Tumor Retrobulbar

21
BAGIAN BEDAH SARAF LONGCASE FAKULTAS KEDOKTERAN APRIL 2012 UNIVERSITAS HASANUDDIN TUMOR RETROBULBAR Oleh : Resvianur A. Anissa Rahmadani Rahmi Dwi Ramadhana Aulisyah Supervisor DR DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK 1

Transcript of Tumor Retrobulbar

Page 1: Tumor Retrobulbar

BAGIAN BEDAH SARAF LONGCASEFAKULTAS KEDOKTERAN APRIL 2012UNIVERSITAS HASANUDDIN

TUMOR RETROBULBAR

Oleh :

Resvianur

A. Anissa Rahmadani

Rahmi Dwi Ramadhana

Aulisyah

SupervisorDR

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIKBAGIAN BEDAH SARAF

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR2012

LAPORAN KASUS

1

Page 2: Tumor Retrobulbar

IDENTITAS PASIEN

Nama : Kamaruddin

Umur : 34 thn

J. Kelamin : Laki-laki

MRS : 27 Maret 2012

MR : 535912

Jaminan : Jamkesmas

ANAMNESIS

KU : Mata sebelah kiri menonjol

AT : Di alami sejak kurang lebih 3 tahun yang lalu, awalnya nyeri dan

membesar secara perlahan hingga sekarang. Penglihatan tidak dirasakan

mengalami penurunan

Riwayat berobat di RS Unata di Palu namun tidak diberi pengobatan dan

langsung dirujuk dimakassar.

Riwayat trauma (-)

PEMERIKSAAN FISIK

Status Generalis

Sakit sedang/gizi cukup/sadar

Status Vitalis

TD : 120/70 mmHg

P : 20 x/i

N : 78 x/i

S : 36,7 °CStatus Lokalis

Status Lokalis

2

Page 3: Tumor Retrobulbar

Regio Orbitalis Sinistra

Inspeksi : lagoftalmus (+), proptosis (+), edema palpebra (-)

Palpasi : teraba massa tumor di palpebra superior, konsistensi lunak, warna sama

dengan sekitarnya, batas tidak tegas. Nyeri tekan (-)

VOS : 20/20

VOD : 20/20

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratorium

4 April 2012

WBC 12,70 CT 8’30”

RBC 5,44 BT 2’30’’

HB 15,5 Ureum 13

PLT 348 Kreatinin 0,95

Na 140 GOT/GPT 21/18

Cl 4,4 PT 10,8 Kontrol 12,0

K 104 APTT 31,6 Kontrol 25,5

GDS 94 INR 0,94

WBC 12,70 CT 8’30”

CT-Scan Kepala

3

Page 4: Tumor Retrobulbar

20/2/2012

Kesan : Massa retrobulbar suspek glioma N. Opticus

DIAGNOSIS

Tumor retrobulbar sinistra

TERAPI

Operasi Remove Tumor

4

Page 5: Tumor Retrobulbar

RESUME

Seorang pria umur 34 tahun datang ke Poli Bedah Saraf dengan keluhan mata

sebelah kiri menonjol. Hal ini dialami sejak kurang lebih 3 tahun yang lalu, mata kiri

tampak menonjol dan letaknya lebih rendah daripada mata kanan. Kadang terasa

nyeri seperti tertusuk-tusuk. Sakit kepala tidak ada,riwayat kejang, trauma, kesadaran

menurun, dan gangguan penglihatan tidak ada.

Pada pemeriksaan fisik, pada region orbitalis sinistra tampak posisi orbita

sinistra letak lebih rendah dari orbita dekstra, proptosis ada dan edema palpebra ada.

Pada palpasi, nyeri tekan tidak ada. Pada pemeriksaan visus pada okuler sinistra di

batas normal yaitu 20/20.

Pada pemeriksaan penunjang CT-scan didapatkan massa pada temporal kiri

yang meluas ke retrobulbar.

5

Page 6: Tumor Retrobulbar

TUMOR RETROBULBAR

PENDAHULUAN

Orbita secara anatomis merupakan struktur yang kompleks terdiri dari bola

mata, otot-otot ekstraokuler, jaringan limfe dan pembuluh darah, saraf, glandula, dan

jaringan pengikat. Orbita merupakan kavitas yang terdiri dari struktur-struktur yang

penting dalam fungsi ocular dan struktur tulang yang melindinginya. Orbita

merupakan area yang kecil dengan sedikit ruang kosong sehingga jika terdapat massa

(space occupying lesion) yang meningkatkan volume orbita akan bermanifestasi

klinis sebagai proptosis dan terganggunya fungsi penglihatan dan fungsi otot

ekstraokuler.

ANATOMI

a. Rongga Orbita

Rongga orbita yang berbentuk piramida ini terletak pada kedua sisi rongga

hidung. Dinding lateral orbita membentuk sudut 45 derajat dengan dinding

medialnya.Dinding orbita terdiri atas tulang :

1. Atap atau superior : os.frontal

2. Lateral : os.frontal. os. zigomatik, ala magna os. fenoid

3. Inferior : os. zigomatik, os. maksila, os. palatina

4. Nasal : os. maksila, os. lakrimal, os. Etmoid

6

Page 7: Tumor Retrobulbar

Kelenjar lakrinalis terdapat dalam fossa lakrimalis dibagian anterior atap

orbita.Orbita berbentuk suatu rongga yang secara skematis digambarkan

sebagaipiramida yang berkonvergensi ke arah belakang. Puncaknya adalah foramen

optikum,dan dasarnya menghadap ke depan luar dan terbuka disebut aditus orbitae.

Sedangkandinding-dindingnya meliputi dinding medial, dinding lateral, dinding atas

(atap orbita), dan dinding bawah (dasar orbita). Orbita terletak di kanan dan kiri basis

nasi(pangkal hidung).

Tulang-tulang yang membentuk orbita berjumlah 7 buah, yaitu tulang frontal,

tulang zigoma, tulang sfenoid, tulang maksila, tulang etmoid, tulang nasal, dantulang

lakrimal.Antara dinding lateral (dinding temporal) dengan atap orbita terdapat

fissuraorbitalis superior. Antara dinding lateral dengan dasar orbita terdapat fissura

orbitalisinferior. Antara dinding medial dengan atap orbita terdapat foramen

ethmoidalisanterius dan posterius. Antara dinding medial dengan dasar orbita terdapat

fossa saccilacrimalis.

Aditus orbitae berbentuk persegi empat dengan sudut-sudutnya

membulat.Sisi-sisinya dibedakan menjadi margo supraorbitalis, margo infraorbitalis,

margomarginalis, dan margo lateralis.Volume orbita dewasa kira-kira 30 cc dan bola

mata hanya menempati sekitar 1/5 bagian ruangannya. Lemak dan otot menempati

bagian terbesarnya.

Di dalam orbita, selain bola mata, juga terdapat otot-otot ekstraokuler,

saraf,pembuluh darah, jaringan ikat, dan jaringan lemak, yang kesemuanya ini

bergunauntuk menyokong fungsi mata. Orbita merupakan pelindung bola mata

terhadappengaruh dari dalam dan belakang, sedangkan dari depan bola mata

dilindungi olehpalpebra. Di sekitar orbita terdapat rongga-rongga di dalam tulang-

tulang tengkorakdan wajah, yang disebut sinus paranasalis.

Orbita berhubungan dengan sinus frontalis di atas, sinus maksilaris di bawah,

dan sinus ethmoidalis dan sfenoidalis di medial. Dasar orbita yang tipis mudah

rusakoleh trauma langsung terhadap bola mata, berakibat timbulnya fraktur “blow

7

Page 8: Tumor Retrobulbar

out”dengan herniasi isi orbita ke dalam antrum maksilaris. Infeksi dalam sinus

sfenoidalis dan ethmoidalis dapat mengikis dinding medialnya yang setipis

kertas(lamina papyracea) dan mengenai isi orbita. Defek pada atapnya

(misal,neurofibromatosis) dapat berakibat terlihatnya pulsasi pada bola mata yang

berasaldari otak.

1. Otot Oblik Inferior

Oblik inferior mempunyai origo pada foss lakrimal tulang lakrimal, berinsersi

padasklera posterior 2 mm dari kedudukan makula, dipersarafi saraf okulomotor,

bekerja untukmenggerakkan mata keatas, abduksi dan eksiklotorsi.

8

Page 9: Tumor Retrobulbar

2. Otot Oblik Superior

Oblik superior berorigo pada anulus Zinn dan ala parva tulang sfenodi di atas

foramenoptik, berjalan menuju troklea dan dikatrol batik dan kemudian berjalan

di atas ototrektussuperior, yang kemudian berinsersi pada sklera dibagian

temporal belakang bola mata. Obliksuperior dipersarafi saraf ke IV atau saraf

troklear yang keluar dari bagian dorsal susunansaraf pusat.Mempunyai aksi

pergerakan miring dari troklea pada bola mata dengan kerja utamaterjadi bila

sumbu aksi dan sumbu penglihatan search atau mata melihat ke arah

nasal.Berfungsi menggerakkan bola mata untuk depresi (primer) terutama bila

mata melihat kenasal, abduksi dan insiklotorsi.Oblik superior merupakan otot

penggerak mata yang terpanjang dan tertipis.

3. Otot Rektus Inferior

Rektus inferior mempunyai origo pada anulus Zinn, berjalan antara oblik

inferior danbola mata atau sklera dan insersi 6 mm di belakang limbus yang pada

persilangandenganoblik inferior diikat kuat oleh ligamen Lockwood.Rektus

inferior dipersarafi oleh n. III

Fungsi menggerakkan mata - depresi (gerak primer)

- eksoklotorsi (gerak sekunder)

- aduksi (gerak sekunder)

Rektus inferior membentuk sudut 23 derajat dengan sumbu penglihatan.

4. Otot Rektus Lateral

Rektus lateral mempunyai origo pada anulus Zinn di atas dan di bawah

foramen optik.Rektus lateral dipersarafi oleh N. VI. Dengan pekerjaan

menggerakkan mata terutamaabduksi.

5. Otot Rektus Medius

Rektus medius mempunyai origo pada anulus Zinn dan pembungkus dura

saraf optikyang sering memberikan dan rasa sakit pada pergerakkan mata bila

9

Page 10: Tumor Retrobulbar

terdapat neuritisretrobulbar, dan berinsersi 5 mm di belakang limbus. Rektus

medius merupakan otot matayang paling tebal dengan tendon

terpendek.Menggerakkan mata untuk aduksi (gerak primer).

6. Otot Rektus Superior

Rektus superior mempunyai origo pada anulus Zinn dekat fisura orbita

superiorbeserta lapisan dura saraf optik yang akan memberikan rasa sakit pada

pergerakkan bola matabila terdapat neuritis retrobulbar. Otot ini berinsersi 7 mm

di belakang limbus dandipersarafi cabang superior N.III.

Fungsinya menggerakkan mata-elevasi, terutama bila mata melihat ke lateral :

- aduksi, terutama bila tidak melihat ke lateral

- insiklotorsi

DEFINISI

Tumor retrobulbar merupakan salah satu tumor orbital yang berlokasi di

belakang bola mata.

KLASIFIKASI

Tumor retrobulbar dapat dibagi menjadi intrakonal dan ekstrakonal tergantung

letaknya di dalam atau di luar konus otot. Intrakonal: glioma, meningioma,

haemangioma cavernous dan kapiler, haemangiopericytoma, lymphangioma and

neurofibroma. Extraconal: tumour glandula lacrimal (pleomorphic adenoma, adenoid

10

Page 11: Tumor Retrobulbar

cystic cancer), dermoid, lymphoma, pseudotumour, rhabdomyosarkoma dan

metastasis. (medcyclopedia)

1. Hemangioma cavernous, Merupakan tumor jinak intraorbita yang tersering pada

orang dewasa. Biasanya tumor terletak dalam konus otot-otot retrobulbar.

Sehingga bermanifestasi sebagai proptosis unilateral yang lambat pada dekade

kedua sampai keeempat. Kadangkala dapat menekan nervus optikus tanpa

proptosis.

2. Glioma, merupakan tumor jinak yang berkembang dari astrosit. Biasanya muncul

pada dekade pertama kehidupan. Dapat hadir sebagai tumor yang soliter atau

sebagai bagian dari von recklinghausen’s neurofibromatosis. Gambaran klinis

ditandai dengan hilangnya penglihatan, ditandai dengan axial proptosis unilateral

yang bertahap dan tidak disertai nyeri. Pemeriksaan fundus dapat

memperlihatkan adanya atropi dan edema papil saraf optik dan pembesaran vena.

Perluasan intracranial dari glioma melalui canalis optik jarang terjadi.

11

Page 12: Tumor Retrobulbar

3. Limphangioma adalah tumor yang jarang terjadi terlihat sebagai proptosis

dengan progresifitas yang lambat pada remaja muda. Terkadang membesar

sebagai akibat perdarahan spontan di dalam ruang vaskular, yang kemudian

membentuk kista coklat yang dapat sembuh spontan.

4. Meningioma adalah tumor invasif yang berasal dari villi arrachnoidal.

Meningioma menginvasi orbita terdapat dua tipe : primer dan sekunder

a. Meningioma intaorbital primer. Dikenal juga sebagai meningioma yang

berasal dari pembungkus nervus saraf optik. Mengakibatkan kehilangan

penglihatan yang cepat disertai keterbatasan pergerakan bola mata atropi atau

edema diskus optikus dan proptosis yang terjadi secara perlahan-lahan.

Selama fase intadural, secara klinis sulit dibedakan dari glioma nervus optik.

Adanya opticocilliary shunt merupakan tanda patognomonik dari meningioma

pembungkus nervus saraf optik.

b. Meningioma sekunder. Meningioma intracranial yang secara sekunder

menginvasi orbita. Invasi orbita dapat timbul melalui dasar fossa cranii

anterior

5. Rhabdomyosarcoma adalah Tumor ganas dari orbita yang berasal dari otot

extraokular. Merupakan tumor orbita tersering pada anak-anak, biasanya timbul

dibawah usia 15 tahun. Terdapat proptosis yang progresif dan tiba-tiba onsetnya.

Proptosis yang paling berat karena rhabdomyosarcoma yang terletak di kuadran

superonasal. Gambaran klinis mirip dengan proses inflamasi. Tumor biasanya

terdapat pada kuadran superionasal tetapi dapat juga menginvasi bagian-bagian

lain dari orbita. (comphrehensive opthm)

6. Tumor juga bisa berasal dari metastasisCa. mammae, karsinoma bronkhial,

neuroblastoma pada anak-anak, sarkoma Ewing, leukemia, tumor testikuler.

12

Page 13: Tumor Retrobulbar

GEJALA KLINIS

Penonjolan bola mata merupakan manifestasi klinis yang paling penting dan

paling awal muncul pada tumor retrobulbar. Penonjolan bola mata ini dikenal dengan

proptosis atau exopthalmus. Karena letak lesi di dalam orbita, bola mata terdorong ke

depan dan pergerakan bola mata terbatas pada arah yang homolateral. Bola mata juga

dapat terdorong ke arah superior, inferior, medial atau lateral tergantung dari posisi

lesi dalam orbita. Derajat exopthalmus bergantung dari derajat tumor.

Terdapat juga faktor sekunder yang juga dapat mempengaruhi derajat

exopthalmus. Faktor sekunder tersebut antara lain kongesti orbita akibat penekanan

tumor pada vena-vena atau akibat proses inflamasi yang disebabkan oleh nekrosis

tumor. Penekanan tumor pada sclera juga dapat menyebabkan terjadinya hipermetropi

dan mungkin juga dapat terjadi astigmatisme. Jika tumor menekan nervus optikus

(Nervus II) dapat terjadi kehilangan penglihatan. Nyeri dan diplopia juga dapat

menjadi manifestasi klinis awal pada tumor retrobulbar.

Hipertelorisme, exorbitisme, proptosis, lesi atau edema pada kelopak mata, chemosis,

edema pembuluh darah konjungtiva merupakan beberapa tanda-tanda lesi periorbital.

Blepharoptosis, lagophtalmus adalah tanda-tanda yang harus dipertimbangkan selama

pemeriksaan.

13

Page 14: Tumor Retrobulbar

DIAGNOSIS

Diagnosis tumor retrobulbar berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisis,

pemeriksaan penunjang.

CT scan merupakan pemeriksaan radiologis utama dalam diagnosis tumor

orbita. CT scan dapat memperlihatkan potongan aksial dan koronal dari jaringan

lunak dan struktur-struktur tulang. Penggunaan kontras dapat meperlihatkan adanya

proses-proses inflamasi, tumor vascular dan edema pembuluh darah.

Magnetic Resonance Imaging (MRI) dapat memperlihatkan gambaran 3

dimensi dapat meperlihatkan gambarran massa orbita dan jaringan-jaringan lunak.

MRI dapat memperlihatkan resolusi jaringan lunak yang baik, tetapi CT Scan

merupakan pemeriksaan yang lebih baik dalam memperlihatkan struktur-struktur

tulang orbita.

Ultrasonografi ocular dapat digunakan untuk meperlihatkan lesi orbita di bagian

anterior dan tengah. Ultrasonografi Doppler dapat digunakan untuk mengervaluasi

pembuluh darah dan aliran darah orbita.

Pemeriksaan penunjang dalam mendiagnosis lesi orbita adalah biopsi Fine

Needle Aspiration. Biopsi FNA dapat membedakan lesi benigna dan maligna dengan

akurasi sebesar 95%. Biopsy FNA beserta dengan penemuan klinis dan radiologis

dapat mendiagnosis 80% kasus dengan tepat.

Open biopsydari tumor orbita merupakan metode yang umum digunakan

dalam memperoleh jaringan dari lesi orbita. Metode ini penting dilakukan jika biopsy

FNA tidak dapat memperoleh jaringan yang cukup untuk pemeriksaan histopatologi.

TERAPI

Tumor jinak: memerlukan eksisi, namun bila kehilangan penglihatan

merupakan hasil yang tak dapat dihindarkan, dipikirkan pendekatan konservatif.

14

Page 15: Tumor Retrobulbar

Tumor ganas: memerlukan biopsi dan radioterapi. Limfoma juga bereaksi

baik dengan khemoterapi. Terkadang lesi terbatas (misal karsinoma kelenjar

lakrimal) memerlukan reseksi radikal.

Pendekatan operatif:

Transkranial-frontal: untuk tumor dengan perluasan intrakranial atau terletak

posterior dan medial dari saraf optik.

Lateral: untuk tumor yang terletak superior, lateral, atau inferior dari saraf

optik.

DIAGNOSIS BANDING

1. PSEUDOTUMOR (GRANULOMA ORBITAL)

Nyeri orbital tiba-tiba dengan pembengkakan kelopak, proptosis dan khemosis

akibat infiltrasi limfosit dan sel plasma pada berbagai struktur didalam orbit.

Keadaan ini biasanya terjadi pada usia menengah dan jarang terjadi bilateral.

CT scan memperlihatkan lesi orbital difus, walau mungkin lebih dominan pada

satu struktur, misalnya saraf optik, otot ekstra-okuler atau kelenjar lakrimal.Bila

diagnostik tetap meragukan, diperlukan biopsi. Kebanyakan pasien

memperlihatkan respons yang dramatis terhadap steroid. Bila gejala menetap,

lesinya akan berreaksi baik terhadap radioterapi.

2. EKSOFTALMOS ENDOKRIN

Pasien tirotoksik dengan eksoftalmos bilateral tidak sulit untuk didiagnosis,

namun eksoftalmos endokrin, dengan edema kelopak yang jelas, retraksi kelopak,

dan oftalmoplegia mungkin terjadi unilateral dan dengan tiroksin dan

triiodotironin serum normal. Bila curiga, tes stimulasi TRH mungkin membantu

menegakkan diagnosis. Pada beberapa pasien penyakitnya berlangsung terus dan

menyebabkan ulserasi korneal, edema papil dan bahkan kebutaan. Pada keadaan

ini dekompresi orbital sangat bermanfaat

15

Page 16: Tumor Retrobulbar

16