tugas terapi oksigen
-
Upload
yusi-yukiss-finie -
Category
Documents
-
view
54 -
download
3
description
Transcript of tugas terapi oksigen
INTERVENSI KEPERAWATAN KHUSUS: THERAPY OKSIGEN
PADA GANGGUAN SISTEM PERNAFASAN
A.PENDAHULUAN
Oksigen (O2) merupakan salah satu komponen gas dan unsure vital dalam proses
metabolisme, untuk mempertahankan kelangsungan hidup seluruh sel tubuh. Secara normal
elemen ini iperoleh dengan cara menghirup udara ruangan dalam setiap kali bernafas.
Penyampaian O2 ke jaringan tubuh ditentukan oleh interaksi system respirasi, kardiovaskuler
dan keadaan hematologis.
Adanya kekurangan O2 ditandai dengan keadaan hipoksia, yang dalam proses lanjut
dapat menyebabkan kematian jaringan bahkan dapat mengancam kehidupan. Klien dalam
situasi demikian mengharapkan kompetensi perawat dalaam mengenal keadaan hipoksemia
dengan segera untuk mengatasi masalah.
Pemberian terapi O2 dalam asuhan keperawatan, memerlukan dasar pengetahuan
tentang faktor-faktor yang mempengaruhi masuknya O2 dari atmosfir hingga sampai ke
tingkat sel melalui alveoli paru dalam proses respirasi. Berdasarkan hal tersebut maka
perawat harus memahami indikasi pemberian O2, metode pemberian O2 dan bahaya-bahaya
pemberian O2
B.PENGERTIAN
Menurut Brunner & Suddarth (2002;642), terapi oksigen adalah pemberian oksigen
dengan konsentrasi yang lebih tinggi dari yang ditemukan dalam atmosfir lingkungan. Tujuan
dari terapi oksigen adalah untuk memberikan transpor oksigen yang adekuat dalam darah
sambil menurunkan upaya bernafas dan mengurangi stress miokardium. Transpor oksigen ke
jaringan tergantung pada faktor-faktor seperti curah jantung, kandungan oksigen arteri,
konsentrasi haemoglobin yang adekuat, dan kebutuhan metabolik.
Metode pemberian O2 dapat dibagi atas 2 tehnik, yaitu :
1. Sistem aliran rendah
Tehnik system aliran rendah diberikan untuk menambah konsentrasi udara ruangan.
Tehnik ini menghasilkan FiO2 yang bervariasi tergantung pada tipe pernafasan dengan
patokan volume tidal pasien. Pemberian O2 sistem aliran rendah ini ditujukan untuk klien
yang memerlukan O2 tetapi masih mampu bernafas dengan pola pernafasan normal, misalnya
klien dengan Volume Tidal 500 ml dengan kecepatan pernafasan 16 – 20 kali permenit.
Contoh system aliran rendah ini adalah: kateter nasal, kanula nasal, sungkup muka sederhana,
sungkup muka rebreathing, dan sungkup muka non rebreathing.
Keuntungan dan kerugian dari masing-masing system :
a. Kateter nasal
Merupakan suatu alat sederhana yang dapat memberikan O2 secara kontinu dengan aliran
1– 6 L/mnt dengan konsentrasi 24% - 44%.
Keuntungan :
Pemberian O2 stabil, klien bebas bergerak, makan dan berbicara, murah dan nyaman serta
dapat juga dipakai sebagai kateter penghisap.
Kerugian :
Tidak dapat memberikan konsentrasi O2 yang lebih dari 45%, tehnik memasukkan kateter
nasal lebih sulit dari pada kanula nasal, dapat terjadi distensi lambung, dapat terjadi iritasi
selaput lendir nasofaring, aliran dengan lebih dari 6 L/mnt dapat menyebabkan nyeri
sinus dan mengeringkan mukosa hidung, kateter mudah tersumbat.
b. Kanul nasal
Merupakan suatu alat sederhana yang dapat memberikan O2 kontinu dengan aliran 1 – 6
L/mnt dengan konsentrasi O2 sama dengan kateter nasal.
Keuntungan :
Pemberian O2 stabil dengan volume tidal dan laju pernafasan teratur, mudah memasukkan
kanul dibanding kateter, klien bebas makan, bergerak, berbicara, lebih mudah ditolerir
klien, dan nyaman.
Kerugian:
Tidak dapat memberikan konsentrasi O2 lebih dari 44%, suplai O2 berkurang bila klien
bernafas lewat mulut, mudah lepas karena kedalam kanul hanya 1 cm, mengiritasi selaput
lendir.
c. Sungkup muka sederhana
Merupakan alat pemberian O2 kontinu atau selang seling 5 – 8 L/mnt dengan konsentrasi
O2 40 – 60%.
Keuntungan:
Konsentrasi O2 yang diberikan lebih tinggi dari kateter atau kanula nasal, system
humidifikasi dapat ditingkatkan melalui pemilihan sungkup berlobang besar, dapat
digunakan dalam pemberian terapi aerosol.
Kerugian:
Tidak dapat memberikan konsentrasi O2 kurang dari 40%, dapat menyebabkan
penumpuk-
kan CO2 jika alirannya rendah.
d. Sungkup muka dengan kantong rebreathing
Suatu tehnik pemberian O2 dengan konsentrasi tinggi yaitu 60 – 80% dengan aliran 8 – 12
L/mnt.
Keuntungan:
Konsentrasi O2 lebih tinggi dari sungkup muka sederhana, tidak mengeringkan selaput
lendir.
Kerugian:
Tidak dapat memberikan O2 konsentrasi rendah, jika aliran lebih rendah dapat terjadi pe-
numpukan CO2 dan kantung terlipat
e. Sungkup muka dengan kantong non rebreathing
Merupakan tehinik pemberian O2 dengan Konsentrasi O2 mencapai 99% dengan aliran 8
– 12 L/mnt dimana udara inspirasi tidak bercampur dengan udara ekspirasi
Keuntungan :
Konsentrasi O2 yang diperoleh dapat mencapi 100%, tidak mengeringkan selaput lendir.
Kerugian :
Kantong O2 bisa terlipat.
2. Sistem aliran tinggi
Suatu tehnik pemberian O2 dimana FiO2 lebih stabil dan tidak dipengaruhi oleh tipe
pernafasan, sehingga dengan tehnik ini dapat menambahkan konsentrasi O2 yang lebih tepat
dan teratur.
Adapun contoh tehnik system aliran tinggi yaitu sungkup muka dengan ventury. Prinsip
pemberian O2 dengan alat ini yaitu gas yang dialirkan dari tabung akan menuju ke sungkup
yang kemudian akan dihimpit untuk mengatur suplai O2 sehingga tercipta tekanan negatif,
akibatnya udara luar dapat diisap dan aliran udara yang dihasilkan lebih banyak. Aliran udara
pada alat ini sekitas 4 – 14 L/mnt dengan konsentrasi 30 – 55%.
1). Keuntungan
Konsentrasi O2 yang diberikan konstan sesuai dengan petunjuk pada alat dan tidak
dipengaruhi perubahan pola nafas terhadap FiO2, suhu dan kelembaban gas dapat dikontrl
serta tidak terjadi penumpukan CO2
2). Kerugian
Kerugian system ini pada umumnya hampir sama dengan sungkup muka yang lain pada
aliran rendah.
C. ANATOMI DAN FISIOLOGI
1. Anatomi Sistem Pernafasan
Sistem pernafasan dibagi dua yaitu sistem pernafasan bagian atas dan sistem
pernafasan bagian bawah.
a. Anatomi system pernafasan atas terdiri dari:
1). Hidung
Hidung terdiri atas bagian internal dan eksternal. Bagian eksternal menonjol dari
wajah dan disangga oleh tulang hidung dan kartilago. Bagian internal adalah rongga
berlorong yang dipisahkan menjadi rongga hidung kanan dan kiri oleh septum nasi.
Hidung berfungsi sebagai saluran untuk udara mengalir ke dan dari paru-paru. Jalan nafas ini
berfungsi sebagai penyaring kotoran dan melembabkan serta menghangatkan udara yang
dihirup ke dalam paru-paru.
2). Sinus Paranasal
Sinus-sinus paranasal termasuk empat pasang rongga bertulang yang dilapisi oleh
mukosa hidung dan epitel kolumnar bertingkat semu yang bersilia. Rongga-rongga udara ini
dihubungkan oleh serangkaian duktus yang mengslir ke dalam rongga hidung. Sinus-sinus
tersebut berdasarkan letaknya disebut sinus frontalis, etmoidalis, sfenoidalis, dan maksilaris.
Fungsi sinus yang menonjol adalah sebagai bilik peresonansi saat berbicara.
3). Konka (Tulang Turbinasi)
Konka mengambil bentuk dan posisi sedemikian rupa sehingga dapat meningkatkan
permukaan membrane mukusa saluran hidung dan sedikit menghambat arus udara yang
melaluinya.
4). Faring, Tonsil, Adenoid
Faring atau tenggorok adalah struktur seperti tuba yang menghubungkan hidung dan
rongga mulut ke laring. Faring dibagi menjadi tiga region yaitu orofaring, nasofaring, dan
laringofaring. Fungsi faring adalah untuk menyediakan saluran pada traktus respiratorius dan
digestif.
Orofaring memuat fausial atau palatin, tonsil. Nasofaring terletak di sebelah posterior
hidung dan di atas palatum mole. Laringofaring memanjang dari tulang hyoid ke kartilago
krikoid. Pintu masuk laring dibentuk oleh epiglottis.
Adenoid atau tonsil faring terletak dalam langit-langit nasofaring. Tenggorok
dikelilingi oleh tonsil, adenoid, dan jaringan limfoid lainnya. Struktur ini merupakan
penghubung penting ke nodus limfe dagu yang menjaga tubuh dari serangan organism yang
memasuki hidung dan rongga tenggorok.
5). Laring
Laring atau organ suara adalah struktur epitel kartilago yang menghubungkan faring
dan trakea. Fungsi utama laring adalah untuk memungkinkan terjadinya vokalisasi dan juga
melindungi jalan nafas bawah dari obstruksi benda asing dan memudahkan batuk.
Laring terdiri atas epiglottis, glottis, kartilago tiroid, kartilago krikoid, kartilago aritenoid, dan
pita suara.
b. Anatomi system pernafasan bagian bawah
1). Trakea
Trakea disebut juga batang tenggorok, dimana ujung trakea disebut karina yang
bercabang menjadi dua bronkus yaitu bronkus kanan dan kiri.
2). Paru-paru
Paru-paru adalah struktur elastis yang dibungkus dalam sangkar thorak, yang
merupakan suatu bilik udara kuat dengan dinding yang dapat menahan tekanan.
Paru-paru terdiri atas:
a). Pleura, merupakan bagian terluar yang berbentuk membrane halus dan licin. Pleura terdiri
atas pleura parietalis yang melapisi thorak dan pleura visceralis yang melapisi paru-paru.
b). Mediastinum, adalah dinding yang membagi rongga thorak menjadi dua bagian.
Mediastinum terbentuk dari dua lapisan pleura.
c). Lobus, merupakan bagian yang terbagi dari paru-paru, yaitu paru kanan terbagi atas lobus
atas, tengah, dan bawah, serta paru kiri terbagi atas lobus bawah dan atas.
d). Bronkus dan bronkiolus.
Terdapat beberapa divisi bronkus dalam setiap lobus paru. Bronkus lobaris (tiga pada
paru kanan dan dua pada paru kiri) dibagi menjadi bronkus segmental yang terbagi lagi
menjadi bronkus sub segmental yang dikelilingi oleh jaringan ikat yang memiliki arteri,
limfatik, dan saraf. Bronkus sub segmental membentuk percabangan menjadi bronkiolus,
bronkiolus bercabang menjadi bronkiolus terminalis kemudian menjadi bronkiolus respiratori
yang dianggap menjadi saluran transisional antara jalan udara konduksi dan jalan udara
pertukaran gas.
2. Fisiologi Sistem Pernafasan
a. Transfor oksigen
Oksigen dipasok ke sel dan karbondioksida dibuang dari sel melalui sirkulasi darah.
Sel-sel berhubungan dekat dengan kapiler yang berdinding tipis sehingga memungkinkan
terjadinya pertukaran atau lewatnya oksigen dan karbondioksida dengan mudah. Oksigen
berdifusi dari kapiler menembus dinding kapiler ke cairan interstitiel kemudian melalui
membrane sel ke jaringan. Karbondioksida juga terjadi melalui difusi dan berlanjut dengan
arah yang berlawanan dari sel ke dalam darah.
b. Pertukaran Gas
Setelah pertukaran kapiler jaringan ini, darah memasuki vena sistemik dan mengalir
ke sirkulasi pulmonal. Konsentrasi oksigen dalam darah di dalam kapiler paru-paru lebih
rendah dari alveoli sehingga oksigen berdifusi dari alveoli ke dalam darah. Sedangkan
konsentrasi karbondioksida dalam darah lebih tinggi dari alveoli sehingga karbondioksida
berdifusi dari darah ke dalam alveoli. Gerakan udara ke jalan nafas dan keluar jalan nafas
disebut ventilasi yang secara kontinyu memurnikan oksigen dan membuang karbondioksida.
Keseluruhan proses pertukaran gas antara udara atmosfir dan darah dan antara darah dengan
sel-sel tubuh disebut respirasi.
c. Mekanisme Ventilasi
Selama inspirasi udara mengalir dari lingkungan sekitar ke dalam trakea, bronkus,
bronkiolus, dan alveoli. Selama ekspirasi gas alveolar menjalani rute yang sama tetapi
arahnya berlawanan. Faktor fisik yang yang mengatur aliran udara masuk dan keluar paru-
paru secara bersamaan disebut sebagai mekanika ventilasi dan mencakup varian tekanan
udara, resistensi terhadap aliran udara, dan kompliens paru.
Varian tekanan udara yaitu udara mengalir dari daerah tekanan tinggi ke tekanan
rendah. Selama inspirasi gerakan diafragma dan otot-otot pernafasan memperbesar rongga
thorak dan menurunkan tekanan di dalam thorak sampai di bawah tekanan atmosfir sehingga
udara tertarik melalui trakea dan bronkus ke alveoli.
Resistensi ditentukan terutama oleh diameter atau ukuran saluran udara tempat udara
mengalir. Setiap proses yang mengubah diameter atau kelebaran bronchial akan
mempengaruhi resistensi jalan udara dan akan mengubah kecepatan aliran selama respirasi.
Gradien tekanan antara rongga thorak dan atmosfir menyebabkan udara mengalir
masuk dan keluar paru-paru. Ukuran elastisitas, ekspandibilitas, dan distensibilitas paru-paru
dan struktur thorak disebut kompliens. Dalam kompliens normal paru-paru dan thorak dapat
meregang dan membesar dengan mudah ketika diberi tekanan. Kompliens yang tinggi atau
meningkat terjadi ketika paru-paru kehilangan daya elastisitasnya dan thorak terlalu tertekan
(misalnya pada emfisema).
Mekanisme ventilasi dicerminkan dengan istilah volume paru dan kapasitas paru.
Volume paru dibagi menjadi volume tidal, volume cadangan inspirasi, volume cadangan
ekspirasi, dan volume residual. Kapasiatas paru dievaluasi dalam hal yang disebut kapasitas
vital, kapasitas inspirasi, kapasitas residual fungsional, dan kapasitas paru-paru total.
D. INDIKASI/KONTRA INDIKASI
Berdasarkan tujuan terapi pemberian O2 yang telah disebutkan, maka indikasi utama
pemberian O2 ini adalah sebagai berikut :
1. Klien dalam kadar O2 arteri rendah yang diketahui melalui hasil analisa gas darah.
2. Klien dengan keadaan peningkatan kerja nafas, dimana tubuh berespon terhadap keadaan
hipoksemia melalui peningkatan laju dan dalamnya pernafasan, serta adanya kerja otot-
otot tambahan pernafasan.
3. Klien dengan keadaan peningkatan kerja miokard dimana jantung berusaha untuk
mengatasi gangguan O2 melalui peningkatan laju pompa jantung yang lebih kuat.
Berdasarkan indikasi utama diatas maka secara umum terapi pemberian O2
diindikasikan kepada klien dengan gejala: sianosis, hipovolemi, perdarahan, anemia berat,
keracunan CO, asidosis, selama dan sesudah pembedahan, klien dengan keadaan tidak sadar.
Sedangkan kontra indikasi terapi oksigen tidak ada secara absolute, tetapi pada
keadaan obstruksi nasal, fraktur dasar tengkorak kepala, dan trauma maksilofasial pemberian
nasal kanul dihindari.
E. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Pohon Masalah:
Terapi O2
Metode Pemberian Konsentrasi O2 ↑
Kanul Nasal Sungkup Intoksikasi
Resiko Kerusakan Kerusakan Sindrome Kerusakan VentilasiIntegritas Kulit Komunikasi verbal Kurang Spontan
Perawatan diri
Berdasarkan pohon masalah di atas, maka kemungkinan diagnosa keperawatan yang
muncul akibat intervensi terapi oksigen adalah:
1. Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan faktor mekanik (penekanan akibat
pemakaian nasal kanul)
2. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan adanya hambatan fisik (pemakaian
sungkup).
3. Sindrome kurang perawatan diri berhubungan dengan alat eksternal (sungkup O2).
4. Kerusakan ventilasi spontan berhubungan dengan faktor metabolik, kelelahan otot respi-
rasi sebagai akibat toksisitas oksigen.
F. PROSEDUR TINDAKAN
1. Hal-hal yang perlu diperhatikan
Seperti halnya pada medikasi lain, oksigen harus diberikan dengan hati-hati dan
efeknya pada setiap pasien dikaji dengan cermat. Umumnya pasien dengan gangguan system
pernafasan diberi terapi oksigen hanya untuk menaikkan tekanan oksigen arteri (PaO2). Nilai
aliran oksigen diinspirasi (FiO2) yang lebih tinggi tidak lagi signifikan menambahkan jumlah
oksigen pada sel-sel darah merah atau plasma. Meningkatkan jumlah oksigen kemungkinan
dapat menekan ventilasi pada pasien gangguan paru tertentu.
Kelebihan oksigen dapat menimbulkan efek toksik pada paru-paru dan system saraf
pusat atau dapat menekan ventilasi. Hal ini terjadi bila oksigen diberikan dengan konsentrasi
yang terlalu tinggi (>50%) untuk waktu yang lama. Tanda dan gejala toksisitas oksigen antara
lain distres substernal, parastesia, dispnea, gelisah, keletihan, malaise, kesulitan pernafasan
progresif, dan pola alveolar pada gambaran rontgen dada.
Dalam pemberian terapi O2 perlu diperhatikan “Humidification”. Hal ini penting
diperhatikan oleh karena udara yang normal dihirup telah mengalami humidfikasi sedangkan
O2 yang diperoleh dari sumber O2 (Tabung) merupakan udara kering yang belum
terhumidifikasi. Humidifikasi yang adekuat dapat mencegah komplikasi pada pernafasan.
O2 bukan zat pembakar tetapi O2 dapat memudahkan terjadinya kebakaran, oleh
karena itu klein dengan terapi pemberian O2 harus menghindari : merokok, membuka alat
listrik dalam area sumber O2, menghindari penggunaan listrik tanpa Ground.
2. Persiapan alat
1. Kateter nasal.
2. Kanul nasal/binasal.
3. Sungkup muka sederhana.
4. Sungkup muka rebreathing dengan kantong oksigen.
5. Sungkup muka non rebreathing dengan kantong oksigen.
6. Jelly.
7. Plester.
8. Gunting.
9. Sumber oksigen.
10. Humidifier.
11. Flow meter.
12. Aqua steril.
13. Selang oksigen.
3. Prosedur tindakan
a. Jelaskan kepada klien dan keluarga hal-hal yang diperlukan dalam prosedur dan
tujuan terapi oksigen.
b. Cuci tangan.
c. Bila memakai kateter nasal:
1) Untuk memperkirakan dalamnya kateter, ukur jarak antara lubang hidung
sampai ke ujung daun telinga.
2) Beri pelicin/jelly pada ujung kateter.
3) Masukkan kateter melalui lubang hidung yang paten sejauh yang diperlukan.
4) Bila ujung kateter terlihat di belakang ovula, tarik kateter sehingga ujung
kateter tidak terlihat lagi.
5) Fiksasi kateter dengan plester.
6) Hubungkan kateter yang telah tersambung selang dengan sumber oksigen.
7) Atur kecepatan aliran oksigen 1 – 6 L/mnt.
8) Observasi tanda iritasi lambung, pengeringan mukosa hidung, epistaksis, dan
kemungkinan distensi lambung.
9) Kateter diganti tiap 8 jam dan dimasukkan ke lubang hidung yang lain jika
mungkin.
d. Bila memakai nasal kanul:
1) Letakkan ujung kanul ke dalam lubang hidung dan atur lubang kanul yang
elastis sampai kanul sampai kanul benar-benar pas menempati hidung dan
nyaman bagi klien.
2) Hubungkan kanul ke sumber oksigen dan atur kecepatan aliran 1 – 6 L/mnt.
3) Periksa letak ujung kanul tiap 8 jam.
4) Kaji tanda iritasi hidung, pengeringan muksa hidung, nyeri sinus, dan
epistaksis.
e. Bila memakai sungkup muka sederhana:
1) Atur tali pengikat sungkup sehingga sungkup menutup rapat dan nyaman, jika perlu gunakan kain kasa pada daerah yang tertekan.
2) Hubungkan slang oksigen ke humidifier dan atur aliran oksigen 5 – 8 L/mnt.3) Muka pasien dibersihkan tiap 2 jam.4) Sungkup diganti/dibersihkan tiap 8 jam.5) Kaji tanda aspirasi bila muntah, penumpukan CO2 pada aliran rendah.
f. Bila memakai sungkup muka rebreathing dan / non rebreathing:
1) Hubungkan selang oksigen pada humidifier dengan aliran rendah.2) Isi kantong dengan oksigen dengan cara menutup lubang antara kantong
dengan sungkup.3) Atur tali pengikat sungkup muka sehingga menutup rapat dan nyaman, bila
perlu gunakan kain kasa pada daerah yang tertekan.4) Sesuaikan aliran oksigen sehingga kantong akan terisi waktu ekspirasi dan
hampir kuncup pada inspirasi.5) Muka pasien dibersihkan tiap 2 jam.6) Sungkup dibersihkan/diganti tiap 8 jam.
g. Bila memakai sungkup muka venture:
1) Hubungkan selang oksigen ke flow meter, untuk konsentrasi tinggi gunakan juga humidifier.
2) Atur flow meter oksigen sesuai yang tertera pada sungkup.3) Atur tali pengikat sungkup sehingga sungkup menutup dengan rapat dan
nyaman, bila perlu gunakan kain kasa pada daerah yang tertekan.4) Kaji tanda aspirasi bila muntah, nekrosis karena pemakaian sungkup yang
lama.5) Muka pasien dibersihkan tiap 2 jam, sungkup diganti/dibersihkan tiap 8 jam.
h. Periksa kecepatan aliran oksigen dan program dokter tiap 8 jam.
i. Cuci tangan.
j. Inspeksi klien untuk melihat apakah gejala yang berhubungan dengan hipoksia telah
hilang.
k. Mencatat metode pemberian oksigen, kecepatan aliran, kepatenan alat, respon klien,
dan pengakajian perawat.
DAFTAR PUSTAKA
Black, Joyce M. Medical Surgical Nursing ; Clinical Management For Continuity Of
Care, W.B Sunders Company, 1999
Brunner & Suddarth. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, edisi bahasa Indonesia, vol.
8, Jakarta, 2002
Carpenito, Lynda Juall, Buku Saku Diagnosa Keperawatan, edisi 8, EGC, Jakarta, 2001
Doengoes, Merilin E. Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi ketiga, Jakarta, EGC, 2000
Engram, Barbara. Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah, EGC, Jakarta, 1999
Long, Barbara C. Perawatan Medikal Bedah, YIAPK, Bandung, 1996
Potter, Patricia A. Perry, Anne G. Fundamental of Nursing ; Concepts, Process and
Practice, Mosby Year Book, St. Louis, 1997
Taylor, Calor. Et al. Fundamentals of Nursing ; The Art and Science of Nursing Care,
Lipincott, Philadelphia, 1997
……………, Dasar Dasar Keperawatan Kardiotorasik, Edisi ketiga, Rumah Sakit Jantung
“Harapan Kita”, Jakarta 1993