Tugas Studi Al-hadits Aziz Adli Azwar(2)

19
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seluruh umat islam, telah sepakat bahwa hadis merupakan salah satu sumber ajaran islam. Ia mempati kedudukannya setelah Al-Qur`an. Keharusan mengikuti hadis bagi umat islam baik yang berupa perintah maupun larangannya, sama halnya dengan kewajiban mengikuti Al-Qur`an. Hai ini karena, hadis merupakan mubayyin bagi Al-qur`an, yang karenanya siapapun yang tidak bisa memahami Al-qur`an tampa dengan memahami dan menguasai hadis. Begitu pula halnya menggunakan hadis tampa Al-qur`an. Karena Al-qur`an merupakan dasar hukum pertama, yang di dalamnya berisi garis besar syari`at. Dengan demikian, antara hadis dengan Al-qur`an memiliki kaitan erat, yang untuk mengimami dan mengamalkannya tidak bisa terpisahkan atau berjalan dengan sendiri-sendiri. 1 Hadits bukanlah teks suci sebagaimana Al-qur’an. Namun, hadits selalu menjadi rujukan kedua setelah Al-qur’an dan menempati posisi penting dalam kajian keislaman. Mengingat penulisan hadits yang dilakukan ratusan tahun setelah Nabi Muhammad SAW wafat, maka banyak terjadi silang pendapat terhadap keabsahan sebuah hadits. sehingga hal tersebut memuncul kan sebagian kelompok meragukan dan mengingkari akan kebenaran hadits sebagai sumber hukum. 1 Utang Ranuwijaya,Ilmu Hadis, (jakarta : Gaya Media Pratama,1996) Hal 19

Transcript of Tugas Studi Al-hadits Aziz Adli Azwar(2)

1

BAB IPENDAHULUANA. Latar Belakang

Seluruh umat islam, telah sepakat bahwa hadis merupakan salah satu sumber ajaran islam. Ia mempati kedudukannya setelah Al-Qur`an. Keharusan mengikuti hadis bagi umat islam baik yang berupa perintah maupun larangannya, sama halnya dengan kewajiban mengikuti Al-Qur`an. Hai ini karena, hadis merupakan mubayyin bagi Al-qur`an, yang karenanya siapapun yang tidak bisa memahami Al-qur`an tampa dengan memahami dan menguasai hadis. Begitu pula halnya menggunakan hadis tampa Al-qur`an. Karena Al-qur`an merupakan dasar hukum pertama, yang di dalamnya berisi garis besar syari`at. Dengan demikian, antara hadis dengan Al-qur`an memiliki kaitan erat, yang untuk mengimami dan mengamalkannya tidak bisa terpisahkan atau berjalan dengan sendiri-sendiri.[footnoteRef:2] [2: Utang Ranuwijaya,Ilmu Hadis, (jakarta : Gaya Media Pratama,1996) Hal 19]

Hadits bukanlah teks suci sebagaimana Al-quran. Namun, hadits selalu menjadi rujukan kedua setelah Al-quran dan menempati posisi penting dalam kajian keislaman. Mengingat penulisan hadits yang dilakukan ratusan tahun setelah Nabi Muhammad SAW wafat, maka banyak terjadi silang pendapat terhadap keabsahan sebuah hadits. sehingga hal tersebut memuncul kan sebagian kelompok meragukan dan mengingkari akan kebenaran hadits sebagai sumber hukum.

Banyak al-quran dan hadits yang memberikan pengertian bahwa hadits itu merupkan sumber hukum islam selain al-quran yang wajib di ikuti, baik dalam bentuk perintah, maupun larangan nya. Namun mengapa para pengingkar sunnah tetap meragukannya? Berikut makalah ini akan memaparkan sedikit tentang kedudukan hadits terhadap al-quran dengan melihat dalil aqli maupun naqlinya. [footnoteRef:3] [3: http://fiamila46.blogspot.com/2012/11/makalah-ulumul-hadits-kedudukan-dan.html]

1BAB IIPEMBAHASAN

A. Kedudukan Hadits

Dalam menyikapi masalah kedudukan hadits, Yusuf Qardhawi mengungkapkan bahwa Rasulullah adalah merupakan sumber hukum kedua bagi islam setelah al-Quran. Al-Quran merupakan undang-undang yang membuat pokok-pokok dan kaidah-kaidah mendasar bagi Islam, yang mencakup bidang akidah, akhlak, muamalah, dan adab sopan santun.Selanjutnya, Yusuf Qardhawi mengemukakan bahwa sunah (hadits) merupakan penjelasan teoritis dan praktis bagi al-Quran. Oleh sebab itu, kita harus mengikuti dan mengamalkan hukum-hukum dan pengarahan yang diberikan oleh sunah Rasulullah saw., menaati perintah Rasulullah adalah wajib, sebagaimana kita mentaati apa yang disampaikan al-Quran.Hadits merupakan mubayyin (pelengkap) bagi al-Quran yaang karenany, siapapun tidak akan bisa memahami al-Qurantanpa dengan memahami dan menguasai hadits. Begitu pula halnya menggunakan hadits tanpa al-Quran, akan kehilanggan arah, karena al-Quran merupakan dasar hukum pertama, yang didalamnya berisi garis-garis besar syariat Islam. Dengan demikian, antara al-Quran dah hadits memiliki hubungan timbal balik yang tidak dapat dipisahkan.[footnoteRef:4] [4: Sahrani, Sohari, ULUMUL HADITS, (Bogor, Ghalia Indonesia, 2010) hal.35]

a. Dalil-dalil dari Al-QuranAl-Quran telah mewajibkan kaum muslimin untuk mentaati Rasulullah SAW., disamping menaati Allah. Dalam surat an-Nisa (Q.S. 4: 59) Allah berfirman:

2Artinya : Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya)...

Hukum taat kepada Rasul sama dengan taat kepadanAllah, hal ini sebagaimana tersebut dalam firman Allah (Q.S. 4: 80)

Artinya : Barang siapa yang menaati Rasul itu, sesungguhnya ia telah menaati Allah...

Bila kita mengikutinya (Rasul), maka hal itu pertanda kita akan dicintai Allah dan mendapatkan ampunan-Nya. Dalam surat Ali Imran (Q.S. 3: 31)

Artinya : katakanlah : Jika kamu (benar-benar) mencintai allah, ikutilah aku, niscaya Allahmengasihi dan mengamuni dosa-dosa mu.

Dalam SuratnAl-Hasyr (Q.S. 59: 7) Allah berfirman:

Artinya : Apa yang diberikan Rasul Kepadamu, maka terimalah dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah.[footnoteRef:5] [5: Syaikh Manna`Al-Qaththan, Pengantar Studi Imu Hadis, (Jakarta :Pustaka Alkausar,2005). hal 50]

b. Dalil dari Hadits Nabi SAW.Selain berdasarkan ayat-ayat al-Quran tersebut diatas, kedudukan hadits ini juga dilihat melalui hadits-haditsNabi SAW. banyak hadits yang menggambarkan urgensi ketaatan kepada perinyahnya. Dalam kaitan ini, Nabi bersabda :

Artinya : Bersaba Rasulullah SAW. Aku tinggalkan kepadamu dua perkara, kamu tidak akan sesat selamnya, selagi kamu berpegang teguh kepada keduannya, yaitu kitabullah (al-Quran) dan sunah nabinya (al-Hadits)Hadits yang lainnya, yaitu diriwayatkan oleh Al-Irbadh bin sariyah r.a sebagai berikut.

Artinya : Rasulullah SAW. Menasehati kami dengan nasihat yang menggetarkan hati dan membuat air mata menetes. Maka kami berkata, wahai Rasulullah sepertinya ini nasihat yang terakhir, maka berikan wasiat kepada kami. Rasulullah bersabda; aku wasiatkan kepadamu agar kalian bertakwa lepada Allah, mendengar dan mentaati, sekalipun kalian dipimpin oleh seorang budak. Sesungguhnya barang siapa diantara kamu yang diberi umur panjang, maka dia akan lihat berbagai macam perselisihan, Oleh sebab itu, pegang eratlah sunahku dan sunah khulafaur rasyidin yang telah mendapat petunjuk, berpegang tegulah kepadanya dan gigiitlah dengan gerahammu. Jauhilah masalah-masalah bidah, karena sesungguhnya setiap bidah adalah sesat.

Hadits-hadits diatas menunjukkan bahwa Nabi SAW diberi al-kitab an sunah seperti mengambil apa yang aa pada al-kitab. Rasul juga tidak cukup hanya memerintahkan berpegang teguh pada sunahnya, tetapi juga mencela orang yang meninggalkannya karena bertumpu pada apa yang ada dalam al-Quran saja.[footnoteRef:6] [6: Munzier Saputra,Ilmu Hadis,(Jakarta:PT RajaGrafindo,2002).hal 53]

c. Dalil dari Ijma (kesepakatan Ulama)

Umat Islam telah mengambil keputusa bersama untuk mengamalkan sunah. Bahkan, hal itu mereka anggap sejalan dengan memenuhi panggilan Allah SWT, Rasulnya yang terpercaya. Kaum muslimin menerima sunah seperti mereka menerima al-Quran, karena berdasarkan kesaksian dari Allah, sunah merupakan salah satu sumber syariat.

Dalam hal berpengetahuan umat kapada sunah tidak terhitung jumlahnya. Hal ini diberikan contoh oleh Ajaj al Khatib, yaitu sebagai berikut.[footnoteRef:7] [7: Utang Ranuwijaya,Ilmu Hadis,( Jakarta: Gaya Media Pratama,1996) Hal 25]

1. Tatkala Abu bakar ash-shidiq masih memegang tampuk khalifah, Fatima az-Zahra binti Rasulullah SAW datang kepadanya menerima bagian rasulullah SAW. namun, kemudian Abu Bakar menjawab, Sesungguhnya saya mendengar Rasulullah SAW bersabda:

Sesungguhnya Allah Azza Wa Jallah, Bila memberi sesuap makana kepada seorang nabi itu diambil (wafat), Dia akan menjadikannnya untuk orang yang menggantikan posisinya sesudahnya.Karena itu menurut Ajaj al-Khatib, Abu Bakar mengembalikannya kepada kaum muslimin. Mendengar jawaban itu, Fatimah berkata, terhadap engkau dan apa yang engkau dengar dari Rasulullah SAW, itu saya dapat mengerti.[footnoteRef:8] [8: Abuddin Nata,Al-qur`an Dan Hadis,(Jakarta:PT RajaGrafindo,2000).hal23]

2. Suatu ketika Umar bin Khattab r.a. berdiri di sudut kabah di hadapan hajar aswad, kemudian berkata, Sesungguhnya aku benar-benar tahu bahwa kamu adalah batu. Seandainya aku tidak melihat kekasihku Nabi SAW menciummu atau mengusapmu, maka aku tidak akan mengusap dan tidak pula menciummu.[footnoteRef:9] [9: Munzier Saputra,Ilmu Hadis,(Jakarta:PT RajaGrafindo,2002).hal 52]

3. Said bin Al-Musayyab berkata, Saya melihat utsman duduk disuatu tempat duduk, lalu ia meminta makanannya. Kemudian ia berdiri untuk melakukan shalat, kemudian Utsman berkata Saya duduk ditempat duduk Rasulullah SAW dan saya shalat, (seperti) shalat Rasulullah SAW.

Seperti itulah sikap seluruh sahabat tabiin dan generasi sesudah mereka juga menempuh cara yang ditempuh sahabat dalam menjaga mempraktekkan dan mengagungkan sunah (hadits).

B. Posisi Sunah (Hadits) terhadap al-Quran

Dalam penjelasan sebelumnya, dijelaskan bahwa fungsi al-Quran adalah sebagai mubayyin (penjelas) Isi al-Quran sesuai dengan firman allah (Q.S. 16: 44) :

Artinya : Dan kami turunkan kepada mu Al-quran, agar kamu menerangkan pada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan (An-Nahl : 44)

Penjelasan fungsi as-sunah terhadap al-Quran ada bermacam-macam. Imam malik menyebutkan lima macam fungsi, yaitu bayan al-tarqiq, bayan al-tafshil, bayan al-basth, bayn al-tafsir, dan bayan al-tasyri. Imam Syafii menyebutkan lima pula. Yaitu, al-tafsil, bayan at-takhsish, bayan at-tayyin, menambahkan dengan bayan al-isyarah, sedangkan Imam Hambali menyebutkan empat fungsi, yaitu bayan at-takid, bayan at-tafsir, bayan at-tasyir dan bayan at-takhsis.

a. Bayan at-Taqrir

Bayan at-Taqrir disebut juga dengan bayan al-takid. Yang dimaksud dengan bayan ialah menetapkan atau memperkuat apa yang diterangkan dalam al-Quran. Funsi al-Hadits disini yakni memperkuat dan memperkokoh isi kandungan. Seperti dalam al-Quran (Q.S. 5:6)

Artinya : Hai orang-orang beriman apabila kamu hendak mengerjaka shalat, maka basulah mukamu dan tangan mu sampai dengan siku, dan sapulah kepala dan basu kakimu sampai dengan kedua mata kaki.

Ayat tersebut kemudian di taqrir oleh hadits riwayat al-Bukhori dari Abu Hurairah r.a

Rasulullah SAW telah bersabda Tidak diterima salat seseorang yang berhadas sebelum ia berwudu (H.R Bukhari)[footnoteRef:10] [10: Utang Ranuwijaya,Ilmu Hadis,( Jakarta: Gaya Media Pratama,1996). Hal 29]

b. Bayan at-TafsirYang dimaksud dengan bayn at-tafsir ialah penjelasan terhadap ayat-ayat al-Quran yang memerlukan perincian atau penjelasan lebih lanjut, seperti merinci ayat mujmal, men-taqyid ayat mutlaq dan mentakhsis ayat am.

a) Merinci ayat-ayat yang mujmal

Yang dimaksud dengan mujmal, ialah ayat yang ringkas atau singkat. Dalam al-Quran banyak ayat-ayat yang mujmal, sebagai contoh ialah ayat tentang perintah shalat dan zakat (Q.S. 2: 43)

Artinya : dan dirikanlah shalat, tunaikan zakat, dan rukuklah beserta orang-orang yang rukukUntuk memperjelas ayat tersebut nabi memberikan perincian dengan sabdanya :

... Shalatlah sebagaimana kalian melihat aku shalat... (H.R. Bukhari)

b) Men-tayid ayat-ayat yang mutlaqKata mutlak artinya kata yang menunjuk pada hakikat kata itu sendiri, apa adanya, dengan tanpa memandang kepada jumlah maupun sifatnya. Men-taqyid yang mutlaq artinya membatasi ayat-ayat yang mutlaq, seperti dalam (Q.S 5: 38)

Artinya : Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.Ayat tersebut di-taqyid oleh Hadits Riwayat Muslim :

Rasulullah SAW didatangi seseorang yang membawa pencuri, maka beliau memotong tangan pencuri tersebut dari pergelangan tangan.

c) Men-takhsis ayat yang amKata takhsis atau khas ialah kata yang menunjukkan arti khusus tertentu atau tunggal sedang kata am ialah kata yang menunjukkan atau memiliki makna dalam jumlah yang banyak (umum). Yang dimaksud men-taksiss yang am ialah membatasi keumuman ayat al-quran sehinggah tidak berlaku untuk bagian tertentu. Semisal dalam (Q.S. 4: 11):

Artinya : Allah mensyariatkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu, yaitu bagian anak laki-laki sama dengan bagian dua anak perempun.Surat ini di takhsis oleh hadits riwayat Ahamad :

Pembunuh tidak behak menrima harta warisan. (HR. Ahmad)[footnoteRef:11] [11: Sahrani, Sohari, ULUMUL HADITS, (Bogor, Ghalia Indonesia, 2010) hal.38]

c. Bayan at-TasyriKata at-Tasyri, artinya pembuatan, mewujudkan atau menetapkan aturan atau hukum, maka yang dimaksud dengan bayan at-tasyri adalah mewwujudkan, mengadakan atau menetapkan suatu hukum atau aturan syara yang tidak didapati nash-nya dalam al-Quran.Salah satu hadits yang merupakan penetapan hukum baru adalah hadits tentang zakat fitrah yaitu :

Bahwasanya Rasulullah SAW telah mewajibkan zakat fitrah pada bulan ramadhan satu sukat (sha) kurma atau gandum untuk setiap orang, baik merdeka atau hamba, laki-laki maupun perempuan (HR. Muslim)Bayan ini oleh sebagian ulama disebut juga dengan bayan zaid al-kitab al-karim (tambahan terhadap nash Al-Quran). Disebut tambahan disini, karena sebenarnya didalam al-Quran sendiri ketentuan-ketentuan pokok haidts tersebut merupakan tambahan terhadap ketentuan pokok itu.[footnoteRef:12] [12: Utang Ranuwijaya,Ilmu Hadis,( Jakarta: Gaya Media Pratama,1996). Hal 33]

d. Bayan an-Nasakh

Kata an-naskh, secara bahasa mempunyai beberapa arti, diantaranya berarti al-ibhral (membatalkan), atau al-ijalah (menghilangkan), at-tahwil (memindahkan) atau at-tagyir (mengubah). Dalam mendefinisikan bayan naskh ini, para ulama berbeda pendapat. Perbedaan ini terjadi karena perbedaan mereka dalam memahami arti naskh dari sudut kebahasaan. Menurut ulama mutaqaddim, yang disebut bayan an-naskh ialah adanya dalil syara yang mendatangkan kemudian.[footnoteRef:13] [13: Ibid, Hal 37]

Dari Pengertian diatas, bahwa ketentuan yang datang kemudian dapat menghapus ketentuan yang datang terdahulu. Hadits sebagai ketentuan yang datang kemudian dari al-Quran dalam hal ini dapat menghapuskan ketentuan atau isi kandungan al-Quran.Salah satu contoh yang biasa diajuhkan oleh para ulama ialah sabda Rasullah SAW. Dari Abu Umamah al-Bahali.

Tidak ada wasiat bagi ahli waris ( H.R Ahmad dan al-Arbaah kecuali Nasai)

Hadits di atas menurut sebagian ulama dapat men-askah-kan kandungan al-Quran (Q.S. 2: 180)

Artinya : Diwajibkan atas kamu, apabila seorang diantara kamu kedatangan (tanda-tanda) maut, jika ia meninggalkan harta yang banyak, berwasiat untuk ibu-bapak dan karib kerabatnya sevara maruf, (ini adalah) kewajiban atas orang-orang yang bertakwa.[footnoteRef:14] [14: Sahrani, Sohari, ULUMUL HADITS, (Bogor, Ghalia Indonesia, 2010) hal.40]

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan

Dalam menyikapi masalah kedudukan hadits, Yusuf Qardhawi mengungkapkan bahwa Rasulullah adalah merupakan sumber hukum kedua bagi islam setelah al-Quran. Al-Quran merupakan undang-undang yang membuat pokok-pokok dan kaidah-kaidah mendasar bagi Islam, yang mencakup bidang akidah, akhlak, muamalah, dan adab sopan santun.

Selanjutnya, Yusuf Qardhawi mengemukakan bahwa sunah (hadits) merupakan penjelasan teoritis dan praktis bagi al-Quran. Oleh sebab itu, kita harus mengikuti dan mengamalkan hukum-hukum dan pengarahan yang diberikan oleh sunah Rasulullah saw., menaati perintah Rasulullah adalah wajib, sebagaimana kita mentaati apa yang disampaikan al-Quran.

dijelaskan bahwa fungsi al-Quran adalah sebagai mubayyin (penjelas) Isi al-Quran sesuai dengan firman allah (Q.S. 16: 44) :

Artinya : Dan kami turunkan kepada mu Al-quran, agar kamu menerangkan pada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan (An-Nahl : 44)

Penjelasan fungsi as-sunah terhadap al-Quran ada bermacam-macam. Imam malik menyebutkan lima macam fungsi, yaitu bayan al-tarqiq, bayan al-tafshil, bayan al-basth, bayn al-tafsir, dan bayan al-tasyri. Imam Syafii menyebutkan lima pula. Yaitu, al-tafsil, bayan at-takhsish, bayan at-tayyin, menambahkan dengan bayan al-isyarah, sedangkan Imam Hambali menyebutkan empat fungsi, yaitu bayan at-takid, bayan at-tafsir, bayan at-tasyir dan bayan at-takhsis.

12DAFTAR PUSTAKAAsh-Shiddieqy,Hasbi, 2004.Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadits,Jakarta,Bulan Bintang.Assibai, Musthafa, 1993, Al-Hadits sebagai sumber Hukum, Bandung: cv. Diponegoro,http://fiamila46.blogspot.com/2012/11/makalah-ulumul-hadits-kedudukan-dan.htmlIkhwan, Muhammad Nor, 2007, Study ilmu Hadits. Jakarta:Rasail,Juned, Daniel, 2010, Ilmu Hadis Paradigma Baru dan Rekontruksi Ilmu Hadis, Jakarta: Erlangga,Manna`Al-Qaththan, Syaikh 2005.Pengantar Studi Ilmu Hadis,Jakarta,Puataka Al-Kausar,Nata,Abuddin, 2000, Al-qur`an Dan Hadis.Jakarata:PT RajaGrafindo.Ranuwijaya,Utang,1996, Ilmu Hadis. Gaya Media Pratama Jakarta,Sahrani, Sohari, 2010, ULUMUL HADITS, Ghalia Indonesia, Saputra,Munzier, 2002, Ilmu Hadis.Jakarta:PT RajaGrafindo Persada,