tugas referat

47
BAB I PENDAHULUAN Retinoblastoma merupakan suatu bentuk keganasan intra okuler primer yang sering ditemukan pada bayi dan anak-anak. Angka kejadiannya sekitar 1 : 15.000 sampai 1 : 20.000 kelahiran hidup dan merupakan 4% dari seluruh keganasan pada anak-anak. Umumnya retinoblastoma didiagnosa di bawah usia 5 tahun. 1-3 Bisa terjadi pada pria dan wanita, dapat mengenai semua ras. 4 Pada 60 – 70 % kasus Retinoblastoma bersifat sporadik dan non herediter akibat mutasi somatik yang secara klinis merupakan Retinoblastoma unilateral (unifokal). Sisanya ( 30-40 % ) bersifat herediter akibat mutasi tingkat germinal yang menghasilkan Retinoblastoma bilateral ( terutama multifokal) dan dapat diwariskan secara autosomal dominan pada 50 % turunannya. Biasanya Retinoblastoma bilateral didiagnosa lebih awal ( umur 14 bulan ) dan unilateral lebih lambat ( umur 24 bulan ). 5 Gambaran klinis RetinoBlastoma beraneka ragam dan masing-masing mempunyai kemiripan dengan kelainan- kelainan mata lain pada anak. Disamping itu sering terdapat kekeruhan media yang tidak memungkinkan untuk dilakukan pemeriksaan funduskopi. 5 Diagnosis dini dan pengobatan adekuat pada tumor yang masih terbatas 1

description

referat

Transcript of tugas referat

Page 1: tugas referat

BAB I

PENDAHULUAN

Retinoblastoma merupakan suatu bentuk keganasan intra okuler primer

yang sering ditemukan pada bayi dan anak-anak. Angka kejadiannya sekitar 1 :

15.000 sampai 1 : 20.000 kelahiran hidup dan merupakan 4% dari seluruh

keganasan pada anak-anak. Umumnya retinoblastoma didiagnosa di bawah usia 5

tahun.1-3 Bisa terjadi pada pria dan wanita, dapat mengenai semua ras.4 Pada 60 –

70 % kasus Retinoblastoma bersifat sporadik dan non herediter akibat mutasi

somatik yang secara klinis merupakan Retinoblastoma unilateral (unifokal).

Sisanya ( 30-40 % ) bersifat herediter akibat mutasi tingkat germinal yang

menghasilkan Retinoblastoma bilateral ( terutama multifokal) dan dapat

diwariskan secara autosomal dominan pada 50 % turunannya. Biasanya

Retinoblastoma bilateral didiagnosa lebih awal ( umur 14 bulan ) dan unilateral

lebih lambat ( umur 24 bulan ).5

Gambaran klinis RetinoBlastoma beraneka ragam dan masing-masing

mempunyai kemiripan dengan kelainan-kelainan mata lain pada anak. Disamping

itu sering terdapat kekeruhan media yang tidak memungkinkan untuk dilakukan

pemeriksaan funduskopi.5 Diagnosis dini dan pengobatan adekuat pada tumor

yang masih terbatas intraokular dapat menghasilkan survival rate 90- 95 %. Tanpa

pengobatan tumor ini akan berektensi ke ektraokular dan mempunyai prognosis

yang buruk. Pada stadium ini angka mortalitas dapat mencapai 100 %.5

Perkembangan metode diagnostik dan tatalaksana RetinoBlastoma

berkembang dengan pesat. Di negara maju, RetinoBlastoma telah banyak

terdiagnosis pada stadium awal, sehingga meningkatkan survival rate dan

prognosis penglihatan. Survival rate di negara maju mencapai 90%, sedangkan di

negara berkembang sekitar 50%.2,6 Metode skrining RetinoBlastoma belum

berkembang, sehingga penegakkan diagnosis dengan teliti, terutama diagnosis

pada stadium dini sangat penting. Diagnosis dini RetinoBlastoma sangat

menentukan metode terapi dan prognosis pasien.7

BAB II

1

Page 2: tugas referat

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Mata

2.1.1 Anatomi Bola Mata

Bola mata manusia berbentuk bulat dengan diameter anteroposterior 24

mm. Bola mata dibungkus oleh tiga lapisan. Dari luar ke dalam, lapisan–lapisan

tersebut adalah sklera, jaringan uvea, dan retina. 8,9

Gambar 2.1 Struktur bola mata manusia8

Bagian-bagian bola mata adalah sebagai berikut8,9 :

2

Page 3: tugas referat

a. Konjungtiva

Konjungtiva adalah membran mukosa transparan dan tipis yang menutupi

permukaan posterior kelopak mata (konjungtiva palpebral) dan permukaan

anterior sklera (konjungtiva bulbi). Konjungtiva mengandung kelenjar musin yang

dihasilkan oleh sel Goblet. Musin ini berfungsi untuk membasahi bola mata

terutama kornea.

b. Sklera

Sklera merupakan jaringan ikat fibrosa yang memberikan bentuk pada

mata. Bagian terdepan sklera adalah kornea yang transparan. Kornea

memudahkan sinar masuk ke bola mata. kelengkungan kornea lebih besar

dibanding sklera.

c. Uvea

Jaringan uvea merupakan jaringan vaskular. Terdiri atas iris, badan siliar,

dan koroid. Pada iris terdapat pupil yang berfungsi mengatur jumlah sinar yang

masuk pada mata. Badan siliar terletak di belakang iris dan menghasilkan akuos

humor, yang dikeluarkan melalui trabekulum yang terletak di pangkal iris di batas

kornea dan sklera.

d. Vitreus ( badan kaca )

Badan kaca merupakan suatu jaringan seperti kaca bening yang terletak

antara lensa dengan retina,tidak berwarna, bening dan konsistensi lunak. Bagian

luar merupakan lapisan tipis (membran hiolid). Struktur badan kaca tidak

mempunyai pembuluh darah dan menerima nutrisinya dari jaringan sekitarnya :

koroid, badan siliar dan retina. Badan kaca bersifat semi cair di dalam bola mata.

Mengandung air sebanyak 90 % sehingga tidak dapat lagi menyerap air.

Sesungguhnya fungsi badan kaca sama dengan fungsi cairan mata, yaitu

mempertahankan bola mata agar tetap bulat. Peranannya mengisi ruang untuk

meneruskan sinar dari lensa retina. Badan kaca melekat pada bagian tertentu

jaringan bola mata. Pelekatan itu terdapat pada bagian yang disebut oraserata, pars

plana, dan papil saraf optik. Kejernihan badan kaca disebabkan tidak terdapatnya

pembuluh darah dan sel. Pada pemeriksaan tidak terdapatnya kekeruhan badan

kaca akan memudahkan melihat bagian retina pada pemeriksaan oftalmoskopi.

3

Page 4: tugas referat

d. Retina

Retina merupakan membran neurosensoris yang akan mengubah sinar

menjadi rangsangan pada saraf optik untuk kemudian diteruskan ke otak. Retina

merupakan lapisan paling dalam dan mempunyai susunan sebanyak sepuluh lapis.

Retina mempunyai ketebalan sekitar 1 mm terdiri atas :

1. Membran limitan internal, merupakan membran hialin antara retina

dan badan kaca

2. Lapisan serabut saraf, merupan lapis akson sel ganglion menuju ke

arah saraf optik. Didalam lapiasan-lapisan ini terletak sebagian besar

pembuluh darah retina.

3. Lapisan sel ganglion yang merupakan lapisan badan sel daripada

neuron kedua.

4. Lapisan pleksiform dalam, merupakan lapisan aselular merupakan

tempat sinaps sel bipolar,sel amakrin dengan sel ganglion.

5. Lapisan nukleus dalam, merupakan tubuh sel bipolar, sel horizontal

dan sel Muller. Lapis ini memdapat metabolisme dari arteri retina

sentral.

6. Lapisan pleksiform luar, merupakan lapisan aselular dan merupakan

tempat sinapsis sel fotoreseptor dengan sel bipolar dan sel horizontal.

7. Lapisan nukleus luar, merupakan susunan lapisan nukleus sel kerucut

dan batang. Ketiga lapis diatas avaskular dan memndapat metabolisme

dari kapiler koroid.

8. Membran limitan eksternal, yang merupakan membran ilusi.

9. Lapisan batang dan kerucut,merupakan lapisan penangkap sinar,

memdapat nutrisi dari koroid.

10. Lapisan epitel pigmen.

4

Page 5: tugas referat

Gambar 2.2 lapisan dari Retina

2.1.2 Perdarahan retina

Pembuluh darah retina merupakan cabang arteri oftalmika yaitu arteri

retina sentral. Arteri retina sentral masuk ke dalam retina melalui papil saraf optic

yang akan memberi nutrisi pada retina bagian dalam. Diameter arteri lebih kecil

(0,1mm), warnanya lebih merah, bentuknya lebih lurus-lurus dan merupakan end

artery. Arteri retina mudah dikenali karena refleksnya yang jelas dan tidak ada

pulsasi. Diameter vena lebih besar, warna lebih tua/merah gelap, bentuk lebih

berkelok-kelok, dengan cahaya yang sempit. Pada vena retina sentral terlihat

adanya pulsasi di papil optic. Perbandingan normal diameter arteri dan vena

adalah 2 : 3. Pada papil, arteri retina sentral biasanya muncul di sebelah nasal dari

vena retina sentral. Pada lapisan 1-6 mendapat perdarahan dari arteri retina

5

Page 6: tugas referat

sentral. sedangkan lapisan retina dari 7-10 tidak berisi pembuluh darah dan kapiler

sehingga perdarahannya berasal dari kapiler koroid.9

Retina mendapat nutrisi dari dua system peredaran darah yang berlainan,

yakni pembuluh darah retina dan pembuluh darah koroid atau uvea. Keduanya

berasal dari arteri oftalmikus yang merupakan cabang pertama dari arteri karotis

interna. Koroid diperdarahi oleh system vena vortex, biasanya terdiri dari 4-7

pembuluh darah besar. Pada kondisi yang patologis seperti myopia tinggi, vena

vortex posterior dapat terlihat memperdarahi tepi dari lempeng optic. Kedua

system peredaran darah retina dan koroid berhubungan dengan sinus kavernosus. 9

Pengaturan aliran darah melalui koroid sama seperti dalam tubuh pada

umumnya, di bawah pengaruh system saraf otonom. Perangsangan saraf simpatis

akan menurunkan aliran darah koroid dan sebaliknya. Tidak ada bukti mengenai

autoregulasi di dalam koroid. Perubahan tekanan intra okuler (TIO) tidak

diakibatkan oleh perubahan kompensator pada tekanan vaskuler koroid, dan

perubahan TIO mendadak, misalnya jika membuka mata selama operasi, dapat

menyebabkan efusi uvea. Karena tonus otonom mungkin melindungi mata dari

peningkatan tekanan darah sistemik sementara, jika pengaturan saraf terganggu

pada hipertensi sistemik, cairan dapat terdorong melalui sawar epitel pigmen

retina masuk ke dalam retina. Dalam hal ini tidak ada system saraf yang mengatur

peredaran darah retina, sehingga peredaran darah retina hanya bergantung pada

autoregulasi local untuk menjaga agar lingkungan metabolisme tetap konstan. 9

Sawar darah retina dibentuk oleh pembuluh darah retina dan epitel pigmen

retina. Fungsi sawar ini tergantung dari sambungan erat, yang membatasi

pergerakan interseluler dari seluruh molekul yang mudah larut dalam air sehingga

mencegah molekul tersebut masuk ke dalam retina. Makromolekul dan ion-ion

secara pasif tidak berdifusi ke dalam retina dari peredaran darah, namun

berhubungan dengan transport aktif tertentu ke dalam retina. Membrane Bruch

yang terletak diantara koriokapilaris dan epitel pigmen retina, bertugas hanya

sebagai sawar difusi untuk molekul besar. 9

6

Page 7: tugas referat

2.1.3 Fisiologi Retina

Retina adalah jaringan paling kompleks di mata. Untuk dapat melihat,

mata harus berfungsi sebagai alat optis, sebagai suatu reseptor kompleks, dan

sebagai suatu transducer yang efektif. Sel-sel batang dan kerucut di lapisan

fotoreseptor mampu mengubah rangsangan cahaya menjadi suatu impuls saraf

yang dihantarkan oleh lapisan serat saraf retina melalui saraf optikus dan akhirnya

ke korteks penglihatan. Fotoreseptor kerucut dan batang terletak di lapisan terluar

yang avaskuler pada retina sensorik dan merupakan tempat berlangsungnya reaksi

kimia yang mencetuskan proses penglihatan. Sel batang berfungsi dalam proses

penglihatan redup dan gerakan sementara sel kerucut berperan dalam fungsi

penglihatan terang, penglihatan warna, dan ketajaman penglihatan. Sel batang

memiliki sensitivitas cahaya yang lebih tinggi daripada sel kerucut dan berfungsi

pada penglihatan perifer. Sel Kerucut mampu membedakan warna dan memiliki

fungsi penglihatan sentral.4

1. Fotokimiawi Penglihatan

Baik sel batang ataupun kerucut mengandung bahan kimia

rodopsin dan pigmen kerucut yang akan terurai bila terpapar cahaya. Bila

rodopsin sudah mengabsorbsi energi cahaya, rodopsin akan segera terurai

akibat fotoaktivasi elektron pada bagian retinal yang mengubah bentuk cis

dari retinal menjadi bentuk all-trans. Bentuk all-trans memiliki struktur

kimiawi yang sama dengan bentuk cis namun struktur fisiknya berbeda,

yaitu lebih merupakan molekul lurus daripada bentuk molekul yang

melengkung. Oleh karena orientasi tiga dimensi dari tempat reaksi retinal

all-trans tidak lagi cocok dengan tempat reaksi protein skotopsin, maka

terjadi pelepasan dengan skotoopsin. Produk yang segera terbentuk adalah

batorodopsin, yang merupakan kombinasi terpisah sebagian dari retianal

all-trans dan opsin. Batorodopsin sendiri merupakan senyawa yang sangat

tidak stabil dan dalam waktu singkat akan rusak menjadi lumirodopsin

yang lalu berubah lagi menjadi metarodopsin I. Metarodopsin I ini

selanjutnya akan menjadi produk pecahan akhir yaitu metarodopsin II

yang disebut juga rodopsin teraktivasi, yang menstimulasi perubahan

7

Page 8: tugas referat

elektrik dalam sel batang yang selanjutnya diteruskan sebagai sinyal ke

otak4

Rodopsin selanjutnya akan dibentuk kembali dengan mengubah

all-trans retinal menjadi 11-cis retinal. Hal ini didapat dengan mula-mula

mengubah all-trans retinal menjadi menjadi all-trans retinol yang

merupakan salah satu bentuk vitamin A. Selanjutnya, di bawah pengaruh

enzim isomerase, all-trans retinol diubah menjadi 11-cis retinol lalu diubah

lagi menjadi 11-cis retinal yang lalu bergabung dengan skotopsin

membentuk rodopsin4

2. Adaptasi Terang dan Gelap

Bila seseorang berada di tempat yang sangat terang untuk waktu

yang lama, maka banyak sekali fotokimiawi yang yang terdapat di sel

batang dan kerucut menjadi berkurang karena diubah menjadi retinal dan

opsin. Selanjutnya, sebagian besar retinal dalam sel batang dan kerucut

akan diubah menjadi vitamin A. Oleh karena kedua efek ini, maka

konsentrasi bahan kimiawi fotosensitif yang menetap dalam sel batang dan

kerucut akan sangat banyak berkurang, akibatnya sensitivitas mata

terhadap cahaya juga turut berkurang. Keadaan ini disebut adaptasi terang.

Sebaliknya, bila orang tersebut terus berada di tempat gelap dalam

waktu yang lama, maka retinal dan opsin yang ada di sel batang dan

kerucut diubah kembali menjadi pigmen yang peka terhadap cahaya.

Selanjutnya, vitamin A diubah kembali menjadi retinal untuk terus

menyediakan pigmen peka cahaya tambahan, dimana batas akhirnya

ditentukan oleh jumlah opsin yang ada di dalam sel batang dan kerucut.

Keadaan ini disebut adaptasi gelap. 4

8

Page 9: tugas referat

2.2 Retinoblastoma

2.2.1 Definisi

Retinoblastoma adalah tumor ganas okular yang berasal dari sel retina

embrional, dapat terjadi dalam bentuk herediter dan non-herediter, dapat

mengenai satu mata (unilateral) dan kedua mata (bilateral).10

2.2.2 Epidemiologi

Retinoblastoma merupakan tumor ganas okular yang sering ditemukan

pada masa kanak-kanak. Retinoblastoma merupakan tumor ganas okular kedua

terbanyak setelah melanoma uvea untuk kasus kanker pada semua kelompok usia.

Insidens retinoblastoma bervariasi mulai dari 1:15000 hingga 1:20.000 kelahiran

hidup, bergantung tiap negara. Terdapat variasi insidens berdasarkan geografik.

Di Meksiko dilaporkan ada 6,8 kasus per 1 juta penduduk, sedangkan di Amerika

Serikat dilaporkan ada 4 kasus per 1 juta penduduk. Negara dengan insidens

retinoblastoma tertinggi di dunia dilaporkan adalah Afrika dan India.3 Menurut

Yayasan Kasih Anak Kanker Indonesia (YKAKI), dari data registrasi kanker

berbasis Rumah Sakit di DKI Jakarta tahun 2005 di 26 Rumah Sakit, tercatat ada

187 kasus kanker pada anak usia 0-17 tahun. Kasus kanker terbanyak adalah

leukemia (33,7%), neuroblastoma (7%), dan retinoblastoma (5,3%).

Menurut pusat data registrasi kanker tahun 2012 di Indonesia,

retinoblastoma merupakan penyakit kanker terbanyak kedua setelah kanker darah

(leukemia). Dua pertiga kasus muncul sebelum akhir tahun ketiga, kasus-kasus

yang jarang dilaporkan ada hampir di segala usia. Sekitar 30% kasus bersifat

bilateral yang merupakan tanda dari penyakit herediter, namun lebih dari sepertiga

kasus dapat terjadi secara unilateral. Tidak ada predileksi untuk jenis kelamin,

ras, dan mata yang terkena. Sekitar 60-70% kasus bersifat unilateral dengan usia

rerata saat didagnosis adalah 24 bulan. Sekitar 30-40% kasus bersifat bilateral

dengan usia rerata saat didiagnosis adalah 12 bulan.11,12

9

Page 10: tugas referat

2.2.3 Etiologi

Retinoblastoma disebabkan oleh mutasi gen RB1 yang terletak pada

lengan panjang kromosom 13 pada lokus 14 (13q14) yang mengkode protein

pRB. Gen retinoblastoma normal yang terdapat pada semua orang adalah suatu

gen supresor atau anti-onkogen karena protein pRB berfungsi sebagai supresor

pembentukan tumor. pRB adalah nukleoprotein yang terikat pada DNA

(Deoxiribo Nucleid Acid) dan mengontrol siklus sel pada transisi dari fase G1

sampai fase S, sehingga perubahan keganasan dari sel retina primitif terjadi

sebelum diferensiasi berakhir.3 Individu dengan retinoblastoma herediter memiliki

satu alel yang terganggu di setiap sel tubuhnya, apabila alel pasangannya di sel

retina yang sedang tumbuh mengalami mutasi spontan, terbentuklah tumor. Pada

bentuk retinoblastoma nonherediter, kedua alel gen retinoblastoma normal di sel

retina yang sedang tumbuh dinonaktifkan oleh mutasi spontan. Pengidap bentuk

herediter yang bertahan hidup (5% dari kasus baru yang orangtuanya sebagai

penderita atau mengalami mutasi germinativum) memiliki peluang hampir 50%

menghasilkan anak dengan retinoblastoma.13

2.2.4 Patogenesis

Retinoblastoma terbagi atas 2 tipe, yaitu retinoblastoma yang muncul pada

anak yang membawa gen retinoblastoma dari salah satu atau kedua orang tuanya

(familial retinoblastoma) dan retinoblastoma yang muncul karena adanya mutasi

baru pada sel sperma atau sel ovum (sporadic heritable retinoblastoma).11Tumor

tumbuh melalui mutasi genetik secara spontan dan sporadik, atau diturunkan

melalui autosomal dominan. Retinoblastoma secara umum diklasifikasikan

melalui tiga cara, yaitu familial atau sporadik, bilateral atau unilateral, dan

herediter atau nonherediter. Retinoblastoma familial dan bilateral disebabkan oleh

mutasi genetik sehingga termasuk herediter. Sedangkan, retinoblastoma unilateral

dan sporadik termasuk nonherediter.10,11

Retinoblastoma timbul ketika kedua lokus homolog pada gen supresor

menjadi nonfungsional akibat delesi atau mutasi. Walaupun 1 gen normal dapat

menekan perkembangan retinoblastoma, namun bila gen normal dipertemukan

10

Page 11: tugas referat

dengan 1 gen abnormal dapat menyebabkan situasi menjadi tidak stabil. Situasi

tersebut menyebabkan mutasi pada gen normal dan hilangnya kemampuan supresi

tumor, sehingga retinoblastoma dapat berkembang. Pada tahun 1974, Knudson

mengajukan hipotesis two-hits yang menyatakan bahwa retinoblastoma dapat

berkembang bila terjadi dua mutasi (hits). Keduanya melibatkan gen

retinoblastoma yang terletak di kromosom 13q14. Kedua alel normal lokus

retinoblastoma harus dinonaktifkan (two hits) agar retinoblastoma dapat

berkembang.10

Pada kasus familial, anak mewarisi satu salinan gen retinoblastoma di sel

germinativum dan salinan lainnya normal. Retinoblastoma timbul apabila gen

retinoblastoma normal mengalami mutasi somatik. Agar ekspresi penyakit timbul,

cukup terjadi satu mutasi somatik, sehingga pola pewarisan familial

retinoblastoma mengikuti pola autosomal dominan. Pada kasus sporadik, kedua

alel retinoblastoma normal hilang akibat mutasi somatik di salah satu retinoblas,

sehingga sel retina kehilangan kedua salinan normal dari gen retinoblastoma.14

Gambar 2.3. Hipotesis two-hits yang dikemukakan oleh Knudson

Retinoblastoma dapat tumbuh ke luar (eksofitik), ke dalam

(endofitik), atau kombinasi keduanya. Retinoblastoma endofitik akan meluas

ke dalam vitreus. Kedua jenis retinoblastoma secara bertahap akan mengisi

mata dan meluas bersama nervus optikus ke otak dan, lebih jarang, di

sepanjang saraf dan pembuluh-pembuluh darah di sklera ke jaringan orbita

11

Page 12: tugas referat

lainnya. Tumor ini terkadang tumbuh secara difus di retina, melepaskan sel-

sel ganas ke dalam vitreus dan bilik mata depan, sehingga menimbulkan

proses pseudoinflamasi yang dapat menyerupai retinitis, vitritis, uveitis, atau

endoftalmitis.15

2.2.5 Gambaran Klinis

Retinoblastoma biasanya tidak disadari sampai tumbuh cukup besar untuk

menimbulkan suatu pupil putih (leukokoria), strabismus, atau peradangan. Semua

anak dengan strabismus atau peradangan intraokular harus dievaluasi untuk

mencari adanya retinoblastoma. Tumor stadium awal biasanya terlihat hanya bila

dicari, misalnya pada anak dengan riwayat herediter atau pada kasus-kasus yang

mata sebelahnya sudah terkena. Keluhan lain yang dapat timbul namun jarang,

meliputi heterokromia iris, hifema spontan, dan selulitis orbita. Keluhan gangguan

penglihatan jarang dilaporkan karena umumnya penderita adalah anak-anak

dengan usia belum bersekolah (preschool-aged children).10,11

Rata-rata umur pada saat diagnosis tergantung riwayat keluarga dan lateral

penyakit. Pasien dengan riwayat keluarga retinoblastoma umumnya terdiagnosis

pada usia 4 bulan. Pasien dengan penyakit bilateral umumnya terdiagnosis pada

usia 12 bulan. Pasien dengan penyakit unilateral umumnya terdiagnosis pada usia

24 bulan. Sekitar 90% kasus didiagnosis pada pasien umur dibawah 3 tahun.15

Tabel 2.1. Tanda klinis Retinoblastoma15

Usia <5 tahun Usia ≥5 tahun

Leukokoria (60%) Leukokoria (35%)

Strabismus (20%) Penurunan daya penglihatan (35%)

Inflamasi okular (5%) Strabismus (15%)

Hipopion Floaters (5%)

Hifema (1%) Nyeri (5%)

Heterokromia iris (1%)

Perforasi spontan

Proptosis

12

Page 13: tugas referat

Katarak

Glaukoma (7%)

Nistagmus

Anisokoria

Gambar 2.4. Leukokoria di mata kiri pada penderita retinoblastoma12

Gambaran klinis yang ditemukan pada fase awal retinoblastoma umumnya

adalah leukokoria dan strabismus. Pada pemeriksaan oftalmologi didapatkan

gambaran nodul bewarna putih kekuningan yang menembus dari retina ke vitreus

bila pertumbuhan terjadi secara endofitik. Pada pertumbuhan eksofitik,

pemeriksaan oftalmologi menunjukkan adanya eksudat dan lepasnya retina akibat

proliferasi tumor subretina. Pada tumor dengan perkembangan lanjut, dapat

memberikan gambaran uveitis, glaukoma neovaskular sekunder, dan keterlibatan

orbita. Uveitis timbul akibat ekspansi tumor yang disertai eksudat ke vitreus dan

bilik mata depan menyebabkan akumulasi material selular yang menyerupai

gambaran proses inflamasi (pseudohipopion).10

Adanya nekrosis di antara sel-sel tumor menyebabkan pelepasan vascular

endothelial growth factor dengan neovaskularisasi di retina dan iris, sehingga

terjadi glaukoma akut sudut tertutup yang pada kasus ini disebut sebagai

13

Page 14: tugas referat

glaukoma neovaskular sekunder. Nekrosis masif sel-sel tumor di orbita

menyebabkan selulitis orbita akut. Tumor yang menyebar ke sepanjang nervus

optikus mencapai kranial, transklera, hingga ke orbita akan menyebabkan

terjadinya proptosis.10,11 Tumor dengan ukuran yang lebih besar akan memberikan

gambaran area kehitaman yang merupakan area nekrosis, fokus bewarna

kecoklatan yang merupakan perdarahan, granul bewarna putih atau flek dari

kalsifikasi yang distrofi. Pertumbuhan lebih lanjut menyebabkan tumor mengisi

rongga orbita dan area nekrosis menjadi lebih luas. 10

Gambar 2.5. Tampak retinoblastoma multipel

Gambar 2.6. Retinoblastoma endofitik dengan vitreous sheeding

14

Page 15: tugas referat

Gambar 2.7. Retinoblastoma eksofitik. Tampak gambaran detachment retinal.

2.2.6 Klasifikasi

Klasifikasi yang digunakan untuk menentukan derajat keparahan

retinoblastoma guna menentukan hasil terapi yang akan digunakan menurut Nana

Wijaya SD, yaitu : 4

1. Stadium Tenang

Pupil lebar. Di pupil tampak refleks kuning yang disebut “amaorotic cat’s

eye “ hal inilah yang menarik perhatian orang tuanya untuk kemudian

berobat. Pada funduskopi, tampak bercak yang berwarna kuning

mengkilap. Dapat menonjol ke dalam badan kaca. Dipermukaannya ada

neovaskularisasi dan perdarahan. Dapat disertai dengan ablasio retina.

2. Stadium Glaukoma

Oleh karena tumor menjadi besar, menyebabkan tekanan intraokuler

meninggi. Glaukoma sekunder yang disertai rasa sakit yang Sangat. Media

refrakta menjadi keruh, sehingga pada funduskopi sukar menentukan

besarnya tumor.

3. Stadium Ekstra Okular

Tumor menjadi lebih besar, bola mata membesar. Menyebabkan

eksoftalmus, kemudian dapat pecah kedepan sampai keluar dari rongga

orbita, disertai nekrose diatasnya. Pertumbuhan dapat pula terjadi

15

Page 16: tugas referat

kebelakang sepanjang N.II. Penyebaran ke kelenjar getah bening, juga

dapat masuk ke pembuluh darah,untuk kemudian menyebar keseluruh

tubuh.

Selain itu, terdapat dua klasifikasi yang saat ini juga digunakan untuk

mengelompokkan retinoblastoma, yaitu Klasifikasi Reese-Ellsworth dan

Klasifikasi Retinoblastoma Internasional.11

Klasifikasi Reese-Ellsworth

Klasifikasi ini merupakan metode penggolongan retinoblastoma

intraokular yang populer, sehingga paling sering digunakan. Klasifikasi

ini tidak menyertakan penggolongan retinoblastoma ekstraokular.

Klasifikasi ini didasarkan pada jumlah, ukuran, dan lokasi tumor, serta

ada tidaknya vitreous seeding. Pada klasifikasi Reese-Ellsworth,

retinoblastoma digolongkan menjadi very favorable group (grup 1)

hingga very unfavorable group (grup 5). Penggolongan tersebut

didasarkan pada kemungkinan bola mata dapat diselamatkan setelah

dilakukan External Beam Radiotherapy (ERBT). Klasifikasi Reese-

Ellsworth tidak mencakup informasi mengenai prognosis penglihatan

penderita dan kemampuan penderita bertahan hidup.

Tabel 2.2 Klasifikasi Reese-Ellsworth

Grup A B

1 Tumor soliter, ukuran kurang dari 4

diameter papil nervus optikus, pada

Tumor multipel, ukuran kurang dari 4

diameter papil nervus optikus, semua

16

Page 17: tugas referat

atau di belakang ekuator pada atau di belakang ekuator

2 Tumor soliter, ukuran 4-10 diameter

papil nervus optikus, pada atau di

belakang ekuator

Tumor multipel, ukuran 4-10 diameter

papil nervus, di belakang ekuator

3 Lesi di anterior sampai ekuator Tumor soliter, ukuran ≥10 diameter

papil nervus optikus, posterior sampai

ekuator

4 Tumor mulitipel, ukuran > 10

diameter papil nervus optikus

Lesi anterior hingga ora serata

5 Tumor masif yang melibatkan lebih

dari setengah retina

Vitreous seeding

Klasifikasi Retinoblastoma Internasional atau International

Classification of Retinoblastom (ICRB)

Klasifikasi ini diharapkan mampu memberikan prediksi yang lebih

baik terhadap mata yang dilakukan kemoterapi. Penggolongan

didasarkan pada ukuran tumor, ada tidaknya cairan subretina, serta ada

tidaknya perluasan tumor ke vitreus dan subretina. Adanya keterlibatan

bilik mata depan, glaukoma neovaskular, perdarahan vitreus, dan/atau

nekrosis, digolongkan sebagai kelompok mata yang tidak terselamatkan

(unsalvageable group).

Tabel 2.3 International Classification of Retinoblastom

Grup A Tumor kecil (≤3mm) terbatas pada retina; >3 mm dari fovea; >1,5 mm dari

diskus optikus

Grup B Tumor (>3mm) terbatas pada retina di beberapa lokasi, dengan cairan

17

Page 18: tugas referat

subretinal yang jernih ≤ 6mm dari tepi tumor

Grup C Berlokasi di vitreous dan atau benih tumor di subretinal (<6 mm dari tepi

tumor) jika lebih dari satu bagian subretinal/vitreus, total luas tumor harus <

6mm

Grup D Difus pada vitreus dan atau penyebaran di subretinal (≥6 mm dari tepi tumor)

jika ada lebih dari 1 bagian pada subretinal/vitreus, total luas tumor harus

≥6mm, cairan subretinal > 6 mm dari tepi tumor.

Grup E Tidak dapat melihat, atau ada ≥1 atau gejala berikut ini:

Tumor di bagian segmen anterior

Tumor di dalam atau pada badan siliar

Glaukoma neovaskular

Perdarahan vitreus yang menyebabkan hifema

Phthisical atau pre-pthisical eye

Selulitis orbita

2.2.7 Diagnosis Banding

Beberapa Diagnosis Banding dari Retinoblastoma adalah sebagai

berikut :6,12

Primary persistent hyperplastic vitreous adalah kelainan anomaly

congenital yang mempunyai ciri khas; menetapnya jaringan mesenchym

embrio yang terdapat pada cavitas. Pada pasien sering muncul leukokoria;

namun tidak ada massa yang muncul pada Primary persistent hyperplastic

vitreous.

Catarak congenital juga merupakan penyebab dari leukokoria pada anak-

anak. Dapat muncul pada saat lahir dan merupakan kelainan idiopatik,

familial atau berhubungan dengan penyakit yang berhubungan dengan

penyakit maternal seperti rubella, sifillis dan galaktosemia. Pemeriksaan

yang hati-hati dengan slit lamp dapat mengidentifikasi katarak.

18

Page 19: tugas referat

Toxocara infection dapat menyebabkan scar retinochoroidal dan inflamasi

dari cairan vitreous; hal ini dapat membuat distorsi dari bentuk retina

normal dan bermanifestasi seperti leukokoria pada ophthalmoskop. Serum

enzyme-linked immunosorbent assay untuk toxocara canis dapat digunakan

untuk memeriksa diagnosis.

Retinopathy of prematurity ( ROP ) adalah kegagalan dari retina normal

yang terjadi pada bayi yang lahir premature yang terpapar oksigen

konsentrasi tinggi selama periode postnatal. Ini berhubungan dengan

vaskularisasi yang abnormal, fibrosis dan lepasnya retina yang dapat

mengakibatkan reflex putih dan harus diperhatikan pada bayi yang lahir

premature.

2.2.8 Diagnosis

Diagnosis retinoblastoma ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan

oftalmologis, dan pemeriksaan penunjang. Standar baku emas untuk memastikan

diagnosis retinoblastoma adalah dengan biopsi. Jenis biopsi yang dapat digunakan

adalah Biopsi Aspirasi Jarum Halus atau Fine Needle Aspiration Biopsy (FNAB)

yang hanya boleh dilakukan oleh dokter spesialis mata subdivisi Onkologi yang

telah berpengalaman.

1. Anamnesis

Pada pasien dengan kecurigaan Retinoblastoma, maka perlu dilakukan

anamnesis lanjutan. Perlu ditanyakan onset dan durasi kelainan mata,

terutama lekocoria atau strabismus. Kesehatan anak secara keseluruhan

juga perlu ditanyakan. Adanya penurunan berat badan atau selera makan

dapat menjadi salah satu gejala yang perlu diwaspadai. Pertanyaan tentang

penglihatan yang perlu ditanyakan adalah apakah pasien mengalami

gangguan penglihatan, seperti penglihatan kurang fokus, perbedaan

gerakan mata kanan dan kiri, atau kesulitan meraih benda, dan ada atau

tidaknya nistagmus. Pertanyaan lain adalah ada tidaknya riwayat trauma,

terutama pada mata, serta riwayat penyakit keluarga dengan

retinoblastoma.14

19

Page 20: tugas referat

2. Pemeriksaan Fisik

Pasien anak yang diduga Retinoblastoma harus mendapatkan pemeriksaan

fisik dan penunjang lengkap oleh onkologis anak dan dokter mata.

Pemeriksaan mata pada anak yang tidak kooperatif dapat dilakukan

dengan pengaruh anestesi (examination under anesthesia). Beberapa hasil

pemeriksaan yang dapat ditemui pada pemeriksaan yaitu :

a. Penurunan visus, biasanya dapat ditemukan pada anak yang sudah

dapat berkomunikasi dan kooperatif

b. Cover/uncover test dapat ditemukan adanya strabismus

c. Leukocoria

d. Hifema dan atau hipopion

e. Pada pasien kooperatif dapat dilakukan pemeriksaan slit lamp,

biasanya dapat ditemukan adanya uveitis atau glaucoma

f. Peningkatan tekanan intraokuler

g. Pemeriksaan funduskopi dilakukan dengan anestesi. Lesi kecil dapat

terlihat sebagai area tembus cahaya atau lesi berbentuk seperti kubah.

Pada lesi yang lebih besar, dapat ditemukan area berwarna keputihan

seperti kapur. Tumor endofitik tumbuh kearah corpus vitreum,

sedangkan eksofitik tumor tumbuh ke spatium subretina.6,7

Gambar 2.5 Hasil pemeriksaan funduskopi pasien Retinoblastoma. A) hasil pemeriksaan

mata kanan pasien Retinoblastoma dengan lesi kecil, tambak gambaran keputihan di

superotemporal, B) lesi Retinoblastoma besar, dimana tumor sudah menyebar ke korpus

vitreum

20

Page 21: tugas referat

3. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada pasien yang dicurigai

Retinoblastoma adalah:

a. Ultrasonografi orbital : untuk konfirmasi adanya massa pada segmen

posterior mata dan kalsifikasi intralesi. USG mempunyai nilai akurasi

mencapai 80%, Retinoblastoma ditemukan adanya massa tumor

hiperekoik dengan kalsifikasi.

b. CT/MRI scan : merupakan pemeriksaan yang paling dianjurkan untuk

mengevaluasi nervus optikus, orbita, dan otak. MRI tidak hanya

menampilkan resolusi jaringan lunak yang baik, tetapi juga mencegah

pajanan radiasi yang berbahaya. pemeriksaan ini tidak dijadikan

pemeriksaan rutin. MRI dapat digunakan jika dicurigasi adanya

penyebaran tumor pada intra maupun ekstrakranial, adanya

pinealblastoma/ trilateral retinoblastoma, atau jika diagnosis

diragukan.2,6

Gambar 2.8. Pada CT-scan retinoblastoma didapatkan kalsifikasi intraokular di segmen

posterior okuli sinistra

4. Gambaran Histopatologi

Pada pemeriksaan histopatologi didapatkan gambaran sel-sel tumor bulat

keil dengan sitoplasma bening, nukleus berbentuk bulat atau oval, dan

kromatin berbentuk granular halus. Nukleoli, sitoplasma, dan membran sel

21

Page 22: tugas referat

sulit dibedakan. Beberapa gambaran sel yang umum ditemukan pada

retinoblastoma adalah Flexner-Wintersteiner rosettes, Horner-Wright

rosettes, fleurettes.2,10

a. Flexner-Wintersteiner rosettes, yang terdiri dari lumen sentral

kosong yang dikelilingi oleh sel kolumner tinggi. Nucleus sel ini

lebih jauh dari lumen.

b. Homer Wright rosettes, rosettes yang tidak mempunyai lumen dan

sel terbentuk mengelilingi masa proses eosinofilik.

c. Fleurettes, adalah focus sel tumor yang mana menunjukkan

differensiasi fotoreseptor, kelompok sel dengan proses

pembentukan sitoplasma dan tampak menyerupai karangan

bunga.10

Gambar 2.9 Histopatologi retinoblastoma. a) Flexner-Wintersteiner rosettes, b) Homer Wright

rosettes, dan c) Fleurettes

2.2.9 Tatalaksana

Saat Retinoblastoma pertama kali diterapi, yang paling penting dipahami

bahwa Retinoblastoma adalah suatu keganasan. Saat penyakit ditemukan pada

22

Page 23: tugas referat

mata, angka harapan hidup melebihi 95% di negara barat. Walaupun dengan

penyebaran ekstraokular, angka harapan hidup menurun sampai kurang dari 50%.

Selanjutnya dalam memutuskan strategi terapi, sasaran pertama yang harus adalah

menyelamatkan kehidupan, kemudian menyelamatkan mata, dan akhirnya

menyelamatkan visus. Managemen modern Retinoblastoma Intraokular sekarang

ini dengan menggabungkan kemampuan terapi yang berbeda mencakup

Enukleasi, Eksenterasi, Kemoterapi, Photocoagulasi, Krioterapi, External-Beam

Radiation dan Plaque Radiotherapy. 15

External Beam Radiotherapy jarang digunakan saat ini sebagai terapi

utama Retinoblastoma Intraokular karena berhubungan dengan deformitas

kraniofacial dan tumor sekunder pada daerah radiasi. Enukleasi primer pada

Retinoblastoma unilateral lanjut masih direkomendasikan untuk menghindari efek

samping kemoterapi sistemik. Manipulasi yang tidak diperlukan harus dihindari

pada bola mata dan sepanjang saraf optikus untuk menghindari penyebaran tumor

ke Ekstraokular.15

Enukleasi

Enukleasi adalah tindakan yang paling umum dilakukan pada pasien

Retinoblastoma yang sudah berkembang. Enukleasi biasanya dilanjutkan

dengan terapi lainnya, untuk mencegah metastasis. Tindakan ini biasanya

dilakukan pada Retinoblastoma intraokuler yang sudah diikuti adanya

neovaskularisasi iris, glaucoma sekunder, invasi tumor ke kamera okuli

anterior, tumor mengisi > 75% korpus vitreus, tumor nekrosis dengan

inflamasi orbital sekunder, dan tumor yang berhubungan dengan adanya

hifema atau hemoragik vitreus.6,7

Enukleasi dipertimbangkan sebagai intervensi yang tepat jika:

- Tumor melibatkan lebih dari 50% bola mata

- Dugaan terlibatnya orbita dan nervus optikus

- Melibatkan segmen anterior dengan atau tanpa Glaukoma

Neovaskular

- Potensi untuk melihat pada mata yang terkena hanya sedikit

Beberapa hal yang harus diperhatikan pada tindakan enukleasi adalah :

23

Page 24: tugas referat

a. Manipulasi minimal

b. Menghindari perforasi mata

c. Mendapatkan tunggul nervus optikus > 15 mm

d. Melakukan inspeksi hasil enukleasi, untuk mengetahui perluasan

tumor ke ekstraokuler dan keterlibatan nervus optikus

e. Jaringan segar hasil enukleasi segera dikirim ke laboratorium untuk

pemeriksaan patologi anatomi.

Kemoterapi

Kemajuan yang berarti dalam penatalaksaan Retinoblastoma Intraokular

Bilateral pada dekade terakhir masih menggunakan kemoterapi sistemik

primer. Pemberian kemoterapi sistemik mengurangi ukuran tumor,

berikut dapat menggunakan gabungan fokal terapi dengan laser,

krioterapi atau radioterapi, perubahan ini dapat terjadi sebagai akibat

kemajuan dalam terapi kedua tumor otak dan metastasis

Retinoblastoma. Saat ini regimen kombinasi bermacam-macam seperti

Carboplatin, Vincristine, Etoposide dan Cyclosporine. Anak-anak yang

mendapat obat kemoterapi secara intravena setiap 3-4 minggu untuk 4-9

siklus kemoterapi.6,7

Kemoterapi sistemik primer (chemoreduction) diikuti oleh terapi lokal

(gabungan) sekarang secara lebih sering digunakan vision-sparing

tecnique. Kebanyakan studi Chemoreduction untuk Retinoblastoma

menggunakan Vincristine, Carboplatin, dan Epipodophyllotoxin, lainya

Etoposide atau Teniposide, tambahan lainya Cyclosporine. Agen

pilihan sebaiknya bervariasi dalam jumlah dan siklus menurut lembaga

masing-masing. Kemoterapi jarang berhasil bila digunakan sendiri, tapi

pada beberapa kasus terapi lokal (Kriotherapy, Laser Photocoagulation,

Thermotherapy atau Plaque Radiotherapy) dapat digunakan tanpa

Kemoterapi. Efek samping terapi Chemoreduction antara lain hitung

darah yang rendah, rambut rontok, tuli, toksisitas renal, gangguan

neurologik dan jantung. Leukemia myologenous akut pernah dilaporkan

24

Page 25: tugas referat

setelah pemberian regimen chemoreduction termasuk etoposide.

Pemberian kemoterapi lokal sedang diteliti, berpotensi meminimalkan

komplikasi sistemik.

Berikut ini terdapat tabel menjelaskan regimen kemoterapi yang sering

digunakan. Terapi standar digunakan untuk Retinoblastoma dengan

ukuran kecil dan sedang (ICIOR grup A sampai C), sedangkan dosis

tinggi untuk tumor yang lebih lanjut (ICIOR grup D).

Tabel 2.4. Regimen kemoterapi dan dosis untuk retinoblastoma

intraokuler16

Periocular Chemotherapy

Periocular Chemotherapy yang akan datang dimasukkan dalam COG

trial berdasarkan pada data terbaru penggunaan carboplatin

subconjunctiva sebagai terapi Retinoblastoma pada percobaan klinis

phase 1 dan 2, keduanya baik vitreous seeding dan tumor retina didapati

adanya respon terhadap terapi ini. Toksisitas lokal minor berupa orbit

myositis pernah dilaporkan setelah pemberian Carboplatin

subconjuctiva dan respon terhadap kortikosteroid oral, dan reaksi yang

lebih berat termasuk optik atropi pernah dilaporkan. 6,7

Photocoagulation dan Hyperthermia

Xenon dan Argon Laser (532 nm) secara tradisional digunakan

untuk terapi Retinoblastoma yang tinggi apek kurang dari 3mm dengan

25

Page 26: tugas referat

dimensi basal kurang dari 10 mm, 2-3 siklus putaran Photocoagulation

merusak suplai darah tumor, selanjutnya mengalami regresi. Laser yang

lebih berat digunakan untuk terapi langsung pada permukaan tumor.

Laser diode (8-10mm) digunakan sebagai hyperthermia. Penggunaan

langsung pada permukaan tumor menjadikan temperatur tumor sampai

45-60oC dan mempunyai pengaruh sitotoksik langsung yang dapat

bertambah dengan Kemoterapi dan Radioterapi. 6,7

Krioterapi

Krioterapi dilakukan pada tumor ukuran kecil, yaitu diameter maksimal

4 mm, dan ketebalan maksimal 2 mm. Biasanya dilakukan tiga kali

dalam interval 4-6 minggu sampai terjadi regresi tumor. Krioterapi

dilakukan dengan alat yang dapat mengeluarkan suhu – 60 sampai – 80

ᵒC, sehingga terjadi krionekrosis tumor.1,6

Krioterapi juga efektif untuk tumor dengan ukuran dimensi basal

kurang dari 10mm dan ketebalan apical 3mm. Krioterapi digunakan

dengan visualisasi langsung dengan Triple Freeze-Thaw Technique.

Khususnya Laser Photoablation dipilih untuk tumor pada lokasi

posterior dan cryoablation untuk tumor yang terletak lebih

anterior.Terapi tumor yang berulang sering memerlukan kedua tekhnik

tersebut. Selanjut di follow up pertumbuhan tumor atau komplikasi

terapi.

External-Beam Radiation Therapy

Tumor Retinoblastoma respon terhadap radiasi, digunakan teknik

terbaru yang dipusatkan pada terapi radiasi megavoltage, sering

memakai Lens-SparingTechnique, untuk melepaskan 4000-4500 cGy

dengan interval terapi lebih dari 4-6 minggu. Khusus untuk terapi pada

anak Retinoblastoma bilateral yang tidak respon terhadap Laser atau

Krioterapi. Keselamatan bola mata baik, dapat dipertahankan sampai

26

Page 27: tugas referat

85%. Fungsi visual sering baik dan hanya dibatasi oleh lokasi tumor

atau komplikasi sekunder. 7

Dua hal penting yang membatasi pada penggunaan External Beam

Radiotherapy dengan teknik sekunder adalah :

1. Gabungan mutasi germline gen RB1 dengan peningkatan umur

hidup pada resiko kedua, tidak tergantung pada keganasan primer

(seperti osteosarcoma) yang dieksaserbasisi oleh paparan External

Beam Radiotherapy.

2. Sequele yang dihubungkan dengan kekuatan Radiotheraphy

meliputi midface hypoplasia, Radiation Induced-Cataract, dan

Radiation Optic Neuropathy dan Vasculopathy.

Bukti menunjukkan kemampuan terapi yang dikombinasi menggunakan

External Beam Radiotherapy dosis rendah dan Kemoterapi

diperbolehkan untuk meningkatkan keselamatan bola mata dengan

menurunkan morbiditas radiasi. Sebagai tambahan penggunaan

kemoterapi sistemik dapat memperlambat kebutuhan External Beam

Radiotherapy, memberikan perkembangan orbita yang baik dan secara

bermakna menurunkan resiko malignansi sekunder sewaktu anak

berumur satu tahun.

Plaque Radiotherapy (Brachytherapy)

Radioactive Plaque terapi dapat digunakan bila terapi penyelamatan

bola mata gagal untuk menghancurkan semua tumor aktif dan sebagai

terapi utama terhadap beberapa anak dengan ukuran tumor relatif kecil

sampai sedang. Teknik ini secara umum dapat digunakan pada tumor

yang dengan diameter basal kurang dari 16mm dan ketebalan apikal 8

mm. Isotop yang sering digunakan adalah lodine 125 dan Ruthenium

106. 6,7

Terapi suportif

27

Page 28: tugas referat

a. Pemasangan prosthesis atau mata buatan setelah enukleasi, tindakan

ini merupakan bagian yang cukup penting untuk rehabilitasi.

Biasanya dilakukan beberapa minggu setelah operasi

b. Dukungan psikologis untuk pasien dan keluarganya

c. Penggunaan pelindung mata pada mata yang sehat saat beraktivitas

d. Konseling pada keluarga tentang risiko RB pada anggota keluarga

lainnya.6

2.2.10 Prognosis

Anak-anak dengan Retinoblastoma Intraokular yang mendapat perawatan

medis modern mempunyai prognosis yang baik untuk bertahan hidup dengan

angka keselamatan hidup pada anak mencapai lebih dari 95%. Kebanyakan faktor

resiko penting yang dihubungkan dengan kematian adalah tumor yang meluas ke

ekstraokular, secara langsung melalui sklera, atau yang lebih sering dengan invasi

saraf optikus, khususnya pada pembedahan Reseksi Margin.

Anak yang bertahan dengan Retinoblastoma Bilateral meningkatkan

insiden keganasan non-okular dikemudian hari. Rerata waktu laten untuk

perkembangan tumor sekunder adalah 9 tahun dari penatalaksaan Retinoblastoma

primer. Mutasi RBI dihubungkan dengan insiden 26,5% perkembangan tumor

sekunder dalam 50 tahun pada pasien yang diterapi tanpa terpapar terapi radiasi.12

28

Page 29: tugas referat

BAB III

KESIMPULAN

Retinoblastoma merupakan tumor ganas intraokular yang sering

ditemukan pada masa kanak-kanak. Insidens retinoblastoma bervariasi mulai dari

1:14.000 hingga 1:20.000 kelahiran hidup. Retinoblastoma disebabkan oleh

mutasi gen RB1 yang terletak pada lengan panjang kromosom 13 pada locus 14

(13q14) yang mengkode protein pRB. Retinoblastoma yang diturunkan secara

genetik terbagi atas 2 tipe, yaitu retinoblastoma yang muncul pada anak yang

membawa gen retinoblastoma dari salah satu atau kedua orang tuanya (familial

retinoblastoma) dan retinoblastoma yang muncul karena adanya mutasi baru pada

sel sperma atau sel ovum (sporadic heritable retinoblastoma). Retinoblastoma

memberikan gambaran klinis berupa pupil putih (leukokoria), strabismus, atau

peradangan. Diagnosis retinoblastoma ditegakkan berdasarkan anamnesis,

pemeriksaan oftalmologis, dan pemeriksaan penunjang. Standar baku emas untuk

memastikan diagnosis retinoblastoma adalah dengan biopsi. Jenis biopsi yang

dapat digunakan adalah Biopsi Aspirasi Jarum Halus atau Fine Needle Aspiration

Biopsy (FNAB). Managemen modern Retinoblastoma Intraokular sekarang ini

dengan menggabungkan kemampuan terapi yang berbeda mencakup Enukleasi,

Eksenterasi, Kemoterapi, Photocoagulasi, Krioterapi, External-Beam Radiation

dan Plaque Radiotherapy. Enukleasi adalah terapi pilihan untuk retinoblastoma

berukuran besar. Mata dengan tumor yang berukuran lebih kecil dapat diterapi

29

Page 30: tugas referat

secara efektif dengan radioterapi plaque atau external beam, krioterapi, atau

fotokoagulasi laser. Kemoterapi dapat digunakan untuk memperkecil ukuran

tumor besar sebelum dilakukan terapi jenis lain dan terkadang sebagai terapi

tunggal. Kemoterapi juga digunakan untuk mengobati tumor yang sudah meluas

ke otak, orbita, atau ke distal, dan mungkin diberikan setelah dilakukan enukleasi

pada pasien dengan risiko metastase yang tinggi.

DAFTAR PUSTAKA

1. Aerts, I., L. L. Rouic, M. Gauthier-Villars, H. Brisse, F. Doz, and L. Desjardins. Review : Retinoblastoma. Orphanet Journal of Rare Disease. 2006. p1:31.

2. Dunãrintu, S., F. Birsasteanu, D. Onet, M. Pascut, D. Bejenaru, and M. Mogoseanu. Imaging of Ocular Malign Tumors in Children. Journal of Experimental Medical & Surgical Research. 2008. p89-95.

3. Deegan, W. F. Retinoblastoma : A Review of Current Treatment Strategies. Journal of Ophthalmic Prosthetics. 2005.

4. Wijaya Nana. Ilmu Penyakit Mata. cetakan ke-6. 1993. hal 59-69,5. Suhardjono Setiowati. Diagnosis Dan Penatalaksanaan Reinoblastoma Di

Rumah Sakit dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta in Update in Retinoblastoma and Pediatric Ophthalmology, Vumc.

6. Parulekar, M. V. Retinoblastoma – Current treatment and future direction. Early Human Development. 2010. 86: 619-25.

7. Chintagumpala, M., P. Chevez-Barrios, E. A. Paysse, S. E. Plon, and R. Hurwitz. Retinoblastoma : Review of Current Management. The Oncologist. 2007. 12: 1237-46.

8. Riordan-Eva, P., and J. P. Whitcher. Anatomy and Embryology of the Eye. In : Vaughan & Asbury’s General Ophthalmology. 17th Edition. McGraw-Hill’s. 2007.

9. Ilyas, S. Ilmu Penyakit Mata: Anatomi dan Fisiologi Mata. Edisi ketiga. Jakarta: FKUI.2010

10. Sehu, K. Weng, Lee, William R. Retinoblastoma. Chapter 11: Intraocular Tumors. In: Ophtalmic Pathology. London: Blackwell Publishing. 2005. p.260-262

11. Dryja TP, Cavenee W, White R, et al. Retinoblastoma. Chapter 19: Retinoblastoma. Section 4: Ophtalmic Pathology and Intraocular Tumors. In: American Academy of Ophtalmology Basic and Clinical Science Course 2011-2012. San Fransisco: 2011. p.300-308.

12. Lang K Gehard. Retinoblastoma. In: Opthalmology. NewYork: D-70469 Stuttgart, Germany. 2000. p 353-55

30

Page 31: tugas referat

13. Riordan-Eva, Paul, P. Whitcher, John. Oftalmologi Umum: Retinoblastoma. Edisi 17. Jakarta: Widya Medika. 2005. hal.208-209.

14. Kumar, Robbins. Buku Ajar Patologi: Patogenesis Retinoblastoma. Volume 1 Edisi 7. Jakarta: EGC. 2007. hal.205-207.

15. Dryja TP, Cavenee W, White R, et al. Intraocular tumors. Chapter 26: Ocular and Periocular Tumors in Childhood. Section 6: Pediatric Ophtalmology and Strabismus. In: American Academy of Ophtalmology Basic and Clinical Science Course 2011-2012. San Fransisco: 2011. p.354-361

16. Reddy, V. A. P., and S. G. Honavar. Retinoblastoma – Advanced inManagement. Apollo Medicine. 2008. 5(3): 183-9.

31