TUMPANG TINDIH IZIN USAHA PERTAMBANGAN MINERAL DAN ...
Transcript of TUMPANG TINDIH IZIN USAHA PERTAMBANGAN MINERAL DAN ...
TUMPANG TINDIH IZIN USAHA PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA
Studi Kasus PT Ridlatama Tambang Mineral
Rizqi Tsaniati Putri dan Yetty Komalasari Dewi
Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Indonesia, Depok, 16424, Indonesia
E-mail: [email protected] [email protected]
Abstrak Skripsi ini membahas mengenai penerbitan dan pencabutan Izin Usaha Pertambangan (IUP), khususnya terkait dengan tumpang tindih IUP yang dapat terjadi baik antar IUP maupun dengan sektor lain seperti sektor kehutanan. Hal tersebut perlu segera diselesaikan karena dapat menimbulkan ketidakpastian dalam penanaman modal dibidang pertambangan di Indonesia. Hasil penelitian yuridis normatif menunjukkan bahwa penerbitan IUP dilakukan setelah pemohon atau peserta lelang mendapatkan Wilayah Izin Usaha Pertambangan dan memenuhi syarat untuk mendapatkan IUP. Sedangkan pencabutan IUP dapat dilakukan jika pemegang IUP tidak memenuhi kewajiban dalam peraturan perundang-undangan. Terkait dengan pencabutan IUP PT Ridlatama Tambang Mineral (PT RTM) hal tersebut telah tepat, karena PT RTM tidak memenuhi kewajibannya untuk memiliki Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan untuk melakukan kegiatan pertambangan di kawasan hutan. Untuk mencegah timbulnya tumpang tindih IUP, dibutuhkan peningkatan koordinasi antara Pemerintah dan Pemerintah Daerah, baik yang sifatnya sektoral maupun yang sifatnya lintas sektoral. Selain itu peningkatan pengawasan oleh Pemerintah terhadap penerbitan dan pencabutan IUP yang dilakukan oleh Kepala Daerah di Indonesia juga diperlukan.
Overlapping Mining Business License Case Study PT Ridlatama Tambang Mineral
Abstract
This essay examines the issuance and revocation of Mining Business License (IUP), specifically related to the overlapping IUP which can occur either between IUP or with other sectors like forestry. The overlapping of IUP need to be resolved immediately seeing that it may cause uncertainty for investments in Indonesia’s mining industry. Normative juridical research results show that the issuance of IUP can be conducted after the applicant or bidders get Mining Business License Area and eligible as IUP holder. While the revocation of IUP can be done if the IUP holder does not fulfill the obligations under the laws and regulations. Related to the revocation of IUP PT Ridlatama Tambang Mineral (PT RTM), such decision was right, because PT RTM does not fulfill its obligation to have Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan to conduct mining activities in forest areas. To prevent the overlapping Mining Business License, an increased coordination between Government and Local Government is needed, be it sectorial or cross-sectorial in nature. Furthermore, the government must establish oversight towards the issuance and revocation of mining licenses by Regent and Governor in Indonesia.
Keywords: Issuance; Mining Business License; Overlappin;, Revocation
Tumpang tindih izin usaha ..., Rizqi Tsaniati Putri, FH UI, 2014
Pendahuluan Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki potensi besar dalam bidang
pertambangan.1 Hal tersebut terbukti bahwa, pada tahun 2007 Indonesia menempati peringkat
dua dunia penghasil timah, peringkat lima penghasil nikel dan tembaga serta peringkat tujuh
penghasil batubara dan emas di dunia.2 Besarnya hasil pertambangan Indonesia tersebut
menjadikan kegiatan usaha dan ekspor bahan tambang sebagai salah satu kontribusi terbesar
bagi pendapatan Indonesia dan juga menjadi penyangga kondisi ekonomi Indonesia.3
Terhadap bahan tambang tersebut negara memiliki hak untuk menguasainya, hal tersebut
berdasarkan amanat Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan bahhwa
“Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan
dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat”.4 Pasal tersebut kemudian
melahirkan Hak Penguasaan Negara, merupakan penguasaan semacam pemilikan oleh negara
untuk mengatur dan mengawasi penggunaan dan pemanfaatan bahan tambang.5 Namun hal
tersebut tidak menutup kemungkinan untuk mengikutsertakan modal dan teknologi asing
dalam pengusahaan pertambangan.6
Dalam perkembangannya perusahaan dengan penanaman modal asing, semakin mendominasi
pengusahaan pertambangan di Indonesia. Tercatat dalam tiga dekade terakhir perusahaan
penanaman modal asing telah menanamkan modal lebih dari US $ 10 miyar di bidang usaha
pertambangan.7 Dominasi perusahaan asing dalam pengusahaan pertambangan tidak dapat
dilepaskan dari karakteristik kegitan usaha pertambangan yang membutuhkan modal besar
dan keahlian serta teknologi yang tinggi. 8
1 Chin S. Kuo, “The Mineral Industry of Indonesia” dalam Minerals Yearbook Area Reports: International 2008 Asia and the Pacific, Volume III, (Washinton: United States Government Printing Office, 2010), hal. 1.
2 Simon Felix Sembiring, Jalan Baru untuk Tambang: Mengalirkan Berkah bagi Anak Bangsa, (Jakarta: PT Elex Media Komputindo, 2009), hal. 3.
3 International Business Publications, Indonesia Mining, Oil and Gas Industry Export-Import, Business Opportunities Handbook Volume 1 Strategic Information and Regulations, (Washington: International Business Publications, 2013), hal. 64. 4 Yance Arizona,” Konstitusi Dalam Intaian Neoliberalisme: Konstitusionalitas Penguasaan Negara Atas Sumberdaya Alam dalam Putusan Mahkamah Konstitusi,” (Makalah disampaikan pada Konferensi Warisan Otoritarianisme: Demokrasi Indonesia di Bawah Tirani Modal, Depok, 5 Agustus 2008), 5 Bagir Manan, Pertumbuhan dan Perkembangan Konstitusi Suatu Negara, (Bandung: Mandar Maju, 1995), hal. 12. 6 Abrar Saleng, Hukum Pertambangan, (Jogjakarta: UII Press, 2004), hal. 72
7 International Business Publications, Op. Cit., hal. 64 8 Abrar Saleng, Op. Cit., hal. 90.
Tumpang tindih izin usaha ..., Rizqi Tsaniati Putri, FH UI, 2014
Tingginya resiko dalam kegiatan penanaman modal dalam sektor pertambangan, menjadikan
sektor ini menjadi salah satu sektor yang diatur secara ketat oleh berbagai regulasi.9 Salah
satu bentuk regulasi dalam sektor pertambangan adalah Undang-Undang Nomor 4 Tahun
2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (“UU Minerba”)10, yang menggantikan
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan
(“UU Pertambangan 1967”).
UU Minerba menguatkan kewenangan pemerintah daerah dalam penerbitan perizinan
pertambangan yang telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 75 Tahun 2001 tentang
Perubahan Kedua Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1969 tentang Pelaksanaan UU
Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan Ketentuan Pokok Pertambangan (“PP 75 Tahun
2001”)11. Berdasarkan UU Minerba dan PP 75 Tahun 2001 pemerintah kabupaten/kota
memiliki kewenangan untuk memberikan Izin Usaha Pertambangan12 (“IUP”) yang
wilayahnya berada dalam satu wilayah kabupaten/kota.13 Sedangkan pemerintah daerah
provinsi berwenang untuk memberikan IUP yang wilayahnya lintas kabupaten/kota.14
Sehingga perizinan di bidang tambang kini tidak lagi bersifat sentralistik, tidak seperti ketika
UU Pertambangan 1967 baru diberlakukan.
Dalam pelaksanaannya keterlibatan Pemerintah Daerah dalam menyelenggarakan perizinan
pertambangan rawan menimbulkan tumpang tindih IUP.15 Tumpang tindih tersebut terjadi
bila dalam suatu area terdapat lebih dari satu peruntukkan wilayah. . Tumpang tindih tersebut
dapat terjadi antar IUP maupun antara IUP dengan sektor diluar pertambangan, seperti sektor
kehutanan. Salah satu cara Pemerintah untuk mengatasi masalah tumpang tindih tersebut
adalah dengan dilakukannya verifikasi IUP, yang merupakan bagian dari kegiatan
Rekonsiliasi Nasional Data IUP. IUP yang telah diverifikasi akan mendapat status Clear and
9 David Dwiarto, “Outlook Regulasi Pertambangan di 2013”, http://ima-api.com/ diunduh 21 Oktober
2014 10 Indonesia, Undang-Undang Pertambangan Mineral dan Batubara, UU No 4 Tahun 2009, LN No. 4
Tahun 2009, TLN No. 4959. 11 Indonesia, Peraturan Pemerintah Perubahan Kedua atas Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun
1969 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Katentuan-Katentuan Pokok Pertambangan, PP No. 75 Tahun 2001, LN No. 141 Tahun 2001, TLN No 4154
12 Izin untuk melaksanakan usaha pertambangan izin untuk melaksanakan usaha pertambangan, Lihat pasal 1 ayat (7) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.
13 UU No. 4 Tahun 2009, Op. Cit., Ps. 8. 14 Ibid., Ps. 7. 15 Simon Feliz Sembiring, Op. Cit., hal.177
Tumpang tindih izin usaha ..., Rizqi Tsaniati Putri, FH UI, 2014
Clean.16 Namun dalam pelaksanaannya penyelesaian masalah tumpang tindih melalui
kegiatan tersebut dinilai tidak maksimal, karena Pemerintah tidak tegas dalam
menindaklanjuti IUP yang tumpang tindih.17 Selain itu Pemerintah juga tidak menetapkan
sanksi terhadap IUP yang berstatus non-Clean and Clean. Hal tersebut menimbulkan
pertanyaan mengenai inisiatif dilaksanakannya verifikasi IUP tersebut, karena hingga saat ini
masalah tumpang tindih IUP belum dapat diselesaikan.18
Salah satu contoh kasus tumpang tindih IUP tampak dari gugatan Churchill Mining Plc
(“Churchiil”) dan Planet Mining Pty Ltd (“Planet Mining”) terhadap Pemerintah Indonesia
di International Centre for Settelement of Investment Disputes (ICSID). Churchill dan Planet
Mining dalam menjalankan kegiatan penanaman modalnya di Indonesia dilakukan melalui
PT Indonesia Coal Development (“PT ICD”). PT ICD kemudian mengambilalih saham PT
Techno Coal Utama Prima (“PT TCUP”). Dalam perkembangan selanjutnya PT TCUP
kemudian mengambilalih saham PT Ridlatama Tambang Mineral (“PT RTM”), sebuah
perusahaan yang memiliki IUP.
Pemerintah kemudian mencabut IUP yang dimiliki oleh PT RTM karena adanya tumpang
tindih IUP dengan IUP yang dimiliki oleh PT Kaltim Nusantara Coal (“PT KNC”) dan tidak
dimilikinya Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan, yang seharusnya wajib dimiliki karena
sebagian area IUP PT RTM tumpang tindih dengan kawasan hutan produksi. Sedangkan di
sisi lain pihak Churchill menilai bahwa IUP yang dimiliki PT RTM tidak bermasalah
mengingat pada saat PT RTM mengajukan permohonan Kuasa Pertambangan, Kuasa
Pertambangan milik PT KNC jangka waktunya telah berakhir.
Pembahasan mengenai Tumpang tindih IUP menarik untuk dibahas, karena hal tersebut dapat
mempengaruhi iklim penanaman modal di Indonesia. Hal tersebut dikarenakan tumpang
tindih IUP tersebut dapat menyebabkan ketidakpastian dalam melakukan usaha
pertambangan di Indonesia.19
16 Hendrik Siregar, “Akhiri Cara Mudah Tambang Habisi Hutan; Stop Izin Pinjam Pakai Hutan” Jurnal
Landreform (Mei 2014) hal 66 17 Rista Rama Dhany, “ESDM Batal Cabut Ribuan Izin Perusahaan Tambang di Akhir 2014”
http://finance.detik.com diunduh 10 Januari 2015 18 Hendrik Siregar, Op. Cit., hal. 66 19 S.G. Wibisono, ”743 Kasus Tumpang-Tindih Izin Tambang di Kaltim” http://tempo.co/read/news
diunduh 9 Januari 2015
Tumpang tindih izin usaha ..., Rizqi Tsaniati Putri, FH UI, 2014
Penelitian ini membahas mengenai 2 permasalahan, yaitu mengenai pengaturan penanaman
modal asing langsung di bidang pertambangan mineral dan batu bara, khususnya terkait
dengan penerbitan dan pencabutan IUP dan mengenai pencabutan IUP milik PT RTM.
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaturan penanaman modal
asing langsung di bidang pertambangan mineral dan batubara, khususnya terkait penerbitan
dan pencabutan IUP dan untuk mengatahui apakah pencabutan IUP milik PT RTM telah
sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Pengaturan Penanaman Modal Asing Langsung di Bidang Pertambangan Kegiatan usaha pertambangan di Indonesia, tunduk pada ketentuan dalam UU Minerba dan
peraturan pelaksananya. UU Minerba menyamakan legalitas pengusahaan antara penanam
modal asing maupun penanaman modal dalam negeri yaitu dengan mekanisme perizinan,
melalui Izin Usaha Pertambangan.20 Hal tersebut berbeda dengan ketentuan dalam UU
Pertambangan 1967 yang membedakan legalitas pengusahaan pertambangan menjadi Kuasa
Pertambangan untuk penanaman modal dalam negeri dan Perjanjian untuk penanaman modal
asing.
Terdapat dua tahapan yang harus dilakukan oleh penanam modal dalam memperoleh Izin
Usaha Pertambangan, yang pertama adalah tahapan untuk memperoleh Wilayah Izin Usaha
Pertambangan (WIUP) dan yang kedua adalah tahapan untuk memperoleh Izin Usaha
Pertambangan.21 WIUP adalah bagian dari Wilayah Usaha Pertambangan yang akan
diberikan kepada pemegang IUP, yang dapat diperoleh dengan dua cara yaitu melalui
permohonan dan lelang.
Untuk pertambangan mineral logam dan batubara dilakukan dengan cara lelang.22 Peserta
lelang harus memenuhi persyaratan administrasi, teknis, dan finansial untuk dapat mengikuti
lelang. 23 Pemenang lelang selanjutnya dalam jangka waktu lima hari kerja harus mengajukan
permohonan IUP Ekplorasi pada pejabat yang berwenang, jika tidak maka dianggap
mengundurkan diri dan WIUP tersebut akan ditawarkan kepada peserta lelang lainnya yang
20 Bill Sullivian and Christian Teo Purwono & Partners, Mining Law and Regulatory Practice in
Indonesia: A Primary Reference Source, (Singapore: John Wiley and Sons; 2013), hal. 3. 21 Indonesia, Peraturan Pemerintah Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan
Batubara, PP No. 23 Tahun 2010, LN No. 29 Tahun 2010, TLN No 5111, Ps. 7 22 UU No. 4 Tahun 2009, Op. Cit., Ps. 51 jo. Ps. 60 23 PP No. 23 Tahun 2010, Op. Cit., Pasal 13
Tumpang tindih izin usaha ..., Rizqi Tsaniati Putri, FH UI, 2014
mengajukan nilai harga kompensasi sama dengan harga pemenang lelang, jika peserta
tersebut tidak berminat maka akan dilakukan lelang ulang.24
Untuk pertambangan mineral bukan logam dan batuan dilakukan dengan permohonan
wilayah oleh badan usaha, koperasi, atau perseorangan kepada pejabat yang berwenang25.
Penanam modal yang telah mendapatkan peta WIUP harus mengajukan permohonan IUP
dalam jangka waktu lima hari kerja, jika tidak maka dianggap mengundurkan diri dan WIUP
tersebut menjadi wilayah terbuka.26 Selanjutnya untuk dapat memperoleh IUP, pihak yang
telah mendapatkan WIUP harus memenuhi persyaratan administratif, teknis, lingkungan, dan
finansial.27
UU Minerba menyederhanakan perizinan pertambangan menjadi hanya dua tahap perizinan
yaitu IUP Eksplorasi28 dan IUP Operasi Produksi29. IUP Eksplorasi adalah izin usaha yang
diberikan untuk melakukan tahapan kegiatan penyelidikan umum, eksplorasi, dan studi
kelayakan.30 IUP Operasi Produksi adalah izin usaha yang diberikan setelah pelaksanaan IUP
Eksplorasi selesai dan hendak melanjutkan usaha kepada tahapan kegiatan operasi produksi.31
Tahapan tersebut meliputi kegiatan konstruksi, penambangan, pengolahan dan pemurnian,
serta pengangkutan dan penjualan.32 IUP Operasi Produksi dapat diberikan kepada pihak
yang telah memenangkan pelelangan WIUP mineral logam atau batubara yang telah
mempunyai data hasil kajian studi kelayakan. Selain itu setiap pemegang IUP Eksplorasi juga
dijamin untuk memperoleh IUP Operasi Produksi sebagai kelanjutan kegiatan usahanya.33
Sebuah IUP dapat berkahir akibat beberapa hal yaitu, karena dikembalikan, dicabut, atau
karena habis masa waktu berlakunya. Adapun IUP yang dapat dicabut adalah IUP yang
memenuhi kriteria dalam Pasal 119 UU Minerba, diantaranya adalah pemegang IUP tidak
24 Ibid., Pasal 30 25 UU No. 4 Tahun 2009, Op. Cit., Ps. 54 jo Ps. 57 26 PP No. 23 Tahun 2010, Op. Cit., Pasal 32 27 Ibid., Pasal 23 28 Eksplorasi adalah tahapan kegiatan usaha pertambangan untuk memperoleh informasi secara
terperinci dan teliti tentang lokasi, bentuk, dimensi, sebaran, kualitas dan sumber daya terukur dari bahan galian, serta informasi mengenai lingkungan sosial dan lingkungan hidup, lihat pasal 1 angka 15 UU No. 4 Tahun 2009
29 Operasi Produksi adalah tahapan kegiatan usaha pertambangan yang meliputi konstruksi, penambangan, pengolahan, pemurnian, termasuk pengangkutan dan penjualan, serta sarana pengendalian dampak lingkungan sesuai dengan hasil studi kelayakan, lihat pasal 1 angka 17 UU No. 4 Tahun 2009
30 UU No. 4 Tahun 2009, Op. Cit., Pasal 1 angka 8 31 Ibid., Ps. 1 angka 9 32 Ibid., Ps. 36 33 Ibid., Ps. 46
Tumpang tindih izin usaha ..., Rizqi Tsaniati Putri, FH UI, 2014
memenuhi kewajiban yang ditentukan dalam IUP serta peraturan perundang-undangan,
pemegang IUP melakukan tindak pidana yang diatur dalam UU Minerba, atau pemegang IUP
dinyatakan pailit. Pejabat yang berwenang dapat mencabut IUP tersebut jika salah satu dari
kriteria tersebut terpenuhi.
Terkait dengan penanaman modal asing di bidang pertambangan, selain harus mengikuti
ketentuan dalam UU Minerba, juga harus memperhatikan ketentuan dalam UU No 25 Tahun
2007 tentang Penanaman Modal (UU Penanaman Modal)34. UU Penanaman Modal
mengharuskan kegiatan penanaman modal asing untuk dilaksanakan dalam bentuk perseroan
terbatas (PT) yang berbadan hukum Indonesia.35 Hal tersebut dimaksudkan untuk
memperoleh ketegasan tentang modal asing yang ditanamkan di Indonesia, karena jika
penanaman modal asing dilakukan dalam statusnya sebagai perorangan dapat menimbulkan
kesulitan dan ketidaktegasan dalam hukum internasional.36
UU Penanaman Modal khususnya pada Pasal 5 mengatur beberapa cara bagi Penanam Modal
Asing untuk dapat melakukan kegiatan usahanya dalam bentuk PT, hal tersebut dapat
dilakukan dengan:37
a. Mengambil bagian saham pada saat pendirian perseroan terbatas
b. Membeli saham
c. Melakukan cara lain sesuai dengan ketentuan perundang-undangan
Pembentukan PT dalam rangka penanaman modal asing selain harus memperhatikan
ketentuan dalam UU PT dan UU Penanaman Modal, juga harus memperhatikan ketentuan
dalam Peraturan yang dikeluarkan oleh Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal.
Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 5 Tahun 2013 (Perka 5
Tahun 2013)38 jo. Nomor 12 Tahun 2013 (Perka No 12 Tahun 2013)39 mengatur bahwa
34 Indonesia, Undang-Undang Penanaman Modal, UU No. 25 Tahun 2007, LN No 67 Tahun 2007, TLN No. 4724
35 Ibid., Ps. 5. 36 Ismail Sunny dan Rudioro Rochmat, Tinjaunan dan Pembahasan UUPMA dan Kredit Luar Negeri,
(Jakarta: Pradnya Paramita, 1967) hal. 46. 37 UU No. 25 Tahun 2007, Op. Cit., Ps.5 38 Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal, Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman
Modal Pedoman dan Tata Cara Perizinan dan NonPerizinan Penanaman Modal, Perka BKPM No. 5 Tahun 2013, BN No. 584 Tahun 2013 39 Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal, Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Perubahan atas Peraturan Kepala Badan Koorrdinasi Penanaman Modal Nomor 5 Tahun 2013 tentang
Tumpang tindih izin usaha ..., Rizqi Tsaniati Putri, FH UI, 2014
seluruh penanaman modal baik dalam rangka penanaman modal asing maupun penanaman
modal dalam negeri, yang mecakup sektor usaha tertentu40 wajib memiliki Izin Prinsip
Penanaman Modal (Izin Prinsip)41 yang dikeluarkan oleh Badan Koordinasi Penanaman
Modal (BKPM). Hal tersebut berbeda dengan ketentuan dalam Peraturan Kepala Badan
Koordinasi Penanaman Modal Nomor 12 Tahun 2009 (Perka 12 Tahun 2009)42, dimana Izin
Prinsip bukan merupakan sesuatu yang harus dimiliki. Perka 12 Tahun 2009 menyatakan
bahwa Izin Prinsip hanya wajib dimiliki oleh perusahaan yang bidang usahanya dapat
memperoleh fasilitas fiskal dan dalam pelaksanaan penanaman modalnya membutuhkan
fasilitas fiskal. Namun Perusahaan tersebut harus melakukan pendaftaran penanaman modal
sebagai persetujuan awal Pemerintah atas rencana penanaman modalnya.
Meskipun begitu terdapat persamaan diantara Perka No 5 Tahun 2013 jo. Perka No. 12 Tahun
2013 dengan Perka No. 2009, diantaranya adalah:
1. Dalam rangka pendirian PT Penanaman Modal Asing, permohonan pendaftaran
penanaman modal (Perka 12 Tahun 2009) atau permohonan izin prinsip (Perka 5
Tahun 2013) keduannya dapat diajukan baik sebelum maupun sesudah perusahaan
berstatus badan hukum. Jika diajukan sebelum perusahaan berstatus badan hukum,
maka hal tersebut harus ditindaklanjuti dengan pembuatan akta pendirian perseroan
terbatas dan disahkan oleh Menteri Hukum dan HAM.
2. Perusahaan penanaman modal dalam negeri yang akan melakukan perubahan
penyertaan dalam modal perseroannya, karena masuknya modal asing yang
mengakibatkan seluruh/sebagian modal perseroan menjadi modal asing, wajib
mengajukan permohonan pendaftaran (Perka 12 Tahun 2009) atau izin prinsip (Perka
12 Tahun 2013)
Dari ketentuan tersebut maka dapat diketahui bahwa baik dalam rangka pendirian PT
Penanaman Modal Asing, maupun pembelian saham oleh penanam modal asing harus
mendapatkan izin dari BKPM. Pedoman dan Tata Cara Perizinan dan NonPerizinan Penanaman Modal, Perka BKPM No. 12 Tahun 2013, BN No. 1138 Tahun 2013
40 Bidang Usaha yang dimaksud adalah Sektor Pertanian, Kehutanan, Kelautan dan Perikanan, Energi dan Sumber Daya Mineral, Perindustrian, Pertahanan, Pekerjaan Umum, Perdagangan, Pariwisata da Ekonomi Kreatif, Perhubungan, Komunikasi dan Informatika, Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Pendidikan dan Kebudayaan, Kesehatan, Perumahan Rakyat, dan Keamanan.
41 Izin Prinsip Penanaman Modal adalah izin dari Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, Pemerintah Daerah Kbupaten/Kota yanng wajib dimiliki dalam rangka memulai usaha.
42 Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal, Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Pedoman dan Tata Cara Permohonan Penanaman Modal, Perka BKPM No. 12 Tahun 2009. BN. No. 208 Tahun 2009.
Tumpang tindih izin usaha ..., Rizqi Tsaniati Putri, FH UI, 2014
Terkait dengan penyelesaian sengketa penanaman modal asing dalam bidang pertambangan
biasanya merupakan sengketa yang muncul karena dua alasan, yaitu akibat pelanggaran
kewajiban oleh negara penerima investasi dan akibat pelanggaran kewajiban oleh investor.43
Sengketa yang disebabkan oleh pelanggaran kewajiban oleh negara penerima penanaman
modal dapat berupa kebijakan nasionalisasi, penyitaan, pengambilalihan atas kepemilikan
dan aset investor asing secara ilegal/ tidak sesuai dengan kaidah hukum Internasional yang
berlaku. Pelanggaran lainnya bisa berbentuk pelanggaran atas kewajiban host country untuk
memberikan “fair and equitable standard” dan memenuhi “most favoured nation treatment”.
Sedangkan sengketa yang ditimbulkan akibat pelanggaran kewajiban oleh investor, pada
umumnya adalah ketidak tundukan investor terhadap hukum yang berlaku di negara penerima
penanaman modal dalam melaksanakan kegiatannya.44
Selain mengatur penyelesaian sengketa penanaman modal melalui peraturan perundang-
undangan seperti dalam UU Penanaman Modal dan UU Minerba, Pemerintah juga mengatur
penyelesaian sengketa terkait penanaman modal asing dalam berbagai perjanjian investasi
internasional. Penyelesaian sengketa penanaman modal asing dalam perjanjian investasi
internasional didominasi dengan mekanisme arbitrase.45 Mayoritas penyelesaian sengketa
investasi antara negara dan penanam modal asing tersebut diselesaikan melalui ICSID.46
Tidak seperti penyelesaian sengketa melalui arbitrase internasional lainnya, hasil arbitrase
dari ICSID tidak memerlukan proses dalam negeri lainnya untuk dapat dilaksanakan.47
Indonesia telah meratifikasi konvensi ICSID dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1968
tentang Penyelesaian Perselisihan Antar Negara dan Warga Negara Asing Mengenai
Penanaman Modal. Indonesia menjadi anggota konvensi ini untuk meyakinkan penanam
modal asing, bahwa tidak seluruh sengketa penanaman modal dengan pemerintah Indonesia
diselesaikan melalui pengadilan di Indonesia.48
43 I.B.R. Supancana, Penyelesaian Sengketa-Sengketa di Bidang Pertambangan, (Jakarta: Badan
Pembinaan Hukum Nasional Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia, 2009) hal. 18. 44 Ibid., hal. 19 45 Mahnaz Malik, Recent Developments in International Investment Agreements: Negotiation and
Disputes, (New Delhi: International Institute for Sustainable Development, 2010), hal. 6 46 UU No. 4 Tahun 2009, Op. Cit., Ps. 154 47 United Nations Conference on Trade and Development, Denunciation of the ICSID Convention and
BITS: Impact on Investor-State Claims, United Nations 2010, hal 2 48 Sentosa Sembiring, Hukum Investasi, (Bandung: Nuansa Aulia, 2010), hal 127-128
Tumpang tindih izin usaha ..., Rizqi Tsaniati Putri, FH UI, 2014
Indonesia terlibat dalam berbagai perjanjian investasi internasional diantaranya adalah
ASEAN Comprehensive Investment Agreement49 dan Bilateral Investment Treaties (BIT)
dengan berbagai negara. Namun dalam perkembangannya BIT sering menjadi dasar bagi
penanam modal asing untuk mengajukan gugatan terhadap negara penerima investasi. Hal
tersebut menyita biaya yang tidak sedikit bagi negara penerima investasi.50 Sejauh ini
Indonesia telah memiliki beberapa BIT yang mencantumkan klausula penyelesaian sengketa
melalui ICSID, salah satunya adalah BIT Indonesia dengan Australia.
Meskipun begitu Australia membagi secara jelas persetujuan terkait penyelesaian sengketa
melalui ICSID dalam BIT yang ditandatanganinya, yaitu yang memberikan persetujuan
langsung dan yang tidak memberikan persetujuan langsung (berjanji untuk setuju) untuk
melakukan penyelesaian sengketa melalui ICSID. Hal tersebut berbeda dengan Indonesia,
yang pada dasarnya telah mempersiapkan pemberian persetujuan langsung dalam klausul
penyelesaian sengjeta dalam IUP yang ditandatanganinya.51 Dalam hal ini BIT Indonesia-
Australia tidak memberikan persetujuan langsung untuk menyelesaikan sengketa penanaman
modal melalui ICSID.52 Hal tersebut dapat terlihat dalam rumusan Pasal XI BIT Indonesia-
Australia.
Pemerintah Indonesia melalui Keputusan Presiden Nomor 31 Tahun 2012 tentang
Perselisihan yang Tidak Diserahkan Penyelesaiannya Pada Yurisdiksi International Centre fo
Settlement of Investment Dispute membatasi perselisihan penanaman modal yang dapat
diselesaikan di ICSID. Keputusan Presiden tersebut menyatakan bahwa perselisihan yang
timbul dari keputusan tata usaha negata yang dikeluarkan oleh pemerintah kabupaten, tidak
dapat diselesaikan melalui ICSID. Namun pembatasan tersebut tidak belaku retroaktif
sehingga kasus Churchill dan Planet Mining masih dapat diproses melalui ICSID.53
49 ASEAN Comprehensive Investment Agreement (ACIA) melibatkan seluruh anggota ASEAN
sebagai para pihak dalah perjanjian investasi internasional tersebut. ACIA merupakan perbaikan dan penggabungan antara ASEAN Investment Area dan Investment GuaranteeAgreements, lihat http://asean.org/news diakses pada 11 Januari 2015
50 Mary Hallward-Driemeier, Do Bilateral Investment Treaties Attract FDI? Only a Bit... and They Could Bite, World Bank, 2003 Hal 22 51 Luke Nottage, “Do Many of Australia’s Bilateral Treaties Really Not Provide Full Advance Consent to Investor-State Arbitration? Analysis of Planet Mining v Indonesia and Regional Implications”, Sydney Law School Legal Studies Research Paper No. 14/39 (April 2014), hal. 7
52 Ibid., hal. 4 53 Arfidea Kadri Sahetapy-Engel Tisnadisastra, “Indonesia Limits the Jurisdication of the ICSID”
http://aksetlaw.com/news-event/newsflash Diunduh 6 Januari 2014
Tumpang tindih izin usaha ..., Rizqi Tsaniati Putri, FH UI, 2014
Analisa Tumpang Tindih Izin Usaha Pertambangan PT Ridlatama Tambang Mineral Berdasarkan penelitian yang dilakukan diketahui bahwa Churchill dan Planet Mining meiliki
kepentingan dalam PT RTM. Hal tersebut dikarenakan 75% saham PT RTM dimiliki oleh PT
Techno Coal Utama Prima (PT TCUP), yang 99,01% sahamnya dimiliki oleh PT Indonesia
Coal Development (PT ICD). Sedangkan PT ICD merupakan PT yang seluruh sahamnya
dimiliki oleh Churchill dan Planet Mining. Sehingga bila digambarkan, skema kepemilikan
saham PT RTM adalah sebagai berikut:
Gambar I54 Struktur Kepemilikan PT RTM
Namun kepemilikan saham PT TCUP pada PT RTM tersebut terjadi setelah adanya
pengambilalihan saham PT RTM pada tanggal 6 Mei 2010. Hal tersebut kemudian
diberitahukan kepada Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) dan
mendapatkan surat penerimaan pemberitahuan perubahan anggaran dasar pada tanggal 14
54 Struktur Kepemilikan PT RTM dijelaskan dalam wawancara dengan Bapak Dr. Riyatno S.H., L.L.M
Kepala Pusat Bantuan Hukum Badan Koordinasi Penanaman Modal pada 11 November 2014
Churchill Mining Plc (Inggris) (95%)
Planet Mining Pty Ltd (Australia) (5%)
PT Indonesia Coal Development (PT ICD) (99,01%)
PT Techno Coal Utama Prima (PT TCUP) (75%)
Penanam Modal Dalam Negeri
25 %
Penanam Modal Dalam Negeri
0,99 %
PT Ridlatama Tambang Mineral
Tumpang tindih izin usaha ..., Rizqi Tsaniati Putri, FH UI, 2014
Mei 2010. Namun pengambilalihan tersebut dilakukan setelah adanya pencabutan IUP
melalui Surat Keputusan Bupati Kutai Timur No. 540.1/K.433/HK/V/2010 (SK No.
540/2010) pada tanggal 4 Mei 2010.
Terkait dengan tumpang tindih IUP antara PT KNC dan PT RTM, hal tersebut timbul karena
adanya dua telaahan staf yang berbeda, dimana telaahan staf tersebut menjadi dasar
penerbitan Kuasa Pertambangan Penyelidikan Umum PT RTM dan Kuasa Pertambangan
Perpanjangan Eksplorasi PT KNC. Telaahan staf Kepala Dinas Pertambangan Kabupaten
Kutai Timur kepada Bupati Kutai Timur pada tanggal 26 Februari 2007 menyatakan bahwa
status IUP PT KNC telah berakhir dan lokasi tersebut menjadi daerah terbuka bagi
perusahaan lain. Telaahan staf tersebut kemudian menjadi dasar penerbitan IUP penyelidikan
umum bagi PT RTM.55
Disisi lain telaahan staf Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Kutai Timur pada tanggal
19 Mei 2008 menyatakan bahwa IUP milik PT KNC masih dapat diperpanjang dan
dipertahakan dan bahwa PT KNC sebelum Kuasa Pertambangan tersebut berakhir telah
mengajukan Permohonan Perpanjangan Tahap Eksplorasi. Adapun jangka waktu IUP
Eksplorasi PT KNC adalah satu tahun, sehingga IUP PT KNC berlaku hingga tanggal 10
Maret 2006.56 Permohonan Perpanjangan tersebut dilakukan berdasarkan pada Surat dari PT
KNC kepada Bupati Kutai Timur No 008/I/06 dan Nomor 008/IX/06 tertanggal 11 Januari
2006. Namun baru pada tanggal 12 September 2006, surat tersebut diterima oleh Dinas
Pertambangan dan Energi Kabupaten Kutai Timur.57
Selain itu tumpang tindih tersebut juga terjadi akibat tidak dilakukannya telaahan spatial
terhadap IUP PT RTM, yang merupakan standar operasional dalam pelaksanaan perijinan.
Hal tersebut wajib dilakukan untuk menghindari terjadinya tumpang tindih areal IUP.
Telaahan spatial tersebut dilakukan melalui Kantor Planologi Kabupaten Kutai Timur. Akibat
tidak dilakukannya telaahan spatial, IUP PT RTM tidak terdaftar pada Kantor Planologi
55 Laporan Hasil Pemeriksaan Khusus (Instruksi Bupati) untuk Menindaklanjuti Temuan Hasil
Pemeriksaan BPK-RI Atas Pengelolaan Pertambangan Batubara Tahun Anggaran 2006 dan 2007 tentang Indikasi Pemalsuan 5 (Lima) Surat Keputusan Bupati Terkait Ijin Usahha Pertambangan Batu Bara PT Ridlatama Group, hal.5- 6.
56 Ibid., hal. 6. 57 Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Samarinda Nomor 31/G/2010/PTUN-SMD antara PT
Ridlatama Tambang Mineral dengan Bupati Kutai Timur, hal. 76.
Tumpang tindih izin usaha ..., Rizqi Tsaniati Putri, FH UI, 2014
Kabupaten Kutai Timur. Kantor Planologi tersebut bertugas melakukan perencanaan dan
pelaksanaan kegiatan batas lokasi Izin Usaha Pertambangan.58
Berikut adalah kronologis penerbitan IUP miliki PT RTM dan PT KNC:
Gambar II Kronologis Penerbitan Kuasa Pertambangan atau IUP PT RTM dan PT KNC
Terkait dengan tumpang tindih Izin Usaha Pertambangan milik PT RTM dengan PT KNC,
jika digunakan standar yang sama yang digunakan oleh Pemerintah dalam Rekonsiliasi
Nasional Data IUP, maka tumpang tindih antara PT RTM dan PT KNC tidak diperbolehkan.
Hal itu disebabkan karena komoditas yang diusahakan oleh PT RTM dan PT KNC sama,
yaitu batubara. Untuk menentukan pihak yang berhak untuk melakukan kegiatan
pertambangan di wilayah tersebut digunakan sistem first come first serve.
Jika dilihat dari kronologi meskipun PT KNC telah memiliki Kuasa Pertambangan pada
wilayah tersebut sejak 2005, namun PT KNC tidak mendapatkan perpanjangan Kuasa
Pertambangan hingga berakhirnnya jangka waktu yang ditentukan. Sehingga jika PT RTM
kemudian mendapatkan Kuasa Pertambangan atas wilayah tersebut pada tahun 2007,
sedangkan perpanjangan Kuasa Pertambangan PT KNC baru diberikan pada tahun 2008. Jika
dilihat dari kronologi tersebut maka pihak PT RTM lah yang berhak melakukan pengusahaan
pertambangan pada wilayah tersebut. Hal tersebut sesuai dengan prinsip first come first serve.
Selain itu seharusnya PT KNC tidak dapat memperpanjang Kuasa Pertambangan yang
dimilikinya, mengingat Kuasa Pertambangan tersebut statusnya telah berakhir demi hukum.
Terkait dengan tumpang tindih IUP PT RTM dengan kawasan hutan, hal tersebut benar
adanya. Hal tersebut berdasarkan peta lampiran SK Menteri Kehutanan Nomor 79/KPTS-
58 Bupati Kutai Timur, Peraturan Bupati Kutai Timur Uraian Tugas Kantor Planologi Kabupaten Kutai Timur, Peraturan Bupati No. 15/02.188.3/HKVIII/2007, Ps. 8
KP Eksplorasi PT KNC (10 Maret 2005)
KP Penyelidikan Umum PT RTM (24 Mei 2007)
KP Eksplorasi PT RTM (9 April 2008)
KP Perpanjangan Eksplorasi PT KNC (17 Juli
2008)
IUP Eksploitasi PT RTM (27 Maret 2009)
SK No. 540 2010 (4 Mei
2010)
Tumpang tindih izin usaha ..., Rizqi Tsaniati Putri, FH UI, 2014
II/2001 sebagian area IUP PT RTM tumpang tindih dengan kawasan hutan produksi.59
Sehingga PT RTM seharusnnya memiliki Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan. Hal tersebut
dimanatkan dalam UU Kehutanan yang menyatakan bahwa:
a. setiap orang dilarang melakukan kegiatan penyelidikan umum atau eksplorasi bahan
tambang di dalam kawasan hutan tanpa izin menteri.60
b. penggunaan kawasan hutan untuk kegiatan pertambangan dilakukan melalui
pemberian Izin Pinjam Pakai oleh Menteri61
Namun pada kenyataannya PT RTM tidak memiliki Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan.
Terkait dengan Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan tersebut, PT RTM telah mengajukan
permohonan Izin tersebut. Namun permohonan tersebut baru diajukan setelah PT RTM
mendapatkan IUP Eksploitasi, yang mana kegiatan penyelidikan umum dan eksplorasi telah
dilaksanakan tanpa Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan. Sehingga PT RTM telah melanggar
UU Kehutanan yang mewajibkan pemegang IUP untuk memiliki Izin Pinjam Pakai Kawasan
Hutan dalam melakukan kegiatan pertambangan di kawasan hutan produksi.
Meskipun PT RTM telah mengajukan permohonan Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan pada
tahun 2009, setelah pihaknya mendapat IUP eksploitasi, namun PT RTM tetap telah
melanggar UU Kehutanan. Mengingat kegiatan penyelidikan umum dan eksplorasi telah
dilaksanakan tanpa Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan. Terkait dengan permohonan Izin
Pinjam Pakai Kawasan Hutan yang diajukan oleh PT RTM, permohonan tersebut tidak akan
diproses. Melainkan yang akan diproses adalah pelanggaran atas UU Kehutanan yang telah
dilanggar oleh PT RTM.62
Sedangkan terkait dengan gugatan Churchill dan Planet Mining di ICSID kepada Pemerintah
Indonesia, meskipun dalam BIT Indonesia dan Australia tidak memberikan persetujuan
langsung, namun menurut arbiter terdapat persetujuan langsung dalam izin yang dikeluarkan
BKPM. Izin yang dimaksud adalah Izin terkait penanaman modal asing yang dilakukan
59 Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Samarinda Nomor 31/G/2010/PTUN-SMD, Op. Cit., hal. 79 60 UU No. 41 Tahun 2009, Op. Cit., Ps. 50 ayat (3) 61 Ibid., Pasal 38 ayat 3 62 Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam Kementerian Kehutanan Ir. Darori
M.M dalam Diana Kusumasari, “Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan“ http://hukumonline.com/ Diunduh 26 Desember 2012
Tumpang tindih izin usaha ..., Rizqi Tsaniati Putri, FH UI, 2014
Churchill dan Planet Mining melalui PT ICD di Indonesia.63 Selain itu kasus Churchill dan
Planet Mining ini masih dapat diajukan ke ICSID, mengingat Keputusan Presiden Nomor 31
Tahun 2012 tentang Perselisihan yang Tidak Diserahkan Penyelesaiannya Pada Yurisdiksi
International Centre fo Settlement of Investment Dispute belum berlaku pada saat pencabutan
IUP PT RTM dilakukan.
Namun terbatas pada IUP PT RTM seharusnya Churchill dan Planet Mining tidak dapat
menggugat atas pencabutan IUP PT RTM. Mengingat IUP PT RTM telah dicabut sejak
tanggal 4 Mei 2010, sedangkan PT TCUP baru mengambilalih saham PT RTM pada tanggal
6 Mei 2010 yang kemudian baru diberikan surat penerimaan pemberitahuan perubahan
anggaran dasar pada tanggal 14 Mei 2010. Sehingga PT TCUP mengambilalih PT RTM saat
IUP PT RTM telah dicabut. Terhadap pencabutan IUP tersebut Churchill dan Planet Mining
tidak dapat menggugat Indonesia, karena pada saat IUP tersebut dicabut Churchill dan Planet
Mining tidak memiliki kepentingan dalam IUP tersebut, mengingat PT RTM belum
diambilalih oleh PT TCUP.
Simpulan Berdasarkan pembahasan diatas diketahui bahwa pemberian Izin Usaha Pertambangan (IUP)
dilakukan dengan pemberian Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) terlebih dahulu.
Adapun mekanisme pemberian WIUP dilakukan berdasarkan jenis usaha pertambangan yang
akan diusahakan. Jika yang akan diusahakan adalah pertambangan mineral logam atau
batubara, maka WIUP diperoleh melalui mekanisme lelang. Sedangkan jika yang akan
diusahakan adalah pertambangan mineral bukan logam atau batuan, maka WIUP diperoleh
melalui mekanisme permohonan wilayah. IUP yang telah diterbitkan tersebut dapat berakhir
jika dikembalikan, dicabut, atau habis masa berlakunya. Pencabutan IUP dapat dilakukan
oleh pejabat yang berwenang apabila pemegang IUP memenuhi kriteria tertentu. Kriteria
tersebut adalah pemegang IUP tidak memenuhi kewajiban yang ditetapkan dalam IUP,
kewajiban dalam peraturan perundang-undangan, melakukan tindak pidana yang dalam UU
Minerba, atau dinyatakan pailit.
63 International Centre for Settlement of Investment Disputes, Decision of Jurisdiction between Planet
Mining v. Republic of Indonesia, ICSID Case No. ARB/12/14 dan 12/40 hal. 71
Tumpang tindih izin usaha ..., Rizqi Tsaniati Putri, FH UI, 2014
Pencabutan terhadap IUP PT Ridlatama Tambang Mineral (PT RTM) telah tepat dan sesuai
dengan ketentuan dalam UU Minerba. Karena PT RTM tidak memiliki Izin Pinjam Pakai
Kawasan Hutan dalam melakukan kegiatan penyelidikan umum dan eksplorasi di kawasan
hutan produksi. Sehingga PT RTM tidak memenuhi kewajiban yang ditetapkan dalam UU
Kehutanan dan karenanya memenuhi kriteria pencabutan IUP yang ditentukan dalam UU
Minerba.
.
Saran Dari peneliitian ini, penulis menyarankan agar koordinasi antara Pemerintah dan Pemerintah
Daerah lebih ditingkatkan. Akan lebih baik jika sebelum menerbitkan IUP pejabat yang
berwenang berkoordinasi terlebih dahulu dengan Kementerian Kehutanan, untuk mengetahui
apakah WIUP tersebut masuk kedalam kawasan hutan atau tidak. Sehingga pemegang IUP
nantinya mengetahui apakah pihaknya harus mengurus izin terkait kawasan hutan atau tidak.
Selain itu Pemerintah juga perlu meningkatkan pengawasan terhadap penerbitan dan
pencabutan IUP yang dilakukan oleh Kepala Daerah di Indonesia. Terkait dengan
Rekonsiliasi Nasional Data IUP yang sedang dilakukan oleh Pemerintah, akan lebih baik jika
verifikasi dilakukan terhadap seluruh IUP, dan bagi IUP yang berstatus non-Clear and Clean
harus diberikan sanksi yang tegas.
Tumpang tindih izin usaha ..., Rizqi Tsaniati Putri, FH UI, 2014
DAFTAR PUSTAKA International Business Publications, Indonesia Mining, Oil and Gas Industry Export-Import,
Business Opportunities Handbook Volume 1 Strategic Information and Regulations, Washington: International Business Publications, 2013
Kuo, Chin S. “The Mineral Industry of Indonesia” dalam Minerals Yearbook Area Reports: International 2008 Asia and the Pacific, Volume III, Washington: United States Government Printing Office, 2010
Malik, Mahnaz. Recent Developments in International Investment Agreements: Negotiation and Disputes, New Delhi: International Institute for Sustainable Development, 2010
Manan, Bagir. Pertumbuhan dan Perkembangan Konstitusi Suatu Negara, Bandung: Mandar Maju, 1995
Saleng, Abrar. Hukum Pertambangan, Jogjakarta: UII Press, 2004 Sembiring, Sentosa. Hukum Investasi, Bandung: Nuansa Aulia, 2010
Sembiring, Simon Felix. Jalan Baru untuk Tambang: Mengalirkan Berkah bagi Anak Bangsa, Jakarta: PT Elex Media Komputindo, 2009
Sullivian, Bill dan Christian Teo Purwono & Partners, Mining Law and Regulatory Practice in Indonesia: A Primary Reference Source, Singapore: John Wiley and Sons, 2013
Sunny, Ismail dan Rudioro Rochmat, Tinjaunan dan Pembahasan UUPMA dan Kredit Luar Negeri, Jakarta: Pradnya Paramita, 1967
Supancana, I.B.R. Penyelesaian Sengketa-Sengketa di Bidang Pertambangan, Jakarta: Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia, 2009
Arizona, Yance. “Konstitusi Dalam Intaian Neoliberalisme: Konstitusionalitas Penguasaan
Negara Atas Sumberdaya Alam dalam Putusan Mahkamah Konstitusi,” (Makalah disampaikan pada Konferensi Warisan Otoritarianisme: Demokrasi Indonesia di Bawah Tirani Modal, Depok, 5 Agustus 2008),
Hallward-Driemeier, Mary. Do Bilateral Investment Treaties Attract FDI? Only a Bit... and They Could Bite, World Bank, 2003
Nottage, Luke. “Do Many of Australia’s Bilateral Treaties Really Not Provide Full Advance Consent to Investor-State Arbitration? Analysis of Planet Mining v Indonesia and Regional Implications”, Sydney Law School Legal Studies Research Paper No. 14/39 (April 2014),
Siregar, Hendrik “Akhiri Cara Mudah Tambang Habisi Hutan; Stop Izin Pinjam Pakai Hutan” Jurnal Landreform (Mei 2014) hal 61-69.
United Nations Conference on Trade and Development, Denunciation of the ICSID Convention and BITS: Impact on Investor-State Claims, United Nations 2010
Indonesia, Undang-Undang Pertambangan Mineral dan Batubara, UU No 4 Tahun 2009, LN No. 4 Tahun 2009, TLN No. 4959.
Indonesia, Undang-Undang Penanaman Modal, UU No. 25 Tahun 2007, LN No 67 Tahun 2007, TLN No. 4724
Tumpang tindih izin usaha ..., Rizqi Tsaniati Putri, FH UI, 2014
Indonesia, Peraturan Pemerintah Perubahan Kedua atas Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1969 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Katentuan-Katentuan Pokok Pertambangan, PP No. 75 Tahun 2001, LN No. 141 Tahun 2001, TLN No 4154
Indonesia, Peraturan Pemerintah Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara, PP No. 23 Tahun 2010, LN No. 29 Tahun 2010, TLN No 5111, Ps. 7
Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal, Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Perubahan atas Peraturan Kepala Badan Koorrdinasi Penanaman Modal Nomor 5 Tahun 2013 tentang Pedoman dan Tata Cara Perizinan dan NonPerizinan Penanaman Modal, Perka BKPM No. 12 Tahun 2013, BN No. 1138 Tahun 2013
Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal, Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Pedoman dan Tata Cara Perizinan dan NonPerizinan Penanaman Modal, Perka BKPM No. 5 Tahun 2013, BN No. 584 Tahun 2013
Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal, Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Pedoman dan Tata Cara Permohonan Penanaman Modal, Perka BKPM No. 12 Tahun 2009. BN. No. 208 Tahun 2009
Bupati Kutai Timur, Peraturan Bupati Kutai Timur Uraian Tugas Kantor Planologi Kabupaten Kutai Timur, Peraturan Bupati No. 15/02.188.3/HKVIII/2007
Laporan Hasil Pemeriksaan Khusus (Instruksi Bupati) untuk Menindaklanjuti Temuan Hasil Pemeriksaan BPK-RI Atas Pengelolaan Pertambangan Batubara Tahun Anggaran 2006 dan 2007 tentang Indikasi Pemalsuan 5 (Lima) Surat Keputusan Bupati Terkait Ijin Usahha Pertambangan Batu Bara PT Ridlatama Group
Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Samarinda Nomor 31/G/2010/PTUN-SMD antara PT
Ridlatama Tambang Mineral dengan Bupati Kutai Timur
Arfidea Kadri Sahetapy-Engel Tisnadisastra, “Indonesia Limits the Jurisdication of the ICSID” http://aksetlaw.com/news-event/newsflash Diunduh 6 Januari 2014
David Dwiarto, “Outlook Regulasi Pertambangan di 2013”, http://ima-api.com/ diunduh 21 Oktober 2014
Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam Kementerian Kehutanan Ir. Darori M.M dalam Diana Kusumasari, “Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan“ http://hukumonline.com/ Diunduh 26 Desember 2012
Rista Rama Dhany, “ESDM Batal Cabut Ribuan Izin Perusahaan Tambang di Akhir 2014” http://finance.detik.com diunduh 10 Januari 2015
S.G. Wibisono, ”743 Kasus Tumpang-Tindih Izin Tambang di Kaltim” http://tempo.co/read/news diunduh 9 Januari 2015
Tumpang tindih izin usaha ..., Rizqi Tsaniati Putri, FH UI, 2014