tugas STRUKTUR-MODAL
Click here to load reader
-
Upload
ahmad-ali-fatha -
Category
Documents
-
view
140 -
download
20
description
Transcript of tugas STRUKTUR-MODAL
Modul Seri 2-3 : Manajemen Keuangan Lanjutan
STRUKTUR MODAL PERUSAHAAN
Disusun Oleh :
Amyardi, SH, SE, MM.
PROGRAM KULIAH KELAS KARYAWAN
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS MERCU BUANA
JAKARTA 2010
STRUKTUR MODAL PERUSAHAAN
A. PENTINGNYA KEBIJAKSANAAN STRUKTUR MODAL
Struktur modal merupakan imbangan antara modal asing atau hutang dengan modal
sendiri. Misalnya perusahaan mempunyai hutang baik jangka pendek maupun hutang
jangka panjang sebesar Rp. 200.000.000,- sementara modal sendiri yang memiliki sebesar
Rp. 300.000.000,-, maka struktur modalnya adalah sebesar 40%, artinya aktiva yang dimiliki
oleh perusahaan 40% dibelanjai dengan hutang dan 60% dibelanjai dengan modal sendiri.
Perubahan struktur modal bisa menyebabkan perubahan nilai perusahaan. Beberapa faktor
yang perlu dipertimbangkan dalam penentuan kebijaksanaan struktur modal adalah :
1. Persesuaian atau suitability.
Merupakan persesuaian antara cara pemenuhan dana dengan jangka waktu
kebutuhannya. Jika yang dibutuhkan perusahaan dana berjangka pendek, bila dibelanjai
dengan hutang obligasi atau dengan mengeluarkan modal sendiri kurang sesuai.
Sebaiknya cara pemenuhan dana disesuaikan dengan jangka waktu kebutuhannya,
artinya bila kebutuhan dana berjangka pendek, maka sebaiknya dipenuhi dari sumber
dana jangka pendek, dan bila kebutuhan dana jangka panjang sebaiknya dipenuhi
sumber dana jangka panjang.
2. Pengawasan atau control.
Pengendalian atau pengawasan perusahaan ada di tangan para pemegang saham.
Manajemen perusahaan mengemban tugas untuk menjalankan hasil keputusan
pemegang saham. Biasanya sebuah perusahaan dimiliki oleh beberapa pemegang
saham, sehingga bila diperlukan tambahan dana perlu dipertimbangkan apakah fungsi
pengawasan dari pemilik lama tidak akan terkurangi. Oleh karena itu dengan
pertimbangan tersebut, biasanya pemilik lama lebih menginginkan mengeluarkan
obligasi dibanding dengan menambah saham.
3. Laba atau earning per share
Secara finansial harusnya yang bisa menghasilkan keuntungan bagi pemegang saham
atau earning per share lebih besar. Seperti diuraikan pada bab sebelumnya bahwa
apabila rentanbilitas ekonomis yang diperoleh lebih besar dibanding dengan tingkat
bunga hutang, maka sebaiknya memilih hutang, karena akan menghasilkan EPS lebih
besar, dan sebaliknya bila rentabilitasnya lebih rendah dibanding dengan bunga hutang
lebih baik memilih modal sendiri.
4. Tingkat risiko atau riskness.
Hutang merupakan sumber dana yang mempunyai resiko tinggi, sebab bunganya tetap
harus dibayarkan baik pada saat perusahaan mendapatkan laba maupun dalam kondisi
merugi. Apabila keuntungan yang diperoleh perusahaan besar, penggunaan hutang lebih
baik sebab akan menghasilkan EPS lebih besar, namun bila keuntungan perusahaan
kecil apalagi rugi, maka sumber dana hutang kurang baik. Oleh karena itu semakin besar
penggunaan dana dari hutang mengindifikasikan perusahaan mempunyai tingkat resiko
yang besar.
B. TEORI STRUKTUR MODAL
Teori struktur modal yang dikembangkan oleh beberapa ahli, terutama digunakan untuk
mengetahui apakah perusahaan bisa meningkatkan kemakmuran pemegang saham melalui
perubahan struktur modal. Dalam pembahasan selanjutnya akan digunakan beberapa notasi
yang akan digunakan dalam berbagai formulasi.
O = Laba bersih operasi (EBIT)
F = Bunga hutang yang dibayarkan oleh perusahaan
E = Laba yang tersedia bagi pemilik
S = Nilai pasar modal sendiri
B. = Nilai pasar hutang
V = Total nilai perusahaan yakni S + B
Ke = Biaya modal sendiri atau return diharapkan
Kd = Biaya modal hutang atau tingkat bunga hutang
Ko = Biaya modal rata-rata tertimbang
Dari uraian di atas untuk mengetahui besarnya biaya modal, bisa diformasikan sebagai berikut :
a. Biaya modal saham biasa
S
EK e
b. Biaya modal dari hutang
c. Biaya modal rata-rata tertimbang
d.
Atau
C. PENDEKATAN TRADISIONAL
Pendekatan tradisional ini berpendapat bahwa pada pasar modal yang sempurna dan
tidak ada pajak, maka perubahan struktur modal akan mempengaruhi besarnya nilai
perusahaan.
Misalnya PT. ABADI dalam beroperasi hanya menggunakan modal sendiri, dan
memperoleh keuntungan operasi sebesar Rp. 25.000.000,- per tahun. Return diharapkan
dari pemilik adalah sebesar 20% per tahun. Dengan data tersebut, maka nilai perusahaan
dan biaya modal perusahaan akan nampak sebagai berikut :
O EBIT Rp 25 juta
F Bunga -
E Laba untuk pemegang saham Rp 25 juta
Ke Biaya Modal Sendiri 0,20
S Nilai Pasar Modal Sendiri Rp 125 juta
B Nilai Pasar Hutang -
V Nilai Pasar Perusahaan Rp 125 juta
Ko Biaya Modal Perusahaan
= 0,2 (125/125) + 0(0/125) 0,20
Nilai pasar modal sendiri = 25 juta : 0,20 = Rp. 125 juta, sedangkan biaya modal perusahaan
bisa juga dihitung dengan cara :
Ke = 25 juta / 125 juta = 0,20
Misalkan perusahaan akan mengganti sebagian modalnya dengan hutang. Biaya hutang
yang diminta oleh kreditor adalah sebesar 16%. Bunga yang harus dibayarkan atas
penggunaan hutang tersebut adalah Rp. 10.000.000,-. Karena sebagian dananya dibiayai
dengan hutang, berarti perusahaan semakin berisiko. Untuk itu pemilik mengharapkan
tingkat keuntungannya menjadi 22%. Dengan demikian nilai perusahaan dan biaya
modalnya adalah sebagai berikut :
O EBIT Rp 25,00 juta
F Bunga Rp 10,00 juta
E Laba untuk pemegang saham Rp 15,00 juta
Ke Biaya Modal Sendiri 0,22
S Nilai Pasar Modal Sendiri Rp 68,18 juta
B Nilai Pasar Hutang Rp 62,50 juta
V Nilai Pasar Perusahaan Rp 130,68 juta
Ko Biaya Modal Perusahaan
= 0,2 (68,18/130,68) + 0,16 (62,5/130,68) = 0,191
Dari keuntungan diatas, nampak terjadi penurunan biaya modal perusahaan dari semula
sebesar 0,20 setelah diubah struktur modalnya dengan mengganti sebagian modal sendiri
dengan hutang menjadi 0,191. Dengan demikian perusahaan akan menjadi lebih baik
setelah perubahan struktur modal tersebut. Misalnya jumlah lembar saham yang beredar
sebesar 5000 lembar, maka sebelum perubahan struktur modal harga per lembar saham
sebesar Rp. 125.000.000/5000 = Rp. 25.000,- setelah ada perubahan struktur modal harga
per lembar saham menjadi Rp. 130.680.000/5000 = Rp. 26.136,-
D. PENDEKATAN MODIGLIANI DAN MILLER
Pendekatan tradisional ini dibantah oleh Franco Modigliani dan Merton H. Miller yang
lebih dikenal dengan Pendekatan Modigliani dan Miller (MM approaches) melalui artikelnya
yang terkenal pada tahun 1958 yang berjudul The Cost of Capital, Corporation Finance and
The Theory of Investment, menyatakan bahwa tidak ada hubungannya antara nilai
perusahaan dan biaya modal dengan struktur modalnya. Pernyataan tersebut didukung
dengan adanya proses arbitrase. Melalui proses arbitrase akan membuat harga saham atau
nilai perusahaan baik yang tidak menggunakan hutang atau yang menggunakan hutang,
akhirnya sama.
Proses arbitrase ini muncul karena investor bersifat rasional, artinya investor lebih
menyukai investasi yang sama tetapi menghasilkan keuntungan yang lebih besar atau
dengan investasi yang lebih kecil menghasilkan keuntungan yang sama.
Misalnya ada dua perusahaan yang identik PT. ABADI yang dalam operasinya hanya
menggunakan modal sendiri dan PT. AGUNG yang dalam beroperasinya sebagian
menggunakan hutang. Nilai perusahaan kedua perusahaan tersebut nampak sebagai berikut
:
PT. ABADI PT. AGUNG
E B I T Rp. 25,00 juta Rp. 25,00 juta
Bunga Rp - Rp. 10,00 juta
Laba untuk pemegang saham Rp 25,00 juta Rp 15.00 juta
Biaya Modal sendiri 0,20 0,22
Nilai Pasar Modal Sendiri Rp 125,00 juta Rp 68,18 juta
Nilai Pasar Hutang 0 Rp 62,50 juta
Nilai Pasar Perusahaan Rp 125,00 juta Rp 130,68 juta
Biaya Modal Perusahaan 0,20 0,191
Misalkan Tn. Rifki mempunyai 20% saham PT. AGUNG yang menggunakan hutang, berarti
Tn. Rifki mempunyai kekayaan sebesar. 0,2 x Rp 68,18 juta = Rp 13,64 juta. Karena ada PT.
ABADI yang tidak mempunyai hutang, maka Tn. Rifki akan menjual sahamnya di PT.
AGUNG untuk dibelikan saham di PT. ABADI, maka:
a. Tn. Rifki menjual sahamnya dan akan menerima dana Rp 13,64 juta.
b. Pinjam uang sebesar Rp 12,5 juta dengan bunga sama dengan 16%, nilai pinjaman
tersebut sebesar 20% dari nilai hutang PT. AGUNG. Dengan demikian Tn. Rifki
mempunyai dana sebesar = Rp 13,64 + Rp 12,5 juta = Rp 26,14 juta.
c. Membeli 20% saham PT. ABADI yakni senilai 20% x Rp 125 juta = Rp 25 juta.
d. Dengan demikian Tn. Kitki masih mempunyai sisa dana sebesar Kp 1,14 juta, yakni
selisih dana yang dipunyai dengan harga beli saham PT. ABADI.
Pada saat Tn Rifki masih mempunyai 20% saham PT. AGUNG, akan mendapat keuntungan
sebesar = 20% x Rp 15 juta = Rp 3 juta.
Sedang pada saat mempunyai 20% saham PT. ABADI, keuntungan Tn. Rifki adalah:
Keuntungan dari saham PT. ABADI = 20% X Rp 25 juta = Rp 5 juta
Bunga yang dibayar = 16% x Rp 12,5 juta = Rp 2 juta
Keuntungan bersih = Rp 3 juta
Dengan demikian, atas pembelian saham PT. ABADI tersebut Tn. Rifki mendapatkan
keuntungan yang sama dengan bila tetap memiliki saham PT. AGUNG yakni Rp 3 juta,
tetapi bisa menghemat investasi sebesar Rp 1,14 juta. Artinya dengan investasi yang lebih
rendah akan menghasilkan keuntungan yang sama. Bila semua investor menyadari hal ini,
maka mereka akan melakukan hal yang sama dengan Tn. Rifki. Pengalihan pemilikan
saham seperti yang dilakukan oleh Tn. Rifki dan investor lain inilah yang dinamakan dengan
proses arbitrase. Proses arbitrase ini berlangsung sampai pada tingkat tidak ada lagi
penghematan investasi bila menjual saham PT. AGUNG untuk membeli saham PT. ABADI.
E. STRUKTUR MODAL BILA ADA PAJAK
Pendekatan yang dibahas di atas dengan asumsi tidak ada pajak. Namun pada
kenyataannya di setiap negara dapat dipastikan ada pajak. Menurut Modigliani dan Miller
apabila ada pajak, maka perubahan struktur modal menjadi relevan. Hal ini disebabkan
karena bunga yang dibayarkan berfungsi sebagai pengurangan pajak atau sebagai tax
deductable. Apabila ada dua perusahaan yang menghasilkan laba operasi yang sama, yang
satu perusahaan tidak menggunakan hutang dan perusahaan satunya lagi menggunakan
hutang, maka pajak penghasilan yang dibayarkan tidak akan sama. Perusahaan yang
menggunakan hutang akan membayar pajak lebih kecil dibanding dengan perusahaan yang
tidak menggunakan hutang. Bagi perusahaan yang menggunakan hutang bisa menghemat
pajak, dan tentunya akan bisa meningkatkan kesejahteraan pemilik atau akan meningkatkan
nilai perusahaan. Seperti pada contoh PT. ABADI dan PT. AGUNG di atas, bila ada pajak
30%, maka:
PT. ABADI PT: AGUNG
E B I T Rp 25,00 juta Rp 25,00 juta
Bunga - Rp 10,00 juta
Laba untuk pemegang saham Rp 25,00 juta Rp 15,00 juta
Pajak 30% Rp. 7,50 juta Rp.15,00 juta
EAT Rp 17,50 juta Rp 10,50 juta
Dari contoh di atas terlihat bahwa PT. AGUNG yang menggunakan hutang membayar pajak
lebih rendah dibanding dengan PT. ABADI yang tidak menggunakan hutang. Perbedaan
pajak yang dibayarkan sebesar Rp 3 juta tersebut disebabkan bunga yang dibayarkan
sebagai pengurang pajak, yakni sebesar 30% x Rp 10 juta. Berarti perusahaan yang
menggunakan hutang akan memperoleh penghematan pajak. Penghematan pajak ini
tentunya mendatangkan manfaat bagi perusahaan. Bila asumsi hutangnya permanen, maka
setiap tahun akan memperoleh penghematan pajak sebesar Rp 3 juta selamanya. Dengan
demikian penghematan pajak yang diperoleh oleh perusahaan bisa dihitung dengan cara
menghitung persent value dari penghematan pajak sebagai berikut:
PV penghematan pajak =
r adalah tingkat bunga yang relevan, atau bisa menggunakan biaya modal dari hutang.
Karena penghematan pajak diterima selamanya, maka t = OD, maka PV penghematan pajak
dapat dihitung dengan formulasi:
PV penghematan pajak =
Karena perusahaan yang menggunakan hutang mendapatkan manfaat berupa
penghematan pajak, maka MM berpendapat bahwa nilai perusahaan yang menggunakan
hutang lebih besar dibanding dengan nilai perusahaan yang tidak menggunakan hutang.
Adapun selisihnya adalah sebesar PV penghematan pajak tersebut. Oleh karena itu nilai
perusahaan yang menggunakan hutang (VL) bisa diformulasikan sebagai berikut:
VL = VU + PV penghematan pajak
VU adalah nilai perusahaan yang tidak menggunakan hutang.
Misalnya biaya modal sendiri PT. ABADI yang tidak menggunakan hutang (Ku) sebesar
20%, dan biaya hutang ({td) sebesar 16%, maka nilai PT. ABADI bisa dihitung sebagai
berikut :
VU = Rp 17,5 juta/0,20
= Rp 87,5 juta
PV penghematan pajak = Rp 3 juta/0,16
= Rp 18,75 juta
Dari perhitungan tersebut, nilai P'T. AGUNG yang menggunakan hutang dapat dihitung.
VL = Rp 87,5 juta + Rp 18,75 juta
= Rp 106,25 juta.
Apabila dihitung biaya modal masing-masing perusahaan akan nampak sebagai berikut:
PT. ABADI PT. AGUNG
E B I T Rp 25,00 juta Rp 25,00 juta
Bunga - Rp 10,00 luta
Laba untuk pemegang saham Rp 25,00 juta Rp 15,00 juta
Pajak 30% Rp 7,50 iuta Rp 4,50 luta
EAT Rp 17,50 iuta Rp 10,50 juta
Biaya hutang - 0,16
Nilai hutang - Rp 62.50 juta
Biaya modal sendiri 0,20 0,24
Nilai modal sendiri Rp 87,50 juta Rp 43,75 juta
Nilai perusahaan Rp 87,50 juta Rp 106,25 juta
Biaya modal perusahaan 0,20 0,1647
Bagi PT. ABADI laba yang diperoleh untuk pemegang saham sebesar Rp 17,5 juta dengan
biaya modal sendiri sebesar 0,20, sehingga nilai modal sendiri adalah = Rp 17,5 juta/0,20 =
Rp 87,5 juta. Karena hanya menggunakan modal sendiri, maka nilai perusahaannya juga Rp
87,5 juta.
Sedangkan untuk PT. AGUNG bunga yang dibayarkan adalah sebesar Rp 10 juta dengan
biaya hutang sebesar 0,16. Berarti nilai hutangnya sebesar = Rp 10 juta/0,16 = Rp 62,5 juta.
Nilai PT. AGUNG yang menggunakan hutang seperti pada perhitungan di atas diperoleh
VL = Rp 106,25 juta, dengan demikian nilai modal sendiri = Rp 106,25 juta - Rp 62,5
juta = Rp 43,75 juta, oleh karena itu biaya modal sendirinya adalah = Rp 10,5 juta/Rp43,75
juta = 0,24.
Untuk menghitung biaya modal perusahaan dapat digunakan rumusan
Dengan demikian besarnya biaya modal perusahaan:
(a) Ko = EBIT (1-t)N
Ko = Rp 25 juta (1-0,3)1106,25 = 16,47% atau
(b) Ko = K° (SN) + Kd (1-t)(B/V)
K° = 0,24 (43,75/106,25) + 0,16(1 - 0,3)(62,5/106,25)
= 16,47%
Biaya hutang (Kd) perlu disesuaikan dengan pajak yakni Kd (1 - t), karena bunga berfungsi
sebagai pengurang pajak, sehingga bunga yang diperhitungkan setelah pajak adalah
sebesar Rp 10 juta (1 - 0,3) = Rp 7 juta. Dengan demikian biaya bunga setelah pajak atau
cost of debt after tax sebesar Rp 7 juta/Rp62,5 juta = 11,2%. Perhitungan ini sama dengan
K, (1 -t) = 16% (1 - 0,3) = 11,2%.
Dari hasil perhitungan, Modigliani dan Miller berpendapat bahwa perusahaan akan bisa
meningkatkan nilai perusahaannya jika menggunakan hutang sebesar-besarnya. Hal ini
memunculkan berbagai kritik dari kalangan praktisi, namun juga disadari karena asumsi
yang digunakan oleh MM memang sulit diterapkan dalam dunia praktek.
Pendapat MM tentang struktur modal dan kaitannya dengan biaya modal, dapat
digambarkan sebagai berikut.
Biaya Modal (%)
Gambar. Biaya modal menurut MM
Ke
Ko
Kd
Ke
20
0 B/S
Kd (I-t)
20
0
12
Dari gambar tersebut bisa terlihat bahwa bila tidak ada pajak biaya perusahaan selalu
konstan, sedangkan bila ada pajak biaya modal perusahaan - cenderung menurun sesuai
dengan komposisi hutang terhadap modal sendiri.
INDUSTRI
RATIO
EKUITAS
BIASA
RATIO
UTANG
JANGKA
PANJANG
RATIO
KELIPATAN
BAYARAN
BUNGA
PENGEMBALIAN
ATAS EKUIDITAS
(1) (2) (3) (4)
FARMASI 78,74 % 21,26 % 17,4 X 30,7 %
KOMPUTER 69,93 % 30,07 % 13,2 X 7,6 %
BAJA 65,79 % 34,21 % 1,0 X 0,3 %
PENERBANGAN 57,80 % 42,20 % 3,9 X 8,8 %
KERETA API 51,81 % 48,19 % 2,8 X 8,8 %
FASILITAS
UMUM38,37 % 61,63 % 3,8 X 14,0 %
0Ada PajakTidak Ada Pajak