uji obat anti inflamasi secara in vivo

22
Pengetahuan Laboratorium Dasar 2014 Dr. dr. Mgs Irsan Saleh, M.Biomed Page 1 I. PENDAHULUAN Tanpa memandang sumber atau gagasan utama yang mengarah pada suatu molekul kandidat obat, uji obat melibatkan serangkaian eksperimen dan penelitian pada makhluk hidup yang dilaksanakan secara konsisten. Proses ini dinamakan skrining obat. Beragam uji (assay) biologik pada hewan percobaan baik pada tingkat molekular, selular, organ, maupun holistik digunakan untuk menentukan aktivitas dan selektivitas obat. Jenis dan jumlah uji skrining awal bergantung pada tujuan farmakologi dan terapeutik. Berbagai obat anti-infeksi akan diuji terhadap berbagai organisme penyebab infeksi, beberapa diantaranya menunjukkan resitensi terhadap obat standar, dan berbagai obat hipoglikemik akan diuji kemampuannya untuk menurunkan gula darah, dan sebagainya. Selain itu, kumpulan berbagai kerja lainnya dari satu molekul juga akan diteliti untuk menentukan mekanisme kerja dan selektivitas obat. Hal ini mempunyai keuntungan karena dapat memperlihatkan berbagai efek toksik baik yang diduga maupun yang tidak diduga. Terkadang, seorang pengamat yang cukup teliti dapat menemukan suatu efek terapeutik yang tidak diduga sebelumnya. Pemilihan molekul-molekul yang akan diteliti lebih lanjut paling efisien dilakukan melalui model penyakit manusia pada hewan percobaan. Pada umumnya, manusia memiliki obat-obatan yang adekuat untuk berbagai keadaan dengan model perkiraan pra klinis yang baik (contohnya obat antibakterial, penyakit hipertensi atau trombotik). Untuk penyakit yang memiliki model pra klinis yang buruk atau yang sama sekali belum memiliki model pra klinis, seperti pada penyakit Alzheimer, obat-obatan yang adekuat umumnya belum tersedia dan jarang terdapat terobosan baru dalam peningkatan terapi. Selama skrining obat berlangsung, berbagai penelitian dilakukan untuk mendapatkan profil farmakologis obat tersebut pada tingkat molekular, selular, sistem, organ, dan

Transcript of uji obat anti inflamasi secara in vivo

Page 1: uji obat anti inflamasi secara in vivo

Pengetahuan Laboratorium Dasar 2014

Dr. dr. Mgs Irsan Saleh, M.Biomed Page 1

I. PENDAHULUAN

Tanpa memandang sumber atau gagasan utama yang mengarah pada suatu molekul

kandidat obat, uji obat melibatkan serangkaian eksperimen dan penelitian pada makhluk

hidup yang dilaksanakan secara konsisten. Proses ini dinamakan skrining obat. Beragam uji

(assay) biologik pada hewan percobaan baik pada tingkat molekular, selular, organ, maupun

holistik digunakan untuk menentukan aktivitas dan selektivitas obat. Jenis dan jumlah uji

skrining awal bergantung pada tujuan farmakologi dan terapeutik. Berbagai obat anti-infeksi

akan diuji terhadap berbagai organisme penyebab infeksi, beberapa diantaranya menunjukkan

resitensi terhadap obat standar, dan berbagai obat hipoglikemik akan diuji kemampuannya

untuk menurunkan gula darah, dan sebagainya. Selain itu, kumpulan berbagai kerja lainnya

dari satu molekul juga akan diteliti untuk menentukan mekanisme kerja dan selektivitas obat.

Hal ini mempunyai keuntungan karena dapat memperlihatkan berbagai efek toksik baik yang

diduga maupun yang tidak diduga. Terkadang, seorang pengamat yang cukup teliti dapat

menemukan suatu efek terapeutik yang tidak diduga sebelumnya. Pemilihan molekul-molekul

yang akan diteliti lebih lanjut paling efisien dilakukan melalui model penyakit manusia pada

hewan percobaan. Pada umumnya, manusia memiliki obat-obatan yang adekuat untuk

berbagai keadaan dengan model perkiraan pra klinis yang baik (contohnya obat antibakterial,

penyakit hipertensi atau trombotik). Untuk penyakit yang memiliki model pra klinis yang

buruk atau yang sama sekali belum memiliki model pra klinis, seperti pada penyakit

Alzheimer, obat-obatan yang adekuat umumnya belum tersedia dan jarang terdapat terobosan

baru dalam peningkatan terapi.

Selama skrining obat berlangsung, berbagai penelitian dilakukan untuk mendapatkan

profil farmakologis obat tersebut pada tingkat molekular, selular, sistem, organ, dan

Page 2: uji obat anti inflamasi secara in vivo

Pengetahuan Laboratorium Dasar 2014

Dr. dr. Mgs Irsan Saleh, M.Biomed Page 2

orgnisme. Pada tingkat molekuler, skrining akan dilakukan terhadap senyawa tersebut untuk

menentukan afinitas ikatan dengan reseptor pada membran sel yang mengandung berbagai

reseptor α (jika memungkinkan, pada reseptor yang terdapat pada manusia), pada berbagai

reseptor lainnya, dan pada tempat pengikatan enzim. Jika struktur kristal obat beserta

targetnya tersedia, analisis struktur biologi atau skrining virtual dengan menggunakan

komputer (computer-assisted virtual screening) dapat dilakukan untuk lebih memahami

interaksi obat dengan reseptor. Berbagai penelitian awal dapat dilakukan untuk

memperkirakan efek-efek yang mungkin akan menyebabkan metabolisme obat yang tidak

diinginkan atau komplikasi toksikologik. Pengaruhnya terhadap fungsi sel akan diteliti

untuk menentukan apakah obat tersebut bersifat agonis, agonis parsial, atau antagonis

reseptor α. Suatu jaringan terpisah (isolated tissue), terutama jaringan otot polos pembuluh

darah, digunakan untuk melihat aktivitas farmakologis dan selektivitas senyawa baru

dibandingkan dengan senyawa referensi. Pembandingan dengan obat-obatan lain juga

dilakukan pada preparat in vitro lain seperti otot polos saluran cerna dan bronkus. Pada tiap

tahapan proses ini, senyawa harus memenuhi persyaratan spesifik untuk dapat maju ke

tahapan selanjutnya.

Penelitian pada hewan secara holistik umumnya diperlukan untuk menentukan efek

obat pada sistem organ dan model penyakit. Penelitian pengaruh semua obat baru terhadap

kardiovaskular dan ginjal umumnya pertama kali dilakukan pada hewan normal. Jika

memenuhi standar kelayakan, penelitian juga dapat dilakukan pada model penyakit. Berbagai

penelitian ini dapat memberikan anjuran mengenai perlu tidaknya dilakukan modifikasi

kimiawi lebih lanjut untuk memperoleh sifat-sifat farmakokinetik dan farmakodinamik yang

lebih diinginkan. Sebagai contoh, penelitian pada pemberian obat secara oral dapat

memperlihatkan bahwa obat ini sukar diabsorpsi atau cepat dimetabolisme dalam hati;

Page 3: uji obat anti inflamasi secara in vivo

Pengetahuan Laboratorium Dasar 2014

Dr. dr. Mgs Irsan Saleh, M.Biomed Page 3

modifikasi untuk meningkatkan bioavailabilitas mungkin diindikasikan. Jika obat

direncanakan untuk digunakan secara menahun, perlu dilakukan kajian mengenai

perkembangan toleransi. Untuk berbagai obat yang berhubungan dengan atau memiliki

mekanisme kerja yang serupa dengan berbagai obat yang diketahui menyebabkan

ketergantungan fisik, potensi penyalahgunaannya juga perlu diteliti. Mekanisme

farmakologik untuk tiap kerja utama obat juga akan dicari. Hasil yang diinginkan dari

prosedur skrining ini (yang mungkin perlu diulang beberapa kali dengan analog atau

kongener molekul aslinya) disebut sebagai senyawa utama (lead compound), yaitu kandidat

utama untuk obat baru yang diperkirakan akan berhasil. Senyawa tersebut umumnya akan

didaftarkan dan dipatenkan baik sebagai senyawa baru (paten mengenai komposisi suatu

materi) yang bermanfaat maupun sebagai pengobatan yang baru dan berbeda dengan zat

kimiawi yang telah dikenal sebelumnya untuk suatu penyakit (paten mengenai penggunaan).

Page 4: uji obat anti inflamasi secara in vivo

Pengetahuan Laboratorium Dasar 2014

Dr. dr. Mgs Irsan Saleh, M.Biomed Page 4

II. PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN

Inflamasi adalah respon biologis kompleks dari jaringan vaskuler atas adanya bahaya,

seperti pathogen, kerusakkan sel, atau iritasi. Ini adalah usaha perlindungan diri organisme

untuk menghilangkan rangsangan penyebab luka dan inisiasi proses penyembuhan jaringan.

Jika inflamasi tidak ada maka luka dan infeksi tidak akan sembuh dan akan menggalami

kerusakkan yang lebih parah. Inflamsi yang tidak terkontrol juga dapat menyebabkan

penyakit, seperti demam, atherosclerosis, dan reumathoid arthritis. (Gard, 2001)

Inflamasi adalah respon dari suatu organism terhadap pathogen dan alterasi mekanis

dalam jaringan, berupa rangkaian reaksi yang terjadi pada tempat jaringan yang

mengalami cedera, seperti karena terbakar, atau terinfeksi. Radang atau inflamasi adalah

satu dari respon utama system kekebalan terhadap infeksi dan iritasi.Radang terjadi saat suatu

mediator inflamasi (misal terdapat luka) terdeteksi oleh tubuh kita.Lalu permeabilitas sel di

tempat tersebut meningkat diikuti keluarnya cairan ke tempat inflamasi. Terjadilah

pembengkakan. Kemudian terjadi vasodilatasi (pelebaran) pembuluh darah perifer sehingga

aliran darah dipacu ke tempat tersebut. Akibatnya timbul warna merah dan terjadi migrasi

sel-sel darah putih sebagai pasukan pertahanan tubuh kita.

Page 5: uji obat anti inflamasi secara in vivo

Pengetahuan Laboratorium Dasar 2014

Dr. dr. Mgs Irsan Saleh, M.Biomed Page 5

Inflamasi distimulasi oleh factor kimia (histamin, bradikinin,serotonin, leukotrien,

dan prostaglandin) yang dilepaskan oleh sel yang berperan sebagai mediator radang di

dalam system kekebalan untuk melindungi jaringan sekitar dari penyebaran infeksi.

Radang dibagi menjadi 2, yaitu:

a. Inflamasi non imunologis : tidak melibatkan system imun (tidak ada reaksi alergi) misalnya

karena luka, cederafisik, dsb.

b. Inflamasi imunologis : Melibatkan system imun, terjadi reaksi antigen-antibodi. Misalnya

pada asma.

Radang mempunyai tiga peran penting dalam perlawanan terhadap infeksi :

a. Memungkinkan penambahan molekul dan sel efektor ke lokasi infeksi untuk meningkatkan

performa makrofaga

b. Menyediakan rintangan untuk mencegah penyebaran infeksi

c. Mencetuskan proses perbaikan untuk jaringan yang rusak

Page 6: uji obat anti inflamasi secara in vivo

Pengetahuan Laboratorium Dasar 2014

Dr. dr. Mgs Irsan Saleh, M.Biomed Page 6

Respon peradangan dapat dikenali dari rasa sakit, kulit lebam, demam, dll.yang disebabkan

karena terjadi perubahan pada pembuluh darah di area infeksi :

a. Pembesaran diameter pembuluh darah, disertai peningkatan aliran darah di daerah infeksi.

Hal ini dapat menyebabkan kulit tampak lebam kemerahan dan penurunan tekanan darah

terutama pada pembuluh kecil.

b. aktivasi molekul adhesi untuk merekatkan endothelia dengan pembuluh darah.

c. Kombinasi dari turunnya tekanan darah dan aktivasi molekul adhesi, akan memungkinkan

sel darah putih bermigrasi ke endothelium dan masuk ke dalam jaringan. Proses ini dikenal

sebagai ekstravasasi.

Bagian tubuh yang mengalami peradangan memiliki tanda-tanda sebagai berikut :

tumor atau membengkak

calor atau menghangat

dolor atau nyeri

rubor atau memerah

functiolaesa atau daya pergerakan menurun, dan kemungkinan disfungsi organ

Anti inflamasi adalah obat yang dapat menghilangkan radang yang disebabkan bukan karena

mikroorganisme (non infeksi). Gejala inflamasi dapat disertai dengan gejala panas,

kemerahan, bengkak, nyeri/sakit, fungsinya terganggu. Proses inflamasi meliputi kerusakan

mikrovaskuler, meningkatnya permeabilitas vaskuler dan migrasi leukosit ke jaringan radang,

dengan gejala panas, kemerahan, bengkak, nyeri/sakit, fungsinya terganggu. Mediator yang

dilepaskan antara lain histamin, bradikinin, leukotrin, prostaglandin dan PAF.

Page 7: uji obat anti inflamasi secara in vivo

Pengetahuan Laboratorium Dasar 2014

Dr. dr. Mgs Irsan Saleh, M.Biomed Page 7

B. PEMBAGIAN OBAT – OBATAN

Obat Antiinflamasi terbagi atas 2, yaitu :

1.Golongan Steroid

Contoh : Hidrokortison, Deksametason, Prednisone

2.Golongan AINS (non steroid)

Contoh : Parasetamol, Aspirin, Antalgin/Metampiron, AsamMefenamat, Ibuprofen

C. MEKANISME KERJA

No. Golongan Obat Mekanisme Kerja

1. Steroid Menghambat enzim fosfolipase A2 sehingga tidak

terbentuk asam arakhidonat. Tidak adanya asam arakhidonat berarti tidak terbentuknya prostaglandin.

2. AINS (Non Steroid) Menghambat enzim siklooksigenase (cox-1 dan cox-2) ataupun menhambat secara selektif cox-2 saja

sehingga tidak terbentuk mediator-mediator nyeri yaitu prostaglandin dan tromboksan

D. TABEL INTERAKSI OBAT

No Nama Obat

A

Nama Obat B Mekanisme

obat A

Mekanisme obat B Interaksi obat

A+B

1. Aspirin Antasida Mengasetilasi enzim

siklooksigenase dan

menghambat pembentukan enzim cyclic

endoperoxides

Menetralisir asam lambung dengan

meningkatkan pH

Antasida meningkatkan

pH urine sehingga

klirens salisilat meningkat àdosis salisilat

dalam darah menurun

2. Aspirin Acetazolamide Mengasetilasi

enzim

Memblok enzim

karbonik anhidrase

Aspirin

menggeser

Page 8: uji obat anti inflamasi secara in vivo

Pengetahuan Laboratorium Dasar 2014

Dr. dr. Mgs Irsan Saleh, M.Biomed Page 8

siklooksigenase dan

menghambat pembentukan

enzim cyclic endoperoxides

ikatan acetazolamid

dengan protein plasma à

akumulasi acetazolamid dalam darah à

toksisitas acetazolamid

3. Aspirin Kortikosteroid(Betamethasone) Mengasetilasi enzim siklooksigenase

dan menghambat

pembentukan enzim cyclic endoperoxides

Menyebabkan vasokonstriksi, juga berkhasiat merintangi

atau mengurangi terbentuknya cairan

peradangan dan udema setempat

Betamethasone menstimulasi metabolisme

aspirin di hati dan

meningkatkan klirens renal à kadar aspirin

menurun à turunnya

efektivitas aspirin

4. Aspirin Methotrexate Mengasetilasi

enzim siklooksigenase

dan menghambat pembentukan

enzim cyclic endoperoxides

Mengganggu aktivsi

folat dengan menginhibisi

dihidrofolatereduktase sehingga mengganggu replikasi DNA pada sel

Aspirin

menurunkan klirens ginjal

dan menggeser ikatan protein methotrexate à

kadar methotrexate

meningkat à toksisitas methotrexate

5. Aspirin Antikoagulan(warfarin) Mengasetilasi enzim

siklooksigenase dan menghambat

pembentukan enzim cyclic

endoperoxides

Mengganggu aktivasi factor pembekuan darah

yang bergantung pada vitamin K, yaitu factor, II, VII, IX, X

Meningkatkan aktivitas

antikoagulan à masa perdarahan

meningkat

6.. Aspirin Kafein Mengasetilasi enzim

siklooksigenase dan

menghambat pembentukan

-meningkatkan mobilisasi kalsium

intraselular- peningkatan akumulasi

nukleotida siklikkarena hambatan

Kafein meningkatkan

bioavaliabilitas dan laju

absorpsi dari aspirin

Page 9: uji obat anti inflamasi secara in vivo

Pengetahuan Laboratorium Dasar 2014

Dr. dr. Mgs Irsan Saleh, M.Biomed Page 9

enzim cyclic endoperoxides

phosphodiesterase

7. Asam mefenamat

Antasida menghambat sintesa

prostaglandin dengan menghambat

kerja enzim cyclooxygenase

(COX-1 & COX-2)

Menetralisir asam lambung dengan

meningkatkan pH

Antasida akan mempercepat

absorpsi asam mefenamat

8. Diklofenak Sukralfat Menghambat

kerja enzim siklooksigenase

Melindungi permukaan

sel dari asam lambung, pepsin dan empedu.

Terjadi

penurunan absorpsi

diklofenak à efektivitas diklofenak

menurun

9. Diklofenak Methotrexate Menghambat

kerja enzim siklooksigenase

Mengganggu aktivsi

folat dengan menginhibisi dihidrofolatereduktase

sehingga mengganggu replikasi DNA pada sel

Na-diklofenak

menurunkan klirens renal methotrexate à

peningkatan kadar

methotrexate àtoksisitas methotrexate

10. Diklofenak Kolestiramin Menghambat kerja enzim

siklooksigenase

Menurunkan kadar kolesterol plasma

dengan mengikat asam empedu dalam saluran cerna

Peningkatan klirens plasma

diklofenak à absorpsi diklofenak

menurun à efektivitas

diklofenak menurun

11. Ibuprofen Lithium Menghambat

kerja enzim siklooksigenase

Menstabilkan suasana

hati (mood stabilizer)

Ibuprofen

menghambat produksi

prostaglandin à eliminasi lithium

menurun à toksisitas

lithium

12. Ibuprofen Gentamisin Menghambat Antibiotik golongan Ibuprofen

Page 10: uji obat anti inflamasi secara in vivo

Pengetahuan Laboratorium Dasar 2014

Dr. dr. Mgs Irsan Saleh, M.Biomed Page 10

kerja enzim siklooksigenase

aminoglikosida yang bersifat bakteriostatik

dengan berikatan secara irreversibel pada sub

unit 30S dari ribosom dan karena itu menyebabkan gangguan

yang kompleks pada sintesis protein

menurunkan laju filtrasi

glomerulus à akumulasi

gentamisin à toksisitas gentamisin

13. Ibuprofen Fluconazole Menghambat kerja enzim siklooksigenase

menghambat enzim cytochrome P450, sehingga merintanqi

sintesa ergosterol

Fluconazole menginhibisi metabolisme

ibuprofen melalui

CYP2C9 à kadar ibuprofen

meningkat.

14. Indometasin Probenesid Menghambat

kerja enzim siklooksigenase

Menghambat reabsorpsi

asam urat di tubulus ginjal sehingga sekresi asam urat meningkat

Probenesid

menurunkan klirens indometasin à

kadar plasma indometasin

meningkat

E. CONTOH OBAT DI PASARAN

No. Nama Obat Nama di Pasaran Nama Produsen Indikasi

1. Hidrokortison Hidrokortison Kalbe Farma Dermatitis (alergi, atopik),

neurodermatitis

2. Deksametason Dexamethasone Sampharindo Mengatasi gejala inflamasi akut,

penyakit alergi, edema serebral, arthritis rematoid.

3. Prednisone Prednison Berlico Berlico Mulia Farma

Demam rematik akut, asma bronkial, obat anti-inflamasi.

4. Parasetamol Paracetamol Errita Mengurangi rasa sakit kepala, sakit gigi dan menurunkan panas.

Page 11: uji obat anti inflamasi secara in vivo

Pengetahuan Laboratorium Dasar 2014

Dr. dr. Mgs Irsan Saleh, M.Biomed Page 11

5. Asam salisit Aspirin Bayer Demam, sakit kepala, sakit gigi, pusing, nyeri otot

6. Antalgin Antalgin Generik INF

Untukmenghilangkan rasa sakit, terutamakolikdan

sakitsetelahoperasi.

7. Asam Mefenamat

Allogon Konimex Nyeriringan, sedangsampaiberatsepertisakitkepala, nyeriotot, artralgia (nyerisendi),

sakitgigi, osteoartitisrematoid, gout, nyerisaathaid, nyerisetelahoperasi.

8. Ibuprofen Profenal Yarindo

Farmatama

Meredakan nyeri misalnya pada sakit

gigi, sakit kepala, nyeri otot dan dismenore primer

F. UJI COBA OBAT ANTI INFLAMASI SECARA IN VIVO

1. Asam Asetat sebagai penginduksi rasa nyeri

Setelah dua minggu hewan diadaptasikan, mencit galur ICR jantan (18-25 gr) dibagi secara

acak kedalam empat kelompok, termasuk juga kedalamnya kelompok normal dan kelompok

positif kontrol, an dua kelompok sampel uji. Kelompok kontrol diberikan salin, sedangkan

kelompok positif kontrol diberikan indometasin (10mg/kg ip) 20 menit sebelum diberikan

asam asetat. Dosis sampel uji dibeirkan dalam dua variasi dosis, dimana diberikan secara

peroral 60 menti sebelum asam asetat (0.1 ml/10g) diberikan. % menit setelah injeksi IP asam

asetat dilihat tikus yang mengalami nyeri dalam rentang waktu 10 menit.

2. Tes formalin

Mencit galur ICR jantan (18-25 gr) dikelompokkan secara acak kedalam 4 grup (n=8).

Termasuk kedalamnys kelompok normal dan positif control dan kelompok sample uji.

Page 12: uji obat anti inflamasi secara in vivo

Pengetahuan Laboratorium Dasar 2014

Dr. dr. Mgs Irsan Saleh, M.Biomed Page 12

Kelompok control hanya diberi pembawa, positf contro, indometasin (10mg/kg ip) dilarutkan

dalam tween 80 plus 0.9% (w/v) larutan salin dan diberikan secara IP pada volume 0.1ml/10

g. Satu jama sebelum pengujian, hewan ditempatkan pada kandang standar ( ukuran

30x12x13 cm) yang digunakan sebagai tempat observasi.Samepl diberikan secara peroral 60

menit sebelum injeksi formalin. Indometasin diadministrasikan 30 menit sebelum injeksi

formalin. 20 µl formalin 1% dinjeksikan pada permukaan dorsal dari tapak kaki kanan. Dan

waktu tapak kaki meregang dicatat. 5 menit setelah injeksi formalin disebut fase awal, dan

waktu 15-40 menit disebut fase akhir. Waktu yang dibutuhkan untuk meregangkan tapak kaki

dihutng dengan stopwatch. Aktivitas diukur dlam interval waktu 5 menit.

3. λ-carrageenin sebagai penginduksi udema pada tapak kaki

Mencit jantan galur ICR (18-25 gr) dipuasakan 24 jam sebelum masa percobaan dengan

tetap diberi minum. 50 µl suspensi 1% karagenan dilarutkan dalam larutan salin dinjeksikan

pada tapak kaki kanan mencit.Sampel dan indometasin dilarukan dalam tween 80 plus 0.9%

(w/v) larutan salin. Konsentrasi final dari tween 80 tidak boleh lebih dari 5% dan tidak

menyebabkan inflamasi yng berarti. 2 jam sebelum dinduksi, diberikan sampel dengan 2

tingkatan dosis secara oral. Indometasin (10 mg/kg ip) diinjeksikan 90 menit sebelum

induksi. Udema pada tapak kaki segera dihitung setlah injeksi karagenan (interval waktu

1,2,3,4,5,6 jam) dengan menggunakan pletismometer. Derajat udema dievaluasi dengan rasio

a/b

a= volume tapak kaki kanan setelh induksi karagenan

Page 13: uji obat anti inflamasi secara in vivo

Pengetahuan Laboratorium Dasar 2014

Dr. dr. Mgs Irsan Saleh, M.Biomed Page 13

b= volume tapak kaki kanan sebelum induksi karagenan

4. Metode Panas

Tes Hot plate

Metode ini dengan menggunakan hot plate yang suhunya 55 ± 1°C. Waktu terjadi reaksi

basal hewan terhadap panan dicatat. Hewan yang menunjukkan respon melompat dalam

waktu 6-8 detik dimasukkan kedalam kelompok percobaan. 60 menit setelah administrasi

senyawa uji dan positif control, hewan dikelompokkan kedalam 6 grup dimana masing-

masingnya ditaruh pada hot plate. Waktu sampai terjadi lompat hewan coba disebut

waktu reaksi.Persentasi inhibisi sakit dihutung denga rumus:

(PIP) = ((T1-T0)/T0) x 100 àT1 =waktu setalah diberi obat

T0 = sebelum diberi obat

Tes menarik ujung ekor

Waktu reaksi basal hewan uji terhadap panas dicatat dengan melekatkan ujung ekor (jarak

1-2 cm paling ujung) pada sumber panas. Respon dilihat ketika hwean menarik ekor dari

sumber panas. Hewan yang menunjukkan respon dalam 3-5 detik dimasukkan kedlaam

percobaan. Periode waktu pemgamatan selama 15 detik. Waktu pengamatan dilakukan

setelah 30 dan 60 menti administrasi obat. Persentase inhibis dihutng dengan rumus:

(PIP) = ((T1-T0)/T0) x 100

T1 =waktu setalah diberi obat and T0 = sebelum diberi obat

Page 14: uji obat anti inflamasi secara in vivo

Pengetahuan Laboratorium Dasar 2014

Dr. dr. Mgs Irsan Saleh, M.Biomed Page 14

5. Etil fenil propionate sebagai penginduksi edem pada telinga tikus

Tus jantan (100-150 gr) digunakan sebgai hewan coba. Edema telinga dinduksi mengoleskan

secara topical EEp dengan dosis 1mg/20 μl pertelinga pada bagian permukaan dan dalam

kedua telinga dengan mengunakan pipet otomatis. Sampel uji juga dioleskan pada telinga

denga volum yang sama seperti EEP. Waktu sebelum, 30 menit, 1 jam dan 2 jam merupakan

waktu pengamatan setelah induksi. Ketebalan telinga diukur jangka sorong.

6. Putih telur sebagai penginduksi edema

Empat grup tikus wistar jantan dan betina diberikan : grup 1, 10% propilenglikol, grup 2 dan

3 sampel uji, dan grup 4 diberikan natrium diklofenak sebagaikontrol positif (100 mg/kg po).

Setelah 30 menit, masing-masing kelompok disuntikkan dengan putih telur sebanyak 0.5 ml

pada tapak kaki kiri. Digunakan pletismometer digital untuk mengukur volume kaki yang

mengalami udema dalam perode 120 menit. Dengan interval 30, 60, 90 dan 120 menit.

G. SKRINING ASPIRIN SEBAGAI ANTI INFLAMASI SECARA IN VIVO

1. Mekanismes kerja dan efek samping Aspirin

Asam asetil salisilat yang lebih dikenal sebagai aspirin atau Asetosal merupakan salah

satu senyawa yang secara luas digunakan, Asetosal digunakan sebagai obat analgetik,

antipiretik, dan antiinflamasi yang sangat luas digunakan (Wilmana,1995).

Aspirin (asam asetilsalisilat) mempunyai pKa 3,5. Ini kira-kira 50% lebih kuat

daripada natrium salisilat, walaupun senyawa ini kurang mengiritasi lambung. Salisilat cepat

diabsorbsi dari lambung dan usus halus bagian atas, kadar puncak dalam plasma dicapai

Page 15: uji obat anti inflamasi secara in vivo

Pengetahuan Laboratorium Dasar 2014

Dr. dr. Mgs Irsan Saleh, M.Biomed Page 15

dalam waktu 1-2 jam. Suasana asam di dalam lambung menyebabkan sebagian besar dari

salisilat terdapat dalam bentuk nonionisasi, sehingga memudahkan absorpsi. Walaupun

begitu, bila salisilat dalam konsentrasi tinggi memasuki sel mukosa, maka obat tersebut dapat

merusak barier mukosa. Jika pH lambung ditingkatkan oleh penyangga yang cocok sampai

pH 3,5 atau lebih, maka iritasi terhadap lambung berkurang. Aspirin diabsorbsi begitu saja

dan dihidrolisis menjadi asam asetat dan salisilat oleh esterase di dalam jaringan dan darah

(Katzung, 1997)

Prostaglandin tromboksan A2 adalah suatu produk arakidonat yang menyebabkan

trombosit untuk mengubah bentuknya, melepas granulnya dan beragregasi. Aspirin

menghambat sintesis tromboksan A2 dengan mengasetilasi secara ireversibel enzim

siklooksigenase, yang mengkatalisis perubahan asam arakidonat menjadi senyawa

endoperoksida, pada dosis tepat, obat ini akan menurunkan pembentukan prostaglandin

maupun tromboksan A2 tetapi tidak leukotrien (Katzung, 1997)

Pada dosis rendah, salisilat menunjukan aktivitas analgesik, hanya pada dosis lebih tinggi

obat-obat ini menunjukkan aktivitas anti inflamasi (Mycek dkk., 2001). Dosis optimum

analgesik atau antipiretik aspirin, lebih kecil dari dosis oral 0,6 mg yang lazim digunakan.

Dosis yang lebih besar dapat memperpanjang efeknya. Dosis lazim dapat diulang setiap 4 jam

dan dosis lebih kecil (0,3 g) setiap 3 jam. Dosis antiinflamasi rata-rata 4 g per hari dapat

ditoleransi oleh kebanyakan orang dewasa (Katzung, 2001)

Aspirin sebagai anti-inflamasi, anti-piretik, dan analgesik, tetapi juga mempunyai efek

samping pada saluran cerna. Dengan adanya aspirin, prostanoid-prostanoid tidak terbentuk,

yang mengakibatkan sekresi asam lambung meningkat dan mukus protektif berkurang.

Secara normal, prostasiklin (PGI2) menghambat sekresi asam lambung, sedangkan PGE2 dan

Page 16: uji obat anti inflamasi secara in vivo

Pengetahuan Laboratorium Dasar 2014

Dr. dr. Mgs Irsan Saleh, M.Biomed Page 16

PGF2 merangsang sintesis mukus protektif dalam lambung dan usus kecil. Selain itu, efek

aspirin yang juga menghambat tromboxan A2 bisa mengakibatkan perdarahan pada saluran

cerna. Sehingga aspirin dapat menyebabkan distres epigastrium, ulkus, dan perdarahan (Yuan

dkk., 2006)

Efek topikal dari AINS adalah erosi gaster yang superficial dan lesi petekie.

Bagaimanapun juga, risiko ulkus gastroduodenal tidak berkurang dengan penggunaan AINS

secara parental atau rektal yang mengindikasi munculnya luka dari efek sistemik AINS pada

mukosa gastrointestinal. Risiko terbesar dari perkembangan terjadinya ulkus selama 3 bulan

pertama dari penggunaan AINS, setelah itu, risiko menurun tetapi terus-menerus terjadi

(Shrestha and Lau, 2006). Hasil evaluasi endoskopi pada penderita yang mendapatkan AINS

menunjukkan adanya iritasi mukosa lambung berupa petekie, bahkan dapat timbul ulkus pada

mukosa lambung. Secara lokal umumnya obat-obat AINS telah menyebabkan iritasi mukosa,

bila terjadi kontak selama 3 jam, dengan endoskopi tampak tanda-tanda perdarahan

mikroskopik. Secara sistemik obat-obat AINS ini menghambat pembentukan PGE2 yang

berfungsi sebagai proteksi mukosa lambung (Wongso dkk., 1992)

2. Pengujian efek inflamasi Aspirin

Pengujian efek inflamasi ini bertujuan untuk mengetahui besarnya efektivitas obat

antiinflamasi dapat menghambat udem pada hewan percobaan yang telah diinduksi oleh

karagenan. Sesuai dengan tujuan percobaan, prinsip dasar yang melandasi percobaan ini

adalah dengan penyuntikan obat uji secara subkutan pada telapak kaki belakang tikus putih

menyebabkan udem yang dapat diinhibisi oleh obat antiinflamasi (aspirin dan piroksikam)

Page 17: uji obat anti inflamasi secara in vivo

Pengetahuan Laboratorium Dasar 2014

Dr. dr. Mgs Irsan Saleh, M.Biomed Page 17

yang telah diberikan sebelumnya. Volume udem yang terjadi diukur dengan alat

plethysmometer dan dibandingkan terhadap volume udem yang tidak diberikan obat

(kelompok kontrol dengan PGA). Aktivitas obat antiinflamasi dinilai dari persentase proteksi

yang diberikan terhadap pengukuran udem.

Secara prosedural, tahapan-tahapan yang dilakukan dalam percobaan ini akan dibahas lebih

lanjut. Pertama-tama, sebelum percobaan dimulai, masing-masing tikus dikelompokkan

menjadi tiga kelompok, yaitu kelompok kontrol (PGA), kelompok uji 1 (aspirin), dan

kelompok uji 2 (piroksikam). Tikus kemudian ditimbang bobot badannya menggunakan

timbangan hewan dan diberikan tanda pengenal pada bagian ekor berupa urutan agar mudah

untuk diklasifikasikan dan dibedakan. Selain itu, pada kaki belakang bagian kiri diberikan

tanda batas untuk setiap tikus dengan spidol, agar pemasukan kaki ke dalam air raksa setiap

kali selalu sama, sehingga analisis data yang dilakukan lebih akurat dan sebagai batas

masuknya kaki ke dalam air raksa. Hewan yang digunakan dalam percobaan ini adalah tikus

karena tikus memiliki luas permukaan kaki yang lebih besar dibanding mencit, sehingga akan

mempermudah pengukuran dan mudah disuntik secara subplantar, sedangkan jika digunakan

mencit, kaki mencit harus dipotong tiap kali uji. Selain itu, tikus lebih resisten terhadap

infeksi, sehingga dapat diketahui obat uji yang berperan dalam efek antiinflamasi. Menurut

literatur penggunaan tikus sebagai hewan uji mempunyai keunggulan, antara lain: banyak

gen-nya tikus relatif mirip dengan manusia, sehingga jika pengujian dilakukan pada manusia,

akan memberikan hasil yang sama. Kemampuan berkembang biak tikus sangat tinggi, relatif

cocok untuk digunakan dalam eksperimen massal. Tipe bentuk badan tikus kecil, mudah

dipelihara dan obat yang digunakan di badannya dapat relatif cepat termanifestasi, sehingga

efek yang dihasilkan dapat diteliti dan memiliki akurasi yang tinggi.

Page 18: uji obat anti inflamasi secara in vivo

Pengetahuan Laboratorium Dasar 2014

Dr. dr. Mgs Irsan Saleh, M.Biomed Page 18

Setelah proses ini, kaki belakang tikus dimasukkan sampai tanda batas ke dalam air raksa

yang telah diberi cairan metilen blue agar memudahkan dalam membaca volume yang

tersambung dengan alat plethysmometer. Kenaikan volume air raksa yang terbaca pada alat

dicatat dan dinyatakan sebagai volume dasar, kenaikan volume air raksa diperoleh dari hasil

pengurangan volume air raksa setelah dimasukkan kaki tikus dan sebelum dimasukkan kaki

tikus. Pada proses ini diusahakan agar air raksa tidak tumpah karena akan mempengaruhi

proses pembacaan volume air raksa. Selain itu, air raksa jangan terlalu kontak dengan kulit,

karena air raksa termasuk logam berat yang bisa merusak jaringan atau pigmen kulit, jadi

proses yang dilakukan harus hati-hati. Pengukuran volume ini menggunakan air raksa sebagai

cairannya karena air raksa memiliki sifat yang sensitif jika ada pergerakan atau sedikit

guncangan, sehingga akurasi data dapat tercapai. Selain itu, air raksa memiliki sifat kohesi

yang besar sehingga tidak menempel pada kulit kaki tikus, semua kelebihan air raksa ini

diharapkan dapat meningkatkan keakuratan pembacaan volume pada alat.

Tahapan selanjutnya, tikus diberikan larutan control berupa PGA pada tikus 1, larutan aspirin

pada tikus 2, dan larutan piroksikam pada tikus 3 secara peroral dengan menggunakan sonde

khusus untuk tikus yang lebih besar dibandingkan sonde untuk mencit. Tikus didiamkan

selama satu jam untuk mendistribusikan larutan control dan uji ke sel target. Larutan aspirin

dan piroksikam berperan sebagai larutan uji 1 dan uji 2 yang berperan sebagai obat

antiinflamasi.

Mekanisme radang diawali dari terjadi kerusakan membrane sel akibat rangsangan mekanis,

kimia dan fisika kemudian menuju fosfolipida (membrane sel) terdapat enzim fosfolipase

yang akan mengeluarkan asam arakidonat. Dengan adanya enzim siklooksigensae maka asam

arakidonat akan dirubah menjadi prostaglandin. Siklooksigenase mensintesa siklik

Page 19: uji obat anti inflamasi secara in vivo

Pengetahuan Laboratorium Dasar 2014

Dr. dr. Mgs Irsan Saleh, M.Biomed Page 19

endoperoksida yang akan dibagi menjadi dua produk COX 1 dan COX 2. COX 1 berisi

tromboksan ,protasiklik (yang dapat menghambat produksi asam lambung yang berfungsi

untuk melindugi mukosa lambung). COX 2 (asam meloksikam) berisi prostaglandin

(penyebab peradangan). Sedangkan lipooksigenase akan mengubah asam hidroperoksida

yang merupakan precursor leukotrien LTA (senyawa yang dijumpai pada keadaan

antifilaksis) kemudian memproduksi LBT 4 (penyebab peradangan) dan LTC4,LTD4 dan

LTE4.

Ciri- ciri terjadinya radang adanya rubor (rasa nyeri), kalor (panas), dolor (kemerahan), tumor

(bengkak) dan adanya keterbatasan gerak yang akan menjadi semakin parah apabila tidak

segera diobati. Obat antiradang dibagi menjadi steroid dan nonsteroid. Pengunaaan obat

nonsteroid lebih dianjurkan untuk radang ringan baru setelah tidak ada penurunan digunakan

obat steroid. Efek samping dari obat nonsteroid adalah dapat meningkatkan asam lambung

oleh karena itu diberikan setelah makan. Efek samping dari obat steroid lebih berbahaya dari

nonsteroid karena menyebabkan cushing (tensi cairan yang berlebih), osteoporosis,

menghambat pertumbuhan, immunosukresif dan moonface pada wajah,terjadi lisis

karbohidrat dan trigliserida yang menyebabkan hiperglikemia sehingga kadar insulin

meningkat. Dari percobaan ini, dapat dihitung persentasi inhibisi radang yang dihasilkan dari

inflamasi terhadap kelompok tikus uji dosis 1 (Aspirin) sebesar 72,84% dan dosis uji 2

(Piroksikam) sebesar 72,06 %. Persentase inhibisi radang dapat dihitung dengan rumus

sebagai berikut:

% inhibisi=(% radang kontrol- % obat)/(% radang kontrol) ×100%

Page 20: uji obat anti inflamasi secara in vivo

Pengetahuan Laboratorium Dasar 2014

Dr. dr. Mgs Irsan Saleh, M.Biomed Page 20

Pada kelompok uji aspirin dan piroksikam, terlihat bahwa obat antiinflamasi memberikan

efek dengan menginhibisi peradangan yang timbul pada telapak kaki tikus. Efek yang

diberikan oleh obat antiinflamasi berupa inhibisi peradangan terhadap kedua kelompok uji

tikus tersebut dapat dihitung dengan menghitung persentasi inhibisi radang. Jika

dibandingkan kedua kelompok uji, yaitu aspirin dan piroksikam dalam hal menginhibisi

terjadi inflamasi, maka aspirin memiliki efek antiinflamasi lebih efektif dibandingkan dengan

piroksikam karena nilai persentasi radang aspirin (72,84%) lebih besar dibandingkan dengan

piroksikam (72,06 %).

III. KESIMPULAN

1. Skrining Obat yaitu uji obat melibatkan serangkaian eksperimen dan penelitian pada

makhluk hidup yang dilaksanakan secara konsisten. Beragam uji (assay) biologik pada hewan

percobaan baik pada tingkat molekular, selular, organ, maupun holistik digunakan untuk

menentukan aktivitas dan selektivitas obat.

2. Inflamasi adalah respon biologis kompleks dari jaringan vaskuler atas adanya bahaya,

seperti pathogen, kerusakkan sel, atau iritasi. Anti inflamasi adalah obat yang dapat

menghilangkan radang yang disebabkan bukan karena mikroorganisme (non infeksi). Gejala

inflamasi dapat disertai dengan gejala panas, kemerahan, bengkak, nyeri/sakit, fungsinya

Page 21: uji obat anti inflamasi secara in vivo

Pengetahuan Laboratorium Dasar 2014

Dr. dr. Mgs Irsan Saleh, M.Biomed Page 21

terganggu. Proses inflamasi meliputi kerusakan mikrovaskuler, meningkatnya permeabilitas

vaskuler dan migrasi leukosit ke jaringan radang, dengan gejala panas, kemerahan, bengkak,

nyeri/sakit, fungsinya terganggu. Mediator yang dilepaskan antara lain histamin, bradikinin,

leukotrin, prostaglandin dan PAF. Obat Antiinflamasi terbagi atas 2, yaitu Golongan Steroid,

contohnya Hidrokortison, Deksametason, Prednisone. Dan Golongan AINS (non steroid)

contohmya Parasetamol, Aspirin, Antalgin/Metampiron, AsamMefenamat, Ibuprofen

3. Asam asetil salisilat yang lebih dikenal sebagai aspirin atau Asetosal merupakan salah satu

senyawa yang secara luas digunakan, Asetosal digunakan sebagai obat analgetik, antipiretik,

dan antiinflamasi yang sangat luas digunakan.

4. Dari hasil Pengujian efek inflamasi Aspirin secara in vivo dengan menggunakan hewan

coba tikus didapatkan bahwa aspirin memiliki efek antiinflamasi lebih efektif dibandingkan

dengan piroksikam karena nilai persentasi radang aspirin (72,84%) lebih besar dibandingkan

dengan piroksikam (72,06 %).

DAFTAR PUSTAKA

1. Anton. R. (ed). 2003. Monographs The Scientific Foundation for Herbal Medical

product, European Scientific Cooperative on Phytotherapy. United Kingdom. 107-

111.

2. ESCOP Monographs, (2003). The Scientific Foundation for Herbal Medicinal

Products, Thieme. United Kingdom.

3. Katzung, B.G. Basic and Clinical Pharmacology 10th edition, Development and

Regulation of Drugs, LANGE McGraw Hill, September 2006

Page 22: uji obat anti inflamasi secara in vivo

Pengetahuan Laboratorium Dasar 2014

Dr. dr. Mgs Irsan Saleh, M.Biomed Page 22

4. Mitchell, R.N. and Cotran, R.S. 2003.. “Acute and chronic inflammation”. Dalam S.

L. Robbins and V. Kumar, Robbins Basic Pathology (7th ed.)(pp33-59). Philadelphia:

Elsevier Saunders.

5. Tatro, D. (2009). Drug Interaction Facts. The authority on drug interactions.

6. Tjay, T.H. dan Rahardja, K. Obat-Obat Penting: khasiat, penggunaan dan efek

sampingnya. Farmakologi Umum. PT Elex Media Komputindo. Jakarta, 2007. hal: 3

– 4

7. Wirasuta, I.M.A.G., Tren Perkembangan Dunia Farmasi, 18 Desember 2009, Artikel

tersedia dari: http://gelgel-wirasuta.blogspot.com/2009/12/tren-perkembangan-dunia-

farmasi-tempat.html. diakses pada 10 November 2014