Tugas Esai Etika Engeneering

download Tugas Esai Etika Engeneering

of 3

Transcript of Tugas Esai Etika Engeneering

Tugas Esai Etika Engineering 2012Unggah-Ungguh (Tata Krama) dalam Kebudayaan JawaOleh Chandra Pamungkas (0906516676)

Suku jawa merupakan suku terbesar di Indonesia. Mereka tersebar di pulau Jawa mulai dari Jawa Barat (Banten, Cirebon-Indramayu, dsb), Jawa Tengah, hingga Jawa Timur, meskipun banyak juga yang berada di wilayah Indonesia yang lainnya. Bahasa jawa merupakan bahasa yang unik karena mempunyai beberapa tingkatan. Dialek bahasa jawa yang digunakan pun beragam, sesuai dengan cakupan wilayah masing-masing. Masyarakat jawa kental dengan kebudayaan dan adat istiadatnya. Walaupun banyak kebudayaan lain yang masuk, justru hal tersebut dapat diterima dengan baik oleh masyarakat jawa dan dapat berakulturasi/berasimilasi sehingga memperkaya khasanah kebudayaan jawa. Bahkan ketika Islam masuk ke pulau Jawa pada abad ke-13, hal ini tidak mengganggu keaslian budaya jawa karena dapat saling berjalan beriringan. Orang jawa dikenal sebagai orang yang halus dan memiliki unggah-ungguh atau tata krama yang baik. Selain itu orang jawa dikenal nrimo (menerima segala sesuatu dengan ikhlas) dan cenderung menghindari konflik. Hal ini karena filosofi kehidupan orang jawa adalah keselarasan, keseimbangan dan keserasian sehingga segala sesuatu hendaknya berprinsip pada hal ini. Berbicara mengenai unggah-ungguh, salah satunya tercermin dalam penggunaan bahasa. Bahasa jawa dengan berbagai tingkatan tersebut penerapannya berbeda-beda, tergantung siapa lawan bicara kita. Dengan orang yang lebih tua atau kedudukannya lebih tinggi, misalnya dengan orang tua, kakek nenek, paman bibi, bapak/ibu guru, lurah, camat, bupati, dsb, orang jawa akan menggunakan bahasa kromo atau kromo inggil (yang bahasanya paling halus). Selain itu bahasa kromo dapat dipakai saat kita berbicara dengan orang yang baru dikenal, terlepas dari orang tersebut lebih tua/muda atau apa kedudukannya. Hal ini bertujuan untuk menghormati lawan bicara kita. Bagaimana dengan bahasa ngoko (tingkatannya di bawah bahasa kromo)? Apakah jika menggunakan bahasa ngoko maka kita tidak menghormati seseorang? Tidak juga. Lagi-lagi kita harus

Chandra Pamungkas (09065166761), Teknik Perkapalan 2009, Universitas Indonesia |

Unggah-Ungguh (Tata Krama) dalam Kebudayaan Jawa

Tugas Esai Etika Engineering 2012melihat siapa lawan bicara kita. Jika berbincang-bincang dengan teman, sahabat, atau orang yang sudah dekat dengan kita, biasanya digunakan bahasa ngoko. Hal ini justru dirasakan lebih akrab dan lebih nyaman. Namun, jika lawan bicara kita lebih tua dan punya kedudukan/jabatan tertentu, menggunakan bahasa ngoko kurang tepat dan dianggap tidak menghormati, sehingga sebaiknya digunakan bahasa kromo. Terlepas dari bahasa yang digunakan, unggah-ungguh masyarakat jawa tercermin dalam tingkah lakunya. Orang jawa dikenal suka menyapa, misalnya jika lewat di depan orang, maka orang tersebut akan mengucapkan nyuwun/nuwun sewu, ndherek langkung atau permisi (dalam bahasa Indonesia) dan akan dibalas dengan nggih, monggo monggo. Seringkali orang yang disapa akan balik bertanya dengan menanyakan ke mana akan pergi (arep lunga menyang ngendi?/badhe tindak pundi?) atau naik apa (numpak apa?/nitih punapa?). Hal ini tidak sekedar basa-basi, tetapi menunjukkan kepedulian dan tata krama orang tersebut. Orang jawa tidak boleh sembarangan memegang bagian tubuh seperti kepala. Pada orang tua, misalnya, kita tidak boleh memegangnya, kecuali memang disuruh atau sudah ada izin terlebih dahulu. Sebelum memegang pun harus permisi dulu dengan mengucapkan nyuwun/nuwun sewu. Jika tidak, akan dianggap sebagai suatu pelecehan atau tidak menghormati. Selain beberapa hal yang telah disebutkan, cerminan sopan santun masyarakat jawa sangat kental dalam kehidupan sehari-hari, terutama di pedesaan. Dalam berbicara pun, selain penggunaan bahasa yang disesuaikan dengan lawan bicara, orang jawa akan cenderung menghindari konflik dan sangat berhati-hati dalam berbicara dan bertingkah laku. Bahkan dalam keadaan emosi sekalipun, orang jawa tetap berusaha mempertahakan unggah-ungguhnya, walaupun bisa juga terjadi sebaliknya karena sebagai manusia biasa tidak luput dari salah dan khilaf. Sifat berhati-hati ini kadangkala membuat gemas orang-orang non-jawa karena terkesan bertele-tele, namun inilah seninya orang jawa. Orang jawa dikenal ramah, peduli dan gemar tolong-menolong. Nuansa kebersamaan dan gotong-royong ini kentara sekali jika kita berada di wilayah pedesaan. Misalnya, jika ada yang mengadakan hajatan, maka tetangga di sekitarnya akan membantu, mulai dari persiapan hingga pelaksanaanya. Dulu, jika ada yang membangun rumah, pasti akan dibantu oleh tetangga-tetangga sekitarnya, bahkan seringkali warga satu desa akan membantu. Semangat kebersamaan inilah yang seharusnya lestari, walaupun gelombang modernisasi dan globalisasi mendera.

Chandra Pamungkas (09065166761), Teknik Perkapalan 2009, Universitas Indonesia |

Unggah-Ungguh (Tata Krama) dalam Kebudayaan Jawa

Tugas Esai Etika Engineering 2012

Chandra Pamungkas (09065166761), Teknik Perkapalan 2009, Universitas Indonesia |

Unggah-Ungguh (Tata Krama) dalam Kebudayaan Jawa