Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA
-
Upload
adhytia-rian-pratama -
Category
Documents
-
view
452 -
download
24
Transcript of Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA
STUDI PENENTUAN NILAI FRACTURE TOUGHNESS
REKAHAN TIPE 1 SPESIMEN CRACKED CHEVRON
NOTCHED SEMI-CIRCULAR BEND (CCNSCB) DAN
STRAIGHT NOTCHED SEMI-CIRCULAR BEND (SNSCB)
PADA UJI THREE POINT BENDING
TUGAS AKHIR
Disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana
Program Studi Teknik Pertambangan
Institut Teknologi Bandung
Oleh :
Adhytia Rian Pratama
(12112064)
PROGRAM STUDI TEKNIK PERTAMBANGAN
FAKULTAS TEKNIK PERTAMBANGAN DAN PERMINYAKAN
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
2016
STUDI PENENTUAN NILAI FRACTURE TOUGHNESS
REKAHAN TIPE 1 SPESIMEN CRACKED CHEVRON NOTCHED
SEMI-CIRCULAR BEND (CCNSCB) DAN STRAIGHT NOTCHED
SEMI-CIRCULAR BEND (SNSCB) PADA UJI THREE POINT
BENDING
TUGAS AKHIR
Bandung, Juni 2016
Disetujui untuk
Program Studi Teknik Pertambangan
Institut Teknologi Bandung
Oleh :
Dosen Pembimbing,
Adhytia Rian Pratama Dr. Eng. Nuhindro Priagung Widodo, S.T., MT.
NIM 12112064 NIP 197507202006041001
i
STUDI PENENTUAN NILAI FRACTURE TOUGHNESS
REKAHAN TIPE 1 SPESIMEN CRACKED CHEVRON
NOTCHED SEMI-CIRCULAR BEND (CCNSCB) DAN
STRAIGHT NOTCHED SEMI-CIRCULAR BEND (SNSCB)
PADA UJI THREE POINT BENDING
ABSTRAK
Dunia pertambangan selalu dihadapkan pada permasalahan mengenai batuan.
Kekuatan batuan sendiri sangat dipengaruhi oleh adanya rekahan awal (pre-existing
cracks) maupun kondisi anisotropi batuan yang berhubungan dengan kondisi bidang
diskontinu. Rekahan merupakan struktur geologi yang sering ditemukan dalam massa
batuan. Pertumbuhan rekahan ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor, seperti
aktivitas tektonik maupun kegiatan pemboran, penggalian dan peledakan. Mekanika
rekahan batuan merupakan ilmu pengetahuan dalam menggambarkan bagaimana
suatu rekahan dapat terjadi dan terpropagasi selama dilakukannya pembebanan pada
material. Parameter utama dalam mekanika rekahan disebut fracture toughness yang
menunjukkan ketahanan material untuk retak. Terdapat beberapa metode dalam
penentuan tipe I fracture toughness batuan. Cracked Chevron Notched Semi-Circular
Bend (CCNSCB) dan Straight Notched Semi Circular Bend (SNSCB) merupakan
salah satu metode untuk menentukan nilai tipe I fracture toughness batuan.
Uji tipe I fracture toughness dilakukan dengan alat three point bending pada
laboratorium dengan contoh andesit, batugamping dan beton. Pengujian dilakukan
pada diameter spesimen 45 mm. Hasil nilai tipe I fracture toughness dari kedua
spesimen akan dibandingkan untuk mendapatkan pengaruh bentuk rekahan awal
terhadap nilai fracture toughness batuan. Nilai pada setiap jenis batuan kemudian
dihubungkan dengan sifat fisik, sifat dinamik dan sifat mekanik masing-masing jenis
batuan.
Berdasarkan pengujian yang telah dilakukan, dapat diketahui bahwa nilai fracture
toughness spesimen batuan berbanding lurus dengan bobot isi, cepat rambat
gelombang, kuat tekan, dan kuat tarik, namun berbanding terbalik dengan
porositas. Didapatkan nilai fracture toughness untuk andesit sebesar 1,568
𝑀𝑃𝑎 𝑚 (CCNSCB) dan 1,384 𝑀𝑃𝑎 𝑚 (SNSCB), batugamping sebesar 1,267
𝑀𝑃𝑎 𝑚 (CCNSCB) dan 1,061 𝑀𝑃𝑎 𝑚 (SNSCB), serta sampel beton sebesar
0,440 𝑀𝑃𝑎 𝑚 (CCNSCB) dan 0,257 𝑀𝑃𝑎 𝑚 (SNSCB). Dengan hasil tersebut,
diketahui bahwa nilai fracture toughness spesimen SNSCB untuk tiga jenis batuan
memiliki nilai lebih rendah dibandingkan dengan nilai fracture toughness
spesimen CCNSCB, dimana selisih untuk andesit berkisar 11,7%, batugamping
berkisar 16,3% dan sampel beton berkisar 41,7%.
Kata Kunci : Pre-existing cracks, Mekanika Rekahan, Tipe I Fracture Toughness,
Three Point Bending, Cracked Chevron Notched Semi-Circular Bend, Straight
Notched Semi-Circular Bend
ii
EXPERIMENTAL STUDY ON THE CRACKED CHEVRON
NOTCHED SEMI-CIRCULAR BEND (CCNSCB) AND
STRAIGHT NOTCHED SEMI-CIRCULAR BEND (SNSCB)
METHOD FOR CHARACTERIZING THE MODE I
FRACTURE TOUGHNESS OF ROCKS UNDER THREE
POINT BEND TESTING
ABSTRACT
Mining activity has encountered a frequent problems of rock. Rock strength is greatly
influenced by their initial fractures (pre-existing cracks) and the anisotropy condition
of rock. The fractures is common geological structures in the rock mass. The growth
of this fractures are caused by several factors such as tectonic activity or drilling,
excavation, and blasting activity. Rock fracture mechanics depicts how a fractures
could occur and being propagated during loading phase of material like rock. A
fundamental parameter in fracture mechanics is called fracture toughness which
indicates the resistance of crack. There are two different methods in determining the
Mode I fracture toughness that consist of Cracked Chevron notched Semi-Circular
Bend (CCNSCB) and Straight notched Semi Circular Bend (SNSCB).
Mode I fracture toughness test was exhibited with a three-point bending in the
laboratory by using andesite, limestone and concrete as an example. The method was
conducted with specimens of 45-mm long in diameter. The results of Mode I fracture
toughness value of both specimens will be compared to obtain the impactof initial
fracture shape towards the value of fracture toughness of rock. Each value of rock
type henceforth will be linked with the results of its physical, dynamical and
mechanical properties.
Based on test results, it can be seen that the fracture toughness of rock specimens
is directly proportional to the weight of contents, wave propagation speed,
compressive strength and tensile strength, but inversely proportional to the
porosity. The test results reveal that the values of fracture toughness measured
using CCNSCB and SNSCB were 1,568 and 1,384 MPa√m for andesite, 1,267
and 1,061 MPa√m for limestone, followed by concrete in the amount of 0,440 and
0,257 MPa√m. It was evidently show that the fracture toughness specimens for
SNSCB type specimens within the three rock samples have lower value compared
with CCNSCB type specimens, where andesite, limestone, and concrete were
approximately ranging from 11,7%, 16,7%, and 41,7% ,respectively.
Keywords: Pre-existing cracks, fractures Mechanics, Mode I Fracture toughness,
Three Point Bending, Cracked Chevron notched Semi-Circular Bend, Straight
notched Semi-Circular Bend
iii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada ALLAH SWT, karena dengan rahmat
dan karunia-Nya lah sehingga penyusunan Tugas Akhir berjudul “Studi
Penentuan Nilai Fracture Toughness Rekahan Tipe I Spesimen Cracked Chevron
Notched Semi-circular Bend (CCNSCB) dan Straight Notched Semi-circular Bend
(SNSCB) pada Uji Three Point Bending” yang dilakukan di Laboratorium
Geomekanika dan Peralatan Tambang, Program Studi Teknik Pertambangan
Institut Teknologi Bandung dapat diselesaikan. Tugas Akhir ini dibuat dalam
rangka mendapatkan gelar Sarjana Strata 1 (S-1) di Program Studi Teknik
Pertambangan Fakultas Teknik Perminyakan dan Pertambangan Institut
Teknologi Bandung.
Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak
yang telah membantu dalam penyusunan tugas akhir ini, karena tentunya dengan
bantuan berbagai pihak, penyusunan tugas akhir ini dapat diselesaikan dengan
baik. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terimakasih dan
penghargaan setinggi-tingginya kepada yang terhormat :
1. Bapak Dr. Eng. Ganda Marihot Simangunsong, S.T., M.T., sebagai Ketua
Program Studi Teknik Pertambangan ITB dan selaku Manajer Laboratorium
Geomekanika dan Peralatan Tambang ITB;
2. Bapak Dr. Eng. Nuhindro Priagung Widodo, S.T., MT. sebagai dosen
pembimbing, yang telah banyak meluangkan waktu serta pikiran, memberikan
ilmu, saran, motivasi, bimbingan dan kesempatan berdiskusi dalam
menyelesaikan tugas akhir ini;
3. Bapak Dr., Ir., Lilik Eko Widodo, MS, selaku dosen wali yang selalu
memberikan saran dan motivasi kepada penulis selama menyelesaikan
perkuliahan di Program Studi Teknik Pertambangan ITB;
iv
4. Seluruh Bapak dan Ibu dosen dan karyawan Tata Usaha Program Studi Teknik
Pertambangan, yang telah memberikan ilmu yang tidak ternilai, dan para staf
tata usaha yang telah membantu dalam segala kegiatan akademik maupun
non-akademik selama penulis menyelesaikan perkuliahan;
5. Kedua orang tua penulis, Ir. Bambang Harryantho dan Dra. Sri Sulasmi, serta
adik penulis Intania Ayu Lestari yang dengan tulus serta ikhlas telah
membesarkan dan mendidik penulis dengan penuh kesabaran, cinta, kasih
sayang, dan doa. Semua kerja keras selama ini kupersembahkan untuk Ibu dan
Bapak;
6. Bapak Sudibyo, Bapak Sugito, Kang Kurnia, Kang Purwanto, Kang Nurman,
Kang Iwan, dan Teh Sari selaku staf Laboratorium Geomekanika dan
Peralatan Tambang ITB, yang dengan penuh semangat, kesabaran dan
keikhlasan membantu penulis dan menemani hari-hari berkegiatan di
laboratorium;
7. Hygea Marwany, atas semua kebahagiaan, semangat, motivasi, cita-cita,
kesabaran, dan kasih sayang yang diberikan kepada penulis. Semoga ini
menjadi langkah baru dalam menatap kehidupan kita di masa depan;
8. “Pasukan Mekbat” dan “Geomekanika 2012” : Rinaldhi Fauzhi, Arif
Yurahman, Siswo Afrianto, Adhitya Barkah Arvi, Rafi Khoery, Ayu Kusuma,
Haidar, M. Irham Rahadian, Rizky Abdillah, Dian Setiawan, Pandu Zea,
Morgan Maulana, Komang Yogatama, Valdo Thobias, Fran Sanjaya, Yosua
Posma, Dian Amalia, Rayhan Rafi, Farah Susanti, I Made Mahendrayana atas
segala canda tawa, dukungan dan kejailan yang telah diberikan selama
berjuang bersama penulis;
9. “Pasukan Pak Agung” : Rinaldhi Fauzhi, Arif Yurahman, Adhitya Barkah
Arvi, Bayu Mandala, Bambang Jaya Kusuma, Rahmat Putra, M.Iqbal, Lewi
Nisi Simamora atas segala dukungan dan perjuangan dalam menyelesaikan
tugas akhir bersama;
10. Tambang 2012, teman, saudara dan keluarga dalam suka dan duka, tempat
mencurahkan semua cerita, canda tawa, ilmu, air mata, kenangan, dan impian
v
bersama selama perkuliahan “…lawan semua keterbatasan, satukan
perbedaan menjadi satu keluarga…”;
11. Abang, kakak, teman-teman, dan adik-adik Himpunan Mahasiswa Tambang
ITB, atas persaudaraan kekal dan segala pembelajaran yang telah kalian
berikan. Khususnya rekan-rekan kepengurusan HMT-ITB 2014-2015 dan
2015-2016, Serta rekan-rekan kepengurusan ISMC X, suatu kehormatan besar
telah belajar, berjuang, dipimpin, dan memimpin bersama kalian semua.
“Merah sejati tak akan berhenti, HMT sampai mati” HMT HMT HMT !!!;
12. Teman-teman SMA penulis serta FTTM 2012 yang telah menceriakan hari-
hari penulis di luar kegiatan perkuliahan;
13. Serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu yang telah
membantu penulis, baik secara langsung maupun tidak langsung, dalam
penyelesaian Tugas Akhir dan perkuliahan di ITB.
Penulis menyadari bahwa Tugas Akhir ini tentunya tidak luput dari kekurangan
dan kesalahan, oleh karena itu penulis sangat terbuka untuk menerima kritik dan
saran yang membangun dari pembaca. Akhir kata, semoga Tugas Akhir ini dapat
bermanfaat bagi pihak-pihak yang membacanya.
Bandung, Juni 2016
Penulis
Adhytia Rian Pratama
vi
DAFTAR ISI
ABSTRAK ............................................................................................................... i
ABSTRACT ............................................................................................................ ii
KATA PENGANTAR ........................................................................................... iii
DAFTAR ISI .......................................................................................................... vi
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................... x
DAFTAR TABEL ................................................................................................ xvi
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang Penelitian ............................................................................... 1
1.2 Tujuan Penelitian ............................................................................................ 3
1.3 Batasan Penelitian .......................................................................................... 3
1.4 Tahapan Penelitian ......................................................................................... 3
1.5 Diagram Alir Penelitian .................................................................................. 6
1.6 Sistematika Penulisan ..................................................................................... 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................. 8
2.1 Konsep Mekanika Rekahan ............................................................................ 8
2.1.1 Konsep Kesetimbangan Energi Griffith Serta Modifikasinya .......... 10
2.1.2 Linear Elastic Fracture Mechanics .................................................. 12
2.1.3 Tipe Perpindahan Rekahan ............................................................... 13
2.1.4 Faktor Intensitas Tegangan ............................................................... 14
2.2 Fracture Toughness ...................................................................................... 15
2.2.1 Aplikasi dari Nilai Fracture Toughness ............................................ 15
2.2.1.1 Rekahan Hidrolik ............................................................... 15
2.2.1.2 Fragmentasi Batuan dengan Penggalian ............................ 16
2.2.1.3 Fragmentasi Batuan dengan Peledakan .............................. 16
2.2.2 Penentuan Nilai Fracture Toughness Rekahan Tipe I ...................... 17
2.3 Cracked Chevron Notched Semi-Circular Bend .......................................... 21
vii
2.4 Straight Notched Semi-Circular Bend .......................................................... 25
2.5 Uji Sifat Fisik Batuan ................................................................................... 29
2.6 Uji Sifat Mekanik Batuan ............................................................................. 33
2.6.1 Uji Kuat Tekan Uniaksial.................................................................. 34
2.6.1 Kuat Tekan Uniaksial ............................................................ 34
2.6.2 Modulus Young ..................................................................... 35
2.6.3 Nisbah Poisson ...................................................................... 40
2.6.2 Uji Kuat Tarik ................................................................................... 42
2.6.3 Uji Triaksial ...................................................................................... 44
2.7 Uji Sifat Dinamik Batuan ............................................................................. 47
2.7.1 Uji Cepat Rambat Gelombang Ultrasonik ........................................ 47
BAB III METODE PENELITIAN......................................................................... 51
3.1 Pengumpulan dan Preparasi Contoh Batuan ................................................ 51
3.1.1 Pengeboran Inti (Coring) .................................................................. 53
3.1.2 Pemotongan Contoh Batuan .............................................................. 54
3.1.3 Penghalusan Contoh Batuan ............................................................. 55
3.1.4 Preparasi Spesimen Cracked Chevron Notched Semi-Circular Bend
dan Straight Notched Semi-Circular Bend ......................................................... 56
3.2 Uji Sifat Fisik Batuan ................................................................................... 58
3.3 Uji Cepat Rambat Gelombang Ultrasonik .................................................... 61
3.4 Uji Kuat Tekan Uniaksial ............................................................................. 63
3.5 Uji Kuat Tarik Tak Langsung ....................................................................... 65
3.6 Uji Triaksial .................................................................................................. 66
3.7 Uji Three Point Bending Spesimen Straight Notched Semi-Circular Bend
dan Cracked Chevron Notched Semi-Circular Bend .......................................... 68
3.7.1 Peralatan Pengujian ........................................................................... 68
3.7.2 Persiapan dan Prosedur Pengujian .................................................... 69
BAB IV PENGOLAHAN DAN ANALISIS DATA ............................................. 70
4.1 Hasil Uji Sifat Fisik ...................................................................................... 70
4.2 Hasil Uji Cepat Rambat Gelombang Ultrasonik .......................................... 73
4.3 Hasil Uji Kuat Tekan Uniaksial ................................................................... 75
viii
4.4 Hasil Uji Kuat Tarik Tak Langsung ............................................................. 80
4.5 Hasil Uji Triaksial ........................................................................................ 82
4.6 Hasil Uji Fracture Toughness ...................................................................... 87
4.6.1 Uji Straight Notched Semi-Circular Bend ........................................ 88
4.6.1.1 Hasil Uji Andesit Spesimen Straight Notched Semi-
Circular Bend ........................................................................................ 88
4.6.1.2 Hasil Uji Batugamping Spesimen Straight Notched Semi-
Circular Bend ........................................................................................ 92
4.6.1.3 Hasil Uji Sampel Beton Spesimen Straight Notched Semi-
Circular Bend ........................................................................................ 94
4.6.2 Uji Cracked Chevron Notched Semi-Circular Bend ......................... 96
4.6.2.1 Hasil Uji Andesit Spesimen Cracked Chevron Notched
Semi-Circular Bend ............................................................................... 96
4.6.2.2 Hasil Uji Batugamping Spesimen Cracked Chevron
Notched Semi-Circular Bend ............................................................... 100
4.6.2.3 Hasil Uji Sampel Beton Spesimen Cracked Chevron
Notched Semi-Circular Bend ............................................................... 102
4.7 Analisis Hubungan Nilai Fracture Toughness Terhadap Sifat Fisik, Sifat
Dinamik dan Sifat Mekanik Batuan ................................................................. 104
4.7.1 Analisis Hubungan Uji Kuat Tekan Uniaksial Terhadap Nilai KIC 104
4.7.2 Analisis Hubungan Uji Kuat Tarik Terhadap Nilai KIC .................. 106
4.7.3 Analisis Hubungan Uji Sifat Dinamik Batuan Terhadap Nilai KIC 108
4.7.4 Analisis Hubungan Uji Sifat Fisik Batuan Terhadap Nilai KIC ...... 111
4.7.4.1 Korelasi Densitas Batuan Terhadap Nilai KIC ................. 111
4.7.4.2 Korelasi Porositas Batuan Terhadap Nilai KIC ................ 113
4.8 Analisis Perbandingan Nilai Fracture Toughness Rekahan Tipe I Spesimen
Straight Notched Semi-Circular Bend dan Cracked Chevron Notched Semi-
Circular Bend ................................................................................................... 115
4.9 Analisis Perbandingan Nilai Fracture Toughness Rekahan Tipe I antara
Spesimen Andesit, Batugamping, dan Beton ................................................... 120
4.10 Pemodelan Inisiasi dan Propagasi Rekahan Pada Uji Fracture Toughness
Menggunakan Software RS3 1.0 ...................................................................... 122
4.10.1 Inisiasi dan Propagasi Rekahan Spesimen Cracked Chevron
Notched Semi-Circular Bend ............................................................................ 124
ix
4.10.2 Inisiasi dan Propagasi Rekahan Spesimen Straight Notched Semi-
Circular Bend ................................................................................................... 129
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................... 135
5.1 Kesimpulan ................................................................................................. 135
5.2 Saran ........................................................................................................... 136
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ xviii
LAMPIRAN ......................................................................................................... xxi
x
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1. Diagram Alir Penelitian ...................................................................... 6
Gambar 2.1. Penamaan Sistem Rekahan .............................................................. 10
Gambar 2.2. Rentang Ukuran Rekahan ................................................................. 10
Gambar 2.3. Perkembangan Rekahan dan Zona Proses Rekahan (FPZ) Pada Kasus
Tegangan Tarik ...................................................................................................... 12
Gambar 2.4. Linear Elastik Fracture Toughness ................................................... 13
Gambar 2.5. Tipe Dasar Rekahan ......................................................................... 13
Gambar 2.6. Proses Mekanika Rekahan Pada Hydraulic Fracturing .................... 16
Gambar 2.7. Geometri dan Konfigurasi Pembebanan Spesimen Cracked Chevron
Notched Semi-Circular Bend ................................................................................. 21
Gambar 2.8. Geometri Spesimen Cracked Chevron Notched Semi-Circular Bend
................................................................................................................................ 21
Gambar 2.9. Pola Pertumbuhan Rekahan Pada Spesimen Cracked Chevron
Notched Semi-Circular Bend ................................................................................ 22
Gambar 2.10. Kurva Parameter Tak Berdimensi .................................................. 23
Gambar 2.11. Geometri Spesimen Straight Notched Semi-Circular Bend ........... 26
Gambar 2.12. Peralatan Yang Digunakan Dalam Straight Notched Semi-Circular
Bend ....................................................................................................................... 26
Gambar 2.13. Variasi Nilai Faktor Intensitas Tegangan Tak Berdimensi ............. 28
Gambar 2.14. Komposisi Batuan Secara Umum ................................................... 29
Gambar 2.15. Hukum Archimedes ........................................................................ 32
Gambar 2.16. Distribusi Tegangan Didalam Contoh Batuan Pada Uji Kuat Tekan
Uniaksial ................................................................................................................ 34
Gambar 2.17. Tipe Pecah Contoh Batuan Hasil Uji Kuat Tekan Uniaksial .......... 35
Gambar 2.18. Kurva Tegangan-Regangan Pada Uji Kuat Tekan Uniaksial .......... 37
Gambar 2.19. Penentuan Modulus Elastisitas Sekan ............................................. 38
Gambar 2.20. Penentuan Modulus Elastisitas Tangensial ..................................... 39
Gambar 2.21. Penentuan Modulus Elastisitas Rata-rata ........................................ 39
xi
Gambar 2.22. Perubahan Bentuk Contoh Batuan Pada Uji Kuat Tekan Uniaksial
................................................................................................................................ 40
Gambar 2.23. Model Brazilian Test ....................................................................... 43
Gambar 2.24. Kurva Kriteria Keruntuhan Mohr-Coulomb ................................... 45
Gambar 2.25. Sketsa Portable Unit Non-Destructive Digital Indicated Tester
(PUNDIT) .............................................................................................................. 47
Gambar 2.26. Perbandingan Ukuran Butir dan Ukuran Rongga Pada Batuan ...... 48
Gambar 3.1. Spesimen Batugamping ..................................................................... 52
Gambar 3.2. Spesimen Andesit .............................................................................. 52
Gambar 3.3. Spesimen Beton Dengan Komposisi 1:1 ........................................... 53
Gambar 3.4. Alat Bor Inti (Coring) ....................................................................... 53
Gambar 3.5. Proses Pengambilan Coring .............................................................. 54
Gambar 3.6. Alat Potong Batuan ........................................................................... 54
Gambar 3.7. Proses Pemotongan Batuan ............................................................... 55
Gambar 3.8. Alat Penghalus Contoh Batuan / Polishing Machine ........................ 55
Gambar 3.9. Alat Squareness Gauge ..................................................................... 55
Gambar 3.10. Waterpass ........................................................................................ 56
Gambar 3.11. Penghalusan Contoh Batuan............................................................ 56
Gambar 3.12. Mesin Potong .................................................................................. 57
Gambar 3.13. Proses Pembuatan Spesimen Fracture Toughness .......................... 57
Gambar 3.14. Mesin Gurinda Tangan .................................................................... 57
Gambar 3.15.Penjenuhan Sampel Batuan .............................................................. 58
Gambar 3.16. Pompa Vakum ................................................................................. 59
Gambar 3.17. Desikator ......................................................................................... 59
Gambar 3.18. Neraca.............................................................................................. 60
Gambar 3.19. Oven ................................................................................................ 60
Gambar 3.20. Wadah Berisi Air ............................................................................. 61
Gambar 3.21. Alat PUNDIT .................................................................................. 62
Gambar 3.22. Material Kalibrasi ............................................................................ 63
Gambar 3.23. Pembacaan Waktu Perambatan Gelombang Ultrasonik .................. 63
Gambar 3.24. Alat Kuat Tekan Servo Control Hung Ta Tipe HT-8391 ............... 64
xii
Gambar 3.25. Dial Gauge....................................................................................... 64
Gambar 3.26. Pengukuran Dimensi Contoh Batuan .............................................. 65
Gambar 3.27. Pembacaan Deformasi Aksial dan Lateral ..................................... 65
Gambar 3.28. Penempatan Batuan Uji Pada Sel Triaksial ..................................... 67
Gambar 3.29. Proses Pemompaan Oli Pada Sel Triaksial .................................... 68
Gambar 3.30. Alat Three Point Bending Pada Mesin Tekan ................................. 69
Gambar 4.1. Sampel Uji Sifat Fisik ....................................................................... 71
Gambar 4.2. Sampel Uji Sifat Dinamik ................................................................. 73
Gambar 4.3. Hasil Uji Kuat Tekan Uniaksial Andesit ........................................... 78
Gambar 4.4. Hasil Uji Kuat Tekan Uniaksial Batugamping .................................. 79
Gambar 4.5. Hasil Uji Kuat Tekan Uniaksial Sampel Beton ................................ 79
Gambar 4.6. Hasil Uji Kuat Tarik Tak Langsung .................................................. 80
Gambar 4.7. Kurva Mohr Coulomb Andesit .......................................................... 83
Gambar 4.8. Kurva Mohr Coulomb Batugamping................................................. 84
Gambar 4.9. Kurva Mohr Coulomb Sampel Beton ............................................... 85
Gambar 4.10. Hasil Uji Triaksial Andesit .............................................................. 86
Gambar 4.11. Hasil Uji Triaksial Batugamping .................................................... 86
Gambar 4.12. Hasil Uji Triaksial Sampel Beton.................................................... 86
Gambar 4.13. Spesimen CCNSCB dan SNSCB Andesit, Batugamping dan
Sampel Beton ......................................................................................................... 87
Gambar 4.14. Pengujian Three Point Bending Spesimen CCNSCB dan SNSCB
Andesit, Batugamping dan Sampel Beton ............................................................. 88
Gambar 4.15. Hasil Spesimen SNSCB Andesit Setelah Pengujian ....................... 91
Gambar 4.16. Hasil Spesimen SNSCB Batugamping Setelah Pengujian .............. 93
Gambar 4.17. Hasil Spesimen SNSCB Sampel Beton Setelah Pengujian ............ 95
Gambar 4.18. Hasil Spesimen CCNSCB Andesit Setelah Pengujian ................... 99
Gambar 4.19. Hasil Spesimen CCNSCB Batugamping Setelah Pengujian ........ 101
Gambar 4.20. Hasil Spesimen CCNSCB Sampel Beton Setelah Pengujian ....... 103
Gambar 4.21. Korelasi Fracture Toughness Spesimen CCNSCB Terhadap Nilai
Kuat Tekan Uniaksial ........................................................................................... 105
xiii
Gambar 4.22. Korelasi Fracture Toughness Spesimen SNSCB Terhadap Nilai
Kuat Tekan Uniaksial ........................................................................................... 105
Gambar 4.23. Korelasi Fracture Toughness Spesimen CCNSCB Terhadap Nilai
Kuat Tarik Tak Langsung .................................................................................... 107
Gambar 4.24. Korelasi Fracture Toughness Spesimen SNSCB Terhadap Nilai
Kuat Tarik Tak Langsung .................................................................................... 107
Gambar 4.25. Korelasi Fracture Toughness Spesimen CCNSCB Terhadap Nilai
Cepat Rambat Gelombang Ultrasonik ................................................................ 110
Gambar 4.26. Korelasi Fracture Toughness Spesimen SNSCB Terhadap Nilai
Cepat Rambat Gelombang Ultrasonik ................................................................ 110
Gambar 4.27. Korelasi Fracture Toughness Spesimen CCNSCB Terhadap
Densitas Natural Batuan ....................................................................................... 112
Gambar 4.28 Korelasi Fracture Toughness Spesimen SNSCB Terhadap Densitas
Natural Batuan ..................................................................................................... 112
Gambar 4.29. Korelasi Fracture Toughness Spesimen CCNSCB Terhadap
Porositas Batuan .................................................................................................. 114
Gambar 4.30 Korelasi Fracture Toughness Spesimen SNSCB Terhadap Porositas
Batuan ................................................................................................................. 114
Gambar 4.31. Kurva Parameter Tak Berdimensi ................................................ 116
Gambar 4.32. Hasil Fracture Toughness Spesimen SNSCB dan CCNSCB Andesit
.............................................................................................................................. 117
Gambar 4.33. Hasil Fracture Toughness Spesimen SNSCB dan CCNSCB
Batugamping ....................................................................................................... 118
Gambar 4.34. Hasil Fracture Toughness Spesimen SNSCB dan CCNSCB Sampel
Beton ................................................................................................................... 118
Gambar 4.35. Perbandingan Nilai Fraacture Toughness Spesimen Cracked
Chevron Notched Semi-Circular Bend dan Straight Notched Semi-Circular Bend
.............................................................................................................................. 119
Gambar 4.36. Perbandingan Nilai Fracture Toughness Metode CCNSCB antara
Spesimen Andesit, Batugamping, dan Beton ...................................................... 121
Gambar 4.37. Perbandingan Nilai Fracture Toughness Metode SNSCB antara
Spesimen Andesit, Batugamping, dan Beton ...................................................... 121
Gambar 4.38.Contoh Pembebanan Pada Model Spesimen CCNSCB dan SNSCB
.............................................................................................................................. 121
xiv
Gambar 4.39.Geometri Model Spesimen Cracked Chevron Notched Semi-
Circular Bend ...................................................................................................... 124
Gambar 4.40. Hasil Pembebanan 10.773 MPa Spesimen CCNSCB Andesit ..... 125
Gambar 4.41. Hasil Pembebanan 12.119 MPa Spesimen CCNSCB Andesit ..... 125
Gambar 4.42. Hasil Pembebanan 13.466 MPa Spesimen CCNSCB Andesit ..... 125
Gambar 4.43. Kurva Persentase Nilai Strength Factor <1 Terhadap Nilai
Pembebanan Spesimen CCNSCB Andesit .......................................................... 126
Gambar 4.44. Hasil Pembebanan 7.315 MPa Spesimen CCNSCB Batugamping
.............................................................................................................................. 126
Gambar 4.45. Hasil Pembebanan 8.027 MPa Spesimen CCNSCB Batugamping
.............................................................................................................................. 126
Gambar 4.46. Hasil Pembebanan 8.819 MPa Spesimen CCNSCB Batugamping
.............................................................................................................................. 127
Gambar 4.47. Kurva Persentase Nilai Strength Factor <1 Terhadap Nilai
Pembebanan Spesimen CCNSCB Batugamping ................................................. 127
Gambar 4.48. Hasil Pembebanan 2.450 MPa Spesimen CCNSCB Beton ......... 128
Gambar 4.49. Hasil Pembebanan 2.756 MPa Spesimen CCNSCB Beton .......... 128
Gambar 4.50. Hasil Pembebanan 3.062 MPa Spesimen CCNSCB Beton .......... 128
Gambar 4.51. Kurva Persentase Nilai Strength Factor <1 Terhadap Nilai
Pembebanan Spesimen CCNSCB Beton ............................................................. 129
Gambar 4.52 .Geometri Model Spesimen Straight Notched Semi-Circular Bend
.............................................................................................................................. 129
Gambar 4.53. Hasil Pembebanan 14.144 MPa Spesimen SNSCB Andesit ........ 130
Gambar 4.54. Hasil Pembebanan 15.192 MPa Spesimen SNSCB Andesit ........ 130
Gambar 4.55. Hasil Pembebanan 13.466 MPa Spesimen SNSCB Andesit ........ 130
Gambar 4.56. Kurva Persentase Nilai Strength Factor <1 Terhadap Nilai
Pembebanan Spesimen SNSCB Andesit .............................................................. 131
Gambar 4.57. Hasil Pembebanan 7.763 MPa Spesimen SNSCB Batugamping . 131
Gambar 4.58. Hasil Pembebanan 8.733 MPa Spesimen SNSCB Batugamping .. 132
Gambar 4.59. Hasil Pembebanan 9.704 MPa Spesimen SNSCB Batugamping .. 132
Gambar 4.60. Kurva Persentase Nilai Strength Factor <1 Terhadap Nilai
Pembebanan Spesimen SNSCB Batugamping..................................................... 133
xv
Gambar 4.61. Hasil Pembebanan 3.221 MPa Spesimen SNSCB Beton ............. 133
Gambar 4.62. Hasil Pembebanan 3.624 MPa Spesimen SNSCB Beton .............. 133
Gambar 4.63. Hasil Pembebanan 4.027 MPa Spesimen SNSCB Beton .............. 134
Gambar 4.64. Kurva Persentase Nilai Strength Factor <1 Terhadap Nilai
Pembebanan Spesimen SNSCB Beton................................................................. 134
xvi
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Parameter Tak Berdimensi Spesimen CCNBD Menurut Fowell (1995)
................................................................................................................................ 25
Tabel 2.2. Rekomendasi Kriteria Dimensi Spesimen Straight Notched Semi-
Circular Bend ......................................................................................................... 27
Tabel 2.3. Klasifikasi Kuat Tekan Menurut Berbagai Sumber .............................. 36
Tabel 2.4. Nisbah Poisson Batuan ......................................................................... 41
Tabel 2.5. Kategori Nisbah Poisson Batuan .......................................................... 42
Tabel 2.6. Klasifikasi Batuan Berdasarkan Nilai Brittleness Index ....................... 44
Tabel 2.7. Tipe Pecahan Batuan Akibat Pembebanan Triaksial ............................ 46
Tabel 4.1. Hasil Uji Sifat Fisik Andesit ................................................................. 71
Tabel 4.2. Hasil Uji Sifat Fisik Batugamping ........................................................ 71
Tabel 4.3. Hasil Uji Sifat Fisik Sampel Beton ....................................................... 72
Tabel 4.4. Hasil Uji Sifat Dinamik......................................................................... 74
Tabel 4.5. Hasil Uji Kuat Tekan Uniaksial ............................................................ 76
Tabel 4.6. Hasil Uji Kuat Tarik Tak Langsung ...................................................... 81
Tabel 4.7. Nilai Brittleness Index Batuan .............................................................. 81
Tabel 4.8. Hasil Uji Triaksial Andesit ................................................................... 83
Tabel 4.9. Hasil Uji Triaksial Batugamping .......................................................... 83
Tabel 4.10. Hasil Uji Triaksial Sampel Beton ....................................................... 84
Tabel 4.11. Geometri Spesimen SNSCB Andesit .................................................. 89
Tabel 4.12. Hasil Pengujian SNSCB Andesit ........................................................ 91
Tabel 4.13. Geometri Spesimen SNSCB Batugamping ......................................... 92
Tabel 4.14. Hasil Pengujian SNSCB Batugamping ............................................... 93
Tabel 4.15. Geometri Spesimen SNSCB Sampel Beton ....................................... 94
Tabel 4.16. Hasil Pengujian SNSCB Sampel Beton .............................................. 95
Tabel 4.17. Geometri Spesimen CCNSCB Andesit ............................................... 96
Tabel 4.18. Hasil Pengujian CCNSCB Andesit ..................................................... 99
xvii
Tabel 4.19. Geometri Spesimen CCNSCB Batugamping .................................... 100
Tabel 4.20. Hasil Pengujian CCNSCB Batugamping .......................................... 101
Tabel 4.21. Geometri Spesimen CCNSCB Sampel Beton ................................... 102
Tabel 4.22. Hasil Pengujian CCNSCB Sampel Beton ......................................... 103
Tabel 4.23. Hasil Uji Kuat Tekan Uniaksial dan KIC Spesimen CCNSCB dan
SNSCB ................................................................................................................. 104
Tabel 4.24. Hasil Uji Kuat Tarik Tak Langsung dan KIC Spesimen CCNSCB dan
SNSCB ................................................................................................................ 106
Tabel 4.25. Hasil Uji Sifat Dinamik dan KIC Spesimen CCNSCB dan SNSCB . 109
Tabel 4.26. Hasil Densitas Natural dan KIC Spesimen CCNSCB dan SNSCB .. 111
Tabel 4.27. Hasil Porositas dan KIC Spesimen CCNSCB dan SNSCB ............... 113
Tabel 4.28. Perbandingan Nilai Fracture Toughness Spesimen CCNSCB dan
SNSCB Setiap Contoh Batuan ............................................................................ 119
Tabel 4.29. Perbandingan Nilai Gaya Maksimum Spesimen CCNSCB dan
SNSCB Setiap Contoh Batuan ............................................................................ 120
Tabel 4.30. Properti Material pada Andesit, Batugamping dan Beton ............... 122
Tabel 4.31. Pembebanan Yang Diberikan Pada Model Cracked Chevron Notched
Semi-Circular Bend ............................................................................................. 124
Tabel 4.32. Persentase Nilai Strength Factor<1 Spesimen CCNSCB Andesit .. 125
Tabel 4.33. Persentase Nilai Strength Factor<1 Spesimen CCNSCB Batugamping
.............................................................................................................................. 127
Tabel 4.34. Persentase Nilai Strength Factor<1 Spesimen CCNSCB Beton ..... 128
Tabel 4.35. Pembebanan Yang Diberikan Pada Model Straight Notched Semi-
Circular Bend ...................................................................................................... 130
Tabel 4.36. Persentase Nilai Strength Factor<1 Spesimen SNSCB Andesit ..... 131
Tabel 4.37. Persentase Nilai Strength Factor<1 Spesimen SNSCB Batugamping
.............................................................................................................................. 132
Tabel 4.38. Persentase Nilai Strength Factor<1 Spesimen SNSCB Beton ........ 134
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Penelitian
Dunia pertambangan selalu dihadapkan pada permasalahan mengenai batuan.
Kekuatan batuan sendiri sangat dipengaruhi oleh rekahan mikro (micro-fractures),
adanya rekahan awal (pre-existing cracks) maupun kondisi anisotropi batuan yang
berhubungan dengan kondisi bidang diskontinu, sifat inhomogen serta perbedaan
ukuran atau bentuk dan orientasi dari partikel batuan. Rekahan merupakan
struktur geologi yang umum ditemukan dalam massa batuan. Rekahan yang
mengalami pertumbuhan akan menyebabkan terbaginya struktur massif batuan
menjadi beberapa bagian. Pertumbuhan rekahan ini dapat disebabkan oleh
beberapa faktor, seperti aktivitas tektonik maupun kegiatan pemboran, penggalian
dan peledakan. Oleh karena itu dicarilah estimasi perilaku rekahan dengan
dipelajarinya mekanika rekahan batuan.
Mekanika rekahan batuan merupakan ilmu pengetahuan dalam menggambarkan
bagaimana suatu rekahan dapat terjadi dan terpropagasi selama dilakukannya
pembebanan pada material seperti batuan. Konsep mekanika rekahan batuan
menggunakan asumsi linear elastic fracture mechanic bahwa material
diasumsikan isotropik dan elastik linear. Isotropik dan elastik linear maksudnya
adalah karakteristik material sama di setiap arah dan hanya memiliki dua tetapan
elastik yakni modulus elastisitas (E) dan Poisson’s ratio (v).
Parameter mendasar dalam mekanika rekahan disebut fracture toughness yang
menunjukkan ketahanan material untuk retak. Nilai fracture toughness merupakan
nilai kritis dari faktor intensitas tegangan (Stress Intensity Factor (SIF)), dimana
(SIF) yang menyatakan besarnya tegangan disekitar ujung rekahan akibat adanya
gaya yang bekerja. Ketika faktor intensitas tegangan melebihi dari nilai kritisnya
(fracture toughness) maka diasumsikan pertumbuhan rekahan akan terjadi (ISRM,
2
1988). (SIF) secara umum dinyatakan sebagai KI,KII, dan KIII yang diperkenalkan
sesuai 3 jenis tipe dasar rekahan, yaitu : tipe I sebagai tipe bukaan atau tipe
tarikan, tipe II sebagai tipe geser, dan tipe III sebagai tipe sobek ( Irwin,1958 ).
Dari ketiga mode rekahan tersebut, tipe I sejauh ini masih dianggap penting
utamanya untuk kasus praktik karena paling sederhana dan mudah untuk
dianalisis. Hal ini menyebabkan penelitian di bidang mekanika rekahan lebih
difokuskan pada tipe I, meskipun dalam beberapa kasus terjadi di dua tipe dasar
rekahan lainnya dan tipe campuran.
Terdapat beberapa metode dalam penentuan tipe I fracture toughness batuan.
ISRM (International Society for Rock Mechanics) mengeluarkan 4 spesimen
standar untuk pengujian fracture toughness tipe I, yaitu : Short Rod (SR)
(Ouchterlony, 1988), Chevron Bend (CB) (Ouchterlony, 1988), Cracked Chevron
Notched Brazilian Disc (CCNBD) (Xu dan Fowell, 1994 ; Fowell, 1995 ; Wang et
al, 2003 ; Iqbal dan Mohanty, 2006,2007 ; Dai et al. 2010,2015) serta Straight
Notched Semi Circular Bend (SNSCB) (Dai et al, 2010; Zhou et al, 2012; Dai dan
Xia, 2013; Kuruppu et al, 2014). Dalam pengujiannya, nilai fracture toughness
dari 4 metode tersebut memiliki hasil yang berbeda meskipun dilakukan untuk
tipe batuan yang sama, sehingga diperkenalkan metode-metode lain dalam
mengestimasi nilai fracture toughness tipe rekahan I dari batuan salah satunya
adalah Cracked Chevron Notched Semi-Circular Bend (CCNSCB) (Kuruppu,
1997 ; Chang et al, 2002 ; Dai et al, 2011 ; Wei et al, 2015). Metode tersebut
merupakan perpaduan dari metode yang telah dikenalkan oleh ISRM yaitu metode
CCNBD dan SNSCB. Metode CCNSCB dan SNSCB memiliki kelebihan
dibanding metode lain yaitu dalam hal kemudahan preparasi sampel dan
kemudahan dalam pengukuran uji dinamika rekahan karena ukuran sampel yang
lebih kecil (Zhou et al, 2012 ; Xu et al, 2015). Tujuan dari Tugas Akhir ini adalah
untuk membandingkan nilai fracture toughness rekahan tipe I melalui metode
Cracked Chevron Notched Semi-Circular Bend dan metode Straight Notched
Semi-Circular Bend.
3
1.2 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dilakukannya penelitian ini antara lain :
1. Mempelajari dan mendapatkan estimasi nilai fracture toughness
rekahan tipe I dengan menggunakan metode Cracked Chevron Notched
Semi-Circular Bend dan Straight Notched Semi-Circular Bend dan
menentukan hubungannya dengan sifat fisik, sifat dinamik dan sifat
mekanik spesimen batuan uji.
2. Membandingkan nilai fracture toughness rekahan tipe I yang diperoleh
dari spesimen Cracked Chevron Notched Semi-Circular Bend dan
Straight Notched Semi-Circular Bend.
3. Membandingkan nilai fracture toughness rekahan tipe I dari spesimen
andesit, batugamping, dan sampel beton.
1.3 Batasan Penelitian
Penelitian ini menggunakan beberapa batasan, yaitu :
1. Contoh batuan uji diasumsikan linear, homogen dan isotropik.
2. Sampel pengujian fracture toughness memiliki diameter sebesar 45mm.
3. Input data sifat fisik, sifat dinamik dan sifat mekanik batuan yang diperoleh
dari uji sifat fisik, sifat dinamik dan sifat mekanik di laboratorium.
4. Input data fracture toughness rekahan tipe I yang diperoleh dari uji Cracked
Chevron Notched Semi-Circular Bend dan Straight Notched Semi-Circular
Bend.
1.4 Tahapan Penelitian
Berikut ini adalah tahap keberjalanan dari penelitian yang dilakukan :
1. Studi Literatur
Mencari beberapa literatur terkait pengujian fracture toughness batuan
rekahan tipe I melalui buku-buku referensi, jurnal, dan penelitian-penelitian
terdahulu.
2. Preparasi alat dan spesimen
4
Pengambilan sampel batuan (andesit, dan batugamping)
Pembuatan sampel beton dengan perbandingan 1:1
Preparasi spesimen batu untuk uji sifat fisik dan mekanik.
Preparasi spesimen batu untuk uji Cracked Chevron Notched Semi-
Circular Bend dan Straight Notched Semi-Circular Bend
Persiapan peralatan uji sifat fisik (timbangan, desikator, dan oven), uji sifat
mekanik (mesin kuat tekan uniaksial, sel uji triaksial), uji sifat dinamik
(PUNDIT).
Persiapan peralatan uji Cracked Chevron Notched Semi-Circular Bend
(mesin kuat tekan uniaksial dan alat three point bending) dan uji Straight
Notched Semi-Circular Bend (mesin kuat tekan uniaksial dan alat three point
bending).
3. Pengujian di Laboratorium
Mengukur parameter-parameter uji sifat fisik yang meliputi berat natural,
berat jenuh, berat gantung, dan berat kering.
Mengukur besarnya tegangan dan deformasi yang terjadi pada uji kuat
tekan uniaksial, uji kuat tarik tak langsung (Brazillian), dan uji triaksial, serta
mengukur cepat rambat gelombang ultrasonik pada spesimen batuan.
Mengukur besarnya tegangan yang diberikan pada andesit, batugamping,
dan sampel beton hingga mengalami rekahan pada uji Cracked Chevron
Notched Semi-Circular Bend dan Straight Notched Semi-Circular Bend
4. Pengolahan Data
Menghitung parameter-parameter uji sifat fisik yang meliputi natural
density, dry density, saturated density, apparent specific gravity, true specific
gravity, natural water content, saturated water content, degree of saturation,
porositas, dan void ratio.
Menghitung parameter-parameter uji sifat mekanik yang meliputi kuat
tekan, kuat tarik, kohesi, sudut geser dalam, Modulus Young, dan Poisson’s
ratio
5
Menghitung parameter uji sifat dinamik batuan yaitu cepat rambat
gelombang ultrasonik.
Menghitung nilai fracture toughness rekahan tipe I spesimen andesit,
batugamping, dan sampel beton hasil uji Cracked Chevron Notched Semi-
Circular Bend dan Straight Notched Semi-Circular Bend.
5. Analisis Data
Estimasi nilai fracture toughness rekahan tipe I yang telah diperoleh dari
masing-masing uji Cracked Chevron Notched Semi-Circular Bend dan
Straight Notched Semi-Circular Bend yang akan dibandingkan dan dianalisis
korelasinya dengan berbagai parameter sifat fisik, sifat dinamik dan sifat
mekanik pada jenis batuan yang berbeda. Selain itu dianalisis pula proses
inisiasi dan propagasi rekahan yang terjadi pada dua spesimen tersebut
menggunakan pemodelan numerik software RS3 1.0.
6. Kesimpulan dan Saran
Menarik kesimpulan dari penelitian yang telah dilakukan serta memberikan
saran agar penelitian kedepannya dapat lebih baik lagi.
6
1.5 Diagram Alir Penelitian
Gambar 1.1 Diagram Alir Penelitian
Analisis
1. Menentukan hubungan antara nilai fracture toughness rekahan tipe I metode Cracked Chevron Notched Semi-
Circular Bend dan Straight Notched Semi-Circular Bend terhadap sifat fisik, dinamik dan mekanik batuan.
2. Perbandingan nilai fracture toughness spesimen Cracked Chevron Notched Semi-Circular Bend terhadap
spesimen Straight Notched Semi-Circular Bend
3. Perbandingan nilai fracture toughness mode rekahan I dari spesimen andesit, batugamping dan sampel beton.
4. Pemodelan inisiasi dan propagasi rekahan berdasarkan hasil pengujian fracture toughness
Kesimpulan dan Saran
1. KI CCNSCB
2. KI SNSCB
*untuk setiap jenis
batuan
1. Kuat Tekan
2. Modulus Young
3. Nisbah Poisson
4. Kuat Tarik
5. Sudut Geser
Dalam
6. Kohesi
1. Berat Jenis
2. Bobot Isi
3. Kadar Air
4. Porositas
5. Angka Pori
6. Derajat
Kejenuhan
1. Cepat Rambat Gelombang
Ultrasonik
Model inisiasi
dan propagasi
rekahan fracture
toughness
Uji Fracture Toughness
1. Cracked Chevron Notched
Semi-Circular Bend
2. Straight Notched Semi-
Circular Bend
Uji Sifat Mekanik
1. Uji UCS
2. Uji Brazilian
3. Uji Triaksial
Uji Sifat Fisik
Pengukuran berat natural
(Wn), berat jenuh (Ww),
berat gantung (Ws) dan
berat kering (Wo)
Uji Sifat Dinamik
1. Uji Cepat Rambat
Gelombang
Ultrasonik
Pemodelan
Fracture Toughness
Menggunakan
software RS3 1.0
Pengujian dan Pemodelan di
Laboratorium
Pengambilan dan Preparasi Spesimen Uji
1. Pengambilan Sampel Andesit, dan Batugamping
2. Pembuatan Sampel Beton dengan Perbandingan 1:1
3. Preparasi Andesit, Batugamping, dan Sampel Beton untuk : Uji Sifat Fisik, Uji
UCS, Uji Brazilian, Uji Triaksial, dan Uji Fracture Toughness
Persiapan Alat
1. Persiapan alat three point
bending pada mesin tekan
Perumusan Masalah
Estimasi nilai fracture toughness rekahan tipe I dengan menggunakan metode yang berbeda
Perbandingan nilai fracture toughness pada spesimen uji yang berbeda.
Perbandingan nilai fracture toughness pada batuan uji yang berbeda.
Studi Literatur
Latar Belakang
Nilai fracture toughness dapat ditentukan dengan menggunakan empat macam metode yang telah ditetapkan
oleh ISRM. Namun metode-metode tersebut memiliki hasil yang berbeda pada batuan uji yang sama,
sehingga diperkenalkan metode baru diluar ISRM seperti Cracked Chevron Notched Semi-Circular Bend.
7
1.6 Sistematika Penulisan
Isi laporan tugas akhir berisi lima bab yang akan dijabarkan secara singkat melalui
penjelasan di bawah ini.
1. Bab I Pendahuluan, menjelaskan latarbelakang yang mendasari penelitian,
tujuan, ruanglingkup atau batasan penelitian, metode dan diagram alir
penelitian, serta sistematika penulisan laporan.
2. Bab II Tinjauan Pustaka, menjelaskan teori-teori yang berkaitan dan
mendukung pengerjaan penelitian.
3. Bab III Metodologi Penelitian, menjelaskan metode dan urutan kerja yang
digunakan dalam pengerjaan penelitian.
4. Bab IV Pengolahan dan Analisis Data, memaparkan hasil pengolahan data
dan analisisnya yang diperoleh dari pengujian yang dilakukan di
laboratorium serta analisa melalui pemodelan numerik.
5. Bab V Penutup, memaparkan kesimpulan yang diperoleh dari pengerjaan
penelitian serta saran untuk penelitian selanjutnya.
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Mekanika Rekahan
Konsep mekanika rekahan pertama kali diperkenalkan oleh Leonardo da Vinci
yang memberikan beberapa petunjuk penyebab terjadinya rekahan. Dia
melakukan pengukuran terhadap kekuatan besi dan mendapatkan kesimpulan
bahwa kekuatan bervariasi terbalik terhadap panjang kawat. Namun hasil tersebut
masih berupa pernyataan kualitatif.
Pada tahun 1913, Inglis menyatakan bahwa suatu material kaca berbentuk elips
akan meregang apabila pada kedua ujungnya ditarik bersamaan. Dia menemukan
suatu titik disaat material tersebut mengalami tegangan terbesar, yakni disaat
material kaca tersebut retak. Kemudian dia mencoba hal yang sama pada material
kaca yang tidak berbentuk elips. Material tersebut ditarik pada kedua ujungnya
hingga retak. Dia menyimpulkan bahwa hal terpenting pada retakan kaca tersebut
adalah panjang retakan pada arah tegak lurus terhadap arah pembebanan. Inglis
adalah orang pertama yang mampu menyingkap hubungan antara pembebanan
dengan rekahannya.
Pada tahun 1921,Griffith yang merupakan seorang insinyur teknik penerbangan
berkebangsaan Inggris, mengeluarkan hubungan kuantitatif antara tegangan
rekahan dan ukuran kerusakan berdasarkan analisis lubang elips yang dilakukan
oleh Inglis (1913) terhadap ketidakstabilan pertumbuhan rekahan. Griffith
menggunakan terori termodinamika 1 untuk memformulasikan sebuah teori
rekahan berdasarkan kesetimbangan energi sederhana. Dia menguji kekuatan
kawat besi dengan menggunakan dua buah kawat besi dengan jenis dan ukuran
yang sama. Salah satu kawat besi diberi goresan-goresan, sedangkan yang lainnya
dibiarkan tidak diberi goresan. Dia menarik masing-masing kawat besi hingga
9
mengalami deformasi pertambahan panjang. Hasil percobannya menunjukkan
bahwa kawat besi dengan goresan memiliki kekuatan empat kali lebih kecil
daripada kawat besi yang dibiarkan tanpa goresan.
Griffith menyatakan bahwa jika suatu rekahan tidak memiliki cukup energi untuk
membentuk permukaan rekahan yang baru, maka rekahan tersebut akan
terpropagasi. Namun pendekatan Griffith tidak cocok dalam aplikasi teknik dan
hanya sukses pada material getas dimana tidak terdapat deformasi plastis.
Pada 1957, seorang professor Universitas Length, Irwin, melanjutkan penelitian
Griffith dengan mempertimbangkan material ductile. Dia mengembangkan konsep
laju pelepasan energi, yang dinyatakan dengan notasi G. G mendefinisikan laju
dari potensi perubahan energi di sekitar area rekahan pada material linear elastis.
Ketika nilai G mencapai nilai kritisnya, Gc, rekahan akan terpropagasi. Kemudian
beberapa ilmuan mengganti nilai G dengan simbol K, yang merupakan faktor
intensitas tegangan. Konsep ini berhubungan dengan konsep Griffith namun
dalam penerapannya lebih berguna untuk memecahkan masalah yang berkaitan
dengan aplikasi teknik.
Sekitar Tahun 1960, ilmuwan mulai fokus mempelajari plastisitas pada ujung
rekahan setalah aspek-aspek fundamental mekanika rekahan dipopulerkan
sebelumnya. Pada periode ini beberapa ilmuwan mengembangkan analisis
mengenai penyebab terjadi pelengkungan pada ujung rekahan. Di Amerika, Rice
(1968) memodelkan deformasi plastis sebagai sifat elastik non-linear dan
mengembangkan laju energi yang diberikan pada material tersebut. Dia
menemukan suatu integrasi yang dikenal dengan J-Integral dalam memperkirakan
laju energi yang dilepaskan. Begitupun di Eropa, seorang ilmuan bernama Wells
menemukan bahwa permukaan rekahan akanmengembang sebelum akhirnya
hancur. Dari percobaannya itu, dia mengusulkan Crack Tip Opening
Displacement sebagai kriteria kehancuran.
10
2.1.1 Konsep Kesetimbangan Energi Griffith Serta Modifikasinya
Konsep kesetimbangan energi berawal dari postulat Griffith (1921) yang
mengatakan bahwa terdapat cacat submikroskopik pada setiap material getas yang
merupakan permulaan dari rekahan mikro dan akan merambat untuk membentuk
rekahan makro yang kemudian membuat material tersebut runtuh. Secara umum
rekahan dapat dibedakan menjadi tiga jenis yaitu rekahan mikro, rekahan meso
dan rekahan makro (Gambar 2.1). Perbedaan mendasar dari ketiga jenis ini adalah
dari segi ukuran. Rekahan mikro berukuran sekitar 1-104
mikron, kemudian
kumpulan dari rekahan mikro akan membentuk suatu rekahan meso yang
berukuran sekitar ratusan mikron hingga beberapa millimeter, dan terakhir akan
terbentuk rekahan makro yang berukuran beberapa millimeter hingga beberapa
desimeter (Gambar 2.2).
Gambar 2.1 Penamaan Sistem Rekahan (Liu dkk., 2000 dalam Kazerani, Tohid.,
2011)
Gambar 2.2 Rentang Ukuran Rekahan (Pollard dan Aydin, 1988 dalam Kazerani,
Tohid., 2011)
Rekahan cabang Rekahan Makro
Rekahan mikro Rekahan meso
11
Pada ujung rekahan, konsentrasi tegangan menyebabkan kenaikan tegangan secara
lokal hingga lebih besar dari tegangan yang cukup untuk memutus ikatan antar
atom. Kondisi ini memungkinkan terjadinya inisiasi rekahan. Namun inisiasi
rekahan tidak akan terjadi jika energi yang dibutuhkan tidak melebihi energi untuk
menahan inisiasi rekahan yang berasal dari kekuatan kohesi molekular (Whittaker
dkk., 1992). Sehingga ada dua syarat yang harus dipenuhi untuk menyebabkan
terjadinya inisiasi rekahan yaitu :
1. Kecukupan Tegangan.
Tegangan yang bekerja harus melebihi kekuatan kohesi molecular,
yang dapat dicapai dengan konsentrasi tegangan akibat adanya
cacat submikroskopik.
2. Kecukupan Energi
Adanya energi potensial yang melebihi energi untuk menahan
inisiasi rekahan (dalam hal ini energi permukaan)., yang dapat
dicapai dengan meningkatkan gaya luar.
Teori Griffith telah mampu memberikan perhitungan numerik dalam penentuan
pertumbuhan rekahan, namun hal ini hanya fokus pada perubahan energi
pertumbuhan rekahan dan mengabaikan proses detail rekahan pada ujung rekahan.
Kesetimbangan energi Griffith dinyatakan valid untuk material dengan sedikit
deformasi plastis disekitar ujung rekahan. Namun, pada geomaterial seperti batuan
dan beton, zona plastis muncul dalam bentuk lain yang biasa disebut zona proses
rekah mikro (Fracture Process Zone (FPZ)). FPZ didefinisikan sebagai zona
disekitar ujung rekahan dimana terdapat kumpulan rekahan mikro yang akan
membentuk rekahan utama. Oleh karena itu beberapa ilmuwan seperti Irwin
(1957) menyarankan sedikit memodifikasi formulasi awal dengan mengambil
sebagian kecil skala yang memiliki sifat plastis (merupakan bagian Linear Elastic
Fracture Mechanics atau LEFM) di area sekitar ujung rekahan dan menyarankan
analisis tentang batuan getas dapat dimodifikasi dan diaplikasikan pada batuan
sedikit plastis.
12
Gambar 2.3 Perkembangan Rekahan dan Zona Proses Rekahan (FPZ) Pada Kasus
Tegangan Tarik (Hoagland et al., 1973 dan Whittaker et al., 1992 dalam Kazerani,
Tohid., 2011)
2.1.2 Linear Elastic Fracture Mechanics
Linear Elastic Fracture Mechanics mengasumsikan bahwa material memiliki sifat
isotropik dan elastik linear. Maksudnya karakter material sama pada setiap arah
dan memiliki dua tetapan yaitu modulus elastisitas (E) dan Poisson’s ratio (v)
(Gambar 2.4). Beberapa kondisi rekahan menunjukkan hubungan linear antara
tegangan dengan regangan hingga titik terjadinya keruntuhan. Dalam kasus
v
13
tersebut Linear Elastic Fracture Mechanics dapat diterapkan hingga pada titik
keruntuhan. Terkadang deformasi plastis terjadi sebelum terbentuknya rekahan,
untuk peristiwa ini konsep Elastic Plastic Fracture Mechanics harus digunakan.
Gambar 2.4 Linear Elastik Fracture Mechanics
2.1.3 Tipe Perpindahan Rekahan
Umumnya, ujung rekahan pada material getas yang bersifat linear dan elastik
(LEFM) dapat dihadapkan pada tegangan normal (σn), tegangan geser pada bidang
(τi), tegangan geser diluar bidang (τ0), maupun kombinasinya. Konfigurasi
tegangan yang berbeda pada ujung rekahan akan menyebabkan perbedaan mode
dari perpindahan permukaan pada ujung rekahan. Konfigurasi tegangan tunggal
yang telah disebutkan akan membentuk tiga tipe dasar rekahan yaitu : rekahan tipe
I, rekahan tipe II, dan rekahan tipe III (Gambar 2.5).
Gambar 2.5 Tipe Dasar Rekahan (Irwin,1958 dalam Het, K.,2008)
14
Rekahan tipe I biasa disebut sebagai tipe bukaan atau tipe tarikan. Dikatakan
demikian karena ujung rekahan dihadapkan pada gaya normal (σ) sehingga muka
rekahan terpisah secara simetris dan perpindahan dari muka rekahan tegak lurus
terhadap bidang rekahan (Persamaan 2.1) (Backers, 2004).
σ K 0 ; τi = τ0 = 0 (2.1)
Rekahan tipe II biasa disebut tipe geser, dimana ujung rekahan dihadapkan pada
gaya geser pada bidang (τi ) dan muka rekahan akan bergeser menjauhi satu sama
lain sehingga perpindahan dari muka rekahan akan berada pada bidang rekahan
dan tegak lurus dengan bagian depan rekahan (Persamaan 2.2) (Backers, 2004).
τi K0 ; σ = τ0 = 0 (2.2)
Rekahan tipe III biasa disebut tipe sobek. Pada kasus ini, ujung rekahan
dihadapkan dengan gaya geser di luar bidang (τ0) yang menyebabkan muka
rekahan akan bergerak saling menjauhi sehingga perpindahan dari muka rekahan
masih dalam bidang rekahan namun sejajar dengan bagian depan rekahan
(Persamaan 2.3) (Backers, 2004).
τ0 K0 ; σ = τi = 0 (2.3)
Kombinasi dari dua ataupun tiga tipe dasar rekahan akan membentuk tipe
campuran (mix-mode).
2.1.4 Faktor Intensitas Tegangan
Faktor intensitas tegangan, K, merupakan nilai dari tegangan lokal disekitar
rekahan. Faktor ini bergantung pada pembebanan, ukuran rekahan, bentuk
rekahan, dan geometri material. Nilai yang dicari adalah tegangan maksimum
disekitar rekahan ketika melampaui nilai fracture toughness. Jika nilai K melebihi
fracture toughness, maka terjadi inisiasi dan propagasi rekahan.
15
2.2 Fracture Toughness
Fracture toughness merupakan nilai kritis dari faktor intensitas tegangan yang
dapat didefinisikan sebagai kemampuan material untuk menahan inisiasi dan
propagasi rekahan. Fracture toughness biasa disimbolkan dengan Kkc dimana
huruf k dapat disubtitusikan dengan I, II, atau III yang menunjukkan tipe rekahan
saat dilakukan pengujian. Sedangkan huruf c merepresentasikan bahwa fracture
toughness merupakan nilai kritis dari K (faktor intensitas tegangan).
Dimensi Kkc diberikan pada persamaan 2.4 :
𝑫𝒊𝒎 𝑲𝒄 = 𝑭𝒐𝒓𝒄𝒆
𝑳𝒆𝒏𝒈𝒕𝒉𝟐 𝑳𝒆𝒏𝒈𝒕𝒉 = 𝑷𝑳−𝟑
𝟐 = 𝑺𝒕𝒓𝒆𝒔𝒔 𝒙 𝑳𝒆𝒏𝒈𝒕𝒉 = 𝑷𝒂 𝒎 (2.4)
Hubungan antara faktor intensitas tegangan, laju pembebanan dan geometri
spesimen menghasilkan metode yang umum digunakan untuk melakukan
pengukuran fracture toughness.
2.2.1 Aplikasi dari Nilai Fracture Toughness
Sebagai properti material, fracture toughness tentunya memiliki beberapa
kegunaan, salah satu diantaranya yaitu pada rekahan hidraulik.
2.2.1.1 Rekahan Hidrolik
Rekahan hidrolik adalah sebuah teknik yang diaplikasikan untuk membuat
sebuah rekahan yang dirambatkan dari lubang bor ke blok batuan. Pada
sistem ini sebuah fluida dipompakan kedalam lubang bor, hingga tekanan
dari fluida mencapai batas terbentuknya rekahan batuan maka peristiwa
inilah yang disebut sebagai rekahan hidrolik (Gambar 2.6)
16
Gambar 2.6 Proses Mekanika Rekahan Pada Hydraulic Fracturing
(climatecolab.org, 2016)
Metode ini biasanya digunakan untuk meningkatkan laju produksi dari air,
minyak, dan gas bumi dari formasi reservoar. Di dunia pertambangan
teknik rekahan hidrolik dapat digunakan pada pembukaan muka
terowongan tambang bawah tanah. Kegunaan niai fracture toughness pada
rekahan hidraulik adalah untuk mengestimasi seberapa besar massa total
fluida yang harus diinjeksikan ke dalam rekahan serta mengestimasi
seberapa besar panjang rekahan yang terbentuk akibat perambatan fluida
yang dipompakan pada batuan.
2.2.1.2 Fragmentasi Batuan dengan Penggalian
Kegunaan nilai fracture toughness pada fragmentasi batuan dengan
penggalian adalah untuk memprediksi besarnya gaya potong yang
diperlukan selama proses penggalian (Fc) melalui gigi gali drag pick pada
dua kondisi mode yang berbeda yaitu tipe A dan tipe B (Deliac,1988
dalam Whittaker, B.N, 1992).
2.2.1.2 Fragmentasi Batuan dengan Peledakan
Nilai fracture toughness dapat digunakan untuk memprediksi jumlah
rekahan yang berasal dari dinding lubang tembak (Grady,1982 dalam
Whittaker, B.N, 1992). Selain itu nilai fracture toughness juga dapat
digunakan untuk memprediksi ukuran fragmen yang tercipta berdasarkan
energy regangan dan kesetimbangan energi rekahan permukaan.
17
2.2.2 Penentuan Nilai Fracture Toughness Tipe Rekahan Mode 1
Untuk menentukan nilai faktor intensitas tegangan kritis pada tipe rekahan yang
berbeda yaitu KI, KII dan KIII, berbagai macam metode percobaan laboratorium
telah dikembangkan. Mayoritas metode tersebut dikembangkan untuk menganalisi
mode rekahan I. ISRM (International Society of Rock Mechanics) telah
mengeluarkan 4 (empat) metode standar yang dapat digunakan untuk
mengestimasi nilai fracture toughness (Backers, 2004).
1. Estimasi fracture toughness dengan spesimen Short Rod
2. Estimasi fracture toughness dengan spesimen Chevron Bend
3. Estimasi fracture toughness dengan spesimen Cracked Chevron Notched
Brazilian Disc
4. Estimasi fracture toughness dengan spesimen Semi Circular Bend
2 1
3 4
18
Meskipun keempat metode tersebut sudah diusulkan oleh ISRM, namun nilai
fracture toughness yang dihasilkannya berbeda-beda. Faktor utama yang diduga
menyebabkan hal tersebut antara lain, pengaruh dari ukuran spesimen, geometri
spesimen, serta sifat anisotropi pada batuan. Oleh karena itu terus dikembangkan
metode baru guna mendapatkan hasil fracture toughness yang sesuai. Secara
umum metode-metode yang dikembangkan dapat dibedakan menjadi tiga jenis
berdasarkan bentuk spesimennya yaitu grup I spesimen berbentuk silinder, grup II
spesimen berbentuk disk, dan grup III spesimen berbentuk setengah disk
(Alkilicgil, C., 2010). Beberapa metode penentuan fracture toughness yang telah
dikembangkan diluar metode ISRM dapat digambarkan sebagai berikut :
1. Single Edge Notched Beam (ASTM)
2. Straight Edge Cracked Round Bar Bending Method (Ouchterlony,
1982)
3. Double Cantilever Beam (ISO, 2001)
4. Compact Tension (ASTM,2000)
5. Double Torsion Test ( Henry , 1977)
6. Burst Test Specimen (Johnson, 1973)
7. Semi Circle Specimen (Chong, 1984)
8. Direct Indentantion Method
9. Modified Ring Test (Thiercelin & Roegiers, 1986)
10. Brazilian Disc Specimen (Guo et al, 1993)
11. Radial Crack Ring Specimen ( Shiryaev & Kotkis, 1982)
12. Flattened Brazilian Disc Method (Wang and Xing, 1999)
13. Chevron Notched Semi-Circular Bending Method (Kuruppu, 1997)
14. Diametral Compression Test (Szendi-Horvath, 1980)
19
1 2
3 4
5 6
7 8
20
9 10
11 12
13 14
21
2.3 Cracked Chevron Notched Semi-Circular Bend
Cracked Chevron Notched Semi-Circular Bend pertama kali diperkenalkan oleh
Kuruppu (1997). Dia melakukan pemodelan elemen hingga 3D untuk
mendapatkan faktor intensitas tegangan pada ujung rekahan spesimen CCNSCB
sebagai fungsi panjang rekahan. Pada metode ini dibuat sebuah rekahan awal pada
bagian tengah sampel dimana rekahan tersebut akan membentuk bentuk “V”
sesuai sudut yang telah diperhitungkan sebelumnya (Gambar 2.7 dan 2.8).
Gambar 2.7 Geometri dan Konfigurasi Pembebanan Spesimen Cracked Chevron
Notched Semi-Circular Bend (Kuruppu, 1997 dalam Ayatollahi, M. R., et al.,2013)
Gambar 2.8 Geometri Spesimen Cracked Chevron Notched Semi-Circular Bend
(Fowell,1995 dalam Mingdao,W., et al., 2015)
a1
a1
a0
B
22
Gambar 2.9 Pola Pertumbuhan Rekahan Pada Spesimen Cracked Chevron
Notched Semi-Circular Bend (Outcherlony,1988 dan Fowell,1995) dalam Mingdao,
W., et al., 2015
Selanjutnya untuk memenuhi parameter standar geometri spesimen, maka
parameter seperti ketebalan spesimen (B), jari-jari spesimen (R), jari-jari alat
potong diamond (Rs), jarak rekahan awal (a0), jarak rekahan akhir (a1) harus
dikonversikan menjadi parameter tak berdimensi seperti pada persamaan 2.5 :
𝜶𝟎 = 𝒂𝟎
𝑹 (2.5)
𝜶𝟏 = 𝒂𝟏
𝑹
𝜶𝑩 = 𝑩
𝑹
𝜶𝑺 = 𝑹𝑺
𝑹
23
Gambar 2.10 Kurva Parameter Tak Berdimensi (Fowell, 1995 dalam
Alkilicgil,C.,2010)
Mengacu pada kurva Fowell (1995) dalam Mingdao,W., 2015 (Gambar 2.10),
maka parameter tak berdimensi pada persamaan 2.5, harus tercakup dalam batas
validitas geometri spesimen, yang dijelaskan pada persamaan 2.6 :
α1 ≥ 0.4 Garis 0 (2.6)
α1 ≥ αb / 2 Garis 1
αb ≤ 1,04 Garis 2
α1 ≤ 0,8 Garis 3
αb ≥ 1,1729 x (α1)1.666
Garis 4
αb ≥ 0,44 Garis 5
Penentuan nilai fracture toughness tipe I pada spesimen Cracked Chevron
Notched Semi-Circular Bend menggunakan persamaan 2.7 :
𝑲𝑰𝑪 = 𝑭
𝒕 𝑹 𝒀∗
(2.7)
24
𝒀∗ = 𝑲𝑰
𝑭 𝒕 𝑹
Keterangan :
KIC = Fracture toughness(𝑀𝑃𝑎 𝑚)
F = Gaya Maksimum (MN)
R = Jari-jari sampel (m)
t = Ketebalan sampel (m)
Y* = Normalisasi faktor intensitas tegangan
KI = Faktor intensitas tegangan ditentukan dengan analisis numerik
(𝑀𝑃𝑎 𝑚)
Selain menggunakan analisis numerik, nilai normalisasi faktor intensitas tegangan
dapat diketahui melalui persamaan yang diturunkan oleh Fowell (1995) dalam
Mingdao,W., 2015 untuk uji Cracked Chevron Notched Brazilian Disc yang
dituliskan dalam persamaan 2.8:
𝒀∗ = 𝒖 . 𝒆𝒗.𝜶𝟏 (2.8)
Dimana u dan v merupakan parameter yang mengacu pada nilai α0 dan αb.
Persamaan 2.8 diatas dapat dituliskan kembali menjadi persamaan 2.9 :
𝐥𝐧𝒀∗ = 𝒗 . 𝜶𝟏 + 𝐥𝐧𝒖 (2.9)
Selanjutnya Fowell (1995) dalam Mingdao,W., 2015 membuat tabel parameter tak
berdimensi berdasarkan hasil analisis terhadap persamaan 2.8 dan 2.9 dan
melakukan proyeksi kurva hasil analisis tersebut dan didapatkan parameter tak
berdimensi untuk spesimen CCNBD dalam tabel 2.1. Untuk parameter geometri
lainnya yang tidak terdapat dalam tabel, harus dilakukan interpolasi linear
terhadap data tersebut.
25
Tabel 2.1 Parameter Tak Berdimensi Spesimen CCNBD Menurut Fowell (1995)
2.4 Straight Notched Semi-Circular Bend
Straight Notched Semi Circular Bend atau biasa dikenal Semi-Circular Bend
spesimen pertama diperkenalkan oleh Chong dan Kuruppu (1984). Kemudian Lim
et al (1994), melakukan penelitian lebih jauh dalam penentuan fracture toughness
26
dari material batuan. Pada metode ini dibuat sebuah rekahan awal pada bagian
tengah sampel yang berbentuk lurus (Gambar 2.11 dan 2.12).
Gambar 2.11 Geometri Spesimen Straight Notched Semi-Circular Bend (Chong dan
Kuruppu, 1984 dalam Alkilicgil,C.,2010)
Gambar 2.12 Peralatan Yang Digunakan Dalam Straight Notched Semi-Circular
Bend (Khan dan Al-Shaeya, 2000 dalam Het, K.,2008)
27
Tabel 2.2 Rekomendasi Kriteria Dimensi Spesimen Straight Notched Semi-Circular
Bend
Parameter Geometri Nilai
Diameter Spesimen (D) Lebih besar dari 10 kali ukuran butir terbesar atau 76 mm
Ketebalan (B) Lebih besar dari 0.4 D atau 30mm
Panjang rekahan (a) 0.4 ≤ a/R (=α) ≤0.6
Lebar penyangga (s) 0.5 ≤ s/2R ≤ 0.8
Tebal rekahan (t) 0.1 ≤ t ≤ 0.8 cm
Penentuan nilai fracture toughness tipe I pada spesimen Straight Notched Semi-
Circular Bend menggunakan persamaan 2.10 :
𝑲𝑰𝑪 = 𝑭 𝝅𝒂
𝑫𝒕 𝒀𝑰 (2.10)
𝒀𝑰 = −𝟏, 𝟐𝟗𝟕 + 𝟗, 𝟓𝟏𝟔 𝒔
𝟐𝑹 − 𝟎, 𝟒𝟕 + 𝟏𝟔, 𝟒𝟓𝟕
𝒔
𝟐𝑹 𝜶 + 𝟏, 𝟎𝟏𝟕 + 𝟑𝟒, 𝟒𝟎𝟏
𝒔
𝟐𝑹 𝜶𝟐
Dimana 𝛂= 𝒂/𝑹 (2.11)
YI pada persamaan 2.11 merupakan faktor intensitas tegangan yang didapat dari
metode elemen hingga dengan asumsi kondisi tegangan bidang yang dilakukan
oleh Kuruppu (1997). Selain persamaan yang dikeluarkan oleh Kuruppu tersebut
ternyata sudah ada sebelumnya penelitian mengenai normalisasi faktor intensitas
tegangan yang dilakukan oleh Tutlouglu dan Keles (2011) dan Lim et al (1994).
Berdasarkan analisis elemen hingga, Lim et al (1994) mengeluarkan persamaan
mengenai normalisasi faktor intensitas tegangan dengan menggunakan persamaan
polynomial orde lima seperti pada persamaan 2.12 :
𝒀 𝑰 =
𝑺
𝑹 𝟐, 𝟗𝟏 + 𝟓𝟒, 𝟑𝟗𝜶 − 𝟑𝟗𝟏, 𝟒𝜶𝟐 + 𝟏𝟐𝟏𝟎, 𝟔𝜶𝟑 − 𝟏𝟔𝟓𝟎𝜶𝟒 + 𝟖𝟕𝟓, 𝟗𝜶𝟓 (2.12)
Keterangan :
KIC = Fracture toughness(𝑀𝑃𝑎 𝑚)
F = Gaya Maksimum (MN)
28
a = Panjang rekahan awal (m)
D = Diameter sampel (m)
t = Ketebalan sampel (m)
α = a/R
YI = Parameter tak berdimensi faktor intensitas tegangan bergantung pada a/R ,
dan dihitung berdasarkan model numerik
Gambar 2.13 Variasi Nilai Faktor Intensitas Tegangan Tak Berdimensi (Lim et al,
1994)
29
2.5 Uji Sifat Fisik Batuan
Sifat fisik merupakan karekteristik dasar batuan yang mempengaruhi perilaku
batuan. Perbedaan komposisi padatan, air dan udara dari setiap batuan
menyebabkan terjadinya perbedaan perilaku tersebut yang pada akhirnya
berkaitan erat dengan kekuatan batuan saat dilakukan pengujian sifat mekanik
(Gambar 2.14).
Gambar 2.14 Komposisi Batuan Secara Umum (Craig, R.F, 2004 dalam Alkilicgil,
2010)
Parameter-parameter sifat fisik yang diperoleh dalam penelitian ini meliputi :
Bobot Isi
Bobot isi merupakan perbandingan antara massa batuan terhadap volume
total batuan tersebut. Batuan pada umumnya tidak hanya tersusun oleh
massa padat, namun juga mengandung gas dan air. Massa gas dan air
biasanya mengisi ruang kosong didalam batuan yang berupa pori-pori dan
rekahan. Pada kondisi natural spesimen batuan yang padat biasanya
mengandung gas dan air. Pada kondisi jenuh, gas pada spesimen batuan
dikeluarkan dan ruang kosong diisi oleh air, sehingga spesimen batuan
yang padat diharapkan hanya mengandung air. Proses tersebut dinamakan
penjenuhan yang dilakukan didalam tabung desikator yang kedap udara.
Apabila spesimen batuan yang jenuh tersebut ditimbang didalam air maka
30
akan didapat nilai berat gantung dari spesimen batuan. Sedangkan pada
spesimen batuan yang kering, kandungan air diuapkan dengan cara
dipanaskan didalam oven. Dengan proses pengeringan ini diharapkan
spesimen batuan yang padat hanya mengandung gas didalam ruang
kosongnya.
Bobot isi dibedakan menjadi tiga yaitu :
1. Bobot isi natural (natural density)
Bobot isi natural menyatakan perbandingan antara massa batuan
pada kondisi natural terhadap volume total batuan.
𝑩𝒐𝒃𝒐𝒕 𝒊𝒔𝒊 𝒏𝒂𝒕𝒖𝒓𝒂𝒍 = 𝑾𝒏
𝑾𝒘− 𝑾𝒔 (2.13)
2. Bobot isi kering (dry density)
Bobot isi kering menyatakan perbandingan antara massa batuan
pada kondisi kering terhadap volume total batuan.
𝑩𝒐𝒃𝒐𝒕 𝒊𝒔𝒊 𝒌𝒆𝒓𝒊𝒏𝒈 = 𝑾𝑶
𝑾𝒘− 𝑾𝒔 (2.14)
3. Bobot isi jenuh (saturated density)
Bobot isi jenuh menyatakan perbandingan antara massa batuan
pada kondisi jenuh terhadap volume total batuan.
𝑩𝒐𝒃𝒐𝒕 𝒊𝒔𝒊 𝒋𝒆𝒏𝒖𝒉 = 𝑾𝒘
𝑾𝒘− 𝑾𝒔 (2.15)
Berat jenis
Berat jenis merupakan perbandingan antara bobot isi padatan pada batuan
dengan bobot isi air yang dapat menyatakan seberapa berat batuan apabila
dibandingkan dengan air. Berat jenis dibedakan menjadi 2, yaitu :
1. Berat jenis asli (true specific gravity)
Berat jenis asli menyatakan berat jenis sebenarnya dari batuan
karena merupakan perbandingan antara bobot isi padatan pada
batuan dengan bobot isi air.
𝑩𝒆𝒓𝒂𝒕 𝒋𝒆𝒏𝒊𝒔 𝒂𝒔𝒍𝒊 =(
𝑾𝒐𝑾𝒐− 𝑾𝒔
)
𝑩𝒐𝒃𝒐𝒕 𝒊𝒔𝒊 𝑨𝒊𝒓 (2.16)
31
2. Berat jenis semu (apparent specific gravity)
Berat jenis semu merupakan perbandingan antara bobot isi batuan
pada kondisi kering dengan bobot air. Berat jenis semu serupa
dengan bobot isi kering batuan.
𝑩𝒆𝒓𝒂𝒕 𝒋𝒆𝒏𝒊𝒔 𝒔𝒆𝒎𝒖 =(
𝑾𝒐𝑾𝒘− 𝑾𝒔
)
𝑩𝒐𝒃𝒐𝒕 𝒊𝒔𝒊 𝑨𝒊𝒓 (2.17)
Kadar air
Kadar air merupakan perbandingan antara massa dalam batuan dengan
massa total batuan. Kadar air dibedakan menjadi dua, yaitu :
1. Kadar air asli (natural water content)
Kadar air asli merupakan perbandingan antara massa air pada
kondisi batuan natural terhadap massa padatan dalam batuan.
𝑲𝒂𝒅𝒂𝒓 𝒂𝒊𝒓 𝒂𝒔𝒍𝒊 = 𝑾𝒏− 𝑾𝒐
𝑾𝒐 𝒙 𝟏𝟎𝟎% (2.18)
2. Kadar air jenuh (saturated water content)
Kadar air jenuh merupakan perbandingan antara massa air pada
kondisi jenuh terhadap massa padatan dalam batuan.
𝑲𝒂𝒅𝒂𝒓 𝒂𝒊𝒓 𝒋𝒆𝒏𝒖𝒉 = 𝑾𝒘− 𝑾𝒐
𝑾𝒐 𝒙 𝟏𝟎𝟎% (2.19)
Derajat kejenuhan (degree of saturation)
Derajat kejenuhan merupakan perbandingan antara kadar air natural
dengan kadar air jenuh. Hal ini menyatakan seberapa banyak air yang
terkandung dalam batuan natural jika dibandingkan dengan jumlah
maksimum air yang dapat mengisi batuan.
𝑫𝒆𝒓𝒂𝒋𝒂𝒕 𝑲𝒆𝒋𝒆𝒏𝒖𝒉𝒂𝒏 = 𝑾𝒏− 𝑾𝒐
𝑾𝒘− 𝑾𝒐 𝒙 𝟏𝟎𝟎% (2.20)
Porositas (porosity)
Porositas merupakan perbandingan antara volume pori yang ada pada
batuan terhadap volume total batuan.
𝑷𝒐𝒓𝒐𝒔𝒊𝒕𝒂𝒔 = 𝑾𝒘− 𝑾𝒐
𝑾𝒘− 𝑾𝒔 𝒙 𝟏𝟎𝟎% (2.21)
Angka pori (void ratio)
32
Angka pori merupakan perbandingan antara volume pori yang ada dalam
batuan terhadap volume padatan dalam batuan.
𝑨𝒏𝒈𝒌𝒂 𝒑𝒐𝒓𝒊 = 𝒏
𝟏−𝒏 (2.22)
Volume dari contoh batuan yang diuji tidak didapatkan dari mengukur geometri
sampel, hal ini disebabkan geometri sampel yang diperoleh tidak sepenuhnya rata
pada seluruh permukaan sehingga akan menghasilkan pengukuran yang dapat
dikatakan bias. Maka untuk itu digunakan Hukum Archimedes (Gambar 2.15)
yang menyatakan bahwa :
“Setiap benda yang ditenggelamkan sebagian atau keseluruhan kedalam fluida,
akan mengalami terapung keatas oleh gaya yang sama dengan berat dari fluida
yang dipindahkan oleh benda tersebut (Archimedes of Syracuse)”
Gambar 2.15 Hukum Archimedes (Tanjung,2014)
Perbandingan densitas benda terhadap densitas fluida menghasilkan persamaan
2.24:
𝑫𝒆𝒏𝒔𝒊𝒕𝒂𝒔 𝑩𝒂𝒕𝒖 (𝝆𝒃)
𝑫𝒆𝒏𝒔𝒊𝒕𝒂𝒔 𝑨𝒊𝒓 (𝝆𝒂)=
𝑾𝒃
𝑽𝒃𝑾𝒂
𝑽𝒂
= 𝑾𝒃
𝑾𝒂𝒙
𝑽𝒂
𝑽𝒃 (2.24)
Wa
Wb
Wbs
FA
Dari gambar didapat :
FA = Wa
Wbs = Wb - FA
Wbs = Wb - Wa
Wa = Wb - Wbs (2.23)
33
Densitas benda yang dibenamkan relatif terhadap densitas fluida dapat dihitung
tanpa melakukan perhitungan terhadap volumenya, maka dengan memasukkan
persamaan 2.23 kedalam persamaan 2.24 sehingga didapatkan persamaan 2.25 :
𝑫𝒆𝒏𝒔𝒊𝒕𝒂𝒔 𝑩𝒂𝒕𝒖 𝝆𝒃 = 𝑾𝒃
𝑾𝒃−𝑾𝒃𝒔 𝒙 𝝆𝒂 (2.25)
Dimana :
Wa = Berat air (massa)
Wb = Berat benda (massa)
Fa = Gaya apung (Archimedes Bouyancy)
Wbs = Berat benda semu (massa)
b = Densitas benda
a = Densitas air
Vb = Volume benda
Va = Volume air
2.6 Uji Sifat Mekanik Batuan
Pengujian sifat mekanik merupakan pengujian yang berbeda dengan pengujian
sifat fisik karena uji ini bersifat destructive test. Pada umumnya pengujian sifat
mekanik akan dilakukan setelah pengujian sifat fisik dilakukan atau dapat pula
dilakukan bersamaan apabila sampel batuan yang diambil di lapangan cukup
banyak.
Sama halnya dengan pengujian sifat fisik, dalam pengujian sifat mekanik perlu
dilakukan preparasi sampel batuan uji agar sesuai dengan bentuk batuan yang
disyaratkan. Apabila pengujian mensyaratkan batuan berbentuk bongkah maka
sampel batuan yang diperoleh akan dipotong dengan menggunakan alat pemotong
batu sehingga diperoleh geometri yang diinginkan sesuai dengan persyaratan
pengujian. Sedangkan apabila pengujian mesyaratkan geometri batuan berbentuk
silinder maka sampel batuan yang berbentuk bongkah akan dibor dengan
34
menggunakan alat bor inti (coring) dengan ukuran diameter tertentu sehingga
diperoleh geometri batuan yang diinginkan sesuai dengan persyaratan pengujian.
2.6.1 Uji Kuat Tekan Uniaksial
Uji kuat tekan bertujuan untuk mengukur kuat tekan uniaksial sebuah
contoh batuan dalam geometri yang beraturan baik dalam bentuk silinder,
balok atau prisma dalam satu arah (uniaksial). Pada penelitian ini akan
dilakukan pengujian terhadap contoh batuan berbentuk silinder untuk
mendapatkan parameter nilai kuat tekan batuan (σc ), Modulus Young (E)
dan Nisbah Poisson (v) dari kurva tegangan-regangan.
Menurut ISRM (1981), syarat contoh batu uji berbentuk silinder adalah
perbandingan L/D antara 2,5 hingga 3 dan untuk ukuran diameter (D) tidak
kurang dari ukuran NX, yaitu kurang lebih 54mm. Contoh batuan yang
memiliki L/D > 2,5 akan mempunyai nilai UCS lebih kecil dan lebih cepat
mengalami keruntuhan dibandingkan contoh batuan yang memiliki L/D
<2. Untuk kondisi contoh dengan L/D = 1 kondisi tegangan akan saling
bertemu sehingga akan memperbesar nilai kuat tekan (Gambar 2.16).
Gambar 2.16 Distribusi Tegangan Didalam Contoh Batuan Pada Uji Kuat
Tekan Uniaksial (Rai dkk., 2014)
35
Faktor perbedaan jenis batuan, kondisi rekahan awal (pre-existing cracks)
pada contoh batuan uji, dan mekanisme sistem alat kuat tekan yang
digunakan untuk pengujian akan menghasilkan tipe pecah contoh batuan
uji yang bervariasi antara lain kataklasis, axial splitting, pecahan kerucut
(cone failure), homogenous shear, homogenous shear corner to corner,
kombinasi axial dan local shear, splintery onion leaves dan buckling
(Gambar 2.17). Berikut ini adalah ilustrasi tipe pecah contoh batuan hasil
uji kuat tekan uniaksial.
Gambar 2.17 Tipe Pecah Contoh Batuan Hasil Uji Kuat Tekan Uniaksial (Rai dkk.,
2014)
2.6.1.1 Kuat Tekan Uniaksial
Nilai kuat tekan uniaksial dinyatakan dengan persamaan 2.26 :
𝝇𝒄 = 𝑭
𝑨 (2.26)
Keterangan :
36
σc = Kuat tekan uniaksial contoh batuan (MPa)
F = Gaya yang bekerja saat contoh batuan hancur (KN)
A = Luas penampang awal contoh batuan yang tegak lurus
arah gaya (mm2)
Tabel 2.3 Klasifikasi Kuat Tekan Menurut Berbagai Sumber (Rai dkk., 2014)
37
Gambar 2.18 Kurva Tegangan-Regangan Pada Uji Kuat Tekan Uniaksial
(Rai dkk., 2014)
2.6.1.2 Modulus Young
Modulus Young atau modulus elastisitas adalah ukuran
kemampuan batuan untuk mempertahankan kondisi elastisnya.
Modulus elastisitas diperoleh melalui uji kuat tekan uniaksial dan
didefinisikan sebagai perbandingan antara tegangan yang diberikan
terhadap suatu material pada salah satu sumbu terhadap regangan
yang dialami sepanjang sumbu tersebut. Pada uji kuat tekan
uniaksial, contoh batuan yang diberi tekanan akan mengalami
beberapa tahap deformasi yakni deformasi elastik dan deformasi
plastik. Nilai modulus Young diturunkan dari kemiringan kurva
tegangan-regangan pada bagian linear karena pada saat itulah
contoh batuan mengalami deformasi elastik.
Persamaan 2.27 digunakan untuk mencari nilai Modulus Young :
38
𝑬 = ∆𝝇
∆𝜺𝒂 (2.27)
𝜺 = ∆𝒍
𝒍
Keterangan :
E = Modulus Young (MPa)
∆σ = Perbedaan tegangan (MPa)
∆ɛ = Perbedaan regangan
∆l = Perubahan panjang contoh batuan (mm)
l = Panjang awal contoh batuan (mm)
Dalam menentukan modulus Young, terdapat 3 cara yaitu :
1. Modulus Young Sekan (Secant Young’s Modulus (Es ))
Modulus Young yang diukur dari tegangan = 0 sampai nilai
tegangan tertentu, biasanya 50% σc (Gambar 2.19).
Gambar 2.19 Penentuan Modulus Elastisitas Sekan (Rai dkk., 2014)
39
2. Modulus Young Tangen (Tangent Young’s Modulus (Et))
Modulus Young yang diukur pada tingkat tegangan = 0 sampai
nilai tegangan tertentu, biasanya 50% σyp (Gambar 2.20)
Gambar 2.20 Penentuan Modulus Elastisitas Tangensial (Rai dkk., 2014)
3. Modulus Young rata-rata (Average Young’s Modulus (Eav))
Modulus Young yang diukur dari rata-rata kemiringan kurva atau
bagian linear yang terbesar dari kurva yaitu dari closing crack
hingga tegangan sebesar σyp (Gambar 2.21).
Gambar 2.21 Penentuan Modulus Elastisitas Rata-rata (Rai dkk., 2014)
40
2.6.1.3 Nisbah Poisson (v)
Nisbah Poisson (v) adalah nilai mutlak dari perbandingan antara
regangan lateral terhadap regangan aksial. Jika suatu material di
regangkan pada satu arah, maka material tersebut cenderung
mengkerut (dan jarang, mengembang) pada dua arah lainnya.
Sebaliknya jika suatu material ditekan, maka material tersebut akan
mengembang (dan jarang, mengkerut) pada dua arah lainnya
(Gambar 2.22).
Gambar 2.22 Perubahan Bentuk Contoh Batuan Pada Uji Kuat
Tekan Uniaksial (Rai dkk., 2014)
𝒗 = 𝜺𝒍
𝜺𝒂 =
∆𝒅𝒅
∆𝒍𝒍 (2.28)
Keterangan :
v = Nisbah poisson
ɛl = Regangan lateral
ɛa = Regangan aksial
41
∆d = Perubahan diameter batuan uji (mm)
d = Diameter awal batuan uji (mm)
∆l = Perubahan panjang batuan uji (mm)
l = Panjang awal batuan uji (mm)
Tabel 2.4 Nisbah Poisson Batuan (Gercek, 2007 dalam Rai, dkk, 2014 )
42
Tabel 2.5 Kategori Nisbah Poisson Batuan (Gercek, 2007 dalam Rai, dkk 2014 )
2.6.2 Uji Kuat Tarik
Kuat tarik merupakan nilai tegangan maksimum yang dikembangkan oleh
suatu contoh material dalam suatu pengujian tarikan yang dilakukan untuk
memecah batuan dibawah kondisi tertentu. Dalam mekanika batuan,
pengetahuan mengenai kuat tarik batuan penting untuk menganalisis
kekuatan batuan dan kestabilan dari atap dan kubah (dome) dari lubang
bukaan bawah tanah pada zona tarik batuan.
Pengujian kuat tarik batuan dapat dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu uji kuat
tarik langsung dan uji kuat tarik tidak langsung (brazilian). Namun uji
kuat tarik yang lebih banyak digunakan adalah tipe kuat tarik tidak
langsung (brazilian) (Gambar 2.23). Hal ini terkait dengan beberapa
kendala yang biasa dihadapi saat melakukan uji kuat tarik langsung,
misalnya kesulitan dalam melakukan penjepitan (gripping) sehingga
dipertanyakan bagaimana cara menempelkan contoh pada pegangan tanpa
merusak permukaan contoh, maupun membuat beban yang bekerja berada
pada posisi paralel dengan sumbu contoh batuan.
Nilai Poisson Ratio (v) Kategori
0 v 0.1 Sangat Rendah
0.1 v 0.2 Rendah
0.2 v 0.3 Medium
0.3 v 0.4 Tinggi
0.4 v 0.5 Sangat Tinggi
43
Gambar 2.23 Model Brazilian Test (Rai dkk., 2014)
Pada uji brazillian digunakan contoh batuan berbentuk lempeng silinder
yang diberikan tekanan pada sisi luarnya agar contoh mengalami failure
digaris diameternya. Menurut ISRM (1988), kuat tarik contoh batuan
dapat dihitung dengan persamaan 2.29:
𝝇𝒕 = 𝟐𝑭
𝝅𝑫𝒕 (2.29)
Keterangan :
σt = Kuat tarik (MPa)
F = Beban atau gaya tarik yang menyebabkan contoh batuan hancur
(N)
D = Diameter contoh batuan (mm)
T = Ketebalan contoh batuan (mm)
Perbandingan antara nilai UCS dan UTS, sering disebut sebagai
Brittleness Index (BI) yang bermanfaat untuk memperkirakan kinerja
suatau alat gali. Rai, dkk (2014) membuat sebuah klasifikasi batuan
berdasarkan Brittleness Index dalam tabel 2.7 berikut :
44
Tabel 2.6 Klasifikasi Batuan Berdasarkan Nilai Brittleness Index (Rai dkk.,
2014)
2.6.3 Uji Triaksial
Uji triaksial digunakan untuk menentukan kekuatan batuan dibawah tiga
komponen tegangan melalui persamaan kriteria keruntuhan Mohr-
Coulomb yang dituliskan pada persamaan 2.30 berikut :
𝝉 = 𝒄 + 𝝇𝒏 𝐭𝐚𝐧 ∅ (2.30)
Hasil pengujian triaksial kemudian diplot kedalam kurva Mohr-Coulomb
sehingga dapat ditentukan parameter-parameter kekuatan batuan sebagai
berikut :
Kurva intrinsik (Strength Envelope)
Kohesi (c)
Tegangan normal (σn)
Sudut gesek dalam ()
45
Gambar 2.24 Kurva Kriteria Keruntuhan Mohr-Coulomb (Rai dkk., 2014)
Pada uji ini, contoh batuan dimasukkan ke dalam sel triaksial, lalu
diberikan tekanan pemampatan (σ3) dan dibebani secara aksial (σ1) hingga
runtuh. Pada uji ini, tegangan menengah dianggap sama dengan tekanan
pemampatan (σ2=σ3). Sel triaksial yang digunakan merujuk pada alat
triaksial yang dikembangkan oleh Von Karman (1911) dalam Rai, dkk,
2014. Di dalamnya terdapat fluida bertekanan yang dialirkan dengan
menggunakan pompa hidraulik, berfungsi sebagai tekanan pemampatan
(σ3) yang diberikan pada contoh batuan. Untuk mencegah masuknya fluida
pemampatan kedalam contoh batuan, contoh batuan dibungkus dengan
selubung karet. Hal ini harus dilakukan karena masuknya fluida kedalam
contoh batuan dapat mempengaruhi pengujian karena contoh batuan akan
mengalami tekanan pori.
Griggs dan Handin (1960) dalam Rai, dkk, 2014 menjelaskan bahwa ada
lima tipe deformasi (Tabel 2.8) yang secara umum sering terbentuk pada
pemampatan yang tinggi dalam uji triaksial, yaitu :
Tipe 1 menunjukkan deformasi getas yang ditandai oleh bentuk runtuh
atau pecah yang berupa splitting. Splitting dianggap sebagai rekahan yang
46
sejajar terhadap arah gaya tekan aksial yang mengindikasikan lepasnya
ikatan antar butir dalam contoh batuan karena tarikan.
Tipe 2 menunjukkan deformasi getas, namun sudah terlihat adanya
deformasi plastik sebelum contoh batuan runtuh yaitu ditandai dengan
adanya belahan berbentuk kerucut dengan arah aksial maupun arah lateral.
Tipe 3 menujukkan bentuk transisi dari getas ke ductile. Penambahan
tekanan pemampatan menyebabkan contoh batuan runtuh dalam keadaan
geser.
Tipe 4 menunjukkan deformasi ductile dimana contoh batuan sudah mulai
bersifat plastis diiringi dengan kenaikan tekanan pemampatan
Tipe 5 menunjukkan kondisi sangat plastis dan akan sukar untuk
mendapatkan kekuatan puncaknya apabila tekanan pemampatan dinaikkan
kembali
Tabel 2.7 Tipe Pecahan Batuan Akibat Pembebanan Triaksial (Griggs dan
Handin, 1960 dalam Rai, dkk, 2014)
Menurut Rai, dkk (2014) hasil uji triaksial dipengaruhi oleh beberapa
faktor diantaranya : tekanan pemampatan, tekanan pori, temperature, laju
47
deformasi, bentuk dan dimensi contoh batuan, dan pengaruh sifat
anisotropik batuan.
2.7 Uji Sifat Dinamik Batuan
2.7.1 Uji Cepat Rambat Gelombang Ultrasonik
Uji cepat rambat gelombang ultrasonik merupakan uji sifat dinamik batuan
yang bersifat non-destruktif. Gelombang ultrasonik termasuk dalam
kelompok getaran mekanik yang melibatkan gaya-gaya mekanik selama
melakukan penjalaran dalam suatu medium. Fenomena ini terlihat pada
perubahan panjang gelombang, jika gelombang tersebut dijalarkan pada
medium yang berbeda elastisitasnya.
Gambar 2.25 Sketsa Portabel Unit Non-Destructive Digital Indicated Tester
(PUNDIT) (Rai dkk., 2014)
Parameter yang didapat pada uji ini adalah cepat rambat gelombang
ultrasonik yang merambat melalui contoh batuan. Pada uji ini, waktu
tempuh gelombang yang merambat melalui contoh batuan diukur dengan
menggunakan Portabel Unit Non-Destructive Digital Indicated Tester
(PUNDIT) (Gambar 2.25). Kecepatan rambat gelombang ultrasonik
ditentukan melalui persamaan 2.31 berikut :
𝑽𝒑 = 𝑳
𝒕𝒑 (2.31)
48
Keterangan :
L = Panjang contoh batuan yang diuji (m)
tp = Waktu tempuh gelombang ultrasonik yang merambat melalui
contoh batuan (detik)
Vp = Cepat rambat gelombang ultrasonik (m/detik)
Besar kecilnya cepat rambat gelombang dipengaruhi oleh rongga atau
ruang kosong yang terdapat dalam contoh batuan. Semakin banyak ruang
kosong, maka semakin kecil nilai cepat rambat gelombangnya. Lama &
Vukuturi (1978) dalam Rai, dkk, 2014 menemukan bahwa kecepatan
rambat gelombang ultrasonik dipengaruhi beberapa faktor yaitu : tipe
batuan, komposisi dan ukuran butir, bobot isi, kandungan air, porositas,
temperature, kehadiran bidang lemah.
Komposisi dan Ukuran Butir
Adanya rongga pada batuan menyebabkan penurunan cepat rambat
gelombang ultrasonik dan ukuran butir merupakan salah satu faktor
penentu rongga dalam batuan. Ukuran butir yang besar
menyebabkan ukuran rongga dalam batuan menjadi besar dan
sebaliknya ukuran butir kecil mengurangi ukuran rongga pada
batuan (lihat Gambar 2.26).
Gambar 2.26 Perbandingan Ukuran Butir dan Ukuran Rongga Pada
Batuan (Tanjung , 2014)
49
Bobot Isi
Semakin tinggi bobot isi batuan menandakan semakin rapat batuan
tersebut. Gelombang ultrasonik akan merambat lebih cepat pada
media yang lebih rapat. Maka semakin tinggi bobot isi, cepat
rambat gelombang ultrasonik akan semakin cepat.
Porositas
Semakin tinggi porositas batuan, maka semakin sulit bagi
gelombang ultrasonik untuk merambat didalamnya. Sehingga
dalam pembacaannya, cepat rambat gelombang ultrasonik menjadi
lebih rendah. Batuan dengan porositas tinggi menandakan
banyaknya udara atau air di dalamnya, rongga yang berisi udara
atau air ini yang menyebabkan cepat rambat gelombang ultrasonik
menurun.
Tipe Batuan
Tiap tipe batuan memiliki mineral penyusun yang berbeda baik
jenisnya maupun persentasenya dan tiap mineral yang berbeda ini
menghasilkan cepat rambat gelombang ultrasonik yang berbeda
juga. Hal ini bisa terjadi karena tiap mineral memiliki bobot isi
yang berbeda. Ramana dan Venkatanarayana (1973) dalam Rai,
dkk, 2014 dalam penelitiannya menemukan bahwa cepat rambat
gelombang ultrasonik meningkat seiring dengan peningkatan
persentase hornblende dan cepat rambat gelombang ultrasonik
menurun seiring dengan peningkatan persentase kuarsa. Jika
dikorelasikan dengan bobot isi, maka bobot isi hornblende lebih
besar daripada bobot isi kuarsa.
Anisotropi
Cepat rambat gelombang ultrasonik dipengaruhi oleh orientasi
bidang perlapisan. Cepat rambat gelombang ultrasonik akan lebih
tinggi jika berjalan paralel dengan bidang perlapisan dan akan lebih
rendah bila tegak lurus bidang perlapisan. Hal ini terjadi karena
saat gelombang ultrasonik berjalan tegak lurus dengan perlapisan,
50
maka sebagian dari gelombang tersebut dipantulkan oleh bidang
perlapisan ini.
Kandungan Air
Nilai porositas yang tinggi tidak selalu membuat nilai pembacaan
cepat rambat gelombang ultrasonik menjadi rendah. Jika rongga ini
terisi oleh air, maka cepat rambat gelombang ultrasonik menjadi
tinggi. Hal ini terjadi karena air sebagai zat cair memiliki
kepadatan yang jauh lebih tinggi daripada udara. Maka dari itu,
cepat rambat gelombang ultrasonik pada batuan dengan porositas
yang tinggi sangat bergantung dari kandungan air dari batuan
tersebut.
Suhu
Berkaitan dengan kandungan air pada batuan, suhu yang lebih
tinggi bisa menguapkan air yang terdapat di dalam rongga batuan.
Hal ini menyebabkan turunnya kandungan air di dalam batuan
sehingga bisa mengurangi cepat rambat gelombang ultrasonik
dalam batuan.
Tekanan
Semakin tinggi tekanan maka cepat rambat gelombang ultrasonik
akan semakin tinggi. Ini terjadi karena tekanan memungkinkan
terjadinya penutupan rekahan-rekahan yang ada pada batuan.
Bidang Lemah
Kehadiran bidang lemah juga ikut menurunkan cepat rambat
gelombang ultrasonik. Hal ini karena bidang lemah cenderung
,menyisakan ruang kosong di dalam batuan.
51
BAB III
METODE PENELITIAN
Pengujian dilakukan di Laboratorium Geomekanika dan Peralatan Tambang,
Program Studi Teknik Pertambangan, Fakultas Teknik Pertambangan dan
Perminyakan (FTTM), Institut Teknologi Bandung (ITB). Pengujian dilakukan
dengan menggunakan 3 (tiga) jenis sampel batuan yaitu andesit, batugamping, dan
sampel beton. Pengujian meliputi preparasi sampel batuan, uji sifat fisik batuan,
uji kuat tekan uniaksial, uji kuat tarik tidak langsung (brazilian), uji triaksial, uji
cepat rambat gelombang ultrasonik, uji three point bending untuk spesimen
cracked chevron notched semi-circular bend dan straight notched semi-circular
bend.
3.1 Pengumpulan dan Preparasi Contoh Batuan
Batuan yang digunakan untuk pengujian pada awalnya masih berbentuk bongkah
(boulder). Agar dapat diperoleh bentuk sesuai ukuran yang diinginkan untuk
keperluan pengujian laboratorium, maka batuan tersebut harus dipersiapkan
sedemikian hingga dapat digunakan dalam pengujian. Andesit diperoleh dari
daerah Batujajar, Kabupaten Bandung Barat, Provinsi Jawa Barat (Gambar 3.1).
Batugamping diperoleh dari daerah Padalarang, Kabupaten Bandung Barat,
Provinsi Jawa Barat (Gambar 3.2). Sedangkan untuk sampel beton dibuat di
laboratorium dengan perbandingan pasir yang sebelumnya sudah diayak pada
ayakan 20 mesh dan semen sebesar 1:1 pada pipa paralon sehingga langsung
berbentuk silinder (Gambar 3.3).
Preparasi contoh meliputi pengeboran inti (coring) (Gambar 3.4 dan 3.5),
pemotongan serta penghalusan contoh batuan (Gambar 3.6 hingga 3.11). Hal ini
dilakukan agar pengujian sesuai dengan standar ISRM (International Society of
Rock Mechanics).
52
Gambar 3.1 Spesimen Batugamping
Gambar 3.2 Spesimen Andesit
53
Gambar 3.3 Spesimen Beton Dengan Komposisi 1:1
3.1.1 Pengeboran Inti (Coring)
Pengeboran inti dilakukan menggunakan alat bor dengan mata bor berlapis
intan yang mempunyai diameter 45mm (Gambar 3.4 dan 3.5). adapun
proses pengeboran inti sebagai berikut :
1. Peletakan blok batuan pada alat bor
2. Mengunci dan mengamankan posisi blok batuan yang akan
dibor
3. Proses pengeboran. Blok batuan dibor sembari air dialirkan
untuk mengurangi panas akibat gesekan mata bor dengan
batuan sekaligus untuk mengurangi debu yang timbul
akibat pengeboran.
Gambar 3.4 Alat Bor Inti (Coring)
54
Gambar 3.5 Proses Pengambilan Coring
3.1.2 Pemotongan Contoh Batuan
Pemotongan bertujuan agar diperoleh ukuran batuan sesuai dengan yang
diinginkan (Gambar 3.6 dan 3.7). Adapun prosedur pemotongan contoh
batuan adalah :
1. Menandai panjang spesimen yang akan dipotong.
2. Peletakan batuan pada posisinya.
3. Batuan dikunci agar aman saat dilakukan pemotongan serta
diperoleh hasil yang akurat.
4. Pemotongan batuan dilakukan dengan hati-hati dan
perlahan pada bagian yang sudah ditandai.
5. Pemotongan disertai pemberian air untuk mengurangi panas
yang timbul akibat gesekan antara disk potong dengan
batuan.
Gambar 3.6 Alat Potong Batuan
55
Gambar 3.7 Proses Pemotongan Batuan
3.1.3 Penghalusan Contoh Batuan
Permukaan contoh batuan dihaluskan agar didapat permukaan alas yang
rata sehingga saat pengujian distribusi tegangan yang dikenakan rata pada
seluruh permukaan bidang kontak yang menyebabkan hasil pengukuran
dapat akurat (Gambar 3.8 hingga 3.11)..
Gambar 3.8 Alat Penghalus Contoh Batuan / Polishing Machine
Gambar 3.9 Alat Squareness Gauge
56
Gambar 3.10 Waterpass
3.11 Penghalusan Contoh Batuan
3.1.4 Preparasi Spesimen Cracked Chevron Notched Semi-Circular
Bend dan Straight Notched Semi-Circular Bend
Hasil dari pengeboran inti dengan diameter 45mm dilakukan pemotongan
dengan panjang 0,4 D untuk spesimen Straight Notched Semi-Circular
Bend dan 0,5 D untuk spesimen Cracked Chevron Notched Semi-Circular
Bend. Kemudian hasil potongan tersebut dipotong menjadi dua bagian
sama besar pada titik tengah sehingga menghasilkan 2 (dua) bagian sama
besar (Gambar 3.13). Contoh batuan uji yang telah menjadi setengah
lingkaran dilanjutkan dengan pembuatan rekahan pada titik tengah
sepanjang 0,5 jari-jari dari contoh batuan untuk spesimen Straight Notched
Semi-Circular Bend dan 0,6 jari-jari untuk spesimen Cracked Chevron
Notched Semi-Circular Bend. Rekahan dibuat dengan rentang lebar sekitar
3-5 mm untuk kedua spesimen. Khusus untuk spesimen Cracked Chevron
Notched Semi-Circular Bend , rekahan yang dibentuk berupa rekahan awal
(a1) dan selanjutnya akan dibentuk rekahan berbentuk “V” dengan
57
mempertimbangkan parameter tak berdimensi yang dikembangkan oleh
Fowell (1995). Pembuatan rekahan berbentuk “V” dilakukan dengan
menggunakan mesin potong (Gambar 3.12) ,gergaji besi dan gerinda
tangan (Gambar 3.14).
Gambar 3.12 Mesin Potong
Gambar 3.13 Proses Pembuatan Spesimen Fracture Toughness
Gambar 3.14 Mesin Gerinda Tangan
Selanjutnya setiap contoh batuan diberikan tanda pada bagian alasnya
dengan perbandingan S/2R yaitu 0,7 untuk spesimen Cracked Chevron
58
Notched Semi-Circular Bend dan Straight Notched Semi-Circular Bend,
hal ini bertujuan untuk memudahkan pengaturan jarak antar roller saat
sampel batuan ditempatkan pada alat three point bending.
3.2 Uji Sifat Fisik Batuan
Pengujian dilakukan untuk memperoleh parameter fisik batuan uji seperti : bobot
isi natural (natural density), bobot isi kering (dry density), bobot isi jenuh
(saturated density), berat jenis semu (apparent specific gravity), berat jenis sejati
(true specific gravity), kadar air natural (natural water content), kadar air jenuh
(saturated water content), derajat kejenuhan, porositas (n), dan void ratio (e).
Pengujian dilakukan pada tiap jenis sampel batuan, dimana masing-masing
sampel batuan dilakukan pengujian sebanyak tiga buah. Prosedur yang dilakukan
adalah menimbang berat batuan natural (Wn). Kemudian contoh batuan
dijenuhkan dengan cara dimasukkan kedalam desikator yang berisi air. Sebelum
didiamkan, udara yang ada di dalam desikator maupun udara yang berada didalam
contoh batuan harus dihilangkan terlebih dahulu dengan menggunakan pompa
vakum, hal ini ditandai dengan timbulnya gelembung-gelembung udara yang
keluar dari contoh batuan dan setelah itu direndam selama 24 jam (Gambar 3.15).
Gambar 3.15 Penjenuhan Sampel Batuan
Setelah dijenuhkan, contoh batuan dikeluarkan dari desikator lalu ditimbang dan
diperoleh berat jenuh (Ww). Kemudian contoh batuan ditimbang di dalam wadah
yang sudah berisi air dalam keadaan menggantung untuk memperoleh berat
gantung (Ws). Batuan yang telah ditimbang gantung lalu dilakukan dimasukkan
59
kedalam oven pada suhu ±90ºC, lalu didiamkan selama 24 jam. Pemanasan
bertujuan untuk menguapkan kandungan air didalam contoh batuan. Setelah
dikeringkan, contoh batuan ditimbang sehingga diperoleh berat kering (Wo).
Peralatan yang digunakan untuk uji sifat fisik batuan meliputi :
1. Pompa Vakum
Mesin pompa yang berfungsi untuk mengeluarkan udara dari
dalam desikator hingga kondisinya vakum atau kedap udara
(Gambar 3.16).
Gambar 3.16 Pompa Vakum
2. Desikator
Merupakan wadah kaca yang berfungsi untuk menjenuhkan
spesimen batuan sehingga diharapkan pori-pori dan rekahan
didalam spesimen batuan terisi oleh air (Gambar 3.17).
Gambar 3.17 Desikator
3. Neraca
60
Alat yang digunakan untuk mengukur berat natural (Wn), berat
jenuh (Ww), berat jenuh tergantung didalam air (Ws), dan berat
kering (Wo) dari spesimen batuan (Gambar 3.18).
Gambar 3.18 Neraca
4. Oven
Mesin pemanas yang berfungsi untuk mengeringkan spesimen
batuan dengan cara memanaskan spesimen batuan agar kandungan
air didalamnya teruapkan (Gambar 3.19).
Gambar 3.19 Oven
5. Cawan untuk wadah contoh batuan
Berfungsi sebagai tempat penyimpanan sementara contoh batuan
yang akan ataupun telah diuji.
6. Wadah berisi air
Berfungsi untuk merendam spesimen batuan jenuh yang
dimasukan kedalam wadah berongga dan dapat digantung bebas
sehingga berat spesimen batuan jenuh tersebut dapat ditimbang
61
untuk menentukan berat jenuh tergantung didalam air (Gambar
3.20).
Gambar 3.20 Wadah Berisi Air
7. Jangka sorong
Alat ukur yang digunakan untuk mengukur dimensi spesimen
batuan seperti diameter dan panjangnya.
3.3 Uji Cepat Rambat Gelombang Ultrasonik
Uji cepat rambat gelombang ultrasonik dilakukan untuk mengetahui sifat dinamik
contoh batuan. Kecepatan perambatan gelombang ultrasonik sangat bergantung
pada medium yang dilaluinya. Perambatan gelombang ultrasonik akan lebih cepat
pada medium yang lebih padat dan akan semakin lambat pada medium yang
dipenuhi oleh udara. Uji ini dilakukan dengan alat Portable Unit Non-Destructive
Digital Indicated Tester (PUNDIT) dengan satuan pembacaan mikrodetik (s)
untuk mendapatkan nilai cepat rambat gelombang ultrasonik primer (Vp). Uji ini
dilakukan sebelum uji sifat mekanik batuan dan uji three point bending. Prosedur
yang dilakukan adalah mempersiapkan alat PUNDIT, lalu dilakukan dikalibrasi
menggunakan material kalibrasi yang telah diketahui waktu rambatnya (51,6 s),
permukaan bidang kontak batuan sebelumnya dilumasi oleh gemuk sebelum
ditempatkan diantara transduser (emitter dan receiver). Kemudian melakukan
pencatatan waktu perambatan gelombang ultrasonik primer yang terbaca pada
layar alat PUNDIT (Gambar 3.23).
62
Peralatan yang digunakan antara lain :
1. Portable Unit Non-Destructive Digital Indicated Tester (PUNDIT)
merk Control 58-E0046
Merupakan mesin portable yang fungsinya dapat membaca waktu
tempuh gelombang ultrasonik merambat melewati spesimen batuan
(Gambar 3.21).
Gambar 3.21 Alat PUNDIT
2. Gemuk
Gemuk digunakan untuk melapisi permukaan batuan yang akan
ditempelkan pada tranduser agar pori-pori pada permukaan dapat
tertutup sehingga tidak ada udara antara contoh batuan dengan
tranduser.
3. Jangka sorong
4. Material kalibrasi
Merupakan material yang telah ditentukan terlebih dahulu cepat
rambat gelombang ultrasoniknya sehingga dijadikan acuan awal
dalam menentukan cepat rambat gelombang ultrasonik untuk
contoh batuan (Gambar 3.22).
63
Gambar 3.22 Material kalibrasi
Kegiatan pengujian cepat rambat gelombang ultrasonik seperti Gambar 3.23
berikut :
Gambar 3.23 Pembacaan Waktu Perambatan Gelombang Ultrasonik
3.4 Uji Kuat Tekan Uniaksial
Uji kuat tekan uniaksial dilakukan untuk mendapatkan parameter mekanik batuan,
antara lain kuat tekan uniaksial, Modulus Young (E), dan nisbah Poisson (v).
Pengujian meliputi pengukuran gaya tekan, deformasi aksial dan lateral, hingga
contoh batuan mengalami failure. Pengujian dilakukan tiga kali untuk masing-
masing contoh batuan dengan perbandingan panjang dan diameter (L/D) sebesar
2-2.5. Prosedur pengujian yang dilakukan antara lain melakukan pengukuran
terhadap dimensi batuan (Gambar 3.26), lalu contoh batuan diletakkan di pusat
antara dua pelat penekan pada mesin tekan. Selanjutnya pada mesin tekan
dipasang tiga buah dial gauge, masing-masing pada sumbu aksial, lateral 1, dan
lateral 2. Kemudian jarum penunjuk ketiga dial gauge diatur pada posisi nol.
64
Mesin tekan dinyalakan dengan laju pembebanan 30.000 N/min untuk andesit,
15.000 N/min untuk batugamping dan 3000 N/min untuk sampel beton. Kemudian
dilakukan pembacaan gaya dengan interval 5 kN untuk andesit, 2,5 kN untuk
batugamping dan 1 kN untuk sampel beton lalu dicatat deformasi aksial serta
lateral hingga terjadi failure (Gambar 3.28).
Peralatan yang digunakan antara lain :
1. Mesin Kuat Tekan Servo Control Hung Ta Tipe HT-8391
Mesin kuat tekan berfungsi sebagai instrumen pembebanan untuk
mensimulasikan penekanan pada spesimen batuan dalam arah
vertikal atau sumbu aksial (Gambar 3.24).
Gambar 3.24 Alat Kuat Tekan Servo Control Hung Ta Tipe HT-8391
2. Dial gauge
Alat ukur yang memiliki jarum untuk mengukur deformasi yang
terjadi pada spesimen batuan dalam sumbu aksial maupun lateral.
Dibutuhkan tiga buah dial gauge dengan salah satunya untuk
mengukur deformasi pada sumbu aksial dan sisanya untuk
mengukur deformasi pada sumbu lateral (Gambar 3.25).
Gambar 3.25 Dial gauge
3. Jangka Sorong
65
4. Stopwatch
Kegiatan pengujian uji kuat tekan uniaksial seperti Gambar 3.26 hingga 3.27
berikut :
Gambar 3.26 Pengukuran Dimensi Contoh Batuan
Gambar 3.27 Pembacaan Deformasi Aksial dan Lateral
3.5 Uji Kuat Tarik Tidak Langsung
Uji kuat tarik tidak langsung bertujuan untuk mengetahui nilai kuat tarik contoh
batuan (σt). Prinsipnya adalah dengan memberikan gaya tekan sehingga terbentuk
rekahan yang seolah-olah terjadi akibat adanya gaya tarik. Selama pengujian,
dilakukan pengukuran terhadap gaya dengan interval tertentu serta deformasi
aksial. Pengujian dilakukan tiga kali untuk masing-masing contoh batuan uji
dengan perbandingan panjang terhadap diameter sebesar 0,5. Prosedur pengujian
yang dilakukan antara lain contoh batuan diletakkan di pusat antara plat atas dan
bawah mesin tekan, dengan selubung silinder menempel pada pelat atas dan pelat
bawah. Lalu menghidupkan pompa mesin tekan dengan laju pembebanan 3.000
N/min untuk andesit, 2.000 N/min untuk batugamping serta 1500 N/min untuk
66
sampel beton. Kemudian melakukan pembacaan gaya dengan interval 1 kN untuk
andesit serta 0.5 kN untuk batugamping dan sampel beton lalu dicatat deformasi
aksial hingga terjadi failure.
Peralatan pengujian yang dilakukan antara lain :
1. Mesin tekan Servo Control Hung Ta Tipe HT-8391
2. Dial gauge
Digunakan untuk mengukur deformasi aksial yang terjadi
3. Jangka sorong
4. Stopwatch
5. Kertas HVS putih dan kertas karbon
Digunakan untuk memeriksa kebenaran hasil brazilian test yang
disimpan berpasangan pada bagian atas dan bawah spesimen
batuan uji. Hal ini dilakukan agar gaya yang dominan bekerja pada
saat pengujian adalah benar gaya tarik bukan akibat gaya geser.
Setelah dilakukan uji akan tercetak bentuk juring berwarna hitam
pada kertas HVS yang berasal dari kertas karbon. Luas juring
dihitung dan akan didapat besaran sudut. brazilian test hasilnya
diterima apabila nilai sudut < 8o. Sudut ini mengindikasikan
adanya gaya geser yang bekerja yang dapat mempengaruhi hasil
pengujian.
3.6 Uji Triaksial
Prinsip dari percobaan ini yaitu memberikan pembebanan pada contoh dari arah
aksial dan radial. Pada arah aksial bekerja tegangan utama mayor yaitu σ1
(tegangan maksimum) yang diberikan oleh mesin tekan, sedangkan pada arah
radial bekerja tegangan utama minor yang diberikan oleh fluida bertekanan tinggi
yaitu σ2. Pada uji ini tegangan menengah dianggap sama dengan tegangan
pemampatan atau minimum (σ2=σ3). Properti mekanik yang didapat pada
percobaan ini meliputi kohesi (c) , dan sudut geser dalam (), selain itu juga untuk
menentukan selubung kekuatan batuan. Prosedur pengujian yang dilakukan antara
67
lain memasukkan contoh batuan uji kedalam selubung karet, menutup kedua
ujungnya dengan pelat, kemudian memasukkan ke dalam sel triaksial (Gambar
3.28). Kemudian mesin tekan dinyalakan sampai bagian atas sel triaksial
mengalami kontak dengan pelat atas kemudian mematikannya. Oli kemudian
dipompakan ke dalam sel triaksial dengan menggunakan pompa hidraulik sampai
pada tegangan pemampatan tertentu. Menyalakan kembali mesin tekan disaat
yang bersamaan dan mulai melakukan pembacaan gaya dengan interval 2 kN lalu
dicatat deformasi aksial hingga terjadi failure.
Peralatan percobaan yang digunakan antara lain :
1. Mesin tekan Servo Control Hung Ta Tipe HT-8391
2. Sel triaksial
3. Selubung karet
Berfungsi untuk melindungi spesimen batuan dari masuknya fluida
kedalam batuan tersebut.
4. Dial gauge
5. Jangka sorong
6. Stopwatch
Kegiatan pengujian triaksial sepert Gambar 3.28 hingga 3.29 berikut :
Gambar 3.28 Penempatan Batuan Uji Pada Sel Triaksial
68
Gambar 3.29 Proses Pemompaan Oli Pada Sel Triaksial
3.7 Uji Three Point Bending Spesimen Straight Notched Semi-Circular
Bend dan Cracked Chevron Notched Semi-Circular Bend
Pengujian ini dilakukan untuk menentukan nilai fracture toughness batuan.
Parameter-parameter yang diambil dari pengujian ini yaitu nilai pembebanan pada
saat contoh batuan runtuh/hancur (Pmax) dan dimensi contoh batuan uji.
3.7.1 Peralatan Pengujian
1. Mesin uji kuat tekan Servo-Control Hung Ta Tipe HT-8391
2. Alat three point bending. Alat ini merupakan plat tekan yang
terdiri dari 3 titik kontak terhadap spesimen. Titik kontak tersebut
berupa silinder yang berdiameter 5mm. plat tekan tersebut menjadi
satu rangkaian dengan mesin kuat tekan servo control Hung TA
(Gambar 3.31).
69
Gambar 3.30 Alat Three Point Bending Pada Mesin Tekan
3. Dial gauge
4. Jangka Sorong
3.7.2 Persiapan dan Prosedur Pengujian
Bagian atas plat tekan three point bending ditempelkan dengan plat tekan
mesin tekan dan dilakukan pemasangan baut pada baja penahan.
Selanjutnya bagian bawah plat tekan three point bending disimpan pada
bagian bawah plat tekan mesin tekan. Contoh batuan uji dipastikan
memenuhi syarat R/B = 0,4 untuk spesimen Straight Notched Semi-
Circular Bend dan R/B = 0,5 untuk spesimen Cracked Chevron Notched
Semi-Circular Bend. Kemudian contoh batuan uji diletakkan pada alat
three point bending dan diatur jarak antar titik kontak bagian bawah sesuai
dengan yang sudah ditentukan yaitu S/2R = 0,7. Kemudian mesin tekan
dihidupkan dengan laju pembebanan konstan yaitu 0,1 mm/menit hingga
titik failure.
70
BAB IV
PENGOLAHAN DAN ANALISIS DATA
4.1 Hasil Uji Sifat Fisik
Pada pengujian sifat fisik batuan, contoh batuan yang digunakan yaitu 4 (empat)
contoh andesit, 4 (empat) contoh batugamping dan 4 (empat) contoh sampel
beton (Gambar 4.1). Pengujian diawali dengan menentukan empat macam berat
spesimen batuan, yaitu Wn, Ww, Ws, dan Wo. Keempat data berat inilah yang
nantinya menjadi komponen dalam menentukan karakter fisik setiap batuan.
Penjelasan keempat macam berat tersebut sebagai berikut :
1. Berat Natural (Wn) yang diperoleh dari menimbang contoh batuan secara
alami.
2. Berat Jenuh (Ww) yang diperoleh dengan menjenuhkan terlebih dahulu
batuan dalam desikator sekitar 24 jam.
3. Berat Gantung (Ws) yang diperoleh dengan menimbang contoh batuan
jenuh didalam air.
4. Berat Kering (Wo) yang diperoleh dengan terlebih dahulu mengeringkan
contoh batuan dalam oven sekitar 24 jam.
(a) (b)
71
(c)
Gambar 4.1 Sampel Uji Sifat Fisik : (a) Andesit, (b) Batugamping (c) Sampel Beton
Data tersebut kemudian diolah menggunakan persamaan 2.13 hingga 2.22
untuk mendapatkan nilai bobot isi natural (n), bobot isi kering (d), bobot
isi jenuh (s), berat jenis sejati (True SG), berat jenis semu (SG), kadar air
natural (wn), kadar air jenuh (ws), derajat kejenuhan (S), porositas (n), dan
void ratio (e).
Tabel 4.1 Hasil Uji Sifat Fisik Andesit
Tabel 4.2 Hasil Uji Sifat Fisik Batu Gamping
Nilai Minimum 2.75 2.71 2.75 2.71 2.82 0.53 0.53 100.00 1.40 0.01
Nilai Maksimum 2.79 2.77 2.79 2.77 2.83 1.43 1.43 100.00 3.88 0.04
Rata-rata 2.78 2.76 2.78 2.76 2.83 0.91 0.91 100.00 2.52 0.03
Standar Deviasi 0.12 0.12 0.12 0.12 0.13 0.38 0.38 0.00 1.02 0.01
e
ANDESIT
True SG w n (%) w s (%) S (%) n (%)Jenis
Batuan
n
(gr/cm3)
d
(gr/cm3)
s
(gr/cm3)SG
Nilai Minimum 2.22 2.19 2.29 2.19 2.43 1.67 2.03 36.36 5.24 0.06
Nilai Maksimum 2.63 2.58 2.63 2.58 2.72 2.37 4.60 95.24 10.07 0.11
Rata-rata 2.49 2.44 2.51 2.44 2.63 1.94 2.94 73.08 7.05 0.08
Standar Deviasi 0.18 0.17 0.15 0.17 0.13 0.31 1.15 25.84 2.14 0.03
e
GAMPING
True SG w n (%) w s (%) S (%) n (%)Jenis
Batuan
n
(gr/cm3)
d
(gr/cm3)
s
(gr/cm3)SG
72
Tabel 4.3 Hasil Uji Sifat Fisik Sampel Beton
Dari Tabel 4.1, 4.2, dan 4.3 dapat dilihat bahwa rata-rata berat jenis andesit paling
besar (2,83), kemudian diikuti oleh batugamping (2,63) dan sampel beton (2,75).
Berat jenis sebenarnya dari andesit dan batugamping tidak berbeda jauh dengan
berat jenis semunya. Hal ini berkebalikan dengan sampel beton yang memiliki
nilai berat jenis sebenarnya yang berbeda jauh dengan berat jenis semunya.
Perbedaan berat jenis sebenarnya dan berat jenis semu disebabkan oleh porositas
batuan. Istilah porositas sendiri digunakan untuk menyatakan banyaknya pori
yang secara alami terkandung dalam suatu contoh batuan. Beton memiliki
porositas yang paling besar yaitu sekitar 41.83%, yang menunjukkan bahwa
41.83% dari volume sampel beton adalah rongga atau celah-celah kecil (existing
crack), hal ini dikarenakan beton terdiri dari agregat yang tidak seragam sehingga
akan terbentuk rongga-rongga antar butir. Semakin rendah tingkat kerapatan
butiran penyusun suatu batuan, maka kemungkinan untuk hadirnya rongga akan
semakin besar. Parameter porositas ini juga akan mempengaruhi besarnya nilai
kandungan air dalam batuan baik dalam kondisi natural maupun dalam keadaan
jenuh, serta nilai void ratio atau nisbah pori yang menyatakan jumlah dari pori
jika dibandingkan dengan padatan yang terdapat dalam batuan. Kadar air
ditentukan untuk mengetahui banyaknya massa air yang mengisi pori-pori atau
rekahan didalam batuan yang dinyatakan dalam persentase.. Kadar air natural jika
dibandingkan dengan kadar air jenuh dapat mempresentasikan derajat kejenuhan,
sehingga secara tidak langsung porositas batuan mempengaruhi pula nilai derajat
kejenuhan batuan dimana pada data diatas semakin tinggi porositas batuan maka
derajat kejenuhan akan semakin kecil. Dari data diatas terbukti bahwa semakin
Nilai Minimum 1.41 1.36 1.83 1.36 2.54 2.53 21.11 10.45 34.87 0.54
Nilai Maksimum 1.81 1.75 2.22 1.75 3.29 5.51 34.57 22.52 47.13 0.89
Rata-rata 1.65 1.59 2.01 1.59 2.75 3.85 26.73 14.74 41.88 0.73
Standar Deviasi 0.17 0.16 0.16 0.16 0.36 1.23 5.72 5.39 6.09 0.18
BETON
eTrue SG w n (%) w s (%) S (%) n (%)Jenis
Batuan
n
(gr/cm3)
d
(gr/cm3)
s
(gr/cm3)SG
73
besar nilai porositas batuan maka akan semakin besar nilai kandungan air natural,
kandungan air jenuh serta nisbah pori dari batuan tersebut.
4.2 Hasil Uji Cepat Rambat Gelombang Ultrasonik
Contoh batuan yang digunakan untuk pengujian cepat rambat gelombang
ultrasonik yaitu 4 (empat) contoh andesit, 3 (tiga) contoh batugamping, dan 4
(empat) contoh sampel beton (Gambar 4.2). Nilai cepat rambat gelombang
ultrasonik (Vp) didapat dengan melakukan kalkulasi antara dua data yaitu :
1. Panjang medium perambatan gelombang ultrasonik, didapatkan dengan
cara menghitung jarak dari transduser pengirim ke transduser penerima.
Karena pada pengujian menggunakan PUNDIT dengan menyimpan
kedua transduser pada bagian atas dan bawah spesimen batuan, maka
panjang medium merupakan panjang spesimen batuan sendiri.
2. Waktu perambatan gelombang, didapatkan dengan menyalakan
PUNDIT yang kedua transdusernya sudah ditempatkan pada bagian
atas dan bawah spesimen. Pembacaan waktu dalam satuan μsecond
dapat dilihat pada layar digital PUNDIT.
(a) (b)
(c)
Gambar 4.2 Sampel Uji Sifat Dinamik: (a) Andesit, (b) Batugamping, (c)
Sampel Beton
74
Setelah kedua data tersebut didapatkan, barulah dilakukan perhitungan dari nilai
cepat rambat gelombang ultrasonik pada contoh batuan tersebut dengan
menggunakan persamaan 2.31.
Tabel 4.4 Hasil Uji Sifat Dinamik
Gelombang ultrasonik merupakan gelombang mekanik yang dalam
perambatannya membutuhkan suatu medium tertentu. Kecepatan perambatan
gelombang ini bergantung pada medium yang dilaluinya. Semakin rapat suatu
medium maka akan semakin cepat gelombang ini merambat. Dalam suatu batuan,
gelombang ultrasonik akan cepat merambat pada batuan yang tersusun oleh
mayoritas padatan dan akan semakin rendah cepat rambatnya pada batuan yang
memiliki kandungan udara maupun air. Kecepatan perambatan gelombang
ultrasonik dapat digunakan untuk memprediksi ada atau tidaknya, sedikit atau
banyaknya cacat yang ada dalam suatu medium, yang mana dalam suatu batuan,
cacat ini dianalogikan sebagai kuantitas rongga maupun keadaan bidang
diskontinuitas dalam suatu batuan.
Berdasarkan Tabel 4.4 dapat diketahui bahwa gelombang ultrasonik merambat
lebih cepat pada andesit (5172,62 m/s), diikuti batugamping (4867,29 m/s) serta
sampel beton (2558,29 m/s). Hal ini dapat dijelaskan melalui analisis sifat fisik
batuan, dimana andesit memiliki kerapatan yang lebih tinggi dilihat dari nilai
Nilai Minimum 17.50 96.02 4943.03
Nilai Maksimum 19.60 99.25 5551.43
Rata-rata 18.85 97.33 5172.61
Standar Deviasi 0.93 1.37 265.40
Nilai Minimum 19.40 98.17 4742.35
Nilai Maksimum 20.75 99.02 5087.63
Rata-rata 20.28 98.63 4867.29
Standar Deviasi 0.77 0.43 191.39
Nilai Minimum 37.70 96.83 2472.36
Nilai Maksimum 41.00 101.37 2599.48
Rata-rata 38.70 98.94 2558.29
Standar Deviasi 1.55 1.91 58.81
BETON
ANDESIT
GAMPING
JENIS
BATUANt p (ms) L (mm) V p (m/s)
75
kandungan air (0,912%) serta porositas (2,52%) yang rendah. Dengan demikian
dapat dikatakan bahwa semakin kompak batuan, maka gelombang ultrasonik akan
lebih cepat merambat yang dinyatakan dengan tingginya kecepatan perambatan
gelombang (Vp). Selain itu ukuran butir batuan juga mempengaruhi cepat rambat
gelombang ultrasonik, dimana batuan yang berbutir halus akan memiliki cepat
rambat gelombang yang lebih besar, hal ini dikarenakan batuan yang berbutir
kasar akan memiliki ruang kosong antar butir yang lebih besar dibandingkan
dengan batuan berbutir halus. Ruang kosong antar butir tersebut akan tersisi
dengan udara atau air yang dapat mengurangi cepat rambat gelombang ultrasonik.
4.3 Hasil Uji Kuat Tekan Uniaksial
Uji kuat tekan uniaksial dilakukan pada 4 (empat) contoh andesit, 3 (tiga) contoh
batugamping, dan 4 (empat) contoh sampel beton. Dari uji kuat tekan uniaksial
didapatkan data untuk menentukan sifat mekanik batuan seperti : kuat tekan,
modulus Young, serta nisbah Poisson. Data-data tersebut diantaranya :
1. Gaya maksimum saat contoh batuan mengalami failure (Fmax), yang
diperoleh dari pembacaan pada mesin tekan
2. Dimensi contoh batuan berupa diameter dan panjang, yang diperoleh terlebih
dahulu dengan melakukan pengukuran dimensi sampel pengujian
3. Deformasi pada sumbu aksial (∆l) serta pada sumbu lateral (∆d), yang
diperoleh dari pembacaan pada dial gauge
Setelah data tersebut semua terkumpul akan dilakukan perhitungan menggunakan
persamaan 2.26. Selanjutnya dari hasil pengolahan data dibuat kurva tegangan-
regangan untuk penentuan nilai modulus Young dan nisbah Poisson menggunakan
persamaan 2.27 dan 2.28. Data-data tersebut akan ditampilkan berupa nilai
minimum, nilai maksimum , nilai rata-rata serta standar deviasi dari setiap sifat
mekanik yang telah disebutkan sebelumnya.
76
Tabel 4.5 Hasil Uji Kuat Tekan Uniaksial
Berdasarkan Tabel 4.5, dapat diketahui bahwa nilai kuat tekan paling tinggi
dimiliki oleh andesit (124,60 MPa), disusul oleh batugamping (19,93 MPa), dan
sampel beton (8,94 MPa). Jika mengacu pada ISRM (1981), maka andesit
termasuk dalam kelas very strong, serta batugamping dan sampel beton termasuk
kelas weak. Sedangkan menurut Bieniawski (1973), andesit termasuk kelas high
strength serta batugamping dan sampel beton termasuk kelas very low strength.
Nilai kuat tekan sendiri dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya nilai
porositas dan ikatan antar butir. Seperti telah dijelaskan pada hasil uji sifat fisik,
andesit memiliki nilai porositas yang rendah serta dapat dikategorikan ikatan antar
butir yang menyusun andesit merupakan partikel seragam yang rapat. Hal ini
berkebalikan dengan sampel beton dimana terdiri dari agregat pasir dan semen
yang tidak seragam sehingga menimbulkan pori pada saat pembuatannya yang
menyebabkan ikatan antar butirnya lemah dan membuat porositas batuan
meningkat.
Nilai modulus Young yang didapat dari penelitian ini adalah nilai modulus Young
rata-rata yang ditentukan pada daerah elastik (mulai dari closing crack hingga
yield point). Besarnya nilai modulus Young dipengaruhi oleh tegangan yang
mampu diterima serta regangan yang terjadi akibat tegangan tersebut. Dapat
Nilai Minimum 95.75 10359.00 0.18
Nilai Maksimum 155.43 13068.14 0.19
Rata-rata 124.60 11880.25 0.18
Standar Deviasi 29.05 4039.32 0.01
Nilai Minimum 17.40 3114.00 0.24
Nilai Maksimum 23.90 5619.00 0.25
Rata-rata 19.93 4223.67 0.25
Standar Deviasi 3.48 1276.70 0.01
Nilai Minimum 6.09 1414.00 0.30
Nilai Maksimum 12.71 2324.00 0.55
Rata-rata 8.94 1949.75 0.45
Standar Deviasi 2.76 441.74 0.10
BETON
ANDESIT
GAMPING
JENIS
BATUANσ c (MPa) E (MPa) ʋ
77
dilihat pada Tabel 4.5 bahwa nilai modulus Young berbanding lurus dengan nilai
kuat tekan. Dimana andesit memiliki nilai kuat tekan paling besar (124,60 MPa)
dan memiliki nilai modulus Young paling tinggi pula (11880 MPa), sampel beton
memiliki nilai kuat tekan paling rendah (8,94 MPa) dan nilai modulus Young
paling rendah pula (1950 MPa) sedangkan batugamping berada diantara keduanya
dengan nilai kuat tekan (19,93 MPa) dan modulus Young (4224 MPa).
Sedangkan untuk nilai nisbah Poisson, kecenderungan nilainya akan berbanding
terbalik dengan nilai kuat tekan, dimana andesit memilki nilai kuat tekan tertinggi
(124,60 MPa) tetapi memiliki nilai nisbah Poisson terkecil (0,18), sedangkan
sampel beton memilki nilai kuat tekan paling kecil (8,94 MPa), tetapi nilai nisbah
Poissonnya paling besar (0,45). Nilai nisbah Poisson sendiri memberikan
gambaran mengenai kekakuan dari batuan. Semakin kecil nilai nisbah Poisson
maka contoh batuan tergolong semakin kaku (stiff), begitu juga sebaliknya. Nilai
nisbah Poisson sendiri dipengaruhi oleh besarnya deformasi aksial dan lateral
selama proses pembebanan. Pada penelitian ini nilai nisbah Poisson diambil dari
nilai tengah kondisi elastik untuk kedua regangan. Umumnya, nilai dari nisbah
Poisson berkisar antara 0 hingga 0,5. Berdasarkan kategori nisbah Poisson
menurut Gercek (2007), maka andesit memilki nilai nisbah Poisson tergolong
rendah yaitu berkisar antara 0,1 v 0,2, batugamping memiliki nisbah Poisson
tergolong medium yaitu berkisar antara 0,2 v 0,3, dan sampel beton memiliki
nisbah Poisson tergolong sangat tinggi yaitu berkisar antara 0,4 v 0,5.
Jika diperhatikan dari sisi kurva tegangan-regangan (Lampiran C.15 hingga C.20),
maka kurva andesit menunjukkan perilaku brittle fracture, yaitu pecah tiba-tiba
hanya dengan mengalami sedikit regangan plastis setelah yield point. Sedangkan
kurva sampel beton menunjukkan perilaku ductile fracture, yaitu pecah setelah
mengalami regangan plastis yang besar (kurva landai). Adapun batugamping
menunjukkan perilaku pecah dianatar keduanya. Hal ini sesuai dengan parameter
nisbah Poisson, dimana andesit memilki nisbah Poisson paling kecil. Semakin
kecil nisbah Poisson, batuan akan bersifat semakin brittle.
78
Dari hasil pengujian kuat tekan uniaksial (Gambar 4.3 hingga 4.5) dapat dikatakan
bahwa sebagian besar hasil pecahan batuan termasuk tipe belahan arah aksial
(Axial Splitting). Untuk tipe belahan arah aksial (Axial Splitting), tipe pecahan ini
ditandai dengan bidang pecah yang searah dengan tegangan utama mayor (σ1).
Hal ini mengindikasikan tidak adanya tegangan geser ( = 0) yang terjadi pada
contoh batuan akibat tidak adanya tegangan utama minor (σ3) pada uji kuat tekan
uniaksial. Pada kondisi ini, perambatan rekahan menghasilkan pecah karena
tarikan yang ditandai oleh terpisahnya bagian dari contoh batuan dalam arah
aksial. Selain tipe belahan aksial ini, terdapat tipe pecahan lain yang dihasilkan
oleh batugamping dan sampel beton seperti tipe pecahan kombinasi belahan aksial
dan geser (combination axial and local shear) dan tipe pecahan mengulit bawang
(Splintery and Onion Leaves & Buckling)
(a) (b)
(c) (d)
Gambar 4.3 Hasil Uji Kuat Tekan Uniaksial : (a) AUCS1 , (b) AUCS2, (c) AUCS3,
(d) AUCS4
79
(a) (b) (c)
Gambar 4.4 Hasil Uji Kuat Tekan Uniaksial : (a) GUCS1 , (b) GUCS2, (c) GUCS3
(a) (b)
(c) (d)
Gambar 4.5 Hasil Uji Kuat Tekan Uniaksial : (a) BUCS1 , (b) BUCS2, (c) BUCS3,
(d) BUCS4
80
4.4 Hasil Uji Kuat Tarik Tidak Langsung
Uji kuat tarik tidak langsung dilakukan pada 4 (empat) contoh andesit, 4 (empat)
contoh batugamping, dan 4 (empat) contoh sampel beton. Hasil dari uji kuat tarik
tidak langsung ini adalah menentukan nilai kuat tarik dari setiap contoh batuan,
dimana dari hasil pengujian didapatkan tiga data yaitu :
1. Gaya maksimum saat contoh batuan mengalami failure (Fmax), yang
diperoleh dari pembacaan pada mesin tekan.
2. Dimensi contoh batuan berupa diameter dan panjang, yang diperoleh terlebih
dahulu dengan melakukan pengukuran dimensi sampel pengujian.
3. Deformasi pada sumbu aksial (∆l) yang diperoleh dari pembacaan pada dial
gauge.
Setelah data tersebut semua terkumpul akan dilakukan perhitungan menggunakan
persamaan 2.29. Data yang akan ditampilkan berupa nilai minimum, nilai
maksimum , nilai rata-rata serta standar deviasi dari nilai kuat tarik tidak langsung
contoh batuan. Sebelumnya diperhatikan terlebih dahulu apakah pengujian
brazilian test ini valid atau tidak dengan melihat hasil sudut yang dibentuk oleh
goresan pada kertas karbon apakah kurang dari 8° atau tidak. Selain itu dapat juga
melihat contoh batuan hasil pengujian apakah membentuk rekahan atau pecahan
pada arah vertikal yaitu berada ditengah contoh sepanjang sumbu pembebanan
atau tidak (Vutukuri, Lama & Saluja, 1974 dalam Rai, dkk, 2014) (Gambar 4.6).
(a) (b) (c)
Gambar 4.6 Hasil Uji Kuat Tarik Tak Langsung : (a) Andesit, (b) Batugamping, (c)
Sampel Beton
81
Tabel 4.6 Hasil Kuat Tarik Tak Langsung
Dapat terlihat pada Tabel 4.6, bahwa nilai kuat tarik paling tinggi dimiliki oleh
andesit (6,23 MPa) dan yang paling rendah dimiliki oleh sampel beton (1,18
MPa). Hasil pada tabel tersebut sesuai dengan postulat Griffith (1921) yang
menyatakan bahwa semakin banyak cacat submikrospik dalam sebuah material
menyebabkan menurunnya kekuatan tarik material. Dimana andesit dengan
porositas 2,688% memiliki kuat tarik 6,23 MPa, batugamping dengan porositas
7,046% memiliki kuat tarik 2,65 MPa, serta sampel beton dengan porositas
41,833% memiliki kuat tarik 1,18 MPa.
Tabel 4.7 Nilai Brittleness Index Batuan
Setelah mendapatkan nilai kuat tekan uniaksial dan nilai kuat tarik contoh batuan,
maka dapat ditentukan perbandingannya untuk mendapatkan parameter Brittleness
Index (Tabel 4.7). Indeks ini digunakan untuk memperkirakan unjuk kerja alat gali
pada saat kegiatan ekskavasi. Berdasarkan klasifikasi batuan berdasarkan
Brittleness Index yang dibuat oleh Rai, dkk (1996), maka andesit dengan nilai BI
Nilai Minimum 4.92
Nilai Maksimum 7.62
Rata-rata 6.23
Standar Deviasi 1.21
Nilai Minimum 2.20
Nilai Maksimum 3.72
Rata-rata 2.65
Standar Deviasi 0.72
Nilai Minimum 0.94
Nilai Maksimum 1.57
Rata-rata 1.18
Standar Deviasi 0.28
GAMPING
JENIS
BATUANσ t (MPa)
ANDESIT
BETON
Andesit 124.60 6.23 19.99
Gamping 19.93 2.65 7.53
Beton 8.94 1.18 7.60
Contoh Batuan Uji σ c (Mpa) σ t (Mpa) BI
82
19,99 termasuk kelompok batuan yang sangat brittle , sedangkan batugamping
nilai BI 7,53 dan sampel beton nilai BI 7,60 termasuk kelompok batuan tough dan
sangat plastik.
Nilai dari kuat tarik juga dapat dijadikan acuan untuk memperkirakan secara
kualitatif nilai fracture toughness khususnya untuk rekahan tipe I (tipe tarik).
Dimana dapat diprediksi bahwa andesit akan memiliki nilai KIC paling besar dan
disusul oleh batugamping dan sampel beton.
4.5 Hasil Uji Triaksial
Uji kuat tarik tidak langsung dilakukan pada 3 (tiga) contoh andesit, 3 (tiga)
contoh batugamping, dan 3 (tiga) contoh sampel beton. Data-data yang didapat
dari uji triaksial ini meliputi :
1. Luas sisi bagian atas atau bawah spesimen batuan, dapat dihitung dengan
menggunakan rumus luas lingkaran.
2. Gaya maksimum (Fmax) yang dialami spesimen batuan, diperoleh dengan
melakukan pembacaan gaya pada mesin tekan sesaat sebelum spesimen
mengalami failure atau keruntuhan.
3. Tegangan minimum (σ3) atau pemampatan, diperoleh dari besarnya tekanan
oli yang memampatkan spesimen didalam sel triaksial.
Setelah data diatas didapatkan , langkah selanjutnya adalah menentukan besarnya
nilai σ1 dengan persamaan yang sama untuk menentukan besar nilai kuat tekan
uniaksial. Kemudian data σ1 dan σ3 digunakan untuk membuat lingkaran Mohr.
Karena pada pengujian dikenakan tiga jenis tegangan pemampatan yang berbeda
maka akan diperoleh tiga buah lingkaran Mohr. Selanjutnya adalah membuat
kurva keruntuhan Mohr Coulomb dari lingkarang Mohr yang telah dibuat
sebelumnya. Nilai kohesi (c) , sudut geser dalam () dan persamaan kurva
keruntuhan dapat diketahui dari kurva keruntuhan Mohr Coulomb tersebut.
Berikut adalah nilai kohesi, sudut geser dalam serta persamaan kurva keruntuhan
Mohr Coulomb yang didapat dari masing-masing contoh batuan uji.
83
Tabel 4.8 Hasil Uji Triaksial Andesit
Gambar 4.7 Kurva Mohr Coulomb Andesit
Tabel 4.9 Hasil Uji Triaksial Batugamping
ATX1 390.33 45.43 240.89 10.00
ATX2 422.52 45.33 261.90 15.00
ATX3 551.43 45.50 339.31 20.00
21.21 54.64
c (MPa) (°)KODE Gaya saat runtuh
(kN)
Diameter rata-rata
(mm)σ 1 (MPa) σ 3 (MPa)
0
20
40
60
80
100
120
140
0 20 40 60 80 100 120 140
SHEA
R S
TRES
S (M
Pa)
NORMAL STRESS (MPa)
GTX1 109.50 44.43 70.65 3.00
GTX2 165.30 44.93 104.30 6.00
GTX3 189.46 45.10 118.66 9.00
c (MPa) (°)
7.58 52.86
Diameter rata-rata
(mm)σ 1 (MPa) σ 3 (MPa)KODE
Gaya saat runtuh
(kN)
84
Gambar 4.8 Kurva Mohr Coulomb Batugamping
Tabel 4.10 Hasil Uji Triaksial Sampel Beton
0
20
40
60
80
100
120
140
0 20 40 60 80 100 120 140
SHEA
R S
TRES
S (M
Pa)
NORMAL STRESS (MPa)
BTX1 27.00 43.20 18.43 1.00
BTX2 38.60 43.37 26.15 2.00
BTX3 48.26 43.10 33.10 3.00
2.07 49.46
(°)c (MPa)σ 3 (MPa)KODE Gaya saat runtuh
(kN)
Diameter rata-rata
(mm)σ 1 (MPa)
85
Gambar 4.9 Kurva Mohr Coulomb Sampel Beton
Berdasarkan Tabel 4.8 hingga 4.10, dapat terlihat bahwa nilai kohesi batuan
paling besar dimiliki oleh andesit, (21,21 MPa) diikuti oleh batugamping (7,58
MPa) dan sampel beton (2,07 MPa). Nilai kohesi sendiri merupakan gambaran
kekuatan ikatan antar partikel penyusun batuan. Semakin besar nilai kohesi
batuan, maka kekuatan ikatan antar partikel penyusun batuan tersebut semakin
besar juga. Sedangkan untuk nilai sudut geser dalam tidak ada kecenderungan
untuk mengalami peningkatan ataupun penurunan seiring perubahan kekuatan
batuan. Sudut geser dalam menggambarkan sebuah kemiringan, dimana pada
kemiringan tersebut partikel dari contoh batuan dapat menggelincir bebas atas
beratnya sendiri tanpa bantuan gaya luar.
0
20
40
60
80
100
120
140
0 20 40 60 80 100 120 140
SHEA
R S
TRES
S (M
Pa)
NORMAL STRESS (MPa)
86
(a) (b) (c)
Gambar 4.10 Hasil Uji Triaksial Andesit: (a) ATX1, (b) ATX2, (c) ATX3
(a) (b) (c)
Gambar 4.11 Hasil Uji Triaksial Batugamping: (a) GTX1, (b) GTX2, (c) GTX3
(a) (b) (c)
Gambar 4.12 Hasil Uji Triaksial Sampel Beton: (a) BTX1, (b) BTX2, (c) BTX3
87
Berdasarkan Gambar 4.10 hingga 4.12 dapat terlihat bahwa tipe pecahan batuan
hasil uji triaksial ini dominan termasuk kedalam tipe 3 dalam klasifikasi tipe
pecahan menurut Griggs dan Handin (1960) dalam Rai, dkk, 2014. Tipe pecahan
ini menunjukkan bentuk transisi dari getas ke ductile. Penambahan tekanan
pemampatan akan menyebabkan contoh batuan runtuh dalam keadaan geser.
4.6 Hasil Uji Fracture Toughness
Penentuan nilai KIC didapatkan melalui pengujian three point bending pada 2
(dua) spesimen yang berbeda yaitu Straight Notched Semi-Circular Bend dan
Cracked Chevron Notched Semi-Circular Bend. Terdapat 3 (tiga) jenis batuan
yang digunakan yaitu andesit, batugamping dan sampel beton. Setiap jenis batuan
menggunakan diameter 45mm (Gambar 4.13).
Gambar 4.13 Spesimen CCNSCB dan SNSCB Andesit, Batugamping dan Sampel
Beton
88
Gambar 4.14 Pengujian Three Point Bending Spesimen CCNSCB dan
SNSCB Andesit, Batugamping dan Sampel Beton
4.6.1 Uji Straight Notched Semi-Circular Bend
4.6.1.1 Hasil Uji Andesit Spesimen Straight Notched Semi-
Circular Bend
Pengujian three point bending spesimen Straight Notched Semi-
Circular Bend pada andesit dimulai dengan pengumpulan dan
preparasi contoh batuan. Terdapat 17 sampel andesit untuk
spesimen ini dengan rata-rata perbandingan L/D = 0,4 (Gambar
89
4.15). Masing-masing sampel andesit memiliki dimensi geometri
pada Tabel 4.11
Tabel 4.11 Geometri Spesimen SNSCB Andesit
Pengujian dilakukan dengan S/2R = 0,7. Pengujian three point
bending dilakukan menggunakan mesin tekan Hung Ta untuk
mendapatkan nilai Fmax pada saat sampel batuan pecah dengan
laju pembebanan sebesar 0,1 mm/min. Penentuan nilai KIC
dilakukan dengan menggunakan persamaan 2.10. Nilai Y’ pada saat
S/2R = 0,7 dan a/R = 0,5 dapat ditentukan menggunakan persamaan
2.12.
Perhitungan nilai fracture toughness untuk spesimen SNSCB
dimulai dengan menggunakan persamaan 2.10 sebagai berikut
: 𝑲𝑰𝑪 = 𝑭 𝝅𝒂
𝑫𝒕 𝒀𝑰
Kode D
(mm) L (mm) L/D a (mm) t (mm)
A-S1 44,100 17,467 0,396 11,025 3,950
A-S2 44,033 16,533 0,375 11,008 4,100
A-S3 44,200 18,100 0,410 11,050 4,250
A-S4 44,467 16,467 0,370 11,117 3,850
A-S5 43,600 22,100 0,507 GAGAL 3,950
A-S6 44,433 18,433 0,415 11,108 3,800
A-S7 44,333 18,000 0,406 11,083 4,000
A-S8 44,333 19,167 0,432 11,083 3,500
A-S9 44,467 17,667 0,397 11,117 3,700
A-S10 44,433 17,450 0,393 11,108 3,700
A-S11 43,633 19,233 0,441 10,908 3,800
A-S12 44,367 17,033 0,384 11,092 3,850
A-S13 44,433 17,467 0,393 11,108 3,800
A-S14 44,233 17,367 0,393 11,058 4,250
A-S15 44,500 19,700 0,443 GAGAL 3,900
A-S16 44,033 17,033 0,387 11,008 3,500
A-S17 44,367 16,567 0,373 GAGAL 4,000
90
Dimana diambil contoh untuk andesit dengan kode A-S1 sebesar
0,00101 MN yang didapat dari pengujian melalui alat three point
bending, kemudian untuk dimensi batuan berupa diameter serta
tebal didapat dengan pengukuran langsung sampel yaitu sebesar
0,0441 m dan 0,017 m. Sebelum memasukkan nilai tersebut
kedalam persamaan 2.10, terlebih dahulu dihitung besar parameter
tak berdimensi faktor intensitas tegangan (YI) menggunakan
persamaan 2.12 dibawah ini :
𝒀 = 𝑺
𝑹 𝟐, 𝟗𝟏 + 𝟓𝟒, 𝟑𝟗𝜶 − 𝟑𝟗𝟏, 𝟒𝜶𝟐 + 𝟏𝟐𝟏𝟎, 𝟔𝜶𝟑 − 𝟏𝟔𝟓𝟎𝜶𝟒 + 𝟖𝟕𝟓, 𝟗𝜶𝟓
Dengan memasukkan besar S sebesar 30,87 mm (pada pengujian
dibuat S/2R = 0,7) yang merepresentasikan jarak antar roller bagian
bawah dan R sebesar 22,05 mm serta mengganti nilai α dengan a/R
,dimana a untuk kode A-S1 sebesar 11,025 mm (pada pengujian
dibuat a/R = 0,5), sehingga didapatkan nilai berikut :
𝒀 𝑰 =
𝟎, 𝟎𝟑𝟎𝟖𝟕
𝟎, 𝟎𝟐𝟐𝟎𝟓 𝟐, 𝟗𝟏 + 𝟓𝟒, 𝟑𝟗 𝟎, 𝟓 − 𝟑𝟗𝟏, 𝟒(𝟎, 𝟓𝟐) + 𝟏𝟐𝟏𝟎, 𝟔(𝟎, 𝟓𝟑)
− 𝟏𝟔𝟓𝟎(𝟎, 𝟓𝟒) + 𝟖𝟕𝟓, 𝟗(𝟎, 𝟓𝟓
Sehingga didapat nilai YI sebesar 5,64 lalu nilai ini disubtitusikan
kedalam persamaan 2.10 sehingga didapat nilai sebagai berikut :
𝑲𝑰𝑪 = 𝟎, 𝟎𝟎𝟏𝟎𝟏 𝟑, 𝟏𝟒(𝟎, 𝟎𝟏𝟏𝟎𝟐𝟓)
𝟎, 𝟎𝟒𝟒𝟏(𝟎, 𝟎𝟏𝟕) (𝟓, 𝟔𝟒)
𝑲𝑰𝑪 = 𝟏, 𝟑𝟐𝟐 𝑴𝑷𝒂 𝒎
Untuk perhitungan nilai KIC lainnya pada andesit, batugamping dan
beton spesimen SNSCB dapat dihitung menggunakan persamaan
yang sama dan dapat dilihat pada Tabel 4.12 hingga 4.14.
Hasil pengujian andesit spesimen SNSCB dapat dilihat pada
Gambar 4.15 dan Tabel 4.12.
91
Gambar 4.15 Hasil Spesimen SNSCB Andesit Setelah Pengujian
Tabel 4.12 Hasil Pengujian SNSCB Andesit
Kode R (m) S (mm) a (m) B (m) Y' Fmax
(MN)
KIC
(MPa√m)
A-S1 0,0221 30,8700 0,0110 0,0175 5,6400 0,0010 1,3226
A-S2 0,0220 30,8233 0,0110 0,0165 5,6400 0,0011 1,2006
A-S3 0,0221 30,9400 0,0111 0,0181 5,6400 0,0012 1,2357
A-S4 0,0222 31,1267 0,0111 0,0165 5,6400 0,0008 1,8319
A-S5 0,0218 30,5200 GAGAL 0,0221 GAGAL GAGAL GAGAL
A-S6 0,0222 31,1033 0,0111 0,0184 5,6400 0,0010 1,4454
A-S7 0,0222 31,0333 0,0111 0,0180 5,6400 0,0011 1,3964
A-S8 0,0222 31,0333 0,0111 0,0192 5,6400 0,0011 1,2507
A-S9 0,0222 31,1267 0,0111 0,0177 5,6400 0,0007 1,5211
A-S10 0,0222 31,1033 0,0111 0,0175 5,6400 0,0008 1,6221
A-S11 0,0218 30,5433 0,0109 0,0192 5,6400 0,0011 0,8893
A-S12 0,0222 31,0567 0,0111 0,0170 5,6400 0,0010 1,5981
A-S13 0,0222 31,1033 0,0111 0,0175 5,6400 0,0009 1,5839
A-S14 0,0221 30,9633 0,0111 0,0174 5,6400 0,0012 1,3953
A-S15 0,0223 31,1500 GAGAL 0,0197 GAGAL GAGAL GAGAL
A-S16 0,0220 30,8233 0,0110 0,0170 5,6400 0,0013 1,0831
A-S17 0,0222 31,0567 GAGAL 0,0166 GAGAL GAGAL GAGAL
92
4.6.1.2 Hasil Uji Batugamping Spesimen Straight Notched Semi-
Circular Bend
Pengujian three point bending spesimen Straight Notched Semi-
Circular Bend pada batugamping dimulai dengan pengumpulan
dan preparasi contoh batuan. Terdapat 13 sampel batugamping
untuk spesimen ini dengan rata-rata perbandingan L/D = 0,4
(Gambar 4.16). Masing-masing sampel batugamping memiliki
dimensi geometri pada Tabel 4.13.
Tabel 4.13 Geometri Spesimen SNSCB Batugamping
Kode D
(mm) L (mm) L/D a (mm) t (mm)
G-S1 42,933 21,867 0,509 10,733 4,250
G-S2 42,733 18,333 0,429 10,683 3,850
G-S3 43,133 18,033 0,418 10,783 3,950
G-S4 43,267 18,800 0,435 10,817 4,200
G-S5 42,333 21,567 0,509 10,583 4,000
G-S6 43,967 18,833 0,428 10,992 3,500
G-S7 42,533 18,967 0,446 10,633 3,700
G-S8 43,767 17,067 0,390 10,942 3,500
G-S9 43,333 20,533 0,474 10,833 3,800
G-S10 42,933 20,867 0,486 10,733 3,850
G-S11 42,067 20,867 0,496 10,517 4,100
G-S12 42,267 21,967 0,520 10,567 4,250
G-S13 42,677 20,695 0,485 10,669 3,900
Pengujian dilakukan dengan S/2R = 0,7. Pengujian three point
bending dilakukan menggunakan mesin tekan Hung Ta untuk
mendapatkan nilai Fmax pada saat sampel batuan pecah dengan
laju pembebanan sebesar 0,1 mm/min. Penentuan nilai KIC
dilakukan dengan menggunakan persamaan 2.10. Nilai Y’ pada saat
S/2R = 0,7 dan a/R = 0,5 dapat ditentukan menggunakan persamaan
93
2.12. Hasil Pengujian dapat dilihat pada Gambar 4.16 dan Tabel
4.14.
Gambar 4.16 Hasil Spesimen SNSCB Batugamping Setelah
Pengujian
Tabel 4.14 Hasil Pengujian SNSCB Batugamping
Kode R (m) S (mm) a (m) B (m) Y' Fmax
(MN)
KIC
(MPa√m)
G-S1 0,0215 30,0533 0,0107 0,0219 5,6400 0,0009 0,9431
G-S2 0,0214 29,9133 0,0107 0,0183 5,6400 0,0008 1,0469
G-S3 0,0216 30,1933 0,0108 0,0180 5,6400 0,0010 1,3289
G-S4 0,0216 30,2867 0,0108 0,0188 5,6400 0,0009 1,1386
G-S5 0,0212 29,6333 0,0106 0,0216 5,6400 0,0010 1,0801
G-S6 0,0220 30,7767 0,0110 0,0188 5,6400 0,0009 1,1230
G-S7 0,0213 29,7733 0,0106 0,0190 5,6400 0,0009 1,1050
G-S8 0,0219 30,6367 0,0109 0,0171 5,6400 0,0007 1,0231
G-S9 0,0217 30,3333 0,0108 0,0205 5,6400 0,0008 0,9080
G-S10 0,0215 30,0533 0,0107 0,0209 5,6400 0,0008 0,8830
G-S11 0,0210 29,4467 0,0105 0,0209 5,6400 0,0010 1,1131
G-S12 0,0211 29,5867 0,0106 0,0220 5,6400 0,0010 1,0830
G-S13 0,0212 29,6333 0,0106 0,0216 5,6400 0,0009 1,0160
94
4.6.1.3 Hasil Uji Sampel Beton Spesimen Straight Notched
Semi-Circular Bend
Pengujian three point bending spesimen Straight Notched Semi-
Circular Bend pada beton dimulai dengan pembuatan sampel pada
pipa paralon dengan diameter 45mm sebagai media, kemudian
sampel beton dipreparasi sesuai kebutuhan uji fracture toughness.
Terdapat 14 sampel beton untuk spesimen ini dengan rata-rata
perbandingan L/D = 0,4 (Gambar 4.17). Masing-masing sampel
beton memiliki dimensi geometri pada Tabel 4.15.
Tabel 4.15 Geometri Spesimen SNSCB Sampel Beton
Kode D (mm) L (mm) L/D a (mm) t (mm)
B-S1 41,967 17,300 0,412 10,492 4,000
B-S2 41,633 19,233 0,462 10,408 3,900
B-S3 41,433 18,333 0,442 10,358 3,800
B-S4 41,733 19,233 0,461 10,433 4,200
B-S5 44,333 21,333 0,481 11,083 4,000
B-S6 44,033 20,033 0,455 11,008 3,900
B-S7 44,367 20,033 0,452 11,092 4,100
B-S8 42,233 17,033 0,403 10,558 4,200
B-S9 42,033 15,900 0,378 10,508 4,200
B-S10 41,433 19,967 0,482 10,358 3,900
B-S11 44,367 21,067 0,475 GAGAL 3,800
B-S12 42,033 17,433 0,415 10,508 4,000
B-S13 41,633 18,900 0,454 10,408 4,000
B-S14 41,033 21,333 0,520 10,258 3,800
Pengujian dilakukan dengan S/2R = 0,7. Pengujian three point
bending dilakukan menggunakan mesin tekan Hung Ta untuk
mendapatkan nilai Fmax pada saat sampel batuan pecah dengan
laju pembebanan 0,1 mm/min. Penentuan nilai KIC dilakukan
dengan menggunakan persamaan 2.10. Nilai Y’ pada saat S/2R =
95
0,7 dan a/R = 0,5 dapat ditentukan menggunakan persamaan 2.12.
Hasil Pengujian dapat dilihat pada Gambar 4.17 dan Tabel 4.16.
Gambar 4.17 Hasil Spesimen SNSCB Sampel Beton Setelah
Pengujian
Tabel 4.16 Hasil Pengujian SNSCB Sampel Beton
Kode R (m) S (mm) a (m) B (m) Y' Fmax
(MN)
KIC
(MPa√m)
B-S1 0,0210 29,3767 0,0105 0,0173 5,6400 0,0002 0,2890
B-S2 0,0208 29,1433 0,0104 0,0192 5,6400 0,0002 0,2674
B-S3 0,0207 29,0033 0,0104 0,0183 5,6400 0,0003 0,3401
B-S4 0,0209 29,2133 0,0104 0,0192 5,6400 0,0002 0,2633
B-S5 0,0222 31,0333 0,0111 0,0213 5,6400 0,0001 0,1346
B-S6 0,0220 30,8233 0,0110 0,0200 5,6400 0,0002 0,1854
B-S7 0,0222 31,0567 0,0111 0,0200 5,6400 0,0001 0,1303
B-S8 0,0211 29,5633 0,0106 0,0170 5,6400 0,0002 0,2384
B-S9 0,0210 29,4233 0,0105 0,0159 5,6400 0,0002 0,2759
B-S10 0,0207 29,0033 0,0104 0,0200 5,6400 0,0003 0,3320
B-S11 0,0222 31,0567 GAGAL 0,0211 GAGAL GAGAL GAGAL
B-S12 0,0210 29,4233 0,0105 0,0174 5,6400 0,0002 0,2586
B-S13 0,0208 29,1433 0,0104 0,0189 5,6400 0,0002 0,2890
B-S14 0,0205 28,7233 0,0103 0,0213 5,6400 0,0003 0,3353
96
4.6.2 Uji Cracked Chevron Notched Semi-Circular Bend
4.6.2.1 Hasil Uji Andesit Spesimen Cracked Chevron Notched
Semi-Circular Bend
Pengujian three point bending spesimen Cracked Chevron Notched
Semi-Circular Bend pada andesit dimulai dengan pengumpulan
dan preparasi contoh batuan. Terdapat 15 sampel andesit untuk
spesimen ini dengan rata-rata perbandingan L/D = 0,5 (Gambar
4.18). Masing-masing sampel andesit memiliki dimensi geometri
pada Tabel 4.17.
Tabel 4.17 Geometri Spesimen CCNSCB Andesit
Kode D
(mm)
L
(mm) L/D
a1
(mm)
a0
(mm)
S
(mm)
α0
(a0/R)
α1
(a1/R)
αB
(B/R)
A-C1 44,067 22,533 0,511 13,220 5,508 3,695 0,25 0,6 1,023
A-C2 44,467 22,633 0,509 13,340 5,558 3,690 0,25 0,6 1,018
A-C3 44,600 23,167 0,519 13,380 5,575 3,713 0,25 0,6 1,039
A-C4 44,333 21,967 0,495 13,300 5,542 3,670 0,25 0,6 0,991
A-C5 44,000 21,967 0,499 13,200 5,500 3,670 0,25 0,6 0,998
A-C6 44,367 20,533 0,463 13,310 5,546 3,629 0,25 0,6 0,926
A-C7 44,433 20,533 0,462 13,330 5,554 3,626 0,25 0,6 0,924
A-C8 44,433 20,967 0,472 13,330 5,554 3,650 0,25 0,6 0,944
A-C9 44,333 22,033 0,497 13,300 5,542 3,670 0,25 0,6 0,994
A-C10 44,233 23,000 0,520 13,270 5,529 3,714 0,25 0,6 1,040
A-C11 44,167 22,033 0,499 13,250 5,521 3,670 0,25 0,6 0,998
A-C12 44,333 22,667 0,511 13,300 5,542 3,695 0,25 0,6 1,023
A-C13 44,333 20,033 0,452 13,300 5,542 3,608 0,25 0,6 0,904
A-C14 44,167 22,033 0,499 13,250 5,521 3,670 0,25 0,6 0,998
A-C15 44,333 22,033 0,497 13,300 5,542 3,670 0,25 0,6 0,994
Pengujian dilakukan dengan S/2R = 0.7. Pengujian three point
bending dilakukan menggunakan mesin tekan Hung Ta untuk
mendapatkan nilai Fmax pada saat sampel batuan pecah dengan
97
laju pembebanan 0,1 mm/min. Penentuan nilai KIC dilakukan
dengan menggunakan persamaan 2.5 hingga 2.7. Nilai Y’ pada saat
S/2R = 0,7 dan a1/R = 0,6 dapat ditentukan menggunakan
persamaan 2.8 dan 2.9.
Perhitungan nilai fracture toughness untuk spesimen CCNSCB
dimulai dengan menggunakan persamaan 2.7, 2.9 serta Tabel 2.1.
Pertama-tama dilakukan perhitungan terhadap dimensi dari
spesimen yaitu berupa ketebalan spesimen dan jari-jari spesimen.
Lalu diambil contoh untuk andesit kode A-C1 yang memiliki F
sebesar 0,00086 MN yang didapat dari pengujian melalui alat three
point bending, kemudian untuk diameter serta tebal didapat dengan
pengukuran langsung sampel yaitu sebesar 44,067 mm dan 22,533
mm. Sebelum memasukkan nilai tersebut kedalam persamaan 2.7,
terlebih dahulu dihitung besar parameter tak berdimensi faktor
intensitas tegangan (Y*) menggunakan persamaan 2.9 dibawah ini :
𝒀∗ = 𝒖 . 𝒆𝒗.𝜶𝟏
Dimana u dan v merupakan parameter yang mengacu pada nilai α0
dan αb seperti pada persamaan 2.6. Selanjutnya untuk mendapatkan
nilai u dan v berdasarkan dua parameter tersebut dilakukan
interpolasi terhadap Tabel 2.1. Diambil contoh untuk spesimen A-
C1 memiliki besar α0 0,25 dan nilai αb sebesar 1,023 maka untuk
mendapatkan nilai u dan v dilakukan interpolasi sebagai berikut :
𝑌−𝑌1
𝑌2− 𝑌1= 𝑋−𝑋1
𝑋2− 𝑋1
Dengan mensubtitusikan parameter yang ada pada Tabel 2.1 maka
nilai u didapat sebesar :
1,023 − 1,000
1,040 − 1,000=
𝑋 − 1,5647
1,5848 − 1,5647
𝑋 = 1,5762
98
Sedangkan untuk mendapatkan nilai v digunakan persamaan yang
sama seperti mencari nilai u yaitu sebagai berikut :
𝑌−𝑌1
𝑌2− 𝑌1=
𝑋−𝑋1
𝑋2− 𝑋1
1,023 − 1,000
1,040 − 1,000=
𝑋 − 2,0152
2,139 − 2,0152
𝑋 = 2,0144
Setelah mendapatkan nilai u dan v lalu nilai tersebut disubtitusikan
kedalam persamaan 2.9 sebagai berikut :
𝒀∗ = 𝟏. 𝟓𝟕𝟔𝟐 . 𝒆𝟐,𝟎𝟏𝟒𝟒(𝟎,𝟔)
𝒀∗ = 𝟓, 𝟐𝟕𝟖
Setelah semua paremeter didapat maka dilakukan perhitungan
melalui persamaan 2.7 sebagai berikut :
𝑲𝑰𝑪 = 𝟎, 𝟎𝟎𝟗𝟕𝟑
𝟎, 𝟎𝟐𝟏𝟖𝟕𝟔 𝟎, 𝟎𝟎𝟐𝟐𝟏 (𝟓, 𝟐𝟕𝟖)
𝑲𝑰𝑪 = 𝟏, 𝟑𝟓𝟕𝟐𝟐 𝑴𝑷𝒂 𝒎
Untuk perhitungan nilai KIC lainnya pada andesit, batugamping dan
beton spesimen SNSCB dapat dihitung menggunakan persamaan
yang sama dan dapat dilihat pada Tabel 4.18 hingga 4.20.
Hasil pengujian andesit spesimen CCNSCB dapat dilihat pada
Gambar 4.18 dan Tabel 4.18.
99
Gambar 4.18 Hasil Spesimen CCNSCB Andesit Setelah Pengujian
Tabel 4.18 Hasil Pengujian CCNSCB Andesit
Kode u v Y' Fmax
(MN)
KIC
(MPa√m)
A-C1 1,5762 2,0144 5,2786 0,0009 1,3572
A-C2 1,5737 2,0146 5,2708 0,0012 1,8932
A-C3 1,5842 2,0139 5,3038 0,0008 1,2604
A-C4 1,5620 2,0180 5,2423 0,0012 1,8706
A-C5 1,5641 2,0158 5,2425 0,0009 1,3784
A-C6 1,5345 2,0289 5,1838 0,0009 1,4789
A-C7 1,5335 2,0289 5,1805 0,0011 1,9330
A-C8 1,5441 2,0283 5,2144 0,0010 1,6051
A-C9 1,5629 2,0171 5,2425 0,0010 1,5710
A-C10 1,5848 2,0139 5,3058 0,0012 1,8056
A-C11 1,5641 2,0158 5,2425 0,0010 1,6668
A-C12 1,5762 2,0144 5,2786 0,0009 1,3530
A-C13 1,5250 2,0297 5,1542 0,0009 1,5950
A-C14 1,5641 2,0158 5,2425 0,0009 1,3641
A-C15 1,5629 2,0171 5,2425 0,0009 1,3968
100
4.6.2.2 Hasil Uji Batugamping Spesimen Cracked Chevron
Notched Semi-Circular Bend
Pengujian three point bending spesimen Cracked Chevron Notched
Semi-Circular Bend pada batugamping dimulai dengan
pengumpulan dan preparasi contoh batuan. Terdapat 13 sampel
batugamping untuk spesimen ini dengan rata-rata perbandingan
L/D = 0,5 (Gambar 4.19). Masing-masing sampel batugamping
memiliki dimensi geometri pada Tabel 4.19.
Tabel 4.19 Geometri Spesimen CCNSCB Batugamping
Kode D
(mm)
L
(mm) L/D
a1
(mm)
a0
(mm)
S
(mm)
α0
(a0/R)
α1
(a1/R)
αB
(B/R)
G-C1 44,200 22,933 0,519 13,260 5,525 30,940 0,25 0,6 1,038
G-C2 44,300 22,833 0,515 13,290 5,538 31,010 0,25 0,6 1,031
G-C3 44,100 22,933 0,520 13,230 5,513 30,870 0,25 0,6 1,040
G-C4 44,200 22,933 0,519 13,260 5,525 30,940 0,25 0,6 1,038
G-C5 43,700 21,500 0,492 13,110 5,463 30,590 0,25 0,6 0,984
G-C6 44,200 22,967 0,520 13,260 5,525 30,940 0,25 0,6 1,039
G-C7 44,200 22,767 0,515 13,260 5,525 30,940 0,25 0,6 1,030
G-C8 43,267 21,800 0,504 12,980 5,408 30,287 0,25 0,6 1,008
G-C9 43,400 22,467 0,518 13,020 5,425 30,380 0,25 0,6 1,035
G-C10 44,033 22,900 0,520 13,210 5,504 30,823 0,25 0,6 1,040
G-C11 43,333 22,433 0,518 13,000 5,417 30,333 0,25 0,6 1,035
G-C12 44,400 23,033 0,519 13,320 5,550 31,080 0,25 0,6 1,038
G-C13 44,267 23,000 0,520 13,280 5,533 30,987 0,25 0,6 1,039
Pengujian dilakukan dengan S/2R = 0,7. Pengujian three point
bending dilakukan menggunakan mesin tekan Hung Ta untuk
mendapatkan nilai Fmax pada saat sampel batuan pecah dengan
laju pembebanan 0,1 mm/min. Penentuan nilai KIC dilakukan
dengan menggunakan persamaan 2.5 hingga 2.7. Nilai Y’ pada saat
S/2R = 0,7 dan a1/R = 0,5 dapat ditentukan menggunakan
101
persamaan 2.8 dan 2.9. Hasil Pengujian dapat dilihat pada Gambar
4.19 dan Tabel 4.20.
Gambar 4.19 Hasil Spesimen CCNSCB Batugamping Setelah
Pengujian
Tabel 4.20 Hasil Pengujian CCNSCB Batugamping
Kode u v Y' Fmax
(MN)
KIC
(MPa√m)
G-C1 1,5837 2,0139 5,3021 0,0008 1,2373
G-C2 1,5802 2,0141 5,2910 0,0008 1,2373
G-C3 1,5848 2,0139 5,3058 0,0008 1,3241
G-C4 1,5837 2,0139 5,3021 0,0008 1,1672
G-C5 1,5529 2,0202 5,2187 0,0008 1,3301
G-C6 1,5842 2,0139 5,3038 0,0008 1,3126
G-C7 1,5797 2,0142 5,2897 0,0007 1,1612
G-C8 1,5687 2,0149 5,2550 0,0009 1,3931
G-C9 1,5822 2,0140 5,2974 0,0008 1,3482
G-C10 1,5848 2,0139 5,3058 0,0009 1,3382
G-C11 1,5822 2,0140 5,2974 0,0008 1,2276
G-C12 1,5837 2,0139 5,3021 GAGAL GAGAL
G-C13 1,5842 2,0139 5,3038 0,0007 1,1300
102
4.6.2.3 Hasil Uji Sampel Beton Spesimen Cracked Chevron
Notched Semi-Circular Bend
Pengujian three point bending spesimen Cracked Chevron Notched
Semi-Circular Bend pada beton dimulai dengan pembuatan sampel
pada pipa paralon dengan diameter 45mm sebagai media,
kemudian sampel beton dipreparasi sesuai kebutuhan uji fracture
toughness. Terdapat 16 sampel beton untuk spesimen ini dengan
rata-rata perbandingan L/D = 0.5 (Gambar 4.2). Masing-masing
sampel beton memiliki dimensi geometri pada Tabel 4.21.
Tabel 4.21 Geometri Spesimen CCNSCB Sampel Beton
Kode D
(mm)
L
(mm) L/D
a1
(mm)
a0
(mm)
S
(mm)
α0
(a0/R)
α1
(a1/R)
αB
(B/R)
B-C1 44,233 21,867 0,494 13,270 5,529 30,963 0,25 0,6 0,989
B-C2 44,333 22,267 0,502 13,300 5,542 31,033 0,25 0,6 1,005
B-C3 42,033 21,167 0,504 GAGAL GAGAL 29,423 GAGAL GAGAL 1,007
B-C4 43,433 22,433 0,517 13,030 5,429 30,403 0,25 0,6 1,033
B-C5 44,067 22,267 0,505 13,220 5,508 30,847 0,25 0,6 1,011
B-C6 44,033 22,000 0,500 13,210 5,504 30,823 0,25 0,6 0,999
B-C7 43,033 22,300 0,518 12,910 5,379 30,123 0,25 0,6 1,036
B-C8 44,233 23,000 0,520 13,270 5,529 30,963 0,25 0,6 1,040
B-C9 43,033 22,133 0,514 12,910 5,379 30,123 0,25 0,6 1,029
B-C10 44,033 22,800 0,518 13,210 5,504 30,823 0,25 0,6 1,036
B-C11 42,333 21,767 0,514 12,700 5,292 29,633 0,25 0,6 1,028
B-C12 44,033 22,767 0,517 13,210 5,504 30,823 0,25 0,6 1,034
B-C13 44,433 21,367 0,481 13,330 5,554 31,103 0,25 0,6 0,962
B-C14 44,133 22,933 0,520 13,240 5,517 30,893 0,25 0,6 1,039
B-C15 42,033 21,800 0,519 GAGAL GAGAL 29,423 GAGAL GAGAL 1,037
B-C16 44,000 22,767 0,517 GAGAL GAGAL 30,800 GAGAL GAGAL 1,035
Pengujian dilakukan dengan S/2R = 0,7. Pengujian three point
bending dilakukan menggunakan mesin tekan Hung Ta untuk
mendapatkan nilai Fmax pada saat sampel batuan pecah dengan
103
laju pembebanan 0,1 mm/min. Penentuan nilai KIC dilakukan
dengan menggunakan persamaan 2.5 hingga 2.7. Nilai Y’ pada saat
S/2R = 0,7 dan a1/R = 0,5 dapat ditentukan menggunakan
persamaan 2.8 dan 2.9. Hasil Pengujian dapat dilihat pada Gambar
4.20 dan Tabel 4.22.
Gambar 4.20 Hasil Spesimen CCNSCB Sampel Beton Setelah
Pengujian
Tabel 4.22 Hasil Pengujian CCNSCB Sampel Beton
Kode u v Y' Fmax
(MN)
KIC
(MPa√m)
B-C1 1,5530 2,0275 5,2419 0,0003 0,4675
B-C2 1,5672 2,0150 5,2503 0,0003 0,4910
B-C3 1,5682 2,0149 GAGAL GAGAL GAGAL
B-C4 1,5812 2,0141 5,2944 0,0003 0,4004
B-C5 1,5702 2,0148 5,2597 0,0003 0,4456
B-C6 1,5531 2,0274 5,2419 0,0003 0,4978
B-C7 1,5827 2,0140 5,2991 0,0003 0,4698
B-C8 1,5848 2,0139 5,3058 0,0003 0,3909
B-C9 1,5792 2,0142 5,2880 0,0003 0,4267
B-C10 1,5827 2,0140 5,2991 0,0003 0,5185
B-C11 1,5787 2,0142 5,2863 0,0002 0,3572
B-C12 1,5817 2,0140 5,2957 0,0003 0,4421
B-C13 1,5527 2,0278 5,2419 0,0002 0,3983
B-C14 1,5842 2,0139 5,3038 0,0003 0,4204
B-C15 1,5832 2,0139 GAGAL GAGAL GAGAL
B-C16 1,5822 2,0140 GAGAL GAGAL GAGAL
104
4.7 Analisis Hubungan Nilai Fracture Toughness Terhadap Sifat Fisik,
Dinamik dan Mekanik Batuan
4.7.1 Analisis Hubungan Uji Kuat Tekan Uniaksial Terhadap Nilai
KIC
Pada penelitian ini, terdapat perbedaan jenis batuan yang berpengaruh
terhadap perbedaan nilai KIC setiap jenis batuan. Tabel 4.23
memperlihatkan hubungan nilai kuat tekan uniaksial batuan terhadap nilai
KIC. Nilai KIC yang digunakan adalah nilai KIC yang didapat dari spesimen
Straight Notched Semi-Circular Bending dan Chevron Notched Semi-
Circular Bending. Hasil KIC menunjukkan bahwa andesit memiliki nilai
paling besar dibandingkan dengan batugamping dan sampel beton.
Tabel 4.23 Hasil Uji Kuat Tekan Uniaksial dan KIC Spesimen CCNSCB dan
SNSCB
Jenis
Batuan σc (Mpa)
KIC CCNSCB
(MPa√m)
KIC SNSCB
(MPa√m)
Andesit
Nilai Minimum 95,750 1,260 0,889
Nilai Maksimum 155,430 1,933 1,832
Rata-rata 124,598 1,569 1,384
Gamping
Nilai Minimum 17,400 1,130 0,882
Nilai Maksimum 23,900 1,393 1,329
Rata-rata 19,930 1,267 1,061
Beton
Nilai Minimum 6,090 0,357 0,13
Nilai Maksimum 12,710 0,518 0,34
Rata-rata 8,940 0,440 0,257
Berikut persamaan untuk korelasi fracture toughness terhadap kuat tekan
uniaksial batuan spesimen Cracked Chevron Notched Semi-Circular Bend
serta Straight Notched Semi-Circular Bend :
KIC = 0,011σc + 0,174 (Spesimen CCNSCB Andesit)
KIC = 0,039σc + 0,453 (Spesimen CCNSCB Batugamping)
KIC = 0,024σc + 0,215 (Spesimen CCNSCB Beton)
KIC = 0,015σc – 0,609 (Spesimen SNSCB Andesit)
105
KIC = 0,068σc – 0,310 (Spesimen SNSCB Batugamping)
KIC = 0,031σc – 0,046 (Spesimen SNSCB Beton)
Persamaan-persamaan tersebut berlaku untuk :
Andesit : σc = 95,7-155,43 MPa
Batugamping : σc = 17,4-23,9 MPa
Beton : σc = 6,1-12,7 MPa
Gambar 4.21 Korelasi Fracture Toughness Spesimen CCNSCB Terhadap
Nilai Kuat Tekan Uniaksial
Gambar 4.22 Korelasi Fracture Toughness Spesimen SNSCB Terhadap Nilai
Kuat Tekan Uniaksial
y = 0.011σc + 0.174R² = 0.999
y = 0.039σc + 0.453R² = 0.977
y = 0.024σc + 0.215R² = 0.990
0.00
0.50
1.00
1.50
2.00
2.50
0 50 100 150 200
KIC
(MP
a√m
)
σc (MPa)
ANDESIT (CCNSCB)
GAMPING (CCNSCB)
BETON (CCNSCB)
Linear (ANDESIT (CCNSCB))
Linear (GAMPING (CCNSCB))
Linear (BETON (CCNSCB))
y = 0.015σc - 0.609R² = 0.997
y = 0.068σc - 0.310R² = 0.999
y = 0.031σc - 0.046R² = 0.960
0.00
0.20
0.40
0.60
0.80
1.00
1.20
1.40
1.60
1.80
2.00
0 50 100 150 200
KIC
(MP
a√m
)
σc (MPa)
ANDESIT (SNSCB)
GAMPING (SNSCB)
BETON (SNSCB)
Linear (ANDESIT (SNSCB))
Linear (GAMPING (SNSCB))
Linear (BETON (SNSCB))
106
Gambar 4.21 dan 4.22 menunjukkan kecenderungan meningkatnya nilai
fracture toughness batuan seiring dengan meningkatnya nilai kuat tekan
batuan. Meskipun fracture toughness rekahan tipe I terjadi pada kondisi
tarikan, namun perlu diketahui bahwa beban atau gaya yang diaplikasikan
pada saat pengujian merupakan gaya tekan yang menyebabkan contoh
batuan uji seolah-olah runtuh akibat gaya tarik. Nilai kuat tekan dapat
dipengaruhi oleh beberapa hal diantaranya : kandungan air pada batuan,
bobot isi, kandungan mineral, ukuran butir serta sifat isotropik batuan.
Dari Gambar 4.21 dan 4.22 diatas, dapat juga dinyatakan bahwa semakin
kuat batuan uji dapat menahan tekanan, maka semakin tinggi juga nilai
fracture toughness yang dimilikinya.
4.7.2 Analisis Hubungan Uji Kuat Tarik Terhadap Nilai KIC
Tabel 4.24 dibawah ini menunjukkan hasil pengujian kuat tarik tak
langsung batuan serta hasil pengujian fracture toughness pada ketiga jenis
sampel batuan.
Tabel 4.24 Hasil Uji Kuat Tarik Tak Langsung dan KIC Spesimen CCNSCB
dan SNSCB
Jenis
Batuan σt (Mpa)
KIC CCNSCB
(MPa√m)
KIC SNSCB
(MPa√m)
Andesit
Nilai Minimum 4,920 1,260 0,889
Nilai Maksimum 7,620 1,933 1,832
Rata-rata 6,234 1,569 1,384
Gamping
Nilai Minimum 2,200 1,130 0,882
Nilai Maksimum 3,720 1,393 1,329
Rata-rata 2,647 1,267 1,061
Beton
Nilai Minimum 0,943 0,357 0,13
Nilai Maksimum 1,574 0,518 0,34
Rata-rata 1,176 0,440 0,257
107
Gambar 4.23 Korelasi Fracture Toughness Spesimen CCNSCB Terhadap
Nilai Kuat Tarik Tak Langsung
Gambar 4.24 Korelasi Fracture Toughness Spesimen SNSCB Terhadap Nilai
Kuat Tarik Tak Langsung
Berikut persamaan untuk korelasi fracture toughness terhadap kuat tarik
batuan spesimen Cracked Chevron Notched Semi-Circular Bend serta
Straight Notched Semi-Circular Bend :
KIC = 0,249σt + 0,027 (Spesimen CCNSCB Andesit)
y = 0.249σt + 0.027R² = 0.998
y = 0.162σt+ 0.798R² = 0.934
y = 0.249σt + 0.131R² = 0.972
0.00
0.50
1.00
1.50
2.00
2.50
0 2 4 6 8 10
KIC
(MP
a√m
)
σt (MPa)
ANDESIT(CCNSCB)
GAMPING (CCNSCB)
BETON (CCNSCB)
Linear (ANDESIT(CCNSCB))
Linear (GAMPING (CCNSCB))
Linear (BETON (CCNSCB))
y = 0.349σt - 0.815R² = 0.998
y = 0.286σt+ 0.274R² = 0.985
y = 0.319σt - 0.151R² = 0.928
0.00
0.20
0.40
0.60
0.80
1.00
1.20
1.40
1.60
1.80
2.00
0 2 4 6 8 10
KIC
(MP
a√m
)
σt (MPa)
ANDESIT (SNSCB)
GAMPING (SNSCB)
BETON (SNSCB)
Linear (ANDESIT (SNSCB))
Linear (GAMPING (SNSCB))
Linear (BETON (SNSCB))
108
KIC = 0,162σt + 0,798 (Spesimen CCNSCB Batugamping)
KIC = 0,249σt + 0,131 (Spesimen CCNSCB Beton)
KIC = 0,349σt – 0,815 (Spesimen SNSCB Andesit)
KIC = 0,286σt – 0,274 (Spesimen SNSCB Batugamping)
KIC = 0,319σt – 0,151 (Spesimen SNSCB Beton)
Persamaan-persamaan tersebut berlaku untuk :
Andesit : σt = 4,9-7,6 MPa
Batugamping : σt = 2,2-3,7 MPa
Beton : σt = 0,9-1,6 MPa
Pengujian fracture toughness rekahan tipe I sangat berkaitan dengan nilai
kuat tarik batuan. Hal ini disebabkan karena rekahan tipe I fracture
toughness merupakan model perpindahan rekahan yang didasarkan pada
tarikan. Pada Gambar 4.23 dan 4.24 terlihat bahwa semakin besar nilai
kuat tarik batuan maka semakin besar pula nilai fracture toughness batuan
tersebut. Hang dan Wang (1985) dalam Alkilicgil, 2010 menjelaskan
bahwa, batuan lunak seperti batuan sedimen dan batubara memiliki kuat
tarik yang rendah dan memiliki nilai fracture toughness yang rendah atau
dapat dikatakan memiliki resistansi terhadap inisiasi dan propagasi
rekahan yang buruk. Sedangkan batuan keras dan brittle memiliki nilai
kuat tarik yang tinggi dan nilai fracture toughness yang besar atau dapat
dikatakan memiliki resistansi terhadap inisiasi dan propagasi rekahan yang
baik.
4.7.3 Analisis Hubungan Uji Sifat Dinamik Batuan Terhadap Nilai
KIC
Tabel 4.25 dibawah ini menunjukkan hasil uji sifat dinamik batuan berupa
hasil cepat rambat gelombang ultrasonik serta hasil pengujian fracture
toughness pada andesit, batugamping dan sampel beton.
109
Tabel 4.25 Hasil Uji Sifat Dinamik dan KIC Spesimen CCNSCB dan SNSCB
Jenis
Batuan Vp (m/s)
KIC CCNSCB
(MPa√m)
KIC SNSCB
(MPa√m)
Andesit
Nilai Minimum 4943,027 1,260 0,889
Nilai Maksimum 5551,429 1,933 1,832
Rata-rata 5172,613 1,569 1,384
Gamping
Nilai Minimum 4742,351 1,130 0,882
Nilai Maksimum 5087,629 1,393 1,329
Rata-rata 4867,289 1,267 1,061
Beton
Nilai Minimum 2472,358 0,357 0,13
Nilai Maksimum 2599,476 0,518 0,34
Rata-rata 2558,286 0,440 0,257
Berikut persamaan untuk korelasi fracture toughness terhadap cepat
rambat gelombang ultrasonik batuan spesimen Cracked Chevron Notched
Semi-Circular Bend serta Straight Notched Semi-Circular Bend :
KIC = 0,001Vp – 4,111 (Spesimen CCNSCB Andesit)
KIC = 0,0001Vp – 2,362 (Spesimen CCNSCB Batugamping)
KIC = 0,0001Vp – 2,671 (Spesimen CCNSCB Beton)
KIC = 0,001Vp – 6,534 (Spesimen SNSCB Andesit)
KIC = 0,001Vp – 5,207 (Spesimen SNSCB Batugamping)
KIC = 0,0017Vp – 3,891 (Spesimen SNSCB Beton)
Persamaan-persamaan tersebut berlaku untuk :
Andesit : Vp = 4943-5551,4 m/s
Batugamping : Vp = 4742,3-5087,6 m/s
Beton : Vp = 2472,3-2599,4 m/s
110
Gambar 4.25 Korelasi Fracture Toughness Spesimen CCNSCB Terhadap
Nilai Cepat Rambat Gelombang Ultrasonik
Gambar 4.26 Korelasi Fracture Toughness Spesimen SNSCB Terhadap Nilai
Cepat Rambat Gelombang Ultrasonik
Berdasarkan Gambar 4.25 dan 4.26, dapat diketahui bahwa nilai fracture
toughness dari batuan uji akan meningkat seiring dengan meningkatnya
cepat rambat gelombang ultrasonik (Vp). Gelombang ultrasonik
y = 0.001Vp - 4.111R² = 0.991
y = 0.0001Vp - 2.362R² = 0.966
y = 0.001Vp - 2.671R² = 0.967
0.00
0.50
1.00
1.50
2.00
2.50
2000 3000 4000 5000 6000
KIC
(M
Pa
√m
)
Cepat Rambat Gelombang Ultrasonik (m/s)
ANDESIT (CCNSCB)
GAMPING (CCNSCB)
BETON (CCNSCB)
Linear (ANDESIT (CCNSCB))
Linear (GAMPING (CCNSCB))
Linear (BETON (CCNSCB))
y = 0.001Vp - 6.534R² = 0.971
y = 0.001Vp - 5.207R² = 0.998
y = 0.001Vp - 3.891R² = 0.993
0.00
0.20
0.40
0.60
0.80
1.00
1.20
1.40
1.60
1.80
2.00
2000 2500 3000 3500 4000 4500 5000 5500 6000
KIC
(M
Pa
√m
)
Cepat Rambat Gelombang Ultrasonik (m/s)
ANDESIT (SNSCB)
GAMPING (SNSCB)
BETON (SNSCB)
Linear (ANDESIT (SNSCB))
Linear (GAMPING (SNSCB))
Linear (BETON (SNSCB))
111
merupakan gelombang mekanik yang perambatannya membutuhkan
sebuah medium. Gelombang ini akan lebih cepat merambat pada medium
padat dibandingkan medium cair maupun udara. Karenanya, nilai Vp dapat
dijadikan sebuah indikator mengenai kuantitas cacat pada sebuah material.
Semakin besar nilai Vp mengindikasikan bahwa semakin sedikit rongga
yang terkandung pada batuan, begitu juga sebaliknya.
4.7.4 Analisis Hubungan Uji Sifat Fisik Batuan Terhadap Nilai KIC
4.7.4.1 Korelasi Densitas Batuan Terhadap Nilai KIC
Tabel 4.26 dibawah ini menunjukkan hasil pengujian sifat fisik
batuan berupa nilai densitas natural, serta hasil fracture toughness
kedua spesimen.
Tabel 4.26 Hasil Densitas Natural dan KIC Spesimen CCNSCB dan SNSCB
Jenis
Batuan
n
(gr/cm3)
KIC CCNSCB (MPa√m)
KIC SNSCB (MPa√m)
Andesit
Nilai Minimum 2,752 1,260 0,889
Nilai Maksimum 2,792 1,933 1,832
Rata-rata 2,784 1,569 1,384
Gamping
Nilai Minimum 2,224 1,130 0,882
Nilai Maksimum 2,628 1,393 1,329
Rata-rata 2,490 1,267 1,061
Beton
Nilai Minimum 1,413 0,357 0,13
Nilai Maksimum 1,815 0,518 0,34
Rata-rata 1,647 0,440 0,257
Berikut persamaan untuk korelasi fracture toughness terhadap densitas
natural batuan spesimen Cracked Chevron Notched Semi-Circular Bend
serta Straight Notched Semi-Circular Bend :
KIC = 14,78n – 39,46 (Spesimen CCNSCB Andesit)
KIC = 0,632n – 0,285 (Spesimen CCNSCB Batugamping)
KIC = 0,397n – 0,207 (Spesimen CCNSCB Beton)
KIC = 21,31n – 57,79 (Spesimen SNSCB Andesit)
KIC = 1,047n – 1,473 (Spesimen SNSCB Batugamping)
KIC = 0,523n – 0,607 (Spesimen SNSCB Beton)
112
Persamaan-persamaan tersebut berlaku untuk :
Andesit : n = 2,75-2,79 gr/cm3
Batugamping : n = 2,22-2,63 gr/cm3
Beton : n = 1,41-1,81 gr/cm3
Gambar 4.27 Korelasi Fracture Toughness Spesimen CCNSCB Terhadap
Densitas Natural Batuan
Gambar 4.28 Korelasi Fracture Toughness Spesimen SNSCB Terhadap
Densitas Natural Batuan
y = 14.78n - 39.46
R² = 0.853
y = 0.632n- 0.285
R² = 0.975
y = 0.397n - 0.207
R² = 0.993
0.00
0.50
1.00
1.50
2.00
2.50
1.0 1.5 2.0 2.5 3.0
KIC
(MP
a√m
)
Densitas Natural (gr/cm3)
ANDESIT (CCNSCB)
GAMPING (CCNSCB)
BETON (CCNSCB)
Linear (ANDESIT (CCNSCB))
Linear (GAMPING (CCNSCB))
Linear (BETON (CCNSCB))
y = 21.31n - 57.79
R² = 0.903
y = 1.047n - 1.473
R² = 0.915
y = 0.523n - 0.607
R² = 0.999
0.00
0.20
0.40
0.60
0.80
1.00
1.20
1.40
1.60
1.80
2.00
1.0 1.5 2.0 2.5 3.0
KIC
(MP
a√m
)
Densitas Natural (gr/cm3)
ANDESIT (SNSCB)
GAMPING (SNSCB)
BETON (SNSCB)
Linear (ANDESIT (SNSCB))
Linear (GAMPING (SNSCB))
Linear (BETON (SNSCB))
113
Berdasarkan Gambar 4.27 dan 4.28 dapat diketahui bahwa semakin tinggi
nilai densitas batuan uji, maka akan semakin besar pula nilai fracture
toughness. Seperti yang telah dijelaskan pada pembahasan sifat fisik,
densitas dapat menggambarkan kerapatan partikel penyusun dari sebuah
material. Apabila densitas material tinggi, maka partikel penyusunnya
akan semakin rapat yang memungkinkan terdapatnya sedikit rongga.
Begitu juga sebaliknya, jika semakin rendah nilai densitas material maka
dapat dikatakan material tersebut tersusun atas banyak rongga. Rongga
sendiri pada sebuah material merupakan cacat bawaan yang dapat
menurunkan kekuatan material tersebut. Pada ilmu mekanika rekahan,
rongga atau pori dalam material dapat bertindak sebagai konsentrator
tegangan yang dapat menciptakan kenaikan tegangan secara lokal sehingga
material dapat mengalami keruntuhan bahkan sebelum tercapai kekuatan
aslinya.
4.7.4.2 Korelasi Porositas Batuan Terhadap Nilai KIC
Tabel 4.27 dibawah ini menunjukkan hasil uji sifat fisik batuan berupa
nilai porositas serta nilai fracture toughness dari andesit, batugamping dan
sampel beton.
Tabel 4.27 Hasil Porositas dan KIC Spesimen CCNSCB dan SNSCB
Jenis
Batuan n (%)
KIC CCNSCB (MPa√m)
KIC SNSCB (MPa√m)
Andesit
Nilai Minimum 1,401 1,260 0,889
Nilai Maksimum 3,876 1,933 1,832
Rata-rata 2,520 1,569 1,384
Gamping
Nilai Minimum 5,237 1,130 0,882
Nilai Maksimum 10,069 1,393 1,329
Rata-rata 7,046 1,267 1,061
Beton
Nilai Minimum 34,872 0,357 0,13
Nilai Maksimum 47,132 0,518 0,34
Rata-rata 41,883 0,440 0,257
114
Gambar 4.29 Korelasi Fracture Toughness Spesimen CCNSCB
Terhadap Porositas Batuan
Gambar 4.30 Korelasi Fracture Toughness Spesimen SNSCB Terhadap
Porositas Batuan
Berikut persamaan untuk korelasi fracture toughness terhadap porositas
batuan spesimen Cracked Chevron Notched Semi-Circular Bend serta
Straight Notched Semi-Circular Bend :
KIC = -0,270n + 2,289 (Spesimen CCNSCB Andesit)
KIC = -0,053n + 1,662 (Spesimen CCNSCB Batugamping)
KIC = -0,013n + 0,977 (Spesimen CCNSCB Beton)
KIC = -0,380n + 2,356 (Spesimen SNSCB Andesit)
y = -0.270n + 2.289R² = 0.989
y = -0.053n+ 1.662R² = 0.985
y = -0.013n + 0.977R² = 0.989
0.00
0.50
1.00
1.50
2.00
2.50
0 10 20 30 40 50
KIC
(M
Pa
√m
)
Porositas (n)
ANDESIT (CCNSCB)
GAMPING (CCNSCB)
BETON (CCNSCB)
Linear (ANDESIT (CCNSCB))
Linear (GAMPING (CCNSCB))
Linear (BETON (CCNSCB))
y = -0.380n+ 2.356R² = 0.999
y = -0.089n + 1.754R² = 0.934
y = -0.016n + 0.937R² = 0.959
0.00
0.20
0.40
0.60
0.80
1.00
1.20
1.40
1.60
1.80
2.00
0 10 20 30 40 50
KIC
(M
Pa
√m
)
Porositas (n)
ANDESIT (SNSCB)
GAMPING (SNSCB)
BETON (SNSCB)
Linear (ANDESIT (SNSCB))
Linear (GAMPING (SNSCB))
Linear (BETON (SNSCB))
115
KIC = -0,089n + 1,754 (Spesimen SNSCB Batugamping)
KIC = -0,016n + 0,937 (Spesimen SNSCB Beton)
Persamaan-persamaan tersebut berlaku untuk :
Andesit : n = 1,4-3,9 %
Batugamping : n = 5,2-10,1 %
Beton : n = 34,9-47,1 %
Berdasarkan Gambar 4.29 dan 4.30, nilai fracture toughness akan
meningkat seiring dengan menurunnya porositas material. Porositas
merupakan gambaran mengenai banyaknya rongga yang terdapat dalam
keseluruhan batuan uji, artinya semakin besar nilai porositas maka jumlah
rongga batuan akan semakin banyak. Seperti penjelasan pada korelasi
densitas natural batuan terhadap nilai fracture toughness, adanya rongga
dapat menurunkan kekuatan material sehingga akan mengalami
keruntuhan (failure) sebelum tercapai kekuatan sebenarnya.
4.8 Analisis Perbandingan Nilai Fracture Toughness Rekahan Tipe I
Spesimen Straight Notched Semi-Circular Bend dan Cracked Chevron
Notched Semi-Circular Bend
Meskipun kedua spesimen baik Straight Notched Semi-Circular Bend dan
Chevron Notched Semi-Circular Bend memiliki kesamaan bentuk, ukuran
dan juga pengujian yaitu dengan pengujian three point bending, namun
terdapat perbedaan mendasar dari kedua spesimen yaitu dalam hal bentuk
rekahan awal. Spesimen Straight Notched Semi-Circular Bend memiliki
bentuk rekahan awal lurus dengan perbandingan panjang rekahan awal (a)
terhadap jari-jari sampel sebesar 0,5. sedangkan untuk spesimen Cracked
Chevron Notched Semi-Circular Bend rekahan awal memiliki bentuk “V”
dengan beberapa parameter tak berdimensi yang telah dikeluarkan oleh
Fowell (1995) dalam Alkilicgil, C., 2010 seperti pada Gambar 4.31,
dimana lingkaran merah menunjukkan daerah dimensi batugamping,
lingkaran biru daerah dimensi beton dan lingkaran hijau daerah dimensi
andesit :
116
Gambar 4.31 Daerah Dimensi Geometri Spesimen CCNSCB Berdasarkan Kurva
Parameter Tak Berdimensi (Fowell, 1995 dalam Alkilicgil,C.,2010)
Mengacu pada kurva Fowell (1995) dalam Alkilicgil,C., 2010, maka
parameter tak berdimensi tersebut harus tercakup dalam batas validitas
geometri spesimen, yang dijelaskan seperti persamaan 4.1 berikut :
α1 ≥ 0,4 Garis 0 (4.1)
α1 ≥ αb / 2 Garis 1
αb ≤ 1,04 Garis 2
α1 ≤ 0,8 Garis 3
αb ≥ 1,1729 x (α1)1.666
Garis 4
αb ≥ 0,44 Garis 5
Pada percobaan ini rekahan awal untuk spesimen Cracked Chevron
Notched Semi-Circular Bend dibuat dengan ukuran parameter a1 sebesar
0,6 R dan untuk a0 sebesar 0,25 a1. Untuk ketebalan contoh batuan dibuat
mengikuti rekomendasi yang telah ditentukan, yaitu untuk spesimen
Straight Notched Semi-Circular Bend dibuat memiliki tebal 0,4 D dan
untuk spesimen Cracked Chevron Notched Semi-Circular Bend dibuat
Daerah
dimensi
spesimen
CCNSCB
117
memiliki tebal 0,5 D. Sedangkan parameter jarak antar roller pada alat
three point bending dibuat tetap untuk kedua spesimen yaitu sebesar S/2R
= 0,7.
Oleh karena adanya perbedaan mendasar tersebut maka dalam perhitungan
nilai fracture toughness maka masing-masing spesimen dipengaruhi oleh
geometri rekahan awalnya. Dalam perhitungan parameter yang dibutuhkan
untuk kedua spesimen sama yaitu kondisi kritis dari fracture toughness.
Kondisi kritis didapatkan apabila faktor intensitas tegangan (Stress
Intensity Factor (SIF)) mencapai nilai minimumnya (Y*). Kondisi ini
sendiri hanya bergantung pada geometri awal dari rekahan. Namun dalam
menentukan nilai Y* untuk kedua spesimen digunakan pendekatan yang
berbeda bergantung pada analisis yang dilakukan. Dimana untuk
mendapatkan nilai Y* spesimen Straight Notched Semi-Circular Bend
dilakukan melalui pendekatan yang dikeluarkan oleh Kuruppu (2013)
melalui metode elemen hingga serta untuk spesimen Cracked Chevron
Notched Semi-Circular Bend menggunakan pendekatan yang dikeluarkan
oleh Fowell (1995) dalam Alkilicgil, C., 2010 melalui analisis tak
berdimensi. Selain data geometri spesimen, geometri awal rekahan dan
nilai Y*, dalam perhitungan nilai fracture toughness dibutuhkan pula
parameter gaya maksimum pada saat kedua spesimen mengalami
keruntuhan (failure). Nilai tersebut dapat dilihan pada mesin kuat tekan
Hung Ta.
Gambar 4.32 Hasil Fracture Toughness Spesimen SNSCB dan CCNSCB Andesit
118
Gambar 4.33 Hasil Fracture Toughness Spesimen SNSCB dan CCNSCB
Batugamping
Gambar 4.34 Hasil Fracture Toughness Spesimen SNSCB dan CCNSCB Sampel
Beton
Perhitungan nilai fracture toughness untuk kedua spesimen dapat dilakukan
dengan menggunakan persamaan 2.7 dan 2.9 serta Tabel 2.1 untuk spesimen
CCNSCB dan persamaan 2.10 dan 2.12 untuk spesimen SNSCB. Berdasarkan
pengujian serta pengolahan data yang telah dilakukan, Tabel 4.28 berikut ini
menunjukkan nilai fracture toughness rata-rata yang didapatkan dari spesimen
Cracked Chevron Notched Semi-Circular Bend dan Straight Notched Semi-
Circular Bend.
119
Tabel 4.28 Perbandingan Nilai Fracture Toughness Spesimen CCNSCB dan
SNSCB Setiap Contoh Batuan
Gambar 4.35 Perbandingan Nilai Fraacture Toughness Spesimen Cracked Chevron
Notched Semi-Circular Bend dan Straight Notched Semi-Circular Bend
Berdasarkan Tabel 4.28 diatas, dapat terlihat bahwa pada penelitian ini nilai
fracture toughness yang didapatkan dengan spesimen Straight Notched Semi-
Circular Bend akan cenderung lebih rendah dibandingkan dengan spesimen
Cracked Chevron Notched Semi-Circular Bend. Selisih nilai dari spesimen
Straight Notched Semi-Circular Bend berkisar 11,7% - 41,7% dari spesimen
Cracked Chevron Notched Semi-Circular Bend. Hal ini terjadi karena adanya
perbedaan antara nilai dari faktor intensitas tegangan tak berdimensi dari kedua
spesimen. Dimana untuk nilai faktor intensitas tegangan tak berdimensi spesimen
Straight Notched Semi-Circular Bend memiliki nilai konstan yaitu 5,64
berdasarkan persamaan Kuruppu (2013), sedangkan untuk nilai faktor intensitas
tegangan tak berdimensi spesimen Cracked Chevron Notched Semi-Circular Bend
memiliki nilai yang berbeda-beda bergantung pada parameter-parameter yang
telah ditentukan oleh Fowell (1995) dalam Alkilicgil,C., 2010. Selain perbedaan
nilai faktor intensitas tegangan tak berdimensi, nilai fracture toughness kedua
CCNSCB SNSCBANDESIT 1.568 1.384 11.7
GAMPING 1.267 1.061 16.3
BETON 0.440 0.257 41.7
Contoh Batuan Uji KIC (MPa√m)
Selisih (%)
0.00
0.20
0.40
0.60
0.80
1.00
1.20
1.40
1.60
1.80
KIC
CC
NS
CB
(MP
a√
m)
Spesimen Cracked Chevron Notched Semi-Circular Bend
Spesimen Straight Notched Semi-Circular Bend
BatugampingBeton Batu Andesit
120
spesimen juga dipengaruhi oleh nilai gaya maksimum saat batuan mengalami
runtuh (failure) dimana spesimen Cracked Chevron Notched Semi-Circular Bend
memiliki nilai gaya maksimum lebih besar dari nilai gaya maksimum spesimen
Straight Notched Semi-Circular Bend yang diperlihatkan pada Tabel 4.29 berikut.
Tabel 4.29 Perbandingan Nilai Gaya Maksimum Spesimen CCNSCB dan
SNSCB Setiap Contoh Batuan
Salah satu penyebab perbedaan nilai gaya maksimum kedua spesimen adalah
adanya pengaruh perbedaan kondisi rekahan awal kedua spesimen, dimana
spesimen CCNSCB memiliki rekahan awal berbentuk “V” sedangkan spesimen
SSNSCB memiliki rekahan awal lurus. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan
bahwa gaya untuk mencapai failure pada spesimen SNSCB lebih besar dari
spesimen CCNSCB. Namun terdapat perbedaan pada sampel beton dimana gaya
maksimum untuk spesimen SNSCB lebih kecil dibanding spesimen CCNSB, hal
ini dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya pembuatan rekahan awal yang
tidak sempurna dimana parameter-parameter yang ada tidak tepat ukurannya,
selain itu dalam pembuatan sampel, dapat terjadi perbedaan perbandingan antara
semen dan pasir yang dapat menyebabkan pengaruh pada nilai kekuatan batuan.
4.9 Analisis Perbandingan Nilai Fracture Toughness Rekahan Tipe I
antara Spesimen Andesit, Batugamping, dan Beton
Pada pembahasan sebelumnya mengenai nilai fracture toughness, analisis
dilakukan pada jenis spesimen dilihat dari metode pengujiannya. Apabila
spesimen dipandang dari jenis batuan yang diuji maka jenis spesimen terdiri dari
spesimen andesit, spesimen batugamping, dan spesimen beton. Berdasarkan Tabel
4.28, dapat diketahui untuk kedua metode bahwa spesimen andesit memiliki nilai
fracture toughness yang paling tinggi, dilanjutkan dengan spesimen batugamping,
dan spesimen beton memiliki nilai fracture toughness yang paling rendah. Untuk
CCNSCB SNSCBANDESIT 973 1026
GAMPING 803 873
BETON 276 198
Contoh Batuan Uji Fmax (N)
121
lebih menjelaskan perbedaan nilai fracture toughness diantara ketiga spesimen
dapat dilihat pada Gambar 4.36 dan 4.37 berikut ini.
Gambar 4.36 Perbandingan Nilai Fracture Toughness Metode CCNSCB antara
Spesimen Andesit, Batugamping, dan Beton
Gambar 4.37 Perbandingan Nilai Fracture Toughness Metode SNSCB antara
Spesimen Andesit, Batugamping, dan Beton
Hasil pengujian ini telah dianalisis sebelumnya dengan menghubungkan nilai
yang didapat dengan sifat fisik, dinamik dan mekanik spesimen batuan. Spesimen
andesit yang memiliki kualitas batuan paling baik dibandingkan dengan dua
spesimen lainnya memiliki nilai fracture toughness yang paling tinggi. Sedangkan
spesimen beton yang memiliki kualitas paling rendah jika dibandingkan dengan
0.00
0.20
0.40
0.60
0.80
1.00
1.20
1.40
1.60
1.80
2.00
2.20
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
KIC
CC
NS
CB
(MP
a√
m)
Sampel
ANDESIT (CCNSCB)
GAMPING (CCNSCB)
BETON (CCNSCB)
Rata-rata KIC Andesit
Rata-rata KIC Gamping
Rata-rata KIC Beton
0.00
0.20
0.40
0.60
0.80
1.00
1.20
1.40
1.60
1.80
2.00
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
KIC
SN
SC
B (
MP
a√
m)
Sampel
ANDESIT (SNSCB)
GAMPING (SNSCB)
BETON (SNSCB)
Rata-rata KIC Andesit
Rata-rata KIC Gamping
Rata-rata KIC Beton
122
spesimen andesit dan batugamping memiliki nilai fracture toughness yang paling
rendah. Spesimen batugamping yang memiliki kualitas diantara spesimen andesit
dan beton memiliki nilai fracture toughness diantara dua spesimen tersebut. Dari
fenomena ini dapat kita ketahui bahwa kemampuan ketiga spesimen dalam
menahan terjadinya inisiasi dan propagasi rekahan berbeda, dengan urutan yang
paling baik adalah spesimen andesit, spesimen batugamping, dan spesimen beton
sebagai yang paling buruk.
4.10 Pemodelan Inisiasi dan Propagasi Rekahan Pada Uji Fracture
Toughness Menggunakan Software RS3 1.0
Untuk mengetahui proses inisiasi dan propagasi rekahan yang terjadi pada uji
fracture toughness spesimen Cracked Chevron Notched Semi-Circular Bend dan
Straight Notched Semi Circular Bend maka dilakukan pemodelan menggunakan
software RS3 1.0, dimana dilakukan terhadap 3 (tiga) jenis batuan yaitu andesit,
batugamping dan sampel beton dengan melakukan input properti material
berdasarkan hasil percobaan seperti tercantum pada Tabel 4.30 berikut :
Tabel 4.30 Properti Material Andesit, Batugamping dan Beton
Jenis Batuan Parameter Satuan Nilai
ANDESIT
Modulus Young MPa 11881,00
Poisson ratio 0,18
Kuat Tarik MPa 6,11
Sudut geser dalam ° 54,63
Kohesi MPa 21,19
GAMPING
Modulus Young MPa 4224,00
Poisson ratio 0,247
Kuat Tarik MPa 2,65
Sudut geser dalam ° 52,86
Kohesi MPa 7,58
BETON
Modulus Young MPa 1950,00
Poisson ratio 0,445
Kuat Tarik MPa 1176,00
Sudut geser dalam ° 49,46
Kohesi MPa 2,07
123
Selanjutnya dilakukan pembuatan geometri dari kedua jenis spesimen dimana
disesuaikan dengan geometri asli dari sampel yang digunakan pada pengujian
fracture toughness di laboratorium, yaitu untuk spesimen Cracked Chevron
Notched Semi-Circular Bend dibuat model dengan diameter 4,5 cm, tebal 2,25
cm, serta dibuat rekahan awal berbentuk “V” dengan geometri α0 (a0/R) sebesar
0,25 dan α1 (a1/R) sebesar 0,6. sedangkan untuk spesimen Straight Notched Semi-
Circular Bend dibuat model dengan diameter 4,5 cm, tebal 1,8 cm serta rekahan
awal berbentuk lurus dengan a sebesar 1,125 cm.
Setelah geometri model dibuat, diberikan pembebanan normal dan penahan pada
model untuk mensimulasikan pengujian fracture toughness dengan alat three
point bending. Pembebanan yang diberikan disesuaikan dengan nilai Pmax yang
didapat dari pengujian di laboratorium. Pada pemodelan ini nilai pembebanan
yang diberikan sebesar 80%, 90%, dan 100% untuk spesimen Cracked Chevron
Notched Semi-Circular Bend, dan 80%, 90%, dan 100% untuk spesimen Straight
Notched Semi-Circular Bend. Sedangkan untuk penahan dibuat restrain seolah-
olah menyerupai roller pada alat three point bending (Gambar 4.38).
Gambar 4.38 Contoh Pembebanan Pada Model Spesimen CCNSCB dan SNSCB
Langkah selanjutnya adalah melakukan perhitungan terhadap nilai strength factor
tiap material dengan pembebanan yang diberikan, lalu melakukan perhitungan
persentase daerah pada model yang memiliki nilai strength factor <1, dimana
diasumsikan daerah tersebut merupakan daerah yang telah membentuk suatu
124
rekahan dan akan dianalisis proses terjadinya inisiasi dan propagasi rekahan
terhadap beda pembebanan yang diberikan terhadap tiap material.
4.10.1 Inisiasi dan Propagasi Rekahan Spesimen Cracked Chevron
Notched Semi-Circular Bend
Gambar 4.39 dibawah ini menunjukkan geometri spesimen Cracked
Chevron Notched Semi-Circular Bend berdasarkan pemodelan yang
dilakukan pada software RS 3 1.0.
Gambar 4.39 Geometri Model Spesimen Cracked Chevron Notched Semi-Circular
Bend
Pada spesimen Cracked Chevron Notched Semi-Circular Bend
pembebanan yang diberikan pada tiap spesimen material dapat dilihat
pada Tabel 4.30 dibawah ini :
Tabel 4.31 Pembebanan Yang Diberikan Pada Model Cracked Chevron
Notched Semi Circular Bend
Cracked Chevron Notched Semi-Circular Bend
P (Mpa) ANDESIT GAMPING BETON
80% P 10,773 7,135 2,450
90% P 12,119 8,027 2,756
100% P 13,466 8,919 3,062
125
Gambar 4.40 Hasil Pembebanan 10,773 MPa Spesimen CCNSCB Andesit
Gambar 4.41 Hasil Pembebanan 12,119 MPa Spesimen CCNSCB Andesit
Gambar 4.42 Hasil Pembebanan 13,466 MPa Spesimen CCNSCB Andesit
Tabel 4.32 Persentase Nilai Strength Factor <1 Spesimen CCNSCB Andesit
Cracked Chevron Notched Semi-Circular Bend (ANDESIT)
%P P (Mpa) %
80% P 10,773 0,437
90% P 12,119 0,837
100% P 13,466 1,247
126
Gambar 4.43 Kurva Persentase Nilai Strength Factor <1 Terhadap Nilai
Pembebanan Spesimen CCNSCB Andesit
Gambar 4.44 Hasil Pembebanan 7,135 MPa Spesimen CCNSCB Batugamping
Gambar 4.45 Hasil Pembebanan 8,027 MPa Spesimen CCNSCB Batugamping
y = 0.185P- 1.309R² = 0.971
0.00
0.20
0.40
0.60
0.80
1.00
1.20
1.40
0 2 4 6 8 10 12 14 16
% (
SF
<1)
P (MPa)
ANDESIT (CCNSCB)
Linear (ANDESIT (CCNSCB))
127
Gambar 4.46 Hasil Pembebanan 8,819 MPa Spesimen CCNSCB Batugamping
Tabel 4.33 Persentase Nilai Strength Factor <1 Spesimen CCNSCB Batugamping
Cracked Chevron Notched Semi-Circular Bend (GAMPING)
%P P (Mpa) %
80% P 7,135 1,458
90% P 8,027 2,050
100% P 8,919 5,176
Gambar 4.47 Kurva Persentase Nilai Strength Factor <1 Terhadap Nilai
Pembebanan Spesimen CCNSCB Batugamping
y = 0.983P - 3.905R² = 0.943
0.00
1.00
2.00
3.00
4.00
5.00
6.00
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
% (
SF
<1
)
P (MPa)
GAMPING (CCNSCB)
Linear (GAMPING (CCNSCB))
128
Gambar 4.48 Hasil Pembebanan 2,450 MPa Spesimen CCNSCB Beton
Gambar 4.49 Hasil Pembebanan 2,756 MPa Spesimen CCNSCB Beton
Gambar 4.50 Hasil Pembebanan 3,062 MPa Spesimen CCNSCB Beton
Tabel 4.34 Persentase Nilai Strength Factor <1 Spesimen CCNSCB Beton
Cracked Chevron Notched Semi-Circular Bend (BETON)
%P P (Mpa) %
80% P 2,450 0,826
90% P 2,756 1,036
100% P 3,062 1,372
129
Gambar 4.51 Kurva Persentase Nilai Strength Factor <1 Terhadap Nilai
Pembebanan Spesimen CCNSCB Beton
4.10.2 Inisiasi dan Propagasi Rekahan Spesimen Straight Notched
Semi-Circular Bend
Gambar 4.52 dibawah ini menunjukkan geometri spesimen Cracked
Chevron Notched Semi-Circular Bend berdasarkan pemodelan yang
dilakukan pada software RS 3 1.0.
Gambar 4.52 Geometri Model Spesimen Straight Notched Semi-Circular Bend
y = 0.617P - 0.474R² = 0.972
0.00
0.20
0.40
0.60
0.80
1.00
1.20
1.40
1.60
0 1 2 3 4
% (
SF
<1)
P (MPa)
BETON (CCNSCB)
Linear (BETON (CCNSCB))
130
Pada spesimen Straight Notched Semi-Circular Bend pembebanan yang diberikan
pada tiap spesimen material dapat dilihat pada Tabel 4.34 dibawah ini :
Tabel 4.35 Pembebanan Yang Diberikan Pada Model Straight Notched Semi
Circular Bend
Straight Notched Semi-Circular Bend
P (Mpa) ANDESIT GAMPING BETON
80% P 14,144 7,763 3,222
90% P 15,912 8,734 3,624
100% P 17,680 9,704 4,026
Gambar 4.53 Hasil Pembebanan 14,144 MPa Spesimen SNSCB Andesit
Gambar 4.54 Hasil Pembebanan 15,192 MPa Spesimen SNSCB Andesit
Gambar 4.55 Hasil Pembebanan 17,680 MPa Spesimen SNSCB Andesit
131
Tabel 4.36 Persentase Nilai Strength Factor <1 Spesimen SNSCB Andesit
Straight Notched Semi-Circular Bend (ANDESIT)
%P P (Mpa) %
80% P 14,144 0,134
90% P 15,912 1,785
100% P 17,680 2,181
Gambar 4.56 Kurva Persentase Nilai Strength Factor <1 Terhadap Nilai
Pembebanan Spesimen SNSCB Andesit
Gambar 4.57 Hasil Pembebanan 7,763 MPa Spesimen SNSCB Batugamping
y = 0.579P - 7.846R² = 0.888
0.00
0.50
1.00
1.50
2.00
2.50
3.00
0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20
% (
SF
<1
)
P (MPa)
ANDESIT (SNSCB)
Linear (ANDESIT (SNSCB))
132
Gambar 4.58 Hasil Pembebanan 8,733 MPa Spesimen SNSCB Batugamping
Gambar 4.59 Hasil Pembebanan 9,704 MPa Spesimen SNSCB Batugamping
Tabel 4.37 Persentase Nilai Strength Factor <1 Spesimen SNSCB Andesit
Straight Notched Semi-Circular Bend (GAMPING)
%P P (Mpa) %
80% P 7,763 3,294
90% P 8,734 5,006
100% P 9,704 6,349
133
Gambar 4.60 Kurva Persentase Nilai Strength Factor <1 Terhadap Nilai
Pembebanan Spesimen SNSCB Batugamping
Gambar 4.61 Hasil Pembebanan 3,221 MPa Spesimen SNSCB Beton
Gambar 4.62 Hasil Pembebanan 3,624 MPa Spesimen SNSCB Beton
y = 1.574P - 8.864R² = 0.995
0.00
1.00
2.00
3.00
4.00
5.00
6.00
7.00
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
% (
SF
<1
)
P (MPa)
GAMPING (SNSCB)
Linear (GAMPING (SNSCB))
134
Gambar 4.63 Hasil Pembebanan 4,027 MPa Spesimen SNSCB Beton
Tabel 4.38 Persentase Nilai Strength Factor <1 Spesimen SNSCB Beton
Straight Notched Semi-Circular Bend (BETON)
%P P (Mpa) %
80% P 3,222 1,801
90% P 3,624 3,456
100% P 4,026 6,227
Gambar 4.64 Kurva Persentase Nilai Strength Factor <1 Terhadap Nilai
Pembebanan Spesimen SNSCB Beton
y = 5.501P - 16.11R² = 0.979
0.00
1.00
2.00
3.00
4.00
5.00
6.00
7.00
0 1 2 3 4 5
% (
SF
<1)
P (MPa)
BETON (SNSCB)
Linear (BETON (SNSCB))
135
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Setelah dilakukannya pengujian di laboratorium juga berdasarkan analisis dari
data yang telah didapatkan, maka dapat disimpulkan beberapa hal :
1. Berdasarkan korelasi antara nilai fracture toughness dengan sifat fisik,
dinamik dan mekanik batuan, pada penelitian ini diketahui bahwa :
Nilai fracture toughness batuan berbanding lurus dengan densitas batuan.
Semakin tinggi nilai densitas natural batuan, maka akan semakin tinggi
pula nilai fracture toughness.
Nilai fracture toughness batuan berbanding terbalik dengan porositas
batuan. Semakin rendah nilai porositas batuan, maka akan semakin tinggi
nilai fracture toughness.
Nilai fracture toughness batuan berbanding lurus dengan cepat rambat
gelombang ultrasonik batuan. Semakin tinggi nilai cepat rambat
gelombang ultrasonik batuan, maka semakin tinggi pula nilai fracture
toughness .
Nilai fracture toughness batuan berbanding lurus dengan nilai kuat tekan
uniaksial batuan. Semakin tinggi nilai kuat tekan uniaksial batuan, maka
semakin tinggi pula nilai fracture toughness.
Nilai fracture toughness batuan berbanding lurus dengan nilai kuat tarik
tak langsung batuan. Semakin tinggi nilai kuat tarik tak langsung batuan,
maka semakin tinggi pula nilai fracture toughness.
2. Nilai fracture toughness spesimen SNSCB untuk tiga jenis batuan memiliki
nilai lebih rendah dibandingkan dengan nilai fracture toughness spesimen
136
CCNSCB, dimana selisih untuk andesit berkisar 11,7%, batugamping
berkisar 16,3% dan sampel beton berkisar 41,7%.
3. Berdasarkan hasil penelitian, didapatkan bahwa andesit memiliki nilai
fracture toughness paling besar diikuti oleh batugamping dan sampel beton.
Nilai fracture toughness untuk andesit sebesar 1,568 𝑀𝑃𝑎 𝑚 (CCNSCB)
dan 1,384 𝑀𝑃𝑎 𝑚 (SNSCB), batugamping sebesar 1,267 𝑀𝑃𝑎 𝑚
(CCNSCB) dan 1,061 𝑀𝑃𝑎 𝑚 (SNSCB), serta sampel beton sebesar 0,440
𝑀𝑃𝑎 𝑚 (CCNSCB) dan 0,257 𝑀𝑃𝑎 𝑚 (SNSCB).
5.2 Saran
Untuk mengembangkan penelitian mengenai fracture toughness batuan maka
terdapat beberapa saran yang penulis berikan, yaitu :
Melakukan pengujian pada jenis batuan lain sehingga variasi data nilai
fracture toughness dapat lebih banyak.
Jika menggunakan spesimen Cracked Chevron Notched Semi-Circular
Bend ataupun Straight Notched Semi-Circular Bend dianjurkan untuk
menggunakan diameter spesimen yang lebih besar sehingga memudahkan
dalam pembuatan rekahan awal.
Melakukan pengujian mengenai tipe I dynamic fracture toughness.
Melakukan pengujian fracture toughness menggunakan tipe rekahan
lainnya.
Menggunakan perangkat lunak ABAQUS dan MultiMech untuk
mendapatkan gambaran mengenai propagasi rekahan dengan lebih baik.
xviii
DAFTAR PUSTAKA
Alkilicgil, C. 2010. Development of A New Method for Mode I Fracture
Toughness Test on Disc Type Rock Specimens. Middle East Technical
University. Turkey.
Ayatollahi, M.R. dan Akbardoost, J. (2013) : Size Effect in Mode II Brittle
Fracture of Rocks. Iran University of Science and Technology, Tehran, Iran.
Ayatollahi. M.R., Alborzi. M.J. 2013. Rock Fracture Toughness Testing Using
SCB Specimens. Iran University of Science and Technology, Tehran, Iran.
Backers, T. 2004. Fracture Toughness Determination and Micromechanics of
Rock Under Mode I and Mode II Loading. Mathematisch-
Natuwissenschaftlichen Fakultat der Universitat Postdam. Postdam.
Brooks, Zenzile. 2013. Fracture Process Zone : Microstructure and
Nanomechanics in Quasi-Brittle Materials. Massachusetts Institute of
Technology. USA.
Chong, K.P., Kuruppu, M.D., 1984. New Specimen for Fracture Toughness
Determination of Rocks and Other Materials. International Journal of
Fracture.
Cui, Z.D., et al. 2010. A Comparison of Two ISRM Suggested Chevron Notched
Specimens for Testing Mode I Rock Fracture Toughness. Elsevier.
George, D.J. 2003. Fracture Toughness Based Models For The Prediction of
Power Consumption, Product Size, And Capacity of Jaw Crushers. Faculty of
the Virginia Polythecnic Institute And State University.
Guo, H. 1990. Rock Cutting Studies Using Fracture Mechanics Principles.
Australia : University of Wollongong.
Griffith, A.A. 1921. The Phenomena of Rupture and Flow in Solids. Phil. Trans.
Roy. Soc. Of London, A221, pp. 163-197
Het, K. 2008. Effects of Geometrical Factors On Fracture Toughness Using Semi-
Circular Bending Type Specimens. Middle East Technical University.
Turkey.
Inglis, C.E, 1913. Stresses in a Plate Due to The Presence of Cracks and Sharp
Corners. Fellow of King’s College. Cambridge English.
xix
ISRM Commision On Testing Methods. 1988. Suggested Methods for
Determining the Fracture Toughness of Rock. Great Britain : Pergamon Press
plc.
Kazerani, Tohid. 2011. Micromechanical Study of Rock Fracture and
Fragmentation Under Dynamic Loads using Discrete Element Method.
Ecole Polytechnique Federale De Lausane. France.
Keles, Cigdem., Tutluoglu, Levent. 2010. Mode I Fracture Toughness
Determination With Straight Notched Disk Bending Method. Middle East
Technical University, Turkey.
Kuruppu, M.D. 1997 : ISRM-Suggested Method for Determining the Mode I Static
Fracture Toughness Using Semi-Circular Bend Specimen. Springer.
Switzerland.
Lim, L., et al. 1994 : Fracture Testing of a Soft Rock with Semi-Circular
Specimens Under Three Point Bending. Part 1-Mode I. Elsevier. Amsterdam.
Mahdavi, E., Obara, Y., Ayatollahi, M.R. 2015. Numerical Investigation of Stress
Intensity Factor for Semi-Circular Bend Specimen With Chevron Notch. Iran
University of Science and Technology, Tehran, Iran.
Maheswara, Bagus. 2015 : Studi Pengaruh Diameter Spesimen Semi-Circular
Bend Terhadap Nilai Mode I Fracture Toughness Pada Uji Three Point
Bending. Teknik Pertambangan, Institut Teknologi Bandung. Bandung.
Mingdao, W, et al. 2015. Experimental and Numerical Study on the Cracked
Chevron Notched Semi-Circular Bend Method for Characterizing the Mode I
Fracture Toughness of Rocks. Sichuan University. China.
Raghunatha, I.D.G.O. 2015. Pengaruh Ukuran dan Karakteristik Batuan pada
Penentuan Fracture Toughness Mode Rekahan I dengan Metode Uji
Brazilian Disc dan Chevron Bend. Bandung: Program Studi Teknik
Pertambangan Fakultas Teknik Pertambangan dan Perminyakan Institut
Teknologi Bandung.
Rai, M.A., dkk. 2014 : Mekanika Batuan, Laboratorium Geomekanika dan
Peralatan Tambang Institut Teknologi Bandung, Bandung.
Rice, J.R. A Path Independent Integral and the Approximate Analysis of Strain
Concentration by Notches and Cracks. Brown University. United States.
Tanjung, Rudhy Andry. 2014. Studi Terhadap Besar dan Arah Tegangan Batuan
Hasil Uji Rekah Hidraulik Pengeboran Miring Pada Kondisi Tegangan
Triaksial di Laboratorium. Laboratorium Geomekanika dan Peralatan
Tambang Institut Teknologi Bandung, Bandung.
xx
Suhett, H.G., et al. 2014. Experimental Evaluation of The Fracture Toughness on
A Limestone, Laboratorie Navier-Cermes, Ecole des Ponts Paris Tech,
France.
Ueno, K., et al. 2013. Effect of Specimen Size on Mode I Fracture Toughness by
SCB Test. Kyushu University. Japan.
Whittaker, B.N, 1992. Rock Fracture Mechanics : Principles, Design, and
Applications. Elsevier. Amsterdam.
Xu, Chaoshui. 1993. Fracture Mechanics and Its Application in Rock Excavation
Engineering. University of Leeds, Department of Mining and Mineral
Engineering.
xxi
LAMPIRAN
xxii
LAMPIRAN A
HASIL UJI SIFAT FISIK
A.1 Dimensi dan Hasil Uji Sifat Fisik Andesit
A.2 Hasil Perhitungan Uji Sifat Fisik Andesit
A.3 Dimensi dan Hasil Uji Sifat Fisik Batugamping
1 2 3 rata-rata 1 2 3 rata-rata Wn Ww Ws Wo
ASF1 45.3 45.35 45.4 45.35 23.4 23.3 23.4 23.367 94.7 94.7 59 94.2
ASF2 45.4 45.5 45.5 45.467 21.4 21.3 21.1 21.267 85.7 85.7 55 85
ASF3 45.4 45.5 45.4 45.433 24.3 24.4 24.6 24.433 93.2 93.2 61.5 92.4
ASF4 45.2 45.3 45.3 45.267 18.4 18.4 19 18.6 71 71 45.2 70
Berat (gr)Kode
Diameter (mm) Panjang (mm)
ANDESIT
Nilai Minimum 2.75 2.71 2.75 2.71 2.82 0.53 0.53 100.00 1.40 0.01
Nilai Maksimum 2.79 2.77 2.79 2.77 2.83 1.43 1.43 100.00 3.88 0.04
Rata-rata 2.78 2.76 2.78 2.76 2.83 0.91 0.91 100.00 2.52 0.03
Standar Deviasi 0.12 0.12 0.12 0.12 0.13 0.38 0.38 0.00 1.02 0.01
ANDESIT
True SG w n (%) w s (%) S (%) n (%)Jenis
Batuan
n
(gr/cm3)
d
(gr/cm3)
s
(gr/cm3)SG e
1 2 3 rata-rata 1 2 3 rata-rata Wn Ww Ws Wo
GSF1 44.6 44.5 44.5 44.533 28 28.5 27.9 28.133 102.8 103.4 62.8 101
GSF2 45 45 44.8 44.933 26 25 25 25.333 97.2 100 56.3 95.6
GSF3 44.6 44.7 44.6 44.633 27.3 27.5 28 27.600 105.4 105.5 65.4 103.4
GSF4 44.6 44.9 44.5 44.667 29 28.5 29.6 29.033 103.6 104 63.8 101.2
GAMPING
KodeDiameter (mm) Panjang (mm) Berat (gr)
xxiii
A.4 Hasil Perhitungan Uji Sifat Fisik Batugamping
A.5 Dimensi dan Hasil Uji Sifat Fisik Beton
A.5 Hasil Perhitungan Uji Sifat Fisik Beton
GSF1 2.532 2.488 2.547 2.488 2.644 1.782 2.376 75.000 5.911 0.063
GSF2 2.224 2.188 2.288 2.188 2.433 1.674 4.603 36.364 10.069 0.112
GSF3 2.628 2.579 2.631 2.579 2.721 1.934 2.031 95.238 5.237 0.055
GSF4 2.577 2.517 2.587 2.517 2.706 2.372 2.767 85.714 6.965 0.075
Nilai Minimum 2.224 2.188 2.288 2.188 2.433 1.674 2.031 36.364 5.237 0.055
Nilai Maksimum 2.628 2.579 2.631 2.579 2.721 2.372 4.603 95.238 10.069 0.112
Rata-rata 2.490 2.443 2.513 2.443 2.626 1.940 2.944 73.079 7.046 0.076
Standar Deviasi 0.182 0.174 0.154 0.174 0.133 0.307 1.146 25.835 2.137 0.025
eKODEn
(gr/cm3)
d
(gr/cm3)
s
(gr/cm3)SG True SG wn (%) ws (%) S (%) n (%)
1 2 3 rata-rata 1 2 3 rata-rata Wn Ww Ws Wo
BSF1 42.7 42.45 42.2 42.450 87 87.3 87 87.100 192.1 221.5 95.3 165.5
BSF2 43 43.55 43 43.183 86.2 86.7 86.7 86.533 235.2 260.9 126.1 213.8
BSF3 43.7 43.2 43.5 43.467 104 106 102.7 104.233 271.5 310.4 155.6 260
BSF4 43 43.4 43 43.133 103 103 103.6 103.200 270 302 153 254.7
BETON
KodeDiameter (mm) Panjang (mm) Berat (gr)
BSF1 1.522 1.311 1.755 1.311 2.358 16.073 33.837 47.500 44.374 0.798
BSF2 1.745 1.586 1.935 1.586 2.438 10.009 22.030 45.435 34.941 0.537
BSF3 1.754 1.680 2.005 1.680 2.490 4.423 19.385 22.817 32.558 0.483
BSF4 1.812 1.709 2.027 1.709 2.504 6.007 18.571 32.347 31.745 0.465
Nilai Minimum 1.522 1.311 1.755 1.311 2.490 4.423 19.385 47.500 32.558 0.483
Nilai Maksimum 1.745 1.586 1.935 1.586 2.438 6.007 33.837 32.347 44.374 0.798
Rata-rata 1.708 1.572 1.931 1.572 2.448 9.128 23.456 37.025 35.904 0.571
Standar Deviasi 0.128 0.181 0.123 0.181 0.066 5.192 7.077 11.607 5.807 0.154
KODEn
(gr/cm3)
d
(gr/cm3)
s
(gr/cm3)n (%) eSG True SG wn (%) ws (%) S (%)
xxiv
LAMPIRAN B
HASIL UJI SIFAT DINAMIK (ULTRASONIC VELOCITY)
B.1 Dimensi dan Hasil Uji Sifat Dinamik Andesit
B.2 Dimensi dan Hasil Uji Sifat Dinamik Batugamping
B.3 Dimensi dan Hasil Uji Sifat Dinamik Sampel Beton
1 2 3 rata-rata 1 2 3 rata-rata
AUCS1 45.3 45.35 45.4 45.35 96.8 96.85 97 96.883 19.6
AUCS2 45.45 45.5 45.5 45.483 96 96.05 96 96.017 19
AUCS3 45.6 45.5 45.6 45.567 99.2 99.25 99.3 99.250 19.3
AUCS4 45.5 45.5 45.45 45.483 97.2 97.1 97.15 97.15 17.5
ANDESIT
KodeDiameter (mm) Panjang (mm)
UV (ms)
1 2 3 rata-rata 1 2 3 rata-rata
GUCS1 44.9 45 44.9 44.933 98.7 98.6 98.8 98.700 19.4
GUCS2 44.9 44.8 44.6 44.767 99 99 99.05 99.017 20.75
GUCS3 44 44.1 44.1 44.067 98.3 98.2 98 98.167 20.7
GAMPING
KodeDiameter (mm) Panjang (mm)
UV (ms)
1 2 3 rata-rata 1 2 3 rata-rata
BUCS1 43 43.7 43.5 43.400 99.3 99.3 99.3 99.300 38.2
BUCS2 43.5 43 43.3 43.267 101.5 101.3 101.3 101.367 41
BUCS3 43.4 43.5 43.4 43.433 98.3 98.2 98.3 98.267 37.9
BUCS4 43 43.2 43.1 43.100 97 96.8 96.7 96.833 37.7
BETON
KodeDiameter (mm) Panjang (mm)
UV (ms)
xxv
B.4 Hasil Perhitungan Uji Sifat Dinamik Andesit, Batugamping dan Sampel Beton
ASF1 19.6 96.883 4943.027
ASF2 19 96.017 5053.509
ASF3 19.3 99.250 5142.487
ASF4 17.5 97.150 5551.429
GSF1 19.4 98.700 5087.629
GSF2 20.75 99.017 4771.888
GSF3 20.7 98.167 4742.351
GSF1 38.2 99.300 2599.476
GSF2 41 101.367 2472.358
GSF3 37.9 98.267 2592.788
GSF4 37.7 96.833 2568.523
tp (ms) L (mm) Vp (m/s)
ANDESIT
JENIS
BATUANKODE
GAMPING
BETON
xxvi
LAMPIRAN C
HASIL UJI KUAT TEKAN UNIAKSIAL
C.1 Dimensi Uji Kuat Tekan Uniaksial Andesit
C.2 Dimensi Uji Kuat Tekan Uniaksial Batugamping
C.3 Dimensi Uji Kuat Tekan Uniaksial Sampel Beton
1 2 3 rata-rata 1 2 3 rata-rata
AUCS1 45.3 45.35 45.4 45.350 96.8 96.85 97 96.883 2.136
AUCS2 45.45 45.5 45.5 45.483 96 96.05 96 96.017 2.111
AUCS3 45.6 45.5 45.6 45.567 99.2 99.25 99.3 99.250 2.178
AUCS4 45.5 45.5 45.45 45.483 97.2 97.1 97.15 97.150 2.136
ANDESIT
KodeDiameter (mm) Panjang (mm)
L/D
1 2 3 rata-rata 1 2 3 rata-rata
GUCS1 44.9 45 44.9 44.933 98.7 98.6 98.8 98.700 2.197
GUCS2 44.9 44.8 44.6 44.767 99 99 99.05 99.017 2.212
GUCS3 44 44.1 44.1 44.067 98.3 98.2 98 98.167 2.228
KodeDiameter (mm) Panjang (mm)
GAMPING
L/D
1 2 3 rata-rata 1 2 3 rata-rata
BUCS1 43 43.7 43.5 43.400 99.3 99.3 99.3 99.300 2.288
BUCS2 43.5 43 43.3 43.267 101.5 101.3 101.3 101.367 2.343
BUCS3 43.4 43.5 43.4 43.433 98.3 98.2 98.3 98.267 2.262
BUCS4 43 43.2 43.1 43.100 97 96.8 96.7 96.833 2.247
BETON
KodeDiameter (mm) Panjang (mm)
L/D
xxvii
C.4 Hasil Deformasi Uji Kuat Tekan Uniaksial Sampel A-UCS 1
No. F (kN) σ (Mpa)∆ Lateral 1
(μm)
∆ Lateral 2
(μm)
∆ Lateral
(μm)
∆ Aksial
(10μm)
ɛ Lateral
(%)ɛ Aksial (%)
ɛ Volumetrik
(%)
0 0.000 0 0 0 0 0.000 0.000 0.000
1 5 3.097 210 -130 -80 48 -0.176 0.495 0.143
2 10 6.194 215 -127 -88 55 -0.194 0.568 0.180
3 15 9.291 218 -126 -92 61 -0.203 0.630 0.224
4 20 12.388 222 -124 -98 66 -0.216 0.681 0.249
5 25 15.485 225 -122 -103 71 -0.227 0.733 0.279
6 30 18.582 226 -120 -106 74 -0.234 0.764 0.296
7 35 21.679 229 -118 -111 77 -0.245 0.795 0.305
8 40 24.776 232 -116 -116 80 -0.256 0.826 0.314
9 45 27.873 237 -114 -123 83 -0.271 0.857 0.314
10 50 30.970 240 -112 -128 87 -0.282 0.898 0.333
11 55 34.067 242 -110 -132 90 -0.291 0.929 0.347
12 60 37.164 243 -109 -134 93 -0.295 0.960 0.369
13 65 40.261 244 -108 -136 96 -0.300 0.991 0.391
14 70 43.358 245 -108 -137 99 -0.302 1.022 0.418
15 75 46.455 245 -108 -137 102 -0.302 1.053 0.449
16 80 49.553 245 -107 -138 105 -0.304 1.084 0.475
17 85 52.650 246 -106 -140 107 -0.309 1.104 0.487
18 90 55.747 247 -105 -142 110 -0.313 1.135 0.509
19 95 58.844 249 -105 -144 113 -0.318 1.166 0.531
20 100 61.941 250 -105 -145 115 -0.320 1.187 0.548
21 105 65.038 250 -105 -145 118 -0.320 1.218 0.578
22 110 68.135 251 -104 -147 120 -0.324 1.239 0.590
23 115 71.232 252 -104 -148 123 -0.326 1.270 0.617
24 120 74.329 253 -104 -149 125 -0.329 1.290 0.633
25 125 77.426 254 -104 -150 128 -0.331 1.321 0.660
26 130 80.523 255 -104 -151 131 -0.333 1.352 0.686
27 135 83.620 256 -103 -153 133 -0.337 1.373 0.698
28 140 86.717 257 -103 -154 135 -0.340 1.393 0.714
29 145 89.814 258 -103 -155 138 -0.342 1.424 0.741
30 150 92.911 259 -103 -156 141 -0.344 1.455 0.767
31 155 96.008 262 -103 -159 143 -0.351 1.476 0.775
32 160 99.105 265 -101 -164 145 -0.362 1.497 0.773
33 165 102.202 267 -100 -167 149 -0.368 1.538 0.801
34 170 105.299 271 -97 -174 152 -0.384 1.569 0.802
xxviii
C.5 Hasil Deformasi Uji Kuat Tekan Uniaksial Sampel A-UCS 2
No. F (kN) σ (Mpa)∆ Lateral 1
(μm)
∆ Lateral 2
(μm)
∆ Lateral
(μm)
∆ Aksial
(10μm)ɛ Lateral (%) ɛ Aksial (%)
ɛ Volumetrik
(%)
0 0.000 0 0 0 0 0.000 0.000 0.000
1 5 3.074 134 -80 -54 64 -0.119 0.667 0.429
2 10 6.149 136 -80 -56 70 -0.123 0.729 0.483
3 15 9.223 138 -80 -58 75 -0.127 0.781 0.526
4 20 12.298 140 -80 -60 79 -0.132 0.823 0.559
5 25 15.372 142 -80 -62 83 -0.136 0.864 0.592
6 30 18.446 144 -79 -65 89 -0.143 0.927 0.641
7 35 21.521 144 -78 -66 90 -0.145 0.937 0.647
8 40 24.595 144 -78 -66 93 -0.145 0.969 0.679
9 45 27.670 145 -78 -67 96 -0.147 1.000 0.705
10 50 30.744 147 -78 -69 99 -0.152 1.031 0.728
11 55 33.818 149 -78 -71 102 -0.156 1.062 0.750
12 60 36.893 153 -76 -77 105 -0.169 1.094 0.755
13 65 39.967 156 -76 -80 108 -0.176 1.125 0.773
14 70 43.042 159 -75 -84 111 -0.185 1.156 0.787
15 75 46.116 162 -74 -88 113 -0.193 1.177 0.790
16 80 49.190 164 -74 -90 115 -0.198 1.198 0.802
17 85 52.265 166 -73 -93 118 -0.204 1.229 0.820
18 90 55.339 166 -71 -95 120 -0.209 1.250 0.832
19 95 58.413 166 -70 -96 122 -0.211 1.271 0.849
20 100 61.488 167 -68 -99 125 -0.218 1.302 0.867
21 105 64.562 168 -68 -100 127 -0.220 1.323 0.883
22 110 67.637 170 -66 -104 129 -0.228 1.344 0.887
23 115 70.711 173 -66 -107 131 -0.235 1.364 0.894
24 120 73.785 175 -65 -110 133 -0.242 1.385 0.902
25 125 76.860 176 -64 -112 136 -0.246 1.416 0.924
26 130 79.934 176 -63 -113 137 -0.248 1.427 0.930
27 135 83.009 176 -62 -114 139 -0.250 1.448 0.947
28 140 86.083 176 -62 -114 141 -0.250 1.468 0.968
29 145 89.157 178 -62 -116 144 -0.255 1.500 0.990
30 150 92.232 179 -60 -119 146 -0.261 1.521 0.998
31 155 95.306 179 -60 -119 148 -0.261 1.541 1.019
32 160 98.381 180 -60 -120 150 -0.264 1.562 1.035
33 165 101.455 181 -60 -121 152 -0.266 1.583 1.051
34 170 104.529 181 -58 -123 154 -0.270 1.604 1.063
35 175 107.604 181 -57 -124 155 -0.272 1.614 1.069
36 180 110.678 182 -57 -125 157 -0.275 1.635 1.086
37 185 113.753 183 -57 -126 160 -0.277 1.666 1.113
38 190 116.827 184 -57 -127 162 -0.279 1.687 1.129
39 195 119.901 185 -57 -128 164 -0.281 1.708 1.146
40 200 122.976 187 -56 -131 166 -0.288 1.729 1.153
41 205 126.050 188 -55 -133 168 -0.292 1.750 1.165
42 210 129.125 191 -54 -137 170 -0.301 1.771 1.169
43 215 132.199 193 -54 -139 172 -0.305 1.791 1.181
44 220 135.273 198 -53 -145 175 -0.319 1.823 1.185
45 225 138.348 204 -51 -153 177 -0.336 1.843 1.171
46 230 141.422 212 -41 -171 180 -0.376 1.875 1.123
xxix
C.6 Hasil Deformasi Uji Kuat Tekan Uniaksial Sampel A-UCS 3
No. F (kN) σ (Mpa)∆ Lateral 1
(μm)
∆ Lateral 2
(μm)
∆ Lateral
(μm)
∆ Aksial
(10μm)
ɛ Lateral
(%)
ɛ Aksial
(%)
ɛ Volumetrik
(%)
0 0.000 0 0 0 0 0.000 0.000 0.000
1 5 3.068 -10 11 -1 3 -0.002 0.030 0.026
2 10 6.135 -18 19 -1 7 -0.002 0.071 0.066
3 15 9.203 -16 20 -4 10 -0.009 0.101 0.083
4 20 12.271 -16 21 -5 13 -0.011 0.131 0.109
5 25 15.338 -14 22 -8 17 -0.018 0.171 0.136
6 30 18.406 -12 23 -11 20 -0.024 0.202 0.153
7 35 21.474 -9 24 -15 24 -0.033 0.242 0.176
8 40 24.541 -6 25 -19 26 -0.042 0.262 0.179
9 45 27.609 -6 25 -19 29 -0.042 0.292 0.209
10 50 30.677 -6 25 -19 31 -0.042 0.312 0.229
11 55 33.744 -6 25 -19 34 -0.042 0.343 0.259
12 60 36.812 -6 25 -19 36 -0.042 0.363 0.279
13 65 39.879 -5 26 -21 39 -0.046 0.393 0.301
14 70 42.947 -4 28 -24 42 -0.053 0.423 0.318
15 75 46.015 -2 29 -27 44 -0.059 0.443 0.325
16 80 49.082 0 29 -29 46 -0.064 0.463 0.336
17 85 52.150 2 30 -32 49 -0.070 0.494 0.353
18 90 55.218 4 31 -35 51 -0.077 0.514 0.360
19 95 58.285 6 32 -38 54 -0.083 0.544 0.377
20 100 61.353 8 33 -41 56 -0.090 0.564 0.384
21 105 64.421 10 35 -45 58 -0.099 0.584 0.387
22 110 67.488 11 35 -46 60 -0.101 0.605 0.403
23 115 70.556 13 35 -48 63 -0.105 0.635 0.424
24 120 73.624 16 36 -52 65 -0.114 0.655 0.427
25 125 76.691 19 37 -56 67 -0.123 0.675 0.429
26 130 79.759 21 37 -58 70 -0.127 0.705 0.451
27 135 82.827 22 37 -59 72 -0.129 0.725 0.466
28 140 85.894 23 37 -60 75 -0.132 0.756 0.492
29 145 88.962 24 38 -62 76 -0.136 0.766 0.494
30 150 92.030 30 43 -73 79 -0.160 0.796 0.476
31 155 95.097 40 49 -89 82 -0.195 0.826 0.436
xxx
C.7 Hasil Deformasi Uji Kuat Tekan Uniaksial Sampel A-UCS 4
No. F (kN) σ (Mpa)∆ Lateral 1
(μm)
∆ Lateral 2
(μm)
∆ Lateral
(μm)
∆ Aksial
(10μm)
ɛ Lateral
(%)
ɛ Aksial
(%)
ɛ Volumetrik
(%)
0 0.000 0 0 0 0 0.000 0.000 0.000
1 5 3.079 200 -150 -50 30 -0.110 0.309 0.089
2 10 6.158 198 -134 -64 38 -0.141 0.391 0.110
3 15 9.237 195 -132 -63 43 -0.139 0.443 0.166
4 20 12.316 192 -130 -62 49 -0.136 0.504 0.232
5 25 15.395 192 -128 -64 53 -0.141 0.546 0.264
6 30 18.473 193 -126 -67 56 -0.147 0.576 0.282
7 35 21.552 194 -124 -70 59 -0.154 0.607 0.300
8 40 24.631 195 -122 -73 62 -0.160 0.638 0.317
9 45 27.710 195 -120 -75 65 -0.165 0.669 0.339
10 50 30.789 195 -118 -77 68 -0.169 0.700 0.361
11 55 33.868 195 -116 -79 71 -0.174 0.731 0.383
12 60 36.947 195 -116 -79 73 -0.174 0.751 0.404
13 65 40.026 195 -116 -79 76 -0.174 0.782 0.435
14 70 43.105 195 -116 -79 78 -0.174 0.803 0.456
15 75 46.184 195 -116 -79 81 -0.174 0.834 0.486
16 80 49.262 195 -116 -79 83 -0.174 0.854 0.507
17 85 52.341 195 -116 -79 85 -0.174 0.875 0.528
18 90 55.420 195 -116 -79 88 -0.174 0.906 0.558
19 95 58.499 195 -116 -79 90 -0.174 0.926 0.579
20 100 61.578 195 -116 -79 93 -0.174 0.957 0.610
21 105 64.657 195 -116 -79 94 -0.174 0.968 0.620
22 110 67.736 195 -115 -80 97 -0.176 0.998 0.647
23 115 70.815 196 -115 -81 98 -0.178 1.009 0.653
24 120 73.894 196 -114 -82 100 -0.180 1.029 0.669
25 125 76.973 196 -113 -83 102 -0.182 1.050 0.685
26 130 80.051 196 -113 -83 104 -0.182 1.071 0.706
27 135 83.130 197 -112 -85 106 -0.187 1.091 0.717
28 140 86.209 198 -111 -87 108 -0.191 1.112 0.729
29 145 89.288 198 -110 -88 110 -0.193 1.132 0.745
30 150 92.367 199 -109 -90 112 -0.198 1.153 0.757
31 155 95.446 200 -108 -92 114 -0.202 1.173 0.769
32 160 98.525 200 -107 -93 116 -0.204 1.194 0.785
33 165 101.604 200 -106 -94 118 -0.207 1.215 0.801
34 170 104.683 201 -105 -96 120 -0.211 1.235 0.813
35 175 107.762 202 -104 -98 122 -0.215 1.256 0.825
36 180 110.840 203 -103 -100 123 -0.220 1.266 0.826
37 185 113.919 204 -102 -102 125 -0.224 1.287 0.838
38 190 116.998 205 -101 -104 127 -0.229 1.307 0.850
39 195 120.077 206 -100 -106 129 -0.233 1.328 0.862
40 200 123.156 208 -100 -108 131 -0.237 1.348 0.874
41 205 126.235 210 -100 -110 132 -0.242 1.359 0.875
42 210 129.314 211 -100 -111 134 -0.244 1.379 0.891
43 215 132.393 213 -97 -116 136 -0.255 1.400 0.890
44 220 135.472 215 -94 -121 138 -0.266 1.420 0.888
45 225 138.551 218 -90 -128 140 -0.281 1.441 0.878
46 230 141.629 220 -86 -134 142 -0.295 1.462 0.872
47 235 144.708 222 -84 -138 144 -0.303 1.482 0.875
48 240 147.787 228 -80 -148 146 -0.325 1.503 0.852
49 245 150.866 232 -77 -155 147 -0.341 1.513 0.832
50 250 153.945 240 -72 -168 149 -0.369 1.534 0.795
xxxi
C.8 Hasil Deformasi Uji Kuat Tekan Uniaksial Sampel G-UCS 1
C.9 Hasil Deformasi Uji Kuat Tekan Uniaksial Sampel G-UCS 2
No. F (kN) σ (Mpa)∆ Lateral 1
(μm)
∆ Lateral 2
(μm)
∆ Lateral
(μm)
∆ Aksial
(10μm)
ɛ Lateral
(%)ɛ Aksial (%)
ɛ Volumetrik
(%)
0 0.000 0 0 0 0 0.000 0.000 0.000
1 2.5 1.577 30 -14 -16 13 -0.036 0.132 0.060
2 5 3.155 61 -41 -20 18 -0.045 0.182 0.093
3 7.5 4.732 83 -54 -29 22 -0.065 0.223 0.094
4 10 6.309 90 -54 -36 28 -0.080 0.284 0.123
5 12.5 7.887 92 -54 -38 31 -0.085 0.314 0.145
6 15 9.464 92 -46 -46 36 -0.102 0.365 0.160
7 17.5 11.042 92 -43 -49 42 -0.109 0.426 0.207
8 20 12.619 92 -40 -52 46 -0.116 0.466 0.235
9 22.5 14.196 92 -29 -63 52 -0.140 0.527 0.246
10 25 15.774 95 -24 -71 57 -0.158 0.578 0.261
11 27.5 17.351 98 -21 -77 63 -0.171 0.638 0.296
12 30 18.928 99 -17 -82 67 -0.182 0.679 0.314
13 32.5 20.506 101 -15 -86 72 -0.191 0.729 0.347
14 35 22.083 127 -11 -116 77 -0.258 0.780 0.264
15 37.5 23.661 151 20 -171 86 -0.381 0.871 0.110
No. F (kN) σ (Mpa)∆ Lateral 1
(μm)
∆ Lateral 2
(μm)
∆ Lateral
(μm)
∆ Aksial
(10μm)ɛ Lateral (%) ɛ Aksial (%)
ɛ Volumetrik
(%)
0 0.000 0 0 0 0 0.000 0.000 0.000
1 2.5 1.589 30 -26 -4 4 -0.009 0.040 0.023
2 5 3.178 71 -64 -7 7 -0.016 0.071 0.039
3 7.5 4.767 71 -58 -13 11 -0.029 0.111 0.053
4 10 6.357 71 -56 -15 13 -0.034 0.131 0.064
5 12.5 7.946 70 -54 -16 16 -0.036 0.162 0.090
6 15 9.535 68 -51 -17 18 -0.038 0.182 0.106
7 17.5 11.124 73 -49 -24 22 -0.054 0.222 0.115
8 20 12.713 77 -49 -28 25 -0.063 0.252 0.127
9 22.5 14.302 140 -95 -45 29 -0.101 0.293 0.092
10 25 15.891 320 -185 -135 60 -0.302 0.606 0.003
xxxii
C.10 Hasil Deformasi Uji Kuat Tekan Uniaksial Sampel G-UCS 3
C.11 Hasil Deformasi Uji Kuat Tekan Uniaksial Sampel B-UCS 1
No. F (kN) σ (Mpa)∆ Lateral 1
(μm)
∆ Lateral 2
(μm)
∆ Lateral
(μm)
∆ Aksial
(10μm)
ɛ Lateral
(%)
ɛ Aksial
(%)
ɛ Volumetrik
(%)
0 0.000 0 0 0 0 0.000 0.000 0.000
1 2.5 1.640 75 -55 -20 16.5 -0.045 0.168 0.077
2 5 3.280 150 -99 -51 33 -0.116 0.336 0.105
3 7.5 4.920 171 -123 -48 36.5 -0.109 0.372 0.154
4 10 6.560 192 -140 -52 40 -0.118 0.407 0.171
5 12.5 8.200 189.5 -140 -49.5 42.5 -0.112 0.433 0.208
6 15 9.840 187 -140 -47 45 -0.107 0.458 0.245
7 17.5 11.480 206 -155 -51 51 -0.116 0.520 0.288
8 20 13.120 228 -157 -71 57 -0.161 0.581 0.258
9 22.5 14.760 267.5 -167 -100.5 68 -0.228 0.693 0.237
10 25 16.400 310 -167 -143 79 -0.325 0.805 0.156
No. F (kN) σ (Mpa)∆ Lateral 1
(μm)
∆ Lateral 2
(μm)
∆ Lateral
(μm)
∆ Aksial
(10μm)
ɛ Lateral
(%)ɛ Aksial (%)
ɛ Volumetrik
(%)
0 0.000 0 0 0 0 0.000 0.000 0.000
1 1 0.676 21 0 -21 15 -0.048 0.151 0.054
2 2 1.353 35 0 -35 24 -0.081 0.242 0.080
3 3 2.029 57 -10 -47 28 -0.108 0.282 0.065
4 4 2.705 67 -20 -47 32 -0.108 0.322 0.106
5 5 3.382 73 -18 -55 36 -0.127 0.363 0.109
6 6 4.058 85 -16 -69 41 -0.159 0.413 0.095
7 7 4.734 88 -16 -72 47 -0.166 0.473 0.142
8 8 5.411 105 -14 -91 50.5 -0.210 0.509 0.089
9 9 6.087 114 -14 -100 59 -0.230 0.594 0.133
xxxiii
C.12 Hasil Deformasi Uji Kuat Tekan Uniaksial Sampel B-UCS 2
C.13 Hasil Deformasi Uji Kuat Tekan Uniaksial Sampel B-UCS 3
No. F (kN) σ (Mpa)∆ Lateral 1
(μm)
∆ Lateral 2
(μm)
∆ Lateral
(μm)
∆ Aksial
(10μm)ɛ Lateral (%) ɛ Aksial (%)
ɛ Volumetrik
(%)
0 0.000 0 0 0 0 0.000 0.000 0.000
1 1 0.680 -76 77 -1 14 -0.002 0.138 0.133
2 2 1.361 -92 94 -2 22 -0.005 0.217 0.208
3 3 2.041 -89 114 -25 24 -0.058 0.237 0.121
4 4 2.722 -89 116 -27 28.5 -0.062 0.281 0.156
5 5 3.402 -89 122 -33 32 -0.076 0.316 0.163
6 6 4.083 -88 128 -40 35.5 -0.092 0.350 0.165
7 7 4.763 -76 128 -52 37 -0.120 0.365 0.125
8 8 5.444 -65 128 -63 38.5 -0.146 0.380 0.089
9 9 6.124 -65 129 -64 41 -0.148 0.404 0.109
10 10 6.805 -62 129 -67 45 -0.155 0.444 0.134
11 11 7.485 -44 139 -95 47 -0.220 0.464 0.025
12 12 8.166 -38 149 -111 51 -0.257 0.503 -0.010
No. F (kN) σ (Mpa)∆ Lateral 1
(μm)
∆ Lateral 2
(μm)
∆ Lateral
(μm)
∆ Aksial
(10μm)
ɛ Lateral
(%)
ɛ Aksial
(%)
ɛ Volumetrik
(%)
0 0.000 0 0 0 0 0.000 0.000 0.000
1 1 0.675 -145 187 -42 23 -0.097 0.234 0.041
2 2 1.351 -173 216 -43 28 -0.099 0.285 0.087
3 3 2.026 -161 227 -66 29 -0.152 0.295 -0.009
4 4 2.701 -161 227 -66 34 -0.152 0.346 0.042
5 5 3.376 -158 234 -76 37 -0.175 0.377 0.027
6 6 4.052 -155 241 -86 40 -0.198 0.407 0.011
7 7 4.727 -131 245 -114 45 -0.262 0.458 -0.067
8 8 5.402 -115 250 -135 50 -0.311 0.509 -0.113
9 9 6.078 -104 251 -147 54 -0.338 0.550 -0.127
10 10 6.753 -95 252 -157 56.5 -0.361 0.575 -0.148
11 11 7.428 -88 253 -165 58 -0.380 0.590 -0.170
12 12 8.103 -82 255 -173 60.5 -0.398 0.616 -0.181
13 13 8.779 -79 257 -178 65 -0.410 0.661 -0.158
14 14 9.454 -77 258 -181 69 -0.417 0.702 -0.131
15 15 10.129 -75 261 -186 74 -0.428 0.753 -0.103
16 16 10.804 -75 261 -186 78 -0.428 0.794 -0.063
17 17 11.480 -70 267 -197 84 -0.454 0.855 -0.052
18 18 12.155 -66 268 -202 92 -0.465 0.936 0.006
xxxiv
C.14 Hasil Deformasi Uji Kuat Tekan Uniaksial Sampel B-UCS 4
No. F (kN) σ (Mpa)∆ Lateral 1
(μm)
∆ Lateral 2
(μm)
∆ Lateral
(μm)
∆ Aksial
(10μm)
ɛ Lateral
(%)
ɛ Aksial
(%)
ɛ Volumetrik
(%)
0 0.000 0 0 0 0 0.000 0.000 0.000
1 1 0.684 -121 140 -19 14 -0.044 0.145 0.057
2 2 1.367 -135 160 -25 18 -0.058 0.186 0.070
3 3 2.051 -139 165 -26 21 -0.060 0.217 0.096
4 4 2.735 -142 171 -29 25 -0.067 0.258 0.124
5 5 3.418 -135 180 -45 28 -0.104 0.289 0.081
6 6 4.102 -129 192 -63 32 -0.146 0.330 0.039
7 7 4.786 -116 191 -75 34 -0.174 0.351 0.004
8 8 5.469 -90 191 -101 38 -0.234 0.392 -0.076
9 9 6.153 -85 173 -88 40 -0.204 0.413 0.005
10 10 6.836 -88 155 -67 41 -0.155 0.423 0.113
11 11 7.520 -88 154 -66 44 -0.153 0.454 0.149
12 12 8.204 -88 151 -63 49 -0.146 0.506 0.214
xxxv
sc (MPa) 142.94
E (MPa) 12,102
u 0.18
sc (MPa) 104.27
E (MPa) 10,359
u 0.18
C.15 Kurva Tegangan-Regangan A-UCS 1 dan A-UCS 2
0.0
20.0
40.0
60.0
80.0
100.0
120.0
-0.5 0.0 0.5 1.0 1.5 2.0
Tega
nga
n (
MP
a)
Regangan (%)
KURVA TEGANGAN-REGANGAN A-UCS1
Axial Lateral Volumetric
0.0
20.0
40.0
60.0
80.0
100.0
120.0
140.0
160.0
-0.5 0.0 0.5 1.0 1.5 2.0
Tega
nga
n (
MP
a)
Regangan (%)
KURVA TEGANGAN-REGANGAN A-UCS2
Axial Lateral Volumetric
xxxvi
sc (MPa) 95.75
E (MPa) 11,992
u 0.19
sc (MPa) 155.43
E (MPa) 13,068
u 0.18
C.16 Kurva Tegangan-Regangan A-UCS 3 dan A-UCS 4
0.0
10.0
20.0
30.0
40.0
50.0
60.0
70.0
80.0
90.0
100.0
-0.4 -0.2 0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0
Tega
nga
n (
MP
a)
Regangan (%)
KURVA TEGANGAN-REGANGAN A-UCS3
Axial Lateral Volumetric
0.0
20.0
40.0
60.0
80.0
100.0
120.0
140.0
160.0
180.0
-0.5 0.0 0.5 1.0 1.5 2.0
Tega
nga
n (
MP
a)
Regangan (%)
KURVA TEGANGAN-REGANGAN A-UCS4
Axial Lateral Volumetric
xxxvii
sc (MPa) 23.90
E (MPa) 3,114
u 0.25
sc (MPa) 17.40
E (MPa) 5,619
u 0.24
C.17 Kurva Tegangan-Regangan G-UCS 1 dan G-UCS 2
0.0
5.0
10.0
15.0
20.0
25.0
-0.6 -0.4 -0.2 0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0
Tega
nga
n (
MP
a)
Regangan (%)
KURVA TEGANGAN-REGANGAN G-UCS 1
Axial Lateral Volumetric
0.0
2.0
4.0
6.0
8.0
10.0
12.0
14.0
16.0
18.0
-0.4 -0.3 -0.2 -0.1 0.0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7
Tega
nga
n
(MP
a)
Regangan (%)
KURVA TEGANGAN-REGANGAN G-UCS 2
Axial Lateral Volumetric
xxxviii
C.18 Kurva Tegangan-Regangan G-UCS 3
0.0
2.0
4.0
6.0
8.0
10.0
12.0
14.0
16.0
18.0
-0.4 -0.2 0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0
Tega
nga
n (
MP
a)
Regangan (%)
KURVA TEGANGAN-REGANGAN G-UCS 3
Axial Lateral Volumetric
sc (MPa) 18.49
E (MPa) 3,938
u 0.25
xxxix
sc (MPa) 6.09
E (MPa) 1,414
u 0.30
sc (MPa) 8.37
E (MPa) 2,300
u 0.47
C.19 Kurva Tegangan-Regangan B-UCS 1 dan B-UCS 2
0.0
1.0
2.0
3.0
4.0
5.0
6.0
7.0
-0.4 -0.2 0.0 0.2 0.4 0.6 0.8
Tega
nga
n (
MP
a)
Regangan (%)
KURVA TEGANGAN-REGANGAN B-UCS 1
Axial Lateral Volumetric
0.0
1.0
2.0
3.0
4.0
5.0
6.0
7.0
8.0
9.0
-0.3 -0.2 -0.1 0.0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6
Tega
nga
n (
MP
a)
Regangan (%)
KURVA TEGANGAN-REGANGAN B-UCS 2
Axial Lateral Volumetric
xl
sc (MPa) 12.71
E (MPa) 1,761
u 0.55
sc (MPa) 8.39
E (MPa) 2,324
u 0.46
C.20 Kurva Tegangan-Regangan B-UCS 3 dan B-UCS 4
0.0
2.0
4.0
6.0
8.0
10.0
12.0
14.0
-0.6 -0.4 -0.2 0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0 1.2
Tega
nga
n (
MP
a)
Regangan (%)
KURVA TEGANGAN-REGANGAN B-UCS 3
Axial Lateral Volumetric
0.0
1.0
2.0
3.0
4.0
5.0
6.0
7.0
8.0
9.0
-0.3 -0.2 -0.1 0.0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6
Tega
nga
n (
MP
a)
Regangan (%)
KURVA TEGANGAN-REGANGAN B-UCS 4
Axial Lateral Volumetric
xli
C.21 Hasil Uji Kuat Tekan Uniaksial Andesit, Batugamping dan Sampel Beton
AUCS1 ANDESIT 104.27 10359 0.18
AUCS2 ANDESIT 142.94 12102 0.18
AUCS3 ANDESIT 95.750 11992 0.19
AUCS4 ANDESIT 155.43 13068 0.18
GUCS1 GAMPING 23.9 3114 0.25
GUCS2 GAMPING 17.4 5619 0.24
GUCS3 GAMPING 18.49 3938 0.25
BUCS1 BETON 6.09 1414 0.3
BUCS2 BETON 8.37 2300 0.47
BUCS3 BETON 12.71 1761 0.55
BUCS4 BETON 8.59 2324 0.46
KODE JENIS BATUAN σc (Mpa) E (Mpa) v
xlii
LAMPIRAN D
HASIL KUAT TARIK TAK LANGSUNG-BRAZILIAN
D.1 Dimensi Uji Kuat Tarik Tak Langsung Andesit
D.2 Dimensi Uji Kuat Tarik Tak Langsung Batugamping
D.3 Dimensi Uji Kuat Tarik Tak Langsung Sampel Beton
1 2 3 rata-rata 1 2 3 rata-rata
ABZ1 45.65 45.6 45.65 45.633 23 23.05 23.05 23.033 0.505
ABZ2 45.6 45.55 45.55 45.567 23.3 23.2 23.25 23.250 0.510
ABZ3 45.55 45.6 45.6 45.583 24.15 24.2 24.2 24.183 0.531
ABZ4 45.45 45.5 45.65 45.533 25.1 25.2 25.1 25.133 0.552
ANDESIT
KodeDiameter (mm) Panjang (mm)
L/D
1 2 3 rata-rata 1 2 3 rata-rata
GBZ1 45 45 45 45.000 22 22 22.1 22.033 0.490
GBZ2 44 44 44 44.000 25 25 25 25.000 0.568
GBZ3 45 45 44.9 44.967 27 27.1 27 27.033 0.601
GBZ4 44.1 44 44.1 44.067 27.4 27 27 27.133 0.616
GAMPING
KodeDiameter (mm) Panjang (mm)
L/D
1 2 3 rata-rata 1 2 3 rata-rata
BBZ1 45.7 45.6 45.75 45.683 24 24.15 24 24.050 0.526
BBZ2 46 45.75 46 45.917 22.7 22.5 22.45 22.550 0.491
BBZ3 43 43.4 43.5 43.300 24.2 24 23.8 24.000 0.554
BBZ4 46 46 45.7 45.900 21.8 22 21.7 21.833 0.476
BETON
KodeDiameter (mm) Panjang (mm)
L/D
xliii
D.4 Hasil Uji Kuat Tarik Tak Langsung Andesit
D.5 Hasil Uji Kuat Tarik Tak Langsung Batugamping
D.6 Hasil Uji Kuat Tarik Tak Langsung Sampel Beton
ABZ1 11.2 45.633 23.033 6.787
ABZ2 8.2 45.567 23.250 4.930
ABZ3 13.2 45.583 24.183 7.627
ABZ4 10.05 45.533 25.133 5.594
B (mm) σt (Mpa)Pmax
(kN)D (mm)KODE
GBZ1 3.6 45.000 22.033 2.313
GBZ2 3.8 44.000 25 2.200
GBZ3 7.1 44.967 27.033 3.720
GBZ4 4.4 44.067 27 2.355
σt (Mpa)Pmax
(kN)D (mm) B (mm)KODE
BBZ1 1.98 45.683 24.050 1.148
BBZ2 2.559 45.917 22.550 1.574
BBZ3 1.539 43.300 24.000 0.943
BBZ4 1.637 45.900 21.833 1.040
KODEPmax
(kN)D (mm) B (mm) σt (Mpa)
xliv
LAMPIRAN E
HASIL UJI TRIAKSIAL
E.1 Dimensi Uji Triaksial Andesit
E.2 Dimensi Uji Triaksial Batugamping
E.2 Dimensi Uji Triaksial Sampel Beton
1 2 3 rata-rata 1 2 3 rata-rata
ATX1 45.4 45.5 45.4 45.433 101.1 101.1 101 101.067 2.225
ATX2 45.3 45.3 45.4 45.333 98.2 98.1 98.3 98.200 2.166
ATX3 45.5 45.4 45.6 45.500 99.4 99.2 99.4 99.333 2.183
KodeDiameter (mm) Panjang (mm)
ANDESIT
L/D
1 2 3 rata-rata 1 2 3 rata-rata
GTX1 44.4 44.5 44.4 44.433 97 97.1 97 97.033 2.184
GTX2 45 44.8 45 44.933 97.2 97.3 97.2 97.233 2.164
GTX3 45 45.1 45.2 45.100 98.3 98.3 98.3 98.300 2.180
L/D
GAMPING
KodeDiameter (mm) Panjang (mm)
1 2 3 rata-rata 1 2 3 rata-rata
BTX1 43 43.4 43.2 43.200 98.7 98.5 98.7 98.633 2.283
BTX2 43.5 43.3 43.3 43.367 98 98.1 98 98.033 2.261
BTX3 43 43.2 43.1 43.100 97 97 97.1 97.033 2.251
BETON
KodeDiameter (mm) Panjang (mm)
L/D
xlv
LAMPIRAN F
HASIL UJI FRACTURE TOUGHNESS – STRAIGHT NOTCHED SEMI-CIRCULAR BEND
F.1 Dimensi Uji Fracture Toughness – Straight Notched Semi-Circular Bend Andesit
1 2 3 rata-rata 1 2 3 rata-rata
A-S1 Andesit 44.15 44 44.15 44.100 17.45 17.45 17.5 17.467 0.396 11.025
A-S2 Andesit 44 44 44.1 44.033 16.5 16.6 16.5 16.533 0.375 11.008
A-S3 Andesit 44.3 44.2 44.1 44.200 18.1 18.2 18 18.100 0.410 11.050
A-S4 Andesit 44.6 44.4 44.4 44.467 16.4 16.5 16.5 16.467 0.370 11.117
A-S5 Andesit 43.5 43.5 43.8 43.600 22 22.2 22.1 22.100 0.507 GAGAL
A-S6 Andesit 44.5 44.4 44.4 44.433 18.5 18.3 18.5 18.433 0.415 11.108
A-S7 Andesit 44.4 44.3 44.3 44.333 18 18 18 18.000 0.406 11.083
A-S8 Andesit 44.4 44.3 44.3 44.333 19.2 19.1 19.2 19.167 0.432 11.083
A-S9 Andesit 44.4 44.4 44.6 44.467 17.6 17.7 17.7 17.667 0.397 11.117
A-S10 Andesit 44.4 44.5 44.4 44.433 17.4 17.45 17.5 17.450 0.393 11.108
A-S11 Andesit 43.6 43.7 43.6 43.633 19.2 19.3 19.2 19.233 0.441 10.908
A-S12 Andesit 44.4 44.3 44.4 44.367 17 17.1 17 17.033 0.384 11.092
A-S13 Andesit 44.4 44.4 44.5 44.433 17.4 17.5 17.5 17.467 0.393 11.108
A-S14 Andesit 44.2 44.3 44.2 44.233 17.4 17.3 17.4 17.367 0.393 11.058
A-S15 Andesit 44.4 44.7 44.4 44.500 20 19.5 19.6 19.700 0.443 GAGAL
A-S16 Andesit 44 44.1 44 44.033 17 17.1 17 17.033 0.387 11.008
A-S17 Andesit 44.4 44.4 44.3 44.367 16.5 16.6 16.6 16.567 0.373 GAGAL
Diameter (mm) Ketebalan (mm)L/D a (mm)Kode Jenis Batuan
xlvi
F.2 Dimensi Uji Fracture Toughness – Straight Notched Semi-Circular Bend Batugamping
F.3 Dimensi Uji Fracture Toughness – Straight Notched Semi-Circular Bend Sampel Beton
1 2 3 rata-rata 1 2 3 rata-rata
G-S1 Gamping 43 43 42.8 42.933 22 21.8 21.8 21.867 0.509 10.733
G-S2 Gamping 42.8 42.7 42.7 42.733 18.3 18.4 18.3 18.333 0.429 10.683
G-S3 Gamping 43.2 43 43.2 43.133 18 18.1 18 18.033 0.418 10.783
G-S4 Gamping 43.3 43.2 43.3 43.267 19 18.7 18.7 18.800 0.435 10.817
G-S5 Gamping 42.3 42.4 42.3 42.333 21.7 21.5 21.5 21.567 0.509 10.583
G-S6 Gamping 44 43.9 44 43.967 18.8 18.9 18.8 18.833 0.428 10.992
G-S7 Gamping 42.5 42.6 42.5 42.533 19 18.9 19 18.967 0.446 10.633
G-S8 Gamping 43.8 43.7 43.8 43.767 17 17.2 17 17.067 0.390 10.942
G-S9 Gamping 43.3 43.3 43.4 43.333 20.5 20.6 20.5 20.533 0.474 10.833
G-S10 Gamping 43 43 42.8 42.933 21 20.8 20.8 20.867 0.486 10.733
G-S11 Gamping 42 42.2 42 42.067 21 20.8 20.8 20.867 0.496 10.517
G-S12 Gamping 42.3 42.3 42.2 42.267 22 21.9 22 21.967 0.520 10.567
G-S13 Gamping 42.3 42.4 42.3 42.333 21.7 21.5 21.5 21.567 0.509 10.583
Diameter (mm) Ketebalan (mm)L/DKode Jenis Batuan a (mm)
1 2 3 rata-rata 1 2 3 rata-rata
B-S1 Beton 42 41.9 42 41.967 17.4 17.3 17.2 17.300 0.412 10.492
B-S2 Beton 41.6 41.7 41.6 41.633 19.2 19.3 19.2 19.233 0.462 10.408
B-S3 Beton 41.4 41.5 41.4 41.433 18.3 18.4 18.3 18.333 0.442 10.358
B-S4 Beton 41.6 41.8 41.8 41.733 19.2 19.3 19.2 19.233 0.461 10.433
B-S5 Beton 44.4 44.3 44.3 44.333 21.3 21.4 21.3 21.333 0.481 11.083
B-S6 Beton 44 44.1 44 44.033 20 20.1 20 20.033 0.455 11.008
B-S7 Beton 44.4 44.3 44.4 44.367 20 20.1 20 20.033 0.452 11.092
B-S8 Beton 42.2 42.3 42.2 42.233 17 17.1 17 17.033 0.403 10.558
B-S9 Beton 42 42.1 42 42.033 15.7 16 16 15.900 0.378 10.508
B-S10 Beton 41.4 41.5 41.4 41.433 20 20 19.9 19.967 0.482 10.358
B-S11 Beton 44.4 44.3 44.4 44.367 21.1 21 21.1 21.067 0.475 GAGAL
B-S12 Beton 42 42.1 42 42.033 17.4 17.5 17.4 17.433 0.415 10.508
B-S13 Beton 41.6 41.7 41.6 41.633 19 19 18.7 18.900 0.454 10.408
B-S14 Beton 41 41.1 41 41.033 21.4 21.3 21.3 21.333 0.520 10.258
Kode Jenis BatuanDiameter (mm) Ketebalan (mm)
L/D a (mm)
xlvii
LAMPIRAN G
HASIL UJI FRACTURE TOUGHNESS – CRACKED CHEVRON NOTCHED SEMI-CIRCULAR BEND
G.1 Dimensi Uji Fracture Toughness –Cracked Chevron Notched Semi-Circular Bend Andesit
1 2 3 rata-rata 1 2 3 rata-rata
A-C1 Andesit 44.1 44 44.1 44.067 22.5 22.6 22.5 22.533 0.511
A-C2 Andesit 44.5 44.4 44.5 44.467 22.6 22.7 22.6 22.633 0.509
A-C3 Andesit 44.8 44.7 44.3 44.600 23 23.5 23 23.167 0.519
A-C4 Andesit 44.3 44.4 44.3 44.333 22 22 21.9 21.967 0.495
A-C5 Andesit 44 44 44 44.000 22 21.9 22 21.967 0.499
A-C6 Andesit 44.4 44.3 44.4 44.367 20.5 20.6 20.5 20.533 0.463
A-C7 Andesit 44.4 44.5 44.4 44.433 20.5 20.6 20.5 20.533 0.462
A-C8 Andesit 44.4 44.5 44.4 44.433 21 20.9 21 20.967 0.472
A-C9 Andesit 44.4 44.3 44.3 44.333 22 22.1 22 22.033 0.497
A-C10 Andesit 44.3 44.1 44.3 44.233 22.9 23 23.1 23.000 0.520
A-C11 Andesit 44.2 44.1 44.2 44.167 22 22 22.1 22.033 0.499
A-C12 Andesit 44.4 44.3 44.3 44.333 22.7 22.6 22.7 22.667 0.511
A-C13 Andesit 44.4 44.3 44.3 44.333 20 20 20.1 20.033 0.452
A-C14 Andesit 44.2 44.1 44.2 44.167 22 22 22.1 22.033 0.499
A-C15 Andesit 44.4 44.3 44.3 44.333 22 22.1 22 22.033 0.497
KodeJenis
Batuan
Diameter (mm) Ketebalan (mm)L/D
xlviii
G.2 Dimensi Uji Fracture Toughness –Cracked Chevron Notched Semi-Circular Bend Batugamping
1 2 3 rata-rata 1 2 3 rata-rata
G-C1 Gamping 44.3 44 44.3 44.200 22.8 23.2 22.8 22.933 0.519
G-C2 Gamping 44.3 44.3 44.3 44.300 23 22.5 23 22.833 0.515
G-C3 Gamping 44 44 44.3 44.100 23 23 22.8 22.933 0.520
G-C4 Gamping 44.3 44 44.3 44.200 23 23 22.8 22.933 0.519
G-C5 Gamping 43.6 44 43.5 43.700 21.4 21.6 21.5 21.500 0.492
G-C6 Gamping 44 44.3 44.3 44.200 22.7 23.1 23.1 22.967 0.520
G-C7 Gamping 44 44.3 44.3 44.200 22.9 23 22.4 22.767 0.515
G-C8 Gamping 43.3 43.2 43.3 43.267 22 21.8 21.6 21.800 0.504
G-C9 Gamping 43.3 43.6 43.3 43.400 22.5 22.5 22.4 22.467 0.518
G-C10 Gamping 44 44 44.1 44.033 22.7 23 23 22.900 0.520
G-C11 Gamping 43.4 43.3 43.3 43.333 22.5 22.4 22.4 22.433 0.518
G-C12 Gamping 44.3 44.3 44.6 44.400 23 23 23.1 23.033 0.519
G-C13 Gamping 44.3 44.3 44.2 44.267 22.8 23 23.2 23.000 0.520
L/DJenis
BatuanKode
Diameter (mm) Ketebalan (mm)
xlix
G.3 Dimensi Uji Fracture Toughness –Cracked Chevron Notched Semi-Circular Bend Sampel Beton
1 2 3 rata-rata 1 2 3 rata-rata
B-C1 Beton 44.3 44.2 44.2 44.233 21.8 21.9 21.9 21.867 0.494
B-C2 Beton 44.3 44.4 44.3 44.333 22.2 22.3 22.3 22.267 0.502
B-C3 Beton 42 42.1 42 42.033 21.2 21.1 21.2 21.167 0.504
B-C4 Beton 43.4 43.5 43.4 43.433 22.4 22.5 22.4 22.433 0.517
B-C5 Beton 44 44.1 44.1 44.067 22.3 22.2 22.3 22.267 0.505
B-C6 Beton 44 44.1 44 44.033 22 22 22 22.000 0.500
B-C7 Beton 43 43.1 43 43.033 22 22.5 22.4 22.300 0.518
B-C8 Beton 44.4 44.3 44 44.233 22.9 23.1 23 23.000 0.520
B-C9 Beton 43 43.1 43 43.033 22.1 22.2 22.1 22.133 0.514
B-C10 Beton 44 44.1 44 44.033 22.8 22.7 22.9 22.800 0.518
B-C11 Beton 42.3 42.4 42.3 42.333 21.8 21.7 21.8 21.767 0.514
B-C12 Beton 44 44.1 44 44.033 22.7 22.9 22.7 22.767 0.517
B-C13 Beton 44.4 44.4 44.5 44.433 21.3 21.4 21.4 21.367 0.481
B-C14 Beton 44.1 44.2 44.1 44.133 22.9 23.1 22.8 22.933 0.520
B-C15 Beton 42 42.1 42 42.033 21.7 21.9 21.8 21.800 0.519
B-C16 Beton 44 44 44 44.000 22.8 22.7 22.8 22.767 0.517
L/DDiameter (mm) Ketebalan (mm)
KodeJenis
Batuan