Stilistika Al Qur'an

21
1 STILISTIKA AL-QUR’AN Revisi makalah disusun untuk memenuhi tugas matakuliah Studi al-Qur’an Dosen Pengampu: Prof. Dr. H. Sihabuddin Qolyubi, Lc. M.A. Oleh: Nur Nissa Nettiyawati 13.2041.0213 KONSENTRASI PENDIDIKAN BAHASA ARAB PROGRAM STUDI PENDIDIKAN ISLAM SEKOLAH PASCASARJANA UIN SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA 2014

description

Stilistika Al Qur'an

Transcript of Stilistika Al Qur'an

Page 1: Stilistika Al Qur'an

1

STILISTIKA AL-QUR’AN

Revisi makalah disusun untuk memenuhi tugas matakuliah Studi al-Qur’an

Dosen Pengampu:

Prof. Dr. H. Sihabuddin Qolyubi, Lc. M.A.

Oleh:

Nur Nissa Nettiyawati

13.2041.0213

KONSENTRASI PENDIDIKAN BAHASA ARAB

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN ISLAM

SEKOLAH PASCASARJANA UIN SUNAN KALIJAGA

YOGYAKARTA

2014

Page 2: Stilistika Al Qur'an

2

BAB I

PENDAHULUAN

Al-Qur’an sebagai salah satu pedoman hidup bagi orang-orang Islam,

menjadi sesuatu yang penting untuk diketahui oleh setiap orang Islam. Karena

dengan begitu, mereka akan mengetahui konsep ke-Islam-an secara benar. Cara

penyampaian al-Qur’an yang unik menuntut para mufassir untuk menjelaskan

segala sesuatu yang ada di dalamnya. Para mufassir tidak sembarangan dalam

menafsirkan sebuah teks al-Qur’an. Karena menurut al-Jahiz, al-Qur’an

merupakan media komunikasi antara Tuhan dan manusia, sehingga terdapat

hubungan yang dinamis antara pembaca dengan al-Qur’an1. Oleh sebab itu,

penafsiran al-Qur’an dilakukan dengan bersungguh-sungguh. Bagaimana

mungkin hubungan antara manusia dengan Tuhannya bisa terjalin baik, sedangkan

media komunikasinya tidak difahami secara benar?.

Pemahaman yang benar terhadap al-Qur’an sangat diperlukan adanya.

Dengan begitu sebuah kajian mengenai al-Qur’an banyak bermunculan. Salah satu

kajian terhadap al-Qur’an adalah stilistika al-Qur’an, bisa disebut juga dengan

uslub al-Qur’an. Kajian stilistika mengedepankan kajiannya terhadap tata bahasa

sebuah teks. Dengan kata lain, stilistika al-Qur’an membahas mengenai tata

bahasa al-Qur’an dan apa saja yang berhubungan dengan teks al-Qur’an tersebut.

Bagaimana makna yang diinginkan, bagaimana hukum yang dituju, bagaimana

perintah yang wajib, sunah dan hal-hal lain yang ada.

Pada pembahasan kali ini, kami mencoba menjelaskan mengenai stilistika

al-Qur’an, yang lebih rinci lagi bahasan kami adalah: pengertian stilistika al-

Qur’an, yang juga disebut uslub al-Qur’an. Kemudian ranah kajian stilistika al-

Qur’an beserta beberapa contoh yang kami maksudkan untuk menambah

pemahaman pembaca terhadap materi yang kami sampaikan.

1 Akhmad Muzakki, Stilistika al-Qur’an, Gaya Bahasa al-Qur’an dalam Konteks Komunikasi,

UIN-Malang Press, Malang, 2009, hlm. 38.

Page 3: Stilistika Al Qur'an

3

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Stilistika

Kita pasti sering mendengar mengenai istilah style, yang mempunyai arti

‘gaya’. Dalam linguistik terdapat satu kajian yang objeknya adalah style, yaitu

stailistika. Kajian ini memfokuskan kajian terhadap gaya bahasa2. Sedangkan

style adalah cara penggunaan bahasa dari seseorang dalam konteks tertentu

dan untuk tujuan tertentu3. Kata style diturunkan dari bahasa Latin, yang

berarti stilus, yaitu semacam alat untuk menulis pada lempengan lilin4. Dalam

penggunaan alat tersebut dibutuhkan keahlian, karena akan mempengaruhi

jelas dan tidaknya suatu tulisan pada lempengan tersebut. Pengertian tersebut

terus berkembang hingga pemaknaan tersebut pada artian, ‘penulisan yang

indah’ atau juga ‘keindahan dalam mempergunakan kata-kata’5.

Walaupun kata style berasal dari bahasa Latin, tetapi orang-orang Yunani

sudah mengembangkan teori-teori mengenai style itu sendiri. Terdapat dua

paham terkenal yang membincangkan perihal teori istilah style tersebut.

Pertama, paham ini terkenal dengan sebuatan paham Platonic, yang

mengatakan bahwa style adalah kualitas suatu ungkapan. Karena itu, bagi

paham ini kemungkinan adanya style dalam satu ungkapan bisa ada dan bisa

juga tidak. Semua bergantung pada kualitas ungkapan tersebut. Paham yang

kedua terkenal dengan sebutan Aristoteles. Paham ini beranggapan bahwa

2 Akhmad Muzakki, Stilistika al-Qur’an, Gaya Bahasa al-Qur’an dalam Konteks

Komunikasi, UIN-Malang Press, Malang, 2009, hlm. 9. 3 Syihabuddin Qalyubi, Stilistika al-Qur’an: Pengantar Orientasi Studi al-Qur’an, Titian

Ilahi Press, Yogyakarta, 1997, hlm. 27. 4 Gorys Keraf, Diksi dan Gaya Bahasa, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2004, hlm.

112. 5 Akhmad Muzakki, Stilistika al-Qur’an, Gaya Bahasa al-Qur’an dalam Konteks

Komunikasi, UIN-Malang Press, Malang, 2009, hlm. 9.

Page 4: Stilistika Al Qur'an

4

style adalah kualitas yang inhern dalam suatu ungkapan. Karena itu, setiap

karya pasti mengandung style, hanya kualitasnya yang berbeda6.

Style atau gaya bahasa menjadi bagian dari diksi atau pilihan kata yang

mempersoalkan cocok dan tidaknya pemakaian suatu kata, frase atau klausa

tertentu untuk menghadapi situasi tertentu. karena itu, persoalan gaya bahasa

meliputi semua hirarki kebahasaan mulai dari pilihan kata secara individual,

frasa, klausa, dan kalimat, bahkan mencakup pula sebuah wacana secara

keseluruhan. Malahan, nada yang tersirat di balik sebuah wacana termasuk

pula persoalan gaya bahasa.

Pengertian diksi bukan saja berfokus dalam pemilihan kata-kata yang

dipakai untuk mengungkapkan suatu ide atau gagasan, tetapi juga meliputi

persoalan fraseologi, gaya bahasa dan ungkapan. Menurut Gorys Keraf

terdapat tiga kesimpulan utama mengenai diksi. Pertama, diksi mencakup

pengertian kata-kata mana yang dipakai untuk menyampaikan suatu gagasan;

bagaimana membentuk pengelompokan kata-kata yang tepat, atau

menggunakan ungkapan-ungkapan yang tepat, dan gaya mana yang paling

baik digunakan dalam situasi. Kedua, diksi adalah kemampuan membedakan

secara tepat nuansa-nuansa makna dari gagasan yang ingin disampaikan, dan

kemampuan untuk menemukan bentuk yang sesuai dengan situasi dan nilai

rasa yang dimiliki kelompok masyarakat pendengar. Ketiga, diksi yang tepat

dan sesuai hanya dimungkinkan oleh penguasaan sejumlah besar kosa kata

atau perbendaharaan kata bahasa itu. Sedangkan yang dimaksud

perbendaharaan kata atau kosa kata suatu bahasa adalah keseluruhan kata yang

dimiliki oleh bahasa7.

6 Zainuddin Fananie, Telaah Sastra, Muhammadiyah University, Surakarta, 2001, hlm.

26. 7 Gorys Keraf, Diksi dan Gaya Bahasa, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2004, hlm.

24.

Page 5: Stilistika Al Qur'an

5

B. Ranah Kajian Stilistika al-Qur’an

Stilistika mengkaji seluruh fenomena bahasa mulai dari fonologi (bunyi

bahasa) hingga semantik (makna dan arti bahasa)8. Tetapi pada umumnya

kajian stilistika dibatasi pada teks tertentu, dengan memperhatikan preferensi

kata atau struktur bahasa, mengamati hubungan antar pilihan kata tersebut

untuk mengidentifikasi ciri-ciri stilistika yang ada, seperti sintaksis (tipe

struktur kalimat), leksikal (diksi, penggunaan kelas kata tertentu), retoris atau

deviasi (penyimpangan dari kaidah umum tata bahasa)9.

Pengertian stilistika al-Qur’an tidaklah berbeda dengan pengertian

stilistika pada umumnya, yaitu ilmu yang menyelidiki bahasa yang digunakan

dalam al-Qur’an. Dengan begitu, ranah kajian stilistika al-Qur’an pun sama.

Dengan mengutip pendapat M.H. Ibrams, Khafaji mengatakan, bahwa

karakteristik kajian stilistika di antaranya adalah persoalan-persoalan yang

terkait dengan sawtiyah (fonologi), jumliyah (macam-macam struktur

kalimat), mu’jamiyah (leksikologi), dan balaghiyah (seperti penggunaan

bahasa metaphor, hipalase, mitonimi, dengan sebagainya)10

.

Pendapat lain mengenai karakteristik uslub al-Qur’an diungkapkan oleh

Wahbah al-Zuhaili diantaranya: pertama, susunan kalimatnya indah, berirama,

dan bersajak yang mengagumkan sehingga dapat membedakan dengan

ungkapan-ungkapan lainnya, baik dalam bentuk syair, prosa maupun pidato.

Kedua, pemilihan lafadz, struktur, dan ungkapannya yang indah. Ketiga,

kelembutan suara di dalam menyusun huruf. Keempat, kesesuaian lafadz dan

makna11

.

8 Syukri Muhammad ‘Ayyad, Madkhal ila ‘ilmil Uslub, Darul ‘Ulum, Riyad, 1982, hlm.

48. 9 Panuti Sudjiman, Bunga Rampai Stilistika, Pustaka Utama Grafiti, Jakarta, 1993, hlm.

14. 10

Muhammad ‘Abd Munim, dkk, al-Uslubiyah wa al-Bayan al-‘Arabi, al-Dar al-

Misriyah al-Lubnaniyah, Beirut, 1992, hlm 14. 11

Wahbah al-Zuhaili, al-Tafsir al-Munir di al-‘Aqidah wa al-Shari’ah wa al-Manhaj, Juz

I, Dar al-Fikr, Damaskus, 2005, hlm. 35.

Page 6: Stilistika Al Qur'an

6

Bagi al-Zarqani, karena al-Qur’an sebagai pedoman hidup umat manusia,

maka karakteristik uslub al-Qur’an meliputi: 1) keindahan aspek fonologinya,

2) memuaskan kalangan tertentu dan orang-orang awam, 3) memuaskan akal

dan rasa, 4) keindahan susunan al-Qur’an dan hukum yang dikandungnya, 5)

keindahan dalam memalingkan ungkapan dan kaya dalam variasinya, 6)

ungkapan al-Qur’an adakalanya bersifat global dan terinci, dan 7) kesesuaian

lafadz dan makna12

.

Menurut al-Jahiz, al-Qur’an merupakan media komunikasi antara Tuhan

dan manusia, sehingga terdapat hubungan yang dinamis antara pembaca

dengan al-Qur’an. Karena itu, dalam studi stilistikanya al-Jahiz lebih

menekankan pada aspek-aspek makna bahasa (semantik), masalah sinonim

(mutaradif), prinsip penghematan kata (i’jaz), dan makna bahasa dalam

struktur kalimat (sintagmatik)13

.

Berdasarkan pendapat-pendapat yang membicarakan perihal ranah kajian

stilistika al-Qur’an, maka dapat diambil kesimpulan bahwa obyek atau ranah

kajian stilistika al-Qur’an meliputi: 1) al-aswat (fonologi), 2) ikhtiyar al-lafz

(preferensi kata), 3) ikhtiyar al-jumlah (preferensi kalimat), 4) al-inhiraf

(deviasi), yang maisng-masing mempunyai pengaruh terhadap makna yang

ditimbulkan14

. Sebagaimana dijelaskan Qalyubi, ranah kajian stilistika al-

Qur’an tidak berbeda dengan kajian stilistika dalam dunia sastra, diantaranya

adalah: 1) Fonologi, seperti bunyi bahasa dan efek makna yang ditimbulkan,

2) Preferensi kata, seperti sinonim, homonym dan lain-lain, 3) preferensi

kalimat, seperti kalimat tanpa menyebut pelaku, pengulangan kalimat dalam

surat yang lain, dan seterusnya, 4) Deviasi, seperti penggunaan alladhi, huwa,

dan Allah dalam rangkaian ayat, termasuk iltifat karena gaya bahasa ini

memberikan kegunaan makna.

12

Muhammad ‘Abd al-‘Azim al-Zarqani, Manahil al-‘Irfan fi ‘Ulum al-Qur’an,

Maktabah Dar al-Turath, Kairo, 2004, hlm. 446. 13

Akhmad Muzakki, Stilistika al-Qur’an, Gaya Bahasa al-Qur’an dalam Konteks

Komunikasi, UIN-Malang Press, Malang, 2009, hlm. 38. 14

Ibid, hlm. 39.

Page 7: Stilistika Al Qur'an

7

1. Al-Aswat (Fonologi)

Fonologi adalah bidang linguistik yang mempelajari, menganalisis,

dan membicarakan runtutan bunyi-bunyi bahasa. Secara etimologis,

fonologi terbentuk dari kata fon yang berarti bunyi yang menjadi obyek

studinya, fonologi dibedakan menjadi dua. Pertama, fonetik adalah cabang

fonologi yang mempelajari bunyi bahasa tanpa memperhatikan apakah

bunyi-bunyi tersebut mempunyai fungsi sebagai pembeda makna atau

tidak. Kedua, fonemik adalah cabang fonologi yang mempelajari bunyi

bahasa dengan memperhatikan fungsi bunyi tersebut sebagai pembeda

makna15

.

Pemilihan huruf dalam al-Qur’an dan penggabungan antar konsonan

dan vocal adalah sangat serasi sekali16

. Seperti yang disampaikan Quraish

Shihab dengan merujuk argumen Marmaduke Pichthall, bahwa al-Qur’an

mempunyai simfoni yang tidak ada taranya dimana setiap nada-nadanya

bisa menggerakkan manusia untuk menangis dan bersuka cita. Hal ini

disebabkan oleh huruf dari kata-kata yang dipilih melahirkan keserasian

bunyi dan kemudian kumpulan kata-kata itu melahirkan keserasian irama

dalam rangkaian kalimat ayat-ayatnya. Misalnya dalam surat an-Nazi’at

ayat 1-5:

Menurut al-Zarqani, yang dimaksud dengan keserasian dalam tata

bunyi al-Qur’an adalah keserasian dalam pengaturan harakah (tanda baca

seperti a, i dan u), sukun (tanda baca mati), mad (tanda baca yang

15 Abdul Chaer, Linguitik Umum, PT. Rineka Cipta, Jakarta, 1994, hlm. 102.

16 Syihabuddin Qalyubi, Stilistika al-Qur’an: Pengantar Orientasi Studi al-Qur’an, Titian

Ilahi Press, Yogyakarta, 1997, hlm.39

Page 8: Stilistika Al Qur'an

8

menimbulkan bunyi panjang) dan ghunnah (nasal), sehingga enak untuk

didengar dan diresap dalam jiwa yang itu tidak mungkin tertandingi oleh

ungkapan-ungkapan lain, semisal puisi atau prosa17

. Keserasian bunyi

pada akhir ayat, selain ragam bunyi di atas juga dapat dikelompokkan

menjadi tiga. Pertama, pengulangan bunyi huruf yang sama, seperti

pengulangan huruf ha’ yang berfungsi sebagai obyek, dan tata sebelumnya

berbentuk verba perfektum (fi’il madi). Kedua, pengulangan bunyi lafadz,

seperti pengulangan kata dakka dan saffa pada surat al-Fajr ayat 21 dan

22, dan pengulangan kata ahad pada ayat 25 dan 26. Ketiga, pengulangan

bunyi lafadz yang berhimpitan, seperti bunyi tumisat, furijat, uqqitat,

ujjilat dalm surat al-Mursalat ayat 8-1218

.

Dampak fonologi terhadap perubahan makna dapat dikemukakan,

misalnya, tambahan huruf hamzah di awal kata bisa merubah makna dari

intransitif menjadi transitif (al-ta’diyah), seperti kata karuma (mulya),

kemudian ditambah hamzah menjadi akrama (memulyakan). Begitu juga

dengan pengulangan ‘ain fi’il, yang salah satu fungsinya memiliki

perubahan makna berupa pengulangan, seperti kassara (memecah-mecah),

qatta’a (memotong-motong), dan sebagainya19

.

2. Ikhtiyar al-Laf (Preferensi Kata)

Pembahasan mengenai pemilihan kata berikut ini hanya dibatasi pada

persoalan: 1) taraduf kata yang berdekatan maknanya, 2) musytarak al-lafz

(polisemi), 3) addad (kata yang berlawanan maknanya), 4) mu’arrobah

(kata asing yang diserap dalam al-Qur’an) dan 5) muqtada al-hal (kata

yang sesuai dengan konteks lawan bicara)20

.

17

Muhammad ‘Abd al-‘Azim al-Zarqani, Manahil al-‘Irfan fi ‘Ulum al-Qur’an, Dar

Ihya’ al-Kutub al-‘Ilmiyah, Bairut, 2004, hlm. 446. 18

Akhmad Muzakki, Stilistika al-Qur’an, Gaya Bahasa al-Qur’an dalam Konteks

Komunikasi, UIN-Malang Press, Malang, 2009, hlm. 42. 19

Ahmad bin Muhammad bin Ahmad al-Hamlawi, Shaz al-‘Urf fi Fann al-Sarf, Dar al-

Kutub al-‘Ilmiyah, Beirut, 1315 H, hlm. 45. 20

Akhmad Muzakki, Stilistika al-Qur’an, Gaya Bahasa al-Qur’an dalam Konteks

Komunikasi, UIN-Malang Press, Malang, 2009, hlm. 47.

Page 9: Stilistika Al Qur'an

9

a. Kata yang Berdekatan Maknanya

Dalam kajian bahasa Arab, istilah taraduf atau sinonim untuk

menyebut kata yang berdekatan maknanya masih diperdebatkan,

karena itu dalam tulisan ini tidak menggunakan istilah tersebut.

Sibawaih, seperti yang dikutip Ibn Jinni, mendefinisikan taraduf

adalah ta’adi al-amthilah wa talaqi al-ma’ani (lafaz-lafaz yang

berbeda, tapi maknanya memiliki titik pertemuan). Misalnya kata

khaliqah, sajiyah, tabi’ah, gharizah dan saliqah (tabiat). Al-Fakhr al-

Razi mendefinisikan taraduf adalah lafaz-lafaz menunjukkan pada

sesuatu tertentu dengan satu ungkapan. Dengan demikian, kata saif dan

sarim tidak bisa disebut taraduf, karena kata saif menunjukkan pada

benda fisiknya, sedangkan kata sarim menunjukkan sifatnya21

.

Dalam persoalan ini, para linguis modern mengelompokkan kata

yang berdekatan maknanya pada istilah taraduf dan ashbah taraduf,

diantaranya: 1) al-taraduf al-kamil (complete synonymy), 2) shibh al-

tatraduf (near synonymy), 3) al-taqarub al-dalali (semantic relation),

4) istilzam (entailment), dan 5) al-jumal al-mutaradifah

(parapharase). Setiap kata yang bersinonim akan memiliki kata yang

tetap dan berbeda dari yang lain. Dengan kata lain, selama kata-kata

itu memiliki suara-suara yang berbeda, maka dapat dipastikan juga

memiliki makna yang berbeda. Karena itu, dalam setiap bahasa

persoalan taraduf atau sinonim yang hakiki tidak diketemukan22

.

Dalam buku Maqal al-Insan, al-Shati’ mengurai penggunaan kata

nas, insan, dan bashar yang dalam bahasa Indonesia berarti manusia.

Melalui analisis sastranya, ia memaparkan sesuangguhnya kata-kata

tersebut memiliki implikasi makna yang berbeda, nas dan bashar

21

Akhmad Muzakki, Stilistika al-Qur’an, Gaya Bahasa al-Qur’an dalam Konteks

Komunikasi, UIN-Malang Press, Malang, 2009, hlm. 48. 22

Ibid, hlm. 49.

Page 10: Stilistika Al Qur'an

10

menunjuk manusia dalam pengertian jasad biologis, sementara kata

insan yang dikehendaki adalah manusia sebagai makhluk sosial.

Jalaludin Rahmat berpendapat, kata bashar yang disebut sebanyak 27

kali dalam al-Qur’an, memberikan referensi kepada manusia sebagai

makhluk biologis.

Acuan pendapat di atas dapat dibaca dalam surat Ali ‘Imran ayat

47, surat al-Kahf ayat 110, surat Fussilat ayat 6, surat al-Furqan ayat 7

dan 20, surat Yusuf ayat 31. Konsep bashar selalu dihubungkan

dengan sifat-sifat biologis manusia, seperti makan, minum, seks, dan

berjalan di pasar. Sementara insan, yang disebut sebanyak 65 kali,

dapat dikelompokkan ke dalam tiga kategori, pertama, insan

dihubungkan dengan konsep manusia sebagai khalifah atau pemikul

amanah, kedua, insan dihubungkan dengan presdiposisi negatif

manusia, dan ketiga, insan dihubungkan dengan proses penciptaan

manusia. Semua konteks insane menunjuk pada sifat-sifat psikologi

atau spiritual23

.

b. Musytarak al-Laf (Polisemi)

Al-Suyuti berkata, ulama’ usul fiqh mendefinisikan mushtarak al-

lafz adalah suatu kata yang mempunyai dua makna berbeda atau

lebih24

. Dalam karyanya al-Itqan, ia mengatakan, musytarak al-lafz

merupakan salah satu kei’jazan al-Qur’an, bahkan ia menganggap

sebagai i’jaz al-Qur’an yang paling agung. Beberapa pakar linguis

Arab, seperti al-Mubarrad dalam karyanya kitab Ma Ittafaqa Lafzuhu

wa Ikhtalafa Ma’nahu min al-Qur’an al-Karim, mengkaji tentang

qadiyah musytarak al-lafz dalam al-Qur’an. Abi ‘Ubaid al-Qasim bin

Salam dalam karyanya, “Kitab al-Ajnas min Kalam al-Arab wa Ma

23

Jalaludin Rakhmat, Konsep-konsep Antropologis dalam Budhy Munawar Rachman

(Ed.). Kontekstualisasi Doktrin Islam dalam Sejarah, Yayasan Wakaf Paramadina, Jakarta, 1994,

hlm. 75 24

Ahmad ‘Umar Mukhtar, ‘Ilm al-Dilalah, Maktabah Dara al-‘Arubah li an-Nashr wa al-

Tawzi, Kuwait, 1982, hlm. 158.

Page 11: Stilistika Al Qur'an

11

Ishtabaha fi al-Lafz wa Ikhtalafa fi al-Ma’na” membahas tentang

Musytarak al-Lafz yang ada dalam hadis. Dari hasil penelitiannya, ia

menemukan kurang lebih sebanyak 150 kata yang mengandung dua

makna berbeda atau lebih. Berikut merupakan contoh musytarak al-

Lafz, surat al-Ahzab ayat 56:

Arti kata yusallun kalau dari Allah berarti memberi rahmat, bila

dari Malaikat berarti meminta ampunan, dan kalau dari orang-orang

mukmin berarti berdoa supaya diberi rahmat seperti dengan perkataan

Allahumma salli ‘ala Muhammad. Karena ketiga arti tersebut dapat

digabungkan, maka ketiga-tiganya dapat dipergunakan sebagai makna

dari kata yusallun.

Selain contoh di atas juga kami paparkan contoh lain, surat al-

Ma’idah ayat 38:

Kata yad di atas, mengandung tiga kemungkinan makna, yaitu

hasta, telapak tangan sampai siku, dan telapak tangan. Akan tetapi,

perbuatan Rasulullah menunjukkan bahwa tangan yang dimaksud

dalam ayat tersebut adalah menurut arti yang terakhir, yaitu telapak

tangan yang kanan. Perbuatan Rasul ini menjadi suatu qarinah,

Page 12: Stilistika Al Qur'an

12

sehingga walaupun kata yad adalah musytarak, namun makna yang

dikehendaki sangat jelas25

.

c. Al-Addad

Kata al-Addad dalam pembahasan ini bukanlah dua kata yang

berdekatan ucapannya dan berbeda pula maknanya (antonim), seperti

pendek lawannya panjang, melainkan satu kata yang mempunyai dua

makna yang berbeda. Walaupun ada sebagian yang menolak pendapat

ini, tetapi para linguis Arab yang pernah menulis di antaranya, Ibn al-

Anbari, al-Asma’i, Abu Hatim, Ibn Sikkit, al-Saghani, Qutrub, dan

lainnya26

. Abu Hatim al-Sijistani memberikan contoh yang termasuk

al-Addad dalam al-Qur’an. Kata zan dalam al-Qur’an mempunyai dua

makna, yaitu yakin (yaqin) dna ragu (shakk). Kata zan mempunyai

makna yakin seperti yang ada dalam surat al-Haqqah ayat 20:

“Sesungguhnya aku yakin, bahwa sesungguhnya aku akan

menemui hisab terhadap diriku.”

Sedangkan kata zan yang bermakna ragu dapat ditemukan dalam

surat al-Jathiyah ayat 32:

25

Muhtar Yahya dan Fatchurrahman, Dasar-dasar Pembinaan Hukum Fiqh Islami, al-

Ma’arif, Bandung, 1986, hlm. 257. 26

Ahmad ‘Umar Mukhtar, ‘Ilm al-Dilalah, Maktabah Dara al-‘Arubah li an-Nashr wa al-

Tawzi, Kuwait, 1982, hlm. 192.

Page 13: Stilistika Al Qur'an

13

“Dan apabila dikatakan (kepadamu), sesungguhnya janji Allah itu

adalah benar dan hari berbangkit itu tidak ada keraguan padanya,

niscaya kamu menjawab, kami tidak tahu, apakah hari kiamat itu, kami

sekali-kali tidak lain hanyalah menduga-duga saja dan kami sekali-kali

tidak meyakini(nya).”

d. Al-Mu’arrobah

Para ulama berbeda pendapat mengenai ada atau tidak adanya

mu’arrobah ialah kata asing yang diserap ke dalam bahasa Arab di

dalam al-Qur’an27

. Sebagian mereka menolak berdasarkan al-Qur’an

surat Yusuf ayat 2 dan surat Taha ayat 113:

“Sesungguhnya Kami menurunkannya berupa al-Qur’an dengan

berbahasa Arab, agar kamu memahaminya”

“Dan demikianlah Kami menurunkan al-Qur’an dalam bahasa

Arab”

Berbeda dengan pendapat al-Suyuti, bangsa Arab telah lama

menyerap beberapa kata asing di dalam karya-karya mereka. Proses

asimilasi bahasa ini dilakukan dengan cara menggabungkan kata-kata

asing ke dalam kata-kata yang telah ada, lalu dirubah atau dikurangi

27

Syihabuddin Qalyubi, Stilistika al-Qur’an: Pengantar Orientasi Studi al-Qur’an, Titian

Ilahi Press, Yogyakarta, 1997, hlm 52.

Page 14: Stilistika Al Qur'an

14

hurufnya, kemudian kata tersebut dipergunakan dalam puisi dan

percakapan sehari-hari, sehingga menjadi bahasa Arab yang fasih28

.

Dalam konteks bahasa Arab seperti itulah al-Qur’an kemudian

diturunkan29

.

Al-Ragib al-Asfihani menyebutkan, dalam al-Qur’an ada dua kata

mu’arrobah, yaitu kata jahannam dan sijjil, al-Zamakhshari

berpendapat, dalam al-Qur’an hanya ada satu kata yang mu’arrobah,

yaitu kata sijjil, sedangkan Muhammad ‘Abduh, ia mengatakan

terdapat dua kata asing di dalam al-Qur’an yaitu kata zarabiy dan

sinin. Berbeda dengan Mahmud Ahmad Najlah, seperti yang dikutip

Qalyubi, ia menduga ada dua puluh kata yang patut dilakukan

penelitian lebih lanjut, di antaranya kata abba, ara’ik, asatir, akwab,

jannah, jahannam, zarabiy, safilin, sijjil, sijjin, siraj, sinin, shaitan,

tuwa, ‘illiyyun, gassaq, qalam, kuwwirat, marqum, misk, musaitir,

nawariq, dan yahur30

.

Adanya perbedaan di kalangan para ulama menentukan lafal-lafal

mu’arrobah dalam al-Qur’an menunjukkan bahwa lafal-lafal tersebut

sudah menyatu dan dapat ditemukan akar lafalnya dalam bahasa Arab,

sehingga sulit diketahui apakah suatu lafal itu mu’arobbah atau bukan.

Dan pendapat yang dikemukakan dalam kitab al-Itqan di atas

menrupakan penyelesaian yang dapat diterima akal31

.

e. Muqtada al-Hal

Muqtada al-Hal adalah pemilihan lafaz yang sesuai dengan makna

yang dikehendaki dalam konteks tertentu. al-Muqtada juga disebut al-

29 Abdurrahman Jalaluddin Suyuthi Abu Bakr, Al Itqan fi ‘Ulumil Qur’an, Cairo, hlm.

167 30

Mahmud Ahmad Najlah, Lughah al-Qur’an fi Juz ‘Amma, Darun-Nahdhoh al-

‘Arabiyyah, Beirut, 1981, hlm.188-190 31

Syihabuddin Qalyubi, Stilistika al-Qur’an: Pengantar Orientasi Studi al-Qur’an,

Titian Ilahi Press, Yogyakarta, 1997, hlm 53.

Page 15: Stilistika Al Qur'an

15

‘itibar al-munasib (ungkapan yang sesuai), yaitu gaya bahasa yang

digunakan untuk menyampaikan sebuah ungkapan32

. Semisal dalam

surat Maryam, Zakariyah dilukiskan sebagai orang tua-renta yang

sudah lemah dan penuh uban, namun ia tetap berdo’a kepada Allah

agar diberi keturunan33

.

“Yaitu tatkala ia berdoa kepada Tuhannya dengan suara yang

lembut. Ia berkata "Ya Tuhanku, Sesungguhnya tulangku telah lemah

dan kepalaku telah ditumbuhi uban, dan aku belum pernah kecewa

dalam berdoa kepada Engkau, Ya Tuhanku. Dan Sesungguhnya aku

khawatir terhadap mawaliku[898] sepeninggalku, sedang isteriku

adalah seorang yang mandul, Maka anugerahilah aku dari sisi

Engkau seorang putera, yang akan mewarisi aku dan mewarisi

sebahagian keluarga Ya'qub; dan Jadikanlah ia, Ya Tuhanku, seorang

yang diridhai".

Untuk menggambarkan kondisi Zakariyah yang sudah tua renta, al-

Qur’an menggunakan kata wahana al-‘azmu minni (tulangku telah

32

Umar bin ‘Alawi bin Abi Bakar al-Kaf, al-Balaghah: al-Ma’ani, al-Bayan, al-Badi’,

Dar al-Minhaj, Beirut, 2006, hlm. 18. 33

Syihabuddin Qalyubi, Stilistika al-Qur’an: Pengantar Orientasi Studi al-Qur’an,

Titian Ilahi Press, Yogyakarta, 1997, hlm 54

Page 16: Stilistika Al Qur'an

16

lemah), selanjutnya Zakariyah yang sudah tua juga diilustrasikan

dengan ungkapan wa ‘ishta’ala al-ra’su shaiba, Jika lafal syaiba

dipindah letak menjadi wasyta’alasy syaibu fir-ro’si maka akan

mengandung makna lain. Letak lafal syaiba pada kalimat pertama

mengandung makna “uban itu telah memenuhi kepala”. Lafal syaiba

dalam kalimat ke dua mengandung makna “uban itu ada di kepala”,

mungkin dibagian depan atau belakang. Dalam pengertian bahwa uban

itu menyebar secara perlahan dan akhirnya memenuhi seluruh

kepala34

.

3. Ikhtiyar al-Jumlah (Preferensi Kalimat)

Ikhtiyar al-Jumlah yang dimaksud adalah bentuk atau ragam kalimat

yang dipergunakan sebagai media untuk menyampaikan pesan, sekaligus

mempunyai pengaruh terhadap makna yang dikemukakan. Dalam

perspektif balaghah, khususnya bidang kajian ma’ani ada banyak alasan

mengapa musnad ilaih (mubtada’, fa’il, na’ib al-fa’il, isim kana, dan

seterusnya) tidak disebutkan.

Diantara sebabnya karena terdapat qarinah, merahasiakan sesuatu

kepada lawan bicara, karena telah diketahui, karena terbatasnya waktu,

menguji kapasitas intelektual pendengar, dan seterusnya35

. Misalnya

menyebut kata kerja tanpa disertai pelakunya sebagaimana dalam surat al-

Ma’arij ayat 19:

“Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir”

34

Syihabuddin Qalyubi, Stilistika al-Qur’an: Pengantar Orientasi Studi al-Qur’an,

Titian Ilahi Press, Yogyakarta, 1997, hlm 54. 35

Ahmad alhasimi, Jawahir al-Balaghah fi al-Ma’ani wa al-Bayan wa al-Badi’,

Maktabah Dar Ihya’ al-Kutub al-Arabiyah, Jakarta, 1960, hal. 120

Page 17: Stilistika Al Qur'an

17

Pada ayat di atas verba “khuliqa” tidak disebutkan pelakunya, hanya

berupa kata ganti (huwa) yang berkedudukan sebagai pengganti fa’il,

(na’ib al-fa’il) asalnya adalah khalaqallah al-insana halu’a (Allah

menciptakan manusia dalam keadaan keluh kesah lagi kikir). Kemudian

pelaku “Allah” tidak disebutkan karena telah maklumi, bahwa yang

menciptakan manusia adalah Allah.

Adanya kalimat-kalimat yang beragam tersebut memberikan pengaruh

yang positif kepada pembaca, diantaranya pembaca tidak merasa jenuh.

Bisa dibayangkan bagaimana jika al-Qur’an hanya menggunakan lafal

amara untuk semua pesan perintahnya, niscaya akan dijumpai ratusan lafal

tersebut36

.

4. al-Inhiraf (Deviasi)

Secara etimologis, deviasi adalah penyimpangan ragam atau struktur

bahasa37

. Penggunaan Pengaruh atau efek yang ditimbulkan dari deviasi

ini adalah munculnya variasi struktur kalimat sehingga kalimat-kalimat itu

terasa baru dan tidak menjemukan. Dan dari variasi struktur kalimatnya

berpengaruh kepada makna yang dikandung, seperti yang terdapat dalam

surat al-Syu’ara’ ayat 78-82:

36

Syihabuddin Qalyubi, Stilistika al-Qur’an: Pengantar Orientasi Studi al-Qur’an,

Titian Ilahi Press, Yogyakarta, 1997, hlm 58 37

Akhmad Muzakki, Stilistika al-Qur’an, Gaya Bahasa al-Qur’an dalam Konteks

Komunikasi, UIN-Malang Press, Malang, 2009, hlm 71

Page 18: Stilistika Al Qur'an

18

“(Yaitu Tuhan) yang telah menciptakan Aku, Maka Dialah yang

menunjuki Aku, dan Tuhanku, yang Dia memberi Makan dan minum

kepadaKu, dan apabila aku sakit, Dialah yang menyembuhkan Aku, dan

yang akan mematikan Aku, kemudian akan menghidupkan aku (kembali),

dan yang Amat kuinginkan akan mengampuni kesalahanku pada hari

kiamat".38

Pada ayat 78, 79 dimulai dengan lafal alladzi, pada awal ayat 80

dimulai dengan lafal wa idza, namun ayat 81, 82 dimulai lagi dengan lafal

alladzi. Disamping itu, fa’il (pelaku verba) dalam ayat 78, 79, 81, 82

adalah Allah, sedangkan fa’il pada ayat 80 adalah orang pertama tunggal

(saya). Tentunya jika diikutkan ke alur ayat 78, 79, 81, 82, maka ayat 80

akan berbunyi walladzi amrodhoni. Pada ayat-ayat itu pun ada deviasi

pemanfaatan pronominal hua (Dia). Lafal-lafal yahdin, yut’imuni wa

yasqin, dan yasyfin didahului dengan pronominal hua, sedangkan lafal

yumituni dan yuhyin tanpa didahului pronominal tersebut39

.

38

Syihabuddin Qalyubi, Stilistika al-Qur’an: Pengantar Orientasi Studi al-Qur’an,

Titian Ilahi Press, Yogyakarta, 1997, hlm 60 39

Syihabuddin Qalyubi, Stilistika al-Qur’an: Pengantar Orientasi Studi al-Qur’an, Titian Ilahi

Press, Yogyakarta, 1997, hlm 60.

Page 19: Stilistika Al Qur'an

19

BAB III

KESIMPULAN

1. Stilistika merupakan kajian yang menyelidiki seluruh fenomena bahasa

mulai dari tataran fonologi hingga persoalan semantic.

2. Stilistika al-Qur’an yaitu ilmu yang menyelidiki bahasa yang

digunakan dalam al-Qur’an.

3. Obyek atau ranah kajian stilistika al-Qur’an meliputi: a) al-aswat

(fonologi), b) ikhtiyar al-lafz (preferensi kata), c) ikhtiyar al-jumlah

(preferensi kalimat), d) al-inhiraf (deviasi), yang maisng-masing

mempunyai pengaruh terhadap makna yang ditimbulkan.

5. Al-Aswat (Fonologi) adalah bidang linguistik yang mempelajari,

menganalisis, dan membicarakan runtutan bunyi-bunyi bahasa.

6. Ikhtiyar al-Lafz (Preferensi Kata) dibatasi dengan persoalan: a) taraduf

kata yang berdekatan maknanya, b) musytarak al-lafz (polisemi), c)

addad (kata yang berlawanan maknanya), d) mu’arrobah (kata asing

yang diserap dalam al-Qur’an) dan e) muqtada al-hal (kata yang sesuai

dengan konteks lawan bicara)

7. Ikhtiyar al-Jumlah (Preferensi Kalimat) adalah bentuk atau ragam

kalimat yang dipergunakan sebagai media untuk menyampaikan pesan.

8. al-Inhiraf (Deviasi) adalah penyimpangan ragam atau struktur bahasa

yang bertujuan untuk menimbulkan kesegaran dan ketidakjenuhan

pembaca.

Page 20: Stilistika Al Qur'an

20

DAFTAR PUSTAKA

‘Ayyad, Syukri Muhammad. 1982. Madkhal ila ‘ilmil Uslub, Riyad : Darul ‘ulum.

Abd Munim, Muhammad., dkk. al-Uslubiyah wa al-Bayan al-‘Arabi. Beirut: al-

Dar al-Misriyah al-Lubnaniyah.

al-Hamlawi, Ahmad bin Muhammad bin Ahmad. 1315 H. Shaz al-‘Urf fi Fann al-

Sarf. Bairut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyah.

Al-Hashimi, Ahmad. 1960. Jawahir al-Balaghah al-Ma’ani wal al-Bayan wa al-

Badi’. Jakarta: Maktabah Dar Ihya’ al-Kutub al-Arabiyah.

Al-Kaf, ‘Umar bin ‘Alawi bin Abi Bakar. 2006. Al-Balaghah: al-Ma’ani, al-

Bayan, al-Badi’. Beirut: Dar al-Minhaj.

al-Zarqani, Muhammad ‘Abd al-‘Azim. 2004. Manahil al-‘Irfan fi ‘Ulum al-

Qur’an. Kairo: Maktabah Dar al-Turath.

al-Zuhaili, Wahbah. 2005. al-Tafsir al-Munir di al-‘Aqidah wa al-Shari’ah wa al-

Manhaj, Juz I. Damaskus: Dar al-Fikr, Damaskus.

Chaer, Abdul. 1994. Linguitik Umum. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Fananie, Zainuddin. 2001. Telaah Sastra. Surakarta: Muhammadiyah University.

Keraf, Gorys. 2004. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta: PT Gramedia Pustaka

Utama.

Najlah, Mahmud Ahmad, 1981, Lugah al-Qur’an fi juz ‘’Amma, Darun-Nahdhoh

al-‘Arabiyyah, Beirut

Mukhtar, Ahmad ‘Umar. 1982. ‘Ilm al-Dilalah. Kuwait: Maktabah Dara al-

‘Arubah li an-Nashr wa al-Tawzi.

Muzakki, Akhmad. 2009. Stilistika al-Qur’an, Gaya Bahasa al-Qur’an dalam

Konteks Komunikasi. Malang: UIN-Malang Press.

Qalyubi, Syihabuddin. 1997. Stilistika al-Qur’an: Pengantar Orientasi Studi al-

Qur’an. Yogyakarta: Titian Ilahi Press.

Suyuthi, Jalaluddin Abdurrahman Abu Bakr, tanpa tahun, Al-Itqan fi ‘Ulumil-

Qur’an, Cairo.

Page 21: Stilistika Al Qur'an

21

Rahmat, Jalaludin. 1994. ,Konsep-konsep Antropologis . Dalam Budhy

Munawar Rachman (Ed.). Kontekstualisasi Doktrin Islam dalam Sejarah, Jakarta,

Yayasan Wakaf Paramadina.

Sudjiman, Panuti. 1993. Bunga Rampai Stilistika. Jakarta: Pustaka Utama

Grafiti.

Yahya, Muhtar dan Fatchurrahman. 1986. Dasar-dasar Pembinaan

Hukum Fiqh Islami. Bandung: al-Ma’arif.