungan Logam Berat Timbal dan Kadmium dalam Air,
Sedimen dan Organ Tubuh Ikan Sokang (Triacantus nieuhofi) di Perairan
Ancol, Teluk Jakarta
Benson, 2008. Microbiological Applications Lab Manual. Edisi ke 8. The
McGraw−Hill Companies, 2001. Hal. 154 – 437
Darmono, 1999. Kadmium dalam Lingkungan dan Pengaruhnya terhadap
Kesehatan dan Produktivitas Ternak
Dian, R., Fatimawali, Budiarso, F., 2015. Uji Resistensi Bakteri Escherichia coli
yang Diisolasi dari Plak Gigi Terhadap Merkuri dan Antibiotik
Kloramfenikol. Vol.3, No. 1, Januari-April 2015
Dwyana, S., Fahruddin, 2012. Uji Resistensi Antibiotik pada Bakteri Resisten
Merkuri (Hg) yang di Isolasi dari Kawasan Pantai Losari Makassar. Vol.I,
No.2 : 199-204, September 2012
Ernawati, 2010. Kerang Bulu (Anadara inflak) sebagai Indikator Pencemaran
Logam Berat Timbal (Pb) dan Kadmium (Cd) di Muara Sungai Asahan
(Tesis, USU 2010)
Fernanda, L., 2012. Studi Kandungan Logam Berat Timbal, Nikel, Kromium, dan
Kadmium pada Kerang Hijau (Perna viridis) dan Sifat Fraksionasinya pada
Sedimen Laut
Fidyandini, 2014. Identifikasi dan Pravelensi Ektoparasit pada Ikan Bandeng
Haq, A., 2014. Strategi Adaptasi Pendega Pasca Bencana Lumpur Lapindo di
Desa Tambak Kalisogo Kecamatan Jabon, Kabupaten Sidoarjo. No. 1
Harniza, Y., 2009. Pola Resistensi Bakteri yang Diisolasi dari Bangsal Bedah
Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Cipto Mangunkusumo pada Tahun
2003-2006
68
70
Herawati, N., 2007. Analisis Risiko Lingkungan Aliran Air Lumpur Lapindo ke
Badan Air (Studi Kasus Sungai Porong dan Sungai Aloo-Kabupaten
Sidoarjo)
Hidayati, Widyayanti, 2007.Kajian Dampak Pencemaran Logam Berat di Daerah
Sekitar Luapan Lumpur Sidoarjo Terhadap Kualitas Air dan Budidaya
Perikanan
Irawan, N., 2016. Implementasi Aturan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) di
Kawasan Sekitar Bencana Lumpur Sidoarjo. Vol. 4 No. 1 : 101-116, Maret
2016
Istarani, F., Pandebesie, E., 2014. Studi Dampak Arsenik (As) dan Kadmium (Cd)
terhadap Penurunan Kualitas Lingkungan
Juniawan, A., 2013. Karakteristik Lumpur Lapindo dan Fluktuasi Logam Berat Pb
dan Cu pada Sungai Porong dan Sungai Aloo. Vol. 7 No.1: 50-59
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. 2012. Perkembangan
Penanganan Penegakan Hukum Kebakaran Lahan dan Hutan.
www.menlhk.go.id. Diakses pada 14 November 2016. 11:45
Larasati, U., 2015. Analisa Kadar Timbal pada Ikan Bandeng (Chanos chanos)
yang Dibudidayakan di Tambak Kalisogo Sidoarjo Setelah Perebusan
Menggunakan Belimbing Wuluh
Lubis, P., 2015. Identifikasi Bakteri Escherichia coli serta Salmonella sp. yang
Diisolasi dari Soto Ayam
Lumbanraja, P., 2014. Mikroorganisme dalam Bioremediasi
Mahalina, W., 2016. Analisis Kandungan Logam Berat Timbal dalam Ikan Nila
(Oreochronis niloticus) yang Hidup di Sungai Kali Tengah, Sidoarjo. Vol.
5 No. 1: 43-47
Michael, R., Andrew, E., 2009. Antimicrobial Resistant in Hospital : How
Concerned Should We be? CMAJ 2009; 180 (4) : 408-15
National Geoghraphic. 2016. Air Sungai di Indonesia Tercemar Berat. www.nationalgeographic.co.id. Diakses pada 14 November 2016. 11:12
Nurhayati, Samallo, I., 2013. Analisis Degradasi Polutan Limbah Cair Pengolahan
Rajungan (Portunus pelagicus) dengan Penggunaan Mikroba Komersial.
Vol. 9 No. 1, Maret 2013, 1-13
Palar, H., 1994. Pencemaran dan Toksikologi Logam Berat. Cetakan I. PT Rineka
Cipta, Jakarta. Desember 1994
71
Pranata, Agus, Haryati, Saade, Edison, 2011. Pengaruh Tingkat Substitusi Tepung
Ikan dengan Tepung Maggot Terhadap Retensi dan Efisiensi Pemanfaatan
Nutrisi pada Tubuh Ikan Bandeng (Chanos chanos)
Prasetya, Y., Kuswytasari, N., Zulaika, E., 2012. Adaptasi Genera Bacillus pada
Media yang Mengandung Logam Timbal
Prasidya, Y., Zulaika, E., 2015. Viabilitas Azotobacter A l a, A3, A9 pada
Medium yang Terpapar Logam Kadmium (Cd). Vol. 4, No. 2
Public Health Agency of Canada, 2010. Enterobacter sp. www.phac-
aspc.gc.ca/lab-bio/res/psds-ftss/enterobacter-eng.php, Diakses pada 28
Januari 2017 , 22:00
Rohmah, N., 2017. Isolasi dan Identifikasi Bakteri yang Berpotensi sebagai Agen
Bioremediasi Timbal (Pb) dari Lumpur Lapindo. Fakultas Sains dan
Teknologi Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang.
Skripsi
Rogers, K., 2010. Enterobacter sp. www.britannica.com/science/Enterobacter,
Diakses pada 28 Januari 2017, 22:00
Safitri, F., 2015. Tingkat Efek Kesehatan Lingkungan Kandungan Logam Berat
Kadmium (Cd) pada Kerang Hijau (Perna viridis) yang di Konsumsi
Masyarakat Kaliadem Muara Angke Jakarta Utara Tahun 2015
Samsundari, S., Perwira, I., 2011. Kajian Dampak Pencemaran Logam Berat di
Daerah Sekitar Luapan Lumpur Sidoarjo Terhadap Kualitas Air dan
Budidaya Perikanan. Vol. 3 No. 2, 2011
Siahaan, R., Indrawan, A., Seodharma, D., Prasetyo, L., 2011. Kualitas Air Sungai
Cisadane, Jawa Barat, Banten. Vol. 11 No. 2, 2011
Simangunsong, Y., Bodhi, W., Kepel, B., 2015. Uji Resistensi Bakteri
Pseudomonas sp. yang Diisolasi dari Plak Gigi terhadap Merkuri dan
Tetrasiklin. Vol. 3 No. 2, Mei-Agustus 2015
Taufiq, R., Bintariadi, B., 2006. Tiga Skenario Pembuangan Lumpur Lapindo ke Laut. www.hotmudflow.wordpress.com. 28 Januari2017 , 9:33
Tim Perikanan WWF-Indonesia, 2014. Budidaya Ikan Bandeng (Chanos chanos)
pada Tambak Ramah Lingkungan. Jakarta:WWF-Indonesia. Versi 1,
Desember 2014
Wulandary, 2014. Optimalisasi Usaha Budidaya Tambak Ikan Bandeng di Desa
Tanjung Pasir, Kecamatan Teluk Naga, Kabupaten Tanggerang, Provinsi
Banten
72
Yuniar, D., Suharso, T., Prayitno, G., 2010. Arahan Pemanfaatan Ruang Pesisir
Terkait Pencemaran Kali Porong. Vol. 2 No. 2, 2010
Yunita, M., Hendrawan, Y., Yulianingsih, R., 2015. Analisis Kuantitatif
Mikrobiologi pada Makanan Penerbangan (Aerofood ACS) Garuda
Indonesia Berdasarkan TPC (Total Plate Count) dengan Metode Pour
Plate. Vol. 3 No. 3, Oktober 2015, 237-248. Jurnal Keteknikan Pertanian
Tropis dan Biosistem
Zulaika, E., Luqman, A., Arinda, T., danSholikah, U., 2012. Bakteri Resisten
Logam Berat yang Berpotensi sebagai Biosorben dan Bioakumulator