TUGAS PREFORMULASI

6
TUGAS PREFORMULASI 1. Jelaskan sistem klasifikasi biofarmasetika (BCS) beserta contoh obatnya! Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang pesat diberbagai bidang, khususnya farmasi telah menghasilkan perubahan yang signifikan dalam teknologi sediaan farmasi, khususnya obat- obatan. Berbagai bentuk dan sistem penghantaran obat telah banyak dikembangkan untuk menggantikan bentuk dan sistem penghantaran obat yang konvensional (Sutriyo, 2008). Sistem penghantaran obat dikatakan ideal jika dapat diberikan dengan satu kali pemberian untuk seluruh periode pengobatan, menghas ilkan kadar obat dalam darah yang relatif konstan selama periode waktu tertentu untuk mendapatkan efek obat yang optimal dan menghantarkan obat langsung ke sasaran. Sistem penghantaran obat dengan pelepasan yang dimodifikasi (modified release drugdelivery system) merupakan sistem penghantaran obat yang mendekati ideal. Namun, obat yang diberikan secara oral, memiliki keterbatasan dalam hal lamanya obat (residence time) berada dalam saluran pencernaan, khususnya pada daerah-daerah terjadinya absorbsi. Sistem penghantaran obat mukoadhesif yang menghasilkan bentuk sediaan berinteraksi lebih lama dengan mukosa yang terdapat dalam lambung dan usus, merupakan salah satu upaya yang dapat digunakan untuk mengatasi keterbatasan waktu tinggal obat dalam lambung. Dengan sistem ini, obat akan ditahan untuk waktu yang lebih lama dalam saluran pencernaan, sehingga diharapkan proses absorpsinya menjadi lebih optimal. Selain itu dengan adanya lokalisasi obat pada suatu daerah absorbsi, akan menyebabkan proses absorbsi obat menjadi lebih efektif. Selain waktu tinggal obat dalam saluran pencernaan, sifat kelarutan dan permeabilitas obat juga merupakan factor yang mempengaruhi proses absorbsi (Sutriyo, 2008).

description

preformulasi

Transcript of TUGAS PREFORMULASI

TUGAS PREFORMULASI1. Jelaskan sistem klasifikasi biofarmasetika (BCS) beserta contoh obatnya!Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang pesat diberbagai bidang, khususnya farmasi telah menghasilkan perubahan yang signifikan dalam teknologi sediaan farmasi, khususnya obat-obatan. Berbagai bentuk dan sistem penghantaran obat telah banyak dikembangkan untuk menggantikan bentuk dan sistem penghantaran obat yang konvensional (Sutriyo, 2008).Sistem penghantaran obat dikatakan ideal jika dapat diberikan dengan satu kali pemberian untuk seluruh periodepengobatan, menghasilkan kadar obatdalam darah yang relatif konstanselama periode waktu tertentu untukmendapatkan efekobat yang optimal dan menghantarkan obat langsung ke sasaran. Sistem penghantaran obat dengan pelepasan yang dimodifikasi (modified release drugdelivery system) merupakan sistem penghantaran obat yang mendekati ideal. Namun, obat yang diberikan secara oral, memiliki keterbatasan dalam hal lamanya obat (residence time) berada dalam saluran pencernaan, khususnya pada daerah-daerah terjadinya absorbsi. Sistem penghantaran obat mukoadhesif yang menghasilkan bentuk sediaan berinteraksi lebih lama dengan mukosa yang terdapat dalam lambung dan usus, merupakan salah satu upaya yang dapat digunakan untuk mengatasi keterbatasan waktu tinggal obat dalam lambung. Dengan sistem ini, obat akan ditahan untuk waktu yang lebih lama dalam saluran pencernaan, sehingga diharapkan proses absorpsinya menjadi lebih optimal. Selain itu dengan adanya lokalisasi obat pada suatu daerah absorbsi, akan menyebabkan proses absorbsi obat menjadi lebih efektif. Selain waktu tinggal obat dalam saluran pencernaan, sifat kelarutan dan permeabilitas obat juga merupakan factor yang mempengaruhi proses absorbsi (Sutriyo, 2008).Dalam sistem klasifikasi biofarmasetika (BCS), obat dikelompokkan menjadi empat kelompok yaitu obat yang memiliki kelarutan dan permeabilitas yang tinggi, obat yang memiliki kelarutan rendah tetapi permeabilitasnya tinggi, obat yang memiliki kelarutanyang tinggi tetapi permeabilitasnya rendah dan obatyang memiliki kelarutan dan permeabilitas yang rendah. Obat yang memilikikelarutan yang rendah tetapi permeabilitasnya tinggi, proses absorbsinya ditentukan oleh tahap disolusi/rate limiting step(Sutriyo, 2008).Agar suatu obat dapat diabsorsi, pertama sekali obat tersebut harus dapat terlarut (terdispersi molekuler) dalam cairan dimana obat tersebut akan diabsorpsi. Di dalam banyak kasus, kecepatan disolusi atau waktu yang dibutuhkan untukobat melarut dalam cairan pencernaan menjadi kecepatan pembatas (rate-limitingstep) dari proses absorbsi. HalIni berlaku untuk obatyang diberikan dalam bentuksediaan padat oral seperti tablet, kapsul atau suspensi, seperti halnya juga untukobat yang diberikan secara intramuskular dalam bentuk granul atau suspensi. Ketika kecepatan disolusi merupakan rate-limiting step, maka kecepatan disolusi juga akan mempengaruhi absorpsi. Akibatnya, kecepatan disolusi dapat mempengaruhi onset, durasi dan intensitas respon, dan mengontrol keseluruhan bioavailabilitas obat dari suatu sediaan.Sistem klasifikasi biofarmasetik (Biopharmaceutical Classification System,BCS) mengelompokkan obat dalam kelompok yang didasarkan pada : kelarutan,permeabilitas dan kecepatan disolusi in vitro. Klasifikasi sistem ini dapat digunakan untuk menjustifikasi persyaratan-persyaratan penelitian in vitro (sediaan) obat yang melarut secara cepat, mengandung bahan aktif yang sangat larut dan sangat permeable. Sistem klasifikasi biofarmasetik diperkenalkan melalui sebuah metode untuk mengidentifikasi situasi yang mungkin mengikuti uji disolusi in vitro yang digunakan untuk memastikan bioekivalensi dalam ketidakhadiran studibioekivalensi klinik secara nyata. Pada dasarnya pendekatan secara teori menyatakan, kelarutan dan permeabilitas intestinal diidentifikasi sebagai karakteristik pengobatan utama yang mengontrol absorpsi. Dalam klasifikasi biofarmasetik tersebut telah membagi beberapa senyawa menjadi empat kelas berdasarkan permeabilitas dan kelarutan. Sistem klasifikasi ini berguna dalam memprediksi efek transporter penghabisan dan serapan pada penyerapan lisan maupun di tingkat post absorption sistemik setelah pemberian dosis oral dan intravena.

1. Kelas I - tinggi permeabilitas , tinggi kelarutan Pada kelas ini menunjukkan sejumlah daya serap yang tinggi dan sejumlah disolusi yang tinggi. Tingkat ini membatasi mekanisme laju pelepasan obat adalah pelarutan obat dan jika disolusi sangat pesat maka tingkat penyerapan pada lambung menjadi tingkatpenentuaan langkahnya. Mereka senyawa yang dapat diserap dengan baik dan tingkat penyerapan mereka biasanya ditandai dengan adanya ekskresi yang lebihtinggi. 2. Kelas II -permeabilitas tinggi, kelarutan rendahPada kelas ini memiliki sejumlah daya serap yang tinggi tetapi sejumlah disolusi yang rendah. Dalam disolusiobat in vivo maka langkah rate limiting untuk penyerapannya, kecuali pada sejumlah dosis yang sangat tinggi. Penyerapan untuk obat kelas II biasanya lebih lambat dan terjadi selama periode yang lebih lama. Korelasi antara in vitro-in vivo biasanya dikecualikan untuk kelas I dan kelas II. Bioavailabilitas produk tersebut dibatasi oleh tingkat solvasi mereka. Sebuah korelasi antara in vivo bioavailabilitas dan in vitrosolvasi dapat ditemukan.3. Kelas III -permeabilitas rendah, kelarutan tinggi Pada kelas ini permeabilitas adalah tingkat membatasi langkah untukpenyerapan obat. Obatini menunjukkan variasi yang tinggi dalamtingkat absorpsi obat. Sejak terjadinyadisolusi yangcepat,maka terjadivariasi berbeda yang disebabkan adanya perubahan permeabilitas membran fisiologi dan bukan faktor dosis formulir. Pada kelas obat jenis ini memerlukan teknologi yang mengatasi keterbatasan fundamental dari permeabilitas absolut atau daerah. Peptida dan protein merupakan bagian dari kelas III dan teknologi penanganan bahan-bahan tersebut mulai meningkat. Penyerapan dibatasi oleh lajupermeasi tetapi obat ini terlarut sangat cepat. Jika formulasi tidak mengubah durasi waktu permeabilitas atau gastrointestinal,kemudian dapat menerapkan kriteria pada kelasI. 4. Kelas IV - permeabilitas rendah, kelarutan rendahPada kelas ini menunjukkan banyak masalah untuk pemberian oral secara efektif. Untungnya, contoh ekstrim dari senyawa kelas IV adalah pengecualian, bukan aturan dan jarang dikembangkan dan mencapai pasar. Namun demikian sejumlah obat kelas IV memang ada. Pada obat kelas ini menyajikan sebuah tantangan besar bagi pengembangan sistem pengiriman obat dan rute pilihan untuk memberikan obat-obatan tersebut secara parenteral dengan formulasi yang mengandung peningkat kelarutan. Mereka senyawa memiliki bioavailabilitas rendah. Biasanya senyawa ini tidak diserap dengan baik selama berada di mukosa usus dandiharapkan adanya

2. Bagaimana cara penentuan nilai HLB ?HLB adalah singkatan dari Hydrophylic-Lipophylic Balance adalah nilai untuk mengukur efisiensi surfaktan. semakin tinggi nilai HLB surfaktannya maka semakin tinggi nilai kepolarannya, untuk emulsiyang akan diemulsikan surfaktan terdapat nilai HLB yang disebut HLB butuh minyak, diperlukan nilai HLB yang cocok agar emulsi menjadi stabil, oleh sebab itu diperlukan perhitungan HLB. Cara perhitungan HLB :

Metode perhitungan HLB Melalui PersamaanContoh Soal :a). R/ Parafincair 30%(HLB:12) Emulgator5% Air ad100 gramJawab : Cara pertama pilih nilai HLB surfaktan yang diantara HLB parafin cair (HLB 12), dipilih melalui datayaitu span 80 (HLB 4,3) dan tween 80 (HLB 15). Jumlah emulgator yang diperlukan = 5% x 100 = 5 gram kemudian buat pemisalan untuk persamaan : A : Tween 80 = a gram B : Span 80 = (5-a) gram Persamaan : (a x HLB) + ((5-a) x HLB ) = (5 x HLB) (a x 15) + ((5-a) x 4,3) = (5 x 12)15a +21,5 - 4,3a= 6010,7a = 38,5a = 3,6 gramJadi tween 80yang dibutuhkan = 3,6 gram sedangkan span 80yang dibutuhkan = (5-3,6 gram)= 1,4 gramb). R/ Paraffin Liq 40% (M/A HLB butuh 12) Emulgator (Tween 80 dan Span 80) 5% Emulsi ad 100

Metode Aligasi: Span 80 (4,3) 3 3/10,7 x 5 g = 1,4 g 12 Tween 80 (15)7,7 + 7,7/10,7 x 5 g = 3,5 g 10,7