Tutorial Bph Tizy Dr Ch

24
TUTORIAL UROLOGI BENIGN PROSTATIC HYPERPLASIA ( BPH ) Presentan : Devintha Tiza Ariani Pembimbing : dr. Chaidir A , SpU

description

Urologi

Transcript of Tutorial Bph Tizy Dr Ch

Page 1: Tutorial Bph Tizy Dr Ch

TUTORIAL UROLOGI

BENIGN PROSTATIC HYPERPLASIA( BPH )

Presentan : Devintha Tiza Ariani

Pembimbing : dr. Chaidir A , SpU

Subbagian Urologi Departemen Ilmu Bedah

FKUI/RSUPN-CMApril 2008

Page 2: Tutorial Bph Tizy Dr Ch

PENDAHULUAN

Pembesaran Prostat Jinak atau lebih dikenal sebagai BPH sering ditemukan pada pria

yang menapak usia lanjut. Istilah BPH atau Benign Prostatic Hyperplasia sebenarnya merupakan

istilah histopatologis, yaitu terdapat hiperplasia sel-sel stroma dan sel-sel epitel kelenjar prostat.

BPH bisa disertai LUTS, maupun tanpa LUTS (lower urinary tract symptoms) yang terdiri atas

gejala obstruksi (voiding symptoms) dan gejala iritasi (storage symptoms ). BPH simptomatik

dapat menyebabkan bladder outlet obstruction (BOO), yakni obstruksi pada leher buli dan urethra

yang jika dibiarkan dapat menyebabkan perubahan struktur buli maupun ginjal. 1

Dengan meningkatnya usia harapan hidup , meningkat pula prevalensi BPH. Hiperplasia

prostat benigna ini dapat dialami oleh sekitar 70 % pria di atas usia 60 tahun. Angka ini akan

meningkat hingga 90 % pada pria berusia di atas 80 tahun.BPH ada yang asimptomatik

sedangkan prevalansi BPH simptomatik ditemukan pada 15% pria usia 40-49 tahun , 25% pria

usia 50-59 tahun , dan 43% pria usia 60 tahun. 1

BPH merupakan penyakit tersering kedua di klinik urologi di indonesia setelah batu

saluran kemih.Hospital prevalence BPH di RSCM 423 kasus september 1994 – agustus 1997)

dan RS Sumber Waras pada periode yang sama mencapai 617 kasus. 2

Pengobatan BPH tergantung pada berat ringannya keluhan , komplikasi yang terjadi ,

ketersediaan fasilitas , dan pilihan terapi yang dikehendaki pasien. 1

ANATOMI

Prostat secara anatomi memiliki bentuk seperti kerucut terbalik. Secara embriologi prostat

yang merupakan organ kompleks yang terdiri dari unsur kelenjar, stroma dan otot polos atau

fibromioglanduler yang mulai terbentuk pada kehamilan minggu ke 12 dengan pengaruh hormon

androgen yang berasal dari testis fetus. Sebagian besar kompleks prostat berasal dari sinus

urogenitalis tetapi mungkin sebagian dari duktus ejakulatorius, sebagian verumontanum dan

sebagian dari bagian asiner prostat (zona sentral ) berasal dari duktus wolfii. 2

Prostat normal memiliki berat 18 g dan berukuran 3,4 cm panjang dan 4,4 cm lebar dan

ketebalan 2,6 cm dan dilalui oleh uretra pars prostatika. Prostat memiliki permukaan anterior,

posterior, dan lateral dengan puncak yang sempit dibagian bawah dan dasar yang luas dibagian

atas, prostat terbungkus oleh kapsul kolagen dan elastin dan otot . 3

1

Page 3: Tutorial Bph Tizy Dr Ch

1. gambar 1. anatomi prostat (Mc Vary K.T.Management of benign prostate hypertrophy. New jersey Humana press:2004;p 3)

Gambar 2 Bagan skematik pembagian prostat menurut Mc Neal.

Menurut Mc Neal prostat dibagi menjadi bagian yang glanduler yaitu yang berada pada

daerah luar yang disebut zona perifer (periferal zone) dan zona sentral yang kecil (central zone)

yang keduanya kira-kira merupakan 95% dari seluruh kelenjar. 2

Zona transisional yang terletak periurethral sekitar verumontanum yang merupakan hanya

5% dari seluruh volume prostat dan tampaknya bagian ini yang dapat mengalami pembesaran

prostat jinak. Sedang keganasan prostat 60-70% berasal dari zona perifer. 2

Mc Neal yakin bahwa pembesaran prostat jinak tidak terjadi pada zona periferal dan juga

berpendapat bahwa sebagian besar karsinoma prostat yang berasal dari zona transisional,

biasanya jenis karsinoma dengan gradasi rendah (low grade). 2

2

Page 4: Tutorial Bph Tizy Dr Ch

zona periferal dan zona transisional berasal dari sinus urogenitalis, sedangkan zona

sentralis berasal dari duktus wolfii.Zona fibromuskuler memiliki serat otot polos sehingga

mempunyai peranan pada tekanan uretra (urethral pressure). 2

Apabila terjadi pembesaran prostat jinak yang biasanya berasal dari zona transisional

maka biasanya terjadi pertumbuhan ke lateral dan kranial sehingga jaringan pembesaran prostat

jinak itu mendesak jaringan prostat lain ke perifer dan kelenjar prostat menonjol ke dalam, vesika,

menjadi lobus medius. Pada waktu trans uretral resection ot the prostate (TUR-P) atau

prostatektomi. Maka yang dikerok atau di enukleasi adalah jaringan adenomatosa yang berasal

dari kelenjar periurethral sedang kapsul bedah (surgical capsule) tetap dibiarkan intak. 2

STRUKTUR

Prostat terdiri dari 70% elemen glanduler dan 30% element stroma fibromuskuler. Stroma

melanjutkan diri dengan kapsul yang terdiri dari kolagen dan otot polos yang melimpah yang

mengelilingi prostat dan kelenjarnya, jaringan tersebut akan berkontraksi selama ejakulasi untuk

mengeluarkan sekret prostat kedalam uretra. 3

Uretra berjalan didalam dari prostat dan biasanya lebih dekat kebagian anterior dari

prostat. Uretra ini di tutupi oleh epitel transisional dan dibagian luar dikelilingi oleh otot polos

longitudinal interna dan sirkular eksterna. Krista uretra menonjol kedalam dari garis tengah

posterior berjalan sepanjang uretra prostatika dan menghilang sfingter uretra striata, pada pinggir

krista terbentuk sinus sinus prostatika dimana seluruh elemen glanduler mengalir. Pada segment

ini prostat mengalami angulasi 35O ke depan, tapi bisa bervariasi 0-90O. Sudut ini membagi uretra

prostatika menjadi segment proksimal (preprostatika) dan distal (prostatika) yang mana secara

anatomi dan fungsional berbeda, proksimal bagian otot polos menebal membentuk sfingter uretra

interna yang involunter, diatasnya dengan sedikit kelenjar periuretral yang melanjutkan diri

menjadi serabut dari otot polos longitudinal untuk kemudian ditutupi oleh otot sirkuler sfingter

preprostatika. Meskipun kelenjar ini hanya 1% dari element sekresi prostat tapi dapat

memberikan kontribusi signifikan terhadap volume prostat pada orang tua dan merupakan salah

satu sisi asal mula dari BPH3

ETIOLOGI

Etiologi molekuler yang pasti dari proses hyperplasia pada BPH masih belum jelas.

Peningkatan jumlah sel mungkin disebabkan proliferasi stroma dan epitel prostat maupun

gangguan pada proses kematian sel terprogram (Apoptosis). Androgen , estrogen , interaksi

stroma-epitel , faktor-faktor pertumbuhan , dan neurotransmitter dapat berperan dalam proses

hiperplasia ini , baik secara tunggal maupun bersama-sama. 4

3

Page 5: Tutorial Bph Tizy Dr Ch

Peran androgen

Androgen tidak menyebabkan BPH , namun perkembangan BPH memerlukan androgen

testis dalam proses perkembangan prostate, pubertas , dan proses menua. Pada prostate enzim

5-alfa reduktase yang terikat pada membrane inti sel mengubah testosterone menjadi

dihidrotestosteron (DHT) , suatu androgen utama pada jaringan ini (90%). DHT bersifat lebih

poten daripada testosteron dengan afinitas terhadap reseptor androgen yang lebih tinggi.

Androgen reseptor kemudian berikatan dengan DNA spesifik pada inti sel , meningkatkan

transkripsi gen-gen yang tergantung androgen yang akhirnya menyebabkan peningkatan sintesis

protein. Prostat , tidak seperti organ-organ tergantung androgen lainnya mempertahankan

kemampuannya merespons androgen sepanjang kehidupan. Kadar reseptor androgen pada

prostat tetap tinggi sepanjang proses menua. Konsentrasi DHT intraprostat dipertahankan tetapi

tidak meningkat. Pada studi imunohistokimia ditemukan enzim 5α reduktase tipe 2 lebih berperan

dalam proses ini. 4

Peran estrogen

Kadar estrogen serum meningkat pada pria seiring bertambahnya umur. Pada pasien

BPH ternyata kadar estrogen intraprostat juga meningkat. Pasien dengan volume BPH yang

besar cenderung memiliki kadar estradiol yang lebih tinggi pada sirkulasi perifer.. Walaupun

didukung oleh fakta-fakta di atas namun peranan estrogen sesungguhnya pada perkembangan

BPH manusia belum sepenuhnya dipahami. 4

Regulasi kematian sel terprogram (apoptosis)

Androgen ( testosteron dan DHT) menekan kematian sel terprogram pada jaringan

prostat. Diduga hal ini terjadi akibat pengaruh androgen terhadap faktor-faktor pertumbuhan lokal

dan reseptor faktor pertumbuhan yang menyebabkan meningkatnya proliferasi dan menurunnya

apoptosis. 4

Interaksi stroma-epitel

Diduga BPH terjadi akibat adanya defek pada salah satu komponen stroma yang pada

keadaan normal berfungsi menghambat proliferasi sel. Lebih jauh proses pembentukan kelenjar

baru pada BPH menyiratkan suatu proses reawakening proses embrionik yang mana stroma

prostat menginduksi pertumbuhan sel epitel. 4

Growth factor

Pada BPH faktor-faktor pemicu pertumbuhan , seperti basic fibroblastic growth factor

( bFGF ) , epidermal growth factor (EGF) , keratinocyte growth factor (KGF) , dan insulin-like

growth factor (IGF) berperan dalam proliferasi sel dengan DHT berfungsi memodulasi efek faktor-

faktor pertumbuhan tersebut. Sebaliknya pada BPH transforming growth factor beta (TGFβ) yang

berfungsi menghambat laju proliferasi epitel ditekan fungsinya. 4

4

Page 6: Tutorial Bph Tizy Dr Ch

Peran sel-sel inflamasi dan sitokin

Sel-sel limfosit T yang ditemukan pada kelenjar prostat mampu menghasilkan mitogen-

mitogen stroma dan epitel yang akan memicu hiperplasia kelenjar dan stroma. 4

Faktor genetik dan familial

Terdapat beberapa bukti bahwa BPH memiliki komponen genetik yang diturunkan. Pada

suatu penelitian ditemukan bahwa pada 50% pria yang menjalani prostatektomi pada usia < 60

tahun dan pada 9% pria yang menjalani prostatektomi pada usia > 60 tahun , dapat diprediksi

adanya risiko familial untuk BPH. Populasi dengan riwayat anggota keluarga dengan prostat

membesar dan BPH memiliki risiko yang lebih tinggi untuk mengalami gejala LUTS sedang

sampai berat. BPH yang bersifat familial dicirikan dengan ukuran prostat yang besar

dibandingkan dengan BPH sporadik. 4

Faktor-faktor etiologik lainnya

Terdapat beberapa faktor etiologik lain yang diduga berperan dalam pertumbuhan kelenjar

prostat pada BPH , seperti substansi nonandrogen dari testis , mikrotrauma pada ejakulasi dan

proses miksi , serta prolaktin. 4

PATOFISIOLOGI

Patofisiologi BPH sangatlah kompleks. BPH meningkatkan resistensi urethra

menyebabkan perubahan-perubahan pada fungsi buli untuk mengkompensasi kondisi ini. Namun

tekanan detrusor yang meningkat yang diperlukan untuk mempertahankan aliran urin pada

resistensi outflow yang meningkat memerlukan fungsi penyimpanan buli yang normal. Perubahan

fungsi detrusor akibat obstruksi bersama dengan penurunan fungsi buli dan persarafan seiring

bertambahnya usia akan menyebabkan timbulnya gejala-gejala LUTS. 4

Pada prostat manusia terdapat kapsul prostat yang diduga berperan menghantarkan

tekanan yang dihasilkan oleh ekspansi jaringan prostat ke urethra , menyebabkan peningkatan

resistensi urethra. Sehingga gejala klinis BPH disebabkan peningkatan ukuran prostat dan

struktur anatomik yang unik dari prostat manusia. Tindakan transurethral incision of the prostate

(TUIP) mengurangi hambatan outflow urin secara signifikan meskipun tidak mengurangi volume

prostat. 2

Ukuran prostat tidak berkorelasi dengan derajat obstruksi. Pada sejumlah kasus

pertumbuhan predominan dari nodul-nodul periurethra di leher buli menyebabkan timbulnya lobus

medius yang juga meskipun berukuran kecil dapat menimbulkan BOO. Juga faktor resistensi

urethra yang bersifat dinamik (kontraksi otot polos prostat ) yang diregulasi oleh sistem

persarafan adrenergik turut berperan meningkatkan resistensi urethra pars prostatika. 4

5

Page 7: Tutorial Bph Tizy Dr Ch

Gejala LUTS pada BPH berhubungan dengan perubahan fungsi buli akibat obstruksi , yang

dibagi menjadi 2 tipe , yaitu :

1. perubahan-perubahan yang menyebabkan terjadinya instabilitas detrusor atau penurunan

compliance ( klinis : urgensi dan frekuensi )

2. perubahan-perubahan yang menyebabkan penurunan kontraktilitas detrusor [ klinis :

perburukan pancaran urin , hesitansi , intermitensi , dan peningkatan post voiding residual

urine (PVR) ]

Respons awal detrusor terhadap obstruksi adalah hipertrofi otot polos yang berhubungan dengan

perubahan intra dan ekstraseluler pada otot polos yang berakhir pada terjadinya instabilitas

detrusor. Obstruksi yang tidak diatasi menyebabkan penambahan kolagen detrusor. Peningkatan

kolagen detrusor menyebabkan timbulnya trabekulasi. Trabekulasi berat berhubungan dengan

PVR yang signifikan , tampak pada penyakit yang sudah lanjut. Juga terdapat bukti-bukti bahwa

obstruksi mempengaruhi respons saraf-detrusor yang berakibat berkurangnya kontraktilitas buli ,

dan terganggunya sensasi berkemih. 4

Patofisiologi BPH4

DIAGNOSIS

Anamnesis

Pada anamnesis digali keluhan yang dirasakan oleh pasien dan sudah berapa lama

keluhan itu mengganggu , riwayat cedera , infeksi , dan operasi traktus urogenital , keadaan

kesehatan pasien secara umum dan fungsi seksual pasien , obat-obatan yang sedang

dikonsumsi yang dapat menimbulkan keluhan miksi , dan juga tingkat kebugaran pasien. 1

Salah satu piranti guna menentukan adanya gejala obstruksi akibat pembesaran prostat

adalah International Prostat Symptom Score (IPSS) yang telah disahkan oleh WHO dan AUA.

6

Page 8: Tutorial Bph Tizy Dr Ch

Sistem skoring ini meliputi 7 pertanyaan yang masing-masing memiliki nilai 0-5 dengan nilai

maksimum 35. Keadaan pasien BPH dapat digolongkan menjadi :

skor 0-7 : gejala ringan

skor 8-19 : gejala sedang

skor 20-35 : gejala berat

Selain 7 pertanyaan tersebut juga terdapat 1 pertanyaan mengenai kualitas hidup ( quality of life

atau QoL).

Namun sistim skoring AUA / IPSS ini agak sulit diterapkan pada pasien di Indonesia, dimana

penderita umumnya berusia tua dan sulit untuk mengisi jawaban yang sifatnya self assessment,

sehingga sering digunakan scoring menurut Madsen Iverson. Pembagian gejala menurut Madsen

Iverson :

Skor 0 – 9 : gejala ringan

Skor 10 – 20 : gejala sedang

Skor 21 – 27 : gejala berat

Pemeriksaan Fisik

Colok dubur atau digital rectal examination (DRE) merupakan pemeriksaan fisik yang

mutlak pada BPH di samping pemeriksaan regio suprapubik guna mencari kemungkinan adanya

distensi buli. Pada DRE ditentukan pembesaran prostat , konsistensi , dan ada/tidaknya nodul

pada prostat. Sensitifitas DRE untuk mendeteksi karsinoma prostat hanya 33%.

Status neurologis , status mental secara umum, dan neuromuskuler ekstremitas bawah

juga perlu dinilai. Pada DRE juga ditentukan tonus sfingter ani dan refleks bulbokavernosus yang

dapat menunjukkan adanya kelainan lengkung refleks di daerah sakral. 1

Urinalisis

Urinalisis dapat mengungkapkan adanya leukosituria dan hematuria , biasanya pada BPH

dengan komplikasi ISK , batu buli , dan penyakit lain penyebab kelainan miksi , misalnya striktur

urethra dan karsinoma buli in situ. Pada kecurigaan adanya ISK perlu dilakukan kultur urin dan

pada kecurigaan karsinoma buli perlu diperiksa sitologi urin. Pada pasien BPH dengan retensi

urin yang telah memakai kateter seringkali sudah ditemukan leukosituria dan eritrosituria. 1

Pemeriksaan fungsi ginjal

Pemeriksaan fungsi ginjal berguna sebagai petunjuk perlu tidaknya pencitraan traktus

urinarius bagian atas. Pasien LUTS yang di-USG didapatkan pelebaran sistem pelviokalises 0,8%

jika kadar kreatinin serum normal dan 18,9% jika kadar kreatinin serum meningkat. 1

7

Page 9: Tutorial Bph Tizy Dr Ch

Gagal ginjal akibat BPH terjadi sebanyak 0,3-30% dengan rata-rata 13,6%. Gagal ginjal

menyebabkan risiko terjadinya komplikasi pasca bedah lebih sering dibandingkan dengan tanpa

disertai gagal ginjal dan mortalitas menjadi 6 kali lebih banyak. 1

Prostate Specific Antigen (PSA)

Kadar PSA serum dipakai untuk meramalkan perjalanan penyakit BPH. Jika kadar PSA

tinggi berarti pertumbuhan volume prostat lebih cepat , keluhan akibat BPH atau laju pancaran

urin lebih jelek dan lebih mudah terjadi retensi urin akut. Makin tinggi kadar PSA maka makin

cepat laju pertumbuhan prostat.

Kadar PSA serum juga meningkat pada inflamasi , pasca manipulasi prostat ( biopsi atau

TURP ), retensi urin akut , kateterisasi , kanker prostat , dan usia pasien yang makin tua. Rentang

kadar PSA normal menurut usia adalah :

40-49 tahun : 0-2,5 ng/ml

50-59 tahun : 0-3,5 ng/ml

60-69 tahun : 0-4,5 ng/ml

70-79 tahun : 0-6,5 ng/ml1

Pada kadar PSA >10 ng/ml 50-88% terbukti kanker , pada kadar 4-10 ng/ml 20% terbukti

kanker , dan pada kadar < 4ng/ml 9-27% terbukti kanker. Maka dari itu dianjurkan biopsi pada

kadar PSA > 10 ng/ml atau terabanya nodul pada colok dubur. Terdapat beberapa modifikasi nilai

PSA serum yang dapat digunakan untuk meningkatkan spesifisitas PSA untuk deteksi dini kanker

prostat :

PSA density : PSA serum/ volume prostat total ( dari hasil transrectal ultrasonography )

indikasi biopsi pada PSA density > 0,15 ng/ml/ml

PSA velocity : peningkatan PSA serum / tahun

indikasi biopsi pada PSA velocity > 0,75 ng/ml/tahun

Age adjustment PSA : kadar PSA normal menurut umur indikasi biopsi : PSA >2,5 ng/ml

pada laki-laki usia 40-49 tahun , PSA >3,5 ng/ml pada laki-laki usia 50-59 tahun , PSA >

4,5 ng/ml pada laki-laki usia 60-69 tahun , PSA > 6,5 ng/ml pada laki-laki usia > 70

tahun4,5

Catatan Harian Miksi ( voiding diaries )

Dengan mencatat berapa jumlah asupan cairan dan berapa jumlah urin yang dikemihkan

dapat diketahui seorang pasien menderita nokturia idiopatik , instabilitas detrusor akibat obstruksi

infravesika atau karena poliuria akibat asupan cairan berlebih. Guna mendapat hasil yang baik

sebaiknya pencatatan dilakukan 7 hari berturut-turut. 1

Uroflometri

8

Page 10: Tutorial Bph Tizy Dr Ch

Uroflometri merupakan pencatatan tentang pancaran urin selama miksi secara elektronik

guna mendeteksi obstruksi traktus urinarius bagian bawah secara noninvasif sebelum dan

sesudah terapi. Dari pemeriksaan ini dapat diperoleh data tentang volume miksi , pancaran

maksimum (Qmax) , pancaran rata-rata (Qave), waktu untuk mencapai pancaran maksimum ,

dan lama pancaran.

Uroflometri tidak spesifik menunjukkan penyebab kelainan pancaran urin sebab pancaran

lemah dapat disebabkan BOO atau kelemahan detrusor. Qmax normal pun belum tentu tidak ada

BOO. korelasi antara Qmax dan BOO adalah : Qmax < 10 ml/detik 90% BOO , Qmax 10-14

ml/detik 67% BOO , dan Qmax > 15 ml/detik 30% BOO.

Q max dapat dipakai untuk meramalkan hasil pembedahan. Pasien tua dengan LUTS dan

Qmax normal biasanya bukan karena BPH dan keluhan tidak berkurang pascaoperasi. Pasien

dengan Qmax< 10 ml/detik biasanya disebabkan oleh obstruksi dan akan berespons baik dengan

pembedahan.

Untuk menentukan adanya BOO digunakan kombinasi skor IPSS , volume prostat , dan

Qmax. Nilai Qmax dipengaruhi oleh usia , jumlah urin yang dikemihkan, serta variasi individual.

Hasil uroflometri baru bermakna jika volume urin > 150 ml dan diperiksa berulang kali pada

kesempatan berbeda ( untuk menilai adanya BOO sebaiknya dilakukan pengukuran pancaran

urin 4 kali ). 1,4

Pemeriksaan urin residual (post voiding residual urin , PVR )

PVR adalah sisa urin yang tertinggal di dalam buli setelah miksi. Orang normal

mempunyai PVR tidak lebih dari 12 ml. Pemeriksaan PVR dapat dilakukan secara invasif dengan

kateterisasi urethra pasca berkemih spontan atau noninvasif dengan USG. Pasien yang diukur

PVR-nya pada waktu yang berlainan menunjukkan perbedaan volume PVR yang cukup

bermakna. Variasi ini tampak nyata pada PVR > 150 cc. Peningkatan volume PVR tidak selalu

menunjukkan bera

tnya gangguan pancaran urin atau beratnya obstruksi. Namun adanya PVR menunjukkan

telah terjadi gangguan miksi.

Jika PVR cukup banyak biasanya watchful waiting akan gagal. Bila PVR > 350 cc

seringkali sudah terdapat disfungsi buli sehingga terapi medikamentosa kurang berhasil.

Pemeriksaan PVR ( dengan USG transabdominal ) sebaiknya dilakukan > 1 kali mengingat

variasi intraindividual yang cukup tinggi. 1

Pencitraan traktus urinarius

Pencitraan di sini meliputi pencitraan traktus urinarius atas dan bawah dan prostat.

Pencitraan traktus urinarius bagian atas pada pasien BPH dilakukan bila pada pemeriksaan awal

ditemukan adanya hematuria , ISK , insufisiensi renal ( dengan USG ) , riwayat urolithiasis , dan

9

Page 11: Tutorial Bph Tizy Dr Ch

riwayat operasi traktus urogenital. Sistografi masih berguna pada BPH dengan retensi urin ,

demikian pula urethrografi dilakukan pada kecurigaan adanya striktur urethra.

USG prostat dapat menilai bentuk , besar prostat , dan mencari kemungkinan karsinoma

prostat. Menilai bentuk dan ukuran prostat dapat dilakukan melalui pemeriksaan transabdominal

ulrasonography ( TAUS) maupun transrectal ultrasonography (TRUS). TRUS dikerjakan jika

terdapat peningkatan kadar PSA serum guna mencari kemungkinan adanya karsinoma prostat. 1

Urethrosistoskopi

Pemeriksaan ini berguna untuk menilai kondisi buli dan urethra pars prostatika.

Pemeriksaan ini dilakukan sebelum tindakan pembedahan untuk menentukan perlunya dilakukan

transurethral resection of the prostate (TURP) atau transurethral incision of the prostate (TUIP)

atau prostatektomi terbuka , juga pada kasus dengan hematuria atau dugaan adanya karsinoma

buli guna mencari lesi pada buli. 1

Pemeriksaan urodinamik

Pemeriksaan urodinamik mampu membedakan apakah pancaran urin yang lemah

disebabkan oleh BOO atau kelemahan detrusor di mana tindakan desobstruksi tidak akan

bermanfaat. Indikasi pemeriksaan urodinamik pada BPH adalah usia pasien < 50 tahun atau > 80

tahun dengan PVR > 300 cc, Qmax>10ml/detik , pasca pembedahan radikal daerah pelvis , gagal

dengan terapi BPH invasif , atau kecurigaan akan adanya neurogenic bladder. 1

PILIHAN TERAPI

Watchful waiting

Pada watchful waiting pasien tidak mendapatkan terapi apapun tetapi perkembangan

penyakit dan keadaannya tetap diawasi oleh dokter. Pilihan ini ditujukan pada pasien BPH

dengan skor IPSS<7 , yaitu keluhan ringan yang tidak mengganggu aktivitas sehari-hari. Pasien

dengan IPSS>7 , Qmax< 12 ml/detik , dan prostat > 30 gram tidak dianjurkan untuk watchful

waiting. Pasien dianjurkan untuk tidak banyak minum dan tidak mengonsumsi kopi/alkohol

setelah makan malam , mengurangi konsumsi makanan/minuman yang menyebabkan iritasi pada

buli (kopi/coklat) , membatasi penggunaan obat-obat influenza yang banyak mengandung

fenilpropanolamin , mengurangi makanan pedas dan asin , dan tidak menahan kencing terlalu

lama.

Setiap 6 bulan pasien diminta untuk kontrol untuk menilai ulang IPSS , Qmax , PVR. Jika

terjadi perburukan mungkin diperlukan pilihan terapi lain. 1,4

Medikamentosa

10

Page 12: Tutorial Bph Tizy Dr Ch

Jika IPSS>7 berarti pasien perlu mendapatkan terapi medikamentosa atau terapi lain.

Tujuan terapi medikamentosa adalah mengurangi resistensi otot polos prostat sebagai komponen

dinamik atau mengurangi volume prostat sebagai komponen statik. Jenis-jenis obat yang

digunakan adalah sebagai berikut :

1. antagonis reseptor adrenergik alfa :

- preparat nonselektif : fenoksibenzamin

- preparat selektif masa kerja pendek : prazosin , afluzosin , indoramin

- preparat selektif masa kerja lama : tamsulosin , doksazosin , dan terazosin

2. inhibitor 5-alfa reduktase : finasteride , dutasteride

3. fitofarmaka

Antagonis reseptor adrenergik alfa

Pengobatan dengan antagonis reseptor adrenergik alfa bertujuan menghambat kontraksi

otot polos prostat sehingga mengurangi resistensi tonus leher buli dan urethra. Fenoksibenzamin

adalah preparat pertama golongan ini yang bersifat nonselektif , di mana ia bekerja pula pada

reseptor adrenergik alfa-2 sehingga menyebabkan hipotensi vaskuler dan komplikasi

kardiovaskuler lainnya. Kemudian ditemukan preparat yang bekerja pada reseptor adrenergik

alfa-1 , misalnya prazosin yang diberikan 2 kali sehari dan tamsulosin, terazosin , dan doksazosin

yang diberikan satu kali sekali ( dua obat terakhir mulanya dipakai sebagai obat antihipertensi ).

Rata-rata golongan obat ini mampu memperbaiki skor gejala miksi hingga 30-45% atau 4-6 poin

skor IPSS dan Qmax hingga 15-30% dibandingkan dengan sebelum terapi. Juga belum

ditemukan intoleransi dan takifilaksis sampai pemberian 6-12 bulan. Dikatakan bahwa obat ini

lebih efektif dibandingkan golongan 5-alfa reduktase dan pemberian obat ini secara tunggal atau

dikombinasikan dengan 5-alfa reduktase terbukti sama efektifnya. Pemberian obat ini pun tidak

perlu memperhatikan ukuran prostat serta kadar PSA seperti halnya dengan sebelum pemberian

5-alfa reduktase.

Efektifitas masing-masing obat golongan ini hampir sama namun mereka mempunyai

tolerabilitas dan efek terhadap kardiovaskuler yang berbeda. Penyulit terhadap sistem

kardiovaskuler tidak tampak nyata pada tamsulosin karena obat ini bersifat superselektif yaitu

bekerja pada reseptor adrenergik alfa-1a. Komplikasi non kardiovaskuler yang dapat timbul

antara lain ejakulasi retrograd ( pada 4,5-10% kasus dengan pemakaian tamsulosin).

Makin tinggi dosis obat antagonis adrenergik alfa , makin nyata efek yang diinginkan namun

komplikasi kardiovaskuler pun semakin nyata sehingga dosis harus ditingkatkan perlahan-lahan

(titrasi), kecuali tamsulosin yang tidak memerlukan titrasi dan masih tetap aman dan efektif

walaupun diberikan hingga 6 tahun. 1,4

Inhibitor 5 alfa-reduktase

11

Page 13: Tutorial Bph Tizy Dr Ch

Finasteride adalah obat inhibitor 5α reduktase pertama yang dipakai untuk mengobati

BPH. Obat ini bekerja dengan menghambat konversi DHT dari testosteron, yang dikatalisis oleh

enzim 5α reduktase di dalam sel-sel prostat.Obat ini mampu menurunkan ukuran prostat hingga

20-30% meningkatkan skor gejala sampai 15% atau skor AUA hingga 3 poin dan meningkatkan

pancaran urin. Efek maksimum setelah 6 bulan. Pemberian finasteride 5 mg per hari selama 4

tahun ternyata mampu menurunkan volume prostat, meningkatkan pancaran urin, menurunkan

kejadian retensi urin akut, dan menekan kemungkinan tindakan pembedahan hingga 50%.

Finasteride digunakan bila volume prostat >40cm3. Efek samping yang terjadi minimal ,

yaitu: impotensi , penurunan libido, ginekomastia atau timbul bercak-bercak kemerahan dikulit.

Finasteride dapat menurunkan kadar PSA sampai 50% dari harga yang semestinya sehingga

perlu diperhitungkan pada deteksi dini kanker prostat. 1

Fitofarmaka

Fitoterapi kemungkinan bekerja sebagai antiestrogen , antiandrogen , menurunkan kadar

sex hormone binding globulin , inhibisi basic fibroblast growth factor dan epidermal growth factor ,

mengacaukan metabolisme prostaglandin , efek antiinflamasi , menurunkan outflow resistence ,

dan memperkecil volume prostat. Namun data-data farmakologik tentang kandungan zat aktif

yang mendukung mekanisme kerja obat fitoterapi sampai saat ini belum diketahui dengan pasti.

Contoh fitoterapi : Pygeum africanum , Serenoa repens , Hypoxis rooperi , Radix urtica. 1

Terapi Intervensi

Terapi intervensi dibagi menjadi 2 , yaitu :

1. teknik ablasi jaringan prostat ( pembedahan ): Pembedahan terbuka, TURP, TUIP, TUVP,

Laser prostatektomi.

2. teknik instrumentasi alternatif: interstisial laser coagulation, TUNA, TUMT, dilatasi balon,

dan stent urethra.

Pembedahan

Indikasi pembedahan adalah BPH yang sudah menimbulkan komplikasi, diantaranya:

1. Retensi urin karena BPO

2. Infeksi saluran kemih berulang karena BPO

3. Hematuria makroskopik karena BPE

4. Batu buli karena BPO

5. Gagal ginjal yang disebabkan oleh BPO

6. Divertikel buli yang cukup besar karena BPO1

12

Page 14: Tutorial Bph Tizy Dr Ch

Di beberapa negara terapi pembedahan diindikasikan pada pasien BPH dengan keluhan

sedang hingga berat, tidak ada perbaikan setelah pemberian terapi nonbedah, dan pasien yang

menolak terapi medikamentosa. Ada 3 macam teknik pembedahan yang dianjurkan, yaitu

prostatektomi terbuka, TUIP, danTURP.

Prostatektomi terbuka merupakan cara yang paling tua, paling invasif, dan paling efisien

dan memberikan perbaikan gejala BPH 98%. Pembedahan dikerjakan melalui pendekatan

transvesika (Hrynschack) dan pendekatan retropubik (Millin). Pendekatan transvesika hingga saat

ini sering dipakai pada BPH yang cukup besar disertai dengan batu buli multipel, divertikel besar,

dan hernia inguinalis. Pembedahan terbuka dianjurkan pada prostat dengan volume lebih dari 80-

100cm3. Dilaporkan bahwa prostatektomi terbuka menimbulkan komplikasi striktur urethra dan

inkontinensia urin lebih sering dibandingkan dengan TURP ataupun TUIP.

Prosedur TURP merupakan 90% dari semua tindakan pembedahan prostat pada pasien

BPH. Pada pasien dengan keluhan derajat sedang, TURP lebih bermanfaat daripada watchful

waiting. TURP lebih sedikit menimbulkan trauma dibandingkan prosedur bedah terbuka dan

memerlukan masa pemulihan yang lebih singkat. Secara umum TURP dapat memperbaiki gejala

BPH hingga 90%, meningkatkan laju pancaran urin hingga 100.

Komplikasi dini yang terjadi pada saat operasi sebanyak 18-23%, dan tersering adalah

perdarahan . Komplikasi biasanya terjadi pada reseksi prostat >45 gram, usia > 80 tahun, ASA II-

IV, dan lama reseksi > 90 menit. Sindroma TUR terjadi kurang dari 1%.

Komplikasi lanjut adalah inkontinensia stress <1% maupun inkontinensia urge 1,5%,

striktura urethra 0,5-6,3%, kontraktur leher buli (lebih sering terjadi pada prostat yang berukuran

kecil 0,9-3,2 %), dan disfungsi ereksi. Angka kematian akibat TURP pada 30 hari pertama adalah

0,4% pada pasien kelompok usia 65-69 tahun dan 1,9% pada kelompok usia 80-84 tahun.

Dengan teknik operasi yang baik dan manajemen perioperatif (termasuk anestesi) yang lebih baik

pada dekade terakhir, angka morbiditas, mortalitas, dan jumlah pemberian transfusi berangsur-

angsur menurun.

TUIP atau bladder neck incision ( Orandi, 1973 ) dianjurkan pada prostat < 30 cm3 ,

tanpa pembesaran lobus medius , dan tidak ada kecurigaan adanya karsinoma prostat. Insisi

dilakukan secara tunggal atau bilateral mulai dari muara ureter , leher buli , sampai

verumontanum , diperdalam sampai kapsul prostat. Lama operasi lebih singkat dengan

komplikasi serta perbaikan keluhan dan Qmax lebih sedikit dibandingkan TURP.

Elektrovaporisasi prostat mirip dengan TURP menggunakan roller ball spesifik dan mesin

diatermi yang cukup kuat.Perdarahan tidak banyak dan rawat inap lebih singkat. 1

Prostatektomi dengan laser

Terdapat 4 jenis laser yang dipakai yaitu Neodymium (Nd):YAG , Holmium:YAG ,

KTP:YAG , dan dioda yang dapat dipancarkan melalui bare fibre , right angle fibre , atau

interstisial fibre. Prinsip kerja laser adalah menimbulkan koagulasi ( pada suhu 60-650C ) dan

13

Page 15: Tutorial Bph Tizy Dr Ch

vaporisasi ( pada suhu > 1000C ). Komplikasi laser lebih sedikit dengan penyembuhan lebih cepat

namun perbaikan gejala dan Qmax tidak sebaik pada TURP. Juga dalam 1 tahun diperlukan

terapi ulang pada 2% kasus dan tidak dapat diperoleh jaringan untuk pemeriksaan PA ( kecuali

pada Holmium:YAG ). Pemakaian Nd:YAG menunjukkan hasil hampir sama dengan TURP

namun efek lebih lanjut dari laser masih perlu diteliti lebih lanjut.

Teknik laser ini dianjurkan pada pasien dengan terapi antikoagulan jangka panjang dan

pasien yang kesehatannya tidak memungkinkan untuk TURP. 1

Instrumentasi alternatif

Termoterapi

Termoterapi prostat menggunakan pemanasan > 450C guna menimbulkan nekrosis koagulasi

jaringan prostat. Gelombang panas dihasilkan dari :

1. transurethral microwave thermotherapy (TUMT)

2. transurethral needle ablation (TUNA)

3. Laser

Keuntungan termoterapi :

tidak memerlukan rawat inap

tidak banyak menimbulkan perdarahan

Kerugian termoterapi :

masih harus memakai kateter dalam jangka waktu lama

kurang efektif dibandingkan TURP1

TUMT

Energi yang digunakan berasal dari gelombang mikro (panjang gelombang 300-3000

MHz) , disalurkan melalui kateter ke dalam prostat sehingga menyebabkan kerusakan jaringan

prostat. Makin tinggi frekuensi yang digunakan makin tinggi energi yang dihasilkan namun

penetrasi jaringannya lebih rendah.

Jaringan prostat mengalami koagulasi bila terpapar suhu > 450C selama > 30 menit.

Jaringan lain dilindungi dengan sistem pendingin ( ambang rasa nyeri urethra adalah pada suhu

450C). Morbiditas tindakan ini rendah dan tidak memerlukan anestesi. TUMT energi rendah

digunakan pada prostat kecil dan obstruksi ringan , sedangkan TUMT energi tinggi pada prostat

yang besar dan obstruksi yang lebih berat.

Kontraindikasi TUMT : pembesaran lobus medius ( relatif ) , riwayat TURP sebelumnya ,

implan metal , prosthesis penis , penyakit striktur urethra berat , sfingter urinarius buatan , pasien

dengan alat pacu jantung.

Komplikasi : retensi urin pasca tindakan , iritasi , hematuria , perdarahan urethra , dan

hematospermia.

14

Page 16: Tutorial Bph Tizy Dr Ch

TUNA

Energi yang dipakai berasal dari frekuensi radio dengan panas yang ditimbulkan

mencapai 1000C sehingga menyebabkan nekrosis prostat. Kateter TUNA dihubungkan dengan

generator yang membangkitkan energi pada frekuensi radio 490 kHz , lalu dimasukkan dengan

sistoskopi dengan anestesi topikal.

Komplikasi TUNA : hematuria , disuria , retensi urin , dan epididimoorkhitis. 1,2

Stent

Stent dipasang di dalam lumen urethra pars prostatika di antara leher buli dan proksimal

verumontanum secara temporer (6-36 bulan) atau permanen. Stent tidak diindikasikan untuk

terapi pada pembesaran lobus medius. Alat ini berguna pada pasien risiko tinggi karena dapat

dipasang dalam anestesi lokal.

Komplikasi stent : tidak dapat berkemih spontan pasca pemasangan stent , enkrustasi ,

obstruksi , nyeri perineum , dan disuria. 1,2

Pengawasan berkala

Setiap pasien BPH setelah mendapat terapi watchfull waiting perlu mendapatkan

pengawasan berkala (follow up) untuk mengetahui hasil terapi serta perjalanan penyakitnya

sehingga dapat dilakukan pemilihan terapi lain atau terapi ulang. Secara rutin dilakukan

pemeriksaan IPSS dan uroflowmetri. Pasien yang menjalani tindakan intervensi perlu dilakukan

pemeriksaan kultur urin untuk mengetahui kemungkinan penyulit infeksi saluran kemih akibat

tindakan tersebut. Berikut itu adalah gambaran jadwal tindakan pengawasan berkala : 1

Terapi 6 minggu 12 minggu 6 bulanEvaluasi tahunan

Watchfull waiting - - + +Antagonis adrenergik - α - + + +Inhibitor 5-α reduktase + - + +Operasi + + + +Invasif minimal + + + +

15

Page 17: Tutorial Bph Tizy Dr Ch

Daftar Pustaka

1. Panduan Penatalaksanaan (Guidelines) BPH di Indonesia. Ikatan Ahli Urologi

Indonesia.2003.

2. Djoko Rahardjo, Prostat. Kelainan-kelainan jinak, diagnosis dan penanganan. Asian

Medical,1999. Hal 1-59.

3. Mc Vary K.T.Management of benign prostate hypertrophy. New jersey Humana

press:2004 ;1-20.

4. Roehrborn CG , McConnell JD.Etiology , pathophysiology , epidemiology , and natural

history of benign prostatic hyperplasia, evaluation and non surgical management of benign

prostatic hyperplasia. Dalam : Campbell’s Urology.edisi ke-9.editor : Wein AJ,kavoussi

LR,Novvick AC,Partin AW,Petters AC. Philadelphia :WB Saunders Co.2007;HTML;section

XVI;Ch 85-87.

5. Zeman PA , Siroky MB , Babayan RK. Lower urinary tract symptoms. Dalam : Handbook

of Urology. Edisi ke-3.Editor : Siroky MB , Oates RD , Babayan RK.Philadelphia: Lippincott

Williams and Wilkins , 2004:98-120.

16