Bmsp5 Case1 Part1 Ready

173
1 BAB I Pendahuluan 1.1 Imunologi Dasar Imunologi : ilmu yg mempelajari tentang sistem imun / kekebalan tubuh. Pengenalan, memori, serta kespesifikan terhadap benda asing merupakan inti imunologi. Konsep dasar Respon Imun : Reaksi terhadap sesuatu yang asing. Pemicunya disebut dengan Antigen, yaitu Substansi yg mampu merangsang respon imun, berupa bahan infeksiosa biasanya berbentuk protein atau karbohidrat, atau lemak. Antigen akan berkontak dgn sel tertentu, memacu serangkaian kejadian yang mengakibatkan destruksi, degradasi atau eliminasi. Respon imun : 1. Respon imun non spesifik. Terdiri atas : Fagositosis, Reaksi peradangan

description

farmakologi

Transcript of Bmsp5 Case1 Part1 Ready

Page 1: Bmsp5 Case1 Part1 Ready

1

BAB I

Pendahuluan

1.1 Imunologi Dasar

Imunologi : ilmu yg mempelajari tentang sistem imun / kekebalan

tubuh. Pengenalan, memori, serta kespesifikan terhadap benda asing merupakan inti

imunologi. Konsep dasar Respon Imun : Reaksi terhadap sesuatu yang

asing. Pemicunya disebut dengan Antigen, yaitu Substansi yg mampu merangsang

respon imun, berupa bahan infeksiosa biasanya berbentuk protein atau karbohidrat,

atau lemak. Antigen akan berkontak dgn sel tertentu, memacu serangkaian kejadian

yang mengakibatkan destruksi, degradasi atau eliminasi.

Respon imun :

1. Respon imun non spesifik. Terdiri atas : Fagositosis, Reaksi peradangan

2. Respon imun spesifik, terdapat 2 komponen :

o Respon imun humoral, berupa globulin-gama tertentu / imunoglobulin.

Diperankan limfosit B.

o Respon imun selular, menyebabkan reaksi hipersensitif tipe lambat.

Diperankan limfosit T

Imunitas Humoral

Page 2: Bmsp5 Case1 Part1 Ready

2

Diperankan limfosit B yang dapat berdeferensiasi menjadi sel plasma

80-90 % dalam sumsum tulang, 10-20 % dari limfosit darah tepi.

Mensintesis imunoglobulin

Ada 5 imunoglobulin : dari yang terbanyak & peranannya :

1. Ig G :  aktivasi komplemen,antibodi heterotropik

2. Ig A  :  antibodi sekretorik

3. Ig M :  aktivasi komplemen

4. Ig D :  reseptor permukaan limfosit

5. Ig E  : antibodi reagin, pemusnah parasit.

Antibodi berperan pada 4 tipe reaksi imun :

Reaksi tipe I    : reaksi anafilaksis.

Alergen + Ig E + sel Basofil  è pelepasan mediator ( histamin, serotonin dll)

Contoh klinis : urtikaria

Reaksi tipe II  : reaksi sitotoksis

Antigen + Ig G / Ig M  + aktivasi komplemen è lisis dan fagositosis virus,

bakteri dll

Contoh klinis : pemfigoid.

Reaksi tipe III : reaksi kompleks imun.

Page 3: Bmsp5 Case1 Part1 Ready

3

Antigen + Antibodi + Komplemen è

Tidak mudah dimusnahkan sistem fagosit è bereaksi dgn pembuluh darah atau

jaringan lain è kerusakan jaringan.

Contoh klinis : vaskulitis nekrotikans.

Reaksi tipe IV Imunitas Selular

Diperankan sel T dgn limfokin-nya.

Sel T 80-90 % jumlah limfosit darah tepi dan 90 % jumlah limfosit timus.

Limfokin : zat yang dikeluarkan sel T yang mampu merangsang dan

mempengaruhi reaksi peradangan selular. Contoh : MIF ( Makrophage

Inhibitory Factor), MAF ( Activating), faktor kemotaktik makrofag, dll.

Antigen spesifik + limfosit T + limfokin è reaksi hipersensitivitas

lambat  (Reaksi tipe IV  ).

Contoh klinis : Dermatitis Kontak Alergik

Abses Apikalis Kronis (Apikal Supuratif

Kronis)

Definisi. Suatu abses apikalis kronis adalah

infeksi tulang alveolar periradular yang

berjalan lama dan bertingkat rendah.

Sumber infeksi terdapat di dalam saluran

akar.

Page 4: Bmsp5 Case1 Part1 Ready

4

Penyebab. Abses apikalis kronis adalah suatu sekuela alami matinya pulpa

dengan perluasan proses infektif sebelah periapikal, atau dapat juga

disebabkan oleh abses akut yang sebelumnya sudah ada.

Gejala-gejala. Gigi dengan abses apikalis kronis umumnya adalah

asimtomatik ; kadang-kadang abses macam itu hanya dapat dideteksi pada

waktu pemeriksaan radiografik rutin atau karena adanya fistula. Fistula

bisanya mencegah eksaserbasi atau pembengkakan dengan mengadakan

drainase lesi periradikularyang terus-menerus. Suatu radiograf yang diambil

setelah insersi kerucut guta-perca ke dalam fistula sering menunjukkan gigi

yang bersangkutan dengan melacak fistula pada asalnya. Kadang-kadang

fistula berjarak beberapa gigi dari penyebabnya.

Page 5: Bmsp5 Case1 Part1 Ready

5

Apabila dijumpai suatu kavitas terbuka pada gigi, drainase dapat terjadi melalui

saluran akar. Apabila tidak ada fistula, debris selular dan bakteri difagositosis oleh

makrofag, dan cairan diabsorbsi melalui pembuluh darah dan limfa.

Perawatan. Perawatan terdiri dari pengambilan infeksi pada saluran akar.

Begitu bagian akhir ini diselesaikan dan saluran akar diisi, perbaikan jaringan

periradikular umumnya terhenti. Bila daerah rarefaksi kecil, perawatannya

sama dengan perawatan gigi dengan pulpa nekrotik. Sebetulnya, suatu abses

kronis dapat terlihat sebagai perluasan periapikal suatu infeksi yang berasal

dari pulpa nekrotik. Perbedaan terletak dalam tingkatannya saja.

1.2 Abses Apikalis Kronis (Apikal Supuratif Kronis)

Definisi. Suatu abses apikalis kronis adalah

infeksi tulang alveolar periradular yang

berjalan lama dan bertingkat rendah.

Sumber infeksi terdapat di dalam saluran

akar.

Penyebab. Abses apikalis kronis adalah

suatu sekuela alami matinya pulpa dengan

perluasan proses infektif sebelah

periapikal, atau dapat juga disebabkan oleh

abses akut yang sebelumnya sudah ada.

Page 6: Bmsp5 Case1 Part1 Ready

6

Gejala-gejala. Gigi dengan abses apikalis kronis umumnya adalah

asimtomatik ; kadang-kadang abses macam itu hanya dapat dideteksi pada

waktu pemeriksaan radiografik rutin atau karena adanya fistula. Fistula

bisanya mencegah eksaserbasi atau pembengkakan dengan mengadakan

drainase lesi periradikularyang terus-menerus. Suatu radiograf yang diambil

setelah insersi kerucut guta-perca ke dalam fistula sering menunjukkan gigi

yang bersangkutan dengan melacak fistula pada asalnya. Kadang-kadang

fistula berjarak beberapa gigi dari penyebabnya.

Apabila dijumpai suatu kavitas terbuka pada gigi, drainase dapat terjadi

melalui saluran akar. Apabila tidak ada fistula, debris selular dan bakteri

difagositosis oleh makrofag, dan cairan diabsorbsi melalui pembuluh darah

dan limfa.

Page 7: Bmsp5 Case1 Part1 Ready

7

Perawatan. Perawatan terdiri dari pengambilan infeksi pada saluran akar.

Begitu bagian akhir ini diselesaikan dan saluran akar diisi, perbaikan jaringan

periradikular umumnya terhenti. Bila daerah rarefaksi kecil, perawatannya

sama dengan perawatan gigi dengan pulpa nekrotik. Sebetulnya, suatu abses

kronis dapat terlihat sebagai perluasan periapikal suatu infeksi yang berasal

dari pulpa nekrotik. Perbedaan terletak dalam tingkatannya saja.

Page 8: Bmsp5 Case1 Part1 Ready

8

BAB II

ANTIBIOTIKA

Antibiotik menurut Vuillemin (1889) adalah sebagai senyawa aktif yang

dihasilkan MO hidup untuk memusnahkan MO lain untuk memperjuangkan

kelangsungan hidupnya. Menurut Turpin dan Velu (1957) antibiotik adalah semua

senyawa kimia yang dihasilkan oleh organisme hidup atau yang diperoleh melalui

sintesis yang memiliki indeks khemoterapi tinggi yang manifestasi aktivitasnya

terjadi pada dosis yang sangat rendah secara spesifik melalui inhibisi proses penting

pada virus, MO atau bernagai organisme bersel majemuk. Pada awalnya antibiotik

diperoleh secara alamiah, kemajuan ilmu dan teknologi memungkinkan semisintesis

dan sintesis. Misalnya struktur dasar penisilin adalah 6-aminopenisilinat (6-APA).

Definisi tersebut menempatkan antibiotik sebagai obat khemoterapi.

Senyawa antibiotik juga dapat berkhasiat sebagai antivirus (Rifampisin),

antiparasit (Paromomisin), anti jamur (Griseofulvin, amfoterisin B).

Penyalahgunaan A.B secara luas mengandung resiko seperti, menimbulkan

efek samping dan reaksi toksik, hipersensitivitas dapat diinduksi, sehingga

memungkinkan terjadi berbagai reaksi ringan atau gawat pada pemakaian berulang

AB tersebut, flora normal usus sering dimodifikasi sehingga meningkatkan

kemungkinan untuk terjadi superinfeksi, mutan mikroba yang resisten sering

Page 9: Bmsp5 Case1 Part1 Ready

9

terseleksi dari populasi bakteri dan merupakan ancaman bahaya individual atau

epidemiologic. Status fisiopatologi pasien seringkali menuntut perhatian khusus pada

disain terapi dengan antibiotic, faktor lingkungan seperti diet, terapi lain yang

dilaksanakan sejajar ataupun bersama-sama dengan terapi antibiotik merupakan hal-

hal yang perlu diperhitungkan pengaruhnya terhadap terapi antibiotik.

Faktor yang perlu diperhatikan untuk menunjang tercapainya sasaran

penggunaan antibiotik adalah aktivitas antimikroba, efektivitas dan efisiensi proses

farmakokinetik, toksisitas antibiotic, reaksi karena modifikasi flora alamiah tuan

rumah, penggunaan kombinasi antibiotic dan pola penanganan infeksi.

Pemilihan rute pemberian AB harus  memperhatikan faktor-faktor seperti

konsentrasi obat dalam darah, lokasi infeksi, kegawatan infeksi, jika  infeksi yang

mengancam nyawa ; Lebih baik AB diberikan secara parenteral dari pada peroral, dan

bila absorpsi melalui intra muscular (i.m) meragukan lebih baik pemberian intravena

(i.v).

2.1 ANTIBIOTIK β-LAKTAM

Karena aktivitasnya yang broad spectrum (aktivitas luas) dan relative sedikit

beracun, antibiotic β-lactam tetap menjadi antibiotic yang banyak dipergunakan di

dunia. Penicillin dan cephalosporin sering digunakan untuk infeksi yang serius,

seperti infeksi nosokomial.

2.1.1 Penicillin

Page 10: Bmsp5 Case1 Part1 Ready

10

Merupakan istilah umum untuk kelompok antibiotic yang merupakan bagian

dari cincin β-lactam. Inti penicillin adalah asam 6-aminopenisilanat. Penicillin ini

diperoleh dari Penicillium chrysogenum.

2.1.1.1 Klasifikasi

Penicillin merupakan cyclic dipeptida yang mengandung 2 asam amino (D-valin, L-

lysin). Pada tahun 1958, sintesis struktur dasar penicillin (6-aminopenicillanic acid)

dimanipulasi dengan penambahan rantai tambahan yang berbeda ke β-lactam dan

cincin thiazolidine. Mineral yang berbeda (natrium, kalium, procaine, benzathine)

juga diberikan untuk kebutuhan farmakokinetik.

Penicillin yang stabil terhadap asam resisten terhadap gangguan asam lambung, yang

berarti dapat digunakan sebagai obat oral. Contohnya penicillin V, amoxicillin, dan

cloxacillin.

a. Penicillin alami

1). Penicillin G (benzylpenicillin) efektif untuk infeksi yang disebabkan oleh

gram negative dan gram positif coccus, gram positif basil, dan spirochetes.

Penicillin G rentan tehadap hidrolisis β-lactamase, memiliki spectrum yang

sempit, dan tidak stabil terhadap asam lambung.

2). Penicillin V (fenoksimetil penicillin) memiliki spectrum yang mirip dengan

penicillin G, tetapi tidak digunakan untuk pengobatan bacteremia karena

Page 11: Bmsp5 Case1 Part1 Ready

11

konsentrasi letal minimumnya yang tinggi (MLC, jumlah minimum obat yang

dibutuhkan untuk menyembuhkan infeksi). Penicillin V stabil terhadap asam.

Lebih sering digunakan untuk pengobatan infeksi oral karena efektif dalam

melawan organisme anaerob.

b. Antistaphilococcal penicillin (penicillin resisten β-lactamase)

Methicillin, nafcillin, oxacillin, cloxacillin, dan dicloxacillin merupakan

contoh golongan ini, dengan spectrum yang sempit. Methicillin sudah jarang

digunakan karena tingkat keracunannya.

Bakteri meningkatkan resistensinya terhadap penicillin dengan memperluas

enzim β-lactamase yang membuat tidak aktifnya penicillin dengan memecah

asam 6-aminopenicillanic untuk menghasilkan derivate asam penicilloic.

Penicillin jenis ini ampuh terhadap stafilokokus dan streptokokus. Namun tidak

bisa membasmi bakteri gram negatif batang, enterokokus, bakteri anaerob.

c. Penicillin spektrum diperluas (penicillin antipseudomonal)

Penicillin jenis ini memiliki spektrum antibakteri serta memiliki aktivitas yang

lebih tinggi terhadap bakteri gram negatif. Selain itu, obat jenis ini juga dapat

membunuh Pseudomonas. Namun, mudah dirusak oleh penisilinase.

Contoh obatnya adalah ampicilin, bacampicilin, amoxicilin, carbenicilin indanyl,

ticarcilin, mezlocilin, piperacilin.

Page 12: Bmsp5 Case1 Part1 Ready

12

d. Penicillin dengan β-lactamase inhibitor

Penisilin jenis ini memiliki agen yang mampu mengikat, secara irreversible,

sisi katalis penisilinase untuk mencegah terjadinya hidrolisis dari cincin -lactam

pada antibiotik.

Contoh obatnya adalah clavulanate + amoxicilin, ampicilin + sulbactam,

piperacilin + tazobactam, ticarcilin +clavulanate.

2.1.1.2 Mekanisme Kerja

1. Obat bergabung dengan Penicillin-binding proteins (PBPs) pada bakteri

2. Terjadi hambatan sintesis dinding sel bakteri karena proses transpeptidasi antar

rantai peptidoglikan terganggu

3. Sehingga jembatan pentapeptide menjadi tidak kuat dan dinding sel lisis.

Namun pada beberapa jenis bakteri, cincin -lactam memiliki mekanisme

tambahan, yaitu pengaktifan enzim muramyl sintetase yang bertanggung jawab

terhadap pemisahan dari sel anak pada proses pembelahan. Namun, jika enzim ini

terus diproduksi tanpa adanya proses pembelahan sel bakteri maka akan

menyebabkan autolisis dari dinding sel bakteri.

Page 13: Bmsp5 Case1 Part1 Ready

13

Penicillin menghambat pembentukan mukopeptida yang diperlukan untuk

sintesis dinding sel bakteri. Terhadap bakteri yang sensitive, penicillin akan

menghasilkan efek bakterisid pada mikroba yang sedang aktif membelah. Mikroba

dalam keadaan metabolic tidak aktif (tidak membelah) tidak dipengaruhi oleh

penicillin, kalaupun ada pengaruhnya maka hanya bakteriostatik.

2.1.1.3 Farmakokinetik

Sepertiga dari Penisilin G diberikan secara oral dan diserap di usus, namun

karena proses penyerapan di usus yang kurang baik maka untuk pemberian dengan

cara oral, dosis harus dilipatgandakan sebanyak empat atau lima kali dibandingkan

dengan dosis pemberian secara parenteral. Pemberian obat ini sebaiknya 30 menit

sebelum makan atau 2 jam sesudahnya. 60% dari penisilin G berada di albumin

setelah terabsorpsi, namun keberadaannya juga ditemukan di hati, empedu, ginjal,

cairan semen, cairan sendi, dan pembuluh limfa. Namun ketika terjadi meningitis,

penisilin jenis ini juga bisa ditemukan di cairan serebrospinal. Ekskresi penisilin

melalui urine. 60-90% pemberian penisilin secara intramuscular akan dieliminasi

dalam bentuk urine. Waktu paruh untuk penisilin berkisar 30 menit.

Meticilin dan nafcilin juga memiliki sifat yang sama dengan penisilin G.

Tetapi dalam pemberiannya tidak perlu memerhatikan apakah perut dalam keadaan

kosong atau penuh. Obat ini juga terkonsentrasi di cairan serebrospinal pada terapi

meningitis yang disebabkan oleh stafilokokus.

Page 14: Bmsp5 Case1 Part1 Ready

14

Untuk penisilin V karena obat ini stabil dalam keadaan asam, pemberian

secara oral jauh lebih baik efeknya selain itu penyerapan di usus juga lebih baik.

Untuk dicloxacillin dan ampicillin, pemberian secara oral merupakan cara

pemberian yang aman dan dapat diabsoprsi dengan baik, namun sebaiknya diberikan

saat perut dalam keadaan kosong, 1 jam sebelum atau 2 jam sesudah makan. Obat ini

diekskresi secara cepat oleh ginjal. Juga terdapat proses eliminasi hepatik oleh

empedu. Ampisilin juga diekskresi melalui feses dalam jumlah yang sedikit.

Absorpsi amoxicillin di saluran cerna lebih baik dari ampicillin, karena proses

ini tidak terhambat walaupun di lambung terdapat makanan.

Untuk penisilin anti pseudomonas seperti ticarsilin, piperasilin, mezlosilin dan

carbenisilin ekskresinya melalui urine.

2.1.1.4 Efek Therapeutic di Kedokteran Gigi

Penicillin V adalah obat yang paling sering diberikan untuk kemoterapi

infeksi gigi, meski amoxicillin memiliki efek farmakokinetik yang lebih baik.

Parenteral penicillin G banyak digunakan untuk infeksi pada pasien yang tidak dapat

menggunakan obat secara oral (pasien malabsorpsi dan muntah).

Pada beberapa kasus, penicillin G dan V serta amoxicillin tidak cocok untuk

pengobatan infeksi oral. Beberapa infeksi dental disebabkan oleh β-lactamase,

Page 15: Bmsp5 Case1 Part1 Ready

15

antibiotik yang cocok adalah derivat penicillin resisten penicillinase, erythromycin

atau clindamycin.

Infeksi periodontal karena bakteri gram positif dan gram negative aerob dan

anaerob dapat menggunakan obat antimikroba yang spectrumnya lebih luas, seperti

amoxicillin atau β-lactam yang dikombinasikan dengan metronidazol.

2.1.1.5 Kontraindikasi

1. Pada orang-orang yang memiliki riwayat alergi dengan obat tersebut.

2. Pada orang yang menggunakan obat coumarin anticoagulant, karena dapat terjadi

perdarahan. Efek ini akan terjadi setelah 3 hari pemberian penicillin, namun akan

kembali normal setelah 72-96 jam. Perdarahan macam ini biasanya terjadi setelah

pencabutan gigi.

2.1.1.6 Adverse Effect

Pada pasien gagal ginjal, penicillin dalam dosis tinggi dapat mengakibatkan

seizure. Nafcillin terkait neutropenia, oxacillin dapat mengakibatkan hepatitis.

Ampicillin dihubungkan dengan kolitis psudomembran. Infeksi sekunder seperti

candidiasis vagina juga dapat timbul.

1). Alergi dan non alergi

Terjadinya alergi didahului oleh adanya sensitisasi. Alergi yang paling sering

terjadi adalah maculopapular (biasanya disebabkan oleh ampicillin) atau

Page 16: Bmsp5 Case1 Part1 Ready

16

urticarial. Manifestasi klinik reaksi alergi penicillin yang terberat adalah reaksi

anafilaksis, angioedema (yang ditandai dengan membengkaknya bibir, lidah, dan

area periorbital), dan serum sickness. Asma parah, sakit di bagian perut, mual dan

muntah, lemah, tekanan darah yang berkurang, dan diare dapat dikatakan sebagai

tanda-tanda reaksi anafilaksis.

Reaksi alergi yang sifatnya ringan sampai sedang berupa berbagai bercak

kemerahan kulit, dermatitis kontak, glositis, serta gangguan lain pada mulut,

demam yang kadang disertai menggigil.

Beberapa penelitian mengatakan bahwa resiko terkena alergi penicillin pada

seseorang lebih tinggi apabila orang tersebut juga alergi dengan obat lainnya.

Reaksi alergi jarang terjadi pada anak-anak, tetapi dapat menyebabkan kematian

pada orang dewasa karena kemampuan cardiopulmonary yang kurang baik.

Untuk reaksi non-alergi melibatkan ticarsilin, mezlosilin dan piperasilin yang

menyebabkan waktu koagulasi yang abnormal. Selain itu, penggunaan penisilin

resisten terhadap penisilinase dapat menyebabkan fungsi hati yang abnormal.

Dosis berlebih pada pemberian intravena dapat menyebabkan hyperexcitability

dan halusinasi.

2). Diare : Penicillin yang diberikan secara oral dalam dosis besar dapat

menimbulkan gangguan gastointestinal, terutama mual, muntah, dan diare.

Page 17: Bmsp5 Case1 Part1 Ready

17

3). Nefritis : semua penicillin, tapi terutama methicillin, berpotensi untuk

menyebabkan nefritis interstitial akut.

4). Neurotoxicity : penicillin mengiritasi jaringan saraf. Hal ini sangat berbahaya bagi

pasien epilepsi.

5). Keracunan : terjadi karena kelebihan kalium dan natrium.

2.1.1.7 Interaksi Obat

Beberapa obat yang akan dijelaskan dari golongalan Pensillin :

1. Penisilin   G  

Deskripsi

Page 18: Bmsp5 Case1 Part1 Ready

18

Beta-laktam obat antibakteri.

Indikasi

Infeksi tenggorokan, OM, endokarditis, meningitis, pneumonia.

Indikasi dalam Kedokteran Gigi

Digunakan untuk mengobati infeksi bakteri seperti dental abses.

Sediaan

600 mg dan 1.2 g vials berisi bubuk untuk rekonstitusi melalui administrasi

intramuscular atau intravena administration (Penicillin G).

Dosis

Dewasa: 600 mg–1.2 g 4 kali sehari.

Anak-anak: 1–12 tahun 100–300 mg/kg 4–6 dosis sehari.

Kontraindikasi

Hipersensitivitas.

Precautions

Penyakit Ginjal

Page 19: Bmsp5 Case1 Part1 Ready

19

2. Penisilin   V  

Deskripsi

Obat antibakteri beta-lactam.

Indikasi

Tonsilitis, OM, demam rematik, profilaksis.

Indikasi dalam Kedokteran Gigi

Digunakan untuk mengobati infeksi bakteri seperti dental abses.

Sediaan

(i) A 250 mg tablet (Penicillin V).

(ii) An oral solution (125 mg/5 mL and 250 mg/5 mL) (Penicillin V).

(iii) A 600 mg vial of powder for reconstitution for intramuscular or

intravenous administration (Penicillin G).

Dosis

Adult: 500 mg four times a day (Penicillin V).

Page 20: Bmsp5 Case1 Part1 Ready

20

Child: under 6 years 25% adult dose.

Child: 6 – 12 years 50% adult dose.

Kontraindikasi

Hypersensitivity.

Precautions

Penyakit Ginjal

Interaksi Obat

Penisillin mengurangi ekskresi dari methotrexate obat sitotoksik, menyebabkan

peningkatan toksisitas obat terakhir yang dapat menyebabkan kematian. Mungkin ada

khasiat mengurangi kontrasepsi oral dan metode kontrasepsi lainnya disarankan

selama terapi antibiotik. Level serum dari Penisillin V sangat berkurang ketika

dibarengi dengan pemberian neomysin dan peningkatan dosis dua kali lipat

diperlukan. Aktivitas penisillin menurun jika dibarengi tetrasiklin. Penisillin G jarang

meningkatkan waktu protrombin bila diberikan kepada pasien yang menerima

warfarin.. Probenecid, phenylbutazone, sulphaphenazole, sulphinpyrazone, obat

aspirin anti-inflamasi dan indomethacin secara signifikan meningkatkan paruh hidup

penisillin.

3. Ampisilin  

Page 21: Bmsp5 Case1 Part1 Ready

21

Indikasi : ISK, OM, sinusitis, bronkitis kronis, gonore.

Kontraindikasi : hipersensitif.

Efek samping : mual, diare, ruam, kadang-kadang kolitis.

Sediaan : Ampisilin kapsul 250 mg, 500 mg, serbuk injeksi, dry sirup.

Bentuk sediaan kapsul atau tablet dengan kandungan 250 mg, 500 mg atau 1000 mg.

Bentuk sediaan sirup dengan kandungan 125 mg atau 250 mg/5 ml sirup.

Untuk sediaan injeksi biasa dalam bentuk vial dengan kandungan 200 mg, 500 mg

dan 1.000 mg Ampisilin. Dan ada kombinasi 1.000 mg Ampisilin dan 500 mg

Sulbactam atau 500 mg Ampisilin dan 250 mg Sulbactam

4. Amoxicillin

Pendahuluan

Amoxicillin adalah antibiotika β-laktam yang termasuk ke dalam golongan penisilin,

spektrum luas, bakterisid terhadap gram positif dan gram negative. Antibiotik β-

laktam digunakan untuk penyembuhan infeksi bakteri yang disebabkan oleh

mikroorganisme, dan mempunyi daya absorbsi baik. Amoxicillin sangat efektif untuk

beberapa bakteri seperti H. influenzae, N. gonorrhoea, E. coli, Pneumococci,

Streptococci, dan beberapa strain dari Staphylococci.

Page 22: Bmsp5 Case1 Part1 Ready

22

Formula molecular amoxicillin adalah C16H19N3O5S• 3H2O.

Farmakokinetik

1. Administrasi

Rute Administrasi : Amoxilin yang dikombinasikan dengan asam clavulanic

hanya dapat digunakan sebagai preparasi oral.

2. Absorpsi

Oral: Cepat dan hampir komplit ; makanan tidak berpengaruh

3. Distribusi : Umumnya hampir semua cairan tubuh dan tulang ; penetrasi

yang lemah dalam sel mata, dan melewati meninges.

Cairan pleura, paru-paru dan cairan peritoneal ; mempunyai konsentrasi urin

yang tinggi; juga ke cairan synovial, hati, prostat, otot dan kantung empedu; penetrasi

ke telinga tengah, sekresi sinus maxilary, tonsil, sputum dan sekresi bronchial.

4. Metabolisme: Biasanya signifikan pada host.

5. Ekskresi: Rute primer dari ekskresi melewati proses sekretorik tubuli ginjal,

seperti filtrasi dari glomerolus. Pasien dengan gagal ginjal mempunyai

regimen dosis yang disesuaikan.

rasio level darah: Normal meninges: <1%; Inflamed meninges: 8% to 90%

Page 23: Bmsp5 Case1 Part1 Ready

23

Protein binding: 17% to 20%

Metabolisme : Partially hepatic

Half-life elimination ( T ½ ):

Neonatal: 3.7 hours

Balita and anak-anak : 1-2 hours

Dewasa : Normal renal function: 0.7-1.4 hours

Waktu puncak : kapsul : 2 hours; Suspensi: 1 hour

Ekresi:

- Urine (80% as unchanged drug); lebih sedikit dari neonatal

- Feses: sedikit sekali

Farmakodinamik

Amoxicillin menghambat sintesa dinding sel kuman yang sedang tumbuh sehingga

bersifat bakterisidal. Jadi Amoxicillin lebih efektif pada kuman-kuman yang

membelah diri / berkembang biak dengan cepat. Aktifitasnya meliputi

mikroorganisme gram negatif seperti Haemophilus influensa, E. Coli dan Proteus

Page 24: Bmsp5 Case1 Part1 Ready

24

Mirabilis. Kekurangannya adalah mudah di-hidrolisa oleh β-laktam dengan spektrum

luas yang semakin banyak ditemukan pada kuman gram negatif.

Mekanisme Kerja

Amoxicillin mendegradasi enzim β-laktamase yang dihasilkan oleh bakteri.

Amoxicillin merupakan senyawa penisilin semi sintetik dengan aktivitas anti bakteri

spektrum luas yang bersifat bakterisid. Aktivitasnya mirip dengan ampisilin, efektif

terhadap sebagian bakteri gram-positif dan beberapa gram-negatif yang patogen.

Bakteri patogen yang sensitif terhadap amoksisilina adalah Staphylococci,

Streptococci, Enterococci, S. pneumoniae, N. gonorrhoeae, H. influenzae, E. coli dan

P. mirabilis.

Amoxicillin kurang efektif terhadap spesies Shigella dan bakteri penghasil β-

laktamase. Menghambat sintesis dinding sel bakteri oleh satu atau lebih penicillin –

binding protein (PBPs) yang menghambat tahap terakhir transpeptidase sintesis

peptidoglikan pada dinding sel bakteri. Selain itu juga menghambat biosintesis

dinding sel bakteri. Bacteria mengalami lisis mengacu pada aktivitas enzymes

autolytic dinding sel yang sedang berlangsung (autolysins and murein hydrolases).

Page 25: Bmsp5 Case1 Part1 Ready

25

Sediaan

(i) Kapsul : 250 mg dan 500 mg.

(ii) 500 mg dispersible tablets.

(iii) Oral suspensi : 125 mg/5 mL dan 250 mg/5 mL.

(iv) Bubuk untuk rekonstitusi melalu oral administrasi : 750 mg and 3 g.

(v) 250 mg dan 500 mg vials untuk rekonstitusi melalui injeksi.

Dosis

(1) Untuk manajemen infeksi dental

250–500 mg secara oral 3 kali sehari untuk perawatan.

500–1000 mg secara intravena 4 kali sehari untuk infeksi yang parah.

Anak-anak di bawah 10 tahun : 50% dari dosis dewasa.

(2) Untuk profilaksis endokarditis infektif

- 3 g secara oral 1 jam sebelum operasi untuk profilaksis ketika

pengobatan dengan bius lokal.

Page 26: Bmsp5 Case1 Part1 Ready

26

- Anestesi umum 1 g secara intravena atau intramuscular pada induksi

diikuti dengan 500 mg 6 jam kemudian atau 3 g secara oral 4 jam

sebelum operasi diikuti dengan 3 g secara oral sesegera mungkin setelah

operasi.

- Anak di bawah 5 tahun : 25% dosis dewasa.

- Anak 5-10 tahun : 50% dosis dewasa.

Adverse Effect

Seperti penicillin lainnya, dapat diharapkan bahwa reaksi yang gagal akan dibatasi

oleh fenomena-fenomena sensitivity. Frekuensi tidak pasti. Onset dari gejala

pseudomembranous colitis mungkin terjadi selama atau sesudah antibiotic treatmen.

System saraf utama : hiperaktif, gelisah, insomnia, bingung, dan pusing

Infeksi : Mucocutaneous candidiasis

Reaksi Hipersensitivitas: Anaphylaxis

Dermatologi: erythematous maculopapular rash, erythema multiforme,

mucocutaneous candidiasis, Stevens-Johnson syndrome, exfoliative

dermatitis, toxic epidermal necrolysis, hypersensitivity vasculitis, urticaria.

Page 27: Bmsp5 Case1 Part1 Ready

27

Gastrointestinal: Black hairy tongue, mual, diare, hemoragi colitis,

pseudomembranous colitis, tooth discoloration (brown, yellow, or gray).

Hematologic: Anemia, hemolytic anemia, thrombocytopenia,

thrombocytopenia purpura, eosinophilia, leukopenia, agranulocytosis.

Hepatic: AST (SGOT) and ALT (SGPT) increased, cholestatic jaundice,

hepatic cholestasis, acute cytolytic hepatitis. Pada pasien yang hipersensitif

dapat terjadi reaksi alergi.

Renal: Crystalluria

Hemic and Lymphatic Systems: Anemia, termasuk hemolytic anemia,

thrombocytopenia, thrombocytopenic purpura, eosinophilia, leukopenia, and

agranulocytosis telah dilaporkan selama terapi dengan penicillins. Reaksi ini

biasanya reversible pada penghentian therapi dan dipercaya menjadi

phenomena hypersensitivity.

Reaksi hypersensitivitas ini dapat dikontrol dengan antihistamines dan jika perlu,

corticosteroids systemic. Kapanpun reaksi ini terjadi, amoxicillin tidak dapat

dilanjutkan, menurut opini seseorang physician.

Indikasi

Amoksisilina efektif terhadap penyakit:

Page 28: Bmsp5 Case1 Part1 Ready

28

Infeksi saluran pernafasan kronik dan akut:

pneumonia, faringitis (tidak untuk faringitis gonore), bronkitis, langritis.

Infeksi sluran cerna:

disentri basiler

Infeksi saluran kemih:

gonore tidak terkomplikasi, uretritis, sistitis, pielonefritis

Infeksi lain:

septikemia, endokarditis

Kontraindikasi

Pasien dengan reaksi alergi terhadap penisilin.

Peringatan

Berhubungan dengan Adverse Effect :

1. Reaksi anaphylactoid/hypersensitivitas: serius dan kadang-kadang

hipersensitivitas fatal pada pasien yang menjalani terapi ini, khususnya

mempunyai sejarah mempunyai hipersensitivitas terhadap β-laktam, sejarah

mempunyai sensitivitas terhadap multiple alergi atau reaksi Ig-E-mediated

(contoh: anafilaxis, urtikaria). Pemakaian hati-hati terhadap penderita asma.

Page 29: Bmsp5 Case1 Part1 Ready

29

2. Superinfeksi : Perpanjangan pemakaian dapat menghasilkan superinfeksi

fungal atau bacterial, termasuk C. difficile-associated diarrhea (CDAD) and

pseudomembranous colitis; CDAD telah diobservasi selama >2 bulan.

Berhubungan dengan Penyakit:

1. Infeksi Mononukleosis : Persentase tinggi dari pasien yang mengalami

perkembangan rash selama terapi.

2. Gagal ginjal : Penggunaan hati-hati pada pasien yang mempunyai gagal ginjal;

dosis disesuaikan

Efek Therapeutic di Kedokteran Gigi

Beberapa infeksi periodontal dihubungkan dengan gram-positive dan gram-negative,

mikroorganisme aerob dan anaerob dimana suatu agen anti-mikroba dengan

memperbesar spektrum antibakteri seperti amoxicilin atau lebih umumnya suatu agen

β-laktam / β-laktamase dikombinasikan dengan metronidazole dapat menjadi pilihan.

Antibiotik standar regimen prophylaksis untuk pasien yang terinfeksi endocarditis.

Digunakan juga untuk infeksi orofacial.

Interaksi Obat

Amoksisilin mengurangi ekskresi dari methotrexate obat sitotoksik, menyebabkan

peningkatan toksisitas obat terakhir yang dapat menyebabkan kematian. Mungkin ada

khasiat mengurangi kontrasepsi oral dan metode kontrasepsi lainnya disarankan

Page 30: Bmsp5 Case1 Part1 Ready

30

selama terapi antibiotik. Aktivitas amoksisilin menurun jika dibarengi tetrasiklin.

Amoksisilin jarang meningkatkan waktu protrombin bila diberikan kepada pasien

yang menerima warfarin. Probenesid secara signifikan meningkatkan paruh hidup

amoksisilin. Nifedipin meningkatkan penyerapan amoksisilin tapi ini adalah sedikit

dari klinis penting. Amiloride mengurangi penyerapan amoksisilin tapi ini mungkin

signifikansi kecil. Produksi ruam meningkat selama pengobatan bersamaan dengan

allopurinol.

2.2 Sefalosporin

Sefalosporin termasuk golongan antibiotika Betalaktam. Seperti antibiotik

Betalaktam lain, mekanisme kerja antimikroba Sefalosporin ialah dengan

menghambat sintesis dinding sel mikroba. Yang dihambat adalah reaksi

transpeptidase tahap ketiga dalam rangkaian reaksi pembentukan dinding sel.

Sefalosporin aktif terhadap kuman gram positif maupun garam negatif, tetapi

spektrum masing-masing derivat bervariasi.

2.2.1 Penggolongan Sefalosporin

Hingga tahun 2006 golongan Sefalosporin sudah menjadi 4 generasi,

pembedaan generasi dari Sefalosporin berdasarkan aktivitas mikrobanya dan yang

secara tidak langsung sesuai dengan urutan masa pembuatannya.

Page 31: Bmsp5 Case1 Part1 Ready

31

Berikut merupakan penggolongan generasi Sefalosporin

Berdasarkan khasiat antimikroba dan resistensinya terhadap betalakmase,

sefalosporin lazimnya digolongkan sebagai berikut :

1. Generasi ke I, yang termasuk dalam golongan ini adalah Sefalotin dan sefazolin,

sefradin, sefaleksin dan sefadroxil. Zat-zat ini terutama aktif terhadap cocci Gram

positif, tidak berdaya terhadap gonococci, H. Influenza, Bacteroides dan

Pseudomonas. Pada umumnya tidak tahan terhadap laktamase.

2. Generasi ke II, terdiri dari sefaklor, sefamandol, sefmetazol, dan sefuroksim lebih

aktif terhadap kuman Gram-negatif, termasuk H.influenza, Proteus, Klensiella,

gonococci dan kuman-kuman yang resisten untuk amoksisilin. Obat-obat ini agak

kuat tahan-laktamase. Khasiatnya terhadap kuman Gram-positif (Staph dan Strep)

lebih kurang sama

Page 32: Bmsp5 Case1 Part1 Ready

32

3. Generasi ke III, Sefoperazon,sefotaksim, seftizoksim, seftriaxon, sefotiam,

sefiksim, sefpodoksim, dan sefprozil. Aktivitasnya terhadap kuman Gram-negatif

lebih kuat dan lebih luas lagi dan meliputi Pseudomonas dan Bacteroides, khususnya

seftazidim. Resistensinya terhadap laktamase juga lebih kuat, tetapi khasiatnya

terhadap stafilokok jauh lebih rendah.

4. Generasi ke IV, Sefepim dan sefpirom. Obat-obat baru ini (1993) sangat resisten

terhadap laktamase, sefepim juga aktif sekali terhadap Pseudomonas.

2.2.2 Struktur

2.2.3 Sumber dan Sejarah

Antibiotik beta laktam merupakan antibiotik yang bermanfaat dan sering

diresepkan oleh dokter, memiliki struktur umum dan mekanisme kerja yang sama

yaitu menghambat sintesis peptidoglikan dinding sel bakteri. Sefalosporin termasuk

golongan antibiotika Betalaktam.

Page 33: Bmsp5 Case1 Part1 Ready

33

Cephalosporium acremonium merupakan sumber awal senyawa sefalosporin,

diisolasi pada tahun 1948 oleh B rotzu dari laut didekat saluran pembuangan air

dipesisir Sardinia. Filtrate kasar jamur ini diketahui dapat menghambat pertumbuhan

s. aureus secara in vitro dan menyembuhkan infeksi stafilokokus dan demam tifoid

pada manusia. Cairan kultur tempat jamursardinia ini ditumbuhkan mengandug tiga

antibiotik berbeda yang dinamakan sefalosporin P,N, dan C. Dengan diisolasinya inti

akti sefalosporin C, yaitu asam 7-aminosefalosporanat, dan dengan penambahan

rantai samping. Memungkinkan dibuatnya senyawa semisintetik dengan aktivitas

antibakteri yang jauh lebih besar dibandingkan senyawa induknya.

2.2.4 Pembuatan Antibiotik Sefalosporin

Cendawan C. acremonium ditumbuhkan pada agar-agar miring selama 7 hari,

koloninya disuspensikan dengan akuades steril dan dituangkan ke dalam cawan petri

steril yang selanjutnya diletakkan di bawah lampu ultraviolet (UV) yang telah

dikondisikan dengan jarak 15 cm. Pengambilan contoh sebanyak 1 ml dilakukan tepat

pada saat cawan petri mulai diletakkan di bawah lampu UV (0 menit) sampai 50

menit dengan interval pengambilannya setiap 5 menit. Contoh dimasukkan ke dalam

tabung reaksi berisi 9 ml akuades steril, dikocok, dan didiamkan selama 30 menit

dalam gelap. Dari setiap contoh tersebut dibuat kurva matinya untuk mengetahui

jarak dan waktu radiasi yang tepat. Selain itu juga dicoba kombinasi mutasi

menggunakan sinar UV dan metode kimia menggunakan etil metana sulfonat (EMS).

Page 34: Bmsp5 Case1 Part1 Ready

34

Mutan terpilih diseleksi lagi untuk mendapatkan mutan unggul yang menghasilkan

antibiotik sefaloporin C.

Penggunaan sinar UV 254 nm pada jarak 15 cm dari objek selama 29 menit

dapat meningkatkan produksi sefalosporin C sebesar 128.0% dari hasil mutasi I dan

149.1% dari hasil mutasi II. Produksi sefalosporin C dapat ditingkatkan dengan

mutasi fisik menggunakan sinar UV yang dikombinasikan dengan cara kimia

menggunakan EMS dengan konsentrasi 160 µl/ml selama 45 menit, yakni

menghasilkan kenaikan produksi sefalosporin C sebesar 198.8% pada mutan GBKI-

17.

2.2.5 Penggunaannya

Sebagian besar dari sefalosporin perlu diberikan parenteral dan terutama

digunakan di rumah sakit.

1. Generasi I, digunakan per oral pada infeksi saluran kemih ringan dan sebagai obat

pilihan kedua pada infeksi saluran napas dan kulit yang tidak begitu parah dan bila

terdapat alergi untuk penisilin.

2. Generasi II atau III, digunakan parenteral pada infeksi serius yang resisten terhadap

amoksisilin dan sefalosporin generasi I, juga terkombinasi dengan aminoglikosida

(gentamisin, tobramisin) untuk memperluas dan memperkuat aktivitasnya. Begitu

pula profilaksis pada antara lain bedah jantung, usus dan ginekologi. Sefoksitin dan

sefuroksim (generasi ke II) digunakan pada gonore (kencing nanah) akibat gonokok

Page 35: Bmsp5 Case1 Part1 Ready

35

yang membentuk laktamase.

3. Generasi III, Seftriaxon dan sefotaksim kini sering dianggap sebagai obat pilihan

pertama untuk gonore, terutama bila telah timbul resistensi terhadap senyawa

fluorkuinon (siprofloksasin). Sefoksitin digunakan pada infeksi bacteroides fragilis.

4. Generasi IV, dapat digunakan bila dibutuhkan efektivitas lebih besar pada infeksi

dengan kuman Gram-positif.

2.2.6 Mekanisme kerja

Sefalosporin biasanya bakterisida terhadap bakteri dan bertindak dengan

sintesis mucopeptide penghambat pada dinding sel sehingga penghalang rusak dan

tidak stabil. Mekanisme yang tepat untuk efek ini belum pasti ditentukan, tetapi

antibiotik beta-laktam telah ditunjukkan untuk mengikat beberapa enzim

(carboxypeptidases, transpeptidases, endopeptidases) dalam membran sitoplasma

bakteri yang terlibat dengan sintesis dinding sel. Afinitas yang berbeda bahwa

berbagai antibiotic beta-laktam memiliki enzim tersebut (juga dikenal sebagai

mengikat protein penisilin; PBPs) membantu menjelaskan perbedaan dalam spektrum

aktivitas dari obat yang tidak dijelaskan oleh pengaruh beta-laktamase. Seperti

antibiotik beta-laktam lainnya, sefalosporin umumnya dianggap lebih efektif terhadap

pertumbuhan bakteri aktif.

2.2.7 Farmakokinetik

Page 36: Bmsp5 Case1 Part1 Ready

36

Sampai saat ini, hanya beberapa sefalosporin generasi pertama lumayan

diserap setelah pemberian oral, tetapi ini telah berubah dengan ketersediaan aksetil

(generasi kedua) dan cefixime (generasi ketiga). Tergantung pada obat, penyerapan

mungkin tertunda, berubah, atau meningkat jika diberikan dengan makanan.

Sefalosporin secara luas didistribusikan ke sebagian besar jaringan dan cairan,

termasuk tulang, cairan pleura, cairan perikardial dan cairan sinovial. tingkat yang

lebih tinggi ditemukan meradang ditulang normal. Sangat tinggi ditemukan dalam

urin, tetapi mereka menembus buruk menjadi jaringan prostat dan aqueous humor.

Tingkat Empedu dapat mencapai konsentrasi terapi dengan beberapa agen selama

obstruksi empedu tidak ada. Dengan pengecualian aksetil, tidak ada sefalosporin

generasi kedua atau yang pertama memasuki CSS (bahkan dengan meninges

meradang) di tingkat terapi efektif dalam terapi. Konsentrasi cefotaxime,

moxalactam, aksetil, ceftizoxime, seftazidim dan ceftriaxone dapat ditemukan dalam

CSF parenteral setelah dosis pasien dengan meninges meradang. Sefalosporin

menyeberangi plasenta dan konsentrasi serum janin dapat 10% atau lebih dari yang

ditemukan dalam serum ibu. Protein mengikat obat secara luas.

Sefalosporin dan metabolitnya (jika ada) diekskresikan oleh ginjal, melalui

sekresi tubular dan / atau filtrasi glomerulus. Beberapa sefalosporin (misalnya,

cefotaxime, cefazolin, dan cephapirin) sebagian dimetabolisme oleh hati untuk

senyawa desacetyl yang mungkin memiliki beberapa aktivitas antibakteri.

Page 37: Bmsp5 Case1 Part1 Ready

37

2.2.8 Farmakodinamik

Sefalosporin bekerja dengan cara mengganggu langkah akhir dalam

pembentukan dinding sel bakteri (penghambatan biosintesis mucopeptide), sehingga

membran sel tidak stabil dan akan mengalami lisis (mekanisme yang sama tindakan

seperti penisilin).

2.2.9 Indikasi Klinik

Sediaan Sefalosporin seyogyanya hanya digunakan untuk pengobatan infeksi

berat atau yang tidak dapat diobati dengan antimikroba lain, sesuai dengan spektrum

antibakterinya. Anjuran ini diberikan karena selain harganya mahal, potensi

antibakterinya yang tinggi sebaiknya dicadangkan hanya untuk hal tersebut diatas.

2.2.10 Kontra Indikasi

Hipersensitivitas pada antibiotik sefalosporin atau golongan betalaktam

lainnya. Sebelum penggunaan antibiotik sefalosporin, terlebih dahulu dilakukan skin

test.

Kontraindikasi pada pasien yang memiliki riwayat hipersensitif terhadap mereka.

Karena mungkin ada reaktivitas silang, gunakan sefalosporin hati-hati pada pasien

yang didokumentasikan hipersensitif terhadap antibiotik beta-laktam lain (misalnya,

penisilin, cefamycins, carbapenems).

Page 38: Bmsp5 Case1 Part1 Ready

38

Antibiotik oral sistemik tidak boleh diberikan pada pasien dengan septikemia,

syok atau penyakit berat lainnya sebagai penyerapan obat dari saluran pencernaan

mungkin jauh ditunda atau berkurang. Rute parenteral (sebaiknya IV) harus

digunakan untuk kasus ini.

2.2.11 Efek Samping

• Reaksi hipersensitifitas dan dermatologi : shock, rash, urtikaria, eritema, pruritis,

udema,

• Hematologi : pendarahan, trombositopenia, anemia hemolitik Hematologi :

pendarahan, trombositopenia, anemia hemolitik

• Saluran cerna, terutama penggunaan oral : colitis (darah dalam tinja), nyeri

lambung, diare, rasa tidak enak pada lambung, anoreksia, nausea, konstipasi.

• Defisiensi vitamin K : karena sefalosporin menimbulkan efek anti vitamin K.

• Efek pada ginjal : meningkatnya konsentrasi serum kreatinin, disfungsi ginjal dan

toksik nefropati.

2.2.12 Kegunaan dalam Kedokteran Gigi

Sangat aktif terhadap bakteri anaerob yang ditemukan di rongga mulut.

Berguna untuk infeksi saluran pernafasan yang disebabkan oleh Streptococcus, tetapi

tidak untuk Hemophilus influenzae dan catarrhalis Moraxella.

Page 39: Bmsp5 Case1 Part1 Ready

39

2.3 Moksolid dan Ketolid

2.3.1 Eritromisin

Eritromisin merupakan antibiotik golongan makrolid. Antibiotika golongan

makrolida mempunyai persamaan yaitu terdapatnya cincin lakton yang besar dalam

rumus molekulnya.

2.3.1.1 Struktur

2.3.1.2 Sumber

Eritromisin dihasilkan oleh suatu strain Streptomyces erythreus. Zat ini

berupa kristal berwarna kekuningan, larut dalam air sebanyak 2 mg/ml. Eritromisin

larut lebih baik dalam etanol atau pelarut organik. Antibiotik ini tidak stabil dalam

suasana asam, kurang stabil pada suhu kamar tetapi cukup stabil pada suhu rendah.

Aktivitas in vitro paling besar dalam suasana alkalis. Larutan netral eritromisin yang

disimpan pada suhu kamar akan menurun potensinya dalam beberapa hari, tetapi bila

disimpan pada suhu 5˚ biasanya tahan sampai beberapa minggu.

2.3.1.3 Penggunaan

Page 40: Bmsp5 Case1 Part1 Ready

40

Infeksi Mycoplasma pneumoniae Eritromisin yang diberikan 4 kali 500 mg

sehari per oral mempercepat turunnya panas dan mempercepat penyembuhan

sakit.

Penyakit Legionnaire Eritromisin merupakan obat yang dianjurkan untuk

pneumonia yang disebabakan oleh Legionella pneumophila. Dosis oral ialah 4

kali 0,5-1 g sehari atau secara intravena 1-4 g sehari.

Infeksi Klamidia Eritromisin merupakan alternatif tetrasiklin untuk infeksi

klamidia tanpa komplikasi yang menyerang uretra, endoserviks, rektum atau

epididimis. Dosisnya ialah 4 kali sehari 500 mg per oral yang diberikan

selama 7 hari. Eritromisin merupakan obat terpilih untu wanita hamil dan

anak-anak dengan infeksi klamidia.

Difteri Eritromisin sangat efektif untuk membasmi kuman difteri baik pada

infeksi akut maupun pada carrier state. Perlu dicatat bahwa eritromisin

maupun antibiotika lain tidak mempengaruhi perjalanan penyakit pada infeksi

akut dan komplikasinya. Dalam hal ini yang penting antitoksin.

Infeksi streptokokus Faringitis, scarlet fever dan erisipelas oleh Str. Pyogenes

dapat diatasi dengan pemberian eritromisin per oral dengan dosis 30 mg/kg

BB/hari selama 10 hari. Pneumonia oleh pneumokokus juga dapat diobati

secara memuaskan dengan dosis 4 kali sehari 250-500 mg.

Infeksi stapilokokus Eritromisin merupakan alternatif penisilin untuk infeksi

ringan oleh S. Aureus (termasuk strain yang resisten terhadap penisilin).

Tetapi munculnya strain-strain yang resisten telah mengurangi manfaat obat

ini. Untuk infeksi berat oleh stafilokokus yang resisten terhadap penisilin

lebih efektif bila digunakan penisilin yang tahan penisilinase (misalnya

dikloksasilin atau flkloksasilin) atau sefalosporin. Dosis eritromisin untuk

infeksi stafilokokus pada kulit atau luka ialah 4 kali 500 mg sehar yang

diberikan selama 7-10 hari per oral.

Page 41: Bmsp5 Case1 Part1 Ready

41

Infeksi Campylobacter Gastroenteritis oleh Campylobacter jejuni dapat

diobati dengan eritromisin per oral 4 kali 250 mg sehari. Dewasa ini

fluorokuinolon telah menggantikan peran eritromisin untuk infeksi ini.

Tetanus Eritromisin per oral 4 kali 500 mg sehari selama 10 hari dapat

membasmi Cl. tetani pada penderita tetanus yan alergi terhadap penisilin.

Antitoksin, obat kejang dan pembersih luka merupakan tindakan lain yang

sangat penting.

Sifilis Untuk penderita sifilis stadium diniyang alergi terhadap penisilin, dapat

diberikan eritromisin per oral dengan dosis 2-4 g sehari selama 10-15 hari.

Gonore Eritromisin mungkin bermanfaat untuk gonore diseminata pada

wanita hamil yang alergi tehadap penisilin. Dosis yang diberikan ialah 4 kali

500 mg sehari yang diberika selama 5 hari per oral. Angka relaps hampir

mencapai 25 %.

Penggunaan profilaksis Obat terbaik untuk mencegah kambuhnya demam

reumatik ialah penisilin. Sulfonamid dan eritromisin dapat dipakai bila

penderita alergi terhadap penisilin. Eritromisin juga dapat dipakai sebagai

pengganti penisilin untuk penderita endokarditis bakterial yang akan dicabut

giginya. Dosis eritromisin untuk keperluan ini ialah 1 g per oral yang

diberikan 1 jam sebelum dilakukan tindakan, dilanjutkan dengan dosis tunggal

500 mg yang diberikan 6 jam kemudian.

Pertusis Bila diberikan pada awal infeksi, eritromisin dapat mempercepat

penyembuhan.

2.3.1.4 Mekanisme Kerja

Eritromisin menghambat sintesis protein yang tergantung RNA. Pada sub unit

ribosom 50 S menyekat reaksi-reaksi transpeptidasi dan translokasi. Terdapat bukti

yang menggambarkan bahwa eritromisin dapat paling sedikit sebagian menempati

suatu tempat pengikatan bersama-sama dengan klindamisin.

Page 42: Bmsp5 Case1 Part1 Ready

42

1. Spektrum aktivitas utama eritromisin melawan organisme-organisme gram

positif meskipun beberapa jenis bakteri gram negatif mungkin rentan juga.

Treponema, mycoplasma, chlamydia dan ricketsia dapat rentan.

2. Obat ini terutama bersifat bacteriostatik tetapi pada konsentrasi lebih tinggi

dan terutama terhadap bakteri gram positif dapat bersifat bakteriosid.

3. Ia basa lemah dan secara bermakna lebih aktif pada pH alkali daripada pada

pH netral atau asam.

4. Resistensi terhadap eritromisin dapat terjadi oleh mekanisme berikut ini :

a. Ketidakmampuan antibiotika untuk menembus mikroba.

b. Perubahan tempat reseptor pada ribosom 50 S.

c. Metilasi adenin.

2.3.1.5 Interaksi Obat

Eritromisin dengan obat asma (turunan teofilin) Efek obat asma dapat

meningkat. Obat asma digunakan untuk membuka jalan udara paru-paru dan

untuk mempermudah pernapasan penderita asma. Akibatnya : terjadi efek

samping merugikan karena terlalu banyak obat asma. Gejala yang dlaporkan :

mual, salit kepala, pusing, mudah terangsang, tremor, insomnia, aritmia

jantung, takhikardia, dan kemungkinan kejang.

Eritromisin dengan Karbamazepin Efek karbamazepin dapat meningkat.

Karbamazepin adalah antikonvulsan yang digunakan untuk mengendalikan

kejang pada gangguan seperti ayan. Akibatnya : terjadi efek samping

merugikan yang disebabkan karena terlalu banyak karbamazepin. Gejala yang

dilaporkan : pusing, mual, nyeri perut, dan nanar.

Eritromisin dengan Digoksin Efek digoksin meningkat. Digoksin digunakan

untuk layu jantung dan untuk menormalkan kembali denyut jantung yang tak

teratur. Akibatnya : terjadi fek samping merugikan karena terlalu banyak

Page 43: Bmsp5 Case1 Part1 Ready

43

digoksin. Gejala yang dilaporkan : mual, kehilangan nafsu makan, aritmia

jantung, takhikardia atau bradikardia.

Erirtromisin dengan Klindamisin atau Linkomisin Efek antibiotika

klindamisin dan linkomisin dapat berkurang. Akibatnya : infeksi yang diobati

mungkin tidak sembuh seperti yang diharapkan.

Erirtromisin dengan Antibiotika penisilin Efek masing-masing antibiotika

dapat meningkat atau berkurang. Karena akibatnya sulit diramalkan,

sebaiknya kombinasi ini dihindari.

2.3.1.6 Farmakokinetik

Preparat eritromisin oral diabsorbsi dengan baik melalui saluran

gastrointestinal. Obat ini tersedia untuk pemberian intravena, tetapi harus diencerkan

dalam 100 ml salin atau dextrosa 5% dalam larutan air untuk mencegah plebitis atau

rasa terbakar pada tempat suntikan. Obat ini mempunyai waktu paruh yang singkat

dan efek pengikatnya pada proteinnya sedang. Obat ini diekstresikan ke dalam

empedu, feses dan sebagian kecil dalam urine. Karenanya jumlah yang diekskresikan

ke dalam urine sedikit, maka insufisiensi ginjal bahkan merupakan kontra indikasi

bagi pemakaian eritromisin.

2.3.1.7 Farmakodinamik

Eritromisin menekan sintesis protein bakteri. Mulai terjadi preparat oral

adalah 1 jam. Waktu untuk mencapai puncak adalah 4 jam dan lama kerjanya adalah

6 jam. Eritromisin menghambat sintesis protein yang tergantung RNA pada sub unit

ribosom 50 S menyekat reaksi-reaksi transpeptidasi dan translokasi.

2.3.1.8 Indikasi Klinik

Indikasi Eritromisin adalah :

Page 44: Bmsp5 Case1 Part1 Ready

44

Infeksi saluran pernapasan bagian atas dan bawah yang disebabkan oleh

infeksi bakteri, seperti : tonsilitis, abses peritonsiler, faringitis, laringitis,

sinusitis, bronkitis akut dan kronis, pneumonia, dan bronkiektasis.

Infeksi telinga seperti otitis media dan eksternal,  dan mastoiditis.

Infeksi pada mulut

Infeksi mata

Infeksi kulit dan jaringan lunak

Infeksi saluran pencernaan

Infeksi lainnya : osteomielitis, uretritis, GO, sifilis, limfogranuloma venerum,

difteri, dan prostatitis.

2.3.1.9 Kontra Indikasi

Eritromisin kontraindikasi bagi pasien yang yang hipersensitif atau alergi

terhadap eritromisin.

2.3.1.10 Efek Samping

Efek samping dan reaksi yang merugikan dari eritromisin adalah gangguan

gastrointestinal, seperti mual dan muntah, diare dan kejang abdomen. Reaksi alergi

terhadap eritromisin jarang terjadi. Heptotoksisitas (toksisitas hati) dapat terjadi jika

obat dipakai bersama obat-obatan hepatotoksik lainnya seperti asetaminofen (dosis

tinggi), fonotiazin dan sulfonamid. Eritromisin estolat (ilosone), nampaknya lebih

mempunyai efek toksik pada liver dibandingkan dengan eritromisin lainnya.

Kerusakan hati biasanya bersifat reversible jika obat dihentikan. Eritromisin

tidak boleh dipakai bersama klindomisin atau linkomisin karena mereka bersaing

untuk mendapatkan reseptor. Eritromisin salah satu antibiotika terlama yang

digunakan saat ini. Yang berikut ini harus diperhatikan :

Page 45: Bmsp5 Case1 Part1 Ready

45

Iritasi : mual, muntah, diare yang berhubungan dengan dosis memperbaiki

gejala-gejala ini.

Alergi.

Hepatitis kolestatik terjadi dengan estolat.

Peningkatan SGOT positif palsu.

Stenosis pilorus hipertrofik pada bayi.

Super infeksi kolon dan vagina.

2.3.1.11 Sediaan:

Sediaan dari Eritromisin berupa kapsul/ tablet, sirup/sspensi, tablet kunyah

dan obat tetes oral.

2.3.1.12 Dosis:

1. Eritromisin basa (E-mycin, ilotycin) D : PO : 250-500 mg/6 jam A : PO : 30-

50 mg/kg/hr dalam dosis terbagi (setiap 6 jam) Tablet enterik-coated untuk

mencegah asam lambung merusak obat. Dosis > tinggi diperlukan untuk

infeksi yang berat.

2. Eritromisin stearat (Erythromicin) Sama seperti E-mycin Stabil dalam asam.

Tidak boleh dipakai bersama makanan. Dalam bentuk tablet salut

3. Eritromisin etilsuksimat (E.E.S., E-mycin E, pediamycin) Sama seperti E-

mycin Tidak terpengaruh oleh makanan. Tersedia dalam bentuk cair, tablet

kunyah dan tablet salut.

4. Eritromisin estolat (ilosone) Sama seperti E-mycin Tersedia dalam bentuk

cair, tablet kunyah, tablet dan kapsul. Ada kaitan antara hepatotoksistas

dengan garam estolat.

5. Eritromisin laktoblonat (Erythrocin lactobionate-I.V) D : IV : 1-49/hr dalam

dosis terbagi 4 (setiap 6 jam) A : IV : 15-20 mg/kg/hr dalam dosis terbagi 4

Untuk pemberian intravena. D : Dewasa A : Anak-anak PO : peroral

Page 46: Bmsp5 Case1 Part1 Ready

46

2.3.1.13 Kegunaan Dalam Kedokteran Gigi

Eritromisin digunakan untuk melawan infeksi orofacial akut, khususnya

pasien dengan alergi β-laktam. Aktivitas spektrumnya melawan bakteri gram positif

aerob/fakultatif cocci (streptococci, beberapa staphylococci). Spektrumnya umumnya

tidak cocok untuk bakteri gram negatif anaerob yang diikuti dengan infeksi orofacial:

prevotella, porphyromonas, fusobacterium, dan veilonella. Sediaan berupa

kapsul/tablet, sirup/suspensi, tablet kunyah dan obat tetes oral.

2.3.2 Clarithromycin

Clarithromycin diturunkan dari erythromycin dengan penambahan satu

kelompok methyl, serta memiliki stabilitas asam adan absorbsi oral yang lebih baik

dibandingkan dengan erythromycin. Makanisme kerjanya sama dengan erythromycin.

Clarithromycin dan erythromycin sebenarnya identik dalam aktivitas antibakteri

mereka, kecuali bahwa clarithromycin lebih aktif terhadap kompleks mycobacterium

avium. Clarithromycin juga mempunyai aktivitas terhadap M leprae dan toxoplasma

gondii. Streptokokkus dan stafilokokkus yang resisten erythromycin juga resisten

terhadap clarithromycin.

Page 47: Bmsp5 Case1 Part1 Ready

47

2.3.2.1 Farmakokinetik

Clarithromycin diserap secara cepat dari GI tract setelah oral administration.

Bioavailability absolute dari 250 mg tablet clarithromycin adalah sekitar 50%. Untuk

dosis tunggal 500 mg clarithromycin, makanan sedikit menunda onset dari absorpsi

dari clarithromycin, meningkatkan waktu maksimum dari 2 jam menjadi 2,5 jam.

Makanan juga meningkatkan konsentrasi plasma puncak dari clarithromycin

(clarithromycin peak plasma concentration) menjadi sekitar 24% tetapi tidak

mempengaruhi taraf bioavailability clarithromycin. Makanan tidak mempengaruhi

onset dari formasi dari antimicrobial aktif metabolit, 14-OH clarithromycin atau

consentrasi plasma puncak tetapi sedikit menurunkan taraf dari formasi metabolit,

diindikasikan oleh penurunan 11% pada area dibawah konsentrasi plasma-time curve

(AUC). Jadi, tablet clarithromycin dapat diberikan tanpa makan.

Dosis 500 mg menghasilkan konsentrasi serum sebesar 2-3 mg/mL. Waktu

paruh clarithromycin (6jam) yang lebih panjang dibandingkan dengan erythromycin

Page 48: Bmsp5 Case1 Part1 Ready

48

memungkinkan pemberian dosis dua kali sehari. Dosis yang dianjurkan adalah 250-

500mg dua kali sehari. Penetrasi clarithromycin baik pada sebagian besar jaringan,

dengan konsentrasi yang setara dengan atau lebih besar dari konsentrasi serum.

Clarithromycin dimetabolisme dalam hati. Metabolit utamanya adalah 14-

hydroxyclarithromycin, yang juga mempunyai aktivitas antibakteri. Sebagian dari

obat aktif dan metabolit utama ini dieliminasi dalam urin, dan pengurangan dosis

(misalnya dosis bermuatan 500mg, kemudian menjadi 250 mg sekali atau dua kali

sehari) dianjurkan bagi pasien-pasien dengan klirens kreatinin di bawah 30 mL/menit.

Interaksi obat clarithromycin sama dengan erythromycin.

Keuntungan penggunaan clarithromycin dibandingkan dengan erythromycin

adalah lebih rendahnya frekuensi intoleransi gastrointestinal dan lebih dari jarangnya

frekuensi pemberian dosis. Kecuali untuk organisme-organisme tertentu yang telah

disebutkan di atas, kedua obat ini satu sama lain sangat mirip secara terapeutik.

Pemilihan salah satu diantara keduanya biasanya dipertimbangkan dengan alasan

biaya (harga clarithromycin jauh lebih mahal) dan kemampuan tolerabilitas obat.

2.3.2.2 Farmakodinamik

Mekanisme kerjanya adalah sama dengan bahwa eritromisin. Klaritromisin

dan eritromisin hampir identik sehubungan dengan aktivitas antibakteri kecuali

klaritromisin yang lebih aktif terhadap Mycobacterium avium kompleks.

Klaritromisin juga memiliki aktivitas terhadap M.leprae dan Toxoplasma gondii.

Streptokokkus dan stafilokokkus yang resisten erythromycin juga resisten terhadap

clarithromycin.

Page 49: Bmsp5 Case1 Part1 Ready

49

2.3.2.3 Dosis

Dosis 500 mg menghasilkan konsentrasi serum 2-3 g / mL. Lama waktu

paruh lebih lama klaritromisin (6 jam) dibandingkan dengan eritromisin

memungkinkan dosis dua kali sehari. Dosis yang disarankan adalah 250-500 mg dua

kali sehari. Klaritromisin menembus jaringan yang paling baik, dengan konsentrasi

sama dengan atau melebihi konsentrasi serum.

2.3.2.4 Indikasi

Tablet clarithromycin diindikasikan untuk penanganan dari infeksi ringan sampai

infeksi sedang yang disebabkan oleh mikroorganisme pada kondisi seperti dibawah

ini:

Dewasa

o Pharyngitis/tonsillitis disebabkan oleh streptococcus pyogenes (obat yang

biasanya dipilih pada infeksi streptococcal adalah penicillin yang dilakukan melalui

intramuscular atau oral route. Clarithromycin umumnya efektif dalam pembasmian S

pyogenes dari nasopharynx).

o Acute maxillary sinusitis oleh haemophilus influenzae, moraxella catarrhalis

atau streptococcus pneumoniae.

o Acute bacterial exacerbation dari chronic bronchitis oleh haemophilus

influenzae, hemophilus parainfluenzae, moraxella catarrhalis, atau streptococcus

pneumoniae.

Page 50: Bmsp5 Case1 Part1 Ready

50

o Uncomplicated skin dan infeksi struktur kulit oleh streptococcus aureus atau

streptococcus pyogenes (abses biasanya memerlukan surgical drainage).

o Infeksi disseminated mycobacterial oleh mycobacterium avium, atau

mycobacterium intracellulare.

Tablet clarithromycin dikombinasikan dengan omeprazole atau ranitidine bismuth

citrate tablets juga biasanya diindikasikan untuk penanganan pasien dengan active

duodenal ulcer yang berhubungan dengan infeksi H. pylori.

Anak - anak

o Pharyngitis/tonsillitis oleh streptococcus pyogenes.

o Acute maxillary sinusitis oleh haemophilus influenzae, moraxella catarrhalis

atau streptococcus pneumoniae.

o Acute otitis media oleh H. influenzae, moraxella catarrhalis atau streptococcus

pneumoniae.

o Uncomplicated skin dan infeksi struktur kulit oleh staphylococcus aureus atau

streptococcus pyogenes

2.3.2.5 Prophylaxis (pencegahan penyakit)

Clarithromycin diindikasikan untuk pencegahan penyakit disseminated

mycobacterium avium complex (MAC) pada pasien dengan infeksi HIV lanjut.

Page 51: Bmsp5 Case1 Part1 Ready

51

Untuk mengurangi perkembangan drug-resisten bakteri dan menjaga keefektifan dari

clarithromycin dan obat antibakteri lainnya, clarithromycin harus digunakan hanya

untuk mengobati atau pencegahan penyakit yang telah terdiagnosa oleh bakteri

tertentu.

2.3.2.5 Kontraindikasi

Clarithromycin kontraindikasi pada pasien dengan hipersensitif terhadap

clarithromycin, erythromycin atau antibiotic macrolide lainnya.

2.3.3 Azithromycin

Azitrhmonycin merupakan senyawa dengan cincin macrolide lactone 15-atom

yang diturunkan dari erythromycin dengan penambahan suatu nitrogen yang

dimetilasi ke dalam cincin lactone erythromycin. Spectrum aktivitas dan penggunaan

klinisnya sesungguhnya identik dengan clarythromycin. Azitrhmonycin aktif terhadap

komples M avium dan T gondii. Azitrhmonycin sedikit kurang aktif dibandingkan

erythromycin dan clarithromycin terhadap stafilokokkus dan streptokokkus, namun

sedikit lebih aktif terhadap H influenzae. Azitrhmonycin sangat aktif terhadap

Chlamydia.

Azitrhmonycin berbeda dengan erythromycin dan clarithromycin terutama

dalam sifat farmakokinetika. Satu dosis azitrhmonycin 500 mg dapat menghasilkan

konsentrasi serum yang relative rendah, yaitu sekitar 0,4 g/mL. akan tetapi

azitrhmonycin dapat melakukan penetrasi kesebagian besar jaringan (kecuali cairan

Page 52: Bmsp5 Case1 Part1 Ready

52

cerebrospinal) dan sel-sel fagosit dengan sangat baik. Konsentrasi jaringan dapat

melebihi konsentrasi serum 10 hingga 100x lipat. Obat di release secara perlahan

dari jaringan-jaringan (waktu paruh jaringan adalah 2-4 hari) untuk menghasilkan

waktu paruh eliminasi mendekati 3 hari. Sifat-sifat yang unik ini memungkinkan

pemberian dosis sekali sehari dan pemendekan durasi pengobatan dalam banyak

kasus. Sebagai contoh: satu dosis tunggal azitrhmonycin sebesar 1 gram sama

efektifnya dengan pengobatan jangka 7 hari dengan doxycycline pada uretritis dan

seviksitas Chlamydia. Pneumonia yang didapat dari komunitas dapat diobati dengan

azitrhmonycin yang diberikan sebagai dosis awal 500 mg dan diikuti dengan dosis

tunggal harian sebesar 250 mg untuk 4 hari selanjutnya.

Azitrhmonycin diabsorbsi dengan cepat dan ditoleransi dengan baik secara

oral. Obat ini harus diberikan 1 jam sebelum makan atau 2 jam setelah makan.

Page 53: Bmsp5 Case1 Part1 Ready

53

Antasida alumunium dan magnesium tidak mengubah bioavabilitas, namun

memperlama absorbsi dan menurunkan konsentrasi serum puncak. Oleh karena agen

ini memiliki cincin lactone dengan 15 atom (bukan 14 atom), maka azitrhmonycin

tidak menghentikan aktivitas enzim-enzim sitokrom P450, dan karena itu ia tidak

mempunyai efek terhadap interaksi-interaksi obat yang timbul pada erythromycin dan

clarithromycin.

Azithromycin dan clarithromycin adalah turunan semisintetik dari

erythromycin.

2.3.3.1 Mekanisme Kerja

Azithromycin bekerja dengan mengikat ke 50s ribosomal subunit dari

microorganisme dan kemudian mengganggu sintesis protein dari mikroba tersebut.

Sintesis asam nukleat tidak dapat dipengaruhi oleh azithromycin.

Azithromycin terkonsentrasi pada fagosit dan fibroblast yang ditunjukkan

oleh teknik inkubasi in vitro. Dengan menggunakan methodology, rasio dari

konsentrasi intracellular terhadap extracellular adalah >30 setelah inkubasi selama 1

jam. Ilmu in vivo menyarankan bahwa konsentrasi dalam fagosit dapat berperan

dalam distribusi obat ke jaringan yang mengalami inflamasi.

2.3.3.2 Indikasi

Azithromycin diindikasikan untuk pengobatan pasien dengan infeksi ringan

dan sedang (pneumonia) yang disebabkan oleh microorganisme pada kondisi:

Page 54: Bmsp5 Case1 Part1 Ready

54

Sexually transmitted diseases

Non-gonococcal urethritis dan cervicitis oleh Chlamydia trachomatis

Azithromycin, pada dosis yang direkomendasikan, tidak dapat diandalkan

untuk mengobati penyakit gonorrhea atau syphilis. Agents amtimikrobial digunakan

dalam dosis tinggi untuk periode pendek untuk menangani non-gonococcal urethritis.

Mycobacerial infection

Pencegahan untuk penyakit disseminated mycobacterium avium complex

(MAC)

Azithromycin, digunakan dalam dosis tunggal atau kombinasi dengan rifabutin pada

dosis yang ditingkatkan, diindikasikan untuk pencegahan dari penyakit MAC pada

pasien penderita infeksi HIV.

Penanganan untuk pengakit disseminated mycobacterium avium complex

(MAC)

Azithromycin, kombinasi dengan ethambutol, diindikasikan untuk penanganan dari

infeksi disseminated MAC pada pasien penderita infeksi HIV lanjut.

2.3.3.3 Kontraindikasi

Azithromycin kontraindikasi pada pasien yang diketahui hipersensitif

terhadap azithromycin, erythromycin, obat macrolide atau obat antibiotic ketolide

lainnya.

2.4 LINCOSAMIDE

Page 55: Bmsp5 Case1 Part1 Ready

55

Jenis Obat

Yang termasuk dalam lincosamide :

1. Clindamycin (7-chloro-7-deoxy lincomycin)

2. Lincomycin (diisolasi dari Streptomyces lincolnensis)

2.4.1 Clindamycin

Clindamycin merupakan turunan dari lincomycin semisintetik dan

diklasifikasikan sebagai antibiotik lincosamide. Clindamycin beraktivitas dengan

mengikat subunit ribosom 50s yang menghambat sintesis protein mikroba pada

inisiasi rantai peptida.

Clindamycin digunakan sebagai obat unutk mikroba oral yang resisten

terhadap β-lactam untuk pengobatan infeksi orofacial akut.

2.4.1.1 Farmakokinetik

Klindamisin diserap hampir lengkap pada pemberian oral. Adanya makanan

dalam lambung tidak banyak mempengaruhi absorpsi obat ini. Setelah pemberian

dosis oral 150 mg biasanya tercapai kadar puncak plasma 2-3 mcg/ml dalam waktu 1

jam, dengan masa paruh kira-kira 2,7 jam. Klindamisin didistribusi dengan baik ke

berbagai cairan tubuh, jaringan dan tulang, kecuali ke CSS. Kira-kira 90%

klindamisin dalam serum terikat dengan albumin. Klindamisin berakumulasi dalam

leukosit polimorfonuklear dan makrofag alveolar tetapi makna klinik dari fenomena

ini belum jelas. Obat ini berpenetrasi baik ke dalam tulang, tapi tidak ke cairan

Page 56: Bmsp5 Case1 Part1 Ready

56

cerebrospinal, bermetabolisme sebagian besar dalam hati (lebih dari 90%), dan

berkonsentrasi tinggi di dalam empedu, dimana ini dapat mengubah flora usus sampai

2 minggu setelaj penggunaan dihentikan. Hanya sekitar 10% klindamisin diekskresi

dalam bentuk asal melalui urin. Sejumlah kecil klindamisin ditemukan dalam feses.

Sebagian besar obat dimetabolisme menjadi N-demetilklindamisin dan klindamisin

sulfoksid untuk selanjutnya diekskresi melalui urin dan empedu. Masa paruh

eliminasi dapat memanjang pada penderita gagal ginjal sehingga diperlukan

penyesuaian dosis berdasarkan pengukuran kadar obat dalam plasma. Hal ini dapat

pula terjadi pada penderita dengan gangguan fungsi hati yang berat.

2.4.1.2 Farmakodinamik

Clindamycin dapat meningkatkan kemampuan neutrofil untuk memfagosit

dan menghancurkan kuman terutama penyebab periodontitis. Clindamycin dapat

terkonsentrasi dalam neutrofil sehingga dapat membunuh kuman yang berada dalam

neutrofil. Clindamycin juga dapat meningkatkan kemampuan chemotaxis dari

neutrofil.

2.4.1.3 Mekanisme Kerja Obat

Reseptor obat : 23s subunit dari 50s ribosom bakteri. Obat bekerja pada

reseptor dan menghasilkan hambatan bakteriostatik dengan sintesis protein mikroba.

Page 57: Bmsp5 Case1 Part1 Ready

57

Clindamycin dapat melawan banyak bakteri gram positif dan negative baik

yang anaerob maupun yang fakultatif anaerob, seperti :

- Bacteroides,

- Prevotella,

- Porphyromonas,

- Veillonella,

- Peptostreptococcus,

- microaerophilic streptococci,

- Actinomyces,

- Eubacteria,

- Clostridium (kecuali Clostridium difficile),dan

- Propionibacteria.

Organisme gram positif pada umumnya rentan terhadap Clindamycin, seperti :

- Streptococcus pneumonia

- VGS

- Corynebacterium

- Group A, B, C, dan G streptococci

- Streptococcus bovis

Organisme lain yang juga rentan terhadap Clindamycin :

- Leptotrichia buccalis

Page 58: Bmsp5 Case1 Part1 Ready

58

- Bacillus cereus

- Bacillus subtilis

- Capnocytophaga canimorsus

- Beberapa β laktamase – menghasilkan staphylococci

Mikroorganisme dengan resistensi intrinsic terhadap Lincosamide :

- Enterococcus

- Enterobacteriae

- Haemophilus pneumoniae

- Neisseria meningitides

- Mycoplasma pneumoniae

- Hampir semua MRSA

- Streptococcus pneumoniae (dengan resistensi yang lebih tinggi)

- Streptococcus pyogenes (dengan resistensi yang lebih tinggi)

- Prevotella (resistensi rata-rata 12-20%)

- Porphyromonas (resistensi rata-rata 12-20%)

- Fusobacteria (resistensi rata-rata 12-20%)

- Peptostreptococcus (resistensi rata-rata 12-20%)

2.4.1.4 Efek yang tidak iinginkan

- mual dan muntah

Page 59: Bmsp5 Case1 Part1 Ready

59

- sakit perut

- esofagitis

- glossitis

- stomatitis

- alergi

- reversible peningkatan level erum transaminase

- reversible myelosupression

- metallic taste / rasa logam

- bercak maculopapular (3-10%)

- diare (2-20% ; rata-rata 8%)

- jika diberikan dalam dosis tinggi secara intravena maka akan

menghasilkan blockade neuromuscular ( sama seperti

Aminoglycoside, Tetracyclin, dan Polimyxin B)

-

2.4.1.5 Indikasi dan Kontraindikasi

» Indikasi

Clindamycin digunakan untuk terapi / pengobatan terhadap beberapa infeksi

yang dikarenakan oleh :

a. bakteri Streptococcus

b. bakteri Staphylococcus

c. bakteri Pneumoniae

Page 60: Bmsp5 Case1 Part1 Ready

60

d. bakteri yang anaerob seperti Bacteroides

Clindamycin diindikasikan untuk infeksi fraktur tulang, dan juga berguna

untuk perawatan beberapa kondisi yang anaerob, seperti infeksi saluran genital

wanita, infeksi pelvis, penetrasi jaringan ikat pada perut setelah operasi. Pemakaian

Clindamycin dapat dikombinasikan untuk pengobatan Pneumocystis carinii dan

Toxoplasmosis.

Infeksi serius saluran nafas bawah, Infeksi serius kulit dan jaringan lunak,

Osteomilitis, Infeksi serius intra-abdominal, dan Penicilin resistant

Infeksi gigi, termasuk abses gigi berat, saluran akar dengan sensitivitas yang

berkepanjangan dan orang yang terinfeksi kembali. infeksi gigi pada pasien yang

alergi atau tidak menanggapi Penisilin

» Kontraindikasi

Clindamycin kontraindikasi pada pasien yang alergi terhadap obat dan dalam

kombinasi obat neuromuscular blok. Semua antibiotic harus dihindari, jika

memungkinkan untuk 2 bulan.

2.4.1.6 Interaksi Obat

Klindamisin bekerja sinergis dengan obat nondepolarisasi (curarelike)

neuromuscular blok dalam neuro-transmisi blok pada otot skeletal. Klindamisin oral

absorbsinya lambat oleh obat kaolin-pectin antidiare.

Page 61: Bmsp5 Case1 Part1 Ready

61

2.4.1.7 Sediaan dan dosis

Clindamysin tersedia dalam bentuk kapsul berisi HCl hidrat yang setara

dengan 75 dan 150 mg clindamysin basa. Selain itu terdapat granul klindamisin

palmitat HCl untuk suspensi oral dengan konsentrasi 75 mg/5 ml.

Dosis oral untuk dewasa adalah 150-300 mg tiap 6 jam. Untuk infeksi berat

dapat diberikan 450 mg tiap jam. Dosis oral untuk anak-anak adalah 8-12 mg/kgBB

sehari yang dibagi dalam beberapa dosis. Untuk infeksi berat dapat diberikan sampai

25mg/kgBB sehari.

Untuk anak-anak atau bayi berumur lebih dari 1 bulan diberikan 15-25

mg/kgBB sehari; untuk infeksi berat dosisnya 25-40 mg/kgBB sehari yang dibagi

dalam beberapa dosis pemberian.

2.4.1.8 Efek Therapeutic di Kedokteran Gigi

Clindamycin digunakan sebagai obat unutk mikroba oral yang resisten

terhadap β-lactam untuk pengobatan infeksi orofacial akut.

2.5 METRONIDAZOLE

Metronidazole merupakan sintetik nitroimidazole yang diisolasi dari

Streptomyces. Merupakan obat pilihan untuk berbagai infeksi protozoal. Digunakan

untuk pengobatan / terapi ulkus nekrotic gingivitis akut, vaginal trichomoniasis,

Page 62: Bmsp5 Case1 Part1 Ready

62

terapi infeksi bakteri anaerob dan mikroorganisme mikroaerophilik (termasuk infeksi

orofacial akut, periodontitis, dan ulkus nekrotic gingivitis akut.

2.5.1 Farmakokinetik

Metronidazole diserap sepenuhnya dari saluran pencernaan (bioavaibilitas oral

mencapai 100%). Tingkat serum yang dicapai adalah sama untuk pemberian secara

oral dan intravena. Adanya makanan dalam saluran mencernaan menunda tingkat

serum mencapai puncaknya. Metronidazole mencapai puncaknya pada darah dengan

pemerian secara oral yaitu dalam waktu 1-2jam dan mempunyai volume distribusi

yang luas, penetrasi CNS yang sangat baik, dan waktu paruh 8 jam. Efek

farmakokinetik ini tidaklah membahayakan untuk wanita hamil, malahan

metabolisme obat ini mengurangi presentasi disfungsi hati dan tidak menyebabkan

kerusakan ginjal.

Absorpsi, absorpsi metronidazole per oral sangat efektif, dengan bioavalabilitas

sebesar lebih dari 90% dengan konsentrasi maksimum pada plasma untuk

metronidazole dosis 500 mg antara 8-13 mg/L dengan Tmax 0.25–4.0 jam.

Distribusi, metronidazole memasuki membran sel dan didistribusikan ke dalam

jaringan dan cairan.

Metabolisme, metronidazole merupakan antibiotik yang dimetabolisme pada

hepar.

Page 63: Bmsp5 Case1 Part1 Ready

63

Ekskresi, metronidazole diekskresikan pada empedu sebagai obat parental dan

pada urin sebagai metabolit- metabolit hasil metabolismenya

2.5.2 Farmakodinamik

Metronidazole merupakan antibiotik yang dapat membunuh bakteri anaerob secara

cepat.

2.5.3 Mekanisme Kerja Obat

Antimikroba (Metronidazole) penetrasi melalui dinding sel (masuk ke sel)

kemudian mengalami reduksi gugus N untuk menghasilkan metabolit yang merusak

DNA (mengganggu replikasi DNA, memotong-motong DNA yang terbentuk, dan

pada dosis rendah akan menyebabkan mutasi genom bakteri) sehingga

mengakibatkan kematian sel.

Metronidazole bersifat bakterisid yang aktif melawan bakteri anaerob.

2.5.4 Efek yang tidak diinginkan

- Reversible neutropenia

- Metallic taste / rasa logam

- Urin berwarna gelap atau merah colkat

- Bercak pada kulit

- Rasa perih (seperti terbakar pada uretra atau vagina)

- Gynecomastia

Page 64: Bmsp5 Case1 Part1 Ready

64

- Mual dan muntah

- Pancreatitis (jarang terjadi)

- Pseudomembranous colitis (jarang terjadi)

- Peripheral neorophaty (jarang terjadi)

- Reaksi disulfiram jika dikombinasikan dengan etanol

- CNS toxic (seizure, encephalopathy, disfungsi cerebellar, parethesias,

mental confusion, dan depresi)

- Bersifat karsinogenik

2.5.5 Indikasi dan Kontraindikasi

» Indikasi

Metronidazole digunakan untuk terapi / pengobatan terhadap :

- Infeksi anaerobic abdominal

- Infeksi CNS

- Bacterial vaginosis

- Infeksi protozoa

- Infeksi Helicobacter pylori

- Infeksi Clostridium difficile (berhubungan dengan diare dan coltis)

- Infeksi bakteri anaerob obligat (Bacteroides, Porphyromonas,

Prevotella, Fusobacterium, Peptostreptococcus, Clostridium)

Page 65: Bmsp5 Case1 Part1 Ready

65

- Infeksi beberapa bakteri yang dapat menyebabkan periodontitis

( Trichomonas vaginalis, Gardnerella vaginalis, Entamoeba histolytica,

Balantidium coli)

- Perlawanan terhadap bakteri Mycobacterium hominis, Campylobacter

fetus, Treponema palidum, Helicobacter pylori, dan Capnocytophaga

canimorsus.

Bakteri yang resisten terhadap Metronidazole :

- Actinobacillus

- Actinomycetemcomitans

- Eikenella corrodens

- Actinomyces

- Propionibacterium

Kombinasi Metronidazole dengan Amoxicillin meningkatkan aktivitas

melawan Actinobacillus actinomycetemcomitans dengan meningkatkan kecepatan

selular untuk menyerap Metronidazole.

2.5.6 Sediaan

Bentuk sediaan dari metronidazole ada beberapa macam tablet 200mg dan

500mg, suspensi 125 mg/5 mg, supositoria 500 mg dan 1 g

2.5.7 Efek therapeutic di Kedokteran Gigi

Page 66: Bmsp5 Case1 Part1 Ready

66

Metronidazole sangat efektif untuk melawan bakteri gram negative anaerob

yang pathogen. Digunakan untuk terpi pada infeksi orofacial akut dan periodontitis

kronis. Metronidazole + antibiotic β lactam →terapi infeksi orofacial akut yang serius

dan juga untuk perbaikan progresif periodontitis.

2.6 TETRASIKLIN

2.6.1 KLASIFIKASI ANTIBIOTIK

Tetrasiklin pertama kali ditemukan oleh Lloyd Conover. Tetrasiklin

merupakan kelompok antibiotic yang memiliki spectrum luas, bersifat bacteriostatic,

dan baik digunakan untuk menyembuhkan berbagai macam infeksi. Tetrasiklin

adalah kelompok antibiotic dengan spectrum antibakteri yang sama tetapi memiliki

perbedaan dalam sifat farmakokinetiknya yang disebabkan oleh perbedaan susunan

kimia pada cincin hydronaphthacene. Tetrasiklin dibagi kedalam 3 generasi :

1. Generasi pertama (tetrasiklin alami)

- Chlortetracycline (aureomycin), diisolasi dari Streptomyces aureofaciens,

diperkenalkan tahun 1948

- Oxytetracycline (terramycin), berasal dari Streptomyces rimosus ,

diperkenalkan pada tahun 1950

- Tetracycline, diperoleh dari dehalogenasi katalik klortetrasiklin, tersedia sejak

tahun 1953

Page 67: Bmsp5 Case1 Part1 Ready

67

- Demeclocycline, diperoleh dengan demetilasi klortetrasiklin

2. Generasi kedua,muncul pada tahun 1965-1972 ( semisintetik tetrasiklin )

- Minocycline

- Methacycline

- Doxycycline

3. Generasi ketiga,yaitu glycylcycline,yang merupakan turunan dari minocycline

Mikroorganisme pertama yang secara klinis terdeteksi resisten terhadap tetrasiklin

adalah Shigella dysentriae pada tahun 1953.

Tetracycline juga dapat digolongkan dari masa kerjanya, yaitu :

1. Masa kerja singkat (6-8 jam)

- Chlortetracycline

- Tetracycline

- Oxytetracycline

2. Masa kerja sedang (12 jam )

- Demeclocycline

- Methacycline

3. Masa kerja lama ( 16-18 jam )

- Doxycycline

- Minocycline

Oleh karena itu doxycycline dan minocycline hampir seluruhnya diabsorpsi dan

diekskresi secara perlahan, maka dapat diberikan dalam dosis sekali sehari.

Page 68: Bmsp5 Case1 Part1 Ready

68

2.6.2 FARMAKOKINETIK

Tetracycline diserap di gastrointestinal dengan perbedaan bioavibilitas yang

signifikan,yaitu chlortetracycline 30%, 60%-80% untuk tetracylin, oxytetracyclin,

dan democlocyclin, 95%-100% untuk doxycyclin dan minocycline. Absorpsi

terutama terjadi didalam usus halus bagian atas dan terbaik diabsorpsi bila tidak ada

makanan. Absorpsi tetrasiklin ( kecuali doxycycline dan minocycline ) dipengaruhi

oleh adanya makanan dalam lambung, pembentukan kelat; kompleks tetrasilklin

dengan zat lain yang sukar diserap seperti ion-ion bermuatan positif yang bervalensi

dua ( Ca2+, Mg2+, Fe2+ )atau Al3+, produk susu dan antasid, serta PH tinggi. Larutan

tetrasiklin dengan buffer khusus diracik untuk pemberian parenteral ( biasanya

intravena ) pada orang yang tidak mampu minum obat peroral. Umumnya dosis

parenteral sama dengan dosis peroral.

Didalam darah, 40-80% tetrasiklin terikat dengan protein. Dosis oral sebesar 500mg

setiap 6 jam tetrasiklin hidroklorid dan oksitetrasiklin akan mencapai kadar puncak 4-

6µg/mL, doksisiklin dan minosiklin sebesar 200 gr akan mencapai kadar puncak 2-

4µg/mL. Tetrasiklin yang diberikan secara intravena dapat menimbulkan kadar yang

lebih tinggi untuk sementara waktu. Obat ini didistribusikan luas ke jaringan dan

cairan tubuh, kecuali cairan cerebrospinal, dimana konsentrasinya rendah. Minosiklin

memiliki sifat khusus yaitu dapat mencapai konsentrasi yang sangat tinggi dalam air

mata dan ludah. Hal ini berguna untuk pemberantasan karier meningokokus.

Tetrasiklin melintasi plasenta hinnga mencapai janin dan diekskresi juga kedalam air

Page 69: Bmsp5 Case1 Part1 Ready

69

susu. Sebagai dampak khelasi dengan kalsium, tetrasiklin akan berikatan ( dan

merusak ) tulang dan gigi yang sedang berkembang.

Tetrasiklin dimetabolisme dalam hati dan diekskresikan terutama dalam empedu

dan urine. Konsentrasi didalam empedu 10 kali lebih tinggi dari serum. Sebagian obat

yang diekskresikan ke dalam empedu di reabsorpsi oleh usus yang mempertahankan

kadar serum.Sekitar 10-50 % obat dalam tubuh diekskresikan dalam urine, terutama

melalui filtrasi glomerolus. Sekitar 10-40 % obat dalam tubuh diekskresikan melalui

feses. Berbeda dengan tetrasiklin lain, doxycycline dan minocycline dieliminasi oleh

mekanisme-mekanisme non ginjal dan tidak terakumulasi secara signifikan dalam

kondisi ginjal yang rusak. Semua ini menjadikan doxycycline dan minocycline

merupakan tetrasiklin pilihan dalam kondisi menurunnya fungsi ginjal. Tetrasiklin

lain dapat terakumulasi dalam kondisi ginjal yang rusak, menghasilkan level darah

tinggi dan mungkin nekrosis hati dan kematian.

2.6.3 MEKANISME KERJA

Tetrasiklin merupakan antibiotic berspektrum luas yang menghambat sintesis protein.

Agen ini bersifat bakteriostatik terhadap berbagai bakteri gram positif dan negative,

termasuk anaerob, klamidia, mikoplasma, dan bentuk L, serta aktif pula terhadap

beberapa protozoa, misalnya amoeba. Aktivitas antibakteri kebanyakan tetrasiklin

sama. Perbedaan efikasi klinis terutama berhubungan dengan sifat absorpsi, distribusi

dan ekskresi masing-masing obat.

Page 70: Bmsp5 Case1 Part1 Ready

70

Tetrasiklin memasuki mikroorganisme sebagian melalui difusi pasif dan sebagian

melalui transport aktif yang tergantung pada energy. Begitu berada di dalam sel,

tetrasiklin berikatan dengan subunit 30S dari ribosom bakteri dan menghalangi ikatan

tRNA-aminoacyl ke situs aseptor pada kompleks ribosom mRNA. Hal ini

menghambat penambahan asam amino ke peptide yang sedang terbentuk, sehingga

bakteri tidak dapat berkembang biak.

2.6.4 INTERAKSI OBAT

- Tetrasiklin dapat mempengaruhi kerja penisilin, antikoagulan, dan

sefalosporin

- Korbamazepin dan fenitoin : menurunkan efektivitas tetrasiklin secara oral

- Tetrasiklin dapat memperpanjang kerja antikoagulan, sehingga proses

pembekuan akan tertunda.

- Na+ mangubah PH lambung dan menurunkan absorpsi tetracycline

- Tetrasiklin dapat menurunkan kebutuhan insulin dan mengubah lithium dalam

darah

2.6.5 INDIKASI

Tetrasiklin ditujukan untuk penderita bruselosis, trakoma, batuk rejan, pneumonia,

demam yang disebabkan oleh Rickettsia, infeksi saluran kemih, infeksi saluran cerna,

bronkitis kronik, lymphogranuloma inguinale, acne vulgaris, penyakit paru menahun,

Page 71: Bmsp5 Case1 Part1 Ready

71

infeksi intraabdominal(yang disebabkan oleh E.coli, E. faecalis, B.fragilis ) Juga

untuk pengobatan infeksi-infeksi yang disebabkan oleh Staphylococcus dan

Streptococcus pada penderita yang peka terhadap penisilin, disentri amuba, gonore

dan sifilis.

2.6.6 KONTRAINDIKASI

- Penderita yang alergi terhadap obat-obatan golongan tetrasiklin

- Penderita gangguan fungsi ginjal

- Anak-anak dibawah umur 8 tahun

- Selama kehamilan

- Selama menyusui

2.6.7 EFEK SAMPING

Efek samping yang mungkin timbul akibat pemberian golongan tetrasiklin dapat

dibedakan dalam 3 kelompok, yaitu reaksi kepekaan, reaksi toksik dan iritatif, dan

reaksi yang timbul akibat perubahan biologic.

1. Reaksi kepekaan

Reaksi kulit yang mungkin timbul akibat pemberian golongan tetrasiklin adalah

urtikaria, dan dermatitis eksfoliatif. Reaksi yang lebih hebat ialah edema

angioneurotik dan reaksi anafilaksis. Demam dan eosinofilia dapat pula terjadi pada

waktu terapi berlangsung.

2. Reaksi toksik dan iritatif

Page 72: Bmsp5 Case1 Part1 Ready

72

- Efek yang tidak diinginkan pada saluran cerna

Iritasi lambung paling sering terjadi pada pemberian tetrasiklin peroral, terutama

dengan oksitetrasiklin dan doksisiklin. Makin besar dosis yang diberikan, makin

sering terjadi reaksi ini. Keadaan ini dapat diatasi dengan mengurangi dosis untuk

sementara waktu atau memberikan golongan tetrasiklin bersama dengan makanan ,

tetapi jangan dengan susu atau antasid yang mengandung alumunium, magnesium,

atau kalsium. Diare sering kali terjadi akibat iritasi dan harus dibedakan dengan diare

akibat superinfeksi staphylococcus atau Clostridium difficiale yang sangat berbahaya

(dapat diobati dengan Metronidazole).

- Toksisitas jaringan setempat

Pemberian intaravena dapat mengakibatkan tromboflebitis vena dan rasa nyeri

setempat bila golongan tetrasiklin disuntikkan intramuscular tanpa anastesi local.

Terapi dalam waktu lama dapat menimbulkan kelainan darah seperti leukositosis,

limfotik atipik, granulasi toksik pada granulosit dan trombositopenia

- Reaksi fototoksik

Reaksi fototoksik paling jarang timbul dengan tetrasiklin, tapi paling sering timbul

pada pemberian dimetilklortetrasiklin. Manifestasinya berupa fotosensitivitas,

kadang-kadang disertai demam dan eosinofilia. Pigmentasi kuku dan onikolisis, yaitu

lepasnya kuku dari dasarnya, juga dapat terjadi.

- Toksisitas hati

Page 73: Bmsp5 Case1 Part1 Ready

73

Hepatotoksisitas dapat terjadi pada pemberian golongan tetrasiklin dosis tinggi (lebih

dari 2gr sehari) dan paling sering terjadi setelah pemberian intravena. Sifat

hepatotoksik oksitetrasiklin dan tetrasiklin lemah dibandingkan dengan golongan

tetrasiklin lain. Wanita hamil atau masa nifas dengan pielonefritis atau gangguan

fungsi ginjal lain cenderung menderita kerusakan hati akibat pemberian golongan

tetrasiklin. Karena itu tetrasiklin jangan diberikan pada wanita hamil kecuali bila

tidak ada terapi pilihan. Kecuali doksisiklin, golongan tetrasiklin bersifat kumulatif

dalam tubuh, karena itu dikontraindikasikan pada gagal ginjal. Efek samping yang

paling sering timbul biasanya berupa azotemia, hiperfosfatemia, dan penurunan berat

badan.

- Struktur tulang dan gigi

Tetrasiklin terikat sebagai kompleks pada kalsium yang tersimpan dalam tulang yang

sedang tumbuh. Pertumbuhan tulang akan terhambat sementara pada fetus dan anak.

Bahaya ini terjadi mulai pertengahan masa hamil dan sering berlanjut sampai umur 7

tahun atau lebih. Timbulnya kelainan ini lebih ditentukan oleh jumlah daripada

lamanya penggunaan tetrasiklin.

Pada gigi susu maupun gigi tetap, tetrasiklin dapat menimbulkan perubahan warna

permanen dan kecenderungan terjadinya karies. Perubahan warna bervarias dari

kuning coklat sampai kelabu tua. Karena itu tetrasiklin jangan digunakan mulai

pertengahan kedua kehamilan, masa amenyusui, dan anak sampai berumur 8 tahun.

Efek ini terjadi lebih sedikit pada oksitetrasiklin dan doksisiklin.

Reaksi vestibuler

Page 74: Bmsp5 Case1 Part1 Ready

74

Minosiklin sering bersifat vestibulostatik dan dapat menimbulkan

vertigo, ataksia, muntah yang bersifat reversible

Pemberian golongan tetrasiklin pada neonatus dapat mengakibatkan

peninggian tekanan intracranial dan mengakibatkan fontanel menonjol,

sekalipun obat-obat ini diberikan dalam dosis terapi. Bila terapi

dihentikan maka tekanannya akan menurun kembali dengan cepat.

Efek samping akibat perubahan biologic

Seperti antibiotic lain yang berspektrum luas, pemberian golongan

tetrasiklin kadang-kadang diikuti oleh terjadinya superinfeksi oleh kuman

resisten dan jamur. Superinfeksi kandida biasanya terjadi dalam rongga

mulut, faring, bahkan kadang-kadang menyebabkan infeksi sistemik. Factor

yang memudahkan terjadinya superinfeksi adalah diabetes mellitus,

leukemia, daya tahan tubuh yang lemah.

Salah satu manifestasi superinfeksi baru ialah diare akibat terganggunya

keseimbangan flora normal dalam usus. Dikenal 3 jenis diare akibat

superinfeksi dalam saluran cerna sehubungan dengan pemberian tetrasiklin.

1. Enterokolitis stafilokokus

Dapat timbul setiap saat selama terapi berlangsung. Tinja cair sering

mengandung darah serta leukosit polimorfonuklear. Diagnosis harus

dilakukan dengan cepat, karena keadaan ini sering menyebabkan kematian.

Page 75: Bmsp5 Case1 Part1 Ready

75

2. Kanidiasis intestinal

Bila terjadi kanidiasis intestinal perlu diberikan nistatin atau amfoterisin B

peroral.

3. Colitis pseudomembranosa

Pada keadaan ini terjadi nekrosis pada saluran cerna. Diare yang terjadi

sangat hebat, disertai demam dan terdapat jaringan mukosa yang nekrotik

dalam tinja.

Untuk memperkecil kemungkinan timbulnya efek samping golongan

tetrasiklin maka perlu diperhatikan beberapa hal dalam memberikan terapi

dengan antibiotic ini, yaitu :

1. Hendaknya tidak diberikan pada wanita hamil

2. Bila tidak ada indikasi yang kuat, jangan diberikan pada anak-anak.

3. Hanya doksisiklin yang boleh diberikan kepada pasien gagal ginjal

4. Sisa obat yang tidak terpakai sebaiknya dibuang

5. Jangan diberikan kepada pasien yang hypersensitive terhadap obat ini.

2.6.8 KEGUNAAN DI BIDANG KEDOKTERAN GIGI

Penggunaan tetracycline dalam manajemen infeksi orofacial akut dianggap

kurang tepat karena aktivitas bakteriostatiknya dan resistensi mikrobial yang

ekstensif. Tetapi dengan adanya oral microbial pathogens yang bertambah resisten

terhadap –lactam, macrolides, dan clindamycin, maka hal ini perlu dipertimbangkan

kembali

Page 76: Bmsp5 Case1 Part1 Ready

76

Tetracycline sistemik dalam manajemen periodontits kronik pada orang dewasa

harus hati-hati dalam menilai keuntungan dan kerugiannya berdasarkan batas efikasi

dan kecenderungan untuk menyebabkan ekspresi gen resisten pada mikroba, serta

stimulasi mekanisme efflux obat.

Tetracycline efektif dalam menangani localized juvenile periodontitis ( LPJ ) dan

organism asosiasinya Actinobacillus actinomycetemcomitans. Tetracycline dapat

menghambat peradangan aktivitas matriks metalloproteinase. Tetracycline juga dapat

digunakan pada subgingival.

Page 77: Bmsp5 Case1 Part1 Ready

77

BAB III

ANTIHISTAMIN

Histamin

Histamin adalah senyawa normal yang ada dalam jaringan tubuh, yaitu pada jaringan

sel mast dan peredaran basofil, yang berperan terhadap berbagai proses fisiologis

yang penting. Histamin dikeluarkan dari tempat pengikatan ion pada kompleks

heparin-heparin dalam sel mast sebagai hasil reaksi antigen-antibodi bila ada

rangsangan senyawa allergen. Senyawa allergen dapat berupa spora, debu rumah,

sinar UV, cuaca, racun, tripsin, dan enzim proteolitik lain, deterjen, zat warna, obat

makanan dan beberapa turunan amina. Histamin merupakan produk dekarboksilasi

dari asam amino histidin.

Pelepasan histamine terjadi akibat :

Rusaknya sel

Histamine banyak dibentuk di jaringan yang sedang berkembang dengan cepat atau

sedang dalam proses perbaikan, misalnya luka

Senyawa kimia

Page 78: Bmsp5 Case1 Part1 Ready

78

Banyak obat atau zat kimia bersifat antigenic,sehingga akan  melepaskan histamine

dari sel mast dan basofil. Contohnya adalah enzim kemotripsin, fosfolipase, dan

tripsin.

Reaksi hipersensitivitas

Pada orang normal, histamine yang keluar dirusak oleh enzim histamin dan diamin

oksidase sehingga histamine tidak mencapai reseptor Histamin. Sedangkan pada

penderita yang sensitif terhadap histamine atau mudah terkena alergi jumlah enzim-

enzim tersebut lebih rendah daripada keadaan normal.

Sebab lain

Proses fisik seperti mekanik, thermal, atau radiasi cukup untuk merusak sel terutama

sel mast yang akan melepaskan histamin.

Histamin berinteraksi dengan reseptor yang spesifik pada berbagai jaringan target.

Reseptor histamine dibagi menjadi histamine 1 (H-1) dan histamine 2 (H-2).

Pengaruh histamin terhadap sel pada berbagai jaringan tergantung pada fungsi sel dan

rasio reseptor H-1 : H-2. stimulasi reseptor H-1 menimbulkan :

Vasokonstriksi pembuluh-pembuluh yang lebih besar

Kontraksi oto bronkus, otot usus dan otot uterus

Kontraksi sel-sel otot polos

Kenaikan aliran limfe

Page 79: Bmsp5 Case1 Part1 Ready

79

Stimulasi reseptor H-2 menimbulkan :

¨      Dilatasi pembuluh paru-paru

¨      Meningkatkan frekuensi jantung dan kenaikan kontraktilitas jantung

¨      Kenaikan sekresi kelenjar terutama dalam mukosa lambung

Antihistamin adalah obat yang dapat mengurangi atau menghilangkan kerja histamin

dalam tubuh melalui mekanisme penghambatan bersaing pada reseptor H-1, H-2 dan

H-3. Efek antihistamin bukan suatu reaksi antigen antibodi karena tidak dapat

menetralkan atau mengubah efek histamin yang sudah terjadi. Antihistamin pada

umumnya tidak dapat mencegah produksi histamin. Antihistamin bekerja terutama

dengan menghambat secara bersaing interaksi histamin dengan reseptor khas.

Antihistamin sebagai penghambat dapat mengurangi degranulasi sel mast yang

dihasilkan dari pemicuan imunologis oleh interaksi antigen

IgE. Cromolyn dan Nedocromil diduga mempunyai efek tersebut dan digunakan pada

pengobatan asma, walaupun mekanisme molekuler yang mendasari efek tersebut

belum diketahui hingga saat ini.

Berdasarkan hambatan pada reseptor khas antihistamin dibagi menjadi tiga kelompok

yaitu :

v     Antagonis H-1, terutama digunakan untuk pengobatan gejala-gejalal akibat

reaksi alergi

v     Antagonis H-2, digunakan untuk mengurangi sekresi asam lambung pada

pengobatan penderita pada tukak lambung

Page 80: Bmsp5 Case1 Part1 Ready

80

v     Antagonis H-3, sampai sekarang belum digunakan untuk pengobatan, masih

dalam penelitian lebih lanjut dan kemungkinan berguna dalam pengaturan

kardiovaskuler, pengobatan alergi dan kelainan mental.

3.1 Antihhistamin I

3.1.1 Klasifikasi

Menurut Delmar dental drug reference, antihistamin H1 dibagi menjadi 2 generasi

generasi 1 :

1. Ethylenediamine Derivatives, contoh : Tripelennamine.

2. Ethanolamine Derivatives, contoh : Clemastine, diphenhydramine

3. Alkylamines, contoh : Brompheniramine, chlorpheniramine, dexchlorpheniramine.

4. Phenothiazines, contoh : Promethazine

5. Piperidines, contoh : Azatadine, cyproheptadine, phenindamine.

Generasi 2 :

Modifikasi dari generasi pertama untuk mengurangi efek samping menghasilkan antihistamin

generasi kedua dan lebih selektif terhadap reseptor H1 perifer. Terdiri dari :

1. Piperazines, contoh : Cetirizine.

2. Piperidines, contoh : Astemizole, fexofenadine, loratidine, terfenadine.

Page 81: Bmsp5 Case1 Part1 Ready

81

3.1.2 Mekanisme Kerja Antihistamin H1

Mengantagonis H1 secara kompetitif dan reversibel, tetapi tidak memblok pelepasan

histamin

3.1.3 Indikasi

Antihistamin generasi pertama di-approve untuk mengatasi hipersensitifitas,

reaksi tipe I yang mencakup rhinitis alergi musiman atau tahunan, rhinitis vasomotor,

alergi konjunktivitas, dan urtikaria. Agen ini juga bisa digunakan sebagai terapi

anafilaksis adjuvan. Difenhidramin, hidroksizin, dan prometazin memiliki indikasi

lain disamping untuk reaksi alergi. Difenhidramin digunakan sebagai antitusif, sleep

aid, anti-parkinsonism atau motion sickness. Hidroksizin bisa digunakan sebagai pre-

medikasi atau sesudah anestesi umum, analgesik adjuvan pada pre-operasi atau

prepartum, dan sebagai anti-emetik. Prometazin digunakan untuk motion sickness,

pre- dan postoperative atau obstetric sedation.

3.1.4 Kontraindikasi

Antihistamin generasi pertama: hipersensitif terhadap antihistamin khusus

atau terkait secara struktural, bayi baru lahir atau premature, ibu menyusui, narrow-

angle glaucoma, stenosing peptic ulcer, hipertropi prostat simptomatik, bladder neck

obstruction, penyumbatan pyloroduodenal, gejala saluran napas atas (termasuk

Page 82: Bmsp5 Case1 Part1 Ready

82

asma), pasien yang menggunakan monoamine oxidase inhibitor (MAOI), dan  pasien

tua. 

Antihistamin generasi kedua dan ketiga : hipersensitif terhadap antihistamin

khusus atau terkait secara struktural. Pada pasien dengan hipersensitifitas dengan

fexofenadine dan beberapa aksus lainnya yang jarang terjadi menyebabkan

angiodema, sesak nafas, kemerahan pada kulit dan anafilaksis. Terdapat obat-obat

generasi dua yang dapat mengakibatkan cardiotoxic seperti astemizole. Obat

astemizole dapat berikatan dengan potassium (K) channel, yang merupakan reglator

potensial membrane sel. Ikatan ini dapat menyebabkan terganggunya fungsi

potassium channel menyebabkan Long QT Syndrome. Long DT Syndrome

merupakan perpanjangan dari QT interval. Apabila QT interval panjang, secara

otomatis ritme jantung akan menurun, disebut juga dengan bradycardia. Bradycardia

akan menyebabkan kurngnya supply oksigen dalam tubuh dan juga penyumbatan

aliran darah (heart block).

3.1.5 Efek Samping

Antihistamin Generasi Pertama:

a. Alergi – fotosensitivitas, shock anafilaksis, ruam, dan dermatitis.

b. Kardiovaskular – hipotensi postural, palpitasi, refleks takikardia, trombosis

vena pada sisi injeksi (IV prometazin)

Page 83: Bmsp5 Case1 Part1 Ready

83

c. Sistem Saraf Pusat - drowsiness, sedasi, pusing, gangguan koordinasi, fatigue,

bingung, reaksi extrapiramidal bisa saja terjadi pada dosis tinggi

d. Gastrointestinal - epigastric distress, anoreksi, rasa pahit (nasal spray)

e. Genitourinari – urinary frequency, dysuria, urinary retention

f. Respiratori – dada sesak, wheezing, mulut kering, epitaksis dan nasal burning

(nasal spray)

Antihistamin Generasi Kedua Dan Ketiga:

a. Alergi – fotosensitivitas, shock anafilaksis, ruam, dan dermatitis.

b. SSP – mengantuk/ drowsiness, sakit kepala, fatigue, sedasi

c. Respiratori* - mulut kering

d. Gastrointestinal** - nausea, vomiting, abdominal distress (cetirizine,

fexofenadine)

3.1.6 Farmakokinetik

Setelah pemberian oral atau parenteral, AH1 diabsorpsi secara baik. Efeknya timbul

15-30 menit setelah pemberian oral dan maksimal setelah 1-2 jam. Lama kerja AH1

setelah pemberian dosis tunggal kira-kira 4-6 jam, untuk golongan klorsiklizin 8-12

jam. Difenhidramin yang diberikan secara oral akan mencapai kadar maksimal dalam

darah setelah kira-kira 2 jam dan menetap pada kadar tersebut untuk 2 jam

berikutnya, kemudian dieliminasi dengan masa paruh kira-kira 4 jam. 

Page 84: Bmsp5 Case1 Part1 Ready

84

Kadar tertinggi terdapat pada paru-paru sedangkan pada limpa, ginjal, otak, otot dan

kulit kadarnya lebih rendah. Tempat utama biotransformasi AH1 ialah hati, tetapi

dapat juga pada paru-paru dan ginjal. Tripelenamin mengalami hidroksilasi dan

konjugasi sedangkan klorsiklizin dan siklizin terutama mengalami demetilasi. AH1

diekskresi melalui urin setelah 24 jam, terutama dalam bentuk metabolitnya.

3.1.7 Dosis

Penggunaan topikal terbatas karena antihistamin sering menyebabkan reaksi

hipersensitivitas. Untuk penderita motion sickness, antihistamin diberikan 30 menit

sebelum perjalanan. Perhatikan masing-masing obat.

3.1.8 Etilenediamin 

Struktur dasar dari H1 antihistamin generasi pertama terdiri dari dua lingkaran

aromatic yang terhubung pada ethylamine yang tersubstitusi. Obat ini terbagi menjadi

6 berdasarkan rantainya, yaitu: Ehanolamine, ethylenediamine, alkylamine,

piperazine, phenothiazine, dan piperidine.

Page 85: Bmsp5 Case1 Part1 Ready

85

Antihistamine dengan struktur ethylenediamine merupakan kompon alkalin

yang kuat. Kepolaritasannya sedikit lebih besar dibandingkan dengan derivate

aminoethyl ether dan alkylamino.

Dari sisi kimiawi, derivate dari ethylenediamine mempunyai sifat sedative

tingkat menengah, hamper tidak ada aktivitas anticholinergic atau antiemetic.

Ethylenediamine juga sering mengakibatkan gangguan gastrointestinal.

Ethylenediamine merupakan H1 antihistamin yang termasuk paling awal

ditemukan. Informasi mengenai farmakokinetik dan disposisi metabolic sangat

terbatas karena grup kompon ini tidak dipelajari secara mendalam. Hanya pada

perkembangan generasi kedua H1 antihistamin yang terdapat potensi toksisitas yang

menyangkut sebagian kompon awal, yang dipelajar disposisi metabolic dan

farmakokinetiknya.

Ethylenediamine merupakan salah satu grup structural dari antihistamine yang

terdiri dari beberapa macam, yaitu:

Menurut Richard C. Dart :

Antazoline, Mepyramine/ pyrilamine

Menurut Summer :

Antazoline, Mepyramine /pyrilamine, tripelennamine.

Indikasi:

Page 86: Bmsp5 Case1 Part1 Ready

86

Insomnia, batuk, demam, pruritic skin disorder

Kontraindikasi :

Penyakit liver, eczema, bayi prematur

Efek samping :

Sedasi, efek antimuskarinik, depresi CNS, gangguan psikomotor, sakit kepala,

palpitasi dan arrhythmias, konvulsi, berkeringat, myalgia, tremor, gangguan

gastrointestinal, gangguan tidur, reaksi hipersensitivitas, hypotensi.

Dosis :

Untuk dosis ethylenediamine menurut Richard C. Dart, antazoline memiliki dosis

dewasa 100-200 mg, 2-4 kali perhari. Sedangkan Mepytamine/Pyrilamine) memiliki

dosis 25 mg, 3-4 kali perhari, dengan dosis anak-anak 12,5-25 mg setiap 8 jam (lebih

dari 6 tahun). Untuk gatal kulit menggunakan sediaan krim 2%.

3.2 Antihistamin 2

Penggunaan klinis golongan antihisatmin reseptor H2 antagonis analog

dengan histamine yang menghambat interaksi histamine dengan reseptor H2 dan

sangat selektif. Obat golongan ini menghambat sekresi asan lambung yang diransang

oleh histamn dan H2 antagonis. Antagonis H2 menghambat sekresi asam lambung

karena makanan, distensi fundus, dan mengurangi konsetrasi ion H+ pada cairan

lambung

Page 87: Bmsp5 Case1 Part1 Ready

87

Simetidine adaiah penghambat histamin pada reseptor H2 secara selektif dan

reversible, penghambatan histamin pada reseptor H, akan menghambat sekresi asam

lambung baik pada keadaan istirahat maupun setelah perangsangan oleh makanan,

histamin, pentagastrin, kafein dan insulin

Reseptor histamin H2 ditemukan di sel-sel parietal. Kinerjanya adalah

meningkatkan sekresi asam lambung. Dengan demikian antagonis reseptor H2

(antihistamin H2) dapat digunakan untuk mengurangi sekresi asam lambung, serta

dapat pula dimanfaatkan untuk menangani peptic ulcer dan penyakit refluks

gastroesofagus. Contoh obatnya adalah simetidina, famotidina, ranitidina, nizatidina,

roxatidina, dan lafutidina.

Farmakokinetik

Antagonis H2 diserap baik secara oral (60-80%) dan absorbsi ini tidak akan

terganggu oleh adanya makanan dalam lambung. Golongan antihistamin ini dieksresi

dalam urin kebanyakan dalam bentuk yang tidak berubah

Penggunaan Terapeutik

Ulser duodenal

Gastric ulser

Zollinger-Ellison Syndrome (ZES).

Gastroesophageal reflux.

NSAID’s induced ulcers.

Page 88: Bmsp5 Case1 Part1 Ready

88

Prophylaxis of aspiration pneumonia

Efek Samping

Obat ini dapat menyebabkan sakit kepala, pusing atau pening, mulut kering,

ruam pada kulit, pengaruh pada system saraf pusat menyebabkan kegelisahan,

delirium, halusinasi, konfulsi, dan koma. Injeksi bolus i.v menyebabkan bradycardia,

arhytmia dan penghentian jantung karena pelepasan hstamin. Pada simetidin dapat

menyebabkan gynaecosmastia bila diberikan dosis tinggi dalam jangka waktu yang

panjang, menurunnya libido dan impotensi

3.2.1 Simetidine

Simetidin memiliki potensi yang rendah, uration of action yang pendek.

Bioavailability 60% dan 2/3nya dieksresi di urin dan empedu. Insidensi efek samping

sekitar 5%.

Obat ini menghambat menghambat sitokrom P450 dikatalis oleh hidroxilasi

dari estradiol pada laki-laki dan juga melambatkan metabolism beberapa obat serta

administrasi simetidin bersama-sama obat lan akan memperpanjang setengah umur

dari beberpa obat seperti (warfarin, phenytoin, theophylline,phenobarbital,

benzodiazepines, propranolol, nifedipine, digitoxin,quinidine, mexiletine, tricyclic

antidepressants).

3.2.1.1 Cara Kerja Obat :

Cimetidine adaiah penghambat histamin pada reseptor H2 secara selektif dan

Page 89: Bmsp5 Case1 Part1 Ready

89

reversible, penghambatan histamin pada reseptor H, akan menghambat sekresi asam

lambung baik pada keadaan istirahat maupun setelah perangsangan oleh makanan,

histamin, pentagastrin, kafein dan insulin. Cimetidine dengan cepat diabsorbsi setelah

pemberian oral dan konsentrasi puncak dalam plasma dicapai dalam waktu 45-90

menit setelah pemberian. Cimetidine diekskresikan melalui urin.

3.2.1.2 Indikasi :

- Pengobatan jangka pendek untuk tukak aktif usus 12 jari

- Terapi pemeliharaan tukak usus 12 jari pada pengurangan dosis setelah

penyembuhan tukak aktif.

- Pengobatan jangka pendek tukak lambung aktif yang jinak.

- Pengobatan refluks gastroesofagus erosif.

- Pencegahan pendarahan saluran pencernaan bagian alas pada penderitayang

kritis.

- Pengobatan keadaan hipersekresi patologis misalnya: sindroma Zollinger-

Ellson, mastositosis sistemik dan adenoma endokhn multiple.

3.2.1.3 Kontra Indikasi :

Pasien yang hipersensitif terhadap cimetidine

3.2.1.4 Interaksi Obat

Cimetidine dapat mengurangi metabolisme anlikoagulan kumarin, feniioin,

ptopanotol, nifedipin, klordiazepoksk), diazepam, antkfepresan trisiklik, lidokain,

Page 90: Bmsp5 Case1 Part1 Ready

90

teoflin dan metonidazol, akibatnya akan menghambat eliminasi dan meningkatkan

konsentrasi obat-obatan ini dalam darah.

3.2.1.5 Efek Samping

- Pada saluran pencernaan diare ringan

- Pada susunan saral pusat: sakit kepala, pusing, mengantuk, mental

kebingungan, agitasi, psikosis, depresl, cemas, halusinasi.

- Pada sistem endokrin: ginekomastia.

- Pada sistem hematologi: penurunan jumlah sel darah putjh, agtanukisitosis,

Irombosilopenia, anemia aplasik atau pansitopenia yang jarang.

- Hipersensif I: demam dan reaksi alergi termasuk anafriaksis.

- Pada sistem kardiovaskuler:bradikardia dan takikardia (jarang terjadi).

- Ginjal: peningkatan krealinin plasma, net itis interstitial, retensi urin.

3.2.1.6 Dosis

- Untuk tukak usus 12 jari yang aktif

800 mg, 1 kali sehari pada malam hari atau 300mg 4 kali sehari pada saat

makan dan malam sebelum tidur. Atau 400 mg 2 kali sehari pagi hari dan

malam sebelum tidur. Lama pengobatan 4 hingga 6 minggu. Pemberian

dengan antasida sebaiknya diberikan sesuai Kebutuhan untuk mengurangi

rasa sakit, akan tetapi pemberian bersamaan dengan antasid tidak dianjurkan

karena antasid dapat mempengaruhi absorbi cimetidine.

Page 91: Bmsp5 Case1 Part1 Ready

91

- Terapi pemeliharaan tukak usus 12 jari: 400 mg, 1 kali sehari malam sebelum

tidur.

- Pengobatan tukak lambung aktif yang jinak 800 mg, 1 kali sehari malam hari

sebelum tidur atau 300 mg 4 kali sehari pada saat makan dan sebelum tidur

selama 6-8 minggu.

- Pengobatan refluks gastroesofagus erosif. 1600 mg sehari dalam dosis terbagi.

(800 mg 2 kali sehari atau 400 mg 4 kai sehari) selama 12 minggu.

- Pengobatan pada keadaan hipersekresi patologis 300 mg 4 kali sehari pada

saat makan dan sebelum tidur. Pada beberapa penderita bila diperlukan dapat

diberikan dosis lebih besar lebih sering, sesuai dengan kebutuhan tetapi tjdak

boleh melebihi 2,4 g sehari

3.2.1.7 Over Dosis

Studi pada hewan menunjukkan dosis toksik ditandai dengan kegagalan sistem

pemafasan dan takikardia. Keadaan ini dapat ditanggulangi dengan pemberian

- i-Moker dan bantuan pernapasan.

3.2.1.8 Peringatan Dan Perhatian

- Cimetidine tidak boleh diberikan pada anak-anak dibawah 16 tahun kecuali

alas pertimbangan dokter.

- Pemberian cimetidine pada ibu hamil dan menyusui hanya bila sangat

Page 92: Bmsp5 Case1 Part1 Ready

92

dibutuhkan.

- Cimetidine tidak dapat digunakan untuk pengobatan simptomatis pada

keganasan lambung.

3.2.2 Famotidin

Famotidine adalah anatgonis H2-reseptor histamin turunan thiazole yang

bekerja dengan cara menghambat sekresi asam lambung basal dan noktural melalui

penghambatan kompetitif terhadap kerja histamin pada H2 reseptor histamin di sel-

sel parietal.

3.2.2.1 INDIKASI :

-    Pengobatan jangka pendek pada duodenal ulcer aktif.

-    Terapi pemeliharaan pada penderita duodenal ulcer yang baru sembuh dari ulcer

aktif.

-    Pengobatan pada kondisi hipersekresi patologis seperti sindroma Zollinger Ellison

dan adenoma endokrin multipel.

3.2.2.2 DOSIS :

-   Tukak usus 12 jari.

Terapi akut                        : 40 mg sekali sehari, sebelum tidur; atau 20 mg dua kali

sehari.

Page 93: Bmsp5 Case1 Part1 Ready

93

Terapi pemerliharaan    : 20 mg sekali sehari, sebelum tidur.

-    Kondisi hipersekresi patologis.

Dosis yang dianjurkan adalah 20 mg setiap 6 jam, dosis dapat ditingkatkan sesuai

dengan kebutuhan individu.

3.2.2.3 PERINGATAN DAN PERHATIAN :

-    Hati-hati pemberian pada wanita hamil, menyusui maupun anak-anak.

-    Pada penderita dengan gangguan ginjal yang berat, dosis Famotidine perlu

dikurangi.

3.2.2.4 EFEK SAMPING :

Kadang-kadang dapat terjadi demam, erupsi kulit, pembengkakan pada kelopak mata

akibat reaksi alergi. Hipersensitivitas, pendarahan atau memar, denyut jantung

menjadi lebih cepat, thrombocytopenia, arthralgia. Efek samping lain yang pernah

dilaporkan adalah sakit kepala, pusing, konstipasi, diare dan mual.

3.2.2.5 KONTRA INDIKASI :

Penderita yang hipersensif terhadap Famotidine.

3.2.2.6 INTERAKSI OBAT :

-    Obat-obat antasida dapat menurunkan absorpsi Famotidine.

Page 94: Bmsp5 Case1 Part1 Ready

94

-    Famotidine dapat menurunkan absorpsi Ketoconazole.

-    Obat-obat yang dimetabolisme melalui sistem enzim mikrosomal hati seperti :

Sitokrom P450 (Teofilin, Warfarin, Diazepam, dan lain-lain). 

3.2.3 Nizatidin

3.2.3.1 Farmakodinamik

Potensi nizatidin dalam menghambat sekresi lambung hampir sama dengan ranitidine.

3.2.3.2 Farmakokinetik

Bioavailabilitas oral nizatidin lebih dari 90% dan tidak dipengaruhi oleh makanan

atau antikolinergik. Kadar puncak serum setelah pemberian oral dicapai dalam 1 jam,

masa paruh plasma sekitar 1,5 jam dan lama kerja sampai dengan 10 jam. Nizatidin

diesksresi terutama melalui ginjal, 90% dari dosis yang digunakan ditemukan di urin

dalam 16 jam.

3.2.3.3 Mekanisme Kerja

Menghambat sekresi lambung hampir sama dengan ranitidine.

3.2.3.4 Indikasi

Benign gastric and duodenal ulceration : 300 mg sebelum tidur selama 4 minggu.

Dyspepsia : 75rg per hari, max 150mg/hari. GERD : 150-300mg dua kali/hari selama

≤12minggu

Page 95: Bmsp5 Case1 Part1 Ready

95

3.2.3.5 Efek Samping

Sakit kepala, anxiety,dizziness, somnolence, nervousness, pruritus, rash, sakit pada

abdomen, anorexia, constipation, diarrhea, dry mouth, flatulence, heartburn, nausea,

muntah-muntah, anaemia. Potentially fatal : anaphylaxis

3.2.4 Ranitidin

3.2.4.1 Farmakodinamik

Menghambat reseptor H2 secara selektif dan reversibel. Perangsangan reseptor H2

akan merangsang sekresi asam lambung, sehingga pemberian simetidin dan ranitidine

akan mengahambatnya. Simetidin dan ranitidine juga mengganggu volume dan kadar

pepsin cairan lambung.

3.2.4.2 Farmakokinetik

Bioavailabilitas ranitidin yang diberikan secara oral sekitar 50% dan meningkat pada

pasien penyakit hati. Masa paruhnya kira-kira 1-3 jam pada orang dewasa, dan

memanjang pada orang tua dan pada pasien gagal ginjal. Ranitidin dan metabolitnya

dieksresi terutama melalui ginjal, sisanya melalui tinja. Sekitar 70% dari ranitidin

yang diberikan interavena dan 30% dari yang diberikan secara oral dieksresikan

dalam bentuk asal. Meskipun dari penelitian tidak didapatkan efek yang merugikan

fetus, namun karena melalui plasenta maka penggunaannya hanya bila sangat

diperlukan.

Page 96: Bmsp5 Case1 Part1 Ready

96

3.2.4.3 Mekanisme Kerja

Ranitidine adalah suatu histamin antagonis reseptor H2 yang menghambat kerja

histamin secara kompetitif pada reseptor H2 dan mengurangi sekresi asam lambung.

Pada pemberian i.m./i.v. kadar dalam serum yang diperlukan untuk menghambat 50%

perangsangan sekresi asam lambung adalah 36–94 mg/mL. Kadar tersebut bertahan

selama 6–8 jam. Ranitidine diabsorpsi 50% setelah pemberian oral. Konsentrasi

puncak plasma dicapai 2–3 jam setelah pemberian dosis 150 mg. Absorpsi tidak

dipengaruhi secara nyata oleh makanan dan antasida. Waktu paruh 2 ½–3 jam pada

pemberian oral, Ranitidine diekskresi melalui urin.

3.2.4.4 Indikasi

Ulkus duodenum aktif, ulkus lambung patologikal, refluks esofagitis, mencegah

ulkus peptikum kambuh, kondisi hipersekretori patologikal seperti Sindroma

Zollinger

3.2.4.5 Kontra indikasi

Keganasan lambung, gangguan fungsi ginjal, disfungsi hati.

Hamil, menyusui, anak-anak.

3.2.4.6 Efek Samping

Page 97: Bmsp5 Case1 Part1 Ready

97

Sakit kepala, pusing, mual, diare, atau nyeri perut karena sulit buang

air besar, ruam kulit.

3.2.4.7 Dosis

Ulkus duodenum aktif : 2 kali sehari 150 mg (pada pagi dan sore hari) atau 300 mg

sekali sehari pada malam hari sebelum tidur selama 4-8 minggu.

Ulkus lambung patologikal : 2 kali sehari 150 mg selama 4-8 minggu.

Refluks esofagitis : 2 kali sehari 150 mg sampai selama 8 minggu.

Mencegah ulkus peptikum kambuh : 150 mg pada malam hari sebelum tidur (sampai

12 bulan).

Kondisi hipersekretori patologikal seperti Sindroma Zollinger-Ellison : dimulai

dengan 150 mg 3 kali sehari dan bisa ditingkatkan tergantung pada kebutuhan

masing-masing pasien (sampai dengan 6 gram/hari dalam dosis terbagi).

Page 98: Bmsp5 Case1 Part1 Ready

98

Page 99: Bmsp5 Case1 Part1 Ready

99

BAB IV

Penulisan Resep

Unsur-unsur resep:

1. Identitas Dokter

Nama,   nomor   surat   ijin   praktek,   alamat   praktek  dan   rumah   dokter  

penulis   resep   serta   dapat dilengkapi dengan nomor telepon dan hari serta jam

praktek. Biasanya sudah tercetak dalam blanko resep.

2. Nama kota (sudah dicetak dalam blanko resep) dan tanggal ditulis resep

3. Superscriptio Ditulis   dengan   symbol   R/   (recipe=harap   diambil).   Biasanya  

sudah   dicetak  dalam  blanko.   Bila diperlukan lebih dari satu bentuk sediaan

obat/formula resep, diperlukan penulisan R/ lagi.

4. Inscriptio

Ini merupakan bagian inti resep, berisi nama obat, kekuatan dan jumlah obat yang

diperlukan dan ditulis dengan jelas

5. Subscriptio

Page 100: Bmsp5 Case1 Part1 Ready

100

Bagian ini mencantumkan bentuk sediaan obat (BSO) dan jumlahnya.  Cara penulisan

(dengan singkatan bahasa latin) tergantung dari macam formula resep yang

digunakan.

Contoh:

-       m.f.l.a. pulv. d.t.d.no. X

-       m.f.l.a. sol

-       m.f.l.a. pulv. No XX da in caps

6. Signatura

Berisi informasi tentang aturan penggunaan obat bagi pasien yaitu meliputi frekuensi,

jumlah obat dan saat diminum obat, dl .

Contoh: s.t.d.d.tab.I.u.h.p.c ( tandailah tiga kali sehari satu tablet satu jam setelah

makan)

7. Identitas pasien

Page 101: Bmsp5 Case1 Part1 Ready

101

Umumnya   sudah   tercantum   dalam   blanko   resep   (tulisan   pro   dan   umur).  

Nama   pasien dicantumkan dalan pro. Sebaiknya juga mencantumkan berat badan

pasien  supaya kontrol dosis oleh apotek dapat akurat.

TATA CARA PENULISAN RESEP

Tidak  ada   standar   baku   di  dunia   tentang   penulisan   resep.   Untuk  

Indonesia,   resep   yang   lengkap menurut SK Menkes RI No. 26/2981 (BAB III,

pasal 10) memuat:

Page 102: Bmsp5 Case1 Part1 Ready

102

1. Nama, alamat, Nomor Surat Ijin Praktek Dokter (NSIP)

2. Tanggal penulisan resep

3. Nama setiap obat/komponen obat

4. Tanda R/ pada bagian kiri setiap penulisan resep

5. Tanda tangan/paraf dokter penulis resep

6. Tanda seru dan paraf dokter untuk resep yang mengandung obat dengan jumlah

melebihi dosis

maksimum

LANGKAH PRESKRIPSI

1. Pemilihan obat yang tepat

Dalam melakukan prakteknya, dokter pertama kali harus melakukan anamnesis dan

pemeriksaan fisik   yang     baik   pada   pasiennya   untuk   menegakkan   diagnosis. 

Setelah   itu,   dengan mempertimbangkan keadaan (patologi penyakit , perjalanan

penyakit dan manifestasinya), maka tujuan   terapi   dengan   obat   akan  

Page 103: Bmsp5 Case1 Part1 Ready

103

ditentukan.   Kemudian   akan   dilakukan   pemilihan   obat   secara tepat, agar

menghasilkan terapi yang rasional.

Hal yang sangat penting untuk menjadi pertimbangan dalam memilih obat:

a. Bagaimana rasio manfaat dengan risiko obat yang dipilih

b. Bagaimana keamanan (efek samping, kontra indikasi) obat yang dipilih

c. Jenis bahan obat apa (bahan baku, formula standar, bahan generik, atau bahan

paten) yang

dipilih

d. Pertimbangan biaya/harga obat

Dengan mempertimbangkan hal di atas, diharapkan preskripsi obat dokter akan tepat

manfaat, keamanan, ekonomi, serta cocok bagi penderita. Untuk mewujudkan terapi

obat yang rasional dan untuk meningkatkan daya guna dan hasil gunaserta biaya,

maka seorang dokter perlu memahami kriteria bahan obat dalam preskripsi. Bahan

obat  di  dalam  resep  termasuk bagian  dari  unsur  inscriptio  dan  merupakan 

bahan   baku,  obat standar (obat dalam formula baku/resmi, sediaan generik) atau

bahan jadi/paten

Page 104: Bmsp5 Case1 Part1 Ready

104

Nama obat dapat dipilih dengan nama generik (nama resmi dalam buku Farmakope

Indonesia) atau nama paten (nama yang diberikan pabrik). Pengguna jenis obat paten

perlu memperhatikan kekuatan bahan aktif dan atau komposisi obat yang dikandung

di dalamnya agar pemilihan obat yang rasional dapat tercapai dan pelayanan obat di

apotek tidak menjumpai adanya masalah.

Bahan/sediaan obat dalam preskripsi berdasarkan peraturan perundangan dapat

dikategorikan:

a. Golongan obat narkotika atau O (ct: codein, morphin, pethidin)

b. Golongan obat Keras atau G atau K

Dibedakan menajadi 3:

-       Golongan obat Keras tertentu atau Psikotropika (diazepam dan derivatnya)

-       Golongan obat Keras atau K (ct: amoxicil in, ibuprofen)

-       Golongan obat wajib apotek atau OWA (ct: famotidin, al opurinol, gentamycin

topical)

c. Golongan obat bebas terbatas atau W (ct: paracetamol, pirantel palmoat)

Page 105: Bmsp5 Case1 Part1 Ready

105

d. Golongan obat bebas (ct: Vitamin B1, Vitamin C)

Pada penulisan obat narkotika dan psikotropika/khusus) jumlah obat tidak cukup

hanya dengan angka saja, namun disertai dengan huruf angka tersebut, misal X

(decem) dan agar sah harus dibubuhi   tanda   tangan   dokter. Hal   ini   dilakukan  

untuk   menghindari penyalahgunaan obat di masyarakat.

2. Penetapan cara pemberian dan aturan dosis yang tepat

a. Cara pemberian obat

Obat diberikan dengan berbagai macam cara (per oral, per rectal, parenteral, topical,

dl ). Hal yang diperlukan dalam menentukan cara pemberian obat:

-       Tujuan terapi

-       Kondisi pasien

-       Sifat fisika-kimia obat

-       Bioaviabilitas obat

-       Manfaat (untung-rugi pemberian obat)

Page 106: Bmsp5 Case1 Part1 Ready

106

Cara   pemberian   yang   dipilih   adalah   yang   memberikan   manfaat   klinik  

yang   optimal   dan memberikan keamanan bagi pasien. Misalkan pemberian obat

Gentamicyn yang diperlukan untuk tujuan sistemik, maka sebaiknya dipilih lewat

parenteral. NSAIDs yang diberikan pada penderita gastritis sebaiknya dilakukan

pemberian per rectal.

b. Aturan dosis (dosis dan jadwal pemberian) obat

DOSIS

Dosis yang ideal adalah dosis yang diberikan per individual. Hal ini mengingat bahwa

respon penderita terhadap obat sangat individualistis. Penentuan dosis perlu

mempertimbangkan:

1) kondisi   pasien   (seperti:   umur,   berat   badan,   fisiologi   dan   fungsi   organ  

tubuh)

2)   kondisi penyakit ( akut, kronis, berat/ringan)

3) Indeks terapi obat (lebar/sempit)

4) variasi kinetik obat

Page 107: Bmsp5 Case1 Part1 Ready

107

5) cara/rumus perhitungan dosis anak ( pilih yang paling teliti)

Perhitungan dosis pada anak secara ideal menggunakan dasar ukuran fisik (berat

badan atau luas permukaan  tubuh).  Apabila   dosis  anak  dihitung   dengan 

perbandingan   dengan   dosis dewasa, yaitu dengan memakai rumus perhitungan

dosis anak (antara lain Young, Clark), maka perlu diperhatikan tentang ketelitian dari

rumus yang dipakai.

JADWAL PEMBERIAN

Jadwal   pemberian   ini   meliputi  frekuensi,   satuan   dosis  per  kali  dan  

saat/waktu   pemberian obat. Dalam resep tertuang dalam unsur signatura.

FREKUENSI

Frekuansi   artinya   berapa   kali   obat   yang   dimaksud   diberikan   kepada  

pasien.   Jumlah pemberian   tergantung   dari   waktu   paruh   obat,   BSO,   dan  

tujuan   terapi.   Obat   anti   asma diberikan kalau sesak (p.r.n) namum bila untuk

menjaga agar tidak terjadi serangan asma dapat diberikan secara teratur misal 3 x

sehari (t.d.d).

SAAT/WAKTU PEMBERIAN

Page 108: Bmsp5 Case1 Part1 Ready

108

Hal ini dibutuhkan bagi obat   tertentu supaya dalam pemberiannya memiliki efek

optimal, aman   dan   mudah   di kuti   pasien.   Misal:   Obat   yang   absorbsinya  

terganggu   oleh   makanan sebaiknya diberikan saat perut kosong  1/2 – 1 jam

sebelum makan (1/2 – 1 h. a.c), obat yang mengiritasi lambung diberikan sesudah

makan (p.c)  dan  obat untuk memepermudah tidur diberikan sebelum tidur (h.s), dl .

LAMA PEMBERIAN

Lama   pemberian   obat   didasarkan   perjalanan   penyakit   atau   menggunakan  

pedoman pengobatan yang sudah ditentukan dalam pustaka/RS. Misalkan pemberian

antibiotika dalam waktu   tertentu   (2   hari   setelah   gejala   hilang   untuk  

menghindari   resistensi   kuman,   obat simtomatis hanya perlu diberikan saat simtom

muncul (p.r.n), dan pada penyaklit kronis (misalasma, hipertensi, DM) diperlukan

pemberian obat yang terus menerus atau sepanjang hidup (ITER!)

3. Pemilihan BSO yang tepat

Pemilihan BSO dalam preskripsi perlu dipertimbangkan agar pemberian obat optimal

dan hargaterjangkau. Faktor ketaatan penderita, factor sifat obat, bioaviabilitas dan

factor sosial ekonomi dapat digunakan sebagai pertimbangan pemilihan BSO

4. Pemilihan formula resep yang tepat

Page 109: Bmsp5 Case1 Part1 Ready

109

Ada   3   formula   resep   yang   dapat   digunakan   untuk   menyusunan   preskripsi  

dokter  (Formula marginalis, officialis aau spesialistis). Pemilihan formula tersebut

perlu mempertimbangkan:

-       Yang dapat menjamin ketepatan dosis (dosis  individual)

-       Yang dapat menajaga stabilitas obat

-       Agar dapat menjaga kepatuhan pasien dalam meminum obat

-       Biaya/harga terjangkau

5. Penulisan preskripsi dalam blanko resep yang benar

Preskripsi  lege artis maksudnya adalah ditulis secara jelas, lengkap (memuat 6 unsur

yang harus ada di dalam resep) dan sesuai dengan aturan/pedoman baku serta

menggunakan singkatan bahasa latin baku, pada blanko standar (ukuran lebar 10-12

cm, panjang 15-18 cm)

6. Pemberian informasi bagi penderita yang tepat

Cara   atau   aturan   harus   tertulis   lengkap   dalam   resep,   namun   dokter   juga  

masih   harus menjelaskan   kepada   pasien.   Demikian   pula   hal-hal   atau  

Page 110: Bmsp5 Case1 Part1 Ready

110

peringatan   yang   perlu   disampaikan tentang   obat   dan   pengobatan,   misal  

apakah   obat   harus   diminum   sampai   habis/tidak,   efek samping, dl . Hal ini

dilakukan untuk ketaatan pasien dan mencapai rasionalitas peresepan

PEDOMAN CARA PENULISAN RESEP DOKTER

1. Ukuran blanko resep (ukuran lebar 10-12 cm, panjang 15-18 cm)

2. Penulisan nama obat (Bagian Inscriptio):

a. Dimulai dengan huruf besar

b. Ditulis secara lengkap atau dengan singkatan resmi (dalam farmakope Indonesia

atau nomenklatur internasional) misal: ac. Salic; acetosal

c. Tidak ditulis dengan nama kimia (missal: kali chloride dengan KCl) atau singkatan

lain dengan huruf capital (missal clorpromazin dengan CPZ)

3. Penulisan jumlah obat

a. Satuan berat: mg (mil igram), g, G (gram)

b. Sataun volume: ml (mililiter), l (liter)

Page 111: Bmsp5 Case1 Part1 Ready

111

c. Satuan unit: IU/IU (Internasional Unit)

d. Penulisan  jumlah obat  dengan  satuan  biji menggunakan  angka Romawi.  Misal:

- Tab Novalgin no. XII

- Tab Stesolid 5 mg no. X (decem)

- m.fl.a.pulv. dt.d.no. X

e. Penulisan alat penakar:

Dalam singkatan bahasa latin dikenal:

C.    = sendok makan (volume 15 ml)

Cth. = sendok teh (volume 5 ml)

Gtt.  = guttae (1 tetes = 0,05 ml)

Catatan: Hindari   penggunaan   sendok   teh   dan   senok   makan   rumah   tangga  

karena volumenya tidak selalu 15 ml untuk sendok makan dan 5 ml untuk sendok teh.

Gunakan sendok plastik (5 ml) atau alat lain ( volume 5, 10, 15 ml) yang disertakan

dalam sediaaan cair paten.

Page 112: Bmsp5 Case1 Part1 Ready

112

f.     Arti prosentase (%)

0,5% (b/b) → 0,5 gram dalam 100 gram sediaan

0,5% (b/v) → 0,5 gram dalam 100 ml sediaan

0,5% (v/v)  → 0,5 ml dalam 100 ml sediaan

g. Hindari penulisan dengan angka desimal (misal: 0,…; 0,0….; 0,00…)

4. a. Penulisan kekuatan obat dalam sediaan obat jadi (generik/paten) yang beredar di

pasaran dengan   beberapa   kekuatan,   maka   kekuatan   yang   diminta   harus  

ditulis,   misalkan   Tab. Primperan 5 mg atau Tab. Primperan 10 mg

b. Penulisan volume obat minum dan berat sediaan topikal dalam tube dari sediaan

jadi/paten yang tersedia beberapa kemasan, maka harus ditulis, misal:

- Al erin exp. Yang volume 60 ml atau 120 ml

- Garamycin cream yang 5 mg/tube atau 15mg/tube

Page 113: Bmsp5 Case1 Part1 Ready

113

5. Penulisan   bentuk   sediaan   obat   (merupakan   bagian   subscriptio)   dituliskan  

tidak   hanya   untuk formula magistralis, tetapi juga untuk formula officialis dan

spesialistis

Misal: m.f.l.a.pulv. No. X

Tab Antangin mg 250 X

Tab Novalgin mg 250 X

6. Penulisan jadwal dosis/aturan pemakaian (bagian signatura)

a. Harus ditulis dengan benar

Misal: S.t.d.d. pulv. I.p.c atau s.p.r.n.t.d.d.tab.I

b.     Untuk pemakaian yang rumit seperti pemakaian ”tapering up/down” gunakan

tanda s.u.c (usus cognitus = pemakaian sudah tahu). Penjelasan kepada pasien ditulis

pada kertas dengan bahasa yang dipahami.

7.     Setiap selesai menuliskan resep diberi tanda penutup berupa garis penutup

(untuk 1 R/) atau tanda pemisah di antara R/ (untuk > 2R/) dan paraf/tanda tangan

pada setiap R/.

Page 114: Bmsp5 Case1 Part1 Ready

114

8. Resep ditulis sekali jadi, tidak boleh ragu-ragu, hindari coretan, hapusan dan

tindasan.

9. Penulisan tanda Iter (Itteretur/ harap diulang) dan N.I. (Ne Iterretur/tidak boleh

diulang) Resep yang memerlukan pengulanagan dapat diberi tanda: Iter n X di

sebelah kiri atas dari resep untuk seluruh resep yang diulang. Bila tidak semua resep,

maka ditulis di  bawah setiap resep yang diulang. Resep yang tidak boleh diulang,

dapat diberi tanda: NI  di sebelah kiri atas dari resep untuk seluruh resep yang tidak

boleh diulang. Bila tidak semua resep, maka ditulis di  bawah setiap resep yang

diulang.

10. Penulisan tanda Cito atau PIM

Apabila   diperlukan   agar  resep   segera   dilayani  karena   obat   sangat  

diperlukan   bagi  penderita, maka resep dapat diberi tanda Cito atau PIM dan harus

ditulis di sebelah kanan atas resep.

 

DOSIS OBAT DAN PENENTUAN RESEP DALAM PRESKRIPSI

Page 115: Bmsp5 Case1 Part1 Ready

115

Dosis tepat sangat dibutuhkan supaya efek dari obat optimal dan resiko efek samping

sekecil

mungkin. Besaran dosis terapi obat biasanya dicantumkan dalam rentangan/kisaran

dosis, misalkan 250-500 mg. Rentangan dosis ini menunjukkan kadar obat yang aman

yang dapat diberikan dalam praktek pengobatan. Bila dokter memberikan dosis di

bawah/ di atas dosis rentangan, maka dapat memberikan efek yang merugikan bagi

pasien dan dapat menimbulkan pertanyaan bagi apotek yang menerima resep tersebut.

Dosis obat dalam preskripsi adalah besarnya dosisi per kali untuk pasien dan

mungkin dalam

sehari dapat diberikan beberapa kali sesuai dengan frekuensi pemberian yang tertulis

di dalam resep.

Penentuan dosis tersebut   didapatkan darai dosis terapi (dosis lazim) yang tercantum

dalam literatur.

Untuk dosis anak biasanya dicantumkan dengan misalnya 20-40 mg/kg BB/hari.

Sehingga perlu ad anya penentuan dosis yang cermat bagi anak. Ada beberapa obat

yang   mencantumkan dosis hanya untuk orang   dewasa,   sehingga   bila   obat   itu  

akan   diberikan   kepada   anak   maka   perlu   perhituanan   dengan membandingkan

dengan dosis dewasa, dengan menggunakan rumus ( misalkan R. Clark, R. Young,

dl)

Page 116: Bmsp5 Case1 Part1 Ready

116

Page 117: Bmsp5 Case1 Part1 Ready

117

DAFTAR PUSTAKA

Yagiela, John A, Dowd, Frank J and Neidle, Enid A (2004) Pharmacology and

Therapeutics for Dentistry, Mosby

Brunton, Laurence, Lazo, John and Parker, Keith (2005) Goodman & Gilman’s The

Pharmacological Basis of Therapeutics, Eleventh Edition), McGraw-Hill

Professional.

Meechan J. G, Seymour R. A (2002) Drug dictionary for dentistry, Oxford University

Press, 2002

Akbar, Nurul. 2006. Dexa Media Jurnal Kedokteran dan Farmasi Vol. 19. Halaman

97.

Goodman and Gillman. 2005. Basic Principles Pharmacology

Katzung, Bertram G. 2004. Basic and Clinical Pharmacology 9th

Bagian Farmasi FKUI. 2001. Farmakologi dan Terapi edisi4. Jakarta : Fakultas

Kedokteran Indonesia

www.medicastore.com

www.dechacare.com

Page 118: Bmsp5 Case1 Part1 Ready

118