MORNATEN Reformasi Tenurial (GCS-Tenure) - cifor.org · Otonom (otoritas komunal) dan sistem adat...

1
www.cifor.org/gcs-tenure Mitra donor Mitra penelitian Kepastian Hak Tenurial Masyarakat Sekitar Hutan Studi Komparatif Global – Desain dan Implementasi Reformasi Tenurial (GCS-Tenure) DESA MORNATEN Hutan dan hak atas tanah sering didominasi oleh kepentingan politik dan elit ekonomi sehingga mengabaikan masyarakat sekitar hutan. Namun pengakuan hukum pada hak wilayah masyarakat adat telah meningkat, misalnya Keputusan MK 35/2012. Disamping itu, reformasi tenurial hutan melalui Perhutanan Sosial dalam satu dekade terakhir juga telah memberikan hak kepastian tenurial pada masyarakat lokal terhadap akses pemanfaatan sumber daya hutan. Dalam prakteknya, reformasi ini masih mengalami hambatan terkait dengan batas wilayah, peta, kurangnya koordinasi dan pemahaman terhadap kebijakan reformasi tenurial. Penelitian GCS-Tenure dimaksudkan untuk memperkuat hak tenurial hutan bagi masyarakat lokal dan bagaimana menyelaraskan hukum adat dengan kebijakan formal sesuai dengan alokasi sumber daya hutan. Penelitian di desa di Mornaten pada Oktober 2015 telah melibatkan anggota masyarakat (laki-laki, perempuan, tua, muda). Pengumpulan data dilakukan menggunakan instrumen penelitian, yaitu survey rumah tangga, Diskusi Kelompok Terfokus (FGD) dan Wawancara Informan Kunci (KII). Isi dari poster ini menampilkan hasil penelitian GCS- Tenure di Mornaten terkait dengan kepastian tenurial dan dampaknya terhadap mata pencaharian dan kondisi hutan. Problem Tenurial Penerapan sistim tenurial hutan di Mornaten adalah berdasarkan aturan adat yang diwariskan turun temurun. Namun wilayah hutan adat Mornaten sebagian besar berada dalam kawasan hutan lindung. Sejak adanya penetapan hutan lindung dan kurangnya informasi tentang hutan lindung telah membuat masyarakat merasa tidak aman akan kepastian hak tenurial lahan karena terbatasnya pemanfaatan di hutan lindung, padahal didalamnya terdapat dusung (sagu, damar), kebun (kelapa, coklat) dan hasil hutan bukan kayu (kenari, pala, durian) yang menjadi mata pencaharian masyarakat. Masyarakat masih belum mengetahui dengan jelas batas wilayah hutan lindung, sehingga aturan pemanfaatan di hutan lindung tidak sepenuhnya dipatuhi oleh masyarakat dan sebagian masyarakat tetap melakukan aktivitas di dalam kawasan hutan. Kumpulan Hak No Jenis Hak Sistem Tenurial Lahan Pengguna Petuanan Marga (SOA) Individu 1 Hak ekstrasi Raja Kepala SOA Kepala keluarga warga desa; warga luar desa dengan ijin dan tanpa ijin pemilik lahan 2 Hak pengelolaan Raja Kepala SOA Kepala keluarga warga desa, warga luar desa dengan ijin raja dan hanya di lahan desa 3 Hak menyewakan - Kepala SOA Kepala keluarga warga desa dan warga luar desa 4 Hak menjaminkan Raja Raja dan Kepala SOA Raja dan Kepala Keluarga warga desa yang memiliki sertifikat 5 Hak menjual - - Kepala keluarga warga desa 6 Hak mewariskan - Kepala SOA Kepala keluarga warisan laki-laki lebih besar dari perempuan, anak perempuan hanya dapat hak pakai Wilayah Petuanan Mornaten MATA PENCAHARIAN KONDISI HUTAN Pemerintah negeri memonitor kepatuhan masyarakat terhadap aturan tentang praktek pengelolaan hutan, yaitu melalui ‘Kewang’ yang berfungsi sebagai pengawas lingkungan darat serta batas-batasnya. Upaya yang dilakukan adalah dengan menambah jumlah kewang untuk mengontrol sumberdaya hutan dalam wilayah adat. (FGD) Ketahanan pangan lebih berpengaruh pada hasil panen lahan pertanian karena setiap masyarakat mengusahakan lahan pertanian (FGD) Alokasi pemanfaatan lahan pertanian untuk setiap anggota masyarakat berpengaruh pada ketahanan pangan masyarakat (FGD) Peluang: Upaya pemanfaatan hutan telah disosilisakan oleh pihak BPDAS bekerjasama dengan Dishut SBB, pada 2014 telah mengalokasikan lahan untuk HKm di kawasan hutan Negara yang didalamnya terdapat lahan-lahan marga (termasuk petuanan Mornaten), namun belum ada tindak lanjut yang nyata hingga kini. Masyarakat paham tentang aturan desa yang mengatur hak atas lahan, tapi terkait HL atau HP, hak mereka tidak jelas. Tim tata batas HL tidak berkoordinasi dengan masyarakat padahal sebelum pengukuran sudah ada kebun mereka di dalam HL. (FGD) Perhatian pemerintah terhadap kebutuhan masyarakat akan sumberdaya hutan merupakan kekuatan kepatuhan masyarakat terhadap aturan pemerintah yang diberlakukan dalam masyarakat. J. Nurue (44th), Ketua BPD Dengan dibangunnya jalan trans Seram (1990) maka akses masyarakat ke hutan menjadi lebih mudah. Pemerintah negeri dan Saniri negeri memutuskan pembagian lahan petuanan 1Ha kepada semua anggota masyarakat berumur 17 tahun ke atas (laki-laki dan perempuan) untuk ditanami berbagai jenis tanaman keras sebagai sumber pendapatan. A. Latue (46th), Sekretaris Desa Penduduk Mornaten berasal dari suku Alune yang merupakan masyarakat adat asli Mornaten, terdiri dari 5 marga asli (Nurue, Latue, Ulate, Eli, Touwe). Selain itu ada masyarakat pendatang dari Sulawesi Tenggara yang mendominasi jumlah penduduk di Mornaten setelah suku Alune, dan beberapa pendatang dari Maluku, Jawa, dan Sumatra, yang datang ke desa ini pada 1980an untuk membeli hasil kebun namun memutuskan untuk tinggal menetap hingga kini. A Latue (46th), Sekretaris Desa. Pemerintah negeri memberlakukan aturan untuk tidak melakukan pembakaran di hutan, himbauan untuk melakukan penanaman pohon di sekitar sungai dan pada sumber-sumber air, dan tradisi masyarakat desa untuk melakukan pemeliharaan pohon dengan mengganti pohon- pohon yang tidak produktif. Bernadus Latue (61th), Kepala Marga (Soa) Masyarakat dan lembaga pemerintah desa bersama-sama mengupayakan legalitas atas lahan. Untuk lahan individu, saat ini masyarakat masih merasa aman terutama pada lahan yang sudah bersertifikat. Namun tidak aman untuk lahan yang tidak bersertifikat, walaupun lahan tersebut adalah warisan. Ini karena batas antar lahan yang tidak jelas sehingga terjadi penyerobotan. Untuk lahan desa, masyarakat masih merasa aman karena merupakan warisan adat, namun di sisi lain merasa tidak aman karena berada di dalam kawasan hutan lindung. (FGD) KEPASTIAN/KETIDAKPASTIAN TENURIAL HUTAN Demografi Jumlah keluarga Populasi Mata Pencaharian 344 KK 1.768 L=875 P=893 Masyarakat asli= 325KK • Hutan: cengkeh, pala, gaharu, damar • Kebun: kelapa, coklat • Lainnya: pedagang, guru, PNS, karyawan perusahaan Perubahan Kondisi Hutan Jumlah Responden (n) 0 5 10 15 20 25 Membaik (4) Memburuk (37) Bertambahnya tebangan liar/ pembakaran/ perambahan Aturan jelas dan ketat Perubahan penggunaan lahan Banjir/kemarau panjang Hasil hutan sedikit Mata Pencaharian 0 Pertanian Memancing Jumlah Responden (n) Bisnis Buruh lainnya Pegawai sipil/ kelurahan 10 20 30 40 50 0% 20% 40% 80% 100% 120% % Respon responden Ketahanan Pangan 0 10 20 40 30 Jumlah Responden (n) Perubahan ketahanan pangan Persepsi ketahanan pangan Saat ini lebih baik Saat ini lebih buruk Sama dengan sebelumnya Bermasalah ≤ 3 bulan Tidak masalah Alasan Perubahan Ketahanan Pangan 0% 20% 60% 40% 100% 80% Respon Responden (%) pangan membaik pangan memburuk Meningkatnya kesempatan kerja Terima uang dari anggota HH lainnya Menerima dana pensiun/hibah/bantuan pangan Hasil panen bagus Tersedia uang dirumah Menjadi tua/sakit/mati dan tidak bisa kerja Meningkatnya kebutuhan harga, biaya kuliah, dsb Gagal panen Pengeluaran tidak terduga Tidak punya uang Kepastian Tenurial Hutan Institusi lokal yang kuat dalam membela hak Perundangan nasional mendukung klaim hak lokal Otonom (otoritas komunal) dan sistem adat dihormati Hak tidak tumpang tindih Tidak ada konflik dengan masyarakat Tidak ada konflik dengan aktor di luar masyarakat Hak permananen Batas jelas Punya hak milik Dasar hukum hak adat dihormati Hak tidak akan berubah pada waktunya 0% 20% 40% 60% 80% 100% Alasan Kepastian Respon Responden (%) Ketidakpastian Tenurial Hutan 0% 20% 40% 60% 80% 100% Respon Responden (%) Kompetisi antar penduduk desa Konflik di selesaikan tidak adil Kurangnya Legalisasi Nasional untuk klaim hak-hak lokal Larangan penggunaan lahan oleh pemerintah Tidak ada dasar hukum untuk klaim hak adat Tidak ada pemecahan konflik Pembangunan infrastruktur/jalan Hak hanya sementara Hak tumpang tindih yang ada Hak atas lahan dapat dicabut setiap saat Lahan dipinjam atau disewa Batas tidak jelas Tidak punya hak milik Alasan Ketidakpastian Ancaman Perubahan Kondisi Hutan Kebakaran hutan 100% Penebangan hutan 100% Pembersihan hutan untuk pertanian 73% Perambahan lahan komunal 47% Aktivitas tambang 6% Bencana alam 6% Hama dan binatang liar 2%

Transcript of MORNATEN Reformasi Tenurial (GCS-Tenure) - cifor.org · Otonom (otoritas komunal) dan sistem adat...

Page 1: MORNATEN Reformasi Tenurial (GCS-Tenure) - cifor.org · Otonom (otoritas komunal) dan sistem adat dihormati Hak tidak tumpang tindih Tidak ada konflik dengan masyarakat Tidak ada

www.cifor.org/gcs-tenure

Mitra donor Mitra penelitian

Kepastian Hak Tenurial Masyarakat Sekitar HutanStudi Komparatif Global – Desain dan Implementasi Reformasi Tenurial (GCS-Tenure)

DESA MORNATEN

Hutan dan hak atas tanah sering didominasi oleh kepentingan politik dan elit ekonomi sehingga mengabaikan masyarakat sekitar hutan. Namun pengakuan hukum pada hak wilayah masyarakat adat telah meningkat, misalnya Keputusan MK 35/2012. Disamping itu, reformasi tenurial hutan melalui Perhutanan Sosial dalam satu dekade terakhir juga telah memberikan hak kepastian tenurial pada masyarakat lokal terhadap akses pemanfaatan sumber daya hutan. Dalam prakteknya, reformasi ini masih mengalami hambatan terkait dengan batas wilayah, peta, kurangnya koordinasi dan pemahaman terhadap kebijakan reformasi tenurial. Penelitian GCS-Tenure dimaksudkan untuk memperkuat hak tenurial hutan bagi masyarakat lokal dan bagaimana menyelaraskan hukum adat dengan kebijakan formal sesuai dengan alokasi sumber daya hutan. Penelitian di desa di Mornaten pada Oktober 2015 telah melibatkan anggota masyarakat (laki-laki, perempuan, tua, muda). Pengumpulan data dilakukan menggunakan instrumen penelitian, yaitu survey rumah tangga, Diskusi Kelompok Terfokus (FGD) dan Wawancara Informan Kunci (KII). Isi dari poster ini menampilkan hasil penelitian GCS-Tenure di Mornaten terkait dengan kepastian tenurial dan dampaknya terhadap mata pencaharian dan kondisi hutan.

Problem Tenurial Penerapan sistim tenurial hutan di Mornaten adalah berdasarkan aturan adat yang diwariskan turun temurun. Namun wilayah hutan adat Mornaten sebagian besar berada dalam kawasan hutan lindung. Sejak adanya penetapan hutan lindung dan kurangnya informasi tentang hutan lindung telah membuat masyarakat merasa tidak aman akan kepastian hak tenurial lahan karena terbatasnya pemanfaatan di hutan lindung, padahal didalamnya terdapat dusung (sagu, damar), kebun (kelapa, coklat) dan hasil hutan bukan kayu (kenari, pala, durian) yang menjadi mata pencaharian masyarakat. Masyarakat masih belum mengetahui dengan jelas batas wilayah hutan lindung, sehingga aturan pemanfaatan di hutan lindung tidak sepenuhnya dipatuhi oleh masyarakat dan sebagian masyarakat tetap melakukan aktivitas di dalam kawasan hutan.

Kumpulan Hak

No Jenis HakSistem Tenurial Lahan

Pengguna Petuanan Marga (SOA) Individu

1 Hak ekstrasi Raja Kepala SOA Kepala keluarga

warga desa; warga luar desa dengan ijin dan tanpa ijin pemilik lahan

2 Hak pengelolaan

Raja Kepala SOA Kepala keluarga

warga desa, warga luar desa dengan ijin raja dan hanya di lahan desa

3 Hak menyewakan

- Kepala SOA Kepala keluarga

warga desa dan warga luar desa

4 Hak menjaminkan

Raja Raja dan Kepala SOA

Raja dan Kepala Keluarga

warga desa yang memiliki sertifikat

5 Hak menjual - - Kepala keluarga

warga desa

6 Hak mewariskan

- Kepala SOA Kepala keluarga

warisan laki-laki lebih besar dari perempuan, anak perempuan hanya dapat hak pakai

Wilayah Petuanan Mornaten

MATA PENCAHARIAN KONDISI HUTAN

Pemerintah negeri memonitor kepatuhan masyarakat terhadap aturan tentang praktek pengelolaan hutan, yaitu melalui ‘Kewang’ yang berfungsi sebagai pengawas lingkungan darat serta batas-batasnya. Upaya yang dilakukan adalah dengan menambah jumlah kewang untuk mengontrol sumberdaya hutan dalam wilayah adat.

(FGD)

Ketahanan pangan lebih berpengaruh pada hasil panen lahan pertanian karena setiap masyarakat mengusahakan lahan pertanian

(FGD)

Alokasi pemanfaatan lahan pertanian untuk setiap anggota masyarakat berpengaruh pada ketahanan pangan masyarakat

(FGD)

Peluang:Upaya pemanfaatan hutan telah disosilisakan oleh pihak BPDAS bekerjasama dengan Dishut SBB, pada 2014 telah mengalokasikan lahan untuk HKm di kawasan hutan Negara yang didalamnya terdapat lahan-lahan marga (termasuk petuanan Mornaten), namun belum ada tindak lanjut yang nyata hingga kini.

Masyarakat paham tentang aturan desa yang mengatur hak atas lahan, tapi terkait HL atau HP, hak mereka tidak jelas. Tim tata batas HL tidak berkoordinasi dengan masyarakat padahal sebelum pengukuran sudah ada kebun mereka di dalam HL. (FGD)

Perhatian pemerintah terhadap kebutuhan masyarakat akan sumberdaya hutan merupakan kekuatan kepatuhan masyarakat terhadap aturan pemerintah yang diberlakukan dalam masyarakat.

J. Nurue (44th), Ketua BPD

Dengan dibangunnya jalan trans Seram (1990) maka akses masyarakat ke hutan menjadi lebih mudah. Pemerintah negeri dan Saniri negeri memutuskan pembagian lahan petuanan 1Ha kepada semua anggota masyarakat berumur 17 tahun ke atas (laki-laki dan perempuan) untuk ditanami berbagai jenis tanaman keras sebagai sumber pendapatan.

A. Latue (46th), Sekretaris Desa

Penduduk Mornaten berasal dari suku Alune yang merupakan masyarakat adat asli Mornaten, terdiri dari 5 marga asli (Nurue, Latue, Ulate, Eli, Touwe). Selain itu ada masyarakat pendatang dari Sulawesi Tenggara yang mendominasi jumlah penduduk di Mornaten setelah suku Alune, dan beberapa pendatang dari Maluku, Jawa, dan Sumatra, yang datang ke desa ini pada 1980an untuk membeli hasil kebun namun memutuskan untuk tinggal menetap hingga kini.

A Latue (46th), Sekretaris Desa.

Pemerintah negeri memberlakukan aturan untuk tidak melakukan pembakaran di hutan, himbauan untuk melakukan penanaman pohon di sekitar sungai dan pada sumber-sumber air, dan tradisi masyarakat desa untuk melakukan pemeliharaan pohon dengan mengganti pohon-pohon yang tidak produktif.

Bernadus Latue (61th), Kepala Marga (Soa)

Masyarakat dan lembaga pemerintah desa bersama-sama mengupayakan legalitas atas lahan. Untuk lahan individu, saat ini masyarakat masih merasa aman terutama pada lahan yang sudah bersertifikat. Namun tidak aman untuk lahan yang tidak bersertifikat, walaupun lahan tersebut adalah warisan. Ini karena batas antar lahan yang tidak jelas sehingga terjadi penyerobotan. Untuk lahan desa, masyarakat masih merasa aman karena merupakan warisan adat, namun di sisi lain merasa tidak aman karena berada di dalam kawasan hutan lindung.

(FGD)

KEPASTIAN/KETIDAKPASTIAN TENURIAL HUTAN

Demografi

Jumlah keluarga Populasi Mata Pencaharian

344 KK 1.768 L=875 P=893 Masyarakat asli= 325KK

• Hutan: cengkeh, pala, gaharu, damar• Kebun: kelapa, coklat• Lainnya: pedagang, guru, PNS,

karyawan perusahaan

Perubahan Kondisi Hutan

Jum

lah

Resp

onde

n (n

)

0

5

10

15

20

25

Membaik (4) Memburuk (37)

Bertambahnya tebangan liar/pembakaran/perambahan

Aturan jelas dan ketat

Perubahan penggunaan

lahan

Banjir/kemaraupanjang

Hasil hutansedikit

Ketahanan Pangan

0 10 20 4030

Jumlah Responden (n)

Peru

baha

n ke

taha

nan

pang

an

Pers

epsi

keta

hana

n pa

ngan

Saat ini lebih baik

Saat ini lebih buruk

Sama dengan sebelumnya

Bermasalah ≤ 3 bulan

Tidak masalah

Alasan Perubahan Ketahanan Pangan

0% 20% 60%40% 100%80%

Respon Responden (%)

Keta

hana

n pa

ngan

m

emba

ik

Keta

hana

n pa

ngan

m

embu

ruk

Meningkatnya kesempatan kerjaTerima uang dari anggota HH lainnya

Menerima dana pensiun/hibah/bantuan panganHasil panen bagus

Tersedia uang dirumah

Menjadi tua/sakit/mati dan tidak bisa kerjaMeningkatnya kebutuhan harga, biaya kuliah, dsb

Gagal panenPengeluaran tidak terduga

Tidak punya uang

Mata Pencaharian

0Pertanian Memancing

Jumlah Responden (n)

Bisnis Buruh lainnyaPegawai sipil/kelurahan

10

20

30

40

50

0%

20%

40%

80%

100%

120%

% Respon responden

Ketahanan Pangan

0 10 20 4030

Jumlah Responden (n)

Peru

baha

n ke

taha

nan

pang

an

Pers

epsi

keta

hana

n pa

ngan

Saat ini lebih baik

Saat ini lebih buruk

Sama dengan sebelumnya

Bermasalah ≤ 3 bulan

Tidak masalah

Alasan Perubahan Ketahanan Pangan

0% 20% 60%40% 100%80%

Respon Responden (%)

Keta

hana

n pa

ngan

m

emba

ik

Keta

hana

n pa

ngan

m

embu

ruk

Meningkatnya kesempatan kerjaTerima uang dari anggota HH lainnya

Menerima dana pensiun/hibah/bantuan panganHasil panen bagus

Tersedia uang dirumah

Menjadi tua/sakit/mati dan tidak bisa kerjaMeningkatnya kebutuhan harga, biaya kuliah, dsb

Gagal panenPengeluaran tidak terduga

Tidak punya uang

Mata Pencaharian

0Pertanian Memancing

Jumlah Responden (n)

Bisnis Buruh lainnyaPegawai sipil/kelurahan

10

20

30

40

50

0%

20%

40%

80%

100%

120%

% Respon responden

Ketahanan Pangan

0 10 20 4030

Jumlah Responden (n)

Peru

baha

n ke

taha

nan

pang

an

Pers

epsi

keta

hana

n pa

ngan

Saat ini lebih baik

Saat ini lebih buruk

Sama dengan sebelumnya

Bermasalah ≤ 3 bulan

Tidak masalah

Alasan Perubahan Ketahanan Pangan

0% 20% 60%40% 100%80%

Respon Responden (%)

Keta

hana

n pa

ngan

m

emba

ik

Keta

hana

n pa

ngan

m

embu

ruk

Meningkatnya kesempatan kerjaTerima uang dari anggota HH lainnya

Menerima dana pensiun/hibah/bantuan panganHasil panen bagus

Tersedia uang dirumah

Menjadi tua/sakit/mati dan tidak bisa kerjaMeningkatnya kebutuhan harga, biaya kuliah, dsb

Gagal panenPengeluaran tidak terduga

Tidak punya uang

Mata Pencaharian

0Pertanian Memancing

Jumlah Responden (n)

Bisnis Buruh lainnyaPegawai sipil/kelurahan

10

20

30

40

50

0%

20%

40%

80%

100%

120%

% Respon responden

Kepastian Tenurial Hutan

Institusi lokal yang kuat dalam membela hak

Perundangan nasional mendukung klaim hak lokal

Otonom (otoritas komunal) dan sistem adat dihormati

Hak tidak tumpang tindih

Tidak ada konflik dengan masyarakat

Tidak ada konflik dengan aktor di luar masyarakat

Hak permananen

Batas jelas

Punya hak milik

Dasar hukum hak adat dihormati

Hak tidak akan berubah pada waktunya

Ketidakpastian Tenurial Hutan

0% 20% 40% 60% 80% 100%

Ala

san

Kepa

stia

n

Respon Responden (%)

0% 20% 40% 60% 80% 100%

Respon Responden (%)

Kompetisi antar penduduk desa

Konflik di selesaikan tidak adil

Kurangnya Legalisasi Nasional untuk klaim hak-hak lokal

Larangan penggunaan lahan oleh pemerintah

Tidak ada dasar hukum untuk klaim hak adat

Tidak ada pemecahan konflik

Pembangunan infrastruktur/jalan

Hak hanya sementara

Hak tumpang tindih yang ada

Hak atas lahan dapat dicabut setiap saat

Lahan dipinjam atau disewa

Batas tidak jelas

Tidak punya hak milik

Ala

san

Ketid

akpa

stia

n

Kepastian Tenurial Hutan

Institusi lokal yang kuat dalam membela hak

Perundangan nasional mendukung klaim hak lokal

Otonom (otoritas komunal) dan sistem adat dihormati

Hak tidak tumpang tindih

Tidak ada konflik dengan masyarakat

Tidak ada konflik dengan aktor di luar masyarakat

Hak permananen

Batas jelas

Punya hak milik

Dasar hukum hak adat dihormati

Hak tidak akan berubah pada waktunya

Ketidakpastian Tenurial Hutan

0% 20% 40% 60% 80% 100%

Ala

san

Kepa

stia

n

Respon Responden (%)

0% 20% 40% 60% 80% 100%

Respon Responden (%)

Kompetisi antar penduduk desa

Konflik di selesaikan tidak adil

Kurangnya Legalisasi Nasional untuk klaim hak-hak lokal

Larangan penggunaan lahan oleh pemerintah

Tidak ada dasar hukum untuk klaim hak adat

Tidak ada pemecahan konflik

Pembangunan infrastruktur/jalan

Hak hanya sementara

Hak tumpang tindih yang ada

Hak atas lahan dapat dicabut setiap saat

Lahan dipinjam atau disewa

Batas tidak jelas

Tidak punya hak milik

Ala

san

Ketid

akpa

stia

n

Ancaman Perubahan Kondisi Hutan

Kebakaran hutan100%

Penebangan hutan100%

Pembersihan hutanuntuk pertanian

73%

Perambahan lahan komunal47%

Aktivitas tambang6%

Bencana alam6%

Hama dan binatang liar2%