TUGAS FARMAKOLOGI
-
Upload
miftahul-jannah -
Category
Documents
-
view
92 -
download
3
Transcript of TUGAS FARMAKOLOGI
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Malaria salah satu penyakit menular yang disebabkan oleh parasit protozoa
genus Plasmodium. Penyakit ini ditularkan melalui gigitan nyamuk Anopheles.
Malaria ditemukan hampir di seluruh bagian dunia. Lebih dari seratus negara
merupakan wilayah endemik malaria dengan jumlah penduduk yang berisiko terkena
malaria berjumlah sekitar 2,3 miliar atau 41% dari penduduk dunia.
Orang yang paling berisiko tertular malaria adalah anak balita, wanita hamil
dan penduduk non-imun (penduduk yang tidak mempunyai imunitas alami sehingga
tidak mempunyai pertahanan alam terhadap infeksi malaria) yang mengunjungi
daerah endemik malaria seperti para pengungsi, transmigran, dan wisatawan.
Malaria merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat karena
mempengaruhi tingginya angka kesakitan dan angka kematian. Hingga kini, malaria
ditemukan tersebar luas di Indonesia dan bahkan dapat timbul secara tiba-tiba di
suatu daerah yang telah dinyatakan bebas malaria. Lebih dari 15 juta penderita
malaria klinis di Indonesia dengan 30.000 kematian di laporkan melalui unit
pelayanan kesehatan di Indonesia setiap tahun (SKRT, 1995).
Umumnya penderita malaria ditemukan di daerah-daerah terpencil, daerah
pedesaan, daerah transmigrasi, daerah pengungsian penduduk dan sebagian besar dari
golongan ekonomi lemah. Menurut data kesehatan tahun 2001 diperkirakan
prevalensi malaria di Indonesia adalah 850,2 per 100.000 penduduk dengan angka
tertinggi di Papua.
Propinsi Papua dikenal sebagai salah satu daerah endemis malaria di
Indonesia. Angka malaria klinis di Papua tercatat 198 per 1000 penduduk.
Jumlah penderita malaria klinis jauh di atas catatan tersebut. Tingginya
insidensi dan prevalensi malaria di Papua menunjukkan upaya pemberantasan
malaria yang dilakukan belum mengena. Sampai tahun 2000 angka kesakitan klinis
malaria mencapai 210.991 kasus, atau 101,16 per 1000 penduduk, menurut Annual
Malaria Incidence (AMI).
Salah satu faktor penyebab penularan malaria adalah cuaca, iklim, penggalian
pasir, tambak tidak terurus, penebangan hutan. Keadaan lingkungan yang saling
berinteraksi akan dapat berpengaruh besar terhadap ada-tidaknya malaria di suatu
daerah.
Salah satu upaya pencegahan penyakit malaria yaitu pengelolaan lingkungan
untuk pengendalian vektor nyamuk Anopheles. Beberapa upaya yang dilakukan
meliputi pengendalian tempat perindukan jentik seperti mengalirkan air yang
tergenang dengan saluran air, penimbunan genangan air, penggunaan insektisida
(untuk pengendalian nyamuk dewasa), penebaran ikan pemangsa jentik seperti ikan
kepala timah dan mujair, pengeringan air dengan menanam pohon yang cepat
menyerap air, penanaman pohon bakau dan membersihkan tanaman ganggang atau
lumut pada saluran air.
Papua merupakan daerah endemis malaria memiliki karakteristik wilayah
berbukit-bukit, dataran tinggi, hutan dan pantai. Kondisi musim hujan dan panas di
Papua. Penduduk di Papua tersebar di kota dan desa dengan pola tinggal tersebar di
kampung-kampung kecil yang terpisah jauh dan kadang sulit dijangkau. Hal tersebut
yang seringkali menyebabkan pembangunan kesehatan menjadi lebih sulit.
Curah hujan di suatu daerah berperan penting dalam penularan malaria.
Biasanya penularan malaria lebih tinggi pada musim hujan dibandingkan kemarau
namun hujan yang diselingi panas juga akan memperbesar kemungkinan
perkembangbiakan nyamuk Anopheles.
Malaria saat ini tersebar luas di daerah endemis Papua. Kondisi tersebut
dimungkinkan oleh terhentinya beberapa program pemberantasan malaria seperti
pembagian kelambu yang kurang merata, penyemprotan nyamuk dewasa, penelitian
bionomik nyamuk dalam rangka pengendalian vektor sekitar tahun 1992-2001(9).
Data kasus malaria di Papua berdasarkan laporan bulanan Puskesmas, dalam
tahun terakhir diketahui bahwa angka Annual Malaria Incidence (AMI) 2001 sebesar
360,66o/oo, AMI 2002 sebesar 303,94o/oo, AMI 2003 sebesar 428,15o/oo dan AMI
2004 sebesar 490,77 o/oo, maka wilayah Papua dikatakan sebagai daerah “HIGH
INCIDENCE AREA” (AMI> 200o/oo). Beberapa upaya pengendalian malaria telah
dilakukan seperti penyemprotan nyamuk di rumah-rumah penduduk, pembagian
kelambu, penyuluhan tentang malaria baik lewat radio maupun tokoh masyarakat dan
penebaran ikan pemangsa jentik namun kasus malaria masih tetap tinggi.
Angka malaria di Papua Khususnya Kabupaten Biak-Numfor tahun 2004
adalah 47.648penderita yang terdiri dari malaria klinis (18.483) kasus, penderita
malaria tropika (1.552) kasus dan penderita malaria tertiana (27.613) kasus
Wilayah kerja Puskesmas di Papua merupakan daerah dengan angka kasus
klinis tinggi. Puskesmas di Papua Bosnik terletak di Kecamatan Biak Timur memiliki
luas wilayah 436.02 Km2 dengan wilayah cakupan 17 desa.
Karakteristik wilayah kerja Puskesmas Bosnik terbagi menjadi wilayah
Pantai, hutan dan sebagian kecil merupakan perbukitan. Penggunaan air bersih oleh
masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Bosnik sangat tergantung dari air hujan yang
ditampung dan air permukaan seperti air sumur dan air kali. Untuk mendapatkan air
kali penduduk sering mengambil di kali yang letaknya dekat dengan pemukiman
penduduk. Kondisi tersebut memungkinkan untuk terbentuknya tempat perindukan
nyamuk dan mempengaruhi penyebaran malaria. Menurut data kasus malaria di
Puskesmas Bosnik angka Annual Malaria Incidence (AMI) sebesar 450,30o/oo (11).
Beberapa upaya yang dilakukan di wilayah kerja Puskesmas di Papua dalam
mencegah penyakit malaria adalah melakukan penebaran ikan pemakan jentik,
penyuluhan dan pemberdayaan masyarakat atau menggerakkan masyarakat dalam
menjaga lingkungan bersih dengan tujuan untuk menghambat perkembangan vektor,
pengobatan penyakit. Meskipun berbagai upaya pencegahan penyakit dan
pemberantasan nyamuk sudah dilakukan namun kurang optimal.
Upaya pendekatan lingkungan di wilayah pelayanan Puskesmas di Papua
adalah mendekatkan pelayanan kepada masyarakat yang dilakukan melalui
pembentukan Pos Malaria Desa (Posmaldes) yang biasanya berada pada rumah
kepala desa atau rumah kader agar masyarakat dapat mudah memperoleh pelayanan
pengobatan malaria di bawah pengawasan tenaga kesehatan. Berbagai upaya telah
dilakukan namun masih kurang adanya dukungan dari sebagian masyarakat yang
kurang mengikuti pola hidup sehat dan di satu sisi masih kurangnya perhatian dan
kurangnya dukungan dana dari PEMDA masing-masign daerah di wilayah Papua
sehingga angka kejadian masih meningkat di wilayah tersebut. Berdasarkan latar
belakang di atas, maka merupakan suatu hal yang menarik untuk diteliti dan sangat
penting dalam mengetahui adanya upaya pelaksanaan kegiatan manajemen
lingkungan dalam menangani beberapa kondisi lingkungan yang berisiko terhadap
kejadian malaria di wilayah Papua.
1.2 Rumusan Masalah
Adapun masalah dalam pembuatan dalam makalh ini adalah:
1. Bagaimana perkembangan malaria di wilayah Papua?
2. Apa saja yang menjadi factor-factor berkembangnya penyakit malaria di
Papua?
3. Bagaimana Antopologi Kesehatan dalam Aspek Pengobatan Tradisional dan
Aspek Pengobatan Modern Peyakit Malaria di Papua?
1.3 Tujuan
Tujuan yang igin dicapai dalam pembuatan makalah ini yaitu:
1. Untuk mengetahui perkembangan malaria di wilayah papua
2. Untuk mengetahui factor-faktor yang menjadi penyebab malaria di Papua.
3. Untuk megetahui Antopologi Kesehatan dalam Aspek Pengobatan
Tradisional dan Aspek Pengobatan Modern Peyakit Malaria di Papua.
1.4 Manfaat
Diharapkan makalah ini dapat memberikan pengetahuan yang lebih banyak
terkait dengan perkembangan malaria di Papua kepada mahasiswa, sehingga
mahasiswa dapat menyebarkan pengetahuan tersebut kepada masyarakat, dan
kedepannya, masyarakat dapat mengantisipasi malaria berkembang semakin luas
di wilayahnya masing-masing.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.2 Pengertian Penyakit Malaria
Malaria adalah Penyakit infeksi yang disebabkan oleh parasit Plasmodium
yang hidup dan berkembang biak dalam sel darah merah manusia. Penyakit ini secara
alami ditularkan melalui gigitan nyamuk anopheles betina (Depkes,2005).malaria
diambil dari dua kata bahasa bahasa italia, yaitu mal (buruk) dan area (udara) atau
udara buruk, karena dahulu banyak terdapat di daerah rawa-rawa yang mengeluarkan
bau busuk. Penyakit ini juga mempunyai beberapa nama lain, seperti demam roma,
demam rawa, demam tropic, demam pantai, demam charges, demam kura dan
paludisme (Prabowo,2004)
2.3 Pengertian pengobatan tradisional
Pengobatan tradisional mengandung pengertian cara penyembuhan penyakit
yang sudah dilakukan oleh nenek moyang suatu etnik dan kemudian diturunkan
secara turun-temurun kepada anak-cucunya. (MA 2011)
2.4 Pengertian Pengobatan modern
Pengobatan Modern Mengandung pengertian cara Penyembuhan Penyakit
yang dilakukan oleh tenaga medis dari rumah sakit dengan menggunakan teknologi
teknologi yang sudah maju.
2.5 Pengertian Kejadian Luar biasa (KLB)
Kejadian Luar Biasa (KLB) adalah timbulnya atau meningkatnya
kesakitan/kematian yang bermakna secara epidemiologi (waktu dan daerah tertentu)
(Gunawan 2009).
BAB III
PEMBAHASAN
Malaria merupakan penyakit yang masih menjadi masalah kesehatan
masyarakat di Indonesia. Di Indonesia masih banyak daerah yang merupakan
endemis malaria..
Perilaku manusia sehari-hari ikut mempengaruhi transmisi malaria seperti
keluar rumah sampai larut malam, dimana nyamuk anopheles bersifat eksofilik dan
eksofagik akan memudahkan kontak dengan nyamuk, repelant adalah salah satu cara
untuk menghindari gigitan nyamuk pada malam hari. Pada saat tidur biasakan
menggunakan kelambu apabila berada di wilayah endemis malaria, program
pendistribusian kelambu untuk ibu hamil merupakan salah satu cara untuk mencegah
penularan malaria. Perubahan lingkungan akibat kegiatan manusia tanpa disadari
meningkatkan transmisi malaria, kegiatan manusia terkadang mengakibatkan
terbentuknya tempat perindukan nyamuk (breeding places) selain itu perubahan
lingkungan terkadang juga mengakibatkan terjadinya perpindahan nyamuk dari satu
tempat ke tempat lain.
3.1 Perkembangan Malaria Di Masyarakat yang Berada di Wilayah Papua
Adanya malaria di masyarakat dapat dibedakan sebagai endemik atau
epidemik. Daerah yang termasuk wilayah endemic malaria seperti di Papua.
Penggolongan lain adalah stable dan unstable malaria menurut Mac-Donald.
Malaria di suatu daerah dikatakan endemik bila insidensnya menetap untuk waktu
yang lama. Berdasarkan spleen rate (SR) pada kelompok 2-9 tahun, endemisitas
malaria di suatu daerah dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
1. hipoendemik : SR 10%
2. mesoendemik : SR 11-50%
3. hiperendemik : SR 50%
4. holoendemik : SR 75% (dewasa : 25%)
Di daerah holoendemik, SR pada orang dewasa rendah karena imunitas tinggi
yang disebabkan transmisi tinggi sepanjang tahun. Epidemi atau kejadian luar biasa
(KLB) malaria adalah terjadinya peningkatan jumlah penderita atau kematian karena
malaria yang secara statistik bermakna bila dibandingkan dengan waktu sebelumnya
(periode 3 tahun yang lalu).
Penyakit malaria masih menjadi masalah kesehatan dominan di Papua.
Banyak kerugian yang disebabkan dengan angka yang sakit sebesar 17 persen
penduduk pada tahun 2010.
Hawley Perwakilan UNICEF Indonesia menjelaskan dengan angka sebesar
17 persen penduduk pada 2010 dan berdasarkan estimasi perhitungan menyebabkan
kerugian finansial minimal sebesar Rp20,5 milyar untuk satu tahun
Kemungkinan masuknya penderita malaria ke daerah Papua dimana dijumpai
adanya vektor malaria yang disebut ‘malariogenic potential’, yang dipengaruhi oleh
dua factor, yaitu: receptivity dan vulnerability.
Receptivity adalah adanya vektor malaria dalam jumlah besar dan terdapatnya
factor-faktor ekologis yang memudahkan penularan. Vulnerability menunjukkan
suatu daerah malaria atau kemungkinan masuknya seorang atau sekelompok
penderita malaria dan atau vektor yang telah terinfeksi. 1
Dalam pembahasan penyakit malaria di daerah Papua, perlu dipertanyakan
asal-usul infeksi penyebab terjadinya malaria di Papua:
Indigenous : bila transmisi terjadi setempat atau lokal.
Imported : bila berasal dari luar daerah.
Introduced : kasus kedua yang berasal dari kasus imported.
Induced : bila kasus berasal dari tranfusi darah atau suntikan, baik yang
disengaja maupun tidak disengaja.
Relaps : kasus rekrudesensi (kambuh dalam 8 minggu) atau rekurensi
(kambuh dalam lebih dari 24 minggu)
Unclassified : asal-usulnya tidak diketahui atau sulit dilacak
Malaria di daerah Papua bersifat stable apabila transmisi di daerah tersebut
tinggi tanpa banyak fluktuasi selama bertahun-tahun, sedangkan malaria bersifat
unstable apabila fluktuasi transmisi dari tahun ke tahun cukup tinggi. Malaria yang
unstable lebih mudah ditanggulangi daripada malaria yang stable.
3.2 Faktor-Faktor Penyebab Malaria di Papua
Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya epidemic (KLB) malaria di
Papua adalah:
1. Meningkatnya kerentanan penduduk yang berada di daerah perbatasan. Hal
ini sering disebabkan pindahnya penduduk yang tidak imun ke suatu daerah
yang endemik, misalnya pada proyek transmigrasi, proyek kehutanan,
pertambangan, dsb.
2. Meningkatnya reservoir (penderita yang infektif). Kelompok ini mungkin
tanpa gejala klinik namun darahnya mengandung gametosit, misalnya
transmigran yang ‘mudik’ atau berkunjung dari daerah endemik ke kampong
asalnya yang sudah bebas malaria.
3. Meningkatnya jumlah dan umur (longevity) dari vektor penular. Hal ini bisa
disebabkan perubahan iklim/lingkungan atau menurunnya jumlah ternak
sehingga nyamuk zoofilik menjadi antropofilik.
4. Meningkatnya efektivitas dari vektor setempat dalam menularkan malaria.
3.3 Antopologi Kesehatan dalam Aspek Pengobatan Tradisional dan Modern
Penyakit Malaria di Papua
Pengobatan penyakit malaria yang sering dilakukan diwilayah Papua dapat
dilakukan dengan 2 cara pengobatan, Yaitu secara modern dan tradisional. Secara
tradisional dilakukan dengan meminum ramuan obat-obatan yang dibuat dari pohon
Johor, Sambiloto dan lain-lain. Sedang secara modern yaitu dengan menggunakan
tablet-tablet anti malaria.
3.3.1 Pengobatan Malaria dengan Menggunakan Pengobatan Tradisional
Indonesia khususnya Papua kaya akan ragam hayati. Banyak tanaman yang
bisa menjadi pengobatan yang sangat baik menyembuhkan penyakit. Bahkan
kemanjurannya pun sudah dibuktikan nenek moyang kita.
Di samping obat-obatan medis, ada beberapa tanaman yang bisa membantu
melawan malaria. Pengalaman nenek moyang kiranya pantas dilestarikan dan tidak
ada salahnya kita coba praktikkan.
Ada beberapa tanaman tradisional berikut ini yang terbukti mampu mengobati
malaria, tanaman-tanaman ini tumbuh berada di wilayah Papua dan kebanyakan
pengobatan dengan meminum ramuan dari daun-daunan ini sudah menjadi tradisi
masyarakat Papua dalam mengobati malaria yang tejadi di masyarakat:
1. ANUMA
Sebutan botaninya adalah Artemisia annua, termasuk suku Asteraceae. Orang
Jawa dan Papua sama-sama menyebutnya anuma. Hidupnya di hutan-hutan, atau
kadang tumbuh liar di pinggir-pinggir jalan. Belakangan, tanaman anuma dijadikan
tanaman hias dalam pot, karena tampilannya memang cukup eksotik.
Daunnya berbentuk oval, lonjong, panjang sekitar 10-18 cm dan lebar 5-15
cm. Ujung runcing, pangkal tumpul, tepi beringgir, dan warna hijau atau ada pula
ungu kehijauan. Batangnya tegak, bulat persegi, dan berwarna hijau kecokelatan.
Daun atau seluruh bagian tanaman mengandung saponin, flavonoida, polyfenol, dan
minyak atsiri.
Kegunaan anuma, selain sebagai obat demam, juga dipakai untuk obat
malaria. Sediakan daun anuma segar sebanyak 60 gram, cuci bersih, lalu rebus dalam
400 ml air. Biarkan mendidih selama 10-15 menit. Saring, dan setelah dingin
diminum. Lakukan sehari 2 kali pagi dan sore.
2. BROTOWALI
Tanaman brotowali (Tinospora crispa) hidupnya merambat. Batangnya
berwarna hijau, penuh benjolan, dan banyak mengandung air. Daun berbentuk
jantung berwarna hijau muda. Bunga bermahkota 6 berwarna hijau muda. Buah
berwarna hijau.Batang brotowali mengandung glikosida pikroretosid, alkaloid
berberina, palmatina, zat pahit pikroretin, dan hars. Oleh karena itu, batang brotowali
terasa amat pahit, bahkan binatang pun enggan menyentuhnya. Mereka yang belum
biasa menikmati brotowali, bisa jadi akan muntah karena pahitnya. Untuk itu,
tambahkan gula pada ramuan brotowali.
Dibutuhkan tigaperempat jari batang brotowali segar. Potong batang
seperlunya lalu rebus di dalam 4,5 gelas minum air. Biarkan mendidih hingga sisanya
tinggal separuh. Air rebusan disaring, tambahkan pemanis gula. Saban hari, penderita
malaria dianjurkan menenggak tiga kali, dan masing-masing tigaperempat gelas
minum.
3. JOHAR
Tanaman johar (Cassia siamea) lumayan sering diteliti kemungkinannya
sebagai obat malaria. Daunnya mengandung alkaloida bersifat sedikit beracun dan
oxymethylanthraquinone. Namun, zat-zat itu masih terus diuji kaitannya dengan
pengobatan malaria. Menurut Heyne (1917), sudah sejak lama daun johar dipakai
mengobati malaria.
Lazimnya pohon johar ditanam di tepi-tepi jalan sebagai pohon perindang.
Tingginya bisa mencapai 15 meter dengan batang berdiameter 40-50 cm. Bunganya
berbentuk malai, warna kuning. Kayunya termasuk kuat dan awet.
Untuk menggunakannya dalam pengobatan malaria digunakan tigaperempat
genggam daun johar segar. Silakan direbus di dalam 3 gelas air, hingga rebusannya
tersisa tigaperempatnya. Saring dan diminum 3 kali sehari, masing-masing
tigaperempat gelas.
4. MENIRAN
Tanaman meniran (Phyllanthus niruri) disebut juga dengan nama lokal
memeniran, daun-gendong-anak, atau sidukung-anak. Di negeri Cina lebih dikenal
dengan sebutan ye xia zhu atau zhen chu cao. Selama ini, meniran masih tumbuh liar
di kebun atau hutan. Menyukai tempat-tempat yang tanahnya lembap. Ada juga yang
menanamnya untuk pengobatan alami.
Meniran termasuk tumbuhan berbatang basah, tingginya sampai 45 cm,
bunganya berseling, tumbuh pada ketiak daun. Buahnya kotak, bentuknya bulat-bulat
seperti menir. Daunnya bersirip genap. Daun tersebut mengandung zat-zat seperti
filantin, kalium, damar, dan zat samak.Untuk mengobati malaria, siapkan setengah
genggam daun meniran, cuci bersih lalu rebus dengan air bersih sebanyak 3 gelas.
Biarkan mendidih hingga tinggal tigaperempat bagian. Sesudah dingin, saring lantas
minum 3 kali sehari sebanyak tigaperempat gelas. Bila perlu tambahkan sedikit
madu.
Resep lainnya, sediakan 7 batang lengkap tanaman meniran, 5 biji bunga
cengkeh kering, dan 1 potong kayu manis. Semuanya dicuci bersih, lalu ditumbuk
halus dan direbus dengan 2 gelas air bersih sampai mendidih. Saringlah, lalu silakan
diminum 2 kali sehari pagi dan sore.
5. PEPAYA
Tanaman pepaya sungguh kaya gizi dan kandungan zat-zat lainnya. Daun
pepaya mengandung enzym papain, alkaloid karpaino, psudo-karpaina, glikosid,
karposid dan saponin, sakarosa, dekstrosa, dan levulosa. Sedangkan buahnya
mengandung karotena, pectin, d-galaktosa, papain, dan sebagainya. Sementara biji
pepaya memiliki glucoside, cacirin, dan karpain. Getahnya mengandung papain,
kemokapain, lisosim, lipase, glutamin, dan sklotransferase.
Untuk mengobati malaria, ambil daun pepaya agak muda dan masih segar
sebanyak setengah gelas minum. Cuci bersih lalu giling sampai halus, tambahkan
tigaperempat cangkir air masak dan sedikit garam. Peras, lalu saring dan minum 3
kali sehari.
6. PULAI
Sekarang memang sudah cukup sulit menemukan pohon pulai (Alstonia
spectabilis), kecuali mereka yang bergerak di bidang bisnis korek api. Kayu pulai
dipakai sebagai batang korek api tersebut. Kayu pulai tergolong ringan, tidak keras,
dan tak ada galihnya. Pohon pulai bisa tumbuh sangat tinggi dan besar, bisa
mencapai 15 meter dengan diameter batang mencapai 60 cm.
Pohon pulai mengandung banyak getah berwarna putih yang sangat pahit.
Pada kulit batangnya terdapat kandungan saponin, flavonoida, dan polifenol. Untuk
mengatasi malaria, sediakan 3 jari kulit pulai, cuci dan potong-potong seperlunya.
Lantas rebus dengan 5 gelas minum air bersih. Biarkan mendidih sampai
setengahnya. Sesudah dingin, saring lalu minum 3 kali sehari masing-masing
tigaperempat gelas. Jika perlu, boleh ditambah sedikit gula agar tidak terlalu pahit.
7. SAMBILOTO
Sambiloto (Andrographis paniculata) termasuk tanaman semusim. Ia tumbuh
liar di hutan, di ladang, dan di halaman-halaman yang tanahnya agak lembap. Ada
yang sengaja menanam sambiloto sebagai tanaman obat-obatan. Berbatang basah,
tinggi sampai 80 cm. Daun berbentuk lonjong atau taji, berhadap-hadapan. Bunganya
putih atau ungu, dan bergaris-garis dalam payung tambahan.
Tanaman ini mengandung panikulin dan zat-zat pahit (andrografin,
andrografoloid). Khusus daunnya mengandung zat minyak terbang, garam-kalium
dan natrium, kalmegin, dan hablur kuning (sangat pahit).
Agar malaria segera pergi, siapkan setengah genggam daun sambiloto segar.
Cuci bersih lalu rebus dengan 3 gelas air bersih. Tunggu mendidih sampai tinggal
seperempat bagian. Setelah dingin, saring dan minum 3 kali sehari masing-masing
tigaperempat gelas
3.3.2 Pengobatan Malaria dengan Menggunakan Pengobatan Modern
Obat dalam pengobatan modern yang dipakai untuk mencapai tujuan pada
umumnya bekerja terutama pada tingkat eritrositer, hanya sedikit yang berefek pada
tingkat eksoeritrositer (hati). Obat harus digunakan terus-menerus mulai minimal 1 -
2 minggu sebelum berangkat sampai 4 - 6 minggu setelah keluar dari daerah endemis
malaria.
OAM yang dipakai dalam kebijakan pengobatan modern di Papua adalah :
- Klorokuin : banyak digunakan karena murah, tersedia secara luas, dan relatif
aman untuk anak-anak, ibu hamil maupun ibu menyusui. Pada dosis pencegahan
obat ini aman digunakan untuk jangka waktu 2-3 tahun. Efek samping :
gangguan GI Tract seperti mual, muntah, sakit perut dan diare. Efek samping ini
dapat dikurangi dengan meminum obat sesudah makan.
- Primakuin adalah salah satu 8-aminokuinolin yang direkomendasi untuk malaria
saat ini. log primakuin yang aktif dan dimetabolisme lambat yang saat ini sedang
dalam uji klinis. Mekanisme kerjanya belum diketahui. Aksi antimalaria kedua
obat tersebut terutama pada hipnozoit di hati dan dapat digunakan untuk
pengobatan radikal khususnya untuk parasit yang mempunyai bentuk dorman di
hati yaitu P. vivax dan P. Ovale. Primakuin efektif terhadap bentuk intrahepatik
semua spesies plasmodium yang menginfeksi manusia. Primakuin diberikan
secara oral dan diabsorpsi baik dari saluran cerna. Metabolismenya terjadi cepat
dan sangat sedikit obat yang tertinggal dalam tubuh setelah 10-12 jam. Waktu
paronya 3-6 jam. Tafenokuin terurai lebih lambat sehingga menguntungkan dan
dapat diberikan per minggu
Berdasarkan suseptibilitas berbagai macam stadium parasit malaria terhadap
obat antimalaria, maka pengobatan modern antimalaria dapat juga dibagi dalam 5
golongan yaitu :
1 Pengobatan Skizontisida jaringan primer yang dapat membunuh parasit stadium
praeritrositik dalam hati sehingga mencegah parasit masuk dalam eritrosit, jadi
digunakan sebagai obat profilaksis kausal. Obatnya adalah proguanil,
pirimetamin.
2 Pengobatan Skizontisida jaringan sekunder dapat membunuh parasit siklus
eksoeritrositik P. vivax dan P. ovale dan digunakan untuk pengobatan radikal
sebagai obat anti relaps, obatnya adala primakuin.
3 Pengobatan Skizontisida darah yang membunuh parasit stadium eritrositik, yang
berhubungan dengan penyakit akut disertai gejala klinik. Obat ini digunakan
untuk pengobatan supresif bagi keempat spesies Plasmodium dan juga dapat
membunuh stadium gametosit P. vivax, P. malariae dan P. ovale, tetapi tidak
efektif untuk gametosit P. falcifarum. Obatnya adalah kuinin, klorokuin atau
amodiakuin; atau proguanil dan pirimetamin yang mempunyai efek terbatas.
4 Pengobatan Gametositosida yang menghancurkan semua bentuk seksual
termasuk gametosit P. falcifarum. Obatnya adalah primakuin sebagai
gametositosida untuk keempat spesies dan kuinin, klorokuin atau amodiakuin
sebagai gametositosida untuk P. vivax, P. malariae dan P. ovale.
5 Pengobatan Sporontosida yang dapat mencegah atau menghambat gametosit
dalam darah untuk membentuk ookista dan sporozoit dalam nyamuk Anopheles.
Dalam pengobatan malaria terapi antiplasmodium dan perawatan suportif
sangat penting untuk mengurangi morbiditas dan mortalitas. Klorokuin merupakan
obat anti malaria yang efektif terhadap P. falciparum yang sensitive terhadap
klorokuin. Keuntungannya tidak menyebabkan hipoglikemi dan tidak mengganggu
kehamilan. Namun, dengan meluasnya resistensi terhadap klorokuin, maka obat ini
sudah jarang dipakai untuk pengobatan malaria berat. Kona merupakan obat anti-
malaria yang sangat efektif untuk semua jenis plasmodium dan dipilih sebagai obat
utama untuk menangani malaria berat karena masih berefek kuat terhadap
P.falciparum yang resisten terhadap klorokuin.
Secara global WHO telah menetapkan dipakainya obat ACT (Artemisinin
base Combination Therapy). Golongan artemisinin (ART) telah dipilih sebagai obat
utama karena efektif dalam mengatasi plasmodium yang resisten dengan pengobatan.
Selain itu juga bekerja membunuh plasmodium dalam semua stadium termasuk
gametosit. Juga efektif juga terhadap semua spesies P. falciparum, P. vivax maupun
lainnya
Ada beberapa pengobatan modern anti malaria kombinasi yang banyak digunakan:
1. Artesunat - Amodiaquine
2. Dihydroartemisinin + Piperaquin
3. Artemether + Lumefantrin
4. Artesunat-Meflokuin
5. Artesunat-Sulfadoxin Pirimetamin (SP)
6. Artemisinin-Naphtoquin (masih dalam penelitian)
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Epidemi atau kejadian luar biasa (KLB) malaria adalah terjadinya
peningkatan jumlah penderita atau kematian karena malaria yang secara
statistik bermakna bila dibandingkan dengan waktu sebelumnya (periode 3
tahun yang lalu).
Pengobatan tradisional dengan menggunakan tanaman tradisional misalnya
Anuma, Brotowali, Meniran, Johar, Pepaya, Pulai dan Sambiloto mampu
mengobati malaria.Tanaman-tanaman ini tumbuh berada di wilayah Papua
dan kebanyakan pengobatan dengan meminum ramuan dari daun-daunan ini
sudah menjadi tradisi masyarakat Papua dalam mengobati malaria yang tejadi
di masyaraka
Obat dalam pengobatan modern yang dipakai untuk mencapai tujuan pada
umumnya bekerja terutama pada tingkat eritrositer, hanya sedikit yang
berefek pada tingkat eksoeritrositer (hati). Obat harus digunakan terus-
menerus mulai minimal 1 - 2 minggu sebelum berangkat sampai 4 - 6 minggu
setelah keluar dari daerah endemis malaria.OAM yang dipakai dalam
kebijakan pengobatan modern di Papua adalah Klorokuin dan Primakuin.
DAFTAR PUSTAKA
Sumber Buku:
Anonimous. 1989. Kumpulan Buletin Riset Nyamuk (Masquito) Di Indonesia. Dit. Jen. PPM dan PLP.
Barodji. 1983. Pengaruh penempatan ternak di daerah pedesaan terhadap jumlah vektor malaria An. aconitus yang menggigit orang dalam rumah (Seminar dan Kongres Nasional), Universitas Airlangga, Surabaya.
Barodji. 1987. Fluktuasi Kepadatan Populasi Vektor Malaria An. aconitus Di Daerah Sekitar Persawahan. Proc. Seminar Entomologi II, Jakarta.
Barodji dan Suwasono, H. 20 Keberadaan Sapi dan Kerbau di Daerah Pedesaan dan Pengaruhnya Terhadap Vektor Malaria. Balai Penelitian Vektor dan Reservoir Penyakit. Salatiga.
Damar, T.B. Studi Epidemiologi Malaria di Daerah Endemi Malaria Kabupaten Banjarnegara Jawa Tengah. 2002. From URL: http://digilib.litbang.depkes.go.id/go.php?id=jkpkbppk-gdl-res-2002-damar- .html (2 September 2010).
Dinas Kesehatan Kota Bengkulu. 2008. Kasus Penyakit Menular Yang Diamati Menurut Kecamatan dan Puskesmas Kota Bengkulu, Bengkulu.
Gandahusada, S. 2006. Parasitologi Kedokteran. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.
Sumber Internet :
www.google.com
www.wikipedia.org
www.kompas.com
www.cybermediaclips.com