Tutorial Graves Disease

29
STATUS PASIEN Identitas Nama : Ny. M Tanggal Lahir : Surabaya, 2 September 1984 Umur : 35 tahun Jenis kelamin : Perempuan Status : Menikah Alamat : Pondok Kopi No Rekamedik : 0043xxx Anamnesis Keluhan Utama : Sesak napas Keluhan Tambahan : Jantung berdebar, sering berkeringat, sering merasa panas. Riwayat penyakit sekarang : Pasien mengeluh sesak napas sejak ± 4 hari SMRS, semakin berat sejak 1 hari SMRS dan semakin diperberat oleh aktivitas, sesak napas biasanya berkurang jika beristirahat.

description

koas

Transcript of Tutorial Graves Disease

Page 1: Tutorial Graves Disease

STATUS PASIEN

Identitas

Nama : Ny. M

Tanggal Lahir : Surabaya, 2 September 1984

Umur : 35 tahun

Jenis kelamin : Perempuan

Status : Menikah

Alamat : Pondok Kopi

No Rekamedik : 0043xxx

Anamnesis

Keluhan Utama : Sesak napas

Keluhan Tambahan : Jantung berdebar, sering berkeringat, sering

merasa panas.

Riwayat penyakit sekarang :

Pasien mengeluh sesak napas sejak ± 4 hari SMRS, semakin berat sejak 1

hari SMRS dan semakin diperberat oleh aktivitas, sesak napas biasanya berkurang

jika beristirahat.

Pasien juga mengeluh cepat lelah, jantung berdebar, tangan terasa gemetar

dan sering berkeringat. Nafsu makan pasien baik namun suami pasien mengatakan

bahwa pasien terlihat mengalami penurunan berat badan sejak 9 bulan terakhir .

BAK dab BAB dalam batas normal tidak ada kelainan.

Page 2: Tutorial Graves Disease

2

Riwayat Penyakit Dahulu :

• Pasien mengatakan belum pernah menderita penyakit seperti ini

sebelumnya.

• Riwayat hipertensi, DM disangkal, asma (+)

Riwayat Pengobatan :

Menurut pasien pada penyakit yang sekarang ini belum diobati.

Riwayat Penyakit keluarga :

• Tidak terdapat anggota keluarga yang mengalami keluhan yang sama.

• Riwayat hipertensi, diabetes mellitus dan tiroid disangkal, asma (ibu

pasien)

Riwayat Alergi :

Riwayat Alergi obat, cuaca dan makanan disangkal

Riwayat Psikososial :

Os seorang ibu rumah tangga. Os tidak merokok dan mengkonsumsi alkohol.

Pemeriksaan Fisik

Keadaan umum : Tampak sakit ringan

Kesadaran : Composmentis

Tanda vital

Suhu : 36.9 oC

Nadi : 82 x/menit

RR : 24 x/menit

Tekanan Darah : 130/80 mmHg

BB saat ini : 56 kg

Page 3: Tutorial Graves Disease

3

TB : 163 cm

IMT : 21,13

Status Generalis

Kepala : Norrmochepal

Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil isokor

± 3 mm/3mm, refleks cahaya langsung dan tidak langsung (+/+)

Hidung : Normonasi, deviasi septum (-), secret (-/-),

epistaksis(-/-)

Telinga : Normotia, serumen (-/-)

Mulut : Bibir tampak lembab, faring hiperemis (-), stomatitis (-)

Leher : Pembesaran Kelenjar Tiroid (+), Pembesaran difus,

permukaan rata , tidak nyeri., ukuran 2 x 1 x 1 cm

Thorax :

o Inspeksi : Gerak dada simetris, tidak terdapat retraksi dinding

dada.

o Palpasi : Vocal fremitus sama kanan dan kiri

o Perkusi : Sonor pada ke dua lapang paru

o Auskultasi : Vesikuler (+/+), Rhonki (-/-), Wheezing (-/-)

Jantung :

o Inspeksi : Ictus Cordis tidak terlihat

o Palpasi : Ictus Cordis Terabadi ICS V linea Midclavicula

sinistra

o Perkusi : Batas kanan jantung relatif di ICS V linea

parasternal dextra, batas kiri jantung relatif di ICS V linea

midclavicula sinistra

o Auskultasi : Bunyi Jantung I dan II reguler, Mur-mur (-),

Gallop (-)

Abdomen

o Inspeksi : Perut sedikit cambung

Page 4: Tutorial Graves Disease

4

o Auskultasi : Bising Usus (+), Normal 8x/menit

o Palpasi :Abdomen Supel, nyeri tekan (-),

Hepatosplenomegali (-)

o Perkusi : Timpani pada keempat kuadran Abdomen

Ekstremitas Atas dan Bawah :

o Akral : Hangat

o CRT : <2 detik

o edema : -/-

o Ptekie : +/+

o Tremor : +/+

Pemeriksaan Penunjang

PEMERIKSAAN HASIL SATUAN NILAI RUJUKAN

Hemoglobin 13.3 g/dL 13.2 – 17.3

Jumlah Leukosit 8.73 ribu/mL 3,80-10.60

Trombosit 320 ribu 150-440

Hematokrit 41 % 40 - 52

Eritrosit 6.12 10^6/uL 4.40 – 5.90

Laju Endap Darah 17 mm 0 - 10

MCV/VER 67 fL 80 - 100

MCH/HER 22 pg 26 - 34

MCHC/KHER 33 g/dl 32 - 36

Glukosa Darah Sewaktu 112 mg/dL 70 - 200

SGOT 25 m/L 10 - 34

SGPT 18 m/L 9 - 43

Ureum Darah 28 mg/dL 10 – 50

Kreatinin Darah 1.2 mg/dL < 1.4

Natrium (Na) darah 140 mEq/L 135 - 147

Kalium (K) darah 4.1 mEq/L 3.5 – 5.0

Page 5: Tutorial Graves Disease

5

Klorida (Cl) darah 98 mEq/L 94 - 111

T3 Total 3.12 Ng/dl 0.71 – 1.85

TSH 0.038 Uu/ml 0.470 – 4.644

Resume

Perempuan 30 tahun , dengan keluhan sesak, cepat lelah, jantung berdebar,

tangan terasa gemetar dan sering berkeringat. Nafsu makan pasien baik namun

terlihat mengalami penurunan berat badan.

Suhu : 36,9 °C (suhu axilla)

Nadi : 82 x/menit

Nafas : 24 x/menit

Tekanan darah : 130/80 mmHg

Leher: Pembesaran difus, permukaan rata , tidak nyeri., ukuran 2 x

1 x 1 cm

Pemeriksaan lab :

T3 total : 3.12 Ng/dl

TSH : 0.038 U/ml

Diagnosis Kerja

Graves Disease

Daftar Masalah

Graves Disease

S : Cepat lelah, jantung berdebar, tangan terasa gemetar dan sering

berkeringat. Nafsu makan baik namun terlihat mengalami penurunan

berat badan

O : Leher à Pembesaran difus, permukaan rata , tidak nyeri., ukuran 2 x

1 x 1 cm.

Page 6: Tutorial Graves Disease

6

T3 total : 3.12 Ng/dl, TSH : 0.038 U/ml

A : WD : Graves Disease

P : Propiltiourasil 3 x 100 mg Tab

Propanolol 4 x 20 mg

Page 7: Tutorial Graves Disease

7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi dan Fisiologi Kelenjar Tiroid

Kelenjar tiroid merupakan salah satu kelenjar terbesar, yang normalnya

memiliki berat 15 - 20 gram. Tiroid mengsekresikan tiga macam hormon, yaitu

tiroksin (T4), triiodotironin (T3), dan kalsitonin. Secara anatomi, tiroid

merupakan kelenjar endokrin (tidak mempunyai ductus) dan bilobular (kanan dan

kiri), dihubungkan oleh isthmus (jembatan) yang terletak di depan trachea tepat di

bawah cartilago cricoidea. Kadang juga terdapat lobus tambahan yang

membentang ke atas (ventral tubuh), yaitu lobus piramida.

Kelenjar tiroid dialiri oleh beberapa arteri:

1. A. thyroidea superior cabang dari A. Carotis communis

2. A. thyroidea inferior cabang dari A. subclavia

3. Terkadang masih pula terdapat A. thyroidea ima, cabang langsung dari aorta

atau A. anonyma.

Page 8: Tutorial Graves Disease

8

Kelenjar tiroid mempunyai 3 pasang vena utama:

1. V. thyroidea superior (bermuara di V. jugularis interna).

2. V. thyroidea medialis (bermuara di V. jugularis interna).

3. V. thyroidea inferior (bermuara di V. anonyma kiri).

Persarafan kelenjar tiroid:

1. Ganglion simpatis (dari truncus sympaticus) cervicalis media dan inferior

2. Parasimpatis, yaitu N. laryngea superior dan N. laryngea recurrens (cabang

N.vagus)

3. N. laryngea superior dan inferior sering cedera waktu operasi, akibatnya pita

suara terganggu (serak/stridor)

Sintesis dan Sekresi Hormon Tiroid

1. Iodide Trapping, yaitu penangkapan iodium oleh pompa Na+/K+ ATPase.

2. Yodium masuk ke dalam koloid dan mengalami oksidasi. Kelenjar tiroid

merupakan satu-satunya jaringan yang dapat mengoksidasi I hingga mencapai

status valensi yang lebih tinggi. Tahap ini melibatkan enzim peroksidase.

3. Iodinasi tirosin, dimana yodium yang teroksidasi akan bereaksi dengan

residu tirosil dalam tiroglobulin di dalam reaksi yang mungkin pula

melibatkan enzim tiroperoksidase (tipe enzim peroksidase).

Page 9: Tutorial Graves Disease

9

4. Pembentukan iodotironil, yaitu perangkaian dua molekul DIT (diiodotirosin)

menjadi T4 (tiroksin, tetraiodotirosin) atau perangkaian MIT

(monoiodotirosin) dan DIT menjadi T3 (triiodotirosin). reaksi ini

diperkirakan juga dipengaruhi oleh enzim tiroperoksidase.

5. Hidrolisis yang dibantu oleh TSH (Thyroid-Stimulating Hormone) tetapi

dihambat oleh I, sehingga senyawa inaktif (MIT dan DIT) akan tetap berada

dalam sel folikel.

6. Tiroksin dan triiodotirosin keluar dari sel folikel dan masuk ke dalam darah.

Proses ini dibantu oleh TSH.

7. MIT dan DIT yang tertinggal dalam sel folikel akan mengalami deiodinasi,

dimana tirosin akan dipisahkan lagi dari I. Enzim deiodinase sangat berperan

dalam proses ini.

8. Tirosin akan dibentuk menjadi tiroglobulin oleh retikulum endoplasma dan

kompleks golgi.

Pengangkutan Tiroksin dan Triiodotirosin ke Jaringan

Setelah dikeluarkan ke dalam darah, hormon tiroid yang sangat lipofilik

secara cepat berikatan dengan beberapa protein plasma. Kurang dari 1% T3 dan

kurang dari 0,1% T4 tetap berada dalam bentuk tidak terikat (bebas). Keadaan ini

memang luar biasa mengingat bahwa hanya hormon bebas dari keseluruhan

hormon tiroid memiliki akses ke sel sasaran dan mampu menimbulkan suatu efek.

Terdapat 3 protein plasma yang penting dalam pengikatan hormon tiroid:

1. TBG (Thyroxine-Binding Globulin) yang secara selektif mengikat 55%

T4 dan 65% T3 yang ada di dalam darah.

2. Albumin yang secara nonselektif mengikat banyak hormone lipofilik,

termasuk 10% dari T4 dan 35% dari T3.

3. TBPA (Thyroxine-Binding Prealbumin) yang mengikat sisa 35% T4.

Di dalam darah, sekitar 90% hormon tiroid dalam bentuk T4, walaupun T3

memiliki aktivitas biologis sekitar empat kali lebih poten daripada T4. Namun,

sebagian besar T4 yang disekresikan kemudian dirubah menjadi T3, atau

diaktifkan, melalui proses pengeluaran satu yodium di hati dan ginjal. Sekitar

Page 10: Tutorial Graves Disease

10

80% T3 dalam darah berasal dari sekresi T4 yang mengalami proses pengeluaran

yodium di jaringan perifer. Dengan demikian, T3 adalah bentuk hormon tiroid

yang secara biologis aktif di tingkat sel.

Fungsi Fisiologis Hormon Tiroid

1. Meningkatkan transkripsi gen ketika hormon tiroid (kebanyakan T3) berikatan

dengan reseptornya di inti sel.

2. Meningkatkan jumlah dan aktivitas mitokondria sehingga pembentukkan ATP

(adenosin trifosfat) meningkat.

3. Meningkatkan transfor aktif ion melalui membran sel.

4. Meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan otak, terutama pada masa janin

B. Definisi Graves Disease

Penyakit Graves (goiter difusa toksika) merupakan penyebab tersering

hipertiroidisme adalah suatu penyakit autonium yang biasanya ditandai oleh

produksi autoantibodi yang memiliki kerja mirip TSH pada kelenjar tiroid.

Penderita penyakit Graves memiliki gejala-gejala khas dari hipertiroidisme

dan gejala tambahan khusus yaitu pembesaran kelenjar tiroid/struma difus,

oftamopati (eksoftalmus / mata menonjol) dan kadang-kadang dengan

dermopati (Subekti, 2001; Corwin, 2001; Stein, 2000; Harrison, 2000).

C. Etiologi Graves Disease

Penyakit Graves merupakan salah satu penyakit autoimun yang

disebabkan thyroid-stimulating antibodies (TSAb). Antibodi ini berikatan dan

mengaktifkan thyrotropin receptor (TSHR) pada sel tiroid yang mensintesis

dan melepaskan hormon tiroid. Penyakit Graves berbeda dari penyakit imun

lainnya karena memiliki manifestasi klinis yang spesifik, seperti hipertiroid,

vascular goitre, oftalmopati, dan yang paling jarang infiltrative dermopathy

(Karasek dan Lewinski, 2003).

Penyakit ini mempunyai predisposisi genetik yang kuat, dimana 15%

penderita mempunyai hubungan keluarga yang erat dengan penderita penyakit

Page 11: Tutorial Graves Disease

11

yang sama. Sekitar 50% dari keluarga penderita penyakit Graves, ditemukan

autoantibodi tiroid didalam darahnya. Penyakit ini ditemukan 5 kali lebih

banyak pada wanita dibandingkan pria, dan dapat terjadi pada semua umur.

Angka kejadian tertinggi terjadi pada usia antara 20 tahun sampai 40 tahun

(Shahab, 2002; Harrison, 2000).

Faktor- faktor resiko antara lain : faktor genetik, faktor imunologis,

infeksi, faktor trauma psikis, iod Basedow, penurunan berat badan secara

drastis, chorionic gonadotropin, periode post partum, kromosom X, dan

radiasi eksternal (Moelyanto, 2007).

D. Patofisiologi Graves Disease

Pada penyakit Graves, limfosit T mengalami perangsangan terhadap

antigen yang berada didalam kelenjar tiroid yang selanjutnya akan

merangsang limfosit B untuk mensintesis antibodi terhadap antigen tersebut.

Antibodi yang disintesis akan bereaksi dengan reseptor TSH didalam

membran sel tiroid sehingga akan merangsang pertumbuhan dan fungsi sel

tiroid, dikenal dengan TSH-R antibody. Adanya antibodi didalam sirkulasi

darah mempunyai korelasi yang erat dengan aktivitas dan kekambuhan

penyakit. Mekanisme autoimunitas merupakan faktor penting dalam

patogenesis terjadinya hipertiroidisme, oftalmopati, dan dermopati pada

penyakit Graves (Shahab, 2002).

Sampai saat ini dikenal ada 3 autoantigen utama terhadap kelenjar tiroid

yaitu tiroglobulin (Tg), thyroidal peroxidase (TPO) dan reseptor TSH (TSH-

R). Disamping itu terdapat pula suatu protein dengan BM 64 kiloDalton pada

permukaan membran sel tiroid dan sel-sel orbita yang diduga berperan dalam

proses terjadinya perubahan kandungan orbita dan kelenjar tiroid penderita

penyakit Graves (Shahab, 2002).

Sel-sel tiroid mempunyai kemampuan bereaksi dengan antigen diatas

dan bila terangsang oleh pengaruh sitokin (seperti interferon gamma) akan

mengekspresikan molekul-molekul permukaan sel kelas II (MHC kelas II,

seperti DR4) untuk mempresentasikan antigen pada limfosit T (Shahab, 2002).

Page 12: Tutorial Graves Disease

12

Terjadinya oftalmopati Graves melibatkan limfosit sitotoksik (killer

cells) dan antibodi sitotoksik lain yang terangsang akibat adanya antigen yang

berhubungan dengan tiroglobulin atau TSH-R pada fibroblast, otot-otot bola

mata dan jaringan tiroid. Sitokin yang terbentuk dari limfosit akan

menyebabkan inflamasi fibroblast dan miositis orbita, sehingga menyebabkan

pembengkakan otot-otot bola mata, proptosis dan diplopia.

Dermopati Graves (miksedema pretibial) juga terjadi akibat stimulasi

sitokin didalam jaringan fibroblast didaerah pretibial yang akan menyebabkan

terjadinya akumulasi glikosaminoglikans (Shahab, 2002).

Berbagai gejala tirotoksikosis berhubungan dengan perangsangan

katekolamin, seperti takhikardi, tremor, dan keringat banyak. Adanya

hiperreaktivitas katekolamin, terutama epinefrin diduga disebabkan karena

terjadinya peningkatan reseptor katekolamin didalam otot jantung (Shahab,

2002).

E. Gambaran Klinis Graves Disease

1. Gejala dan Tanda

Pada penyakit graves terdapat dua kelompok gambaran utama yaitu

tiroidal dan ekstratiroidal yang keduanya mungkin tidak tampak. Ciri-ciri

tiroidal berupa goiter akibat hiperplasia kelenjar tiroid dan hipertiroidisme

akibat sekresi hormon tiroid yang berlebihan. Gejala-gejala

hipertiroidisme berupa manifestasi hipermetabolisme dan aktifitas simpatis

yang berlebihan. Pasien mengeluh lelah, gemetar, tidak tahan panas,

keringat semakin banyak bila panas, kulit lembab, berat badan menurun

walaupun nafsu makan meningkat, palpitasi, takikardi, diare dan

kelemahan srta atrofi otot. Manifestasi ekstratiroidal berupa oftalmopati

dan infiltrasi kulit lokal yang biasanya terbatas pada tungkai bawah.

Oftalmopati yang ditemukan pada 50% sampai 80% pasien ditandai

dengan mata melotot, fissura palpebra melebar, kedipan berkurang, lid lag

(keterlambatan kelopak mata dalam mengikuti gerakan mata) dan

kegagalan konvergensi (Price dan Wilson, 1995). Gambaran klinik klasik

Page 13: Tutorial Graves Disease

13

dari penyakit graves antara lain adalah tri tunggal hipertitoidisme, goiter

difus dan eksoftalmus (Stein, 2000).

Perubahan pada mata (oftalmopati Graves), menurut the American

Thyroid Association diklasifikasikan sebagai berikut (dikenal dengan

singkatan NOSPECS):

a. Tidak ada gejala dan tanda

b. Hanya ada tanda tanpa gejala (berupa upper lid retraction,stare,lid lag)

c. Perubahan jaringan lunak orbita

d. Proptosis (dapat dideteksi dengan Hertel exphthalmometer)

e. Keterlibatan otot-otot ekstra ocular

f. Perubahan pada kornea (keratitis)

g. Kebutaan (kerusakan nervus opticus)

Kelas 1, terjadinya spasme otot palpebra superior dapat menyertai

keadaan awal tirotoksikosis Graves yang dapat sembuh spontan bila

keadaan tirotoksikosisnya diobati secara adekuat. Pada Kelas 2-6 terjadi

proses infiltratif pada otot-otot dan jaringan orbita. Kelas 2, ditandai

dengan keradangan jaringan lunak orbita disertai edema periorbita,

kongesti dan pembengkakan dari konjungtiva (khemosis). Kelas 3,

ditandai dengan adanya proptosis yang dapat dideteksi dengan Hertel

exophthalmometer. Pada kelas 4, terjadi perubahan otot-otot bola mata

berupa proses infiltratif terutama pada musculus rectus inferior yang akan

menyebabkan kesukaran menggerakkan bola mata keatas. Bila mengenai

musculus rectus medialis, maka akan terjadi kesukaran dalam

menggerakkan bola mata kesamping. Kelas 5, ditandai dengan perubahan

pada kornea (terjadi keratitis). Kelas 6, ditandai dengan kerusakan nervus

opticus, yang akan menyebabkan kebutaan (Shahab, 2002).

Oftalmopati Graves terjadi akibat infiltrasi limfosit pada otot-otot

ekstraokuler disertai dengan reaksi inflamasi akut. Rongga mata dibatasi

oleh tulang-tulang orbita sehingga pembengkakan otot-otot ekstraokuler

akan menyebabkan proptosis (penonjolan) dari bola mata dan gangguan

pergerakan otot-otot bola mata, sehingga dapat terjadi diplopia.

Page 14: Tutorial Graves Disease

14

Pembesaran otot-otot bola mata dapat diketahui dengan pemeriksaan CT

scanning atau MRI. Bila pembengkakan otot terjadi dibagian posterior,

akan terjadi penekanan nervus opticus yang akan menimbulkan kebutaan

(Shahab, 2002).

Pada penderita yang berusia lebih muda, manifestasi klinis yang

umum ditemukan antara lain palpitasi, nervous, mudah capek,

hiperkinesia, diare, berkeringat banyak, tidak tahan panas dan lebih senang

cuaca dingin. Pada wanita muda gejala utama penyakit graves dapat

berupa amenore atau infertilitas. Pada anak-anak, terjadi peningkatan

pertumbuhan dan percepatan proses pematangan tulang (Shahab, 2002).

Sedangkan pada penderita usia tua (> 60 tahun), manifestasi klinis

yang lebih mencolok terutama adalah manifestasi kardiovaskuler dan

miopati, ditandai dengan adanya palpitasi , dyspnea d’effort, tremor,

nervous dan penurunan berat badan (Shahab, 2002).

Pada neonatus, hipertiroidisme merupakan kelainan klinik yang

relatif jarang ditemukan, diperkirakan angka kejadian hanya 1 dari 25.000

kehamilan. Kebanyakan pasien dilahirkan dari ibu yang menderita

penyakit graves aktif tetapi dapat juga terjadi pada ibu dengan keadaan

hipotiroid atau eutiroid karena tiroiditis autoimun, pengobatan ablasi

iodine radioaktif atau karena pembedahan (Mansjoer et all., 1999).

Gejala dan tanda apakah seseorang menderita hipertiroid atau tidak

juga dapat dilihat atau ditentukan dengan indeks wayne atau indeks

newcastle yaitu sebagai berikut:

Tabel 1: Indeks Wayne

Indeks Wayne

NoGejala Yang Baru Timbul Dan

Atau Bertambah BeratNilai

1 Sesak saat kerja +1

2 Berdebar +2

3 Kelelahan +2

4 Suka udara panas -5

Page 15: Tutorial Graves Disease

15

5 Suka udara dingin +5

6 Keringat berlebihan +3

7 Gugup +2

8 Nafsu makan naik +3

9 Nafsu makan turun -3

10 Berat badan naik -3

11 Berat badan turun +3

2. Pemeriksaan Laboratorium

Kelainan laboratorium pada keadaan hipertiroidisme dapat dilihat pada

skema dibawah ini:

Gambar 2: Skema Interpretasi Pemeriksaan Laboratorium

3. Pemeriksaan Penunjang Lain

Diagnosis laboratorik :

a. Pemeriksaan metabolisme basal

pemeriksaan metabolisme basal bukan pemeriksaan diagnosis yang

baik, harus dilakukan oleh orang yang berpengalaman.

b. Pemeriksaan kadar serum hormon dalam darah,

Page 16: Tutorial Graves Disease

16

untuk memastikan diagnosis dan menilai berat ringan penyakit

(severity) serta merencanakan pengobatan. Meskipun pemeriksaan

tunggal FT4 atau TSH dirasakan cukup, tetapi karena masing-masing

mempunyai kelemahan maka banyak ahli menganjurkan untuk

menggunakan sedikitnya 2 macam pemeriksaan fungsi tiroid yang

tidak saling selalu tergantung satu sama lain. Untuk maksud tersebut,

penggunaan FT4 dan TSH-sensitif memadai.

c. Pemeriksaan radioaktif yodium uptake leher,

pemeriksaan 24 jam akan menunjukkan nilai lebih tinggi dari normal,

lebih-lebih di daerah dengan defisiensi yodium. Kini karena

pemeriksaan T4, FT4 dan TSH-s mudah dan dijalankan dimana-mana

maka RAIU jarang digunakan. Pemeriksaan ini dianjurkan pada :

kasus dengan dugaan toksik namun tanpa gejala khas (timbul dalam

jangka pendek, gondok kecil, tanpa oftalmopati, tanpa riwayat

keluarga, dan test antibodi negatif). Dengan uji tangkap tiroid, dapat

dibedakan etiologi tirotoksikosis apakah morbus graves atau sebab lain

d. Sidik tiroid

Jarang dikerjakan untuk graves, kecuali apabila gondok sulit teraba

atau teraba nodul yang memerlukan evaluasi.

e. Pemeriksaan terhadap antibodi.

Pada tiroiditis, prevalensi Ab anti Tg lebih tinggi. Titer akan menurun

dengan pengobatan OAT dan menetap selama remisi, namun

meningkat sesudah pengobatan RAI. Anti TPOAb diperiksa untuk

menggantikan anti-Tg-Ab, sebab hampir semua anti Tg-Ab positif juga

positif untuk anti TPO-Ab, tetapi tidak sebaliknya.

Dengan demikian diagnosis penyakit graves dapat ditegakkan dengan cara

sebagai berikut:

1. Menegakkan diagnosis klinis dengan indeks diagnosis klinis

2. Memastikan tirotoksikosis dengan FT4 tinggi dan TSHs tersupresi.

Page 17: Tutorial Graves Disease

17

3. Menegakkan graves dengan menunjukkan adanya stimulator diluar TSH

yaitu TSAb (yang efeknya tidak berbeda dengan TSH, padahal TSHs

dalam sirkulasi justru rendah) atau dengan test tangkap radioaktif (RAIU)

yang meningkat.

4. Ada beberapa pemeriksaan rutin yang sering memberikan petunjuk

kearah diagnosis ini yaitu hiperkalsemi, kadar kolesterol rendah atau

dibawah normal dan alkali fosfatase meningkat.

4.Komplikasi

Krisis tiroid (Thyroid storm)

Manifestasi klinis dari krisis tiroid dapat berupa tanda-tanda

hipermetabolisme berat dan respons adrenergik yang hebat, yaitu meliputi:

- Demam tinggi, dimana suhu meningkat dari 38°C sampai mencapai

41°C disertai dengan flushing dan hiperhidrosis.

- Takhikardi hebat, atrial fibrilasi sampai payah jantung.

- Gejala-gejala neurologik seperti agitasi, gelisah, delirium sampai

koma.

- Gejala-gejala saluran cerna berupa mual, muntah,diare dan ikterus.

F. Penatalaksanaan Graves Disease

1. Obat – obatan

a. Obat Antitiroid : Golongan Tionamid

Terdapat 2 kelas obat golongan tionamid, yaitu tiourasil dan

imidazol. Tiourasil dipasarkan dengan nama propiltiourasil (PTU) dan

imidazol dipasarkan dengan nama metimazol dan karbimazol. Obat

golongan tionamid lain yang baru beredar ialah tiamazol yang isinya

sama dengan metimazol.

Obat golongan tionamid mempunyai efek intra dan ekstratiroid.

Mekanisme aksi intratiroid yang utama ialah mencegah/mengurangi

biosintesis hormon tiroid T-3 dan T-4, dengan cara menghambat

oksidasi dan organifikasi iodium, menghambat coupling iodotirosin,

Page 18: Tutorial Graves Disease

18

mengubah struktur molekul tiroglobulin dan menghambat sintesis

tiroglobulin.

Untuk mencegah terjadinya kekambuhan maka pemberian obat-

obat antitiroid biasanya diawali dengan dosis tinggi. Bila telah terjadi

keadaan eutiroid secara klinis, diberikan dosis pemeliharaan (dosis

kecil diberikan secara tunggal pagi hari). Dosis PTU dimulai dengan

100 – 200 mg/hari dan metimazol / tiamazol dimulai dengan 20 – 40

mg/hari dosis terbagi untuk 3 – 6 minggu pertama. Setelah periode ini

dosis dapat diturunkan atau dinaikkan sesuai respons klinis dan

biokimia. Apabila respons pengobatan baik, dosis dapat diturunkan

sampai dosis terkecil PTU 50 mg/hari dan metimazol / tiamazol 5 – 10

mg/hari yang masih dapat mempertahankan keadaan klinis eutiroid dan

kadar FT4 dalam batas normal. Bila dengan dosis awal belum

memberikan efek perbaikan klinis dan biokimia, dosis dapat di naikkan

bertahap sampai dosis maksimal, tentu dengan memperhatikan faktor-

faktor penyebab lainnya seperti ketaatan pasien minum obat, aktivitas

fisis dan psikis

b. Obat Golongan Penyekat Beta

Obat golongan penyekat beta, seperti propranolol hidroklorida,

sangat bermanfaat untuk mengendalikan manifestasi klinis

tirotoksikosis (hyperadrenergic state) seperti palpitasi, tremor, cemas,

dan intoleransi panas melalui blokadenya pada reseptor adrenergik. Di

samping efek antiadrenergik, obat penyekat beta ini juga dapat,

meskipun sedikit, menurunkan kadar T3 melalui penghambatannya

terhadap konversi T4 ke T3. Dosis awal propranolol umumnya

berkisar 80 mg/hari (Price dan Wilson, 1995; Corwin, 2001).

c. Obat-obatan Lain

Obat-obat seperti iodida inorganik, preparat iodinated

radiographic contrast, potassium perklorat dan litium karbonat,

Page 19: Tutorial Graves Disease

19

meskipun mempunyai efek menurunkan kadar hormon tiroid, tetapi

jarang digunakan sebagai regimen standar pengelolaan penyakit

Graves. Obat-obat tersebut sebagian digunakan pada keadaan krisis

tiroid, untuk persiapan operasi tiroidektomi atau setelah terapi iodium

radioaktif (Shahab, 2002).

2. Pembedahan

Tiroidektomi subtotal merupakan terapi pilihan pada penderita

dengan struma yang besar. Sebelum operasi, penderita dipersiapkan dalam

keadaan eutiroid dengan pemberian OAT (biasanya selama 6 minggu).

Disamping itu, selama 2 minggu pre operatif, diberikan larutan Lugol atau

potassium iodida, 5 tetes 2 kali sehari, yang dimaksudkan untuk

mengurangi vaskularisasi kelenjar dan mempermudah operasi. Sampai saat

ini masih terdapat silang pendapat mengenai seberapa banyak jaringan

tiroid yangn harus diangkat (Subekti, 2001).

Tiroidektomi total biasanya tidak dianjurkan, kecuali pada pasein

dengan oftalmopati Graves yang progresif dan berat. Namun bila terlalu

banyak jaringan tiroid yang ditinggalkan, dikhawatirkan akan terjadi

relaps. Kebanyakan ahli bedah menyisakan 2 – 3 gram jaringan tiroid.

3. Terapi Yodium Radioaktif

DAFTAR PUSTAKA

Page 20: Tutorial Graves Disease

20

Corwin. E J, Patofisiologi, Edisi 1, EGC, Jakarta, 2001: hal 263 – 265

Djokomoeljanto. Tirotoksikosis-Penyakit Graves. Dalam Tiroidologi klinik Edisi

1. Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang, 2007. Hal 220-281

Harrison, Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam, alih bahasa Prof.Dr.Ahmad H.

Asdie, Sp.PD-KE, Edisi 13, Vol.5, EGC, Jakarta, 2000: hal 2144 – 2151

Lembar S, Hipertiroidisme Pada Neonatus Dengan Ibu Penderita Grave’s Disease,

Majalah Kedokteran Atma Jaya, Vol 3, No.1, Jakarta, 2004: hal 57 – 64

Mansjoer A, et all, Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1, Edisi 3, Media

Aesculapius, Fakultas Kedokteran UI, Jakarta, 1999: hal 594 – 598

Noer HMS, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid 1, Edisi 3, Balai Penerbit

Fakultas Kedokteran UI, Jakarta, 1996: hal 725 – 778

Price A.S. & Wilson M.L., Patofisiologi Proses-Proses Penyakit, Alih Bahasa

Anugerah P., Edisi 4, EGC, Jakarta, 1995: hal 1049 – 1058, 1070 – 1080

Shahab A, 2002, Penyakit Graves (Struma Diffusa Toksik) Diagnosis dan

Penatalaksanaannya, Bulletin PIKKI: Seri Endokrinologi-Metabolisme, Edisi

Juli 2002, PIKKI, Jakarta, 2002: hal 9 – 18

Sjamsuhidajat R, Jong WD. Buku Ajar Ilmu Bedah. EGC, Jakarta, 1996.

Stein JH, Panduan Klinik Ilmu Penyakit Dalam, alih bahasa Nugroho E, Edisi 3,

EGC, Jakarta, 2000: hal 606 – 630

Subekti, I, Makalah Simposium Current Diagnostic and Treatment Pengelolaan

Praktis Penyakit Graves, FKUI, Jakarta, 2001: hal 1 – 5

Weetman P. A., Grave’s Disease. The New England Journal of Medicine.

Massachusetts Medical Society. 2000.