Rinitis Alergi (Ready)

48
LAPORAN KASUS RHINITIS ALERGI PERSISTEN SEDANG-BERAT Disusun Sebagai Tugas Mengikuti Kepanitraan Klinik Senior (KKS) Pada Bagian THT-KL Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Soekardjo Tasikmalaya PEMBIMBING : Dr. H. Farid Wajdi, Sp.THT-KL Disusun oleh: Annisa Nurfitriana 10310052

description

Lapkas Rhinitis Alergi THT-KL

Transcript of Rinitis Alergi (Ready)

Page 1: Rinitis Alergi (Ready)

LAPORAN KASUS

RHINITIS ALERGI PERSISTEN SEDANG-BERAT

Disusun Sebagai Tugas Mengikuti Kepanitraan Klinik Senior (KKS)Pada Bagian THT-KL Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Soekardjo Tasikmalaya

PEMBIMBING :Dr. H. Farid Wajdi, Sp.THT-KL

Disusun oleh:Annisa Nurfitriana

10310052

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR. SOEKARDJOFAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MALAHAYATI BANDAR LAMPUNG2015

Page 2: Rinitis Alergi (Ready)

BAB I

STATUS PASIEN

I. KETERANGAN UMUM- Nama : Ny. N- Jenis Kelamin : Perempuan- Usia : 34 tahun- Alamat : Linggajaya, Mangkubumi- Agama : Islam- Status : Menikah- Pekerjaan : Ibu rumah tangga- Tanggal Pemeriksaan : 6 Febuari 2015

II. ANAMNESIS Keluhan Utama

Kedua hidung sering tersumbat sejak 1 tahun.

Riwayat Penyakit SekarangPasien datang ke Poli THT-KL dengan keluhan hidung tersumbat sejak 1

tahun. Hal ini dirasakan hilang timbul. Pasien mengatakan gejala ini

muncul jika terpapar debu, asap kendaraan dan pada cuaca dingin.

Keluhan disertai rasa gatal di hidung sehingga pasien sering menggosok

dan memencet hidung hingga berwarna merah. Keluhan disertai

timbulnya bersin-bersin lebih dari 5 kali yang terus-menerus dan sukar

berhenti. Pasien juga mengatakan keluhan disertai keluar cairan dari

kedua hidung yang encer, jernih dan tidak berbau yang sering

menyumbat kedua lubang hidung. Pasien mengatakan sumbatan dapat

berpindah tergantung posisi tidur, pasien tidak dapat bernafas melalui

hidung dan penciuman di hidung berkurang. Nyeri dan keluar darah dari

hidung disangkal. Keluhan yang dialami pasien cukup mengganggu

aktivitas namun gangguan tidur disangkal. Pasien sering mengeluhkan

sakit di bagian pipi kanan dan kiri yang hilang timbul. Demam, batuk

2

Page 3: Rinitis Alergi (Ready)

atau pilek disangkal. Keluhan di telinga tidak ada. Keluhan di

tenggorokan juga tidak ada.

Riwayat Penyakit DahuluSinusitis 8 tahun yang lalu

Riwayat Penyakit KelurgaNenek menderita asma

Riwayat AlergiAda, jika mengkonsumsi udang kulit terasa gatal

Riwayat PengobatanPasien belum pernah mengobati penyakitnya

III. PEMERIKSAAN FISIK Status generaliso Keadaan Umum : Baik

o Kesadaran : Compos Mentis

o Vital Sign :

- TD : 135/80 mmHg - Respirasi : 20 x/ menit- Nadi : 82x/menit - Suhu : 36,90C

o Kepala : DBN

o Leher : DBN

o Thorax : DBN

o Abdomen : DBN

o Ekstrremitas : DBN

o Neurologi : DBN

3

Page 4: Rinitis Alergi (Ready)

Status lokaliso Telinga

Bagian Kelainan AurisDekstra Sinistra

Preauricula KelainanRadang dan tumorTrauma

---

---

Auricula KelainanRadang dan tumorTraumaNyeri tekan tragus

----

----

Retroauricula EdemaHiperemisNyeri tekanSikatriksFistulaFluktuasi

------

------

Canalis Acusticus Eksternus

Kelainan kongenitalKulitSekretSerumenEdemaJaringan granulasiMassaKolesteatoma

-DBN

------

-DBN

------

MembranTimpani

Warna

Intak

Cahaya

Putih Mutiara

Utuh

Arah jam 5

Putih Mutiara

Utuh

Arah jam 7

Tes Pendengaran

Pemeriksaan AurisDekstra Sinistra

Tes Rinne (+) (+)Tes Webber Tidak ada lateralisasi

Kesimpulan tes pendengaran :

Pendengaran auris dekstra et sinistra dalam batas normal

4

Page 5: Rinitis Alergi (Ready)

o Hidung

PemeriksaanNares

Dekstra SinistraKeadaan luar Bentuk dan ukuran DBN DBN

Rhinoskopi Anterior

MukosaSekretKrustaConcha InferiorSeptumPolip/TumorPasase udara

Livid+ (serosa)

-LividDBN

-+

Livid+ (serosa)

-LividDBN

-+

Rhinoskopi Posterior

Mukosa Sulit dinilai Sulit dinilaiKhoana Sulit dinilaiSekret Sulit dinilai Sulit dinilaiTorus tubariusFossa rosenmullerAdenoid

Sulit dinilaiSulit dinilaiSulit dinilai

5

Page 6: Rinitis Alergi (Ready)

o Tenggorok

Bagian Kelainan Keterangan

Mulut

Mukosa mulutLidahPalatum molle

Merah mudaDBNDBN

Gigi Geligi8 7 6 5 4 3 2 1 1 2 3 4 5 6 7 8

DBN DBNUvulaHalitosis

DBN-

Tonsil

MukosaBesarKriptaDentritusPerlengketan

Merah mudaT1

Tidak melebar--

Merah mudaT1

Tidak melebar--

Faring MukosaGranulasiPost nasal drip

Merah muda-

(+)Laring Epiglotis

Kartilago aritenoidPlika ariepiglotikaPlika vestibularisPlika vokalisRima glotisTrakea

Sulit dinilaiSulit dinilaiSulit dinilaiSulit dinilaiSulit dinilaiSulit dinilaiSulit dinilai

Maksilofasial :

Bentuk : DBN

Parese N. Kranial : -

Leher : DBN

6

Page 7: Rinitis Alergi (Ready)

IV. RESUMEa. Anamnesa :

Hidung tersumbat (+) sejak 1 tahun, hilang timbul

Gatal di hidung kanan dan kiri (+)

Allergic salute (+)

Bersin > 5x (+)

Rhinore dextra et sinistra (+) encer, jernih, tidak berbau

Sumbatan berpindah tergantung posisi (+)

Sulit bernafas melalui hidung (+)

Hiposmia (+)

Epistaksis (-)

Nyeri (-)

Keluhan di telinga (-)

Keluhan di tenggorok (-)

Sakit di bagian pipi kanan dan kiri (+)

Demam (-)

Batuk pilek (-)

b. Pemeriksaan Fisik - Status generalis :o KU : Baik

o Kesadaran : Compos mentis

- Status lokalis :o ADS : DBN

o CN : Mukosa concha inferior dextra et sinistra livid

o NPOP : Post nasal drip (+)

o MF : DBN

o Leher : DBN

7

Page 8: Rinitis Alergi (Ready)

V. DIAGNOSIS BANDING- Rhinitis Kronis Alergi Persisten Sedang + Sinusitis maksilaris bilateral- Rhinitis Kronis Vasomotor + Sinusitis maksilaris bilateral

VI. DIAGNOSIS KERJARhinitis Kronis Alergi Persisten Sedang + Sinusitis maksilaris bilateral

VII. USULAN PEMERIKSAAN- Hitung eosinofil darah tepi- Pemeriksaan IgE spesifik dengan RAST atau ELISA- Skin prick test- Foto polos Waters / Stenver

VIII. PENATALAKSANAANa. Umum :

- Hindari faktor pencetus dengan cara:o Menggunakan masker jika melakukan kegiatan yang

memungkinkan untuk terpapar debuo Menggunakan masker saat bepergian untuk mencegah asap

kendaraano Menggunakan pakaian tebal dan mengkondisikan ruangan yang

hangat saat cuaca dingin

b. Medikamentosa :- Antihistamin → Loratadin 10 mg 1x1

- Kortikosteroid → Budesonide

IX. PROGNOSISa. Quo ad vitam : ad Bonamb. Quo ad functional : Dubia ad Bonam

8

Page 9: Rinitis Alergi (Ready)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi Hidung

Rongga hidung atau kavum nasi berbentuk terowongan dari depan ke

belakang dipisahkan oleh septum nasi dibagian tengahnya sehingga menjadi

kavum nasi kanan dan kiri. Setiap kavum nasi mempunyai 4 buah dinding yaitu

dinding medial, lateral, inferior dan superior.

Bagian dari kavum nasi yang letaknya sesuai ala nasi, tepat dibelakang nares

anterior, disebut sebagai vestibulum. Vestibulum ini dilapisi oleh kulit yang

memiliki banyak kelenjar sebasea dan rambut-rambut yang disebut dengan

vibrise.

Dinding medial rongga hidung adalah septum nasi. Septum dibentuk oleh

tulang rawan, dilapisi oleh perikondrium pada bagian tulang rawan dan periostium

pada bagian tulang sedangkan diluarnya dilapisi juga oleh mukosa hidung.

Bagian tulang terdiri dari:

1. Lamina perpendikularis os etmoid

2. Os Vomer

3. Kartilago Septum Nasi

Dinding lateral rongga hidung dibentuk oleh permukaan dalam prosesus

frontsalis os maksila, os lakrimalis, konka inferior dan konka media yang

merupakan bagian dari os etmoid, konka inferior, lamina perpendikularius os

palatum, dan lamina pterigoides medial. Pada dinding lateral terdapat empat buah

konka. Yang terbesar dan letaknya paling bawah ialah konka inferior, kemudian

9

Page 10: Rinitis Alergi (Ready)

yang lebih kecil adalah konka media, yang lebih kecil lagi konka superior,

sedangkan yang terkecil ialah konka suprema dan konka suprema biasanya

rudimenter. Konka inferior merupakan tulang tersendiri yang melekat pada os

maksila dan labirin etmoid, sedangkan konka media, superior, dan suprema

merupakan bagian dari labirin etmoid. Diantara konka-konka dan dinding lateral

hidung terdapat rongga sempit yang dinamakan dengan meatus. Tergantung dari

letak meatus, ada tiga meatus yaitu meatus inferior, medius dan superior. Dinding

inferior merupakan dasar hidung yang dibentuk oleh prosesus palatina os maksila

dan prosesus horizontal os palatum.

Dinding superior atau atap hidung terdiri dari kartilago lateralis superior dan

inferior, os nasi, prosesus frontalis os maksila, korpus os etmoid dan korpus os

sphenoid. Sebagian besar atap hidung dibentuk oleh lamina kribrosa yang dilalui

filament-filamen n.olfaktorius yang berasal dari permukaan bawah bulbus

olfaktorius berjalan menuju bagian teratas septum nasi dan permukaan kranial

konka superior.

Gambar 1. Anatomi Hidung (Netter F)

10

Page 11: Rinitis Alergi (Ready)

Perdarahan Hidung :

Bagian postero-inferior septum nasi diperdarahi oleh arteri sfenopalatina

yang merupakan cabang dari arteri maksilaris (dari arteri karotis eksterna).

Septum bagian antero-inferior diperdarahi oleh arteri palatina mayor (juga cabang

dari arteri maksilaris) yang masuk melalui kanalis insisivus. Arteri labialis

superior (cabang dari arteri fasialis) memperdarahi septum bagian anterior

mengadakan anastomose membentuk pleksus Kiesselbach yang terletak lebih

superfisial pada bagian anterior septum. Daerah ini disebut juga Little’s area yang

merupakan sumber perdarahan pada epistaksis.

Arteri karotis interna memperdarahi septum nasi bagian superior melalui

arteri etmoidalis anterior dan superior.

Bagian bawah rongga hidung mendapat perdarahan dari cabang arteri

maksilaris interna, diantaranya ialah ujung arteri palatina mayor dan arteri

sfenopalatina yang keluar dari foramen sfenopalatina bersama nervus

sfenopalatina dan memasuki rongga hidung di belakang ujung posterior konka

media. Bagian depan hidung mendapat perdarahan dari cabang-cabang arteri

fasialis.

Vena sfenopalatina mengalirkan darah balik dari bagian posterior septum

ke pleksus pterigoideus dan dari bagian anterior septum ke vena fasialis. Pada

bagian superior vena etmoidalis mengalirkan darah melalui vena oftalmika yang

berhubungan dengan sinus sagitalis superior.

11

Page 12: Rinitis Alergi (Ready)

Persarafan Hidung:

Bagian antero-superior septum nasi mendapat persarafan sensori dari

nervus etmoidalis anterior yang merupakan cabang dari nervus nasosiliaris yang

berasal dari nervus oftalmikus (n.V1). Sebagian kecil septum nasi pada antero-

inferior mendapatkan persarafan sensori dari nervus alveolaris cabang antero-

superior. Sebagian besar septum nasi lainnya mendapatkan persarafan sensori dari

cabang maksilaris nervus trigeminus (n.V2). Nervus nasopalatina mempersarafi

septum bagian tulang, memasuki rongga hidung melalui foramen sfenopalatina

berjalan berjalan ke septum bagian superior, selanjutnya kebagian antero-inferior

dan mencapai palatum durum melalui kanalis insisivus.

Sistem limfatik:

Aliran limfatik hidung berjalan secara paralel dengan aliran vena. Aliran

limfatik yang berjalan di sepanjang vena fasialis anterior berakhir pada limfe

submaksilaris.

12

Page 13: Rinitis Alergi (Ready)

B. Rhinitis

1. Definisi Rhinitis

Rhinitis adalah suatu inflamasi (peradangan) pada membran di mukosa

hidung.

2. Klasifikasi Rhinitis

Menurut sifatnya dapat dibedakan menjadi 2, yaitu:

a. Rhinitis akut (coryza, commond cold) merupakan peradangan membran

mukosa hidung dan sinus-sinus aksesorius yang disebabkan oleh suatu

virus dan bakteri. Penyakit ini dapat mengenai hampir setiap orang pada

suatu waktu dan sering kali terjadi pada musim dingin dengan insiden

tertinggi pada awal musim hujan dan musim semi.

b. Rhinitis kronis adalah suatu peradangan kronis pada membran mukosa

yang disebabkan oleh infeksi yang berulang, karena alergi, atau karena

rhinitis vasomotor.

Rhinitis berdasarkan penyebabnya dibedakan menjadi dua, yaitu:

a. Rhinitis Alergi

b. Rhinitis Non-Alergi

Rhinitis hipertrofi

Rhinitis sika

Rhinitis spesifik

o Rhinitis difteri

o Rhinitis atrofi

o Rhinitis sifilis

o Rhinitis tuberkulosa

13

Page 14: Rinitis Alergi (Ready)

o Rhinitis lepra

o Rhinitis jamur

Rhinitis vasomotor

Rhinitis medikamentosa

C. Rhinitis Alergi

1. Definisi

Suatu penyakit inflamasi yang disebabkan oleh reaksi alergi pada pada

pasien atopi yang sebelumnya sudah tersensitisasi dengan alergen yang sama serta

dilepaskannya suatu mediator kimia ketika paparan ulangan dengan alergen

spesifik tersebut (Von Pirquet).

Penyakit umum yang paling banyak diderita oleh perempuan dan laki-laki

yang berusia 30 tahunan. Merupakan inflamasi mukosa saluran hidung yang

disebabkan oleh alergi terhadap partikel, seperti: debu, asap, serbuk/tepung sari

yang ada di udara. Meskipun bukan penyakit berbahaya yang mematikan, rhinitis

alergi harus dianggap penyakit yang serius karena mempengaruhi kualitas hidup

penderitanya. Tak hanya aktivitas sehari-hari yang menjadi terganggu, biaya yang

akan dikeluarkan untuk mengobatinya pun akan semakin mahal apabila penyakit

ini tidak segera diatasi karena telah menjadi kronis. Rhinitis alergi adalah istilah

umum digunakan untuk menunjukkan setiap reaksi alergi mukosa hidung, dapat

terjadi bertahun-tahun atau musiman.

14

Page 15: Rinitis Alergi (Ready)

2. Klasifikasi

Berdasarkan waktunya rhinitis alergi dapat digolongkan menjadi :

a. Rhinitis alergi musiman (Hay Fever)

Biasanya terjadi pada musim semi. Umumnya disebabkan kontak dengan

allergen dari luar rumah, seperti benang sari dari tumbuhan yang

menggunakan angin untuk penyerbukannya, debu dan polusi udara atau

asap.

b. Rhinitis alergi yang terjadi terus menerus (perennial)

Disebabkan bukan karena musim tertentu (serangan yang terjadi

sepanjang masa) diakibatkan karena kontak dengan alergen yang sering

berada di rumah misalnya kutu debu rumah, bulu binatang peliharaan

serta bau-bauan yang menyengat.

Saat ini digunakan klasifikasi rhinitis alergi berdasarkan rekomendasi

dari WHO Initiative ARIA (Allergic Rhinitis and Impact on Asthma) tahun

2001, yaitu berdasarkan sifat berlangsungnya dibagi menjadi:

a. Intermitten (kadang-kadang) : bila gejala kurang dari 4 hari/minggu

atau kurang dari 4 minggu.

b. Pesisten/menetap : bila gejala lebih dari 4 hari/minggu dan lebih dari 4

minggu.

15

Page 16: Rinitis Alergi (Ready)

Sedangkan untuk tingkat berat-ringannya penyakit, rhinitis alergi dibagi

menjadi :

a. Ringan, bila tidak ditemukan gangguan tidur, gangguan aktivitas

harian, bersantai, berolahraga, belajar, bekerja, dan hal-hal lain yang

mengganggu.

b. Sedang-berat bila terdapat satu atau lebih dari gangguan tersebut.

Berdasarkan cara masuknya alergen dibagi atas :

a. Alergen inhalan, yang masuk bersama dengan udara pernapasan,

misalnya tungau debu rumah, kecoa, serpihan epitel kulit belakang,

rerumputan serta jamur.

b. Alergen ingestan, masuk melalui saluran cerna misal susu sapi, telur,

coklat, ikan laut, udang kepiting dan kacang-kacangan.

c. Alergen injektan, masuk melalui suntikan misal penisilin dan sengatan

lebah.

d. Alergen kontaktan, melalui kulit atau jaringan mukosa misal bahan

kosmetik atau perhiasan.

16

Page 17: Rinitis Alergi (Ready)

3. Patofisiologi

Patofisiologi rhinitis alergi dapat dibedakan ke dalam fase sensitisasi dan

elisitasi. Fase elisitasi dibedakan atas tahap aktivasi dan tahap efektor. Fase

sensitisasi diawali dengan paparan alergen yang menempel dimukosa hidung

bersama udara pernapasan. Alergen tersebut ditangkap kemudian dipecah oleh

sel penyaji antigen (APC) seperti sel Langerhans, sel dendritik dan

makrofag menjadi peptida rantai pendek. Hasil pemecahan alergen ini akan

dipresentasikan di permukaan APC melalui molekul kompleks

histokompatibilitas mayor kelas II (MHC kelas II). Ikatan antara sel penyaji

antigen dan sel Th 0 (sel T helper) melalui MHC-II  dan reseptornya  (TcR-

CD4)  memicu deferensiasi  Sel  Th0 menjadi  sel Th2.  Beberapa  sitokin 

yaitu IL3,  IL4,  IL5,  IL9,IL10,  IL13 dan granulocyte-macrophage colony-

stimulating factor (GMCSF) akan dilepaskan.

IL-4 dan IL-13 selanjutnya berikatan dengan reseptornya di permukaan

sel limfosit B, sehingga sel limfosit B menjadi aktif dan akan memproduksi

imunoglobulin E (IgE) yang akan dilepaskan di sirkulasi darah dan jaringan

sekitarnya. IgE di sirkulasi darah akan masuk ke jaringan dan berikatan dengan

reseptor IgE di permukaan sel mastosit atau basofil (sel mediator membentuk

ikatan IgE-sel mast. Individu yang  mengandung  komplek tersebut  disebut 

individu yang  sudah tersensitisasi, yang menghasilkan sel mediator yang

tersensitisasi.

Fase aktivasi bila mukosa yang sudah tersensitisasi terpapar alergen yang

sama, maka kedua rantai IgE akan mengikat alergen spesifik dan menyebabkan

17

Page 18: Rinitis Alergi (Ready)

terjadinya degranulasi (pecahnya dinding sel) mastosit dan basofil dengan

akibat terlepasnya mediator kimia yang sudah terbentuk (Performed Mediators)

terutama histamin. Selain histamin juga dikeluarkan Newly Formed Mediators

antara lain prostaglandin D2 (PGD2), Leukotrien D4 (LT D4), Leukotrien C4

(LT C4), bradikinin, Platelet Activating Factor (PAF), berbagai sitokin (IL-3,

IL-4, IL-5, IL-6, GM-CSF (Granulocyte Macrophage Colony Stimulating

Factor) dan lain-lain. Inilah yang disebut sebagai Reaksi Alergi Fase Cepat

(RAFC).

Histamin akan merangsang reseptor H1 pada ujung saraf vidianus

sehingga menimbulkan rasa gatal pada hidung dan bersin-bersin. Histamin juga

akan menyebabkan kelenjar mukosa dan sel goblet mengalami hipersekresi dan

permeabilitas kapiler meningkat sehingga terjadi rinore. Gejala lain adalah

hidung tersumbat akibat vasodilatasi sinusoid. Selain histamin merangsang

ujung saraf Vidianus, juga menyebabkan rangsangan pada mukosa hidung

sehingga terjadi pengeluaran Inter Cellular Adhesion Molecule 1 (ICAM1).

Pada RAFL, sel mastosit juga akan melepaskan molekul kemotaktik yang

menyebabkan akumulasi sel eosinofil dan netrofil di jaringan target. Respons

ini tidak berhenti sampai disini saja, tetapi gejala akan berlanjut dan mencapai

puncak 6-8 jam setelah pemaparan. Pada RAFL ini ditandai dengan

penambahan jenis dan jumlah sel inflamasi seperti eosinofil, limfosit, netrofil,

basofil dan mastosit di mukosa hidung serta peningkatan sitokin seperti IL-3,

IL-4, IL-5 dan Granulocyte Macrophag Colony Stimulating Factor (GM-CSF)

dan ICAM1 pada sekret hidung. Timbulnya gejala hiperaktif atau

18

Page 19: Rinitis Alergi (Ready)

hiperresponsif hidung adalah akibat peranan eosinofil dengan mediator

inflamasi dari granulnya seperti Eosinophilic Cationic Protein (ECP),

Eosiniphilic Derived Protein (EDP), Major Basic Protein (MBP), dan

Eosinophilic Peroxidase (EPO). Pada fase ini, selain faktor spesifik (alergen),

iritasi oleh faktor non spesifik dapat memperberat gejala seperti asap rokok,

bau yang merangsang, perubahan cuaca dan kelembaban udara yang tinggi.

Secara mikroskopik tampak adanya dilatasi pembuluh (vascular bad)

dengan pembesaran sel goblet dan sel pembentuk mukus. Terdapat juga

pembesaran ruang interseluler dan penebalan membran basal, serta ditemukan

infiltrasi sel-sel eosinofil pada jaringan mukosa dan submukosa hidung.

Gambaran yang ditemukan terdapat pada saat serangan. Diluar keadaan

serangan, mukosa kembali normal. Akan tetapi serangan dapat terjadi terus-

menerus (persisten) sepanjang tahun, sehingga lama kelamaan terjadi

perubahan yang ireversibel, yaitu terjadi proliferasi jaringan ikat dan

hiperplasia mukosa, sehingga tampak mukosa hidung menebal.

Dengan masuknya antigen asing ke dalam tubuh terjadi reaksi yang

secara garis besar terdiri dari :

a. Respon primer

Terjadi proses eliminasi dan fagositosis antigen (Ag). Reaksi ini bersifat

non spesifik dan dapat berakhir sampai disini. Bila Ag tidak berhasil

seluruhnya dihilangkan, reaksi berlanjut menjadi respon sekunder.

19

Page 20: Rinitis Alergi (Ready)

b. Respon sekunder

Reaksi yang terjadi bersifat spesifik, yang mempunyai tiga kemungkinan

ialah sistem imunitas seluler atau humoral atau keduanya dibangkitkan.

Bila Ag berhasil dieliminasi pada tahap ini, reaksi selesai. Bila Ag masih

ada, atau memang sudah ada defek dari sistem imunologik, maka reaksi

berlanjut menjadi respon tersier.

c. Respon tersier

Reaksi imunologik yang terjadi tidak menguntungkan tubuh. Reaksi ini

dapat bersifat sementara atau menetap, tergantung dari daya eliminasi Ag

oleh tubuh.Gell dan Coombs mengklasifikasikan reaksi ini atas 4 tipe,

yaitu tipe 1, atau reaksi anafilaksis (immediate hypersensitivity), tipe 2

atau reaksi sitotoksik, tipe 3 atau reaksi kompleks imun dan tipe 4 atau

reaksi tuberculin (delayed hypersensitivity). Manifestasi klinis kerusakan

jaringan yang banyak dijumpai di bidang THT adalah tipe 1, yaitu rhinitis

alergi.

4. Diagnosis

Diagnosis rhinitis alergi ditegakkan berdasarkan :

a. Anamnesis

Anamnesa sangat penting, karena sering kali serangan tidak terjadi

dihadapan pemeriksa. Hampir 50% diagnosa dapat ditegakkan dari anamnesis

saja. Gejala rhinitis alergi yang khas ialah terdapatnya serangan bersin

berulang. Gejala lain ialah keluar ingus yang encer dan banyak, hidung

20

Page 21: Rinitis Alergi (Ready)

tersunbat, hidung dan mata gatal, yang kadang-kadang disertai dengan banyak

air mata keluar. Sering kali gejala yang timbul tidak lengkap, terutama pada

anak. Kadang-kadang keluhan hidung tersumbat merupakan keluhan utama

atau satusatunya gejala yang diutarakan oleh pasien

b. Pemeriksaan fisik

Pada rinoskopi anterior tampak mukosa edema, basah, berwarna pucat atau

livid disertai adanya sekret encer yang banyak. Bila gejala persisten, mukosa

inferior tampak hipertrofi. Pemeriksaan nasoendoskopi dapat dilakukan bila

fasilitas tersedia.

Gejala spesifik lain pada anak ialah terdapatnya bayangan gelap di daerah

mata yang terjadi karena statis vena sekunder akibat obstruksi hidung. Gejala

ini disebut allergic shiner. Sering juga tampak anak menggosok-gosokan

hidung, karena gatal, dengan punggung tangan. Keadaan ini disebut sebagai

allergic salute. Keadaan menggosok hidung ini lama kelamaan akan

mengakibatkan timbulnya garis melintang di dorsum nasi bagian sepertiga

bawah, yang disebut allergic crease.

Mulut sering terbuka dengan lengkung langit-langit yang tinggi, sehingga

akan menyebabkan gangguan pertumbuhan gigi geligi. Dinding postrior faring

tampak granuler dan edema, serta dinding lateral faring menebal. Lidah tampak

seperti gambaran peta.

c. Pemeriksaan Penunjang

In vitro :

Hitung eosinofil darah tepi

21

Page 22: Rinitis Alergi (Ready)

Pemeriksaan IgE total

Pemeriksaan IgE dengan RAST atau ELISA

In vivo :

Pemeriksaan tes cukil kulit

5. Penatalaksanaan

Hindari kontak dengan alergen.

Antihistamin

Generasi 1, lipofilik, menembus sawar darah otak dan plasenta, punya

efek kolinergik (difenhidramin, klorfrniramin, prometasin).

Generasi 2, lipofobik, efek SSP minimal, tidak punya efek kolinergik dan

adrenergik (loratadin, setirisin, fexofenadin, Levosetirisin)

Dekongestan hidung oral, jika topikal hanya digunakan beberapa hari saja.

Kortikosteroid topikal (beklometason, budesonid, flunisolid)

Antikolinergik topikal (ipratotropium bromida)

Pengobatan baru lainnya adalah anti leukotrin, anti IgE, DNA rekombinan.

Operatif, konkotomi parsial, konkoplasti atau multiple outfractured,

inferior turbinoplasty perlu dipikirkan bila konka inferior hipertrofi berat

dan tidak berhasil dikecilkan dengan cara kauterisasi memakai AgNO3

25% atau triklor asetat.

Imunoterapi

22

Page 23: Rinitis Alergi (Ready)

23

Page 24: Rinitis Alergi (Ready)

6. Komplikasi

a. Polip hidung

Beberapa peneliti, mendapatkan bahwa alergi hidung merupakan salah satu

faktor penyebab terbentuknya polip hidung dan kekambuhan polip hidung.

b. Otitis media efusi yang sering residif, terutama pada anak-anak.

c. Sinusitis paranasal.

24

Page 25: Rinitis Alergi (Ready)

D. Rhinitis Non Alergi

Rhinitis non alergi disebabkan oleh infeksi saluran napas (rhinitis viral dan

bakterial, masuknya benda asing ke dalam hidung, deformitas struktural,

neoplasma, dan masa, penggunaan kronik dekongestan nasal, penggunaan

kontrasepsi oral, kokain dan anti hipertensif.

Berdasarkan penyebabnya, rhinitis non alergi di golongkan sebagai berikut:

1. Rhinitis Hipertrofi

Etiologi :

Rhinitis hipertrofi dapat timbul akibat infeksi berulang dalam hidung dan sinus,

atau sebagai lanjutan dari rhinitis alergi dan vasomotor.

Gambaran Klinis :

Gejala utama adalah sumbatan hidung. Sekret biasanya banyak, mukopurulen

dan sering ada keluhan nyeri kepala. Konka inferior hipertrofi, permukaannya

berbenjol-benjol ditutupi oleh mukosa yang juga hipertrofi.

Terapi :

Pengobatan yang tepat adalah mengobati faktor penyebab timbulnya rhinitis

hipertrofi. Kauterisasi konka dengan zat kimia (nitras argenti atau asam

trikloroasetat) atau dengan kauter listrik dan bila tidak menolong perlu dilakukan

konkotomi.

25

Page 26: Rinitis Alergi (Ready)

2. Rhinitis sika

Etiologi :

Penyakit ini biasanya ditemukan pada orang tua dan pada orang yang bekerja

di lingkungan yang berdebu, panas dan kering. Juga pada pasien dengan anemia,

peminum alkohol, dan gizi buruk.

Gambaran Klinis :

Pada rhinitis sika mukosa hidung kering, krusta biasanya sedikit atau tidak ada.

Pasien mengeluh rasa iritasi atau rasa kering di hidung dan kadang –kadang

disertai epitaksis.

Terapi :

Pengobatan tergantung penyebabnya. Dapat diberikan obat cuci hidung.

3. Rhinitis spesifik

Yang termasuk ke dalam rhinitis spesifik adalah:

a. Rhinitis Difteri

Etiologi :

Penyakit ini disebabkan oleh Corynebacterium diphteriae.

Gambaran klinis :

Gejala rhinitis difteri akut adalah demam, toksemia, limfadenitis, paralisis,

sekret hidung bercampur darah, ditemukan pseudomembran putih yang

mudah berdarah, terdapat krusta coklat di nares dan kavum nasi.

Sedangkan rhinitis difteri kronik gejalanya lebih ringan.

26

Page 27: Rinitis Alergi (Ready)

Terapi :

Terapi rhinitis difteri kronis adalah ADS (anti difteri serum), penisilin

lokal dan intramuskuler.

b. Rhinitis Atrofi

Etiologi :

Ada beberapa hal yang dianggap sebagai penyebab rhinitis atrofi, yaitu

infeksi kuman Klebsiela, defisiensi Fe, defisiensi vitamin A, sinusitis

kronis, kelainan hormonal dan penyakit kolagen.

Gambaran Klinis :

Rhinitis atrofi ditandai dengan adanya atrofi progresif mukosa dan tulang

hidung. Mukosa hidung menghasilkan sekret kental dan cepat mengering,

sehingga terbentuk krusta yang berbau busuk. Keluhan biasanya nafas

berbau, ingus kental berwarna hijau, ada krusta hijau, gangguan penghidu,

sakit kepala dan hidung tersumbat.

Terapi :

Karena etiologinya belum diketahui maka belum ada pengobatan yang

baku. Pengobatan dapat diberikan secara konservatif dengan memberikan

antibiotika berspektrum luas, obat cuci hidung, vitamin A dan preparat Fe.

Jika tidak ada perbaikan maka dilakukan operasi penutupan lubang hidung

untuk mengistirahatkan mukosa hidung sehingga mukosa menjadi normal

kembali.

27

Page 28: Rinitis Alergi (Ready)

c. Rhinitis Sifilis

Etiologi :

Penyebab rhinitis sifilis adalah kuman Treponema pallidum.

Gambaran klinis :

Gejala rhinitis sifilis yang primer dan sekunder serupa dengan rhinitis akut

lainnya. Hanya pada rhinitis sifilis terdapat bercak pada mukosa.

Sedangkan pada rhinitis sifilis tertier ditemukan gumma atau ulkus yang

dapat mengakibatkan perforasi septum. Sekret yang dihasilkan merupakan

sekret mukopurulen yang berbau.

Terapi :

Sebagai pengobatan diberikan penisilin dan obat cuci hidung.

d. Rhinitis Tuberkulosa

Etiologi :

Penyebab rhinitis tuberkulosa adalah kuman Mycobacterium tuberculosis.

Gambaran Klinis :

Terdapat keluhan hidung tersumbat karena dihasilkannya sekret yang

mukopurulen dan krusta. Tuberkulosis pada hidung dapat berbentuk

noduler atau ulkus, jika mengenai tulang rawan septum dapat

mengakibatkan perforasi.

Terapi :

Pengobatannya diberikan antituberkulosis dan obat cuci hidung.

28

Page 29: Rinitis Alergi (Ready)

e. Rhinitis Lepra

Etiologi :

Rhinitis lepra disebabkan oleh Mycobacterium leprae.

Gambaran Klinis :

Gangguan hidung terjadi pada 97% penderita lepra. Gejala yang timbul

diantaranya adalah hidung tersumbat, gangguan bau, dan produksi sekret

yang sangat infeksius. Deformitas dapat terjadi karena adanya destruksi

tulang dan kartilago hidung.

Terapi :

Pengobatan rhinitis lepra adalah dengan pemberian dapson, rifampisin dan

clofazimin selama beberapa tahun atau dapat pula seumur hidup.

f. Rhinitis Jamur

Etiologi :

Penyebab rhinitis jamur, diantaranya adalah Aspergillus yang

menyebabkan aspergilosis, Rhizopus oryzae yang menyebabkan

mukormikosis, dan Candida yang menyebabkan kandidiasis.

Gambaran Klinis :

Pada aspergilosis yang khas adalah sekret mukopurulen yang berwarna

hijau kecoklatan. Pada mukormikosis biasanya pasien datang dengan

keluhan nyeri kepala, demam, oftalmoplegia interna dan eksterna, sinusitis

paranasalis dan sekret hidung yang pekat, gelap, dan berdarah.

29

Page 30: Rinitis Alergi (Ready)

Terapi :

Untuk terapinya diberikan obat anti jamur, yaitu amfoterisin B dan obat

cuci hidung.

4. Rhinitis Vasomotor

Etiologi :

Rhinitis vasomotor adalah gangguan fisiologi mukosa hidung yang

disebabkan oleh bertambahnya aktivitas parasimpatis. Saraf otonom mukosa

hidung berasal dari n. vidianus yang mngandung serat saraf simpatis dan

parasimpatis. Rangsangan pada saraf parasimpatis menyebabkan dilatasi

pembuluh darah dalam konka serta meningkatkan permeabilitas kapiler dan

sekresi kelenjar. Rangsangan simpatis sebaliknya. Keseimbangan vasomotor ini

dipengaruhi berbagai faktor yang berlangsung temporer seperti emosi, posisi

tubuh, kelembaban udara, perubahan suhu luar, latihan jasmani, dsb. Pada pasien

rhinitis vasomotor, saraf parasimpatis cenderung lebih aktif.

Gambaran Klinis :

Gejala dari rhinitis vasomotor adalah hidung tersumbat tergantung posisi

pasien, rinore yang mucus/serus, jarang disertai bersin dan gatal pada mata, gejala

memburuk pada pagi hari karena adanya perubahan suhu. Mukosa hidung edema,

merah gelap, permukaan konka licin atau berbenjol, sekret mukoid.

Terapi :

Pengobatan yang tepat untuk rhinitis vasomotor adalah dengan menghindari

penyebab, memberikan obat simtomatis (dekongestan oral, kauterisasi konka yang

30

Page 31: Rinitis Alergi (Ready)

hipertrofi, kortikosteroid topikal), konkotomi konka inferior, neurektomi n.

Vidianus.

5. Rhinitis Medikamentosa

Etiologi

Rhinitis medikamentosa adalah kelainan hidung berupa gangguan respon

normal vasomotor sebagai akibat pemakaian vasokontriktor topical dalam waktu

lama dan berlebihan sehingga menyebabkan sumbatan hidung yang menetap.

Obat vasokonstriktor topikal dari golongan simpatomimetik akan

menyebabkan siklus nasal terganggu dan dakan berfungsi kembali bila pemakaian

dihentikan. Pemakaian vasokontriktor topical yang berulang dan waktu lama akan

menyebabkan terjadinya fase dilatasi ulang (rebound dilatation) setelah

vasokontriksi, sehingga timbul obstruksi. Bila pemakaian obat diteruskan maka

akan terjadi dilatasi dan kongesti jaringan, perttambahan mukosa jaringan dan

rangsangan sel-sel mukoid sehingga sumbatan akan menetap dan produksi sekret

berlebihan.

Selain vasokontriktor topikal, obat-obatan yang dapat menyebabkan edema

mukosa diantaranya adalah asam salisilat, kontrasepsi oral, hydantoin, estrogen,

fenotiazin, dan guanetidin. Sedangkan obat-obatan yang menyebabkan kekeringan

pada mukosa hidung adalah atropin, beladona, kortikosteroid dan derivat

katekolamin.

31

Page 32: Rinitis Alergi (Ready)

Gambaran Klinis

Pada rhinitis medikamentosa terdapat gejala hidung tersumbat terus

menerus, berair, edema konka.

Terapi

Pengobatan rhinitis medikamentosa adalah dengan menghentikan obat

tetes/semprot hidung, kortikosteroid secara penurunan bertahap untuk mengatasi

sumbatan berulang, dekongestan oral.

Perbandingan rhinitis alergi dan vasomotor

Rhinitis alergi Rhinitis vasomotorMulai serangan Belasan tahun Dekade 3-4Riwayat paparan alergen

+ -

EtiologiReaksi Ag-Ab

terhadap rangsangan spesifik

Reaksi neurovascular terhadap beberapa

rangsangan mekanis atau kimia, psikologis.

Gatal dan Bersin Menonjol Tidak menonjolTes kulit + -

Sekret Hidung Peningkatan eosinofilEosinofil tidak

meningkatEosinofil darah Meningkat NormalIgE darah Meningkat Tidak meningkatNeurektomi N. Vidianus

Tidak membantu Membantu

32

Page 33: Rinitis Alergi (Ready)

DAFTAR PUSTAKA

1. Adams G., Boies L., Higler P., 1997. Buku Ajar Penyakit THT. Edisi ke enam. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta: 135-142.

2. ARIA -World Health organisation initiative, allergic rhinitis and its impact on  asthma. J allergy clinical immunology : S147-S276.

3. Becker, W., Naumann, H., Pfaltz, C., 1994. Ear, Nose, and Throat Disease. Edisi kedua. Thieme. New York: 242-260.

4. Benjamini E., Coico R., Sunshine G., 2000. Immunology: A Short Course. 4th ed. John Wiley & sons. Available from:  URL http:// www.wiley.com. [Accessed 01 March 2010].

5. Bousquet J, Cauwenberge P V., Khaltaev N., 2001. ARIA workshop group. World Health organisation initiative, allergic rhinitis and its impact on asthma.J allergy clinical immunol : S147-S276.

6. Harmadji S, 1993. Gejala dan Diagnosa Penyakit Alergi THT. Dalam : Kumpulan Makalah Kursus Penyegar Alergi Imunologi di Bidang THT, Bukit Tinggi.

7. Hassan, rusepno dkk. 1985. Ilmu Kesehatan Anak Edisi 2. Jakarta: Info Medika

8. Irawati N, 2002. Panduan Penatalaksanaan Terkini Rhinitis Alergi, Dalam : Kumpulan Makalah Simposium “Current Opinion In Allergy andClinical Immunology”, Divisi Alergi- Imunologi Klinik FK UI/RSUPN-CM, Jakarta:55-65.

9. Irawati N, Kasakeyan E, Rusmono, N, 2008. Alergi Hidung dalam Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher. Edisi keenam. Jakarta: FKUI,.

10. Kaplan AP dan Cauwenberge PV, 2003. Allergic Rhinitis In : GLORIA Global Resources Allegy Allergic Rhinitis and Allergic Conjunctivitis, Revised Guidelines, Milwaukeem USA:P, 12

11. Mulyarjo, 2006. Penanganan Rhinitis Alergi Pendekatan Berorientasi pada Simptom, Dalam: Kumpulan Naskah Simposium Nasional Perkembangan Terkini Penatalaksanaan Beberapa Penyakit Penyerta Rhinitis Alergi dan Kursus Demo Rinotomi Lateral, Masilektomi dan Septorinoplasti, Malang : pp10, 2, 1-18.

12. Roland P, McCluggage CM., Sciinneider GW., 2005. Evaluation and Management of Allergic Rhinitis : a Guide for Family Physicians. Texas Acad. Fam. Physicians. 1-15 .

13. Soepardi E., Iskandar N, 2004. Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher. Edisi kelima. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta: UI

14. Sumarman, Iwin. 2000. Patogenesis, Komplikasi, Pengobatan dan Pencegahan Rhinitis Alergi, Tinjauan Aspek Biomolekuler. Bandung : FK UNPAD. 1-17.

15. Von Pirquet C. Klinische studien uber Vaccination und vaccinale allergie. J. Immunol 1986. 133: 1594-1600.

33