Tugas Elektrokardiografi
-
Upload
ferina-kristi-hawini -
Category
Documents
-
view
99 -
download
9
description
Transcript of Tugas Elektrokardiografi
1. Konsep Dasar Elektrokardiografi
a. Definisi Elektrokardiografi
Jantung memiliki suatu sistem dimana selnya mempunyai kemampuan
untuk membangkitkan dan menghantarkan impuls listrik secara spontan.
Kegiatan listrik jantung sering dihubungkan dengan perjalanan impuls dari
jantung yang dihantaran menuju jaringan tubuh dan diukur pada permukaan
tubuh menggunakan galvanometer. Galvanometer yang khusus digunakan
untuk mendeteksi dan meningkatkan aktivitas listrik yang lebih kecil dari
jantung dan kemudian dapat digambarkan pada kertas yang berjalan disebut
Elektrokardiogram (EKG). EKG dapat mencatat aktivitas listrik
miokardium dari 12 posisi yang berbeda - 3 posisi standar, 3 posisi
unipolar, dan 6 posisi dada.
Elektrokardiograf juga dapat didefinisikan sebagai alat diagnosa yang
sudah umum dan sering digunakan dalam rangka mengukur aktivitas
elektrik jantung dengan bentuk gelombang (McCann, 2004). Impuls yang
bergerak akibat adanya sistem konduksi jantung menciptakan elektriksitas
yang kemudian dapat dimonitor dari permukaan tubuh. Pemasangan
elektrode di kulit individu dapat mendeteksi elektriksitas tersebut dan
mentransmisi tersebut ke instrumen dan merekamnya (elektrokardiogram)
sebagai aktivitas jantung (McCann, 2004). Jadi pengertian EKG adalah
rekaman aktivitas listrik jantung atau bioelektrikal pada jantung yang
digambarkan dengan sebuah grafik EKG atau dengan kata lain grafik EKG
menggambarkan rekaman aktifitas listrik jantung.
EKG adalah alat bantu diagnostik yang digunakan untuk mendeteksi
aktivitas listrik jantung. Sangat keliru bila EKG diidentikkan sebagai alat
pendeteksi kontraksi jantung (Sundana, 2007:1).
Dalam buku ajar ilmu penyakit dalam jilid II (2009;1523), bahwa
EKG adalah pencatatan grafis potensial listrik yang ditimbulkan oleh
jantung pada waktu berkontraksi.
1
Menurut Muttaqin (2010;193), pemeriksaan EKG merupakan suatu
penilaian yang berguna untuk mencatat data tentang aktivitas listrik
jantung, denyut jantung, dan integritas konduksi listrik jantung. EKG
mempunyai nilai diagnostik pada keadaan klinis, meliputi : aritmia jantung,
hipertrofi atrium dan ventrikel, iskemia dan infark miokard, efek obat-
obatan terutama digitalis dan anti-aritmia, gangguan keseimbangan
elektrolit khususnya kaliun, serta penilaian fungsi pacu jantung.
Elektrokardiografi yang umumnya disebut EKG merupakan
pemeriksaan kondisi jantung yang paling banyak dilakukan. EKG
digunakan untuk membuat grafik rekaman arus listrik jantung yang
ditimbulkan oleh denyut jantung. Arus ini menyebar dari jantung ke segala
arah dan ketika mencapai kulit diukur dengan elektroda yang dihubungkan
ke alat penguat dan kertas grafik perekam, yang akan mencetak hasil
perekaman (http://medicastore.com).
b. Sejarah Elektrokardiografi
(http://id.wikipedia.org)
Alexander Muirhead menghubungkan kabel ke pergelangan tangan
pasien yang sakit untuk memperoleh rekaman detak jantung pasien selama
kuliah untuk DSc-nya (dalam listrik) pada tahun 1872 di St. Bartholomew's
Hospital. Aktivitas ini direkam secara langsung dan divisualisasikan
menggunakan elektrometer kapiler Lippmann oleh seorang fisiolog Britania
bernama John Burdon Sanderson.
Orang pertama yang mengadakan pendekatan sistematis pada jantung
dari sudut pandang listrik adalah Augustus Waller, yang bekerja di St.
Mary's Hospital di Paddington, London. Mesin elektrokardiografnya terdiri
atas elektrometer kapiler Lippmann yang dipasang ke sebuah proyektor.
Jejak detak jantung diproyeksikan ke piringan foto yang dipasang ke sebuah
kereta api mainan. Hal ini memungkinkan detak jantung untuk direkam
2
dalam waktu yang sebenarnya. Pada tahun 1911 ia melihat karyanya masih
jarang diterapkan secara klinis.
Gebrakan bermula saat seorang dokter Belanda kelahiran Kota
Semarang, Hindia Belanda (kini Indonesia) bernama Willem Einthoven,
yang bekerja di Leiden, Belanda, menggunakan galvanometer senar yang
ditemukannya pada tahun 1901, yang lebih sensitif daripada elektrometer
kapiler yang digunakan Waller. Einthoven menuliskan huruf P, Q, R, S dan
T ke sejumlah defleksi, dan menjelaskan sifat-sifat elektrokardiografi
sejumlah gangguan kardiovaskuler. Pada tahun 1924, ia dianugerahi
Penghargaan Nobel dalam Fisiologi atau Kedokteran untuk penemuannya.
Meski prinsip dasar masa itu masih digunakan sekarang, sudah banyak
kemajuan dalam elektrokardiografi selama bertahun-tahun. Sebagai contoh,
peralatannya telah berkembang dari alat laboratorium yang susah dipakai ke
sistem elektronik padat yang sering termasuk interpretasi elektrokardiogram
yang dikomputerisasikan.
c. Tujuan Tindakan
1. Mengetahui kelainan-kelainan irama jantung (aritmia)
2. Mengetahui kelainan-kelainan miokardium (infark, hipertrophy atrial dan
ventrikel)
3. Mengetahui adanya pengaruh atau efek obat-obat jantung
4. Mengetahui adanya gangguan elektrolit
3
5. Mengetahui adanya gangguan perikarditis
6. Mengidentifikasi gangguan ritme dan konduksi jantung dan pembesaran
rongga jantung.
d. Kompetensi Dasar lain yang Harus Dimiliki
Sebelum melakukan perekaman EKG, kompetensi yang harus dimiliki
perawat yaitu:
1. Mengetahui anatomi dan fisiologi jantung
Jantung terdiri dari empat ruang yang berfungsi sebagai pompa yaitu
atrium kanan dan kiri serta ventrikel kanan dan kiri. Hubungan
fungsional antara atrium dan ventrikel diselenggarakan oleh jaringan
susunan hantar khusus yang menghantarkan impuls listrik dari atrium ke
ventrikel. Sistem tersebut terdiri dari nodus Sinoatrial (SA), nodus
Atrioventrikuler (AV), berkas His dan serabut-serabut Purkinje. Setiap
denyut jantung normal merupakan hasil pembangkitan impuls listrik di
SINO-ATRIAL NODE (SA Node), yang mengatur frekuensi dan irama
denyutan jantung. Pola hantaran normal jantung dikenal sebagai
IRAMA SINUS (sinus rhythm) karena denyut tersebut berasal dari SA
Node. SA Node terletak pada petemuan antara vena kava superior
dengan atrium kanan.
Impuls jantung kemudian akan meninggalkan SA Node dan
berpencar menuju otot atrium melalui jalur intra atrium. Rangsangan
listrik ini mengakibatkan kontraksi kedua atrium. Impuls kemudian
sampai ke atrio ventrikuler node (AV Node) dimana impuls
dihamburkan untuk memberikan waktu kontraksi kedua atrium selesai
dan memastikan pengisian darah di ventrikel. Mengikuti penghambatan
di AV Node, impuls kemudian mencapai BERKAS HIS, lalu turun ke
kanan dan kiri dari cabang berkas dan naik ke serat PURKINJE.
Peristiwa ini tidak lebih dari beberapa detik dan mengakibatkan
kontraksi ventrikel. Hantaran impuls sepanjang serabut khusus, 5 kali
lebih cepat dibandingkan pada serabut otot jantung tidak khusus.
4
Transmisi impuls yang cepat merangsang sel otot selalui kedua ventrikel
berkontraksi secara terus menerus.
Frekuensi denyutan alami pada jalur hantaran pacemaker :
SA Node : 60-100 x/menit
AV Node : 40-60 x/menit
Sistem Purkinje : 25-40 x/menit
e. Kertas Perekam EKG
Sebuah elektrokardiograf khusus berjalan di atas kertas dengan
kecepatan 25 mm/s, meskipun kecepatan yang di atas daripada itu sering
digunakan. Setiap kotak kecil kertas EKG berukuran 1 mm². Dengan
kecepatan 25 mm/s, 1 kotak kecil kertas EKG sama dengan 0,04 s (40 ms).
5 kotak kecil menyusun 1 kotak besar, yang sama dengan 0,20 s (200 ms).
Karena itu, ada 5 kotak besar per detik. 12 sadapan EKG berkualitas
diagnostik dikalibrasikan sebesar 10 mm/mV, jadi 1 mm sama dengan 0,1
mV. Sinyal "kalibrasi" harus dimasukkan dalam tiap rekaman. Sinyal
standar 1 mV harus menggerakkan jarum 1 cm secara vertikal, yakni 2
kotak besar di kertas EKG. (http://id.wikipedia.org)
Menurut Meurs (1995;5), kecepatan gerak dari kertas
elektrokardiografis adalah 25 mm/detik. Alat EKG telah ditera sedemikian
rupa, hingga deflekasi dari pena yang mencatat pada kertas setinggi 10 mm,
adalah sesuai dengan perbedaan tegangan sebesar 1 mV. Pada voltage yang
lebih tinggi, misalnya pada hipertrofi dari ventrikel kiri, kadang-kadang kita
menggunakan teraan separuhnya (jadi 1 mV adalah sesuai dengan 5 mm).
Cara mengukur tinggi dari puncak EKG adalah dari titik atas puncak, hingga
bagian atas dari garis iso-elektris.
Menurut Widjaja (2009;8), pada kertas EKG terdapat kotak-kotak
dalam ukuran milimeter (mm), dimana:
- Satu kotak kecil berukuran 1 mm x 1 mm.
- Satu kotak sedang berukuran 5 mm x 5 mm.
5
Umumnya, pada setiap lima kotak sedang terdapat satu garis tanda
yang menunjukkan panjang kertas EKG ialah 5 x 5 mm = 25 mm. Pada
rekaman baku telah ditetapkan bahwa:
- Kecepatan rekaman : 25 mm/detik.
- Kekuatan voltage : 1 milivolt (mV) = 10 mm.
Jadi berarti ukuran di kertas EKG.
a. Pada garis horizontal
- Tiap satu mm = 1/25 detik = 0,04 detik
- Tiap lima mm = 5/25 detik = 0,20 detik
- Tiap 25 mm = = 1,00 detik
b. Pada garis vertikal.
- 1 mm = 0,10 mV.
- 10 mm = 1, 00 mV.
f. Sadapan Elektrokardiograf
Menurut Sundana (2007;14), fungsi sadapan EKG adalah untuk
menghasilkan sudut pandang yang jelas terhadap jantung. Sadapan ini
dapat diibaratkan dengan banyaknya mata yang mengamati jantung dari
berbagai arah.
6
Kata sadapan memiliki 2 arti pada elektrokardiografi bisa merujuk ke
kabel yang menghubungkan sebuah elektrode ke elektrokardiograf, atau
(yang lebih umum) ke gabungan elektrode yang membentuk garis khayalan
pada badan di mana sinyal listrik diukur (http://id.wikipedia.org).
Menurut Widjaja (2009;10), untuk rekaman rutin, terdapat 12
sadapan yaitu.
a. Tiga buah bipolar standard lead (I, II, dan III).
b. Tiga buah unipolar limb lead (aVr, aVL, aVF).
c. Enam buah unipolar chest lead (V1-V6).
Menurut Sundana (2007;14), sadapan (Lead) pada mesin EKG secara
garis besar terbagi menjadi 2 yaitu.
a. Sadapan bipolar
Sadapan ini merekam 2 kutub listrik yang berbeda, yaitu kutub
positif dan kutub negatif. Masing-masing elektoda dipasang di kedua
tangan dan kaki. Sadapan ini memnadang jantung secara arah vertikal
(ke atas-bawah, dan ke samping). Sadapan-sadapan bipolar dihasilkan
dari gaya-gaya listrik yang diteruskan dari jantung melalui 4 kabel
elektroda yang diletakkan di kedua tangan dan kaki. Masing-masing
LA (left arm), RA (right arm), LF (left foot), RF (right foot). Dari 4
kabel elektroda tersebut akan dihasilkan beberapa sadapan sebagai
berikut.
1) Sadapan I, dihasilkan dari perbedaan potensial listrik antara RA
yang bermuatan negatif (-) dan LA yang bermuatan positif (+)
sehingga arah listrik jantung bergerak ke sudut 00 (sudutnya ke arah
lateral kiri). Dengan demikian, bagian lateral jantung dapat dilihat
oleh sadapan I.
2) Sadapan II, dihasilkan dari perbedaan antara RA yang dibuat
bermuatan negatif (-) dan LF yang bermuatan positif (+) sehingga
arah listrik bergerak sebesar +600 (sudutnya ke arah inferior).
7
Dengan demikian, bagian inferior jantung dapat dilihat oleh
sadapan II.
3) Sadapan III, dihasilkan dari perbedaan antara LA yang dibuat
bermuatan negatif (-) dan LF yang dibuat bermuatan positif (+)
sehingga listrik bergerak sebesar +1200 (sudutnya ke arah inferior).
Dengan demikian, bagian inferior jantung dapat dilihat oleh
sadapan III.
Ketiga sadapan ini dapat digambarkan sebagai sebuah segitiga sama
sisi yang lazim disebut segitiga EITHOVEN.
Sadapan Bipolar (I, II, dan III)
b. Sadapan unipolar
Sadapan unipolar merekam beda potensial lebih dari 2 elektode
(http://dokter-medis.blogspot.com). Sadapan ini merekam satu kutub
positif (+) dan lainnya dibuat indifferent (potensial 0). Sadapan
unipolar terbagi menjadi sadapan unipolar ekstremitas dan unipolar
prekordial (http://nersnova.blogspot.com).
1) Unipolar Ekstremitas
Menurut Sundana (2007;18), sadapan unipolar ekstremitas
merekam besar potensial listrik pada satu ekstremitas. Gabungan
elektrode pada ekstremitas lain membentuk elektrode indifferent
(potensial 0). Sadapan ini diletakkan pada kedua lengan dan kaki
dengan menggunakan kabel seperti yang digunakan pada sadapan
8
bipolar. Vektor dari sadapan unipolar akan menghasilkan sudut
pandang terhadap jantung dalam arah vertikal.
Menurut Widjaja (2009;12), sadapan ekstremitas unipolar adalah
rekaman perbedaan potensial antara RA, LF, atau LF terhadap
elektroda indifferent yang berpotensial nol, jadi sebenarnya adalah
rekaman potensial dari bagian-bagian tubuh tersebut.
a) Sadapan aVL, dihasilkan dari perbedaan antara muatan LA
yang dibuat bermuatan positif (+) dengan RA dan LF yang
dibuat indifferent sehingga listrik bergerak ke arah -300
(sudutnya ke arah lateral kiri). Dengan demikian, bagian lateral
jantung dapat dilihat juga oleh sadapan aVL.
b) Sadapan aVF, dihasilkan dari perbedaan antara muatan LF yang
dibuat bermuatan positif (+) dengan RA dan LA dibuat
indifferent sehingga listrik bergerak ke arah +900 (tepat ke arah
inferior). Dengan demikian, bagian inferior jantung selain
sadapan II dan III dapat juga dilihat oleh sadapan aVF.
c) Sadapan aVR, dihasilkan dari perbedaan antara muatan RA
yang dibuat bermuatan positif (+) dengan LA dan LF dibuat
indifferent sehingga listrik bergerak ke arah berlawanan dengan
arah lsitrik jantung -1500 (ke arah ekstrem).
2) Unipolar Prekordial
Menurut Sundana (2007;21), sadapan unipolar prekordial merekam
besar potensial listrik dengan elektroda eksplorasi diletakkan pada
dinding dada. Elektroda indifferent (potensial 0) diperoleh dari
penggabungan ketiga elektroda ekstremitas. Sadapan ini memandang
jantung secara horizontal (jantung bagian anterior, septal, lateral,
posterior dan ventrikel sebelah kanan).
Untuk unipolar prekordial, sudut pandang jantung dapat diperluas
ke daerah posterior dan ventrikel kanan. Untuk posterior dapat
9
ditambahkan V7, V8, dan V9, sedangkan untuk ventrikel kanan dapat
dilengkapi dengan V1R, V2R, V3R, V4R, V5R, V6R, V7R, V8R, dan
V9R.
Penentuan letak disesuaikan dengan urutan sebagai berikut.
- V1 : Ruang interkostal IV garis sternal kanan (merah).
- V2 : Ruang interkostal IV garis sternal kiri (kuning).
- V3 : Pertengahan antara V2 dan V4 (hijau).
- V4 : Ruang interkostal V garis midklavikula kiri (cokelat).
- V5 : Sejajar V4 garis aksila depan (hitam).
- V6 : Sejajar V4 garis mid-aksila kiri (ungu)
Sebelum menambah bagian posterior (V7-V9) semua sadapan
prekordial dari V1-V6 dilepas terlebih dahulu dari dinding dada.
Selanjutnya untuk sadapan V7-V9 dapat digunakan sadapan prekordial
mana pun (elektroda prekordial V1-V3 atau V3-V6 sesuai keinginan).
- V7 : Ruang interkostal V garis aksila posterir kiri.
- V8 : Ruang interkostal V garis skapula posterior kiri.
- V9 : Ruang interkostal V samping kiri tulang belakang.
Untuk daerah kanan, V1R diletakkan seperti V1, sedangkan V2R
diletakkan seperti V2. V1R dan V2R sama dengan sadapan V1 dan V2
jadi tidak perlu perekaman kembali.
- V3R : Antara V1-V4R.
10
- V4R : Ruang interkostal V midklavikula kanan.
- V5R : Ruang interkostal V antara V4R-V5R.
- V6R : Interkostal V garis mid-aksila kanan.
2. Penamaan Gelombang, Interval, dan Segmen pada EKG
Sebuah EKG yang khas melacak detak jantung normal (atau siklus
jantung) terdiri atas 1 gelombang P, 1 kompleks QRS dan 1 gelombang T.
Sebuah gelombang U kecil normalnya terlihat pada 50-75% di EKG. Voltage
garis dasar elektrokardiogram dikenal sebagai garis isoelektrik. Khasnya, garis
isoelektrik diukur sebagai porsi pelacakan menyusul gelombang T dan
mendahului gelombang P berikutnya (http://id.wikipedia.org).
Bentuk gelombang EKG
11
Untuk dapat membaca hasil EKG maka perlu pengetahuan mengenai
gelombang pada EKG. Gelombang pada EKG terdiri dari.
a. Gelombang P
Menurut Sundana (2007;9), gelombang P merupakan gelombang awal
hasil depolarisasi di kedua atrium. Karakteristik gelombang P yang normal
yaitu.
- Normalnya lebar kurang dari 0,12 detik.
- Tingginya (amplitudo) tidak lebih dari 03 mV.
- Gelombang P secara normal selalu defleksi positif (cembung ke bawah)
di semua sadapan.
- Selalu defleksi negatif (cekung ke bawah) di sadapan aVR.
Menurut Widjaja (2009;18), arah gelombang P normal selalu positif di
II dan selalu negatif di aVR.
Nilai-nilai normal:
- Tinggi kurang dari 3 mm (2,5 mm).
- Lebar kurang dari 3 mm (0,11 detik).
Kepentingan dari gelombang P yaitu.
- Menandakan adanya aktivitas atria.
- Menunjukkan arah aktivitas atria.
- Menunjukkan tanda-tanda hipertrofi atria.
Menurut Ervin (1996;6), bentuk gelombang P yang normal yaitu.
- Sadapan I Tegak lurus
12
- Sadapan II Tegak lurus
- Sadapan III Bifasik, datar atau terinversi
- Sadapan aVR Terinversi
- Sadapan aVL Tegak lurus, terinversi atau bifasik
- Sadapan aVF Tegak lurus
b. Kompleks QRS
Menurut Sundana (2007;10), kompleks QRS merupakan gelombang
kedua setelah gelombang P, yang terdiri atas gelombang Q-R dan/atau S.
Gelombang QRS merupakan hasil depolarisasi yang terjadi dikedua
ventrikel yang dapat direkam oleh mesin EKG. Secara normal, lebar
kompleks QRS adalah 0,06-0,12 detik dengan amplitudo bervariasi
bergantung pada sadapan.
Menurut Widjaja (2009;9), jika lebar kompleks QRS lebih dari 0,12
detik merupakan blok (B.B.B.).
Variasi kompleks QRS
13
Cara penamaan kompleks QRS sbb.
- Bila setelah gelombang P terjadi defleksi ke atas, hal ini dinamakan
gelombang R, dan selanjutnya turun hingga batas garis isoelektris.
Setelah melewatigaris isoelektris, gelombang tersebut kemudian turun
dan dinamakan gelombang S. Setelah itu, S naik kembali hingga batas
isoelektris dan mebentuk gelombang T.
- Bila setelah gelombang P terjadi defleksi ke bawah, hal ini dinamakan
gelombang Q, lalu naik hingga batas garis isoelektris. Setelah melewati
garis isoelektris, gelombang tersebut naik dan dinamakan gelombang R.
Setelah itu, R turun kembali hingga batas isoelektris dan membentuk
gelombang T.
c. Gelombang Q
Menurut Sundana (2007;12), gelombang Q merupakan gelombang
defleksi negatif setelah gelombang P. Secara normal, lebarnya tidak lebih
dari 0,04 detik dan dalamnya kurang dari 45% atau 1/3 tinggi gelombang R.
Bila dalam dan lebarnya melebihi nilai normal, dinamakan gelombang Q
patologis, yang pada sadapan tertentu dapat menunjukkan adanya infark
atau nekrosis miokard.
Gelombang Q Patologis
14
Menurut Widjaja (2009;20), defleksi ke bawah (negatif) yang pertama
dari kompleks QRS dan gelombang Q menggambarkan awal dari fase
depolarisasi ventrikel. Kepentingan dari gelombang Q menunjukkan adanya
nekrosis miokard (infrak miokard). Gelombang Q pada sadapan aVR adalah
keadaan yang normal.
Menurut Ervin (1996;10), gelombang Q tidak selalu terlihat di semua
sadapandan lamanya gelombang Q normalnya 0,03 detik atau kurang.
Gelombang Q merupakan depolarisasi septum dalam EKG normal.
d. Gelombang R
Menurut Sundana (2007;12), gelombang R merupakan gelombang
defleksi positif (ke atas) setelah gelombang P atau setelah Q. Gelombang ini
umumya selalu positif di semua sadapan, kecuali aVR. Penampakannya di
sadapan V1 dan V2 kadang-kadang kecil atau tidak ada, tetapi hal ini masih
normal.
Menurut Widjaja (2009;21), gelombang R adalah defleksi positif
pertama dari kompleks QRS dan menggambarkan fase depolarisasi
ventrikel. Kepentingan dari gelombang R yaitu.
1. Menandakan adanya hipertrofi ventrikel.
2. Menandakan adanya tanda-tanda B.B.B. (Bundle Branch Block).
15
e. Gelombang S
Menurut Sundana (2007;12), merupakan gelombang defleksi negatif (ke
bawah) setelah gelombang R atau gelombang Q. Secara normal, gelombang
S berangsur-angsur menghilang pada sadapan V1-V6. Gelombang ini sering
terlihat lebih dalam di sadapan V1 dan aVR, dan ini normal.
Menurut Widjaja (2009;21), gelombang S adalah defleksi negatif
sesudah gelombang R dan menggambarkan fase depolarisasi ventrikel.
Kepentingan dari gelombang S hampir sama dengan gelombang R.
f. Gelombang T
Menurut Sundana (2007;13), merupakan gelombang hasil repolarisasi di
kedua ventrikel. Normalnya, positif (ke atas) dan inverted (terbalik) di aVR.
Gelombang T yang inverted selain di aVR merupakan indikasi adanya
iskemik miokard. Gelombang T yang runcing di semua sadapan dapat
membantu menegakkan adanya hiperkalemia, sedangkan gelombang T yang
tinggi pada beberapa sadapan tertentu dapat menunjukkan adanya hiper-
akut T yang merupakan tanda awal sebelum infark miokard terjadi.
Menurut Widjaja (2009;27), gelombang T menggambarkan fase
repolarisasi ventrikel. Arah normal gelombang T sesuai dengan arah
gelombang utama kompleks QRS. Kepentingan dari gelombang T yaitu
16
menandakan adanya iskemik/infark dan adanya kelainan elektrolit.
Amplitudo normal :
- Kurang dari 10 mm di sandapan dada.
- Kurang dari 5 mm di sadapan ekstremitis.
- Minimum 1 mm.
Menurut Ervin (1996;14), bentuk gelombang T normal yaitu.
- Sadapan I Tegak lurus
- Sadapan II Tegak lurus
- Sadapan III Datar, bifasik atau terinversi
- Sadapan aVR Terinversi
- Sadapan aVL Tegak lurus, datar, bifasik atau terinversi
- Sadapan aVF Tegak lurus, datar, bifasik atau terinversi
g. Gelombang U
Menurut Sundana (2007;13), merupakan gelombang yang muncul
setelah gelombang T dan sebelum gelombang P berikutnya. Umumnya
merupakan suatu kelainan akibat hipokalemia.
Menurut Widjaja (2009;28), asal usul gelombang U tidak diketahui dan
paling jelas terlihat di sadapan dada V I – V4. Kepentingan dari gelombang
U yaitu.
- Bila amplitudo U > T, menandakan adanya hipokalemia.
- Gelombang U yang terbalik terdapat pada iskemia dan hipertrofi.
17
h. Interval PR
Menurut Sundana (2007;13), adalah garis horizontal yang diukur dari
awal gelombang P hingga awal kompleks QRS. Interval ini
menggambarkan waktu yang diperlukan dari permukaan depolarisasi atrium
sampai awal depolarisasi ventrikel atau waktu yang diperlukan impuls
listrik dari nodus SA menuju serabut Purkinje. Normalnya 0,12-0,20 detik.
Menurut Widjaja (2009;30), interval PR merupakan penjumlahan dari
waktu perlambatan dari simpul AV (AV node delay). Adalah jarak antara
permulaan gelombang P sampai dengan permulaan kompleks QRS. Nilai
normal interval antara permulaan gelombang PR ditentukan oleh frekuensi
jantung, bila denyut jantung lambat maka interval PR akan menjadi lebih
panjang. Batas normal 0,12-0,20 detik.
Kepentingan dari interval PR yaitu.
- Interval PR < 0,12 detik : terdapat pada hantaran dipercepat
(syndroma W.P.W).
- Interval PR > 0,20 detik : terdapat pada blok AV.
- Interval PR berubah-ubah : terdapat pada Wandering pacemaker.
Tabel 1.1 Batas Atas dari Interval P-R Normal (diukur dalam detik)
Frekuensi JantungDibawah
7071-90 91-110 111-130 Di Atas 130
DewasaDewasa muda
0,210,21
0,200,19
0,190,18
0,180,17
0,170,16
Anak, usia 14-17Anak, usia 7-13
0,190,18
0,180,17
0,170,16
0,160,15
0,150,14
18
Anak, usia 11/2- 6Anak, usia 0-11/2
0,170,16
0,1650,15
0,1550,145
0,1450,135
0,1350,125
i. Interval QT
Menurut Sundana (2007;13), merupakan garis horizontal yang diawali
dari gelombang Q sampai akhir gelombang T. Interval ini merupakan waktu
yang diperlukan ventrikel dari awal terjadinya depolarisasi sampai akhir
repolarisasi. Panjang interval QT bervariasi bergantung pada frekuensi
jantung (heart rate, HR).
Batas normal interval QT pada laki-laki berkisar antara 0,42-0,44 detik,
sedangkan pada wanita berkisar antara 0,43-0,47 detik.
Menurut Widjaja (2009;32), interval QT adalah jarak antara permulaan
gelombang Q sampai dengan akhir gelombang T, jadi menggambarkan
lamanya aktivitas depolarisasi dan repolarisasi ventrikel. Nilai interval QT
dipengaruhi oleh frekuensi jantung, dan batas-batas normalnya dapat dilihat
dalam tabel/kurva.
Interval QT – c (corrected QT interval) adalah nilai interval QT yang
telah dikoreksi/disesuaikan dengan interval QT pada frekuensi jantung 60
kali per menit, dan nilainya dapat ditentukan dengan sebuah NOMOGRAM.
Tabel 1.2 Q–T interval : Batas Atas Nilai Normal
Interval R-R yang terukur (dalam detik)
Denyut jantung (per menit)
Batas atas nilai normal Q-T (dalam menit)
1,50 40 0,501,20 50 0,451,00 60 0,420,86 70 0,400,80 75 0,380,75 80 0,370,67 90 0,350,60 100 0,340,50 110 0,310,40 150 0,25
19
Nilai normal interval QT – c adalah:
- Laki-laki = 0,42 detik
- Wanita = 0, 43 detik
Kepentingan dari interval QT-c yaitu.
1. Interval QT – c memanjang : efek Quinidin, hipokalsemia.
2. Interval QT – c memendek : efek digitalis, hiperkalsemia.
Menurun Ervin (1996;15), bahwa lama Q-T normal adalah darai 0,32-
0,40 detik.
j. Interval QRS
Menurut Widjaja (2009;31), interval ini menggambarkan lamanya
aktivitas depolarisasi ventrikel dan merupakan jarak antara permulaan
gelombang Q sampai akhir gelombang S. Nilai normalnya < 0,12 detik.
Kepentingan dari interval QRS yaitu.
- Interval QRS ≥ 0,12 detik terdapat pada.
Blok cabang berkas (Bundle Branch Block - BBB).
Hiperkalemia.
k. Segmen ST
Menurut Sundana (2007;14), merupakan garis horizontal setelah akhir
QRS sampai awal gelombang T. Segemen ini merupakan waktu
depolarisasi ventrikel yang masih berlangsung sampai dimulainya awal
repolarisasi ventrikel. Normalnya sejajar garis isoelektris.
Segmen ST yang naik di atas isoelektris dinamakan elevasi dan yang
turun di bawah isoelektris dinamakan ST depresi. ST elevasi dapat
menunjukkan adanya suatu infark miokard dan ST depresi menunjukkan
adanya iskemik miokard.
Menurut Widjaja (2009;36), segmen S–T adalah bagian dari rekaman
EKG diantara titik J sampai permulaan gelombang T. Normalnya
20
isoelektris (boleh berkisar antara – 0,5 mm sampai + 2 mm). Kepentingan
dari segmen S-T yaitu.
- Elevasi segmen ST terdapat pada :
Infark miokard
Aneurisma
Perikarditis
- Depresi segmen ST terdapat pada :
Angina pektoris.
Efek digitalis.
Ventricular strain.
l. Cara Menilai EKG
Untuk dapat membaca hasil EKG maka perlu pengetahuan mengenai
gelombang pada EKG (yang telah dibahas pada sub-judul di atas), frekuensi,
irama, dan aksis jantung.
1) Rate (frekuensi)
Menurut Widjaja (2009;37)
Frekuenis jantung yang normal ialah 60-100 x/menit
Lebih besar dari 100 x/menit : (sinus) takikardia
Kurang dari 60 x/menit : (sinus) bradikardia
140-250 x/menit : takikardia abnormal
250-350 x/menit : flutter
Lebih besar dari 350 x/menit : fibrilasi
Frekuensi jantung dapat ditentukan secara tepat dengan memperhatikan
interval RR (begitu juga interval PP) sebagai berikut.
- Tentukan gelombang R (atau P) yang tepat berimpit pada garis vertikal
kotak sedang.
- Cari puncak gelombang R (atau P) ke II.
- Hitung jarak antara R pertama dan kedua dalam ukuran kotak sedang
(begitu juga gelombang P).
- Frekuensi jantung kemudian ditentukan dengan rumus di bawah ini
21
Bila jaraknya 1 kotak sedang, berarti 300 x/menit.
Bila jaraknya 2 kotak sedang, berarti 150 x/menit.
Bila jaraknya 3 kotak sedang, berarti 100 x/menit.
Bila jaraknya 4 kotak sedang, berarti 75 x/menit.
Bila jaraknya 5 kotak sedang, berarti 60 x/menit.
Bila jaraknya 6 kotak sedang, berarti 50 x/menit.
Frekuensi jantung atau Heart Rate adalah jumlah denyut jantung selama
1 menit. Cara menentukannya dari hasil EKG ada bermacam-macam.
Rumusnya berikut ini:
a) Cara 1
HR = 1500 / x
Keterangan: x = jumlah kotak kecil antara gelombang R yang satu dengan
gelombang R setelahnya.
b) Cara 2
HR = 300 / y
Keterangan: y = jumlah kotak sedang (5×5 kotak kecil) antara gelombang
R yang satu dengan gelombang R setelahnya. (jika tidak pas boleh
dibulatkan ke angka yang mendekati, berkoma juga tidak masalah).
c) Cara 3
Adalah cara yang paling mudah, bisa ditentukan pada Lead II panjang
(durasi 6 detik, patokannya ada di titik-titik kecil di bawah kertas EKG,
jarak antara titik 1 dengan titik setelahnya = 1 detik, jadi bila hendak
durasinya 6 detik, pada lead II dibuat manual dengan 7 titik).
Caranya adalah:
HR = Jumlah QRS dalam 6 detik tadi itu x 10.
2) Rhythm (irama)
Irama jantung normal adalah Irama Sinus, yaitu irama yang berasal dari
impuls yang dicetuskan oleh Nodus SA yang terletak di dekat muara vena
cava superior di atrium kanan jantung.
22
Menurut Widjaja (2009;43), irama sinus memiliki ciri-ciri EKG sebagai
berikut.
- Frekuensi antara 60-100 x/menit.
- Teratur.
- Gelombang P negatif di aVR dan positif di sadapan II.
- Tiap gelombang P diikuti oleh kompleks QRS-T.
Irama sinus adalah irama dimana terdapat gelombang P yang diikuti
oleh kompleks QRS. Irama jantung juga harus teratur/reguler, artinya jarak
antara gelombang yang sama relatif sama dan teratur. Jadi, yang tentukan
dari irama jantung adalah, apakah dia merupakan irama sinus atau bukan
sinus, dan apakah dia reguler atau tidak reguler.
- Irama Sinus, yakni adanya gelombang P, dan setiap gelombang P harus
diikuti oleh kompleks QRS. Ini normal pada orang yang jantungnya sehat.
- Irama Bukan Sinus, yakni selain irama sinus, misalkan tidak ada
kompleks QRS sesudah gelombang P, atau sama sekali tidak ada
gelombang P. Ini menunjukkan adanya blokade impuls elektrik jantung di
titik-titik tertentu dari tempat jalannya impuls seharusnya (bisa di Nodus
SA-nya sendiri, jalur antara Nodus SA – Nodus AV, atau setelah nodus
AV), dan ini abnormal.
- Reguler, jarak antara gelombang R dengan R berikutnya selalu sama dan
teratur. Kita juga bisa menentukan regulernya melalui palpasi denyut nadi
di arteri karotis, radialis dan lain-lain.
- Tidak reguler, jarak antara gelombang R dengan R berikutnya tidak sama
dan tidak teratur, kadang cepat, kadang lambat, misalnya pada pasien-
pasien aritmia jantung.
3) Aksis (sumbu)
Menurut Sundana (2007;32), aksis atau sumbu listrik jantung
merupakan sudut yang dihasilkan dari penjumlahan (resultan) beberapa
23
vektor listrik yang disadap pada beberapa sadapan. Aksis sangat berguna
dalam menilai ada tidaknya jipertrofi dan blok pada fasikulus.
- Untuk jantung normal, aksis berada antara -300 - +1100.
- Deviasi aksis ke kiri berada antara -300 dan -900 dan dapat merupakan
tanda dari :
Adanya pembesaran ventrikel kiri.
Blok vasikular anterior.
Infark miokard dinding inferior.
Blok cabang berkas kiri.
Defek kongenital berat.
Aritmia, seperti ventrikular takikardia (VT) dan sindrom Wolff
Parkinson White (W. P. W.).
- Deviasi aksis ke kanan sebesar +1100 - ±1800 dapat mengindikasikan
adanya :
Hipertrofi ventrikel kanan.
Blok vasikular posterior.
Blok cabang berkas kanan.
Dekstrokardia.
Ventrikular takikardia (VT)
Wolff Parkinson White syndrome.
- Indeterminate, yakni sudut -900 - ±1800.
Ada tiga cara untuk menghitung aksis yaitu (Sundana, 2007;35).
24
1) Cara I
Cara ini cukup akurat, yaitu dengan mengambil 2 sadapan pada
rekaman EKG yang memiliki sudut 900 lalu menarik garis perpotongan
antara 2 sadapan. Sebagai contoh kita ambil sadapan I dan aVF,
kemudian jumlahkan tinggi gelombang R dengan dalamnya gelombang S
atau dengan gelombang Q dari garis isoelektris.
Pada sadapan I, tampak gelombang R memiliki tinggi +5 mm dan
gelombang S memiliki kedalaman -2 mm dari garis isoelektris sehingga
penjumlahan keduannya adalah +3 mm. Sedangkan pada sadapan aVF,
tampak tinggi gelombang R dari garis isoelektris +7 mm dan gelombang
S dengan kedalaman -1 mm, sehingga penjumlahan keduanya
menghasilkan angka +6 mm.
Langkah selanjutnya adalah menarik garis bantu yang memotong
sadapan I pada angka +3 dan aVF pada angka +6.
Tanda panah yang ditunjukkan merupakan aksis jantung yang
dihasilkan dari sadapan I dengan aVF. Dengan menggunakan mistar
busur derajat, akan didapatkan perpotongan garis bantu dari sadapan I dan
aVF yang menghasilkan sudut sebesar +61. Dengan demikian, aksisnya
masih berada dalam batas normal atau antara -300 - +1100.
2) Cara II
Kita harus mencari bentuk gelombang QRS yang bifasik (tinggi
gelombang R sama dengan dalamnya gelombang S). Dari contoh,
sadapan aVL merupakan sadapan yang merekam gelombang QRS bifasik.
Sudut yang memotong hampir tegak lurus (900) dengan sadapan aVL
yaitu sadapan aVR dan II. Sadapan aVR tampak defleksi negatif,
sedangkan sadapan II paling positif. Jadi, aksis mengalami deviasi ke arah
normal atau ke arah sadapan II. Akan tetapi, untuk menentukan secara
akurat besarnya sudut aksis, diperlukan perhitungan seperti cara I.
3) Cara III
25
Cara ini kurang akurat, namun relatif cepat dalam menentukan
kemungkinan daerah aksis. Cara ini menuntut daya nalar letak nilai (+)
dan (-) pada sadapan I dan aVF. Kemudian kita berimajinasi untuk
membuat garis perpotongan di antara kedua sadapan.
Cara ini dapat diprediksi dalam tabel di bawah.
Tabel 1.3 Prediksi Aksis dari Sadapan I dan aVF
Sadapan I Sadapan aVF Kemungkinan Aksis
+ + Normal
+ - Left Aksis Deviation (LAD)
- + Right Aksis Deviation (RAD)
- - Indeterminate/ RAD ekstrem
Dengan demikian, letak nilai (+) dan (-) pada aksis ini berlawanan
dengan nilai-niai yang terdapat pada sumbu koordinat. Penjumlahan R
dengan S pada masing-masing sadapan I dan aVF untuk cara ini memiliki
kriteria sebgai berikut.
- Bila penjumlahan R dengan S di sadapan I bernilai (+) dan aVF
bernilai (+), aksis berada dalam batas normal.
- Bila penjumlahan R dengan S di sadapan I bernilai (+) dan aVF
bernilai (-), aksis berada pada daerah LAD.
- Bila sadapan I bernilai (-) dan aVF bernilai (+), aksis berada pada
RAD.
- Bila sadapan I bernilai (-) dan sadapan aVF bernilai (-), aksis berada
pada daerah indeterminate.
m. Prosedur Tindakan
Menurut Muttaqin (2010;193), pada setiap pelaksanaan pemeriksaan
EKG, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan perawat meliputi persiapan alat,
persiapan klien, persiapan lingkungan, dan prosedur pemeriksaan.
a. Persiapan Alat
26
Mesin EKG yang siap pakai dan sudah dilakukan kalibrasi.
Kabel untuk sumber listrik.
Kabel untuk bumi (Ground)
Kabel elektroda : ekstremitas dan dada.
Plat elektroda ekstremitas/karet pengikat.
Balon pengisap elektroda dada.
Pelumas (jelly)
Kertas tisu.
Spon/kapas alkohol.
Spidol (untuk perekaman EKG serial).
Kertas EKG.
b. Persiapan Lingkungan
Lingkungan yang tenang.
Pengaturan privasi klien, terutama apabila dilakukan pada bangsal
peralatan.
c. Persiapan Klien
Pemberian informasi, terutama pada klien yang kooperatif dan mampu
menerima penjelasan yang kooperatif dan mampu menerima penjelasan
yang diberikan perawat.
Dinding dada harus terbuka.
d. Prosedur
Nyalakan mesin EKG.
Baringkan pasien dengan tenang ditempat tidur yang cukup luas, tangan
dan kaki tidak saling bersentuhan.
Bersihkan dada, kedua pergelangan tangan dan kaki dengan kapas alkohol
(kalau perlu dada dan kaki dicukur).
Keempat elektroda ekstremitas diberi jelly.
27
Pasang keempat elektroda ekstremitas tersebut pada kedua pergelangan
tangan dan kaki.
http://www.mitrakeluarga.com
- Warna merah pada pergelangan tangan kanan.
- Warna hijau pada kaki kiri
- Warna hitam pada kaki kanan
- Warna kuning pada pergelangan tangan kiri
Dada diberi jelly sesuai dengan lokasi elektroda V1 sampai dengan V6
Pasang elektroda dada dengan menekan karet penghisapnya.
Buat kalibrasi sebanyak 3-4 beat.
Setelah selesai perekaman semua lead, buat kalibrasi ulang
Semua elektroda dilepas
Jelly dibersihkan dari tubuh pasien.
Beritahu pasien bahwa perekaman sudah selesai.
Matikan mesin EKG.
Catat: nama pasien, umur, jam, tanggal, bulan, dan tahun pembuatan,
nama masing-masing leat, serta nama perawat pemeriksa.
Bersihkan dan rapikan alat-alat.
28
e. Hal-Hal Penting yang Harus Dicatat
1. Label rekaman ECG dengan nama pasien, nomor ruangan/kamar, dan
nomor identitas.
2. Tanggal dan waktu tes atau tindakan dilakukan.
3. Respon yang ditunjukkan atau dikeluhkan klien.
4. Tanggal, waktu, dan nama pasien dan nomor ruang yang tertera di ECG.
5. Informasi klinik lainnya terkait pemasangan ECG.
29
DAFTAR PUSTAKA
Aru W. Sudoyo, dkk. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Jakarta : Interna Publishing.
Ervin, Gary W. 1996. Catatan Saku Perawatan Kritis. Jakarta : EGC.
Fitria, Nova. 2012. Elektrokardiogram- EKG. [http://nersnova.blogspot.com/2012/05/elektrokardiogram-ekg.html]. Diakses tanggal 8 Januari 2013.
Hampton, John R. 1994. Dasar-Dasar EKG. Jakarta : EGC.
Meurs, A. A. H. 1995. Elektrokardiografi Praktis. Jakarta : Hipokrates.
Muttaqin, Arif. 2010. Pengkajian Keperawatan Aplikasi pada Praktik Klinik. Jakarta : Salemba Medika.
Sundana, Krisna. 2007. Interpretasi EKG : Pedoman untuk Perawat. Jakarta : EGC.
Widjaja, Soetopo. 2009. EKG Praktis. Jakarta : Binarupa Aksara.
http://id.wikipedia.org/wiki/Elektrokardiogram. Diakses tanggal 8 Januari 2013.
http://medicastore.com/penyakit/3426/Elektrokardiografi_EKG.html. Diakses tanggal 8 Januari 2013.
http://www.mitrakeluarga.com/bekasitimur/elektrokardiogram-ecg-ekg/. Diakses tanggal 8 Januari 2013.
McCann, J.A.S. (2004). Nursing Procedures 4th Ed. Philadelphia: Lippincott
Williams &Wilkins
30