Tugas Pc SILVI

15
1. Penggunaan Obat Rasional Penggunaan Obat secara Rasional (POR) atau Rational Use of Medicine (RUM) merupakan suatu kampanye yang disebarkan ke seluruh dunia, juga di Indonesia. Dalam situsnya, WHO menjelaskan bahwa definisi Penggunaan Obat Rasional adalah apabila pasien menerima pengobatan sesuai dengan kebutuhan klinisnya, dalam dosis yang sesuai dengan kebutuhan, dalam periode waktu yang sesuai dan dengan biaya yang terjangkau oleh dirinya dan kebanyakan masyarakat. Dengan empat kata kunci yaitu kebutuhan klinis, dosis, waktu, dan biaya yang sesuai, POR merupakan upaya intervensi untuk mencapai pengobatan yang efektif. Kampanye POR oleh WHO dilatarbelakangi oleh dua kondisi yang bertolak belakang. Kondisi pertama menunjukkan bahwa terdapat lebih dari 50% obat-obatan di dunia diresepkan dan diberikan secara tidak tepat, tidak efektif, dan tidak efisien. Bertolak belakang dengan kondisi kedua yaitu kenyataan bahwa sepertiga dari jumlah penduduk dunia ternyata kesulitan mendapatkan akses memperoleh obat esensial.

Transcript of Tugas Pc SILVI

Page 1: Tugas Pc SILVI

1. Penggunaan Obat Rasional

Penggunaan Obat secara Rasional (POR) atau Rational Use of Medicine (RUM) merupakan

suatu kampanye yang disebarkan ke seluruh dunia, juga di Indonesia. Dalam situsnya,

WHO menjelaskan bahwa definisi Penggunaan Obat Rasional adalah apabila pasien

menerima pengobatan sesuai dengan kebutuhan klinisnya, dalam dosis yang sesuai dengan

kebutuhan, dalam periode waktu yang sesuai dan dengan biaya yang terjangkau oleh dirinya

dan kebanyakan masyarakat. Dengan empat kata kunci yaitu kebutuhan klinis, dosis, waktu,

dan biaya yang sesuai, POR merupakan upaya intervensi untuk mencapai pengobatan yang

efektif.

Kampanye POR oleh WHO dilatarbelakangi oleh dua kondisi yang bertolak

belakang. Kondisi pertama menunjukkan bahwa terdapat lebih dari 50% obat-obatan di

dunia diresepkan dan diberikan secara tidak tepat, tidak efektif, dan tidak efisien. Bertolak

belakang dengan kondisi kedua yaitu kenyataan bahwa sepertiga dari jumlah penduduk

dunia ternyata kesulitan mendapatkan akses memperoleh  obat esensial.

Penggunaan obat dapat diidentifikasi rasionalitasnya dengan menggunakan

Indikator  8 Tepat dan 1 Waspada. Indikator 8 Tepat dan 1 Waspada tersebut adalah Tepat

diagnosis, Tepat Pemilihan Obat, Tepat Indikasi, Tepat Pasien, Tepat Dosis, Tepat cara dan

lama pemberian, Tepat harga, Tepat Informasi dan Waspada terhadap Efek Samping Obat.

Beberapa pustaka lain merumuskannya dalam bentuk 7 tepat tetapi penjabarannya tetap

Page 2: Tugas Pc SILVI

sama. Melalui prinsip tersebut, tenaga kesehatan dapat menganalisis secara sistematis

proses penggunaan obat yang sedang berlangsung. Penggunaan obat yang dapat dianalisis

adalah penggunaan obat melalui bantuan tenaga kesehatan maupun swamedikasi oleh

pasien. Berikut ini adalah penjabaran dari Indikator Rasionalisasi Obat yaitu 8 Tepat dan

1 Waspada:

1.  Tepat Diagnosis

Penggunaan obat harus berdasarkan penegakan diagnosis yang tepat. Ketepatan

diagnosis menjadi langkah awal dalam sebuah proses pengobatan karena ketepatan

pemilihan obat dan indikasi akan tergantung pada diagnosis penyakit pasien. Contohnya

misalnya pasien diare yang disebabkan Ameobiasis maka akan diberikan Metronidazol.

Jika dalam proses penegakkan diagnosisnya tidak dikemukakan penyebabnya adalah

Amoebiasis, terapi tidak akan menggunakan metronidazol. Pada pengobatan oleh tenaga

kesehatan, diagnosis merupakan wilayah kerja dokter. Sedangkan pada swamedikasi

oleh pasien, Apoteker mempunyai peran sebagai second opinon untuk pasien yang telah

memiliki self-diagnosis.

2.   Tepat pemilihan obat

Berdasarkan diagnosis yang tepat maka harus dilakukan pemilihan obat yang tepat.

Pemilihan obat yang tepat dapat ditimbang dari ketepatan kelas terapi dan jenis obat

yang sesuai dengan diagnosis. Selain itu, Obat juga harus terbukti manfaat dan

keamanannya. Obat juga harus merupakan jenis yang paling mudah didapatkan. Jenis

obat yang akan digunakan pasien juga seharusnya jumlahnya seminimal mungkin.

3.   Tepat indikasi

Pasien diberikan obat dengan indikasi yang benar sesuai diagnosa Dokter. Misalnya

Antibiotik hanya diberikan kepada pasien yang terbukti terkena penyakit akibat bakteri.

4. Tepat pasien

Obat yang akan digunakan oleh pasien mempertimbangkan kondisi individu yang

bersangkutan. Riwayat alergi, adanya penyakit penyerta seperti kelainan ginjal atau

kerusakan hati, serta kondisi khusus misalnya hamil, laktasi, balita, dan lansia harus

dipertimbangkan dalam pemilihan obat. Misalnya Pemberian obat golongan

Page 3: Tugas Pc SILVI

Aminoglikosida pada pasien dengan gagal ginjal akan meningkatkan resiko nefrotoksik

sehingga harus dihindari.

5.   Tepat dosis

Dosis obat yang digunakan harus sesuai range terapi obat tersebut. Obat mempunyai

karakteristik farmakodinamik maupun farmakokinetik yang akan mempengaruhi kadar

obat di dalam darah dan efek terapi obat. Dosis juga harus disesuaikan dengan kondisi

pasien dari segi usia, bobot badan, maupun kelainan tertentu.

6.    Tepat  cara dan lama pemberian

Cara pemberian yang tepat harus mempertimbangkan mempertimbangkan keamanan

dan kondisi pasien. Hal ini juga akan berpengaruh pada bentuk sediaan dan saat

pemberian obat. Misalnya pasien anak yang tidak mampu menelan tablet parasetamol

dapat diganti dengan sirup. Lama pemberian meliputi frekuensi dan lama pemberian

yang harus sesuai karakteristik obat dan penyakit. Frekuensi pemberian akan berkaitan

dengan kadar obat dalam darah yang menghasilkan efek terapi. Contohnya penggunaan

antibiotika Amoxicillin 500 mg dalam penggunaannya diberikan tiga kali sehari selama

3-5 hari akan membunuh bakteri patogen yang ada. Agar terapi berhasil dan tidak

terjadi resistensi maka frekuensi dan lama pemberian harus tepat.

7.    Tepat harga

Penggunaan obat tanpa indikasi yang jelas atau untuk keadaan yang sama sekali tidak

memerlukan terapi obat merupakan pemborosan dan sangat membebani pasien,

termasuk peresepan obat yang mahal. Contoh Pemberian antibiotik pada pasien ISPA

non pneumonia dan diare non spesifik yang sebenarnya tidak diperlukan hanya

merupakan pemborosan serta dapat menyebabkan efek samping yang tidak

dikehendaki.l

8.    Tepat informasi

Kejelasan informasi tentang obat yang harus diminum atau digunakan pasien akan

sangat mempengaruhi ketaatan pasien dan keberhasilan pengobatan. Misalnya pada

peresepan Rifampisin harus diberi informasi bahwa urin dapat berubah menjadi

berwarna merah sehingga pasien tidak akan berhenti minum obat walaupun urinnya

berwarna merah

Page 4: Tugas Pc SILVI

9.    Waspada efek samping

Pemberian obat potensial menimbulkan efek samping, yaitu efek tidak diinginkan yang

timbul pada pemberian obat dengan dosis terapi. Contohnya Penggunaan Teofilin

menyebabkan jantung berdebar.

Prinsip 8 Tepat dan 1 Waspada diharapkan dapat menjadi indikator untuk menganalisis

rasionalitas dalam penggunaan Obat. Kampanye POR diharapkan dapat meningkatkan

efektivitas dan efisiensi belanja obat dan mempermudah akses masyarakat untuk

memperoleh obat dengan harga terjangkau. POR juga dapat mencegah dampak penggunaan

obat yang tidak tepat sehingga menjaga keselamatan pasien. Pada akhirnya, POR akan

meningkatkan kepercayaan masyarakat (pasien) terhadap mutu pelayanan kesehatan.

2. Tabel 3-3

Kategori Masalah Yang Terkait Dengan Terapi Obat

1. Pasien yang sedang dalam masa pengobatan, membutuhkan terapi awal obat baru atau

obat tambahan

2. Pasien diberikan terapi obat yang seharusnya tidak diberikan dengan kondisi pasien

3. Pasien diberikan terapi obat yang salah

4. Pasien diberikan terapi obat dengan dosis yang lebih kecil daripada dosis yang

seharusnya

5. Pasien mengalami efek samping obat pada saat dilakukan terapi obat

6. Pasien diberikan terapi obat dengan dosis obat yang lebih besar daripada dosis yang

seharusnya

7. Terjadi masalah lain pada saat terapi obat akibat dari penggunaan obat yang tidak tepat

3. Tabel 3-4

Masalah Terapi Obat yang Potensial

1. Diperlukannya terapi obat tambahan pada pasien beresiko tinggi karena adanya

perkembangan dari terapi obat.

2. Pasien yang mengalami resiko tinggi akibat adanya pemberian obat yang tidak

diperlukan untuk terapi pengobatan

3. Pasien yang megalami resiko tinggi akibat adanya pemberian obat yang salah

Page 5: Tugas Pc SILVI

4. Pasien yang mengalami resiko tinggi akibat diberikannya dosis obat yang kurang dari

dosis seharusnya.

5. Pasien yang mengalami resiko tinggi akibat perkembangan dari pengobatan sehingga

membutuhkan obat tambahan untuk mengurangi reaksi efek samping dari pengobatan

6. Pasien yang mengalami resiko tinggi akibat perkembangan pengobatan karena jumlah

obat yang diberikan terlalu banyak.

7. Pasien yang mengalami resiko tinggi perkembangan pengobatan karena ketidak patuhan

terhadap resep yang diberikan atau tidak rekomendasi terapi obat.

4. Tabel 3-5

Penyebab Masalah Terapi Obat

1. Indikasi yang tepat untuk pengobatan :

Membutuhkan terapi obat tambahan

Pasien dengan kondisi awal pengobatan mendapatkan terapi obat baru

(Indikasi yang tidak diobati) : terapi awal essensial hipertensi tidak dapat

diobati dengan golongan diuretik tiazid

Memiliki penyakit kronis memerlukan terapi pengobatan terus menerus :

hipertensi yang kurang terkontrol karena kegagalan penambahan beta-bloker

pada tiazid

Memiliki kondisi pengobatan yang memerlukan kombinasi farmakoterapi

untuk mendapatkan hasil yang sinergis / potensial : pasien dengan penyakit

tukak lambung diberi pengobatan ranitidine selama 6 minggu, namun tetap

mengelukhan sakit perut setelah makan malam, memerlukan obat sinergis

(ppi)

Menerima terapi obat yang tidak perlu

Pasien menerima obat yang tidak ada indikasi medis yang valid pada saat ini :

antibiotic untuk infeksi akibat virus

Masalah penggunaan obat yang dapat menyebabkan kecanduan / dapat

menimbulkan reaksi pada obat : pasien tukak usus 12 jari yang sudah sembuh

pada tahap pertama dengan ranitidin, masih memiliki keadaan perut yang tidak

nyaman akibat kebiasaan mengkonsumsi kopi dan nikotin.

Kondisi medis yang lebih baik diobati dengan terapi non-obat : bypass arteri

coroner pada keadaan angina yang parah

Page 6: Tugas Pc SILVI

Mendapatkan terapi obat ganda : sediaan transdermal (koyok) dan oral dari

golongan nitrat.

2. Obat yang paling efektif: pasien menerima obat yang salah satu atau dosis terlalu

rendah.

Menerima obat yang salah

Bentuk sediaan tidak sesuai. Contoh: obat antihipertensi sustained release pada

pasien dengan kolostomi.

Adanya kontraindikasi. Contoh: beta blocker diberikan pada penderita asma.

Kondisi pasien sukar disembuhkan. Contoh: dosis tinggi steroid inhalasi pada

pasien dengan penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) yang tidak responsive

terhadap steroid.

Obat tidak diindikasikan untuk kondisi pasien. Contoh: pada pasien

osteoarthritis tanpa peradangan akan lebih efektif bila diberikan analgetik biasa

daripada nonsteroid anti-inflammatory drugs (NSAID) jangka panjang.

Obat yang lebih efektif tersedia. Contoh: obat hipoglikemia golongan statin

lebih efektif daripada golongan fibrat untuk hiperlipidemia primer.

Dosis terlalu rendah

Dosis obat salah. Contoh: dosis rendah ACE inhibitor pada pasien gagal

jantunglebih bermanfaat dari dosis yang lebih tinggi.

Adanya toleransi. Contoh: disebabkan oleh kegagalan untuk mengamati 8 jam

periode bebas nitrat.

Durasi tidak sesuai. Contoh: 3 hari penggunaan antibiotic untuk pasien PPOK

dengan infeksi paru berulang.

Kehilangan efek obat karena kesalahan penyimpanan. Contoh: penyimpanan di

tempat dingin untuk vaksin.

Penggunaan obat yang tidak benar. Contoh: penggunaan inhaler yang tidak

benar.

Pengurangan penyerapan akibat interaksi obat. Contoh: pembentukan kelat

dari tetrasiklin dan besi.

3. Obat yang paling aman: pasien mengambil atau menerima terlalu banyak obat yang

benar atau pasien secara klinis mengalami reaksi obat yang merugikan.

Terlalu banyak obat yang tepat

Page 7: Tugas Pc SILVI

Dosis terlalu tinggi untuk indikasi tertentu. Contoh: 5 mg bendroflumethiazide

untuk hipertensi.

Salah dosis. Contoh: lebih dari 4 gram parasetamol per hari untuk orang

dewasa.

Durasi tidak sesuai. Contoh: 10 hari penggunaan antibiotic untuk infeksi

saluran kemih (ISK) yang tidak berat.

Peningkatan kadar serum akibat interaksi obat. Contoh: penggunaan teofilin

dan siprofloksasin akan meningkatkan toksisitas teofilin.

Reaksi obat yang merugikan

Obat yang tidak aman bagi pasien. Contoh: kontrasepsi oral bagi pasien

dengan riwayat deep vain thrombosis (DVT).

Reaksi alergi. Contoh: anafilaksis dengan penisilin.

Interaksi obat. Contoh: beta blocker dan verapamil akan menyebabkan

atrioventrikular (AV) block.

Dosis meningkat terlalu cepat. Contoh: peningkatan dosis fenitoin (kinetika

order nol).

Efek yang tidak diinginkan. Contoh: ototoksisitas dengan penggunaan

aminoglikosida.

4. Kepatuhan dan kenyamanan pasien

Produk tidak tersedia-masalah persediaan local atau nasional

Produk tidak terjangkau oleh pasien atau pelayanan kesehatan pemerintah

Pasien tidak bisa menelan. Pasien stroke dengan disfagia

Instruksi tidak dipahami, diingat atau bahkan disetujui oleh pasien

Pengobatan tidak dilakukan karena keyakinan, budaya atau alas an lain.

6 contoh dari masalah yang terkait dengan terapi obat

Page 8: Tugas Pc SILVI

5. Interaksi obat antara kontrasepsi oral dengan antibiotik

Page 9: Tugas Pc SILVI

Amoxicillin merupakan induktor enzim P450, obat kontrasepsi juga dimetabolisme

oleh ezim P450, sehingga jika dikombinasi dapat meningkatkan metabolisme obat

kontrasepsi oral, sehingga jumlah dalam darah menurun dan efek kontrasepsinya

berkurang

Obat yang melewati usus harus polar, oleh karena itu perlu dikonjugasi terlebih dahulu

di hati (ikatan konjugasi). Sedangkan, obat saat didistribusikan dalam darah ikatannya

harus dilepas, proses ini disebut dengan dekonjugasi. Setelah obat di dekonjugasi, obat

sudah bisa didistribusikan di dalam darah dan membentuk ikatan protein plasma. Pada

proses dekonjugasi tersebut membutuhkan flora normal.

Bila kontrasepsi oral diberikan bersama antibiotik yang berspektrum luas, maka

antibiotik tersebut akan mengganggu flora-flora normal yang ada di dalam usus,

sehingga kontrasepsi oral tidak dapat di dekonjugasikan dan tidak dapat

didistribusikan dalam darah. Jadi, efektifitas dari kontrasepsi oral menurun.

Obat-obat siklus enterohepatik seperti kontrasepsi oral membutuhkan flora normal,

jadi tidak boleh diberikan dengan antibiotik spektrum luas.

Page 10: Tugas Pc SILVI

TUGAS PHARMACEUTICAL CARE

Disusun Oleh :

SILVIA WAHYU WIDIARTI

2013001267

KELAS B

PROGRAM APOTEKER

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS PANCASILA

JAKARTA

2014