Tugas Referat

38
OTITIS EKSTERNA Definisi Adalah inflamasi canalis auditorius baik akut maupun kronis yang disebabkan infeksi bakteri, jamur ataupun virus. Faktor predisposisi perubahan pH liang telinga (pH basa), udara hangat, kelembaban tinggi dan adanya trauma ringan pada telinga (kebiasaan mengorek telinga). Klasifikasi a. Otitis Eksterna Sirkumkripta (Furunkel) Patofisiologi 1/3 luar canalis auditorius yang mengandung adneksa kulit (rambut, kelenjar sebasea, kelenjar serumen) mengalami infeksi pilosebaseus furunkel. Organisme penyebab tersering Staphylococcus aureus atau Staphylococcus albus Klinis Nyeri telinga timbul karena penekanan perikondrium oleh furunkel. Bisa timbul spontan atau saat membuka mulut (sendi temporomandibula) Gangguan pendengaran jika furunkel menutupi canalis auditorius Terapi ‘Arsy Prestica Rosyadi/H1A010032/Stase THT Periode 8 218

description

Referat

Transcript of Tugas Referat

OTITIS EKSTERNA

DefinisiAdalah inflamasi canalis auditorius baik akut maupun kronis yang disebabkan infeksi bakteri, jamur ataupun virus. Faktor predisposisi perubahan pH liang telinga (pH basa), udara hangat, kelembaban tinggi dan adanya trauma ringan pada telinga (kebiasaan mengorek telinga).

Klasifikasia. Otitis Eksterna Sirkumkripta (Furunkel)Patofisiologi1/3 luar canalis auditorius yang mengandung adneksa kulit (rambut, kelenjar sebasea, kelenjar serumen) mengalami infeksi pilosebaseus furunkel. Organisme penyebab tersering Staphylococcus aureus atau Staphylococcus albusKlinis Nyeri telinga timbul karena penekanan perikondrium oleh furunkel. Bisa timbul spontan atau saat membuka mulut (sendi temporomandibula) Gangguan pendengaran jika furunkel menutupi canalis auditoriusTerapi Dinding furunkel tebal incisi kemudian drainase nanah Abses aspirasi steril untuk evakuasi nanah Antibiotik Lokal Polymixin B, Basitrasin dalam bentuk salep atau tetes telinga Analgetik sistemik jika dibutuhkan. Antibiotik sistemik tidak diperlukan

b. Otitis Eksterna Profunda DifussPatofisiologiInflamasi mengenai kulit liang telinga 2/3 dalam kulit hiperemis dan edema dengan batas difuss. Bakteri tersering Pseudomonas, Staphylococcus albus, Escherichia coli. Dapat terjadi sekunder pada otitis media supuratif kronis.Klinis Nyeri tekan Tragus Edema dan hiperemis liang telinga menjadi sempit KGB regional membesar dan nyeri tekan Terdapat sekret berbau, tidak mengandung lendirTerapi Membersihkan liang telinga Tampon antibiotik Antibiotik Sistemik

OTITIS MEDIA AKUT

DefinisiOtitis Media Akut (OMA) adalah peradangan akut sebagian atau seluruh periosteum telinga tengah . Otitis Media Akut (OMA) adalah telinga tengah biasanya steril, meskipun terdapat mikroba di nasofaring dan faring.Otitis Media Akut (OMA) adalah infeksi akut telinga tengah.

Etiologi Bakteri piogenik seperti streptococcus hemolitiytikus, staphylococcus aureus, pneumokokus, H. Influenzae, E. Coli, S. anhemolyticus, P. Vulgaris dan P. Aeruginosa. Penyebab utama Otitis Media Akut (OMA) adalah masuknya bakteri patogenik ke dalam telinga tengah yang normalnya steril.Kuman penyebab utama kuman Otitis Media Akut (OMA) adalah bakteri piogenik, seperti streptococcus hemolitiytikus, staphylococcus aureus, pneumokokus. Selain itu kadang-kadang ditemukan jugahemofilus influenza, asheria colli, streptococcus anhemolitikus, proteus vulgaris dan pseudomonas aurugenosa. Hemofilus influenza sering ditemukan pada anak yang berusia di bawah 5 tahun.

PatofisiologiTerjadi akibat terganggunya faktor pertahanan tubuh yang bertugas menjaga kesterilan telinga tengah. Faktor penyebab utama adalah sumbatan tuba eustachius sehingga pencegahan invasi kuman terganggu. Pencetusnya adalah infeksi saluran nafas atas. penyakit ini mudah terjadi pada bayi karena tuba eustachiusnya pendek, lebar dan letaknya agak horizontal. Manifestasi KlinisGejala klinis OMA tergantung pada stadium penyakit dan umur pasien. Stadium OMA berdasarkan perubahan mukosa telinga tengah. Adapun stadium-stadiumnya adalah sebagai berikut : 1. Stadium Oklusi Tuba Eustachius.Terdapat gambaran retraksi membran timpani akibat tekanan negatif di dalam telinga tengah. Karena adanya absorbsi udara kadang-kadang membran timfani tampak normal atau berwarna keruh pucat. Efusi tidak dapat dideteksi. Sukar dibedakan dengan Otitis media serosa akibat virus atau alergi. 2. Stadium HiperemisTampak pembuluh darah melebar di membran timfani atau seluruh membran timpani tampak hiperemis serta edema. Sekret yang telah terbentuk mungkin masih bersifat eksudat serosa sehingga sukar terlihat. 3. Stadium Supurasi Edema yang hebat pada mukosa telinga tengah dan hancurnya sel epitel superficial, serta terbentuknya eksudat yang purulen di kavum timfani menyebabkan membran timfani menonjol ke arah liang telinga luar. Pada keadaan ini pasien tampak sangat sakit, nadi dan suhu meningkat, serta rasa nyeri di telinga bertambah hebat. 4. Stadium Perforasi Karena pemberian antibiotic yang terlambat atau virulensi kuman yang tinggi, dapat terjadi rupture membran timfani dan nanah keluar mengalir dari telinga tengah ke telinga luar. Anak yang semula gelisah menjadi tenang, suhu badan turun dan dapat tidur nyenyak. 5. Stadium ResolusiBila membran timfani tetap utuh, maka keadaan membran timfani perlahan-lahan akan normal kembali. Bila terjadi perforasi maka sekret akan berkurang dan akhirnya kering. Komplikasi OMA Sebelum adanya antibiotik, OMA dapat menimbulkan komplikasi mulai dari abses subperioteal sampai abses otak dan meningitis. Sekarang semua jenis komplikasi tersebut biasanya didapat pada OMSK.

PenatalaksanaanTerapi tergantung pada stadium penyakitnya. Pengobatan pada stadium awal ditunjukkan untuk mengobati infeksi saluran nafas dengan pemberian antibiotik, dekongestan lokal atau sistemik dan antipiretik.1. Stadium Oklusi TubaTerapi ditujukan untuk membuka kembali tuba estachius sehingga tekanan negatif di telinga tengah hilang. Diberikan obat tetes telinga HCl Efedrin 1% dalam larutan fisiologis untuk anak di atas 12 tahun dan dewasa. Sumber infeksi lokal harus diobati, antibiotic diberikan bila penyebabnya kuman.2. Stadium Presupurasi / HiperemisDiberikan antibiotik, obat tetes hidung dan analgesik bila membran timfani sudah terlihat hiperesmis difusi, sebaiknya dilakukan miringotomi. Dianjurkan pemberian antibiotic golongan penicillin/eritromisin. Jika terdapat resistensi dapat diberikan kombinasi dengan asam klavulanat/sefalosporin. Antibiotik diberikan minimal selama 7 hari. Pada anak diberikan ampisilin 4 x 50-100 mg/kg BB, amoksilin 4 x 40 mg/kg BB/hari atau eritromisin 4 x 40 mg/kg BB/hari. 3. Stadium SupurasiSelain antibiotic, pasien harus dirujuk untuk dilakukan miringotomi bila membran timfani masih utuh sehingga gejala cepat hilang dan tidak terjadi ruptur.4. Stadium Perforasi Terlihat sekret banyak keluar, kadang secara berdenyut. Diberikan obat cuci telinga H2O2 3% selama 3-5 hari serta antibiotik yang adekuat sampai 3 minggu. Biasanya sekret akan hilang dan perforasi akan menutup sendiri dalam 7-10 hari.

5. Stadium ResolusiMembran timfani berangsur normal kembali, sekret tidak ada lagi dan perforasi menutup. Bila tidak, antibiotik dapat dilanjutkan sampai 3 minggu, bila tetap mungkin telah terjadi mastoiditis.

OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIK

DefinisiInfeksi kronis di liang telinga dengan perforasi membran timpani dan terdapat sekret keluar dari telinga tengah terus menerus/hilang timbul.

Etiologi Otitis media akut ditambah perforasi yang berlanjut menjadi otitis media supuratif kronik. Bila < 3 minggu otitis media akut. Bila 3 minggu s/d 2 bulan otitis media subakut. Bila > 2 bulan otitis media kronik.Beberapa faktor yang menyebabkan otitis media akut menjadi otitis media supuratif kronik ialah terapi yang terlambat diberikan, terapi yang tidak adekuat, virulensi kuman tinggi, daya tahan tubuh pasien rendah (gizi kurang), atau higiene buruk.

Gejala dan pemeriksaan Fisik Otore Bila kosistensi berlendir berasal dari mukosa timpani Derajat kekeruhan tergantung banyak atau sedikitnya sel nanah Jika ada darah kemungkinan ada granuloma Nanah yang bercampur serpihan putih pada air bilasan curiga kolesteatom Jika nanah berbau tergantung dari kontaminasi saprofit Pendengaran tuli ringan Gambaran membran timpani dan cavum timpani Kemerahan Mukosa menebal karena edema Permukaan licin/berbintil-bintil Permukaan selalu basah Jika kerusakan epitel mencapai epitimpanum muncul granuloma yang mudah berdarah bila di sentuh.

KlasifikasiOtitis media supuratif kronik

BenignaMaligna

Perforasi sentral Peradangan terbatas pada mukosa Biasanya tidak mengenal tulang Jarang menimbulkan komplikasi Tidak terdapat kolesteatoma Perforasi marginal Abses/fistel retroaurikular Polip di meatus akustikus eksterna Kolesteatom pada telinga tengah Sekret benbentuk nanah dan terdapat bau khas Ada bayangan kolesteatom pada foto radiologi Menimbulkan komplikasi fatal

Komplikasi Komplikasi intratemporalKomplikasi intrakranial

Mastoiditis Petrositis Labirinitis Abses retroaurikuler Parese/paralisis N.fasialis Abses benzold Abses citelli Thrombophlebitis sinussigmoideus Abses perisinus Meningitis Abses subdural Abses epidural Abses otak Hidrosefalus otitis

Tatalaksana

OMSK Benigna

AktifTenang

Cuci telinga, antibiotik topikal, antibiotik sistemik. Stimulasi epitelial tepi perforasi

Otore menetap > 1 mingguOtore stop

Perforasi menutupPerforasi menetap

X-ray mastiod (schuller x-ray), audiogramAntibiotik berdasarkan kultur Tuli konduktif (-)Tuli konduktif (+)

Menetap > 3 bulan

Ideal:Mastoidektomi+timpanoplastiIdeal: timpanoplasti dengan atau tanpa mastoidektomi

OMSK + Kolesteatoma (Maligna)

OMSK maligna bersifat progresif Kolesteatoma yang semakin luas akan mendestruksikan tulang yang dilewatinyaInfeksi sekunder akan menyebabkan keadaan septik lokal dan nekrosis septik dijaringan lunak yang dilalui kolesteatom dan sekitarnya, juga menyebabkan destruksi jaringan lunak yang mengancam akan terjadinya komplikasiSatu-satunya pengobatan adalah bedah

Pilihan :Atikotomi anteriorTimpanoplasti dinding utuh (canal wall up tympanoplasty)Timpanoplasti dinding runtuh (canal wall down tympanoplasty)AtticoantroplastyOpen dan close tympanoplasty method

Penggunaan Antibiotik Beserta Dosis

JenisDosis harianFrekuensi/hari

Amoxicillin 40 mg/KgBB3 kali

Ampicilin 50-100 mg/KgBB4 kali

Co-Amoksiklav 40 mg/KgBB2-3 kali

Eritromisin 30-50 mg/KgBB4 kali

Cefodroxil 25-50 mg/KgBB2 kali

Cefixime 8 mg/KgBB1atau 2 kali

Cotrimoxazole (TMP+SMZ)TMP: 8 mg/KgBBSMZ: 40 mg/KgBB2 kali

TES PENALA

Tes penala bertujuan untuk menilai ada tidaknya gangguan pendengaran (tuli/hearing loss) dan membedakan tuli hantaran (conductive hearing loss) dan tuli sensorineural (sensorineural hearing loss). Kontraindikasi: Tidak ada kontraindikasi Tes penala didasarkan pada 2 prinsip utama, yaitu: Telinga dalam lebih sensitif terhadap hantaran suara oleh udara dibandingkan oleh tulang. Bila ada gangguan pada hantaran suara oleh udara, telinga yang terganggu akan lebih sensitif terhadap hantaran oleh tulang, disebut tuli hantaran murni (conductive hearing loss).Garputala yang digunakan adalah garputala dengan frekuensi 512 Hz.

Tes tenala meliputi: Tes RinneTes Rinne berguna untuk membandingkan hantaran udara dan hantaran tulang, sehingga membantu menegakkan diagnosis tuli hantaran (conductive hearing loss). Cara kerja: Getarkan penala dengan memukul salah satu ujung jarinya ke telapak tangan atau diapit kedua ujung oleh kedua jari. Tekan ujung tangkai penala pada processus mastoideus salah satu pasien. Tanyakan apakah terdengar bunyi dengungan di telinga yang diperiksa atau tidak. Jika terdengar, minta pasien memberi tanda apabila dengungan telah hilang. Setelah pasien memberi tanda, pemeriksa mengangkat penala dari processus mastoideus lalu tempatkan penala didepan lubang telinga. Setelah itu, prosedur diatas dibalik.

Interpretasi hasil: Tes rinne positif Masih mendengar dengungan melalui hantaran aerotimpanial/ setelah garpu tala tidak terdengar pada hantaran tulang, bunyi masih terdengar pada hantaran udara selama beberapa detik/menit. Tes rinne negatif Tidak mendengar dengungan melalui hantaran aerotimpanial.

Tes Weber Tes weber dilakukan setelah tes rinne, bertujuan untuk membedakan tilu hantaran dan tuli sensorineural.Cara kerja: Getarkan penala dengan memukul salah satu ujung jarinya ke telapak tangan atau diapit kedua ujung oleh kedua jari. Posisikan lalu tekan penala pada dahi pasien di garis tengah kepala (vertex, dahi, pangkal hidung, tengah-tengah gigi seri). Tanyakan pada pasien apakah terdengar dengungan pada kedua auricular atau tidak, kemudian apakah dikedua sisi sama atau ada yang lebih kuat (lateralisasi).Interpretasi hasil:Suara terdengar sama keras di telinga kiri atau kanan Tidak ada lateralisasi/normal. Jika terdengar lebih keras di satu sisi ada lateralisasi. Jika lateralisasike arah telinga yang terganggu tuli hantaran. Jika lateralisasi ke arah telinga kontralateral (telinga yang sehat) tuli sensorineural.

Tes SchwabachTes Schwabach bertujuan untuk membandingkan hantaran tulang orang yang diperiksa dengan pemeriksa yang pendengarannya normal. Cara pemeriksaan:Penala digetarkan, diletakkan pada processus mastoideus pemeriksan terlebih dahulu, sampai tidak terdengar bunyi. Kemudian tangkai penala segera di pindahkan pada processus mastoideus telinga pasien dan sebaliknya untuk konfirmasi. Interpretasi hasil: Schwabach normal Pemeriksa tidak mendengar dengungan penala setelah pasien menyatakan dengungan hilang. Schwabach memendek Pemeriksa masih mendengarkan dengungan penala setelah pasien menyatakan dengungan telah hilang. Schwabach memanjang Dengungan akan terdengar lebih lama oleh penderita dibanding pemeriksa.

Interpretasi hasil pemeriksaan tes penala RinneWeberSchwabachHasil

Positif Tidak ada lateralisasiSama dengan pemeriksaNormal

NegatifLateralisasi ke telinga yang sakitmemanjangTuli konduktif

Positif Lateralisasi ke telinga yang sehatmemendekTuli sensorineural

Tuli konduktif adalah ketulian yang disebabkan kerusakan atau gangguan pada sistem konduksi. Gangguan sistem konduksi telinga luar, misalnya berupa sumbatan meatus eksternus. Gangguan pada sistem konduksi telinga tengah, misalnya perforasi membran timpani. Tuli sensorinural adalah ketulian yang disebabkan oleh kelainan pada koklea dan jalur persarafan auditori.Tuli KonduktifTuli Sensorineural

Trauma Radang Kongenital Tumor Benda asing, MAE, serumen Otosklerosis Trauma Radang Kongenital Tumor Ototoksik Penyakit SPP

KARSINOMA SINUS PARANASAL

Penyebab pasti karsinoma sinus paranasal masih belum jelas. Pada 44% kasus berhubungan dengan paparan bahan-bahan seperti nikel, krom, isopropil, hidrokarbon volatil, dan serat organik yang terdapat dalam kayu, sepatu, dan industri tekstil, alkohol, radium.Dalam satu penelitian dinyatakan bahwa human papillomavirus dapat berperan sebagai kofaktor, tercatat bahwa human papillomavirus 6 dan 12 ditemukan pada 4% dari karsinoma sel squamosa. Merokok dan konsumsi alkohol diketahui juga dapat meningkatkan resiko keganasan kepala dan leher. Hubungan antara merokok dan konsumsi alkohol dengan neoplasma sinus paranasal lebih sulit untuk diketahui, tetapi Zheng dkk. manyatakan bahwa kedua hal tersebut dapat meningkatkan resiko kanker paranasal, terutama di sinus maksila. Sinusitis kronis juga dapat meningkatkan resiko kanker sinus paranasal.

DiagnosisGejala tergantung dari asal primer tumor serta arah dan perluasannya. Tumor di dalam sinus maksila biasanya tanpa gejala. Gejala timbul setelah tumor besar, mendorong atau menembus dinding tulang meluas ke rongga hidung, rongga mulut, pipi atau orbita.Tergantung dari perluasan tumor, gejala dapat dikategorikan sebagai berikut: Gejala Nasal. Gejala nasal berupa obstruksi hidung unilateral dan rhinorhea. Sekretnya sering bercampur darah atau epistaksis. Tumor yang besar dapat mendesak tulang hidung sehingga terjadi deformitas hidung. Khas pada tumor ganas ingusnya berbau karena mengandung jaringan nekrotik. Gejala nasal ditemukan pada sekitar 50% pasien. Gejala Oral. Perluasan tumor ke rongga mulut menyebabkan penonjolan atau ulkus di palatum atau di processus alveolaris. Pasien mengeluh gigi palsunya tidak pas lagi atau gigi geliginya goyah. Seringkali pasien datang ke dokter gigi karena nyeri di gigi. Tapi tidak sembuh meskipun gigi yang sakit telah dicabut. Gejala oral ditemukan pada sekitar 25 35% pasien. Gejala Orbital. Perluasan tumor ke arah orbita menimbulkan gejala diplopia, proptosis atau penonjolan bola mata, ofthalmoplegia, gangguan visus dan epifora. Gejala orbita ditemukan pada sekitar 25% pasien. Gejala Fasial. Perluasan tumor ke depan akan menyebabkan penonjolan pipi, Disertai nyeri, anestesi, parestesi muka jika mengenai nervus trigeminus. Asimetri wajah bisa juga didapatkan. Gejala Telinga. Perluasan tumor ke nasofaring akan menyebabkan otitis media serosa, pasien biasanya mengeluh kerang pendengaran atau gemrebeg. Gejala Intrakranial. Perluasan tumor ke intrakranial menyebabkan sakit kepala hebat, ofthalmoplegia dan gangguan visus, dapat disertai likuorhea, yaitu cairan otak yang keluar melalui hidung. Jika perluasan sampai ke fossa kranii media maka nervus otak lainnya juga terkena. Jika tumor meluas ke belakang, terjadi trismus akibat terkenanya muskulus pterigoideus disertai anestesi dan parestesia daerah yang dipersarafi nervus maksilaris dan mandibularis.Saat memeriksa pasien, pertama tama perhatikan wajah pasien apakah ada asimetri atau distorsi. Jika ada proptosis, perhatikan arah pendorongan bola mata. Jika mata terdorong ke atas berarti tumor berasal dari sinus maksila, jika ke bawah dan lateral berarti tumor berasal dari sinus frontal atau etmoid.Selanjutnya periksa dengan seksama kavum nasi dan nasofaring melalui rinoskopi anterior dan posterior. Deskripsi massa sebaik mungkin, apakah permukaanya licin, merupakan pertanda tumor jinak, atau permukaan berbenjol-benjol, rapuh dan mudah berdarah, merupakan pertanda tumor ganas. Jika dinding lateral kavum nasi terdorong ke medial berarti tumor berada di sinus maksila. Untuk memeriksa rongga oral, di samping inspeksi lakukanlah palpasi dengan memakai sarung tangan, palapsi gusi rahang atas dan palatum, apakah ada nyeri tekan, penonjolan atau gigi goyah.Pemeriksaan naso-endoskopi dan sinuskopi dapat membantu menemukan tumor dini. Adanya pembesaran kelenjar leher juga perlu dicari meskipun tumor ini jarang metastasis ke kelenjar.Foto polos sinus paranasal kurang berfungsi mendiagnosis dan menentukan perluasan tumor kecuali pada tumor tulang seperti osteoma. Tetapi foto polos tetap berfungsi sebagai diagnosis awal, terutama jika ada erosi tulang dan perselubungan pada unilateral, harus dicurigai keganasan dan buatlah tomogram atau CT scan. CT scan merupakan sarana terbaik karena lebih jelas memperlihatkan perluasan tumor dan destruksi tulang. MRI atau magnetic resonance imaging dapat membedakan jaringan tumor dan jaringan normal tetapi kurang begitu baik dalam memperlihatkan destruksi tulang. Foto polos paru diperlukan untuk melihat adanya metastasis tumor di paru.Diagnosis pasti ditegakkan berdasarkan pemeriksaan histopatologi jaringan yang diperoleh dari biopsi. Bahan biopsi dapat diperoleh dengan berbagai cara antara lain: biopsi intranasal, Caldwell-luc, lesi eksofitik dari palatum, antrostomi nasal, masa di pipi, masa di leher atau secara kebetulan pada saat operasi.

Stadium Klinik Pembagian stadium pada karsinoma sinus paranasal tidak sebaik pembagian stadium pada tumor-tumor kepala dan leher lainnya. Hanya sinus maksila dan sinus ethmoid yang mempunyai sistem pembagian stadium sebagaimana disetujui oleh American Joint Committee on Cancer (AJCC). Untuk karsinoma sinus maksila dan sinus ethmoid, AJCC telah mendesain suatu sistem pembagian stadium dengan klasifikasi TNM yaitu: Sinus maksilaTumor primer (T) Tx :Tumor primer tidak bisa dinilaiT0 :Tidak ditemukan tumor primer Tis :Karsinoma in situ T1 :Tumor terbatas pada mukosa antrum tanpa adanya erosi atau destruksi pada tulang. T2 :Tumor menyebabkan erosi atau destruksi tulang, kecuali pada dinding posterior dari antrum, termasuk perluasan ke palatum durum dan atau ke meatus medius.T3 :Tumor menginvasi ke tempat-tempat berikut ini: Tulang dari dinding posterior sinus maksila, jaringan subkutan, kulit pipi, dasar atau dinding medial dari orbita, fossa infratemporal, lempeng pterygoid, sinus ethmoid. T4 :Tumor menginvasi isi orbita, lebih jauh dari dasar atau dinding medial dari orbita, termasuk: puncak orbita, lempeng kribriformis, basis cranium, nasofaring, sphenoid dan sinus frontalis6. Sinus Ethmoid Tumor primer (T) T1 :Tumor terbatas hanya pada sinus ethmoid dengan atau tanpa erosi tulang.T2 :Tumor meluas hingga ke kavum nasi.T3 :Tumor meluas ke orbita anterior dan atau ke sinus maksila. T4 :Tumor dengan perluasan intrakranial, perluasan ke orbita telah mencapai apex, mencapai sphenoid, dan atau sinus frontalis dan atau kulit luar dari hidung.Limfonodi regional (N) Nx :Limfonodi regional tidak dapat dinilai N0 :Tidak ada metastasis ke limfonodi regional.N1 :Metastasis pada satu limfonodi ipsilateral, paling besar kurang dari atau sama dengan 3 cm. N2 :Metastasis pada satu limfonodi ipsilateral, yang paling besar lebih dari 3 cm tapi tidak lebih dari 6 cm, atau pada banyak limfonodi ipsilateral, yang paling besar tidak ada yang lebih dari 6 cm, atau pada limfonodi bilateral atau kontralateral, yang paling besar tidak ada yang lebih dari 6 cm. N2a :Metastasis pada satu limfonodi ipsilateral, yang paling besar lebih dari 3 cm tapi tidak lebih dari 6 cm. N2b :Metastasis pada banyak limfonodi ipsilateral, yang paling besar tidak ada yang lebih dari 6 cm. N2c :Metastasis pada limfonodi bilateral atau kontralateral, yang paling besar tidak ada yang lebih dari 6 cm. N3 :Metastasis pada limfonodi, yang paling besar ukurannya lebih dari 6 cm. Metastasis jauh (M) Mx :Metastasis jauh tidak bisa dinilaiM0 :Tidak ada metastasis jauh M1 :Ada metastasis jauh6.Pembagian stadium menurut AJCC Stadium 0 Tis, N0, M0 Stadium I T1, N0, M0 Stadium II T2, N0, M0 Stadium III T3, N0, M0 T1, N1, M0 T2, N1, M0 T3, N1, M0 Stadium IVA T4, N0, M0 T4, N1, M0 Stadium IVB T any, N2, M0 T any, N3, M0 Stadium IVC T any, N any, M1 Terapi dan PenatalaksanaanTerapi yang digunakan untuk tumor ganas hidung dan sinus paranasal adalah:1. Terapi bedah Terapi bedah biasa digunakan untuk mengangkat karsinoma sinus paranasal. Seorang dokter mungkin harus memotong tulang atau jaringan di sekitar karsinoma tergantung lokasi kanker dan seberapa luas penyebarannya. Bila kanker sudah menyebar ke kelenjar limfe di leher, kelenjar tersebut harus diambil (diseksi). Operasi berupa maksilektomi baik medial, total maupun radikal. Maksilektomi radikal dilakukan misalnya pada tumor yang sudah infiltrasi ke orbita, terdiri dari pengangkatan maksila secara en bloc disertai eksenterasi orbita. Jika tumor meluas ke rongga intra kranial dilakukan reseksi kraniofasial atau kalau perlu kraniotomi, tindakan dilakukan dalam tim bersam dokter bedah saraf.2. Terapi radiasi Terapi radiasi juga merupakan terapi umum untuk karsinoma sinus paranasal dengan menggunakan sinar X berenergi tinggi untuik membunuh sel kanker dan mengecilkan tumor. Radiasi bisa berasal dari alat dar tubuh (terapi radiasi eksternal) maupun dengan meletakkan bahan yang menghasilkan radiasi (radiosotop) melalui tabung plastik tipis di daerah di mana sel kanker ditemukan (terapi radiasi internal). 3. Kemoterapi Kemoterapi menggnakan obat untuk membunuh sel kanker, bisa dalam bentuk pil (oral) dan intavena. Kemoterapi disebut terapi sistemik karena obat mengikuti aliran darah tubuh dan membunuh sel kanker melalui tubuh.Sinus paranasal berperan dalam proses bicara dan pernapasan juga dekat dengan wajah sehingga pasien akan memerlukan nasihat khusus dalam menghadapi efek samping kanker dan pengobatannya. Sesudah maksilektomi, harus dipasang protesis maksila sebagai tindakan rekonstruksi dan rehabilitasi, supaya pasien tetap dapat melakukan fungsi menelan dan berbicara dengan baik, di samping perbaikan kosmetis melalui operasi bedah plastik. Dengan tindakan tindakan ini pasien dapat bersosialisasi kembali dalam keluarga dan masyarakat.

Penanganan Menurut StadiumTerapi tergantung pada jenis kanker dan lokasiStadium I Kanker pada sinus maksilaris dilakukan operasi untuk mengangkat tumor dan dapat diikuti dengan terapi radiasi Kanker pada sinus ethmoid: terapi yang digunakan adalah operasi dan dapat diikuti dengan terapi radiasi Kanker pada sinus sphenoid dilakukan terapi radiasiStadium II Kanker pada sinus maksilaris dilakukan operasi dan dapat disertai terapi radiasi sebelum atau sesudah operasi Kanker pada sinus ethmoid: digunakan terapi radiasi eksternal atau operasi yang diikuti dengan terapi radiasi Kanker pada sinus sphenoid dilakukan terapi radiasiStadium III Kanker pada sinus maksilaris:1. Terapi bedah untuk mengangkat kanker, radiasi diberikan sebelum atau sesudah operasi2. Kemoterapi dikombinasi dengan terapi radiasi Kanker pada sinus ethmoid:1. Bedah yang diikuiti dengan terapi radiasi2. Kemoterapi sebelum operasi atau terapi radiasi3. Kemoterapi setelah operasi dengan/tanpa terapi radiasi4. Kemoterapi dikombinasi dengan terapi radiasi Kanker pada sinus sphenoid dilakukan terapi radiasiStadium IV Kanker pada sinus maksilaris1. Terapi radiasi2. Kemoterapi sebelum operasi atau terapi radiasi3. Kemoterapi setelah operasi dengan/tanpa terapi radiasi4. Kemoterapi dikombinasi dengan terapi radiasi Kanker pada sinus ethmoid1. Bedah yang diikuiti dengan terapi radiasi2. Terapi radiasi diikuti dengan operasi3. Kemoterapi sebelum operasi atau terapi radiasi4. Kemoterapi setelah operasi dengan/tanpa terapi radiasi5. Kemoterapi dikombinasi dengan terapi radiasi Kanker pada sinus sphenoid dilakukan terapi radiasi

Karsinoma Sinus Paranasal RekurenPengobatan tergantung pada jenis kanker, lokasi dan terapi yang telah diberikan sebelumnya. Kanker pada sinus maksilaris:1. Bila operasi telah dilakukan sebelumnya, dilakukan terapi bedah yang lebih luas diikuti dengan terapi radiasi atau terapi radiasi tanpa operasi2. Bila terapi radiasi telah dilakukan sebelumnya dilakukan operasi kemoterapi dengan uji coba menggunakan obat baru Kanker pada sinus ethmoid1. Bila operasi terbatas telah dilakukan sebelumnya, dilakukan terapi bedah yang lebih luas diikuti dengan terapi radiasi atau terapi radiasi tanpa operasi2. Bila terapi radiasi telah dilakukan sebelumnya: dilakukan operasi3. Kemoterapi Kanker pada sinus sphenoid digunakan terapi radiasi. Kemoterapi diberikan bila terapi radiasi tidak berhasil.

KELAINAN OKLUSI TERHADAP SENDI TEMPOROMANDIBULA

Apabila ada rangsangan yang menyimpang dari biasanya akibat posisi gigi yang menimbulkan kontak prematur, respon yang akan timbul bervariasi secara biologis, yang umumnya merupakan respon adaptif atau periode adaptasi. Disini terjadi perubahan-perubahan adaptif pada jaringan yang terlibat sebagai upaya menerima rangsangan yang menyimpang tersebut(Aryanti, 2007). Beberapa contoh perubahan adaptif ini adalah ausnya permukaan oklusal gigi, timbulnya pelebaran membran periodontal, atau resorpsi alveolar setempat. Periode adaptasi ini akan berjalan terus sampai batas toleransi fisiologis otot-otot atau jaringan sekitar telah terlampaui (Aryanti, 2007).Berapa lama zona adaptasi ini akan berlangsung sangat berbeda antara individu yang satu dan yang lain, dan dipengaruhi oleh keadaan psikologis. Setelah batas toleransi fisiologis ini terlampaui, respon jaringan itu menimbulkan perubahan yang sifatnya lebih patologis atau disebut juga pathofunction. Pada fase ini respon jaringan (sendi, jaringan periodontal, ataupun otot-otot) sifatnya patologi. Keluhan dapat dirasakan pada otot-otot penggerak mandibula, atau dapat pula pada sendi temporomandibula (Aryanti, 2007). Gejala Gejala kelainan STM dapat dikelompokkan menjadi, rasa nyeri, bunyi dan disfungsi. Rasa nyeri adalah gejala yang paling sering menyebabkan pasien mencari perawatan. Rasa nyeri bersifat subjektif dan sulit untuk dievaluasi. Setiap orang memiliki ambang batas yang berbeda dan penerimaan yang berbeda terhadap rasa nyeri, dan mungkin juga terdapat faktor psikogenik (Aryanti, 2007). Kelainan STM dapat dikelompokkan dalam 2 bagian yaitu : gangguan fungsi akibat adanya kelainan struktural dan gangguan fungsi akibat adanya penyimpangan dalam aktifitas salah satu komponen fungsi sistem mastikasi (disfungsi). Kelainan STM akibat kelainan struktural jarang dijumpai dan terbanyak dijumpai adalah disfungsi(Aryanti, 2007). STM yang diberikan beban berlebih akan menyebabkan kerusakan pada strukturnya atau mengganggu hubungan fungsional yang normal antara kondilus, diskus, dan eminensia, yang akan menimbulkan rasa sakit, kelainan fungsi tubuh, atau kedua-duanya. Idealnya, semua pergerakan STM harus terpenuhi tanpa rasa sakit dan bunyi pada sendi(Aryanti, 2007). Kelainan Struktural STMKelainan struktural adalah kelainan yang disebabkan oleh perubahan struktur persendian akibat gangguan pertumbuhan, trauma eksternal, penyakit infeksi, atau neoplasma, dan umumnya jarang dijumpai. Gangguan pertumbuhan kongenital berkaitan dengan hal-hal yang terjadi sebelum kelahiran yang menyebabkan kelainan perkembangan yang muncul setelah kelahiran. Umumnya gangguan pertumbuhan tersebut terjadi pada kondilus yang menyebabkan kelainan selain pada bentuk wajah yang menimbulkan masalah estetis juga masalah fungsional(Aryanti, 2007). Cacat juga dapat terjadi pada permukaan artikular, yang mana cacat ini dapat menyebabkan masalah pada saat sendi berputar yang dapat pula melibatkan permukaan diskus. Cacat dapat disebabkan karena trauma pada rahang bawah, peradangan, dan kelainan stuktural. Perubahan di dalam artikular juga dapat terjadi karena variasi dari tekanan emosional. Oleh karena itu, ketika tekanan emosional meningkat, maka tekanan pada artikular berlebihan, menyebabkan terjadinya perubahan pergerakan (Aryanti, 2007). Tekanan yang berlebihan pada sendi dapat mengakibatkan penipisan pada diskus. Tekanan berlebihan yang terus menerus pada akhirnya menyebabkan perforasi dan keausan sampai terjadi fraktur pada diskus yang dapat mendorong terjadinya perubahan pada permukaan artikular (Aryanti, 2007). Beberapa penggolongan kelainan diskus telah diperkenalkan dari tahun ke tahun, namun yang paling sering terjadi adalah(Aryanti, 2007) : 1. Perubahan tempat diskus dengan reduksi Diskus yang mengalami pengurangan dalam pergerakan membuka mulut, pada umumnya terjadi clicking sewaktu membuka dan menutup mulut(Aryanti, 2007). . 2. Perubahan tempat diskus tanpa reduksi Perubahan ini menunjukkan gangguan pada diskus yang terjadi secara meluas, biasanya ada rasa sakit, bunyi, dan pengurangan pergerakan. Dalam hal ini tidak ada korelasi antara variasi diskus-kondilus dengan gejala klinis. Pada beberapa pasien dibuktikan bahwa kelainan pada diskus menimbulkan gejala sedikit, sedangkan pada pasien lain gejala terjadi lebih banyak tanpa ada perubahan pada STM secara struktural(Aryanti, 2007). Kelainan struktural akibat trauma pada STM dapat menyebabkan kerusakan pada jaringan, kondilus, ataupun keduanya. Konsekuensi yang mungkin terjadi adalah dislokasi,hemarthrosis, atau fraktur kondilus. Pasien yang mengalami dislokasi tidak dapat menutup mulut dan terdapat kelainan open bite anterior, serta dapat tekanan pada satu atau kedua saluran pendengaran(Aryanti, 2007). Kelainan struktural akibat trauma pada STM juga dapat menyebabkan suatu edema atau hemorrhage di dalam sendi. Jika trauma belum menyebabkan fraktur mandibula, pada umumnya pasien akan mengalami pembengkakan pada daerah STM, sakit bila digerakkan, dan pergerakan sendi berkurang. Kondisi ini kadang-kadang dikenal sebagai radang sendi traumatis (Aryanti, 2007). Kelainan struktural akibat penyakit infeksi dapat mempengaruhi sistem musculoskeletal yang banyak melibatkan STM, penyakit-penyakit tersebut antara lain osteoarthritis/ osteoarthrosis dan rheumatoid arthritis. Osteoarthritis adalah suatu kelainan STM noninflamasi dengan kondisi asimtomatik dan pada awalnya melibatkan cartilage dan lapisan subchondrial dari sendi. Rheumatoid arthritis adalah suatu penyakit peradangan sistemik yang melibatkan sekeliling STM(Aryanti, 2007). Gangguan Fungsional STMGangguan fungsional adalah masalah-masalah STM yang timbul akibat fungsi yang menyimpang karena adanya kelainan pada posisi dan/ atau fungsi gigi-geligi, atau otot-otot kunyah. Suatu keadaan fisiologis atau yang biasa disebut orthofunction yakni batas toleransi tiap individu saat melakukan pergeseran mandibula tanpa menimbulkan keluhan otot ditandai dengan adanya keserasian antara morfologi oklusi dan fungsi neuromuskular. Istilah keadaan ini dikenal sebagai zona toleransi fisiologik(Aryanti, 2007)Arsy Prestica Rosyadi/H1A010032/Stase THT Periode 8 239