Skripsi Ready to Print

124
SKRIPSI KUALITAS BISKUIT DENGAN KOMBINASI TEPUNG KACANG METE (Annacardium occidentale L.) DAN TEPUNG KULIT SINGKONG (Manihot esculenta). Disusun oleh: Vincentius Yafet Winata NPM : 110801205 UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA FAKULTAS TEKNOBIOLOGI PROGRAM STUDI BIOLOGI YOGYAKARTA 2014

description

sfdf

Transcript of Skripsi Ready to Print

  • SKRIPSI

    KUALITAS BISKUIT DENGAN KOMBINASI TEPUNG KACANG METE

    (Annacardium occidentale L.) DAN TEPUNG KULIT SINGKONG (Manihot

    esculenta).

    Disusun oleh:

    Vincentius Yafet Winata

    NPM : 110801205

    UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA

    FAKULTAS TEKNOBIOLOGI

    PROGRAM STUDI BIOLOGI

    YOGYAKARTA

    2014

  • i

    KUALITAS BISKUIT DENGAN KOMBINASI TEPUNG KACANG METE

    (Annacardium occidentale L.) DAN TEPUNG KULIT SINGKONG (Manihot

    esculenta).

    SKRIPSI

    Diajukan kepada Program Studi Biologi

    Fakultas Teknobiologi, Universitas Atma Jaya Yogyakarta

    guna memenuhi sebagian syarat untuk memperoleh

    derajat Sarjana S-1

    Disusun Oleh :

    Vincentius Yafet Winata

    NPM : 110801205

    UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA

    FAKULTAS TEKNOBIOLOGI

    PROGRAM STUDI BIOLOGI

    YOGYAKARTA

    2014

  • ii

    PENGESAHAN

    Mengesahkan Skripsi dengan judul

    KUALITAS BISKUIT DENGAN KOMBINASI TEPUNG KACANG METE

    (Annacardium occidentale L.) DAN TEPUNG KULIT SINGKONG (Manihot

    esculenta).

    yang dipersiapkan dan disusun oleh :

    Vincentius Yafet Winata

    NPM : 110801205

    Telah diperiksa dan dinyatakan telah memenuhi syarat

    untuk diuji pada ujian pendadaran

    Menyutujui,

    Dosen Pembimbing Utama. Dosen Pembimbing Pendamping

    (Drs. F. Sinung Pranata, M.P.) (L.M. Ekawati Purwijantiningsih, M.Si.)

  • iii

    PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME

    Saya yang bertanda tangan di bawah ini

    Nama : Vincentius Yafet Winata

    NPM : 110801205

    Judul Skripsi :KUALITAS BISKUIT DENGAN KOMBINASI

    TEPUNG KACANG METE (Annacardium occidentale

    L.) DAN TEPUNG KULIT SINGKONG (Manihot

    esculenta).

    Menyatakan bahwa Skripsi dengan judul tersebut di atas benar-benar asli hasil

    karya saya sendiri dan disusun bedasarkan norma akademik. Apabila ternyata di

    kemudian hari terbukti sebagai plagiarism, saya bersedia menerima sanksi

    akademik yang berlaku berupa pencabutan predikat kelulusan dan gelar

    kesarjanaan saya.

    Yogyakarta, 15 Juni 2015

    yang menyatakan,

    Vincentius Yafet Winata

    (NPM : 110801205)

  • iv

    KATA PENGANTAR

    Puji dan syukur penulis haturkan kepada Tuhan Yesus Kristus dan Bunda

    Maria atas Rahmat dan Kasihnya, penulis dapat menyelesaikan penyusunan

    naskah skripsi yang berjudul KUALITAS BISKUIT DENGAN KOMBINASI

    TEPUNG KACANG METE (Annacardium occidentale L.) DAN TEPUNG

    KULIT SINGKONG (Manihot esculenta). Skripsi ini merupakan tugas akhir

    yang disusun berdasarkan hasil penelitian di Laboratorium Teknobio-Pangan

    untuk mencapai derajat Sarjana Strata 1 di Fakultas Teknobiologi, Universitas

    Atma Jaya Yogyakarta.

    Dalam proses penyusunan naskah skripsi ini, banyak sekali pihak yang

    berperan penting memberi dukungan dan bantuan. Oleh karena itu, dalam

    kesempatan kali ini penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada:

    1. Drs. B. Boy Rahardjo Sidharta, M.Sc., selaku Dekan Fakultas

    Teknobiologi UAJY yang telah memberikan kesempatan bagi penulis

    untuk menyusun naskah ini, kemudian selaku dosen penguji yang telah

    memberikan banyak masukan dalam perbaikan naskah skripsi ini serta

    dukungan dan semangat kepada penulis dalam penyusunan naskah.

    2. Drs. F. Sinung Pranata, M.P., selaku dosen pembimbing utama yang telah

    banyak memberikan masukan, kritik, saran dan dukungan semangat

    kepada penulis mulai dari bimbingan Seminar dan selama proses

    penelitian sampai tersusunnya naskah skripsi ini.

  • v

    3. L.M. Ekawati Purwijantiningsih, S.Si., M.Si., selaku dosen pembimbing

    pendamping yang telah banyak memberikan masukan, kritik, saran dan

    dukungan semangat kepada penulis mulai dari bimbingan selama Kerja

    Praktek, Seminar dan selama penulis melakukan penelitian sampai

    tersusunnya naskah skripsi ini.

    4. David winata, Adolfina dossugi, Pricillia winata, dan Arnold winata, yang

    tiada henti selalu mendoakan, memberi cinta kasih, dukungan moril

    maupun materil, dan selalu menjadi semangat bagi penulis saat

    menghadapi berbagai hambatan saat penelitian hingga tersusunnya naskah

    skripsi ini.

    5. Maria dossugi dan Naomi dossugi yang telah memberi banyak dukungan,

    saran dan fasilitas hingga tersusunnya naskah skripsi ini.

    6. Yani Evami Dewi Liantho, yang selalu setia menemani, memberi

    dukungan, saran, semangat dan doa dalam perjalanan penulis dari

    penelitian hingga terselesaikannya naskah skripsi ini.

    7. Wisnu Widayat dan Francisca Romana Sulistyowati, yang selalu sabar

    membantu dan membimbing penulis dalam menjalankan pekerjaan-

    pekerjaan penelitian di laboratorium.

    8. Adit, Alfonsius, Andre, Bagas, Danny dan Veryco sebagai teman

    seperjuangan yang tiada lelah selalu menjadi penyemangat dan penghibur.

    9. Mbak meta dan mas fatur sebagai penjaga kost yang telah mendukung

    dalam kelancaran penulis selama penelitian hingga terselesaikannya

    naskah skripsi ini

  • vi

    Penulis menyadari bahwa naskah skripsi ini jauh dari sempurna, sehingga

    penulis sangat berharap skripsi ini dapat menjadi batu loncatan untuk sesuatu yang

    lebih baik. Semoga naskah ini dapat memberi manfaat dan sumbangan yang

    berarti bagi kemajuan ilmu pengetahuan.

    Yogyakarta, 15 Juni 2015

    Penulis

  • vii

    DAFTAR ISI

    Halaman

    HALAMAN JUDULi

    LEMBAR PENGESAHAN.ii

    PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISMEiii

    KATA PENGANTARiv

    DAFTAR ISI..vii

    DAFTAR TABEL..xii

    DAFTAR GAMBAR....xvi

    DAFTAR LAMPIRAN......xviii

    INTISARI..xix

    I. PENDAHULUAN...1

    A. Latar Belakang....1

    B. Keaslian Penelitian..4

    C. Rumusan Masalah...5

    D. Tujuan Penelitian....5

    E. ManfaatPenelitian...6

    II. TINJAUAN PUSTAKA.................................................................................7

    A. Deskripsi dan Kandungan Nutrisi Kacang Mete7

    B. Deskripsi dan Komposisi Kimia Kulit Singkong.11

    C. Kendala Kandungan HCN Pada Kulit Singkong..13

  • viii

    Halaman

    D. Deskripsi Produk Pangan Biskuit.16

    E. Bahan Baku Pembuatan Biskuit17

    F. Hipotesis21

    III. METODE PENELITIAN.22

    A. Tempat dan Waktu Penelitian...22

    B. Alat dan Bahan..22

    C. Rancangan Percobaan...23

    D. Cara Kerja.24

    1. Pembuatan Tepung Kacang Mete.24

    2. Perendaman Kulit Singkong.25

    3. Pengeringan Kulit Singkong.25

    4. Uji Proksimat Tepung Kacang mete dan

    Tepung Kulit Singkong.....25

    a. Penentuan Kadar Air.25

    b. Penentuan Kadar Abu...26

    d. Penentuan Kadar Protein..26

    e. Penentuan KadarLemak....27

    f. Penentuan Kadar Karbohidrat...28

    g. Penentuan Kadar Serat..28

    4. Pembuatan Biskuit Keras..29

    5. Pembuatan Biskuit Kombinasi Tepung

    Kacang Mete dan Tepung Kulit Singkong....30

  • ix

    Halaman

    6. Uji Kualitas Fisik Biskuit31

    a. Penentuan Tekstur Biskuit..31

    b. Penentuan Warna Biskuit...31

    7. Uji Kualitas Kimia Biskuit.32

    a. Penentuan Kadar Air...32

    b. Penentuan Kadar Abu.32

    c. Penentuan Kadar Protein....32

    d. Penentuan Kadar Lemak.33

    e. Penentuan Kadar Karbohidrat.33

    f. Penentuan Kadar Serat....33

    8. Uji Kualitas Mikrobiologi33

    a. Uji Angka Lempeng Total (ALT)...33

    b. Uji Kapang Khamir.34

    9. Uji Organoleptik Biskuit.35

    10. Analisis Data............35

    IV. HASIL DAN PEMBAHASAN36

    A. Uji Pendahuluan Tepung Kacang Mete

    dan Tepung Kulit Singkong..36

    1. Kadar Air Tepung Kacang Mete ..37

    2. Kadar Abu Tepung Kacang Mete.....37

    3. Kadar Protein Tepung Kacang Mete....38

    4. Kadar Lemak Tepung Kacang Mete.38

  • x

    Halaman

    5. Kadar Karbohidrat Tepung Kacang Mete.39

    6. Kadar Serat Tepung Kacang Mete....40

    7. Kadar Air Tepung Kulit Singkong41

    8. Kadar Abu Tepung Kulit Singkong..41

    9. Kadar Protein Tepung Kulit Singkong.42

    10. Kadar Lemak Tepung Kulit Singkong42

    11. Kadar Karbohidrat Tepung Kulit Singkong...43

    12. Kadar Serat Tepung Kulit SIngkong..44

    B. Uji Kimia Biskuit Kombinasi Tepung Kacang Mete

    dan Tepung Kulit Singkong...44

    1. Penentuan Kadar Air.44

    2. Penentuan Kadar Abu...47

    3. Penentuan Kadar Protein......49

    4. Penentuan Kadar Lemak...52

    5. Penentuan Kadar Karbohidrat...55

    6. Penentuan Kadar Serat.....58

    C. Uji Fisik Biskuit Kombinasi Tepung Kacang Mete

    Dan Tepung Kulit Singkong....60

    1. Uji Tekstur..60

    2. Uji Warna...64

    D. Uji Mikrobiologi Biskuit Kombinasi Tepung Kacang Mete

    Dan Tepung Kulit Singkong....67

    1. Uji Angka Lempeng Total...67

    2. Uji Angka Kapang Khamir.....70

  • xi

    Halaman

    E. Uji Organoleptik......74

    1. Analisis Warna....75

    2. Analsis Aroma....76

    3. Analis Tekstur....77

    4. Analisis Rasa..78

    F. Data Keseluruhan Hasil Uji Biskuit Kombinasi Tepung Kacang

    Mete dan Tepung Kulit Singkong..80

    V. SIMPULAN DAN SARAN.....................................................................82

    A. Simpulan....82

    B. Saran...82

    DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................83

  • xii

    DAFTAR TABEL

    Halaman

    Tabel 1. Komposisi Asam Amino dari Kacang Mete........10

    Tabel 2. Kandungan Gizi Kacang Mete Mentah11

    Tabel 3. Komposisi Kimia Kulit Singkong Segar..13

    Tabel 4. Komposisi Kimia Berbagai Limbah Singkong...13

    Tabel 5. Komposisi Zat Anti-Nutrisi Dari Berbagai

    Limbah Singkong.14

    Tabel 6. SNI Biskuit SNI-2973 : 2011...17

    Tabel 7. Rancangan Percobaan Kualitas Biskuit Dengan Kombinasi

    Tepung Kacang Mete dan Tepung Kulit SIngkong.24

    Tabel 8. Formulasi Bahan-Bahan Pembuat Biskuit...31

    Tabel 9. Hasil Analisis Proksimat Tepung Kacang Mete..36

    Tabel 10. Hasil Analisis Proksimat Tepung Kulit Singkong.41

    Tabel 11. Hasil Uji Kadar Air Biskuit Kombinasi Tepung Kacang

    Mete Dan Tepung Kulit Singkong.44

    Tabel 12. Hasil Uji Kadar Abu Biskuit Kombinasi Tepung Kacang

    Mete dan Tepung Kulit Singkong..47

    Tabel 13. Hasil Uji Kadar Protein Biskuit Kombinasi Tepung Kacang

    Mete dan Tepung Kulit Singkong..50

    Tabel 14. Hasil Uji Kadar Lemak Biskuit Kombinasi Tepung Kacang

    Mete dan Tepung Kulit Singkong..52

    Tabel 15. Hasil Uji Kadar Karbohidrat Biskuit Kombinasi Tepung

    Kacang Mete dan Tepung Kulit Singkong55

    Tabel 16. Hasil Uji Kadar Serat Biskuit Kombinasi Tepung Kacang

    Mete dan Tepung Kulit Singkong..58

    Tabel 17. Hasil Uji Tekstur Biskuit Kombinasi Tepung Kacang

    Mete dan Tepung Kulit Singkong..61

  • xiii

    Halaman

    Tabel 18. Hasil Uji Warna Biskuit Kombinasi Tepung Kacang

    Mete dan Tepung Kulit Singkong..65

    Tabel 19. Hasil Uji Angka Lempeng Total Biskuit Kombinasi

    Tepung Kacang Mete dan Tepung Kulit Singkong...68

    Tabel 20. Hasil Uji Angka Kapang Khamir Biskuit Kombinasi

    Tepung Kacang Mete dan Tepung Kulit Singkong...71

    Tabel 21. Hasil Uji Organoleptik Biskuit Kombinasi Tepung

    Kacang Mete dan Tepung Kulit Singkong74

    Tabel 22. Data Keseluruhan Hasil Uji Biskuit Kombinasi Tepung

    Kacang Mete dan Tepung Kulit Singkong81

    Tabel 23. Analisis Kadar Air Pada Produk Biskuit Kombinasi

    Tepung Kacang Mete dan Tepung Kulit Singkong...89

    Tabel 24. Analisis Kadar Abu Pada Produk Biskuit Kombinasi Tepung

    Kacang Mete dan Tepung Kulit Singkong89

    Tabel 25. Analisis Kadar Protein Pada Produk Biskuit Kombinasi Tepung

    Kacang Mete dan Tepung Kulit Singkong89

    Tabel 26. Analisis Kadar Lemak Pada Produk Biskuit Kombinasi Tepung

    Kacang Mete dan Tepung Kulit Singkong...89

    Tabel 27. Analisis Kadar Karbohidrat Pada Produk Biskuit Kombinasi

    Tepung Kacang Mete dan Tepung Kulit SIngkong...90

    Tabel 28. Analisis Serat Pada Produk Biskuit Kombinasi Tepung

    Kacang Mete dan Tepung Kulit Singkong90

    Tabel 29. Analisis Tekstur Pada Produk Biskuit Kombinasi Tepung

    Kacang Mete dan Tepung Kulit Singkong90

    Tabel 30. Analisis Mikrobiologi ALT Pada Produk Biskuit Kombinasi

    Tepung Kacang Mete dan Tepung Kulit Singkong..90

    Tabel 31. Analisis Mikrobiologi Kapang Khamir Pada Produk Biskuit

    Kombinasi Tepung Kacang Mete dan Tepung Kulit Singkong91

    Tabel 32. Hasil Uji Organoleptik Warna Biskuit..91

  • xiv

    Halaman

    Tabel 33. Hasil Uji Organoleptik Aroma Biskuit..92

    Tabel 34. Hasil Uji Organoleptik Rasa Biskuit..93

    Tabel 35. Hasil Uji Organoleptik Tekstur Bsikuit.94

    Tabel 36. Anava Kadar Air Biskuit95

    Tabel 37. DMRT Kadar Air Biskuit..95

    Tabel 38. Anava Kadar Abu Biskuit..95

    Tabel 39. DMRT Kadar Abu Biskuit.....95

    Tabel 40. Anava Kadar Protein Biskuit.96

    Tabel 41. DMRT Kadar Protein Biskuit........96

    Tabel 42. Anava Kadar Lemak Biskuit..96

    Tabel 43. DMRT Kadar Lemak Biskuit.96

    Tabel 44. Anava Kadar Karbohidrat Biskuit......97

    Tabel 45. DMRT Kadar Karbohidrat Biskuit....97

    Tabel 46. Anava Kadar Serat Biskuit.97

    Tabel 47. DMRT Kadar Serat Biskuit...................................................................97

    Tabel 48. Anava Tekstur Biskuit...........................................................................98

    Tabel 48. DMRT Tekstur Biskuit..........................................................................98

    Tabel 49. Anava ALT Biskuit................................................................................98

    Tabel 50. DMRT ALT Biskuit...............................................................................98

    Tabel 51. Anava Angka Kapang Khamir Biskuit..................................................99

    Tabel 52. DMRT Angka Kapang Khamir Biskuit.................................................99

    Tabel 53. Uji Kesukaan..........................................................................................99

  • xv

    Tabel 54. DMRT Ranking Kesukaan.....................................................................99

  • xvi

    DAFTAR GAMBAR

    Halaman Gambar 1. Lapisan Kacang Mete...........................................................................8

    Gambar 2. Lapisan Umbi Singkong......................................................................12

    Gambar 3. Kadar Air Biskuit Kombinasi Tepung Kacang Mete

    dan Tepung Kulit Singkong................................................................45

    Gambar 4. Kadar Abu Biskuit Kombinasi Tepung Kacang Mete

    dan Tepung Kulit Singkong................................................................48

    Gambar 5. Kadar Protein Biskuit Kombinasi Tepung Kacang Mete

    dan Tepung Kulit Singkong................................................................51

    Gambar 6. Kadar Lemak Biskuit Kombinasi Tepung Kacang Mete

    dan Tepung Kulit Singkong................................................................53

    Gambar 7. Kadar Karbohidrat Biskuit Kombinasi Tepung Kacang

    Mete dan Tepung Kulit Singkong.......................................................56

    Gambar 8. Kadar Serat Biskuit Kombinasi Tepung Kacang Mete

    dan Tepung Kulit Singkong................................................................59

    Gambar 9. Tektur Biskuit Kombinasi Tepung Kacang Mete

    dan Tepung Kulit Singkong................................................................62

    Gambar 10. Produk Biskuit Kombinasi Tepung Kacang Mete

    dan Tepung Kulit Singkong................................................................65

    Gambar 11. Angka Lempeng Total Biskuit Kombinasi Tepung

    Kacang Mete dan Tepung Kulit Singkong........................................69

    Gambar 12. Angka Kapang Khamir Biskuit Kombinasi Tepung

    Kacang Mete dan Tepung Kulit Singkong........................................72

    Gambar 13. Biji Kacang Mete Kupas...................................................................73

    Gambar 14. Kualitas Organoleptik Biskuit...........................................................75

    Gambar 15. Kulit Singkong yang Diolah Menjadi Tepung

    Kulit Singkong.................................................................................100

    Gambar 16. Kacang Mete yang Diolah Menjadi Tepung Kacang Mete.............100

  • xvii

    Halaman

    Gambar 17. Tepung Kulit Singkong....................................................................100

    Gambar 18. Adonan Biskuit yang Sudah Dicetak...............................................100

    Gambar 19. Biskuit Kombinasi Tepung Kacang Mete dan Tepung

    Kulit Singkong.................................................................................100

    Gambar 20. Hasil Uji Kadar Abu.........................................................................101

    Gambar 21. Hasil Titrasi Uji Kadar Protein.........................................................101

    Gambar 22. Hasil Positif Uji ALT Biskuit Kontrol Pengenceran 10-1

    ................101

    Gambar 23. Hasil Negatif Uji ALT Biskuit Kontrol Pengenceran 10-2

    ...............101

    Gambar 24. Hasil Positif Uji Angka Kapang Khamir Pengenceran 10-1

    .............101

    Gambar 25. Hasil Positif Uji Angka Kapang Khamir Pengenceran 10-2

    .............101

  • xviii

    DAFTAR LAMPIRAN

    Halaman

    Lampiran 1. Tabel Data Mentah Hasil Uji Kimia, Fisik, Mikrobiologi

    Dan Organoleptik Biskuit..................................................................89

    Lampiran 2. Data Hasil Analisis SPSS..................................................................95

    Lampiran 3. Dokumentasi Bahan Dasar Pembuatan Biskuit Kombinasi

    Tepung Kacang Mete dan Tepung Kulit Singkong...........................100

    Lampiran 4. Dokumentasi Beberapa Hasil Uji Kimia dan Mikrobiologi

    Produk Biskuit..................................................................................101

    Lampiran 5. Lembar Kuisioner Uji Organoleptik................................................102

  • xix

    INTISARI

    Biskuit keras yang merupakan makanan populer bagi segala usia yang

    sebagian besar banyak mengandung lemak jenuh dan gula yang membuat biskuit

    menjadi kurang sehat untuk dikonsumsi dan dapat menimbulkan resiko penyakit

    kardiovaskuler. Dalam pengembangannya, biskuit harus memiliki lemak tak jenuh

    dan pengayaan nutrisi lainnya termasuk serat. Kacang mete dan kulit singkong

    merupakan bahan yang melimpah ketersediaannya di Indonesia dan berpotensi

    sebagai sumber lemak tak jenuh dan serat. Tujuan dari penelitian ini adalah

    mengetahui pengaruh kombinasi tepung kacang mete dan tepung kulit singkong

    terhadap kualitas fisik, kimia, mikrobiologis, dan organoleptik biskuit. Penelitian

    ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 5 kombinasi tepung

    kacang mete dan tepung kulit singkong yaitu kontrol (100% tepung terigu), 40% :

    10%, 30% : 20%, 25% : 25%, dan 20% : 30%. Hasil yang diperoleh dari

    kombinasi tepung kacang mete dan tepung kulit singkong memberi pengaruh

    terhadap kadar air sebesar 3,0263-4,503% (tidak signifikan), kadar abu sebesar

    1,3%-2,083% (signifikan), kadar protein sebesar 6,872%-8,657% (tidak

    signifikan), kadar lemak sebesar 16,416% - 26,316% (signifikan) , kadar

    karbohidrat sebesar 60,616% - 71,483% (signifikan), kadar serat sebesar 10,13%

    20,93% (signifikan), teksur sebesar 2,862 N/mm2 5,015 N/mm2 (signifikan), angka lempeng total sebesar 3 CFU/g 60 CFU/g (tidak signifikan) dan angka kapang khamir sebesar 3 CFU/g 30 CFU/g (tidak signifikan). Kadar air, angka lempeng total dan angka kapang khamir semua produk biskuit sudah memenuhi

    standar SNI biskuit. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, didapatkan

    tepung kacang mete dan tepung kulit singkong dengan kombinasi 30% : 20%

    menghasilkan biskuit dengan kualitas yang baik terutama ditinjau dari hasil uji

    kadar lemak sebesar 26,316 %, serat 14,36% dan uji organoleptik rasa dengan

    tingkat kesukaan yaitu suka.

  • 1

    I. PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang

    Biskuit keras yang merupakan makanan populer bagi segala usia,

    ternyata banyak mengandung lemak jenuh dan gula yang membuat biskuit

    menjadi kurang sehat untuk dikonsumsi dan dapat menimbulkan resiko

    penyakit kardiovaskuler sehingga dalam pengembangannya, biskuit harus

    memiliki lemak tak jenuh dan pengayaan nutrisi lainnya termasuk serat

    (Boobies et al., 2006).

    Bahan baku pembuatan biskuit keras adalah tepung terigu yang

    berasal dari gandum yang ketersediaannya di Indonesia harus diimpor,

    sedangkan penggunaannya sangatlah tinggi. (Kementrian Perindustrian

    Indonesia, 2013). Menurut APTINDO (2014), impor gandum di Indonesia

    dari tahun 2012 ke 2013 naik sebesar 7,5% dari 6,2 juta ton menjadi 6,7

    juta ton dan pada kuartal-I tahun 2014 impor gandum sebesar 1,5 juta ton,

    jumlah ini lebih banyak dari pada kuartal-I tahun 2013 sebesar 1,3 juta ton

    dengan Australia sebagai negara sumber impor paling besar sebanyak

    55,4%. Oleh karena itu, saat ini banyak dilakukan usaha menyubstitusi

    tepung terigu dengan berbagai tepung dari sumber daya lokal seperti

    tepung dari umbi-umbian dan kacang-kacangan, salah satunya dapat

  • 2

    digunakan kacang mete dari tumbuhan jambu monyet dan kulit singkong

    dari umbi singkong.

    Kacang mete merupakan salah satu komoditi ekspor di Indonesia

    dengan ketersediaan yang cukup tinggi. Provinsi Jawa Tengah memiliki

    luas 27.881 hektar tanaman kacang mete dan menghasilkan 8.706 ton

    kacang mete per tahunnya (Rukmana, 2009). Selain ketersediaannya yang

    melimpah di Indonesia, kacang mete mengandung beberapa asam amino

    dan kadar lemak cukup tinggi sebesar 78-80% asam lemak tak jenuh dari

    minyak kacang mete dan senyawa bioaktif seperti MUFA (Mono

    Unsaturated Fatty Acid), PUFA (Poly Unsaturated Fatty Acid), fenol, dan

    tokoferol yang selain dapat meningkatkan cita rasa dari biskuit juga baik

    untuk kesehatan (Alasavar dan Shahidi, 2009).

    Penambahan lemak dalam makanan memberikan efek rasa yang

    lezat dan gurih serta tekstur menjadi lembut. Konsumsi lemak dianjurkan

    sebesar 30% atau kurang dari total konsumsi makanan untuk kebutuhan

    kalori setiap harinya dengan sebanyak 20% adalah lemak tak jenuh

    (Hediyani, 2013). Hal ini menyebabkan besarnya potensi kacang mete

    sebagai pemenuhan sumber lemak tak jenuh sesuai yang dianjurkan.

    Menurut Winarno (2002), konsumsi serat tinggi dapat membantu

    lemak berlebih dikeluarkan bersama feses dan mencegah penyakit

    diverticulosis. Konsumsi serat pada masyarakat dapat ditingkatkan dengan

    meningkatkan kadar serat pada produk makanan popular yaitu biskuit.

    Menurut Aro et al. (2010), diantara limbah yang dihasilkan dari pabrik

  • 3

    pengolahan pati singkong didapatkan limbah kulit singkong memiliki

    kadar protein dan serat paling tinggi dibandingkan dengan limbah

    singkong lainnya. Sayangnya, limbah kulit singkong mengandung zat anti-

    nutrisi yang cukup tinggi namun dapat dikurangi dengan beberapa metode

    perlakuan awal (Salami et a l., 2003).

    Kulit singkong merupakan limbah kupasan hasil pengolahan

    gaplek, tapioka, tape, dan panganan berbahan dasar singkong lainnya.

    Potensi kulit singkong di Indonesia sangat melimpah seiring dengan

    eksistensi negara ini sebagai salah satu penghasil singkong terbesar di

    dunia (Cock, 1985). Setiap satuan berat singkong dapat diperoleh limbah

    kulit singkong sebesar 16% dari berat tersebut (Supriyadi, 1995). Menurut

    BPS (2008), produksi singkong pada tahun 2008 di Indonesia mencapai

    20,8 juta ton yang artinya potensi kulit singkong di Indonesia dapat

    mencapai angka 3,3 juta ton/tahun.

    Ketersediaan kulit singkong yang melimpah dengan kandungan

    seratnya yang cukup tinggi selama ini baru dimanfaatkan hanya sebatas

    sebagai pengkayaan serat pakan ternak unggas (Hidayat, 2009). Hal ini

    menyebabkan perlunya penelitian tentang manfaat kulit singkong ini

    sebagai sumber serat bagi manusia dengan mengolahnya menjadi biskuit

    berserat tinggi dan penambahan kacang mete untuk meningkatkan kualitas

    biskuit.

  • 4

    B. Keaslian Penelitian

    Keaslian ide penelitian ini diperoleh dari penelitian-penelitian yang

    telah dilakukan sebelumnya. Penelitian pemanfaatan kacang mete sebagai

    produk biskuit telah dilakukan. Owiredu et al. (2014), dalam penelitiannya

    menyubstitusi penggunaan tepung terigu dengan tepung kacang mete

    sebanyak 0%, 20%, 30%, dan 40% dari produk biskuit. Hasil penelitian

    menunjukkan adanya peningkatan pada kandungan protein dan lemak dari

    7,75% dan 22,11% menjadi 12,89% dan 32,11%, sedangkan karbohidrat

    menurun dari 66,67% menjadi 48,04% dengan penambahan paling baik

    sebanyak 30% .

    Penelitian tentang penggunaan bahan pangan kulit singkong

    sebagai sumber serat masih jarang dilakukan. Nuraini (2008), melakukan

    penelitian mengenai pengaruh kombinasi tepung ubi kayu atau singkong

    dan tepung daun bayam merah terhadap kualitas biskuit. Hasil

    penelitiannya diperoleh kombinasi tepung singkong dan tepung bayam 185

    : 15 g memberi pengaruh paling baik pada kadar serat 16,5% dan vitamin

    C 9,7 mg/100 g bahan.

    Pemanfaatan kulit singkong sendiri selama ini baru sebatas

    penggunaan sebagai pakan unggas. Hidayat (2009), dalam penelitiannya

    menemukan pemanfaatan kulit singkong fermentasi pada pakan ternak

    unggas sebanyak 10% tidak menimbulkan dampak negatif dan dapat

    meningkatkan bobot ternak unggas.

  • 5

    Penelitian tentang pemanfaatan kulit singkong untuk konsumsi

    manusia pun mulai dilakukan. Pratiwi (2013), meneliti pengaruh kualitas

    subtitusi tepung kulit singkong terhadap kualitas muffin yang ditinjau dari

    aspek warna, rasa, aroma dan tekstur.Penelitian menggunakan subsitusi

    tepung kulit singkong pada produk muffin sebesar 20%, 30%, dan 40%

    dengan hasil yang paling baik yaitu sebesar 20% sedangkan kadar serat

    paling tinggi sebesar 14,55% pada penambahan 40%.

    C. Permasalahan

    1. Apakah kombinasi tepung kacang mete dan tepung kulit singkong

    memiliki pengaruh terhadap kualitas (fisik, kimia, mikrobiologis, dan

    organoleptik) produk biskuit?

    2. Berapa kombinasi tepung kacang mete dan tepung kulit singkong yang

    tepat untuk menghasilkan produk biskuit yang paling baik?

    3. Apakah kombinasi tepung kacang mete dan tepung kulit singkong

    dapat meningkatkan kandungan serat pada produk biskuit ?

    D. Tujuan

    1. Mengetahui pengaruh kombinasi tepung kacang mete dan tepung kulit

    singkong terhadap kualitas produk biskuit.

    2. Mengetahui kombinasi tepung kacang mete dan tepung kulit singkong

    yang tepat untuk menghasilkan produk biskuit paling baik.

  • 6

    3. Mengetahui apakah kombinasi tepung kacang mete dan tepung kulit

    singkong dapat meningkatkan kandungan serat pada produk biskuit .

    E. Manfaat Penelitian

    Penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan pemanfaatan

    kacang mete dan kulit singkong untuk meningkatkan kualitas (fisik, kimia,

    biologi, dan organoleptik) dari biskuit. Selain itu, penelitian ini juga

    bermanfaat meningkatkan kandungan serat dari biskuit dengan

    penambahan kulit singkong dan kacang mete sehingga menjadi produk

    yang memiliki manfaat bagi kesehatan dan dapat meningkatkan nilai

    ekonomis kulit singkong

  • 7

    II. TINJAUAN PUSTAKA

    A. Deskripsi dan Kandungan Nutrisi Kacang Mete (Anacardium occidentale).

    Jambu monyet atau sering dikenal dengan jambu mete memiliki

    nama latin Anacardium occidentale, yaitu sejenis tumbuhan dari suku

    anacardiaceae yang berasal dari Brasil serta mempunyai buah yang bisa

    dimakan. Menurut ilmu botani, tumbuhan ini bukan dari jenis jambu-

    jambuan (myrtaceae) ataupun kacang-kacangan (fabaceae), akan tetapi

    kekerabatannya lebih dekat dengan mangga (anacardiaceae) (Saputra,

    2013).

    Menurut Saputra (2013), taksonomi jambu monyet (Anacardium

    occidentale ) adalah sebagai berikut :

    Kingdom : Plantae

    Phylum : Eudicots

    Class : Rosids

    Ordo : Sapindales

    Famili : Anacardiaceae

    Genus : Anacardium

    Species : Anacardium occidentale

    Buah mete terdiri atas dua bagian, yaitu buah semu dan buah sejati.

    Buah yang selama ini dikenal sebagai buah jambu mete sebenarnya adalah

    buah semu, terbentuk dari tangkai buah (pedunculus) yang membengkak

    atau mengembung dan berdaging. Buah sejati jambu mete adalah yang

    dikenal sebagai biji mete. Buah jambu mete termasuk kelompok buah

    batu, berbentuk seperti ginjal, tertanam pada bagian ujung buah semu, dan

  • 8

    berwarna hijau hingga cokelat keabu-abuan. Buah jambu mete terdiri atas

    tiga lapisan, yaitu lapisan kulit keras, lapisan kulit ari, dan lapisan kernel

    (Suprapti, 2004) seperti yang terlihat pada Gambar 1. di bawah ini.

    Gambar 1. Lapisan Kacang Mete (Suprapti, 2004)

    Kacang mete merupakan buah dari tanaman jambu monyet yang

    menjadi produk yang paling penting dari pohon jambu monyet itu sendiri.

    Kacang mete biasanya dikonsumsi utuh, dipanggang, dikupas, dan diberi

    garam (Alasavar dan Shahidi, 2009). Kacang mete biasanya diolah dengan

    cara digoreng secara deep frying. Selain itu, kacang mete juga dapat

    digunakan sebagai penyedap rasa pada berbagai makanan seperti es krim,

    cokelat batangan, serta aneka kue (Astawan, 2009).

    Sentra kacang mete dalam ukuran besar terdapat di 10 provinsi

    Indonesia yakni, Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, Nusa

    Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Tengah, Sulawesi

    Tenggara, dan Maluku dengan sentra utama adalah provinsi Jawa Tengah.

  • 9

    Provinsi Jawa Tengah memiliki luas 27.881 hektar tanaman kacang mete

    dan menghasilkan 8.706 ton kacang mete per tahunnya. Biji mete kupas

    yang siap dikonsumsi dari Indonesia saat ini memiliki harga tertinggi dari

    25 negara penghasil mete lainnya (Rukmana, 2009).

    Kacang mete tidak hanya enak dimakan sebagai camilan tetapi juga

    aman dikonsumsi karena mengandung lemak tak jenuh tunggal. Konsumsi

    lemak tak jenuh tunggal di dalam tubuh diolah menggantikan lemak jenuh

    yang membantu menurunkan kadar kolesterol total dan kolesterol jahat.

    Kacang mete juga kaya akan zat besi, fosfor, selenium, magnesium, dan

    seng, selain itu mete merupakan sumber fitokimia, antioksidan, dan

    protein (Reza, 2013).

    Kandungan energi per 100 gram kacang mete mentah adalah 566

    kkal. Kadar protein pada 100 gram kacang mete mentah sebesar 18 gram.

    Asam amino yang potensial pada kacang mete adalah leusin, valin,

    arginin, asam aspartat, asam glutamat, dan serin. Asam glutamat dan asam

    aspartat sangat berkontribusi penting akan timbulnya rasa gurih pada

    kacang mete (Astawan, 2009). Berikut kandungan asam amino dari kacang

    mete dapat dilihat pada Tabel 1. di bawah ini.

  • 10

    Tabel 1. Komposisi Asam Amino dari Kacang Mete

    (Sumber : Nandi, 2011)

    Kadar lemak total pada 100 gram kacang mete mentah adalah 47

    gram. Tingginya kadar lemak pada biji mete sangat berperan penting

    dalam peningkatan kadar energi dan cita rasa. Lemak pada kacang mete

    78-80% merupakan asam lemak tak jenuh dilihat dari minyak kacang

    mete. Senyawa bioaktif seperti asam lemak tak jenuh MUFA (Mono

    Unsaturated Fatty Acid) dan PUFA (Polyunsaturated Fatty Acid), fenol,

    dan tokoferol yang terkandung di dalam kacang mete cukup tinggi dan

    sangat bermanfaat bagi kesehatan manusia (Alasavar dan Shahidi, 2009).

    Berikut kandungan gizi kacang mete mentah dapat dilihat pada Tabel 2. di

    bawah ini.

    Asam Amino Komposisi (%)

    Asam Glutamat 28.0

    Asam Aspartat 10.78

    Isoleusin 3.86

    Alanin 3.18

    Fenilalanin 4.35

    Tirosin 3.20

    Arginin 10.30

    Glisin 5.33

    Histidin 1.81

    Lisin 3.32

    Valin 4.53

    Prolin 3.72

    Serin 5.76

    Leusin 11.93

  • 11

    Tabel 2. Kandungan Gizi Kacang Mete Mentah

    Zat Gizi Kandungan/ 100 g

    Energi (kkal) 566

    Protein (g) 18

    Karbohidrat (g) 27

    Lemak total (g) 47

    Lemak Jenuh (g) 8

    Lemak tidak jenuh tunggal (g) 25

    Lemak tidak jenuh ganda (g) 8

    Natrium (mg) 12

    Kalium (mg) 650

    (Sumber : Astawan, 2009)

    B. Deskripsi dan Komposisi Kimia Kulit Singkong (Manihot asculenta).

    Ubi kayu atau singkong merupakan tanaman tropis, akan tetapi

    tetap mampu beradaptasi dan tumbuh baik di daerah subtropis. Tanaman

    ini di Indonesia merupakan sumber pangan (karbohidrat) ketiga setelah

    beras dan jagung. Adapun beberapa daerah yang menjadi sentra produksi

    ubi kayu (dengan luas panen di atas 10.000 ha) adalah Jawa Barat, Jawa

    Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta (Gunung Kidul), Jawa Timur, dan

    Lampung (Djaafar dan Rahayu, 2000).

    Singkong termasuk dalam famili euporbiaceae, genus Manihot,

    spesies Manihot esculenta. Dalam perkembangannya, beberapa akar

    digunakan untuk menyimpan bahan makanan (karbohidrat), akibatnya

    ukuran akar akan terus membesar mengalahkan ukuran akar lainnya. Akar

    yang membesar inilah yang kemudian disebut sebagai umbi ubi kayu.

    Umbi ini memiliki kulit ari berwarna cokelat, sedangkan kulit dalamnya

    ada yang bewarna kemerahan atau putih dengan warna daging kuning atau

    putih (Djaafar dan Rahayu, 2000).

  • 12

    Umbi singkong memiliki diameter 2-8 cm dan panjang 10-50 cm.

    Bentuk umbi singkong lonjong dan tidak beraturan. Umbi singkong

    mengandung air sekitar 60%, pati 23%-25% serta protein, mineral, serat,

    kalsium dan fosfat. Umbi singkong terdiri dari kulit luar, kulit dalam,

    lapisan kambium, daging buah, dan inti buah. Kulit lapisan luar

    merupakan bagian umbi singkong yang bersentuhan dengan tanah.

    Dibawah kulit luar terdapat kulit dalam. Lapisan kulit dalam ini berupa

    kortex sehingga lapisan ini saling terikat dan sedikit keras. Lapisan inilah

    yang nantinya akan dikupas menjadi limbah kulit singkong (Ubaidillah,

    2009).

    Gambar 2. Lapisan Umbi Singkong (Ubaidillah, 2009).

    Kulit singkong merupakan limbah kupasan hasil pengolahan

    gaplek, tapioka, tape, dan panganan berbahan dasar singkong lainnya.

    Potensi kulit singkong di Indonesia sangatlah melimpah seiring dengan

    eksistensi negara ini sebagai salah satu penghasil singkong terbesar di

  • 13

    dunia (Cock, 1985) dan terus mengalami peningkatan produksi setiap

    tahunnya (BPS, 2008). Setiap satuan berat singkong dapat diperoleh

    limbah kulit singkong sebesar 16% dari berat tersebut (Supriyadi, 1995).

    Untuk melihat potensi nutrisi tanaman singkong pada beberapa

    bagiannya, berikut komposisi nutrisinya sebagai berikut :

    Tabel 3. Komposisi Kimia Kulit Singkong Segar

    Kandungan Nutrisi Kulit Umbi

    Protein kasar 8,11

    Serat kasar 15,20

    Lemak 1,29

    Karbohidrat 74,73

    Air 17

    (Sumber : Rukmana, 1997).

    Menurut Aro et al. (2010), diantara limbah yang dihasilkan dari

    pabrik pengolahan pati singkong didapatkan limbah kulit singkong yang

    memiliki kadar protein dan serat paling tinggi (protein 4,2 g/100 g dan

    serat 29,6 g/100 g) dibandingkan dengan limbah singkong lainnya.

    Tabel 4. Komposisi Kimia Berbagai Limbah Singkong (g/100 g)

    Parameter Kulit

    Singkong

    Residu Pati

    Singkong

    Tunggul

    Singkong

    (cassava stumps)

    Protein Kasar 4,20 g 15,8 g 1,71 g

    Serat Kasar 29,6 g 1,12 g 12,9 g

    Lemak 3,26 g 19,3 g 5,35 g

    Kadar Abu 7,47 g 2,37 g 3,39 g

    Kelembaban 82,1 g 84,2 g 64,1 g

    (Sumber : Aro et al, 2010)

    C. Kendala Kandungan HCN Pada Kulit Singkong

    Beberapa kendala dalam pemanfaatan kulit singkong yaitu

    keberadaan HCN yang ada di dalamnya. HCN merupakan zat anti nutrisi

    yang bersifat toksik dan hampir terdapat pada semua bagian tanaman

  • 14

    singkong. HCN atau glukosida sianogenat terdiri atas linamarin dan

    lotaustralin. Senyawa glukosida ini disintesis pada daun dan kemudian

    hasilnya dibawa ke umbi dan bagian lain. Senyawa linamarin dan

    lotaustralin akan menghasilkan racun HCN bila bereaksi dengan enzim

    linamerase dan b-glukosidase. Enzim ini akan aktif pada saat tanaman

    singkong mengeluarkan getah akibat perlakuan pematahan, penyayatan,

    pemotongan dan pengupasan (Hidayat, 2009). Kandungan senyawa anti-

    nutrisi pada berbagai limbah singkong dapat dilihat pada Tabel 5.

    Tabel 5. Komposisi Zat Anti-nutrisi dari Berbagai Limbah Singkong

    Parameter Kulit

    Singkong

    Residu Pati Singkong Tunggul Singkong

    (Cassava Stumps)

    HCN (mg/Kg) 32.9 15.5 34.8

    Asam Fitat (mg/Kg) 8238 15930 9276

    Oksalat (mg/Kg) 330 270 610

    Tanin (%) 3.9 270 3.44

    Saponin (%) 0.06 2.53 0.15

    (Sumber : Aro et al, 2010)

    Singkong sering dikelompokkan menjadi jenis pahit (kandungan

    HCN tinggi) dan manis (kandungan HCN rendah). Singkong yang terasa

    pahit mengandung HCN tinggi sedangkan pada singkong yang rasanya

    manis menyimpan HCN lebih sedikit. Senyawa HCN ini dapat dikurangi

    dengan melakukan pemrosesan seperti pengeringan, pemutihan, dan

    perebusan. Singkong sendiri sebenarnya mengandung enzim rhodanase

    yang dapat mendetoksifikasi HCN dengan membentuk thiocyanate.

    Meskipun demikian, detoksifikasi alamiah ini tidak dapat mengeleminasi

    HCN secara efektif (Arisman, 2008).

  • 15

    HCN ini akan memberikan rasa pahit. Umbi yang rasanya manis

    menghasilkan paling sedikit 20 mg HCN per kilogram umbi segar, dan 50

    kali lebih banyak pada umbi yang rasanya pahit. Senyawa HCN

    merupakan suatu jenis racun yang bekerja dengan sangat cepat. Kematian

    dapat ditimbulkan dalam beberapa menit apabila HCN murni ditelan

    dalam keadaan lambung kosong. HCN dalam bentuk cair dapat diserap

    oleh kulit dan mukosa. Dosis letal dari HCN pada manusia ialah sekitar

    60-90 mg (Muhlisin, 2014).

    Secara tradisional, dikenal beberapa proses pengolahan ubi kayu

    untuk mengurangi kadar HCN, antara lain dengan cara pencucian,

    perendaman, pemasakan, dan pengeringan hingga terbentuk gaplek.

    Perendaman dan perebusan yang berulang hanya dapat menghilangkan

    kadar HCN 50% serta terjadi pengurangan kadar pati dalam ubi kayu. Cara

    tersebut membutuhkan waktu yang lama dan penurunan kadar HCN yang

    belum optimal. Salah satu cara yang dapat menurunkan kadar HCN secara

    optimal adalah perendaman dengan menggunakan natrium bikarbonat

    (NaHCO3). Perendaman ubi kayu yang telah dibelah menjadi empat

    potongan di dalam larutan natrium bikarbonat konsentrasi 4% mampu

    mempengaruhi permeabilitas dinding sel sehingga senyawa HCN dapat

    dikeluarkan dari dalam sel (Hutami dan Harijono, 2014).

  • 16

    D. Deskripsi Produk Pangan Biskuit

    Biskuit terdiri dari empat kelompok yakni biskuit keras, crackers,

    cookies, dan wafer. Menurut Smith (1972), biskuit keras adalah jenis

    biskuit yang dibuat dengan adonan berbentuk pipih. Bila dipatahkan

    penampang potongannya bertekstur padat dan dapat berkadar lemak tinggi

    atau rendah. Crackers adalah jenis biskuit yang dibuat adonan keras

    melalui proses fermentasi atau pemeraman.

    Menurut SNI 01-2973-1992 Cookies adalah jenis biskuit yang

    dibuat dari adonan lunak, berkadar lemak tinggi dan bila dipatahkan

    penampang potongannya bertekstur kurang padat. Sedangkan wafer adalah

    jenis biskuit yang dibuat dari adonan cair, berpori-pori kasar, renyah

    dan bila dipatahkan penampang potongannya berongga-rongga (Badan

    Standarisasi Nasional, 2011).

    Biskuit menurut SNI 01-2973-2011 adalah produk makanan

    kering yang dibuat dengan memanggang adonan yang terbuat dari tepung

    terigu dengan atau tanpa substitusinya, minyak atau lemak, dengan atau

    tanpa penambahan bahan pangan lain dan bahan tambahan pangan yang

    diizinkan (Badan Standarisasi Nasional, 2011). Standar mutu biskuit

    menurut SNI 01-2973-2011 dapat dilihat pada Tabel 6.

  • 17

    Tabel 6. SNI Biskuit

    No. Kriteria Uji Satuan Persyaratan

    1 Keadaan

    1.1 Bau - normal

    1.2 Rasa - normal

    1.3 Warna - normal

    2 Kadar Air (b/b) % Maks. 5

    3 Protein (Nx6,25)(b/b) % Min. 5

    Min 4.5 *)

    Min. 3 **)

    4 Asam lemak bebas

    (sebagai asam oleat) (b/b)

    % Maks 1,0

    5 Cemaran logam

    5.1 Timbal (Pb) mg/Kg Maks 0,5

    5.2 Kadmium (Cd) mg/Kg Maks 0,2

    5.3 Timah (Sn) mg/Kg Maks. 40

    5.4 Merkuri (Hg) mg/Kg Maks 0,05

    6 Arsen (As) mg/Kg Maks 0,5

    7 Cemaran Mikrobia

    7.1 Angka Lempeng Total Koloni/g Maks 1 x 104

    7.2 Coliform APM/g 20

    7.3 Eschericia coli APM/g < 3

    7.4 Salmonella sp. - Negarif/25 g

    7.5 Staphylococcus aureus Koloni/g Maks 1x 102

    7.6 Bacillus cereus Koloni/g Maks. 1x 102

    7.7 Kapang dan khamir Koloni/g Maks 1x 102

    Catatan :

    *) untuk produk biskuit yang dicampur dengan pengisian dalam

    adonan

    **) untuk produk biskuit yang diberi pelapis atau pengisi

    (Coating/filling) dan pai

    (Badan Standarisasi Nasional, 2011)

    E. Bahan Baku Pembuatan Biskuit

    Bahan-bahan untuk membuat biskuit terdiri atas bahan pembentuk

    struktur, bahan pengempuk, dan bahan pembentuk rasa. Bahan pembentuk

    struktur adalah tepung, air, susu, dan putih telur. Bahan pengempuk adalah

    shortening, gula, bahan pengembang dan kuning telur. Sedangkan untuk

  • 18

    bahan penyumbang flavour adalah susu, cokelat, dan keju. Bermacam-

    macam bentuk dan tekstur dapat dibuat dengan memvariasikan

    perbandingan bahan-bahan tersebut.

    1. Tepung

    Tepung merupakan bahan baku utama untuk membuat

    biskuit dan umumnya yang digunakan adalah tepung terigu dengan

    kadar protein sebesar 8-10%. Jumlah tepung terigu yang digunakan

    untuk biskuit sekitar 40-90% dari berat total bahan (Kent, 1975).

    Menurut Rukmana dan Yuniarsih (2001), menyubstitusi tepung terigu

    dengan tepung ubi kayu dapat menggantikan fungsi tepung terigu lebih

    dari 50 % dalam pembuatan biskuit. Menurut Owiredu et al. (2014),

    kadar lemak dan protein pada produk biskuit meningkat secara

    berurutan ketika ditambahkan tepung kacang mete.

    2. Bahan Pengembang

    Bahan pengembang yang digunakan untuk pembuatan produk

    biskuit umumnya adalah bahan kimia yaitu soda kue yang

    menghasilkan gas karbon dioksida. Penggunaan bikarbonat untuk

    menghasilkan gas dikarenakan harganya yang relatif murah, mudah

    penanganannya, relatif tidak berasa pada produk akhir dan tingkat

    kemurniannya tinggi (Matz, 1972). Soda kue yang dijual di pasar

    umumnya mengandung 28-30% Sodium Bikarbonat (Williams, 1979).

    Adonan biskuit mengalami perubahan volume yang sangat

    signifikan selama pemanggangan. Di dalam pengembangan biskuit,

  • 19

    yang berperan adalah udara, uap air, dan karbondioksida yang

    dihasilkan oleh khamir atau reaksi kimia. Udara yang dihasilkan

    selama proses pencampuran mulai mengembang dan menaikkan

    volume biskuit (Matz, 1972).

    3. Shortening

    Lemak atau shortening merupakan komponen penting dalam

    pembuatan biskuit karena berfungsi sebagai bahan untuk menimbulkan

    rasa gurih, menambah aroma dan menghasilkan tekstur produk yang

    renyah. Lemak yang digunakan harus memiliki daya stabilitas yang

    tinggi karena biskuit akan disimpan dalam waktu lama dan biskuit

    mudah sekali menimbulkan bau tengik (Marsye, 1999).

    Menurut Matthews dan Dawson (1963), biskuit dengan kadar

    lemak 6-51% akan menunjukkan nilai kelunakan meningkat secara

    konsisten atau tingkat kekerasan biskuit menurun. Jumlah lemak yang

    ditambahkan tergantung dari jenis adonan dan jenis biskuit. Beberapa

    contoh lemak yang digunakan dalam pembuatan biskuit antara lain

    mentega, margarin, lemak hewan, minyak nabati, dan krim susu

    (Manley, 1998).

    4. Telur

    Menurut Desrosier (1988), telur digunakan dalam produksi

    kebanyakan kue kering. Penggunaannya tidak seperti bahan lainnya,

    baik sebagai suatu agensia pengeras atau pengempuk, dalam telur

    yang utuh terdapat kombinasi dari keduanya. Komposisi telur utuh

  • 20

    ialah kurang lebih 64% putih telur sebagai pengeras dan 36% kuning

    telur sebagai pengempuk.

    Lesitin dalam adonan biskuit dapat menambah shortening

    effect dengan fungsi emulsifikasinya sehingga lemak tercampur merata

    dalam adonan. Adanya lesitin mempercepat waktu penyebaran lemak

    dan meratakan komponen-komponen dalam adonan (Matz dan Matz,

    1978).

    5. Gula

    Gula pada pembuatan biskuit memiliki fungsi untuk

    memberikan rasa manis, pembentuk tekstur, dan pemberi kenampakan

    akhir yang menarik. Menurut Sulistiyo (1999), penambahan gula yang

    terlalu banyak dapat menyebabkan warna produk menjadi cokelat

    kehitaman dan tekstur adonan seperti perekat. Gula yang sering

    digunakan pada pembuatan biskuit adalah gula tebu atau sukrosa.

    6. Garam

    Garam adalah mineral makro yang merupakan komponen

    bahan makanan yang penting. Makanan yang mengandung kurang dari

    0,3% garam akan terasa hambar dan kurang disenangi (Winarno,

    2002). Penambahan garam dapur berfungsi memberi rasa dan mengikat

    air (Astawan, 1999). Menurut Sultan (1981), penambahan garam

    dalam pembuatan biskuit bertujuan memperbaiki flavour, memperbaiki

    gluten, mengatur fermentasi dan menghambat pertumbuhan mikrobia

    kontaminan.

  • 21

    7. Susu

    Penggunaan susu dalam pembuatan biskuit bertujuan memberi

    flavour yang spesifik serta bermanfaat dalam pembentukan warna kulit

    biskuit. Laktosa yang berasal dari susu tidak akan terfermentasikan

    oleh khamir dan mengalami karamelisasi selama pemanggangan

    (Sultan, 1981).

    8. Air

    Air berfungsi sebagai medium reaksi antara gluten dengan

    bikarbonat (akan mengembang), melarutkan garam, dan membentuk

    sifat kenyal gluten. Air yang digunakan sebaiknya harus memenuhi

    persyaratan sebagai air minum, diantaranya tidak bewarna, tidak

    berbau, dan tidak berasa. Jumlah air yang dicampurkan pada umumnya

    sekitar 28%-38%. Jika lebih dari 38% adonan menjadi sangat lengket

    dan jika kurang dari 28% adonan akan menjadi rapuh dan sulit dicetak

    (Astawan, 1999).

    F. Hipotesis

    1. Kombinasi tepung kacang mete dan tepung kulit singkong akan

    memberikan pengaruh berbeda terhadap kualitas biskuit.

    2. Kombinasi tepung kacang mete 30% dan tepung kulit singkong 20%

    merupakan perbandingan yang menghasilkan kualitas biskuit paling

    baik.

    3. Kombinasi tepung kacang mete dan tepung kulit singkong dapat

    meningkatkan kandungan serat biskuit.

  • 22

    III. METODE PENELITIAN

    A. Tempat dan Waktu Penelitian

    Penelitian dilakukan pada bulan Februari 2015 sampai April 2015

    di Laboratorium Teknobio-Pangan, Universitas Atma Jaya Yogyakarta.

    B. Alat dan Bahan

    Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah : mixer, baskom,

    pisau, cetakan biskuit, wadah plastik, loyang, pengayak tepung (80 mesh),

    kompor gas, blender, penjepit, timbangan analitik, texture analyzer, probe,

    komputer, colour reader, diagram kromatisasi CIE, plastik, cawan

    aluminium, eksikator, cawan porselin, tanur Furnace 1400, labu Kjedahl,

    labu didih, labu destilasi, erlenmeyer, buret, statif, soxhlet, kertas saring,

    aluminium foil, laminar air flow, autoklaf, petridish, tabung reaksi, pipet

    ukur, propipet, ose, triglaski, vortex, bunsen, kertas payung, kapas, tisu,

    kertas label, masker, gloves, karet gelang, dan hand counter.

    Bahan baku yang digunakan dalam pembuatan biskuit adalah

    kacang mete mentah, kulit dalam singkong , tepung terigu (soft flour)

    dengan merek Kunci biru, telur, garam halus, gula pasir, margarine, soda

    kue, susu skim dengan merek Lactona, dan aquadest. Bahan untuk

    perlakuan awal pengolahan kulit singkong adalah NaHCO3

    .

  • 23

    Bahan-bahan yang digunakan dalam uji proksimat bahan baku dan

    pengujian kualitas produk adalah aquades, katalisator N, H2SO4 pekat,

    HCl pekat, HCl 0,1 N, NaOH 0,1 N, indikator methyl red, indikator

    fenolftalein (PP), petroleum eter teknis, H2SO4 1,25%, NaOH 3,25%,

    Plate Count Agar (PCA), Potato Dextrose Agar (PDA) dan alkohol 70%.

    Kacang mete mentah diperoleh dari Pak slamet, salah satu penjual

    kacang mete di pasar beringharjo, Jl. Malioboro, Yogyakarta. Sedangkan

    kulit singkong diperoleh dari Bu Atik, salah satu penjual singkong di pasar

    telo, Yogyakarta. Bahan baku lainnya seperti telur, garam, gula, margarin,

    soda kue, dan susu skim diperoleh dari Pusat Swalayan Mirota kampus di

    Jalan Solo, Yogyakarta. Bahan-bahan untuk uji kualitas kimia dan

    mikrobiologi akan diperoleh dari Chemix, Yogyakarta.

    C. Rancangan Percobaan

    Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah

    Rancangan Acak Lengkap (RAL), dengan 5 variabel perbandingan tepung

    terigu, tepung kacang mete, dan tepung kulit singkong. Masing-masing

    perlakuan dilakukan sebanyak 3 kali ulangan. Rancangan percobaan

    dijabarkan pada Tabel 7.

  • 24

    Tabel 7. Rancangan Percobaan Kualitas Biskuit Dengan Kombinasi Tepung

    Kacang Mete (Annacardium Occidentale L.) Dan Tepung Kulit

    Singkong (Manihot Esculenta)

    Ulangan

    Kombinasi tepung kacang mete dan tepung kulit singkong.

    (100):0:0

    (A/kontrol)

    (50):40:10

    (B)

    (50):30:20

    (C)

    (50):25:25

    (D)

    (50):20:30

    (E)

    1 A1 B1 C1 D1 E1

    2 A2 B2 C2 D2 E2

    3 A3 B3 C3 D3 E3

    D. Cara Kerja

    Penelitian yang akan dilakukan terdiri dari pembuatan tepung

    kacang mete, uji proksimat tepung kacang mete, perendaman kulit

    singkong, pembuatan tepung kulit singkong, uji proksimat tepung kulit

    singkong , pembuatan biskuit, uji kualitas (fisik, kimia, dan mikrobiologi)

    biskuit, uji organoleptik, dan analisis data.

    1. Pembuatan Tepung Kacang Mete (Stewart, 2013) Dengan Modifikasi

    Kacang mete kupas yang telah disortasi bedasarkan penampakan

    fisik yang baik dan tidak ditumbuhi jamur. Kemudian kacang mete pilihan

    dikeringkan dengan oven suhu 50C selama 9 jam dan ditimbang sesuai

    dengan ukuran yang diinginkan. Kemudian, kacang mete diproses dengan

    menggunakan blender beberapa menit sampai halus sempurna. Setelah

    halus sempurna, tepung kacang mete diayak menggunakan ayakan ukuran

    80 mesh.

  • 25

    2. Perendaman Kulit Singkong (Hutami dan Harjino, 2014) Dengan Modifikasi.

    Singkong dikupas dan diambil kulit bagian dalamnya. Kulit

    singkong hasil kupasan kemudian ditimbang lalu dicuci untuk

    menghilangkan kotoran dan tanah yang masih melekat pada kulit

    singkong. Setelah dicuci, kulit singkong diperkecil ukurannya dengan

    pemotongan menggunakan pisau kemudian direndam dalam air dengan

    perbandingan 1:3. Setelah itu, NaHCO3 (natrium bikarbonat) ditambahkan

    sebanyak 4% dari total volume air . Perendaman dilakukan selama 4 hari.

    Setelah perendaman selesai kemudian kulit diproses pada tahapan

    pemgeringan dan pembuatan tepung kulit singkong.

    3. Pengeringan Kulit Singkong (Lidiasari dkk., 2006) Dengan Modifikasi dan Pembuatan Tepung Kulit Singkong (Djuwardi, 2013).

    Pembuatan tepung kulit singkong diawali dengan pencucian kulit

    singkong segar kemudian dirajang untuk menghasilkan sawut basah.

    Sawut basah kemudian ditiriskan untuk menghilangkan sisa air berlebih

    sebelum dikeringkan. Kemudian, proses pengeringan dilakukan

    menggunakan oven suhu 70C selama 9 jam. Kulit singkong yang sudah

    kering digiling menggunakan blender dan diayak dengan ayakan ukuran

    80 mesh.

    4. Uji Proksimat Tepung Kacang Mete dan Tepung Kulit Singkong

    a. Kadar air (Sembiring, 2009) Dengan Modifikasi

  • 26

    Alat moisturizer balance dihidupkan dan dinolkan

    angkanya. Sampel tahu diambil sebanyak dua gram dan ditempatkan

    di atas cawan alumunium. Alat moisturizer balance ditutup dan

    ditunggu sampai memberikan tanda. Angka yang tercatat pada alat

    moisturizer balance dibaca dan dicatat kadar airnya.

    b. Penentuan Kadar Abu (AOAC, 1995) Dengan Modifikasi

    Cawan porselin dikeringkan dalam oven selama 1 jam,

    lalu dimasukkan ke dalam eksikator selama 15 menit, kemudian

    beratnya ditimbang dan dicatat. Sampel ditimbang sebanyak 2 gram

    dan dimasukkan ke dalam cawan porselin tersebut, lalu dimasukkan ke

    dalam tanur bersuhu 550C selama 4-8 jam hingga diperoleh abu

    bewarna keputih-putihan. Setelah itu, sampel dioven pada suhu 100-

    105C selama 30 menit lalu dieksikator selama 15 menit dan beratnya

    ditimbang. Perlakuan ini diulang hingga diperoleh berat konstan.

    Kadar abu dihitung dengan rumus :

    Kadar abu = Berat cawan +abu berat cawan

    Berat sampel mula mula 100

    c. Penentuan Kadar Protein Dengan Metode Mikro Kjedahl (Sudarmadji dkk., 1997).

    Sampel dihaluskan lalu ditimbang 1 gram, kemudian

    dimasukkan ke dalam labu Kjedahl. Sampel dalam labu ditambah

    dengan katalisator K2SO4 sebanyak 1 gram dan ditambah sebanyak 15

  • 27

    ml H2SO4, lalu didestruksi dalam lemari asam hingga cairan menjadi

    bening. Sampel didinginkan hingga tabung dan cairan benar-benar

    menjadi dingin. Setelah dingin, sampel dimasukkan ke dalam labu

    destilasi lalu ditambahkan akuades sebanyak 50 ml, ditambahkan 3

    tetes indikator fenolftalein (PP), dan ditambah larutan CuSO4 hingga

    cairan berwarna biru, kemudian ditambahkan batu didih secukupnya

    kemudian didestilasi. Untuk menampung hasil destilasi digunakan

    erlenmeyer yang didalamnya terdapat larutan HCl 0,1 N sebanyak 10

    ml dan indikator methyl red sebanyak 2 tetes. Destilasi dilakukan

    hingga destilat tertampung sebanyak 50 ml. Destilat dititrasi dengan

    NaOH 0,1 N, hingga berwarna kuning. Setelah itu dibuat blanko

    dengan mengganti sampel dengan akuades lalu dilanjutkan tahap

    destruksi, destilasi dan titrasi seperti yang dilakukan sebelumnya.

    Persentase N dan protein dihitung dengan rumus :

    %Nitrogen = ml NaOH Blangko sampel

    Berat sampel x 1000 0,1 14,008 x 100

    % Protein = % Nitrogen x 6,25 (faktor konversi)

    d. Penentuan Kadar Lemak Dengan Metode Soxhlet (AOAC, 1995) dengan modifikasi.

    Labu lemak yang akan digunakan dikeringkan dalam oven

    pada suhu 100-105C, kemudian dieksikator dan ditimbang beratnya.

    Sampel dihaluskan, lalu diambil sebanyak 2 gram dan dibungkus

    dengan kertas saring, kemudian dimasukkan ke dalam soxhlet yang

  • 28

    telah dihubungkan dengan labu destilasi yang telah berisi petroleum

    eter sebanyak 500 ml. Setelah itu dilakukan ekstraksi dengan

    petroleum eter selama 4 jam. Petroleum eter didestilasi dan ekstrak

    lemak dikeringkan dengan oven pada suhu 100-105C. Sampel

    didinginkan dan ditimbang. Pengeringan diulangi hingga tercapai berat

    konstan. Kadar lemak dapat dihitung dengan rumus:

    Kadar lemak = Berat labu +lemak berat labu

    Berat sampel 100%

    e. Kadar karbohidrat metode Carbohydrate by differences (Sudarmadji dkk., 1997).

    Kadar karbohidrat ditentukan dengan cara perhitungan yang

    disebut dengan metode carbohydrate by differences, yaitu angka 100

    dikurangi jumlah dari hasil perhitungan kadar air, kadar protein, kadar

    lemak dan kadar abu. Rumus yang digunakan adalah :

    Kadar karbohidrat (%b/b) = 100 - (KA + A + P + L)

    Keterangan :

    KA = Kadar air (%),

    A = Kadar abu (%),

    P = Kadar protein (%)

    L = Kadar lemak (%)

    f. Kadar serat (SNI 01-2891-1992)

    Sebanyak 2 gram sampel (X) dimasukkan ke dalam labu

    Erlenmeyer 250 ml. Selanjutnya ditambahkan H2SO4 1,25% sebanyak

    200 ml. Kemudian dimasak hingga mendidih selama 30 menit. Sampel

  • 29

    dipindahkan secara kuantitatif ke erlenmeyer baru setelah disaring

    menggunakan kertas saring dan dicuci menggunakan air panas hingga

    bebas asam. Sampel ditambahkan NaOH 3,25% sebanyak 200 ml dan

    dimasak selama 30 menit hingga mendidih. Kertas saring ditimbang

    beratnya (a) yang telah dikeringkan dalam oven selama 1 jam pada

    suhu 110C dan didinginkan dalam eksikator (10 menit). Selanjutnya

    filtrat disaring dan dicuci dengan air panas (volume membilas harus

    sama antar perlakuan) hingga bebas basa. Kertas saring dikeringkan

    dalam oven selama 5-8 jam pada suhu 110C. Setelah itu didinginkan

    dalam eksikator dan ditimbang (Y). Kertas saring dapat dipijarkan

    pada suhu 550C selama 8 jam sampai berbentuk abu putih kelabu dan

    didinginkan dalam eksikator dan ditiimbang kembali (Z), selanjutnya

    kandungan serat kasar dihitung dengan rumus :

    Kadar serat kasar (%) =

    x 100%

    5. Pembuatan Biskuit Keras (Sulistyo,1999 diacu dalam Rajagukguk, 2009) Dengan Modifikasi.

    Pembuatan biskuit pada percobaan ini menggunakan 100 gram

    tepung terigu (kandungan protein rendah), 30 gram shortening, 45 gram

    gula, susu bubuk 4 gram, garam 0,4 gram, soda kue 1,17 gram, air hangat

    60 ml, kuning telur dan putih telur. Shortening, susu bubuk, gula, soda

    kue, garam, kuning telur, putih telur dan air diaduk rata menggunakan

    mixer dengan kecepatan tinggi selama 15 menit hingga adonan homogen.

  • 30

    Setelah adonan homogen, tepung ditambahkan, sambil dituangkan air

    sedikit demi sedikit dan diaduk hingga kalis. Adonan yang terbentuk

    kemudian diratakan menggunakan roll kayu sampai diperoleh lembaran

    adonan setebal 0,5 cm.

    Adonan kemudian dicetak menggunakan cetakan biskuit

    berdiameter 4 cm. biskuit dipanggang dalam oven yang bersuhu 140 C

    selama 15 menit. Biskuit yang sudah masak didinginkan pada suhu kamar

    (26-27C) selama 15 menit. Biskuit yang dibuat dari tepung terigu pada

    percobaan ini digunakan sebagai kontrol positif dengan konsentrasi tepung

    terigu 100 %.

    6. Pembuatan Biskuit Kombinasi Tepung Kacang Mete dan Tepung Kulit Singkong.

    Pembuatan biskuit pada dasarnya sama seperti yang dijelaskan

    pada cara kerja pembuatan biskuit dari tepung terigu, dengan perbedaan

    yang terletak pada kombinasi tepung yang digunakan. Percobaan ini

    menggunakan formulasi seperti yang terlihat pada Tabel 8. di bawah ini.

  • 31

    Tabel 8. Formulasi Bahan-Bahan Pembuat Biskuit

    Bahan

    Takaran

    100:0:0

    (A/kontrol)

    50:40:10

    (B)

    50:30:20

    (C)

    50:25:25

    (D)

    50:20:30

    (E)

    Tepung

    terigu 100 gram 50 gram 50 gram 50 gram 50 gram

    Tepung

    kacang

    mete

    0 gram 40gram 30 gram 25gram 20 gram

    Tepung

    Kulit

    Singkong

    0 gram 10 gram 20 gram 25 gram 30 gram

    Gula 45 gram 45 gram 45 gram 45 gram 45 gram

    Susu

    bubuk 4 gram 4 gram 4 gram 4 gram 4 gram

    Shortening 30 gram 30 gram 30 gram 30 gram 30 gram

    Soda kue 1,17 gram 1,17 gram

    1,17

    gram

    1,17

    gram

    1,17

    gram

    Garam 0,4 gram 0,4 gram 0,4 gram 0,4 gram 0,4 gram

    Telur 1 butir 1 butir 1 butir 1 butir 1 butir

    7. Uji Kualitas Fisik Biskuit

    a. Analisis Tekstur (Winarno, 1995)

    Sampel diletakkan di atas lempengan alat, kemudian tombol

    enter pada komputer ditekan sehingga jarum penetrometer akan

    menekan sampel sampai tidak dapat ditekan lagi. Jarum

    penetrometer kemudian ditarik lagi ke atas secara otomatis, dan alat

    LI (Lyod Instrument) akan menampilkan grafik tekstur biskuit pada

    layar komputer. Hasil analisis tekstur biskuit dapat dibaca dari hasil

    print out komputer berdasarkan nilai hardness-nya.

    b. Analisis Warna dengan Colour Reader (deMan, 1997).

  • 32

    Sampel disiapkan dan dimasukkan kedalam plastik. Setelah

    itu colour reader dinyalakan sehingga muncul pilihan sistem

    pengukuran pada layar. Sistem pengukuran L, a, b dipilih, lalu

    Colour Reader dikalibrasi dengan warna standar CaSO4, dipilih

    warna putih yang menunjukkan warna netral dengan nilai L =

    100,13; a = 3,73; dan b = 174,37. Hasil kalibrasi disimpan dalam

    memori. Pengukuran dilakukan pada sampel sebanyak 2 kali

    ulangan. Hasil pengukuran berupa nilai L, a, b dimasukkan ke dalam

    rumus untuk mencari nilai x dan y. Nilai x dan y yang telah

    diperoleh diplotkan pada diagram kromatisasi CIE, sehingga warna

    sampel diketahui.

    8. Uji Kualitas Kimia Biskuit

    a. Penentuan Kadar Air (Sembiring, 1997) Dengan Modifikasi

    Cara pengujian sesuai dengan penentuan kadar air pada halaman 25

    b. Penentuan Kadar Abu (AOAC, 1995) Dengan Modifikasi

    Cara pengujian sesuai dengan penentuan kadar abu pada halaman 26

    c. Penentuan Kadar Protein dengan Metode Mikro Kjeldahl (Sudarmadji dkk., 1997).

    Cara pengujian sesuai dengan penentuan kadar protein pada halaman

    26

  • 33

    d. Penentuan Kadar Lemak Dengan Metode Soxhlet (AOAC, 1995) Dengan Modifikasi.

    Cara pengujian sesuai dengan penentuan kadar lemak pada halaman

    27

    e. Penentuan Kadar Karbohidrat (Sudarmadji dkk., 1997)

    Cara pengujian sesuai dengan penentuan kadar karbohidrat pada

    halaman 28

    f. Penentuan Kadar Serat Kasar (SNI 01-2891-1992)

    Cara pengujian sesuai dengan penentuan kadar serat pada halaman

    28

    9. Uji Kualitas Mikrobiologis Biskuit

    a. Penghitungan angka lempeng total (Jutono dkk., 1980; Fardiaz, 1993 diacu dalam Saputra, 2006) dengan modifikasi

    Analisis total mikrobia dilakukan dengan metode Angka

    Lempeng Total (ALT). Sebanyak 5 gram sampel dihancurkan dengan

    menggunakan lumpang dan alu, kemudian dimasukkan ke dalam

    erlenmeyer yang berisi 45 ml larutan aquades steril. Campuran

    divortex, diambil 1 ml kemudian dan dimasukkan dalam tabung reaksi

    berisi 9 ml larutan aquades steril sehingga diperoleh pengenceran 10-2

    .

    Pengenceran dilanjutkan hingga pengenceran 10-5

    .

  • 34

    Masing-masing hasil pengenceran diambil sebanyak 0,1 ml dan

    diinokulasikan pada medium padat Plate Count Agar (PCA) dengan

    metode pour plate.. Setelah medium membeku, cawan petri

    diinkubasi dengan posisi terbalik pada inkubator dengan suhu 37C

    selama 48 jam. Penghitungan total mikrobia dilakukan menggunakan

    metode ALT.

    Berikut adalah beberapa syarat yang harus dipenuhi untuk

    perhitungan dengan metode ALT (Angka Lempeng Total):

    a) Jumlah koloni pada tiap petridish antara 30-300 koloni, jika

    memang tidak ada yang memenuhi syarat dipilih yang

    jumlahnya mendekati 300.

    b) Tidak ada koloni yang menutup lebih besar dari setengah luas

    Petridish, koloni tersebut dikenal sebagai spreader.

    c) Perbandingan jumlah bakteri dari hasil pengenceran yang

    berturut-turut antara pengenceran yang lebih besar dengan

    pengenceran sebelumnya, jika sama atau lebih kecil dari 2

    hasilnya dirata-rata, tetapi jika lebih besar dari 2 yang dipakai

    jumlah mikrobia dari hasil pengenceran sebelumnya.

    b. Kapang dan Khamir (Fardiaz dan Margino, 1993) dengan modifikasi

    Sebanyak 5 gram sampel dihancurkan dengan

    menggunakan lumpang dan alu, kemudian dimasukkan ke dalam

    erlenmeyer yang berisi 45 ml larutan aquades steril. Campuran

  • 35

    divortex, diambil 1 ml kemudian dan dimasukkan dalam tabung

    reaksi berisi 9 ml larutan aquades steril sehingga diperoleh

    pengenceran 10-2

    . Pengenceran dilanjutkan hingga pengenceran 10-3

    Masing-masing pengenceran diambil sebanyak 0,1 ml dan

    diinokulasikan pada medium padat Potato Dextrose Agar (PDA)

    dengan metode pour plate. Hasil inokulasi diinkubasi pada suhu

    37C selama 48 jam. Jumlah koloni kapang dan khamir yang tumbuh

    dihitung dengan metode penghitungan pada uji Angka Lempeng

    Total.

    10. Uji Organoleptik (Larmond, 1997) dengan modifikasi

    Uji organoleptik dilakukan untuk mengetahui tingkat kesukaan

    panelis terhadap produk biskuit kombinasi tepung kacang mete dengan

    tepung kulit singkong. Uji ini dilakukan dengan cara menyebar kuisioner

    terhadap 25 orang (12 pria dan 13 wanita) yang menyukai biskuit. Uji ini

    meliputi warna, rasa, tekstur dan aroma. Hasil uji kemudian diurutkan

    sesuai tingkatan yang paling disukai hingga yang paling tidak disukai.

    Skor yang digunakan adalah rentang 1-4. Semakin besar nilai dari skor,

    produk biskuit semakin digemari oleh panelis (1 = tidak suka, 2 = agak

    suka, 3 = suka, dan 4 = sangat suka).

    12. Analisis Data (Gaspersz, 1991)

  • 36

    Data yang diperoleh akan dianalisis dengan menggunakan uji

    ANAVA dan untuk mengetahui letak beda nyata antar perlakuan

    digunakan uji Duncan Multiple Range Test (DMRT) dengan tingkat

    kepercayaan 95%.

  • 36

    IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

    A. Uji Pendahuluan Tepung Kacang Mete dan Tepung Kulit Singkong

    Biskuit merupakan produk yang cukup popular bagi segala usia.

    Menurut Boobies et al. (2006), dalam pengembangannya, biskuit harus

    memiliki lemak tak jenuh dan pengayaan nutrisi lainnya termasuk serat.

    Penelitian mengenai kualitas biskuit keras kali ini menggunakan dua

    bahan utama yaitu tepung kacang mete dan tepung kulit singkong. Kacang

    mete dipilih karena kandungan lemak total yang cukup tinggi sebesar 47%

    dimana 78-80% merupakan asam lemak tak jenuh (Alasavar dan Shahidi,

    2009). Kandungan serat pada kulit singkong digunakan sebagai komponen

    penambah nutrisi biskuit.

    Analisis proksimat dilakukan untuk mengetahui kandungan gizi

    pada tepung kacang mete dan kulit singkong yang digunakan untuk

    pembuatan biskuit. Kandungan gizi yang dianalisis meliputi parameter

    kimia yaitu pengukuran kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak,

    kadar karbohidrat dan kadar serat. Hasil analisis kandungan gizi tepung

    kacang mete dan tepung kulit singkong dapat dilihat pada Tabel 9. dan

    Tabel 10.

    Tabel 9. Hasil Analisis Proksimat Tepung Kacang Mete

    Parameter Jumlah (%)

    Kadar air 4,653

    Kadar abu 2,083

    Kadar protein 10,2

    Kadar lemak 55,35

    Kadar karbohidrat 20,596

    Kadar serat 10,2

  • 37

    1. Kadar Air Tepung Kacang Mete

    Menurut Winarno (2002), kandungan air dalam bahan makanan

    memengaruhi daya tahan bahan makanan terhadap serangan mikrobia yang

    dinyatakan dengan aw (water activity). Jumlah aw yaitu jumlah air bebas

    pada suatu bahan yang dapat digunakan oleh mikrobia untuk

    pertumbuhannya.

    Bedasarkan pada Tabel 9. didapatkan kadar air pada tepung kacang

    mete sebesar 4,653%. Hasil ini memenuhi standar mutu kadar air tepung

    terigu menurut SNI 01-3751-2006 maksimal sebesar 14,5% (Badan

    Standarisasi Nasional, 2006) sehingga tepung kacang mete baik digunakan

    untuk mensubsitusi tepung terigu. Hasil kadar air tepung kacang mete

    tidak berbeda jauh dengan hasil penelitian Kosoko et al. (2014), dalam

    penelitiannya menunjukkan kadar air kacang mete panggang sebesar

    4,68%.

    2. Kadar Abu Tepung Kacang Mete

    Kadar abu menunjukkan kadar unsur anorganik dalam suatu bahan

    pangan, yaitu kandungan mineral yang terdapat dalam suatu bahan pangan

    (Sudarmadji dkk., 1989). Kadar abu kacang mete bedasarkan Tabel 9.

    sebesar 2,083 %. Hasil ini tidak berbeda jauh dengan hasil penelitian

    Kosoko et al. (2014), dalam penelitiannya menunjukkan kadar abu kacang

    mete panggang sebesar 2,47%.

    Kacang mete memiliki kandungan mineral yang lebih tinggi dari

    pada standar mutu kadar abu tepung terigu menurut SNI 01-3751-2006

  • 38

    maksimal sebesar 0,6% (Badan Standarisasi Nasional, 2006). Kandungan

    mineral yang lebih tinggi tidak berpengaruh pada pemenuhan standar mutu

    kualitas biskuit karena tidak ada penetapan maksimal kadar abu biskuit

    menurut SNI Biskuit (Badan Standarisasi Nasional, 2011).

    3. Kadar Protein Tepung Kacang Mete

    Kadar protein yang tinggi membantu untuk mengikat komponen-

    komponen bahan pangan sehingga membantu terbentuknya tekstur bahan

    pangan tersebut (Andarwulan dkk., 2011). Pada Tabel 9. kadar protein

    tepung kacang mete sebesar 15,318 %. Hasil pengukuran kadar protein

    tepung kacang mete tidak berbeda jauh dengan hasil penelitian Kosoko et

    al. (2014), dalam penelitiannya menunjukkan kadar protein kacang mete

    panggang sebesar 18,39%.

    Kandungan protein tepung kacang mete memenuhi syarat mutu

    kadar protein tepung terigu minimal sebesar 7 % (Badan Standarisasi

    Nasional, 2006) sehingga tepung kacang mete dapat digunakan untuk

    mensubsitusi penggunaan tepung terigu. Menurut TPDKBM (2005) diacu

    dalam Pratiwi (2013), kadar protein tepung terigu sebesar 8%. Tepung

    terigu ini tergolong soft flour yang umumnya digunakan untuk pembuatan

    kue kering dan biskuit.

    4. Kadar Lemak Tepung Kacang Mete

    Lemak dan minyak di dalam biologi dikenal sebagai salah satu

    bahan penyusun dinding sel dan penyusun bahan-bahan biomolekul.

    Minyak dan lemak memberikan rasa gurih spesifik minyak yang berbeda

  • 39

    dari rasa gurih yang ditimbulkan oleh protein. Dalam dunia bakery

    technology , lemak dan minyak penting dalam memberikan konsistensi

    empuk, halus dan berlapis-lapis (Sudarmadji dkk., 2010).

    Kadar lemak tepung kacang mete bedasarkan pada Tabel 9. sebesar

    55,35% sedangkan menurut Astawan (2009), kadar lemak total kacang

    mete mentah sebesar 47%. Kadar lemak di tepung kacang mete yang lebih

    tinggi dapat diakibatkan adanya proses pengeringan dengan suhu 50C

    selama 9 jam dalam proses pembuatan tepung kacang mete. Panas dapat

    menyebabkan gangguan struktur sel dan membran partisi suatu bahan

    menyebabkan pelepasan lebih molekul lemak bebas sehingga lemak akan

    dengan mudah diekstrak dari bahan tersebut (Kosoko et al., 2014).

    Hasil pengukuran kadar lemak tepung kacang mete lebih tinggi jika

    dibandingkan dengan hasil penelitian Kosoko et al., yaitu kadar lemak

    kacang mete panggang sebesar 43,25 %. Adanya proses penggilingan

    menjadikan lebih banyak kandungan lemak yang dapat terekstrak dan

    terukur pada tepung kacang mete dibandingkan dengan kacang mete

    panggang.

    5. Kadar Karbohidrat Tepung Kacang Mete

    Karbohidrat merupakan sumber kalori atau makronutrien utama

    bagi organisme heterotrof (Sudarmadji, 2010). Bedasarkan Tabel 9. kadar

    karbohidrat tepung kacang mete sebesar 20,96 %. Hasil ini lebih rendah

    jika dibandingkan dengan hasil penelitian Kosoko et al. (2014) yaitu kadar

    karbohidrat kacang mete panggang sebesar 29,10%.

  • 40

    Hal ini dapat disebabkan oleh adanya perbedaan kadar lemak

    dimana tepung kacang mete memiliki lemak yang lebih banyak

    dibandingkan kacang mete panggang sehingga kadar karbohidrat tepung

    kacang mete lebih rendah dari pada kadar karbohidrat kacang mete

    panggang ketika dihitung dengan metode by difference.

    6. Kadar Serat Kasar Tepung Kacang Mete

    Menurut Winarno (2002), konsumsi serat tinggi dapat membantu

    lemak berlebih dikeluarkan bersama feses dan mencegah penyakit

    diverticulosis. Bedasarkan pada Tabel 9. kadar serat kasar pada tepung

    kacang mete sebesar 10,2%. Hasil ini tidak sesuai dengan penelitian

    Kosoko et al. (2014) yaitu kadar serat kacang mete panggang sebesar

    2,11%.

    Menurut Sudarmadji dkk. (2010), langkah-langkah yang dilakukan

    dalam penentuan kadar serat kasar yaitu defatting atau penghilangan lemak

    untuk bahan yang mengandung lemak tinggi, kemudian digesting yaitu

    memisahkan serat dari bahan organik lainnya. Hasil pengukuran kadar

    serat yang berbeda dengan penelitian sebelumnya dapat disebabkan oleh

    perbedaan metode yaitu tidak adanya proses defatting saat pengukuran

    kadar serat kasar tepung kacang mete. Menurut Fatimah (2002), jika bahan

    masih mengandung banyak lemak, maka penghitungan kadar serat dari

    suatu bahan dapat berbeda dibandingkan dengan sampel yang lemaknya

    telah dihilangkan terlebih dahulu.

  • 41

    Tabel 10. Hasil Analisis Proksimat Tepung Kulit Singkong

    Parameter Jumlah (%)

    Kadar air 6,653

    Kadar abu 3,3

    Kadar protein 5,257

    Kadar lemak 0,998

    Kadar karbohidrat 83,792

    Kadar serat 18,13

    7. Kadar Air Tepung Kulit Singkong

    Pada Tabel 10. didapatkan kadar air tepung kulit singkong sebesar

    6,653%. Hasil ini memenuhi standar mutu kadar air tepung terigu menurut

    SNI 01-3751-2006 maksimal sebesar 14,5% (Badan Standarisasi Nasional,

    2006) sehingga tepung kulit singkong dapat digunakan untuk mensubsitusi

    penggunaan tepung terigu. Hasil pengukuran kadar air tepung kulit

    singkong lebih rendah jika dibandingkan dengan kadar air kulit singkong

    segar yaitu sebesar 17% (Rukmana, 1997). Hal ini dapat disebabkan oleh

    adanya proses pengeringan dalam pembuatan tepung kulit singkong.

    Pengeringan merupakan suatu metode pengawetan dimana sebagian kadar

    air dari bahan pangan akan diuapkan (Kusnandar, 2010).

    8. Kadar Abu Tepung Kulit Singkong

    Kadar abu tepung kulit singkong berdasarkan Tabel 10. sebesar

    3,3%. Hasil ini lebih rendah dari kadar abu kulit singkong segar menurut

    Hidayat (2009), yaitu sebesar 4,2%. Perlakuan perendaman kulit singkong

    dalam proses pembuatan tepung kulit singkong menggunakan medium air

    selama empat hari menyebabkan mineral-mineral larut dalam air. Hal ini

    ditegaskan Andarwulan dkk. (2011), bahwa penggunaan air pada proses

  • 42

    pencucian, perendaman, dan perebusan pada bahan pangan dapat

    mengurangi ketersediaan mineral karena mineral akan larut oleh air yang

    digunakan.

    Tepung kulit singkong memiliki kandungan mineral yang lebih

    tinggi dari pada standar mutu kadar abu tepung terigu menurut SNI 01-

    3751-2006 maksimal sebesar 0,6% (Badan Standarisasi Nasional, 2006).

    Kandungan mineral yang lebih tinggi tidak berpengaruh pada pemenuhan

    standar mutu kualitas biskuit karena tidak ada penetapan maksimal kadar

    abu biskuit dalam SNI Biskuit dengan kode SNI-2973-2011 (Badan

    Standarisasi Nasional, 2011).

    9. Kadar Protein Tepung Kulit Singkong

    Berdasarkan hasil penilitian, kadar protein tepung kulit singkong

    yang ditunjukkan pada Tabel 10. sebesar 5,257%. Menurut Rukmana

    (1997) diacu dalam Pratiwi (2013), kadar protein kulit singkong segar

    sebesar 8,11%. Hasil pengukuran kadar protein tepung kulit singkong yang

    lebih rendah ini dapat disebabkan oleh adanya sebagian protein yang larut

    saat perlakuan perendaman. Menurut Kusnandar (2010), protein yang lebih

    banyak mengandung residu asam amino polar akan lebih mudah larut

    dalam air.

    10. Kadar Lemak Tepung Kulit Singkong

    Berdasarkan hasil penilitian, kadar lemak tepung kulit singkong

    yang ditunjukkan pada Tabel 10. sebesar 0,998%. Hasil ini tidak berbeda

    jauh jika dibandingkan dengan kadar lemak kulit singkong segar menurut

  • 43

    Rukmana (1997), yaitu sebesar 1,29%. Perlakuan perendaman tidak

    memberi pengaruh terhadap kadar lemak kulit singkong karena

    perendaman menggunakan air yang sifatnya polar, sedangkan lemak

    bersifat non-polar sehingga lemak tidak dapat larut dalam air (Kusnandar,

    2010).

    11. Kadar Karbohidrat Tepung Kulit Singkong

    Bedasarkan hasil penelitian, kadar karbohidrat tepung kulit

    singkong yang ditunjukkan pada Tabel 10. sebesar 83,792%. Menurut

    Rukmana (1997), kadar karbohidrat kulit singkong segar sebesar 74,73%.

    Hal ini dapat disebabkan oleh adanya penurunan kadar air dari kulit

    singkong segar sampai menjadi tepung kulit singkong sehingga kadar

    karbohidrat mengalami peningkatan ketika dilakukan pengukuran pada

    tepung kulit singkong.

    12. Kadar Serat Kasar Tepung Kulit Singkong

    Menurut Aderemi dan Nworgu (2007), kulit singkong mengandung

    polisakarida non-pati yang cukup tinggi, sebagian besar karbohidrat yang

    tidak dapat dicerna. Berdasarkan hasil penelitian, didapatkan kadar serat

    tepung kulit singkong yang ditunjukkan pada Tabel 10. yaitu sebesar

    18,13%. Hasil ini sesuai dengan kadar serat kasar kulit singkong segar

    menurut Rukmana (1997) yaitu sebesar 15,20 %.

    Serat kasar sebagian besar berupa selulosa dan lignin yang relatif

    tidak larut dalam air. Selulosa dicirikan dengan keuatan daya tahan tinggi

    terhadap zat-zat kimia dan lignin yang mempunyai sifat memberi

  • 44

    kekerasan pada dinding sel dan memperlambat penyerapan air (Kusnandar,

    2010) sehingga hasil penelitian kadar serat kasar tepung kulit singkong

    yang melalui proses perendaman dengan kadar serat kasar kulit singkong

    segar yang tidak melalui proses perendaman tidak berbeda jauh.

    B. Uji Kimia Biskuit Kombinasi Tepung Kacang Mete dan Tepung Kulit Singkong.

    1. Penentuan Kadar Air

    Uji kadar air biskuit kombinasi tepung kacang mete dan tepung

    kulit singkong memiliki fungsi untuk menentukan kadar air sebuah

    produk. Metode yang digunakan utnuk menentukan kadar air ini

    menggunakan prinsip metode oven namun menggunakan alat

    Moisturizer Balancing. Menurut Winarno (2004), kandungan air dalam

    bahan makanan mempengaruhi daya tahan bahan makanan terhadap

    serangan mikrobia yang dinyatakan dengan aw. Hasil uji kadar air

    biskuit kombinasi tepung kacang mete dan tepung kulit singkong dapat

    dilihat pada Tabel 11. dan Gambar 3.

    Tabel 11. Hasil Uji Kadar Air Biskuit Kombinasi Tepung Kacang Mete

    dan Tepung Kulit Singkong.

    Kombinasi Tepung Kacang Mete

    dan Tepung Kulit Singkong Kadar Air (%)

    0% 4,227b

    40% : 10% 3,026 a

    30% : 20% 3,538ab

    25% : 25% 3,937ab

    20% : 30% 4,503b

    Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada setiap kolom

    yang sama menunjukkan tidak ada beda nyata pada tingkat

    kepercayaan 95% (=0,05).

  • 45

    Pada Tabel 11. Terlihat kadar air produk biskuit berkisar antara

    3,026% hingga 4,503%. Biskuit kontrol memiliki kadar air sebesar

    4,227%. , biskuit dengan kombinasi 40% : 10% memiliki kadar air

    terendah sebesar 3,026%, biskuit dengan kombinasi 30% : 20%

    memiliki kadar air sebesar 3,538%, biskuit dengan kombinasi 25% :

    25% memiliki kadar air sebesar 3,937 %, dan biskuit dengan kombinasi

    20% : 30% memiliki kadar air tertinggi sebesar 4,503%. Kadar air yang

    terkandung dalam biskuit kontrol dan biskuit dengan kombinasi tepung

    Kacang Mete dan tepung Kulit Singkong memenuhi syarat mutu kadar

    air biskuit menurut SNI yaitu maksimal sebesar 5%.

    Gambar 3. Kadar Air Biskuit Kombinasi Tepung Kacang Mete dan

    Tepung Kulit Singkong

    Pada Gambar 3. terlihat adanya penurunan kadar air dari biskuit

    kontrol ke biskuit kombinasi 40% : 10%. Hal ini disebabkan biskuit

    kontrol hanya menggunakan tepung terigu sehingga kadar airnya lebih

    0

    0.5

    1

    1.5

    2

    2.5

    3

    3.5

    4

    4.5

    5

    0% 40% : 10 % 30% : 20% 25 % : 25%20 % : 30%

    Kadar air

    Kad

    ar

    Air

    (%)

    Kombinasi Tepung Kacang Mete dan

    Tepung Kulit Singkong

  • 46

    tinggi jika dibandingkan dengan biskuit kombinasi 40% : 10% yang

    merupakan biskuit dengan campuran tepung kacang mete paling tinggi

    sebanyak 40%. Kadar air biskuit mengalami peningkatan lagi secara

    berurutan dari biskuit kombinasi 40% : 10% sampai dengan biskuit

    dengan kombinasi 20 : 30%. Peningkatan kadar air biskuit kombinasi

    ini sejalan dengan semakin bertambahnya penggunaan tepung kulit

    singkong dan berkurangnya tepung kacang mete. Berdasarkan pada

    analsisi pendahuluan, kadar air pada tepung kulit singkong sebesar

    6,653%, lebih tinggi dari pada kadar air tepung kacang mete sebesar

    4,653% dan lebih rendah.

    Dari hasil uji statistik menunjukkan kombinasi tepung kacang mete

    dan tepung kulit singkong tidak memberikan beda nyata terhadap kadar

    air biskuit namun masih memenuhi syarat SNI maksimal sebesar 5%.

    Berdasarkan hasil uji yang ditunjukkan pada Tabel 13. kadar air pada

    biskuit biskuit kombinasi 40% : 10% lebih rendah dari pada biskuit

    kontrol. Hal ini dapat disebabkan oleh kandungan air dari tepung

    kacang mete 4,653% yang lebih rendah dari pada tepung terigu yaitu

    12% (TPDKBM, 2005 diacu dalam Pratiwi, 2010). Menurut Aderemi

    dan Nworgu (2007), kulit singkong mengandung sebagian besar

    karbohidrat yang tidak dapat dicerna yang memiliki water holding

    capacity yang cukup tinggi. Hal ini menjelaskan mengapa kadar air

    biskuit meningkat seiring dengan penambahan tepung kulit singkong.

  • 47

    2. Penentuan Kadar Abu

    Uji kadar abu biskuit kombinasi tepung ampas tahu dan bekatul

    beras merah menunjukkan kandungan abu pada produk. Metode yang

    digunakan untuk uji kadar abu ini adalah pengabuan langsung

    menggunakan tanur dengan suhu 600C (dinaikkan secara bertahap)

    selama 8 jam. Menurut Andarwulan dkk. (2011), kadar abu dari suatu

    bahan pangan menunjukkan kandungan mineral yang terdapat dalam

    bahan tersebut, menentukan kemurnian serta kebersihan suatu bahan

    pangan yang dihasilkan. Hasil uji kadar abu biskuit kombinasi tepung

    kulit singkong dan tepung kacang mete dapat dilihat pada Tabel 12.

    dan Gambar 4.

    Tabel 12. Hasil Uji Kadar Abu Biskuit Kombinasi Tepung Kacang

    Mete dan Tepung Kulit Singkong.

    Kombinasi Tepung Kacang Mete

    dan Tepung Kulit Singkong Kadar Abu (%)

    0 % 1,3a

    40 % : 10 % 1,65ab

    30 % : 20% 1,9ab

    25 % : 25% 1,98b

    20 % : 30% 2,08b

    Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada setiap kolom

    yang sama menunjukkan tidak ada beda nyata pada

    tingkat kepercayaan 95% (=0,05).

    Pada Tabel 12. terlihat kadar abu produk biskuit berkisar antara

    1,3% hingga 2,08%. Biskuit kontrol memiliki kadar abu terendah

    sebesar 1,3%. , biskuit dengan kombinasi 40% : 10% memiliki kadar

    abu sebesar 1,65%, biskuit dengan kombinasi 30% : 20% memiliki

    kadar abu sebesar 1,9%, biskuit dengan kombinasi 25% : 25% memiliki

  • 48

    kadar abu sebesar 1,98%, dan biskuit dengan kombinasi 20% : 30%

    memiliki kadar abu tertinggi sebesar 2,08%.

    Gambar 4. Kadar Abu Biskuit Kombinasi Tepung Kacang Mete dan

    Tepung Kulit Singkong.

    Pada Gambar 4. terlihat kadar abu produk biskuit mengalami

    kenaikan secara berurutan dari biskuit kontrol sampai dengan biskuit

    kombinasi 20% : 30% seiring dengan bertambahnya penggunaan

    tepung kulit singkong. Tepung kulit singkong bedasarkan penelitian

    memiliki kadar abu sebesar 3,3% lebih tinggi dari pada kadar abu

    tepung kacang mete sebesar 2,083% sehingga penambahan tepung kulit

    singkong memberikan peningkatan terhadap kadar abu biskuit.

    Berdasarkan hasil analisis statistik menunjukkan kombinasi tepung

    kacang mete dan tepung kulit singkong memberikan beda nyata

    terhadap kadar abu pada biskuit. Berdasarkan hasil uji DMRT, kadar

    biskuit kontrol tidak berbeda signifikan terhadap biskuit kombinasi

    40% : 10% dan 30% : 20% namun berbeda signifikan terhadap biskuit

    0

    0.5

    1

    1.5

    2

    2.5

    0% 40% : 10 % 30% : 20% 25 % : 25%20 % : 30%

    Kadar abu

    Kad

    ar

    Ab

    u

    (%)

    Kombinasi Tepung Kacang Mete dan

    Tepung Kulit Singkong

  • 49

    kombinasi 25% : 25% dan 20% : 30%. Hasil ini menunjukkan kulit

    singkong baru akan memberikan beda nyata kadar abu pada biskuit

    penambahan 25 % dan 30 %.

    3. Penentuan Kadar Protein

    Uji kadar protein biskuit kombinasi tepung kacang mete dan

    tepung kulit singkong berfungsi untuk mengetahui kadar protein yang

    ditentukan oleh kadar N total dalam suatu produk. Metode yang

    digunakan untuk mengetahui kadar protein produk biskuit

    menggunakan metode Kjeldahl. Tahapan uji Kjeldahl meliputi destruksi

    bahan menggunakan asam kuat, netralisasi basa kuat, destilasi dan

    titrasi (Andarwulan dkk., 2011).

    Menurut Kusnandar (2010), protein merupakan sumber gizi utama,

    yaitu sebagai sumber asam amino esensial. Disamping sebagai sumber

    gizi, protein juga memberika