Tugas Akhir Stilistika

42
BAB I PENDAHULUAN Stilistika berasal dari Bahasa Inggris yaitu “Style” yang berarti gaya dan dari bahasa serapan “linguistic” yang berarti tata bahasa. Stilistika menurut kamus Bahasa Indonesia yaitu Ilmu Kebahasaan yang mempelajari gaya bahasa. Sedangkan menurut C. Bally, Jakobson, Leech, Widdowson, Levin, Ching, Chatman, C Dalan, dan lain-lain menentukan stilistika sebagai suatu deskripsi linguistik dari bahasa yang digunakan dalam teks sastra. Bagi Leech, stilistik adalah simple defind as the (linguistic) study of style. Wawasan demikian sejalan dengan pernyataan Cummings dan Simmons bahwa studi bahasa dalam teks sastra merupakan…branch of linguistic called stylistic. Dalam konteks yang lebih luas, bahkan Jakobson beranggapan bahwa poetics (puitika) sebagai teori tentang system dan kaidah teks sastra sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari Linguistic. Bagi jakobson Poetics deals with problem of verbal structure, just as he analysis of painting is concered with pictorial structure since linguistics is the global science of verbal structur, poetics may be regarded as an integral of linguistic (Amminuddin :1995 :21). Berbeda dengan wawasan di atas, Chvatik mengemukakan Stilistika sebagai kajian yang menyikapi bahasa dalam teks sastra 1

description

tentang Stilistika

Transcript of Tugas Akhir Stilistika

Page 1: Tugas Akhir Stilistika

BAB I

PENDAHULUAN

Stilistika berasal dari Bahasa Inggris yaitu “Style” yang berarti gaya dan dari bahasa serapan

“linguistic” yang berarti tata bahasa. Stilistika menurut kamus Bahasa Indonesia yaitu Ilmu

Kebahasaan yang mempelajari gaya bahasa. Sedangkan menurut C. Bally, Jakobson, Leech,

Widdowson, Levin, Ching, Chatman, C Dalan, dan lain-lain menentukan stilistika sebagai suatu

deskripsi

linguistik dari bahasa yang digunakan dalam teks sastra. Bagi Leech, stilistik adalah simple

defind as the (linguistic) study of style. Wawasan demikian sejalan dengan pernyataan

Cummings dan Simmons bahwa studi bahasa dalam teks sastra merupakan…branch of linguistic

called stylistic. Dalam konteks yang lebih luas, bahkan Jakobson beranggapan bahwa poetics

(puitika) sebagai teori tentang system dan kaidah teks sastra sebagai bagian yang tidak

terpisahkan dari Linguistic. Bagi jakobson 

Poetics deals with problem of verbal structure, just as he analysis of painting is concered

with pictorial structure since linguistics  is the global science of verbal structur, poetics may be

regarded as an integral of linguistic (Amminuddin :1995 :21).   

Berbeda dengan wawasan di atas, Chvatik mengemukakan Stilistika sebagai kajian yang

menyikapi bahasa dalam teks sastra sebagai kode estetik dengan kajian stilistik yang menyikapi

bahasa dalam teks sastra sebagaimana bahasa menjadi objek kajian linguistik

(Aminuddin :1995 :22). Sedangkan menurut Rene Wellek dan Austin Warren, Stilistika

perhatian utamanya adalah kontras system bahasa pada zamannya (Wellek dan Warren : 1990 :

221).

Bertolak dari berbagai pengertian di atas, Aminuddin mengartikan stilistika sebagai studi

tentang cara pengarang dalam menggunakan system tanda sejalan dengan gagasan yang ingin

disampaikan dari kompleksitas dan kekayaan unsur pembentuk itu yang dijadikan sasaran kajian

hanya pada wujud penggunaan system tandanya. Walaupun fokusnya hanya pada wujud system

1

Page 2: Tugas Akhir Stilistika

tanda untuk memperoleh pemahaman tentang ciri penggunaan system tanda bila dihubungkan

dengan cara pengarang dalam menyampaikan gagasan pengkaji perlu juga memahami (i)

gambaran obyek/peristiwa, (ii) gagasan, (iii) ideologi yang terkandung dalam karya sastranya

(Aminuddin : 1995 :46).

2

Page 3: Tugas Akhir Stilistika

BAB II

PEMBAHASAN

A. Perkenalan Dengan Stilistika

Stilistika ialah bagian dari linguistik yang memusatkan perhatiannya pada variasi

penggunaan bahasa, terutama bahasa dalam kesusastraan (Junus, 1989:xvii). Sejalan dengan

pendapat di atas, stilistika ialah (1) ilmu yang menyelidiki bahasa yang digunakan dalam karya

sastra, dan (2) penerapan linguistik pada penelitian gaya bahasa (Kridalaksana, 1982:157).

Beberapa pengertian itu dapat diringkas: stilistika adalah ilmu tentang gaya (bahasa). Stilistika

itu sesungguhnya tidak hanya merupakan studi gaya bahasa dalam kesusastraan, tetapi juga

dalam bahasa pada umumnya. Namun, perlu diingat bahwa karya sastra merupakan kesatuan

wacana yang memuat seluruh gagasan atau ide pengarangnya. Selain itu, karya sastra juga

memiliki gaya bahasa yang umumnya mencerminkan totalitas karya, tidak hanya sekedar bagian-

bagian dari aspek bahasa. Dengan demikian, analisis stilistika secara umum dilakukan sebagai

upaya untuk menggali totalitas makna karya sastra dan analisis secara khusus yang mencoba

melihat gaya bahasa bagian perbagian.

Telah diungkapkan bahwa stilistika adalah ilmu tentang gaya bahasa (style). Dari definisi

tersebut kemudian muncul pertanyaan: apakah gaya bahasa? Gaya bahasa ialah (1) pemanfaatan

kekayaan bahasa oleh seorang penutur dalam bertutur atau menulis, (2) pemakaian ragam

tertentu untuk memperoleh efek tertentu pula, dan (3) keseluruhan ciri bahasa sekelompok

penulis sastra (Kridalaksana, 1982:49-50; Mas, 1990:13-14; Suwondo, 2003:151-152). Dalam

buku On Defining Style, Enkvist (Junus, 1989:4), menyatakan bahwa gaya adalah (1) bungkus

yang membungkus inti pemikiran yang telah ada sebelumnya; (2) pilihan antara berbagai-bagai

pernyataan yang mungkin; (3) sekumpulan ciri pribadi; (4) penyimpangan norma atau kaidah; (5)

sekumpulan ciri kolektif; dan (6) hubungan antarsatuan bahasa yang dinyatakan dalam teks yang

lebih luas daripada kalimat.

3

Page 4: Tugas Akhir Stilistika

Dengan demikian, stilistika adalah ‘jembatan’ yang memanfaatkan aspek-aspek linguistik (di

satu pihak) untuk mengkaji atau melakukan kritik terhadap karya sastra (di pihak lain).

Hubungan itu tercipta karena stilistika mengkaji wacana sastra dengan oreintasi linguistik.

Stilistika mengkaji cara sastrawan dalam menggunakan unsur dan kaidah bahasa serta efek yang

ditimbulkan oleh penggunaannya itu. Stilistika meneliti ciri khas penggunaan bahasa dalam

wacana sastra, ciri yang membedakannya dengan wacana nonsastra, dan meneliti deviasi

terhadap tata bahasa sebagai sarana literer. Dengan kata lain, stilistika meneliti fungsi puitik

bahasa (Sudjiman, 1993:3; Suwondo, 2003:152).

Secara umum, lingkup telaah stilistika mencakupi diksi atau pilihan kata (pilihan leksikal),

struktur kalimat, majas, citraan, pola rima dan matra yang digunakan seorang sastrawan atau

yang terdapat dalam karya sastra (Sudjiman, 1993:13-14). Selain itu, aspek-aspek bahasa yang

ditelaah dalam studi stilistika meliputi intonasi, bunyi, kata, dan kalimat sehingga lahirlah gaya

intonasi, gaya bunyi, gaya kata, dan gaya kalimat (Pradopo dalam Suwondo, 2003:152).

B. Prsoedur Kajian Stilistika

Kajian Stilistika merupakan bentuk kajian yang menggunakan pendekatan obyektif.

Dinyatakan demikian karena ditinjau dari sasaran kajian dan penjelasan yang dibuahkan, kajian

stilistika merupakan kajian yang berfokus pada wujud penggunaan system tanda dalam karya

sastra yang diperoleh secara rasional-empirik dapat dipertanggung jawabkan. Landasan empiric

merujuk pada kesesuian landasan konseptual dengan cara kerja yang digunakan bila

dihubungkan dengan karakteristik fakta yang dijadikan sasaran kajian.

Pada apresiasi sastra, analisis kajian stilistika digunakan untuk memudahkan

menikmati,memahami,dan menghayati system tanda yang digunakan dalam karya sastra yang

berfungsi untuk mengetahui ungkapan ekspresif yang ingin diungkapkan oleh pengarang.

Dari penjelasan selintas di atas dapat ditarik kesimpulan tentang analisis yang dilakukan

apresiasi sastra meliputi :

4

Page 5: Tugas Akhir Stilistika

1. Analisis tanda baca yang digunakan pengarang.

2. Analisis hubungan antara system tanda yang satu dengan yang lainnya.

3. Analisis kemungkinan terjemahan satuan tanda yang ditentukan serta kemungkinan bentuk

ekspresi yang dikandungnya (Aminuddin : 1995 :98).

Kaitannya dengan kritik sastra, kajian stilistika digunakan sebagai metode untuk menghindari

kritik sastra yang bersifat impesionistis dan subyektif. Melalui kajian stilistika ini diharapkan

dapat memperoleh hasil yang memenuhi kriteria obyektifitas dan keilmiahan (Aminuddin :1995 :

42).

Pada kritik sastra ini prosedur analisis yang digunakan dalam kajian stilistika, diantaranya :

1. Analisis aspek gaya dalam karya sastra.

2. Analisis aspek-aspek kebahasaan seperti manipulasi paduan bunyi, penggunaan tanda baca

dan cara penulisan.

3. Analisis gagasan atau makna yang dipaparkan dalam karya sastra (Aminuddin : 1995 :42-

43).

C. Kajian Stilistika Puisi 1/2 Cangkir Kopi di Situ Gintung.

Stilistika puisi adalah telaah penggunaan bahasa dalam prinsip stilistika sastra. Oleh karena

itu, yang menjadi fokus dalam stilistika puisi adalah bagaimana penggunaan bahasa dalam puisi-

puisi penyair, apakah ciri bahasa dalam puisi (bahasa puisi) apa sajakah unsur/komponen

stilistika puisi, bagaimanakah hubungan bahasa dengan puisi ?

Berikut adalah puisi 1/2 cangkir kopi di Situ Gintung.

1/2 Cangkir Kopi di Situ Gintung

Rara, rara, aku mengenangmu karena 1/2 cangkir kopi tumpah di kumuh pucat situ gintung

Membanjiri rumah malammu, seribu jari hitamya mencekik sudut parum.

5

Page 6: Tugas Akhir Stilistika

Dengarlah degup jantung planet gelisah. Pada hitam lumpur situ gintung kuciumi jejak sirna

airmata matahari, menjelma burung hantu menukik rebah berdarah di ulu hati.

Sepasang ikan mas bergelingan di kabut basah, bernyanyi di sinar bulan, mengigit kenangan

terbakar, lalu tertawa menumpang bintang jatuh ke surga terjauh.

Ketika jam meleleh menjemput huruf kedinginan yang memaksa abadi di kamar kematian, tawa

kecilmu menjelma fajar melayarkan puisi mimpi kanak-kanakmu

Rara, rara, aku mengenangmu karena 1/2 cangkir kopi tumpah di situ gintung. Wajah mungilmu

mengapung di koran pagi, “kabarkan, aku bersama Tuhan, tak sendirian.”

Komponen-komponen stilistika yang akan dibahas dari puisi ini antara lain bunyi, irama,

kata, kosa kata, pemilihan kata, denotasi dan konotasi, bahasa kiasan.

1. Bunyi

Dalam puisi bersifat estetik, merupakan unsure puisi untuk mendapatkan keindahan dan

tenaga ekspresif. Misalnya, lagu, melodi, irama, dan sebagainya. Bunyi di damping hiasan dalam

puisi, juga mempunyai tugas yang lebih penting, yaitu untuk memperdalam ucapan,

menimbulkan rasa, dan menimbulkan bayangan angan yang jelas, menimbulkan suasana yang

khusus, dan sebagainya.

Karena pentingnya peranan bunyi ini dalam kesusastraan, bunyi ini pernah menjadi

kepuitisan yang utama dalam sastra romantik yang timbul di Eropa Barat. Menurut teori

simbolisme, tugas puisi adalah mendekati kenyataan ini, dengan cara tak usah memikirkan arti

katanya, melainkan mengutamakan suara, lagu, irama, dan rasa yang timbul karenanya dan

tanggapan-tanggapan yang mungkin dibangkitkannya. Baik dalam aliran simbolisme maupun

romantic arti kata terdesak oleh bunyi atau suaranya. Dengan begitu, kesusastraan telah

kemasukan aliran seni music (Slametmuljana, 1956:59).

6

Page 7: Tugas Akhir Stilistika

Kombinasi bunyi-bunyi vokal dan bunyi-bunyi konsonan menimbulkan bunyi merdu yang

mendukung suasana mesra, bahagia, kasih sayang, gembira, dan bahagia. Namun ini kontras atau

berlwanan dengan puisi 1/2 Cangkir Kopi di Situ Gintung. Puisi di atas menceritakan mengenai

kejadian bencana yang terjadi di Situ Gintung. Pada bencana itu, Tuhan tidak pandang bulu

terhadap manusia baik maupun yang buruk. Seluruhnya dihancurkan oleh Tuhan. Namun penulis

puisi berorientasi kepada seseorang yang meninggal pada bencanamu itu yang dapat

dikategorikan baik dan itu adalah seseorang yang ia kenal di pagi hari ketika pada sast itulah,

orang mulai meminum kopi.

Rara, rara, aku mengenangmu karena 1/2 cangkir kopi tumpah di kumuh pucat situ gintung

Membanjiri rumah malammu, seribu jari hitamya mencekik sudut parum.

Permainan bunyi dalam sajak itu tidak mengatasi sebuah keburukan atau kecemasan, yang

disebabkan ada tidaknya sebuah kepuasan dalam hubungan pencitraan keadaan. Unsur puisi yang

lain adalah sajak. Sajak bukan semata-mata untuk hiasan saja, melainkan untuk mempertinggi

kualitas bila mempunyai daya eevokasi, yaitu daya kuat untuk menimbulkan pengertian. Sajak

itu berupa ulangan suara, tetapi bila tidak diusahakan dengan kesadaran dan tidak dijadikan dasar

ciptaan, maka ulangan itu bukan sajak. Pada puisi 1/2 Cangkir Kopi di Situ Gintung karya M.

Fadjroel Rachman terdapat bagian yang bukan berupa sajak, dan hanya sebuah kebetulan.

Dengarlah degup jantung planet gelisah. Pada hitam lumpur situ gintung kuciumi jejak sirna

airmata matahari,

menjelma burung hantu menukik rebah berdarah di ulu hati.

2. Irama

Hal yang masih erat berhubungan dengan pembicaraan bunyi adalah irama. Unyi-bunyi yang

berulang, pergantian yang teratur, dan variasi-variasi bunyi menimbulkan suatu gerak yang

hidup, seperti gemercik air yang mengalir turun tak putus-putus. Gerak yang teratur itulah yang

disebut irama. Irama dalam bahasa asingnya rhytm (Inggris), rhytme (Prancis), berasal dari kata

Yunani reo, yang berarti riak air. Gerakan-gerakan air yang teratur, terus, menrus, dan tidak

putus-putus. Itulah barangkali setiap gerak yang terartur disebut reo. (gerakan air mengalir).

7

Page 8: Tugas Akhir Stilistika

Irama dalam bahasa adalah pergantian turun naik, panjang pendek, keras lembut ucapan

bunyi bahasa dengan teratur. Secara umum dapat disimpulkan bahwa iramaitu pergantia berturut-

turut secara teratur. Irama ini tidak terbatas hanya pada kesusastraan saja, melainkan juga pada

seni rupa, dan terlebih lagi pada seni musik. Dalam pusisi timbulnya irama itu, karena

perulangan bunyi berturut-turut dan bervariasi, misalnya sajak akhir, asonansi, dan aliterasi.

Begitu juga karena adanya paralelisme-paralelisme, ulangan-ulanagan bait. Juga disebabkan oleh

tekanan-tekanan kata yang bergantian keras lemah, disebabkan oleh sifat-sifat konsonan dan

vokalnya atau panjang pendek kata, juga disebabkan oleh kelompok-kelompok sintaksis: gatra

atau kelompok kata.

Sesungguhnya irama itu dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu metrum dan ritme.yaitu

metrum adalah irama yang tetap. Artinya pergantiannya sudah tetap menurut pola tertentu. Hal

ini disebabkan oleh jumlah suku kata yang sudah tetap dan tekanannya yang tetap hingga alun

suara yang menaik dan menurun itu tetap saja. Ritme adalah irama yang disebabkan pertentangan

atau pergantian bunyi tinggi rendah secara teratur, tetapi tidak merupakan jumlah suku kata yang

tetap, melainkan hanya menjadi gema dendang sukma penyairnya.

Pada puisi 1/2 Cangkir di Situ Gintung, terdapat sebauh irama yang membuatnya terasa

merdu, mudah dibaca, juga menjadi sebuah hal menyebabkan pembaca berkonsentrasi penuh

terhadapnya, dan menimbulkan bayangan-bayangan angan yang jelas dan hidup.

Sepasang ikan mas bergelingan di kabut basah, bernyanyi di sinar bulan, mengigit kenangan

terbakar, lalu tertawa menumpang bintang jatuh ke surga terjauh.

Ketika jam meleleh menjemput huruf kedinginan yang memaksa abadi di kamar kematian, tawa

kecilmu menjelma fajar melayarkan puisi mimpi kanak-kanakmu

Puisi yang merdu bunyinya dikatakan melodius: berlagu seolah-olah seperti nyanyian yang

mempunyai melodi, layaknya puisi di atas. Melodi adalah paduan susunan deret suara yang

teratur dan berirama (Kusbini, 1953:62). Melodi itu timbul karena pergantian nada kata-katanya,

tinggi rendah bunyi yang berturut-turut. Makin kuat melodi nyanyian kian liris sajak itu.

8

Page 9: Tugas Akhir Stilistika

Bedanya melodi nyanyian dengan melodi puisi itu ada pada bagian nada yang terdapat pada

sajak itu tidak seberapa banyaknya dan jarak interval (jarak nada) itu juga terbatas.

3. Kata

Satuan arti yang menentukan structural formal linguistic karya sastra adalah kata. Dalil seni

sastra J. Elena menyatakan bahwa puisi mempunyai nilai seni, bila pengalaman jiwa yang

menjadi dasarnya dapat dijilmakan ke dalam kata. Untuk mencapai ini pengarang

mempergunakan berbagai cara. Terutama alatnya yang terpenting adalah kata.

Dalam pembicaraan ini akan ditinjau arti kata dan efek yang ditimbulkannya. Kata-kata yang

telah dipergunakan oleh penyair, oleh SlametMuljana disebut kata berjiwa (1956:4), yang tidak

sama (artinya) dengan kata dalam kamus, yang masih menunggu pengolahan. Penyair tampaknya

mempergunakan bahasa yang berbeda dengan bahasa sehari-hari belum cukup dapat melukiskan

apa yang dialami jiwanya (1956:5). Dalam puisi belum cukup bila hanya dikemukakan

maksudnya saja, yang dikehendaki penyair ialah supaya siapa yang membaca dapat turut

merasakan dan mengalami seperti apa yang dirasakan dan dialami oleh penyair.

Rara, rara, aku mengenangmu karena 1/2 cangkir kopi tumpah di situ gintung. Wajah mungilmu

mengapung di koran pagi, “kabarkan, aku bersama Tuhan, tak sendirian.”

Kata “mengapung’ itu mengkonkretkan sebuah anggapan, bahwa wajah dari orang tersebut

terlihat oleh si pembaca dan seolah-olah mengatakan kalau dia tidak sendirian di sebuah tempat

bersama Tuhan.

4. Kosa Kata

Alat untuk menyampaikan perasaan dan pikiran sastrawan dalam bahasa. Baik tidaknya

tergantung pada kecakapan sastrawan dalam mempergunakan kata-kata. Kehalusan perasaan

sastrawan dalam mempergunakan kata-kata sangat diperlukan. Juga diperbedaan arti dan rasa

sekecil-kecilnyapun harus dikuasai pemakaiannya. Sebab itu pengetahuan tentang leksikografi

sastrawan merupakan syarat mutlak.

9

Page 10: Tugas Akhir Stilistika

Seorang penyair dapat juga mempergunakan kata-kata kuno yang telah punah, seperti yang

ditunjukkan oleh Amir Hamzah yang menpergunakan kata marak dan kata leka, yang

keberadaannya tidak pernah kedengaran lagi. Pengarang sering mempergunakan kata-kata bahsa

daerah, misalnya penyair dari Jawa, penyair dari Padang, dan sebagainya. Pemakaian kata daerah

ini secara estetis harus juga dapat dipertanggungjawabkan, artinya penggunaannya harus dapat

menimbulkan efek puitis, atau memang dalam bahasa Indonesia, kata-kata daerah tidak ada.

Begitu juga halnya penggunaan kata-kata asing harus dapat menimbulkan efek puitis, seperti

dalam sajak-sajak Chairil Anwar, namun tidak banyak.

Ketika jam meleleh menjemput huruf kedinginan yang memaksa abadi di kamar kematian, tawa

kecilmu menjelma fajar melayarkan puisi mimpi kanak-kanakmu

Penggunaan kata dalam bahasa sehari-hari dapat menimbulkan efek realistis, dan kata-kata

yang digunakan mengandung kesan estetis, maka akan menimbulkan efek yang romantis. Dalam

penggalan puisi di atas terdapat kesan estetis yang menampilkan kesan yang begitu romantis,

namun tidak terlalu. Karena penulis hanya sekedar membayangkannya.

5. Pemilihan Kata

Penyair hendaknya mencurahkan perasaan dan isi pikirannya dengan setepat-tepatnya

seperti yang dialami batinnya. Selain itu, ia juga mengekspresikan dengan ekspresi yang dapat

menjilmakan pengalaman jiwanya tersebut. Pemilihan kata dalam sajak disebut diksi.

Diksi puitis seperti yang diungkapkan oleh Barfield (2952:41) bertujuan untuk mendapatkan

kepuitisan, untuk mendapatkan nilai estetik.

Untuk ketepatan pemilihan kata seringkali penyair menggantikan kata yang dipergunakan

berkali-kali, yang dirasa belum tepat, bahkan meskipun sajaknya telah disiarkan (atau dimuat di

majalah.) Bahkan ada juga yang menghilangkan baris atau susunannya.

Ketika jam meleleh menjemput huruf kedinginan yang memaksa abadi di kamar kematian,

tawa kecilmu menjelma fajar melayarkan puisi mimpi kanak-kanakmu

10

Page 11: Tugas Akhir Stilistika

Rara, rara, aku mengenangmu karena 1/2 cangkir kopi tumpah di kumuh pucat situ gintung

Membanjiri rumah malammu, seribu jari hitamya mencekik sudut parum.

Kata melayarkan di atas merupakan sebuah prumpamaan yang menjelaskan tentang rasa

berduka ketika ia tahu bahwa anak kecil tersebut telah tiada dan mimpi-mimpinya telah berlalu

bersama dirinya yang juga telah tiada, Sedangkan kata tumpah menggambarkan air bah itu

seolah-olah air dalam gelas yang tumpah dan meluluhlantakkan seluruhnya tanpa pandang bulu.

6. Denotasi dan Konotasi

Sebuah kata itu mempunyai dua aspek arti, yaitu denotasi ialah artinya menunjuk, dan

konotasi, yaitu arti tambahannya. Denotasi sebuah kata adalah defeinisi kamusnya, yaitu

pengertian yang menunjuk benda atau hal yang diberi nama dengan kata itu, disebabkan, atau

diceritakan (Altenberd, 1970:9). Bahasa yang denotatif, adalah bahasa yang menuju kepada

korespondensi satu lawan satu antara tanda dengan yang ditunjukkan.

Namun dalam puisi, sebuah kata tidak hanya mengandung aspek denotasinya saja. Bukan

hanya berisikan sebuah arti yang ditunjuk saja, masih ada arti tambahannya, yang ditimbulkan

oleh asosiasi-asosiasi yang keluar dari denotasinya.

Bahasa sastra mempunyai srgi ekspresifnya membawa nada dan sikap si pembicara atau

penulis.

Rara, rara, aku mengenangmu karena 1/2 cangkir kopi tumpah di kumuh pucat situ gintung

Membanjiri rumah malammu, seribu jari hitamya mencekik sudut parum.

1/2 Cangkir Kopi Tumpah menandaka bahwa air bah yang yang menghajar Situ Gintung

belum semuanya yang “tumpah”, melainkan hanya sebagian. Seribu Jari Hitamnya, diandaikan

kepada kopi yang bewarna hitam pekat dan air dari Situ Gintung itu juga mengandung lumpur

yang warnanya kecoklat-coklatan mirip kepada hitam yang menghantam rumah malam yang

bermakna mimpi.

11

Page 12: Tugas Akhir Stilistika

7. Bahasa Kiasan

Adanya bahasa kiasan ini menyebabkan sajak menjadi menarik perhatian, menimbulkan

kesegaran, hidup, dan terutama menimbulkan kejelasan gambaran angan. Bahasa kiasan ini

mengiaskan atau mempersamakan sesuatu hal lain supaya gambaran menjadi jelas, lebih

menarik, dan hidup.

Rara, rara, aku mengenangmu karena 1/2 cangkir kopi tumpah di kumuh pucat situ gintung

Membanjiri rumah malammu, seribu jari hitamya mencekik sudut parum.(merupakan sebuah

personifikasi)

Dengarlah degup jantung planet gelisah. Pada hitam lumpur situ gintung kuciumi jejak sirna

airmata matahari, menjelma burung hantu menukik rebah berdarah di ulu hati. (Merupakan

sebuah metafora)

Sepasang ikan mas bergelingan di kabut basah, bernyanyi di sinar bulan, mengigit kenangan

terbakar, lalu tertawa menumpang bintang jatuh ke surga terjauh.(Merupakan sebuah sinekdoki)

Ketika jam meleleh menjemput huruf kedinginan yang memaksa abadi di kamar kematian, tawa

kecilmu menjelma fajar melayarkan puisi mimpi kanak-kanakmu. (Merupakan sebuah metafora)

Rara, rara, aku mengenangmu karena 1/2 cangkir kopi tumpah di situ gintung. Wajah mungilmu

mengapung di koran pagi, “kabarkan, aku bersama Tuhan, tak sendirian.” (Merupakan sebuah

personifikasi).

D. Kajian Stilistika Lolongan Di Balik Dinding

Cerita pendek ini mengisahkan tentang seorang perempuan yang selalu merasa kesepian. Dia

bahkan meninggalkan ibunya dan pindah ke apartemen yang tidak seorang pun dia kenal, dan

memang tempat seperti itulah yang dia harapkan.

12

Page 13: Tugas Akhir Stilistika

Malam hari, dia selalu memandang dirnya yang memeluk guling di cermin lemari pakaian

yang bisa memperlihatkan dirinya yang memang sangat kesepian. Dia tidak ingin lagi melihat

dirinya dicermin itu, dan memindahkan lemari tersebut kesisi ruang lain.

Sejak lemari itu dipindahkan, pada malam hari dia selalu mendengar lolongan dibalik

dinding yang mengairahkan, yang membuatnya terangsang. Dia tidak mengenal wanita di

sebelah apartemenya. Tapi perempuan di kamar sebelah itu bersuara karena sentuhan laki-laki.

Sementara ia bersuara karena sentuhan perempuan, sentuhannya sendiri untuk menghilangkan

kesunyiaanya.

Yang dia tahu bahwa setiap malam hari akan ada seorang laki-laki masuk ke kamar wanita

itu dan setelah lolongan di balik dindingnya hilang laki-laki itu akan pergi dan mengingalkan

wanita itu terisak.

Karena keingintahuannya dia ingin menyelidiki lelaki seperti apa yang rela membuat wanita

disebelah apartemenya menunggu setiap malam, hanya untuk beberapa jam. Akhirnya dia

melihat lelaki yang membuat wanita disebelah apartemenya menangis. Dia sangat terkejut,

karena dia sangat mengenal lelaki itu. Lelaki yang membuat ibunya menunggu sama halnya

dengan wanita itu. Menunggu ayahnya yang tidak pernah pulang dari dia berumur tujuh hingga

dua puluh lima tahun. Ibunya tetap menunggu. Tapi ia sudah tidak mau. Ia meninggalkan rumah

masa kecilnya satu bulan yang lalu. Berniat mencari sentuah laki-laki yang selama ini ia rindu.

“Lolongan Di Balik Dinding” menggambarkan ia yang diceritakan ingan sekali mendamba

sentuhan laki-laki, karena ia ditinggal ayahnya sejak berumur tujuh tahun. Di tengah kesepian

yang ia rasakan, ia melihat ayah yang selama ini membuat ibunya menunggu, juga membuat

menunggu seorang wanita disebelah kamarnya. Dan mulail saat itu dia benci lolongan di balik

dinding kamarnya karena laki-laki itu adalah ayahnya.

1. Tema

Dalam cerita ini penulis ingin mengisahkan seorang perempuan yang selalu merasa

kesepian. Dia mengharapkan sentuhan laki-laki. Dia tidak merasakan kasih sayang seorang ayah

sejak berumur tujuh tahun, hingga sampai umur dua pulu lima tahun.

13

Page 14: Tugas Akhir Stilistika

Dia tidak lagi tinggal dengan ibunya, yang selalu menunggu ayahnya kembali, dia

akhirnya tinggal disebuah apartemen yang tidak seorangpun dikenalnya, begitu juga sebaliknya.

Namun dalam cerita ini Djenar membuat si pelaku berani melanggar konvensi-konvensi

tradisional. Dia berani melanggar tabu-tabu budaya. Bahkan dia menghindari kesepiaanya

dengan memuaskan dirnya dengan sentuhannya sendiri, dia meninggalkan ibunya, dan tinggal

disebuah apartemen.

Ketika dia melihat kembali ayahnya pada apartemenya dia sangat remuk dan sedih. Tidak

tau harus berbuat apa. Dia bingung apa yang ditawarkan ayahnya apakah hanya kebutuhan seks?

Yang membuat ibu dan perempuan yang ada disebelah apartemenya selalu menanti kedatangan

laki-laki tersebut yang juga ayahnya. Bahkan ibunya hampir berpuluh-puluh tahun menunggu

tanpa kepastian. Dan dia sangat membenci makhluk yang bernama lelaki.

2. Seeting dan Penokohan

Ada beberapa tanda yang langsung menyatakan bahwa seeting cerita “Lolongan Di Balik

Dinding” adalah daerah perkotaan, diantaranya apartemen yang ditinggali olehnya. Kafe dan

diskotik yang dia datangi. Perusahan tempat dia bekerja, kemacetan yang dirasakanya di dalam

taksi yang mengantarnya.

Kehidupan di apartemen yang saling cuek dan tidak peduli dengan orang lain juga

dialami olehnya. Dia tidak mengenal siapa tetangganya. Kompleks apartemen dipandang sebagai

tempat yang bisa menghilangkan kesepian yang dia alami.

Dia digambarkan tinggal disebuah apartemen, namun bukan tempat tinggal biasa. Yang

dikemukakan oleh Djenar adalah apartemen yang tidak peduli dengan orang lain.lolongan

disebelah kamarnya akibat sentuhan laki-laki yang dirasakan oleh wanita disebelah kamarny a

yang sama sekali tidak dikenalnya. Dan laki-laki yang membuat wanita itu menunggu adalah

ayahnya sendiri, yang sudah meninggalkan ia dan ibunya sejak bertahun-tahun lainnya.

3. Pengacuan

Pengacuan (referensi) merupakan salah satu alat kohesi wacana. Dalam cerpen Lolongan

di balik dinding terdapat dua pengacuan yaitu pegacuan demonstratif.

14

Page 15: Tugas Akhir Stilistika

Pengacuan demonstratif (kata ganti penunjuk) dapat dibedakan menjadi dua pronominal

demonstratif waktu dan pronominal demonstratif tempat. Demonstratif waktu terdiri atas waktu

sekarang, lampau, akan dating, dan waktu netral. Demonstratif tempat terdiri dari tempat yang

dekat, jauh, agak jauh, dan eksplisit. Pada cerpen “Lolongan Di Balik Dinding” banyak terdapat

demonstrative waktu lampau dan tempat yang eklisit seperti data berikut.

1. sebulan yang lalu, bukan telinganya namun lemari yang menempel di dinding itu.

2. sosok tubuh laki-laki yang dulu pernha begitu ia kenal dan masih ia tunggu melilntas didepan

pintunya.

3. Menunggu ayahnya yang hanya pulang sekali seminggu.

4. Lalu sekali dua minggu

5. Lantas tiga kali seminggu.

6. Berminggu-minggu

7. Berbulan-bulan

8. Bertahun-tahun

9. ia meninggalkan rumah masa kecilnya

Data (1) sebulan yang lalu menunjuk demonstratif waktu yang menyatakan

kepindahannya ke apartemen. (2) dulu menunjuk masa lalunya yang sangat mengenal laki-laki

yang dilihatnya.

Data (3) sekali seminggu, (4) sekali dua minggu, (5) tiga kali seminggu, (6) berminggu-minggu,

(7) berbulan-bulan, (8) bertahun-tahun menunjuk dalam demonstratif waktu yang membuat

ibunya menunggu kedatangan ayahnya. Adapaun pronominal demonstrative tempat secara

15

Page 16: Tugas Akhir Stilistika

eksplisit terdapat pada data (9) rumah masa kecilnya yang mengacu pada tempat ia dan ibunya

menunggu kedatangan ayahnya.

4. Komparatif

Salah satu bentuk kohesi gramatikal adalah komparatif yaitu membandingkan dua hal

atau lebih yang mempunyai kemiripan atau kesamaan dari segi bentuk/wujud, sikap, sifat, watak,

perilaku, dan sebagainya. Cerpen “Lolongan di Balik Dinding” mempunyai satu kohesi

gramatikal yang perupa pengacuan komparatif yaitu sama (10),

10. Suara yang halus sama pada kalimat itu membandingkan suara yang halus dengan lolongan

di kamar sebelah.

5. Penyulihan (Subsitusi)

Penyulihan atau subsitusi adalah satu jenis kohesi gramatikal yang berupa penggantian

satuan lingual (tertentu yang telah disebutkan) dengan satuan lingual lailn dalam wacana untuk

memperoleh unsure pembeda. Pada cerpen Lolongan di Balik Dinding terdapat beberapa bentuk

penyulihan seperti data berikut.

a. Subsitusi Verbal

Terdapat subsitusi satuan lingual verbal dalam cerpen ‘Lolongan di Balik Dinding”

antara lain:

11. Menyelinap di helai uang perusahaan yang harus ia setor. Menguntitnya ke keramaian kantin

karyawan.

12. Merangkulnya di bangku kafe sambil mendelik ke arah teman-temanya yang tertawa

menggelegar dengan kepala tanpa beban. Meliuk bersama tubuhnya di lantai dansa maupun meja

bar.

Pada (11) satuan lingual verba menyelinap disubsitusi dengna satuan lingual

menguntitnya. Pada (12) satuan lingual verbal merangkulnya disubsitusi satuan lingual verba

meliuk.

16

Page 17: Tugas Akhir Stilistika

b. Subsitusi Frasa/ Klausa

Dari analisi pada cerpen ‘Lolongan di Balik Dinding” terdapat subsitusi frasa dan frasa

seperti terlihat dalam kutipan berikut.

(13). Ia sering tidak ingain bangun. Ia ingin mampus.

Data (13) menampilkan subsitusi satuan lingual yang berupa frasa tidak ingin bangun dengan

satuan lingual frasa ingin mampus.

Pada tingkat kalimat atau klausa ternyata cerpen ‘Lolongan di Balik Dinding” terdapat

subsitusi satuan lingual yang berbentuk klausa oleh satuan lingual berbentuk klausa.

(14). Begitu Dekat. Seperti tak ada sekat

Pada data (14) satuan lingual Begitu dekat menjadi subsitusi seperti tak ada sekat.

6. Elips (pelesapan)

Pelesapan (ellips) merupakan salah satu jenis kohesi gramatikal yang berupa

penghilangan atau pelesapan satuan lingual tertentu yang telah disebutkan sebelumnya.

Pelesapan dapat berbentuk kata, frasa, atau klausa. Pada cerpen “Lolongan di Balik Dindin”

terdapat beberapa pelesapan seperti data berikut.

a. Ellips Kata

(15). a. Ia sering tidak ingin bangun. Ia O ingin mampus

b. Ia sering tidak ingin bangun. Ia sering ingin mampus.

b. Pelesapan Frasa

(16). a. Selama itu berlangsung, bulu-bulunya merinding. O Mengeras pula kedua puting.

17

Page 18: Tugas Akhir Stilistika

b.Selama itu berlangsung, bulu-bulunya merinding. Selama itu berlangsung mengeras pula

kedua puting.

(17). a. Mau tak mau ia jadi peduli. O ia jadi memperhatikan

b. Mau tak mau ia jadi peduli. Mau tak mau ia jadi memperhatikan.

c. Pelespan Klausa/Kalimat

(18). a. Mungkin ia hanya sekedar tertidur.

O Mendengkur

O Berliur

b. Mungkin ia hanya sekedar tertidur

Mungkin ia hanya sekedar mendengkur

Mungkin ia hanya sekedar berliur.

(19). a. Kesunyaian yang selalu membuntutinya ke kantor. O Menyelinap di helai uang

perusahaan yang harus ia setor.

b. Kesunyian yang selalu membuntutinya ke kantor. Kesunyian yang selalu menyelinap di

helai uang perusahaan yang harus ia setor.

7. Perangkaian/Konjungsi

(20). Tapi lemarinya tidak semua terdir dari kayu

(21). Jika ia sedang tertidur di atas ranjangnya lalu berbalik kekanan ketiga cermin itu serempak

menampilkan tubuhnya.

18

Page 19: Tugas Akhir Stilistika

(22). Dan membimbingnya yang berjalan terseok sepanjang lorong apartemen menuju kamar.

(23). Sementara ia bersuara karena sentuhan perempuan. Sentuhanya sendiri.

(24). Lalu Hilang

(25). Sore hari ketika ia pulang kerja, kertas itu masih tergantung di sana.

Adapun analisis leksikal dari cerpen Lolongan Di Balik Dinding, antara lain :

8. Repetisi

Ada 8 jenis repetisi menurut Sumarlan (2003:34) yaitu repetisi epizeuksis tautotes,

anaphora, epistrofa, simploke, mesodiplosis, epanalesis, anadiplosis, dan repetisi utuh. Repetisi

dimaksudkan untuk memberikan tekanan pada sebuah konteks yang sesuai. Hasil analisis

terhadap cerpen “Lolongan di Balik Dinding” terdapat beberapa jenis repetisi walaupun tidak

semua repetisi tersebut di atas.

a. Repetisi Epizeukis

(26). Tapi perempuan di kamar sebelah itu bersuarak karena sentuhan laki-laki. Sementara ia

bersuara karena sentuhan perempuan . sentuhanya sendiri.

(27). Ia merasa punya teman. Teman yang sama-sama merasa sunyi setelah sentuhan laki-lakidi

tubuhnya berhenti dan tak melolong lagi ketika ditinggal pasangannya pergi. Teman yang

membuatnya iri karena paling tidak mendapat kesempatan melolong akibat sentuhan laki-laki di

malam hari.

b. Repetisi Epistrofa

(27). Sampai dering weker yang itu-itu lagi membuatnya bangun. Dengan guling yang itu-itu

lagi ketika ia bangun.

19

Page 20: Tugas Akhir Stilistika

9. Sinonim

Sinonimi merupakan salah satu aspek leksikal guna mendukung kepaduan wacanan.

Sinonimi dipakai untuk menjalin hubungan makna yang sepadan antara satuan ligngual tertentu

dengan satuan lingual lain dalam wacana. Dalam cerpen “Lolongan di Balik Dinding “ terdapat

sinonimi kata pada data.

(28). Ia meninggalkan rumah masa kecilnya satu bulan yang lalu.

10. Antonim

(29). Kesunyian itu menjadi teman dalam keramaian.

Oposisi mutlak antara kesunyian >< keramaian

(30). Lolongan panjang. Lolongan pendek

Oposisi mutlak antara panjang >< pendek

(31). Tapi perempuan di kamar sebelah itu bersuara karena sentuahan laki-laki. Sementara ia

bersuara karena sentuah perempuan.

E. Kajian Stilistika Kembang Jepun

1. Sistemika Pemaparan

Novel “Kembabg Jepun” ini cenderung termaksud wacana jenis naratif dan deskriptif.

Wacana naratif merupkan rangkaian tuturan yang menceritakan kejadian melalui penonjolan

tokoh atau pelaku (orang pertama atau orang ketiga), sementara wcana deskriptif adalah

merupakan rangkaian tuturan yang memaparkan atau melukiskan sesuatu , baik berdasarkan

pengalaamn maupun pengetahuanpenuturnya, sehingga tercapai pengamatan yang angak

imajinatif terhadap suatu dan pendengar atau pembaca seolah mengalamai secara langsung.

Berdasarkan pada pemikiran tersebut, isi novel akan dicermati dengan pendekatan teks

dan konteks. Dengan demikian analisis yang dipakai adalah Analisis Mikrotekstual yang

berkaitan erat kohesi tekstual dalam urutan kalimat sehingga membentuk koherensi dan Analisis

Makrotekstual yang berkaitan dengan factor-faktor di luar kebahasan. Berkaitan dengan

20

Page 21: Tugas Akhir Stilistika

keunikan bahasa yang dipaparkan dalam novel ini, analisis berikutnyua adalah mengenai

Pemakaian Bahasa.

2. Analisis Mikrotekstual

Dalam analisis ini, teks ditinjau dari dua aspek utama yaitu aspek gramatikan dan aspek

leksikal.. pendekatan melalui aspek grmatikal berate mencermati struktur lahir bahasa, sementara

pendekatan melalui aspek leksikal berarti mencermati struktur batin atau hubungan antar unsure

dalam wacana secara semantik.

a. Aspek Gramatikal

b. Aspek Leksikal

3. Analisis mikrotekstual.

1. Prinsip Penafsiran Personal : Tokoh-tokoh dalam novel “Kembang Jepun”

Novel ini mengeisahkan petualangan tokoh –saya, yang diperankan oleh Keke gadis yang

bekerja sebagai Geisha yang berasal dari Sulewesi. Keke diubah namanya menjadi Keiko agar

mirip menjadi seorang gadis Jepang. Keke sebenarnya tidak tahu kalo dirinya akan menjadi

Geisha karena dia dibawa dari kampung oleh kakanya untuk bersekolah.

Tokoh-tokoh yang mempengaruhi tokoh –saya adalah orang-orang di sekitar lingkungan

tempat kerjanya sebagai geisha, kekasihnya, dan masyarakat.

a. Tjak Broto (kekasih Keke), dialah kunci perjalanan kisah perjalanan hidup Keke (saya),

karena Tjak Broto adalah kekasih Keke dan menjadi suaminya.

b. Kataro Takamaru, dialah pemilik shiju atau tempat Keke bekerja sebagai Geisha.

Diistilahkan dialah orang menjebak kakak Keke untuk menjual Keke menjadi Geisha dan

mengubah nama tokoh –Saya menjadi Keiko.

c. Yoko, adalah tokoh yang mengajari tokoh –Saya. Guru Geisha bagi anak-anak yang dijual

oleh kakak tokoh utama yakni Keke. Yoko pertama sanggat jahat kepada Keke karena rasa

cemburu terhadap kecantikan dan kepopulerannya tetapi di akhir cerita dia menjadi tokoh

pendukung untuk perjalanan tokoh- saya.

d. Jatje, adalah kakak kandung Keke. Dialah tokoh yang memulai perjanan hidup Keke singga

menjadi seorang Geisha dan bertemu dengan Tjak Broto.

21

Page 22: Tugas Akhir Stilistika

e. Rahajoe, dia adalah adiknya Tjak Broto yang nantinya melahirkan seorang anak laki-laki.

Dan pada akhirnya anak laki-lakinya itu yang menolong perjalan hidup Keke, setelah tua

dan mempertemukan dia dengan Tjak Broto kekasihnya.

f. Ibu Tjak Broto Ranggoningsih, dialah tokoh yang membuat Keke menjadi bimbang dan

merasa tidak berharga karena menolak dia menjadi seorang istri bagi Tjak Broto yang pada

akhirnya disetujui juga, tetapi Keke kehidupannya hilang dengan hadirnya kisah lain.

g. Mbah Soelis, tokoh yang berperan untuk membantu perkawinan cucunya Tjak Broto dengan

Keke (tokoh utama –saya).

h. Tante Mar adalah tante dari Tjak Broro. Tokoh ini yang berperan sebagai orang yang

membuat Keke kesal karena sikapnya yang cerewet dan banyak bicara dan mengurusi

perkawinan keke.

i. Tjo Tji Liang, tokoh yang berperan sebagai pemimpin redaksi Koran dimana Tjak Broto

bekerja. Dialah yang membantu Keke dan Tjak Broto untuk keluar dari Surabaya dan

menikah di Belitar.

j. Tjik Entin, adalah istri dari Tjo Tji Liang. Dia berperan juga dalam membantu Tjak Broto

untuk pergi keluar dari Surabaya. Dan dia tokoh yang membuat cerita Keke seakan dramatis

karena pernah salah menjawab pertanyaan kepada Kataro Takamaru ketika ingin mencari

Keke.

k. Paimin, adalah tokoh yangmenjebat suami Keke. Sehingga Tjak Broto di penjara dan di

sanalah Keke akhirnya di perkosa oleh Kobayasi.

l. Kobayashi adalah tokoh pertama yang membuat perjanan hidup Keke semakin dramtis

karena telah memperkosanya ketika dia ingin menjenguk suaminya.

m. Hiroshi Masuki adalah tokoh selanjutnya yang membuat Keke harus berpisah dengan

suaminya dan berpisah selama 8 tahun. Horshi Masuki termaksud tokoh yang mencintai

Keke.

n. Roeslan adalah tokoh yang berperan sebagai sahabat Tjak Broto, yang akan menikah

dengan Raharjoe dan anak mereka yang membantu Keke di masa tuanya.

o. Anggota Ludruk Moro Tresno, adalah tokoh yang membatu Tjak Broto untuk mencari

Keke dan berperan sebagai pejuang mencapai kemerdekaan.

22

Page 23: Tugas Akhir Stilistika

p. Ibu Hiroshi Masuki. Adalah tokoh yang membuat hidup Keke semakin tersiksa di Jepang

karena Keke tidak bisa memberikan keturunan. Tetepi akhirnya Keke bisa lepas dari siksaan

itu karena anaknya Hirosi Masuki telah meninggal ketika dikirim ke Korea untuk berpereng.

q. Henk Tambawanas dan Otto Walilangit (anggota parmesta) adalah tokoh yang membuat

Keke semakin tersiksa karena dia di perkosa di Hutan Sulewesi karena ingin pulang ke tanah

kelahirannya ketika pulang dari Jepang.

r. Kurniasih adalah tokoh yang menjadi istri ke-dua dari Tjak Broto. Karena Tjak Broto

mengira istrinya sudah meninggal. Dan pada akhir cerita Kurniarsih juga tidak bisa

memberikan keturunan dan meninggal karena mengidap penyakit kangker payudara.

s. Ismail Roesland adalah anak dari Rahajoe dan Roeslan keponakan Tjak Broto. Dialah

tokoh yang menyelamatkan Keke dan mempertemuklan Keke dengan Tjak Broto setelah tua.

Untuk beberapa tokoh, karakter masing-masing diperkenalkan tokoh –saya berdasarkan

identitas cultural tokoh yang bersangkutan. Misalnya Tjik Entin identik dengan kehidupan

orang cina dan budaya dan agama yang dianutnya. Tokoh lainnya adalah Ibu Tjak Broto

Ranggoningsih identik dengan sikap latar belakang budaya Jawa.

2. Prinsip Penafsiran Lokasional : Latar Tempat Novel “Kemabang Jepun”

a. Surabaya, adalah latar dimana “kembang Jepun” yang disebut dengan Shiju berada. Dan di

Surabayalah Keke bertemu dengan Tjak Broto yangmengubah hidupnya dan menikah

dengannya. Sebagian cerita Kembang Jepun ini berlatar di Surabaya.

(halaman 5) Tapi orang-orang di Surabaya pada Tahun 1930-40an ketika saya tinggal di sebuah

jalan raya kota itu, tak jauh dari jembatan Merah itu bernama Roode Brug No. 72, lebih

biasa menyerbit saya dengan teman-teman saya di shiju sebgai Kembang Jepun.

b. Blintar. Adalah tempat Mbah Soelis tinggal dan disanlah Tjak Broto menikahi Keke dan

disana juga Keke dan suaminya hidup dan akhirnya berpisah, sampai 25 tahun. (hal 149-

201)

c. Jepang, (desa Takaesi, okasa. Tokyo) adalah tempat dimana Keke tinggal disana selama 5

tahun karena dibawa oleh Hirosi Masakuni, dan Keke menjadi istrinya. Tetapi ibunya Hirosi

Masakuni sangat kejam dan tidak suka dengan Keke. dan di Jepang dia bertemu dengan

23

Page 24: Tugas Akhir Stilistika

Yoko, teman dan pernah menjadi guru Geishanya. Dan setelah Hirosi meninggal dalam

perang dengan Korena Keke pulang ke Indonesia. (hal249-258)

d. Sulewesi Utara, Bandar Kuandang. Tanah kelahiran Keke, disanalah Keke tinggal selama

25 tahun dan pertama dating kesana dia diperkosa oleh tantara Parmesta karena dianggap

mata-mata. Tetapi karena ada perlawanan dari pusat para tantara tersebut banyak yang

tewas, selain Henk Tambawanas dan Otto Walilangit (anggota parmesta) yang pada

akhir cerita sebagai tokoh yang mengingatkan Keke pada masa dia diperkosa oleh ke dua

orang ini. (hal. 269-319)

3. Prinsip Penafsiran Temporal : Latar Waktu Yang Menyertai peristiwa novel “

Kembang Jepun”

o 1920 (hal 6) Kataro Takamura membuka Shiju, tempat Keke menjadi Geisha.

o Tahun 1930-40an, adalah waktu perjalanan Keke sebagai Geisha sampai akhirnya bertemu

dengan Tjak Broto.

o 1929. Waktu Katara Takamaru pergi dari Jepan dan hidup senang di Indonesia dengan

membangun sebuah tempat yang dinamakan shiniju. (Hal 13-26)

o Janwari 1930. Awal pertama kalinya Keke meminjakkan kaki di Surabaya dan ditepatkan

dibelakang bagunan, suatu tempat khusus untuk para geisha, disebut Okiya. (halaman 27)

o 20 Juni 1936, adalah waktu ketika Tjak Broto disidang karena menghina pemerintahan

Belanda. (halaman87)

o 31 Agustus 1939, adalah dimana rakyat Indonesia ketika di jajah Belanda harus

memperingati hari lahir ke 59 Ratu Wilhelmina. Dan pada tahun itu juga Tjak Broto

melamar keke untuk menjadi istrinya. (Hal 115)

o 1940. Adalah waktu Tjak Broto membawa Keke ke rumahnya untuk memperkenalnya

dengan ibunya Ranggoningsih. (hal129)

o 3 Februari 1942. Awal penjajahan Jepan masuk ke Indonesia. Di tahun inilah awal

kesengsaraan perjalanan hidup Keke semakin hancur dan di pisahkan dari Tjal Broto

suaminya . (171)

24

Page 25: Tugas Akhir Stilistika

o 14 Februari 1945. Terjadi pemberontakan pada Jepang, sehingga pada Tahun inilaj Keke

atau Keiko dibawa oleh Hiroshi Masuki ke Jepang karena dia menginginkan dia menjadi

istri.

o 12 Juli 1945. Dimana Tjak Broto sudah hidup sendiri dan mulai berusaha mencari istrinya

Keke dan bekerja mengikuti rombongan Moro Tresno sekaligus untuk berjuang

menyadarkan rakyat Indonesia atas penjajahan yang dilakukan Jepang. (Halaman 223-231)

o 6 Agustus 1945. Penjajahan Jepan berakhir karena Amerika membom Hiroshima. Dan pada

tahun ini Keke sebagai tokoh utama dibawa oleh Hirosi ke Jepan dan meninggalkan Tjak

Broto.(hal233-246)

o Juni 1950. Hirosi Meninggal di perang Korea dan pada tahun itu juga Keke ingin pulang ke

tanah air yang dibantu oleh Yoko. (hal249-258)

o 17 Agustus 1958. Keke pulang ke Indonesia dan mencari Tjak Broto tetapi ketiak bertemu

dengan Tante Mar ternyata Tjak Broto sudah menikah lagi dengan Kurniasih dan tinggal di

Bandung. Dan pada Tahun ini juga Keke memutuskan untuk kembali ke Sulewesi tempat

kelahirannya, walaupun disana sedang terjadi pemberontakan Permesta. (hal. 261-268)

o Novemberr 1958. Tjak Broto tahu bahwa Keke belum meninggal. Informasi itu diperoleh

ketika kembali ke Blitar dan bertemu dengan Tante Mar. (hal 285-288)

o 1965. Istri ke-dua ytjak Broto meninggal karena mengidap kangker payudara. (hal 291)

o 1966. Tempat usaha Tjak Broto ditutup dikarenakan adanya pemberontakan G 30 S/PKI.

(Hal 291)

o 1983. Awal baru bagi Keke yang umurnya sudah mencapai 64 tahun dan hidup di hutan

selama 25 tahun. Dan pada usianya dia kembali bertemu dengan Tjak Broto dikarenakan

adanya peninjauan wilayah oleh Henk Tambawanas yang sudah bekerja dengan

pemerintah. Di hutan tersebutlah salah satu wartawan anak dari Roeslan dan Raharjoe yang

bernama Ismail Roeslen memaksanya dan menyelamakankan untuk bertemu dengan Tjak

Broto. (halaman295-319)

4. Prinsip Analogi Dalam Novel “Kembang Jepun”

Analogi yang terdapat pada novel “Kembang Jepun” adalah analogi pada judlnya terdapat

pada hal 5.

25

Page 26: Tugas Akhir Stilistika

Tapi orang-orang di Surabaya pada Tahun 1930-40an ketika saya tinggal di sebuah

jalan raya kota itu, tak jauh dari jembatan Merah itu bernama Roode Brug No. 72, lebih

biasa menyerbit saya dengan teman-teman saya di shiju sebgai Kembang Jepun.

Halaman 13

Demikian popular tempat ini sebagai rumah pelacuran, menyebabkan orang lain lebih

suka menyebut jalan raya tempat shinju berdiri sebagai kembang Jepun sampai

sekarang.

Halaman 54

“o iya bu, seleranya mas Broto itu bukan seperti putrinya pak Sastrmoeljono yang

luwes, tapi kembang Jepun Sing mlauke koyot bekicot”

5. Pemakaian Bahasa dalam Novel “Kembang Jepun”

Berikut ini beberapa pemakaian bahasa dalam novel “Kembang Jepun” yang didapatkan melalui

analisis Wacana, yakni

1. Campur Kode

Bahasa Indonesia

Sebagaian besar dalam novel ini yang diperguanakan adalah bahasa Indonesia yang baik dan

masih baku. Dari Bahasa Indonesia tersebut juga dapat diketahui tahun berapa cerita ini di

terjadi dan Tokoh-saya dalam novel ini adalah asli Indonesia dan berasal dari Sulewesi.

Ini dapat dilihat pada keseluruhan dialog dalam novel tersebut, seperti:

“kau terus terbayang-banyang dalam pikiran saya,” katanya

“sama,”kata saya dengan lugu dan barang kali juga jujur.

“ah, masa? Kalau bukan terhadap semua tamu kau bilang bgeitu, alangkah senangnya saya.”

“memang tidak,” kata saya.

(hal49)

Dialog siatas terjadi antara tokoh-saya dengan Tjak Broto kekasihnya

2. Bahasa Jawa

Mengingat bahwa latar belakang Tjak Broto dari keluarga Jawa, maka dialog yang digunakan

dalam keluarganya dipengaruhi oleh bahasa Jawa.

26

Page 27: Tugas Akhir Stilistika

Seperti halaman halaman 53.

Dan Raharjoe, dengan leluasa, berkata sambil membawa dua buah cangkir ke dapur. “Bengok

yang pakek merah itu marah.”

“ah, arek cilik melok-melok,” kata Tjak Broto, dan pada saat itu Raharjoe telah berada di

dapur.

“o iya bu, seleranya mas Broto itu bukan seperti putrinya pak Sastrmoeljono yang luwes, tapi

kembang Jepun Sing mlauke koyot bekicot” Halaman 54

Halaman 65

“Kuno!” sangah Tjak Broto. “Sing ngomono iku ngak mathuk,” bu. Pepatah sekarang

bunyinya harus ‘tresna merga sreg’!”

“tapi memang gambar ini adalah rangkaian kata-kata. Ini bunyinya, “bismilah, ingsun kang

jumenang ratu sesotya kang linuwih, ules wulan angambara, anerus pitung bumi, pitung

langit, amadangi jagad iki kabeh, saking karsening gusti allah,”

3. Bahasa Sulewesi

Karena Tokoh saya berlatar belakang dari Sulewesi maka pada awalcerita ketika masih anak-

anak bahasa yang digunakan bahasa Sulewesi seperti halaman 25.

‘‘ngana bae-bae jo di sini. Broer ada mo pigi dulu di Batavia,” kata Jatje dengan ramah sekali.

4. Bahasa Asing

Bahasa Belanda

Bahasa Belanda juga mempengaruhi novel tersebut dikarenakan konteks cerita ini berhubungan

dengan penjajahan Belanda.

Halaman 76.

‘‘verder hed ik ook gezien onder de zon, ter paatse des gerichtsh, aldaar was goddeloosheid, en

ter pleatse des gerechtigheit, aldaar was goddeloosheids”

Dalam halaman 142.

Tjol tjie Liang bertanya, juga dalam bahasa Belanda, ‘‘what is er eigenlijk?’’

‘‘Mijn moeder hound niet van haar”

“Waarom houd cij niet?”

27

Page 28: Tugas Akhir Stilistika

“omdat cij is een geisha. Mijn moeder beschow een geisha evennals een hoer. Ik heb haar al

gezedg dat het niet waar is Maar U weet toch, oude vrouw.”

“Ah, dat is gewoon.”

“Hoe zo?”

“Omdat van af vroeger kunnen de ouders niet gedachte van de jongeren ontvangen.”

‘dus hoe is ‘t beste. Ik vraag U advies.”

“De voornaamste is aan jou eigen beslissing,

“ik wil haar als mijn vrouw hebben.”

Bahasa Jepang

Bahasa Jepang Juga mempengaruhi Novel “Kembang Jepun” karena tokoh dan konteks

berhubungan dengan budaya Jepang dan tokoh orang Jepang dan pekerjaan sebagai Geisha

bersal dari Jepang serta masa cerita ini terjadi adalah masa penjajahan Jepang.

Hal 5

Saya pandai menyanyi, memaikan shamisen dan taiko.

Hal 10.

Pameo yang umu di ucapkan para Geisha adalah, “sanbon ga areba, taberareru,” artinya “jika

kau meimilki tiga dawai maka kamu bisa makan”

Dengan alat musik berdawai tiga inilah Yoko menyanyikan syair lama tentang bulan :

Arashi fuku

Oto mo ayo banu

Kumo mo ue wa

Ikana shizukeku

Tsuki no Sumeren

28

Page 29: Tugas Akhir Stilistika

DAFTAR BACAAN

http://www.infoskripsi.com/Theory/Kajian-Penelitian-Stilistika.html

http://remmysilado.blogspot.com/2008/01/analisis-stilistika.html

http://asepyudha.staff.uns.ac.id/tag/stilistika/

http://www.kendaripos.co.id/index.php?pilih=news&mod=yes&aksi=lihat&id=4621

http://shodiq.com/2009/06/07/cerpen-malam-pertama-calon-pendeta/

http://book.store.co.id/Perempuan_Suci_buku_4033.html

Purba, Antilan. 2009. Stilistika Kaji Bahasa Karya Sastra. Medan: FBS-UNIMED

29