Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA

187
STUDI PENENTUAN NILAI FRACTURE TOUGHNESS REKAHAN TIPE 1 SPESIMEN CRACKED CHEVRON NOTCHED SEMI-CIRCULAR BEND (CCNSCB) DAN STRAIGHT NOTCHED SEMI-CIRCULAR BEND (SNSCB) PADA UJI THREE POINT BENDING TUGAS AKHIR Disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Program Studi Teknik Pertambangan Institut Teknologi Bandung Oleh : Adhytia Rian Pratama (12112064) PROGRAM STUDI TEKNIK PERTAMBANGAN FAKULTAS TEKNIK PERTAMBANGAN DAN PERMINYAKAN INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG 2016

Transcript of Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA

Page 1: Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA

STUDI PENENTUAN NILAI FRACTURE TOUGHNESS

REKAHAN TIPE 1 SPESIMEN CRACKED CHEVRON

NOTCHED SEMI-CIRCULAR BEND (CCNSCB) DAN

STRAIGHT NOTCHED SEMI-CIRCULAR BEND (SNSCB)

PADA UJI THREE POINT BENDING

TUGAS AKHIR

Disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana

Program Studi Teknik Pertambangan

Institut Teknologi Bandung

Oleh :

Adhytia Rian Pratama

(12112064)

PROGRAM STUDI TEKNIK PERTAMBANGAN

FAKULTAS TEKNIK PERTAMBANGAN DAN PERMINYAKAN

INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG

2016

Page 2: Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA

STUDI PENENTUAN NILAI FRACTURE TOUGHNESS

REKAHAN TIPE 1 SPESIMEN CRACKED CHEVRON NOTCHED

SEMI-CIRCULAR BEND (CCNSCB) DAN STRAIGHT NOTCHED

SEMI-CIRCULAR BEND (SNSCB) PADA UJI THREE POINT

BENDING

TUGAS AKHIR

Bandung, Juni 2016

Disetujui untuk

Program Studi Teknik Pertambangan

Institut Teknologi Bandung

Oleh :

Dosen Pembimbing,

Adhytia Rian Pratama Dr. Eng. Nuhindro Priagung Widodo, S.T., MT.

NIM 12112064 NIP 197507202006041001

Page 3: Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA

i

STUDI PENENTUAN NILAI FRACTURE TOUGHNESS

REKAHAN TIPE 1 SPESIMEN CRACKED CHEVRON

NOTCHED SEMI-CIRCULAR BEND (CCNSCB) DAN

STRAIGHT NOTCHED SEMI-CIRCULAR BEND (SNSCB)

PADA UJI THREE POINT BENDING

ABSTRAK

Dunia pertambangan selalu dihadapkan pada permasalahan mengenai batuan.

Kekuatan batuan sendiri sangat dipengaruhi oleh adanya rekahan awal (pre-existing

cracks) maupun kondisi anisotropi batuan yang berhubungan dengan kondisi bidang

diskontinu. Rekahan merupakan struktur geologi yang sering ditemukan dalam massa

batuan. Pertumbuhan rekahan ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor, seperti

aktivitas tektonik maupun kegiatan pemboran, penggalian dan peledakan. Mekanika

rekahan batuan merupakan ilmu pengetahuan dalam menggambarkan bagaimana

suatu rekahan dapat terjadi dan terpropagasi selama dilakukannya pembebanan pada

material. Parameter utama dalam mekanika rekahan disebut fracture toughness yang

menunjukkan ketahanan material untuk retak. Terdapat beberapa metode dalam

penentuan tipe I fracture toughness batuan. Cracked Chevron Notched Semi-Circular

Bend (CCNSCB) dan Straight Notched Semi Circular Bend (SNSCB) merupakan

salah satu metode untuk menentukan nilai tipe I fracture toughness batuan.

Uji tipe I fracture toughness dilakukan dengan alat three point bending pada

laboratorium dengan contoh andesit, batugamping dan beton. Pengujian dilakukan

pada diameter spesimen 45 mm. Hasil nilai tipe I fracture toughness dari kedua

spesimen akan dibandingkan untuk mendapatkan pengaruh bentuk rekahan awal

terhadap nilai fracture toughness batuan. Nilai pada setiap jenis batuan kemudian

dihubungkan dengan sifat fisik, sifat dinamik dan sifat mekanik masing-masing jenis

batuan.

Berdasarkan pengujian yang telah dilakukan, dapat diketahui bahwa nilai fracture

toughness spesimen batuan berbanding lurus dengan bobot isi, cepat rambat

gelombang, kuat tekan, dan kuat tarik, namun berbanding terbalik dengan

porositas. Didapatkan nilai fracture toughness untuk andesit sebesar 1,568

𝑀𝑃𝑎 𝑚 (CCNSCB) dan 1,384 𝑀𝑃𝑎 𝑚 (SNSCB), batugamping sebesar 1,267

𝑀𝑃𝑎 𝑚 (CCNSCB) dan 1,061 𝑀𝑃𝑎 𝑚 (SNSCB), serta sampel beton sebesar

0,440 𝑀𝑃𝑎 𝑚 (CCNSCB) dan 0,257 𝑀𝑃𝑎 𝑚 (SNSCB). Dengan hasil tersebut,

diketahui bahwa nilai fracture toughness spesimen SNSCB untuk tiga jenis batuan

memiliki nilai lebih rendah dibandingkan dengan nilai fracture toughness

spesimen CCNSCB, dimana selisih untuk andesit berkisar 11,7%, batugamping

berkisar 16,3% dan sampel beton berkisar 41,7%.

Kata Kunci : Pre-existing cracks, Mekanika Rekahan, Tipe I Fracture Toughness,

Three Point Bending, Cracked Chevron Notched Semi-Circular Bend, Straight

Notched Semi-Circular Bend

Page 4: Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA

ii

EXPERIMENTAL STUDY ON THE CRACKED CHEVRON

NOTCHED SEMI-CIRCULAR BEND (CCNSCB) AND

STRAIGHT NOTCHED SEMI-CIRCULAR BEND (SNSCB)

METHOD FOR CHARACTERIZING THE MODE I

FRACTURE TOUGHNESS OF ROCKS UNDER THREE

POINT BEND TESTING

ABSTRACT

Mining activity has encountered a frequent problems of rock. Rock strength is greatly

influenced by their initial fractures (pre-existing cracks) and the anisotropy condition

of rock. The fractures is common geological structures in the rock mass. The growth

of this fractures are caused by several factors such as tectonic activity or drilling,

excavation, and blasting activity. Rock fracture mechanics depicts how a fractures

could occur and being propagated during loading phase of material like rock. A

fundamental parameter in fracture mechanics is called fracture toughness which

indicates the resistance of crack. There are two different methods in determining the

Mode I fracture toughness that consist of Cracked Chevron notched Semi-Circular

Bend (CCNSCB) and Straight notched Semi Circular Bend (SNSCB).

Mode I fracture toughness test was exhibited with a three-point bending in the

laboratory by using andesite, limestone and concrete as an example. The method was

conducted with specimens of 45-mm long in diameter. The results of Mode I fracture

toughness value of both specimens will be compared to obtain the impactof initial

fracture shape towards the value of fracture toughness of rock. Each value of rock

type henceforth will be linked with the results of its physical, dynamical and

mechanical properties.

Based on test results, it can be seen that the fracture toughness of rock specimens

is directly proportional to the weight of contents, wave propagation speed,

compressive strength and tensile strength, but inversely proportional to the

porosity. The test results reveal that the values of fracture toughness measured

using CCNSCB and SNSCB were 1,568 and 1,384 MPa√m for andesite, 1,267

and 1,061 MPa√m for limestone, followed by concrete in the amount of 0,440 and

0,257 MPa√m. It was evidently show that the fracture toughness specimens for

SNSCB type specimens within the three rock samples have lower value compared

with CCNSCB type specimens, where andesite, limestone, and concrete were

approximately ranging from 11,7%, 16,7%, and 41,7% ,respectively.

Keywords: Pre-existing cracks, fractures Mechanics, Mode I Fracture toughness,

Three Point Bending, Cracked Chevron notched Semi-Circular Bend, Straight

notched Semi-Circular Bend

Page 5: Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA

iii

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada ALLAH SWT, karena dengan rahmat

dan karunia-Nya lah sehingga penyusunan Tugas Akhir berjudul “Studi

Penentuan Nilai Fracture Toughness Rekahan Tipe I Spesimen Cracked Chevron

Notched Semi-circular Bend (CCNSCB) dan Straight Notched Semi-circular Bend

(SNSCB) pada Uji Three Point Bending” yang dilakukan di Laboratorium

Geomekanika dan Peralatan Tambang, Program Studi Teknik Pertambangan

Institut Teknologi Bandung dapat diselesaikan. Tugas Akhir ini dibuat dalam

rangka mendapatkan gelar Sarjana Strata 1 (S-1) di Program Studi Teknik

Pertambangan Fakultas Teknik Perminyakan dan Pertambangan Institut

Teknologi Bandung.

Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak

yang telah membantu dalam penyusunan tugas akhir ini, karena tentunya dengan

bantuan berbagai pihak, penyusunan tugas akhir ini dapat diselesaikan dengan

baik. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terimakasih dan

penghargaan setinggi-tingginya kepada yang terhormat :

1. Bapak Dr. Eng. Ganda Marihot Simangunsong, S.T., M.T., sebagai Ketua

Program Studi Teknik Pertambangan ITB dan selaku Manajer Laboratorium

Geomekanika dan Peralatan Tambang ITB;

2. Bapak Dr. Eng. Nuhindro Priagung Widodo, S.T., MT. sebagai dosen

pembimbing, yang telah banyak meluangkan waktu serta pikiran, memberikan

ilmu, saran, motivasi, bimbingan dan kesempatan berdiskusi dalam

menyelesaikan tugas akhir ini;

3. Bapak Dr., Ir., Lilik Eko Widodo, MS, selaku dosen wali yang selalu

memberikan saran dan motivasi kepada penulis selama menyelesaikan

perkuliahan di Program Studi Teknik Pertambangan ITB;

Page 6: Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA

iv

4. Seluruh Bapak dan Ibu dosen dan karyawan Tata Usaha Program Studi Teknik

Pertambangan, yang telah memberikan ilmu yang tidak ternilai, dan para staf

tata usaha yang telah membantu dalam segala kegiatan akademik maupun

non-akademik selama penulis menyelesaikan perkuliahan;

5. Kedua orang tua penulis, Ir. Bambang Harryantho dan Dra. Sri Sulasmi, serta

adik penulis Intania Ayu Lestari yang dengan tulus serta ikhlas telah

membesarkan dan mendidik penulis dengan penuh kesabaran, cinta, kasih

sayang, dan doa. Semua kerja keras selama ini kupersembahkan untuk Ibu dan

Bapak;

6. Bapak Sudibyo, Bapak Sugito, Kang Kurnia, Kang Purwanto, Kang Nurman,

Kang Iwan, dan Teh Sari selaku staf Laboratorium Geomekanika dan

Peralatan Tambang ITB, yang dengan penuh semangat, kesabaran dan

keikhlasan membantu penulis dan menemani hari-hari berkegiatan di

laboratorium;

7. Hygea Marwany, atas semua kebahagiaan, semangat, motivasi, cita-cita,

kesabaran, dan kasih sayang yang diberikan kepada penulis. Semoga ini

menjadi langkah baru dalam menatap kehidupan kita di masa depan;

8. “Pasukan Mekbat” dan “Geomekanika 2012” : Rinaldhi Fauzhi, Arif

Yurahman, Siswo Afrianto, Adhitya Barkah Arvi, Rafi Khoery, Ayu Kusuma,

Haidar, M. Irham Rahadian, Rizky Abdillah, Dian Setiawan, Pandu Zea,

Morgan Maulana, Komang Yogatama, Valdo Thobias, Fran Sanjaya, Yosua

Posma, Dian Amalia, Rayhan Rafi, Farah Susanti, I Made Mahendrayana atas

segala canda tawa, dukungan dan kejailan yang telah diberikan selama

berjuang bersama penulis;

9. “Pasukan Pak Agung” : Rinaldhi Fauzhi, Arif Yurahman, Adhitya Barkah

Arvi, Bayu Mandala, Bambang Jaya Kusuma, Rahmat Putra, M.Iqbal, Lewi

Nisi Simamora atas segala dukungan dan perjuangan dalam menyelesaikan

tugas akhir bersama;

10. Tambang 2012, teman, saudara dan keluarga dalam suka dan duka, tempat

mencurahkan semua cerita, canda tawa, ilmu, air mata, kenangan, dan impian

Page 7: Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA

v

bersama selama perkuliahan “…lawan semua keterbatasan, satukan

perbedaan menjadi satu keluarga…”;

11. Abang, kakak, teman-teman, dan adik-adik Himpunan Mahasiswa Tambang

ITB, atas persaudaraan kekal dan segala pembelajaran yang telah kalian

berikan. Khususnya rekan-rekan kepengurusan HMT-ITB 2014-2015 dan

2015-2016, Serta rekan-rekan kepengurusan ISMC X, suatu kehormatan besar

telah belajar, berjuang, dipimpin, dan memimpin bersama kalian semua.

“Merah sejati tak akan berhenti, HMT sampai mati” HMT HMT HMT !!!;

12. Teman-teman SMA penulis serta FTTM 2012 yang telah menceriakan hari-

hari penulis di luar kegiatan perkuliahan;

13. Serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu yang telah

membantu penulis, baik secara langsung maupun tidak langsung, dalam

penyelesaian Tugas Akhir dan perkuliahan di ITB.

Penulis menyadari bahwa Tugas Akhir ini tentunya tidak luput dari kekurangan

dan kesalahan, oleh karena itu penulis sangat terbuka untuk menerima kritik dan

saran yang membangun dari pembaca. Akhir kata, semoga Tugas Akhir ini dapat

bermanfaat bagi pihak-pihak yang membacanya.

Bandung, Juni 2016

Penulis

Adhytia Rian Pratama

Page 8: Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA

vi

DAFTAR ISI

ABSTRAK ............................................................................................................... i

ABSTRACT ............................................................................................................ ii

KATA PENGANTAR ........................................................................................... iii

DAFTAR ISI .......................................................................................................... vi

DAFTAR GAMBAR ............................................................................................... x

DAFTAR TABEL ................................................................................................ xvi

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................ 1

1.1 Latar Belakang Penelitian ............................................................................... 1

1.2 Tujuan Penelitian ............................................................................................ 3

1.3 Batasan Penelitian .......................................................................................... 3

1.4 Tahapan Penelitian ......................................................................................... 3

1.5 Diagram Alir Penelitian .................................................................................. 6

1.6 Sistematika Penulisan ..................................................................................... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................. 8

2.1 Konsep Mekanika Rekahan ............................................................................ 8

2.1.1 Konsep Kesetimbangan Energi Griffith Serta Modifikasinya .......... 10

2.1.2 Linear Elastic Fracture Mechanics .................................................. 12

2.1.3 Tipe Perpindahan Rekahan ............................................................... 13

2.1.4 Faktor Intensitas Tegangan ............................................................... 14

2.2 Fracture Toughness ...................................................................................... 15

2.2.1 Aplikasi dari Nilai Fracture Toughness ............................................ 15

2.2.1.1 Rekahan Hidrolik ............................................................... 15

2.2.1.2 Fragmentasi Batuan dengan Penggalian ............................ 16

2.2.1.3 Fragmentasi Batuan dengan Peledakan .............................. 16

2.2.2 Penentuan Nilai Fracture Toughness Rekahan Tipe I ...................... 17

2.3 Cracked Chevron Notched Semi-Circular Bend .......................................... 21

Page 9: Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA

vii

2.4 Straight Notched Semi-Circular Bend .......................................................... 25

2.5 Uji Sifat Fisik Batuan ................................................................................... 29

2.6 Uji Sifat Mekanik Batuan ............................................................................. 33

2.6.1 Uji Kuat Tekan Uniaksial.................................................................. 34

2.6.1 Kuat Tekan Uniaksial ............................................................ 34

2.6.2 Modulus Young ..................................................................... 35

2.6.3 Nisbah Poisson ...................................................................... 40

2.6.2 Uji Kuat Tarik ................................................................................... 42

2.6.3 Uji Triaksial ...................................................................................... 44

2.7 Uji Sifat Dinamik Batuan ............................................................................. 47

2.7.1 Uji Cepat Rambat Gelombang Ultrasonik ........................................ 47

BAB III METODE PENELITIAN......................................................................... 51

3.1 Pengumpulan dan Preparasi Contoh Batuan ................................................ 51

3.1.1 Pengeboran Inti (Coring) .................................................................. 53

3.1.2 Pemotongan Contoh Batuan .............................................................. 54

3.1.3 Penghalusan Contoh Batuan ............................................................. 55

3.1.4 Preparasi Spesimen Cracked Chevron Notched Semi-Circular Bend

dan Straight Notched Semi-Circular Bend ......................................................... 56

3.2 Uji Sifat Fisik Batuan ................................................................................... 58

3.3 Uji Cepat Rambat Gelombang Ultrasonik .................................................... 61

3.4 Uji Kuat Tekan Uniaksial ............................................................................. 63

3.5 Uji Kuat Tarik Tak Langsung ....................................................................... 65

3.6 Uji Triaksial .................................................................................................. 66

3.7 Uji Three Point Bending Spesimen Straight Notched Semi-Circular Bend

dan Cracked Chevron Notched Semi-Circular Bend .......................................... 68

3.7.1 Peralatan Pengujian ........................................................................... 68

3.7.2 Persiapan dan Prosedur Pengujian .................................................... 69

BAB IV PENGOLAHAN DAN ANALISIS DATA ............................................. 70

4.1 Hasil Uji Sifat Fisik ...................................................................................... 70

4.2 Hasil Uji Cepat Rambat Gelombang Ultrasonik .......................................... 73

4.3 Hasil Uji Kuat Tekan Uniaksial ................................................................... 75

Page 10: Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA

viii

4.4 Hasil Uji Kuat Tarik Tak Langsung ............................................................. 80

4.5 Hasil Uji Triaksial ........................................................................................ 82

4.6 Hasil Uji Fracture Toughness ...................................................................... 87

4.6.1 Uji Straight Notched Semi-Circular Bend ........................................ 88

4.6.1.1 Hasil Uji Andesit Spesimen Straight Notched Semi-

Circular Bend ........................................................................................ 88

4.6.1.2 Hasil Uji Batugamping Spesimen Straight Notched Semi-

Circular Bend ........................................................................................ 92

4.6.1.3 Hasil Uji Sampel Beton Spesimen Straight Notched Semi-

Circular Bend ........................................................................................ 94

4.6.2 Uji Cracked Chevron Notched Semi-Circular Bend ......................... 96

4.6.2.1 Hasil Uji Andesit Spesimen Cracked Chevron Notched

Semi-Circular Bend ............................................................................... 96

4.6.2.2 Hasil Uji Batugamping Spesimen Cracked Chevron

Notched Semi-Circular Bend ............................................................... 100

4.6.2.3 Hasil Uji Sampel Beton Spesimen Cracked Chevron

Notched Semi-Circular Bend ............................................................... 102

4.7 Analisis Hubungan Nilai Fracture Toughness Terhadap Sifat Fisik, Sifat

Dinamik dan Sifat Mekanik Batuan ................................................................. 104

4.7.1 Analisis Hubungan Uji Kuat Tekan Uniaksial Terhadap Nilai KIC 104

4.7.2 Analisis Hubungan Uji Kuat Tarik Terhadap Nilai KIC .................. 106

4.7.3 Analisis Hubungan Uji Sifat Dinamik Batuan Terhadap Nilai KIC 108

4.7.4 Analisis Hubungan Uji Sifat Fisik Batuan Terhadap Nilai KIC ...... 111

4.7.4.1 Korelasi Densitas Batuan Terhadap Nilai KIC ................. 111

4.7.4.2 Korelasi Porositas Batuan Terhadap Nilai KIC ................ 113

4.8 Analisis Perbandingan Nilai Fracture Toughness Rekahan Tipe I Spesimen

Straight Notched Semi-Circular Bend dan Cracked Chevron Notched Semi-

Circular Bend ................................................................................................... 115

4.9 Analisis Perbandingan Nilai Fracture Toughness Rekahan Tipe I antara

Spesimen Andesit, Batugamping, dan Beton ................................................... 120

4.10 Pemodelan Inisiasi dan Propagasi Rekahan Pada Uji Fracture Toughness

Menggunakan Software RS3 1.0 ...................................................................... 122

4.10.1 Inisiasi dan Propagasi Rekahan Spesimen Cracked Chevron

Notched Semi-Circular Bend ............................................................................ 124

Page 11: Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA

ix

4.10.2 Inisiasi dan Propagasi Rekahan Spesimen Straight Notched Semi-

Circular Bend ................................................................................................... 129

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................... 135

5.1 Kesimpulan ................................................................................................. 135

5.2 Saran ........................................................................................................... 136

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ xviii

LAMPIRAN ......................................................................................................... xxi

Page 12: Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA

x

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1. Diagram Alir Penelitian ...................................................................... 6

Gambar 2.1. Penamaan Sistem Rekahan .............................................................. 10

Gambar 2.2. Rentang Ukuran Rekahan ................................................................. 10

Gambar 2.3. Perkembangan Rekahan dan Zona Proses Rekahan (FPZ) Pada Kasus

Tegangan Tarik ...................................................................................................... 12

Gambar 2.4. Linear Elastik Fracture Toughness ................................................... 13

Gambar 2.5. Tipe Dasar Rekahan ......................................................................... 13

Gambar 2.6. Proses Mekanika Rekahan Pada Hydraulic Fracturing .................... 16

Gambar 2.7. Geometri dan Konfigurasi Pembebanan Spesimen Cracked Chevron

Notched Semi-Circular Bend ................................................................................. 21

Gambar 2.8. Geometri Spesimen Cracked Chevron Notched Semi-Circular Bend

................................................................................................................................ 21

Gambar 2.9. Pola Pertumbuhan Rekahan Pada Spesimen Cracked Chevron

Notched Semi-Circular Bend ................................................................................ 22

Gambar 2.10. Kurva Parameter Tak Berdimensi .................................................. 23

Gambar 2.11. Geometri Spesimen Straight Notched Semi-Circular Bend ........... 26

Gambar 2.12. Peralatan Yang Digunakan Dalam Straight Notched Semi-Circular

Bend ....................................................................................................................... 26

Gambar 2.13. Variasi Nilai Faktor Intensitas Tegangan Tak Berdimensi ............. 28

Gambar 2.14. Komposisi Batuan Secara Umum ................................................... 29

Gambar 2.15. Hukum Archimedes ........................................................................ 32

Gambar 2.16. Distribusi Tegangan Didalam Contoh Batuan Pada Uji Kuat Tekan

Uniaksial ................................................................................................................ 34

Gambar 2.17. Tipe Pecah Contoh Batuan Hasil Uji Kuat Tekan Uniaksial .......... 35

Gambar 2.18. Kurva Tegangan-Regangan Pada Uji Kuat Tekan Uniaksial .......... 37

Gambar 2.19. Penentuan Modulus Elastisitas Sekan ............................................. 38

Gambar 2.20. Penentuan Modulus Elastisitas Tangensial ..................................... 39

Gambar 2.21. Penentuan Modulus Elastisitas Rata-rata ........................................ 39

Page 13: Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA

xi

Gambar 2.22. Perubahan Bentuk Contoh Batuan Pada Uji Kuat Tekan Uniaksial

................................................................................................................................ 40

Gambar 2.23. Model Brazilian Test ....................................................................... 43

Gambar 2.24. Kurva Kriteria Keruntuhan Mohr-Coulomb ................................... 45

Gambar 2.25. Sketsa Portable Unit Non-Destructive Digital Indicated Tester

(PUNDIT) .............................................................................................................. 47

Gambar 2.26. Perbandingan Ukuran Butir dan Ukuran Rongga Pada Batuan ...... 48

Gambar 3.1. Spesimen Batugamping ..................................................................... 52

Gambar 3.2. Spesimen Andesit .............................................................................. 52

Gambar 3.3. Spesimen Beton Dengan Komposisi 1:1 ........................................... 53

Gambar 3.4. Alat Bor Inti (Coring) ....................................................................... 53

Gambar 3.5. Proses Pengambilan Coring .............................................................. 54

Gambar 3.6. Alat Potong Batuan ........................................................................... 54

Gambar 3.7. Proses Pemotongan Batuan ............................................................... 55

Gambar 3.8. Alat Penghalus Contoh Batuan / Polishing Machine ........................ 55

Gambar 3.9. Alat Squareness Gauge ..................................................................... 55

Gambar 3.10. Waterpass ........................................................................................ 56

Gambar 3.11. Penghalusan Contoh Batuan............................................................ 56

Gambar 3.12. Mesin Potong .................................................................................. 57

Gambar 3.13. Proses Pembuatan Spesimen Fracture Toughness .......................... 57

Gambar 3.14. Mesin Gurinda Tangan .................................................................... 57

Gambar 3.15.Penjenuhan Sampel Batuan .............................................................. 58

Gambar 3.16. Pompa Vakum ................................................................................. 59

Gambar 3.17. Desikator ......................................................................................... 59

Gambar 3.18. Neraca.............................................................................................. 60

Gambar 3.19. Oven ................................................................................................ 60

Gambar 3.20. Wadah Berisi Air ............................................................................. 61

Gambar 3.21. Alat PUNDIT .................................................................................. 62

Gambar 3.22. Material Kalibrasi ............................................................................ 63

Gambar 3.23. Pembacaan Waktu Perambatan Gelombang Ultrasonik .................. 63

Gambar 3.24. Alat Kuat Tekan Servo Control Hung Ta Tipe HT-8391 ............... 64

Page 14: Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA

xii

Gambar 3.25. Dial Gauge....................................................................................... 64

Gambar 3.26. Pengukuran Dimensi Contoh Batuan .............................................. 65

Gambar 3.27. Pembacaan Deformasi Aksial dan Lateral ..................................... 65

Gambar 3.28. Penempatan Batuan Uji Pada Sel Triaksial ..................................... 67

Gambar 3.29. Proses Pemompaan Oli Pada Sel Triaksial .................................... 68

Gambar 3.30. Alat Three Point Bending Pada Mesin Tekan ................................. 69

Gambar 4.1. Sampel Uji Sifat Fisik ....................................................................... 71

Gambar 4.2. Sampel Uji Sifat Dinamik ................................................................. 73

Gambar 4.3. Hasil Uji Kuat Tekan Uniaksial Andesit ........................................... 78

Gambar 4.4. Hasil Uji Kuat Tekan Uniaksial Batugamping .................................. 79

Gambar 4.5. Hasil Uji Kuat Tekan Uniaksial Sampel Beton ................................ 79

Gambar 4.6. Hasil Uji Kuat Tarik Tak Langsung .................................................. 80

Gambar 4.7. Kurva Mohr Coulomb Andesit .......................................................... 83

Gambar 4.8. Kurva Mohr Coulomb Batugamping................................................. 84

Gambar 4.9. Kurva Mohr Coulomb Sampel Beton ............................................... 85

Gambar 4.10. Hasil Uji Triaksial Andesit .............................................................. 86

Gambar 4.11. Hasil Uji Triaksial Batugamping .................................................... 86

Gambar 4.12. Hasil Uji Triaksial Sampel Beton.................................................... 86

Gambar 4.13. Spesimen CCNSCB dan SNSCB Andesit, Batugamping dan

Sampel Beton ......................................................................................................... 87

Gambar 4.14. Pengujian Three Point Bending Spesimen CCNSCB dan SNSCB

Andesit, Batugamping dan Sampel Beton ............................................................. 88

Gambar 4.15. Hasil Spesimen SNSCB Andesit Setelah Pengujian ....................... 91

Gambar 4.16. Hasil Spesimen SNSCB Batugamping Setelah Pengujian .............. 93

Gambar 4.17. Hasil Spesimen SNSCB Sampel Beton Setelah Pengujian ............ 95

Gambar 4.18. Hasil Spesimen CCNSCB Andesit Setelah Pengujian ................... 99

Gambar 4.19. Hasil Spesimen CCNSCB Batugamping Setelah Pengujian ........ 101

Gambar 4.20. Hasil Spesimen CCNSCB Sampel Beton Setelah Pengujian ....... 103

Gambar 4.21. Korelasi Fracture Toughness Spesimen CCNSCB Terhadap Nilai

Kuat Tekan Uniaksial ........................................................................................... 105

Page 15: Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA

xiii

Gambar 4.22. Korelasi Fracture Toughness Spesimen SNSCB Terhadap Nilai

Kuat Tekan Uniaksial ........................................................................................... 105

Gambar 4.23. Korelasi Fracture Toughness Spesimen CCNSCB Terhadap Nilai

Kuat Tarik Tak Langsung .................................................................................... 107

Gambar 4.24. Korelasi Fracture Toughness Spesimen SNSCB Terhadap Nilai

Kuat Tarik Tak Langsung .................................................................................... 107

Gambar 4.25. Korelasi Fracture Toughness Spesimen CCNSCB Terhadap Nilai

Cepat Rambat Gelombang Ultrasonik ................................................................ 110

Gambar 4.26. Korelasi Fracture Toughness Spesimen SNSCB Terhadap Nilai

Cepat Rambat Gelombang Ultrasonik ................................................................ 110

Gambar 4.27. Korelasi Fracture Toughness Spesimen CCNSCB Terhadap

Densitas Natural Batuan ....................................................................................... 112

Gambar 4.28 Korelasi Fracture Toughness Spesimen SNSCB Terhadap Densitas

Natural Batuan ..................................................................................................... 112

Gambar 4.29. Korelasi Fracture Toughness Spesimen CCNSCB Terhadap

Porositas Batuan .................................................................................................. 114

Gambar 4.30 Korelasi Fracture Toughness Spesimen SNSCB Terhadap Porositas

Batuan ................................................................................................................. 114

Gambar 4.31. Kurva Parameter Tak Berdimensi ................................................ 116

Gambar 4.32. Hasil Fracture Toughness Spesimen SNSCB dan CCNSCB Andesit

.............................................................................................................................. 117

Gambar 4.33. Hasil Fracture Toughness Spesimen SNSCB dan CCNSCB

Batugamping ....................................................................................................... 118

Gambar 4.34. Hasil Fracture Toughness Spesimen SNSCB dan CCNSCB Sampel

Beton ................................................................................................................... 118

Gambar 4.35. Perbandingan Nilai Fraacture Toughness Spesimen Cracked

Chevron Notched Semi-Circular Bend dan Straight Notched Semi-Circular Bend

.............................................................................................................................. 119

Gambar 4.36. Perbandingan Nilai Fracture Toughness Metode CCNSCB antara

Spesimen Andesit, Batugamping, dan Beton ...................................................... 121

Gambar 4.37. Perbandingan Nilai Fracture Toughness Metode SNSCB antara

Spesimen Andesit, Batugamping, dan Beton ...................................................... 121

Gambar 4.38.Contoh Pembebanan Pada Model Spesimen CCNSCB dan SNSCB

.............................................................................................................................. 121

Page 16: Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA

xiv

Gambar 4.39.Geometri Model Spesimen Cracked Chevron Notched Semi-

Circular Bend ...................................................................................................... 124

Gambar 4.40. Hasil Pembebanan 10.773 MPa Spesimen CCNSCB Andesit ..... 125

Gambar 4.41. Hasil Pembebanan 12.119 MPa Spesimen CCNSCB Andesit ..... 125

Gambar 4.42. Hasil Pembebanan 13.466 MPa Spesimen CCNSCB Andesit ..... 125

Gambar 4.43. Kurva Persentase Nilai Strength Factor <1 Terhadap Nilai

Pembebanan Spesimen CCNSCB Andesit .......................................................... 126

Gambar 4.44. Hasil Pembebanan 7.315 MPa Spesimen CCNSCB Batugamping

.............................................................................................................................. 126

Gambar 4.45. Hasil Pembebanan 8.027 MPa Spesimen CCNSCB Batugamping

.............................................................................................................................. 126

Gambar 4.46. Hasil Pembebanan 8.819 MPa Spesimen CCNSCB Batugamping

.............................................................................................................................. 127

Gambar 4.47. Kurva Persentase Nilai Strength Factor <1 Terhadap Nilai

Pembebanan Spesimen CCNSCB Batugamping ................................................. 127

Gambar 4.48. Hasil Pembebanan 2.450 MPa Spesimen CCNSCB Beton ......... 128

Gambar 4.49. Hasil Pembebanan 2.756 MPa Spesimen CCNSCB Beton .......... 128

Gambar 4.50. Hasil Pembebanan 3.062 MPa Spesimen CCNSCB Beton .......... 128

Gambar 4.51. Kurva Persentase Nilai Strength Factor <1 Terhadap Nilai

Pembebanan Spesimen CCNSCB Beton ............................................................. 129

Gambar 4.52 .Geometri Model Spesimen Straight Notched Semi-Circular Bend

.............................................................................................................................. 129

Gambar 4.53. Hasil Pembebanan 14.144 MPa Spesimen SNSCB Andesit ........ 130

Gambar 4.54. Hasil Pembebanan 15.192 MPa Spesimen SNSCB Andesit ........ 130

Gambar 4.55. Hasil Pembebanan 13.466 MPa Spesimen SNSCB Andesit ........ 130

Gambar 4.56. Kurva Persentase Nilai Strength Factor <1 Terhadap Nilai

Pembebanan Spesimen SNSCB Andesit .............................................................. 131

Gambar 4.57. Hasil Pembebanan 7.763 MPa Spesimen SNSCB Batugamping . 131

Gambar 4.58. Hasil Pembebanan 8.733 MPa Spesimen SNSCB Batugamping .. 132

Gambar 4.59. Hasil Pembebanan 9.704 MPa Spesimen SNSCB Batugamping .. 132

Gambar 4.60. Kurva Persentase Nilai Strength Factor <1 Terhadap Nilai

Pembebanan Spesimen SNSCB Batugamping..................................................... 133

Page 17: Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA

xv

Gambar 4.61. Hasil Pembebanan 3.221 MPa Spesimen SNSCB Beton ............. 133

Gambar 4.62. Hasil Pembebanan 3.624 MPa Spesimen SNSCB Beton .............. 133

Gambar 4.63. Hasil Pembebanan 4.027 MPa Spesimen SNSCB Beton .............. 134

Gambar 4.64. Kurva Persentase Nilai Strength Factor <1 Terhadap Nilai

Pembebanan Spesimen SNSCB Beton................................................................. 134

Page 18: Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA

xvi

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Parameter Tak Berdimensi Spesimen CCNBD Menurut Fowell (1995)

................................................................................................................................ 25

Tabel 2.2. Rekomendasi Kriteria Dimensi Spesimen Straight Notched Semi-

Circular Bend ......................................................................................................... 27

Tabel 2.3. Klasifikasi Kuat Tekan Menurut Berbagai Sumber .............................. 36

Tabel 2.4. Nisbah Poisson Batuan ......................................................................... 41

Tabel 2.5. Kategori Nisbah Poisson Batuan .......................................................... 42

Tabel 2.6. Klasifikasi Batuan Berdasarkan Nilai Brittleness Index ....................... 44

Tabel 2.7. Tipe Pecahan Batuan Akibat Pembebanan Triaksial ............................ 46

Tabel 4.1. Hasil Uji Sifat Fisik Andesit ................................................................. 71

Tabel 4.2. Hasil Uji Sifat Fisik Batugamping ........................................................ 71

Tabel 4.3. Hasil Uji Sifat Fisik Sampel Beton ....................................................... 72

Tabel 4.4. Hasil Uji Sifat Dinamik......................................................................... 74

Tabel 4.5. Hasil Uji Kuat Tekan Uniaksial ............................................................ 76

Tabel 4.6. Hasil Uji Kuat Tarik Tak Langsung ...................................................... 81

Tabel 4.7. Nilai Brittleness Index Batuan .............................................................. 81

Tabel 4.8. Hasil Uji Triaksial Andesit ................................................................... 83

Tabel 4.9. Hasil Uji Triaksial Batugamping .......................................................... 83

Tabel 4.10. Hasil Uji Triaksial Sampel Beton ....................................................... 84

Tabel 4.11. Geometri Spesimen SNSCB Andesit .................................................. 89

Tabel 4.12. Hasil Pengujian SNSCB Andesit ........................................................ 91

Tabel 4.13. Geometri Spesimen SNSCB Batugamping ......................................... 92

Tabel 4.14. Hasil Pengujian SNSCB Batugamping ............................................... 93

Tabel 4.15. Geometri Spesimen SNSCB Sampel Beton ....................................... 94

Tabel 4.16. Hasil Pengujian SNSCB Sampel Beton .............................................. 95

Tabel 4.17. Geometri Spesimen CCNSCB Andesit ............................................... 96

Tabel 4.18. Hasil Pengujian CCNSCB Andesit ..................................................... 99

Page 19: Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA

xvii

Tabel 4.19. Geometri Spesimen CCNSCB Batugamping .................................... 100

Tabel 4.20. Hasil Pengujian CCNSCB Batugamping .......................................... 101

Tabel 4.21. Geometri Spesimen CCNSCB Sampel Beton ................................... 102

Tabel 4.22. Hasil Pengujian CCNSCB Sampel Beton ......................................... 103

Tabel 4.23. Hasil Uji Kuat Tekan Uniaksial dan KIC Spesimen CCNSCB dan

SNSCB ................................................................................................................. 104

Tabel 4.24. Hasil Uji Kuat Tarik Tak Langsung dan KIC Spesimen CCNSCB dan

SNSCB ................................................................................................................ 106

Tabel 4.25. Hasil Uji Sifat Dinamik dan KIC Spesimen CCNSCB dan SNSCB . 109

Tabel 4.26. Hasil Densitas Natural dan KIC Spesimen CCNSCB dan SNSCB .. 111

Tabel 4.27. Hasil Porositas dan KIC Spesimen CCNSCB dan SNSCB ............... 113

Tabel 4.28. Perbandingan Nilai Fracture Toughness Spesimen CCNSCB dan

SNSCB Setiap Contoh Batuan ............................................................................ 119

Tabel 4.29. Perbandingan Nilai Gaya Maksimum Spesimen CCNSCB dan

SNSCB Setiap Contoh Batuan ............................................................................ 120

Tabel 4.30. Properti Material pada Andesit, Batugamping dan Beton ............... 122

Tabel 4.31. Pembebanan Yang Diberikan Pada Model Cracked Chevron Notched

Semi-Circular Bend ............................................................................................. 124

Tabel 4.32. Persentase Nilai Strength Factor<1 Spesimen CCNSCB Andesit .. 125

Tabel 4.33. Persentase Nilai Strength Factor<1 Spesimen CCNSCB Batugamping

.............................................................................................................................. 127

Tabel 4.34. Persentase Nilai Strength Factor<1 Spesimen CCNSCB Beton ..... 128

Tabel 4.35. Pembebanan Yang Diberikan Pada Model Straight Notched Semi-

Circular Bend ...................................................................................................... 130

Tabel 4.36. Persentase Nilai Strength Factor<1 Spesimen SNSCB Andesit ..... 131

Tabel 4.37. Persentase Nilai Strength Factor<1 Spesimen SNSCB Batugamping

.............................................................................................................................. 132

Tabel 4.38. Persentase Nilai Strength Factor<1 Spesimen SNSCB Beton ........ 134

Page 20: Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penelitian

Dunia pertambangan selalu dihadapkan pada permasalahan mengenai batuan.

Kekuatan batuan sendiri sangat dipengaruhi oleh rekahan mikro (micro-fractures),

adanya rekahan awal (pre-existing cracks) maupun kondisi anisotropi batuan yang

berhubungan dengan kondisi bidang diskontinu, sifat inhomogen serta perbedaan

ukuran atau bentuk dan orientasi dari partikel batuan. Rekahan merupakan

struktur geologi yang umum ditemukan dalam massa batuan. Rekahan yang

mengalami pertumbuhan akan menyebabkan terbaginya struktur massif batuan

menjadi beberapa bagian. Pertumbuhan rekahan ini dapat disebabkan oleh

beberapa faktor, seperti aktivitas tektonik maupun kegiatan pemboran, penggalian

dan peledakan. Oleh karena itu dicarilah estimasi perilaku rekahan dengan

dipelajarinya mekanika rekahan batuan.

Mekanika rekahan batuan merupakan ilmu pengetahuan dalam menggambarkan

bagaimana suatu rekahan dapat terjadi dan terpropagasi selama dilakukannya

pembebanan pada material seperti batuan. Konsep mekanika rekahan batuan

menggunakan asumsi linear elastic fracture mechanic bahwa material

diasumsikan isotropik dan elastik linear. Isotropik dan elastik linear maksudnya

adalah karakteristik material sama di setiap arah dan hanya memiliki dua tetapan

elastik yakni modulus elastisitas (E) dan Poisson’s ratio (v).

Parameter mendasar dalam mekanika rekahan disebut fracture toughness yang

menunjukkan ketahanan material untuk retak. Nilai fracture toughness merupakan

nilai kritis dari faktor intensitas tegangan (Stress Intensity Factor (SIF)), dimana

(SIF) yang menyatakan besarnya tegangan disekitar ujung rekahan akibat adanya

gaya yang bekerja. Ketika faktor intensitas tegangan melebihi dari nilai kritisnya

(fracture toughness) maka diasumsikan pertumbuhan rekahan akan terjadi (ISRM,

Page 21: Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA

2

1988). (SIF) secara umum dinyatakan sebagai KI,KII, dan KIII yang diperkenalkan

sesuai 3 jenis tipe dasar rekahan, yaitu : tipe I sebagai tipe bukaan atau tipe

tarikan, tipe II sebagai tipe geser, dan tipe III sebagai tipe sobek ( Irwin,1958 ).

Dari ketiga mode rekahan tersebut, tipe I sejauh ini masih dianggap penting

utamanya untuk kasus praktik karena paling sederhana dan mudah untuk

dianalisis. Hal ini menyebabkan penelitian di bidang mekanika rekahan lebih

difokuskan pada tipe I, meskipun dalam beberapa kasus terjadi di dua tipe dasar

rekahan lainnya dan tipe campuran.

Terdapat beberapa metode dalam penentuan tipe I fracture toughness batuan.

ISRM (International Society for Rock Mechanics) mengeluarkan 4 spesimen

standar untuk pengujian fracture toughness tipe I, yaitu : Short Rod (SR)

(Ouchterlony, 1988), Chevron Bend (CB) (Ouchterlony, 1988), Cracked Chevron

Notched Brazilian Disc (CCNBD) (Xu dan Fowell, 1994 ; Fowell, 1995 ; Wang et

al, 2003 ; Iqbal dan Mohanty, 2006,2007 ; Dai et al. 2010,2015) serta Straight

Notched Semi Circular Bend (SNSCB) (Dai et al, 2010; Zhou et al, 2012; Dai dan

Xia, 2013; Kuruppu et al, 2014). Dalam pengujiannya, nilai fracture toughness

dari 4 metode tersebut memiliki hasil yang berbeda meskipun dilakukan untuk

tipe batuan yang sama, sehingga diperkenalkan metode-metode lain dalam

mengestimasi nilai fracture toughness tipe rekahan I dari batuan salah satunya

adalah Cracked Chevron Notched Semi-Circular Bend (CCNSCB) (Kuruppu,

1997 ; Chang et al, 2002 ; Dai et al, 2011 ; Wei et al, 2015). Metode tersebut

merupakan perpaduan dari metode yang telah dikenalkan oleh ISRM yaitu metode

CCNBD dan SNSCB. Metode CCNSCB dan SNSCB memiliki kelebihan

dibanding metode lain yaitu dalam hal kemudahan preparasi sampel dan

kemudahan dalam pengukuran uji dinamika rekahan karena ukuran sampel yang

lebih kecil (Zhou et al, 2012 ; Xu et al, 2015). Tujuan dari Tugas Akhir ini adalah

untuk membandingkan nilai fracture toughness rekahan tipe I melalui metode

Cracked Chevron Notched Semi-Circular Bend dan metode Straight Notched

Semi-Circular Bend.

Page 22: Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA

3

1.2 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dilakukannya penelitian ini antara lain :

1. Mempelajari dan mendapatkan estimasi nilai fracture toughness

rekahan tipe I dengan menggunakan metode Cracked Chevron Notched

Semi-Circular Bend dan Straight Notched Semi-Circular Bend dan

menentukan hubungannya dengan sifat fisik, sifat dinamik dan sifat

mekanik spesimen batuan uji.

2. Membandingkan nilai fracture toughness rekahan tipe I yang diperoleh

dari spesimen Cracked Chevron Notched Semi-Circular Bend dan

Straight Notched Semi-Circular Bend.

3. Membandingkan nilai fracture toughness rekahan tipe I dari spesimen

andesit, batugamping, dan sampel beton.

1.3 Batasan Penelitian

Penelitian ini menggunakan beberapa batasan, yaitu :

1. Contoh batuan uji diasumsikan linear, homogen dan isotropik.

2. Sampel pengujian fracture toughness memiliki diameter sebesar 45mm.

3. Input data sifat fisik, sifat dinamik dan sifat mekanik batuan yang diperoleh

dari uji sifat fisik, sifat dinamik dan sifat mekanik di laboratorium.

4. Input data fracture toughness rekahan tipe I yang diperoleh dari uji Cracked

Chevron Notched Semi-Circular Bend dan Straight Notched Semi-Circular

Bend.

1.4 Tahapan Penelitian

Berikut ini adalah tahap keberjalanan dari penelitian yang dilakukan :

1. Studi Literatur

Mencari beberapa literatur terkait pengujian fracture toughness batuan

rekahan tipe I melalui buku-buku referensi, jurnal, dan penelitian-penelitian

terdahulu.

2. Preparasi alat dan spesimen

Page 23: Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA

4

Pengambilan sampel batuan (andesit, dan batugamping)

Pembuatan sampel beton dengan perbandingan 1:1

Preparasi spesimen batu untuk uji sifat fisik dan mekanik.

Preparasi spesimen batu untuk uji Cracked Chevron Notched Semi-

Circular Bend dan Straight Notched Semi-Circular Bend

Persiapan peralatan uji sifat fisik (timbangan, desikator, dan oven), uji sifat

mekanik (mesin kuat tekan uniaksial, sel uji triaksial), uji sifat dinamik

(PUNDIT).

Persiapan peralatan uji Cracked Chevron Notched Semi-Circular Bend

(mesin kuat tekan uniaksial dan alat three point bending) dan uji Straight

Notched Semi-Circular Bend (mesin kuat tekan uniaksial dan alat three point

bending).

3. Pengujian di Laboratorium

Mengukur parameter-parameter uji sifat fisik yang meliputi berat natural,

berat jenuh, berat gantung, dan berat kering.

Mengukur besarnya tegangan dan deformasi yang terjadi pada uji kuat

tekan uniaksial, uji kuat tarik tak langsung (Brazillian), dan uji triaksial, serta

mengukur cepat rambat gelombang ultrasonik pada spesimen batuan.

Mengukur besarnya tegangan yang diberikan pada andesit, batugamping,

dan sampel beton hingga mengalami rekahan pada uji Cracked Chevron

Notched Semi-Circular Bend dan Straight Notched Semi-Circular Bend

4. Pengolahan Data

Menghitung parameter-parameter uji sifat fisik yang meliputi natural

density, dry density, saturated density, apparent specific gravity, true specific

gravity, natural water content, saturated water content, degree of saturation,

porositas, dan void ratio.

Menghitung parameter-parameter uji sifat mekanik yang meliputi kuat

tekan, kuat tarik, kohesi, sudut geser dalam, Modulus Young, dan Poisson’s

ratio

Page 24: Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA

5

Menghitung parameter uji sifat dinamik batuan yaitu cepat rambat

gelombang ultrasonik.

Menghitung nilai fracture toughness rekahan tipe I spesimen andesit,

batugamping, dan sampel beton hasil uji Cracked Chevron Notched Semi-

Circular Bend dan Straight Notched Semi-Circular Bend.

5. Analisis Data

Estimasi nilai fracture toughness rekahan tipe I yang telah diperoleh dari

masing-masing uji Cracked Chevron Notched Semi-Circular Bend dan

Straight Notched Semi-Circular Bend yang akan dibandingkan dan dianalisis

korelasinya dengan berbagai parameter sifat fisik, sifat dinamik dan sifat

mekanik pada jenis batuan yang berbeda. Selain itu dianalisis pula proses

inisiasi dan propagasi rekahan yang terjadi pada dua spesimen tersebut

menggunakan pemodelan numerik software RS3 1.0.

6. Kesimpulan dan Saran

Menarik kesimpulan dari penelitian yang telah dilakukan serta memberikan

saran agar penelitian kedepannya dapat lebih baik lagi.

Page 25: Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA

6

1.5 Diagram Alir Penelitian

Gambar 1.1 Diagram Alir Penelitian

Analisis

1. Menentukan hubungan antara nilai fracture toughness rekahan tipe I metode Cracked Chevron Notched Semi-

Circular Bend dan Straight Notched Semi-Circular Bend terhadap sifat fisik, dinamik dan mekanik batuan.

2. Perbandingan nilai fracture toughness spesimen Cracked Chevron Notched Semi-Circular Bend terhadap

spesimen Straight Notched Semi-Circular Bend

3. Perbandingan nilai fracture toughness mode rekahan I dari spesimen andesit, batugamping dan sampel beton.

4. Pemodelan inisiasi dan propagasi rekahan berdasarkan hasil pengujian fracture toughness

Kesimpulan dan Saran

1. KI CCNSCB

2. KI SNSCB

*untuk setiap jenis

batuan

1. Kuat Tekan

2. Modulus Young

3. Nisbah Poisson

4. Kuat Tarik

5. Sudut Geser

Dalam

6. Kohesi

1. Berat Jenis

2. Bobot Isi

3. Kadar Air

4. Porositas

5. Angka Pori

6. Derajat

Kejenuhan

1. Cepat Rambat Gelombang

Ultrasonik

Model inisiasi

dan propagasi

rekahan fracture

toughness

Uji Fracture Toughness

1. Cracked Chevron Notched

Semi-Circular Bend

2. Straight Notched Semi-

Circular Bend

Uji Sifat Mekanik

1. Uji UCS

2. Uji Brazilian

3. Uji Triaksial

Uji Sifat Fisik

Pengukuran berat natural

(Wn), berat jenuh (Ww),

berat gantung (Ws) dan

berat kering (Wo)

Uji Sifat Dinamik

1. Uji Cepat Rambat

Gelombang

Ultrasonik

Pemodelan

Fracture Toughness

Menggunakan

software RS3 1.0

Pengujian dan Pemodelan di

Laboratorium

Pengambilan dan Preparasi Spesimen Uji

1. Pengambilan Sampel Andesit, dan Batugamping

2. Pembuatan Sampel Beton dengan Perbandingan 1:1

3. Preparasi Andesit, Batugamping, dan Sampel Beton untuk : Uji Sifat Fisik, Uji

UCS, Uji Brazilian, Uji Triaksial, dan Uji Fracture Toughness

Persiapan Alat

1. Persiapan alat three point

bending pada mesin tekan

Perumusan Masalah

Estimasi nilai fracture toughness rekahan tipe I dengan menggunakan metode yang berbeda

Perbandingan nilai fracture toughness pada spesimen uji yang berbeda.

Perbandingan nilai fracture toughness pada batuan uji yang berbeda.

Studi Literatur

Latar Belakang

Nilai fracture toughness dapat ditentukan dengan menggunakan empat macam metode yang telah ditetapkan

oleh ISRM. Namun metode-metode tersebut memiliki hasil yang berbeda pada batuan uji yang sama,

sehingga diperkenalkan metode baru diluar ISRM seperti Cracked Chevron Notched Semi-Circular Bend.

Page 26: Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA

7

1.6 Sistematika Penulisan

Isi laporan tugas akhir berisi lima bab yang akan dijabarkan secara singkat melalui

penjelasan di bawah ini.

1. Bab I Pendahuluan, menjelaskan latarbelakang yang mendasari penelitian,

tujuan, ruanglingkup atau batasan penelitian, metode dan diagram alir

penelitian, serta sistematika penulisan laporan.

2. Bab II Tinjauan Pustaka, menjelaskan teori-teori yang berkaitan dan

mendukung pengerjaan penelitian.

3. Bab III Metodologi Penelitian, menjelaskan metode dan urutan kerja yang

digunakan dalam pengerjaan penelitian.

4. Bab IV Pengolahan dan Analisis Data, memaparkan hasil pengolahan data

dan analisisnya yang diperoleh dari pengujian yang dilakukan di

laboratorium serta analisa melalui pemodelan numerik.

5. Bab V Penutup, memaparkan kesimpulan yang diperoleh dari pengerjaan

penelitian serta saran untuk penelitian selanjutnya.

Page 27: Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA

8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Mekanika Rekahan

Konsep mekanika rekahan pertama kali diperkenalkan oleh Leonardo da Vinci

yang memberikan beberapa petunjuk penyebab terjadinya rekahan. Dia

melakukan pengukuran terhadap kekuatan besi dan mendapatkan kesimpulan

bahwa kekuatan bervariasi terbalik terhadap panjang kawat. Namun hasil tersebut

masih berupa pernyataan kualitatif.

Pada tahun 1913, Inglis menyatakan bahwa suatu material kaca berbentuk elips

akan meregang apabila pada kedua ujungnya ditarik bersamaan. Dia menemukan

suatu titik disaat material tersebut mengalami tegangan terbesar, yakni disaat

material kaca tersebut retak. Kemudian dia mencoba hal yang sama pada material

kaca yang tidak berbentuk elips. Material tersebut ditarik pada kedua ujungnya

hingga retak. Dia menyimpulkan bahwa hal terpenting pada retakan kaca tersebut

adalah panjang retakan pada arah tegak lurus terhadap arah pembebanan. Inglis

adalah orang pertama yang mampu menyingkap hubungan antara pembebanan

dengan rekahannya.

Pada tahun 1921,Griffith yang merupakan seorang insinyur teknik penerbangan

berkebangsaan Inggris, mengeluarkan hubungan kuantitatif antara tegangan

rekahan dan ukuran kerusakan berdasarkan analisis lubang elips yang dilakukan

oleh Inglis (1913) terhadap ketidakstabilan pertumbuhan rekahan. Griffith

menggunakan terori termodinamika 1 untuk memformulasikan sebuah teori

rekahan berdasarkan kesetimbangan energi sederhana. Dia menguji kekuatan

kawat besi dengan menggunakan dua buah kawat besi dengan jenis dan ukuran

yang sama. Salah satu kawat besi diberi goresan-goresan, sedangkan yang lainnya

dibiarkan tidak diberi goresan. Dia menarik masing-masing kawat besi hingga

Page 28: Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA

9

mengalami deformasi pertambahan panjang. Hasil percobannya menunjukkan

bahwa kawat besi dengan goresan memiliki kekuatan empat kali lebih kecil

daripada kawat besi yang dibiarkan tanpa goresan.

Griffith menyatakan bahwa jika suatu rekahan tidak memiliki cukup energi untuk

membentuk permukaan rekahan yang baru, maka rekahan tersebut akan

terpropagasi. Namun pendekatan Griffith tidak cocok dalam aplikasi teknik dan

hanya sukses pada material getas dimana tidak terdapat deformasi plastis.

Pada 1957, seorang professor Universitas Length, Irwin, melanjutkan penelitian

Griffith dengan mempertimbangkan material ductile. Dia mengembangkan konsep

laju pelepasan energi, yang dinyatakan dengan notasi G. G mendefinisikan laju

dari potensi perubahan energi di sekitar area rekahan pada material linear elastis.

Ketika nilai G mencapai nilai kritisnya, Gc, rekahan akan terpropagasi. Kemudian

beberapa ilmuan mengganti nilai G dengan simbol K, yang merupakan faktor

intensitas tegangan. Konsep ini berhubungan dengan konsep Griffith namun

dalam penerapannya lebih berguna untuk memecahkan masalah yang berkaitan

dengan aplikasi teknik.

Sekitar Tahun 1960, ilmuwan mulai fokus mempelajari plastisitas pada ujung

rekahan setalah aspek-aspek fundamental mekanika rekahan dipopulerkan

sebelumnya. Pada periode ini beberapa ilmuwan mengembangkan analisis

mengenai penyebab terjadi pelengkungan pada ujung rekahan. Di Amerika, Rice

(1968) memodelkan deformasi plastis sebagai sifat elastik non-linear dan

mengembangkan laju energi yang diberikan pada material tersebut. Dia

menemukan suatu integrasi yang dikenal dengan J-Integral dalam memperkirakan

laju energi yang dilepaskan. Begitupun di Eropa, seorang ilmuan bernama Wells

menemukan bahwa permukaan rekahan akanmengembang sebelum akhirnya

hancur. Dari percobaannya itu, dia mengusulkan Crack Tip Opening

Displacement sebagai kriteria kehancuran.

Page 29: Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA

10

2.1.1 Konsep Kesetimbangan Energi Griffith Serta Modifikasinya

Konsep kesetimbangan energi berawal dari postulat Griffith (1921) yang

mengatakan bahwa terdapat cacat submikroskopik pada setiap material getas yang

merupakan permulaan dari rekahan mikro dan akan merambat untuk membentuk

rekahan makro yang kemudian membuat material tersebut runtuh. Secara umum

rekahan dapat dibedakan menjadi tiga jenis yaitu rekahan mikro, rekahan meso

dan rekahan makro (Gambar 2.1). Perbedaan mendasar dari ketiga jenis ini adalah

dari segi ukuran. Rekahan mikro berukuran sekitar 1-104

mikron, kemudian

kumpulan dari rekahan mikro akan membentuk suatu rekahan meso yang

berukuran sekitar ratusan mikron hingga beberapa millimeter, dan terakhir akan

terbentuk rekahan makro yang berukuran beberapa millimeter hingga beberapa

desimeter (Gambar 2.2).

Gambar 2.1 Penamaan Sistem Rekahan (Liu dkk., 2000 dalam Kazerani, Tohid.,

2011)

Gambar 2.2 Rentang Ukuran Rekahan (Pollard dan Aydin, 1988 dalam Kazerani,

Tohid., 2011)

Rekahan cabang Rekahan Makro

Rekahan mikro Rekahan meso

Page 30: Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA

11

Pada ujung rekahan, konsentrasi tegangan menyebabkan kenaikan tegangan secara

lokal hingga lebih besar dari tegangan yang cukup untuk memutus ikatan antar

atom. Kondisi ini memungkinkan terjadinya inisiasi rekahan. Namun inisiasi

rekahan tidak akan terjadi jika energi yang dibutuhkan tidak melebihi energi untuk

menahan inisiasi rekahan yang berasal dari kekuatan kohesi molekular (Whittaker

dkk., 1992). Sehingga ada dua syarat yang harus dipenuhi untuk menyebabkan

terjadinya inisiasi rekahan yaitu :

1. Kecukupan Tegangan.

Tegangan yang bekerja harus melebihi kekuatan kohesi molecular,

yang dapat dicapai dengan konsentrasi tegangan akibat adanya

cacat submikroskopik.

2. Kecukupan Energi

Adanya energi potensial yang melebihi energi untuk menahan

inisiasi rekahan (dalam hal ini energi permukaan)., yang dapat

dicapai dengan meningkatkan gaya luar.

Teori Griffith telah mampu memberikan perhitungan numerik dalam penentuan

pertumbuhan rekahan, namun hal ini hanya fokus pada perubahan energi

pertumbuhan rekahan dan mengabaikan proses detail rekahan pada ujung rekahan.

Kesetimbangan energi Griffith dinyatakan valid untuk material dengan sedikit

deformasi plastis disekitar ujung rekahan. Namun, pada geomaterial seperti batuan

dan beton, zona plastis muncul dalam bentuk lain yang biasa disebut zona proses

rekah mikro (Fracture Process Zone (FPZ)). FPZ didefinisikan sebagai zona

disekitar ujung rekahan dimana terdapat kumpulan rekahan mikro yang akan

membentuk rekahan utama. Oleh karena itu beberapa ilmuwan seperti Irwin

(1957) menyarankan sedikit memodifikasi formulasi awal dengan mengambil

sebagian kecil skala yang memiliki sifat plastis (merupakan bagian Linear Elastic

Fracture Mechanics atau LEFM) di area sekitar ujung rekahan dan menyarankan

analisis tentang batuan getas dapat dimodifikasi dan diaplikasikan pada batuan

sedikit plastis.

Page 31: Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA

12

Gambar 2.3 Perkembangan Rekahan dan Zona Proses Rekahan (FPZ) Pada Kasus

Tegangan Tarik (Hoagland et al., 1973 dan Whittaker et al., 1992 dalam Kazerani,

Tohid., 2011)

2.1.2 Linear Elastic Fracture Mechanics

Linear Elastic Fracture Mechanics mengasumsikan bahwa material memiliki sifat

isotropik dan elastik linear. Maksudnya karakter material sama pada setiap arah

dan memiliki dua tetapan yaitu modulus elastisitas (E) dan Poisson’s ratio (v)

(Gambar 2.4). Beberapa kondisi rekahan menunjukkan hubungan linear antara

tegangan dengan regangan hingga titik terjadinya keruntuhan. Dalam kasus

v

Page 32: Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA

13

tersebut Linear Elastic Fracture Mechanics dapat diterapkan hingga pada titik

keruntuhan. Terkadang deformasi plastis terjadi sebelum terbentuknya rekahan,

untuk peristiwa ini konsep Elastic Plastic Fracture Mechanics harus digunakan.

Gambar 2.4 Linear Elastik Fracture Mechanics

2.1.3 Tipe Perpindahan Rekahan

Umumnya, ujung rekahan pada material getas yang bersifat linear dan elastik

(LEFM) dapat dihadapkan pada tegangan normal (σn), tegangan geser pada bidang

(τi), tegangan geser diluar bidang (τ0), maupun kombinasinya. Konfigurasi

tegangan yang berbeda pada ujung rekahan akan menyebabkan perbedaan mode

dari perpindahan permukaan pada ujung rekahan. Konfigurasi tegangan tunggal

yang telah disebutkan akan membentuk tiga tipe dasar rekahan yaitu : rekahan tipe

I, rekahan tipe II, dan rekahan tipe III (Gambar 2.5).

Gambar 2.5 Tipe Dasar Rekahan (Irwin,1958 dalam Het, K.,2008)

Page 33: Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA

14

Rekahan tipe I biasa disebut sebagai tipe bukaan atau tipe tarikan. Dikatakan

demikian karena ujung rekahan dihadapkan pada gaya normal (σ) sehingga muka

rekahan terpisah secara simetris dan perpindahan dari muka rekahan tegak lurus

terhadap bidang rekahan (Persamaan 2.1) (Backers, 2004).

σ K 0 ; τi = τ0 = 0 (2.1)

Rekahan tipe II biasa disebut tipe geser, dimana ujung rekahan dihadapkan pada

gaya geser pada bidang (τi ) dan muka rekahan akan bergeser menjauhi satu sama

lain sehingga perpindahan dari muka rekahan akan berada pada bidang rekahan

dan tegak lurus dengan bagian depan rekahan (Persamaan 2.2) (Backers, 2004).

τi K0 ; σ = τ0 = 0 (2.2)

Rekahan tipe III biasa disebut tipe sobek. Pada kasus ini, ujung rekahan

dihadapkan dengan gaya geser di luar bidang (τ0) yang menyebabkan muka

rekahan akan bergerak saling menjauhi sehingga perpindahan dari muka rekahan

masih dalam bidang rekahan namun sejajar dengan bagian depan rekahan

(Persamaan 2.3) (Backers, 2004).

τ0 K0 ; σ = τi = 0 (2.3)

Kombinasi dari dua ataupun tiga tipe dasar rekahan akan membentuk tipe

campuran (mix-mode).

2.1.4 Faktor Intensitas Tegangan

Faktor intensitas tegangan, K, merupakan nilai dari tegangan lokal disekitar

rekahan. Faktor ini bergantung pada pembebanan, ukuran rekahan, bentuk

rekahan, dan geometri material. Nilai yang dicari adalah tegangan maksimum

disekitar rekahan ketika melampaui nilai fracture toughness. Jika nilai K melebihi

fracture toughness, maka terjadi inisiasi dan propagasi rekahan.

Page 34: Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA

15

2.2 Fracture Toughness

Fracture toughness merupakan nilai kritis dari faktor intensitas tegangan yang

dapat didefinisikan sebagai kemampuan material untuk menahan inisiasi dan

propagasi rekahan. Fracture toughness biasa disimbolkan dengan Kkc dimana

huruf k dapat disubtitusikan dengan I, II, atau III yang menunjukkan tipe rekahan

saat dilakukan pengujian. Sedangkan huruf c merepresentasikan bahwa fracture

toughness merupakan nilai kritis dari K (faktor intensitas tegangan).

Dimensi Kkc diberikan pada persamaan 2.4 :

𝑫𝒊𝒎 𝑲𝒄 = 𝑭𝒐𝒓𝒄𝒆

𝑳𝒆𝒏𝒈𝒕𝒉𝟐 𝑳𝒆𝒏𝒈𝒕𝒉 = 𝑷𝑳−𝟑

𝟐 = 𝑺𝒕𝒓𝒆𝒔𝒔 𝒙 𝑳𝒆𝒏𝒈𝒕𝒉 = 𝑷𝒂 𝒎 (2.4)

Hubungan antara faktor intensitas tegangan, laju pembebanan dan geometri

spesimen menghasilkan metode yang umum digunakan untuk melakukan

pengukuran fracture toughness.

2.2.1 Aplikasi dari Nilai Fracture Toughness

Sebagai properti material, fracture toughness tentunya memiliki beberapa

kegunaan, salah satu diantaranya yaitu pada rekahan hidraulik.

2.2.1.1 Rekahan Hidrolik

Rekahan hidrolik adalah sebuah teknik yang diaplikasikan untuk membuat

sebuah rekahan yang dirambatkan dari lubang bor ke blok batuan. Pada

sistem ini sebuah fluida dipompakan kedalam lubang bor, hingga tekanan

dari fluida mencapai batas terbentuknya rekahan batuan maka peristiwa

inilah yang disebut sebagai rekahan hidrolik (Gambar 2.6)

Page 35: Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA

16

Gambar 2.6 Proses Mekanika Rekahan Pada Hydraulic Fracturing

(climatecolab.org, 2016)

Metode ini biasanya digunakan untuk meningkatkan laju produksi dari air,

minyak, dan gas bumi dari formasi reservoar. Di dunia pertambangan

teknik rekahan hidrolik dapat digunakan pada pembukaan muka

terowongan tambang bawah tanah. Kegunaan niai fracture toughness pada

rekahan hidraulik adalah untuk mengestimasi seberapa besar massa total

fluida yang harus diinjeksikan ke dalam rekahan serta mengestimasi

seberapa besar panjang rekahan yang terbentuk akibat perambatan fluida

yang dipompakan pada batuan.

2.2.1.2 Fragmentasi Batuan dengan Penggalian

Kegunaan nilai fracture toughness pada fragmentasi batuan dengan

penggalian adalah untuk memprediksi besarnya gaya potong yang

diperlukan selama proses penggalian (Fc) melalui gigi gali drag pick pada

dua kondisi mode yang berbeda yaitu tipe A dan tipe B (Deliac,1988

dalam Whittaker, B.N, 1992).

2.2.1.2 Fragmentasi Batuan dengan Peledakan

Nilai fracture toughness dapat digunakan untuk memprediksi jumlah

rekahan yang berasal dari dinding lubang tembak (Grady,1982 dalam

Whittaker, B.N, 1992). Selain itu nilai fracture toughness juga dapat

digunakan untuk memprediksi ukuran fragmen yang tercipta berdasarkan

energy regangan dan kesetimbangan energi rekahan permukaan.

Page 36: Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA

17

2.2.2 Penentuan Nilai Fracture Toughness Tipe Rekahan Mode 1

Untuk menentukan nilai faktor intensitas tegangan kritis pada tipe rekahan yang

berbeda yaitu KI, KII dan KIII, berbagai macam metode percobaan laboratorium

telah dikembangkan. Mayoritas metode tersebut dikembangkan untuk menganalisi

mode rekahan I. ISRM (International Society of Rock Mechanics) telah

mengeluarkan 4 (empat) metode standar yang dapat digunakan untuk

mengestimasi nilai fracture toughness (Backers, 2004).

1. Estimasi fracture toughness dengan spesimen Short Rod

2. Estimasi fracture toughness dengan spesimen Chevron Bend

3. Estimasi fracture toughness dengan spesimen Cracked Chevron Notched

Brazilian Disc

4. Estimasi fracture toughness dengan spesimen Semi Circular Bend

2 1

3 4

Page 37: Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA

18

Meskipun keempat metode tersebut sudah diusulkan oleh ISRM, namun nilai

fracture toughness yang dihasilkannya berbeda-beda. Faktor utama yang diduga

menyebabkan hal tersebut antara lain, pengaruh dari ukuran spesimen, geometri

spesimen, serta sifat anisotropi pada batuan. Oleh karena itu terus dikembangkan

metode baru guna mendapatkan hasil fracture toughness yang sesuai. Secara

umum metode-metode yang dikembangkan dapat dibedakan menjadi tiga jenis

berdasarkan bentuk spesimennya yaitu grup I spesimen berbentuk silinder, grup II

spesimen berbentuk disk, dan grup III spesimen berbentuk setengah disk

(Alkilicgil, C., 2010). Beberapa metode penentuan fracture toughness yang telah

dikembangkan diluar metode ISRM dapat digambarkan sebagai berikut :

1. Single Edge Notched Beam (ASTM)

2. Straight Edge Cracked Round Bar Bending Method (Ouchterlony,

1982)

3. Double Cantilever Beam (ISO, 2001)

4. Compact Tension (ASTM,2000)

5. Double Torsion Test ( Henry , 1977)

6. Burst Test Specimen (Johnson, 1973)

7. Semi Circle Specimen (Chong, 1984)

8. Direct Indentantion Method

9. Modified Ring Test (Thiercelin & Roegiers, 1986)

10. Brazilian Disc Specimen (Guo et al, 1993)

11. Radial Crack Ring Specimen ( Shiryaev & Kotkis, 1982)

12. Flattened Brazilian Disc Method (Wang and Xing, 1999)

13. Chevron Notched Semi-Circular Bending Method (Kuruppu, 1997)

14. Diametral Compression Test (Szendi-Horvath, 1980)

Page 38: Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA

19

1 2

3 4

5 6

7 8

Page 39: Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA

20

9 10

11 12

13 14

Page 40: Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA

21

2.3 Cracked Chevron Notched Semi-Circular Bend

Cracked Chevron Notched Semi-Circular Bend pertama kali diperkenalkan oleh

Kuruppu (1997). Dia melakukan pemodelan elemen hingga 3D untuk

mendapatkan faktor intensitas tegangan pada ujung rekahan spesimen CCNSCB

sebagai fungsi panjang rekahan. Pada metode ini dibuat sebuah rekahan awal pada

bagian tengah sampel dimana rekahan tersebut akan membentuk bentuk “V”

sesuai sudut yang telah diperhitungkan sebelumnya (Gambar 2.7 dan 2.8).

Gambar 2.7 Geometri dan Konfigurasi Pembebanan Spesimen Cracked Chevron

Notched Semi-Circular Bend (Kuruppu, 1997 dalam Ayatollahi, M. R., et al.,2013)

Gambar 2.8 Geometri Spesimen Cracked Chevron Notched Semi-Circular Bend

(Fowell,1995 dalam Mingdao,W., et al., 2015)

a1

a1

a0

B

Page 41: Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA

22

Gambar 2.9 Pola Pertumbuhan Rekahan Pada Spesimen Cracked Chevron

Notched Semi-Circular Bend (Outcherlony,1988 dan Fowell,1995) dalam Mingdao,

W., et al., 2015

Selanjutnya untuk memenuhi parameter standar geometri spesimen, maka

parameter seperti ketebalan spesimen (B), jari-jari spesimen (R), jari-jari alat

potong diamond (Rs), jarak rekahan awal (a0), jarak rekahan akhir (a1) harus

dikonversikan menjadi parameter tak berdimensi seperti pada persamaan 2.5 :

𝜶𝟎 = 𝒂𝟎

𝑹 (2.5)

𝜶𝟏 = 𝒂𝟏

𝑹

𝜶𝑩 = 𝑩

𝑹

𝜶𝑺 = 𝑹𝑺

𝑹

Page 42: Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA

23

Gambar 2.10 Kurva Parameter Tak Berdimensi (Fowell, 1995 dalam

Alkilicgil,C.,2010)

Mengacu pada kurva Fowell (1995) dalam Mingdao,W., 2015 (Gambar 2.10),

maka parameter tak berdimensi pada persamaan 2.5, harus tercakup dalam batas

validitas geometri spesimen, yang dijelaskan pada persamaan 2.6 :

α1 ≥ 0.4 Garis 0 (2.6)

α1 ≥ αb / 2 Garis 1

αb ≤ 1,04 Garis 2

α1 ≤ 0,8 Garis 3

αb ≥ 1,1729 x (α1)1.666

Garis 4

αb ≥ 0,44 Garis 5

Penentuan nilai fracture toughness tipe I pada spesimen Cracked Chevron

Notched Semi-Circular Bend menggunakan persamaan 2.7 :

𝑲𝑰𝑪 = 𝑭

𝒕 𝑹 𝒀∗

(2.7)

Page 43: Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA

24

𝒀∗ = 𝑲𝑰

𝑭 𝒕 𝑹

Keterangan :

KIC = Fracture toughness(𝑀𝑃𝑎 𝑚)

F = Gaya Maksimum (MN)

R = Jari-jari sampel (m)

t = Ketebalan sampel (m)

Y* = Normalisasi faktor intensitas tegangan

KI = Faktor intensitas tegangan ditentukan dengan analisis numerik

(𝑀𝑃𝑎 𝑚)

Selain menggunakan analisis numerik, nilai normalisasi faktor intensitas tegangan

dapat diketahui melalui persamaan yang diturunkan oleh Fowell (1995) dalam

Mingdao,W., 2015 untuk uji Cracked Chevron Notched Brazilian Disc yang

dituliskan dalam persamaan 2.8:

𝒀∗ = 𝒖 . 𝒆𝒗.𝜶𝟏 (2.8)

Dimana u dan v merupakan parameter yang mengacu pada nilai α0 dan αb.

Persamaan 2.8 diatas dapat dituliskan kembali menjadi persamaan 2.9 :

𝐥𝐧𝒀∗ = 𝒗 . 𝜶𝟏 + 𝐥𝐧𝒖 (2.9)

Selanjutnya Fowell (1995) dalam Mingdao,W., 2015 membuat tabel parameter tak

berdimensi berdasarkan hasil analisis terhadap persamaan 2.8 dan 2.9 dan

melakukan proyeksi kurva hasil analisis tersebut dan didapatkan parameter tak

berdimensi untuk spesimen CCNBD dalam tabel 2.1. Untuk parameter geometri

lainnya yang tidak terdapat dalam tabel, harus dilakukan interpolasi linear

terhadap data tersebut.

Page 44: Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA

25

Tabel 2.1 Parameter Tak Berdimensi Spesimen CCNBD Menurut Fowell (1995)

2.4 Straight Notched Semi-Circular Bend

Straight Notched Semi Circular Bend atau biasa dikenal Semi-Circular Bend

spesimen pertama diperkenalkan oleh Chong dan Kuruppu (1984). Kemudian Lim

et al (1994), melakukan penelitian lebih jauh dalam penentuan fracture toughness

Page 45: Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA

26

dari material batuan. Pada metode ini dibuat sebuah rekahan awal pada bagian

tengah sampel yang berbentuk lurus (Gambar 2.11 dan 2.12).

Gambar 2.11 Geometri Spesimen Straight Notched Semi-Circular Bend (Chong dan

Kuruppu, 1984 dalam Alkilicgil,C.,2010)

Gambar 2.12 Peralatan Yang Digunakan Dalam Straight Notched Semi-Circular

Bend (Khan dan Al-Shaeya, 2000 dalam Het, K.,2008)

Page 46: Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA

27

Tabel 2.2 Rekomendasi Kriteria Dimensi Spesimen Straight Notched Semi-Circular

Bend

Parameter Geometri Nilai

Diameter Spesimen (D) Lebih besar dari 10 kali ukuran butir terbesar atau 76 mm

Ketebalan (B) Lebih besar dari 0.4 D atau 30mm

Panjang rekahan (a) 0.4 ≤ a/R (=α) ≤0.6

Lebar penyangga (s) 0.5 ≤ s/2R ≤ 0.8

Tebal rekahan (t) 0.1 ≤ t ≤ 0.8 cm

Penentuan nilai fracture toughness tipe I pada spesimen Straight Notched Semi-

Circular Bend menggunakan persamaan 2.10 :

𝑲𝑰𝑪 = 𝑭 𝝅𝒂

𝑫𝒕 𝒀𝑰 (2.10)

𝒀𝑰 = −𝟏, 𝟐𝟗𝟕 + 𝟗, 𝟓𝟏𝟔 𝒔

𝟐𝑹 − 𝟎, 𝟒𝟕 + 𝟏𝟔, 𝟒𝟓𝟕

𝒔

𝟐𝑹 𝜶 + 𝟏, 𝟎𝟏𝟕 + 𝟑𝟒, 𝟒𝟎𝟏

𝒔

𝟐𝑹 𝜶𝟐

Dimana 𝛂= 𝒂/𝑹 (2.11)

YI pada persamaan 2.11 merupakan faktor intensitas tegangan yang didapat dari

metode elemen hingga dengan asumsi kondisi tegangan bidang yang dilakukan

oleh Kuruppu (1997). Selain persamaan yang dikeluarkan oleh Kuruppu tersebut

ternyata sudah ada sebelumnya penelitian mengenai normalisasi faktor intensitas

tegangan yang dilakukan oleh Tutlouglu dan Keles (2011) dan Lim et al (1994).

Berdasarkan analisis elemen hingga, Lim et al (1994) mengeluarkan persamaan

mengenai normalisasi faktor intensitas tegangan dengan menggunakan persamaan

polynomial orde lima seperti pada persamaan 2.12 :

𝒀 𝑰 =

𝑺

𝑹 𝟐, 𝟗𝟏 + 𝟓𝟒, 𝟑𝟗𝜶 − 𝟑𝟗𝟏, 𝟒𝜶𝟐 + 𝟏𝟐𝟏𝟎, 𝟔𝜶𝟑 − 𝟏𝟔𝟓𝟎𝜶𝟒 + 𝟖𝟕𝟓, 𝟗𝜶𝟓 (2.12)

Keterangan :

KIC = Fracture toughness(𝑀𝑃𝑎 𝑚)

F = Gaya Maksimum (MN)

Page 47: Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA

28

a = Panjang rekahan awal (m)

D = Diameter sampel (m)

t = Ketebalan sampel (m)

α = a/R

YI = Parameter tak berdimensi faktor intensitas tegangan bergantung pada a/R ,

dan dihitung berdasarkan model numerik

Gambar 2.13 Variasi Nilai Faktor Intensitas Tegangan Tak Berdimensi (Lim et al,

1994)

Page 48: Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA

29

2.5 Uji Sifat Fisik Batuan

Sifat fisik merupakan karekteristik dasar batuan yang mempengaruhi perilaku

batuan. Perbedaan komposisi padatan, air dan udara dari setiap batuan

menyebabkan terjadinya perbedaan perilaku tersebut yang pada akhirnya

berkaitan erat dengan kekuatan batuan saat dilakukan pengujian sifat mekanik

(Gambar 2.14).

Gambar 2.14 Komposisi Batuan Secara Umum (Craig, R.F, 2004 dalam Alkilicgil,

2010)

Parameter-parameter sifat fisik yang diperoleh dalam penelitian ini meliputi :

Bobot Isi

Bobot isi merupakan perbandingan antara massa batuan terhadap volume

total batuan tersebut. Batuan pada umumnya tidak hanya tersusun oleh

massa padat, namun juga mengandung gas dan air. Massa gas dan air

biasanya mengisi ruang kosong didalam batuan yang berupa pori-pori dan

rekahan. Pada kondisi natural spesimen batuan yang padat biasanya

mengandung gas dan air. Pada kondisi jenuh, gas pada spesimen batuan

dikeluarkan dan ruang kosong diisi oleh air, sehingga spesimen batuan

yang padat diharapkan hanya mengandung air. Proses tersebut dinamakan

penjenuhan yang dilakukan didalam tabung desikator yang kedap udara.

Apabila spesimen batuan yang jenuh tersebut ditimbang didalam air maka

Page 49: Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA

30

akan didapat nilai berat gantung dari spesimen batuan. Sedangkan pada

spesimen batuan yang kering, kandungan air diuapkan dengan cara

dipanaskan didalam oven. Dengan proses pengeringan ini diharapkan

spesimen batuan yang padat hanya mengandung gas didalam ruang

kosongnya.

Bobot isi dibedakan menjadi tiga yaitu :

1. Bobot isi natural (natural density)

Bobot isi natural menyatakan perbandingan antara massa batuan

pada kondisi natural terhadap volume total batuan.

𝑩𝒐𝒃𝒐𝒕 𝒊𝒔𝒊 𝒏𝒂𝒕𝒖𝒓𝒂𝒍 = 𝑾𝒏

𝑾𝒘− 𝑾𝒔 (2.13)

2. Bobot isi kering (dry density)

Bobot isi kering menyatakan perbandingan antara massa batuan

pada kondisi kering terhadap volume total batuan.

𝑩𝒐𝒃𝒐𝒕 𝒊𝒔𝒊 𝒌𝒆𝒓𝒊𝒏𝒈 = 𝑾𝑶

𝑾𝒘− 𝑾𝒔 (2.14)

3. Bobot isi jenuh (saturated density)

Bobot isi jenuh menyatakan perbandingan antara massa batuan

pada kondisi jenuh terhadap volume total batuan.

𝑩𝒐𝒃𝒐𝒕 𝒊𝒔𝒊 𝒋𝒆𝒏𝒖𝒉 = 𝑾𝒘

𝑾𝒘− 𝑾𝒔 (2.15)

Berat jenis

Berat jenis merupakan perbandingan antara bobot isi padatan pada batuan

dengan bobot isi air yang dapat menyatakan seberapa berat batuan apabila

dibandingkan dengan air. Berat jenis dibedakan menjadi 2, yaitu :

1. Berat jenis asli (true specific gravity)

Berat jenis asli menyatakan berat jenis sebenarnya dari batuan

karena merupakan perbandingan antara bobot isi padatan pada

batuan dengan bobot isi air.

𝑩𝒆𝒓𝒂𝒕 𝒋𝒆𝒏𝒊𝒔 𝒂𝒔𝒍𝒊 =(

𝑾𝒐𝑾𝒐− 𝑾𝒔

)

𝑩𝒐𝒃𝒐𝒕 𝒊𝒔𝒊 𝑨𝒊𝒓 (2.16)

Page 50: Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA

31

2. Berat jenis semu (apparent specific gravity)

Berat jenis semu merupakan perbandingan antara bobot isi batuan

pada kondisi kering dengan bobot air. Berat jenis semu serupa

dengan bobot isi kering batuan.

𝑩𝒆𝒓𝒂𝒕 𝒋𝒆𝒏𝒊𝒔 𝒔𝒆𝒎𝒖 =(

𝑾𝒐𝑾𝒘− 𝑾𝒔

)

𝑩𝒐𝒃𝒐𝒕 𝒊𝒔𝒊 𝑨𝒊𝒓 (2.17)

Kadar air

Kadar air merupakan perbandingan antara massa dalam batuan dengan

massa total batuan. Kadar air dibedakan menjadi dua, yaitu :

1. Kadar air asli (natural water content)

Kadar air asli merupakan perbandingan antara massa air pada

kondisi batuan natural terhadap massa padatan dalam batuan.

𝑲𝒂𝒅𝒂𝒓 𝒂𝒊𝒓 𝒂𝒔𝒍𝒊 = 𝑾𝒏− 𝑾𝒐

𝑾𝒐 𝒙 𝟏𝟎𝟎% (2.18)

2. Kadar air jenuh (saturated water content)

Kadar air jenuh merupakan perbandingan antara massa air pada

kondisi jenuh terhadap massa padatan dalam batuan.

𝑲𝒂𝒅𝒂𝒓 𝒂𝒊𝒓 𝒋𝒆𝒏𝒖𝒉 = 𝑾𝒘− 𝑾𝒐

𝑾𝒐 𝒙 𝟏𝟎𝟎% (2.19)

Derajat kejenuhan (degree of saturation)

Derajat kejenuhan merupakan perbandingan antara kadar air natural

dengan kadar air jenuh. Hal ini menyatakan seberapa banyak air yang

terkandung dalam batuan natural jika dibandingkan dengan jumlah

maksimum air yang dapat mengisi batuan.

𝑫𝒆𝒓𝒂𝒋𝒂𝒕 𝑲𝒆𝒋𝒆𝒏𝒖𝒉𝒂𝒏 = 𝑾𝒏− 𝑾𝒐

𝑾𝒘− 𝑾𝒐 𝒙 𝟏𝟎𝟎% (2.20)

Porositas (porosity)

Porositas merupakan perbandingan antara volume pori yang ada pada

batuan terhadap volume total batuan.

𝑷𝒐𝒓𝒐𝒔𝒊𝒕𝒂𝒔 = 𝑾𝒘− 𝑾𝒐

𝑾𝒘− 𝑾𝒔 𝒙 𝟏𝟎𝟎% (2.21)

Angka pori (void ratio)

Page 51: Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA

32

Angka pori merupakan perbandingan antara volume pori yang ada dalam

batuan terhadap volume padatan dalam batuan.

𝑨𝒏𝒈𝒌𝒂 𝒑𝒐𝒓𝒊 = 𝒏

𝟏−𝒏 (2.22)

Volume dari contoh batuan yang diuji tidak didapatkan dari mengukur geometri

sampel, hal ini disebabkan geometri sampel yang diperoleh tidak sepenuhnya rata

pada seluruh permukaan sehingga akan menghasilkan pengukuran yang dapat

dikatakan bias. Maka untuk itu digunakan Hukum Archimedes (Gambar 2.15)

yang menyatakan bahwa :

“Setiap benda yang ditenggelamkan sebagian atau keseluruhan kedalam fluida,

akan mengalami terapung keatas oleh gaya yang sama dengan berat dari fluida

yang dipindahkan oleh benda tersebut (Archimedes of Syracuse)”

Gambar 2.15 Hukum Archimedes (Tanjung,2014)

Perbandingan densitas benda terhadap densitas fluida menghasilkan persamaan

2.24:

𝑫𝒆𝒏𝒔𝒊𝒕𝒂𝒔 𝑩𝒂𝒕𝒖 (𝝆𝒃)

𝑫𝒆𝒏𝒔𝒊𝒕𝒂𝒔 𝑨𝒊𝒓 (𝝆𝒂)=

𝑾𝒃

𝑽𝒃𝑾𝒂

𝑽𝒂

= 𝑾𝒃

𝑾𝒂𝒙

𝑽𝒂

𝑽𝒃 (2.24)

Wa

Wb

Wbs

FA

Dari gambar didapat :

FA = Wa

Wbs = Wb - FA

Wbs = Wb - Wa

Wa = Wb - Wbs (2.23)

Page 52: Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA

33

Densitas benda yang dibenamkan relatif terhadap densitas fluida dapat dihitung

tanpa melakukan perhitungan terhadap volumenya, maka dengan memasukkan

persamaan 2.23 kedalam persamaan 2.24 sehingga didapatkan persamaan 2.25 :

𝑫𝒆𝒏𝒔𝒊𝒕𝒂𝒔 𝑩𝒂𝒕𝒖 𝝆𝒃 = 𝑾𝒃

𝑾𝒃−𝑾𝒃𝒔 𝒙 𝝆𝒂 (2.25)

Dimana :

Wa = Berat air (massa)

Wb = Berat benda (massa)

Fa = Gaya apung (Archimedes Bouyancy)

Wbs = Berat benda semu (massa)

b = Densitas benda

a = Densitas air

Vb = Volume benda

Va = Volume air

2.6 Uji Sifat Mekanik Batuan

Pengujian sifat mekanik merupakan pengujian yang berbeda dengan pengujian

sifat fisik karena uji ini bersifat destructive test. Pada umumnya pengujian sifat

mekanik akan dilakukan setelah pengujian sifat fisik dilakukan atau dapat pula

dilakukan bersamaan apabila sampel batuan yang diambil di lapangan cukup

banyak.

Sama halnya dengan pengujian sifat fisik, dalam pengujian sifat mekanik perlu

dilakukan preparasi sampel batuan uji agar sesuai dengan bentuk batuan yang

disyaratkan. Apabila pengujian mensyaratkan batuan berbentuk bongkah maka

sampel batuan yang diperoleh akan dipotong dengan menggunakan alat pemotong

batu sehingga diperoleh geometri yang diinginkan sesuai dengan persyaratan

pengujian. Sedangkan apabila pengujian mesyaratkan geometri batuan berbentuk

silinder maka sampel batuan yang berbentuk bongkah akan dibor dengan

Page 53: Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA

34

menggunakan alat bor inti (coring) dengan ukuran diameter tertentu sehingga

diperoleh geometri batuan yang diinginkan sesuai dengan persyaratan pengujian.

2.6.1 Uji Kuat Tekan Uniaksial

Uji kuat tekan bertujuan untuk mengukur kuat tekan uniaksial sebuah

contoh batuan dalam geometri yang beraturan baik dalam bentuk silinder,

balok atau prisma dalam satu arah (uniaksial). Pada penelitian ini akan

dilakukan pengujian terhadap contoh batuan berbentuk silinder untuk

mendapatkan parameter nilai kuat tekan batuan (σc ), Modulus Young (E)

dan Nisbah Poisson (v) dari kurva tegangan-regangan.

Menurut ISRM (1981), syarat contoh batu uji berbentuk silinder adalah

perbandingan L/D antara 2,5 hingga 3 dan untuk ukuran diameter (D) tidak

kurang dari ukuran NX, yaitu kurang lebih 54mm. Contoh batuan yang

memiliki L/D > 2,5 akan mempunyai nilai UCS lebih kecil dan lebih cepat

mengalami keruntuhan dibandingkan contoh batuan yang memiliki L/D

<2. Untuk kondisi contoh dengan L/D = 1 kondisi tegangan akan saling

bertemu sehingga akan memperbesar nilai kuat tekan (Gambar 2.16).

Gambar 2.16 Distribusi Tegangan Didalam Contoh Batuan Pada Uji Kuat

Tekan Uniaksial (Rai dkk., 2014)

Page 54: Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA

35

Faktor perbedaan jenis batuan, kondisi rekahan awal (pre-existing cracks)

pada contoh batuan uji, dan mekanisme sistem alat kuat tekan yang

digunakan untuk pengujian akan menghasilkan tipe pecah contoh batuan

uji yang bervariasi antara lain kataklasis, axial splitting, pecahan kerucut

(cone failure), homogenous shear, homogenous shear corner to corner,

kombinasi axial dan local shear, splintery onion leaves dan buckling

(Gambar 2.17). Berikut ini adalah ilustrasi tipe pecah contoh batuan hasil

uji kuat tekan uniaksial.

Gambar 2.17 Tipe Pecah Contoh Batuan Hasil Uji Kuat Tekan Uniaksial (Rai dkk.,

2014)

2.6.1.1 Kuat Tekan Uniaksial

Nilai kuat tekan uniaksial dinyatakan dengan persamaan 2.26 :

𝝇𝒄 = 𝑭

𝑨 (2.26)

Keterangan :

Page 55: Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA

36

σc = Kuat tekan uniaksial contoh batuan (MPa)

F = Gaya yang bekerja saat contoh batuan hancur (KN)

A = Luas penampang awal contoh batuan yang tegak lurus

arah gaya (mm2)

Tabel 2.3 Klasifikasi Kuat Tekan Menurut Berbagai Sumber (Rai dkk., 2014)

Page 56: Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA

37

Gambar 2.18 Kurva Tegangan-Regangan Pada Uji Kuat Tekan Uniaksial

(Rai dkk., 2014)

2.6.1.2 Modulus Young

Modulus Young atau modulus elastisitas adalah ukuran

kemampuan batuan untuk mempertahankan kondisi elastisnya.

Modulus elastisitas diperoleh melalui uji kuat tekan uniaksial dan

didefinisikan sebagai perbandingan antara tegangan yang diberikan

terhadap suatu material pada salah satu sumbu terhadap regangan

yang dialami sepanjang sumbu tersebut. Pada uji kuat tekan

uniaksial, contoh batuan yang diberi tekanan akan mengalami

beberapa tahap deformasi yakni deformasi elastik dan deformasi

plastik. Nilai modulus Young diturunkan dari kemiringan kurva

tegangan-regangan pada bagian linear karena pada saat itulah

contoh batuan mengalami deformasi elastik.

Persamaan 2.27 digunakan untuk mencari nilai Modulus Young :

Page 57: Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA

38

𝑬 = ∆𝝇

∆𝜺𝒂 (2.27)

𝜺 = ∆𝒍

𝒍

Keterangan :

E = Modulus Young (MPa)

∆σ = Perbedaan tegangan (MPa)

∆ɛ = Perbedaan regangan

∆l = Perubahan panjang contoh batuan (mm)

l = Panjang awal contoh batuan (mm)

Dalam menentukan modulus Young, terdapat 3 cara yaitu :

1. Modulus Young Sekan (Secant Young’s Modulus (Es ))

Modulus Young yang diukur dari tegangan = 0 sampai nilai

tegangan tertentu, biasanya 50% σc (Gambar 2.19).

Gambar 2.19 Penentuan Modulus Elastisitas Sekan (Rai dkk., 2014)

Page 58: Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA

39

2. Modulus Young Tangen (Tangent Young’s Modulus (Et))

Modulus Young yang diukur pada tingkat tegangan = 0 sampai

nilai tegangan tertentu, biasanya 50% σyp (Gambar 2.20)

Gambar 2.20 Penentuan Modulus Elastisitas Tangensial (Rai dkk., 2014)

3. Modulus Young rata-rata (Average Young’s Modulus (Eav))

Modulus Young yang diukur dari rata-rata kemiringan kurva atau

bagian linear yang terbesar dari kurva yaitu dari closing crack

hingga tegangan sebesar σyp (Gambar 2.21).

Gambar 2.21 Penentuan Modulus Elastisitas Rata-rata (Rai dkk., 2014)

Page 59: Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA

40

2.6.1.3 Nisbah Poisson (v)

Nisbah Poisson (v) adalah nilai mutlak dari perbandingan antara

regangan lateral terhadap regangan aksial. Jika suatu material di

regangkan pada satu arah, maka material tersebut cenderung

mengkerut (dan jarang, mengembang) pada dua arah lainnya.

Sebaliknya jika suatu material ditekan, maka material tersebut akan

mengembang (dan jarang, mengkerut) pada dua arah lainnya

(Gambar 2.22).

Gambar 2.22 Perubahan Bentuk Contoh Batuan Pada Uji Kuat

Tekan Uniaksial (Rai dkk., 2014)

𝒗 = 𝜺𝒍

𝜺𝒂 =

∆𝒅𝒅

∆𝒍𝒍 (2.28)

Keterangan :

v = Nisbah poisson

ɛl = Regangan lateral

ɛa = Regangan aksial

Page 60: Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA

41

∆d = Perubahan diameter batuan uji (mm)

d = Diameter awal batuan uji (mm)

∆l = Perubahan panjang batuan uji (mm)

l = Panjang awal batuan uji (mm)

Tabel 2.4 Nisbah Poisson Batuan (Gercek, 2007 dalam Rai, dkk, 2014 )

Page 61: Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA

42

Tabel 2.5 Kategori Nisbah Poisson Batuan (Gercek, 2007 dalam Rai, dkk 2014 )

2.6.2 Uji Kuat Tarik

Kuat tarik merupakan nilai tegangan maksimum yang dikembangkan oleh

suatu contoh material dalam suatu pengujian tarikan yang dilakukan untuk

memecah batuan dibawah kondisi tertentu. Dalam mekanika batuan,

pengetahuan mengenai kuat tarik batuan penting untuk menganalisis

kekuatan batuan dan kestabilan dari atap dan kubah (dome) dari lubang

bukaan bawah tanah pada zona tarik batuan.

Pengujian kuat tarik batuan dapat dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu uji kuat

tarik langsung dan uji kuat tarik tidak langsung (brazilian). Namun uji

kuat tarik yang lebih banyak digunakan adalah tipe kuat tarik tidak

langsung (brazilian) (Gambar 2.23). Hal ini terkait dengan beberapa

kendala yang biasa dihadapi saat melakukan uji kuat tarik langsung,

misalnya kesulitan dalam melakukan penjepitan (gripping) sehingga

dipertanyakan bagaimana cara menempelkan contoh pada pegangan tanpa

merusak permukaan contoh, maupun membuat beban yang bekerja berada

pada posisi paralel dengan sumbu contoh batuan.

Nilai Poisson Ratio (v) Kategori

0 v 0.1 Sangat Rendah

0.1 v 0.2 Rendah

0.2 v 0.3 Medium

0.3 v 0.4 Tinggi

0.4 v 0.5 Sangat Tinggi

Page 62: Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA

43

Gambar 2.23 Model Brazilian Test (Rai dkk., 2014)

Pada uji brazillian digunakan contoh batuan berbentuk lempeng silinder

yang diberikan tekanan pada sisi luarnya agar contoh mengalami failure

digaris diameternya. Menurut ISRM (1988), kuat tarik contoh batuan

dapat dihitung dengan persamaan 2.29:

𝝇𝒕 = 𝟐𝑭

𝝅𝑫𝒕 (2.29)

Keterangan :

σt = Kuat tarik (MPa)

F = Beban atau gaya tarik yang menyebabkan contoh batuan hancur

(N)

D = Diameter contoh batuan (mm)

T = Ketebalan contoh batuan (mm)

Perbandingan antara nilai UCS dan UTS, sering disebut sebagai

Brittleness Index (BI) yang bermanfaat untuk memperkirakan kinerja

suatau alat gali. Rai, dkk (2014) membuat sebuah klasifikasi batuan

berdasarkan Brittleness Index dalam tabel 2.7 berikut :

Page 63: Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA

44

Tabel 2.6 Klasifikasi Batuan Berdasarkan Nilai Brittleness Index (Rai dkk.,

2014)

2.6.3 Uji Triaksial

Uji triaksial digunakan untuk menentukan kekuatan batuan dibawah tiga

komponen tegangan melalui persamaan kriteria keruntuhan Mohr-

Coulomb yang dituliskan pada persamaan 2.30 berikut :

𝝉 = 𝒄 + 𝝇𝒏 𝐭𝐚𝐧 ∅ (2.30)

Hasil pengujian triaksial kemudian diplot kedalam kurva Mohr-Coulomb

sehingga dapat ditentukan parameter-parameter kekuatan batuan sebagai

berikut :

Kurva intrinsik (Strength Envelope)

Kohesi (c)

Tegangan normal (σn)

Sudut gesek dalam ()

Page 64: Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA

45

Gambar 2.24 Kurva Kriteria Keruntuhan Mohr-Coulomb (Rai dkk., 2014)

Pada uji ini, contoh batuan dimasukkan ke dalam sel triaksial, lalu

diberikan tekanan pemampatan (σ3) dan dibebani secara aksial (σ1) hingga

runtuh. Pada uji ini, tegangan menengah dianggap sama dengan tekanan

pemampatan (σ2=σ3). Sel triaksial yang digunakan merujuk pada alat

triaksial yang dikembangkan oleh Von Karman (1911) dalam Rai, dkk,

2014. Di dalamnya terdapat fluida bertekanan yang dialirkan dengan

menggunakan pompa hidraulik, berfungsi sebagai tekanan pemampatan

(σ3) yang diberikan pada contoh batuan. Untuk mencegah masuknya fluida

pemampatan kedalam contoh batuan, contoh batuan dibungkus dengan

selubung karet. Hal ini harus dilakukan karena masuknya fluida kedalam

contoh batuan dapat mempengaruhi pengujian karena contoh batuan akan

mengalami tekanan pori.

Griggs dan Handin (1960) dalam Rai, dkk, 2014 menjelaskan bahwa ada

lima tipe deformasi (Tabel 2.8) yang secara umum sering terbentuk pada

pemampatan yang tinggi dalam uji triaksial, yaitu :

Tipe 1 menunjukkan deformasi getas yang ditandai oleh bentuk runtuh

atau pecah yang berupa splitting. Splitting dianggap sebagai rekahan yang

Page 65: Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA

46

sejajar terhadap arah gaya tekan aksial yang mengindikasikan lepasnya

ikatan antar butir dalam contoh batuan karena tarikan.

Tipe 2 menunjukkan deformasi getas, namun sudah terlihat adanya

deformasi plastik sebelum contoh batuan runtuh yaitu ditandai dengan

adanya belahan berbentuk kerucut dengan arah aksial maupun arah lateral.

Tipe 3 menujukkan bentuk transisi dari getas ke ductile. Penambahan

tekanan pemampatan menyebabkan contoh batuan runtuh dalam keadaan

geser.

Tipe 4 menunjukkan deformasi ductile dimana contoh batuan sudah mulai

bersifat plastis diiringi dengan kenaikan tekanan pemampatan

Tipe 5 menunjukkan kondisi sangat plastis dan akan sukar untuk

mendapatkan kekuatan puncaknya apabila tekanan pemampatan dinaikkan

kembali

Tabel 2.7 Tipe Pecahan Batuan Akibat Pembebanan Triaksial (Griggs dan

Handin, 1960 dalam Rai, dkk, 2014)

Menurut Rai, dkk (2014) hasil uji triaksial dipengaruhi oleh beberapa

faktor diantaranya : tekanan pemampatan, tekanan pori, temperature, laju

Page 66: Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA

47

deformasi, bentuk dan dimensi contoh batuan, dan pengaruh sifat

anisotropik batuan.

2.7 Uji Sifat Dinamik Batuan

2.7.1 Uji Cepat Rambat Gelombang Ultrasonik

Uji cepat rambat gelombang ultrasonik merupakan uji sifat dinamik batuan

yang bersifat non-destruktif. Gelombang ultrasonik termasuk dalam

kelompok getaran mekanik yang melibatkan gaya-gaya mekanik selama

melakukan penjalaran dalam suatu medium. Fenomena ini terlihat pada

perubahan panjang gelombang, jika gelombang tersebut dijalarkan pada

medium yang berbeda elastisitasnya.

Gambar 2.25 Sketsa Portabel Unit Non-Destructive Digital Indicated Tester

(PUNDIT) (Rai dkk., 2014)

Parameter yang didapat pada uji ini adalah cepat rambat gelombang

ultrasonik yang merambat melalui contoh batuan. Pada uji ini, waktu

tempuh gelombang yang merambat melalui contoh batuan diukur dengan

menggunakan Portabel Unit Non-Destructive Digital Indicated Tester

(PUNDIT) (Gambar 2.25). Kecepatan rambat gelombang ultrasonik

ditentukan melalui persamaan 2.31 berikut :

𝑽𝒑 = 𝑳

𝒕𝒑 (2.31)

Page 67: Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA

48

Keterangan :

L = Panjang contoh batuan yang diuji (m)

tp = Waktu tempuh gelombang ultrasonik yang merambat melalui

contoh batuan (detik)

Vp = Cepat rambat gelombang ultrasonik (m/detik)

Besar kecilnya cepat rambat gelombang dipengaruhi oleh rongga atau

ruang kosong yang terdapat dalam contoh batuan. Semakin banyak ruang

kosong, maka semakin kecil nilai cepat rambat gelombangnya. Lama &

Vukuturi (1978) dalam Rai, dkk, 2014 menemukan bahwa kecepatan

rambat gelombang ultrasonik dipengaruhi beberapa faktor yaitu : tipe

batuan, komposisi dan ukuran butir, bobot isi, kandungan air, porositas,

temperature, kehadiran bidang lemah.

Komposisi dan Ukuran Butir

Adanya rongga pada batuan menyebabkan penurunan cepat rambat

gelombang ultrasonik dan ukuran butir merupakan salah satu faktor

penentu rongga dalam batuan. Ukuran butir yang besar

menyebabkan ukuran rongga dalam batuan menjadi besar dan

sebaliknya ukuran butir kecil mengurangi ukuran rongga pada

batuan (lihat Gambar 2.26).

Gambar 2.26 Perbandingan Ukuran Butir dan Ukuran Rongga Pada

Batuan (Tanjung , 2014)

Page 68: Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA

49

Bobot Isi

Semakin tinggi bobot isi batuan menandakan semakin rapat batuan

tersebut. Gelombang ultrasonik akan merambat lebih cepat pada

media yang lebih rapat. Maka semakin tinggi bobot isi, cepat

rambat gelombang ultrasonik akan semakin cepat.

Porositas

Semakin tinggi porositas batuan, maka semakin sulit bagi

gelombang ultrasonik untuk merambat didalamnya. Sehingga

dalam pembacaannya, cepat rambat gelombang ultrasonik menjadi

lebih rendah. Batuan dengan porositas tinggi menandakan

banyaknya udara atau air di dalamnya, rongga yang berisi udara

atau air ini yang menyebabkan cepat rambat gelombang ultrasonik

menurun.

Tipe Batuan

Tiap tipe batuan memiliki mineral penyusun yang berbeda baik

jenisnya maupun persentasenya dan tiap mineral yang berbeda ini

menghasilkan cepat rambat gelombang ultrasonik yang berbeda

juga. Hal ini bisa terjadi karena tiap mineral memiliki bobot isi

yang berbeda. Ramana dan Venkatanarayana (1973) dalam Rai,

dkk, 2014 dalam penelitiannya menemukan bahwa cepat rambat

gelombang ultrasonik meningkat seiring dengan peningkatan

persentase hornblende dan cepat rambat gelombang ultrasonik

menurun seiring dengan peningkatan persentase kuarsa. Jika

dikorelasikan dengan bobot isi, maka bobot isi hornblende lebih

besar daripada bobot isi kuarsa.

Anisotropi

Cepat rambat gelombang ultrasonik dipengaruhi oleh orientasi

bidang perlapisan. Cepat rambat gelombang ultrasonik akan lebih

tinggi jika berjalan paralel dengan bidang perlapisan dan akan lebih

rendah bila tegak lurus bidang perlapisan. Hal ini terjadi karena

saat gelombang ultrasonik berjalan tegak lurus dengan perlapisan,

Page 69: Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA

50

maka sebagian dari gelombang tersebut dipantulkan oleh bidang

perlapisan ini.

Kandungan Air

Nilai porositas yang tinggi tidak selalu membuat nilai pembacaan

cepat rambat gelombang ultrasonik menjadi rendah. Jika rongga ini

terisi oleh air, maka cepat rambat gelombang ultrasonik menjadi

tinggi. Hal ini terjadi karena air sebagai zat cair memiliki

kepadatan yang jauh lebih tinggi daripada udara. Maka dari itu,

cepat rambat gelombang ultrasonik pada batuan dengan porositas

yang tinggi sangat bergantung dari kandungan air dari batuan

tersebut.

Suhu

Berkaitan dengan kandungan air pada batuan, suhu yang lebih

tinggi bisa menguapkan air yang terdapat di dalam rongga batuan.

Hal ini menyebabkan turunnya kandungan air di dalam batuan

sehingga bisa mengurangi cepat rambat gelombang ultrasonik

dalam batuan.

Tekanan

Semakin tinggi tekanan maka cepat rambat gelombang ultrasonik

akan semakin tinggi. Ini terjadi karena tekanan memungkinkan

terjadinya penutupan rekahan-rekahan yang ada pada batuan.

Bidang Lemah

Kehadiran bidang lemah juga ikut menurunkan cepat rambat

gelombang ultrasonik. Hal ini karena bidang lemah cenderung

,menyisakan ruang kosong di dalam batuan.

Page 70: Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA

51

BAB III

METODE PENELITIAN

Pengujian dilakukan di Laboratorium Geomekanika dan Peralatan Tambang,

Program Studi Teknik Pertambangan, Fakultas Teknik Pertambangan dan

Perminyakan (FTTM), Institut Teknologi Bandung (ITB). Pengujian dilakukan

dengan menggunakan 3 (tiga) jenis sampel batuan yaitu andesit, batugamping, dan

sampel beton. Pengujian meliputi preparasi sampel batuan, uji sifat fisik batuan,

uji kuat tekan uniaksial, uji kuat tarik tidak langsung (brazilian), uji triaksial, uji

cepat rambat gelombang ultrasonik, uji three point bending untuk spesimen

cracked chevron notched semi-circular bend dan straight notched semi-circular

bend.

3.1 Pengumpulan dan Preparasi Contoh Batuan

Batuan yang digunakan untuk pengujian pada awalnya masih berbentuk bongkah

(boulder). Agar dapat diperoleh bentuk sesuai ukuran yang diinginkan untuk

keperluan pengujian laboratorium, maka batuan tersebut harus dipersiapkan

sedemikian hingga dapat digunakan dalam pengujian. Andesit diperoleh dari

daerah Batujajar, Kabupaten Bandung Barat, Provinsi Jawa Barat (Gambar 3.1).

Batugamping diperoleh dari daerah Padalarang, Kabupaten Bandung Barat,

Provinsi Jawa Barat (Gambar 3.2). Sedangkan untuk sampel beton dibuat di

laboratorium dengan perbandingan pasir yang sebelumnya sudah diayak pada

ayakan 20 mesh dan semen sebesar 1:1 pada pipa paralon sehingga langsung

berbentuk silinder (Gambar 3.3).

Preparasi contoh meliputi pengeboran inti (coring) (Gambar 3.4 dan 3.5),

pemotongan serta penghalusan contoh batuan (Gambar 3.6 hingga 3.11). Hal ini

dilakukan agar pengujian sesuai dengan standar ISRM (International Society of

Rock Mechanics).

Page 71: Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA

52

Gambar 3.1 Spesimen Batugamping

Gambar 3.2 Spesimen Andesit

Page 72: Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA

53

Gambar 3.3 Spesimen Beton Dengan Komposisi 1:1

3.1.1 Pengeboran Inti (Coring)

Pengeboran inti dilakukan menggunakan alat bor dengan mata bor berlapis

intan yang mempunyai diameter 45mm (Gambar 3.4 dan 3.5). adapun

proses pengeboran inti sebagai berikut :

1. Peletakan blok batuan pada alat bor

2. Mengunci dan mengamankan posisi blok batuan yang akan

dibor

3. Proses pengeboran. Blok batuan dibor sembari air dialirkan

untuk mengurangi panas akibat gesekan mata bor dengan

batuan sekaligus untuk mengurangi debu yang timbul

akibat pengeboran.

Gambar 3.4 Alat Bor Inti (Coring)

Page 73: Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA

54

Gambar 3.5 Proses Pengambilan Coring

3.1.2 Pemotongan Contoh Batuan

Pemotongan bertujuan agar diperoleh ukuran batuan sesuai dengan yang

diinginkan (Gambar 3.6 dan 3.7). Adapun prosedur pemotongan contoh

batuan adalah :

1. Menandai panjang spesimen yang akan dipotong.

2. Peletakan batuan pada posisinya.

3. Batuan dikunci agar aman saat dilakukan pemotongan serta

diperoleh hasil yang akurat.

4. Pemotongan batuan dilakukan dengan hati-hati dan

perlahan pada bagian yang sudah ditandai.

5. Pemotongan disertai pemberian air untuk mengurangi panas

yang timbul akibat gesekan antara disk potong dengan

batuan.

Gambar 3.6 Alat Potong Batuan

Page 74: Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA

55

Gambar 3.7 Proses Pemotongan Batuan

3.1.3 Penghalusan Contoh Batuan

Permukaan contoh batuan dihaluskan agar didapat permukaan alas yang

rata sehingga saat pengujian distribusi tegangan yang dikenakan rata pada

seluruh permukaan bidang kontak yang menyebabkan hasil pengukuran

dapat akurat (Gambar 3.8 hingga 3.11)..

Gambar 3.8 Alat Penghalus Contoh Batuan / Polishing Machine

Gambar 3.9 Alat Squareness Gauge

Page 75: Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA

56

Gambar 3.10 Waterpass

3.11 Penghalusan Contoh Batuan

3.1.4 Preparasi Spesimen Cracked Chevron Notched Semi-Circular

Bend dan Straight Notched Semi-Circular Bend

Hasil dari pengeboran inti dengan diameter 45mm dilakukan pemotongan

dengan panjang 0,4 D untuk spesimen Straight Notched Semi-Circular

Bend dan 0,5 D untuk spesimen Cracked Chevron Notched Semi-Circular

Bend. Kemudian hasil potongan tersebut dipotong menjadi dua bagian

sama besar pada titik tengah sehingga menghasilkan 2 (dua) bagian sama

besar (Gambar 3.13). Contoh batuan uji yang telah menjadi setengah

lingkaran dilanjutkan dengan pembuatan rekahan pada titik tengah

sepanjang 0,5 jari-jari dari contoh batuan untuk spesimen Straight Notched

Semi-Circular Bend dan 0,6 jari-jari untuk spesimen Cracked Chevron

Notched Semi-Circular Bend. Rekahan dibuat dengan rentang lebar sekitar

3-5 mm untuk kedua spesimen. Khusus untuk spesimen Cracked Chevron

Notched Semi-Circular Bend , rekahan yang dibentuk berupa rekahan awal

(a1) dan selanjutnya akan dibentuk rekahan berbentuk “V” dengan

Page 76: Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA

57

mempertimbangkan parameter tak berdimensi yang dikembangkan oleh

Fowell (1995). Pembuatan rekahan berbentuk “V” dilakukan dengan

menggunakan mesin potong (Gambar 3.12) ,gergaji besi dan gerinda

tangan (Gambar 3.14).

Gambar 3.12 Mesin Potong

Gambar 3.13 Proses Pembuatan Spesimen Fracture Toughness

Gambar 3.14 Mesin Gerinda Tangan

Selanjutnya setiap contoh batuan diberikan tanda pada bagian alasnya

dengan perbandingan S/2R yaitu 0,7 untuk spesimen Cracked Chevron

Page 77: Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA

58

Notched Semi-Circular Bend dan Straight Notched Semi-Circular Bend,

hal ini bertujuan untuk memudahkan pengaturan jarak antar roller saat

sampel batuan ditempatkan pada alat three point bending.

3.2 Uji Sifat Fisik Batuan

Pengujian dilakukan untuk memperoleh parameter fisik batuan uji seperti : bobot

isi natural (natural density), bobot isi kering (dry density), bobot isi jenuh

(saturated density), berat jenis semu (apparent specific gravity), berat jenis sejati

(true specific gravity), kadar air natural (natural water content), kadar air jenuh

(saturated water content), derajat kejenuhan, porositas (n), dan void ratio (e).

Pengujian dilakukan pada tiap jenis sampel batuan, dimana masing-masing

sampel batuan dilakukan pengujian sebanyak tiga buah. Prosedur yang dilakukan

adalah menimbang berat batuan natural (Wn). Kemudian contoh batuan

dijenuhkan dengan cara dimasukkan kedalam desikator yang berisi air. Sebelum

didiamkan, udara yang ada di dalam desikator maupun udara yang berada didalam

contoh batuan harus dihilangkan terlebih dahulu dengan menggunakan pompa

vakum, hal ini ditandai dengan timbulnya gelembung-gelembung udara yang

keluar dari contoh batuan dan setelah itu direndam selama 24 jam (Gambar 3.15).

Gambar 3.15 Penjenuhan Sampel Batuan

Setelah dijenuhkan, contoh batuan dikeluarkan dari desikator lalu ditimbang dan

diperoleh berat jenuh (Ww). Kemudian contoh batuan ditimbang di dalam wadah

yang sudah berisi air dalam keadaan menggantung untuk memperoleh berat

gantung (Ws). Batuan yang telah ditimbang gantung lalu dilakukan dimasukkan

Page 78: Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA

59

kedalam oven pada suhu ±90ºC, lalu didiamkan selama 24 jam. Pemanasan

bertujuan untuk menguapkan kandungan air didalam contoh batuan. Setelah

dikeringkan, contoh batuan ditimbang sehingga diperoleh berat kering (Wo).

Peralatan yang digunakan untuk uji sifat fisik batuan meliputi :

1. Pompa Vakum

Mesin pompa yang berfungsi untuk mengeluarkan udara dari

dalam desikator hingga kondisinya vakum atau kedap udara

(Gambar 3.16).

Gambar 3.16 Pompa Vakum

2. Desikator

Merupakan wadah kaca yang berfungsi untuk menjenuhkan

spesimen batuan sehingga diharapkan pori-pori dan rekahan

didalam spesimen batuan terisi oleh air (Gambar 3.17).

Gambar 3.17 Desikator

3. Neraca

Page 79: Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA

60

Alat yang digunakan untuk mengukur berat natural (Wn), berat

jenuh (Ww), berat jenuh tergantung didalam air (Ws), dan berat

kering (Wo) dari spesimen batuan (Gambar 3.18).

Gambar 3.18 Neraca

4. Oven

Mesin pemanas yang berfungsi untuk mengeringkan spesimen

batuan dengan cara memanaskan spesimen batuan agar kandungan

air didalamnya teruapkan (Gambar 3.19).

Gambar 3.19 Oven

5. Cawan untuk wadah contoh batuan

Berfungsi sebagai tempat penyimpanan sementara contoh batuan

yang akan ataupun telah diuji.

6. Wadah berisi air

Berfungsi untuk merendam spesimen batuan jenuh yang

dimasukan kedalam wadah berongga dan dapat digantung bebas

sehingga berat spesimen batuan jenuh tersebut dapat ditimbang

Page 80: Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA

61

untuk menentukan berat jenuh tergantung didalam air (Gambar

3.20).

Gambar 3.20 Wadah Berisi Air

7. Jangka sorong

Alat ukur yang digunakan untuk mengukur dimensi spesimen

batuan seperti diameter dan panjangnya.

3.3 Uji Cepat Rambat Gelombang Ultrasonik

Uji cepat rambat gelombang ultrasonik dilakukan untuk mengetahui sifat dinamik

contoh batuan. Kecepatan perambatan gelombang ultrasonik sangat bergantung

pada medium yang dilaluinya. Perambatan gelombang ultrasonik akan lebih cepat

pada medium yang lebih padat dan akan semakin lambat pada medium yang

dipenuhi oleh udara. Uji ini dilakukan dengan alat Portable Unit Non-Destructive

Digital Indicated Tester (PUNDIT) dengan satuan pembacaan mikrodetik (s)

untuk mendapatkan nilai cepat rambat gelombang ultrasonik primer (Vp). Uji ini

dilakukan sebelum uji sifat mekanik batuan dan uji three point bending. Prosedur

yang dilakukan adalah mempersiapkan alat PUNDIT, lalu dilakukan dikalibrasi

menggunakan material kalibrasi yang telah diketahui waktu rambatnya (51,6 s),

permukaan bidang kontak batuan sebelumnya dilumasi oleh gemuk sebelum

ditempatkan diantara transduser (emitter dan receiver). Kemudian melakukan

pencatatan waktu perambatan gelombang ultrasonik primer yang terbaca pada

layar alat PUNDIT (Gambar 3.23).

Page 81: Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA

62

Peralatan yang digunakan antara lain :

1. Portable Unit Non-Destructive Digital Indicated Tester (PUNDIT)

merk Control 58-E0046

Merupakan mesin portable yang fungsinya dapat membaca waktu

tempuh gelombang ultrasonik merambat melewati spesimen batuan

(Gambar 3.21).

Gambar 3.21 Alat PUNDIT

2. Gemuk

Gemuk digunakan untuk melapisi permukaan batuan yang akan

ditempelkan pada tranduser agar pori-pori pada permukaan dapat

tertutup sehingga tidak ada udara antara contoh batuan dengan

tranduser.

3. Jangka sorong

4. Material kalibrasi

Merupakan material yang telah ditentukan terlebih dahulu cepat

rambat gelombang ultrasoniknya sehingga dijadikan acuan awal

dalam menentukan cepat rambat gelombang ultrasonik untuk

contoh batuan (Gambar 3.22).

Page 82: Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA

63

Gambar 3.22 Material kalibrasi

Kegiatan pengujian cepat rambat gelombang ultrasonik seperti Gambar 3.23

berikut :

Gambar 3.23 Pembacaan Waktu Perambatan Gelombang Ultrasonik

3.4 Uji Kuat Tekan Uniaksial

Uji kuat tekan uniaksial dilakukan untuk mendapatkan parameter mekanik batuan,

antara lain kuat tekan uniaksial, Modulus Young (E), dan nisbah Poisson (v).

Pengujian meliputi pengukuran gaya tekan, deformasi aksial dan lateral, hingga

contoh batuan mengalami failure. Pengujian dilakukan tiga kali untuk masing-

masing contoh batuan dengan perbandingan panjang dan diameter (L/D) sebesar

2-2.5. Prosedur pengujian yang dilakukan antara lain melakukan pengukuran

terhadap dimensi batuan (Gambar 3.26), lalu contoh batuan diletakkan di pusat

antara dua pelat penekan pada mesin tekan. Selanjutnya pada mesin tekan

dipasang tiga buah dial gauge, masing-masing pada sumbu aksial, lateral 1, dan

lateral 2. Kemudian jarum penunjuk ketiga dial gauge diatur pada posisi nol.

Page 83: Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA

64

Mesin tekan dinyalakan dengan laju pembebanan 30.000 N/min untuk andesit,

15.000 N/min untuk batugamping dan 3000 N/min untuk sampel beton. Kemudian

dilakukan pembacaan gaya dengan interval 5 kN untuk andesit, 2,5 kN untuk

batugamping dan 1 kN untuk sampel beton lalu dicatat deformasi aksial serta

lateral hingga terjadi failure (Gambar 3.28).

Peralatan yang digunakan antara lain :

1. Mesin Kuat Tekan Servo Control Hung Ta Tipe HT-8391

Mesin kuat tekan berfungsi sebagai instrumen pembebanan untuk

mensimulasikan penekanan pada spesimen batuan dalam arah

vertikal atau sumbu aksial (Gambar 3.24).

Gambar 3.24 Alat Kuat Tekan Servo Control Hung Ta Tipe HT-8391

2. Dial gauge

Alat ukur yang memiliki jarum untuk mengukur deformasi yang

terjadi pada spesimen batuan dalam sumbu aksial maupun lateral.

Dibutuhkan tiga buah dial gauge dengan salah satunya untuk

mengukur deformasi pada sumbu aksial dan sisanya untuk

mengukur deformasi pada sumbu lateral (Gambar 3.25).

Gambar 3.25 Dial gauge

3. Jangka Sorong

Page 84: Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA

65

4. Stopwatch

Kegiatan pengujian uji kuat tekan uniaksial seperti Gambar 3.26 hingga 3.27

berikut :

Gambar 3.26 Pengukuran Dimensi Contoh Batuan

Gambar 3.27 Pembacaan Deformasi Aksial dan Lateral

3.5 Uji Kuat Tarik Tidak Langsung

Uji kuat tarik tidak langsung bertujuan untuk mengetahui nilai kuat tarik contoh

batuan (σt). Prinsipnya adalah dengan memberikan gaya tekan sehingga terbentuk

rekahan yang seolah-olah terjadi akibat adanya gaya tarik. Selama pengujian,

dilakukan pengukuran terhadap gaya dengan interval tertentu serta deformasi

aksial. Pengujian dilakukan tiga kali untuk masing-masing contoh batuan uji

dengan perbandingan panjang terhadap diameter sebesar 0,5. Prosedur pengujian

yang dilakukan antara lain contoh batuan diletakkan di pusat antara plat atas dan

bawah mesin tekan, dengan selubung silinder menempel pada pelat atas dan pelat

bawah. Lalu menghidupkan pompa mesin tekan dengan laju pembebanan 3.000

N/min untuk andesit, 2.000 N/min untuk batugamping serta 1500 N/min untuk

Page 85: Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA

66

sampel beton. Kemudian melakukan pembacaan gaya dengan interval 1 kN untuk

andesit serta 0.5 kN untuk batugamping dan sampel beton lalu dicatat deformasi

aksial hingga terjadi failure.

Peralatan pengujian yang dilakukan antara lain :

1. Mesin tekan Servo Control Hung Ta Tipe HT-8391

2. Dial gauge

Digunakan untuk mengukur deformasi aksial yang terjadi

3. Jangka sorong

4. Stopwatch

5. Kertas HVS putih dan kertas karbon

Digunakan untuk memeriksa kebenaran hasil brazilian test yang

disimpan berpasangan pada bagian atas dan bawah spesimen

batuan uji. Hal ini dilakukan agar gaya yang dominan bekerja pada

saat pengujian adalah benar gaya tarik bukan akibat gaya geser.

Setelah dilakukan uji akan tercetak bentuk juring berwarna hitam

pada kertas HVS yang berasal dari kertas karbon. Luas juring

dihitung dan akan didapat besaran sudut. brazilian test hasilnya

diterima apabila nilai sudut < 8o. Sudut ini mengindikasikan

adanya gaya geser yang bekerja yang dapat mempengaruhi hasil

pengujian.

3.6 Uji Triaksial

Prinsip dari percobaan ini yaitu memberikan pembebanan pada contoh dari arah

aksial dan radial. Pada arah aksial bekerja tegangan utama mayor yaitu σ1

(tegangan maksimum) yang diberikan oleh mesin tekan, sedangkan pada arah

radial bekerja tegangan utama minor yang diberikan oleh fluida bertekanan tinggi

yaitu σ2. Pada uji ini tegangan menengah dianggap sama dengan tegangan

pemampatan atau minimum (σ2=σ3). Properti mekanik yang didapat pada

percobaan ini meliputi kohesi (c) , dan sudut geser dalam (), selain itu juga untuk

menentukan selubung kekuatan batuan. Prosedur pengujian yang dilakukan antara

Page 86: Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA

67

lain memasukkan contoh batuan uji kedalam selubung karet, menutup kedua

ujungnya dengan pelat, kemudian memasukkan ke dalam sel triaksial (Gambar

3.28). Kemudian mesin tekan dinyalakan sampai bagian atas sel triaksial

mengalami kontak dengan pelat atas kemudian mematikannya. Oli kemudian

dipompakan ke dalam sel triaksial dengan menggunakan pompa hidraulik sampai

pada tegangan pemampatan tertentu. Menyalakan kembali mesin tekan disaat

yang bersamaan dan mulai melakukan pembacaan gaya dengan interval 2 kN lalu

dicatat deformasi aksial hingga terjadi failure.

Peralatan percobaan yang digunakan antara lain :

1. Mesin tekan Servo Control Hung Ta Tipe HT-8391

2. Sel triaksial

3. Selubung karet

Berfungsi untuk melindungi spesimen batuan dari masuknya fluida

kedalam batuan tersebut.

4. Dial gauge

5. Jangka sorong

6. Stopwatch

Kegiatan pengujian triaksial sepert Gambar 3.28 hingga 3.29 berikut :

Gambar 3.28 Penempatan Batuan Uji Pada Sel Triaksial

Page 87: Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA

68

Gambar 3.29 Proses Pemompaan Oli Pada Sel Triaksial

3.7 Uji Three Point Bending Spesimen Straight Notched Semi-Circular

Bend dan Cracked Chevron Notched Semi-Circular Bend

Pengujian ini dilakukan untuk menentukan nilai fracture toughness batuan.

Parameter-parameter yang diambil dari pengujian ini yaitu nilai pembebanan pada

saat contoh batuan runtuh/hancur (Pmax) dan dimensi contoh batuan uji.

3.7.1 Peralatan Pengujian

1. Mesin uji kuat tekan Servo-Control Hung Ta Tipe HT-8391

2. Alat three point bending. Alat ini merupakan plat tekan yang

terdiri dari 3 titik kontak terhadap spesimen. Titik kontak tersebut

berupa silinder yang berdiameter 5mm. plat tekan tersebut menjadi

satu rangkaian dengan mesin kuat tekan servo control Hung TA

(Gambar 3.31).

Page 88: Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA

69

Gambar 3.30 Alat Three Point Bending Pada Mesin Tekan

3. Dial gauge

4. Jangka Sorong

3.7.2 Persiapan dan Prosedur Pengujian

Bagian atas plat tekan three point bending ditempelkan dengan plat tekan

mesin tekan dan dilakukan pemasangan baut pada baja penahan.

Selanjutnya bagian bawah plat tekan three point bending disimpan pada

bagian bawah plat tekan mesin tekan. Contoh batuan uji dipastikan

memenuhi syarat R/B = 0,4 untuk spesimen Straight Notched Semi-

Circular Bend dan R/B = 0,5 untuk spesimen Cracked Chevron Notched

Semi-Circular Bend. Kemudian contoh batuan uji diletakkan pada alat

three point bending dan diatur jarak antar titik kontak bagian bawah sesuai

dengan yang sudah ditentukan yaitu S/2R = 0,7. Kemudian mesin tekan

dihidupkan dengan laju pembebanan konstan yaitu 0,1 mm/menit hingga

titik failure.

Page 89: Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA

70

BAB IV

PENGOLAHAN DAN ANALISIS DATA

4.1 Hasil Uji Sifat Fisik

Pada pengujian sifat fisik batuan, contoh batuan yang digunakan yaitu 4 (empat)

contoh andesit, 4 (empat) contoh batugamping dan 4 (empat) contoh sampel

beton (Gambar 4.1). Pengujian diawali dengan menentukan empat macam berat

spesimen batuan, yaitu Wn, Ww, Ws, dan Wo. Keempat data berat inilah yang

nantinya menjadi komponen dalam menentukan karakter fisik setiap batuan.

Penjelasan keempat macam berat tersebut sebagai berikut :

1. Berat Natural (Wn) yang diperoleh dari menimbang contoh batuan secara

alami.

2. Berat Jenuh (Ww) yang diperoleh dengan menjenuhkan terlebih dahulu

batuan dalam desikator sekitar 24 jam.

3. Berat Gantung (Ws) yang diperoleh dengan menimbang contoh batuan

jenuh didalam air.

4. Berat Kering (Wo) yang diperoleh dengan terlebih dahulu mengeringkan

contoh batuan dalam oven sekitar 24 jam.

(a) (b)

Page 90: Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA

71

(c)

Gambar 4.1 Sampel Uji Sifat Fisik : (a) Andesit, (b) Batugamping (c) Sampel Beton

Data tersebut kemudian diolah menggunakan persamaan 2.13 hingga 2.22

untuk mendapatkan nilai bobot isi natural (n), bobot isi kering (d), bobot

isi jenuh (s), berat jenis sejati (True SG), berat jenis semu (SG), kadar air

natural (wn), kadar air jenuh (ws), derajat kejenuhan (S), porositas (n), dan

void ratio (e).

Tabel 4.1 Hasil Uji Sifat Fisik Andesit

Tabel 4.2 Hasil Uji Sifat Fisik Batu Gamping

Nilai Minimum 2.75 2.71 2.75 2.71 2.82 0.53 0.53 100.00 1.40 0.01

Nilai Maksimum 2.79 2.77 2.79 2.77 2.83 1.43 1.43 100.00 3.88 0.04

Rata-rata 2.78 2.76 2.78 2.76 2.83 0.91 0.91 100.00 2.52 0.03

Standar Deviasi 0.12 0.12 0.12 0.12 0.13 0.38 0.38 0.00 1.02 0.01

e

ANDESIT

True SG w n (%) w s (%) S (%) n (%)Jenis

Batuan

n

(gr/cm3)

d

(gr/cm3)

s

(gr/cm3)SG

Nilai Minimum 2.22 2.19 2.29 2.19 2.43 1.67 2.03 36.36 5.24 0.06

Nilai Maksimum 2.63 2.58 2.63 2.58 2.72 2.37 4.60 95.24 10.07 0.11

Rata-rata 2.49 2.44 2.51 2.44 2.63 1.94 2.94 73.08 7.05 0.08

Standar Deviasi 0.18 0.17 0.15 0.17 0.13 0.31 1.15 25.84 2.14 0.03

e

GAMPING

True SG w n (%) w s (%) S (%) n (%)Jenis

Batuan

n

(gr/cm3)

d

(gr/cm3)

s

(gr/cm3)SG

Page 91: Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA

72

Tabel 4.3 Hasil Uji Sifat Fisik Sampel Beton

Dari Tabel 4.1, 4.2, dan 4.3 dapat dilihat bahwa rata-rata berat jenis andesit paling

besar (2,83), kemudian diikuti oleh batugamping (2,63) dan sampel beton (2,75).

Berat jenis sebenarnya dari andesit dan batugamping tidak berbeda jauh dengan

berat jenis semunya. Hal ini berkebalikan dengan sampel beton yang memiliki

nilai berat jenis sebenarnya yang berbeda jauh dengan berat jenis semunya.

Perbedaan berat jenis sebenarnya dan berat jenis semu disebabkan oleh porositas

batuan. Istilah porositas sendiri digunakan untuk menyatakan banyaknya pori

yang secara alami terkandung dalam suatu contoh batuan. Beton memiliki

porositas yang paling besar yaitu sekitar 41.83%, yang menunjukkan bahwa

41.83% dari volume sampel beton adalah rongga atau celah-celah kecil (existing

crack), hal ini dikarenakan beton terdiri dari agregat yang tidak seragam sehingga

akan terbentuk rongga-rongga antar butir. Semakin rendah tingkat kerapatan

butiran penyusun suatu batuan, maka kemungkinan untuk hadirnya rongga akan

semakin besar. Parameter porositas ini juga akan mempengaruhi besarnya nilai

kandungan air dalam batuan baik dalam kondisi natural maupun dalam keadaan

jenuh, serta nilai void ratio atau nisbah pori yang menyatakan jumlah dari pori

jika dibandingkan dengan padatan yang terdapat dalam batuan. Kadar air

ditentukan untuk mengetahui banyaknya massa air yang mengisi pori-pori atau

rekahan didalam batuan yang dinyatakan dalam persentase.. Kadar air natural jika

dibandingkan dengan kadar air jenuh dapat mempresentasikan derajat kejenuhan,

sehingga secara tidak langsung porositas batuan mempengaruhi pula nilai derajat

kejenuhan batuan dimana pada data diatas semakin tinggi porositas batuan maka

derajat kejenuhan akan semakin kecil. Dari data diatas terbukti bahwa semakin

Nilai Minimum 1.41 1.36 1.83 1.36 2.54 2.53 21.11 10.45 34.87 0.54

Nilai Maksimum 1.81 1.75 2.22 1.75 3.29 5.51 34.57 22.52 47.13 0.89

Rata-rata 1.65 1.59 2.01 1.59 2.75 3.85 26.73 14.74 41.88 0.73

Standar Deviasi 0.17 0.16 0.16 0.16 0.36 1.23 5.72 5.39 6.09 0.18

BETON

eTrue SG w n (%) w s (%) S (%) n (%)Jenis

Batuan

n

(gr/cm3)

d

(gr/cm3)

s

(gr/cm3)SG

Page 92: Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA

73

besar nilai porositas batuan maka akan semakin besar nilai kandungan air natural,

kandungan air jenuh serta nisbah pori dari batuan tersebut.

4.2 Hasil Uji Cepat Rambat Gelombang Ultrasonik

Contoh batuan yang digunakan untuk pengujian cepat rambat gelombang

ultrasonik yaitu 4 (empat) contoh andesit, 3 (tiga) contoh batugamping, dan 4

(empat) contoh sampel beton (Gambar 4.2). Nilai cepat rambat gelombang

ultrasonik (Vp) didapat dengan melakukan kalkulasi antara dua data yaitu :

1. Panjang medium perambatan gelombang ultrasonik, didapatkan dengan

cara menghitung jarak dari transduser pengirim ke transduser penerima.

Karena pada pengujian menggunakan PUNDIT dengan menyimpan

kedua transduser pada bagian atas dan bawah spesimen batuan, maka

panjang medium merupakan panjang spesimen batuan sendiri.

2. Waktu perambatan gelombang, didapatkan dengan menyalakan

PUNDIT yang kedua transdusernya sudah ditempatkan pada bagian

atas dan bawah spesimen. Pembacaan waktu dalam satuan μsecond

dapat dilihat pada layar digital PUNDIT.

(a) (b)

(c)

Gambar 4.2 Sampel Uji Sifat Dinamik: (a) Andesit, (b) Batugamping, (c)

Sampel Beton

Page 93: Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA

74

Setelah kedua data tersebut didapatkan, barulah dilakukan perhitungan dari nilai

cepat rambat gelombang ultrasonik pada contoh batuan tersebut dengan

menggunakan persamaan 2.31.

Tabel 4.4 Hasil Uji Sifat Dinamik

Gelombang ultrasonik merupakan gelombang mekanik yang dalam

perambatannya membutuhkan suatu medium tertentu. Kecepatan perambatan

gelombang ini bergantung pada medium yang dilaluinya. Semakin rapat suatu

medium maka akan semakin cepat gelombang ini merambat. Dalam suatu batuan,

gelombang ultrasonik akan cepat merambat pada batuan yang tersusun oleh

mayoritas padatan dan akan semakin rendah cepat rambatnya pada batuan yang

memiliki kandungan udara maupun air. Kecepatan perambatan gelombang

ultrasonik dapat digunakan untuk memprediksi ada atau tidaknya, sedikit atau

banyaknya cacat yang ada dalam suatu medium, yang mana dalam suatu batuan,

cacat ini dianalogikan sebagai kuantitas rongga maupun keadaan bidang

diskontinuitas dalam suatu batuan.

Berdasarkan Tabel 4.4 dapat diketahui bahwa gelombang ultrasonik merambat

lebih cepat pada andesit (5172,62 m/s), diikuti batugamping (4867,29 m/s) serta

sampel beton (2558,29 m/s). Hal ini dapat dijelaskan melalui analisis sifat fisik

batuan, dimana andesit memiliki kerapatan yang lebih tinggi dilihat dari nilai

Nilai Minimum 17.50 96.02 4943.03

Nilai Maksimum 19.60 99.25 5551.43

Rata-rata 18.85 97.33 5172.61

Standar Deviasi 0.93 1.37 265.40

Nilai Minimum 19.40 98.17 4742.35

Nilai Maksimum 20.75 99.02 5087.63

Rata-rata 20.28 98.63 4867.29

Standar Deviasi 0.77 0.43 191.39

Nilai Minimum 37.70 96.83 2472.36

Nilai Maksimum 41.00 101.37 2599.48

Rata-rata 38.70 98.94 2558.29

Standar Deviasi 1.55 1.91 58.81

BETON

ANDESIT

GAMPING

JENIS

BATUANt p (ms) L (mm) V p (m/s)

Page 94: Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA

75

kandungan air (0,912%) serta porositas (2,52%) yang rendah. Dengan demikian

dapat dikatakan bahwa semakin kompak batuan, maka gelombang ultrasonik akan

lebih cepat merambat yang dinyatakan dengan tingginya kecepatan perambatan

gelombang (Vp). Selain itu ukuran butir batuan juga mempengaruhi cepat rambat

gelombang ultrasonik, dimana batuan yang berbutir halus akan memiliki cepat

rambat gelombang yang lebih besar, hal ini dikarenakan batuan yang berbutir

kasar akan memiliki ruang kosong antar butir yang lebih besar dibandingkan

dengan batuan berbutir halus. Ruang kosong antar butir tersebut akan tersisi

dengan udara atau air yang dapat mengurangi cepat rambat gelombang ultrasonik.

4.3 Hasil Uji Kuat Tekan Uniaksial

Uji kuat tekan uniaksial dilakukan pada 4 (empat) contoh andesit, 3 (tiga) contoh

batugamping, dan 4 (empat) contoh sampel beton. Dari uji kuat tekan uniaksial

didapatkan data untuk menentukan sifat mekanik batuan seperti : kuat tekan,

modulus Young, serta nisbah Poisson. Data-data tersebut diantaranya :

1. Gaya maksimum saat contoh batuan mengalami failure (Fmax), yang

diperoleh dari pembacaan pada mesin tekan

2. Dimensi contoh batuan berupa diameter dan panjang, yang diperoleh terlebih

dahulu dengan melakukan pengukuran dimensi sampel pengujian

3. Deformasi pada sumbu aksial (∆l) serta pada sumbu lateral (∆d), yang

diperoleh dari pembacaan pada dial gauge

Setelah data tersebut semua terkumpul akan dilakukan perhitungan menggunakan

persamaan 2.26. Selanjutnya dari hasil pengolahan data dibuat kurva tegangan-

regangan untuk penentuan nilai modulus Young dan nisbah Poisson menggunakan

persamaan 2.27 dan 2.28. Data-data tersebut akan ditampilkan berupa nilai

minimum, nilai maksimum , nilai rata-rata serta standar deviasi dari setiap sifat

mekanik yang telah disebutkan sebelumnya.

Page 95: Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA

76

Tabel 4.5 Hasil Uji Kuat Tekan Uniaksial

Berdasarkan Tabel 4.5, dapat diketahui bahwa nilai kuat tekan paling tinggi

dimiliki oleh andesit (124,60 MPa), disusul oleh batugamping (19,93 MPa), dan

sampel beton (8,94 MPa). Jika mengacu pada ISRM (1981), maka andesit

termasuk dalam kelas very strong, serta batugamping dan sampel beton termasuk

kelas weak. Sedangkan menurut Bieniawski (1973), andesit termasuk kelas high

strength serta batugamping dan sampel beton termasuk kelas very low strength.

Nilai kuat tekan sendiri dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya nilai

porositas dan ikatan antar butir. Seperti telah dijelaskan pada hasil uji sifat fisik,

andesit memiliki nilai porositas yang rendah serta dapat dikategorikan ikatan antar

butir yang menyusun andesit merupakan partikel seragam yang rapat. Hal ini

berkebalikan dengan sampel beton dimana terdiri dari agregat pasir dan semen

yang tidak seragam sehingga menimbulkan pori pada saat pembuatannya yang

menyebabkan ikatan antar butirnya lemah dan membuat porositas batuan

meningkat.

Nilai modulus Young yang didapat dari penelitian ini adalah nilai modulus Young

rata-rata yang ditentukan pada daerah elastik (mulai dari closing crack hingga

yield point). Besarnya nilai modulus Young dipengaruhi oleh tegangan yang

mampu diterima serta regangan yang terjadi akibat tegangan tersebut. Dapat

Nilai Minimum 95.75 10359.00 0.18

Nilai Maksimum 155.43 13068.14 0.19

Rata-rata 124.60 11880.25 0.18

Standar Deviasi 29.05 4039.32 0.01

Nilai Minimum 17.40 3114.00 0.24

Nilai Maksimum 23.90 5619.00 0.25

Rata-rata 19.93 4223.67 0.25

Standar Deviasi 3.48 1276.70 0.01

Nilai Minimum 6.09 1414.00 0.30

Nilai Maksimum 12.71 2324.00 0.55

Rata-rata 8.94 1949.75 0.45

Standar Deviasi 2.76 441.74 0.10

BETON

ANDESIT

GAMPING

JENIS

BATUANσ c (MPa) E (MPa) ʋ

Page 96: Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA

77

dilihat pada Tabel 4.5 bahwa nilai modulus Young berbanding lurus dengan nilai

kuat tekan. Dimana andesit memiliki nilai kuat tekan paling besar (124,60 MPa)

dan memiliki nilai modulus Young paling tinggi pula (11880 MPa), sampel beton

memiliki nilai kuat tekan paling rendah (8,94 MPa) dan nilai modulus Young

paling rendah pula (1950 MPa) sedangkan batugamping berada diantara keduanya

dengan nilai kuat tekan (19,93 MPa) dan modulus Young (4224 MPa).

Sedangkan untuk nilai nisbah Poisson, kecenderungan nilainya akan berbanding

terbalik dengan nilai kuat tekan, dimana andesit memilki nilai kuat tekan tertinggi

(124,60 MPa) tetapi memiliki nilai nisbah Poisson terkecil (0,18), sedangkan

sampel beton memilki nilai kuat tekan paling kecil (8,94 MPa), tetapi nilai nisbah

Poissonnya paling besar (0,45). Nilai nisbah Poisson sendiri memberikan

gambaran mengenai kekakuan dari batuan. Semakin kecil nilai nisbah Poisson

maka contoh batuan tergolong semakin kaku (stiff), begitu juga sebaliknya. Nilai

nisbah Poisson sendiri dipengaruhi oleh besarnya deformasi aksial dan lateral

selama proses pembebanan. Pada penelitian ini nilai nisbah Poisson diambil dari

nilai tengah kondisi elastik untuk kedua regangan. Umumnya, nilai dari nisbah

Poisson berkisar antara 0 hingga 0,5. Berdasarkan kategori nisbah Poisson

menurut Gercek (2007), maka andesit memilki nilai nisbah Poisson tergolong

rendah yaitu berkisar antara 0,1 v 0,2, batugamping memiliki nisbah Poisson

tergolong medium yaitu berkisar antara 0,2 v 0,3, dan sampel beton memiliki

nisbah Poisson tergolong sangat tinggi yaitu berkisar antara 0,4 v 0,5.

Jika diperhatikan dari sisi kurva tegangan-regangan (Lampiran C.15 hingga C.20),

maka kurva andesit menunjukkan perilaku brittle fracture, yaitu pecah tiba-tiba

hanya dengan mengalami sedikit regangan plastis setelah yield point. Sedangkan

kurva sampel beton menunjukkan perilaku ductile fracture, yaitu pecah setelah

mengalami regangan plastis yang besar (kurva landai). Adapun batugamping

menunjukkan perilaku pecah dianatar keduanya. Hal ini sesuai dengan parameter

nisbah Poisson, dimana andesit memilki nisbah Poisson paling kecil. Semakin

kecil nisbah Poisson, batuan akan bersifat semakin brittle.

Page 97: Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA

78

Dari hasil pengujian kuat tekan uniaksial (Gambar 4.3 hingga 4.5) dapat dikatakan

bahwa sebagian besar hasil pecahan batuan termasuk tipe belahan arah aksial

(Axial Splitting). Untuk tipe belahan arah aksial (Axial Splitting), tipe pecahan ini

ditandai dengan bidang pecah yang searah dengan tegangan utama mayor (σ1).

Hal ini mengindikasikan tidak adanya tegangan geser ( = 0) yang terjadi pada

contoh batuan akibat tidak adanya tegangan utama minor (σ3) pada uji kuat tekan

uniaksial. Pada kondisi ini, perambatan rekahan menghasilkan pecah karena

tarikan yang ditandai oleh terpisahnya bagian dari contoh batuan dalam arah

aksial. Selain tipe belahan aksial ini, terdapat tipe pecahan lain yang dihasilkan

oleh batugamping dan sampel beton seperti tipe pecahan kombinasi belahan aksial

dan geser (combination axial and local shear) dan tipe pecahan mengulit bawang

(Splintery and Onion Leaves & Buckling)

(a) (b)

(c) (d)

Gambar 4.3 Hasil Uji Kuat Tekan Uniaksial : (a) AUCS1 , (b) AUCS2, (c) AUCS3,

(d) AUCS4

Page 98: Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA

79

(a) (b) (c)

Gambar 4.4 Hasil Uji Kuat Tekan Uniaksial : (a) GUCS1 , (b) GUCS2, (c) GUCS3

(a) (b)

(c) (d)

Gambar 4.5 Hasil Uji Kuat Tekan Uniaksial : (a) BUCS1 , (b) BUCS2, (c) BUCS3,

(d) BUCS4

Page 99: Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA

80

4.4 Hasil Uji Kuat Tarik Tidak Langsung

Uji kuat tarik tidak langsung dilakukan pada 4 (empat) contoh andesit, 4 (empat)

contoh batugamping, dan 4 (empat) contoh sampel beton. Hasil dari uji kuat tarik

tidak langsung ini adalah menentukan nilai kuat tarik dari setiap contoh batuan,

dimana dari hasil pengujian didapatkan tiga data yaitu :

1. Gaya maksimum saat contoh batuan mengalami failure (Fmax), yang

diperoleh dari pembacaan pada mesin tekan.

2. Dimensi contoh batuan berupa diameter dan panjang, yang diperoleh terlebih

dahulu dengan melakukan pengukuran dimensi sampel pengujian.

3. Deformasi pada sumbu aksial (∆l) yang diperoleh dari pembacaan pada dial

gauge.

Setelah data tersebut semua terkumpul akan dilakukan perhitungan menggunakan

persamaan 2.29. Data yang akan ditampilkan berupa nilai minimum, nilai

maksimum , nilai rata-rata serta standar deviasi dari nilai kuat tarik tidak langsung

contoh batuan. Sebelumnya diperhatikan terlebih dahulu apakah pengujian

brazilian test ini valid atau tidak dengan melihat hasil sudut yang dibentuk oleh

goresan pada kertas karbon apakah kurang dari 8° atau tidak. Selain itu dapat juga

melihat contoh batuan hasil pengujian apakah membentuk rekahan atau pecahan

pada arah vertikal yaitu berada ditengah contoh sepanjang sumbu pembebanan

atau tidak (Vutukuri, Lama & Saluja, 1974 dalam Rai, dkk, 2014) (Gambar 4.6).

(a) (b) (c)

Gambar 4.6 Hasil Uji Kuat Tarik Tak Langsung : (a) Andesit, (b) Batugamping, (c)

Sampel Beton

Page 100: Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA

81

Tabel 4.6 Hasil Kuat Tarik Tak Langsung

Dapat terlihat pada Tabel 4.6, bahwa nilai kuat tarik paling tinggi dimiliki oleh

andesit (6,23 MPa) dan yang paling rendah dimiliki oleh sampel beton (1,18

MPa). Hasil pada tabel tersebut sesuai dengan postulat Griffith (1921) yang

menyatakan bahwa semakin banyak cacat submikrospik dalam sebuah material

menyebabkan menurunnya kekuatan tarik material. Dimana andesit dengan

porositas 2,688% memiliki kuat tarik 6,23 MPa, batugamping dengan porositas

7,046% memiliki kuat tarik 2,65 MPa, serta sampel beton dengan porositas

41,833% memiliki kuat tarik 1,18 MPa.

Tabel 4.7 Nilai Brittleness Index Batuan

Setelah mendapatkan nilai kuat tekan uniaksial dan nilai kuat tarik contoh batuan,

maka dapat ditentukan perbandingannya untuk mendapatkan parameter Brittleness

Index (Tabel 4.7). Indeks ini digunakan untuk memperkirakan unjuk kerja alat gali

pada saat kegiatan ekskavasi. Berdasarkan klasifikasi batuan berdasarkan

Brittleness Index yang dibuat oleh Rai, dkk (1996), maka andesit dengan nilai BI

Nilai Minimum 4.92

Nilai Maksimum 7.62

Rata-rata 6.23

Standar Deviasi 1.21

Nilai Minimum 2.20

Nilai Maksimum 3.72

Rata-rata 2.65

Standar Deviasi 0.72

Nilai Minimum 0.94

Nilai Maksimum 1.57

Rata-rata 1.18

Standar Deviasi 0.28

GAMPING

JENIS

BATUANσ t (MPa)

ANDESIT

BETON

Andesit 124.60 6.23 19.99

Gamping 19.93 2.65 7.53

Beton 8.94 1.18 7.60

Contoh Batuan Uji σ c (Mpa) σ t (Mpa) BI

Page 101: Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA

82

19,99 termasuk kelompok batuan yang sangat brittle , sedangkan batugamping

nilai BI 7,53 dan sampel beton nilai BI 7,60 termasuk kelompok batuan tough dan

sangat plastik.

Nilai dari kuat tarik juga dapat dijadikan acuan untuk memperkirakan secara

kualitatif nilai fracture toughness khususnya untuk rekahan tipe I (tipe tarik).

Dimana dapat diprediksi bahwa andesit akan memiliki nilai KIC paling besar dan

disusul oleh batugamping dan sampel beton.

4.5 Hasil Uji Triaksial

Uji kuat tarik tidak langsung dilakukan pada 3 (tiga) contoh andesit, 3 (tiga)

contoh batugamping, dan 3 (tiga) contoh sampel beton. Data-data yang didapat

dari uji triaksial ini meliputi :

1. Luas sisi bagian atas atau bawah spesimen batuan, dapat dihitung dengan

menggunakan rumus luas lingkaran.

2. Gaya maksimum (Fmax) yang dialami spesimen batuan, diperoleh dengan

melakukan pembacaan gaya pada mesin tekan sesaat sebelum spesimen

mengalami failure atau keruntuhan.

3. Tegangan minimum (σ3) atau pemampatan, diperoleh dari besarnya tekanan

oli yang memampatkan spesimen didalam sel triaksial.

Setelah data diatas didapatkan , langkah selanjutnya adalah menentukan besarnya

nilai σ1 dengan persamaan yang sama untuk menentukan besar nilai kuat tekan

uniaksial. Kemudian data σ1 dan σ3 digunakan untuk membuat lingkaran Mohr.

Karena pada pengujian dikenakan tiga jenis tegangan pemampatan yang berbeda

maka akan diperoleh tiga buah lingkaran Mohr. Selanjutnya adalah membuat

kurva keruntuhan Mohr Coulomb dari lingkarang Mohr yang telah dibuat

sebelumnya. Nilai kohesi (c) , sudut geser dalam () dan persamaan kurva

keruntuhan dapat diketahui dari kurva keruntuhan Mohr Coulomb tersebut.

Berikut adalah nilai kohesi, sudut geser dalam serta persamaan kurva keruntuhan

Mohr Coulomb yang didapat dari masing-masing contoh batuan uji.

Page 102: Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA

83

Tabel 4.8 Hasil Uji Triaksial Andesit

Gambar 4.7 Kurva Mohr Coulomb Andesit

Tabel 4.9 Hasil Uji Triaksial Batugamping

ATX1 390.33 45.43 240.89 10.00

ATX2 422.52 45.33 261.90 15.00

ATX3 551.43 45.50 339.31 20.00

21.21 54.64

c (MPa) (°)KODE Gaya saat runtuh

(kN)

Diameter rata-rata

(mm)σ 1 (MPa) σ 3 (MPa)

0

20

40

60

80

100

120

140

0 20 40 60 80 100 120 140

SHEA

R S

TRES

S (M

Pa)

NORMAL STRESS (MPa)

GTX1 109.50 44.43 70.65 3.00

GTX2 165.30 44.93 104.30 6.00

GTX3 189.46 45.10 118.66 9.00

c (MPa) (°)

7.58 52.86

Diameter rata-rata

(mm)σ 1 (MPa) σ 3 (MPa)KODE

Gaya saat runtuh

(kN)

Page 103: Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA

84

Gambar 4.8 Kurva Mohr Coulomb Batugamping

Tabel 4.10 Hasil Uji Triaksial Sampel Beton

0

20

40

60

80

100

120

140

0 20 40 60 80 100 120 140

SHEA

R S

TRES

S (M

Pa)

NORMAL STRESS (MPa)

BTX1 27.00 43.20 18.43 1.00

BTX2 38.60 43.37 26.15 2.00

BTX3 48.26 43.10 33.10 3.00

2.07 49.46

(°)c (MPa)σ 3 (MPa)KODE Gaya saat runtuh

(kN)

Diameter rata-rata

(mm)σ 1 (MPa)

Page 104: Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA

85

Gambar 4.9 Kurva Mohr Coulomb Sampel Beton

Berdasarkan Tabel 4.8 hingga 4.10, dapat terlihat bahwa nilai kohesi batuan

paling besar dimiliki oleh andesit, (21,21 MPa) diikuti oleh batugamping (7,58

MPa) dan sampel beton (2,07 MPa). Nilai kohesi sendiri merupakan gambaran

kekuatan ikatan antar partikel penyusun batuan. Semakin besar nilai kohesi

batuan, maka kekuatan ikatan antar partikel penyusun batuan tersebut semakin

besar juga. Sedangkan untuk nilai sudut geser dalam tidak ada kecenderungan

untuk mengalami peningkatan ataupun penurunan seiring perubahan kekuatan

batuan. Sudut geser dalam menggambarkan sebuah kemiringan, dimana pada

kemiringan tersebut partikel dari contoh batuan dapat menggelincir bebas atas

beratnya sendiri tanpa bantuan gaya luar.

0

20

40

60

80

100

120

140

0 20 40 60 80 100 120 140

SHEA

R S

TRES

S (M

Pa)

NORMAL STRESS (MPa)

Page 105: Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA

86

(a) (b) (c)

Gambar 4.10 Hasil Uji Triaksial Andesit: (a) ATX1, (b) ATX2, (c) ATX3

(a) (b) (c)

Gambar 4.11 Hasil Uji Triaksial Batugamping: (a) GTX1, (b) GTX2, (c) GTX3

(a) (b) (c)

Gambar 4.12 Hasil Uji Triaksial Sampel Beton: (a) BTX1, (b) BTX2, (c) BTX3

Page 106: Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA

87

Berdasarkan Gambar 4.10 hingga 4.12 dapat terlihat bahwa tipe pecahan batuan

hasil uji triaksial ini dominan termasuk kedalam tipe 3 dalam klasifikasi tipe

pecahan menurut Griggs dan Handin (1960) dalam Rai, dkk, 2014. Tipe pecahan

ini menunjukkan bentuk transisi dari getas ke ductile. Penambahan tekanan

pemampatan akan menyebabkan contoh batuan runtuh dalam keadaan geser.

4.6 Hasil Uji Fracture Toughness

Penentuan nilai KIC didapatkan melalui pengujian three point bending pada 2

(dua) spesimen yang berbeda yaitu Straight Notched Semi-Circular Bend dan

Cracked Chevron Notched Semi-Circular Bend. Terdapat 3 (tiga) jenis batuan

yang digunakan yaitu andesit, batugamping dan sampel beton. Setiap jenis batuan

menggunakan diameter 45mm (Gambar 4.13).

Gambar 4.13 Spesimen CCNSCB dan SNSCB Andesit, Batugamping dan Sampel

Beton

Page 107: Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA

88

Gambar 4.14 Pengujian Three Point Bending Spesimen CCNSCB dan

SNSCB Andesit, Batugamping dan Sampel Beton

4.6.1 Uji Straight Notched Semi-Circular Bend

4.6.1.1 Hasil Uji Andesit Spesimen Straight Notched Semi-

Circular Bend

Pengujian three point bending spesimen Straight Notched Semi-

Circular Bend pada andesit dimulai dengan pengumpulan dan

preparasi contoh batuan. Terdapat 17 sampel andesit untuk

spesimen ini dengan rata-rata perbandingan L/D = 0,4 (Gambar

Page 108: Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA

89

4.15). Masing-masing sampel andesit memiliki dimensi geometri

pada Tabel 4.11

Tabel 4.11 Geometri Spesimen SNSCB Andesit

Pengujian dilakukan dengan S/2R = 0,7. Pengujian three point

bending dilakukan menggunakan mesin tekan Hung Ta untuk

mendapatkan nilai Fmax pada saat sampel batuan pecah dengan

laju pembebanan sebesar 0,1 mm/min. Penentuan nilai KIC

dilakukan dengan menggunakan persamaan 2.10. Nilai Y’ pada saat

S/2R = 0,7 dan a/R = 0,5 dapat ditentukan menggunakan persamaan

2.12.

Perhitungan nilai fracture toughness untuk spesimen SNSCB

dimulai dengan menggunakan persamaan 2.10 sebagai berikut

: 𝑲𝑰𝑪 = 𝑭 𝝅𝒂

𝑫𝒕 𝒀𝑰

Kode D

(mm) L (mm) L/D a (mm) t (mm)

A-S1 44,100 17,467 0,396 11,025 3,950

A-S2 44,033 16,533 0,375 11,008 4,100

A-S3 44,200 18,100 0,410 11,050 4,250

A-S4 44,467 16,467 0,370 11,117 3,850

A-S5 43,600 22,100 0,507 GAGAL 3,950

A-S6 44,433 18,433 0,415 11,108 3,800

A-S7 44,333 18,000 0,406 11,083 4,000

A-S8 44,333 19,167 0,432 11,083 3,500

A-S9 44,467 17,667 0,397 11,117 3,700

A-S10 44,433 17,450 0,393 11,108 3,700

A-S11 43,633 19,233 0,441 10,908 3,800

A-S12 44,367 17,033 0,384 11,092 3,850

A-S13 44,433 17,467 0,393 11,108 3,800

A-S14 44,233 17,367 0,393 11,058 4,250

A-S15 44,500 19,700 0,443 GAGAL 3,900

A-S16 44,033 17,033 0,387 11,008 3,500

A-S17 44,367 16,567 0,373 GAGAL 4,000

Page 109: Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA

90

Dimana diambil contoh untuk andesit dengan kode A-S1 sebesar

0,00101 MN yang didapat dari pengujian melalui alat three point

bending, kemudian untuk dimensi batuan berupa diameter serta

tebal didapat dengan pengukuran langsung sampel yaitu sebesar

0,0441 m dan 0,017 m. Sebelum memasukkan nilai tersebut

kedalam persamaan 2.10, terlebih dahulu dihitung besar parameter

tak berdimensi faktor intensitas tegangan (YI) menggunakan

persamaan 2.12 dibawah ini :

𝒀 = 𝑺

𝑹 𝟐, 𝟗𝟏 + 𝟓𝟒, 𝟑𝟗𝜶 − 𝟑𝟗𝟏, 𝟒𝜶𝟐 + 𝟏𝟐𝟏𝟎, 𝟔𝜶𝟑 − 𝟏𝟔𝟓𝟎𝜶𝟒 + 𝟖𝟕𝟓, 𝟗𝜶𝟓

Dengan memasukkan besar S sebesar 30,87 mm (pada pengujian

dibuat S/2R = 0,7) yang merepresentasikan jarak antar roller bagian

bawah dan R sebesar 22,05 mm serta mengganti nilai α dengan a/R

,dimana a untuk kode A-S1 sebesar 11,025 mm (pada pengujian

dibuat a/R = 0,5), sehingga didapatkan nilai berikut :

𝒀 𝑰 =

𝟎, 𝟎𝟑𝟎𝟖𝟕

𝟎, 𝟎𝟐𝟐𝟎𝟓 𝟐, 𝟗𝟏 + 𝟓𝟒, 𝟑𝟗 𝟎, 𝟓 − 𝟑𝟗𝟏, 𝟒(𝟎, 𝟓𝟐) + 𝟏𝟐𝟏𝟎, 𝟔(𝟎, 𝟓𝟑)

− 𝟏𝟔𝟓𝟎(𝟎, 𝟓𝟒) + 𝟖𝟕𝟓, 𝟗(𝟎, 𝟓𝟓

Sehingga didapat nilai YI sebesar 5,64 lalu nilai ini disubtitusikan

kedalam persamaan 2.10 sehingga didapat nilai sebagai berikut :

𝑲𝑰𝑪 = 𝟎, 𝟎𝟎𝟏𝟎𝟏 𝟑, 𝟏𝟒(𝟎, 𝟎𝟏𝟏𝟎𝟐𝟓)

𝟎, 𝟎𝟒𝟒𝟏(𝟎, 𝟎𝟏𝟕) (𝟓, 𝟔𝟒)

𝑲𝑰𝑪 = 𝟏, 𝟑𝟐𝟐 𝑴𝑷𝒂 𝒎

Untuk perhitungan nilai KIC lainnya pada andesit, batugamping dan

beton spesimen SNSCB dapat dihitung menggunakan persamaan

yang sama dan dapat dilihat pada Tabel 4.12 hingga 4.14.

Hasil pengujian andesit spesimen SNSCB dapat dilihat pada

Gambar 4.15 dan Tabel 4.12.

Page 110: Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA

91

Gambar 4.15 Hasil Spesimen SNSCB Andesit Setelah Pengujian

Tabel 4.12 Hasil Pengujian SNSCB Andesit

Kode R (m) S (mm) a (m) B (m) Y' Fmax

(MN)

KIC

(MPa√m)

A-S1 0,0221 30,8700 0,0110 0,0175 5,6400 0,0010 1,3226

A-S2 0,0220 30,8233 0,0110 0,0165 5,6400 0,0011 1,2006

A-S3 0,0221 30,9400 0,0111 0,0181 5,6400 0,0012 1,2357

A-S4 0,0222 31,1267 0,0111 0,0165 5,6400 0,0008 1,8319

A-S5 0,0218 30,5200 GAGAL 0,0221 GAGAL GAGAL GAGAL

A-S6 0,0222 31,1033 0,0111 0,0184 5,6400 0,0010 1,4454

A-S7 0,0222 31,0333 0,0111 0,0180 5,6400 0,0011 1,3964

A-S8 0,0222 31,0333 0,0111 0,0192 5,6400 0,0011 1,2507

A-S9 0,0222 31,1267 0,0111 0,0177 5,6400 0,0007 1,5211

A-S10 0,0222 31,1033 0,0111 0,0175 5,6400 0,0008 1,6221

A-S11 0,0218 30,5433 0,0109 0,0192 5,6400 0,0011 0,8893

A-S12 0,0222 31,0567 0,0111 0,0170 5,6400 0,0010 1,5981

A-S13 0,0222 31,1033 0,0111 0,0175 5,6400 0,0009 1,5839

A-S14 0,0221 30,9633 0,0111 0,0174 5,6400 0,0012 1,3953

A-S15 0,0223 31,1500 GAGAL 0,0197 GAGAL GAGAL GAGAL

A-S16 0,0220 30,8233 0,0110 0,0170 5,6400 0,0013 1,0831

A-S17 0,0222 31,0567 GAGAL 0,0166 GAGAL GAGAL GAGAL

Page 111: Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA

92

4.6.1.2 Hasil Uji Batugamping Spesimen Straight Notched Semi-

Circular Bend

Pengujian three point bending spesimen Straight Notched Semi-

Circular Bend pada batugamping dimulai dengan pengumpulan

dan preparasi contoh batuan. Terdapat 13 sampel batugamping

untuk spesimen ini dengan rata-rata perbandingan L/D = 0,4

(Gambar 4.16). Masing-masing sampel batugamping memiliki

dimensi geometri pada Tabel 4.13.

Tabel 4.13 Geometri Spesimen SNSCB Batugamping

Kode D

(mm) L (mm) L/D a (mm) t (mm)

G-S1 42,933 21,867 0,509 10,733 4,250

G-S2 42,733 18,333 0,429 10,683 3,850

G-S3 43,133 18,033 0,418 10,783 3,950

G-S4 43,267 18,800 0,435 10,817 4,200

G-S5 42,333 21,567 0,509 10,583 4,000

G-S6 43,967 18,833 0,428 10,992 3,500

G-S7 42,533 18,967 0,446 10,633 3,700

G-S8 43,767 17,067 0,390 10,942 3,500

G-S9 43,333 20,533 0,474 10,833 3,800

G-S10 42,933 20,867 0,486 10,733 3,850

G-S11 42,067 20,867 0,496 10,517 4,100

G-S12 42,267 21,967 0,520 10,567 4,250

G-S13 42,677 20,695 0,485 10,669 3,900

Pengujian dilakukan dengan S/2R = 0,7. Pengujian three point

bending dilakukan menggunakan mesin tekan Hung Ta untuk

mendapatkan nilai Fmax pada saat sampel batuan pecah dengan

laju pembebanan sebesar 0,1 mm/min. Penentuan nilai KIC

dilakukan dengan menggunakan persamaan 2.10. Nilai Y’ pada saat

S/2R = 0,7 dan a/R = 0,5 dapat ditentukan menggunakan persamaan

Page 112: Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA

93

2.12. Hasil Pengujian dapat dilihat pada Gambar 4.16 dan Tabel

4.14.

Gambar 4.16 Hasil Spesimen SNSCB Batugamping Setelah

Pengujian

Tabel 4.14 Hasil Pengujian SNSCB Batugamping

Kode R (m) S (mm) a (m) B (m) Y' Fmax

(MN)

KIC

(MPa√m)

G-S1 0,0215 30,0533 0,0107 0,0219 5,6400 0,0009 0,9431

G-S2 0,0214 29,9133 0,0107 0,0183 5,6400 0,0008 1,0469

G-S3 0,0216 30,1933 0,0108 0,0180 5,6400 0,0010 1,3289

G-S4 0,0216 30,2867 0,0108 0,0188 5,6400 0,0009 1,1386

G-S5 0,0212 29,6333 0,0106 0,0216 5,6400 0,0010 1,0801

G-S6 0,0220 30,7767 0,0110 0,0188 5,6400 0,0009 1,1230

G-S7 0,0213 29,7733 0,0106 0,0190 5,6400 0,0009 1,1050

G-S8 0,0219 30,6367 0,0109 0,0171 5,6400 0,0007 1,0231

G-S9 0,0217 30,3333 0,0108 0,0205 5,6400 0,0008 0,9080

G-S10 0,0215 30,0533 0,0107 0,0209 5,6400 0,0008 0,8830

G-S11 0,0210 29,4467 0,0105 0,0209 5,6400 0,0010 1,1131

G-S12 0,0211 29,5867 0,0106 0,0220 5,6400 0,0010 1,0830

G-S13 0,0212 29,6333 0,0106 0,0216 5,6400 0,0009 1,0160

Page 113: Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA

94

4.6.1.3 Hasil Uji Sampel Beton Spesimen Straight Notched

Semi-Circular Bend

Pengujian three point bending spesimen Straight Notched Semi-

Circular Bend pada beton dimulai dengan pembuatan sampel pada

pipa paralon dengan diameter 45mm sebagai media, kemudian

sampel beton dipreparasi sesuai kebutuhan uji fracture toughness.

Terdapat 14 sampel beton untuk spesimen ini dengan rata-rata

perbandingan L/D = 0,4 (Gambar 4.17). Masing-masing sampel

beton memiliki dimensi geometri pada Tabel 4.15.

Tabel 4.15 Geometri Spesimen SNSCB Sampel Beton

Kode D (mm) L (mm) L/D a (mm) t (mm)

B-S1 41,967 17,300 0,412 10,492 4,000

B-S2 41,633 19,233 0,462 10,408 3,900

B-S3 41,433 18,333 0,442 10,358 3,800

B-S4 41,733 19,233 0,461 10,433 4,200

B-S5 44,333 21,333 0,481 11,083 4,000

B-S6 44,033 20,033 0,455 11,008 3,900

B-S7 44,367 20,033 0,452 11,092 4,100

B-S8 42,233 17,033 0,403 10,558 4,200

B-S9 42,033 15,900 0,378 10,508 4,200

B-S10 41,433 19,967 0,482 10,358 3,900

B-S11 44,367 21,067 0,475 GAGAL 3,800

B-S12 42,033 17,433 0,415 10,508 4,000

B-S13 41,633 18,900 0,454 10,408 4,000

B-S14 41,033 21,333 0,520 10,258 3,800

Pengujian dilakukan dengan S/2R = 0,7. Pengujian three point

bending dilakukan menggunakan mesin tekan Hung Ta untuk

mendapatkan nilai Fmax pada saat sampel batuan pecah dengan

laju pembebanan 0,1 mm/min. Penentuan nilai KIC dilakukan

dengan menggunakan persamaan 2.10. Nilai Y’ pada saat S/2R =

Page 114: Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA

95

0,7 dan a/R = 0,5 dapat ditentukan menggunakan persamaan 2.12.

Hasil Pengujian dapat dilihat pada Gambar 4.17 dan Tabel 4.16.

Gambar 4.17 Hasil Spesimen SNSCB Sampel Beton Setelah

Pengujian

Tabel 4.16 Hasil Pengujian SNSCB Sampel Beton

Kode R (m) S (mm) a (m) B (m) Y' Fmax

(MN)

KIC

(MPa√m)

B-S1 0,0210 29,3767 0,0105 0,0173 5,6400 0,0002 0,2890

B-S2 0,0208 29,1433 0,0104 0,0192 5,6400 0,0002 0,2674

B-S3 0,0207 29,0033 0,0104 0,0183 5,6400 0,0003 0,3401

B-S4 0,0209 29,2133 0,0104 0,0192 5,6400 0,0002 0,2633

B-S5 0,0222 31,0333 0,0111 0,0213 5,6400 0,0001 0,1346

B-S6 0,0220 30,8233 0,0110 0,0200 5,6400 0,0002 0,1854

B-S7 0,0222 31,0567 0,0111 0,0200 5,6400 0,0001 0,1303

B-S8 0,0211 29,5633 0,0106 0,0170 5,6400 0,0002 0,2384

B-S9 0,0210 29,4233 0,0105 0,0159 5,6400 0,0002 0,2759

B-S10 0,0207 29,0033 0,0104 0,0200 5,6400 0,0003 0,3320

B-S11 0,0222 31,0567 GAGAL 0,0211 GAGAL GAGAL GAGAL

B-S12 0,0210 29,4233 0,0105 0,0174 5,6400 0,0002 0,2586

B-S13 0,0208 29,1433 0,0104 0,0189 5,6400 0,0002 0,2890

B-S14 0,0205 28,7233 0,0103 0,0213 5,6400 0,0003 0,3353

Page 115: Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA

96

4.6.2 Uji Cracked Chevron Notched Semi-Circular Bend

4.6.2.1 Hasil Uji Andesit Spesimen Cracked Chevron Notched

Semi-Circular Bend

Pengujian three point bending spesimen Cracked Chevron Notched

Semi-Circular Bend pada andesit dimulai dengan pengumpulan

dan preparasi contoh batuan. Terdapat 15 sampel andesit untuk

spesimen ini dengan rata-rata perbandingan L/D = 0,5 (Gambar

4.18). Masing-masing sampel andesit memiliki dimensi geometri

pada Tabel 4.17.

Tabel 4.17 Geometri Spesimen CCNSCB Andesit

Kode D

(mm)

L

(mm) L/D

a1

(mm)

a0

(mm)

S

(mm)

α0

(a0/R)

α1

(a1/R)

αB

(B/R)

A-C1 44,067 22,533 0,511 13,220 5,508 3,695 0,25 0,6 1,023

A-C2 44,467 22,633 0,509 13,340 5,558 3,690 0,25 0,6 1,018

A-C3 44,600 23,167 0,519 13,380 5,575 3,713 0,25 0,6 1,039

A-C4 44,333 21,967 0,495 13,300 5,542 3,670 0,25 0,6 0,991

A-C5 44,000 21,967 0,499 13,200 5,500 3,670 0,25 0,6 0,998

A-C6 44,367 20,533 0,463 13,310 5,546 3,629 0,25 0,6 0,926

A-C7 44,433 20,533 0,462 13,330 5,554 3,626 0,25 0,6 0,924

A-C8 44,433 20,967 0,472 13,330 5,554 3,650 0,25 0,6 0,944

A-C9 44,333 22,033 0,497 13,300 5,542 3,670 0,25 0,6 0,994

A-C10 44,233 23,000 0,520 13,270 5,529 3,714 0,25 0,6 1,040

A-C11 44,167 22,033 0,499 13,250 5,521 3,670 0,25 0,6 0,998

A-C12 44,333 22,667 0,511 13,300 5,542 3,695 0,25 0,6 1,023

A-C13 44,333 20,033 0,452 13,300 5,542 3,608 0,25 0,6 0,904

A-C14 44,167 22,033 0,499 13,250 5,521 3,670 0,25 0,6 0,998

A-C15 44,333 22,033 0,497 13,300 5,542 3,670 0,25 0,6 0,994

Pengujian dilakukan dengan S/2R = 0.7. Pengujian three point

bending dilakukan menggunakan mesin tekan Hung Ta untuk

mendapatkan nilai Fmax pada saat sampel batuan pecah dengan

Page 116: Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA

97

laju pembebanan 0,1 mm/min. Penentuan nilai KIC dilakukan

dengan menggunakan persamaan 2.5 hingga 2.7. Nilai Y’ pada saat

S/2R = 0,7 dan a1/R = 0,6 dapat ditentukan menggunakan

persamaan 2.8 dan 2.9.

Perhitungan nilai fracture toughness untuk spesimen CCNSCB

dimulai dengan menggunakan persamaan 2.7, 2.9 serta Tabel 2.1.

Pertama-tama dilakukan perhitungan terhadap dimensi dari

spesimen yaitu berupa ketebalan spesimen dan jari-jari spesimen.

Lalu diambil contoh untuk andesit kode A-C1 yang memiliki F

sebesar 0,00086 MN yang didapat dari pengujian melalui alat three

point bending, kemudian untuk diameter serta tebal didapat dengan

pengukuran langsung sampel yaitu sebesar 44,067 mm dan 22,533

mm. Sebelum memasukkan nilai tersebut kedalam persamaan 2.7,

terlebih dahulu dihitung besar parameter tak berdimensi faktor

intensitas tegangan (Y*) menggunakan persamaan 2.9 dibawah ini :

𝒀∗ = 𝒖 . 𝒆𝒗.𝜶𝟏

Dimana u dan v merupakan parameter yang mengacu pada nilai α0

dan αb seperti pada persamaan 2.6. Selanjutnya untuk mendapatkan

nilai u dan v berdasarkan dua parameter tersebut dilakukan

interpolasi terhadap Tabel 2.1. Diambil contoh untuk spesimen A-

C1 memiliki besar α0 0,25 dan nilai αb sebesar 1,023 maka untuk

mendapatkan nilai u dan v dilakukan interpolasi sebagai berikut :

𝑌−𝑌1

𝑌2− 𝑌1= 𝑋−𝑋1

𝑋2− 𝑋1

Dengan mensubtitusikan parameter yang ada pada Tabel 2.1 maka

nilai u didapat sebesar :

1,023 − 1,000

1,040 − 1,000=

𝑋 − 1,5647

1,5848 − 1,5647

𝑋 = 1,5762

Page 117: Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA

98

Sedangkan untuk mendapatkan nilai v digunakan persamaan yang

sama seperti mencari nilai u yaitu sebagai berikut :

𝑌−𝑌1

𝑌2− 𝑌1=

𝑋−𝑋1

𝑋2− 𝑋1

1,023 − 1,000

1,040 − 1,000=

𝑋 − 2,0152

2,139 − 2,0152

𝑋 = 2,0144

Setelah mendapatkan nilai u dan v lalu nilai tersebut disubtitusikan

kedalam persamaan 2.9 sebagai berikut :

𝒀∗ = 𝟏. 𝟓𝟕𝟔𝟐 . 𝒆𝟐,𝟎𝟏𝟒𝟒(𝟎,𝟔)

𝒀∗ = 𝟓, 𝟐𝟕𝟖

Setelah semua paremeter didapat maka dilakukan perhitungan

melalui persamaan 2.7 sebagai berikut :

𝑲𝑰𝑪 = 𝟎, 𝟎𝟎𝟗𝟕𝟑

𝟎, 𝟎𝟐𝟏𝟖𝟕𝟔 𝟎, 𝟎𝟎𝟐𝟐𝟏 (𝟓, 𝟐𝟕𝟖)

𝑲𝑰𝑪 = 𝟏, 𝟑𝟓𝟕𝟐𝟐 𝑴𝑷𝒂 𝒎

Untuk perhitungan nilai KIC lainnya pada andesit, batugamping dan

beton spesimen SNSCB dapat dihitung menggunakan persamaan

yang sama dan dapat dilihat pada Tabel 4.18 hingga 4.20.

Hasil pengujian andesit spesimen CCNSCB dapat dilihat pada

Gambar 4.18 dan Tabel 4.18.

Page 118: Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA

99

Gambar 4.18 Hasil Spesimen CCNSCB Andesit Setelah Pengujian

Tabel 4.18 Hasil Pengujian CCNSCB Andesit

Kode u v Y' Fmax

(MN)

KIC

(MPa√m)

A-C1 1,5762 2,0144 5,2786 0,0009 1,3572

A-C2 1,5737 2,0146 5,2708 0,0012 1,8932

A-C3 1,5842 2,0139 5,3038 0,0008 1,2604

A-C4 1,5620 2,0180 5,2423 0,0012 1,8706

A-C5 1,5641 2,0158 5,2425 0,0009 1,3784

A-C6 1,5345 2,0289 5,1838 0,0009 1,4789

A-C7 1,5335 2,0289 5,1805 0,0011 1,9330

A-C8 1,5441 2,0283 5,2144 0,0010 1,6051

A-C9 1,5629 2,0171 5,2425 0,0010 1,5710

A-C10 1,5848 2,0139 5,3058 0,0012 1,8056

A-C11 1,5641 2,0158 5,2425 0,0010 1,6668

A-C12 1,5762 2,0144 5,2786 0,0009 1,3530

A-C13 1,5250 2,0297 5,1542 0,0009 1,5950

A-C14 1,5641 2,0158 5,2425 0,0009 1,3641

A-C15 1,5629 2,0171 5,2425 0,0009 1,3968

Page 119: Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA

100

4.6.2.2 Hasil Uji Batugamping Spesimen Cracked Chevron

Notched Semi-Circular Bend

Pengujian three point bending spesimen Cracked Chevron Notched

Semi-Circular Bend pada batugamping dimulai dengan

pengumpulan dan preparasi contoh batuan. Terdapat 13 sampel

batugamping untuk spesimen ini dengan rata-rata perbandingan

L/D = 0,5 (Gambar 4.19). Masing-masing sampel batugamping

memiliki dimensi geometri pada Tabel 4.19.

Tabel 4.19 Geometri Spesimen CCNSCB Batugamping

Kode D

(mm)

L

(mm) L/D

a1

(mm)

a0

(mm)

S

(mm)

α0

(a0/R)

α1

(a1/R)

αB

(B/R)

G-C1 44,200 22,933 0,519 13,260 5,525 30,940 0,25 0,6 1,038

G-C2 44,300 22,833 0,515 13,290 5,538 31,010 0,25 0,6 1,031

G-C3 44,100 22,933 0,520 13,230 5,513 30,870 0,25 0,6 1,040

G-C4 44,200 22,933 0,519 13,260 5,525 30,940 0,25 0,6 1,038

G-C5 43,700 21,500 0,492 13,110 5,463 30,590 0,25 0,6 0,984

G-C6 44,200 22,967 0,520 13,260 5,525 30,940 0,25 0,6 1,039

G-C7 44,200 22,767 0,515 13,260 5,525 30,940 0,25 0,6 1,030

G-C8 43,267 21,800 0,504 12,980 5,408 30,287 0,25 0,6 1,008

G-C9 43,400 22,467 0,518 13,020 5,425 30,380 0,25 0,6 1,035

G-C10 44,033 22,900 0,520 13,210 5,504 30,823 0,25 0,6 1,040

G-C11 43,333 22,433 0,518 13,000 5,417 30,333 0,25 0,6 1,035

G-C12 44,400 23,033 0,519 13,320 5,550 31,080 0,25 0,6 1,038

G-C13 44,267 23,000 0,520 13,280 5,533 30,987 0,25 0,6 1,039

Pengujian dilakukan dengan S/2R = 0,7. Pengujian three point

bending dilakukan menggunakan mesin tekan Hung Ta untuk

mendapatkan nilai Fmax pada saat sampel batuan pecah dengan

laju pembebanan 0,1 mm/min. Penentuan nilai KIC dilakukan

dengan menggunakan persamaan 2.5 hingga 2.7. Nilai Y’ pada saat

S/2R = 0,7 dan a1/R = 0,5 dapat ditentukan menggunakan

Page 120: Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA

101

persamaan 2.8 dan 2.9. Hasil Pengujian dapat dilihat pada Gambar

4.19 dan Tabel 4.20.

Gambar 4.19 Hasil Spesimen CCNSCB Batugamping Setelah

Pengujian

Tabel 4.20 Hasil Pengujian CCNSCB Batugamping

Kode u v Y' Fmax

(MN)

KIC

(MPa√m)

G-C1 1,5837 2,0139 5,3021 0,0008 1,2373

G-C2 1,5802 2,0141 5,2910 0,0008 1,2373

G-C3 1,5848 2,0139 5,3058 0,0008 1,3241

G-C4 1,5837 2,0139 5,3021 0,0008 1,1672

G-C5 1,5529 2,0202 5,2187 0,0008 1,3301

G-C6 1,5842 2,0139 5,3038 0,0008 1,3126

G-C7 1,5797 2,0142 5,2897 0,0007 1,1612

G-C8 1,5687 2,0149 5,2550 0,0009 1,3931

G-C9 1,5822 2,0140 5,2974 0,0008 1,3482

G-C10 1,5848 2,0139 5,3058 0,0009 1,3382

G-C11 1,5822 2,0140 5,2974 0,0008 1,2276

G-C12 1,5837 2,0139 5,3021 GAGAL GAGAL

G-C13 1,5842 2,0139 5,3038 0,0007 1,1300

Page 121: Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA

102

4.6.2.3 Hasil Uji Sampel Beton Spesimen Cracked Chevron

Notched Semi-Circular Bend

Pengujian three point bending spesimen Cracked Chevron Notched

Semi-Circular Bend pada beton dimulai dengan pembuatan sampel

pada pipa paralon dengan diameter 45mm sebagai media,

kemudian sampel beton dipreparasi sesuai kebutuhan uji fracture

toughness. Terdapat 16 sampel beton untuk spesimen ini dengan

rata-rata perbandingan L/D = 0.5 (Gambar 4.2). Masing-masing

sampel beton memiliki dimensi geometri pada Tabel 4.21.

Tabel 4.21 Geometri Spesimen CCNSCB Sampel Beton

Kode D

(mm)

L

(mm) L/D

a1

(mm)

a0

(mm)

S

(mm)

α0

(a0/R)

α1

(a1/R)

αB

(B/R)

B-C1 44,233 21,867 0,494 13,270 5,529 30,963 0,25 0,6 0,989

B-C2 44,333 22,267 0,502 13,300 5,542 31,033 0,25 0,6 1,005

B-C3 42,033 21,167 0,504 GAGAL GAGAL 29,423 GAGAL GAGAL 1,007

B-C4 43,433 22,433 0,517 13,030 5,429 30,403 0,25 0,6 1,033

B-C5 44,067 22,267 0,505 13,220 5,508 30,847 0,25 0,6 1,011

B-C6 44,033 22,000 0,500 13,210 5,504 30,823 0,25 0,6 0,999

B-C7 43,033 22,300 0,518 12,910 5,379 30,123 0,25 0,6 1,036

B-C8 44,233 23,000 0,520 13,270 5,529 30,963 0,25 0,6 1,040

B-C9 43,033 22,133 0,514 12,910 5,379 30,123 0,25 0,6 1,029

B-C10 44,033 22,800 0,518 13,210 5,504 30,823 0,25 0,6 1,036

B-C11 42,333 21,767 0,514 12,700 5,292 29,633 0,25 0,6 1,028

B-C12 44,033 22,767 0,517 13,210 5,504 30,823 0,25 0,6 1,034

B-C13 44,433 21,367 0,481 13,330 5,554 31,103 0,25 0,6 0,962

B-C14 44,133 22,933 0,520 13,240 5,517 30,893 0,25 0,6 1,039

B-C15 42,033 21,800 0,519 GAGAL GAGAL 29,423 GAGAL GAGAL 1,037

B-C16 44,000 22,767 0,517 GAGAL GAGAL 30,800 GAGAL GAGAL 1,035

Pengujian dilakukan dengan S/2R = 0,7. Pengujian three point

bending dilakukan menggunakan mesin tekan Hung Ta untuk

mendapatkan nilai Fmax pada saat sampel batuan pecah dengan

Page 122: Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA

103

laju pembebanan 0,1 mm/min. Penentuan nilai KIC dilakukan

dengan menggunakan persamaan 2.5 hingga 2.7. Nilai Y’ pada saat

S/2R = 0,7 dan a1/R = 0,5 dapat ditentukan menggunakan

persamaan 2.8 dan 2.9. Hasil Pengujian dapat dilihat pada Gambar

4.20 dan Tabel 4.22.

Gambar 4.20 Hasil Spesimen CCNSCB Sampel Beton Setelah

Pengujian

Tabel 4.22 Hasil Pengujian CCNSCB Sampel Beton

Kode u v Y' Fmax

(MN)

KIC

(MPa√m)

B-C1 1,5530 2,0275 5,2419 0,0003 0,4675

B-C2 1,5672 2,0150 5,2503 0,0003 0,4910

B-C3 1,5682 2,0149 GAGAL GAGAL GAGAL

B-C4 1,5812 2,0141 5,2944 0,0003 0,4004

B-C5 1,5702 2,0148 5,2597 0,0003 0,4456

B-C6 1,5531 2,0274 5,2419 0,0003 0,4978

B-C7 1,5827 2,0140 5,2991 0,0003 0,4698

B-C8 1,5848 2,0139 5,3058 0,0003 0,3909

B-C9 1,5792 2,0142 5,2880 0,0003 0,4267

B-C10 1,5827 2,0140 5,2991 0,0003 0,5185

B-C11 1,5787 2,0142 5,2863 0,0002 0,3572

B-C12 1,5817 2,0140 5,2957 0,0003 0,4421

B-C13 1,5527 2,0278 5,2419 0,0002 0,3983

B-C14 1,5842 2,0139 5,3038 0,0003 0,4204

B-C15 1,5832 2,0139 GAGAL GAGAL GAGAL

B-C16 1,5822 2,0140 GAGAL GAGAL GAGAL

Page 123: Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA

104

4.7 Analisis Hubungan Nilai Fracture Toughness Terhadap Sifat Fisik,

Dinamik dan Mekanik Batuan

4.7.1 Analisis Hubungan Uji Kuat Tekan Uniaksial Terhadap Nilai

KIC

Pada penelitian ini, terdapat perbedaan jenis batuan yang berpengaruh

terhadap perbedaan nilai KIC setiap jenis batuan. Tabel 4.23

memperlihatkan hubungan nilai kuat tekan uniaksial batuan terhadap nilai

KIC. Nilai KIC yang digunakan adalah nilai KIC yang didapat dari spesimen

Straight Notched Semi-Circular Bending dan Chevron Notched Semi-

Circular Bending. Hasil KIC menunjukkan bahwa andesit memiliki nilai

paling besar dibandingkan dengan batugamping dan sampel beton.

Tabel 4.23 Hasil Uji Kuat Tekan Uniaksial dan KIC Spesimen CCNSCB dan

SNSCB

Jenis

Batuan σc (Mpa)

KIC CCNSCB

(MPa√m)

KIC SNSCB

(MPa√m)

Andesit

Nilai Minimum 95,750 1,260 0,889

Nilai Maksimum 155,430 1,933 1,832

Rata-rata 124,598 1,569 1,384

Gamping

Nilai Minimum 17,400 1,130 0,882

Nilai Maksimum 23,900 1,393 1,329

Rata-rata 19,930 1,267 1,061

Beton

Nilai Minimum 6,090 0,357 0,13

Nilai Maksimum 12,710 0,518 0,34

Rata-rata 8,940 0,440 0,257

Berikut persamaan untuk korelasi fracture toughness terhadap kuat tekan

uniaksial batuan spesimen Cracked Chevron Notched Semi-Circular Bend

serta Straight Notched Semi-Circular Bend :

KIC = 0,011σc + 0,174 (Spesimen CCNSCB Andesit)

KIC = 0,039σc + 0,453 (Spesimen CCNSCB Batugamping)

KIC = 0,024σc + 0,215 (Spesimen CCNSCB Beton)

KIC = 0,015σc – 0,609 (Spesimen SNSCB Andesit)

Page 124: Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA

105

KIC = 0,068σc – 0,310 (Spesimen SNSCB Batugamping)

KIC = 0,031σc – 0,046 (Spesimen SNSCB Beton)

Persamaan-persamaan tersebut berlaku untuk :

Andesit : σc = 95,7-155,43 MPa

Batugamping : σc = 17,4-23,9 MPa

Beton : σc = 6,1-12,7 MPa

Gambar 4.21 Korelasi Fracture Toughness Spesimen CCNSCB Terhadap

Nilai Kuat Tekan Uniaksial

Gambar 4.22 Korelasi Fracture Toughness Spesimen SNSCB Terhadap Nilai

Kuat Tekan Uniaksial

y = 0.011σc + 0.174R² = 0.999

y = 0.039σc + 0.453R² = 0.977

y = 0.024σc + 0.215R² = 0.990

0.00

0.50

1.00

1.50

2.00

2.50

0 50 100 150 200

KIC

(MP

a√m

)

σc (MPa)

ANDESIT (CCNSCB)

GAMPING (CCNSCB)

BETON (CCNSCB)

Linear (ANDESIT (CCNSCB))

Linear (GAMPING (CCNSCB))

Linear (BETON (CCNSCB))

y = 0.015σc - 0.609R² = 0.997

y = 0.068σc - 0.310R² = 0.999

y = 0.031σc - 0.046R² = 0.960

0.00

0.20

0.40

0.60

0.80

1.00

1.20

1.40

1.60

1.80

2.00

0 50 100 150 200

KIC

(MP

a√m

)

σc (MPa)

ANDESIT (SNSCB)

GAMPING (SNSCB)

BETON (SNSCB)

Linear (ANDESIT (SNSCB))

Linear (GAMPING (SNSCB))

Linear (BETON (SNSCB))

Page 125: Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA

106

Gambar 4.21 dan 4.22 menunjukkan kecenderungan meningkatnya nilai

fracture toughness batuan seiring dengan meningkatnya nilai kuat tekan

batuan. Meskipun fracture toughness rekahan tipe I terjadi pada kondisi

tarikan, namun perlu diketahui bahwa beban atau gaya yang diaplikasikan

pada saat pengujian merupakan gaya tekan yang menyebabkan contoh

batuan uji seolah-olah runtuh akibat gaya tarik. Nilai kuat tekan dapat

dipengaruhi oleh beberapa hal diantaranya : kandungan air pada batuan,

bobot isi, kandungan mineral, ukuran butir serta sifat isotropik batuan.

Dari Gambar 4.21 dan 4.22 diatas, dapat juga dinyatakan bahwa semakin

kuat batuan uji dapat menahan tekanan, maka semakin tinggi juga nilai

fracture toughness yang dimilikinya.

4.7.2 Analisis Hubungan Uji Kuat Tarik Terhadap Nilai KIC

Tabel 4.24 dibawah ini menunjukkan hasil pengujian kuat tarik tak

langsung batuan serta hasil pengujian fracture toughness pada ketiga jenis

sampel batuan.

Tabel 4.24 Hasil Uji Kuat Tarik Tak Langsung dan KIC Spesimen CCNSCB

dan SNSCB

Jenis

Batuan σt (Mpa)

KIC CCNSCB

(MPa√m)

KIC SNSCB

(MPa√m)

Andesit

Nilai Minimum 4,920 1,260 0,889

Nilai Maksimum 7,620 1,933 1,832

Rata-rata 6,234 1,569 1,384

Gamping

Nilai Minimum 2,200 1,130 0,882

Nilai Maksimum 3,720 1,393 1,329

Rata-rata 2,647 1,267 1,061

Beton

Nilai Minimum 0,943 0,357 0,13

Nilai Maksimum 1,574 0,518 0,34

Rata-rata 1,176 0,440 0,257

Page 126: Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA

107

Gambar 4.23 Korelasi Fracture Toughness Spesimen CCNSCB Terhadap

Nilai Kuat Tarik Tak Langsung

Gambar 4.24 Korelasi Fracture Toughness Spesimen SNSCB Terhadap Nilai

Kuat Tarik Tak Langsung

Berikut persamaan untuk korelasi fracture toughness terhadap kuat tarik

batuan spesimen Cracked Chevron Notched Semi-Circular Bend serta

Straight Notched Semi-Circular Bend :

KIC = 0,249σt + 0,027 (Spesimen CCNSCB Andesit)

y = 0.249σt + 0.027R² = 0.998

y = 0.162σt+ 0.798R² = 0.934

y = 0.249σt + 0.131R² = 0.972

0.00

0.50

1.00

1.50

2.00

2.50

0 2 4 6 8 10

KIC

(MP

a√m

)

σt (MPa)

ANDESIT(CCNSCB)

GAMPING (CCNSCB)

BETON (CCNSCB)

Linear (ANDESIT(CCNSCB))

Linear (GAMPING (CCNSCB))

Linear (BETON (CCNSCB))

y = 0.349σt - 0.815R² = 0.998

y = 0.286σt+ 0.274R² = 0.985

y = 0.319σt - 0.151R² = 0.928

0.00

0.20

0.40

0.60

0.80

1.00

1.20

1.40

1.60

1.80

2.00

0 2 4 6 8 10

KIC

(MP

a√m

)

σt (MPa)

ANDESIT (SNSCB)

GAMPING (SNSCB)

BETON (SNSCB)

Linear (ANDESIT (SNSCB))

Linear (GAMPING (SNSCB))

Linear (BETON (SNSCB))

Page 127: Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA

108

KIC = 0,162σt + 0,798 (Spesimen CCNSCB Batugamping)

KIC = 0,249σt + 0,131 (Spesimen CCNSCB Beton)

KIC = 0,349σt – 0,815 (Spesimen SNSCB Andesit)

KIC = 0,286σt – 0,274 (Spesimen SNSCB Batugamping)

KIC = 0,319σt – 0,151 (Spesimen SNSCB Beton)

Persamaan-persamaan tersebut berlaku untuk :

Andesit : σt = 4,9-7,6 MPa

Batugamping : σt = 2,2-3,7 MPa

Beton : σt = 0,9-1,6 MPa

Pengujian fracture toughness rekahan tipe I sangat berkaitan dengan nilai

kuat tarik batuan. Hal ini disebabkan karena rekahan tipe I fracture

toughness merupakan model perpindahan rekahan yang didasarkan pada

tarikan. Pada Gambar 4.23 dan 4.24 terlihat bahwa semakin besar nilai

kuat tarik batuan maka semakin besar pula nilai fracture toughness batuan

tersebut. Hang dan Wang (1985) dalam Alkilicgil, 2010 menjelaskan

bahwa, batuan lunak seperti batuan sedimen dan batubara memiliki kuat

tarik yang rendah dan memiliki nilai fracture toughness yang rendah atau

dapat dikatakan memiliki resistansi terhadap inisiasi dan propagasi

rekahan yang buruk. Sedangkan batuan keras dan brittle memiliki nilai

kuat tarik yang tinggi dan nilai fracture toughness yang besar atau dapat

dikatakan memiliki resistansi terhadap inisiasi dan propagasi rekahan yang

baik.

4.7.3 Analisis Hubungan Uji Sifat Dinamik Batuan Terhadap Nilai

KIC

Tabel 4.25 dibawah ini menunjukkan hasil uji sifat dinamik batuan berupa

hasil cepat rambat gelombang ultrasonik serta hasil pengujian fracture

toughness pada andesit, batugamping dan sampel beton.

Page 128: Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA

109

Tabel 4.25 Hasil Uji Sifat Dinamik dan KIC Spesimen CCNSCB dan SNSCB

Jenis

Batuan Vp (m/s)

KIC CCNSCB

(MPa√m)

KIC SNSCB

(MPa√m)

Andesit

Nilai Minimum 4943,027 1,260 0,889

Nilai Maksimum 5551,429 1,933 1,832

Rata-rata 5172,613 1,569 1,384

Gamping

Nilai Minimum 4742,351 1,130 0,882

Nilai Maksimum 5087,629 1,393 1,329

Rata-rata 4867,289 1,267 1,061

Beton

Nilai Minimum 2472,358 0,357 0,13

Nilai Maksimum 2599,476 0,518 0,34

Rata-rata 2558,286 0,440 0,257

Berikut persamaan untuk korelasi fracture toughness terhadap cepat

rambat gelombang ultrasonik batuan spesimen Cracked Chevron Notched

Semi-Circular Bend serta Straight Notched Semi-Circular Bend :

KIC = 0,001Vp – 4,111 (Spesimen CCNSCB Andesit)

KIC = 0,0001Vp – 2,362 (Spesimen CCNSCB Batugamping)

KIC = 0,0001Vp – 2,671 (Spesimen CCNSCB Beton)

KIC = 0,001Vp – 6,534 (Spesimen SNSCB Andesit)

KIC = 0,001Vp – 5,207 (Spesimen SNSCB Batugamping)

KIC = 0,0017Vp – 3,891 (Spesimen SNSCB Beton)

Persamaan-persamaan tersebut berlaku untuk :

Andesit : Vp = 4943-5551,4 m/s

Batugamping : Vp = 4742,3-5087,6 m/s

Beton : Vp = 2472,3-2599,4 m/s

Page 129: Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA

110

Gambar 4.25 Korelasi Fracture Toughness Spesimen CCNSCB Terhadap

Nilai Cepat Rambat Gelombang Ultrasonik

Gambar 4.26 Korelasi Fracture Toughness Spesimen SNSCB Terhadap Nilai

Cepat Rambat Gelombang Ultrasonik

Berdasarkan Gambar 4.25 dan 4.26, dapat diketahui bahwa nilai fracture

toughness dari batuan uji akan meningkat seiring dengan meningkatnya

cepat rambat gelombang ultrasonik (Vp). Gelombang ultrasonik

y = 0.001Vp - 4.111R² = 0.991

y = 0.0001Vp - 2.362R² = 0.966

y = 0.001Vp - 2.671R² = 0.967

0.00

0.50

1.00

1.50

2.00

2.50

2000 3000 4000 5000 6000

KIC

(M

Pa

√m

)

Cepat Rambat Gelombang Ultrasonik (m/s)

ANDESIT (CCNSCB)

GAMPING (CCNSCB)

BETON (CCNSCB)

Linear (ANDESIT (CCNSCB))

Linear (GAMPING (CCNSCB))

Linear (BETON (CCNSCB))

y = 0.001Vp - 6.534R² = 0.971

y = 0.001Vp - 5.207R² = 0.998

y = 0.001Vp - 3.891R² = 0.993

0.00

0.20

0.40

0.60

0.80

1.00

1.20

1.40

1.60

1.80

2.00

2000 2500 3000 3500 4000 4500 5000 5500 6000

KIC

(M

Pa

√m

)

Cepat Rambat Gelombang Ultrasonik (m/s)

ANDESIT (SNSCB)

GAMPING (SNSCB)

BETON (SNSCB)

Linear (ANDESIT (SNSCB))

Linear (GAMPING (SNSCB))

Linear (BETON (SNSCB))

Page 130: Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA

111

merupakan gelombang mekanik yang perambatannya membutuhkan

sebuah medium. Gelombang ini akan lebih cepat merambat pada medium

padat dibandingkan medium cair maupun udara. Karenanya, nilai Vp dapat

dijadikan sebuah indikator mengenai kuantitas cacat pada sebuah material.

Semakin besar nilai Vp mengindikasikan bahwa semakin sedikit rongga

yang terkandung pada batuan, begitu juga sebaliknya.

4.7.4 Analisis Hubungan Uji Sifat Fisik Batuan Terhadap Nilai KIC

4.7.4.1 Korelasi Densitas Batuan Terhadap Nilai KIC

Tabel 4.26 dibawah ini menunjukkan hasil pengujian sifat fisik

batuan berupa nilai densitas natural, serta hasil fracture toughness

kedua spesimen.

Tabel 4.26 Hasil Densitas Natural dan KIC Spesimen CCNSCB dan SNSCB

Jenis

Batuan

n

(gr/cm3)

KIC CCNSCB (MPa√m)

KIC SNSCB (MPa√m)

Andesit

Nilai Minimum 2,752 1,260 0,889

Nilai Maksimum 2,792 1,933 1,832

Rata-rata 2,784 1,569 1,384

Gamping

Nilai Minimum 2,224 1,130 0,882

Nilai Maksimum 2,628 1,393 1,329

Rata-rata 2,490 1,267 1,061

Beton

Nilai Minimum 1,413 0,357 0,13

Nilai Maksimum 1,815 0,518 0,34

Rata-rata 1,647 0,440 0,257

Berikut persamaan untuk korelasi fracture toughness terhadap densitas

natural batuan spesimen Cracked Chevron Notched Semi-Circular Bend

serta Straight Notched Semi-Circular Bend :

KIC = 14,78n – 39,46 (Spesimen CCNSCB Andesit)

KIC = 0,632n – 0,285 (Spesimen CCNSCB Batugamping)

KIC = 0,397n – 0,207 (Spesimen CCNSCB Beton)

KIC = 21,31n – 57,79 (Spesimen SNSCB Andesit)

KIC = 1,047n – 1,473 (Spesimen SNSCB Batugamping)

KIC = 0,523n – 0,607 (Spesimen SNSCB Beton)

Page 131: Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA

112

Persamaan-persamaan tersebut berlaku untuk :

Andesit : n = 2,75-2,79 gr/cm3

Batugamping : n = 2,22-2,63 gr/cm3

Beton : n = 1,41-1,81 gr/cm3

Gambar 4.27 Korelasi Fracture Toughness Spesimen CCNSCB Terhadap

Densitas Natural Batuan

Gambar 4.28 Korelasi Fracture Toughness Spesimen SNSCB Terhadap

Densitas Natural Batuan

y = 14.78n - 39.46

R² = 0.853

y = 0.632n- 0.285

R² = 0.975

y = 0.397n - 0.207

R² = 0.993

0.00

0.50

1.00

1.50

2.00

2.50

1.0 1.5 2.0 2.5 3.0

KIC

(MP

a√m

)

Densitas Natural (gr/cm3)

ANDESIT (CCNSCB)

GAMPING (CCNSCB)

BETON (CCNSCB)

Linear (ANDESIT (CCNSCB))

Linear (GAMPING (CCNSCB))

Linear (BETON (CCNSCB))

y = 21.31n - 57.79

R² = 0.903

y = 1.047n - 1.473

R² = 0.915

y = 0.523n - 0.607

R² = 0.999

0.00

0.20

0.40

0.60

0.80

1.00

1.20

1.40

1.60

1.80

2.00

1.0 1.5 2.0 2.5 3.0

KIC

(MP

a√m

)

Densitas Natural (gr/cm3)

ANDESIT (SNSCB)

GAMPING (SNSCB)

BETON (SNSCB)

Linear (ANDESIT (SNSCB))

Linear (GAMPING (SNSCB))

Linear (BETON (SNSCB))

Page 132: Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA

113

Berdasarkan Gambar 4.27 dan 4.28 dapat diketahui bahwa semakin tinggi

nilai densitas batuan uji, maka akan semakin besar pula nilai fracture

toughness. Seperti yang telah dijelaskan pada pembahasan sifat fisik,

densitas dapat menggambarkan kerapatan partikel penyusun dari sebuah

material. Apabila densitas material tinggi, maka partikel penyusunnya

akan semakin rapat yang memungkinkan terdapatnya sedikit rongga.

Begitu juga sebaliknya, jika semakin rendah nilai densitas material maka

dapat dikatakan material tersebut tersusun atas banyak rongga. Rongga

sendiri pada sebuah material merupakan cacat bawaan yang dapat

menurunkan kekuatan material tersebut. Pada ilmu mekanika rekahan,

rongga atau pori dalam material dapat bertindak sebagai konsentrator

tegangan yang dapat menciptakan kenaikan tegangan secara lokal sehingga

material dapat mengalami keruntuhan bahkan sebelum tercapai kekuatan

aslinya.

4.7.4.2 Korelasi Porositas Batuan Terhadap Nilai KIC

Tabel 4.27 dibawah ini menunjukkan hasil uji sifat fisik batuan berupa

nilai porositas serta nilai fracture toughness dari andesit, batugamping dan

sampel beton.

Tabel 4.27 Hasil Porositas dan KIC Spesimen CCNSCB dan SNSCB

Jenis

Batuan n (%)

KIC CCNSCB (MPa√m)

KIC SNSCB (MPa√m)

Andesit

Nilai Minimum 1,401 1,260 0,889

Nilai Maksimum 3,876 1,933 1,832

Rata-rata 2,520 1,569 1,384

Gamping

Nilai Minimum 5,237 1,130 0,882

Nilai Maksimum 10,069 1,393 1,329

Rata-rata 7,046 1,267 1,061

Beton

Nilai Minimum 34,872 0,357 0,13

Nilai Maksimum 47,132 0,518 0,34

Rata-rata 41,883 0,440 0,257

Page 133: Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA

114

Gambar 4.29 Korelasi Fracture Toughness Spesimen CCNSCB

Terhadap Porositas Batuan

Gambar 4.30 Korelasi Fracture Toughness Spesimen SNSCB Terhadap

Porositas Batuan

Berikut persamaan untuk korelasi fracture toughness terhadap porositas

batuan spesimen Cracked Chevron Notched Semi-Circular Bend serta

Straight Notched Semi-Circular Bend :

KIC = -0,270n + 2,289 (Spesimen CCNSCB Andesit)

KIC = -0,053n + 1,662 (Spesimen CCNSCB Batugamping)

KIC = -0,013n + 0,977 (Spesimen CCNSCB Beton)

KIC = -0,380n + 2,356 (Spesimen SNSCB Andesit)

y = -0.270n + 2.289R² = 0.989

y = -0.053n+ 1.662R² = 0.985

y = -0.013n + 0.977R² = 0.989

0.00

0.50

1.00

1.50

2.00

2.50

0 10 20 30 40 50

KIC

(M

Pa

√m

)

Porositas (n)

ANDESIT (CCNSCB)

GAMPING (CCNSCB)

BETON (CCNSCB)

Linear (ANDESIT (CCNSCB))

Linear (GAMPING (CCNSCB))

Linear (BETON (CCNSCB))

y = -0.380n+ 2.356R² = 0.999

y = -0.089n + 1.754R² = 0.934

y = -0.016n + 0.937R² = 0.959

0.00

0.20

0.40

0.60

0.80

1.00

1.20

1.40

1.60

1.80

2.00

0 10 20 30 40 50

KIC

(M

Pa

√m

)

Porositas (n)

ANDESIT (SNSCB)

GAMPING (SNSCB)

BETON (SNSCB)

Linear (ANDESIT (SNSCB))

Linear (GAMPING (SNSCB))

Linear (BETON (SNSCB))

Page 134: Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA

115

KIC = -0,089n + 1,754 (Spesimen SNSCB Batugamping)

KIC = -0,016n + 0,937 (Spesimen SNSCB Beton)

Persamaan-persamaan tersebut berlaku untuk :

Andesit : n = 1,4-3,9 %

Batugamping : n = 5,2-10,1 %

Beton : n = 34,9-47,1 %

Berdasarkan Gambar 4.29 dan 4.30, nilai fracture toughness akan

meningkat seiring dengan menurunnya porositas material. Porositas

merupakan gambaran mengenai banyaknya rongga yang terdapat dalam

keseluruhan batuan uji, artinya semakin besar nilai porositas maka jumlah

rongga batuan akan semakin banyak. Seperti penjelasan pada korelasi

densitas natural batuan terhadap nilai fracture toughness, adanya rongga

dapat menurunkan kekuatan material sehingga akan mengalami

keruntuhan (failure) sebelum tercapai kekuatan sebenarnya.

4.8 Analisis Perbandingan Nilai Fracture Toughness Rekahan Tipe I

Spesimen Straight Notched Semi-Circular Bend dan Cracked Chevron

Notched Semi-Circular Bend

Meskipun kedua spesimen baik Straight Notched Semi-Circular Bend dan

Chevron Notched Semi-Circular Bend memiliki kesamaan bentuk, ukuran

dan juga pengujian yaitu dengan pengujian three point bending, namun

terdapat perbedaan mendasar dari kedua spesimen yaitu dalam hal bentuk

rekahan awal. Spesimen Straight Notched Semi-Circular Bend memiliki

bentuk rekahan awal lurus dengan perbandingan panjang rekahan awal (a)

terhadap jari-jari sampel sebesar 0,5. sedangkan untuk spesimen Cracked

Chevron Notched Semi-Circular Bend rekahan awal memiliki bentuk “V”

dengan beberapa parameter tak berdimensi yang telah dikeluarkan oleh

Fowell (1995) dalam Alkilicgil, C., 2010 seperti pada Gambar 4.31,

dimana lingkaran merah menunjukkan daerah dimensi batugamping,

lingkaran biru daerah dimensi beton dan lingkaran hijau daerah dimensi

andesit :

Page 135: Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA

116

Gambar 4.31 Daerah Dimensi Geometri Spesimen CCNSCB Berdasarkan Kurva

Parameter Tak Berdimensi (Fowell, 1995 dalam Alkilicgil,C.,2010)

Mengacu pada kurva Fowell (1995) dalam Alkilicgil,C., 2010, maka

parameter tak berdimensi tersebut harus tercakup dalam batas validitas

geometri spesimen, yang dijelaskan seperti persamaan 4.1 berikut :

α1 ≥ 0,4 Garis 0 (4.1)

α1 ≥ αb / 2 Garis 1

αb ≤ 1,04 Garis 2

α1 ≤ 0,8 Garis 3

αb ≥ 1,1729 x (α1)1.666

Garis 4

αb ≥ 0,44 Garis 5

Pada percobaan ini rekahan awal untuk spesimen Cracked Chevron

Notched Semi-Circular Bend dibuat dengan ukuran parameter a1 sebesar

0,6 R dan untuk a0 sebesar 0,25 a1. Untuk ketebalan contoh batuan dibuat

mengikuti rekomendasi yang telah ditentukan, yaitu untuk spesimen

Straight Notched Semi-Circular Bend dibuat memiliki tebal 0,4 D dan

untuk spesimen Cracked Chevron Notched Semi-Circular Bend dibuat

Daerah

dimensi

spesimen

CCNSCB

Page 136: Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA

117

memiliki tebal 0,5 D. Sedangkan parameter jarak antar roller pada alat

three point bending dibuat tetap untuk kedua spesimen yaitu sebesar S/2R

= 0,7.

Oleh karena adanya perbedaan mendasar tersebut maka dalam perhitungan

nilai fracture toughness maka masing-masing spesimen dipengaruhi oleh

geometri rekahan awalnya. Dalam perhitungan parameter yang dibutuhkan

untuk kedua spesimen sama yaitu kondisi kritis dari fracture toughness.

Kondisi kritis didapatkan apabila faktor intensitas tegangan (Stress

Intensity Factor (SIF)) mencapai nilai minimumnya (Y*). Kondisi ini

sendiri hanya bergantung pada geometri awal dari rekahan. Namun dalam

menentukan nilai Y* untuk kedua spesimen digunakan pendekatan yang

berbeda bergantung pada analisis yang dilakukan. Dimana untuk

mendapatkan nilai Y* spesimen Straight Notched Semi-Circular Bend

dilakukan melalui pendekatan yang dikeluarkan oleh Kuruppu (2013)

melalui metode elemen hingga serta untuk spesimen Cracked Chevron

Notched Semi-Circular Bend menggunakan pendekatan yang dikeluarkan

oleh Fowell (1995) dalam Alkilicgil, C., 2010 melalui analisis tak

berdimensi. Selain data geometri spesimen, geometri awal rekahan dan

nilai Y*, dalam perhitungan nilai fracture toughness dibutuhkan pula

parameter gaya maksimum pada saat kedua spesimen mengalami

keruntuhan (failure). Nilai tersebut dapat dilihan pada mesin kuat tekan

Hung Ta.

Gambar 4.32 Hasil Fracture Toughness Spesimen SNSCB dan CCNSCB Andesit

Page 137: Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA

118

Gambar 4.33 Hasil Fracture Toughness Spesimen SNSCB dan CCNSCB

Batugamping

Gambar 4.34 Hasil Fracture Toughness Spesimen SNSCB dan CCNSCB Sampel

Beton

Perhitungan nilai fracture toughness untuk kedua spesimen dapat dilakukan

dengan menggunakan persamaan 2.7 dan 2.9 serta Tabel 2.1 untuk spesimen

CCNSCB dan persamaan 2.10 dan 2.12 untuk spesimen SNSCB. Berdasarkan

pengujian serta pengolahan data yang telah dilakukan, Tabel 4.28 berikut ini

menunjukkan nilai fracture toughness rata-rata yang didapatkan dari spesimen

Cracked Chevron Notched Semi-Circular Bend dan Straight Notched Semi-

Circular Bend.

Page 138: Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA

119

Tabel 4.28 Perbandingan Nilai Fracture Toughness Spesimen CCNSCB dan

SNSCB Setiap Contoh Batuan

Gambar 4.35 Perbandingan Nilai Fraacture Toughness Spesimen Cracked Chevron

Notched Semi-Circular Bend dan Straight Notched Semi-Circular Bend

Berdasarkan Tabel 4.28 diatas, dapat terlihat bahwa pada penelitian ini nilai

fracture toughness yang didapatkan dengan spesimen Straight Notched Semi-

Circular Bend akan cenderung lebih rendah dibandingkan dengan spesimen

Cracked Chevron Notched Semi-Circular Bend. Selisih nilai dari spesimen

Straight Notched Semi-Circular Bend berkisar 11,7% - 41,7% dari spesimen

Cracked Chevron Notched Semi-Circular Bend. Hal ini terjadi karena adanya

perbedaan antara nilai dari faktor intensitas tegangan tak berdimensi dari kedua

spesimen. Dimana untuk nilai faktor intensitas tegangan tak berdimensi spesimen

Straight Notched Semi-Circular Bend memiliki nilai konstan yaitu 5,64

berdasarkan persamaan Kuruppu (2013), sedangkan untuk nilai faktor intensitas

tegangan tak berdimensi spesimen Cracked Chevron Notched Semi-Circular Bend

memiliki nilai yang berbeda-beda bergantung pada parameter-parameter yang

telah ditentukan oleh Fowell (1995) dalam Alkilicgil,C., 2010. Selain perbedaan

nilai faktor intensitas tegangan tak berdimensi, nilai fracture toughness kedua

CCNSCB SNSCBANDESIT 1.568 1.384 11.7

GAMPING 1.267 1.061 16.3

BETON 0.440 0.257 41.7

Contoh Batuan Uji KIC (MPa√m)

Selisih (%)

0.00

0.20

0.40

0.60

0.80

1.00

1.20

1.40

1.60

1.80

KIC

CC

NS

CB

(MP

a√

m)

Spesimen Cracked Chevron Notched Semi-Circular Bend

Spesimen Straight Notched Semi-Circular Bend

BatugampingBeton Batu Andesit

Page 139: Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA

120

spesimen juga dipengaruhi oleh nilai gaya maksimum saat batuan mengalami

runtuh (failure) dimana spesimen Cracked Chevron Notched Semi-Circular Bend

memiliki nilai gaya maksimum lebih besar dari nilai gaya maksimum spesimen

Straight Notched Semi-Circular Bend yang diperlihatkan pada Tabel 4.29 berikut.

Tabel 4.29 Perbandingan Nilai Gaya Maksimum Spesimen CCNSCB dan

SNSCB Setiap Contoh Batuan

Salah satu penyebab perbedaan nilai gaya maksimum kedua spesimen adalah

adanya pengaruh perbedaan kondisi rekahan awal kedua spesimen, dimana

spesimen CCNSCB memiliki rekahan awal berbentuk “V” sedangkan spesimen

SSNSCB memiliki rekahan awal lurus. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan

bahwa gaya untuk mencapai failure pada spesimen SNSCB lebih besar dari

spesimen CCNSCB. Namun terdapat perbedaan pada sampel beton dimana gaya

maksimum untuk spesimen SNSCB lebih kecil dibanding spesimen CCNSB, hal

ini dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya pembuatan rekahan awal yang

tidak sempurna dimana parameter-parameter yang ada tidak tepat ukurannya,

selain itu dalam pembuatan sampel, dapat terjadi perbedaan perbandingan antara

semen dan pasir yang dapat menyebabkan pengaruh pada nilai kekuatan batuan.

4.9 Analisis Perbandingan Nilai Fracture Toughness Rekahan Tipe I

antara Spesimen Andesit, Batugamping, dan Beton

Pada pembahasan sebelumnya mengenai nilai fracture toughness, analisis

dilakukan pada jenis spesimen dilihat dari metode pengujiannya. Apabila

spesimen dipandang dari jenis batuan yang diuji maka jenis spesimen terdiri dari

spesimen andesit, spesimen batugamping, dan spesimen beton. Berdasarkan Tabel

4.28, dapat diketahui untuk kedua metode bahwa spesimen andesit memiliki nilai

fracture toughness yang paling tinggi, dilanjutkan dengan spesimen batugamping,

dan spesimen beton memiliki nilai fracture toughness yang paling rendah. Untuk

CCNSCB SNSCBANDESIT 973 1026

GAMPING 803 873

BETON 276 198

Contoh Batuan Uji Fmax (N)

Page 140: Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA

121

lebih menjelaskan perbedaan nilai fracture toughness diantara ketiga spesimen

dapat dilihat pada Gambar 4.36 dan 4.37 berikut ini.

Gambar 4.36 Perbandingan Nilai Fracture Toughness Metode CCNSCB antara

Spesimen Andesit, Batugamping, dan Beton

Gambar 4.37 Perbandingan Nilai Fracture Toughness Metode SNSCB antara

Spesimen Andesit, Batugamping, dan Beton

Hasil pengujian ini telah dianalisis sebelumnya dengan menghubungkan nilai

yang didapat dengan sifat fisik, dinamik dan mekanik spesimen batuan. Spesimen

andesit yang memiliki kualitas batuan paling baik dibandingkan dengan dua

spesimen lainnya memiliki nilai fracture toughness yang paling tinggi. Sedangkan

spesimen beton yang memiliki kualitas paling rendah jika dibandingkan dengan

0.00

0.20

0.40

0.60

0.80

1.00

1.20

1.40

1.60

1.80

2.00

2.20

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17

KIC

CC

NS

CB

(MP

a√

m)

Sampel

ANDESIT (CCNSCB)

GAMPING (CCNSCB)

BETON (CCNSCB)

Rata-rata KIC Andesit

Rata-rata KIC Gamping

Rata-rata KIC Beton

0.00

0.20

0.40

0.60

0.80

1.00

1.20

1.40

1.60

1.80

2.00

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18

KIC

SN

SC

B (

MP

a√

m)

Sampel

ANDESIT (SNSCB)

GAMPING (SNSCB)

BETON (SNSCB)

Rata-rata KIC Andesit

Rata-rata KIC Gamping

Rata-rata KIC Beton

Page 141: Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA

122

spesimen andesit dan batugamping memiliki nilai fracture toughness yang paling

rendah. Spesimen batugamping yang memiliki kualitas diantara spesimen andesit

dan beton memiliki nilai fracture toughness diantara dua spesimen tersebut. Dari

fenomena ini dapat kita ketahui bahwa kemampuan ketiga spesimen dalam

menahan terjadinya inisiasi dan propagasi rekahan berbeda, dengan urutan yang

paling baik adalah spesimen andesit, spesimen batugamping, dan spesimen beton

sebagai yang paling buruk.

4.10 Pemodelan Inisiasi dan Propagasi Rekahan Pada Uji Fracture

Toughness Menggunakan Software RS3 1.0

Untuk mengetahui proses inisiasi dan propagasi rekahan yang terjadi pada uji

fracture toughness spesimen Cracked Chevron Notched Semi-Circular Bend dan

Straight Notched Semi Circular Bend maka dilakukan pemodelan menggunakan

software RS3 1.0, dimana dilakukan terhadap 3 (tiga) jenis batuan yaitu andesit,

batugamping dan sampel beton dengan melakukan input properti material

berdasarkan hasil percobaan seperti tercantum pada Tabel 4.30 berikut :

Tabel 4.30 Properti Material Andesit, Batugamping dan Beton

Jenis Batuan Parameter Satuan Nilai

ANDESIT

Modulus Young MPa 11881,00

Poisson ratio 0,18

Kuat Tarik MPa 6,11

Sudut geser dalam ° 54,63

Kohesi MPa 21,19

GAMPING

Modulus Young MPa 4224,00

Poisson ratio 0,247

Kuat Tarik MPa 2,65

Sudut geser dalam ° 52,86

Kohesi MPa 7,58

BETON

Modulus Young MPa 1950,00

Poisson ratio 0,445

Kuat Tarik MPa 1176,00

Sudut geser dalam ° 49,46

Kohesi MPa 2,07

Page 142: Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA

123

Selanjutnya dilakukan pembuatan geometri dari kedua jenis spesimen dimana

disesuaikan dengan geometri asli dari sampel yang digunakan pada pengujian

fracture toughness di laboratorium, yaitu untuk spesimen Cracked Chevron

Notched Semi-Circular Bend dibuat model dengan diameter 4,5 cm, tebal 2,25

cm, serta dibuat rekahan awal berbentuk “V” dengan geometri α0 (a0/R) sebesar

0,25 dan α1 (a1/R) sebesar 0,6. sedangkan untuk spesimen Straight Notched Semi-

Circular Bend dibuat model dengan diameter 4,5 cm, tebal 1,8 cm serta rekahan

awal berbentuk lurus dengan a sebesar 1,125 cm.

Setelah geometri model dibuat, diberikan pembebanan normal dan penahan pada

model untuk mensimulasikan pengujian fracture toughness dengan alat three

point bending. Pembebanan yang diberikan disesuaikan dengan nilai Pmax yang

didapat dari pengujian di laboratorium. Pada pemodelan ini nilai pembebanan

yang diberikan sebesar 80%, 90%, dan 100% untuk spesimen Cracked Chevron

Notched Semi-Circular Bend, dan 80%, 90%, dan 100% untuk spesimen Straight

Notched Semi-Circular Bend. Sedangkan untuk penahan dibuat restrain seolah-

olah menyerupai roller pada alat three point bending (Gambar 4.38).

Gambar 4.38 Contoh Pembebanan Pada Model Spesimen CCNSCB dan SNSCB

Langkah selanjutnya adalah melakukan perhitungan terhadap nilai strength factor

tiap material dengan pembebanan yang diberikan, lalu melakukan perhitungan

persentase daerah pada model yang memiliki nilai strength factor <1, dimana

diasumsikan daerah tersebut merupakan daerah yang telah membentuk suatu

Page 143: Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA

124

rekahan dan akan dianalisis proses terjadinya inisiasi dan propagasi rekahan

terhadap beda pembebanan yang diberikan terhadap tiap material.

4.10.1 Inisiasi dan Propagasi Rekahan Spesimen Cracked Chevron

Notched Semi-Circular Bend

Gambar 4.39 dibawah ini menunjukkan geometri spesimen Cracked

Chevron Notched Semi-Circular Bend berdasarkan pemodelan yang

dilakukan pada software RS 3 1.0.

Gambar 4.39 Geometri Model Spesimen Cracked Chevron Notched Semi-Circular

Bend

Pada spesimen Cracked Chevron Notched Semi-Circular Bend

pembebanan yang diberikan pada tiap spesimen material dapat dilihat

pada Tabel 4.30 dibawah ini :

Tabel 4.31 Pembebanan Yang Diberikan Pada Model Cracked Chevron

Notched Semi Circular Bend

Cracked Chevron Notched Semi-Circular Bend

P (Mpa) ANDESIT GAMPING BETON

80% P 10,773 7,135 2,450

90% P 12,119 8,027 2,756

100% P 13,466 8,919 3,062

Page 144: Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA

125

Gambar 4.40 Hasil Pembebanan 10,773 MPa Spesimen CCNSCB Andesit

Gambar 4.41 Hasil Pembebanan 12,119 MPa Spesimen CCNSCB Andesit

Gambar 4.42 Hasil Pembebanan 13,466 MPa Spesimen CCNSCB Andesit

Tabel 4.32 Persentase Nilai Strength Factor <1 Spesimen CCNSCB Andesit

Cracked Chevron Notched Semi-Circular Bend (ANDESIT)

%P P (Mpa) %

80% P 10,773 0,437

90% P 12,119 0,837

100% P 13,466 1,247

Page 145: Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA

126

Gambar 4.43 Kurva Persentase Nilai Strength Factor <1 Terhadap Nilai

Pembebanan Spesimen CCNSCB Andesit

Gambar 4.44 Hasil Pembebanan 7,135 MPa Spesimen CCNSCB Batugamping

Gambar 4.45 Hasil Pembebanan 8,027 MPa Spesimen CCNSCB Batugamping

y = 0.185P- 1.309R² = 0.971

0.00

0.20

0.40

0.60

0.80

1.00

1.20

1.40

0 2 4 6 8 10 12 14 16

% (

SF

<1)

P (MPa)

ANDESIT (CCNSCB)

Linear (ANDESIT (CCNSCB))

Page 146: Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA

127

Gambar 4.46 Hasil Pembebanan 8,819 MPa Spesimen CCNSCB Batugamping

Tabel 4.33 Persentase Nilai Strength Factor <1 Spesimen CCNSCB Batugamping

Cracked Chevron Notched Semi-Circular Bend (GAMPING)

%P P (Mpa) %

80% P 7,135 1,458

90% P 8,027 2,050

100% P 8,919 5,176

Gambar 4.47 Kurva Persentase Nilai Strength Factor <1 Terhadap Nilai

Pembebanan Spesimen CCNSCB Batugamping

y = 0.983P - 3.905R² = 0.943

0.00

1.00

2.00

3.00

4.00

5.00

6.00

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

% (

SF

<1

)

P (MPa)

GAMPING (CCNSCB)

Linear (GAMPING (CCNSCB))

Page 147: Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA

128

Gambar 4.48 Hasil Pembebanan 2,450 MPa Spesimen CCNSCB Beton

Gambar 4.49 Hasil Pembebanan 2,756 MPa Spesimen CCNSCB Beton

Gambar 4.50 Hasil Pembebanan 3,062 MPa Spesimen CCNSCB Beton

Tabel 4.34 Persentase Nilai Strength Factor <1 Spesimen CCNSCB Beton

Cracked Chevron Notched Semi-Circular Bend (BETON)

%P P (Mpa) %

80% P 2,450 0,826

90% P 2,756 1,036

100% P 3,062 1,372

Page 148: Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA

129

Gambar 4.51 Kurva Persentase Nilai Strength Factor <1 Terhadap Nilai

Pembebanan Spesimen CCNSCB Beton

4.10.2 Inisiasi dan Propagasi Rekahan Spesimen Straight Notched

Semi-Circular Bend

Gambar 4.52 dibawah ini menunjukkan geometri spesimen Cracked

Chevron Notched Semi-Circular Bend berdasarkan pemodelan yang

dilakukan pada software RS 3 1.0.

Gambar 4.52 Geometri Model Spesimen Straight Notched Semi-Circular Bend

y = 0.617P - 0.474R² = 0.972

0.00

0.20

0.40

0.60

0.80

1.00

1.20

1.40

1.60

0 1 2 3 4

% (

SF

<1)

P (MPa)

BETON (CCNSCB)

Linear (BETON (CCNSCB))

Page 149: Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA

130

Pada spesimen Straight Notched Semi-Circular Bend pembebanan yang diberikan

pada tiap spesimen material dapat dilihat pada Tabel 4.34 dibawah ini :

Tabel 4.35 Pembebanan Yang Diberikan Pada Model Straight Notched Semi

Circular Bend

Straight Notched Semi-Circular Bend

P (Mpa) ANDESIT GAMPING BETON

80% P 14,144 7,763 3,222

90% P 15,912 8,734 3,624

100% P 17,680 9,704 4,026

Gambar 4.53 Hasil Pembebanan 14,144 MPa Spesimen SNSCB Andesit

Gambar 4.54 Hasil Pembebanan 15,192 MPa Spesimen SNSCB Andesit

Gambar 4.55 Hasil Pembebanan 17,680 MPa Spesimen SNSCB Andesit

Page 150: Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA

131

Tabel 4.36 Persentase Nilai Strength Factor <1 Spesimen SNSCB Andesit

Straight Notched Semi-Circular Bend (ANDESIT)

%P P (Mpa) %

80% P 14,144 0,134

90% P 15,912 1,785

100% P 17,680 2,181

Gambar 4.56 Kurva Persentase Nilai Strength Factor <1 Terhadap Nilai

Pembebanan Spesimen SNSCB Andesit

Gambar 4.57 Hasil Pembebanan 7,763 MPa Spesimen SNSCB Batugamping

y = 0.579P - 7.846R² = 0.888

0.00

0.50

1.00

1.50

2.00

2.50

3.00

0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20

% (

SF

<1

)

P (MPa)

ANDESIT (SNSCB)

Linear (ANDESIT (SNSCB))

Page 151: Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA

132

Gambar 4.58 Hasil Pembebanan 8,733 MPa Spesimen SNSCB Batugamping

Gambar 4.59 Hasil Pembebanan 9,704 MPa Spesimen SNSCB Batugamping

Tabel 4.37 Persentase Nilai Strength Factor <1 Spesimen SNSCB Andesit

Straight Notched Semi-Circular Bend (GAMPING)

%P P (Mpa) %

80% P 7,763 3,294

90% P 8,734 5,006

100% P 9,704 6,349

Page 152: Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA

133

Gambar 4.60 Kurva Persentase Nilai Strength Factor <1 Terhadap Nilai

Pembebanan Spesimen SNSCB Batugamping

Gambar 4.61 Hasil Pembebanan 3,221 MPa Spesimen SNSCB Beton

Gambar 4.62 Hasil Pembebanan 3,624 MPa Spesimen SNSCB Beton

y = 1.574P - 8.864R² = 0.995

0.00

1.00

2.00

3.00

4.00

5.00

6.00

7.00

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

% (

SF

<1

)

P (MPa)

GAMPING (SNSCB)

Linear (GAMPING (SNSCB))

Page 153: Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA

134

Gambar 4.63 Hasil Pembebanan 4,027 MPa Spesimen SNSCB Beton

Tabel 4.38 Persentase Nilai Strength Factor <1 Spesimen SNSCB Beton

Straight Notched Semi-Circular Bend (BETON)

%P P (Mpa) %

80% P 3,222 1,801

90% P 3,624 3,456

100% P 4,026 6,227

Gambar 4.64 Kurva Persentase Nilai Strength Factor <1 Terhadap Nilai

Pembebanan Spesimen SNSCB Beton

y = 5.501P - 16.11R² = 0.979

0.00

1.00

2.00

3.00

4.00

5.00

6.00

7.00

0 1 2 3 4 5

% (

SF

<1)

P (MPa)

BETON (SNSCB)

Linear (BETON (SNSCB))

Page 154: Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA

135

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Setelah dilakukannya pengujian di laboratorium juga berdasarkan analisis dari

data yang telah didapatkan, maka dapat disimpulkan beberapa hal :

1. Berdasarkan korelasi antara nilai fracture toughness dengan sifat fisik,

dinamik dan mekanik batuan, pada penelitian ini diketahui bahwa :

Nilai fracture toughness batuan berbanding lurus dengan densitas batuan.

Semakin tinggi nilai densitas natural batuan, maka akan semakin tinggi

pula nilai fracture toughness.

Nilai fracture toughness batuan berbanding terbalik dengan porositas

batuan. Semakin rendah nilai porositas batuan, maka akan semakin tinggi

nilai fracture toughness.

Nilai fracture toughness batuan berbanding lurus dengan cepat rambat

gelombang ultrasonik batuan. Semakin tinggi nilai cepat rambat

gelombang ultrasonik batuan, maka semakin tinggi pula nilai fracture

toughness .

Nilai fracture toughness batuan berbanding lurus dengan nilai kuat tekan

uniaksial batuan. Semakin tinggi nilai kuat tekan uniaksial batuan, maka

semakin tinggi pula nilai fracture toughness.

Nilai fracture toughness batuan berbanding lurus dengan nilai kuat tarik

tak langsung batuan. Semakin tinggi nilai kuat tarik tak langsung batuan,

maka semakin tinggi pula nilai fracture toughness.

2. Nilai fracture toughness spesimen SNSCB untuk tiga jenis batuan memiliki

nilai lebih rendah dibandingkan dengan nilai fracture toughness spesimen

Page 155: Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA

136

CCNSCB, dimana selisih untuk andesit berkisar 11,7%, batugamping

berkisar 16,3% dan sampel beton berkisar 41,7%.

3. Berdasarkan hasil penelitian, didapatkan bahwa andesit memiliki nilai

fracture toughness paling besar diikuti oleh batugamping dan sampel beton.

Nilai fracture toughness untuk andesit sebesar 1,568 𝑀𝑃𝑎 𝑚 (CCNSCB)

dan 1,384 𝑀𝑃𝑎 𝑚 (SNSCB), batugamping sebesar 1,267 𝑀𝑃𝑎 𝑚

(CCNSCB) dan 1,061 𝑀𝑃𝑎 𝑚 (SNSCB), serta sampel beton sebesar 0,440

𝑀𝑃𝑎 𝑚 (CCNSCB) dan 0,257 𝑀𝑃𝑎 𝑚 (SNSCB).

5.2 Saran

Untuk mengembangkan penelitian mengenai fracture toughness batuan maka

terdapat beberapa saran yang penulis berikan, yaitu :

Melakukan pengujian pada jenis batuan lain sehingga variasi data nilai

fracture toughness dapat lebih banyak.

Jika menggunakan spesimen Cracked Chevron Notched Semi-Circular

Bend ataupun Straight Notched Semi-Circular Bend dianjurkan untuk

menggunakan diameter spesimen yang lebih besar sehingga memudahkan

dalam pembuatan rekahan awal.

Melakukan pengujian mengenai tipe I dynamic fracture toughness.

Melakukan pengujian fracture toughness menggunakan tipe rekahan

lainnya.

Menggunakan perangkat lunak ABAQUS dan MultiMech untuk

mendapatkan gambaran mengenai propagasi rekahan dengan lebih baik.

Page 156: Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA

xviii

DAFTAR PUSTAKA

Alkilicgil, C. 2010. Development of A New Method for Mode I Fracture

Toughness Test on Disc Type Rock Specimens. Middle East Technical

University. Turkey.

Ayatollahi, M.R. dan Akbardoost, J. (2013) : Size Effect in Mode II Brittle

Fracture of Rocks. Iran University of Science and Technology, Tehran, Iran.

Ayatollahi. M.R., Alborzi. M.J. 2013. Rock Fracture Toughness Testing Using

SCB Specimens. Iran University of Science and Technology, Tehran, Iran.

Backers, T. 2004. Fracture Toughness Determination and Micromechanics of

Rock Under Mode I and Mode II Loading. Mathematisch-

Natuwissenschaftlichen Fakultat der Universitat Postdam. Postdam.

Brooks, Zenzile. 2013. Fracture Process Zone : Microstructure and

Nanomechanics in Quasi-Brittle Materials. Massachusetts Institute of

Technology. USA.

Chong, K.P., Kuruppu, M.D., 1984. New Specimen for Fracture Toughness

Determination of Rocks and Other Materials. International Journal of

Fracture.

Cui, Z.D., et al. 2010. A Comparison of Two ISRM Suggested Chevron Notched

Specimens for Testing Mode I Rock Fracture Toughness. Elsevier.

George, D.J. 2003. Fracture Toughness Based Models For The Prediction of

Power Consumption, Product Size, And Capacity of Jaw Crushers. Faculty of

the Virginia Polythecnic Institute And State University.

Guo, H. 1990. Rock Cutting Studies Using Fracture Mechanics Principles.

Australia : University of Wollongong.

Griffith, A.A. 1921. The Phenomena of Rupture and Flow in Solids. Phil. Trans.

Roy. Soc. Of London, A221, pp. 163-197

Het, K. 2008. Effects of Geometrical Factors On Fracture Toughness Using Semi-

Circular Bending Type Specimens. Middle East Technical University.

Turkey.

Inglis, C.E, 1913. Stresses in a Plate Due to The Presence of Cracks and Sharp

Corners. Fellow of King’s College. Cambridge English.

Page 157: Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA

xix

ISRM Commision On Testing Methods. 1988. Suggested Methods for

Determining the Fracture Toughness of Rock. Great Britain : Pergamon Press

plc.

Kazerani, Tohid. 2011. Micromechanical Study of Rock Fracture and

Fragmentation Under Dynamic Loads using Discrete Element Method.

Ecole Polytechnique Federale De Lausane. France.

Keles, Cigdem., Tutluoglu, Levent. 2010. Mode I Fracture Toughness

Determination With Straight Notched Disk Bending Method. Middle East

Technical University, Turkey.

Kuruppu, M.D. 1997 : ISRM-Suggested Method for Determining the Mode I Static

Fracture Toughness Using Semi-Circular Bend Specimen. Springer.

Switzerland.

Lim, L., et al. 1994 : Fracture Testing of a Soft Rock with Semi-Circular

Specimens Under Three Point Bending. Part 1-Mode I. Elsevier. Amsterdam.

Mahdavi, E., Obara, Y., Ayatollahi, M.R. 2015. Numerical Investigation of Stress

Intensity Factor for Semi-Circular Bend Specimen With Chevron Notch. Iran

University of Science and Technology, Tehran, Iran.

Maheswara, Bagus. 2015 : Studi Pengaruh Diameter Spesimen Semi-Circular

Bend Terhadap Nilai Mode I Fracture Toughness Pada Uji Three Point

Bending. Teknik Pertambangan, Institut Teknologi Bandung. Bandung.

Mingdao, W, et al. 2015. Experimental and Numerical Study on the Cracked

Chevron Notched Semi-Circular Bend Method for Characterizing the Mode I

Fracture Toughness of Rocks. Sichuan University. China.

Raghunatha, I.D.G.O. 2015. Pengaruh Ukuran dan Karakteristik Batuan pada

Penentuan Fracture Toughness Mode Rekahan I dengan Metode Uji

Brazilian Disc dan Chevron Bend. Bandung: Program Studi Teknik

Pertambangan Fakultas Teknik Pertambangan dan Perminyakan Institut

Teknologi Bandung.

Rai, M.A., dkk. 2014 : Mekanika Batuan, Laboratorium Geomekanika dan

Peralatan Tambang Institut Teknologi Bandung, Bandung.

Rice, J.R. A Path Independent Integral and the Approximate Analysis of Strain

Concentration by Notches and Cracks. Brown University. United States.

Tanjung, Rudhy Andry. 2014. Studi Terhadap Besar dan Arah Tegangan Batuan

Hasil Uji Rekah Hidraulik Pengeboran Miring Pada Kondisi Tegangan

Triaksial di Laboratorium. Laboratorium Geomekanika dan Peralatan

Tambang Institut Teknologi Bandung, Bandung.

Page 158: Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA

xx

Suhett, H.G., et al. 2014. Experimental Evaluation of The Fracture Toughness on

A Limestone, Laboratorie Navier-Cermes, Ecole des Ponts Paris Tech,

France.

Ueno, K., et al. 2013. Effect of Specimen Size on Mode I Fracture Toughness by

SCB Test. Kyushu University. Japan.

Whittaker, B.N, 1992. Rock Fracture Mechanics : Principles, Design, and

Applications. Elsevier. Amsterdam.

Xu, Chaoshui. 1993. Fracture Mechanics and Its Application in Rock Excavation

Engineering. University of Leeds, Department of Mining and Mineral

Engineering.

Page 159: Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA

xxi

LAMPIRAN

Page 160: Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA

xxii

LAMPIRAN A

HASIL UJI SIFAT FISIK

A.1 Dimensi dan Hasil Uji Sifat Fisik Andesit

A.2 Hasil Perhitungan Uji Sifat Fisik Andesit

A.3 Dimensi dan Hasil Uji Sifat Fisik Batugamping

1 2 3 rata-rata 1 2 3 rata-rata Wn Ww Ws Wo

ASF1 45.3 45.35 45.4 45.35 23.4 23.3 23.4 23.367 94.7 94.7 59 94.2

ASF2 45.4 45.5 45.5 45.467 21.4 21.3 21.1 21.267 85.7 85.7 55 85

ASF3 45.4 45.5 45.4 45.433 24.3 24.4 24.6 24.433 93.2 93.2 61.5 92.4

ASF4 45.2 45.3 45.3 45.267 18.4 18.4 19 18.6 71 71 45.2 70

Berat (gr)Kode

Diameter (mm) Panjang (mm)

ANDESIT

Nilai Minimum 2.75 2.71 2.75 2.71 2.82 0.53 0.53 100.00 1.40 0.01

Nilai Maksimum 2.79 2.77 2.79 2.77 2.83 1.43 1.43 100.00 3.88 0.04

Rata-rata 2.78 2.76 2.78 2.76 2.83 0.91 0.91 100.00 2.52 0.03

Standar Deviasi 0.12 0.12 0.12 0.12 0.13 0.38 0.38 0.00 1.02 0.01

ANDESIT

True SG w n (%) w s (%) S (%) n (%)Jenis

Batuan

n

(gr/cm3)

d

(gr/cm3)

s

(gr/cm3)SG e

1 2 3 rata-rata 1 2 3 rata-rata Wn Ww Ws Wo

GSF1 44.6 44.5 44.5 44.533 28 28.5 27.9 28.133 102.8 103.4 62.8 101

GSF2 45 45 44.8 44.933 26 25 25 25.333 97.2 100 56.3 95.6

GSF3 44.6 44.7 44.6 44.633 27.3 27.5 28 27.600 105.4 105.5 65.4 103.4

GSF4 44.6 44.9 44.5 44.667 29 28.5 29.6 29.033 103.6 104 63.8 101.2

GAMPING

KodeDiameter (mm) Panjang (mm) Berat (gr)

Page 161: Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA

xxiii

A.4 Hasil Perhitungan Uji Sifat Fisik Batugamping

A.5 Dimensi dan Hasil Uji Sifat Fisik Beton

A.5 Hasil Perhitungan Uji Sifat Fisik Beton

GSF1 2.532 2.488 2.547 2.488 2.644 1.782 2.376 75.000 5.911 0.063

GSF2 2.224 2.188 2.288 2.188 2.433 1.674 4.603 36.364 10.069 0.112

GSF3 2.628 2.579 2.631 2.579 2.721 1.934 2.031 95.238 5.237 0.055

GSF4 2.577 2.517 2.587 2.517 2.706 2.372 2.767 85.714 6.965 0.075

Nilai Minimum 2.224 2.188 2.288 2.188 2.433 1.674 2.031 36.364 5.237 0.055

Nilai Maksimum 2.628 2.579 2.631 2.579 2.721 2.372 4.603 95.238 10.069 0.112

Rata-rata 2.490 2.443 2.513 2.443 2.626 1.940 2.944 73.079 7.046 0.076

Standar Deviasi 0.182 0.174 0.154 0.174 0.133 0.307 1.146 25.835 2.137 0.025

eKODEn

(gr/cm3)

d

(gr/cm3)

s

(gr/cm3)SG True SG wn (%) ws (%) S (%) n (%)

1 2 3 rata-rata 1 2 3 rata-rata Wn Ww Ws Wo

BSF1 42.7 42.45 42.2 42.450 87 87.3 87 87.100 192.1 221.5 95.3 165.5

BSF2 43 43.55 43 43.183 86.2 86.7 86.7 86.533 235.2 260.9 126.1 213.8

BSF3 43.7 43.2 43.5 43.467 104 106 102.7 104.233 271.5 310.4 155.6 260

BSF4 43 43.4 43 43.133 103 103 103.6 103.200 270 302 153 254.7

BETON

KodeDiameter (mm) Panjang (mm) Berat (gr)

BSF1 1.522 1.311 1.755 1.311 2.358 16.073 33.837 47.500 44.374 0.798

BSF2 1.745 1.586 1.935 1.586 2.438 10.009 22.030 45.435 34.941 0.537

BSF3 1.754 1.680 2.005 1.680 2.490 4.423 19.385 22.817 32.558 0.483

BSF4 1.812 1.709 2.027 1.709 2.504 6.007 18.571 32.347 31.745 0.465

Nilai Minimum 1.522 1.311 1.755 1.311 2.490 4.423 19.385 47.500 32.558 0.483

Nilai Maksimum 1.745 1.586 1.935 1.586 2.438 6.007 33.837 32.347 44.374 0.798

Rata-rata 1.708 1.572 1.931 1.572 2.448 9.128 23.456 37.025 35.904 0.571

Standar Deviasi 0.128 0.181 0.123 0.181 0.066 5.192 7.077 11.607 5.807 0.154

KODEn

(gr/cm3)

d

(gr/cm3)

s

(gr/cm3)n (%) eSG True SG wn (%) ws (%) S (%)

Page 162: Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA

xxiv

LAMPIRAN B

HASIL UJI SIFAT DINAMIK (ULTRASONIC VELOCITY)

B.1 Dimensi dan Hasil Uji Sifat Dinamik Andesit

B.2 Dimensi dan Hasil Uji Sifat Dinamik Batugamping

B.3 Dimensi dan Hasil Uji Sifat Dinamik Sampel Beton

1 2 3 rata-rata 1 2 3 rata-rata

AUCS1 45.3 45.35 45.4 45.35 96.8 96.85 97 96.883 19.6

AUCS2 45.45 45.5 45.5 45.483 96 96.05 96 96.017 19

AUCS3 45.6 45.5 45.6 45.567 99.2 99.25 99.3 99.250 19.3

AUCS4 45.5 45.5 45.45 45.483 97.2 97.1 97.15 97.15 17.5

ANDESIT

KodeDiameter (mm) Panjang (mm)

UV (ms)

1 2 3 rata-rata 1 2 3 rata-rata

GUCS1 44.9 45 44.9 44.933 98.7 98.6 98.8 98.700 19.4

GUCS2 44.9 44.8 44.6 44.767 99 99 99.05 99.017 20.75

GUCS3 44 44.1 44.1 44.067 98.3 98.2 98 98.167 20.7

GAMPING

KodeDiameter (mm) Panjang (mm)

UV (ms)

1 2 3 rata-rata 1 2 3 rata-rata

BUCS1 43 43.7 43.5 43.400 99.3 99.3 99.3 99.300 38.2

BUCS2 43.5 43 43.3 43.267 101.5 101.3 101.3 101.367 41

BUCS3 43.4 43.5 43.4 43.433 98.3 98.2 98.3 98.267 37.9

BUCS4 43 43.2 43.1 43.100 97 96.8 96.7 96.833 37.7

BETON

KodeDiameter (mm) Panjang (mm)

UV (ms)

Page 163: Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA

xxv

B.4 Hasil Perhitungan Uji Sifat Dinamik Andesit, Batugamping dan Sampel Beton

ASF1 19.6 96.883 4943.027

ASF2 19 96.017 5053.509

ASF3 19.3 99.250 5142.487

ASF4 17.5 97.150 5551.429

GSF1 19.4 98.700 5087.629

GSF2 20.75 99.017 4771.888

GSF3 20.7 98.167 4742.351

GSF1 38.2 99.300 2599.476

GSF2 41 101.367 2472.358

GSF3 37.9 98.267 2592.788

GSF4 37.7 96.833 2568.523

tp (ms) L (mm) Vp (m/s)

ANDESIT

JENIS

BATUANKODE

GAMPING

BETON

Page 164: Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA

xxvi

LAMPIRAN C

HASIL UJI KUAT TEKAN UNIAKSIAL

C.1 Dimensi Uji Kuat Tekan Uniaksial Andesit

C.2 Dimensi Uji Kuat Tekan Uniaksial Batugamping

C.3 Dimensi Uji Kuat Tekan Uniaksial Sampel Beton

1 2 3 rata-rata 1 2 3 rata-rata

AUCS1 45.3 45.35 45.4 45.350 96.8 96.85 97 96.883 2.136

AUCS2 45.45 45.5 45.5 45.483 96 96.05 96 96.017 2.111

AUCS3 45.6 45.5 45.6 45.567 99.2 99.25 99.3 99.250 2.178

AUCS4 45.5 45.5 45.45 45.483 97.2 97.1 97.15 97.150 2.136

ANDESIT

KodeDiameter (mm) Panjang (mm)

L/D

1 2 3 rata-rata 1 2 3 rata-rata

GUCS1 44.9 45 44.9 44.933 98.7 98.6 98.8 98.700 2.197

GUCS2 44.9 44.8 44.6 44.767 99 99 99.05 99.017 2.212

GUCS3 44 44.1 44.1 44.067 98.3 98.2 98 98.167 2.228

KodeDiameter (mm) Panjang (mm)

GAMPING

L/D

1 2 3 rata-rata 1 2 3 rata-rata

BUCS1 43 43.7 43.5 43.400 99.3 99.3 99.3 99.300 2.288

BUCS2 43.5 43 43.3 43.267 101.5 101.3 101.3 101.367 2.343

BUCS3 43.4 43.5 43.4 43.433 98.3 98.2 98.3 98.267 2.262

BUCS4 43 43.2 43.1 43.100 97 96.8 96.7 96.833 2.247

BETON

KodeDiameter (mm) Panjang (mm)

L/D

Page 165: Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA

xxvii

C.4 Hasil Deformasi Uji Kuat Tekan Uniaksial Sampel A-UCS 1

No. F (kN) σ (Mpa)∆ Lateral 1

(μm)

∆ Lateral 2

(μm)

∆ Lateral

(μm)

∆ Aksial

(10μm)

ɛ Lateral

(%)ɛ Aksial (%)

ɛ Volumetrik

(%)

0 0.000 0 0 0 0 0.000 0.000 0.000

1 5 3.097 210 -130 -80 48 -0.176 0.495 0.143

2 10 6.194 215 -127 -88 55 -0.194 0.568 0.180

3 15 9.291 218 -126 -92 61 -0.203 0.630 0.224

4 20 12.388 222 -124 -98 66 -0.216 0.681 0.249

5 25 15.485 225 -122 -103 71 -0.227 0.733 0.279

6 30 18.582 226 -120 -106 74 -0.234 0.764 0.296

7 35 21.679 229 -118 -111 77 -0.245 0.795 0.305

8 40 24.776 232 -116 -116 80 -0.256 0.826 0.314

9 45 27.873 237 -114 -123 83 -0.271 0.857 0.314

10 50 30.970 240 -112 -128 87 -0.282 0.898 0.333

11 55 34.067 242 -110 -132 90 -0.291 0.929 0.347

12 60 37.164 243 -109 -134 93 -0.295 0.960 0.369

13 65 40.261 244 -108 -136 96 -0.300 0.991 0.391

14 70 43.358 245 -108 -137 99 -0.302 1.022 0.418

15 75 46.455 245 -108 -137 102 -0.302 1.053 0.449

16 80 49.553 245 -107 -138 105 -0.304 1.084 0.475

17 85 52.650 246 -106 -140 107 -0.309 1.104 0.487

18 90 55.747 247 -105 -142 110 -0.313 1.135 0.509

19 95 58.844 249 -105 -144 113 -0.318 1.166 0.531

20 100 61.941 250 -105 -145 115 -0.320 1.187 0.548

21 105 65.038 250 -105 -145 118 -0.320 1.218 0.578

22 110 68.135 251 -104 -147 120 -0.324 1.239 0.590

23 115 71.232 252 -104 -148 123 -0.326 1.270 0.617

24 120 74.329 253 -104 -149 125 -0.329 1.290 0.633

25 125 77.426 254 -104 -150 128 -0.331 1.321 0.660

26 130 80.523 255 -104 -151 131 -0.333 1.352 0.686

27 135 83.620 256 -103 -153 133 -0.337 1.373 0.698

28 140 86.717 257 -103 -154 135 -0.340 1.393 0.714

29 145 89.814 258 -103 -155 138 -0.342 1.424 0.741

30 150 92.911 259 -103 -156 141 -0.344 1.455 0.767

31 155 96.008 262 -103 -159 143 -0.351 1.476 0.775

32 160 99.105 265 -101 -164 145 -0.362 1.497 0.773

33 165 102.202 267 -100 -167 149 -0.368 1.538 0.801

34 170 105.299 271 -97 -174 152 -0.384 1.569 0.802

Page 166: Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA

xxviii

C.5 Hasil Deformasi Uji Kuat Tekan Uniaksial Sampel A-UCS 2

No. F (kN) σ (Mpa)∆ Lateral 1

(μm)

∆ Lateral 2

(μm)

∆ Lateral

(μm)

∆ Aksial

(10μm)ɛ Lateral (%) ɛ Aksial (%)

ɛ Volumetrik

(%)

0 0.000 0 0 0 0 0.000 0.000 0.000

1 5 3.074 134 -80 -54 64 -0.119 0.667 0.429

2 10 6.149 136 -80 -56 70 -0.123 0.729 0.483

3 15 9.223 138 -80 -58 75 -0.127 0.781 0.526

4 20 12.298 140 -80 -60 79 -0.132 0.823 0.559

5 25 15.372 142 -80 -62 83 -0.136 0.864 0.592

6 30 18.446 144 -79 -65 89 -0.143 0.927 0.641

7 35 21.521 144 -78 -66 90 -0.145 0.937 0.647

8 40 24.595 144 -78 -66 93 -0.145 0.969 0.679

9 45 27.670 145 -78 -67 96 -0.147 1.000 0.705

10 50 30.744 147 -78 -69 99 -0.152 1.031 0.728

11 55 33.818 149 -78 -71 102 -0.156 1.062 0.750

12 60 36.893 153 -76 -77 105 -0.169 1.094 0.755

13 65 39.967 156 -76 -80 108 -0.176 1.125 0.773

14 70 43.042 159 -75 -84 111 -0.185 1.156 0.787

15 75 46.116 162 -74 -88 113 -0.193 1.177 0.790

16 80 49.190 164 -74 -90 115 -0.198 1.198 0.802

17 85 52.265 166 -73 -93 118 -0.204 1.229 0.820

18 90 55.339 166 -71 -95 120 -0.209 1.250 0.832

19 95 58.413 166 -70 -96 122 -0.211 1.271 0.849

20 100 61.488 167 -68 -99 125 -0.218 1.302 0.867

21 105 64.562 168 -68 -100 127 -0.220 1.323 0.883

22 110 67.637 170 -66 -104 129 -0.228 1.344 0.887

23 115 70.711 173 -66 -107 131 -0.235 1.364 0.894

24 120 73.785 175 -65 -110 133 -0.242 1.385 0.902

25 125 76.860 176 -64 -112 136 -0.246 1.416 0.924

26 130 79.934 176 -63 -113 137 -0.248 1.427 0.930

27 135 83.009 176 -62 -114 139 -0.250 1.448 0.947

28 140 86.083 176 -62 -114 141 -0.250 1.468 0.968

29 145 89.157 178 -62 -116 144 -0.255 1.500 0.990

30 150 92.232 179 -60 -119 146 -0.261 1.521 0.998

31 155 95.306 179 -60 -119 148 -0.261 1.541 1.019

32 160 98.381 180 -60 -120 150 -0.264 1.562 1.035

33 165 101.455 181 -60 -121 152 -0.266 1.583 1.051

34 170 104.529 181 -58 -123 154 -0.270 1.604 1.063

35 175 107.604 181 -57 -124 155 -0.272 1.614 1.069

36 180 110.678 182 -57 -125 157 -0.275 1.635 1.086

37 185 113.753 183 -57 -126 160 -0.277 1.666 1.113

38 190 116.827 184 -57 -127 162 -0.279 1.687 1.129

39 195 119.901 185 -57 -128 164 -0.281 1.708 1.146

40 200 122.976 187 -56 -131 166 -0.288 1.729 1.153

41 205 126.050 188 -55 -133 168 -0.292 1.750 1.165

42 210 129.125 191 -54 -137 170 -0.301 1.771 1.169

43 215 132.199 193 -54 -139 172 -0.305 1.791 1.181

44 220 135.273 198 -53 -145 175 -0.319 1.823 1.185

45 225 138.348 204 -51 -153 177 -0.336 1.843 1.171

46 230 141.422 212 -41 -171 180 -0.376 1.875 1.123

Page 167: Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA

xxix

C.6 Hasil Deformasi Uji Kuat Tekan Uniaksial Sampel A-UCS 3

No. F (kN) σ (Mpa)∆ Lateral 1

(μm)

∆ Lateral 2

(μm)

∆ Lateral

(μm)

∆ Aksial

(10μm)

ɛ Lateral

(%)

ɛ Aksial

(%)

ɛ Volumetrik

(%)

0 0.000 0 0 0 0 0.000 0.000 0.000

1 5 3.068 -10 11 -1 3 -0.002 0.030 0.026

2 10 6.135 -18 19 -1 7 -0.002 0.071 0.066

3 15 9.203 -16 20 -4 10 -0.009 0.101 0.083

4 20 12.271 -16 21 -5 13 -0.011 0.131 0.109

5 25 15.338 -14 22 -8 17 -0.018 0.171 0.136

6 30 18.406 -12 23 -11 20 -0.024 0.202 0.153

7 35 21.474 -9 24 -15 24 -0.033 0.242 0.176

8 40 24.541 -6 25 -19 26 -0.042 0.262 0.179

9 45 27.609 -6 25 -19 29 -0.042 0.292 0.209

10 50 30.677 -6 25 -19 31 -0.042 0.312 0.229

11 55 33.744 -6 25 -19 34 -0.042 0.343 0.259

12 60 36.812 -6 25 -19 36 -0.042 0.363 0.279

13 65 39.879 -5 26 -21 39 -0.046 0.393 0.301

14 70 42.947 -4 28 -24 42 -0.053 0.423 0.318

15 75 46.015 -2 29 -27 44 -0.059 0.443 0.325

16 80 49.082 0 29 -29 46 -0.064 0.463 0.336

17 85 52.150 2 30 -32 49 -0.070 0.494 0.353

18 90 55.218 4 31 -35 51 -0.077 0.514 0.360

19 95 58.285 6 32 -38 54 -0.083 0.544 0.377

20 100 61.353 8 33 -41 56 -0.090 0.564 0.384

21 105 64.421 10 35 -45 58 -0.099 0.584 0.387

22 110 67.488 11 35 -46 60 -0.101 0.605 0.403

23 115 70.556 13 35 -48 63 -0.105 0.635 0.424

24 120 73.624 16 36 -52 65 -0.114 0.655 0.427

25 125 76.691 19 37 -56 67 -0.123 0.675 0.429

26 130 79.759 21 37 -58 70 -0.127 0.705 0.451

27 135 82.827 22 37 -59 72 -0.129 0.725 0.466

28 140 85.894 23 37 -60 75 -0.132 0.756 0.492

29 145 88.962 24 38 -62 76 -0.136 0.766 0.494

30 150 92.030 30 43 -73 79 -0.160 0.796 0.476

31 155 95.097 40 49 -89 82 -0.195 0.826 0.436

Page 168: Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA

xxx

C.7 Hasil Deformasi Uji Kuat Tekan Uniaksial Sampel A-UCS 4

No. F (kN) σ (Mpa)∆ Lateral 1

(μm)

∆ Lateral 2

(μm)

∆ Lateral

(μm)

∆ Aksial

(10μm)

ɛ Lateral

(%)

ɛ Aksial

(%)

ɛ Volumetrik

(%)

0 0.000 0 0 0 0 0.000 0.000 0.000

1 5 3.079 200 -150 -50 30 -0.110 0.309 0.089

2 10 6.158 198 -134 -64 38 -0.141 0.391 0.110

3 15 9.237 195 -132 -63 43 -0.139 0.443 0.166

4 20 12.316 192 -130 -62 49 -0.136 0.504 0.232

5 25 15.395 192 -128 -64 53 -0.141 0.546 0.264

6 30 18.473 193 -126 -67 56 -0.147 0.576 0.282

7 35 21.552 194 -124 -70 59 -0.154 0.607 0.300

8 40 24.631 195 -122 -73 62 -0.160 0.638 0.317

9 45 27.710 195 -120 -75 65 -0.165 0.669 0.339

10 50 30.789 195 -118 -77 68 -0.169 0.700 0.361

11 55 33.868 195 -116 -79 71 -0.174 0.731 0.383

12 60 36.947 195 -116 -79 73 -0.174 0.751 0.404

13 65 40.026 195 -116 -79 76 -0.174 0.782 0.435

14 70 43.105 195 -116 -79 78 -0.174 0.803 0.456

15 75 46.184 195 -116 -79 81 -0.174 0.834 0.486

16 80 49.262 195 -116 -79 83 -0.174 0.854 0.507

17 85 52.341 195 -116 -79 85 -0.174 0.875 0.528

18 90 55.420 195 -116 -79 88 -0.174 0.906 0.558

19 95 58.499 195 -116 -79 90 -0.174 0.926 0.579

20 100 61.578 195 -116 -79 93 -0.174 0.957 0.610

21 105 64.657 195 -116 -79 94 -0.174 0.968 0.620

22 110 67.736 195 -115 -80 97 -0.176 0.998 0.647

23 115 70.815 196 -115 -81 98 -0.178 1.009 0.653

24 120 73.894 196 -114 -82 100 -0.180 1.029 0.669

25 125 76.973 196 -113 -83 102 -0.182 1.050 0.685

26 130 80.051 196 -113 -83 104 -0.182 1.071 0.706

27 135 83.130 197 -112 -85 106 -0.187 1.091 0.717

28 140 86.209 198 -111 -87 108 -0.191 1.112 0.729

29 145 89.288 198 -110 -88 110 -0.193 1.132 0.745

30 150 92.367 199 -109 -90 112 -0.198 1.153 0.757

31 155 95.446 200 -108 -92 114 -0.202 1.173 0.769

32 160 98.525 200 -107 -93 116 -0.204 1.194 0.785

33 165 101.604 200 -106 -94 118 -0.207 1.215 0.801

34 170 104.683 201 -105 -96 120 -0.211 1.235 0.813

35 175 107.762 202 -104 -98 122 -0.215 1.256 0.825

36 180 110.840 203 -103 -100 123 -0.220 1.266 0.826

37 185 113.919 204 -102 -102 125 -0.224 1.287 0.838

38 190 116.998 205 -101 -104 127 -0.229 1.307 0.850

39 195 120.077 206 -100 -106 129 -0.233 1.328 0.862

40 200 123.156 208 -100 -108 131 -0.237 1.348 0.874

41 205 126.235 210 -100 -110 132 -0.242 1.359 0.875

42 210 129.314 211 -100 -111 134 -0.244 1.379 0.891

43 215 132.393 213 -97 -116 136 -0.255 1.400 0.890

44 220 135.472 215 -94 -121 138 -0.266 1.420 0.888

45 225 138.551 218 -90 -128 140 -0.281 1.441 0.878

46 230 141.629 220 -86 -134 142 -0.295 1.462 0.872

47 235 144.708 222 -84 -138 144 -0.303 1.482 0.875

48 240 147.787 228 -80 -148 146 -0.325 1.503 0.852

49 245 150.866 232 -77 -155 147 -0.341 1.513 0.832

50 250 153.945 240 -72 -168 149 -0.369 1.534 0.795

Page 169: Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA

xxxi

C.8 Hasil Deformasi Uji Kuat Tekan Uniaksial Sampel G-UCS 1

C.9 Hasil Deformasi Uji Kuat Tekan Uniaksial Sampel G-UCS 2

No. F (kN) σ (Mpa)∆ Lateral 1

(μm)

∆ Lateral 2

(μm)

∆ Lateral

(μm)

∆ Aksial

(10μm)

ɛ Lateral

(%)ɛ Aksial (%)

ɛ Volumetrik

(%)

0 0.000 0 0 0 0 0.000 0.000 0.000

1 2.5 1.577 30 -14 -16 13 -0.036 0.132 0.060

2 5 3.155 61 -41 -20 18 -0.045 0.182 0.093

3 7.5 4.732 83 -54 -29 22 -0.065 0.223 0.094

4 10 6.309 90 -54 -36 28 -0.080 0.284 0.123

5 12.5 7.887 92 -54 -38 31 -0.085 0.314 0.145

6 15 9.464 92 -46 -46 36 -0.102 0.365 0.160

7 17.5 11.042 92 -43 -49 42 -0.109 0.426 0.207

8 20 12.619 92 -40 -52 46 -0.116 0.466 0.235

9 22.5 14.196 92 -29 -63 52 -0.140 0.527 0.246

10 25 15.774 95 -24 -71 57 -0.158 0.578 0.261

11 27.5 17.351 98 -21 -77 63 -0.171 0.638 0.296

12 30 18.928 99 -17 -82 67 -0.182 0.679 0.314

13 32.5 20.506 101 -15 -86 72 -0.191 0.729 0.347

14 35 22.083 127 -11 -116 77 -0.258 0.780 0.264

15 37.5 23.661 151 20 -171 86 -0.381 0.871 0.110

No. F (kN) σ (Mpa)∆ Lateral 1

(μm)

∆ Lateral 2

(μm)

∆ Lateral

(μm)

∆ Aksial

(10μm)ɛ Lateral (%) ɛ Aksial (%)

ɛ Volumetrik

(%)

0 0.000 0 0 0 0 0.000 0.000 0.000

1 2.5 1.589 30 -26 -4 4 -0.009 0.040 0.023

2 5 3.178 71 -64 -7 7 -0.016 0.071 0.039

3 7.5 4.767 71 -58 -13 11 -0.029 0.111 0.053

4 10 6.357 71 -56 -15 13 -0.034 0.131 0.064

5 12.5 7.946 70 -54 -16 16 -0.036 0.162 0.090

6 15 9.535 68 -51 -17 18 -0.038 0.182 0.106

7 17.5 11.124 73 -49 -24 22 -0.054 0.222 0.115

8 20 12.713 77 -49 -28 25 -0.063 0.252 0.127

9 22.5 14.302 140 -95 -45 29 -0.101 0.293 0.092

10 25 15.891 320 -185 -135 60 -0.302 0.606 0.003

Page 170: Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA

xxxii

C.10 Hasil Deformasi Uji Kuat Tekan Uniaksial Sampel G-UCS 3

C.11 Hasil Deformasi Uji Kuat Tekan Uniaksial Sampel B-UCS 1

No. F (kN) σ (Mpa)∆ Lateral 1

(μm)

∆ Lateral 2

(μm)

∆ Lateral

(μm)

∆ Aksial

(10μm)

ɛ Lateral

(%)

ɛ Aksial

(%)

ɛ Volumetrik

(%)

0 0.000 0 0 0 0 0.000 0.000 0.000

1 2.5 1.640 75 -55 -20 16.5 -0.045 0.168 0.077

2 5 3.280 150 -99 -51 33 -0.116 0.336 0.105

3 7.5 4.920 171 -123 -48 36.5 -0.109 0.372 0.154

4 10 6.560 192 -140 -52 40 -0.118 0.407 0.171

5 12.5 8.200 189.5 -140 -49.5 42.5 -0.112 0.433 0.208

6 15 9.840 187 -140 -47 45 -0.107 0.458 0.245

7 17.5 11.480 206 -155 -51 51 -0.116 0.520 0.288

8 20 13.120 228 -157 -71 57 -0.161 0.581 0.258

9 22.5 14.760 267.5 -167 -100.5 68 -0.228 0.693 0.237

10 25 16.400 310 -167 -143 79 -0.325 0.805 0.156

No. F (kN) σ (Mpa)∆ Lateral 1

(μm)

∆ Lateral 2

(μm)

∆ Lateral

(μm)

∆ Aksial

(10μm)

ɛ Lateral

(%)ɛ Aksial (%)

ɛ Volumetrik

(%)

0 0.000 0 0 0 0 0.000 0.000 0.000

1 1 0.676 21 0 -21 15 -0.048 0.151 0.054

2 2 1.353 35 0 -35 24 -0.081 0.242 0.080

3 3 2.029 57 -10 -47 28 -0.108 0.282 0.065

4 4 2.705 67 -20 -47 32 -0.108 0.322 0.106

5 5 3.382 73 -18 -55 36 -0.127 0.363 0.109

6 6 4.058 85 -16 -69 41 -0.159 0.413 0.095

7 7 4.734 88 -16 -72 47 -0.166 0.473 0.142

8 8 5.411 105 -14 -91 50.5 -0.210 0.509 0.089

9 9 6.087 114 -14 -100 59 -0.230 0.594 0.133

Page 171: Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA

xxxiii

C.12 Hasil Deformasi Uji Kuat Tekan Uniaksial Sampel B-UCS 2

C.13 Hasil Deformasi Uji Kuat Tekan Uniaksial Sampel B-UCS 3

No. F (kN) σ (Mpa)∆ Lateral 1

(μm)

∆ Lateral 2

(μm)

∆ Lateral

(μm)

∆ Aksial

(10μm)ɛ Lateral (%) ɛ Aksial (%)

ɛ Volumetrik

(%)

0 0.000 0 0 0 0 0.000 0.000 0.000

1 1 0.680 -76 77 -1 14 -0.002 0.138 0.133

2 2 1.361 -92 94 -2 22 -0.005 0.217 0.208

3 3 2.041 -89 114 -25 24 -0.058 0.237 0.121

4 4 2.722 -89 116 -27 28.5 -0.062 0.281 0.156

5 5 3.402 -89 122 -33 32 -0.076 0.316 0.163

6 6 4.083 -88 128 -40 35.5 -0.092 0.350 0.165

7 7 4.763 -76 128 -52 37 -0.120 0.365 0.125

8 8 5.444 -65 128 -63 38.5 -0.146 0.380 0.089

9 9 6.124 -65 129 -64 41 -0.148 0.404 0.109

10 10 6.805 -62 129 -67 45 -0.155 0.444 0.134

11 11 7.485 -44 139 -95 47 -0.220 0.464 0.025

12 12 8.166 -38 149 -111 51 -0.257 0.503 -0.010

No. F (kN) σ (Mpa)∆ Lateral 1

(μm)

∆ Lateral 2

(μm)

∆ Lateral

(μm)

∆ Aksial

(10μm)

ɛ Lateral

(%)

ɛ Aksial

(%)

ɛ Volumetrik

(%)

0 0.000 0 0 0 0 0.000 0.000 0.000

1 1 0.675 -145 187 -42 23 -0.097 0.234 0.041

2 2 1.351 -173 216 -43 28 -0.099 0.285 0.087

3 3 2.026 -161 227 -66 29 -0.152 0.295 -0.009

4 4 2.701 -161 227 -66 34 -0.152 0.346 0.042

5 5 3.376 -158 234 -76 37 -0.175 0.377 0.027

6 6 4.052 -155 241 -86 40 -0.198 0.407 0.011

7 7 4.727 -131 245 -114 45 -0.262 0.458 -0.067

8 8 5.402 -115 250 -135 50 -0.311 0.509 -0.113

9 9 6.078 -104 251 -147 54 -0.338 0.550 -0.127

10 10 6.753 -95 252 -157 56.5 -0.361 0.575 -0.148

11 11 7.428 -88 253 -165 58 -0.380 0.590 -0.170

12 12 8.103 -82 255 -173 60.5 -0.398 0.616 -0.181

13 13 8.779 -79 257 -178 65 -0.410 0.661 -0.158

14 14 9.454 -77 258 -181 69 -0.417 0.702 -0.131

15 15 10.129 -75 261 -186 74 -0.428 0.753 -0.103

16 16 10.804 -75 261 -186 78 -0.428 0.794 -0.063

17 17 11.480 -70 267 -197 84 -0.454 0.855 -0.052

18 18 12.155 -66 268 -202 92 -0.465 0.936 0.006

Page 172: Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA

xxxiv

C.14 Hasil Deformasi Uji Kuat Tekan Uniaksial Sampel B-UCS 4

No. F (kN) σ (Mpa)∆ Lateral 1

(μm)

∆ Lateral 2

(μm)

∆ Lateral

(μm)

∆ Aksial

(10μm)

ɛ Lateral

(%)

ɛ Aksial

(%)

ɛ Volumetrik

(%)

0 0.000 0 0 0 0 0.000 0.000 0.000

1 1 0.684 -121 140 -19 14 -0.044 0.145 0.057

2 2 1.367 -135 160 -25 18 -0.058 0.186 0.070

3 3 2.051 -139 165 -26 21 -0.060 0.217 0.096

4 4 2.735 -142 171 -29 25 -0.067 0.258 0.124

5 5 3.418 -135 180 -45 28 -0.104 0.289 0.081

6 6 4.102 -129 192 -63 32 -0.146 0.330 0.039

7 7 4.786 -116 191 -75 34 -0.174 0.351 0.004

8 8 5.469 -90 191 -101 38 -0.234 0.392 -0.076

9 9 6.153 -85 173 -88 40 -0.204 0.413 0.005

10 10 6.836 -88 155 -67 41 -0.155 0.423 0.113

11 11 7.520 -88 154 -66 44 -0.153 0.454 0.149

12 12 8.204 -88 151 -63 49 -0.146 0.506 0.214

Page 173: Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA

xxxv

sc (MPa) 142.94

E (MPa) 12,102

u 0.18

sc (MPa) 104.27

E (MPa) 10,359

u 0.18

C.15 Kurva Tegangan-Regangan A-UCS 1 dan A-UCS 2

0.0

20.0

40.0

60.0

80.0

100.0

120.0

-0.5 0.0 0.5 1.0 1.5 2.0

Tega

nga

n (

MP

a)

Regangan (%)

KURVA TEGANGAN-REGANGAN A-UCS1

Axial Lateral Volumetric

0.0

20.0

40.0

60.0

80.0

100.0

120.0

140.0

160.0

-0.5 0.0 0.5 1.0 1.5 2.0

Tega

nga

n (

MP

a)

Regangan (%)

KURVA TEGANGAN-REGANGAN A-UCS2

Axial Lateral Volumetric

Page 174: Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA

xxxvi

sc (MPa) 95.75

E (MPa) 11,992

u 0.19

sc (MPa) 155.43

E (MPa) 13,068

u 0.18

C.16 Kurva Tegangan-Regangan A-UCS 3 dan A-UCS 4

0.0

10.0

20.0

30.0

40.0

50.0

60.0

70.0

80.0

90.0

100.0

-0.4 -0.2 0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0

Tega

nga

n (

MP

a)

Regangan (%)

KURVA TEGANGAN-REGANGAN A-UCS3

Axial Lateral Volumetric

0.0

20.0

40.0

60.0

80.0

100.0

120.0

140.0

160.0

180.0

-0.5 0.0 0.5 1.0 1.5 2.0

Tega

nga

n (

MP

a)

Regangan (%)

KURVA TEGANGAN-REGANGAN A-UCS4

Axial Lateral Volumetric

Page 175: Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA

xxxvii

sc (MPa) 23.90

E (MPa) 3,114

u 0.25

sc (MPa) 17.40

E (MPa) 5,619

u 0.24

C.17 Kurva Tegangan-Regangan G-UCS 1 dan G-UCS 2

0.0

5.0

10.0

15.0

20.0

25.0

-0.6 -0.4 -0.2 0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0

Tega

nga

n (

MP

a)

Regangan (%)

KURVA TEGANGAN-REGANGAN G-UCS 1

Axial Lateral Volumetric

0.0

2.0

4.0

6.0

8.0

10.0

12.0

14.0

16.0

18.0

-0.4 -0.3 -0.2 -0.1 0.0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7

Tega

nga

n

(MP

a)

Regangan (%)

KURVA TEGANGAN-REGANGAN G-UCS 2

Axial Lateral Volumetric

Page 176: Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA

xxxviii

C.18 Kurva Tegangan-Regangan G-UCS 3

0.0

2.0

4.0

6.0

8.0

10.0

12.0

14.0

16.0

18.0

-0.4 -0.2 0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0

Tega

nga

n (

MP

a)

Regangan (%)

KURVA TEGANGAN-REGANGAN G-UCS 3

Axial Lateral Volumetric

sc (MPa) 18.49

E (MPa) 3,938

u 0.25

Page 177: Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA

xxxix

sc (MPa) 6.09

E (MPa) 1,414

u 0.30

sc (MPa) 8.37

E (MPa) 2,300

u 0.47

C.19 Kurva Tegangan-Regangan B-UCS 1 dan B-UCS 2

0.0

1.0

2.0

3.0

4.0

5.0

6.0

7.0

-0.4 -0.2 0.0 0.2 0.4 0.6 0.8

Tega

nga

n (

MP

a)

Regangan (%)

KURVA TEGANGAN-REGANGAN B-UCS 1

Axial Lateral Volumetric

0.0

1.0

2.0

3.0

4.0

5.0

6.0

7.0

8.0

9.0

-0.3 -0.2 -0.1 0.0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6

Tega

nga

n (

MP

a)

Regangan (%)

KURVA TEGANGAN-REGANGAN B-UCS 2

Axial Lateral Volumetric

Page 178: Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA

xl

sc (MPa) 12.71

E (MPa) 1,761

u 0.55

sc (MPa) 8.39

E (MPa) 2,324

u 0.46

C.20 Kurva Tegangan-Regangan B-UCS 3 dan B-UCS 4

0.0

2.0

4.0

6.0

8.0

10.0

12.0

14.0

-0.6 -0.4 -0.2 0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0 1.2

Tega

nga

n (

MP

a)

Regangan (%)

KURVA TEGANGAN-REGANGAN B-UCS 3

Axial Lateral Volumetric

0.0

1.0

2.0

3.0

4.0

5.0

6.0

7.0

8.0

9.0

-0.3 -0.2 -0.1 0.0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6

Tega

nga

n (

MP

a)

Regangan (%)

KURVA TEGANGAN-REGANGAN B-UCS 4

Axial Lateral Volumetric

Page 179: Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA

xli

C.21 Hasil Uji Kuat Tekan Uniaksial Andesit, Batugamping dan Sampel Beton

AUCS1 ANDESIT 104.27 10359 0.18

AUCS2 ANDESIT 142.94 12102 0.18

AUCS3 ANDESIT 95.750 11992 0.19

AUCS4 ANDESIT 155.43 13068 0.18

GUCS1 GAMPING 23.9 3114 0.25

GUCS2 GAMPING 17.4 5619 0.24

GUCS3 GAMPING 18.49 3938 0.25

BUCS1 BETON 6.09 1414 0.3

BUCS2 BETON 8.37 2300 0.47

BUCS3 BETON 12.71 1761 0.55

BUCS4 BETON 8.59 2324 0.46

KODE JENIS BATUAN σc (Mpa) E (Mpa) v

Page 180: Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA

xlii

LAMPIRAN D

HASIL KUAT TARIK TAK LANGSUNG-BRAZILIAN

D.1 Dimensi Uji Kuat Tarik Tak Langsung Andesit

D.2 Dimensi Uji Kuat Tarik Tak Langsung Batugamping

D.3 Dimensi Uji Kuat Tarik Tak Langsung Sampel Beton

1 2 3 rata-rata 1 2 3 rata-rata

ABZ1 45.65 45.6 45.65 45.633 23 23.05 23.05 23.033 0.505

ABZ2 45.6 45.55 45.55 45.567 23.3 23.2 23.25 23.250 0.510

ABZ3 45.55 45.6 45.6 45.583 24.15 24.2 24.2 24.183 0.531

ABZ4 45.45 45.5 45.65 45.533 25.1 25.2 25.1 25.133 0.552

ANDESIT

KodeDiameter (mm) Panjang (mm)

L/D

1 2 3 rata-rata 1 2 3 rata-rata

GBZ1 45 45 45 45.000 22 22 22.1 22.033 0.490

GBZ2 44 44 44 44.000 25 25 25 25.000 0.568

GBZ3 45 45 44.9 44.967 27 27.1 27 27.033 0.601

GBZ4 44.1 44 44.1 44.067 27.4 27 27 27.133 0.616

GAMPING

KodeDiameter (mm) Panjang (mm)

L/D

1 2 3 rata-rata 1 2 3 rata-rata

BBZ1 45.7 45.6 45.75 45.683 24 24.15 24 24.050 0.526

BBZ2 46 45.75 46 45.917 22.7 22.5 22.45 22.550 0.491

BBZ3 43 43.4 43.5 43.300 24.2 24 23.8 24.000 0.554

BBZ4 46 46 45.7 45.900 21.8 22 21.7 21.833 0.476

BETON

KodeDiameter (mm) Panjang (mm)

L/D

Page 181: Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA

xliii

D.4 Hasil Uji Kuat Tarik Tak Langsung Andesit

D.5 Hasil Uji Kuat Tarik Tak Langsung Batugamping

D.6 Hasil Uji Kuat Tarik Tak Langsung Sampel Beton

ABZ1 11.2 45.633 23.033 6.787

ABZ2 8.2 45.567 23.250 4.930

ABZ3 13.2 45.583 24.183 7.627

ABZ4 10.05 45.533 25.133 5.594

B (mm) σt (Mpa)Pmax

(kN)D (mm)KODE

GBZ1 3.6 45.000 22.033 2.313

GBZ2 3.8 44.000 25 2.200

GBZ3 7.1 44.967 27.033 3.720

GBZ4 4.4 44.067 27 2.355

σt (Mpa)Pmax

(kN)D (mm) B (mm)KODE

BBZ1 1.98 45.683 24.050 1.148

BBZ2 2.559 45.917 22.550 1.574

BBZ3 1.539 43.300 24.000 0.943

BBZ4 1.637 45.900 21.833 1.040

KODEPmax

(kN)D (mm) B (mm) σt (Mpa)

Page 182: Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA

xliv

LAMPIRAN E

HASIL UJI TRIAKSIAL

E.1 Dimensi Uji Triaksial Andesit

E.2 Dimensi Uji Triaksial Batugamping

E.2 Dimensi Uji Triaksial Sampel Beton

1 2 3 rata-rata 1 2 3 rata-rata

ATX1 45.4 45.5 45.4 45.433 101.1 101.1 101 101.067 2.225

ATX2 45.3 45.3 45.4 45.333 98.2 98.1 98.3 98.200 2.166

ATX3 45.5 45.4 45.6 45.500 99.4 99.2 99.4 99.333 2.183

KodeDiameter (mm) Panjang (mm)

ANDESIT

L/D

1 2 3 rata-rata 1 2 3 rata-rata

GTX1 44.4 44.5 44.4 44.433 97 97.1 97 97.033 2.184

GTX2 45 44.8 45 44.933 97.2 97.3 97.2 97.233 2.164

GTX3 45 45.1 45.2 45.100 98.3 98.3 98.3 98.300 2.180

L/D

GAMPING

KodeDiameter (mm) Panjang (mm)

1 2 3 rata-rata 1 2 3 rata-rata

BTX1 43 43.4 43.2 43.200 98.7 98.5 98.7 98.633 2.283

BTX2 43.5 43.3 43.3 43.367 98 98.1 98 98.033 2.261

BTX3 43 43.2 43.1 43.100 97 97 97.1 97.033 2.251

BETON

KodeDiameter (mm) Panjang (mm)

L/D

Page 183: Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA

xlv

LAMPIRAN F

HASIL UJI FRACTURE TOUGHNESS – STRAIGHT NOTCHED SEMI-CIRCULAR BEND

F.1 Dimensi Uji Fracture Toughness – Straight Notched Semi-Circular Bend Andesit

1 2 3 rata-rata 1 2 3 rata-rata

A-S1 Andesit 44.15 44 44.15 44.100 17.45 17.45 17.5 17.467 0.396 11.025

A-S2 Andesit 44 44 44.1 44.033 16.5 16.6 16.5 16.533 0.375 11.008

A-S3 Andesit 44.3 44.2 44.1 44.200 18.1 18.2 18 18.100 0.410 11.050

A-S4 Andesit 44.6 44.4 44.4 44.467 16.4 16.5 16.5 16.467 0.370 11.117

A-S5 Andesit 43.5 43.5 43.8 43.600 22 22.2 22.1 22.100 0.507 GAGAL

A-S6 Andesit 44.5 44.4 44.4 44.433 18.5 18.3 18.5 18.433 0.415 11.108

A-S7 Andesit 44.4 44.3 44.3 44.333 18 18 18 18.000 0.406 11.083

A-S8 Andesit 44.4 44.3 44.3 44.333 19.2 19.1 19.2 19.167 0.432 11.083

A-S9 Andesit 44.4 44.4 44.6 44.467 17.6 17.7 17.7 17.667 0.397 11.117

A-S10 Andesit 44.4 44.5 44.4 44.433 17.4 17.45 17.5 17.450 0.393 11.108

A-S11 Andesit 43.6 43.7 43.6 43.633 19.2 19.3 19.2 19.233 0.441 10.908

A-S12 Andesit 44.4 44.3 44.4 44.367 17 17.1 17 17.033 0.384 11.092

A-S13 Andesit 44.4 44.4 44.5 44.433 17.4 17.5 17.5 17.467 0.393 11.108

A-S14 Andesit 44.2 44.3 44.2 44.233 17.4 17.3 17.4 17.367 0.393 11.058

A-S15 Andesit 44.4 44.7 44.4 44.500 20 19.5 19.6 19.700 0.443 GAGAL

A-S16 Andesit 44 44.1 44 44.033 17 17.1 17 17.033 0.387 11.008

A-S17 Andesit 44.4 44.4 44.3 44.367 16.5 16.6 16.6 16.567 0.373 GAGAL

Diameter (mm) Ketebalan (mm)L/D a (mm)Kode Jenis Batuan

Page 184: Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA

xlvi

F.2 Dimensi Uji Fracture Toughness – Straight Notched Semi-Circular Bend Batugamping

F.3 Dimensi Uji Fracture Toughness – Straight Notched Semi-Circular Bend Sampel Beton

1 2 3 rata-rata 1 2 3 rata-rata

G-S1 Gamping 43 43 42.8 42.933 22 21.8 21.8 21.867 0.509 10.733

G-S2 Gamping 42.8 42.7 42.7 42.733 18.3 18.4 18.3 18.333 0.429 10.683

G-S3 Gamping 43.2 43 43.2 43.133 18 18.1 18 18.033 0.418 10.783

G-S4 Gamping 43.3 43.2 43.3 43.267 19 18.7 18.7 18.800 0.435 10.817

G-S5 Gamping 42.3 42.4 42.3 42.333 21.7 21.5 21.5 21.567 0.509 10.583

G-S6 Gamping 44 43.9 44 43.967 18.8 18.9 18.8 18.833 0.428 10.992

G-S7 Gamping 42.5 42.6 42.5 42.533 19 18.9 19 18.967 0.446 10.633

G-S8 Gamping 43.8 43.7 43.8 43.767 17 17.2 17 17.067 0.390 10.942

G-S9 Gamping 43.3 43.3 43.4 43.333 20.5 20.6 20.5 20.533 0.474 10.833

G-S10 Gamping 43 43 42.8 42.933 21 20.8 20.8 20.867 0.486 10.733

G-S11 Gamping 42 42.2 42 42.067 21 20.8 20.8 20.867 0.496 10.517

G-S12 Gamping 42.3 42.3 42.2 42.267 22 21.9 22 21.967 0.520 10.567

G-S13 Gamping 42.3 42.4 42.3 42.333 21.7 21.5 21.5 21.567 0.509 10.583

Diameter (mm) Ketebalan (mm)L/DKode Jenis Batuan a (mm)

1 2 3 rata-rata 1 2 3 rata-rata

B-S1 Beton 42 41.9 42 41.967 17.4 17.3 17.2 17.300 0.412 10.492

B-S2 Beton 41.6 41.7 41.6 41.633 19.2 19.3 19.2 19.233 0.462 10.408

B-S3 Beton 41.4 41.5 41.4 41.433 18.3 18.4 18.3 18.333 0.442 10.358

B-S4 Beton 41.6 41.8 41.8 41.733 19.2 19.3 19.2 19.233 0.461 10.433

B-S5 Beton 44.4 44.3 44.3 44.333 21.3 21.4 21.3 21.333 0.481 11.083

B-S6 Beton 44 44.1 44 44.033 20 20.1 20 20.033 0.455 11.008

B-S7 Beton 44.4 44.3 44.4 44.367 20 20.1 20 20.033 0.452 11.092

B-S8 Beton 42.2 42.3 42.2 42.233 17 17.1 17 17.033 0.403 10.558

B-S9 Beton 42 42.1 42 42.033 15.7 16 16 15.900 0.378 10.508

B-S10 Beton 41.4 41.5 41.4 41.433 20 20 19.9 19.967 0.482 10.358

B-S11 Beton 44.4 44.3 44.4 44.367 21.1 21 21.1 21.067 0.475 GAGAL

B-S12 Beton 42 42.1 42 42.033 17.4 17.5 17.4 17.433 0.415 10.508

B-S13 Beton 41.6 41.7 41.6 41.633 19 19 18.7 18.900 0.454 10.408

B-S14 Beton 41 41.1 41 41.033 21.4 21.3 21.3 21.333 0.520 10.258

Kode Jenis BatuanDiameter (mm) Ketebalan (mm)

L/D a (mm)

Page 185: Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA

xlvii

LAMPIRAN G

HASIL UJI FRACTURE TOUGHNESS – CRACKED CHEVRON NOTCHED SEMI-CIRCULAR BEND

G.1 Dimensi Uji Fracture Toughness –Cracked Chevron Notched Semi-Circular Bend Andesit

1 2 3 rata-rata 1 2 3 rata-rata

A-C1 Andesit 44.1 44 44.1 44.067 22.5 22.6 22.5 22.533 0.511

A-C2 Andesit 44.5 44.4 44.5 44.467 22.6 22.7 22.6 22.633 0.509

A-C3 Andesit 44.8 44.7 44.3 44.600 23 23.5 23 23.167 0.519

A-C4 Andesit 44.3 44.4 44.3 44.333 22 22 21.9 21.967 0.495

A-C5 Andesit 44 44 44 44.000 22 21.9 22 21.967 0.499

A-C6 Andesit 44.4 44.3 44.4 44.367 20.5 20.6 20.5 20.533 0.463

A-C7 Andesit 44.4 44.5 44.4 44.433 20.5 20.6 20.5 20.533 0.462

A-C8 Andesit 44.4 44.5 44.4 44.433 21 20.9 21 20.967 0.472

A-C9 Andesit 44.4 44.3 44.3 44.333 22 22.1 22 22.033 0.497

A-C10 Andesit 44.3 44.1 44.3 44.233 22.9 23 23.1 23.000 0.520

A-C11 Andesit 44.2 44.1 44.2 44.167 22 22 22.1 22.033 0.499

A-C12 Andesit 44.4 44.3 44.3 44.333 22.7 22.6 22.7 22.667 0.511

A-C13 Andesit 44.4 44.3 44.3 44.333 20 20 20.1 20.033 0.452

A-C14 Andesit 44.2 44.1 44.2 44.167 22 22 22.1 22.033 0.499

A-C15 Andesit 44.4 44.3 44.3 44.333 22 22.1 22 22.033 0.497

KodeJenis

Batuan

Diameter (mm) Ketebalan (mm)L/D

Page 186: Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA

xlviii

G.2 Dimensi Uji Fracture Toughness –Cracked Chevron Notched Semi-Circular Bend Batugamping

1 2 3 rata-rata 1 2 3 rata-rata

G-C1 Gamping 44.3 44 44.3 44.200 22.8 23.2 22.8 22.933 0.519

G-C2 Gamping 44.3 44.3 44.3 44.300 23 22.5 23 22.833 0.515

G-C3 Gamping 44 44 44.3 44.100 23 23 22.8 22.933 0.520

G-C4 Gamping 44.3 44 44.3 44.200 23 23 22.8 22.933 0.519

G-C5 Gamping 43.6 44 43.5 43.700 21.4 21.6 21.5 21.500 0.492

G-C6 Gamping 44 44.3 44.3 44.200 22.7 23.1 23.1 22.967 0.520

G-C7 Gamping 44 44.3 44.3 44.200 22.9 23 22.4 22.767 0.515

G-C8 Gamping 43.3 43.2 43.3 43.267 22 21.8 21.6 21.800 0.504

G-C9 Gamping 43.3 43.6 43.3 43.400 22.5 22.5 22.4 22.467 0.518

G-C10 Gamping 44 44 44.1 44.033 22.7 23 23 22.900 0.520

G-C11 Gamping 43.4 43.3 43.3 43.333 22.5 22.4 22.4 22.433 0.518

G-C12 Gamping 44.3 44.3 44.6 44.400 23 23 23.1 23.033 0.519

G-C13 Gamping 44.3 44.3 44.2 44.267 22.8 23 23.2 23.000 0.520

L/DJenis

BatuanKode

Diameter (mm) Ketebalan (mm)

Page 187: Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA

xlix

G.3 Dimensi Uji Fracture Toughness –Cracked Chevron Notched Semi-Circular Bend Sampel Beton

1 2 3 rata-rata 1 2 3 rata-rata

B-C1 Beton 44.3 44.2 44.2 44.233 21.8 21.9 21.9 21.867 0.494

B-C2 Beton 44.3 44.4 44.3 44.333 22.2 22.3 22.3 22.267 0.502

B-C3 Beton 42 42.1 42 42.033 21.2 21.1 21.2 21.167 0.504

B-C4 Beton 43.4 43.5 43.4 43.433 22.4 22.5 22.4 22.433 0.517

B-C5 Beton 44 44.1 44.1 44.067 22.3 22.2 22.3 22.267 0.505

B-C6 Beton 44 44.1 44 44.033 22 22 22 22.000 0.500

B-C7 Beton 43 43.1 43 43.033 22 22.5 22.4 22.300 0.518

B-C8 Beton 44.4 44.3 44 44.233 22.9 23.1 23 23.000 0.520

B-C9 Beton 43 43.1 43 43.033 22.1 22.2 22.1 22.133 0.514

B-C10 Beton 44 44.1 44 44.033 22.8 22.7 22.9 22.800 0.518

B-C11 Beton 42.3 42.4 42.3 42.333 21.8 21.7 21.8 21.767 0.514

B-C12 Beton 44 44.1 44 44.033 22.7 22.9 22.7 22.767 0.517

B-C13 Beton 44.4 44.4 44.5 44.433 21.3 21.4 21.4 21.367 0.481

B-C14 Beton 44.1 44.2 44.1 44.133 22.9 23.1 22.8 22.933 0.520

B-C15 Beton 42 42.1 42 42.033 21.7 21.9 21.8 21.800 0.519

B-C16 Beton 44 44 44 44.000 22.8 22.7 22.8 22.767 0.517

L/DDiameter (mm) Ketebalan (mm)

KodeJenis

Batuan