tugas hipertensi
description
Transcript of tugas hipertensi
TUGAS MAKALAH
HIPERTENSI
Oleh:
Prabuwinoto Setiawan
G99131063
.
KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU FARMASI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNS / RSUD DR MOEWARDI
SURAKARTA
2015
BAB I
PENDAHULUAN
Dewasa ini, adanya transisi penyakit mengakibatkan terjadinya beban
ganda masalah penyakit di suatu negara. Transisi penyakit yang merupakan
bagian dari masalah transisi kesehatan terjadi karena adanya transisi demografi
dan transisi epidemiologi. Dikatakan beban ganda karena, dalam hal ini tren
penyakit telah bergeser dari penyakit menular ke arah penyakit tidak menular
(penyakit degeneratif) seperti hipertensi, diabetes mellitus, jantung, stroke
dan kanker. Perubahan pola penyakit tersebut sangat dipengaruhi oleh keadaan
demografi, sosial ekonomi, dan sosial budaya. Kecenderungan perubahan ini juga
telah terjadi di negara Indonesia sehingga menjadi salah satu tantangan dalam
pembangunan bidang kesehatan (Depkes RI, 2006).
Hipertensi adalah gangguan pada sistem peredaran darah, yang cukup
mengganggu kesehatan masyarakat. Menurut The Seventh Report of the Joint
National Committee (2003) hipertensi adalah suatu keadaan di mana tekanan
darah sistolik lebih dari atau sama dengan 140 mmHg dan tekanan diastolik lebih
dari atau sama dengan 90 mmHg. Hipertensi masih menjadi masalah kesehatan
karena merupakan penyakit The Silent Killer (sering kali dijumpai tanpa gejala).
Hipertensi merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah stroke dan
tuberkulosis, dengan perbandingan kematian wanita sebesar 55,2% dan laki-laki
44,8% di dunia (AHA, 2013). Di Indonesia, PMR (Proportional Mortality Rate)
hipertensi mencapai 6,70% dari populasi kematian pada semua umur di Indonesia
(Kurnia, 2007).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi dan Klasifikasi
Tekanan darah tinggi atau hipertensi adalah kondisi medis di mana
terjadi peningkatan tekanan darah secara kronis (dalam jangka waktu lama).
Penderita yang mempunyai sekurang-kurangnya tiga bacaan tekanan darah
yang melebihi 140/90 mmHg saat istirahat diperkirakan mempunyai keadaan
darah tinggi.
Hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya didefinisikan sebagai
hipertensi esensial, atau lebih dikenal hipertensi primer, untuk
membedakannya dengan hipertensi sekunder bahwa hipertensi sekunder
dengan sebab yang diketahui. Menurut The Seventh Report Of The Joint
Committe on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood
Pressure (JNC 7) klasifikasi tekanan darah pada orang dewasa terbagi menjadi
kelompok Normotensi, Prahipertensi, Hipertensi Derajat I, Hipertensi derajat
II.
Klas.Tekanan Darah TDS (mmHG) TDD (mmHg)
Normal
Prahipertensi
Hipertensi Stage I
Hipertensi Stage II
<120
120-139
140-159
≥160
<80
80-89
90-99
≥100
B. Faktor Risiko
Hipertensi esensial adalah penyakit multifalktorial yang timbul karena
interaksi antara faktor-faktor risiko tertentu. Faktor-faktor risiko tersebut
antara lain (Yogiantoro, 2006) :
1. Diet dan asupan garam, stres, ras, obesitas, merokok, dan genetik;
2. Sistem saraf simpatis : tonus simpatis, variasi diurnal;
3. Keseimbangan antara modulator vasodilatasi dan vasokontriksi;
4. Pengaruh sistem otokrin setempat terhadap sistem renin, angiotensin, dan
aldosteron.
Selain faktor risiko di atas, pada JNC 7 dilaporkan dalam rangka
mengetahui prognosis dan pedoman terapi pada penderita hipertensi perlu
memperhatikan faktor-faktor risiko kardiovaskuler sebagai berikut :
1. Hipertensi,
2. Usia (laki-laki usia > 55 tahun, perempuan > 65 tahun),
3. Diabetes mellitus,
4. Peningkatan kadar LDL-kolesterol (atau kolesterol total) atau penurunan
kadar HDL-kolesterol,
5. Mikroalbuminuria,
6. Glomerulus Filtration Rate (GFR) < 60 ml/menit,
7. Riwayat keluarga penyakit kardiovaskuler dini ( laki-laki usia < 55 tahun
atau perempuan usia < 65 tahun),
8. Obesitas (IMT ≥ 30 kg/m2),
9. Inaktivitas fisik,
10. Perokok.
(National Institutes of Health, 2004)
C. Patogenesis
viskositas darahjari-jari arteriol
Frekuensi denyut Vol. jantung sekuncup
Cardiac Output Resistensi Perifer
Tekanan darah sistemik
Tekanan darah merupakan hasil dari cardiac output dan tahanan
pembuluh darah perifer. Kedua faktor tersebut yang merupakan penyebab
langsung dari terjadinya hipertensi. Secara konstan, tekanan arteri rata-rata
dipantau oleh baroreseptor dalam sirkulasi. Reseptor terpenting dalam
pengaturan tekanan darah adalah sinus caroticus dan baroreseptor lengkung
aorta. Dalam kondisi normal, peningkatan tekanan darah akan mempercepat
pembentukan potensial aksi di neuron aferen baroreseptor sinus caroticus dan
lengkung aorta. Melalui peningkatan kecepatan pembentukan potensial aksi
tersebut, pusat kontrol kardiovaskuler mengurangi aktivitas simpatis dan
meningkatkan aktivitas parasimpatis. Sinyal-sinyal eferen tersebut akan
menurunkan kecepatan denyut jantung dan volume sekuncup, merangsang
vasodilatasi arteriol dan vena sehingga curah jantung dan resistensi perifer
turun. Hasil akhirnya adalah tekanan darah kembali normal. Namun, pada
hipertensi, baroreseptor tidak berespons mengembalikan tekanan darah ke
tingkat normal karena mereka telah beradaptasi untuk bekerja pada tingkat
yang lebih tinggi (Sherwood, 2001).
Selain baroreseptor yang tidak berespons, pada hipertensi juga terjadi
penurunan eksresi Na+ yang berarti terjadi peningkatan retensi Na+. Hal itu
memicu retensi osmotik H2O sehingga volume cairan plasma meningkat.
Sehingga peningkatan volume cairan menyebabkan volume darah meningkat
kemudian curah jantung meningkat. Sebagai hasil akhirnya tekanan darah
meningkat.
Pada sebagian besar pasien hipertensi, terjadi peningkatan kadar renin
(Gray, 2005). Sistem renin-angiotensin ternyata mempengaruhi homeotasis
natrium dan resistensi perifer (Robbins, 2007). Mekanisme berikut ini
mungkin bisa menjelaskan hubungan keduanya. Renin yang dikeluarkan sel
juxtaglomerulus ginjal akan mengubah angiotensinogen plasma menjadi
angiotensin I yang selanjutnya oleh ACE (angiotensin converting enzyme)
akan diubah menjadi angiotensin II. Angiotensin II tersebut menyebabkan
peningkatan tekanan darah dengan cara meningkatkan resistensi perifer
(sebagai efek langsung pada otot polos vaskular) dan volume darah (stimulasi
sekresi aldosteron, peningkatan reabsorpsi natrium dalam tubulus distal).
Salah satu faktor risiko hipertensi adalah stress. Stress adalah semua
hal yang mengancam homeostasis tubuh. Jadi stress tidak hanya sebatas pada
stress psikologis, tetapi juga stress fisik, stress kimia, dll. Ketika tubuh
terpapar stress, saraf simpatis akan teraktifkan. Ia akan mengaktifkan juga
beberapa hormon yang memperkuat efeknya seperti epinefrin dan
kortikosteroid. Pada jantung, stimulasi saraf simpatis akan meningkatkan
kecepatan denyut dan kontraksi jantung. Hal ini berarti volume sekuncup juga
meningkat sehingga tekanan darah juga naik. Sedangkan pada arteriol,
stimulasi simpatis menyebabkan vasokontriksi yang berakibat pada
peningkatan resistensi perifer.
D. Manifestasi Klinis
Peninggian tekanan darah kadang-kadang merupakan satu-satunya
gejala. Bila demikian gejala baru muncul setelah terjadi komplikasi pada
ginjal, mata, otak, atau jantung. Gejala lain yang lebih sering ditemukan
adalah sakit kepala, epistaksis, marah, telinga berdengung, rasa berat di
tengkuk, sukar tidur, mata berkunang –kunang dan pusing
Pada sebagian besar penderita, hipertensi tidak menimbulkan gejala;
meskipun secara tidak sengaja beberapa gejala terjadi bersamaan dan
dipercaya berhubungan dengan tekanan darah tinggi (padahal sesungguhnya
tidak). Gejala yang dimaksud adalah sakit kepala, perdarahan dari hidung,
pusing, wajah kemerahan dan kelelahan; yang bisa saja terjadi baik pada
penderita hipertensi, maupun pada seseorang dengan tekanan darah yang
normal.
Jika hipertensinya berat atau menahun dan tidak diobati, bisa timbul
gejala berikut:
sakit kepala
kelelahan
mual
muntah
sesak nafas
gelisah
pandangan menjadi kabur yang terjadi karena adanya kerusakan pada otak,
mata, jantung dan ginjal.
Kadang penderita hipertensi berat mengalami penurunan kesadaran
dan bahkan koma karena terjadi pembengkakan otak. Keadaan ini disebut
ensefalopati hipertensif, yang memerlukan penanganan segera.
E. Diagnosis
Diagnosis hipertensi tidak dapat ditegakkan dalam satu kali
pengukuran, hanya dapat ditetapkan setelah dua kali atau lebih pengukuran
pada kunjungan yang berbeda, kecuali terdapat kenaikan yang tinggi atau
gejala-gejala klinis. Pengukuran pertama harus dikonfirmasikan pada
sedikitnya 2 kunjungan lagi dalam waktu satu sampai beberapa minggu.
Pengukuran tekanan darah dilakukan dalam keadaan pasien duduk bersandar,
setelah pasien beristirahat selama 5 menit, dengan ukuran pembungkus lengan
yang sesuai.
Anamnesis yang dilakukan meliputi tingkat hipertensi dan lamanya
menderita, riwayat dan gejala-gejala penyakit yang berkaitan dengan penyakit
jantung koroner, gagal jantung, penyakit serebrovaskuler dll. Apakah terdapat
riwayat penyakit dalam keluarga dan gejala-gejala yang berkaitan dengan
penyebab hipertensi, perubahan aktivitas/ kebiasaan merokok, konsumsi
makanan, riwayat obat-obatan bebas, faktor lingkungan, pekerjaan,
psikososial dsb.
Pemeriksaan penunjang dapat dilakukan untuk mengetahui penyerta
maupun komplikasi pada organ target. Pemeriksaan penunjang yang
dilakukan berupa:
a. test darah rutin
b. glukosa darah (sebaiknya puasa)
c. kolesterol total serum, kolesterol LDL dan HDL serum, trigliserida serum
d. asam urat, kreatinin, kalium dalam serum
e. hemoglobin (Hb) dan hematokrit (Hct)
f. urinalisis (uji carik celup serta sedimen urin)
g. elektrokardiogram (EKG)
Evaluasi pasien hipertensi juga diperlukan untuk menentukan adanya
penyakit penyerta sistemik, yaitu :
a. aterosklerosis (melalui pemeriksaan profil lemak);
b. diabetes (terutama pemeriksaan gula darah);
c. fungsi ginjal (dengan pemeriksaan proteinuria, kreatinin serum, serta
memperkirakan laju filtrasi glomerulus).
Yang perlu diperhatikan adalah tes mendalam untuk mencari penyebab
hipertensi tidak dianjurkan kecuali jika dengan terapi memadai, target
tekanan darah tidak tercapai (Yogiantoro, 2006).
F. Kerusakan Organ Target
Hipertensi dapat menimbulkan kerusakan organ tubuh, baik secara
langsung maupun tidak langsung. Kerusakan organ-organ target yang umum
ditemui pada pasien hipertensi adalah :
1. jantung
a. hipertrofi ventrikel kiri
b. angina atau infark miokardium
c. gagal jantung
2. otak
strok atau transient ischemic attack
3. penyakit ginjal kronis
4. penyakit arteri perifer
5. retinopati
G. Pengobatan
Tujuan pengobatan pada pasien hipertensi adalah :
a. target tekanan darah <140/90 mmHg, untuk individu beresiko tinggi
(diabetes,gagal ginjal proteinuri) <130/80 mmHg
b. penurunan morbiditas dan mortalitas penyakit kardiovaskuler
c. mengahambat laju penyakit ginjal proteinuri
Pengobatan hipertensi terdiri dari terapi nonfarmakologis dan terapi
farmakologis. Terapi nonfarmakologis harus dilaksanakan oleh semua pasien
hipertensi dengan tujuan untuk menurunkan tekanan darah dan mengendalikan
faktor-faktor resiko, serta penyakit penyerta lainnya. Adapun terapi
nonfarmakologis sbb:
a. menghentikan merokok
b. menurunkan berat badan yang berlebihan
c. menurunkan konsumsi alkohol yang berlebihan
d. latihan fisik
e. menurunkan asupan garam
f. meningkatkan konsumsi buah dan sayur
g. menurunkan asupan lemak
Jenis-jenis obat antihipertensi untuk terapi farmakologis hipertensi yang
dianjurkan oleh JNC 7 adalah :
a. diuretika, terutaman jenis thiazid atau aldosterone antagonist
b. beta bloker (BB)
c. Calcium Channel Blocker atau Calcium Antagonist
d. Angiotensin Converting Enzym Inhibitor (ACE Inhibitor)
e. Angiotensin II Receptor Blocker atau AT1 receptor antagonist/blocker
(ARB)
Untuk sebagian besar pasien hipertensi, terapi dimulai secara bertahap dan
target tekanan darah dicapai secara progresif dalam beberapa minggu.
Dianjurkan untuk menggunakan obat antihipertensi dengan masa kerja
panjang dan yang memberikan efikasi 24 jam dengan pemberian sekali sehari.
Jika terapi dimulai dengan satu jenis obat dan dalam dosis rendah, dan
kemudian tekanan darah belum mancapai target, maka langkah selanjutnya
adalah meningkatakan dosis obat tersebut atau berpindah ke antihipertensi
yang lain dengan dosis rendah baik tunggal maupun kombinasi. Kombinasi
yang terbukti dapat ditolerir pasien adalah : diuretika dan ACEI atau ARB,
CCB dan BB, CCB dan atau ARB, CCB dan diuretika, ARB dan BB,kadang
diperlukan tiga atau empat kombinasi obat.
TAHAPAN TERAPI HIPERTENSI
Modifikasi pola hidup :1. Penurunan berat badan2. Aktifitas fisik teratur3. pembatasan garam dan
alcohol4. berhenti merokok
Respons cukup(sasaran tel;ah dicapai
Respons kurang
Lanjutkan Modifikasi pola hidup :Pilihan Anti hipertensi :
1. diuretic atau beta bloker2. penghambat ACE,antagonis
CA,alfa bloker, alfa beta bloker
Respons cukup(sasaran telah dicapai
Respons kurang Respons kecil
Tingkatkan dosis pertama
Tambahkan obat kedua dari golongan lain
Ganti dengan gol. lain
Respon belum cukup
Tambahkan obat kedua atau ketiga dari gol. lain atau diuretik
BP classification
SBP* mmHg
DBP* mmHg
Lifestyle modification
Initial drug therapy
Without compelling indication
With compelling indications
Normal <120 and <80
Encourage
Prehypertension 120–139
or 80–89
Yes No antihypertensive drug indicated.
Drug(s) for compelling indications. ‡
Stage 1 Hypertensi-on
140–159
or 90–99
Yes Thiazide-type diuretics for most. May consider ACEI, ARB, BB, CCB, or combination.
Drug(s) for the compelling indications.‡Other antihypertensive drugs (diuretics, ACEI, ARB, BB, CCB) as needed.
Stage 2 Hypertensi-on
>160 or >100
Yes Two-drug combination for most† (usually thiazide-type diuretic and ACEI or ARB or BB or CCB).
Sumber : JNC-VII
H. Pemantauan
Pasien yang telah mulai mendapatkan pengobatan harus datang
kembali untuk evaluasi lanjutan dan pengaturan dosis samapi target tekanan
darah tercapai. Setelah tekanan darah tercapai dan stabil, kunjungan
selanjutnya dengan interval 3-6 bulan, tetapi frekuensi ini juga ditentukkan
oleh ada tidaknya komorbiditas seperti gagal jantung, diabetes, dan kebutuhan
akan pemeriksaan laboratorium.
Strategi untuk meningkatkan kepatuhan pasien adalah; empati dokter
akan meningkatkan kepercayaan, motivasi dan kepatuhan pasien, dokter harus
mempertimbangkan latar belakang budaya, kepercayaan pasien serta sikap
pasien terhadap pengobatan, pasien diberi tahu hasil pengukuran tekanan
darah, target yang masih harus dicapai, rencana pengobatan selanjutnya serta
pentingnya mengikuti rencana tersebut.
Pengobatan antihipertensi umumnya untuk selama hidup. Penghentian
pengobatan cepat atau lambat akan diikuti oleh naiknya tekanan darah sampai
seperti sebelum dimulai pengobatan antihipertensi. Walaupun demikian, ada
kemungkinan untuk menurunkan dosis dan jumlah obat antihipertensi secara
bertahap bagi pasien yang diagnosis hipertensinya sudah pasti serta tetap
patuh terhadap pengobatan nonfarmakologis. Tindakan ini harus disertai
dengan pengawasan tekanan darah yang ketat.
BAB III
KASUS
LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS PENDERITA
Nama : Tn. S
Umur : 44 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Pekerjaan : Guru SMA
Alamat : Jaten Karanganyar
No. CM : 00110900
Tanggal Pemeriksaan : 3 Februari 2015
B. ANAMNESIS
1. Keluhan Utama : Nyeri kepala
2. Riwayat Penyakit Sekarang :
Kurang lebih sejak 2 minggu yang lalu pasien mengeluh nyeri
kepala. Nyeri kepala dirasakan cekot-cekot terutama pada kepala bagian
belakang. Cekot-cekot dirasakan hilang timbul terutama jika malamnya
susah tidur. Keluhan ini telah dirasakan hilang timbul sejak 6 bulan yang
lalu. Keluhan sering muncul saat musim ujian dan berkurang jika pasien
beristirahat. Dua minggu yang lalu pasien pergi ke Puskesmas dan
memeriksakan tekanan darahnya. Tekanan darah pasien saat itu 170/90.
Pasien diberi dua macam obat, namun pasien lupa nama obatnya.
Keduanya diminum tiga kali sehari dan habis dalam 3 hari. Pasien diminta
untuk kembali lagi seminggu kemudian. Keluhan pasien membaik dan
pasien tidak kembali ke Puskesmas. Sekitar 3 hari yang lalu keluhan
muncul kembali. Karena mengganggu aktivitas, maka pasien
memeriksakan diri ke RSDM.
Pasien tidak mengeluhkan pandangan kabur, nyeri dada,
berdebar-debar, sesak napas, maupun kesemutan. BAB dan BAK dalam
batas normal.
3. Riwayat Penyakit Dahulu :
Riwayat keluhan sama : (+)
Riwayat trauma kepala : disangkal
Riwayat penyakit jantung : disangkal
Riwayat sakit darah tinggi : disangkal
Riwayat mondok : disangkal
Riwayat sakit gula : disangkal
Riwayat alergi : disangkal
4. Riwayat Penyakit Keluarga :
Riwayat sakit darah tinggi : (+) ayah dan kakak pasien
Riwayat sakit gula : disangkal
Riwayat sakit jantung : disangkal
5. Riwayat Kebiasaan
Pasien makan sehari 2-3 kali dengan sayur dan lauk, pasien adalah
penggemar makanan asin dan pedas.
Pasien bekerja sebagai guru SMA, masuk 6 hari dalam seminggu,
berangkat kerja dengan motor. Pasien mengaku jarang berolahraga di
luar aktivitas hariannya.
Pasien adalah seorang perokok sejak usia 25 tahun dengan konsumsi
2-3 batang per hari.
C. PEMERIKSAAN FISIK
1 Keadaan Umum : CM GCS=E4V5M6, gizi kesan berlebih
BB : 70 kg
TB : 156 cm
IMT: 29,70 (overweight)
2 Tanda Vital : Tensi : 160/90 mmHg
Nadi : 96 x/ menit
Frekuensi Respirasi : 18 x/menit
Suhu : 36,6 0C
3 Kepala : Bentuk kepala normal, mata konjungtiva pucat,
pupil isokor, reflek cahaya +/+
4 Leher : Pembesaran kelenjar getah bening (-)
5 Jantung :
Inspeksi : Iktus kordis tidak tampak, pulsasi tidak tampak
Palpasi : Iktus kordis tidak kuat angkat
Perkusi : Kesan batas jantung tidak melebar
Auskultasi : BJ I-II intensitas normal, regular, bising (-)
6 Pulmo :
Inspeksi : Pengembangan dada simetris kanan=kiri
Palpasi : Fremitus raba kanan=kiri
Perkusi : Sonor/sonor
Auskultasi : Suara dasar vesikuler (+/+), suara tambahan
(-/-)
7 Abdomen
Inspeksi : Distended (-), sikatrik (-), striae (-), caput medusae (-)
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Perkusi : Pekak alih (-), pekak sisi (-), undulasi (-)
Palpasi : supel, hepar lien tak teraba
D. DIAGNOSIS
Hipertensi stage II
E. TUJUAN PENGOBATAN
1. Menurunkan tekanan darah sampai <140/90 mmHg.
Modifikasi gaya hidup
a) Berhenti merokok.
b) Menurunkan berat badan hingga IMT normal. Setiap penurunan 10
kgBB dapat menurunkan tekanan darah sistolik kurang lebih 5-20
mmHg.
c) Konsumsi makanan kaya buah, sayur, susu rendah lemak dapat
menurunkan tekanan sistol sebesar 8-14 mmHg.
d) Mengurangi asupan natrium sampai kurang dari 2,4 g/hari atau
NaCl 6 g/hari, dapat menurunkan tekanan sistol 2-8 mmHg.
e) Berolahraga aerobik teratur misalnya berjalan kaki (30 menit/hari
selama 4-5 hari seminggu) dapat menurunkan tekanan sistol
sebesar 4-9 mmHg.
Obat antihipertensi
a) Diuretik. Misalnya hidroklortiazid 1 tablet dengan dosis 12,5 mg
diberikan sehari sekali setiap hari hingga tekanan sistolik pasien
mencapai kurang dari 100 mmHg. Jika angka ini tercapai maka
pemberian obat dihentikan dan dilakukan monitoring.
b) ACE inhibitor. Misalnya tenapril 1 kaplet dengan dosis 2,5 mg
diberikan sehari sekali setiap hari atau captopril tablet dengan dosis
12,5 mg diberikan 2 kali sehari setiap hari hingga tekanan sistolik
pasien mencapai kurang dari 100 mmHg. Jika angka ini tercapai
maka pemberian obat dihentikan dan dilakukan monitoring.
2. Penurunan morbiditas dan mortalitas penyakit kardiovaskuler.
Dilakukan dengan mempertahankan tekanan darah normal.
3. Mengahambat laju nefropati hipertensi.
Obat-obatan golongan ACE inhibitor memiliki efek nefroprotektor,
misalnya captopril tablet dengan dosis 12,5 mg diberikan 2 kali sehari setiap
hari dengan monitoring fungsi ginjal rutin.
F. PENGOBATAN
1. Nonmedikamentosa
a. menurunkan berat badan yang berlebihan
b. latihan fisik
c. menurunkan asupan garam
d. meningkatkan konsumsi buah dan sayur
e. berhenti merokok
2. Medikamentosa
R/ HCT tab mg 12,5 No.XV
S 1 dd tab 1 mane
R/ Captopril tab mg 12,5 No.XXX
S 2 dd tab 1 ac
Pro : Tn. S (44 tahun)
BAB IV
PEMBAHASAN OBAT
a. Diuretik
Diuretik menurunkan tekanan darah terutama dengan cara mendeplesikan
simpanan natrium tubuh. Awalnya, diuretik menurunkan tekanan darah dengan
menurunkan volume darah dan curah jantung, tahanan vaskuler perifer.
Penurunan tekanan darah dapat terlihat dengan terjadinya diuresis. Diuresis
menyebabkan penurunan volume plasma dan stroke volume yang akan
menurunkan curah jantung dan akhirnya menurunkan tekanan darah. Obat-obat
diuretik yang digunakan dalam terapi hipertensi yaitu : diuretik golongan tiazid,
diuretik kuat, dan diuretik hemat kalium.
Obat-Obat Pilihan:
A. Golongan Tiazid
1. Bendroflazid/bendroflumetazid ( Corzide® )
- Indikasi: edema, hipertensi
- Kontra indikasi: hipokalemia yang refraktur, hiponatremia,
hiperkalsemia, , gangguan ginjal dan hati yang berat, hiperurikemia
yang simptomatik, penyakit adison.
- Bentuk sediaan obat: tablet
- Dosis: edema dosis awal 5-10 mg sehari atau berselang sehari pada
pagi hari; dosis pemeliharaan 5-10 mg 1-3 kali
semingguHipertensi, 2,5 mg pada pagi hari
- Efek samping:hipotensi postural dan gangguan saluran cerna yang
ringan; impotensi (reversibel bila obat dihentikan); hipokalemia,
hipomagnesemia, hiponatremia, hiperkalsemia, alkalosis
hipokloremanik, hiperurisemia, pirai, hiperglikemia, dan
peningkatan kadar kolesterol plasma; jarang terjadi ruam kulit,
fotosensitivitas, ganggan darah (termasuk neutropenia dan
trombositopenia, bila diberikan pada masa kehamilan akhir);
pankreatitis, kolestasis intrahepatik dan reaksi hipersensitivitas.
- Peringatan : dapat menyebabkan hipokalemia, memperburuk
diabetes dan pirai; mungkin memperburuk SLE ( eritema lupus
sistemik ); usia lanjut; kehamilan dan menyusui; gangguan hati dan
ginjal yang berat;porfiria.
2. Chlortalidone ( Hygroton®, Tenoret 50®, Tenoretic® )
- Indikasi : edema, hipertensi, diabetes insipidus
- Peringatan,Kontra indikasi, dan efek samping: lihat pada
Bendrofluazid
- Dosis : edema, dosis awal 50 mg pada pagi hari atau 100-200 mg
selang sehari, kurangi untuk pemeliharaan jika
mungkin.Hipertensi, 25 mg; jika perlu ditingkatkan sampai 50 mg
pada pagi hari
- Bentuk sediaan obat: tablet
3. hidroklorotiazid
- Indikasi: edema, hipertensi
- Peringatan,Kontra indikasi, dan efek samping: lihat pada
Bendrofluazid
- Dosis : edema, dosis awal 12,5-25 mg, kurangi untuk pemeliharaan
jika mungkin; untuk pasien dengan edema yang berat dosis
awalnya 75 mg sehariHipertensi, dosis awal 12,5 mg sehari; jika
perlu ditingkatkan sampai 25 mg pada pagi hari
- Bentuk sediaan obat: tablet.
B. Diuretik kuat
1. Furosemide ( Lasix®, uresix®, impugan® )
- Indikasi: edema pada jantung, hipertensi
- Kontra indikasi: gangguan ginjal dan hati yang berat.
- Bentuk sediaan obat: tablet, injeksi, infus
- Dosis: oral , dewasa 20-40 mg pada pagi hari, anak 1-3 mg/kg bb;
Injeksi, dewasa dosis awal 20-50 mg im, anak 0,5-1,5mg/kg
sampai dosis maksimal sehari 20 mg; infus IV disesuaikan dengan
keadaan pasien
- Efek samping: Gangguan saluran cerna dan kadang-kadang reaksi
alergi seperti ruam kulit
- Peringatan : dapat menyebabkan hipokalemia dan hiponatremia;
kehamilan dan menyusui; gangguan hati dan ginjal; memperburuk
diabetes mellitus; perbesaran prostat; porfiria.
C. Diuretik hemat kalium
1. Amilorid HCL ( Amiloride®, puritrid®, lorinid® )
- Indikasi: edema, hipertensi, konservasi kalium dengan kalium dan
tiazid
- Kontra indikasi: gangguan ginjal, hiperkalemia.
- Bentuk sediaan obat: tablet
- Dosis: dosis tunggal, dosis awal 10 mg sehari atau 5 mg dua kali
sehari maksimal 20 mg sehari. Kombinasi dengan diuretik lain 5-
10 mg sehari
- Efek samping: Gangguan saluran cerna dan kadang-kadang reaksi
alergi seperti ruam kulit, bingung, hiponatremia.
- Peringatan : dapat menyebabkan hipokalemia dan hiponatremia;
kehamilan dan menyusui; gangguan hati dan ginjal; memperburuk
diabetes mellitus; usia lanjut.
2. Spironolakton ( Spirolactone®, Letonal®, Sotacor®, Carpiaton® )
- Indikasi: edema, hipertensi
- Kontra indikasi: gangguan ginjal, hiperkalemia, hipernatremia,
kehamilan dan menyusui, penyakit adison.
- Bentuk sediaan obat: tablet
- Dosis: 100-200 mg sehari, jika perlu tingkatkan sampai 400 mg;
anak, dosis awal 3 mg/kg dalam dosis terbagi.
- Efek samping: Gangguan saluran cerna dan kadang-kadang reaksi
alergi seperti ruam kulit, sakit kepala, bingung, hiponatremia,
hiperkalemia, hepatotoksisita, impotensi.
- Peringatan : dapat menyebabkan hipokalemia dan hiponatremia;
kehamilan dan menyusui; gangguan hati dan ginjal; usia lanjut.
B. ACE Inibitor
ACE inhibitor memiliki mekanisme aksi menghambat sistem renin-
angiotensin-aldosteron dengan menghambat perubahan Angiotensin I menjadi
Angiotensin II sehingga menyebabkan vasodilatasi dan mengurangi retensi
sodium dengan mengurangi sekresi aldosteron. Oleh karena ACE juga terlibat
dalam degradasi bradikinin maka ACE inhibitor menyebabkan peningkatan
bradikinin, suatu vasodilator kuat dan menstimulus pelepasan prostaglandin dan
nitric oxide. Peningkatan bradikinin meningkatkan efek penurunan tekanan darah
dari ACE inhibitor, tetapi juga bertanggungjawab terhadap efek samping berupa
batuk kering. ACE inhibitor mengurangi mortalitas hampir 20% pada pasien
dengan gagal jantung yang simtomatik dan telah terbukti mencegah pasien harus
dirawat di rumah sakit (hospitalization), meningkatkan ketahanan tubuh dalam
beraktivitas, dan mengurangi gejala.
ACE inhibitor harus diberikan pertama kali dalam dosis yang rendah untuk
menghindari resiko hipotensi dan ketidakmampuan ginjal. Fungsi ginjal dan
serum potassium harus diawasi dalam 1-2 minggu setelah terapi dilaksanakan
terutama setelah dilakukan peningkatan dosis. Salah satu obat yang tergolong
dalam ACE inhibitor adalah Captopril yang merupakan ACE inhibitor pertama
yang digunakan secara klinis.
1. Nama Generik : Captopril
2. Nama Dagang :
- Acepress : Tab 12,5mg, 25mg
- Capoten : Tab 12,5mg, 25mg
- Captensin : Tab 12,5mg, 25mg
- Captopril Hexpharm : Tab 12,5mg, 25mg, 50mg
- Casipril : Tab 12,5mg, 25mg
- Dexacap : Tab 12,5mg, 25mg, 50mg
- Farmoten : Tab 12,5mg, 25mg
- Forten : Tab 12,5mg, 25mg, 50mg
- Locap : Tab 25mg
- Lotensin : Kapl 12,5mg, 25mg
- Metopril : Tab salut selaput 12,5mg, 25mg; Kapl salut selaput 50mg
- Otoryl : Tab 25mg
- Praten : Kapl 12,5mg
- Scantensin : Tab 12,5mg, 25mg
- Tenofax : Tab 12,5mg, 25mg
- Tensicap : Tab 12,5mg, 25mg
- Tensobon : Tab 25mg
3. Indikasi :
- Hipertensi esensial (ringan sampai sedang) dan hipertensi yang parah.
- Hipertensi berkaitan dengan gangguan ginjal (renal hypertension).
- Diabetic nephropathy dan albuminuria.
- Gagal jantung (Congestive Heart Failure).
- Postmyocardial infarction
- Terapi pada krisis scleroderma renal.
- Kontraindikasi :
- Hipersensitif terhadap ACE inhibitor.
- Kehamilan.
- Wanita menyusui.
- Angioneurotic edema yang berkaitan dengan penggunaan ACE
inhibitor sebelumnya.
- Penyempitan arteri pada salah satu atau kedua ginjal.
4. Bentuk sediaan : Tablet, Tablet salut selaput, Kaplet, Kaplet salut selaput.
5. Dosis dan aturan pakai captopril pada pasien hipertensi dengan gagal
jantung :
6. Dosis inisial : 6,25-12,5mg 2-3 kali/hari dan diberikan dengan pengawasan
yang tepat. Dosis ini perlu ditingkatkan secara bertingkat sampai tercapai
target dosis.
7. Target dosis : 50mg 3 kali/hari (150mg sehari)
8. Aturan pakai : captopril diberikan 3 kali sehari dan pada saat perut kosong
yaitu setengah jam sebelum makan atau 2 jam setelah makan. Hal ini
dikarenakan absorbsi captopril akan berkurang 30%-40% apabila
diberikan bersamaan dengan makanan.
9. Efek samping :
- Batuk kering
- Hipotensi
- Pusing
- Disfungsi ginjal
- Hiperkalemia
- Angioedema
- Ruam kulit
- Takikardi
- Proteinuria
- Resiko khusus :
- Wanita hamil.
Captopril tidak disarankan untuk digunakan pada wanita yang sedang
hamil karena dapat menembus plasenta dan dapat mengakibatkan
teratogenik. Hal ini juga dapat menyebabkan kematian janin.
Morbiditas fetal berkaitan dengan penggunaan ACE inhibitor pada
seluruh masa trisemester kehamilan. Captopril beresiko pada
kehamilan yaitu pada level C (semester pertama) dan D (semester
kedua dan ketiga).
- Wanita menyusui.
Captopril tidak direkomendasikan untuk wanita yang sedang menyusui
karena bentuk awal captopril dapat menembus masuk dalam ASI
sekitar 1% dari konsentrasi plasma. Akan tetapi tidak diketahui apakah
metabolit dari captopril juga dapat menembus masuk dalam ASI.
- Penyakit ginjal.
Penggunaan captopril (ACE inhibitor) pada pasien dengan gangguan
ginjal akan memperparah kerusakan ginjal karena hampir 85%
diekskresikan lewat ginjal (hampir 45% dalam bentuk yang tidak
berubah) sehingga akan memperparah kerja ginjal dan meningkatkan
resiko neutropenia. Apabila captopril digunakan pada pasien dengan
gangguan ginjal maka perlu dilakukan penyesuaian dosis dimana
berfungsi untuk menurunkan klirens kreatininnya.
C. Beta-blocker (Misal : propanolol, bisoprolol)
Merupakan obat utama pada penderita hipertensi ringan sampai moderat
dengan penyakit jantung koroner atau dengan aritmia. Bekerja dengan
menghambat reseptor β1 di otak, ginjal dan neuron adrenergik perifer, di mana β1
merupakan reseptor yang bertanggung jawab untuk menstimulasi produksi
katekolamin yang akan menstimulasi produksi renin. Dengan berkurangnya
produksi renin, maka cardiac output akan berkurang yang disertai dengan
turunnya tekanan darah.
D. Alfa-blocker (Misal : Doxazosin, Prazosin).
Bekerja dengan menghambat reseptor α1 di pembuluh darah sehingga
terjadi dilatasi arteriol dan vena. Dilatasi arteriol akan menurunkan resistensi
perifer.
E. Calcium channel blocker (Cth: Nifedipin, Amlodipin).
Bekerja dengan menghambat masuknya kalsium ke dalam otot polos
pembuluh darah sehingga mengurangi tahanan perifer. Merupakan antihipertensi
yang dapat bekerja pula sebagai obat angina dan antiaritmia, sehingga merupakan
obat utama bagi penderita hipertensi yang juga penderita angina.
DAFTAR PUSTAKA
Arief Mansjoer, Kuspuji Triyanti, Rakhmi Savitri, et al, eds. Kapita Selekta Kedokteran, edisi 3, jilid I. Jakarta: Penerbit Media Aesculapius, 2001; 518-522
Kementrian Kesehatan RI. 2010. Hipertensi Penyebab Kematian Nomor Tiga. http://www.depkes.go.id/index.html
Kurnia, R. 2007. Karakteristik Penderita Hipertensi yang Dirawat Inap di Bagian Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum Kota Padang Panjang Sumatera Barat Tahun 2002-2006. FKM USU. Medan
Ganiswara, G. Sulistia. 1995. Farmakologi dan Terapi, edisi 4. Jakarta : Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Gray, H. Huon; Dawkins, D. Keith; Morgan, M. John; Simpson, A. Iain. 2005. Lecture Notes on Cardiology Fourth Edition. Alih Bahasa : Prof. Dr. H. Azwar Agoes, DAFK, SpFK dan dr. Asri Dwi R. Jakarta : Erlangga
National Institutes of Health. 2004. Complete Report : The Seventh Report of The Hoint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure. New York: NIH Publications. August 2004. No 04-5230
Robbins, Stanley; Kumar, Vinay; Cotran, S. Ramzi. 2007. Basic Pathology Seventh Edition. Alih Bahasa : dr. Braham U. Pendit. Jakarta : EGC
Sherwood, Lauralee. 2001. Human Physiology : From Cells to System. Alih bahasa: Brahm U. Pendit. Jakarta: EGC
Supandiman, I., Fadjari, H. 2006. Anemia pada Penyakit Kronik. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi IV. Jilid II. Jakarta: Balai Penerbit FK UI. Pp: 651-652
World Health Organization (WHO). 2003. International Society of Hypertension
Statement on Management of Hypertension. J Hypertens 2003;21:1983-1992
Yogiantoro, M. Sudoyo, A. W., Setiyohadi, B., Alwi, I., Simardibrata K. M., Setiati, S. 2006. Hipertensi Esensial. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi IV. Jilid I. Jakarta: Balai Penerbit FK UI. Pp: 610-614