TURP Pembahasan Kasus

download TURP Pembahasan Kasus

of 5

Transcript of TURP Pembahasan Kasus

  • 7/27/2019 TURP Pembahasan Kasus

    1/5

    15

    BAB IV

    PEMBAHASAN

    Diagnosis Benign Prostat Hypertrophy (BPH) ditegakkan berdasarkan anamnesis,

    pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Pada anamnesis, didapatkan penderita

    berjenis kelamin laki-laki dan berumur 71 tahun, hal ini sesuai dengan kepustakaan yang

    menyatakan bahwa BPH terjadi pada umur yang semakin tua (>50 tahun) di mana fungsi

    testis sudah menurun. Akibat penurunan fungsi testis ini menyebabkan ketidakseimbangan

    hormon testosterone dan dehidrotestosteron.1

    Pada anamnesis, didapatkan bahwa penderita memiliki keluhan ketika BAK penderita

    harus mengejan dulu, sering BAK pada malam hari, BAK memiliki pancaran yang lemah,

    menetes, dan terputus-putus sehingga penderita merasa tidak puas sehabis BAK. Hal ini

    sesuai dengan kepustakaan yang menyatakan bahwa keluhan pada saluran kemih bagian

    bawah atau Lower Urinary Tract Symptoms (LUTS) terdiri atas gejala iritatif dan gejala

    obstruktif.

    Gejala obstruktif disebabkan oleh karena penyempitan uretra pars prostatika karenadidesak oleh prostat yang membesar dan kegagalan otot detrusor untuk berkontraksi cukup

    kuat dan atau cukup lama sehingga kontraksi terputus-putus. Gejala obstruktif harus

    menunggu pada permulaan miksi (hesitancy), pancaran miksi yang lemah (weak stream),

    miksi terputus (intermittency), menetes pada akhir miksi (terminal dribbling), rasa belum

    puas sehabis miksi (sensation of incomplete bladder emptying). Gejala iritatif antara lain

    bertambahnya frekuensi miksi (frequency), nokturia, miksi sulit ditahan (urgency), disuria

    (nyeri pada waktu miksi).1,3,4,9

    BPH terjadi pada umur yang semakin tua (>40 tahun) di mana fungsi testis sudah

    menurun.9 Ketika terjadi pembesaran prostat akan terjadi penyempitan lumen uretra

    prostatika yang mengakibatkan terhambatnya aliran urine. Keadaan ini menyebabkan

    peningkatan tekanan intra vesikel. Untuk dapat mengeluarkan urine buli-buli harus

    berkontraksi lebih kuat guna melawan tahanan tersebut, sehingga terjadi resistensi pada buli-

    buli dan daerah prostat meningkat, serta otot detrusor menebal dan meregang sehingga timbul

    sakulasi atau divertikel. Fase penebalan detrusor ini disebut fase kompensasi.1

  • 7/27/2019 TURP Pembahasan Kasus

    2/5

    16

    Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada penderita ini adalah, darah lengkap, USG,

    dan urnalisis. Pemeriksaan darah seperti ureum dan kreatinin, elektrolit, dan gula darah

    bertujuan untuk menentukan ada tidaknya komplikasi, Fungsi ginjal diperiksa untuk

    melihatadanyakemungkinan penyulit yang mengenai saluran kemih bagian atas. Dari

    anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang di atas dapat ditentukan status

    fisik (ASA) pasien sebelum di lakukan operasi. Kondisi pasien yang akan di operasi dalam

    kasus ini adalah ASA III yaitu pasien dengan gangguan atau penyakit sistemik berat. Dimana

    pada kasus ini pasien mempunyai penyakit jantung berupa HHD akibat dari hipertensi yang

    tidak terkontrol. Dan sedang mendapat terapi dari ahli jantung.

    Pembedahan prostat transuretral (TURP) masih merupakan salah satu terapi standar

    dari Hipertropi Prostat Benigna (BPH) yang menimbulkan obstruksi uretra. Pasien dilakukan

    tindakan operasi TUR- Prostat dengan menggunakan teknik anestesi Subarachnoid Block

    dengan alasan operasi yang dilakukan pada bagian tubuh inferior sehingga cukup memblok

    tubuh inferior saja. Selain itu pasien yang menjalani TURP biasanya pada usia lanjut dan

    sering disertai dengan penyakit jantung, paru, atau lainnya sehingga penting untuk membatasi

    level blok untuk mengurangi efek cardiopulmonary yang merugikan pada pasien tersebut.

    Penggunaan anastesi local dengan dosis yang lebih kecil memberikan beberapa

    keuntungan misalnya hipotensi tidak terjadi karena tidak memblok serabut saraf simpatik di

    daerah atas serta memperkecil resiko timbulnya toksisitas sistemik obat anastesi local (Yang,

    2009). TURP dengan menggunakan anestesia regional tanpa sedasi ( Awake TURP ) lebih

    dipilih dari pada anestesia umum karena hal berikut :

    1. Manifestasi awal dari Sindrom TURP lebih bisa dideteksi pada pasien yang

    sadar

    2.

    Vasodilatasi periferal berfungsi untuk membantu meminimalisir overload

    sirkulasi.

    3.

    Komplikasi hiponatremi akibat tertariknya Na+ oleh air irrigator dapat cepat

    dikenali dengan adanya penurunan kesadaran, mual, kejang.

    4.

    Kehilangan darah akan lebih sedikit.

    Sindroma TUR adalah suatu keadaan klinik yang ditandai dengan kumpulan gejala

    akibat gangguan neurologik, kardiovaskuler, dan elektrolit yang disebabkan oleh diserapnya

  • 7/27/2019 TURP Pembahasan Kasus

    3/5

    17

    cairan irigasi melalui vena-vena prostat atau cabangnya pada kapsul prostat yang terjadi

    selama operasi. Reseksi kelenjar prostat dilakukan trans-uretra dengan mempergunakan

    cairan irigan (pembilas) agar supaya daerah yang akan direseksi tetap terang dan tidak

    tertutup oleh darah. Cairan yang dipergunakan adalah berupa larutan non ionik, yang

    dimaksudkan agar tidak terjadi hantaran listrik pada saat operasi. Cairan yang sering dipakai

    dan harganya cukup murah adalah H2O steril (aquades) namun pada operasi pasien ini cairan

    irigasi yang dipakai adalah larutan koloid NaCl 0,9%.8

    Sindrom TUR dapat terjadi kapanpun dalam fase perioperatif dan dapat terjadi

    beberapa menit setelah pembedahan berlangsung sampai beberapa jam setelah selesai

    pembedahan. Penderita dengan anestesi regional menunjukkan keluhan-keluhan sebagai

    berikut:

    Pusing

    Sakit kepala

    Mual

    Rasa tertekan di dada dan tenggorokan

    Napas pendek

    Gelisah

    Bingung

    Nyeri perut

    Tekanan sistolik dan diastolik meningkat, nadi menurun. Bila penderita tidak segera di

    terapi maka penderita menjadi sianotik, hipotensif dan dapat terjadi cardiac arrest. Beberapa

    pasien dapat menunjukkan gejala neurologis. Mula-mula mengalami letargi dan kemudian

    tidak sadar, pupil mengalami dilatasi. Dapat terjadi kejang tonik klonik dan dapat berakhir

    dengan koma.

    Sehingga Hal-hal yang terus dimonitor antara lain tekanan darah, nadi, respirasi,

    kesadaran, keluhan mual muntah dan gangguan pandangan.Selain itu perlu diamati produksi

    kateter dan rasa nyeri di perut.

  • 7/27/2019 TURP Pembahasan Kasus

    4/5

    18

    Tekanan darah diusahakan dalam kisaran normal. Tekanan darah yang terlalu tinggi

    (sistole diatas 150mmHg) akan menyebabkan pembuluh darah terbuka sehingga pendarahan

    setelah operasi akan berlanjut. Hal ini akan ditandai dengan kateter yang merah pekat. Jika

    keadaan berlanjut akan berakhir dengan shock dan kematian. tekanan darah yang rendah

    (sistole kurang dari 80mmHg) akan berakibat perfusi jaringan tidak baik.

    Frekuensi nadi yang tinggi mungkin merupakan tanda rasa nyeri yang tidak tertangani

    dengan analgetik (analgetik kurang adekuat) atau kompensasi akibat volume

    intravaskularyang kurang (akibat pendarahan). Untuk membedakan kedua hal tersebut dapat

    dilakukan dengan bertanya kepada pasien apakah terasa nyeri, memberikan infus 400cc NaCl

    0,9% (sebagai chalange test). Jika nadi turun setelah chalange test maka peningkatan

    frekuensi nadi karena kekurangan volume intra vasa dan memerlukan resusitasi. Jika tetap

    tinggi mungkin diperlukan peningkatan analgetik.

    Monitor kesadaran, mual muntah dan gangguan pandangan yang tergangu mungkin

    karena ketidakseimbangan elektrolit, umumnya karena kadar natrium yang rendah. Jika

    volume intravaskular yakin baik, dapat diberikan furosemide intravenous bolus. Dengan

    pemberian diuretik ini diharapkan terjadi diuresis/kencing. Produksi kencing akan

    mengurangi volume intravaskular, tetapi elektrolit natrium relatif tidak ikut kedalam kencing.

    Sehingga kadar natrium akan naik (natrium tetap tetapi jumlah pelarut berkurang maka kadar

    akan naik). Koreksi selanjutnya dilakukan setelah hasil laboratorium ada. Gangguan

    pandangan umumnya bersifat sementara, meskipun demikian kondisi ini jarang terjadi.

    Jika secara klinis diketahui adanya penurunan kadar hemoglobin yang berat, misalnya

    saat operasi terjadi pendarahan yang hebat atau saat di ruang resusitasi kateter merah pekat

    terus maka dapat dilakukan transfusi dengan PRC (packed red cell). Setelah diketahui kadar

    hemoglobin dan elektrolit segera lakukan koreksi jika diperlukan. Koreksi Hemoglobin mulai

    dilakukan jika kadar hemoglobin dibawah 10gr%. Kadar natrium serum dibawah 120mEq/L

    segera lakukan koraksi cepat dengan natrium 3%intravena, 120 hingga 130mEq/L lakukan

    koreksi lambat intravena dengan NaCl 0,9%. Diatas 130 mEq/L lakukan koreksi dengan

    kapsul garam.

    Rasa nyeri di perut dapat bermakna adanya jendalan darah yang banyak di kandung

    kencing, sumbatan kateter, berlubangnya kandung kencing akibat operasi atau analgetik yang

    tidak adekuat. Jendalan darah yang banyak dapat menyebabkan nyeri jika jendalan sangatbanyak sehingga kandung kencing sangat teregang. Nyeri karena sumbatan kateter karena

  • 7/27/2019 TURP Pembahasan Kasus

    5/5

    19

    cairan irigasi dari penampung tetap menetes sedangkan aliran kateter kebawah tak lancar,

    sehingga kandung kencing melendung. Kita akan curiga sumbatan kateter dan clot/jendalan

    darah berkumpul di kandung kencing jika kandung kencing teraba penuh (daerah suprapubik

    melendung dan mengeras). Untuk kedua masalah ini dapat diselesaikan dengan spooling

    dengan NaCl 0,9%. Kandung kencing berlubang dicurigai saat terasa nyeri yang menjalar

    hingga ke pundak (bahu), dan saat kateter disumbat dengan irigasi tetap dijalankan kandung

    kencing tidak penuh. Adekuat tidaknya analgetik dapat diketahui dari keluhan pasien dan

    frekuensi nadi.

    Pada hiponatremia ringan atau sedang, pemberian furosemide intravenous dan infus

    normosalin mungkin sudah cukup. Tindakan ini akan menurunkan kelebihan beban cairan

    melalui diuresis dan menjaga kadar Na dalam batas normal. Pemberian furosemide sebaiknya

    dimulai selama pasien masih di dalam kamar operasi kalau terjadi perdarahan yang banyak

    dan waktu operasi lebih dari 90 menit atau bila kadar natrium menurun. Pada kasus

    hiponatremi berat diberikan infus 3% saline sebanyak 150-200 cc dalam waktu 1-2 jam.

    Tindakan ini harus selalu disertai furosemide intravena, terutama pada pasien dengan risiko

    terjadinya payah jantung kongestif.

    Pemberian hipertonik saline ini dapat diulangi bila perlu. Selama pemberian saline

    hipertonik, kadar elektrolit harus diperikasa tiap 2-4 jam untuk mencegah terjadinya

    hipernatremia. Pada penderita hiponatremia yang menunjukkan gejala, gejala itu bisa

    dihilangkan dengan peningkatan kadar natrium 4-6 meq/liter saja. Dalam 12-24 jam pertama,

    hanya setengah dari kekurangan kadar natrium yang perlu diatasi dengan pemberian saline

    3%. Pemberian saline 3% sebaiknya segera digantikan dengan normal saline.

    Jangan meningkatkan kadar natrium lebih dari 20 meq/liter dalam waktu 24 jam.

    Dianjurkan untuk menaikkan kadar natrium secara perlahan. Karena pemberian saline 3%

    hanya dipakai untuk tidak lebih dari separuh dari penggantian kalium, maka pada pasien

    dengan hiponatremia berat hanya memerlukan 300-500cc saline 3%(3).

    Bila terjadi udem paru-paru, harus dilakukan intubasi trakeal dan ventilasi tekanan

    positif dengan menggunakan oksigen 100%(1). Bila terjadi kehilangan darah yang banyak

    maka transfusi dilakukan dengan menggunakan Packed Red Cells (PRC). Bila terjadi DIC

    diberikan fibrinogen sebanyak 3-4 gram intravena diikuti dengan pemberian heparin 2000

    unit secara bolus dan diikuti 500 unit per jam. Dapat juga diberikan fresh frozen plasma dantrombosit, tergantung dari profil koagulasi(1).