tugas terapi oksigen

18
INTERVENSI KEPERAWATAN KHUSUS: THERAPY OKSIGEN PADA GANGGUAN SISTEM PERNAFASAN A.PENDAHULUAN Oksigen (O 2 ) merupakan salah satu komponen gas dan unsure vital dalam proses metabolisme, untuk mempertahankan kelangsungan hidup seluruh sel tubuh. Secara normal elemen ini iperoleh dengan cara menghirup udara ruangan dalam setiap kali bernafas. Penyampaian O 2 ke jaringan tubuh ditentukan oleh interaksi system respirasi, kardiovaskuler dan keadaan hematologis. Adanya kekurangan O 2 ditandai dengan keadaan hipoksia, yang dalam proses lanjut dapat menyebabkan kematian jaringan bahkan dapat mengancam kehidupan. Klien dalam situasi demikian mengharapkan kompetensi perawat dalaam mengenal keadaan hipoksemia dengan segera untuk mengatasi masalah. Pemberian terapi O2 dalam asuhan keperawatan, memerlukan dasar pengetahuan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi masuknya O 2 dari atmosfir hingga sampai ke tingkat sel melalui alveoli paru dalam proses respirasi. Berdasarkan hal tersebut maka perawat harus memahami indikasi pemberian O 2 , metode pemberian O 2 dan bahaya-bahaya pemberian O 2 B.PENGERTIAN

description

hasil SGD dengan teman-teman dan bolak-balik buku sama browsingan

Transcript of tugas terapi oksigen

Page 1: tugas terapi oksigen

INTERVENSI KEPERAWATAN KHUSUS: THERAPY OKSIGEN

PADA GANGGUAN SISTEM PERNAFASAN

A.PENDAHULUAN

Oksigen (O2) merupakan salah satu komponen gas dan unsure vital dalam proses

metabolisme, untuk mempertahankan kelangsungan hidup seluruh sel tubuh. Secara normal

elemen ini iperoleh dengan cara menghirup udara ruangan dalam setiap kali bernafas.

Penyampaian O2 ke jaringan tubuh ditentukan oleh interaksi system respirasi, kardiovaskuler

dan keadaan hematologis.

Adanya kekurangan O2 ditandai dengan keadaan hipoksia, yang dalam proses lanjut

dapat menyebabkan kematian jaringan bahkan dapat mengancam kehidupan. Klien dalam

situasi demikian mengharapkan kompetensi perawat dalaam mengenal keadaan hipoksemia

dengan segera untuk mengatasi masalah.

Pemberian terapi O2 dalam asuhan keperawatan, memerlukan dasar pengetahuan

tentang faktor-faktor yang mempengaruhi masuknya O2 dari atmosfir hingga sampai ke

tingkat sel melalui alveoli paru dalam proses respirasi. Berdasarkan hal tersebut maka

perawat harus memahami indikasi pemberian O2, metode pemberian O2 dan bahaya-bahaya

pemberian O2

B.PENGERTIAN

Menurut Brunner & Suddarth (2002;642), terapi oksigen adalah pemberian oksigen

dengan konsentrasi yang lebih tinggi dari yang ditemukan dalam atmosfir lingkungan. Tujuan

dari terapi oksigen adalah untuk memberikan transpor oksigen yang adekuat dalam darah

sambil menurunkan upaya bernafas dan mengurangi stress miokardium. Transpor oksigen ke

jaringan tergantung pada faktor-faktor seperti curah jantung, kandungan oksigen arteri,

konsentrasi haemoglobin yang adekuat, dan kebutuhan metabolik.

Metode pemberian O2 dapat dibagi atas 2 tehnik, yaitu :

1. Sistem aliran rendah

Page 2: tugas terapi oksigen

Tehnik system aliran rendah diberikan untuk menambah konsentrasi udara ruangan.

Tehnik ini menghasilkan FiO2 yang bervariasi tergantung pada tipe pernafasan dengan

patokan volume tidal pasien. Pemberian O2 sistem aliran rendah ini ditujukan untuk klien

yang memerlukan O2 tetapi masih mampu bernafas dengan pola pernafasan normal, misalnya

klien dengan Volume Tidal 500 ml dengan kecepatan pernafasan 16 – 20 kali permenit.

Contoh system aliran rendah ini adalah: kateter nasal, kanula nasal, sungkup muka sederhana,

sungkup muka rebreathing, dan sungkup muka non rebreathing.

Keuntungan dan kerugian dari masing-masing system :

a. Kateter nasal

Merupakan suatu alat sederhana yang dapat memberikan O2 secara kontinu dengan aliran

1– 6 L/mnt dengan konsentrasi 24% - 44%.

Keuntungan :

Pemberian O2 stabil, klien bebas bergerak, makan dan berbicara, murah dan nyaman serta

dapat juga dipakai sebagai kateter penghisap.

Kerugian :

Tidak dapat memberikan konsentrasi O2 yang lebih dari 45%, tehnik memasukkan kateter

nasal lebih sulit dari pada kanula nasal, dapat terjadi distensi lambung, dapat terjadi iritasi

selaput lendir nasofaring, aliran dengan lebih dari 6 L/mnt dapat menyebabkan nyeri

sinus dan mengeringkan mukosa hidung, kateter mudah tersumbat.

b. Kanul nasal

Merupakan suatu alat sederhana yang dapat memberikan O2 kontinu dengan aliran 1 – 6

L/mnt dengan konsentrasi O2 sama dengan kateter nasal.

Keuntungan :

Pemberian O2 stabil dengan volume tidal dan laju pernafasan teratur, mudah memasukkan

kanul dibanding kateter, klien bebas makan, bergerak, berbicara, lebih mudah ditolerir

klien, dan nyaman.

Kerugian:

Tidak dapat memberikan konsentrasi O2 lebih dari 44%, suplai O2 berkurang bila klien

bernafas lewat mulut, mudah lepas karena kedalam kanul hanya 1 cm, mengiritasi selaput

lendir.

Page 3: tugas terapi oksigen

c. Sungkup muka sederhana

Merupakan alat pemberian O2 kontinu atau selang seling 5 – 8 L/mnt dengan konsentrasi

O2 40 – 60%.

Keuntungan:

Konsentrasi O2 yang diberikan lebih tinggi dari kateter atau kanula nasal, system

humidifikasi dapat ditingkatkan melalui pemilihan sungkup berlobang besar, dapat

digunakan dalam pemberian terapi aerosol.

Kerugian:

Tidak dapat memberikan konsentrasi O2 kurang dari 40%, dapat menyebabkan

penumpuk-

kan CO2 jika alirannya rendah.

d. Sungkup muka dengan kantong rebreathing

Suatu tehnik pemberian O2 dengan konsentrasi tinggi yaitu 60 – 80% dengan aliran 8 – 12

L/mnt.

Keuntungan:

Konsentrasi O2 lebih tinggi dari sungkup muka sederhana, tidak mengeringkan selaput

lendir.

Kerugian:

Tidak dapat memberikan O2 konsentrasi rendah, jika aliran lebih rendah dapat terjadi pe-

numpukan CO2 dan kantung terlipat

e. Sungkup muka dengan kantong non rebreathing

Merupakan tehinik pemberian O2 dengan Konsentrasi O2 mencapai 99% dengan aliran 8

– 12 L/mnt dimana udara inspirasi tidak bercampur dengan udara ekspirasi

Keuntungan :

Konsentrasi O2 yang diperoleh dapat mencapi 100%, tidak mengeringkan selaput lendir.

Kerugian :

Kantong O2 bisa terlipat.

2. Sistem aliran tinggi

Page 4: tugas terapi oksigen

Suatu tehnik pemberian O2 dimana FiO2 lebih stabil dan tidak dipengaruhi oleh tipe

pernafasan, sehingga dengan tehnik ini dapat menambahkan konsentrasi O2 yang lebih tepat

dan teratur.

Adapun contoh tehnik system aliran tinggi yaitu sungkup muka dengan ventury. Prinsip

pemberian O2 dengan alat ini yaitu gas yang dialirkan dari tabung akan menuju ke sungkup

yang kemudian akan dihimpit untuk mengatur suplai O2 sehingga tercipta tekanan negatif,

akibatnya udara luar dapat diisap dan aliran udara yang dihasilkan lebih banyak. Aliran udara

pada alat ini sekitas 4 – 14 L/mnt dengan konsentrasi 30 – 55%.

1). Keuntungan

Konsentrasi O2 yang diberikan konstan sesuai dengan petunjuk pada alat dan tidak

dipengaruhi perubahan pola nafas terhadap FiO2, suhu dan kelembaban gas dapat dikontrl

serta tidak terjadi penumpukan CO2

2). Kerugian

Kerugian system ini pada umumnya hampir sama dengan sungkup muka yang lain pada

aliran rendah.

C. ANATOMI DAN FISIOLOGI

1. Anatomi Sistem Pernafasan

Sistem pernafasan dibagi dua yaitu sistem pernafasan bagian atas dan sistem

pernafasan bagian bawah.

a. Anatomi system pernafasan atas terdiri dari:

1). Hidung

Hidung terdiri atas bagian internal dan eksternal. Bagian eksternal menonjol dari

wajah dan disangga oleh tulang hidung dan kartilago. Bagian internal adalah rongga

berlorong yang dipisahkan menjadi rongga hidung kanan dan kiri oleh septum nasi.

Hidung berfungsi sebagai saluran untuk udara mengalir ke dan dari paru-paru. Jalan nafas ini

berfungsi sebagai penyaring kotoran dan melembabkan serta menghangatkan udara yang

dihirup ke dalam paru-paru.

2). Sinus Paranasal

Sinus-sinus paranasal termasuk empat pasang rongga bertulang yang dilapisi oleh

mukosa hidung dan epitel kolumnar bertingkat semu yang bersilia. Rongga-rongga udara ini

Page 5: tugas terapi oksigen

dihubungkan oleh serangkaian duktus yang mengslir ke dalam rongga hidung. Sinus-sinus

tersebut berdasarkan letaknya disebut sinus frontalis, etmoidalis, sfenoidalis, dan maksilaris.

Fungsi sinus yang menonjol adalah sebagai bilik peresonansi saat berbicara.

3). Konka (Tulang Turbinasi)

Konka mengambil bentuk dan posisi sedemikian rupa sehingga dapat meningkatkan

permukaan membrane mukusa saluran hidung dan sedikit menghambat arus udara yang

melaluinya.

4). Faring, Tonsil, Adenoid

Faring atau tenggorok adalah struktur seperti tuba yang menghubungkan hidung dan

rongga mulut ke laring. Faring dibagi menjadi tiga region yaitu orofaring, nasofaring, dan

laringofaring. Fungsi faring adalah untuk menyediakan saluran pada traktus respiratorius dan

digestif.

Orofaring memuat fausial atau palatin, tonsil. Nasofaring terletak di sebelah posterior

hidung dan di atas palatum mole. Laringofaring memanjang dari tulang hyoid ke kartilago

krikoid. Pintu masuk laring dibentuk oleh epiglottis.

Adenoid atau tonsil faring terletak dalam langit-langit nasofaring. Tenggorok

dikelilingi oleh tonsil, adenoid, dan jaringan limfoid lainnya. Struktur ini merupakan

penghubung penting ke nodus limfe dagu yang menjaga tubuh dari serangan organism yang

memasuki hidung dan rongga tenggorok.

5). Laring

Laring atau organ suara adalah struktur epitel kartilago yang menghubungkan faring

dan trakea. Fungsi utama laring adalah untuk memungkinkan terjadinya vokalisasi dan juga

melindungi jalan nafas bawah dari obstruksi benda asing dan memudahkan batuk.

Laring terdiri atas epiglottis, glottis, kartilago tiroid, kartilago krikoid, kartilago aritenoid, dan

pita suara.

b. Anatomi system pernafasan bagian bawah

1). Trakea

Trakea disebut juga batang tenggorok, dimana ujung trakea disebut karina yang

bercabang menjadi dua bronkus yaitu bronkus kanan dan kiri.

Page 6: tugas terapi oksigen

2). Paru-paru

Paru-paru adalah struktur elastis yang dibungkus dalam sangkar thorak, yang

merupakan suatu bilik udara kuat dengan dinding yang dapat menahan tekanan.

Paru-paru terdiri atas:

a). Pleura, merupakan bagian terluar yang berbentuk membrane halus dan licin. Pleura terdiri

atas pleura parietalis yang melapisi thorak dan pleura visceralis yang melapisi paru-paru.

b). Mediastinum, adalah dinding yang membagi rongga thorak menjadi dua bagian.

Mediastinum terbentuk dari dua lapisan pleura.

c). Lobus, merupakan bagian yang terbagi dari paru-paru, yaitu paru kanan terbagi atas lobus

atas, tengah, dan bawah, serta paru kiri terbagi atas lobus bawah dan atas.

d). Bronkus dan bronkiolus.

Terdapat beberapa divisi bronkus dalam setiap lobus paru. Bronkus lobaris (tiga pada

paru kanan dan dua pada paru kiri) dibagi menjadi bronkus segmental yang terbagi lagi

menjadi bronkus sub segmental yang dikelilingi oleh jaringan ikat yang memiliki arteri,

limfatik, dan saraf. Bronkus sub segmental membentuk percabangan menjadi bronkiolus,

bronkiolus bercabang menjadi bronkiolus terminalis kemudian menjadi bronkiolus respiratori

yang dianggap menjadi saluran transisional antara jalan udara konduksi dan jalan udara

pertukaran gas.

2. Fisiologi Sistem Pernafasan

a. Transfor oksigen

Oksigen dipasok ke sel dan karbondioksida dibuang dari sel melalui sirkulasi darah.

Sel-sel berhubungan dekat dengan kapiler yang berdinding tipis sehingga memungkinkan

terjadinya pertukaran atau lewatnya oksigen dan karbondioksida dengan mudah. Oksigen

berdifusi dari kapiler menembus dinding kapiler ke cairan interstitiel kemudian melalui

membrane sel ke jaringan. Karbondioksida juga terjadi melalui difusi dan berlanjut dengan

arah yang berlawanan dari sel ke dalam darah.

b. Pertukaran Gas

Setelah pertukaran kapiler jaringan ini, darah memasuki vena sistemik dan mengalir

ke sirkulasi pulmonal. Konsentrasi oksigen dalam darah di dalam kapiler paru-paru lebih

rendah dari alveoli sehingga oksigen berdifusi dari alveoli ke dalam darah. Sedangkan

konsentrasi karbondioksida dalam darah lebih tinggi dari alveoli sehingga karbondioksida

berdifusi dari darah ke dalam alveoli. Gerakan udara ke jalan nafas dan keluar jalan nafas

disebut ventilasi yang secara kontinyu memurnikan oksigen dan membuang karbondioksida.

Page 7: tugas terapi oksigen

Keseluruhan proses pertukaran gas antara udara atmosfir dan darah dan antara darah dengan

sel-sel tubuh disebut respirasi.

c. Mekanisme Ventilasi

Selama inspirasi udara mengalir dari lingkungan sekitar ke dalam trakea, bronkus,

bronkiolus, dan alveoli. Selama ekspirasi gas alveolar menjalani rute yang sama tetapi

arahnya berlawanan. Faktor fisik yang yang mengatur aliran udara masuk dan keluar paru-

paru secara bersamaan disebut sebagai mekanika ventilasi dan mencakup varian tekanan

udara, resistensi terhadap aliran udara, dan kompliens paru.

Varian tekanan udara yaitu udara mengalir dari daerah tekanan tinggi ke tekanan

rendah. Selama inspirasi gerakan diafragma dan otot-otot pernafasan memperbesar rongga

thorak dan menurunkan tekanan di dalam thorak sampai di bawah tekanan atmosfir sehingga

udara tertarik melalui trakea dan bronkus ke alveoli.

Resistensi ditentukan terutama oleh diameter atau ukuran saluran udara tempat udara

mengalir. Setiap proses yang mengubah diameter atau kelebaran bronchial akan

mempengaruhi resistensi jalan udara dan akan mengubah kecepatan aliran selama respirasi.

Gradien tekanan antara rongga thorak dan atmosfir menyebabkan udara mengalir

masuk dan keluar paru-paru. Ukuran elastisitas, ekspandibilitas, dan distensibilitas paru-paru

dan struktur thorak disebut kompliens. Dalam kompliens normal paru-paru dan thorak dapat

meregang dan membesar dengan mudah ketika diberi tekanan. Kompliens yang tinggi atau

meningkat terjadi ketika paru-paru kehilangan daya elastisitasnya dan thorak terlalu tertekan

(misalnya pada emfisema).

Mekanisme ventilasi dicerminkan dengan istilah volume paru dan kapasitas paru.

Volume paru dibagi menjadi volume tidal, volume cadangan inspirasi, volume cadangan

ekspirasi, dan volume residual. Kapasiatas paru dievaluasi dalam hal yang disebut kapasitas

vital, kapasitas inspirasi, kapasitas residual fungsional, dan kapasitas paru-paru total.

D. INDIKASI/KONTRA INDIKASI

Berdasarkan tujuan terapi pemberian O2 yang telah disebutkan, maka indikasi utama

pemberian O2 ini adalah sebagai berikut :

1. Klien dalam kadar O2 arteri rendah yang diketahui melalui hasil analisa gas darah.

2. Klien dengan keadaan peningkatan kerja nafas, dimana tubuh berespon terhadap keadaan

Page 8: tugas terapi oksigen

hipoksemia melalui peningkatan laju dan dalamnya pernafasan, serta adanya kerja otot-

otot tambahan pernafasan.

3. Klien dengan keadaan peningkatan kerja miokard dimana jantung berusaha untuk

mengatasi gangguan O2 melalui peningkatan laju pompa jantung yang lebih kuat.

Berdasarkan indikasi utama diatas maka secara umum terapi pemberian O2

diindikasikan kepada klien dengan gejala: sianosis, hipovolemi, perdarahan, anemia berat,

keracunan CO, asidosis, selama dan sesudah pembedahan, klien dengan keadaan tidak sadar.

Sedangkan kontra indikasi terapi oksigen tidak ada secara absolute, tetapi pada

keadaan obstruksi nasal, fraktur dasar tengkorak kepala, dan trauma maksilofasial pemberian

nasal kanul dihindari.

E. DIAGNOSA KEPERAWATAN

Pohon Masalah:

Terapi O2

Metode Pemberian Konsentrasi O2 ↑

Kanul Nasal Sungkup Intoksikasi

Resiko Kerusakan Kerusakan Sindrome Kerusakan VentilasiIntegritas Kulit Komunikasi verbal Kurang Spontan

Perawatan diri

Berdasarkan pohon masalah di atas, maka kemungkinan diagnosa keperawatan yang

muncul akibat intervensi terapi oksigen adalah:

1. Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan faktor mekanik (penekanan akibat

pemakaian nasal kanul)

2. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan adanya hambatan fisik (pemakaian

sungkup).

3. Sindrome kurang perawatan diri berhubungan dengan alat eksternal (sungkup O2).

Page 9: tugas terapi oksigen

4. Kerusakan ventilasi spontan berhubungan dengan faktor metabolik, kelelahan otot respi-

rasi sebagai akibat toksisitas oksigen.

F. PROSEDUR TINDAKAN

1. Hal-hal yang perlu diperhatikan

Seperti halnya pada medikasi lain, oksigen harus diberikan dengan hati-hati dan

efeknya pada setiap pasien dikaji dengan cermat. Umumnya pasien dengan gangguan system

pernafasan diberi terapi oksigen hanya untuk menaikkan tekanan oksigen arteri (PaO2). Nilai

aliran oksigen diinspirasi (FiO2) yang lebih tinggi tidak lagi signifikan menambahkan jumlah

oksigen pada sel-sel darah merah atau plasma. Meningkatkan jumlah oksigen kemungkinan

dapat menekan ventilasi pada pasien gangguan paru tertentu.

Kelebihan oksigen dapat menimbulkan efek toksik pada paru-paru dan system saraf

pusat atau dapat menekan ventilasi. Hal ini terjadi bila oksigen diberikan dengan konsentrasi

yang terlalu tinggi (>50%) untuk waktu yang lama. Tanda dan gejala toksisitas oksigen antara

lain distres substernal, parastesia, dispnea, gelisah, keletihan, malaise, kesulitan pernafasan

progresif, dan pola alveolar pada gambaran rontgen dada.

Dalam pemberian terapi O2 perlu diperhatikan “Humidification”. Hal ini penting

diperhatikan oleh karena udara yang normal dihirup telah mengalami humidfikasi sedangkan

O2 yang diperoleh dari sumber O2 (Tabung) merupakan udara kering yang belum

terhumidifikasi. Humidifikasi yang adekuat dapat mencegah komplikasi pada pernafasan.

O2 bukan zat pembakar tetapi O2 dapat memudahkan terjadinya kebakaran, oleh

karena itu klein dengan terapi pemberian O2 harus menghindari : merokok, membuka alat

listrik dalam area sumber O2, menghindari penggunaan listrik tanpa Ground.

2. Persiapan alat

1. Kateter nasal.

2. Kanul nasal/binasal.

3. Sungkup muka sederhana.

4. Sungkup muka rebreathing dengan kantong oksigen.

5. Sungkup muka non rebreathing dengan kantong oksigen.

Page 10: tugas terapi oksigen

6. Jelly.

7. Plester.

8. Gunting.

9. Sumber oksigen.

10. Humidifier.

11. Flow meter.

12. Aqua steril.

13. Selang oksigen.

3. Prosedur tindakan

a. Jelaskan kepada klien dan keluarga hal-hal yang diperlukan dalam prosedur dan

tujuan terapi oksigen.

b. Cuci tangan.

c. Bila memakai kateter nasal:

1) Untuk memperkirakan dalamnya kateter, ukur jarak antara lubang hidung

sampai ke ujung daun telinga.

2) Beri pelicin/jelly pada ujung kateter.

3) Masukkan kateter melalui lubang hidung yang paten sejauh yang diperlukan.

4) Bila ujung kateter terlihat di belakang ovula, tarik kateter sehingga ujung

kateter tidak terlihat lagi.

5) Fiksasi kateter dengan plester.

6) Hubungkan kateter yang telah tersambung selang dengan sumber oksigen.

7) Atur kecepatan aliran oksigen 1 – 6 L/mnt.

8) Observasi tanda iritasi lambung, pengeringan mukosa hidung, epistaksis, dan

kemungkinan distensi lambung.

9) Kateter diganti tiap 8 jam dan dimasukkan ke lubang hidung yang lain jika

mungkin.

d. Bila memakai nasal kanul:

1) Letakkan ujung kanul ke dalam lubang hidung dan atur lubang kanul yang

elastis sampai kanul sampai kanul benar-benar pas menempati hidung dan

nyaman bagi klien.

2) Hubungkan kanul ke sumber oksigen dan atur kecepatan aliran 1 – 6 L/mnt.

3) Periksa letak ujung kanul tiap 8 jam.

Page 11: tugas terapi oksigen

4) Kaji tanda iritasi hidung, pengeringan muksa hidung, nyeri sinus, dan

epistaksis.

e. Bila memakai sungkup muka sederhana:

1) Atur tali pengikat sungkup sehingga sungkup menutup rapat dan nyaman, jika perlu gunakan kain kasa pada daerah yang tertekan.

2) Hubungkan slang oksigen ke humidifier dan atur aliran oksigen 5 – 8 L/mnt.3) Muka pasien dibersihkan tiap 2 jam.4) Sungkup diganti/dibersihkan tiap 8 jam.5) Kaji tanda aspirasi bila muntah, penumpukan CO2 pada aliran rendah.

f. Bila memakai sungkup muka rebreathing dan / non rebreathing:

1) Hubungkan selang oksigen pada humidifier dengan aliran rendah.2) Isi kantong dengan oksigen dengan cara menutup lubang antara kantong

dengan sungkup.3) Atur tali pengikat sungkup muka sehingga menutup rapat dan nyaman, bila

perlu gunakan kain kasa pada daerah yang tertekan.4) Sesuaikan aliran oksigen sehingga kantong akan terisi waktu ekspirasi dan

hampir kuncup pada inspirasi.5) Muka pasien dibersihkan tiap 2 jam.6) Sungkup dibersihkan/diganti tiap 8 jam.

g. Bila memakai sungkup muka venture:

1) Hubungkan selang oksigen ke flow meter, untuk konsentrasi tinggi gunakan juga humidifier.

2) Atur flow meter oksigen sesuai yang tertera pada sungkup.3) Atur tali pengikat sungkup sehingga sungkup menutup dengan rapat dan

nyaman, bila perlu gunakan kain kasa pada daerah yang tertekan.4) Kaji tanda aspirasi bila muntah, nekrosis karena pemakaian sungkup yang

lama.5) Muka pasien dibersihkan tiap 2 jam, sungkup diganti/dibersihkan tiap 8 jam.

h. Periksa kecepatan aliran oksigen dan program dokter tiap 8 jam.

i. Cuci tangan.

j. Inspeksi klien untuk melihat apakah gejala yang berhubungan dengan hipoksia telah

hilang.

k. Mencatat metode pemberian oksigen, kecepatan aliran, kepatenan alat, respon klien,

dan pengakajian perawat.

Page 12: tugas terapi oksigen

DAFTAR PUSTAKA

Black, Joyce M. Medical Surgical Nursing ; Clinical Management For Continuity Of

Care, W.B Sunders Company, 1999

Brunner & Suddarth. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, edisi bahasa Indonesia, vol.

8, Jakarta, 2002

Carpenito, Lynda Juall, Buku Saku Diagnosa Keperawatan, edisi 8, EGC, Jakarta, 2001

Doengoes, Merilin E. Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi ketiga, Jakarta, EGC, 2000

Engram, Barbara. Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah, EGC, Jakarta, 1999

Long, Barbara C. Perawatan Medikal Bedah, YIAPK, Bandung, 1996

Potter, Patricia A. Perry, Anne G. Fundamental of Nursing ; Concepts, Process and

Practice, Mosby Year Book, St. Louis, 1997

Taylor, Calor. Et al. Fundamentals of Nursing ; The Art and Science of Nursing Care,

Lipincott, Philadelphia, 1997

……………, Dasar Dasar Keperawatan Kardiotorasik, Edisi ketiga, Rumah Sakit Jantung

“Harapan Kita”, Jakarta 1993