Tugas Wawasan Keislaman Ready Print

157
TUGAS WAWASAN KEISLAMAN FIQIH THAHARAH KARANGAN: MUHAMMAD SHOLIH AL-UTSAIMIN DISUSUN OLEH: ATIN NUR’AINI (201451022) PUTRI ANDISTIARA (201451463) TRISTI ANNISA ROSYIDAH (201451202) VINDY ARISANTI (201451205) WINDI ASTUTI MAYA HAPSARI (201451212) FAKULTAS: TEKNOLOGI JURUSAN: FARMASI

description

wawasan keislaman

Transcript of Tugas Wawasan Keislaman Ready Print

TUGAS WAWASAN KEISLAMAN

FIQIH THAHARAH

KARANGAN: MUHAMMAD SHOLIH AL-UTSAIMIN

DISUSUN OLEH:

ATIN NUR’AINI (201451022)

PUTRI ANDISTIARA (201451463)

TRISTI ANNISA ROSYIDAH (201451202)

VINDY ARISANTI (201451205)

WINDI ASTUTI MAYA HAPSARI (201451212)

FAKULTAS: TEKNOLOGI

JURUSAN: FARMASI

INSTITUT SAINS DAN TEKNOLOGI AL-KAMAL

Jln. Raya Al-Kamal No.2 Kedoya , Kebon Jeruk - Jakarta Barat 11520

AIR

Air merupakan permata yang mengalir. Sesuatu yang sangat mudah untuk

didapatkan dan pada saat dibutuhkan menjelma menjadi sesuatu yang sangat

mahal. Para ulama mengatakan bahwa jika seseorang menumpahkan satu panci air

di suatu daerah, yang mana harga satu panci air di daerah itu adalah lima ratus

dirham, sedangkan harga air didaerahnya hanya dua dirham maka seseorang

tersebut harus mengganti dengan harga lima ratus dirham, senilai dengan harga air

di daerah yang ia tumpahkan.

Selama air bisa didapatkan, maka tidak ada cara bersuci dari hadast kecuali

dengan air tersebut, baik untuk berwudhu atau mandi

Allah berfirman :

م�اء� (43) �جد�وا ت �م ف�ل ء�

“Sedangkan kamu tidak mendapat air.” (Q.S An-Nisa': 43)

Allah SWT menjadikan air sebagai alat untuk thaharah (bersuci), thaharah dari

najis dapat dilakukan denga air atau yang lainnya. Setiap apa saja yang dapat

menghilangkan najis, termasuk ke dalam sesuatu yang mensucikan baik berupa

air, bensin ataupun jenis lainnya yang dapat menghilangkan najis.Setiap air yang

jatuh dari langit dan bersumber dari bumi merupakan air yang suci baik dalam

jangka waktu yang lama taupun baru, seseorang diperbolehkan untuk bersuci

dengan air tersebut.

SUCINYA AIR LAUT DAN KEHALALAN BANGKAINYA

ق�ال� ه� ع�ن الله� ضي� ر� ة� ر� ي ه�ر� ي ب� أ ر : ع�ن �ح الب في ، $م� ل و�س� ه �ي ع�ل الله ص�ل$ى الله و ل� س� ر� :ق�ال�

�ه� �ت ت م�ي حل+ ال م�اؤ�ه�، الط$ه�و ر� ه�و�

ك1 م�ال و�اه� و�ر� ذي+ مي 5ر و�الت م�ة� ي خ�ز� ن� اب و�ص�ح$ح�ه� �ه� ل $ف ظ� و�الل �ة� ب ي ش� ي ب� أ ن� و�اب �ع�ة� ب ر

� األ ج�ه� خ ر�� أ

ح م�د� � و�أ افعي  .و�الش$

1 | P a g e

 Dari Abu Hurairah Radiyallahu ‘anhu ia berkata: Telah bersabda Rasulullah

Shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang (hukum) air laut: “Air laut itu suci, (dan)

halal bangkainya.” (Diriwayatkan oleh Abu Dawud, Tirmidziyy, Nasaa-i, Ibnu

Majah, dan Ibnu Abi Syaibah, dan ini merupakan lafazhnya, dan telah

dishahihkan oleh Ibnu Khuzaimah, dan Tirmidziyy dan telah diriwayatkan pula

oleh Malik, Syafi’i dan Ahmad).

Air laut mengambil tiga perempat bagian wilayah bumi. Allah Ta'ala

menjadikannya asin dan dapat menerima apapun, sehingga apapu yang masuk

didalamnya akan larut. Jika air laut tawar maka semua bangkai yang terkandung

didalamnya akan membuat air laut busuk. Hal ini juga akan mempengaruhi

kondisi udara dan angin, sehingga akan membuat manusia binasa. Rasulullah

bersabda bahwa air laut dan segala yang ada didalamnya termasuk bangkai yang

berasal dari laut adalah halal, oleh karena itu air laut dapat dijadikan alat untuk

bersuci.

Kandungan Hadits :

1. Semangat para sahabat Radhiyallahu Anhum dalam mencari ilmu

2. Air laut itu suci tanpa ada pengecualian sama sekali, kecuali jika masuk

dalam batasan yang dijelaskan dalam beberapa hadis, jika air tersebut

berubah disebakan oleh sesuatu yang najis , jika permukaannya dipenuhi

oleh kotoran, minyak, bensin dan sejenisnya air tersebut akan tetap suci,

karena hal tersebut dtidak merubah kondisinya.

3. Keindahan cara Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam, dalam mendidik

dan memberikan jawaban, Beliau selalu mengembalikan sesuatu kepada

hal hal yang lengkap dan global

4. Diperbolehkannya memberikan jawaban yang luas dari sebuah pertanyaan,

jika memang diperlukan.

5. Terdapat penjelasan bahwa air itu jika berubah lantaran menggenang

dalam suatu tempat maka tidak apa apa. Air yang berubah karen

2 | P a g e

keberadaannya yang lama dalam suatu tempat tertentu, maka tidak

berpengaruh apa apa tetap dianggap suci.

6. Hadis tersebut juga mengisyaratkan bahwa bangkai hewan darat itu haran,

dijelaskan juga dalam surah Al An'am ayat 145 :

B ط�اعم Dع�ل�ى م�ا م�ح�ر$ ل�ي$ إ وحي�� أ م�ا في جد�

� أ ال� ق�ل

ق�ا فس و� أ رج س1 $ه� ن ف�إ Bير ز ن خ �ح م� ل و

� أ ا ف�وح� م�س د�م�ا و� أ �ة� ت م�ي �ون� �ك ي ن

� أ ال$ إ �ط ع�م�ه� ي

حيم ر� غ�ف�ور1 $ك� ب ر� ن$ ف�إ Bع�اد و�ال� Bاغ� ب ر� غ�ي اض ط�ر$ ف�م�ن ه $هب الل ر غ�ي ل هل$� �أ

7. Katakanlah: "Tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan

kepadaku, sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak

memakannya, kecuali kalau makanan itu bangkai, atau darah yang

mengalir atau daging babi karena sesungguhnya semua itu kotor atau

binatang yang disembelih atas nama selain Allah. Barangsiapa yang dalam

keadaan terpaksa, sedang dia tidak menginginkannya dan tidak (pula)

melampaui batas, maka sesungguhnya Tuhanmu Maha Pengampun lagi

Maha Penyayang"

8. Bahwa semua ikan dan paus itu halal. Setiap apa yang ada di laut, baik

ikan atau paus itu halal dan suci. Dalam at diartikan bahwa semua yang

halal itu suci, tapi tidak semua yang suci itu halal.

9. Terdapat pengecualian firma Allah Ta'ala , namun di dalam surat Al

Maidah ayat 96 dijelaskan bahwa apa apa yang berasal dari laut walaupaun

dalam kondisi sudah menjadi bangkai dihalalkan.

10. Jika air berubah lantaran ada ikan yang mati, maka airlaut tersebut akan

tetap suci.

11. Hadis tersebut adalah hadis yang shahih, karena mengandung lima syarat

di dalamnya.

3 | P a g e

AIR ITU SUCI DAN TIDAK ADA YANG MENJADIKANNYA NAJIS (1)

Sabda Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi Wa Sallam yang diriwayatkan oleh Abu Sa'id

Al-Khudri, "Sesungguhnya air itu suci. Tidak ada sesuatu pun yang membuatnya

najis." (HR. Abu Dawud: 61, At-Tirmidzi: 66, An-Nasa'i: 277, Ahmad: 3/15 dan

dishahihkan oleh Al-Albani dalam Al-Irwa: 1/45)

kandungan hadits :

1. Air itu suci dan mensucikan dari segala najis, baik bersuci dari hadast

ataupun kotoran

2. Hukum asal yang ada pada air itu sesungguhnya suci.

3. Air yang berubah karena sesuatu yang suci akan tetap menjadi suci.

4. Air yang telah digunakan oleh orang yang baru bangun dari tidur malam

tetap suci.

5. Diperbolehkan mengkhususkan keumuman hadis dengan ijma' atau

kesepakatan ulama

AIR ITU SUCI DAN TIDAK ADA SESUATU YANG MENJADIKANNYA

NAJIS (2)

Hadits :

Dari Abu Umamah Al-Bahili Radhiyallahu Anhu, ia berkata, “Rasulullah

Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, “Sesungguhnya tidak ada yang dapat

membuat air menjadi najis, kecuali jika sesuatu itu membuat bau, rasa dan warna

air berubah.””(HR. Ibnu Majah dan dilemahkan oleh Abu Hatim)

Kandungan Hadits :

1. Air itu pada dasarnya suci dan tidak dapat dihukumi oleh najis, kecuali ada

pwrubahan yang terjadi

4 | P a g e

2. Pembatasan diberikan jika rasa, warna atau baunya berubah.

3. Dalil yang berasal dari Al-Quran dan Hadis merupakan satu kesatuan,

karena saling melengkapi

4. Jika air megalami perubahan rasa, warna atau bau, dengan perubahan yang

nyata atau gamblang maka air tersebut berubah dari suci menjadi najis.

5. Air hanya terbagi dalam dua bagian, suci dan najis, tidak ada bagian yang

ketiga setelahnya.

Beberapa kaidah yang dapat disimpulkan

1. Air terbagi dalam dua bagian, tidak ada bagian ketiga.

2. air tidak akan menjadi najis, kecuali mengalami perubahan.

3. Jika salah satu sifat air mengalami perubahan, dengan sesuatu yang najis

maka otomatis air akan berubah menjadi najis.

4. Najis yang memberikan pengaruh untuk air dalah najis yang masuk

kedalam air tersebut.

5. Air asalanya adalah suci, yang membuatnya menjadi najis adalah najis

yang masuk didalamnya.

Kaidah dalam mensucikan air yang telah terkena najis adalah, jika najis itu telah

hilang dengan cara bagaimananpun, atau hilang dengan sendirinya, maka air

tersebut menjadi suci dan dapat digunakanuntuk mensucikan dari semua hadast

dan najis.

JIKA AIR ITU DUA QULLAH

Hadits :

Dari Abdullah bin Umar Radhiyallahu Anhuma, ia berkata, “ Rasullullah

Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, “ jika air itu mencapai ukuran dua qullah,

maka tidak akan terpengaruh dengan sesuatu yang kotor.” Dalam lafazd yang lain,

“Tidak akan menjadi nais.” (Dikeluarka oleh empat Imam dandishahihkan oleh

Ibnu Khuzaimah, Al Hakim dan Ibnu Hibban)

5 | P a g e

Penjelasan :

1. Jika air yang mencapai 2 qullah tidak menjadi kotor atau najis hadis

tersebut dapat berlaku secara umum, ijma ulama mengatakan bahwa hal ini

tidak berlaku secara umum. Ulama sudah bersepakat jika air itu berubah

karena sesuatu yang najis maka air itu akan menjadi najis pula.

2. Petunjuk yang ada di dalam hadis Umamah mengatakan bahwa air itu

tidak akan menjadi najis, selama tidak mengalami perubahan.

LARANGAN MANDI DI AIR YANG DIAM (MENGGENANG)

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu, ia berkata, “Rasulullah Shall Alaihi wa

Sallam bersabda, “Janganlah di antara kalian mandi di air yang menggenang,

sedangkan ia dalam keadaan junub.” (Riwayat Muslim)

Kandungan Hadits :

1. Syariat islam memperhatikan kesehatan, jika seseorang mandi junub dir

yang menggenang maka air tersebut akan berubah menjadi kotor.

2. Syariat yang dibawa oleh nabi Muhammad SAW sangat lengkap,

mencangkup semua hal yang mengandung kebaikan untuk manusia, baik

di akhirat maupun di dunia.

3. Pengharaman atau makruhnya mani di air yang menggenang, dalam

keadaan junub.

4. Bolehnya mandi di air yang tidak menggenang.

5. Mandi di air yang menggenang untuk orang yang tudak junub

diperbolehkan.

6. Junub adalah sesuatu yang mengharuskan untuk mandi, disebabkan oleh

hubungan suami istri atau keluarnya air mani.

Menurut riwayat Al- Bukhari , “Janganlah salah seorang diantara kalian itu

kencing di dalam air yang menngenangyang tidak mengalir kemudian mandi air

tersebut.”

6 | P a g e

Hadis ini mencakup dua masalah, yang mana setiap satu masalah berdiri sendiri

terpisah dari yang lain :

1. Larangan untuk buang air kecil di air yang menggenang.

2. Larangan untuk mandi di air menngenang yang tidak mengalir.

Kandungan Hadis :

1. Syariat islam mengajarkan kebersihan dan menjauhi kotoran atau sampah.

2. Tidak diperbolehkan bagi siapapun untuk mandi di aier yang menngenang,

apalagi dia dalam keadaan junub.

3. Diperbolehkan untuk mandi di air yang menggenang, dengan tujuan untuk

mendinginkan atau membersihkan badan.

4. Diperbolehkan untuk mandi di air yang mengalir baik dalam keadaan

junub atau tidak.

5. Pengharaman untuk buang air besar maupun kecil di air yang

menggenang.

6. Larangan untuk mandi di air yang menngenang baik dalam keadaan junub

ataupun tidak.

7. Larangan untuk buang air kecil di air yang menggenang kemudian mandi

di dalamnya.

Kesimpulan :

1. Tidak boleh buang air kecil di air yang menggenang yang tida mengalir,

kecuali di sungai dan danau yang besar dan sejenisnya.

2. Tidak diperbolehkan buang air kecil di air yang menggenang kemudian

mandi, karena kotor.

7 | P a g e

ISTRI MANDI DENGAN SISA AIR MANDI SUAMI DAN SUAMI MANDI

DENGAN SISA MANDI ISTRI (1)

“Dari seorang laki-laki yang menyertai Nabi SAW, ia berkata : “Rasulullah SAW

melarang istri untuk mandi untuk menggunakan sisa air yang digunakan suami,

atau suami dengan menggunakan sisa air yang digunakan istri. Hendaknya mereka

berdua mengambil air secara bersama sama.””(Dikeluarka oleh Abu Dawud dan

An-Nasa'i dengan sanad yang shahih)

Kandungan hadits:

1. Petunjuk Nabi Muhammad SAW dan juga etika yang sangat agung. Lebih

utama bila pasangan suami istri mandi bersama dan mengambil air dari

bejana yang sama

2. Petunjuk Nabi Muhammad SAW mencangkup seluruh hal yang berkaitan

dengan manusia, bahkan untuk masalah masalah yang terkadang malu

untuk dibicarakan.

3. Diperbolehkan untuk pasangan suami istri untuk melihat satu sama lain

tidak ada batasan aurat.

4. Untuk menumbuhkan rasa kasih sayang antara suami dan istri.

ISTRI MANDI DENGAN SISA AIR MANDI SUAMI DAN SUAMI MANDI

DENGAN SISA AIR MANDI ISTRI (2)

“Dari Ibnu Abbas Radhiyallahu Anhuma, bahwa Nabi Shallallahu Alaihi wa

Sallam dahulu mandi dengan menggunakan sisa air yang digunakan oleh

Maimunah Radhiyallahu Anha.” (Diriwayatkan oleh Muslim)

Syarah hadits :

Merupakan hadits yang berlawanan dengan hadits sebelumnya.

Kandungan hadits :

8 | P a g e

1. Petunjuk bahwa Nabi Muhammad SAW memiliki lebih dari satu istri,

namun bukan untuk bersenang senang dan memuaskan syahwat semata

terbukti dari istri istri beliau yang semuanya janda kecuali Aisyah

Radhiyallahu Anha.

2. Para istri Rasullullah SAW merupakan penyebar ilmu pada segenap umat,

karena mereka mengetahui segala sesuatu tentang Rasullullah SAW.

3. Diperbolehkan menyampaikan sesuatu yang dianggap tabu, demi untuk

menyebarkan ilmu.

4. Hal ini tidak termasuk dalam kategori larangan untuk menyebarkan rahasia

yang terjadi antar suami istri.

5. Sikap rendah hati Nabi Muhammad SAW.

ISTRI MANDI DENGAN SISA AIR MANDI SUAMI DAN SUAMI MANDI

DENGAN SISA AIR MANDI ISTRI (3)

Dan seperti diriwayatkan oleh para penulis kitab As-Sunan, sebagian istri-istri

Nabi Muhammad SAW mandi dengan menggunakan bejana besar, kemudian

Nabi Muhammad SAW datang untuk mandi dari air yang sama, maka istri beliau

berkata, “Sesungguhnya aku dalam keadaan junub.” Maka beliau bersabda,

“Sesungguhnya air itu tidak membuat junub.”

Kandungan hadits :

1. Air tidak akan terpengaruh dan berubah dari suci menjadi najis jika

digunakan mandi oleh orang yang sedang junub. Akan tetapi jika

seseorang bangun dari tidur orang tersebut tidak diperbolehkan untuk

memasukkan tangannya ke dalam bejana air, sampai dia mencuci

tangannya sebanyak tiga kali cucian.

2. Memberikan ungkapan yang singkat sesuai dengan alasan

3. Seorang suami diperbolehkan untuk mandi dengan sisa air yang telah

dipergunakan bersuci oleh istrinya.

4. Mandinya orang junub dengan menggunakan air yang sedikit tidak

9 | P a g e

menyebabkan air berubah menjadi tidak suci.

5. Keindahan metode pengajaran yang dilakukan oleh Rasullullah SAW,

dimana beliau menjelaskan sebuah hukum disertai dengan penjelasan

alasannya.

NAJISNYA ANJING

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu, ia berkata, “ Rasullullah SAW bersabda,

“Jika ada seekor anjing yang menjilati bejana salah seorang diantara kalian, maka

cara menyucikannya dalah hendaknya dia cuci bejana itu dengan air sebanyak

tujuh kali dengan menggunakan tanah.” Diriwayatkan oleh Muslim. Dan dalam

Lafazh yang lain, “ Hendaknya dia menyiram bejana itu.” Dan menurut riwayat

At-Tirmidzi, “ Yang terakhir atau yang awal ( dicampur dengan debu ).”

Kandungan hadits :

1. Anjing merupakan hewan yang najis

2. Jika seekor anjing yang memburu mangsa, maka bagian mangsa yang

tersentuh mulut anjing itu harus dicuci sebanyak tujuh kali bagian

pertamanya dengan menggunakan tanah.

3. Jika seekor anjing buang air kecil di atas sesuatu, maka sesuatu itu harus

dicuci sebanyak tujuh kali, salah satunya dengan mewnggunakan tanah.

4. Penggunaan tanah pada proses pencucian najis yang disebabkan oleh

anjing merupakan sebuah keniscayaan.

5. Jika ada najis yang disebabkan oleh anjing mengenai barang lain, maka

barang tersebut harus dicuci sebanyak tujuh kali.

6. Ini berlaku untuk semua anjing.

7. Najis yang disebabkan oleh anjing itu bersifat besar.

8. Proses pencucian harus dilakukan oleh pemilik bejana yang telah dijilat

oleh anjing.

9. Anjing adalah hewan yang haram unutk dimakan.

10 | P a g e

SUCINYA KUCING DAN BEKAS AIR LIURNYA

Dari Abu Qatadah Radhiyallahu Anhu, bahwa Rasullullah Shallallahu Alaihi wa

Sallam bersabda (tentang masalah kucing): “Bahwa kucing itu tidaklah najis, dan

sesungguhnya kucing itu termasuk hewan yang banyak berada di sekeliling kalian

semua.” Dikeluarkan oleh Imam yang empat dan dishahihkan oleh Imam At-

Tirmidzi dan Ibu Khuzaimah.

Kandungan hadits :

1. Ketika seseorang melihat orang lain merasa heran dengan sesuatu tertentu,

maka hendaknya orang yang pertama tadi berusaha untuk menghilangkan

rasa heran yang ada pada orang yang kedua.

2. Kucing itu suci namun haram untuk dimakan, kucing suci karena ada

faidah-faidah yang mengkhususkan kucing tersebut.

3. Kucing tidak najis, namun yang keluar dari perutnya tetap najis.

4. Jika kucing meminum air maka air terbeut tidak akan berubah menjadi

najis, karena air liur dari kucing tidak najis.

5. Hukum yang berlaku bersifat umum untuk kucing yang telah memakan

sesuatu yang najis lalu meminum air, maka air tersebut menjadi tidak suci

lagi.

6. Kesusahan itu bisa membawa kemudahan, dapat dilihat dari kucing yang

dicabut dari sifat najisnya oleh Allah SWT karena kucing merupakan

hewan yang ada di sekitar manusia.

7. Najis yang sulit dihindari termasuk dalam kategori sesuatu yang

dimaafkan.

8. Tikus merupakan sesuatu yang suci.

9. Seekor hewan yang haram dimakan dan jarang dijumpai dalam kehidupan,

jika minum pada bejana air yang berada dalam bejana tersebut menjadi

najis.

10. Kasih sayang Allah Azza wa Jalla atas semua makhluk

11 | P a g e

CARA MENSUCIKAN TANAH YANG TERKENA NAJIS DENGAN

MENYIRAMKAN AIR PADANYA

Dari Anas bin Malik Radhiyallahu Anhu, ia berkata, “ Ada seorang Arab badui

yang datang ke masjid kemudian buang air kecil di salah satu sudut masjid, maka

orang orang menhardiknya. Kemudian Nabi SAW berkata, “Biarkan orang itu.”

Ketika dia selesai buang air kecil, maka beliau memerintahkannya untuk

mengambil satu ember air dan menyiramkannya di atasnya ( pada bekas air

kencing itu). Muttafaqun Alaihi

kandungan hadits:

1. Kebodohan orang badui.

2. Menyucikan tanah masjid itu merupakan sesuatu yang diwajibkan.

3. Haramnya buang air kecil di dalam masjid.

4. Kewajiban untuk menginkari kemungkaran yang kita lihat.

5. Perhatian yang sangat bagus Rasullulah Shallallahu Alaihi wa Salam

berikan untuk umat ini.

6. Tanah hanya dapat disuncikan dengan air.

7. Membersihkan masjid dari najis merupakan fardhu kifayah.

8. Menggunakan kaidah yag sudah cukup populer.

9. Orang yang mengingkari kemungkaran harus menjelaskan sebab yang ada.

10. Setiap orang harus memperlakukan orang lain sesuai dengan kedudukanya

atau derajatnya.

HALALNYA IKAN, BELALANG, LIMPA DAN HATI

Dari Ibnu Umar Radhiyallahu Anhuma, ia berkata, “ Rasulullah Shallallahu wa

Sallam bersabda, “ Dihalalkan bagi kita dua jenis bangkai dan dua jenis darah.

Adapun dua bangkai tersebut adalah belalang dan ikan. Sedang dua darah yang

dimaksud adalah limpa dan hati.” Diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Ibnu

12 | P a g e

Majah, di dalam sanadnya mengandung kelemahan.

Kandungan hadits :

1. Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam tidak memiliki hak untuk

menghalalkan atau mengharamkan, kecuali atas izin Allah Ta'ala.

2. Keindahan metode yang digunakan oleh Rasullulah Shallallahu Alaihi wa

Sallam dalam menyampaikan sesuatu.

3. Bangkai belalang itu halal.

4. Semua hewan laut itu halal

5. halalnya hati meskipun berlumuran oleh darah.

6. Hukum asal untuk semua bangkai adalah haram.

JATUHNYA LALAT DALAM MAKANAN ATAU MINUMAN

Dari abu Hurairah Radhiyallahu Anhu, ia berkata, “Rasulullah Shallallahu Alaihi

wa Sallam bersabda , “Jika ada seekor lalat yang masuk kedalam minuman salah

satu di antara kalian, maka hendaknya ia membenamkan lalat itu kedalamnya,

kemudian mengankatnya ( mencabutnya ). Karena sesungguhnya di salah satu

sayap lalat tersebut itu ada penyakit dan di salah datu bagian lainnya ada

obatnya.” Diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari, Abu Dawud, dan ia memberikan

tambahan, “Dan sesungguhnya lalat itu berlindung dengan sayap yang

mengandung racun.

Kandungan hadits :

1. Islam merupakan agama yang unirversal, dimana islam menjelaskan

tentang penyakit-penyakit fisik dan juga penyakit-penyakit hati.

2. Lalat itu tidaklah najis, baik pada saat masih hidup atau ketika sudah mati.

3. Jika seekor lalat masuk kedalam makanan yang beku, maka tidak perlu

dicelupkan.

4. Lalat itu suci berikut dengan semua yang tidak memiliki darah.

13 | P a g e

5. Penjelasan tentang kemampuan Allah Azza wa Jalla miliki. Allah

Mahamampu untuk melakukan apa saja, terbukti dengan dijadikannya

sesuatu yang bertentangan yaitu oenyakit dan obat dalam tubuh lalat.

6. Jika air berubah warna karena lalat yang dicelupkan tersebut maka air

tidak akan berubah menjadi najis.

7. Lalat merupakan hewan yang haram untuk dimakan.

8. Secara zhahir, perintah yang ada dalam sabda Beliau.

Jika lalat yang telah dibenamkan kemudian diangkat, maka air yang tercebur lalat

tersebut layak untuk diminum.

SUCINYA APA SAJA YANG TAK MEMILIKI DARAH DAN NAJISNYA

POTONGAN SISA YANG BERNYAWA

Dari Abu Waqid Al-Laitsi Radhiyallahu Anhu, ia berkata, “Nabi Shallallahu

Alaihi wa Sallam bersabda, “Apa-apa yang dipotong dari hewan yang masih

hidup, maka itu adalah bangkai.” Diriwayatkan oleh Abu Dawud, At-Tirmidzi dan

ia menghasankannya. Lafazh ini berasal darinya.

Kandungan hadits :

1. Jika keadaan memungkinkan, maka diwajibkan bagi orang yang tahu

untuk menjelaskan hukum syar'i dalam masalah yang dilanggar oleh

masyarakat.

2. Apapun yang dipotong dari hewan yang masih hidup, hukumnya seperti

hukum bangkai hewan tersebut.

3. Semangat Nabi SAW dalam menyampaikan Islam dan memberikan

petunjuk kepada mereka.

4. Sebagian ulama Rahimahumullah membuat pengecualian dalam dua hal,

yaitu minyak kasturi dan botolnya, serta hewan buruan

14 | P a g e

BEJANA

HARAMNYA MAKAN MINUM MENGGUNAKAN BEJANA DAN

PIRING EMAS ATAU PERAK (1)

Dari Hudzaifah bin Al-Yaman Radhiyallahu Anhuma, ia berkata “Rasulullah

Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, “Janganlah kalian minum dengan

menggunakan bejana dari emas dan perak, dan janganlah kalian semua makan

dengan menggunakan piring yang terbuat dari keduanya, karena itu semua

diberikan untuk orang orang kafir di dunia dan akan diberikan kepada kalian kelak

di akhirat.” Muttafaqun Alaihi

Kandungan hadits :

1. Pengharaman bejana yang tebuat dari emas dan perak, Allah SWT tidak

memperbolehkan kita menggunakannya kecuali di di akhirat kelak

2. Tidak ada perbedaan antara bejana yang besar dan yang kecil, antara

makan yang banyak atau minum yang sedikit.

3. Keindahan metode yang di gunakan Rasullulah SAW dalam memberikan

pengajaran, dimana beliau menjelaskan alasan dari hukum yang beliau

sampaikan.

4. Diperbolehkan menggunakan bejana dari emas dan perak kecuali untuk

makan dan minum.

5. Selayaknya seseorang untuk tidak putus asa dengan perkara perkara dan

kenikmatan dunia yang hilang dari kehidupannya.

6. Kehidupan di akhirat itu akan datang dan di dalamnya ada kenikmatan-

kenikmatan, berdasarkan sabda Nabi SAW.

7. Anjuran untuk menghibur seseorang yang kehilangan kenikmatan dunia.

8. Sudah seharusnya bagi manusia untuk menghindari segala sesuatu yang

dapat menimbulkan fitnah atau tuduhan tertentu bagi dirinya.

15 | P a g e

HARAMNYA MAKAN DAN MINUM MENGGUNAKAN BEJANA DAN

PIRING DARI EMAS ATAU PERAK (2)

Dari Ummu Salamah Radhiyallahu Anha, di berkata, “Rasulullah Shallallahu

Alaihi wa Sallam bersabda, “Siapa saja yang minum dengan menggunakan bejana

dari perak, maka sesungguhnya dia telah mengalirkan api neraka Jahannam di

dalam perutnya.” Muttafaqun Alaihi

Kandungan hadits :

1. Penjelasan bahwa minum dengan menggunakan bejana yang terbuat dari

perak itu merupakan dosa besar, yang menyebabkan lahirnya ancaman

yang berat.

2. Dosa besar merupakan perkara yang berat.

3. Makan dengan menggunakan bejana perak merupakan dosa besar.

4. Meggunakan perak selain untuk bejan diperbolehkan.

5. Balasan atau pahala tergantung dari amalan.

SUCINYA KULIT DENGAN DISAMAK

Dari Ibnu Abbas Radhiyallahu Anhuma, ia berkata, “Rasulullah Shallallahu

Alaihi wa Sallam bersabda, “Jika kulit telah disamak, maka telah suci.”

(Diriwayatkan oleh Imam Muslim). Menurut riwayat Al Arba'ah, “Kulit apa pun

jika telah disamak.” Maksudnya “Telah Suci.” Dan dai Salamah bin Al Muhabbiq

Radhiyallahu Anhu, ia berkata, Rasullulah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda

“Penyamakan kulit merupakan bentuk penyuciannya.” (Dishahihkan oleh Ibnu

Hibban)

Kandungan hadits :

Penyucian kulit bangkai itu dapat dilakukan dengan cara melakukan proses

penyamakan.

16 | P a g e

Dan dari Maimunah Radhiyallahu Anha, ia berkata, “Pada suatu ketika Nabi

Shallallahu Alaihi wa Sallam melihat orang orang yang menyeret bangkai domba.

Beliau bersabda, “Seandainya kalian mengambil kulitnya.” Mereka mengatakan,

“Itu adalah bangkai domba.” Maka Beliau bersabda, “Itu bisa disucikan dengan

air dan samak”. (Diriwayatkan Abu Dawud dan An-Nasa'i)

Kandungan hadits :

1. Semangat Nabi SAW dalam menjaga harta dan tidak menyia-nyiakannya

2. Metode yang baik yang diterapkan Rasullulah SAW dalam menyampaikan

ilmunya, dengan cara yang baik.

3. Diperbolehkannya membantah orang yang lebih alim, yang dikhawatirkan

tidak mengetahui beberapa hal, dengan tujuan untuk memperingatkan.

4. Proses penyamakan kulit dapat dilakukan dengan air dan daun akasia.

BEJANA AHLI KITAB DAN PENGGUNAANNYA (1)

Dari Abu Tsa'labah Al-Husyani Radhiyallahu Anhu, ia berkata, aku berkata,

“Wahai Rasullulah, sesungguhnya kami berada di daerah ahli kitab, apakah kami

boleh makan dengan menggunakan bejana-bejana mereka?” Beliau bersabda,

“Janganlah engkau makan dengan menggunakannya. Kecuali jika memang

engkau sudah tidak bisa mendapatkan selainnya, maka cucilah bejana itu dan

kemudian makanlah dengan menggunakannya.” (Muttafaq Alaihi)

Kandunga hadits :

1. Diperbolehkannya tinggal bersama ahli kitab.

2. Semangat para sahabat Radhiyallahu Anhum untuk bertanya mengenai

segala hal.

3. Tidak diperbolehkan untuk menggunakan bejana-bejana orang kafir,

kecuali jika kita diundang untuk makan bersama dirumah orangtersebut.

4. Semangat Nabi Shallallahu alaihi wa Sallam untuk menjauhkan seorang

muslim dari orang kafir.

17 | P a g e

BEJANA AHLI KITAB DAN PENGGUNAANNYA (2)

Dari Imran bin Husain Radhiyallahu Anhu, bahwa Nabi Shallallahu Alaihi wa

Sallam dan para sahabat berwudhu dengan menggunakan geriba milik seorang

wanita musyrik. (Muttafaq Alaihi dalam hadits yang sangat panjang)

Kandungan hadits :

1. Diperbolehkannya meminta turun orang yang memilikiair dalam kondisi

darurat.

2. Bukti tentang salah satu tanda kenabian Rasullulah Shallallahu Alihi wa

Sallam, yaitu diberikannya keberkahan pada air itu.

3. Sudah selayaknya bagi orang yang menerima kebaikan, untuk membalas

kebaikan yang telah diterimanya.

4. Sucinya kulit bangkai yang telah disamak.

5. Diperbolehkannya membalas kebaikan orang kafir.

6. Diperbolehkannnya berbicara dengan wanita yang bukan mahram.

7. Tidak diperbolehkan seorang wanita untuk safar sendirian.

MENAMBAL BEJANA DENGAN PERAK

Dari Anas bin Malik Radhiyallahu Anhu, bahwa gelas yang dimiliki Nabi

Shallallahu Alaihi wa Sallam itu pecah, kemudian beliau menambal bagian yang

pecah itu dengan kawat yang terbuat dari perak.” (Diriwayatkan oleh Al-Bukhari)

Kandungan hadits :

1. Semangat Nabi SAW dalam menjaga nilai barang yang masih dapat

digunakan.

2. Merupakan bagian-bagian dari prinsip ekonomi.

3. Rasa rendah hati yang dimiliki oleh Nabi SAW.

4. Diperbolehkannnya menggunakan kawat perak untuk mengikat bejana-

bejana.

18 | P a g e

5. Diperbolehkannya menyentuh perak yang ada pada bejana yang kita

gunakan untuk makan dan minum, sebagian ulama berpendapat bahwa

menyentuh kawat itu dimakruhkan.

MENGHILANGKAN NAJIS

TENTANG CARA MENGHILANGKAN NAJIS (1)

Ketika air terkena najis maka dapat disucikan dengan beberapa cara :

1. Jika perubahan yang sedang terjadi pada air telah hilang maka air dianggap

suci.

2. Air itu bisa menjadi suci karena ada sesuatu yang dimasukkan di

dalamnya, sehingga najis yang ada menjadi hilang.

3. Jika kita menganggap air itu jumlahnya banyak, kemudian bagian dari

yang telah berubah itu dihilangkan dan tersisa bagian lain yang tidak

berubah karena najis, maka bagian itu dianggap suci.

TENTANG CARA MENGHILANGKAN NAJIS (2)

Dari Anas Radhiyallahu Anhu, ia berkata, “Rasulullah Shallallahu Alaihi wa

Sallam ditanya tentang khamer yang dijadikan cuka, Maka beliau bersabda,

“Tidak.” (Diriwayatkan Muslim dan At-Tirmidzi, dan mengatakan, hadits hasan

shahih)

Kandungan Hadits :

1. Diharamkannya Khamer.

2. Mencegah keburukan yang mungkin terjadi.

3. Kata jawaban dapat menduduki posisi kalimat.

19 | P a g e

LARANGAN MEMAKAN DAGING KELEDAI JINAK

Darinya (Anas) Radhiyallahu Anhu, ia berkata, “Ketika hari Khaibar, Nabi

Shallallahu Alaihi wa Sallam memerintahkan Abu Thalhah, maka dia pun berseru,

“Sesungguhnya Allah dan Rasul-Nya melarang kalian untuk memakan keledai

jinak, karena itu adalah hewan yang kotor.” (Muttafaqun Alaihi)

Kandungan Hadits :

1. Terdapat dalil yang menunjukkan haramnya daging keledai jinak.

2. Sebaiknya sosialisasi tentang hukum-hukum syariat itu dengan cara yang

paling efektif.

3. Diperbolehkannya mewakilkan kepada orang lain dalam menyampaikan

ilmu syariat.

4. Diperbolehkannya menggunakan seorang penerjemah.

5. Penggunaan pengeras suara maupun radio dalam penyampaian khutbah.

6. Diperbolehkannya menggabungkan nama Allah dan nama Rasulullah

Shallallahu Alaihi wa Sallam dalam masalah-masalah yang berkaitan

dengan syariat, dengan menggunakan huruf wawu (dan).

7. Larangan itu pada dasarnya menunjukkan pengharaman.

8. Penyebutan kata daging jika disebutkan secara mutlak, maka mencakup

semua anggota badan.

9. Diperbolehkannya mengkonsumsi daging keledai liar.

10. Semua yang kotor itu diharamkan.

11. Semua anggota tubuh keledai itu najis.

12. Melanjutkan sesuatu yang telah diharamkan maka haram juga.

13. Keindahan Nabi SAW dalam memberikan pengajaran, dimana beliau

menyampaikan alasannya.

14. Penjelasan tentang kebijaksanaan yang ada di dalam syariat, dimana

syariat tida mengharamkan sesuatu kecuali disertai dengan penjelasan

alasannya.

20 | P a g e

SUCINYA AIR LIUR HEWAN YANG BISA DIMAKAN DANGINGNYA

Dari 'Amr bin Kharijah Radhiyallahu Anhu, ia berkata, “Nabi Shallallahu Alaihi

wa Sallam berkhutbah kepada kami di Mina dalam keadaan duduk diatas pundak

unta beliau, sedangkan air liur unta itu mengalir di atas pundakku.” (Diriwayatkan

oleh Imam Ahmad dan At-Tirmidzi, dan ia menshahihkannya)

Kandungan Hadits:

1. Semangat Nabi SAW untuk menyampaikan hukum-hukum syar'i melalui

khutbah dan yang lainnya.

2. Selayaknya orang yang berperan menjadi pimpinan rombongan haji untuk

berkhutbah kepada para jama'ahnya pada saat di Mina, dengan tujuan

untuk mengajarkan kepada mereka hal hal yang berkaitan dengan manasik

haji.

3. Sebaiknya khutbah berada di tempat tinggi agar, suara jelas dan

memudahkan orang yang ingin bertanya.

4. Sikap rendah hati Nabi SAW.

5. Sucinya air liur unta

PENEGASAN UCAPAN TENTANG KESUCIAN MANI DAN

KENAJISANNYA

Dari Aisyah Radhiyallahu Anha, ia berkata “Dahulu Rasullulah Shallallahu Alaihi

wa Sallam pernah mencuci mani kemudian keluar untuk melaksanakan shalat

dengan mengenakan pakaian tersebut. Dan aku melihat bekas cucian yang ada

pada pakaian itu.” (Muttafaqun Alaih)

Kandungan Hadits :

1. Diperbolehkannya berterus terang dalam masalah yang tidak etis untuk

diungkapkan, karena adanya kebutuhan tertentu.

21 | P a g e

2. Keharusan untuk menghilangkan bekas air mani.

3. Mani itu tidaklah najis.

4. Bisa jadi semua yang dianggap tabu untuk dilihat, bisa dianalogikan

dengan mani. Sudah seharusnya bagi seseorang untuk menghilangkan hal

itu dari pakaian yang dia kenakan karena itu dianggap tabu bila dilihat

orang lain.

Dan menurut Imam Muslim, “Dahulu aku menggosok bekas manu itu dari

pakaian Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam, kemudian beliau melaksanakan

shalat dengan pakaian itu.”

Kandungan Hadits :

1. Termasuk hubungan yang baik dalam rumah tangga adalah ketika seorang

istri itu melayani suami.

2. Diperbolehkannya menggosok bekas air mani dengan sederhana saja jika

sudah dalam keadaan kering maka tidak diwajibkan untuk mencucinya.

3. Petunjuk yang sangat jelas bahwa air mani itu suci.

4. Sifat Zuhud Nabi SAW di dunia ini.

Pada lafazh miliknya yang lain, “Aku mengeriknya dari pakaian beliau dalam

keadaan kering, dengan menggunakan kuku.”

Kandunga Hadits :

1. Diperbolehkannya menegaskan sesuatu dengan penegasan apapun

bentuknya.

2. Segala sesuatu yang berada di dalam tempatnya tidak bisa dihukumi

dengan najis.

22 | P a g e

MEMERCIKAN AIR UNTUK KENCING ANAK KECIL DAN MENCUCI

UNTUK KENCING ANAK PEREMPUAN

Dari Abu As-Samah Radhiyallahu Anhu, ia berkata, “Rasulullah Shallallahu

Alaihi wa Sallam bersabda, “Air kencing anak perempuan itu dicuci, sedangkan

air kencing anak laki-laki itu diperciki air.” (Diriwayatkan oleh Abu Dawud dan

An-Nasa'i serta dishahihkan oleh Al-Hakim)

Kandungan Hadits :

Perbedaan antara perempuan dan laki-laki, diantaranya dalam masalah

syariat beberapa perbedaannya diantaranya:

● Gizi yang bersumber dari asi itu lembut dan ringan, susu

mengeluarkan zat yang ringan, kemudian bertemu dengan hawa panas

dan kekuatan pencernaan dari laki-laki, maka air kencing mengandung

sedikit najis.

● Ulama mengatakan bahwa air kencing anak laki-laki itu keluar dari

lubang dalam selang, sehingga air kencing lebih sulit untuk

menjaganya

Air kencing anak lelaki dan perempuan itu najis, diharuskan untuk bersuci.

Hikmah yang terkandung dalam syariat terkait pembedaan masalah.

Tinja yang dikeluarkan oleh anak laki-laki dan perempuan itu sama.

Jika anak laki-laki telah beranjak besar dan telah mengkonsumsi makanan

maka hukumya sama dengan orang baliqh.

Diperbolehkan mengatakan air kencing secara jelas.

HUKUM DARAH HAID YANG MENGENAI PAKAIAN

Dari Asma' binti Abu Bakar Radhiyallahu Anhuma, bahwa Nabi Shallallahu

Alaihi wa Sallam bersabda tentang darah haid yang mengenai pakaian ,

23 | P a g e

“Hendaklah dia menggosok pakaian itu, menekanekannya dengan air,

memercikinya, kemudian shalat dengan mengenakannya.” (Muttafaqun Alaih)

Kandungan Hadits :

1. Darah haid itu najis.

2. Tidak ada toleransi dalam masalah darah haid, meskipun hanya sedikit.

3. Penjelasan bahwa para sahabat Radhiyallahu Anhum memiliki beberapa

kesederhanaan dalam beberapa perkara.

4. Diwajibkan menghilangkan zat yang najis sebelum dicuci.

5. Proses bertahap dalam menghilangkan najis.

6. Seorang wanita diperbolehkan memakai pakaian bekas haid untuk shalat

selama pakaian tersebut telah dibersihkan.

7. Ketika menghilangkan najis, sebaiknya tidak memperbanyak penggunaan

air, untuk menghindari air terkena najis.

8. Najis itu tidak dapat hilang kecuali dengan air.

9. Menghilangkan najis yang ada pada pakaian untuk melaksanakan shalat

merupakan syarat sahnya shalat.

10. Yang dimaksud dengan memercikan air maksudnya dalah mencucinya

dengan air.

DITOLERIRNYA BEKAS DARAH HAID PADA PAKAIAN SETELAH

MENCUCI DAN MENGGOSOKNYA

--- Beberapa kandungan hadits

Jika warna darah masih tersisa, maka yang demikian itu tidak mengapa ; karena

yg menjadi ukuran adalah hilangnya zat darah. Adapun warna, maka tidak

mengapa.

Dengan demikian sudah lengkaplah hadits-hadits yang disebutkan penulis

rahimahullah dalam bab menghilangkan najis dan penjelasannya, sehingga kita

perlu merumuskan kesimpulan, yaitu :

24 | P a g e

1. Menurut pendapat yang paling kuat, menghilangkan najis bisa dilakukan

dengan alat apa pun dan dengan jumlah berapapun. Tidak disyaratkan

dengan jenis dan jumlah tertentu. Najis itu bisa hilang saat pertama kali

dibersihkan, saat kedua atau bahkan tidak bisa hilang kecuali pada

kesempatan yang kedua puluh. Intinya, najis itu sesuatu yang kotor dan

tempat yang terkena tidak akan menjadi suci kecuali dengan hilangnya zat

yang najis itu.

2. Apakah menghilangkan najis itu harus dengan menggunakan air ataukah

bisa dengan yang lain? Terjadi perbedaan diantara ulama dalam masalah

ini. Mayoritas ulama mengatakan bahwa proses menghilangkan najis tidak

mungkin didapatkan melainkan dengan air, kecuali pada hal-hal yang

dikecualikan, seperti istijmar ( bersuci dengan batu) ; karena najis dapat

hilang dengan istijmar.

Para ulama membagi najis menjadi tiga macam:

1. Najis Mughallazhah

Adalah najis yang disebabkan oleh anjing yang menjilati bejana.

Dibutuhkan tujuh kali cucian, salah satunya dengan tanah.

2. Najis Mukhaffafah

Adalah najisnya air kencing anak laki-laki yang belum mengonsumsi

makanan. Artinya belum makan sama sekali hal ini termasuk ringan.

Cukup diperciki dan disiram dengan air tanpa harus terlalu basah yang

menyebabkan air menetes, tanpa ditekan-tekan atau dicuci.

3. Najis Mutawasithah

Adalah apa-apa yang selain keduanya. Cara menyucikan najis ini adalah

harus dicuci sebanyak tujuh kali tanpa mengggunakan tanah.

25 | P a g e

WUDHU

WUDHU

Kata al-wadhu denngan harakat fathah artinya adalah air yang digunakan untul

berwudhu. Sedangkan al-wudhu dengan dhammah, artinya adalah perbuatan

melaksanakan wudhu. Ada banyak sekali contoh yang serupa, seperti thahuur,

thuhuur, sahuur, suhuur, wajuur, dan contoh-contoh lain dalam bahasa arab.

Al-wadhu diambil dari kata al-wadha’ah yang artinya adalah keindahan, bagus

dan bersih dari kotoran atau hal-hal yang mengganggu.

Adapun menurut syariat, artinya adalah beribadah kepada Allah Azza wa Jalla

dengan menyucikan empat anggota badanm dengan sifat-sifat yang khusus.

Wudhu itu termasuk amalan yang istimewa dan memiliki faidah-faidah yang

cukup banyak, diantaranya:

1. Jika wudhu itu dilakukan di musim dingan dan panas, maka itu merupakan

sarana untuk menghapus kesalahan-kesalahan dan sarana untuk mengangkat

derajat. Ini seperti dijelaskan dalam hadits, “Menyempurnakan wudhu pada

kondisi yang tidak disukai, banyaknya langkah menuju ke masjid, dan

menunggu datangnya shalat setelah melaksanakan shalat.

2. Ketika seseorang menyucikan salah satu anggota tubuh, maka anggota

tubuh itu suci dari najis maknawi, yaitu dosa. Setiap dosa yang ada pada

semua anggota tubuh itu akan hilang, bersamaan dengan menetesnyatetesan

yang terakhir.

3. Berwudhu merupakan bentuk mencontoh dan meneladani Rasulullah

Shallallahu Alahi wa Sallam.

4. Berwudhu merupakan bentuk merupakan bentuk melaksanakan perintah

yang datang dari Allah Azza wa Jala. Ini sesuai dengan firman Allah Ta’ala,

“Wahai orang-orang yang beriman! Apabila kamu hendak melaksanakan

shalat, maka basuhlah wajahmu dan tanganmu sampai kesiku, dan sapulah

26 | P a g e

kepalamu dan (basuh) kedua kakimu sampai kedua mata kaki.” (QS. Al-

Maidah:6)

5. Diantara keutamaan-keutamaan dari wudhu (dan ini merupakan kekhususan

umat ini) adalah, “Mereka akan dipanggil pada hari kiamat dengan bersinar

dan memiliki tanda khusus, yang merupakan bekas dari wudhu yang

dilakukan.”

6. Perhiasan disruga (kita memohon kepada Allah Ta’ala agar menjadikan kita

semua ke dalam golongan orang-orang yang berhak untuk mendapatkannya)

itu seukuran dengan ukuran wudhu yang pernah dilakukan. Sebagaimana

firman Allah Ta’ala, “Di dalamnya mereka diberi perhiasan gelang-gelang

dari emas dan mutiara.” (QS.Fathir:33)

KEUTAMAAN SIWAK

Sabda beliau, “Jika seandainya tidak,” ini merupakan kata yang menunjukkan

tidak mungkin terwujudnya sesuatu. Ada tiga kata yang menunjukkan tidak

mungkin terwujudnya sesuatu dan mungkin terwujudnya sesuatu, yaitu : ketika,

jika, dan jika tidak.

Sabda Nabi, “Dengan siwak.” Siwak merupakan alat yang digunakan untuk

bersiwak. Jika yang dimaksudkan adalah kata kerja, maka bisa engkau katakan,

“seorang laki-laki bersiwak dengan sungguh-sungguh.” Artinya, dia bersungguh-

sungguh dalam melakukan hal tersebut. Sehingga kata siwak merupakan isim

mashdar dan bukan mashdar; karena huruf yang ada dalam kata itu tidak

mencerminkan tindakan. Contoh yg lain adalah sabda Rasulullah Shallallahu

Alaihi wa Sallam, “Siwak itu menyucikan mulut dan mendatangkan keridhaan

Allah Ta’ala.” Artinya adalah bersiwak dan bukan batang siwak.

Sabda Nabi, “Di setiap wudhu,” mencakup wudhu yang wajib dan yang sunnah.

Nabi Shallallahu Alahi wa sallam tidak menjelaskan waktu bersiwak pada saat

wudhu, apakah sebelum masuk wudhu, ditengah-tengah ataukah setelah

27 | P a g e

mengerjakan wudhu? Akan tetapi para ulama Rahimahumullah memilih waktu

bersiwak itu dilakukan pada saat berkumur. Mereka mengatakan bahwa inilah

kesempatan untuk membersihkan mulut, sehingga waktu yang paling tepat adalah

pada saat berkumur.

Beberapa kandungan hadits

1. Kasih sayang yang dimiliki Nabi Shallallahu Alaihi wa sallam. Merupakan

hal yg sudah diketahui dengan jelas, karena telah dijelaskan dengan cara

yang mutawatir. Allah Ta’ala berfirman, “Sungguh, telah datang kepadamu

seorang rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaan yang

kamu alami, (dia) sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan)

bagimu, penyantun dan penyayang terhadap orang-orang yg beriman. “ (QS.

At-taubah:128)

2. Penekanan dalam penggunaan siwak, karena tidak ada yang menghalangi

Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam untuk mewajibkan penggunaan siwak,

kecuali kekhawatiran jika itu memberatkan umatnya.

3. Hukum asal yang berlaku bahwa perintah menunjukkan kewajiban. Ini

berdasarkan sabda beliau, “Niscaya aku perintahkan mereka.”

SIFAT WUDHU NABI

Kata al-wadhu dengan harakat fathah artinya adalah air yang digunakan untuk

berwudhu. Perkataannyan”kemudian mencuci kedua telapak tanganya sebanyak

tiga kali” telapak itu bagian pergelangan tangan sampai ujung-ujung jari, dimulai

dari al-kuu’, al-kursuu’ dan ar-rusghu. Dan dinamakan telapak tangan dengan al-

kaff karena seseorang cenderung melindungi diri dengannya.

Al-kuu’ adalah tulang yang sejajar dengan ibu jari.

Al-kursuu’ adalah tulang yang sejajar dengan jari kelingking.

Al-rusghu’ adalah bagian yang ada diantara keduanya, sampai ujung-ujung jari.

28 | P a g e

Perkataannya, “mencuci telapak tangannyansebanyak tiga kali.” Cara mencuci

seperti ini merupakan bentuk ibadah yang sudah paten. Mendahulukan mencuci

kedua tangan disini karena kedua tangan itulah yang digunakan untuk mengambil

air. Sehingga kondisi tangan harus bersih, sebelum masuk dalam proses pencucian

tubuh yang lain.

Perkataanya, “kemudian berkumur, beristinsyaq, dan beristintsar,” tanpa ada

penjelasan dilakukan sebanyak tiga kali, meskipun ada sunnah lain yg

menjelaskannya.

Berkumur adalah dengan menggerakkan air di dalam mulut.

Istinsyaq adalah dengan memasukkan air ke dalam dua lubang hidung.

Instintsar adalah mengeluarkan air yang telah dimasukkan tadi.

Perkataannya, “kemudian membasuh mukanya sebanyak tiga kali.” Wajah adalah

anggota badan yang digunakkan untuk menghadap.

Perkataanyya,”kemudian mencuci tangan kanannya sampai ke siku, sebanyak tiga

kali.” Siku adalah bagian sambungan yang ada pada tubuh manusia, yaitu bagian

penghubung antara lengan dan tangan. Dianamakan siku karena manusia itu

senantiasa menggunakannnya untuk bertumpu.

Perkataannya, “kemudian tangan kiri dengan seperti itu,” maksudnya adalah

sebanyak tiga kali. Perkataanya, “kemudian mengusap kepalanya,” tanpa

menyebutkan pengulangan, juga tidak menyebutkan dua telinga. Akan tetapi

hanya mengatakan, “mengusap kepalanya.”

Perkataannya, “kemudian mencuci kaku kanannya sampai mata kaki, sebanyak

tiga kali.” Mata kaki adalah tulang yang menonjol yang ada di bawah betis.

Keduanya itu mengikat betis dengan telapak kaki. Penjelasannya sama dengan

yang ada pada “sampai kedua siku”.

29 | P a g e

Perkataanya, “kemudian kaki kiri seperti itu juga. Kemudian berkata, ‘aku telah

melihat rasulullah shallallahu alaihi wa sallam berwudhu dengan cara seperti

wudhuku ini.”

Perkataanya, “aku telah melihat” artinya adalah aku telah memandang, bukan aku

telah mengetahui. Teks tambahan hadits itu adalah kemudian nabi shallallahu

alaihi wa sallam bersabda,

“Barangsiapa berwudhu seperti wudhu ini, kemudian melaksanakan shalat

sebanyak dua rakaat, tanppa berbicara dengan dirinya sendiri, maka allah ta’ala

akan mengampuni dosa-doasanya yg telah lalu.”

Beberapa kandungan hadits

1. Sikap rendah hati para sahabat Radhiyallahu Anhum dengan kerendahan

hati yang luar biasa. Utsman Radhiyallahu Anhum merupakan seorang

khalifah bagi seluruh kaum muslimin. Syam, mesir, irak, yaman dan jazirah.

Umat yag sangat besar. Akan tetapi meskpun begitu ia meminta air wudhu

untuk berwudhu di hadapan manusia, sehinggga mereka melihat hal tersebut

secara langsung. Tidak diragukan lagi bahwa ini merupakan bentuk sikap

rendah hati yang ada padanya.

2. Seseorang guru hendaknya mencari metode yg dapat memudahkan pelajar

dalam emahami apa yg disampaikan. Ini terbukti ketika utsman

Radhiyallahu Anhum menunjukkan cara berwudhu kepada mereka. Karena

praktik langsung disertai dengan teori yang sudah diketahui dapat

menjadikan seseorang lebih memahami apa yang dijelaskan dan

menjadikannya lebih membekas dalam ingatan, sehingga tidak mudah untuk

melupakkannya.

3. Diperbolehkannya berwudhu dengan tujuan untuk memberikan

pembelajran.

4. Disyariatkan untuk mencuci telapak tangan sebanyak tiga kali sebelum

melaksanakan wudhu.

30 | P a g e

5. Tidak disyaratkan bahwa wudhu itu harus beriringan dengan istinja’ (cebok

dengan menggunakan air).

6. Mendahulukan berkumur dan istinsyaq sebelum mencuci muka. Apakah ini

wajib? Jawabanya tidak. Jiak dia mencuci wajahnya terlebih dahulu

kemudian baru berkumur, istinsyaq dan instintsar, maka tidak mengapa.

7. Apaakah istinsyaq, istintsar dan berkumur itu wajib atau sunah? Ada

perbedaan pendapat dalam masalah ini. Orang yang mengatakan bahwa itu

tidak wajib berargumen karena hali itu tidak disebut dalam ayat. Sementara

orang yang berpendapat bahwa itu wajib (inilah yg benar), mereka beralasan

karena rasulullah alaihi wa sallam senantiasa melakukan hal itu. Beliau

bersabda dalam hadits laqith bin shabrah. “maksimalkanlah istinsyaq yg

engkau lakukan, kecuali jika engkau sedang dalam keadaan puasa.”

8. Berkumur dan istinsyaq termasuk dalam katagori mencuci muka.

9. Mencuci muka itu dilakukan setelah berkumur dan istinsyaq.

10. Mencuci wajah sebanyak tiga kali.

11. Tertib dalam membasuh tangan kanan dan kiri.

12. Mengusap kepala, dan tidak dengan mencucinya.

13. Wajibnya mencakup semua bagian kepala.

14. Sifat bijaksana dan kasih sayang syariat dalam menetapkan ibadah, diaman

anggota tubuh yang tidak memiliki rambut dan tidak menimbulkan bahaya

jika terkena air, harus dicuci.

15. Mencuci dua kali sampai kedua mata kaki.

16. Tertib antara kaki kanan dan kaki kiri apakah merupakan sesuatu yg

diwajibkan ? jawabannya, bahwa itu tidaklah diwajibkan; karena keduanya

merupakan bagian tubuh yg satu.

17. Diwajibkannya mencuci kaki sampai kedua mata kaki.

18. Setiap pengajar harus menyandarkan materi pelajarannya kepada sunnah

Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam.

19. Orang yg telah melaksanakan wudhu sebaiknya segera melaksanakan shalat

dua rakaat dan berusaha agar hatinya tidak berpikir kesana kemari.

31 | P a g e

20. Ini merupakan sebab-sebab diampuninya dosa, berdasarkan sabda beliau,

“Allah akan mengampuni dosa-dosanya yg telah lalu.”

21. Penetapan akan adanya sebab-sebab dan bahwa sebab-sebab itu berpengaruh

atas lahirnya hal-hal yg ditimbulkannya. Inilah yg benar, bahwa sebab-sebab

itu ada dan memiliki pengaruh.

22. Dalam hadits ini terdapat penjelasan untuk mencuci anggota tubuh secara

tertib. Antara dua telapak tangan, wajah, kedua tangan, kepala dan kedua

kaki. Mencuci kedua telapak tangan merupakan hal yg sunnah dan bukan

sesuatu yg wajib, kecuali bagi yg bangun dari tidur malam.

Jika ada yg berkata, “mengapa tidak engkau katakan bahwa melakukan

wudhu secara berurutan disini hanya merupakan hal yg dianjurkan saja?”

kita katakan, bahwa kita tidak mengatakannnya sebagai hal yang dianjurkan

karena dua sebab ;

Sebab pertama : Nabi nabi shallallahu alaihi wa sallam mengisyaratkan

bahwa apa-apa yang ditumakan oleh Allah ta’ala haruslah diutamakan.

Beliau mengisyaratkan hal itu ketika selesai melaksanakan thawaf pada haji

wada’, ketika mendekati shafa dengan membaca firman Allah Ta’ala,

“sesungguhnya shafa dan marwah merupakan sebagian syi’ar (agama)

Allah. Maka barangsiapa beribadah haji ke Baitullah atau umrahm tidak ada

dosa baginya mengerjakan kebajikan, maka Allah maha mensyukuri, Maha

mengetahui.” (QS. Al-Baqarah:158)

Sebab kedua: Allah Ta’ala memasukkan bagian yang diusap di antara

bagian-bagian yang dicuci. Bagian yg diusap adalah kepala.

PENDAPAT DALAM MENGUSAP RAMBUT (1)

Perkataannya, “Beliau mengusap,” maksudnya adalah nabi shallallahu alaihi wa

sallam. Kalimat “kepalanya,” artinya diatas kepalanya.

32 | P a g e

Kepala adalah tempat tumbuhnya rambut. Adapun leher dan dahi, maka tidak

masuk ke dalamnya.

Perkataan, “sekali” yakni, sekali usapan. Ini tidak bertentangan dengan hadits

Abdullah bin Zaid yg datang setelahnya. Ada keringan dalam mengusap kepala

karena ada unsur yang memberatkan jika harus mencucinya. Jika kepala harus

dicuci maka g demikian itu akan menimbulkan kesulitan untuk manusia.

Beberapa kandungan hadits

1. Jika mngusap kepala dganti dengan mencucinya, maka itu dianggap tidak

cukup; karena yg wajib adalah mengusap, sedang nabi shallallahu alaihi wa

sallam bersabda, “barangsiapa mengerjakann amalan yg tidaj berdasarkan

atas tuntunanku, maka amalannya itu tertolak.”

2. Mengusap kepala itu wajib dilakukan sekali saja dan tidak boleh ditambah.

3. Ringan, mudah dan sederhananya syariat islam.

PENDAPAT DALAM MENGUSAP RAMBUT (2)

Perkataannya, “beliau menggerakkan kedua tangannya maju mundur,” artinya

memulai dari bagian yg menghadap badannya, yaitu ubun-ubun dan kemudian

mundur ke belakang.

Batasan kepala menurut para ulama dimulai dari bagian yg biasanya ditumbuhi

rambut. Sehingga oarng botak yang tidak memiliki rambut dikeningnya itu tidak

bisa dijadikan ukuran. Begitu juga dengan orang yg tidak memiliki rambut di

bagian ubun-ubun. Ukuran yg dipakai adalah kebiasan yg ada, yaitu dimulai dari

kening sampai ke tengkuk dan dari telinga yg satu ke telinga yg lain. Bagian yg

lurus dengan telinga itu di anggap kepala.

Beberapa kandungan hadits

33 | P a g e

Bahwa mengusap kepala itu harus dilakukan. Jika ada yg mencuci kepalanya

sebagai pengganti dari basuhan, sebagian ulama mengatakan bahwa itu dianggap

sah, karena perubahan yg terjadi dari bawah (mengusap) ke atas (mencuci). Yang

benar bahwa itu tidak dianggap sah, karna menyelisihi apa-apa yg telah

diperintahkan oleh Allah Ta’ala, sedang Nabi shallallahu alaihi wa sallam

bersabda, “Barangsiapa mengerjakan amalan yg tidak berdasarkan atas petunjuk

kami, mala amalan itu tertolak.”

MENGUSAP KEDUA TELINGA

Kedua telinga diusap bersamaan dengan kepala, karena keduanya merupakan

bagian kepala. Cara melakukan usapan itu adalah dengan memasukkan dua jari

telunjuk ke dalam telinga. Jari telunjuk adalah jaru yg ada di antara ibu jari dan

jari tengah, dinamakan jari telunjuk karena manusia menggunakannnya untuk

menunjuk pada saat tasbih, mencela dan juga menghina.

Perkataannya, “didalam kedua telinganya,” maksudnya adalah ke dalam lubang

telinga. Perkataannya,”Dan mengusap dengan ibu jari.” Ibu jari adalah bagian

yang sudah jelas. “dan bagian luarnnya,” maksudnya adalah bagian luar telinga,

yaitu bagian yg megarah ke bagian kepala. Adapun tulang rawan, maka tidak

wajib untuk diusap.mengusap itu khusus hanya untuk lubang dan daun telinga

saja.

Beberapa kandungan hadits

1. Disyariatkannya mengusap kedua telinga. Yg benar bahwa mengusap kedua

telinga itu wajib, karena telinga merupakan bagian dari kepala.

2. Penjelasan tentang cara mengusap kedua telingan, yaitu seseorang

memasukan dua jari telunjuk ke dalam dua lubang telinga, kemudian kedua

ibu jari mengusap bagian luarnya, dan tidak memulai bagian yg satu

sebelum bagian yg lain.

34 | P a g e

3. Tidak disyariatkan pengulangan dalam mengusap kedua telinga; karena

hadits tidak menyebutkan pengulangan.

4. Secara zhahir beliau tidak mengambil air yg baru untuk membasuh kedua

telinga, dan inilah yg benar kecuali jika tangan telah kering.

PERINTAH UNTUK BER-ISTINTSAR KETIKA BANGUN DARI TIDUR

Sabda beliau, “bangun” maksudnya adalah bangun dari tidur. Sabda beliau, “dari

tidurnya” tidak terikat dengan tidur di malam hari atau siang hari.

Sabda beliau , “hendaknya beristintsar sebanyak tiga kali,” al-istintsar adalah

mengeluarkan air dari hidung setelah memasukkannya

Beberapa kandungan hadits

1. Perintah bagi orang yang bangun tidur untuk beristinstar sebanyak tiga kali.

Ini diambil dari sabdanya, “hendaknya beristinstar sebanyak tiga kali,”

hukum asal ug ada pada perintah adalah menunjukkan kewajiban. Apalagi

nabi shallallahu alaihi wa sallam memberikan alasan dengan menyebutkan

sesuatu yg harus dijauhi, yakni bahwa setan tidur di dalam lubang

hidungnya.

2. Mengulang proses penyucian sebanyak tiga kali.

3. Dianjurkannya melakukan perbuatan sebanyak tiga kali dalam banyak hal

yg berkaitan dengan hukum-hukum syariat.

4. Allah Ta’ala terkadang membebankan sesuatu atas hamba-hambaNya, yaitu

bagian hukum yg tidak kita ketahui sebab yg melatarbelakanginya.

PERINTAH UNTUK MENCUCI TANGAN TIGA KALI SETELAH

BANGUN TIDUR SEBELUM MEMASUKKANNYA KE BEJANA

Sabda beliau,”Maka janganlah memasukkan tangannya ke dalam bejana, sampai

ia mencuci tangan itu sebanyak tiga kali.” Sabda beliau “sampai mencucinya,”

35 | P a g e

setelah tidur. Sabda beliau “tiga,” artinya tiga kali. Sabda beliau “karena dia”

yaitu orang yg baru bangun dari tidur. Sabda beliau “tidak tahu dimanakah

tangannya telah bermalam.”

Beberapa kandungan hadits

1. Seseorang yg bangun dari tidur, tidak boleh memasukkan tangannya ke

dalam bejana, sampai dia mencuci tangan itu sebanyak tiga kali, karena

adanya lrangan dalam hal ini.

2. Diperbolehkan untuk memasukkan sebagian tangan.

3. Wqjib menyucikan apa-apa yg dianggap terkena najis.

4. Di dalam hadits itu terdapat penetapan kenabian bagi Nabi Muhammad

Shallallahu Alaihi wa sallam.

MENYELA-NYELA JEMARI, KUMUR-KUMUR DAN MEMASUKKAN

AIR KE HIDUNG

Sabda Nabi, “sempurnakanlah wudhu” wudhu adalah menyucikan empat anggota

tubuh dengan sifat yg khusus. Sabda Nabi “selang-selingi antara jari jemari.”

Yakni di sela-selanya. Artinya masukkanlah bagian jari-jarimu ke bagian yg lain.

Menyela-nyela jari jemari kedua tangan dan menyela-nyela jari jemari kedua kaki.

Akan tetapi menyela-nyela jari jemari kaki itu lebih ditekankan. Karena

merekatnya jari-jari kaki satu sama lainnya itu lebih kuat dari pada jari-jari

tangan.

Beberapa kandungan hadits

1. Wajibnya menyempurnakan wudhu.

2. Kaidah syariat, yaitu menutup jalan yg dapat menghantarkan kepada apa-

apa yg dilarang.

3. Semangat nabi Shallallahu Alaihi wa sallam dalam menyempurnakan

wudhu dan anjuran untuk tidak menyepelekannya.

36 | P a g e

4. Jika seseorang diperintahkan untuk menyempurnakan wudhu yg itu

merupakan bagian dari syarat-syarat shalat, amak menyempurnakan shalat

menjadi lebih utama untuk dilakukan.

5. Perintah untuk menyela-nyela jari.

6. Disyariatkannya memaksimalkan istinsyaq.

7. Orang yg berpuasa tidak diharuskan untuk memaksimalkan istinsyaq, baik

ketika dia melaksanakan puasa wajib atau puasa sunnah.

MENYELA-NYELA JENGGOT KETIKA BERWUDHU

Perkataanya, “bahwa nabi shallallahu alaihi wa sallam ketika wudhu itu menyela-

nyela jenggot beliau.” Artinya, memasukkan air diantara rambut, dengan tujuan

agar air bisa masuk ke semua bagian rambut.

Beberapa kandungan hadits

1. Dianjurkan menyela-nyela jenggot.

2. Sebaiknya menyucikan rambut yg tumbuh dibagian yg wajib disucikan.

3. Dalam hadits ini terdapat dalil, bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa

sallam itu memiliki jenggot yg tebal, lebar dan panjang.itu merupakan

sunnah para rasul dan fitrah semua laki-laki.

DISYARIATKANNYA MEMIJAT ANGGOTA WUDHU

Perkataannya, “kemuadian beliau menggosok kedua lengan tangannya.”

Menggosok adalah mengusap sesuatu dengan keras sampai merata, dikarenakan

sedikitnya air. Sedangkan, lengan adalah bagian yg ada di antara ujung siku

dengan ujung jari tengah.

37 | P a g e

Beberapa kandungan hadits

1. Nabi shallallahu alaihi wa sallam tidak berlebih-lebihan dalam

menggunakan air.

2. Tidak selayaknya untuk berlebih-lebihan dalam menggunakan air.

3. Dianjurkannya memijat anggota tubuh yg disucikan.

MENGAMBIL AIR YG BARU UNTUK MEMBSAUH ANGGOTA

WUDHU LAINNYA

Berdasarkan apa yg ditunjukkan oleh hadits, para ahli fikih Rahimahumullah

mengatakn bahwa disunnahkan mengambil air baru untuk kedua telinga. Akan

tetapi pendapat ini lemah. Benar jika seandainya tangan telah benar-benar kering,

tidak mengandung air sama sekali, maka perlu dibasahi dengan air yg baru.

Karena jika tangan telah kering, bagaimana akan mengusap kedua telinga? Ini

bisa terjadi jika ada angin yg sangat kencang dan rambut yg tebal. Jika tidak maka

biasanya tangan akan tetap basah.

Beberapa kandungan hadits

1. Kedua telinga itu diusap dengan menggunakan air sisa dari mengusap

kepala. Ini berdasarkan atas riwayat muslim.

2. Harus mengambil air yg baru untuk setiap anggota tubuh. Ini berdasarkan

atas perkataan, “selain sisa air yg digunakan untuk mencuci kedua tangan”

MEMANJANGKAN CAHAYA DAN WARNA PUTIH BEKAS WUDHU

Sabda Nabi, “sesungguhnya umatku akan datang” dalam al-qur’an terdapat lafazh

umat dalam empat bentuk:

Pertama: mengandung arti waktu atau zaman.

38 | P a g e

Kedua: mengandung arti pemimpin atau iman.

Ketiga : mengandung arti agama.

Keempat : mengandung arti kelompok yg berkumpul karena sesuatu.

Beberapa kandungan hadits

1. Umat Muhammad shallallahu alaihi wa sallam ini akan datang pada hari

kiamat dengan kondisi muka yg putih, bercahaya dan bersinar.

2. Cahaya dan putih ini khusus untuk anggota wudhu saja, yaitu anggota yg

dicuci, sperti wajah, kedua tangan dan kedua kaki.

3. Balasan itu terkandung dari amalan.

4. Keutamaan umat ini.

5. Keutamaan wudhu.

6. Keutamaan shalat.

MENDAHULUKAN BAGIAN KANAN DALAM BERWUDHU

Perkataannya, “mendahulukan yg kanan” artinya memulai dengan bagian yang

kanan.

Akan tetapi keumuman ini dikecualikan dalam beberapa hal, seperti ketika masuk

kamar mandi, keluar dari masjid, melepas baju yg dikenakan, melepas sandal dan

melepas sepatu. Maka dalam hal-hal tersebut, dimulai dengan bagian yg kiri.

Disini ada tiga keadaan:

1. Apa-apa yg ditunjukan oleh sunnah bahwa itu dimulai dengan bagian kanan,

maka harus dimulai dengan bagian kanan.

2. Apa-apa yg ditunjukan oleh sunnah bahwa itu dimulai dengan bagian kiri,

maka harus dimulai dengan bagian kiri.

3. Apa-apa yg tidak dijelaskan, maka dimulai dengan bagian kanan, karena

inilah hukum asal dalam penghormatan.

39 | P a g e

MEMBASUH ANGGOTA-ANGGOTA WUDHU SECARA BERURUTAN

Sabda Nabi, “jika kalian wudhu” maksudnya jika kalian sedang berwudhu dan

sampai pada bagian mencuci kedua tangan, maka mulailah dengan anggot tubuh

bagian kanan.

Kandungan hadits ini

Mendahulukan bagian kanan ketika melaksanakan wudhu itu merupakan perkara

yg telah ditetapkan oleh sunnah perbuatan dan sunnah ucapan. Adapun penjelasan

tentang sunnah perbuatan, maka ada dalam hadits aisyah. Sedangkan penjelasan

tentang sunnah ucapan, maka ada dalam hadits ini.

MENGUSAP DIATAS UBUN-UBUN, SORBAN, DAN DUA SEPATU

Perkataannya, “maka beliau mengusap ubun-ubunnya.” Ubun-ubun merupakan

bagian depan kepala. Seperti dalam firman Allah Ta’ala, “Tidak, satupun makhluk

bergerak (bernyawa) melainkan Dialah yg memegang ubun-ubunnya

(menguasainya).” QS.Huud:56

Perkataannya, “dan atas sorban,” ada yg mengatakan bahwa mengusap ubun-ubun

dan sorban itu terjadi dalam dua kaliwudhu, akan tetapi yan benar adalah bahwa

mengusap ubun-ubun dan sorban itu terjadi dalam satu kali wudhu.

MEMULAI DENGAN APA YANG ALLAH MULAI (1)

Hadits ini diriwayatkan iman muslim dengan lafazh, “saya memulai dengan apa-

apa yang dimulai oleh Allah” yaitu ketika beliau telah selesai melaksanakan

thawaf, maka melaksanakan shalat dua rakaat di belakang maqam ibrahim.

Beberapa kandungan hadits

40 | P a g e

1. Mendahulukan apa-apa yg didahulukan oleh Allah Ta’ala, bahkan dalam

masalah dzikir sekalipun.

2. Mengambil makna yang umum tanpa memperhatikan sebab khusus yg

melatarbelakanginya.

3. Perhatian untuk mencermati Al-Qur’an dan mengedepankan apa-apa yg

dikedepankannya serta mengakhirkan apa-apa yg diakhirkan.

4. Wajib mencuci anggota wudhu secara berurutan.

MEMULAI DENGAN APA YANG ALLAH MULAI (2)

Beberapa kandungan hadits

1. Bisa saja ada sebuah hadits yg memiliki sanad yg lemah, akan tetapi

memiliki matan yg shahih. Bisa jadi pula memiliki sanad yg shahih dan

matan yg lemah, seperti ketika matan yg ada itu terbolak-balik atau yg

lainnya.

2. Wajibnya mencuci siku. Dikarenakan dulu Nabi shallallahu alaihi wa sallam

memutarkan air diatas kedua siku beliau.

DISYARIATKANNYA MEMBACA BASMALAH KETIKA BERWUDHU

Perkataannya, “tidak ada wudhu.” Kata, (tidak) disini menunjukkan penafian jenis

sesuatu, penafian itu mencakup tiga hal penafian adanya sesuatu, penafian sahnya

sesuatu dan penafian sempurnanya sesuatu.

Di dalam hadits ini adalah, “ tidak ada wudhu bagi orang yg tidak menyebut nama

Allah padanya (waktu memulai wudhu)” maksudnya jika seseorang tidak

mengucapkan basmalah, maka wudhunya tidak dianggap sah.

Beberapa kandungan hadits

41 | P a g e

1. Wudhu itu dianggap tidak sah tanpa membaca basmalah, karena penafian yg

ada adalah penafian sahnya wudhu tersebut.

2. Pentingnya membaca basmalah, karena membaca basmalah itu bisa jadi

merupakan syarat sahnya wudhu atau syarat kesempurnaan wudhu.

3. Orang yg tidak meyebutkan basmalah pada saat wudhu, maka wudhu yg dia

lakukan itu tidak sah.

4. Membaca basmalah ketika wudhu itu dianggap sunnah.

5. Keutamaan berdzikir kepada Allah Azza wa Jalla dengan menyebutkan

namaNya.

MEMISAHKAN ANTARA BERKUMUR DAN ISTINSYAQ

Perkataannya, “memisahkan antara berkumur dan beristinsyaq,” artinya

mengambil air untuk berkumur, kemudian mengambil air yg lain untuk

beristinsyaq. Jika masing-masing tiga kali, maka total semuanya ada enam kali.

Tiga untuk berkumur dan tiga untuk beristinsyaq.

BERKUMUR, ISTINSYAQ DAN ISTINTSAR TIGA KALI (1)

Zhahir hadits ini menunjukkan bahwa itu hanya satu telapak tangan. Beliau

berkumur dari air yg ada di dalamnya, sebanyak tiga kali. Beristinsyaq juga tiga

kali. Setelah beristinsyaq akan dilanjutkan dengan istintsar.

BERKUMUR, ISTINSYAQ DAN ISTINTSAR TIGA KALI (2)

Hadits ini bisa jadi serupa dengan hadits Ali. Perkataannya, “Beliau melakukan itu

sebanyak tiga kali” yakni berkumur dan beristinsyaq. Dan kemungkinan caranya

adalah dengan mengambil air dengan telapak tangan, kemudian berkumur dan

beristinsyaq dengan air tsb. Lalu telapak tangan yg lain (untuk berkumu dan

42 | P a g e

istinsyaq). Ini berdasarkan perkataan, “beliau melakukan itu sebanyak tiga kali”

dan inilah nampaknya yg paling benar.

MENGULANGI WUDHU JIKA ADA ANGGOTA WUDHU BELUM

TERBASUH AIR MESKI HANYA SEUKURAN KUKU

Sabda Nabi, “kembalilah” yakni kembalilah ke tempat wudhu yg engkau

berwudhu darinya. Sabda Nabi “kemudian baguskanlah wudhumu” yakni

berwudhulah dengan wudhu yg bagus.

Beberapa kandungan hadits

1. Kewajiban untuk menyucikan anggota-anggota wudhu secara menyeluruh ,

karena nabi shallallahu alaihi wa sallam memerintahkan laki-laki tsb adar

berwudhu kembali kemuadian membaguskan wudhunya.

2. Kewajiban menghilangkan hal-hal yagn menghalangi sampainya air, baik

sedikit maupun banyak, bahkan meskipun hanya seukuran kuku.

3. Kewajiban amar ma’ruf, sisi dalil dalam hadits, bahwa Rasulullah

shallallahu alaihi wa sallam memerintahkan laki-laki tadi untuk

membaguskan wudhunya.

HEMAT DALAM BERWUDHU

Beberapa kandungan hadits

1. Irit (sederhana) dalam menggunakan air, karena tidak diragukan lagi bahwa

jumlah yg dimaksud dalam hadits adalah sedikit.

2. Semestinya seseorang berlaku sederhana dalam beribadah, tidak menambah

nambahi baik dalam kuantitas maupun caranya.

3. Semestinya kita selalu mengikuti suri tauladan Rasulullah shallallahu alaihi

wa sallam dalam masalah ini.

43 | P a g e

MENYEMPURNAKAN WUDHU DAN BERDOA SETELAHNYA

Sabda nabi shallallahu alaihi wa sallam, “berwudhu,” adalah sifat dari, “seorang

pun”

Sabda Nabi shallallahu alaihi wa sallam, “kemudian menyempurnakan

wudhunya” yakni, menyempurnakan wudhu secara kuantitas dan cara.

Beberapa kandungan hadits

1. motivasi untuk menyempurnakan wudhu, karena keutamaan yg akan

didapatkan apabila disebutkan dzikir setelahnya berdasarkan sabda Nabi.

2. Untuk mendapatkan pahala tentu diharuskan adanya label islam.

3. Hikmah syariat dengan kesesuaian pada syariat-syariatnya.

BAB MENGUSAP KHUF

MENGUSAP KHUFFAIN (DUA SEPATU)

Yg dimaksud dengan al-khuffain adalah yang dipakai diatas kaki terbuat dari kulit

dan semacamnya. Bolehnya mengusap di atas dua sepatu ditetapkan dalam al-

qur’an, as-sunnah dan ijma’ salaf. Tidak ada yg menyelisihi masalah ini kecuali

Rafidhah, akan tetapi pendapat mereka tidak dianggap dalam ijma dan khilaf.

MENGUSAP BAGIAN ATAS DAN BAWAH SEPATU

Perkataannya, “Lantas beliau mengusap diatas keduanya,” yakni di atas dua

sepatu. Kalau yg ini menguatkan bahwa dhamir pada kata, “biarkan keduanya,”

kembali kepada dua sepatu. Namun masalah dalam hal ini dianggap sama, karena

baik dhamir kembali kepada dua kaki atau dua sepatu, hukumnya tetap tidak

berbeda. Sabda Nabi, “Aku memasukkan keduanya dalam keadaan suci.” Lafazh,

44 | P a g e

“Dalam keadaan suci,” i’rabnya adalah sebagai hal dari dhamir pada kalimat,

“Aku memasukkan keduanya.”

Perkataannya, “Beliau lantas mengusap diatas keduanya.” Di sini tidak disebutkan

urutan dalam mengusap, yakni, perawi tidak menyebutkan bahwa Nabi mengusap

sepatu yg sebelah kanan dahulu kemudian kiri, akan tetapi hanya menetapkan

bahwa beliau mengusap di atas keduanya.

MENGUSAP DI ATAS KEDUA SEPATU

“tidakkah kamu mengerti?” (QS. Al-Baqarah:44)

Ini menunjukkan bahwa syariat berkesesuaian dengan akal. Dengan demikian

maka yg dimaksud dengan perkataan Ali Radhiyallahu Anhu, “Seandainya agama

ini didasarkan atas logika semata,” yakni logika awal, “Niscaya bagian bawah

sepatu lebih pantas untuk diusap daripada bagian atasnya.” Akan tetapi agama ini

didasari dengan akal yg mendalam , lurus dan penuh kehati-hatian.

Jika kita melihat permasalahan ini dengan pandangan yg mendalam, maka kita

akan dapati bahwa punggung sepatu itu lebih utama untuk diusap daripada alas

sepatu. Karena jika engkau mengusap sepatu bagian atas maka engkau mengusap

pada bahian yg bersih yg tidak terkotori oleh tanah dan kotoran, seandainya

engkau mengusap bagian bawah sepatu niscaya tanganmu akan terkena kotoran,

penyakit dan hal yg menjijikan. Maksud dari pengusapan ini bukanlah untuk

membasuh kaki. Sebab jika yg dimaksudkan adalah untuk membasuh kaki tentu

kita wajib melepaskan sepatu tersebut. Akan tetapi maksudnya adalah beribadah

kepada Allah Azza wa Jalla dengan mengusap anggota badan tsb yg menjadi

penyuci baginya. Dengan demikian maka agama ini – yaitu mengusap sepatu oada

bagian atasnya – berkesesuaian dengan akal yg jernih lagi lurus.

45 | P a g e

JANGKA WAKTU DALAM MENGUSAP SEPATU

Perkataannya, “Tiga hari tiga malam sebagai jangka waktu bagi musafir”

sebagaimana disebutkan dalam hadits shafwan, juga “Dan sehari semalam untuk

orang yang bermukim,” ini dimulai sejak pengusapan setelah hadats. Dengan

demikian belum masu dalam hitungan jangka waktu sebelum pengusapan karena

hadats.

Secara zhahir bahwa faedah-faedah dari hadits ini tidak lebih dari appa yg telah

dikemukakan dalam hadits shafwan, kecuali ada tambahan pada orang yg

bermukim “sehari semalam”

TATA CARA MENGUSAP DI ATAS DUA SEPATU, BATASAN YANG

DIUSAP , DAN WAKTU PENGUSAPANNYA

Perkataannya, “Lantas beliau memerintahkan mereka untuk mengusap diatas

Asha’ib-, sorban,”

Perkataannya, yakni Al-khifaf, jamak dari khuff (sepatu yg menutupi kaki hingga

betis). Dinamakan Tasakhin karena berfungsi menghangatkan kaki. Karena orang

yang memakai khuff bisa dipastikan menggunakannya dengan maksud agar

kakinya tidak kedinginan.

Perkataannya, “jika seseorang dari kalian berwudhu.” Kapan seseorang dianggap

telah berwudhu? Seseorang dianggap telah berwudhu apabila sudah

menyempurnakan bersucinya, membasuh wajah dan kedua tangannya, mengusap

kepalanya, dna membasuh kedua kakinya, maka ia dianggap telah berwudhu.

Perkataanya, “ maka hendaknya ia mengusap diatas keduanya, lantas shalatlah

dengan mengenakannya,” huruf Lam pada dua kata kerja tsb berfungsi untuk

perintah. Itulah sebabnya huruf Lam tersebut disukunkan karena terletak setelah

huruf Fa’ pada kalimat yg pertama, dan setelah wa pada kalimat yg kedua.

46 | P a g e

BAB HAL-HAL YANG MEMBATALKAN WUDHU

Perkataannya, “para shahabat Rasulullah Shallallahu Alaihi wa sallam,” termasuk

kekhususan Nabi Rasulullah Shallallahu Alaihi wa sallam, bahwasanya seseorang

akan menjadimshahabat beliau meskipun tidak selalu bersama beliau. Jika

seseorang pernah berkumupul dengan beliau meskipun hanya sekali dan ia

beriman kepada beliau, maka ia termasuk shahabat Nabi. Sedangkan selain beliau

maka tidak akan menjadi seorang sahabt sampai ia terus bersamanya.

--- beberapa kandungan hadits

1. Perbuatan shahabat adalah hujjah. Jika ini terjadi pada zaman Rasulullah

Shallallahu Alaihi wa sallam maka tidak ada masalah, karena Allah dan

rasul-Nya telah menetapkanya.

2. Wudhu tidak wajib kecuali untuk shalat. Hal ini berdasarkan perkatannya,

“Kemudian mereka menjalankan shalat.” Akan tetapi pengambilan dalil yg

demikian adalah lemah. Karena perkaranya adalah masalah tertentu, yaitu

berkenaan dengan para shahabat ketika sedang menunggu shalat.

HAL-HAL YANG MEMBEDAKAN DARAH HAID DENGAN

ISTIHADHAH

Dari Aisyah Radhiyallahu Anha, ia berkata, “Fathimah binti Hubaisy datang

menemui Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam lalu berkata, “Wahai Rasulullah!

Sesungguhnya aku adlah seorang wanita yang terkena Istihadhah sehungga aku

tidak suci. Apakah aku boleh meninggalkan shalat? Maka beliau menjawab,

“tidak boleh, sesungguhnya itu hanya penyakit dan bukan bagian dari haid. Jika

haidmu datang maka tinggalkanlah shalat, namun jika ia telah pergi maka

basuhlah darah darimu keudian shalat.” (Muttafaq Alaih) (HR. Al-Bukhari, Kitab

Al-Wudhu, BAB Ghaslu Ad-Dam, nomor 228. Dan muslim, Kitab Al-Haidh,

BAB Al-Mustahdhah wa Ghasliha wa Shalatiha, nomor 333).

47 | P a g e

Al-Bukhari menambahkan, “kemudian berwudhulah setiap kali menjalankan

shalat.” Muslim mengisyaratkan bahwa ia menghapus kalimat tersebut secara

sengaja”. (ketika mengatakan, ‘Dan dalam hadits hammad bin Zaid terdapat

tambahan huruf yang kami tinggalkan penyebutannya’. Ada yang mengatakan,

‘sesungguhnya itu adlah ucapan Urwah bin Az-Zubair’.

Jadi, datangnya haid bagi yang telah memiliki kebiasaan dengan waktu-waktu

tertentu. Sedangkan bagi yang tidak memiliki kebiasaan maka dengan cara

membedakan darah yang keluar.

Lalu bagaimana membedakannya?

Para ahli fikih Rahimahumullah mengatakan, “perbedaan itu dilihat dari 3 sisi;

1. Darah haid berwarna hitam, sedangkan darah Istihadhah berwarna merah.

2. Darah haid itu kental, sedangkan darah Istihadhah itu encer.

3. Darah haid memiliki bau yang tidak sedap, sedangkan darah Istihadhah

tidak memiliki yang demikian.

4. Dikatakan oleh para dokter terkini bahwa darah haid tidak membeku,

sedangkan darah Istihadha membeku. Darah haid tidak membeku tapi

mengalir.

BERWUDHU JIKA KELUAR MADZI

Dan dari Ali bin Abu Thalib Radhiyallahu Anhu, ia berkata, “saya adalah seorang

laki-laki yang banyak mengeluarkan madzi. Lantas aku menyuruh Al-Miqdad

untuk bertanya kepada Nabi Shalallahu Alaihi wa Sallam. Ia pun bertanya kepada

beliau menjawab, “diperlukanwudhu karenanya.” (Muttafaq alaih, dan lafazh ini

milik Al-Bukhari) (HR. Al-Bukhari, kitab Al-Ilmi, BAB Man Istahya Fa Amara

Ghairahu bi As-Siwak, nomor 132. Dan muslim, kitab haidh, BAB Al-Madzi ,

nomor 303.

48 | P a g e

Sesungguhnya Al-Miqdad Radhiyallahu Anhu ketika bertanya kepada Nabi

Shallallahu Alaihi wa Sallam, maka beliau bersabda “Hendaknya ia membasuh

zakarnya dan berwudhu”, dalam riwayat lain: “Basuhlah zakarmu dan

berwudhulah.” Apakah maksudnya Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu Anhu yang

bertanya langsung kepada Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam? Sebagaimana

disebutkan dalam sebagian riwayat bahwa ia bertanya langsung kepada Nabi?

Atau maksudnya Al-Miqdad Radhiyallahu Anhu ketika bertanya kepada beliau,

kamudian ali meriwayatkan “Basuhlah zakarmu.” Karena Ali-lah yang

meriwayatkan hadits, sehingga ia menceritakan seakan-akan dirinyalah yang

bertanya. Jika tidak, maka sudah bisa diketahui bahwa Rasulullah SAW tidak

mengarahkan jawaban ini kepad Al-Miqdad, bahwa dialah yang terkena penyakit

ini. Akan tetapi beliau mengarahkan jawabannya kepada Ali bin Abi Thalib,

dengan asumsi bahwa Ali yang meriwayatkannya. Jadi sepertinya Ali menukilnya

secara makna.

Sesuatu yang keluar dari kemaluan ada 4 hal; air kencing, wadi, madzi dan mani.

Air mani sudah dipahami kesuciannya dan diwajibkan mandi. Air kencing

hukumnya najis dan wajib wudhu. Madzi juga najis dan wajib wudhu, akan tetapi

kenajisannya ringan dan mesti membersihkan daerah yang terkena zakar, yakini

membasuh zakar seluruhnya dan kedua testis. Sedangkan air wadi adalah perasan

air kencing sehingga hukumnya diikutkan kepada air kencing.

MENYENTUH DAN MENCIUM ISTRI TIDAK MEMBATALKAN

WUDHU

Jika ada yang bertanya, apakah dalil orang yang berpendapat bahwa hal itu tidak

membatalkan wudhu?

Jawabannya: dalilnya adalah karena tidak ada dalil. Karena asalnya adalah adanya

wudhu yang telah sempurna sesuai dengan syariat. Sehingga tidak mungkin akan

49 | P a g e

dibatalkan kecuali dengan dalil yang syar’i. maka dalil mereka adalah ketetapan

hukun pada asalnya, dan tidak adanya dalil yang menyatakan batal.

RAGU TELAH BERHADATS DAN YAKIN DALAM KONDISI BERSUCI

Hadits ini menunjukkan bahwa seseorang apabila merasa ragu terhadap suatu

hadats padahal sebelumnya dalam keadaan suci, maka tidak wajib baginya untuk

berwudhu. Karena keadaan bersuci berada dalam keyakinan dan wudhunya masih

ada, sedangkan hadats diragukan keberadaanya. Sehingga tidak boleh

meninggalkan keyakinan karena keraguan. Ini merupakan kaidah. Para ulama

memunculkan beberapa kaidah berkenaan denga hadits ini, diantaranya;

1. Keyakinan tidak bisa dihilangkan dengan keraguan

2. Asal ketetapan sesuatu dikembalikan pada ketetapan semula

3. Keyakinan bisa dihilangkan dengan keyakinan yang datang belakangan;

berdasarkan sabda nabi “Hingga mendengar suara atau mendapati bau”

MENYENTUH KEMALUAN DAN HUKUMNYA (1)

Ini tentunya mengundang kejanggalan. Bagaimana mungkin seseorang yang

sedang shalat bisa menyentuh zakarnya, padahal ia mengenakan pakaian, baju dan

sarung atau mengenakan baju dan celana. Bagaimana cara menyentuhnya?

Kita katakan: tidak ada kejanggalan selama kita mengetahui bahwa kata al-massu

dalam bahasa arab adalah menyentuh secara langsung. Sebab jika menyentuh

secara tidak langsung yakni ada penghalang makan tidak dikatakan al-massu,

tetapi menyentuh penghalang. Dengan demikian kejanggalan tersebut bisa diatasi.

Seseorang misalnya sedang menjalankan shalat, barangkali ia memiliki keperluan

untuk menyentuh zakarnya secara langsung lantas menyentuhnya. Selama masih

memungkinkan untuk mengarahkan makna secara bahasa kepada kenyataan yang

ada, maka hal itu bisa menghilangkan kejanggalan.

50 | P a g e

Apakah ia mesti berwudhu? Maka Nabi Shalallahu Alahi wa Shalam menjawab

“tidak” yaknitidak wajib. Berdasarkan hal ini, maka tidak menutup kemungkinan

bermakna sunnah, sebagaimana akan diperjelas dengan hadits selanjutnya, Isnya

Allah.

MENYENTUH KEMALUAN DAN HUKUMNYA (2)

Mungkin ada yang berujar bahwa sabda Nabi “barang siapa menyentuh” sudah

jelas bahwa yang dimaksud disini adalah menyentuh dengan sengaja. Akan tetapi

para ahli fikih madzhab Hanbali mengatakan, bahwa apabila seseorang

menyentuh zakarnya meskipun tanpa sengaja maka wudhunya batal. Pendapat ini

tidak memiliki acuan sehingga lemah. Maka, jika menyentuh tanpa sengaja tentu

tidak diwajibkan wudhu.

Apakah membatalkan wudhu, jika menyentuh testis? Tidak, meskipun

menyentuhnya dengan syahwat, hal itu tidak sampai membatalkan wudhu.

Apakah membatalkan wudhu, jika menyentuh zakar orang lain? Zhahir hadits

tidak membatalkan wudhu, meskipun dengan syahwat. Seperti apabila seorang

istri menyentuh zakar suaminya karena syahwat. Akan tetapi sebaiknya berwudhu.

Apakah membatalkan wudhu, seandainya ada seorang perempuan yang

memnadikan anak lelakinya yang masih kecil, lantas ia menyentuh zakarnya?

Tidak batal, karena itu hanyalah potongan daging yang tidak disentuh karena

syahwat. Apakah membatalkan wudhu, jika menyentuh dubur? Tidak

membatalkan wudhu, tetapi pada sebagian lafazh hadits disebutkan “barang siapa

menyentuh kemaluannya” maka kita katakana, disunnahkan berwudhu dari hal itu

namun tidak wajib. Karena diisyaratkan sebagaimana yang telah kami tegaskan,

yaitu jika disentuh dengan syahwat.

51 | P a g e

BATALNYA WUDHU KARENA MUNTAH, MIMISAN, DAN

SELAINNYA

Apakah muntah membatalkan wudhu? Muntah tidak membatalkan wudhu.

Banyak dan sedikitnya sama saja. Karena tidak adanya dalil shahih yang

menunjukkan batalnya wudhu. Tidak ada bedanya antara memuntahkan sesuatu

yang sama dengan kondisi awalnya. Mimisan juga semisal dengannya, yakni tidak

membatalkan wudhu, meskipun keluar dengan banyak. Bukankah ada hadits yang

menyebutkan, “seseorang apabila ber-hadats dalam shalatnya maka keluar dari

shalat sambil meletakkan tangan diatas hidungnya seakan-akan terkena

mimisan”, bukankah ini menunjukkan bahwa mj=imisan membatalkan wudhu?

Tidak, tetapi sudah bisa dimaklumi bahwa seseorang jika mimisan dalam

shalatnya, tentu tidak memungkinkan dirinya untuk menyempurnakan shalatnya.

Sehingga ia mesti meninggalkan shalatnya sesuai dengan yang diharapkan syariat

dalam kondisi seperti ini. Apabila seseorang melarang untuk shalat dalam keadaan

menahan kedua hadats (yang keluar dari 2 jalan keluar), maka demikian juga

disini, dia tentu akan merasa terganggu (dengan mimisan tsb).

BERWUDHU KARENA MAKAN DAGING UNTA, BUKAN KARENA

MAKAN DAGING KAMBING

Sesorang bertanya kepada Nabi “apakah aku mesti berwudhu karena (makan)

daging kambing?” terserah engkau, boleh berwudhu dan boleh juga tidak. Iapun

bertanya kembali, “apakah aku mesti berwudhu dari daging unta? Ya, ini

mengandung konsekuensi bahwasanya tidak ada hubungannya kehendak

seseorang dalam berwudhu karena makan daging unta, dan bahwasannya wudhu

menjadi wajib atasnya.

Kewajiban berwudhu setelah (makan) daging unta, berdasarkan sabda beliau “ya”

adalah memberikan keringanan wudhu bagi orang yang telah makan daging unta.

Akan tetapi, jika kita gabungkan dengan sabda Nabi “ya” berwudhu setelah

52 | P a g e

makan daging unta dan sabda Nabi “terserah engkau” berwudhu dari daging

kambing, maka ini menunjukkan bahwa makna yang dimaksud tidak

dikembalikan kepada anda, akan tetapi wajib bagi anda untuk berwudhu, dan

memang begitulah sebenarnya.

BERWUDHU KARENA MEMANDIKAN MAYIT DAN MEMBAWANYA

“Barang siapa memandikan mayat maka hendaknya ia mandi.” Diisyaratkan

karena memasukkan mandi ini sebagai hukun syar’I, senadainya mandi disini

tidak diisyaratkan tentu tidak ada akibat sesuatu apapun terhadapnya. Lalu

siapakah yang boleh bersentuhan langsung dan memandikan mayat? Seorang

lealiki memandikan lelaki, wanita memandikan wanita, kecuali suami-istri maka

mereka boleh saling memandikan satu sama lainnya. Demikian pula seorang lelaki

dengan budak perempuannya.

“Barang siapa ingin mengusungnya maka hendaknya ia berwudhu.” Kewajiban

wudhu untuk menyalati mayat. Barang siapa yang membawanya, maksudnya

adalah barang siapa ingin membawanya untuk menyalatinya maka hendaknya

berwudhu. Tidak diragukan lagi bahwa menyalati mayat tidak akan sah kecuali

dengan berwudhu terlebih dahulu.

HUKUM MENYENTUH MUSHAF DAN DIISYARATKAN BERSUCI

UNTUK MENYENTUHNYA

“Tidak boleh menyentuh Al-Qur’an kecuali orang yang suci.” Yang dimaksud

dengan Al-Qur’an disini adalah sesuatu yang bertuliskan Al-Qur’an di dalamnya,

yakni mushaf, papan, kertas, batu dll. Mushaf tidak boleh disentuh kecuali oleh

orang yang suci, baik ia masih kecil maupun sudah dewasa. Ia tidak boleh

menyentuhnya kecuali bersuci terlebih dahulu. Inilah zhahir dari lafazh yang ada.

53 | P a g e

MENGINGAT ALLAH DALAM SEGALA KEADAAN

Ada kemungkinan adalah dzikir secara lafazh dengan lisan, dan inilah yang

zhahir. Yakni Nabi mengatakan, “La Ilaha Illallah” ada kemungkinan pula

bermakna dzikir secara umum meliputi dzikir hati, lisan dan anggota badan.

Karena memang dzikir itu itu bisa dilakukan dengan hati, lid=san dan anggota

badan.

Dzikir dengan hati, yaitu mengingat Allah Azza wa jalla dan keagungan-Nya,

mengharap, merasa takut, khawatir, mencintai dan mengagungkan-Nya. Dzikir

dengan lisan, yaitu bertasbih, bertakbir, bertahlil dll (meliputi segala perkataan

yang mendekatkan diri kepada Allah). Dzikir dengan anggota badan seperti rukuk,

sujud, berdiri dan duduk dalam shalat juga berjalan dalam rangka menyebarkan

agama Allah.

BEKAM TIDAK MEMBATALKAN WUDHU

Dari Anas bin Malik Radhiyallahu Anhu, bahwa sesungguhnya nabi Shallallah

Alaihi wa Sallam pernah berbekam lantas beliau shalat tanpa berwudhu lagi.

Yakni shalat tanpa berwudhu lagi. Ini menjelaskan bahwasanya mengeluarkan

darah dari tubuh tidak membatalkan wudhu. Sudah dipahami bahwa bekam

biasanya akan mengeluarkan darah yang cukup banyak, akan tetapi darah ini

meskipun banyak tidak membatalkan wudhu.

TIDUR YANG MEMBATALKAN WUDHU (1)

Dalam hadits ini mengandung isyarat bahwa tidur yang bisa membatalkan wudhu

adalah tidur yang bisa melepaskan ikatan. Yaitu tidur nyenyak yang menjadikan

dubur terbuka, sehingga ketika angin keluar seseorang tidak akan bisa

merasakannya. Kentut (buang angin) secara jelas membatalkan wudhu. Tidur

tidak membatalkan wudhu apabila tidak samapai melepaskan ikatannya, baik

54 | P a g e

dalam keadaan duduk, sujud, rukuk atau berbaring. Karena hokum berlaku

diserati alasannya. Ada dan tidak adanya hokum bergantung kepada ada atau tidak

adnya alasan.

TIDUR YANG MEMBATALKAN WUDHU (2)

Tidak perlu berwudhu bagi orang yang tidur sambil duduk, berdiri atau rukuk,

tetapi wudhu bagi orang yang tidur dengan berbaring. Baik itu tidur diatas

pinggang, telentang atau telungkup. Yang demikian itu kerena orang yang tertidur

dengan posisi berbaring lebih mendekati kepada tidur nyenyak, yang mana ketika

berhadats ia tidak bisa menyadarinya.

LARANGAN UNTUK MENGIKUTI WAS-WAS DAN KHAYALAN

Dari Ibnu Abbas Radhiyallahu Anhu, bahwa Rasullullah Shallallahu Alahi wa

Sallam bersabda, “setan datang kepada seorang dari kalian dalam shalatnya,

kemuadian setan meniup pada tempat duduknya, lantas dikhayalkan kepada orang

itu perasaan bahwa dirinya ber-hadats, padahal tidak ber-hadats, jika seseorang

mendapati hal itu maka janganlah ia berpaling hingga mendengar suara atau

mendapati baunya.

Hadits ini menunjukkan sebagaimana yang telah diisyaratkan sebelumnya, bahwa

apabila seseorang telah berada pada kondisi berwudhu, kemudian ia merasa ragu

apakah wudhunya telah batal atau belum, maka berdasarkan hokum asalnya

wudhu itu tetap ada. Tidak ada kewajiban atasnya untuk berwudhu hingga ia

benar-benar yakin telah batal.

55 | P a g e

ADAB MEMASUKI TOILET (1)

Tidak diperkenankan masuk tempat buang hajat dengan membawa sesuatu yang

padanya terdapat nama Allah. karena Nabi Shallallahu alaihi wa sallam apabila

hendak memasuki tempat buang hajat maka beliau melepaskan cincinnya. Hal ini

tidak sampai pada hukum haram hingga kita katakana bahwa ini menimbulkan

kesusahan. Perintah ini menunjukkan hukum yang sunnah. Pengagungan terhapad

sesuatu yang didalamnya ada nama Allah sampai ketika hendak memasuki tempat

buang hajat. Maka, tentu lebih pantas lagi jika sesuatu tersebut tidak dilemparkan

di jalan atau tempat yang kotor. Karena nama Allah Ta’ala termasuk dianatara

nama-nama yang agung, terlebih lagi lafazh Jalalah yang tidak ada selain-Nya

yang menamai dengan nama itu. Demikian pula dengan Ar-Rahman, Rabb Al-

Alamin, dan Al-Malik Al-Qahhar yang menggunakannya selain Allah, maka

nama-nama tsb tidak boleh dihinakan.

Jika ada yang bertanya, bagaimana pendapat kalian tentang orang yang masuk

tempat buang hajatdengan membawa mushaf? Para ulama secara jelas

menyatakan haramnya memasuki tempat-tempat buang hajat dengan membawa

mushaf. Karena keagungan mushaf lebih mulia dari pada sekedar berdzikir, yakni

lebih aguang dar dzikir itu sendiri, sehingga tidak diperbolehkan memasuki

tempat buang hajat dengan membawa mushaf.

Jika dikatakan, jika diletakkan diluar maka seseorang khawatir mushaf itu dicuri,

maka bagaimana solusinya? Jika itu sebuah keperluan, maka ia boleh

membawanya ke dalam karena ada keperluan disini. Kecuali jika masih

memungkinkan untuk dititipkan kepada seseorang, maka wajib baginya untuk

melakukan hal itu hingga keluar dari tempat buang hajat.

56 | P a g e

ADAB MEMASUKI TOILET (2)

Dan darinya (Anas bin Malik); Radhiyallahu Anhu berkata, bahwa Rasulullah

Shalallallahu alahi wa Sallam apabila memasuki tempat buang hajat, maka

berdoa, “allahumma inni a’udzu bika min al-khubutsi wa al-khaba’its”

Disunnahkan dzikir ini ketika hendak memasuki tempat buang hajat sebagai

bentuk mengikuti contoh Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam. Seandainya lupa

mengucapkan dzikir itu lantas langsung masuk ketempat buang hajat, apakah

mengucapkannya di tempat buang hajat atau menyuruhnya keluar kemudian

mengucapkannya? Ada pendapat yang menyatakan tidak perlu lagi berdzikir,

karena itu sunnah yang telah hilang dari tempatnya, tidak perrlu lagi keluar

kemuadian masuk kembali.

Karena tempat buang hajat adalah tempat-tempat para setan (tempat

berkumpul/bercokolnya jiwa-jiwa yang jahat lagi kotor). Sedangkan masjid

adalah tempat yang baik, merupakan tempat yang paling disukai Allah sehingga

menjadi tempat malaikat yang mulia.

ADAB-ADAB ISTINJA

Boleh beristinja dengan air saja tanpa bebatuan. Sebab, Anas Radhiyallahu Anhu

tidak menyebutkan bahwa dirinya membawa bebatuan untuk Nabi. Ia hanya

menyebutkan membawa air saja. Meskipun penunjukkan tentang ini dalam hadits

tersebut ada sedikit kelemahan, akan tetapi inilah yang tampak jelas. Anas

membawa untuk istinja Rasullullah. Sisi kemakruhannya, bahwa seseorang

apabila beristinja dengan air maka bisa dipastikan akan menyetuh najis. Karena ia

akan menempel, atau setidaknya bau najis itu akan tetap melekat, sehingga tidak

semestinya dilakukan. Namun pendapat yang shahih adalah hal tsb boleh

dilakukan.

57 | P a g e

Mengenai menyentuh najis, bisa dikatakan bahwa sentuhan ini dalam rangka

membersihkannya dan bukan untuk membiarkannya. Jadi yang benar adalah boleh

menggunakan air ketika beristinja untuk membersihkan sesuatu yang keluar dari 2

(dua) jalan: kemaluan dan dubur.

BERSEMBUNYI KETIKA BUANG HAJAT

Sebaiknya seseorang yang ingin buang hajat di daratan luas untung menjauh dari

orang-orang hingga tidak terlihat. Apabila berada di suatu daratan yang datar atau

arat maka seseorang lebih menjauh lagi. Karena menutup aurat hukumnya wajib

dan bisa dilakukan dengan yang lebih ringan dari itu. Akan tetapi Rasulullah pergi

menjauh saat akan beristinja karena tidak ingin dilihat dalam keadaan demikian.

Seorang lelaki yang memiliki rasa malu tentu tidak ingin ada orang lain yang

melihat dirinya sedang beristinja. Ini selain dari melihat aurat, Karena hukum

melihat aurat orang lain lebih dilarang.

Diantara adab-adab membuang hajat adalah tidak beradi di tempat yang bisa

dilihat oleh manusia, yang demikian itu karena beberapa perkara:

1. Jika engkau berada pada tempat yang terbuka dari pandangan manusia

maka auratmu bisa saja Nampak oleh mereka.

2. Orang-orang akan merasa jijik dan memandang itu adalah perbuatan buruk

yang tidak pantas dilakukan.

3. Jika engkau berada dekat mereka, tentu mereka akan merasa terganggu

dengan bau tak sedap dan semisalnya.

58 | P a g e

LARANGAN BUANG HAJAT DI JALAN YANG DILALUI MANUSIA

DAN TEMPAT BERTEDUH MEREKA (1)

Sebab orang yang buang hajat dijalan yang dilaluioleh manusia atau di tempat

berteduh mereka, tentu akan mengganggu atau menyakiti. Ini bisa ditinjau dari

beberapa sisi, diantaranya;

a. Bau: kita mengetahui bahwa bau tempat buang hajat sangat tidak sedap

dan busuk sehingga dapat mengganggu manusia.

b. Perasaan jijik: karena seseorang apabila melihat tempat buang hajat

biasanya akan merasa jijik. Terkadang terjadi pada sebagian orang yang

tidak akan melihat sesuatu yangmenjijikkan hingga muntah.

c. Mengganggu: sebab apabila mengotori tempat tersebut dengan buang hajat

maka akan menimbulkan najis hingga mengenai kaki, sepatu atau bahkan

baju. Mengganggu , karena menghalangi orang-orang yang ingin duduk

dan mampir disana untuk berbincang-bincang melepas kepenatan. Dan

akan menjadi penyeban laknat, yakni seseorang akan dilaknat karena hal

itu.

59 | P a g e

LARANGAN BUANG HAJAT DI JALAN YANG DILALUI MANUSIA

DAN TEMPAT BERTEDUH MEREKA (2)

Al-Mawarid adalahbentuk jamak dari maurid, yaitu tempat yang didatangi oleh

manusia untuk minum atau mengambil air, seperti telaga, sungai kecil, sungai

besar dll. Intinya orang-orang datang untuk minum atau mengambil air. Maka,

tidak dihalalkan bagi seseorang untuk buang hajat ditempat tersebut. Termasuk

kategori ini, adalah setiap tempat yang didatangi manusia. Serta naungan yang

biasa dimanfaatkan oleh manusia, yang mereka berteduh dibawahnya. Bukan

semua tempat berteduh. Jadi, Abu Dawud di sini menambahkan tempat yang

ketiga, yaitu sumber-sumber air.

LARANGAN BUANG HAJAT DI JALAN YANG DILALUI MANUSIA

DAN TEMPAT BERTEDUH MEREKA (3)

Genangan air, ini mirip dengan sumber air, hanya saja lebih umum; karena

rendaman air lebih umum dari hanya sekedar tempat yang didatangi untuk diambil

airnya atau tidak. Sebab jika berupa sumber air maka akan didapat 2 kesalahan.

Sedangkan jika berupa selain sumber air maka mendapatkan 1 kesalahan yaitu

merusak air. Karena jika seseorang membuang hajat di tempat genangan air, maka

tentu akan merusaknya. Baik dengan membuatnya bernajis jika airnya sedikit,

atau merusaknya meskipun tidak sampai membuatnya bernajis.

LARANGAN BUANG HAJAT DI JALAN YANG DILALUI MANUSIA

DAN TEMPAT BERTEDUH MEREKA (4)

Pohon yang berbuah. Dilarang membuang hajat dibawah pohon yang berbuah

dengan syarat bahwa buah pohon itu dibutuhkan, baik buahnya dimakan atau

tidak. Jika berupa buah yang makan maka aka nada 2 keburukan disini.

1. Mengganggu orang yang hendak mendatanginya.

60 | P a g e

2. Mengotori makanan dengan sesuatu yang menjijikkan

Tepi sungai yang mengalir. Setiap tempat yang bisa menyakiti atau mengganggu

manusia maka tidak boleh digunakan untuk buang hajat.

LARANGAN BERBICARA SAAT BUANG HAJAT

Dua orang duduk satu dengan yang lainnya saling berbicara saat buang hajat,

seakan-akan mereka sedang berada dalam majelis. Sisi pelarangannya, jika sampai

terbuka aurat maka perkaranya sudah jelas. Karena ini adalah sebuah keadaan

yang buruk dankondisi yang sangat dibenci. Jika tidak sambil terbuka aurat dan

mereka terus saling berbicara saat buang hajat maka kemungkinan besar mereka

akan berlama-lama di tempat tsb dalam keadaan demikian. Sebab pembiacaraan

biasanya akan membutuhkan waktu lama dan mungkin saja seseorang tidak

menyadari berada oada kondisi yang demikian, sehingga perkara itu menjadi

sebeb kemurkaan Allah Tabaraka wa Ta’ala.

MENJAGA TANGAN KANAN DARI KOTORAN

Pemuliaan terhadap tangan kanan, karena adanya larangan menyentuh kemaluan

dengan tangan kanan saat kencing. Tangan kanan lebih baik daripada tangan kiri.

Seseorang dilarang memegang kemauannya dengan tangan kanan ketika kencing.

Larangan disini sangat jelas. Lantas apakah larangan ini hukumnya haram atau

makruh? Larangan tsb bersifat makruh dan bukan harma; karena ini termasuk

dalam kategori adab. Larangan ini tidak keluar dari dua hal, yaitu bisa jadi

dengan maksud memuliakan tangan kanan, atau dikhawatirkan dengan tangan

kanan menyentuh barang najis ketika kencing yang mengakibatkan berbau tidak

sedap. Bagaimanapun keadaannya yang jelas ini tidak menunjukkan larangan

yang berarti diharamkan. Namun perkara sebenarnya bahwa pendapat yang

menyatakan haram merupakan pendapat yang cukup kuat; karena konteks

61 | P a g e

kalimatnya dipertegas dengan Nun Taukid. Ini merupakan pendapat kalangan

Zhahir, bahwa larangan tersebut bersifat haram.

LARANGAN MENGHADAP KIBLAT DAN MEMBELAKANGINYA

SAAT BUANG HAJAT (1)

Seseorang duduk saat kencing atau buang hajat sedangkan kiblat berada

didepannya. Yang demikian dilarang demi memuliakan kiblat; karena kiblat

merupakan tempat untuk dimuliakan, juga tempat menghadapnya seorang hamba

kepada Allah Ta’ala ketika menjalankan ibadah shalat. Sebuah ibadah yang

dilakukan setelah 2 kalimat syahadat. Itulah sebabnya kiblat wajib dimuliakan.

Haramnya mengahadap kiblat ketika buang hajat atau kencing; berdasarkan

kalimat “melarang kami untuk menghadap kiblat ketika buang air besar atau

kencing” sedangkan hukum asal dari sebuah larangan adalah haram.

Kewajiban mengagungkan ka’bah; karena pendapat yang shahih tentang alasan

pelarangan ini adalah dalam rangka memuliakanka’bah. Sehinggan tidak

diperkenankan bagi seseorang yang menghadap kea rah yang dijadikan kiblat

untuk amalan badaniyah yang paling agung, yaitu shalat. Tentu kita tidak boleh

menyamakan keadaan-keadaan yang paling buruk yang dipenuhi kenajisan

dengan keadaan-keadaan yang paling suci, yauti shalat.

LARANGAN MENGHADAP KIBLAT DAN MEMBELAKANGINYA

SAAT BUANG HAJAT (2)

“janganlah kalian menghadap kearah kiblat, jangan pula membelakanginya ketika

buang air besar dan kencing” ini adalah perkataan umum untuk semua umat,

sedangkan sabdanya “akan tetapi menghadaplah kea rah timur atau barat” ini

khusus untuk penduduk madinah dan orang-orang yang semisal dengan mereka.

Adapun bagi kita yang berada di kota Qasim maka kita kataka “janganlah lalian

62 | P a g e

menghadap kiblat, jangan pula membelakanginya ketika buang air besar dan

kencing, tetapi menghadaplah ke utara atau setalan” karena kiblat di Qasim berada

di arah barat, sehingga dikatakan kepada penduduk Qasim “menghadaplah ke

utara atau selatan”

MENUTUP DIRI KETIKA BUANG HAJAT

Isyarat bahwa orang zaman dahulu membuang hajat mereka di daratan di muka

bumi ini, atau lokasi yang terpencil dari suatu tempat akan tetapi dengan syarat

tanah tsb berbentuk lebih rendah atau cekung. Kewajiban memakai penutup

(penghalang) bagi orang yang medatangi tempat buang hajat, karena inilah zhahir

dari perintah dalam hadits. Akan tetapi kaidah-kaidah yang ada menunjukkan

adanya perbedaan. Maka penutup yang digunakan hingga menutup aurat

hukumnya wajib, sedangkan penutup yang lebih dari itu hukumnya sunnah.

Hikmah dari perintah menutup aurat bahwa menampakkan aurat itu haram, sebab

yang membuka auratnya dianggap sama seperti hewan.

BERISTIGHFAR SAAT KELUAR DARI TEMPAT BUANGHAJAT

Seseorang bila keluar dari kamar mandi atau tempat buang hajat maka hendaknya

mengucapkan “ghufranaka (aku memohon ampun kepada-Mu)” sebagai bentuk

ittiba’ (mengikuti) sunnah Nabi. Ampunan yang berupa ditutupinya dosa

dimaafkan darinya. 2 kata sifat yang bisa menggambarkan yaitu As-Satr

(menutup) dan At-Tajawuz (dimaafkan), karena bentuk katanya menunjukkan

pada makna itu, yaitu terambil dari kata Al-Mighfar yang digunakan untuk

menutupi kepala ketika perang. Mighfar ini memberikan 2 manfaat pada kepala,

yaitu:

1. As-Satr (penutup)

2. Al-Wiqayah (pelindung)

63 | P a g e

BERISTINJA DENGAN MENGGUNAKAN TIGA BATU BAGI

Istijmar (istinja dengan menggunakan batu) harus dengan tiga batu, karena Nabi

Shallallahu Alaihi wa Sallam meminta kepada Abdullah bin Mas’ud agar

mencarikan tiga batu, lantas berkata kepadanya ketika menolak rautsah,

“Ambilkan aku yang lainnya”

Istijmar bisa menyucikannya, karena Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda,

“Sesungguhnya itu Riks (najis).” Sedangkan riks tidak bisa menyucikan. Ini

menunjukkan bahwasannya bila itu berupa hal yang baik lagi suci niscaya bisa

menyucikan, dan inilah pendapat yang shahih.

Berdasarkan hal itu maka, jika ada seseorang yang beristjimar dari kencing atau

buang air besar dengan batu, tanah atau sapu tangan, lantas keluar air atau kainnya

terkena basah yang sampai kepada tempat duduknya atau terkena kemaluannya,

apakah kita katakana bahwa daerah yang terkena air, basah dan keringat serta

menyentuh daerah tersebut berarti najis?

Jawabannya: tidak, dan inilah pendapat yang rajah lagi berdasar. Di antara para

ulama ada juga yang mengatakan, bahwa istijmar belum bisa menyucikan, dan

bahwasanya bekas istijmar tidak dimaafkan apabila sampai melewati daerah

tempat kotoran. Akan tetapi pendapat ini lemah. Yang benar bahwa istijmar bisa

menyucikan dengan kesucian yang sempurna.

LARANGAN ISTINJA DENGAN TULANG ATAU KOTORAN

Nabi bersabda, “Sesungguhnya keduanya tidak bisa menyucikan.” Yakni, tulang

dan kotoran hewan tidak bisa menyucikan. Sisi pendalillannya, karena najis dari

keduanya tidak bisa digunakan untuk bersuci. Barang itu najis maka bagaimna

mungkin digunakn untuk bersuci? Kemudian yang suci dari keduanya juga tidak

bisa digunakan untuk bersuci, karena tidak bisa didapatkan darinya kebersihan

secara sempurna. Jika memang lafazh, “sesungguhnya dua barang itutidak bisa

64 | P a g e

menyucikan,” adalah riwayat yang shahih, maka wajib membawa maknanya pada

tulang dan kotoran yang najis. Namun demikian jika tulang yang digunakan

seseorang untuk beristinjah atau istijmar maka tidak ada alasan untuk mengatakan

tidak menyucikan. Memang bersuci dengan tulang adalah haram, akan tetapi yang

haram berada pada satu sisi, sedangkan menyucikan pada sisi yang lain. Maka

perlu dikatakan pada orang yang beristinjah atau beristijmar dengan sesuatu yang

harfam, bahwa orang berdosa namun tempat bersucinya syah dan suci (bersih),

karena najisnya telah hilang. Jika bisa hilang dengan barang apapun maka sudah

cukup.

BERSUCI DARI AIR KENCING, KARNA ADZAB KUBUR

KEBANYAKAN DISEBABKAN OLEHNYA

Tidak di maafkan meskipun air kencing itu sedikit, karena nabi shallallahu alaihi

wa sallam bersabda,”bersikanlah dari kencing.”

Akan tetapi para ahli fikih rahimahumullah memberikan pengecualian kepada

orang yang terkena penyakit salisul baul (beser terus menerus) disertai dengan

kehati-hatian secara sempurna, yakni orang yang terkena penyakit beser

dimaafkan jika tertimpa sedikit air kencingnya, namun dengan syarat bahwa

dirinya telah benar-benar menjaga diri secara sempurna. Mereka memberikan

alasan bahwa menjaga diri dari banyak dan sedikitnya air kencing tersebut sangat

susah, dalam hal ini terdapat kesukaran, padahal allah ta’ala berfirman,

“dan dia tidak menjadikan kesukaran untukmu dalam agama” (QS. Al-Hajj: 78)

ayat ini bersifat umum untuk semua permasalahan agama, dan ada penyebutan

khusus berkenaan dengan masalah bersuci, yaitu firman Allah Ta’ala,

“Allah tidak ingin mengulitkan kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu”

(QS. Al-Maidah: 6)

65 | P a g e

Apa yang dikecualikan oleh para ahli fiqih Rahimahumullah ini sangat terarah dan

beralasan, yang demikian itu untuk menghilangkan kesusahan, yakni bahwa kita

mengecualikan air kencing sedikit bagi orang yang terkena beser, tapi dengan

tetap berusaha menjaga diri semaksimal mungkin. Pengecualian ini karena adanya

kesusahan.

CARA DUDUK KETIKA BUANG HAJAT (1)

Dari Suraqah bin Malik Radhiyallahu Anhu berkata, “Rasulullah Shallallahu

Alaihi wa Sallam mengajarkan kepada kami (cara duduk) dalam buang hajat,

(yaitu dengan) duduk diatas kaki kiri dan menegakkan kaki kanan.” (Hadits

riwayat Al-Baihaqi dengan sanad yang dhaif)

Jika ahli kedokteran mengatakan bahwa cara duduk yang paling baik adalah

duduk yang seperti ini misalnya, sedangkan dalam syariat tidak ada yang

menunjukkan tata cara duduk tertentu, maka kita bisa mengambil pendapat para

dokter tersebut; karena permasalahan ini memiliki keterkaitan yang besar dengan

kesehatan tubuh, sedangkan rujukan permasalahan yang berkaitan dengan

kesehatan tubuh adalah para dokter. Namun bila ternyata pendapat dokter itu

bertentangan dengan apa yang disebutkan dalan As-Sunnah, maka kita harus

mengedepankan As-Sunnah.

CARA DUDUK KETIKA BUANG HAJAT (2)

Dari Isa bin Yazdad, dari ayahnya, “Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam

bersabda, “Apabila seorang dari kalian telah kencing maka hendaknya ia

menggoyang-goyangkan kemaluannya tiga kali.” Yakni menggerak-gerakkannya

dari bagian dalam seakan-akan berusaha memeras sebanyak tiga kali. Yang

demikian itu supaya sisa air kencingnya keluar.

66 | P a g e

Akan tetapi hadits ini – Alhamdulillah – dhaif, dan tidak shahih dari Nabi

Shallallahu Alaihi wa Sallam. Jika ternyata memang demikian maka perbuatan

tersebut bukanlah sunnah. Sehingga syaikhul Islam Ibnu Taiminah

Rahimahullahsecara jelas mengatakan bahwa menggoyang-goyangkan kemaluan

adalah bid’ah karena tidak ada dalil yang shahih berkenaan dengannya. Karena

hal itu juga bisa mengakibatkan seseorang terkena penyakit beser, atauwas-was

sebagaimana yang sudah diketahui.

BERISTINJA DENGAN AIR LEBIH UTAMA DARI BERISTINJA

DENGAN BATU

Menggabungkan antara batu dan air adalah lebih utama daripada hanya

mengcukupkan salah satunya saja. Karna hal itu lebih menyempurnakan bersuci.

Namun jika hanya bersuci dengan salah satu dari keduanya, manakah yang lebih

utama, air apa batu?

Para ulama menjawab, bahwa air lebih utama karna air lebih bersih dan lebih baik.

Yang dimaksud dengan lebih besrih adalah selama ia bisa bersih lebih banyak dan

lebih kuat kebersihannya maka itu lebih utama. Sedangkan di bawah itu dengan

menggunakan bebatuan, hanya saja batu bisa menyucikan sebagaimana telah

disebutkan dengan menggunakan tiga kali olesan yang bersih atau lebih maka itu

sudah bisa menyucikan.

BERISTINJA DENGAN AIR LEBIH UTAMA DARI BERISTINJA

DENGAN BATU (2)

Syarah Hadist :

Menggabungkan antara air dan batu lebih utama daripada menggunakan

air saja, kemudian air lebih utama dari batu.

67 | P a g e

Beberapa kandungan hadist:

1. Yang disunahkan ketika hendak masuk ketempat buang hajat adalah

berdoa.

2. Doa yang diucapkan ketika keluar dari tempat buang hajat adalah (Ayat )

“Aku memohon ampun-Nya”

3. Haramnya buang hajat yang menimbulkan gangguan pada manusia dan

membahayakan mereka

4. Boleh meminta bantuan orang lain untuk menyiapkan batu sebagai alat

beristijmarnya, dan bahwasana hal ini tidak bertentangan dengan sifat haya

(rasa malu)

5. Dilarang memegang zakar dengan tangan kanan saat kencing, dan bersuci

dari buang air besar menurut pendapat Jumhur, karena Nabi melarang hal

itu

6. Istijmar harus dengan menggunakan tiga batu/lebih, sedangkan istinja

tidak ada dalil yang membatasi jumlahnya, karena tujuannya adalah

menghilangkan kotoran

7. Bahwa membersihkan diri dari air kencing hukumnya wajib, demikian

pula dari buang air besar, karena kebanyakan azab kubur terjadi karena

kencing, yakni tidak membersihkan diri diri darinya.

8. Tidak boleh istijmar dengan sesuatu yang dimuliakan seperti makanan kita

dan makanan hewan ternak kita. Larangan Nabi SAW untuk istijmar

dengan menggunakan tulang, karena tulang merupakan makanan jin, dan

Nabi SAW juga melarang beristijmar dengan menggunakan kotoran

hewan, karena kotoran hewan merupakan makanan hewan tunggangan jin.

Oleh karena itu manusia lebih mulia daripada jin.

MANDI DAN HUKUM JUNUB

Kata (ayat) ada yang membacanya dengan dhammah (Al-Ghuslu) artinya

mempergunakan air dengan sifat yang khusus, yakni mandi, jika dibaca dengan

68 | P a g e

fathah (Al-Ghaslu) maka artinya At-Tathhir (membersihkan atau membasuh).

Adapun Al-Ghislu (dengan kasrah), berarti sesuatu yang dicampur dengan air,

seperti Isynan (sejenis daun untuk mencuci).

Sedangkan (ayat) Al-Junub, yaitu setiap orng yang berijma atau mengeluarkan air

mani. Junub terjadi dengan inzal (mengeluarkan mani) dilihat dari sisi yang

zhahir, dan dengan jima kerena hal itu penyebabnya

HUKUM – HUKUM YANG BERKAITAN DENGAN ORANG YANG

JUNUB

Syarah Hadist:

Sabda Nabi “Air (mandi) kerena Air (mani)”, Para ahli Balaghah

menyebutkannya dengan istilah jinas. Yakni, engkau menyebutkan dua kta yang

lafazhnya sama namun maknanya berbeda.

Hukum – hukum yang berkaitan dengan orang yang junub

Apa saja yang bersifat merayap (melata), baik yang besar maupun yang kecil

asalnya adalah adri air (mani), yakni segala sesuatu yang hidup asalnya adalah air,

sedangkan orang-orang awam mentakwilkan ayat tsb dengan makna lain, mereka

mengatakan bahwa segala sesuatu bisa hidup dengan air.

ن� ن�و م� ؤ� ن ن�ا ن ن�� � ي� ن� ء� ؤ� ن� ن�� ن� م� ن�ا �ؤ � �ن م� ن�ا ؤ� ن ن! ن" � ن�ا ن# ن�ا ؤ$ ن% ن& ن ق$ا ؤ) ن( ن%ا ن* ن�ا ن+ ؤ( ن�, ؤ- ن"� م. ن"� ن�ا ن�/ �� ن�� ن�� ن0"� ن& ن� �ن م1 �� ن � ن0 ن ؤ2 �ن ن" ن��

“Dan kami jadikan segala sesuatu yang hidup beasal dari air” (QS. Al-

Anbiya’:30)

Berdasakan sabdannya, “Air (mandi karena air (mani)” atau karena mencium,

memandang, atau menyentuh atau dengan berbagai kondisi selama bisa

mengeluarkan air mani dengan memancar, maka wajib mandi, baik ia dalam

keadaan sadar atau bermimpi.

69 | P a g e

Yang harus dipahami bahwa bila tidak ada air (mani) maka tidak perlu mandi.

Yakni jika tidak sampai mengeluarkan air mani maka tidak perlu mandi.

Pemahaman ini secara umum mencakup apabila seseorang menggauli istrinya

(bersetubuh) dan tidak mengeluarkan air mani maka tidak ada kewajiban mandi

baginya.

WAJIBNYA MANDI KARENA JIMA

زل �ن ي �م ل ن و�إ ل� غ�س ال و�ج�ب� ف�ق�د ج�ه�د�ه�ا �م$ ث ، �ع ب ر� أل ا ه�ا ع�ب ش� ن� �ي ب ج�ل�س� ذ�ا .إ

“Jika ia telah duduk di antara keempat cabang istrinya, kemudian ia membuatnya

kepayahan (kiasan untuk bersetubuh), maka ia wajib mandi. Meskipun tidak

keluar air mani

Beberapa kandungan hadist:

1. Menggunakan kata kiasan pada suatu yang menibulkan rasa malu.Seperti

ucapan beliau, “jika telah duduk diatas anggota yang empat.” Tetapi

maksudnya adalah sebuah kiasan untuk istilah jima (bersetubuh).

2. Mandi sudah wajib apabila terjadi Al-Juhd (bersungguh-sungguh), ini

tidak terjadi kecuali setelah bertemunya dua khitan (kemaluan), yaitu

kemaluan suami dan kemaluan istri.Tidak ada kewajiban madi jika tidak

sampai inzal (keluarnya air mani).

3. Zharir hadist menunjukan wajibnya mandi bagi yang menyetubuhi

istrinya, baik dengan penghalang maupun tanpa penghalang, karena

apabila kemaluan lelaki telah masuk ke kemaluan wanita dengan

penghalang tertentu akan menggunakan Al-Juhd (kesungguhan), Ada

sebagian Ulama yang berpendapat, bahwa tidak wajib mandi jia

menggunakan penghalang, karena pada lafazh disebutkan “Jika khitan

(laki-laki) menyentuhkan khitan (wanita),” dan Al-Massu (menyentuh)

70 | P a g e

tidak bias dibenarkan jika tanpa ada penghalang maka tidak disebut

menyentuh dan karena hukum asalnya tidak adanya kewajiban, tetapi jika

terjadi inzal (keluarnya mani) maka mandi itu wajib.

WANITA BERMIMPI SEPERTI MIMPINYA LAKI-LAKI

Wanita sama halnya seperti lelaki. Jika ia melihat bekas junub ketika bangun dari

tidurnya dan merasa yakin itu adalah air mani maka wajib mandi atasnya

meskipun tidak ingat bahwa dirinya telah bemimpi.

Tidak wajib mandi karena unsur keragu-raguan. Hukum ini diambil dari sabda

Nabi, “Jika melihat air”, beliau tidak mengatakan “jika dia menyangka air,” atau

“Jika ada persangkaan kuat padanya”, tetapi beliau mengatakan, “jika dia melihat

air”.

Penyerupaan bentuk berasal dari dua orang tua, yakni ayah dan ibu (lelaki dan

perempuan). Akan tetapi terkadang penyempurnaan bentuk sang anak laki-laki

atau perempuan lebih banyak dari ayah, dan terkadang sebaliknya, atau bahkan

bisa juga mirip keduanya. Terkadang mirip keduanya, akan tetapi kemungkinan

yang pertama (lebih mirip sang ayah adlah kebanyakan yang terjadi.

DISYARIATKAN MANDI KARENA EMPAT HAL

Disyariatkan mandi karena junub berdasarkan perbuatkan Nabi SAW, hanya saja

hukumnya wajib menurut ijma’ kaum muslimin berdasarkan firman Allah Ta’ala.

وا ف�اط$ه$ر� � �با ن ج� �م ت �ن ك ن إ و�

“jika kamu junub maka mandilah,” (QS Al-Maidah:6)

Adapun mandi karena hijamah (bekam) tidak dihukumi wajib. Karena sebagian

ulama melemahkan hadist tsb seraya mengatakan , “Tidak disunnahkan mandi

71 | P a g e

lantaran hijamah, karena Nabi SAW pernah berbekam dan shalat tanpa berwudhu

lagi, dan karena hijamah adalah keluarnya darah dari tubh sehingga tidak

disyariatkan mmandi sebagaimana halnya mimisan.

Mandi karena memandikan mayit, ini juga tidak wajib. Jika hadistnya tidak shahih

maka syarit tidak berlaku juga.

Jadi, ada dua mandi yang tersisa bagi kita, yaitu :

1. Mandi karena junub, ini hukumnya Fardhu (wajib)

2. Mandi pada hari jumat,

MANDINYA ORANG KAFIR YANG MASUK ISLAM

Bolehnya mengikat tawanan kafir pada tiang mesjid, karena Nabi SAW

menetapkan hal itu (dengan mendiamkannya), meskipun buakn beliau yang

memerintahkannya

Besikap lemah lembut dan berbuat baik kepada tawanan, karena hal itu bisa

melembutkan hatinya hingga condong kepada islam

Jika orang kafir saja diperbolehkan tinggal di dalam mesjid , maka orang junub

tentu juga diperbolehkan.

ء� م4ي ن5 م0ي م7 ن8ا ,� ن م�9- قا ن�4 ن! ن, ن"-

(jangan pula hampiri masjid) sedang kamu dalam keadaan junub , terkecuali

sekedar berlalu saja, (QS An-Nisa:43)

ين� األو$ل $ة� ن س� م�ض�ت ف�ق�د �ع�ود�وا ي ن و�إ ل�ف� س� ق�د م�ا �ه�م ل �غ ف�ر ي �ه�وا ت �ن ي ن إ وا �ف�ر� ك $ذين� ل ل ق�ل

"Katakanlah kepada orang-orang yang kafir itu: 'Jika mereka berhenti (dari

kekafirannya), niscaya Allah akan mengampuni mereka, tentang dosa-dosa

mereka yang sudah lalu; dan jika mereka kembali lagi, sesungguhnya akan

72 | P a g e

berlaku (kepada mereka) sunnah (Allah, terhadap) orang-orang dahulu'." –

(QS.8:38)

Jadi ada tiga hal yang perlu dilakukan untuk orang yang baru masuk islam, yaitu:

1. Melakukan khitan jika belum dikhitan

2. Sebaiknya membuang rambut yang ada pada dirinya, seperti bulu ketiak

dan rambut kemaluan

3. Mandi

MANDI SHALAT JUMAT WAJIB ATAS SETIAP ORANG BALIGH (1)

Para ulama yang berpendapat wajibnya mandi di hari Jum'at, bagi orang yang

akan menghadiri shalat Jum'at, mendasarkan pada beberapa dalil berikut ini:

ء2 م� ن% ؤ: ن� ل� ن� ن�ى ن8 ب= م! ن"� م? ن �ن ن@ �ؤ ن� ن� ؤ/ Aن

"Mandi Jum'at adalah wajib bagi setiap yang telah bermimpi (baligh)." (HR.

Bukhari, Muslim, Abu Dawud, al-Nasai, Ibnu Majah, Ahmad, dan al -Tirmidzi)

Hadits ini menjadi dalil utama bagi orang yang berpendapat wajbnya mandi hari

Jum’at.

Dalam Shahih Muslim disebutkan, "ketika Umar bin Khathab radliyallah 'anhu

berkhutbah di hari Jum'at, tiba-tiba Utsman bin 'Affan masuk. Maka Umar

memotong khutbahnya untuk menegurnya seraya berkata, "kenapa orang-orang

terlambat setelah seruan dikumandangkan?" Utsman menjawab, "Ketika aku

mendengar seruan Adzan, aku tidak dapat berbuat lebih daripada sekedar wudlu'

dan kemudian berangkat." Maka Umar berkata, "hanya berwudlu? Bukankah

kalian pernah mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

ؤ� م/ ن% Bؤ ني ؤ� ن م? ن �ن ن@ �ؤ � ن�ى م�9 ؤ2 ن� Cن ن� ن�� ن� ن!ا �Dن م�973 | P a g e

"Apabila salah seorang kalian berangkat shalat Jum'at hendaklah dia mandi."

(HR. Muslim)

Dalam riwayat Bukhari, Umar berkata, "tidaklah kalian pernah Nabi shallallahu

'alaihi wasallam bersabda:

ؤ� م/ ن% Bؤ ني ؤ� ن م? ن �ن ن@ �ؤ � ن�ى م�9 ؤ2 ن� Cن ن� ن�� Eن ن(� �Dن م�9

"Apabila salah seorang kalian berangkat shalat Jum'at, hendaklah ia mandi."

Dari Abu Hurairah radliyallah 'anhu, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam

bersabda,

Fن Cن ن/ ن! ن" Gن ن5 ؤ�� ن( Gم م ي ن� م/ Bؤ ن ق�ا ؤو ن Hء ا� ن ن�� م? ن ؤ4 ن5 ل� ن� � م ن� م/ ن% Bؤ ن ؤ� ن�� ء2 م� ؤ/ ن� ل� ن� ن�ى ن8 Iب� ن�

"Wajib bagi setiap muslim untuk mandi pada satu hari dari setiap tujuh hari,

pada mandi itu dia mengguyur kepala dan badannya." (HR. Bukhari)

Dalam lafadz al-Nasai dari Jabir yang dia sandarkan kepada Nabi shallallahu

'alaihi wasallam,

م? ن �ن ن@ �ؤ � Hن ؤو ن نو ن# ن" Hء ؤو ن ن� ؤ/ Aن Hء ا� ن ن�� م? ن ؤ4 ن5 ل� ن� � م ء2 م� ؤ/ ن� ء� ن! ن( ل� ن� ن�ى ن8

"Kewajiban bagi setiap muslim, pada setiap tujuh hari untuk mandi pada satu

hari, yaitu pada hari Jum'at." (HR. Al Nasai dan dinilai shahih oleh Syaikh al

Albani dalam Shahih al-Nasai (1/44) dan dalam Irwa' al Ghalil (1/173)).

MANDI SHALAT JUMAT WAJIB ATAS SETIAP ORANG BALIGH (2)

, �ف ض�ل� أ ل� غ�س ف�ال ل� �س� غ ت ا و�م�ن ع م�ت و�ن ه�ا ف�ب ج�م�ع�ة �ل ا �و م� ي� �و�ض$أ ت م�ن

"Barangsiapa yang berwudlu', maka dia telah mengikuti sunnah dan itu yang

terbaik. Barangsiapa yang mandi , maka yang demikian itu lebih afdhal." (HR.

74 | P a g e

Abu Dawud no. 354, al-Tirmidzi no. 497, al-Nasai no. 1379, Ibnu Majah no.

1091, Ahmad, no. 22. Imam al-Tirmidzi menghasankannya)

Sabda Nabi SAW ه�ا ف�ب ج�م�ع�ة �ل ا �و م� ي� �و�ض$أ ت barang siapa mandi maka mandi itu“ م�ن

lebih utama.” “mandi lebih utama,” menunjukan bahwa mandi tersebut bukanlah

wajib, karena dengan digabungkan pada kalimat, “maka boleh (mengambil

ruskshah itu) dan itu sebaik-baik (ruskshah). “Seandainya itu wajib niscaya

beliau tidak mengatakan bahwa itu lebih utama.

KOREKSI PENDAPAT TENTANG LARANGAN MEMBACA AL-QURAN

BAGI ORANG JUNUB

�ه� �ت ال رس� $غ ت� �ل ب ف�م�ا �ف ع�ل ت �م ل ن و�إ 5ك� ب ر� من ك� �ي ل إ زل� ن� أ م�ا 5غ �ل ب س�ول� الر$ +ه�ا ي

� أ �ا ي

Wahai Rasul! Sampaikanlah (semua) apa yang diturunkan Tuhanmu kepadamu.

Jika tidak kamu lakukan (apa yang diperintahkan itu) berarti kamu tidak

menyampaikan amanat-Nya (QS Al-Maidah:67)

Wanita haid juga tidak boleh membaca al-quran karena diikutkan hukumnya

dengan orang junub, diperolehkan bagi orang yang memiliki hadast kecil untuk

membaca Al-Quran, berdasarkan perkataannya. “selama tidak dalam keadaan

junub.”

BARANGSIAPA YANG MENGGAULI ISTRINYA DAN INGIN KEMBALI

MENGULANGI MAKA HENDAKNYA BERWUDHU

وه�ن$ �م�س+ ت �م ل م�ا اء� 5س� الن �م� $ق ت ط�ل ن إ �م ك �ي ع�ل �اح� ن ج� ا

Tidak ada kewajiban membayar (mahar) atas kamu, jika kamu menceraikan istri-

istri kamu sebelum kamu bercampur (QS A-Baqarah: 236)

75 | P a g e

Sabda Nabi “kemudian ia ingin mengulanginya” yakni ingin ijma’ lagi maka

hendaknya ia berwudhu di antara dua jima dengan sekali wudhu, wudhu semua

sudah tahu, tetapi mandi lebih utama.kemudian secara zhahir nampaknya tidak

perlu membasuh kemaluan, akan tetapi membasuh kemaluan tentu lebih utama

dan lebih pantas untuk disyariatkan dari sekedar berwudhu.

BERWUDHU BAGI ORANG JUNUB JIKA INGIN TIDUR

Orang junub boleh tidur tanpa berwudhu terlebih dahulu, ada yang berpendapat

bahwa tidak boleh bagi orang yang junub untuk tidur kecuali berwudhu terlebih

dahulu, sedangkan dalil nazhari (melalui pengamatan), bahwa selayaknya

seseorang tidur dalam keadaan suci. Karena jiwanya akan berpisah dengan

tubuhnya, meskipun bukan perpisahan secara sempurna. Sehingga sangat pantas

bila tidur dalam keadaan suci.

SIFAT MANDI JUNUB NABI SAW (1)

Allah Ta’ala berfirman:

ؤ� ن0" Jن� Kن� ن ا ق4ا ن� ن! ؤ2 ن% ن�� م��9 ن"

“Dan jika kalian junub maka bersucilah (mandilah).” (QS. Al-Maidah: 6)

Dari Aisyah -radhiallahu anha- dia berkata:

ن�2 Lن Gن ن! ؤ0 ن ن� م/ Bؤ ني ن Gم �م ن�ا م� ن�ى ن8 Gم م� م�ي ني م7 Mن م0 ؤ& ن ن�2 Lن Gم ؤ Cن ن ن� م/ Bؤ ني ن ن�� Cن ؤ4 ن م? ن7 ن�ا ن@ �ؤ � �ؤ م� ن� ن/ ن% Aؤ � �Dن م�9 ن2 �� ن ن5 ن" Gم ؤي ن� ن8 Gن �� ن �� ن��ى Nن Gم �� ن �� Oن ن5و ن( ن� ن�ا Pن ن�ا Lن Gم م5 ؤ�� ن( ن�ى ن8 �ن ن& ن� ن�� ن0 ؤ4 ن% ؤ5 � Cؤ Qن ؤ� ن�� ن��ى ن( �Dن م�9 ن�%ى ن� م0 ؤ Sن� �� Oم نNو ن�� � م Gن ن م7 نNا ن�� ن� Tم Cؤ ني ن ن� ن�ا �ؤ � ن1 Tن ؤ�ا ن ن�2 Lن Uم ن�ا Vن� ��م Fن ن� نWو ن" ن�ا Wن� نو ن% ن

Gم ؤي ن� ؤ! م( ن� ن/ Aن ن�2 Lن Fم Cم ن/ ن! م0 Xم ن5ا ن�ى ن8 ن+ ن ا ن�� ن�2 Lن ء. ن�ا ن& ن�

“Kebiasaan Rasulullah -shallallahu’alaihiwasallam- jika beliau mandi junub

adalah: Beliau memulainya dengan mencuci kedua tangan beliau, kemudian

76 | P a g e

beliau menuangkan air dengan tangan kanan ke atas tangan kiri lalu mencuci

kemaluanya, kemudian beliau berwudhu seperti wudhu untuk shalat, kemudian

beliau mengambil air lalu memasukkan jari-jemarinya ke semua pangkal rambut.

Sampai setelah beliau memandang bahwa airnya sudah merata mengenai semua

rambut beliau, beliau lalu menyiram kepalanya sebanyak tiga kali tuangan,

kemudian beliau mencuci seluruh tubuh beliau, kemudian akhirnya mencuci

kedua kaki beliau.” (HR. Al-Bukhari no. 248 dan Muslim no. 316)

Dari Maimunah bintu Al-Harits -radhiallahu anha- dia berkata:

Gم م7 Mن ن0 ؤ ن�� 2� ن Lن م� ن*ا م9, ؤ- � � م Fن Cن ن ن� Tن Yؤ ن�� ن�2 Lن قLا ن�ا Lن ؤ" ن�� �م ؤي ن) 0� ن ن� Gم ؤي &� ن ن� ن� ن/ Bن ن م? ن7 ن�ا ن@ �ؤ � �ؤ م� Gن ن� ؤ/ Aن ن2 �� ن ن5 ن" Gم ؤي ن� ن8 Gن �� ن �� ن��ى Nن Gم �� ن �� Oم ن5و ن0 �م Zن ؤي ن* Yؤ ن�� Pن ن�ا Lن Gم م5 ؤ�� ن( ن�ى ن8 Mن ن0 ؤ ن�� 2� ن Lن Uم ن�ا Vن� ��م Fن ن� نWو ن" ن�ا Wن� نو ن) ن�2 Lن �Cق Cم ن� ق]ا �ؤ Yن نJا ن] �ن Cن ن ن+ ؤ( ن�, ؤ- � Gم �م ن�ا Sم م7 ن\ ن0 Wن ن�2 Lن Gم �م ن�ا Sم م7 Gن ن� ن/ Aن ن" Gم م! ؤ0 ن ن�ى ن8

Fن Yن� ن0 ن م� Cم ؤ� �م �ؤ م7ا Gن ن% ؤي ن) ن�� 2� ن Lن Gم ؤي ن� ؤ! م( ن� ن/ Bن ن ن[ �م Dن Gم م� ن$ا ن� �ؤ ن8 ن�:ى ن� ن) ن�2 Lن Fم Cم ن/ ن! ن0 Xم ن5ا ن� ن/ Aن ن�2 Lن Gم ل& ن� ن� ؤ� م� ء. ن�ا ن& ن�

“Aku pernah membawa air mandi untuk junub kepada Rasulullah -shallallahu

‘alaihi wasallam-. Lalu beliau memulai dengan membasuh dua telapak tangannya

sebanyak dua atau tiga kali. Kemudian beliau memasukkan tangannya ke dalam

wadah berisi air, lalu menuangkan air tersebut pada kemaluan beliau, dan beliau

mencucinya (kemaluan) dengan tangan kiri. Setelah itu, beliau menggosokkan

tangan kiri ke tanah dengan gosokan yang kuat. Kemudian beliau berwudhu

sebagaimana wudhu untuk shalat. Kemudian beliau menuangkan air ke kepala

beliau sebanyak tiga kali sepenuh telapak tangan, lalu beliau mencuci seluruh

tubuhnya. Kemudian beliau bergerak mundur dari tempat beliau berdiri, lalu

beliau mencuci kedua kakinya. Kemudian aku mengambilkan handuk untuk

beliau, tetapi beliau menolaknya.” (HR. Al-Bukhari pada banyak tempat, di

antaranya no. 259 dan Muslim no. 723)

Kalimat [berwudhu sebagaimana wudhu untuk shalat], diterangkan dalam riwayat

lain, “Kemudian beliau berkumur-kumur dan menghirup air ke dalam hidung,

kemudian beliau mencuci wajahnya dan kedua lengannya (tangannya sampai

siku).”

77 | P a g e

SIFAT MANDI JUNUB NABI SAW (2)

Sifat mandi yang sempurna ada dua cara, disebutkan dalam hadits Aisyah dan

Maimunah yang keduanya diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari dan Muslim.

Berikut penyebutannya:

A. Cara mandi junub yang pertama:

Aisyah berkata, “Sesungguhnya kebiasaan Nabi -shallallahu alaihi wasallam-

kalau beliau mandi junub adalah: Beliau mulai dengan mencuci kedua (telapak)

tangannya, kemudian beliau berwudhu (sempurna) seperti wudhu beliau kalau

mau shalat. Kemudian beliau mengambil air lalu memasukkan jari-jemarinya ke

dasar-dasar rambutnya, sampai tatkala beliau merasa air sudah membasahi

semua bagian kulit kepalanya, beliau menyiram kepalanya dengan air sebanyak

tiga kali tuangan, kemudian beliau menyiram seluruh bagian tubuh yang

lainnya.” (HR. Al-Bukhari no. 248, 272 dan Muslim no. 316)

Kesimpulan cara yang pertama adalah:

1. Mencuci kedua telapak tangan tanpa ada pembatasan jumlah.

2. Berwudhu sempurna, dari mencuci telapak tangan sampai mencuci kaki. Jadi

telapak tangannya kembali dicuci, berdasarkan lahiriah hadits.

3. Setelah berwudhu sempurna, beliau mengambil air dengan kedua telapak

tangan beliau lalu menyiramkannya ke kepala seraya memasukkan jari jemari

beliau ke bagian dalam rambut agar seluruh bagian rambut dan kulit kepala

terkena air.

4. Setelah yakin seluruh bagian kulit kepala telah terkena air, beliau menuangkan

air ke atas kepalanya sebanyak tiga kali tuangan.

5. Kemudian yang terakhir beliau menyiram seluruh tubuhnya yang belum terkena

air.

B. Cara mandi junub yang kedua:

78 | P a g e

Ini disebutkan dalam hadits Maimunah, istri Nabi -shallallahu alaihi wasallam-.

Diriwayatkan oleh Al-Bukhari no. 259, 265, 266, 274, 276, 281 dan berikut lafazh

gabungan seluruh riwayatnya:

Maimunah berkata, “Saya meletakkan air yang akan digunakan oleh Nabi -

shallallahu alaihi wasallam- untuk mandi lalu menghijabi beliau dengan kain.

Maka beliau menuangkan air ke kedua (telapak) tangannya lalu mencuci

keduanya sebanyak dua kali atau tiga kali, kemudian beliau menuangkan air

dengan tangan kanannya ke tangan kirinya lalu mencuci kemaluannya dan

bagian yang terkena kotoran, kemudian beliau menggosokkan tangannya ke

lantai atau ke dinding sebanyak dua kali atau tiga kali. Kemudian beliau

berkumur-kumur dan menghirup air ke dalam hidung, kemudian beliau mencuci

wajahnya dan kedua lengannya (tangannya sampai siku), kemudian beliau

menyiram kepalanya sebanyak tiga kali kemudian menuangkan air ke seluruh

tubuhnya. Kemudian beliau bergeser dari tempatnya lalu mencuci kedua

kakinya.” Maimunah berkata, “Lalu saya membawakan sepotong kain kepada

beliau (sebagai handuk) tapi beliau tidak menghendakinya lalu beliau mengusap

air dari badannya dengan tangannya.” (Diriwayatkan juga yang semisalnya oleh

Muslim no. 723)

Kesimpulan cara yang kedua:

1. Menuangkan air ke kedua telapak tangannya lalu mencuci keduanya sebanyak

dua atau tiga kali.

2. Mengambil air dengan tangan kanannya lalu menuangkannya ke tangan kirinya,

lalu beliau mencuci kemaluannya dengan tangan kirinya dan juga mencuci bagian

tubuh yang terkena kotoran (madzi atau mani).

3. Menggosokkan tangan kirinya itu ke lantai atau dinding atau tanah untuk

membersihkannya, sebanyak dua atau tiga kali.

4. Berkumur-kumur dan menghirup air ke dalam hidung lalu mengeluarkannya.

5. Mencuci wajah lalu mencuci kedua tangan sampai ke siku.

6. Lalu menyiram kepala sebanyak tiga kali siraman.

79 | P a g e

7. Menyiram seluruh bagian tubuh yang belum terkena air.

8. Bergeser dari tempatnya berdiri lalu mencuci kedua kaki.

Inilah dua kaifiat mandi junub sempurna yang setiap muslim hendaknya

mengerjakan keduanya secara bergantian pada waktu yang berbeda, terkadang

mandi junub dengan kaifiat Aisyah dan pada kesempatan lain dengan kaifiat

Maimunah, wallahu a’lam.

Berikut beberapa permasalahan dalam mandi junub yang tidak tersebut pada

kedua hadits di atas:

1. Wajibnya niat dan tempatnya didalam hati.

Karena niat adalah syarat sahnya seluruh ibadah, sebagaimana dalam  hadits Umar

bin Al-Khaththab yang masyhur, “Sesungguhnya setiap amalan -syah atau

tidaknya- tergantung dengan niatnya.” (HR. Al-Bukhari no. 1 dan 54 dan Muslim

no. 1907)

2.Hukum membaca basmalah.

Tidak disebutkan dalam satu nash pun adanya bacaan basamalah dalam mandi

junub, karenanya kami berpendapat tidak adanya bacaan basmalah di awal mandi

junub. Kecuali kalau dia membaca bismillah untuk gerakan wudhu yang ada di

tengah-tengah kaifiat mandi, maka itu kembalinya kepada hukum membaca

basmalah di awal wudhu. Dan telah kami bahas pada beberapa edisi yang telah

berlalu bahwa hukumnya adalah sunnah.

3. Diharamkan seorang yang mandi junub untuk menceburkan dirinya ke dalam

air yang diam seperti kolam dan sejenisnya. Berdasarkan hadits Abu Hurairah

secara marfu, “Janganlah salah seorang di antara kalian mandi di dalam air

yang diam sementara dia junub.” (HR. Muslim no. 283)

4. Disunnahkan untuk memulai dengan anggota tubuh bagian kanan. Aisyah

berkata, “Kami (istri-istri Nabi) jika salah seorang di antara kami junub, maka

dia mengambil air dengan kedua tangannya lalu meletakkannya di atas

80 | P a g e

kepalanya. Salah satu tangannya menuangkan air ke bagian kepalanya yang

kanan dan tangannya yang lainnya di atas bagian kepalanya yang kiri. Dia

melakukan itu sebanyak tiga kali.” (HR. Al-Bukhari no. 277)

5. Bagi yang mengikat rambutnya, apakah dia wajib melepaskan ikatannya?

Imam Al-Baghawi berkata -tentang hadits Ummu Salamah yang telah berlalu di

awal pembahasan- dalam kitab Syarh Sunnah (2/18), “Hadits inilah yang

diamalkan di kalangan semua ahli ilmi, bahwasanya membuka kepang rambut

tidak wajib pada mandi junub selama air bisa masuk ke dasar rambutnya.”

Kami katakan: Kalau tidak bisa masuk maka wajib membukan ikatan rambutnya.

6. Bolehkah memakai handuk setelah mandi junub?

Wallahu a’lam, lahiriah hadits Maimunah di atas dimana Nabi -shallallahu alaihi

wasallam- menolak handuk yang diberikan oleh Maimunah, menunjukkan

disunnahkannya untuk tidak membasuh badan dengan kain akan tetapi dengan

tangan. Walaupun hukum asalnya adalah boleh membasuh tubuh dengan kain

setelah mandi, hanya saja yang kita bicarakan adalah mana yang lebih utama.

7. Setelah mandi junub, seseorang boleh langsung shalat tanpa berwudhu kembali

karena mandi junub sudah mencukupi dari wudhu. Hal ini berdasarkan hadits

Aisyah, “Adalah Nabi -shallallahu alaihi wasallam- tidak berwudhu lagi setelah

mandi.” (HR. Abu Daud no. 172)

Ibnu Qudamah berkata dalam Al-Mughny 1/289, “Mandi (junub) dijadikan

sebagai akhir dari larangan untuk shalat, karenanya jika dia telah mandi, maka

wajib untuk tidak terlarang dari sholat. Sesungguhnya keduanya yaitu mandi dan

wudhu, dua ibadah yang sejenis, maka yang kecil di antara keduanya (wudhu)

masuk (terwakili) ke dalam  yang besar sebagaiamana halnya umrah di dalam

haji.”

8. Tidak boleh menggabungkan antara mandi junub dengan mandi haid, karena

kedua jenis mandi ini telah tegak dalil yang menerangkan wajibnya untuk

mengerjakan masing-masing darinya secara tersendiri, karenanya tidak boleh

81 | P a g e

disatukan pada satu mandi. Lihat pembasan masalah ini dalam Tamamul Minnah

hal. 126, Al-Muhalla (2/42-47)

Adapun mandi junub dengan mandi jumat, maka boleh digabungkan. Berdasarkan

hadits Aisyah secara marfu’, “Barangsiapa yang mandi pada hari jumat maka

hendaknya dia mandi dengan cara mandi junub.” (HR. Ahmad)

Para ulama menerangkan bahwa pengamalan hadits di atas bisa dengan dua cara:

a. Apakah dia sengaja membuat dirinya junub yaitu dengan berhubungan dengan

istrinya pada hari jumat, agar dia bisa mandi junub pada hari itu.

b. Ataukah dia mandi jumat dengan kaifiat mandi junub, walaupun dia tidak

dalam keadaan junub, wallahu a’lam.

9. Dimakruhkan untuk berlebih-lebihan (boros) dalam menggunakan air, baik

dalam wudhu maupun dalam mandi junub. Ini berdasarkan dalil umum yang

melarang untuk tabdzir (boros) dan berlebih-lebihan dalam segala sesuatu.

10. Cara mandi bersih dari haid/nifas sama dengan mandi junub kecuali dalam dua

hal:

a. Disunnahkan setelah mandi untuk menggosok kemaluan dan yang bagian

terkena darah dengan kapas atau yang semacamnya yang telah diolesi dengan

minyak wangi. Ini untuk membersihkan dan mensucikan dari bau yang kurang

sedap.

Hal ini berdasarkan hadits Aisyah secara marfu’, “Salah seorang di antara kalian

(wanita haid) mengambil air yang dicampur dengan daun bidara lalu dia bersuci

dan memperbaiki bersucinya. Kemudian dia menuangkan air di atas kepalanya

seraya menggosoknya dengan gosokan yang kuat sampai air masuk ke akar-akar

rambutnya, kemudian dia menyiram seluruh tubuhnya dengan air. Kemudian dia

mengambil secarik kain yang telah dibaluri dengan minyak misk lalu dia

berbersih darinya.” Aisyah berkata, “Dia mengoleskannya ke bekas-bekas

darah.” (HR. Muslim no. 332 dari Aisyah)

b. Disunnahkan mandi dengan air dan daun bidara sebagaimana dalam hadits di

82 | P a g e

atas.

Wallahu a’lam bishshawab

APAKAH WANITA MENGURAI RAMBUTNYA SAAT MANDI ?

Bolehnya mengikat rambut kepala, tetapi dilarang bagi wanita untuk menghias

rambut kepalanya menjulang ke arah atas. Karena bisa jadi itu akan menjadi

sebab secara berkala hingga berbentuk seperti punuk unta yang berlenggok

lenggok.

Tidak diwajibkan untuk menguraikan rambut kepala wanita ketika mandi junub

atau mandi suci dari haid, berdasarkan sabda Nabi SAW, “Tidak,” Telah kita

kemukakan bahwa jawaban nabi mengandung kemungkinan larangan atau

menafikan hal wajib.

Cukup seseorang menyiramkan air ke atas kepalanya sebanyak tiga kali siraman

(Cidukan)

LARANGAN UNTUK BERDIAM DI DALAM MESJID BAGI ORANG

YANG JUNUB DAN HAID

Tidak boleh bagi wanita haid untuk berdiam diri di dalam mesjid, baik berdiam

diri dengan duduk, berbaring atau bolak-balik didalamnya. Oleh karena, Nabi

SAW melarang wanita haid untuk tawaf .

Sebagian orang menyangka bahwa makna darurat adalah hajat (keperluan),

sehingga wanita boleh-boleh saja melakukan tawaf apabila keluarganya hendak

meninggalkan mekah, meskipun masih memungkinkan bagi wanita itu untuk

kembali tawaf dengan mudah setelah suci dari haid.

83 | P a g e

Faidah lain dari hadist ini bahwa secara zharirnya,wanita tidak boleh melintasi

mesjid ketika dalam keadaan haid, demikian juga dengan orang junub,

berdasarkan sabda nabi, “aku tidak menhalalkan hal itu untuk wanita haid dan

orang junub.

MANDINYA SUAMI DAN ISTRI DARI SATU BEJANA

Keterusterangan istri-istri para sahabat bahwasana merekas bisa menjelaskan

suatu kebenaran meskipun terkadang berupa hal yang menimbulkan rasa malu.

Diperbolehkan seorang suami mandi bersama istrinya dalam satu bejana. Anatar

suami dan istri boleh melepaskan pakaian satu dengan lainnya, karena yang

namanya mandi pasti melepaskan pakaian, dan memang begitulah.

Orang junub boleh menciduk air untuk bersuci. Bahwa air yang telah terkena

celupan tangan orang yang ber-hadats tetap bisa menyucikan. Jika tidak tentu dari

awal celupan sudah hilang kesuciannya.

WAJIB MEMBASAHI SELURUH TUBUH KETIKA MANDI JUNUB

Menyeluruhnya junub untuk semua tubuh.ini adalah perkara yang sudah diketahui

dan faktanya memang demikian, bahwa seseorang ketika mengeluarkan air mani

maka tubuhnya akan bergetar.

Wajibnya memerhatikan kulit secara lahir dan batin ketika mandi, mandi tidak

sama dengan wudhu, ketika mandi seseorang wajib membasuh rambut dan bagian

bawahnya bagaimanapun kondisi rambut (baik tipis dan lebat). Bersuci dari junub

mencakup seluruh tubuh, sehingga menjadi lebih kuat dari thaharah hadats kecil,

dengan demikian maka konsekuensinya adalah wajib membasuh seluruh rambut

dan bagian bawahnya secara mutlak

84 | P a g e

TAYAMUM

Tayamum secara bahasa artinya Al-Qashdu ( maksud atau tujuan)

�ا 5ب ط�ي ص�عيد�ا �م$م�وا �ي ف�ت م�اء� �جد�وا ت �م ف�ل

sedangkan kamu tidak mendapatkan air, maka bertayammumlah kamu dengan

debu yang baik (suci)(QS An-nisa:43)

Syarat tayamum :

Tayamum memiliki beberapa syarat, diantaranya:

Tidak bisa menggunakan air, baik karea airnya tidak ada atau berbahaya jika

menggunakannya. Menurut tinjauan yang benar, bahwa tayamum merupakan

cabang, sedangkan bersuci dengan air adalah pokok. Tidak boleh menjalankan

cabang bila masih memungkinkan adanya pokok.

BOLEHNYA TAYAMUM DENGAN SEMUA BAGIAN PERMUKAAN

BUMI

Semua Pemukaan bumi bisa dan sah digunakan untuk tempat shalat Sehingga

dengan keumuman nash memberikan faedah bolehnya tayammum dengan seluruh

apa yang tampak di permukaan bumi.” (Taudhihul Ahkam min Bulughil Maram,

1/427)

Dari perselisihan ahlul ilmi yang kami paparkan di atas, penulis dalam hal ini

lebih condong pada pendapat yang menyatakan bolehnya bertayammum dengan

seluruh permukaan bumi dan apa yang berada di atasnya, wallahu ta’ala a’lam.

‘Allamatusy Syaikh Asy-Syinqithi t dalam tafsir beliau terhadap ayat:

“Maka bertayammumlah kalian dengan tanah/debu yang baik/suci, usaplah wajah-

wajah kalian dan tangan-tangan kalian dengannya.” (An-Nisa: 43)

menyatakan bahwa huruf min () dalam ayat ini bukanlah bermakna tab‘idh

(sebagian)1, tapi maknanya ibtida`ul ghayah2, sehingga untuk bertayammum

85 | P a g e

tidak harus menggunakan tanah yang berdebu. Selain itu di kebanyakan negeri

didapatkan tidak ada padanya kecuali pasir atau pegunungan, maka mengharuskan

tayammum dengan tanah debu yang dapat menempel pada tangan merupakan

perkara yang memberatkan.3 Juga yang menguatkan pendapat ini adalah hadits

yang diriwayatkan dalam Ash-Shahihain dari Jabir bin Abdillah c, bahwasanya

Rasulullah n bersabda:

“Diberikan kepadaku lima perkara yang tidak diberikan kepada seorang nabi pun

sebelumku; (pertama) aku ditolong dengan diberikan rasa takut pada musuh-

musuhku terhadapku walaupun jarak (aku dan mereka) masih sebulan perjalanan,

(kedua) bumi dijadikan untukku sebagai masjid (tempat mengerjakan shalat) dan

sebagai sarana bersuci, maka siapa saja dari umatku didapati waktu shalat,

hendaklah ia shalat.” (HR. Al-Bukhari no. 335, 438 dan Muslimno. 521)

Hadits ini merupakan nash yang jelas yang menunjukkan bila waktu shalat

mendapati seseorang sementara ia berada di tempat yang padanya hanya ada

pegunungan atau pasir maka sha‘id yang thayyib yang berupa bebatuan atau pasir

merupakan penyuci baginya dan tempat shalatnya/masjidnya. (Adhwa`ul Bayan

tafsir surat An-Nisa ayat 43)

Al-Imam Ash-Shan’ani t berkata: “Hadits ini menunjukkan bolehnya tayammum

dengan seluruh bagian bumi.” (Subulus Salam, 1/146)

Adapun hadits Hudzaifah yang seakan membatasi tayammum dengan

menggunakan tanah berdebu maka bisa diterangkan dari beberapa sisi:

Pertama: Perkara yang disebutkan dalam hadits ini (tanah berdebu dapat

digunakan untuk bersuci) dinyatakan dalam rangka menunjukkan anugerah yang

diberikan kepada umat Islam (tidak diberikan kepada umat sebelumnya), sehingga

yang demikian mencegah dianggapnya mafhum mukhalafah (yakni selain debu

tidak boleh). Karena itulah ulama bersepakat membolehkan makan dendeng

daging ikan, padahal Allah mengkhususkan penyebutan daging ikan yang segar

dalam firman-Nya:

86 | P a g e

“Dialah yang menundukkan lautan (untuk kalian) agar kalian dapat makan daging

(ikan) yang segar dari lautan tersebut.” (An-Nahl: 14)

Yang demikian itu karena penyebutan  dalam ayat adalah untuk menunjukkan

anugerah yang dilimpahkan-Nya maka tidak bisa dipahami dengan mafhum

mukhalafah bahwa selain daging segar tidak boleh dimakan.

Kedua: Yang dipahami dari lafadz turbah (dalam hadits tersebut yang berarti

tanah) adalah mafhum laqab, sementara mafhum laqab adalah selemah-lemah

pemahaman. Juga mafhum ini tidak bisa diangkat untuk mengkhususkan

keumuman Al Kitab dan As Sunnah. Oleh karena itu tidak teranggap dan tidak

bisa dipakai/diamalkan menurut para imam ahli ushul. Inilah pendapat yang benar

sebagaimana dimaklumi dalam ilmu ushul.

Ketiga: Turbah adalah salah satu bagian dari sha‘id. Menurut jumhur (mayoritas)

ulama, penyebutan sebagian satuan dari sesuatu yang umum dengan hukum yang

umum bukanlah sebagai pengkhususan bagi yang umum tersebut,

TAYAMUM DENGAN SEKALI ATAU DUA KALI TEPUKAN UNTUK

WAJAH DAN DUA TELAPAK TANGAN (1)

Tempat yang mesti disucikan pada tayamum adalah dua anggota saja yaitu wajah

dan kedua telapak tangan. Kedua anggota tersebut merupakan anggota yang

paling mulia bila dinisbatkan kepada wudhu. Wajah lebih mulia dari kepala, dan

kedua tangan lebih mulia daripada kedua kaki.

Tayamum berupa sekali tepukan untuk wajah dan dua telapak tangan.

Disyariatkan meniup setelah menepukan tangan ke tanah. Akan tetapi kita kataka,

bahwa ini dilakukan manakal ada banyak debu yang menempel pada telapak

tangan.

87 | P a g e

TAYAMUM DENGAN SEKALI ATAU DUA KALI TEPUKAN UNTUK

WAJAH DAN DUA TELAPAK TANGAN (2)

Harus ada dua pukulan dalam tayamum, namun selama kita membenarkan bahwa

hadits

ه� من �م ديك ي� و�أ �م و�ج�وهك ب ح�وا ف�ام س�

“sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu”(QS. Al-Maidah:6)

Hadis Ibnu Umar bahwa Rasulullah saw bersabda,

“Tayamum itu dua kali tepukan. Tepukan pertama untuk mengusap wajah dan

tepukan kedua untuk mengusap kedua tangan hingga ke dua siku” (HR Hakim dan

Baihaqi.. Termasuk hadis Dhaif)

B. Hadis Ibnu Umar tentang seorang laki laki yang datang kepada Rasulullah

karena ada keperluan, kemudian ia mengucapkan salam dan selanjutnya

menyebutkan,

“Beliau menepukkan tangannya pada dinding, kemudian mengusapkan kepada

wajahnya. Kemudian beliau menepukkan tangannya dengan tepukan yang lain

dan mengusapkan pada ke dua lengannya, setelah itu Rasulullah baru menjawab

salam orang tersebut” (HR Abu Daud dan Baihaqi, Hadis ini dhaif)

C. Hadis riwayat Abu Juhaim yang menyebutkan,

“hingga beliau berdiri dekat dinding, kemudian menggosoknya dengan tongkat

yang dipegangnya dan meletakkan kedua tangannya pada dinding, lalu mengusap

wajah dan lengannya, kemudian membalas salamku” (HR Syafi’I, Hadis ini

munkar)

Dari dua pendapat tersebut, pendapat yang rajah adalah pendapat yang pertama

88 | P a g e

bahwa tepukan tangan ke tanah hanya sekali dan tidak dua kali. Hal ini dapat

dipahami bahwa hadis hadis yang dipakai sebegai hujjah oleh pendapat kedua

adalah hadis hadis dhaif.

TANAH MENJADI MEDIA BERSUCI BAGI SEORANG MUSLIM

SELAMA TIDAK MENDAPATKAN AIR

Boleh bertayamum dengan seluruh bagian bumi berdasarkan sbda beliau “Tanah

adalah media bersuci seorang muslim”. Tanpa adanya batasan.

Kapan pun seseorang tidak bisa menggunakan air meskipun dalam jangka waktu

yang lama, maka ia boleh bertayamum. Bolehnya menggunakan mubalaghah

(hiperbola) dalam perkataan. Batalnya bersuci dengan tayamum dengan adanya

air berdasarkan hal ini maka jika seseorang telah bertayamum untuk

menghilangkan junub kemudian menemukan air, maka ia wajib mandi.

Wajib menghilangkan penhalang pada anggota yang disucikan

SHALAT DENGAN TAYAMUM LALU MENDAPATKAN AIR SETELAH

SHALATNYA

Mencari air tidak wajib jika seseorang telah mengetahui bahwa didaerah sekitar

dirinya tidak ada air. Orang yang telah bertayamum dan shalat kemudian

menemukan air, maka tidak ada kewajiban baginya untuk mengulangi shalatnya.

Ada tiga gambaran mengenai masalah ini:

a. Mendapatkan air setelah keluar waktu shalat, maka tidak perlu mengulangi

shalat, semua satu pendapat

b. Mendapatkan air setelah shalat dan waktunya masih tersisa

89 | P a g e

c. Mendapatkan air pada waktu melakukan shalat, misalnya orang itu

memiliki teman yang kemudian mendatangkan air padanya, atau turun

hujan ditengah melakukan shalat sehingga mendapatkan air

DISYARIATKANNYA TAYAMUM PADA ORANG JUNUB (ORANG

YANG TERLUKA PARAH) BILA DIKHAWATIRKAN MENINGGAL

(BILA TERKENA AIR)

Dari Ibnu Abbas Radliyallaahu 'anhu tentang firman Allah (Dan jika kamu sakit

atau dalam perjalanan) beliau mengatakan: "Apabila seseorang mengalami luka-

luka di jalan Allah atau terserang penyakit kudis lalu ia junub tetapi dia takut

akan mati jika dia mandi maka bolehlah baginya bertayammum." (Hadits

Riwayat Ad-Daruquthni secara mauquf marfu' menurut Al-Bazzar dan

shahih menurut Ibnu Khuzaimah dan Hakim)

Perkataannya, “Hadits riwayat Ad-Daruquthni secara mauquf marfu'

menurut Al-Bazzar dan shahih menurut Ibnu Khuzaimah dan Hakim.” Yang

shahih adalah mauquf dan bahwasanya riwayat tersebut berasal dari penafsiran

Ibnu Abbas Radhiyallahu Anhuma terhadap ayat yang dimaksud.

Beberapa kandungan dari Atsar ini:

1. Ibnu Abbas Radhiyallahu Anhuma berpendapat bahwa sakit yang

dimaksud dalam ayat adalah sakit lantaran terluka karena jihad dijalan

Allah atau selainnya. Akan tetapi Ibnu Abbas Radhiyallahu Anhuma

menambahkan, ketika orang itu khawatir terjadi kematian. Dalam dua

perkara itu terdapat hal yang perlu dikaji.

Pertama: Kita katakan bahwa ini adalah sekedar contoh, yaitu, “Apabila

seseorang terkena luka dijalan Allah.” Maksudnya bukanlah takhshish

(pengkhususan).

Demikian juga perkataannya, “Dan merasa khawatir akan meninggal,” ini

juga pernyataan sebagai contoh saja, bukan sebagai batasan. Karena Ibnu

90 | P a g e

Abbas Radhiyallahu Anhuma tentu mengetahui hukum semacam ini yang

telah tersebar musibahnya.

2. Orang yang terkena luka dan merasa khawatir apabila luka tersebut

dibasuh maka akan membahayakan nyawanya, atau kurang dari itu maka

ia boleh bertayamum. Ini diambil dari keumuman firman Allah SWT.

“Dan jika kamu sakit,” juga diambil dari firman Allah SWT.

“Maka bertakwalah kamu kepada Allah menurut kseanggupanmu.” (QS.

At-Taghabun: 16). Dan firman-Nya,

“Dan janganlah kamu membunuh dirimu.” (QS An-Nisa: 29)

Semua ini menunjukkan bahwa seseorang apabila terkena luka yang

membahayakan dirinya bila terkena air, maka ia boleh bertayamum.

Para ulama Rahimahumullah berkata, bahwa apabila seseorang terluka dan

air tidak membahayakan dirinya saat digunakan maka wajib dibasuh, karena ia

mampu dan tidak ada perbedaan antaranya dengan orang yang sehat. Jika

membahayakannya, namun tidak berbahaya dengan mengusapnya maka harus

diusap, jika membahayakannya meskipun hanya mengusap maka ia boleh

bertayamum. Urutan ini diambil dari keumuman firman Allah SWT. “Dan

bertakwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu.” (QS. At-Taghabun:

16)

Kewajiban membasuh luka apabila tidak membahayakan maka ini sudah

jelas. Sedangkan kewajiban mengusap, karena mengusap dengan air lebih dekat

dengan tayamum, sehingga diambil dari yang lebih dekat kemudian yang dekat.

Adapun jika sampai membahayakan meski sekedar mengusap maka ia boleh

bertayamum. Ini diqiyaskan dengan seseorang apabila tidak mampu menggunakan

air pada sebagian anggota tubuh, maka ia seperti orang yang tidak mampu

menggunakan air pada seluruh tubuh. Sebab tayamum menunjukkan tentang

bersuci dengan air.

Sebagian ulama mengatakan bahwa apabila tidak mampu membasuh luka,

maka otomatis mengusap gugur darinya sehingga boleh tayamum. Mereka

mengatakan, sesungguhnya Allah SWT berfirman: “Dan bertaqwalah kamu

91 | P a g e

kepada Allah menurut kesanggupanmu.” Orang ini tidak bisa membasuh maka

gugurlah hal itu darinya.

Akan tetapi yang benar adalah Al-Ghuslu (membasuh), kemudian Al-

Mashu (mengusap), lalu tayamum.

HUKUM MENGUSAP DI ATAS JABIRAH (PERBAN PEMBALUT

TULANG)

Dari Jabir Radhiyallahu Anhu tentang seseorang yang terluka lalu ia mandi dan

akhirnya mati, “Sebenarnya cukup baginya untuk bertayammum, dan

membalutkan kain pada lukanya, kemudian mengusap di atasnya dan membasuh

sisa tubuh lainnya.”(Hadits riwayat Abu Dawud dengan sanad yang

didalamnya terdapat kelemahan, dan di dalamnya terdapat ikhtilaf pada

para perawinya)

Ibnu Hajar Rahimahullah meringankan kelemahan hadits ini. Ia

mengatakan, “Di dalamnya terdapat kelemahan,” dan tidak mengatakan,

“Sesungguhnya itu adalah hadits yang lemah sekali.”

Barangkali bisa dikatakan , bahwa hadits ini cocok untuk dijadikan

penguat terhadap hadits Ali Radhiyallahu Anhu.

Bila dikatakan, bahwa ini bukan syahid (penguat); karena hadits Ali

Radhiyallahu Anhu derajatnya sangat lemah sekali sehingga tidak bisa dijadikan

hujjah. Apabila pada hadits tersebut memang lemah gugur, maka masih tersisa

pada hadits ini suatu kelemahan. Di dalamnya juga terdapat ikhtilaf para

perawinya, bukan pada matannya dan bukan pula pada sanadnya. Berdasarkan hal

itu maka di dalamnya terdapat kelemahan dan juga terdapat idhthirab

(kegoncangan), sehingga hukum masih tersisa sesuatu yang mengganjal pada jiwa

ini.

92 | P a g e

Beberapa Kandungan Hadits:

1. Bahayanya fatwa karena kebodohan, karena fatwa mereka mengakibatkan

kematian.

2. Berdoa keburukan kepada orang zhalim dengan kezhaliman-nya, karena

Nabi Muhammad SAW berdoa, “Mereka telah membunuhnya, semoga

Allah memerangi mereka.”

3. Di dalamnya terdapat dalil bahwasanya seseorang apabila terluka dan tidak

memungkinkan baginya untuk menggunakan air pada tempat yang terluka,

maka ia boleh membalut luka tersebut dengan kain kemudian mengusap

diatasnya. Apabila air akan membahayakan-nya meskipun dengan

mengusapnya, maka boleh bertayamum.

4. Di dalamnya terdapat dalil bahwa hukum bisa dibagi-bagi karena adanya

beberaa sebab. Terkadang hukum itu wajib pada sesuatu dan tidak wajib

pada sesuatu yang lain.

TAYAMUM UNTUK SETIAP KALI SHALAT

Dari Ibnu Abbas Radhiyallahu Anhuma, ia berkata, “Termasuk sunnah

adalah seorang yang tidak melaksanakan shakat dengan tayammum keculi satu

shalat saja, kemudian ia bertayammum untuk shalat yang lain.” (Hadits riwayat

Ad-Daruquthni dengan sanad yang lemah sekali)

Adapun makna hadits, secara zhahirnya menyebutkan bahwa seseorang

apabila melakukan tayamum untuk suatu shalat, maka hendaknya ia bertayamum

untuk shalat yang lain. Akan tetapi apakah yang dimaksud shalat lain adalah

apabila telah masuk waktu shalat yang lain, atau shalat lain yang dilakukan dalam

waktu yang sama, seperti dua shalat yang dijamak. Jika di lihat pada zhahir hadits

maka maksudnya adalah satu shalat. Yakni, apabila seseorang telah salam dari

shalat yang pertama, maka ia bangkit tayamum lagi untuk shalat yang kedua.

93 | P a g e

Akan tetapi zhahir maksudnya bukan demikian, namun maksudnya adalah untuk

shalat yang lain pada waktunya.

Ini semakna dengan sabda Nabi Muhammad SAW kepada wanita yang

terkena penyakit haid. “Berwudhulah setiap kali shalat.” Yakni setiap kali masuk

waktunya. Hanya saja atsar ini adalah atsar yang lemah sekali. Dengan demikian

dapat dikatakan bahwa hadits ini dhaif dan tidak bisa diamalkan, sehingga

bertayamum untuk suatu shalat dan kesuciannya masih terjaga (masih dalam

keadaan suci), bila telah memasuki waktu yang kedua. Yang demikian telah

ditetapkan diawal Kitab At-Tayammum dan telah diterangkan bahwa tayamum

bersifat mensucikan dan bisa mengangkat hadats sampai hilang sebab

diperbolehkannya. Entah dengan mendapatkan air jika tayamumnya karena tidak

memiliki air, atau hilangnya udzur jika bertayamum karena udzur, inilah yang

shahih.

HAID

Haid dari segi bahasa adalah sesuatu yang mengalir. Sedangkan secara

istilah artinya mengalirnya darah yang biasa dikeluarkan dari rahim ketika baligh.

Allah SWT menciptakannya sebagai makanan untuk anak. Darah haid adalah

suatu hal yang telah Allah tetapkan untuk para wanita anak cucu Adam, sejak

Allah menciptakan mereka, hingga hari ini dan sampai hari Kiamat. Karena

barupa darah biasa maka umumnya tidak tidak menimbulkan bahaya bagi wanita

meskipun keluar dalam jumlah banyak, hanya saja diiringi dengan rasa lemas

sedikit. Namun jika bukan berupa darah biasa nisaya akan menimbulkan

mudharat yang banyak, karena keluar dengan melimpah.

Itu adalah sebuah kebiasaan, umumnya terjadi pada setiap bulan. Dan

jumlah hari yang banyak terjadi adalah enam atau tujuh hari. Terkadang seorang

wanita tidak menemui haid selama 2 bulan, terkadang mengalami haid selama

sepuluh hari atau selama lima hari. Yakni terkadang kurang dan terkadang lebih,

bahkan terkadang adapula yang tidak mendapatkan haid selama tiga atau empat

94 | P a g e

bulan. Begitu datang maka satu bulan penuh haid itu mengalir. Ini fakta yang

benar-benar bisa terjadi pada wanita bahkan sebagian wanita ada yang tidak

mengalami haid setiap bulan, tidak juga bulan kedua, ketiga atau keempat. Begitu

memasuki bulan kelima wanita itu mengalami haid selama satu bulan penuh.

Sepertinya Wallahu A’lam, darah itu dikumpulkan dan dikeluarkan dalam waktu

lama.

Darah haid biasa terjadi pada wanita yang sudah baligh, dan tidak

mungkin terjadi pada wanita yang masih kecil kecuali dengan jumlah yang sangat

jarang terjadi.

Darah haid memiliki cici-ciri sebagai berikut:

1. Warna : hitam pekat

2. Bentuk : tebal dan berat

3. Bau : anyir.

Dalam sebuah hadits dari Rasulullah Shalallahu Alaihi wa Sallam,

“Sesungguhnya darah haid adalah darah yang berwarna hitam lagu ma’ruf

(bau).”

Tentang masalah haid terdapat hukum-hukum yang banyak sekali, berupa

hukum-hukum syariat yang berkaitan dengan ibadah, hukum-hukum yang

berkaitan dengan muamalah, seperti hukum kedewasaannya dan pemberian

hartanya apabila dalam pemeliharaan, kemudian hukum-hukum kepribadian,

seperti akad pernikahan, selesai masa Iddah dan lain-lain.

HUKUM-HUKUM MUSTAHADHAH (WANITA YANG TERKENA

ISTIHADHAH ATAU DARAH PENYAKIT)

Dari Aisyah Radhiyallahu anha, ia berkata “Fathimah binti Abu Hubaisy terkena

penyakit Istihadhah, mak Rasulullah Shalallahu Alaihi wa Sallam bersabda

kepadanya, “Sseungguhnya darah haid adalah darah yang berwarna hitam lagi

95 | P a g e

diketahui, jika hal itu ada padamu maka janganlah engkau melakukan shalat,

namun jika ternyata berupa lainnya maka berwudhulah dan laksanakanlah

shalat.” (Hadits riwayat Abu Dawud, An-Naa’i, dishahihkan oleh Ibnu

Hibban dan Al-Hakim)

Istihadhah adalah mengalirnya darah pada wanita secara terus-menerus

lebih dari satu bulan. Sebagian ulama membatasi haid dengan waktu lima belas

hari dan selebihnya disebut Istihadhah.

Darah Istihadhah memiliki ciri atau tanda-tanda yang bertentangan dengan

darah haid. Contoh, jika darah haid memiliki bau yang tidak sedap, maka darah

Istihadhah tidak memiliki bau. Oleh karena itu Nabi Muhammad SAW bersabda,

“Sesungguhnya itu hanyalah darah Irq,” sebagaimana darah-darah lainnya.

Sabda Nabi Muhammad SAW, “Sesungguhnya darah haid adalah warna

hitam,” yakni warnanya. Sedangkan warna selain darah haid adalah merah.

Para ulama Rahimahumullah berbeda pendapat tentang hukum berkenaan

dengan hadits ini, diantara mereka ada yang mengatakan bahwa hadits ini

berkenaan dengan wanita yang baru pertama kali mengalami haid kemudian

berlanjut setelahnya, maka yang demikianrujukannya adalah At-Tamyiz (dengan

membedakan). Yakni, melihat kepada darahnya apakah berbeda atau tidak.

Apabila pada sebagian darahnya ada perbedaan dengan yang lainnya, maka yang

memiliki ciri-ciri haid dianggap sebagai haid, sedangkan jika tidak memiliki ciri-

ciri bukan haid, maka bukan haid dan tanda-tandanya sebagaimana yang telah

disebutkan diawal.

WANITA JIKA MELIHAT SHUFRAH (WARNA KUNING) DIATAS AIR

Dalam hadits Asma binti Umais, menurut riwayat Abu Dawud, “Hendaknya ia

duduk di Mirkan, lalu apabila ia melihat warna kekuningan diatas air maka

hendaknya ia mandi untuk shalat Zhuhur dan Ashar sekali mandi, lalu mandi

96 | P a g e

untuk Maghrib dan Isya sekali mandi, kemudian mandi untuk Fajar sekali dan

selalu berwudhu diantara semua itu.”

Wanita mustahadhah apabila mengalami istihadhah maka ia diperintahkan

untuk duduk si Mirkan, yakni tempat air yang besar dan lebar. Apabila ia melihat

bekas darah, yakni kekukingan diatas air maka ia sedang mengalami istihadhah,

sehingga ia disyariatkan mandi tiga kali dalam sehari semalam. Mandi yang

pertama untuk shalat Zhuhur dan Ashar, mandi yang kedua untuk shalat Maghrib

dan Isya, dan mandi yang ketiga untuk shalat Fajar.

Dalam hadits ini terdapat dalil bahwasanya wanita mustahadhah

menjamak antara shalat Zhuhur dan Ashar, kemudian Maghrib dan Isya, tetapi

perintah ini hukumnya mustahab apabila kita memintanya untuk mandi. Adapun

jika tidak memerintahkannya untuk mandi maka ia boleh menjamaknya karena

beratnya wudhu. Ia juga boleh tidak menjamak. Tetapi kita menyuruhnya

menjamak apabila kita memerintahkannya untuk mandi.

Maka dapat dikatakan, wanita mustahadhah diperintahkan untuk mandi

setiap shalat. Apabila hal itu memberatkannya maka hendaknya ia mandi tiga kali

untuk shalat lima waktu dan menjamak antara Zhuhur dan Ashar, Maghrib dan

Isya. Hanya saja mandi disini hukumnya tidak wajib, melainkan sunnah.

MENJAMAK DUA SHALAT PADA SALAH SATU WAKTU KARENA

UDZUR ISTIHADHAH.

Dari Hamnah binti Jahsy Radiyallahu Anha berkata, “aku mengalami istihadhah

dengan haid yang banyak lagi melimpah, maka aku menemui Nabi Muhammad

SAW dengan maksud meminta fatwa, maka beliau bersanda, “Sesungguhnya itu

hanyalah Rikdhah dari setan, maka berlakulah seperti wanita haid selama enam

atau tujuh hari lalu mandilah, jika engkau melihat bahwa engkau telah suci maka

lakukanlah shalat selama dua puluh empat (hari) atau dua puluh tiga, lakukanlah

pula puasa dan shalatlah karena itu sudah sah bagimu, demikianlah kamu

97 | P a g e

lakukan sebagaimana yang dilakukan oleh para wanita haid. Jika engkau mampu

untuk mengakhirkan Zhuhur dan menyegerakan Ashar , kemudian mandi ketika

engkau suci lalu shalat Zhuhur dan Ashar secara jamak, kemudian mengakhirkan

dua shalat tersebut maka lakukanlah, dan engkau mandi ketika Subuh lalu

shalatlah. Selanjutnya beliau bersabda, “Inilah yang lebih bagus bagiku diantara

dua perkara itu.” (Hadits riwayat lima imam kecualiAn-Nasa’i)

Beberapa Kandungan Hadits:

1. Istihadhah bermacam-macam kejadiannya dimasa Nabi Muhammad SAW

pada diri kaum wanita. Karena yang pertama dialami oleh Fathimah binti

Abu Hubaisy, sedangkan dalam hadits ini dialami oleh Hannah binti Jahsy.

2. Selayaknya seorang yang tidak tahu untuk meminta fatwa kepada orang

alim, bahkan itu adalah wajib atasnya. Tetapi perintah wajib tidak

didasarkan dari hadits ini, melainkan diambil dari dalil lain.

3. Bolehnya memutlakkan fatwa dalam bertanya kepada Nabi Muhammad

SAW. Artinya, benar bila kita mengatakan bahwa Rasulullah adalah

pemberi fatwa.

4. Bahwa terkadang setan bisa menguasai anak Adam dengan penguasaan

yang lebih dirasakan. Karena penguasaan secara maknawi itu sudah jelas,

yakni melemparkan perasaan was-was pada hati dengan was-was yang

buruk lagi hina. Tetapi dalam hadits ini, adalah penguasaan secara hissi (bis

dirasakan secara lahir). Karena keberadaan darah yang ditendang oleh setan

menunjukkan bahwa setan memberikan pengaruh, dan memang

demikianlah. Oleh karena itu, apabila seorang anak dilahirkan maka setan

akan menusuk bayi tersebut pada lambungnya sehingga anak tersebut

menangis ketika dilahirkan.

5. Rujukan wanita mustahadhah kepada kebiasaan kaum wanita, berdasarkan

sabda Nabi Muhammad SAW, “Sebagaimana yang dilakukan para wanita

haid.” Tetapi ini berlaku bagi wanita mustahadhah yang tidak meimiliki

hari-hari kebiasaan haid dan tidak bisa pula dibedakan.

98 | P a g e

MANDI SETELAH HAID SELESAI BAGI WANITA YANG ISTIHADHAH

Dari Aisyah Radhiyalallahu Anha, bahwa Ummu Habibah binti Jahsy pernah

mengeluhkan darahnya kepada Nabi Muhammad SAW, maka beliau bersabda,

“Maka dia selelu mandi setiap hendak melakukan shalat.” (Hadits riwayat

Muslim)

Perkataan “Bahwa Ummu Habibah binti Jahsy.” Sedangkan hadits

sebelum ini disebutkan Hamnah binti Jahsy dan Zainab binti Jahsy. Mereka

adalah tiga bersaudara, sedangkan yang menjadi salah satu istri Nabi adalah

Zainab binti Jahsy, sehingga ia menjadi Ummul Mukminin.

Beberapa Kandungan Hadits:

1. Bisa saja seorang mengatakan bahwa istihadhah merupakan penyakit

warisan, karena dua saudara perempuan itu sama-sama terkena istihadhah,

kemungkinan ini terjadi dengan sebab keturunan.

2. Permintaan fatwa berkenaan dengan suatu yang menyakitkan disebut

syakwa, karena hadits ini menyebutkan “Mengeluhlah kepada Rasulullah

Shalallahu Alaihi wa Sallam.”

3. Mengeluh kepada makhluk diperbolehkan dengan syarat tidak

menggambarkan tentang kebencian pada sang Pencipta.

4. Rujukan mustahadhah adalah kebiasaan masa haid yang dialaminya,

berdasarkan sabda Nabi, “Selama haidmu itu menghalangimu.”

5. Haid menghalangi wanita untuk shalat, puasa dan hal-hal lain yang berlaku

untuknya.

6. Wanita haid yang memiliki hari-hari kebiasaannya maka rujukannya adalah

hari-hari kebiasaan itu, baik ia memiiki perbedaan maupun tidak.

7. Jika kebiasaan pada wanita mustahadhah yang memiliki kebiasaan haid

telah genap (habis) maka ia wajib mandi, karena ia telah suci.

8. Diperbolehkan seseorang berjihad dalam beberapa ibadah, berdasarkan

perkataannya, “Maka ia mandi.”

99 | P a g e

9. Tidak wajib bagi wanita mustahadhah mandi untuk setiap shalat karena

mandi tersebut merupakan perbuatan dan ijtihad Ummu Habibah.

BERSENANG-SENANG DENGAN ISTRI HAID SELAMA JIMA’

(BERSETUBUH)

Dari Anas Radhiyallahu Anhu, bahwasanya orang-orang Yahudi adalah apabila

ada seorang wanita diantara mereka yang sedang haid, maka mereka tidak mau

makan bersamanya, lantas Nabi Muhammad SAW bersabda, “Lakukanlah apa

saja kecuali An-Nikah (jima’).” (Hadits riwayat Muslim)

Beberapa Kandungan Hadits:

1. Sikap keras kaum Yahudi dalam bersuci dari najis. Itulah sebabnya

mereka tidak mau makan bersama wanita haid, tidak mau tidur bersama

dan tidak mau mendekatinya. Apabila ada najis yeng mengenai baju

mereka akan mengguntingnya dengan gunting. Mereka tidak menganggap

bahwa air bisa menyucikannya, sebagimana yang disebutkan oleh para ahli

ilmu. Ketika para ulama menyebutkan tentang orang islam yang berada

ditengah antara umat-umat yang lain dalam masalah najis, mereka

mengatakan bahwa orang-orang Yahudi apabila ada najis yang mengenai

baju mereka, maka mereka akan menggunting baju tersebutdan tidak mau

membersihkannya dengan air. Sedangkan kaum Nasrani sebaliknya,

mereka sama sekali tidak menganggap penting hal itu, apahak ada najis

yang mengotorinya atau tidak.

2. Bolehnya bercumbu rayu dengan istri yang sedang haid dalam segala hal

kecuali jima’. Dengan ini, maka diperbolehkan bagi suami untuk

mencium, memeluk dan menjima’nya diantara dua pahanya. Semua

diperbolehkan kecuali jima’.

100 | P a g e

APA-APA YANG DIHARAMKAN ATAS WANITA HAID

Dari Abu Said Al-Khudri Radhiyallahu Anhu, ia berkata, “Rasulullah Shalallahu

Alaihi wa Sallam bersabda, “Bukanlah (wanita) apabila haid maka tidak shalat

dan tidak puasa?” (Muttafaq Alaih dalam hadits yang panjang)

Ini adalah jawaban Rasulullah Shalallahu Alaihi wa Sallam terhadap

pertanyaan yang diajukan kepada beliau. Bahwasanya Nabi Shalallahu Alaihi wa

Sallam menasehati kaum wanita setelah sebelumnya menasehati kaum lelaki

dalam khutbah shalat Ied, beliau menyebutkan kaum wanita dengan berkata, “Aku

tidak melihat adanya orang yang kurang akal dan agamanya bisa mempengaruhi

pikiran lelaki yang kuat daripada seorang dari kalian.”

Ketika Rasulullah Shalallahu Alaihi wa Sallam bersabda, maka ini

menjadi perhatian kaum wanita, sehingga mereka bertanya, “Wahai Rasulullah,

apa kekurangan akal kami dan kekurangan agama kami?” Lantas Nabi

menerangkan bahwa kekurangan akalnya yang dimaksud dengan akal disini

adalah pengetahuan sesuatu dan kemantapannya, bukan akal yang merupakan

lawan kata dari gila.

Beberapa Kandungan Hadits:

1. Keindahan akhlak Rasulullah Shalallahu Alaihi wa Sallam, bahwasanya

beliau adalah manusia yang paling bagus akhlaknya, dan paling lapang

dadanya.

2. Sepantasnya seorang yang alim apabila diminta untuk menjelaskan ilmu

pengetahuan, maka ia menerangkannya dengan dada yang lapang. Jika

memang ilmu itu dia pahami, jika tidak katakanlah.

3. Apabila islam telah menetapkan bagi kaum wanita apabila haid maka tidak

boleh shalat dan tidak boleh puasa.

4. Wanita haid tidak boleh shalat wajib maupun nafilah, tidak puasa nafilah

maupun wajib. Sisi alasannya karena bersifat mutlak dan sesuatu jika

bersifat mutlak maka tidak boleh dibatasi.

101 | P a g e

WANITA HAID SAH MELAKUKAN SEGALA AKTIFITAS HAJI

SELAIN THAWAF

Dari Aisyah Radhiyallahu Anha, ia berkata, “Manakala kami sampai di Sarif aku

terkena haid, maka Rasulullah Shalallahu Alaihi wa Sallam bersabda,

“Lakukanlah apa yang dilakukan oleh orang yang menunaikan haji, hanya saja

engkau tidak boleh thawaf hingga engkau suci.” (Muttafaq Alaih dalam hadits

yang panjang)

Beberapa Kandungan Hadits:

1. Diperbolehkan memasukkan haji kepada umrah ketika mengalami udzur

untuk menyempurnakannya. Karena Aisyah Radhiyallahu Anha dianjurkan

oleh Rasulullah Shalallahu Alaihi wa Sallam dengan diperbolehkannya

memasukkan haji kepada umrah, sebab Nabi bersabda kepadanya,

“Jadikanlah ia sebagai umrah.”

2. Haji Qiran pelaksanaannya, seperti pelaksanaan Haji Ifrad; karena

Rasulullah Shalallahu Alaihi wa Sallam tidak menyuruhnya untuk Thafaw

dua kali dan Sa’i dua kali, tetapi mengatakan, “Lakukanlah sebagaimana

yang dilakukan orang haji.” Inilah pendapat yang rajih bahwa Haji Qiran

seperti Haji Ifrad dalam pelaksanaan amalan-amalan haji, sehingga tidak

perlu melakukan dua kali thawaf dan dua kali sa’i.

3. Semua manasik tidak disyaratkan adanya kesucian, seperti sa’i, wukuf,

mabit, dan lempar jumrah, namun tentu yang lebih utama adalah

melakukannya dalam keadaan suci.

4. Diantara faidah sabda Rasulullah Shalallahu Alaihi wa Sallam,

“Sesungguhnya ini adalah sesuatu yang telah Allah tetapkan untuk para

wanita anak cucu Adam.”

5. Bisa juga diambil dari faidah kalimat ini, bahwa haid adalah darah biasa,

bukan darah hukuman, sebagaimana yang dikatakan oleh sebagian ulama,

bahwa itu adalah hukuman yang ditimpakan kepada wanita Bani Israil.

102 | P a g e

6. Faidah lainnya, bahwa iman bisa bertambah dan berkurang. Inilah pendapat

Ahlu Sunnah wal jama’ah, bahwa iman itu bisa bertambah dan berkurang.

Bertambahnya iman bisa dilihat dari tiga sisi yaitu sisi keyakinan, perkataan

dan perbuatan.

APA SAJA YANG HALAL BAGI SUAMI TERHADAP ISTRINYA YANG

HAID

Dari Mu’adz bin Jabal Radhiyallahu Anhu bahwa ia pernah bertanya kepada

Rasulullah Shalallahu Alaihi wa Sallam, “Apa saja yang dihalalkan untuk laki-

laki kepada istrinya yang sedang haid?” Beliau menjawab, “Yang berada diatas

sarung.” (Hadits riwayat Abu Dawud dan ia melemahkannya)

Yang dimaksud dengan “Yang berada diatas sarung.” Yakni, sesuatu

yang antara pusar dan lutut maka tidak boleh dinikmati, atau tidak halal baginya.

Sedangkan sesuatu yang diatasnya atau dibawahnya maka tidak mengapa.

APA SAJA YANG DIHARAMKAN BAGI WANITA NIFAS

Dari Ummu Salamah Radhiyallahu Anha, ia berkata, “Para wanita yang terkena

nifas pada zaman Nabi Shalallahu Alaihi wa Sallam biasa duduk setelah nifasnya

selama 40 hari.” (Hadits riwayat lima imam kecuali An-Nasa’i)

Nifas adalah darah yang keluar pada saat melahirkan, atau dua-tiga hari

sebelum melahirkan disertai dengan rasa sakit. Adapun air ketuban yang keluar

maka itu bukan nifas. Demikian juga sesuatu yang keluar sebelum melahirkan

tanpa diiringi rasa sakit maka ini juga bukan nifas.

103 | P a g e

Jadi darah yang keluar sebelum melahirkan bukanlah nifas kecuali jika

darah itu keluar dua atau tiga hari sebelum melahirkan dan diiringi dengan rasa

sakit. Kemudian air yang keluar sebelum melahirkan meskipun diiringi rasa sakit

maka itu juga bukan nifas.

104 | P a g e