Presus Anestesi Epidural (AZIZ)
-
Upload
ashrimirawati -
Category
Documents
-
view
254 -
download
25
Transcript of Presus Anestesi Epidural (AZIZ)
BAB I
LAPORAN KASUS
A. SUBJEKTIF
I. IDENTITAS PASIEN
Nomor CM : 71 88 33
Tanggal operasi : 07 November 2014
Nama pasien : Tn. L
Alamat : Jalan raya kelapa gading permai, Jakarta
Umur : 48 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Berat badan : 61 Kg
Tinggi badan : 167 cm
II. ANAMNESIS
Tanggal 6 November 2014
Keluhan utama : Kaki sebelah kanan patah di daerah betis
Keluhan tambahan : Nyeri
Riwayat penyakit sekarang
Pasien datang dengan rujukan IGD RS Gading Pluit dengan pasca kecelakaan
lalu lintas. Pasien datang sudah terpasang spalk di tungkai bawah kanan dan
bebat tekan pasca di tabrak motor. Kejadian tanggal 28 Oktober jam 22:00.
Pasien sekarang merasakan nyeri di tempat luka, dan kaki terasa nyeri
bertambah apabila di gerakan, pasien sekarang tidak bisa berjalan, dan terdapat
kelainan bentuk abnormal di kaki kanan, terdapat luka terbuka.
Riwayat Penyakit Dahulu
a. Riwayat Alergi obat : tidak ada
b. Riwayat Asma : tidak ada
1
c. Riwayat Hipertensi : ada (terkontrol)
d. Riwayat Penyakit jantung : tidak ada
e. Riwayat Penyakit paru : tidak ada
Riwayat Kebiasaan :
a. Merokok : iya, 10 batang perhari
b. Mengkonsumsi alkohol : tidak ada
c. Mengkonsumsi obat-obatan terlarang : tidak ada
Riwayat Penyakit Keluarga :
Pada keluarga pasien tidak ada yang memiliki riwayat penyakit asma,
hipertensi, jantung, diabetes melitus, maupun riwayat alergi.
Riwayat operasi dan anestesi
Pasien belum pernah di operasi
B. OBJEKTIF
I. PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan umum
Kesadaran : compos mentis
2. Vital sign
Tekanan darah : 120/70 mmHg
Frekuensi Nadi : 80 bpm, regular
Frekuensi nafas : 20 x/menit, regular, torakoabdominal
Suhu : 360C per axilla
2
3. Status Generalis
Kepala : Normocephal, distribusi rambut merata
Mata : Konjunctiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
Hidung : Nafas cuping hidung (-), perdarahan (-), lendir (-)
Mulut : Malampati 3, mukosa lembab, sianosis (-), faring hiperemis
(-), gigi palsu (-), gigi goyah (-), buka mulut maksimal (>3
cm)
Telinga : Serumen (-), membran tymphani intact
Leher : Tampak simetris, deviasi trakea (-), limfonodi tidak teraba,
jarak thyro-mental > 6cm, massa (-)
Paru
Inspeksi : Simetris saat statis dan dinamis
Palpasi : Nyeri tekan (-), Vokal fremitus simetris pada
kedua paru
Perkusi : Sonor di kedua lapang paru, Nyeri ketok (-)
Auskultasi : Suara nafas vesikuler (+/+) Wh (-/-) Rh (-/-)
Jantung : BJ I/II reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen : Supel, BU (+), Nyeri tekan epigastrium (–)
Ekstremitas : Akral hangat, terpasang spalk dan bebat tekan di tungkai
bawah kanan, luka lecet
Inspeksi: Luka ukuran 0,5 cm, deformitas (+), swelling (+)
Palpasi: tenderness, sensibilitas: normal, dorsalis pedis
posterior tibialis arteri palpable
Pergerakan: Terbatas
C. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan laboratorium
Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
Hematologi
Darah Rutin
3
Hemoglobin 11,4 12-16 g/dl
Hematokrit 33 37-47 %
Eritrosit 3,8 4,3-6,0jt/ul
Leukosit 8170 4800- 10800 /ul
Trombosit 210000 150000- 400000 /ul
MCV 87 80-96fl
MCH 30 27-32pg
MCHC 33 32 - 36 g/dl
Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
Hematologi
PT 9,8 9,3 - 11,8 det ik
APTT 30,7 31 – 47 de t ik
Glukosa darah sewaktu : 130 mg/dL
2. EKG = Dalam batas normal
3. Pemeriksaan foto thorax = cor dan pulmo dalam batas normal
4. X-ray = open fraktur grade 1 tibia fibula dextra
D. DIAGNOSA KERJA
Open fraktur grade 1 proximal tibia fibula dextra
E. DIAGNOSA ANASTESI
ASA 2
F.RENCANA TINDAKAN
ORIF dan debridement
G.RENCANA ANESTESI
Epidural anestesi
4
PERSIAPAN PRAANESTESI
A. Persiapan pasien
1. Informed consent : bertujuan untuk memberitahu kepada pasien tindakan
medis apa yang akan dilakukan kepada pasien bagaimana pelaksanaannya,
kemungkinan hasilnya, dan resiko tindakan yang akan dilakukan.
2. Surat persetujuan operasi : merupakan bukti tertulis dari pasien atau keluarga
pasien yang menunjukkan persetujuan akan tindakan medis yang akan
dilakukan sehingga bila terjadi hal-hal yang tidak diinginkan keluarga pasien
tidak akan mengajukan tuntutan.
3. Pasien dipuasakan sejak pukul 00:00 WIB tujuannya untuk menghindari
kemungkinan terjadinya muntah dan aspirasi isi lambung yang akan
membahayakan pasien.
4. Pengosongan kandung kemih pada pagi hari sebelum operasi.
5. Pendataan kembali identitas pasien di kamar operasi. Anamnesa singkat yang
meliputi BB, umur, riwayat penyakit, riwayat kebiasaan, dll.
6. Pemeriksaan fisik di ruang persiapan : TD : 120/80 mmHg, Nadi 80 x/menit,
RR 20x/menit.
7. Memakai pakaian operasi yang telah disediakan di ruang persiapan.
8. Di kamar operasi pasien ditidurkan terlentang lalu dipasangkan infus.
9. Pasang kateter.
B. Persiapan Alat dan obat Anastesi
1. Troley dengan alas duk steril dimana terletak alat-alat steril sebagai
berikut :
a. Satu pasang sarung tangan
b. Kasa
c. Satu semprit 2,5 cc dan semprit 20 cc
d. Satu jarum epidural (Tuohy)
2. Bahan-bahan untuk mensterilkan area anestesi
a. Cairan antiseptik betadine
b. Cairan antiseptik alkohol
3. Obat-obat yang digunakan
5
a. Bupivacaine 0,5 %
b. Lidokain 2 %
c. Midazolam 2 mg
d. Ondansetron 8 mg
e. Asam traksenamat 500 mg
f. Efedrin 10 mg
4. Alat monitor
a. EKG
b. Sfigmomanometer
c. Oksimeter pulse
5. Obat-obat dan alat emergency yang disediakan
a. Epinefrin
b. Sulfas atropin
c. Sumber gas O2
Teknik anestesi
1. Pasien dibaringkan di meja operasi, dipasang monitor EKG, manset
sfigmomanometer, dilakukan pemeriksaan tanda vital, dipasang infus RL
2. Pasien didudukkan dengan posisi punggung maksimal sehingga prosesus
spinosus mudah teraba. Tentukan perpotongan antara garis yang
menghubungkan kedua krista iliaka dengan tulang punggung yaitu L4 atau L5
sebagai tempat tusukan anestesi.
3. Tempat tusukan disterilkan dengan betadine dan alkohol.
4. Dilakukan anestesi lokal pada tempat yang akan dilakukan penusukan dengan
pemberian lidokain 40 mg.
5. Dilakukan tusukan pada L4 – L5 dengan jarum epidural, dengan arah tusukan
20 0 – 45 0 terhadap bidang horizontal ke arah kranial, sedalam 1-2 cm.
6. Dilakukan tes untuk mengetahui bahwa jarum epidural sudah menembus
ruang epidural dengan teknik loss of resistance. Dengan menggunakan
semprit 20 cc yang diisi oleh udara, kemudian udara disuntikkan perlahan
sambil mendorong jarum epidural sampai terasa menembus jaringan keras
yang disusul oleh hilangnya tahanan udara tersebut.
6
7. Kemudian setelah yakin jarum masuk ruang epidural dilakukan test dose
yaitu masukan anestetetik lokal 3ml yang sudah bercampur adrenalin
1:200.000
8. Suntikan anestetik lokal secara bertahap 3-5 menit sebanyak 3-5 ml sampai
tercapai dosis total
9. Dimasukkan kateter epidural hingga ke ruang epidural (± 8 cm) sambil
menarik jarum epidural keluar.
10. Luka tempat tusukan diberi betadine salep lalu ditutup dengan kasa putih dan
diplester.
11. Pasien dikembalikan dalam posisi berbaring di meja operasi.
C. Persiapan terapi cairan perioperatif
Berat Badan : 61 Kg
a. Maintenance (M) = BB x Kebutuhan cairan perjam
= 61 kg x 2 cc/kg/jam = 122 cc/jam
b. Pengganti puasa (P) = M x Jam puasa
= 122 cc/jam x 13 jam = 1583 cc
c. Jenis operasi (O) kecil = BB x Jenis operasi
= 61 kg x 6 cc/kgbb = 366 cc
Pemberian Cairan Pada Operasi ini
Pada jam I = M + 50% (P) + O
= 122+ 50% (1583) + 366
= 122 + 791,5 + 366
= 1279,5 cc
Pada jam II = M + 25%(P) + O
= 122+ 25% (1583) + 366
= 122 + 395,75 + 366
= 883,75 cc
7
Pada jam III = 883,75
Pengawasan anestesi
1. Anestesi dilakukan pada pukul 13:20 wib
Operasi dimulai pada pukul 13.45 dan berakhir pukul 16:30
2. EKG : Ritme jantung dalam batas normal
3. Saturasi oksigen 100 %
4. Tekanan darah dan nadi
8
Pukul Tekanan darah (mmHg) Nadi (x/menit)
13.30 105/70 62
13.45 90/50 65
14.00 100/60 82
14.15 115/68 60
14.30 98/62 68
14.45 100/65 60
15.00 98/65 60
15.15 80/60 62
15.30 85/62 65
15.45 98/75 66
16.00 110/70 62
16.15 100/70 65
5. Pemberian obat dan cairan
6. Cairan yang keluar selama operasi
Perdarahan : Minimal
Urine : 300 cc
E. Post Operasi
Ruang pulih sadar : Tiba pukul 16:30 wib
1. Dipasang manset sfigmomanometer
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Nadi : 78 x/menit
2. Infus Ringer Laktat
3. Tubuh pasien diselimuti
9
Pukul Obat Cairan
13.20 Midazolam 2 mg RL 500 ml
13.30 Ceftriaxone 2 g
13.30 Ondansetron 8 mg
13.30 Asam traksenamat 500 mg
13.40 Bupivacaine 0,5% 5 ml
13:45 Morfin 2 mg RL yang ke 2
14:45 Bupivacaine 0,5% 5 ml
15:15 Efedrin 5 mg
15:30 Efedrin 5 mg
15:40 Bupivacaine 0,5% 5 ml
16:30 RL ½ kolf
Penilaian pulih sadar
1. Kesadaran : 2
2. Pernapasan : 2
3. Kardio Vascular : 2
4. Aktivitas : 1
5. Warna kulit : 2
Jumlah score : 9
Kesimpulan : Pasien dipindahkan ke ruang perawatan
Instruksi post operasi
1. Selesai operasi epidural di lepas
2. Bila kesakitan inj. Fentanil 15 mcg IV
3. Bila mual/muntah inj. Ondansetron 8 mg IV
4. RL 15 tetes/menit
5. Pemantauan tensi, nadi, napas setipa 15 menit selama 2 jam post op
6. Perhatian khusus yaitu tirah baring selama 6 jam sesudah anestesi
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
ANESTESI EPIDURAL
Pendahuluan
Epidural anestesi adalah blok sentral dengan banyak komplikasi. Epidural
anestesi lebih banyak digunakan pada operasi bedah, obstetric, prosedur analgetik.
Anestesia epidural adalah blokade saraf dengan menempatkan obat di ruang
epidural (peridural, ekstradural). Ruang ini berada antara ligamentum flavum dan
duramater. Bagian atas berbatasan dengan foramen magnum di dasar tengkorak dan di
bawah dengan selaput sakrokoksigeal. Kedalaman ruang ini rata-rata 5 mm dan di
bagian posterior kedalaman maksimal pada daerah lumbal.
Obat anestetik lokal di ruang epidural bekerja langsung pada akar saraf spinal
yang terletak di bagian lateral. Awal kerja anestesi epidural lebih lambat
dibandingkan anestesi spinal, sedangkan kualitas blokade sensorik-motorik juga lebih
lemah.
Ruang epidural bertekanan negatif (< 1 atm) kemungkinan karena :
1. Pemindahan tekanan negatif dari torak melalui ruang paravertebralis
2. Fleksi maksimal punggung
3. Dorongan ke depan saat jarum disuntikkan
4. Redistribusi aliran darah serebrospinal
Indikasi anestesi epidural :
1. Pembedahan dan penanggulangan nyeri pasca bedah
2. Tatalaksana nyeri saat pembedahan
3. Penurunan tekanan darah saat pembedahan supaya tidak banyak perdarahan
4. Tambahan pada anestesi umum ringan karena penyakit tertentu pasien
11
Anestetik lokal yang digunakan untuk epidural
1. Lidokain (Xylokain, Lidonest)
Umumnya digunakan 1-2 % dengan mula kerja 10 menit dan relaksasi otot baik.
2. Bupivakain (Marcain)
Konsentrasi 0,5 % tanpa adrenalin, analgesianya sampai 8 jam. Volume yang
digunakan < 20 ml.
Penyebaran obat pada anestesi epidural bergantung :
1. Volume obat yang dimasukkan
2. Usia pasien (tua minimal, 19 tahun maksimal)
3. Kecepatan suntikan
4. Besarnya dosis
5. Ketinggian tempat suntikan
6. Posisi pasien
7. Panjang kolumna vertebralis
8. Suntikan 10-15 ml obat akan menyebar ke kedua sisi sebanyak 5 segmen
Teknik analgesia epidural
Pengenalan ruang epidural lebih sulit dibanding ruang subaraknoid.
1. Posisi pasien pada saat suntikan seperti pada anestesi spinal yaitu posisi duduk
atau posisi tidur lateral dekubitus dengan tusukan pada garis tengah sebagai posisi
yang paling sering dikerjakan. Biasanya dikerjakan di meja operasi tanpa dipindah
lagi dan hanya diperlukan sedikit perubahan posisi pasien.
2. Tusukan jarum epidural biasanya dikerjakan pada ketinggian L3 - L4, karena jarak
antara ligamentum flavum dan duramater pada ketinggian ini adalah yang terlebar.
3. Jarum epidural yang digunakan ada dua macam
a. Jarum ujung tajam (Crawford) : Untuk dosis tunggal
b. Jarum ujung khusus (Tuohy) : Untuk pemandu memasukkan kateter ke ruang
epidural. Jarum ini biasanya ditandai setiap cm.
4. Teknik yang digunakan untuk mengenal ruang epidural
12
a. Loss of resistance
Teknik ini menggunakan semprit kaca atau semprit plastik rendah resistensi
yang diisi oleh udara atau NaCl sebanyak ± 3 ml. Setelah diberikan anestesi
lokal pada tempat suntikan, jarum epidural ditusukkan sedalam 1-2 cm,
kemudian udara atau NaCl disuntikkan perlahan secara intermiten sambil
mendorong jarum epidural sampai terasa menembus jaringan keras yang
disusul oleh hilangnya resistensi. Setelah yakin ujung jarum berada di ruang
epidural, dilakukan test dose.
b. Hanging drop
Pada teknik ini hanya menggunakan jarum epidural yang diisi NaCl sampai
terlihat ada tetes NaCl yang menggantung. Dengan mendorong jarum epidural
perlahan secara lembut hingga terasa menembus jaringan keras yang disusul
oleh tersedotnya tetes NaCl ke ruang epidural. Setelah yakin ujung jarum
berada di ruang epidural, dilakukan test dose.
5. Uji dosis (test dose)
Uji dosis anestesi lokal untuk epidural dosis tunggal dilakukan setelah ujung
jarum diyakini berada dalam ruang epidural dan untuk dosis berulang (kontinyu)
melalui kateter. Masukkan anestesi lokal 3 ml yang sudah bercampur adrenalin
1:200.000.
Akan terdapat tiga kemungkinan :
a. Bila tak ada efek setelah beberapa menit kemungkinan besar letak jarum atau
kateter benar
b. Bila terjadi blokade spinal menunjukkan obat masuk ke ruang subaraknoid
karena terlalu dalam
c. Bila terjadi peningkatan laju nadi samapi 20-30 % kemungkinan obat masuk
vena epidural
6. Cara penyuntikan
Setelah diyakini posisi jarum atau kateter benar, suntikkan anestetik lokal
secara bertahap setiap 3-5 menit sebanyak 3-5 ml sampai tercapai dosis total.
Suntikan terlalu cepat menyebabkan tekanan dalam ruang epidural mendadak
13
tinggi, sehingga menimbulkan peninggian tekanan intracranial, nyeri kepala dan
gangguan sirkulasi pembuluh darah epidural.
7. Dosis maksimal dewasa muda sehat 1.6 ml/segmen yang tentunya bergantung
pada konsentrasi obat. Pada manula dan neonatus dosis dikurangi sampai 50 %
dan pada wanita hamil dikurangi sampai 30 % akibat pengaruh hormon dan
mengecilnya ruang epidural akibat ramainya vaskularisasi darah dalam ruang
epidural.
8. Uji keberhasilan epidural
a. Tentang blok simpatis diketahui dari perubahan suhu
b. Tentang blok sensorik dari uji tusuk jarum
c. Tentang blok motorik dari skala Bromage
Blok Melipat lutut Melipat jari
Tak ada ++ ++
Parsial + ++
Hampir lengkap - +
Lengkap - -
Komplikasi anestesi epidural
1. Blok tidak merata
2. Depresi kardiovaskular (hipotensi)
3. Hipoventilasi (hati-hati keracunan obat)
4. Mual, muntah
14
BAB III
DISKUSI KASUS
Pasien termasuk dalam status fisik ASA II. Dari anamnesa pasien hipertensi
grade 1 sewaktu pemeriksaan normal 120/80 karena pasien minum obat amlodipin
1x5 mg terkontrol, pasien mempunyai kebiasaan merokok. Pada pemeriksaan
penunjang didapatkan adanya penurunan Hb. Anestesi epidural ini sesuai untuk
tindakan pembedahan yang akan dilakukan.
Persiapan anestesi yang meliputi persiapan pasien, persiapan alat-alat anestesi,
dan persiapan operator dapat dinilai berjalan baik adanya.
Obat anestetik lokal yang digunakan adalah lidocain dan bupivacaine.
Lidocain sebanyak 40 mg disuntikan di tempat penusukan anestesi epidural yang
bertujuan untuk menghilangkan rasa nyeri saat penyuntikan epidural. Bupivacaine
adalah obat yang umumnya dipakai untuk anestesi epidural.
Berat Badan : 61 Kg
a. Maintenance (M) = BB x Kebutuhan cairan perjam
= 61 kg x 2 cc/kg/jam = 122 cc/jam
b. Pengganti puasa (P) = M x Jam puasa
= 122 cc/jam x 13 jam = 1583 cc
c. Jenis operasi (O) kecil = BB x Jenis operasi
= 61 kg x 6 cc/kgbb = 366 cc
Pemberian Cairan Pada Operasi ini
Pada jam I = M + 50% (P) + O
= 122+ 50% (1583) + 366
= 122 + 791,5 + 366
= 1279,5 cc
Pada jam II = M + 25%(P) + O
= 122+ 25% (1583) + 366
15
= 122 + 395,75 + 366
= 883,75 cc
Pada jam III = 883,75
Berdasarkan jumlah score penilaian pulih sadar, pasien dipindahkan ke ruang
perawatan, karena pasca anestesi epidural, pasien diharuskan untuk tirah baring
selama 6 jam sambil tetap diawasi tanda-tanda vitalnya, selain itu juga
dipertimbangkan dari penyakit penyertanya.
16
DAFTAR PUSTAKA
1. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Departement Farmakologi dan
Terapeutik Ed 5 farmakologi dan Terapi. Jakarta : Gaya Baru ; 2007
2. Mangku G,dkk. Buku ajar Ilmu Anasthesia dan Reanimasi. Cetakan pertama.
Jakarta : Universitas Udayana Indeks ; 2010
3. Mansjoer A, Triyanti K, Wardhani WI. Et all (editor), Kapita Selekta Kedokteran,
Cetakan keenam 2007 : Media Aesculapius – FK UI
http//ascf.en.enzl.com/ACM619_multi_functional_anasthesia_machine
4. Latief SA. Suryadi KA. Dachlan MR, Petunjuk Praktis Anestesiologi dan Terapi
Intensif Edisi 3. Jakarta Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia ; 2007
17