Turp Syndrome

22
BAB I PENDAHULUAN Rata-rata kematian setelah 30 hari pasca operasi yang berhubungan dengan TURP sebesar 0.2% hingga 0.8%. Angka kematian ini kurang lebih sama pada pasien yang mendapat anestesi regional maupun umum. Dengan rata-rata terendah angka kematian sebesar 0.2%, masih dibutuhkan pasien untuk dipelajari dalam kasus TURP untuk menemukan kesimpulan dalam diagnosis dan penanganan komplikasi dari TURP itu sendiri. 1 Morbiditas pasca operasi rata-rata dalam suatu penelitian sebesar 18%. Peningkatan morbiditas banyak ditemukan pada pasien dengan waktu reseksi yang cukup lama, yaitu melebihi dari 90 menit, ukuran kelenjar prostat yang besar (lebih dari 45g), retensi urin akut, dan usia pasien yang melebihi 80 tahun. Ashton dan rekannya mempelajari 250 laki-laki yang akan menjalani prosedur TURP dan menemukan satu pasien pasca operasi dengan infark miokard (0.4%) dan menyebabkan kematian. 1 Insiden dari komplikasi postoperatif termasuk infark miokard, emboli pulmonal, kecelakaan cerebrovascular, TIA, gagal ginjal, insufisiensi hepar, dan butuhnya perpanjangan ventilasi serupa dengan membandingkan pasien yang mendapat anestesi spinal dengan anestesi umum. Perdarahan dan sindroma TURP merupakan komplikasi yang cukup sering ditemukan pada pasien yang sedang atau telah menjalani pembedahan dengan TURP. 1 1

description

turp syndrome

Transcript of Turp Syndrome

Page 1: Turp Syndrome

BAB I

PENDAHULUAN

Rata-rata kematian setelah 30 hari pasca operasi yang berhubungan dengan TURP

sebesar 0.2% hingga 0.8%. Angka kematian ini kurang lebih sama pada pasien yang mendapat

anestesi regional maupun umum. Dengan rata-rata terendah angka kematian sebesar 0.2%,

masih dibutuhkan pasien untuk dipelajari dalam kasus TURP untuk menemukan kesimpulan

dalam diagnosis dan penanganan komplikasi dari TURP itu sendiri.1

Morbiditas pasca operasi rata-rata dalam suatu penelitian sebesar 18%. Peningkatan

morbiditas banyak ditemukan pada pasien dengan waktu reseksi yang cukup lama, yaitu

melebihi dari 90 menit, ukuran kelenjar prostat yang besar (lebih dari 45g), retensi urin akut,

dan usia pasien yang melebihi 80 tahun. Ashton dan rekannya mempelajari 250 laki-laki yang

akan menjalani prosedur TURP dan menemukan satu pasien pasca operasi dengan infark

miokard (0.4%) dan menyebabkan kematian.1

Insiden dari komplikasi postoperatif termasuk infark miokard, emboli pulmonal,

kecelakaan cerebrovascular, TIA, gagal ginjal, insufisiensi hepar, dan butuhnya perpanjangan

ventilasi serupa dengan membandingkan pasien yang mendapat anestesi spinal dengan

anestesi umum. Perdarahan dan sindroma TURP merupakan komplikasi yang cukup sering

ditemukan pada pasien yang sedang atau telah menjalani pembedahan dengan TURP.1

1

Page 2: Turp Syndrome

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.A. Benign Prostate Hyperplasia

Benign Prostatic Hyperplasia (BPH), juga dikenal sebagai benign prostatic

hypertrophy, merupakan diagnosis histologik yang dikarakteristikkan dengan adanya

proliferasi sel-sel prostat yang berlebihan. Pembesaran kelenjar prostat ini berasal dari

proliferasi sel epitel dan stroma prostat, rusaknya pencetus apoptosis, atau keduanya.2

Hiperplasia dari kelenjar ini dapat merestriksi aliran urin dari kandung kemih. BPH

sendiri merupakan hal yang normal akibat proses penuaan pada laki-laki dan bergantung pada

produksi hormon Testosteron dan Dihidrotestosteron (DHT). Sekitar 50% laki-laki

menunjukan adanya BPH pada usia 60 tahun. Jumlah ini bertambah pada usia sekitar 85

tahun.2

Tatalaksana BPH

Tatalaksana BPH tergantung dari ukuran prostat dan kesehatan secara keseluruhan.

a. Perubahan gaya hidup

Jika dari hasil pemeriksaan pembesaran prostat tidak signifikan, terapi yang diberikan

tidak harus pembedahan. Terapi yang diberikan dapat dengan perubahan gaya hidup

seperti mengurangi asupan cairan ketika menjelang malam hari, tidak mengonsumsi zat-

zat yang dapat mengiritasi kandung kemih seperti kafein dan alcohol.3

b. Medikasi

Medikasi dapat mengkontrol gejala BPH hingga yang sedang. Beberapa pilihan obat

antara lain:

Alpha-blocker. Obat-obatan ini merelaksasikan otot-otot di sekitar penyempitan dari

kandung kemih menuju ke uretra.3

5-alpha reductase inhibitors. Obat-obatan ini dapat mengecilkan ukuran kelenjar

prostat, tetapi membutuhkan waktu cukup lama untuk melihat efeknya.3

2

Page 3: Turp Syndrome

Anticholinergics. Obat-obatan ini dapat meningkatkan kapasitas dari kandung kemih,

sehingga dapat menunda keinginan untuk berkemih.3

c. Terapi invasif minimal

Laser therapy. Sebuah cystoscope dimasukan melalui uretra untuk mengirimkan

laser berenergi tinggi yang akan menguapkan jaringan prostat yang membesar. Terapi

laser biasanya akan menghasilkan perbaikan gejala dan tidak menyebabkan gangguan

ereksi atau inkontinensia jangka panjang. Jenis-jenis terapi laser yang dapat

digunakan:

o Holmium laser enucleation of the prostate (HoLEP). Jaringan prostat yang

diambil dapat diperiksa untuk kanker prostat atau keperluan lainnya. Penelitian

menemukan bahwa teknik ini cukup aman dan efektif tanpa memperhatikan

ukuran prostat dan hasilnya dapat dipertahankan hingga 10 tahun.

o Laser photovaporization of the prostate (PVP). Cara ini serupa dengan HoLEP,

tetapi tidak mengambil jaringan prostat untuk analisis lebih lanjut.3

Microwave thermal therapy. Juga dikenal dengan Transurethral Microwave

Thermotherapy (TUMT), kateter khusus dimasukan ke dalam uretra mengirimkan

energy gelombang mikro yang akan menghancurkan jaringan prostat. TUMT

biasanya digunakan pada laki-laki dengan ukuran prostat yang kecil dan gejala BPH

yang ringan.3

Needle ablation. Sebuah jarum kateter dimasukan ke dalam prostat mengirimkan

energy radiofrekuensi (RF) yang dapat menghancurkan jaringan prostat. RF dapat

mencapai bagian yang tidak dapat dicapai oleh TUMT.3

Transurethral resection of the prostate (TURP).Sebuah alat bedah dimasukan ke

dalam uretra dan digunakan untuk mengeruk jaringan prostat yang berlebih. TURP

biasanya digunakan pada pasien dengan BPH sedang hingga berat atau pernah

menjalani operasi prostat sebelumnya.3

Transurethral incision of the prostate (TUIP). Dokter bedah memasukan alat khusus

ke dalam uretra dan membuat satu atau dua insisi pada prostat untuk meningkatkan

3

Page 4: Turp Syndrome

pengeluaran urin, tetapi tidak mengambil jaringan sedikitpun. TUIP digunakan pada

pasien dengan gejala BPH ringan.3

Prostatectomy. Biasanya dilakukan pada ukuran prostat yang sangat besar atau pada

pasien dengan kerusakan di kandung kemihnya, batu kandung kemih, atau striktur

uretra.3

II.B. Transurethral Resection of The Prostate

Transurethral Resection of The Prostate (TURP) merupakan salah satu jenis pembedahan

prostat untuk mengurangi gejala sedang hingga berat yang disebabkan oleh pembesaran

prostat. Selama TURP dilakukan, kombinasi alat visual dan bedah (resectoscope) dimasukan

dari ujung lubang penis dan ke dalam uretra. Uretra sendiri dikelilingi oleh kelenjar prostat.

Dengan menggunakan resectoscope, jaringan prostat yang berlebih yang menutupi jalur

keluarnya urin akan dibuang.4

Selama lebih dari 60 tahun, TURP telah digunakan sebagai standar terapi pada pasien laki-laki

geriatric dengan lower urinary tract symptoms (LUTS) yang disebabkan oleh benign prostatic

enlargement (BPE) dan benign prostatic obstruction (BPO).4

II.B.1. Diagnostic work-up

Volume prostat sebelumnya diukur, secara ideal dengan menggunakan Transrectal

Ultrasound (TRUS) untuk mengestimasi waktu operasi. Tidak ada batasan volume prostat

yang pasti untuk dilakukannya TURP. Secara tradisional, volume 80-100 ml merupakan

indikasi untuk dilakukannya prostatektomi. Sitoskopi preoperatif biasanya tidak

direkomendasikan kecuali ada kecurigaan patologi uretra atau kandung kemih.4

II.B.2. Indikasi TURP

Komplikasi dari BPE dan BPO, merupakan indikasi untuk dilakukannya TURP, yaitu:4

1. Retensi urin berulang

2. BPH atau BPE yang berhubungan dengan adanya makrohematuria akibat terapi 5

alpha-reductase inhibitor

3. Insufisiensi renal atau dilatasi saluran kemih bagian atas

4. Batu kandung kemih

5. UTI yang berulang

4

Page 5: Turp Syndrome

Kontraindikasi dari TURP adalah UTI yang belum diatasi dan gangguan perdarahan.4

II.B.3. Aspek teknik TURP

Beberapa teknik perkembangan dari TURP telah diimplementasikan beberapa tahun terakhir

seperti video-TURP, continuous-flow instruments, special loop designs, dan modifikasi dari

generator frekuensi tinggi.4

Teknik Reseksi

Di tahun 1943, Nesbit mendeskripsikan sebuah prosedur dimulai dengan bagian

ventral dari kelenjar (antara arah jam 11 dan jam 1), dilanjutkan dengan lobus lateral,

midlobus, dan diakhiri pada bagian apex. Di Eropa, ada teknik yang dikembangkan

oleh Mauermayer, Hartung, dan May. Teknik ini dibagi menjadi empat langkah:

1. Reseksi midlobus

2. Paracollicular TUR

3. Reseksi lobus lateral dan ventral

4. Reseksi apeks

Perkembangan lebih lanjut dengan menggunakan system trocar suprapubis dan

continuous-flow resectoscopes, dua-duanya memberikan irigasi tekanan rendah.4

II.B.4. Komplikasi Intraoperatif

a. Perdarahan

Komplikasi intraoperatif yang paling besar pada TURP masih berupa perdarahan yang

berlebihan. Beberapa pengembangan teknik berupa generator frekuensi tinggi,

continuous-flow instruments, video-TURP menyebabkan penurunan signifikan dari

penggunaan transfusi. Resiko perdarahan berhubungan dengan infeksi preoperatif dan

retensi urin yang disebabkan oleh pembengkakan kelenjar, volume prostat, dan waktu

reseksi.4

b. TURP syndrome5

c. Perforasi vesika urinaria5

d. Hipotermia5

e. Septikemia5

f. Disseminated Intravascular Coagulation5

5

Page 6: Turp Syndrome

II.C. Transurethral Resection of The Prostate Syndrome

II.C.1. Definisi

Transurethral Resection Syndrome merupakan suatu bentuk intoksikasi air iatrogenik,

suatu kombinasi kelebihan cairan dan hiponatremia yang terlihat pada berbagai prosedur

bedah endoskopik, walaupun secara klasik terlihat setelah prosedur Transurethral Resection of

The Prostate (TURP).6 TURP sering membuka jaringan pleksus venosus di dalam prostat dan

menyebabkan absorpsi sistemik cairan irigasi.5 TURP syndrome terjadi ketika cairan irigasi

diserap dalam jumlah yang cukup (2 L atau lebih) untuk menimbulkan manifestasi sistemik.6

TURP syndrome dilaporkan juga terjadi setelah transurethral resection of bladder

tumor, sitoskopi diagnostik, percutaneus nephrolithotomy, artroskopi, dan prosedur

ginekologik yang menggunakan irigasi.6

II.C.2. Epidemiologi dan Faktor Resiko

Insiden TURP syndrome terjadi antara 0,5-8% dengan tingkat mortalitas 0,2-0,8%. Pada

satu penelitian menunjukkan morbiditas dan mortalitas pasien yang menjalani TURP tidak

berhubungan dengan lama operasi, kecuali ketika operasi berlangung lebih dari 150 menit.7

TURP syndrome lebih sering terjadi jika ukuran kelenjar prostat besar, terjadi kerusakan

kapsul prostat selama pembedahan, dan tekanan hidrostatik tinggi dari cairan irigasi. Kelenjar

prostat yang besar kaya akan jaringan vena sehingga memungkinkan absorpsi cairan irigasi

intravaskular. Kerusakan kapsul prostat selama pembedahan memungkinkan masuknya cairan

irigasi ke dalam ruang periprostatik dan retroperitoneal. Tekanan hidrostatik cairan irigasi

merupakan penentu yang penting dalam kecepatan absorpsi cairan irigasi.7

II.C.3. Patofisiologi

TURP syndrome memiliki karakteristik berupa pergeseran volume intravaskular dan efek

osmolaritas (plasma-solute).7

Kelebihan Cairan

6

Page 7: Turp Syndrome

Pada setiap prosedur TURP hampir selalu terjadi penyerapan cairan irigasi ke dalam

aliran darah melalui sinus vena prostatik yang terbuka dan terakumulasi dalam ruang

periprostatik dan retroperitoneal. Jumlah cairan irigasi yang diabsorpsi tergantung dari tinggi

wadah cairan irigasi yang menentukan besar tekanan hidrostatik dan durasi pembedahan.1

Sebagian besar reseksi berlangsung selama 45-60 menit, dan rata-rata 20 ml/menit cairan

diabsorpsi.5 Uptake 1 L irigan ke dalam sirkulasi dalam satu jam menyebabkan penurunan

akut konsentrasi natrium serum 5-8 mmol/L.6

Metode praktikal yang dapat digunakan untuk memperkirakan volume cairan irigasi

yang diabsorpsi selama TURP adalah berdasarkan rumus berikut:

Volume yang diabsorpsi = [Na+] preoperasi/[Na+] postoperasi x ECF – ECF7

Baik hipertensi maupun hipotensi dapat terjadi pada TURP syndrome; hipertensi dan

refleks takikardia terjadi karena ekspansi volume yang cepat hingga mencapai 200 ml/menit.

Pasien dengan fungsi ventrikel kiri yang buruk dapat mengalami edema pulmoner akibat

kelebihan sirkulasi akut.6 Absorpsi cairan manitol menyebabkan ekspansi volume

intravaskular dan memperberat kelebihan cairan.5

Hipertensi transien, yang dapat tidak terjadi jika terjadi perdarahan hebat, diikuti dengan

periode hipotensi yang panjang. Hiponatremia dengan hipertensi menyebabkan perubahan

tekanan osmotik dan hidrostatik yang mengakibatkan perpindahan cairan dari intravaskular ke

dalam interstisial pulmoner sehingga menimbulkan edema pulmoner dan syok hipovolemik.

Pelepasan endotoksin ke dalam sirkulasi dan asidosis metabolik juga dapat menyebabkan

hipotensi.6

Hiponatremia

Penurunan konsentrasi natrium serum hingga <120 mmol/L menandakan TURP

syndrome yang berat. Penurunan konsentrasi natrium ini menyebabkan gradien osmotik antara

cairan intraselular dan ekstraselular di dalam otak, yang mengakibatkan perpindahan cairan

dari intravaskular yang menimbulkan edema otak, peningkatan tekanan intrakranial, dan

gejala neurologik.6 Konsentrasi natrium ekstraselular harus berada pada batas fisiologis untuk

depolarisasi sel dan produksi potensial aksi. Gejala sistem saraf pusat meliputi iritabilitas,

7

Page 8: Turp Syndrome

konfusi dan nyeri kepala merupakan tanda awal terjadinya hiponatremia. Hiponatremia lebih

lanjut (Na ≤102 mEq/L) dan menurunya osmolalitas serum dapat menyebabkan terjadinya

kejang dan koma. Hiponatremia berat dapat menimbulkan efek kardiovaskular berupa

inotropik negatif, hipotensi, dan disritmia. Pada kadar natrium < 115 mEq/L, dapat terjadi

perubahan elektrokardiografi berupa pelebaran QRS dan elevasi segmen ST.1

Hipo-osmolalitas

Penyebab kerusakan sistem saraf pusat tidak berasal dari hiponatremia saja, tetapi juga

hipo-osmolalitas akut. Otak memiliki respon terhadap stres hipo-osmotik berupa penurunan

natrium, kalium, dan klorida intraselular.6

Penurunan natrium, kalium, dan klorida intraselular menyebabkan penurunan

osmolalitas intraselular dan mencegah pembengkakan. Edema otak merupakan suatu

komplikasi berat, dan perkembangan herniasi serebral dalam beberapa jam postoperasi adalah

penyebab kematian utama dari absorpsi air.6

Hiperglisinemia dan Hiperamonemia

Glisin masuk ke dalam intravaskular dan dimetabolisme oleh ginjal dan portal bed

melalui deaminasi oksidatif. Otak juga mengandung sistem enzim pemecah glisin yang

memecah glisin menjadi karbon dioksida dan amonia. Peningkatan level amonia serum selama

endoskopi terjadi sekunder akibat penyerapan glisin di mana hiperamonemia tidak terjadi pada

pasien yang menjalani reseksi retropubik tanpa glisin.6 Penggunaan cairan irigasi sorbitol atau

dekstros dalam jumlah besar juga dapat menimbulkan hiperglisinemia.5 Hiperglisinemia dapat

menjadi penyebab TURP ensefalopati melalui aktivitas positif pada reseptor N-methyl-D-

aspartic acid.8 Hiperglisinemia juga berkontribusi terhadap timbulnya depresi kardiovaskular

dan toksisitas sistem saraf pusat.6 Keracunan amonia berhubungan dengan lambatnya

peningkatan kesadaran dan beberapa gejala sistem saraf pusat lainnya.1

8

Page 9: Turp Syndrome

Gambar II.1. Patofisiologi TURP syndrome9

II.C.4. Manifestasi Klinis

TURP syndrome bersifat multifaktorial, diawali dengan absorpsi cairan irigasi yang

menyebabkan perubahan kardiovaskular, sistem saraf pusat, dan metabolik. Gambaran klinis

bervariasi sesuai dengan tingkat keparahannya dan dipengaruhi tipe irigan yang digunakanan,

faktor pasien, dan faktor pembedahan.6 Manifestasi klinis ini terutama diakibatkan oleh

kelebihan cairan sirkulasi, intoksikasi air, dan toksisitas zat yang terkandung dalam cairan

irigasi.5 TURP syndrome dapat terlihat 15 menit setelah reseksi dimulai hingga 24 jam

postoperasi.6

Tanda yang paling awal muncul adalah rasa menusuk dan sensasi terbakar pada daerah

wajah dan leher disertai letargi, pasien gelisah dan mengeluh sakit kepala. Tanda yang selalu

muncul adalah bradikardia dan hipotensi arterial. Distensi abdomen sekunder terhadap

absorpsi cairan irigasi melalui perforasi kapsul prostatik juga dapat terjadi.6

Pada periode postoperasi selanjutnya, dapat terjadi mual dan muntah, gangguan

penglihatan, kedutan dan kejang fokal atau umum, serta perubahan kesadaran dari konfusi

ringan hingga koma. Penyebab gangguan sistem saraf pusat ini berhubungan dengan

hiponatremia, hiperglisinemia, dan atau hiperamonemia. Hiponatremia dapat terjadi ketika

menggunakan semua jenis cairan irigasi, tetapi hiperglisinemia dan hiperamonemia terjadi

ketika menggunakan glisin sebagai cairan irigasi.6 9

Page 10: Turp Syndrome

Gangguan visual sering dilaporkan sebagai komplikasi TURP syndrome, tetapi

gangguan ini hanya muncul jika terjadi kombinasi penggunaan glisin dan hiponatremia berat.

Gejala visual ini bervariasi dari penglihatan redup hingga kebutaan sementara yang

berlangsung selama beberapa jam. Pupil mengalami dilatasi dan tidak bereaksi terhadap

rangsang cahaya.6 Kebutaan akibat TURP disebabkan karena efek toksik dari glisin terhadap

retina. Tingkat keparahan kebutaan akibat TURP secara langsung berhubungan dengan jumlah

glisin dalam darah. Penglihatan secara gradual meningkat seiring dengan penurunan glisin

darah.7

Tabel II.1. Tanda dan Gejala Transurethral Resection of The Prostate7

Kardiovaskular dan respiratori Sistem saraf pusat Hematologik dan Renal

Hipertensi

Bradiaritmia/takiaritmia

Gagal jantung kongestif

Edema pulmoner dan hipoksemia

Infark miokard

Hipotensi

Syok

Mual/muntah

Agitasi/konfusi

Kejang

Letargi/paralisis

Kebutaan

Pupil non-reaktif/dilatasi

Koma

Hiponatremia

Hiperglisinemia

Hiperamonemia

Hipoosmolalitas

Hemolisis/anemia

Gagal ginjal akut

II.C.5. Tatalaksana TURP syndrome

Terapi yang direkomendasikan jika terjadi gejala TURP syndrome:

- Terminasi segera operasi.7

- Berikan furosemid, 20 mg IV.7

- Berikan oksigen melalui nasal kanul atau face mask.7

- Jika terjadi edema pulmoner, dapat dilakukan intubasi trakeal dan ventilasi tekanan

positif dengan oksigen.7

- Periksa darah untuk analisa gas darah dan natrium serum.7

- Jika natrium serium rendah dan tanda klinis hiponatremia terlihat, berikan saline

hipertonik (3-5%) IV. Kecepatan pemberian saline hipertonik sebaiknya tidak melebihi

100 ml/jam. Pada sebagian besar kasus dibutuhkan tidak lebih dari 300 ml untuk

10

Page 11: Turp Syndrome

mengkoreksi hiponatremia.7 Pemberian saline hipertonik dapat mengurangi edema

serebral, mengekspansi volume plasma, mengurangi edema selular, dan meningkatkan

ekskresi urinari tanpa meningkatkan total ekskresi zat terlarut.6

- Jika terjadi kejang, dapat diberikan agen antikonvulsan jangka pendek seperti

diazepam 5-20 mg atau midazolam 2-10 mg IV. Jika kejang tidak berhenti, dapat

ditambah barbiturat atau fenitoin 10-20 mg/kg IV. Relaksan otot dapat diberikan juga.

- Jika terjadi edema pulmoner atau hipotensi, perlu dilakukan monitoring hemodinamik

invasif.7

- Jika terjadi kehilangan darah signifikan, dapat diberikan packed red blood cell.7

Sebagian besar pasien yang menjalani prosedur TURP adalah orang dengan usia tua.

Fungsi kapasitas organ berkurang sesuai dengan usia, menyebabkan penurunan cadangan dan

kemampuan kompensasi. Penyakit penyerta menekan fungsi organ dan meningkatkan resiko.6

Kemampuan ginjal dalam mengatur keseimbangan natrium dan air juga terganggu pada

orang dengan usia tua menyebabkan aktivitas renin plasma menurun, jumlah aldosteron darah

dan urinari menurun, dan menurunnya respon terhadap hormon antidiuretik. Oleh karena itu,

dengan adanya penyakit jantung atau ginjal, pemberian cairan harus diberikan secara hati-hati

pada orang tua yang menjalani operasi endoskopik untuk mengurangi resiko dan mencegah

eksaserbasi TUR syndrome.6

Pasien dengan gejala ringan seperti mual, muntah, dan agitasi dengan hemodinamik

stabil dimonitor hingga gejala hilang. Terapi suportif seperti antiemetik dapat diberikan.

Bradikardia dan hipotensi dapat diatasi dengan atropin, obat adrenergik dan kalsium. Ekspansi

volume plasma dapat diperlukan karena hipotensi dan cardiac output yang rendah dapat

terjadi ketika irigasi dihentikan. Waktu paruh glisin sekitar 85 menit, sehingga gangguan

visual biasanya hilang spontan dalam 24 jam dan tidak membutuhkan intervensi.6

II.C.6. Prevensi

a. Posisi pasien

Menurunkan tekanan hidrostatik dalam vesika urinaria dan tekanan vena prostatik

dapat menurunkan volume cairan irigasi yang diabsorpsi ke dalam sirkulasi.6

11

Page 12: Turp Syndrome

Pada posisi Trendelenburg (200), tekanan intravesikal yang diperlukan untuk memulai

absorpsi 0,25 kPa meningkat menjadi 1,25 kPa pada posisi horizontal. Dengan

demikian resiko TURP syndrome meningkat dengan posisi Trendelenburg.6

b. Durasi operasi

Walaupun absorpsi cairan dalam jumlah besar dapat terjadi dalam 15 menit sejak

dimulai operasi, telah direkomendasikan durasi operasi kurang dari 60 menit. Pada

penelitian retrospektif Mebust and colleagues terhadap 3885 pasien yang menjalani

TURP, ditemukan bahwa insiden perkembangan TURP syndrome sebesar 2% pada

grup dengan waktu reseksi lebih dari 90 menit, sementara insiden TURP syndrome

hanya 0,7% pada grup dengan waktu reseksi kurang dari 90 menit.6

c. Tinggi wadah cairan

Tinggi optimum dan aman dari cairan irigasi selama TURP merupakan suatu hal yang

masih kontroversial. Madsen dan Naber menjelaskan bahwa tekanan di fossa prostatik

dan jumlah cairan irigasi yang diabsorpsi tergantung dari tinggi cairan irigasi di atas

pasien dan disarankan bahwa tinggi optimum sebaiknya 60 cm di atas pasien. Mereka

menunjukkan adanya peningkatan dua kali lipat dari absorpsi cairan ketika tinggi

irigan meningkat 10 cm.6

II.C.7. Anestesia dan TURP syndrome

Anestesi spinal secara umum merupakan pilihan utama teknik anestesi pada TURP.

Dengan anestesi umum, diagnosis TURP syndrome dapat mengalami masalah, karena pasien

tidak dapat memberikan keluhan dari gejala-gejala awal dan klinisi harus bergantung kepada

perubahan lanjut dari tekanan darah, nadi, dan elektrokardiografi. Anestesi spinal dapat

mengurangi resiko edema pulmoner, menurunkan jumlah darah yang hilang, dan dapat

mendeteksi awal perubahan status mental dari pasien yang sadar.6 Penurunan tekanan darah

sekunder dari blok simpatik yang dihasilkan teknik regional merupakan salah satu faktor yang

mengurangi jumlah darah yang hilang. Tekanan vena perifer dan tekanan vena sentral

menurun selama anestesi regional dan ventilasi spontan. Penurunan tekanan vena perifer ini

juga merupakan salah satu penyebab penurunan jumlah darah yang hilang selama operasi

12

Page 13: Turp Syndrome

prostatik.1 Namun, anestesi spinal yang mengurangi central venous pressure menyebabkan

absorpsi cairan irigasi lebih besar daripada anestesi umum.6

Loading cairan diberikan dengan hati-hati untuk mengurangi kejadian hipotensi yang

diinduksi anestesi spinal, walaupun cairan ini tidak selalu efektif karena penurunan cadangan

fisiologi pada usia tua menyebabkan tubuh kurang mampu meningkatkan cardiac output

sebagai respon dari loading cairan.6

13

Page 14: Turp Syndrome

BAB III

KESIMPULAN

Transurethral Resection of The Prostate (TURP) Syndrome merupakan suatu kumpulan

gejala yang dapat terjadi pada prosedur yang menggunakan cairan irigasi. Patofisiologi TURP

syndrome ditandai dengan terjadinya absorpsi cairan irigasi, volume sirkulasi yang berlebihan,

hiponatremia, dan hipoosmolalitas. Perubahan ini menyebabkan terjadinya berbagai macam

manifestasi klinis pada sistem kardiovaskular, respirasi, neurologi, hematologi, dan juga renal.

Prevensi terjadinya TURP syndrome diperlukan untuk meminimalisasi insiden

terjadinya TURP syndrome. Namun, walaupun telah dilakukan prevensi, kasus TURP

syndrome tetap dapat terjadi, dan identifikasi awal dari gejala diperlukan untuk menghindari

onset manifestesi klinis yang berat pada pasien. Dengan pasien yang sadar selama operasi

akan membantu klinisi mengenali gejala awal timbulnya TURP syndrome. Monitoring

konsentrasi natrium serum dan osmolalitas serum sering dilakukan dan efektif untuk menilai

absorpsi intravaskular. Terapi suportif merupakan terapi utama untuk penanganan komplikasi

renal, respiratori, dan kardiovaskular pada TURP syndrome. Tatalaksana lainnya meliputi

rencana terapi untuk mengatasi hiperamonemia, hiperglisinemia, hiponatremia,

hipoosmolalitas, ensefalopati, dan kejang setelah TURP.

14

Page 15: Turp Syndrome

DAFTAR PUSTAKA

1. Miller RD, Eriksson LI, et al. Miller’s Anesthesia 7th ed. 2010. USA: Elsevier.

2. Deters LA. Benign Prostate Hyperplasia. 2011. Diunduh dari:

http://emedicine.medscape.com/article/437359-overview#a0156. Tanggal 03-09-2011.

3. Anonim. Benign Prostate Hyperplasia. 2011. Diunduh dari:

http://www.mayoclinic.org/bph/treatment.html. Tanggal 03-09-2011.

4. Marszalek M, Ponholzer A, et al. Transurethral Resection of The Prostate. European

Urology Supplements 8 2009; 504-512.

5. Morgan, Edward, et al. Clinical Anesthesiology 4th ed. New York: McGraw-Hill

Companies, 2006: halaman: 759-761.

6. Hawary A, Mukhtar K, et al. Transurethral Resection of The Prostate Syndrome: Almost

Gone but Not Forgotten. Journal of Endourology 2009 Desember; 2013-2020.

7. Yao FS, Fontes ML, Malhotra V. Yao & Artusio’s Anesthesiology: Problem-Oriented

Patient Management 6th ed. Philadelphia: Lippincott williams & Wilkins, 2008:

halaman: 797-821.

8. Bhakta P, Goel A, et al. Propofol for the management of glycine-mediated excitatory

symptoms of TURP syndrome. European Journal of Anaesthesiology 25 2007: 424–435.

9. Gravenstein D. Transurethral Resection of The Prostate (TURP) Syndrome: A Review

of The Pathophysiology and Management. Anesth Analg 1997 Agustus; 438-446.

15