Tugas 3 - Mini Critical Review

30

description

Mini Critical Review Biorefinery Sugarcane

Transcript of Tugas 3 - Mini Critical Review

  • i

    DAFTAR ISI

    DAFTAR ISI ............................................................................................................................................ i

    DAFTAR GAMBAR .............................................................................................................................. ii

    DAFTAR TABEL ................................................................................................................................... ii

    1. PENGANTAR .................................................................................................................................... 1

    2. SISTEM PRODUKSI SAAT INI ....................................................................................................... 2

    2.1. Utilisasi tebu di Indonesia ............................................................................................... 2

    2.2. Biorefinery tebu .............................................................................................................. 3

    3. POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN DENGAN KONSEP BIOREFINERY ................ 7

    3.1. Industri gula dunia .......................................................................................................... 7

    3.2. Biomassa dari tanaman tebu ........................................................................................... 8

    3.3. Industri gula tebu di Indonesia ........................................................................................ 9

    4. ANALISIS DAN STRATEGI PERANCANGAN DAN PENGEMBANGAN KILANG

    BIOMASSA .......................................................................................................................................... 14

    5. ANALISIS KEEKONOMIAN ......................................................................................................... 19

    5.1. Biaya Modal Tetap (Fixed Capital Investment) ............................................................ 19

    5.2. Biaya Produksi (Cost of Manufacturing) ...................................................................... 21

    5.3. Analisis Profitabilitas .................................................................................................... 21

    6. TANTANGAN PENGEMBANGAN KILANG BIOMASSA ......................................................... 25

    7. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ......................................................................................... 26

    Daftar Pustaka ....................................................................................................................................... 27

  • ii

    DAFTAR GAMBAR

    Gambar 2.1 Contoh diagram blok proses produksi gula pasir dari tebu (PG Meritjan PTPN X) ........... 3

    Gambar 2.2 Diagram blok proses biorefinery tebu generasi pertama ..................................................... 4

    Gambar 2.3 Diagram blok proses biorefinery tebu ................................................................................. 5

    Gambar 2.4 Diagram blok proses biorefinery tebu (1G+2G) ................................................................. 6

    Gambar 2.5 Gambaran biorefinery tebu di Indonesia ............................................................................. 7

    Gambar 2.6 Berbagai produk yang dapat dihasilkan dari tebu dengan konsep biorefinery .................... 7

    Gambar 3.1 Tanaman tebu dan bagian-bagiannya .................................................................................. 9

    Gambar 3.2 Peta pabrik gula di Pulau Sumatera .................................................................................. 12

    Gambar 3.3 Peta pabrik gula di Pulau Kalimantan ............................................................................... 12

    Gambar 3.4 Peta pabrik gula di Pulau Sulawesi ................................................................................... 13

    Gambar 3.5 Peta pabrik gula di Pulau Jawa .......................................................................................... 13

    Gambar 3.6 Posisi Indonesia di industri tebu dunia menurut FAO pada tahun 2012 ........................... 14

    Gambar 4.1 Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi komersialisasi teknologi bioetanol .................. 15

    Gambar 5.1 Diagram aliran dana kumulatif (discounted) dari biorefinery tebu ................................... 25

    DAFTAR TABEL

    Tabel 3.1 Produksi tebu Indonesia dari tahun 2008-2013....................................................................... 9

    Tabel 3.2 Produksi gula pasir Indonesia dari tahun 2008-2013 ............................................................ 10

    Tabel 3.3 Daftar pabrik gula di Indonesia ............................................................................................. 10

    Tabel 4.1 Rangkuman isu-isu utama terkait pengembangan biorefinery di industri tebu di Indonesia 16

    Tabel 5.1 Rincian biaya pembelian alat (equipments) .......................................................................... 20

    Tabel 5.2 Perhitungan revenue.............................................................................................................. 21

    Tabel 5.3 Perhitungan biaya produksi ................................................................................................... 22

    Tabel 5.4 Perhitungan aliran dana (cash flow) ...................................................................................... 24

  • 1

    Mini (Critical) Review Pengembangan Kilang Biomassa di Indonesia

    Basis bahan mentah: tebu dan bagas

    1. PENGANTAR

    Adalah hal yang sudah diketahui serta diantisipasi banyak pihak bahwa di masa depan,

    akan terjadi pergantian sumber energi global karena sumber bahan bakar fosil terus

    menipis, sehingga pengembangan serta penggunaan sumber-sumber energi baru dan

    terbarukan harus mulai diwujudkan. Salah satu jenis energi terbarukan yang cukup

    menjanjikan adalah yang berasal dari biomassa. Biodiesel, bio-oil, dan biofuel lainnya

    terbukti dapat dihasilkan dari berbagai jenis biomassa dan merupakan solusi bagi energi

    masa depan yang menjanjikan. Selain itu, biomassa juga dapat menghasilkan produk lain

    yang juga bernilai jual tinggi berupa senyawa-senyawa kimia dan juga listrik.

    Perpindahan dari sistem yang telah ada sekarang, yang bergantung pada bahan bakar fosil

    sebagai sumber energi utama serta industri petrokimia untuk pemenuhan kebutuhan akan

    produk-produk senyawa kimia bernilai tinggi, menuju ke sistem di mana semua sumber

    energi dan produk-produk tersebut adalah sumber-sumber terbarukan tentulah tidak mudah

    dan memerlukan banyak pengembangan, kajian, penelitian, serta proses adaptasi agar

    proses transisi terjadi secara lancar.

    Konsep yang dapat digunakan dalam upaya utilisasi sumber-sumber terbarukan tersebut

    adalah konsep kilang biomassa atau biorefinery. Biorefinery pada dasarnya mirip dengan

    konsep kilang minyak dalam menghasilkan produk-produk petrokimia, di mana semua

    (atau hampir semua) bagian dari material yang diolah dikonversi menjadi berbagai produk

    bernilai jual tinggi dan tidak ada yang terbuang. Perbedaannya adalah hanya pada material

    yang diolah tersebut, di mana pada kilang minyak yang diolah dan dikonversi adalah

    minyak bumi (sumber fosil) sedangkan pada kilang biomassa material yang diolah adalah

    biomassa.

    Pengembangan biorefinery saat ini tengah berfokus pada bahan baku benilai rendah,

    seperti limbah-limbah biomassa sisa produksi agrodindustri. Limbah biomassa

    lignoselulosik telah banyak diteliti untuk dilihat kemampuannya dalam memproduksi

    biofuels seperti etanol, listrik, dan senyawa-senyawa kimia, dan untuk mencapai proses

  • 2

    produksi yang menguntungkan secara ekonomi, kuncinya adalah dengan mengaplikasikan

    konsep biorefinery.

    Indonesia yang merupakan negara tropis, memiliki keuntungan karena mempunyai

    beberapa pilihan dalam melaksanakan konsep biorefinery. Salah satu yang potensial untuk

    mulai diteliti dan dikaji adalah pelaksanaan konsep biorefinery di industri gula tebu. Saat

    ini, industri gula tebu di Indonesia hanya mengandalkan penghasilan utamanya dari

    produksi gula pasir itu sendiri, yang sebenarnya rentan kalah saing oleh gula impor karena

    teknologi yang dimiliki Indonesia masih terbatas. Integrasi konsep biorefinery pada

    industri gula tebu ini dapat menjadi solusi akan hal tersebut, karena jika industri gula tebu

    saat ini mampu memanfaatkan komponen lain dari tanaman tebu tersebut menjadi bahan

    bakar, senyawa kimia, serta sumber listrik, pendapatan industri tebu tersebut tak hanya

    bergantung pada produksi gula saja. Jumlah limbah biomassa, bagas tebu misalnya, yang

    sangat melimpah namun bernilai ekonomi rendah serta bahkan dapat mencemari lokasi

    penggilingan sehingga jika konsep biorefinery mampu diterapkan, utilisasi bagas tebu

    akan menjadi suatu proses yang menguntungkan baik secara ekonomi maupun lingkungan.

    Di masa depan, konsep kilang biomassa atau biorefinery untuk utilisasi seluruh komponen

    dari biomassa tebu akan menjadi suatu hal yang penting dan menjadi titik balik bagi

    industri tebu yang berkelanjutan. Fermentasi etanol dan berbagai komoditas lainnya dari

    limbah biomassa tersebut, serta proses-proses konversi biomassa yang ada (seperti

    pulping) adalah komponen kunci bagi konsep biorefinery tersebut.

    2. SISTEM PRODUKSI SAAT INI

    2.1. Utilisasi tebu di Indonesia

    Tanaman tebu di Indonesia utamanya dimanfaatkan sebagai bahan baku produksi gula

    pasir. Gambar 2.1 menunjukkan contoh diagram blok proses produksi gula pasir dari tebu

    di Pabrik Gula (PG) Meritjan PTPN X. Selain produksi gula pasir sebagai produk utama,

    banyak pabrik gula tebu di Indonesia yang mulai menyadari manfaat dari salah satu

    produk samping yang mereka hasilkan, yaitu tetes tebu atau molase. Meskipun demikian,

    kebanyakan dari industri gula tebu tersebut tidak mengolah sendiri molase yang

    dihasilkan, melainkan hanya menampung dan menyeleksi molase yang memiliki kulaitas

    baik dan memiliki nilai jual tinggi untuk kemudian dijual ke industri lain, seperti industri

  • 3

    bioetanol misalnya. Produk samping lain seperti ampas tebu atau bagas tebu yang

    dihasilkan selama proses produksi gula juga hanya dimanfaatkan sebatas sebagai bahan

    bakar boiler saja. Belum terintegrasinya pengolahan molase serta pemanfaatan bagas atau

    sampah tebu lainnya salah satunya adalah karena pengetahuan serta eksplorasi mengenai

    biorefinery masih sangat terbatas di Indonesia.

    Gambar 2.1 Contoh diagram blok proses produksi gula pasir dari tebu (PG Meritjan PTPN X)

    2.2. Biorefinery tebu

    2.2.1. Biorefinery tebu generasi pertama

    Pada skema biorefinery ini, jus tebu yang biasa digunakan untuk produksi gula pasir, juga

    digunakan untuk produksi bioetanol dan juga value-added chemicals lainnya. Belum ada

    pemanfaatan dari material-material lain yang mengandung lignoselulosa (bagas tebu,

    dedaunan, dan sampah/residu tebu lainnya). Gambar 2.2 menunjukkan diaram blok proses

    umum dari biorefinery tebu generasi pertama. Skema ini marak dikembangkan pada

    Persiapan Tebu

    Pengujian brix dan pH

    Stasiun penimbangan

    Stasiun gilingan

    Unigrator

    Cane cutter

    Mill

    Rotary screen

    Timbangan Bolougne

    Stasiun Pemurnian

    Juice heater

    Defecator

    Tangki sulfitir

    Clarifier

    Rotary vacuum filter

    Stasiun penguapan

    Multiple effect

    evaporator

    Stasiun masakan

    Vacuum pan

    Stasiun puteran

    High/low-grade fugal

    Crystallizer

    Stasiun pengeringan dan

    pengemasan

    Dryer and cooler

    Vibrating screen

    TANAMAN TEBU

    KRISTAL GULA PASIR

  • 4

    berbagai penelitian dan juga dilakukan di skala industri pada saat awal-awal diketahui

    bahwa biofuel (bioetanol) dapat diproduksi dari bebagai tanaman.

    Gambar 2.2 Diagram blok proses biorefinery tebu generasi pertama

    (Sumber: Cavalett, dkk, 2012)

    Seperti yang terlihat pada Gambar 2.2, produksi bioetanol dilakukan dengan bahan yang

    sama dengan produksi gula pasir, yaitu dari jus tebu itu sendiri. Biorefinery generasi

    pertama memanfaatkan bahan utama dari suatu tanaman (crops) dan seringkali

    menyebabkan konflik dengan industri makanan yang juga sangat membutuhkan bahan

    utama tersebut, dan dalam kasus di atas, produksi biofuel (etanol) harus bersaing dalam

    penyediaan bahan baku dengan industri pangan (industri gula). Meskipun keduanya

    (produksi gula pasir dan produksi etanol atau bahan kimia lain) dapat dilakukan

    berbarengan, alangkah jauh lebih baik jiga bahan yang digunakan untuk produksi etanol

    (dan chemicals lainnya) berbeda dengan bahan baku untuk produksi gula pasir dengan

    Tebu

    Pembersihan tebu

    Ekstraksi gula

    Juice treatment

    Juice concentration

    Kristalisasi

    Pengeringan

    Gula pasir

    Juice treatment

    Juice concentration

    Fermentasi

    Distilasi dan rektifikasi

    Dehidrasi

    Etanol (anhydrous)

    Sampah/residu tebu

    Produksi panas dan daya

    Steam, listrik

    Bagas tebu

    Mo

    lase

  • 5

    tetap menggunakan konsep biorefinery. Solusi yang telah dieksplorasi dalam beberapa

    tahun terakhir ini adalah dengan memanfaatkan limbah/residu tanaman yang tidak

    digunakan atau tersisa dari produksi bahan pangan, yang sebagian memiliki kandungan

    lignoselulosa.

    2.2.2. Biorefinery tebu generasi kedua

    Untuk menghindari persaingan di sisi bahan baku dengan indutri pangan, skema

    biorefinery generasi kedua harus dilakukan, terutama di negara berkembang seperti

    Indonesia di mana keamanan pangan masih menjadi salah satu masalah. Pada kasus tebu,

    residu atau produk samping (selain molase) yang dapat dimanfaatkan untuk proses

    produksi bioetanol dan chemicals lainnya di antaranya adalah bagas/ampas tebu serta

    dedaunan yang tersisa saat proses pemanenan tebu dilakukan. Kedua bahan tersebut

    memiliki kandungan lignoselulosa, yaitu material yang umum terdapat pada berbagai

    tanaman berkayu, terdiri dari lignin, selulosa, dan hemiselulosa. Contoh diagram blok

    proses biorefinery tebu generasi kedua ditampilkan pada Gambar 2.3.

    Gambar 2.3 Diagram blok proses biorefinery tebu

    (Sumber: Yang, S, dkk, 2013 [dimodifikasi])

    Sampah/residu tebu

    Pretreatment

    Hidrolisis

    Fermentasi

    Etanol, chemicals

    Bagas tebu

    Sampah

    (dedaunan,

    dll)

    Molase

    Enzim

    Pembakaran

    (combustion)

    Steam, listrik

    Tebu

    Pemanenan tebu

    Pembersihan tebu

    Ekstraksi gula

    Juice treatment

    Juice concentration

    Kristalisasi

    Pengeringan

    Gula pasir

  • 6

    Biorefinery tebu generasi kedua dapat dilakukan dengan mengintegrasikannya dengan

    generasi pertama, yaitu dengan tetap menggunakan jus tebu sebagai substrat

    fermentasi etanol dengan membagi aliran untuk produksi gula pasir dan aliran untuk

    produksi etanol namun ditambah dengan pemrosesan material lignoselulosik dari

    bagas tebu dan sampah tebu lainnya. Meskipun demikian, Indonesia yang produksi

    tanaman tebunya tidak sebanyak Brazil atau India, dirasa masih belum cocok

    menggunakan skema gabungan ini. Gambar 2.4 menunjukkan diagram blok proses

    biorefinery gabungan generasi pertama dan kedua.

    Gambar 2.4 Diagram blok proses biorefinery tebu (1G+2G)

    (Sumber: Cavalett, 2011)

    Secara keseluruhan, gambaran biorefinery tebu di Indonesia ditampilkan dalam

    Gambar 2.5, dengan potensi yang dapat dikembangkan lebih lanjut beserta produk-

    produk truunan yang dapat dihasilkan dari biorefinery tebu ditampilkan pada Gambar

    2.6.

  • 7

    Gambar 2.5 Gambaran biorefinery tebu di Indonesia

    (biru: telah ada, merah: belum ada)

    Gambar 2.6 Berbagai produk yang dapat dihasilkan dari tebu dengan konsep biorefinery

    (Sumber: Cavalett, 2011)

    3. POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN DENGAN KONSEP

    BIOREFINERY

    3.1. Industri gula dunia

    Gula merupakan salah satu bahan pangan yang cukup vital bagi kehidupan manusia, dan

    merupakan salah satu sumber energi utama. Secara umum, kebutuhan gula dunia dipenuhi

    oleh dua sumber utama yang keduanya merupakan tanaman, yaitu tebu (sugarcane) yang

    biasa tumbuh subur di daerah tropis dan subtropis dan bit (sugar beet) yang tumbuh di

    daerah dengan temperatur yang lebih dingin/sejuk (OHara, 2011). Pada tahun 2013, 2,165

    Tebu di

    Indonesia Jus

    Gula kristal

    Etanol

    Molase

    Etanol

    Bagas dan

    residu lain

    Etanol, chemicals

    Pulp

    Listrik,

    steam

  • 8

    miliar ton tanaman tebu diproduksi di seluruh dunia dengan Brazil dan India yang

    mendominasi.

    Sampai saat ini, tanaman tebu sebagian besar dimanfaatkan sebagai sumber gula kristal

    untuk keperluan konsumsi manusia. Brazil, seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 3.1,

    menempati posisi teratas dalam jumlah produksi tebu dan dapat menyisihkan sebagian

    hasil produksi tebu tersebut untuk keperluan lain yaitu untuk produksi bioetanol dari jus

    tebu baik molase (tetes tebu), yang dikenal sebagai bioetanol generasi pertama. Negara

    lain dnegan produksi tebu lebih rendah nampaknya masih bergantung pada gula pasir

    sebagai produk utama dari tebu.

    3.2. Biomassa dari tanaman tebu

    Tebu (Saccharum officinarum) merupakan tanaman C4 berjenis perennial grass atau

    rerumputan yang tumbuh sepanjang tahun yang termasuk ke dalam famili Poaceae.

    Tanaman tebu dapat tumbuh dengan baik pada temperatur hangat hingga panas dan

    kondisi yang cukup lembab sehingga tumbuh dengan baik di daerah tropis dan subtropis.

    Brazil sampai saat ini selalu menempati posisi teratas dalam produksi tanaman tebu

    dunia, sekitar 35% dari total produksi dunia (2007) dengan India dan China menyusul di

    posisi selanjutnya.

    Tanaman tebu ditumbuhkan karena tangkainya yang berserat kaya dengan gula

    (kandungan sukrosa mencapai 7-14% dan merupakan komponen paling banyak dari total

    padatan) dan utamanya digunakan untuk produksi sukrosa. Proses pemanenan tebu secara

    tradisional dilakukan dengan cara melepaskan bagian atas dari tangkai (tops) dan daun,

    dan kemudian hanya tangkainya (millable stalk) yang akan dikirim ke pabrik gula untuk

    diproses. Gambar 3.1 menunjukkan ilustrasi tanama tebu dan bagian-bagiannya.

    Biasanya tops serta dedaunan tebu ini dibiarkan terdekomposisi, menjadi kompos alami

    bagi tanah perkebunan tebu, atau dibakar. Hanya dedaunan tebu yang memiliki

    kemampuan meningkatkan kualitas tanah, sehingga material sisa yang lainnya memiliki

    potensi untuk dijadikan bahan baku (feedstock) untuk produksi bioetanol dan pada

    akhirnya akan bermuara pada biorefinery tebu.

  • 9

    Gambar 3.1 Tanaman tebu dan bagian-bagiannya

    (Sumber: Hamann, 2014)

    3.3. Industri gula tebu di Indonesia

    Indonesia memiliki luas lahan panen tebu sekitar 470.000 hektar pada tahun 2013

    (Statistik Pertanian, 2013) dan dari area tersebut diproduksi atau dipanen tanaman tebu

    dan jumlah produksinya selama beberapa tahun terakhir dapat dilihat pada Tabel 3.1.

    Tabel 3.1 Produksi tebu Indonesia dari tahun 2008-2013

    Tahun Produksi gula tebu (ribu ton)

    2008 2668,4

    2009 2333,9

    2010 2288,7

    2011 2244,2

    2012 2554,7

    2013 2592,6

    (Sumber: Badan Pusat Statistik, 2013)

    Dari jumlah tebu yang dipanen/diproduksi, dihasilkan produk gula pasir dengan

    jumlah produksi selama beberapa tahun terakhir ditunjukkan oleh Tabel 3.2.

  • 10

    Tabel 3.2 Produksi gula pasir Indonesia dari tahun 2008-2013

    Tahun Produksi gula tebu (ribu ton)

    2008 1382,7

    2009 1326,9

    2010 1295,3

    2011 1284,2

    2012 1445,1

    2013 1369,4

    (Sumber: Badan Pusat Statistik, 2013)

    Indonesia memiliki beberapa pabrik gula yang tersebar di berbagai belahan nusantara.

    Tabel 3.3 menunjukkan beberapa pabrik gula tebu di Indonesia, sedangkan Gambar

    3.2-3.5 menunjukkan peta pabrik gula di berbagai pulau di Indonesia.

    Tabel 3.3 Daftar pabrik gula di Indonesia

    PG

    Asembagus Situbondo Jawa

    Timur

    PG Jatiroto, Jatiroto,

    Lumajang, Kabupaten

    Lumajang, Jawa Timur

    PG Mojo, Sragen, Jawa

    Tengah

    PG

    Bandjaratma Brebes Jawa

    Tengah

    PG

    Jatiwangi, Jatiwangi Kabupate

    n Majalengka, Jawa Barat

    PG Mojodikota

    PG Bone

    (Arasoe) Bone Sulawesi

    Selatan

    PG

    Jatitujuh Jatiwangi Kabupaten

    Majalengka, Jawa Barat

    PG Ngadirejo Kediri, Jawa

    Timur, (lokasi)

    PG Bantul, Kabupaten

    Bantul, Yogyakarta

    PG Jombang

    Baru Jombang, Jawa Timur

    PG Olean, Situbondo, Jawa

    Timur

    PG Camming Bone Sulawesi

    Selatan

    PG

    Kadhipaten, Kadipaten, Kabup

    aten Majalengka, Jawa Barat

    PG Pandji, Situbondo, Jawa

    Timur

    PG Candi Sidoarjo Jawa

    Timur

    PG Kalibagor Banyumas, Jawa

    Tengah

    PG Pagottan, Madiun, Jawa

    Timur

    PG Ceper Baru Klaten Jawa

    Tengah

    PG Kanigoro Madiun, Jawa

    Timur

    PG

    Pajarakan, Probolinggo, Jaw

    a Timur

    PG Cepiring Kendal Jawa

    Tengah

    PG

    Karangsuwung, Karangsuwun

    g, Karangsembung, Cirebon, J

    awa Barat

    PG Pakis Baru Pati Jawa

    Tengah

    PG Cinta Manis, Kabupaten

    Ogan Ilir, Sumatera Selatan

    PG Kebon

    Agung, Malang, Jawa Timur

    PG Pangka, Tegal Jawa

    Tengah,

    PT Gunung Madu

    Plantations, Lampung

    Tengah, Lampung

    PG

    Kedaton, Pleret, Kabupaten

    Bantul, Yogyakarta

    PG Pesantren

    Baru, Pesantren, Kota

    Kediri, Jawa Timur

    PT Pemuka Sakti

    Manisindah, Way

    PG Kedawung, Pasuruan, Jawa

    Timur

    PG Prajekan, Bondowoso

  • 11

    Kanan, Lampung

    PT Sugar Group

    Companies, Tulang

    Bawang, Lampung

    PG Kersana PG

    Pundong, Pundong, Kabupat

    en Bantul, Yogyakarta

    PG

    Colomadu Karanganyar Jaw

    a Tengah

    PG Ketanggungan Barat/PG

    Tersana II, Brebes, Jawa

    Tengah

    PG Purwodadi

    (Poerwodadie), Magetan, Ja

    wa Timur

    PG Cukir

    (Tjoekir) Cukir, Diwek, Jom

    bang, Jawa Timur, (lokasi)

    PG Krembung, Sidoarjo, Jawa

    Timur, (lokasi)

    PG Purwokerto

    PG De

    Maas, Besuki, Situbondo, Ja

    wa Timur, (lokasi)

    PG Krian, Jawa

    Timur, (lokasi)

    PG Rejo

    Agung, Madiun, Jawa

    Timur

    PG Gempol Palimanan PG Krebet Baru

    1, Malang, Jawa Timur

    PG Rejosari, Magetan, Jawa

    Timur

    PG

    Gempolkerep Mojokerto, Ja

    wa Timur,

    PG Krebet Baru

    2, Malang, Jawa Timur

    PG Rendeng Kudus, Jawa

    Tengah

    PG

    Gending, Probolinggo, Jawa

    Timur

    PG Lestari, Nganjuk Jawa

    Timur

    PG Semboro, Jember, Jawa

    Timur

    PG Gondang

    Baru, Jogonalan, Klaten, Ja

    wa Tengah

    PG

    Madukismo Bantul Yogyakart

    a

    PG Sindanglaut, Jawa Barat

    PG Gondang

    Lipuro, Bambanglipuro, Kab

    upaten Bantul, Yogyakarta

    PG Merican Kediri Jawa

    Timur

    PG Sragi, Pekalongan, Jawa

    Tengah

    PG Jatibarang Brebes, Jawa

    Tengah

    PG

    Mojopanggung, Tulungagung,

    Jawa Timur

    PG Subang Pasir

    Bungur Subang, Jawa Barat

    PG Sudono

    (Soedhono), Ngawi, Jawa

    Timur

    PG

    Tasikmadu Karanganyar Jawa

    Tengah

    PG Watutulis, Jawa Timur

    PG

    Sugarindo Singaparna Jawa

    Barat

    PG Trangkil, Pati, Jawa

    Tengah

    PG

    Wonolangan, Probolinggo, J

    awa Timur

    PG Sumberharjo PG Tersana

    Baru, Cirebon, Jawa Barat

    PG

    Wringinanom, Situbondo, Ja

    wa Timur

    PG

    Takalar, Takalar, Sulawesi

    Selatan

    PG Tulangan, Sidoarjo, Jawa

    Timur

    PG Watutulis, Jawa Timur

    (Sumber: http://id.wikipedia.org/)

  • 12

    Gambar 3.2 Peta pabrik gula di Pulau Sumatera

    (Sumber: http://pabrikgula-baru.blogspot.com/)

    Gambar 3.3 Peta pabrik gula di Pulau Kalimantan

    (Sumber: http://pabrikgula-baru.blogspot.com/)

  • 13

    Gambar 3.4 Peta pabrik gula di Pulau Sulawesi

    (Sumber: http://pabrikgula-baru.blogspot.com/)

    Gambar 3.5 Peta pabrik gula di Pulau Jawa

    (Sumber: http://pabrikgula-baru.blogspot.com/)

  • 14

    Berdasarkan data dari FAO (Food and Agriculture Organization), Indonesia

    menempati posisi ke-8 sebagai produsen tebu di dunia pada tahun 2012, seperti yang

    disajikan pada Gambar 3.6.

    Gambar 3.6 Posisi Indonesia di industri tebu dunia menurut FAO pada tahun 2012

    (Sumber: FAO, 2014)

    4. ANALISIS DAN STRATEGI PERANCANGAN DAN PENGEMBANGAN

    KILANG BIOMASSA

    Tebu adalah salah satu tanaman yang cukup sering digunakan sebagai bahan baku

    produksi etanol disamping produk utamanya yaitu gula pasir, dan oleh karena itu konsep

    biorefinery sering diterapkan pada industri berbasis tebu. Produksi etanol dari jus tebu

    dan juga molase (biorefinery tebu generasi pertama) dilakukan dengan proses fermentasi.

    Di Indonesia sendiri, kebanyakan hanya molase yang dimanfaatkan menjadi etanol karena

    semua jus tebu akan diproses menjadi gula kristal untuk keperluan pangan. Material sisa

    dari pemrosesan tebu di industri-industri berbasis tebu seperti ampas/bagas tebu dan

    sampah tebu lainnya yang tersedia dalam jumlah melimpah membuat tebu menjadi salah

    satu feedstock yang menjanjikan untuk komersialisasi teknologi etanol berbasis selulosa.

    Kapasitas produksi serta jumlah industri gula tebunya yang banyak dan termasuk ke 10

    besar dunia, membuat Indonesia menjadi negara yang cukup potensial untuk

    pengembangan konsep biorefinery tebu ke tahap yang lebih lanjut.

  • 15

    Meskipun demikian, terdapat berbagai tantangan yang harus dihadapi dalam

    pengembangan awal produksi bioetanol berbasis biorefinery tebu ini, tidak hanya dari sisi

    teknis dan ekonomi, namun juga dari segi struktur industri yang lebih luas di mana industri

    tebu menjadi hal yang penting, karena tentunya dengan adanya perubahan dan/atau

    integrasi teknologi yang baru di industri berbasis tebu yang ada, industri lain sedikit

    banyak akan terpengaruh. Beberapa faktor yang dapat memengaruhi proses komersialisasi

    bioetanol ditinjau dari sisi teknis, ekonomi, sustainability, serta kebijakan publik dapat

    dilihat pada Gambar 4.1.

    Gambar 4.1 Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi komersialisasi teknologi bioetanol

    (Sumber: OHara, 2011 [dimodifikasi])

    Analisis faktor-faktor di atas dapat dilakukan lebih mendalam dengan menggunakan

    metode analisis sistem. Metode ini mengidentifikasi identitas, informasi, serta hubungan-

    hubungan pada sistem serta isu-isu utama pada jalur pengembangan sistem biorefinery

    tebu, dari mulai intensi dari sistem hingga ke pengembangan konsep baru, struktur, dan

    strategi bagi industri. Rangkuman dari beberapa isu utama yang diidentifikasi dengan

    metode analisis ini dapat dilihat pada Tabel 4.1.

    Teknis

    Pengumpulan dan penyimpanan biomassa, penggunaan dan recovery bahan kimia,

    strategi pretreatment dan hidrolisis, desain reaktor, produksi enzim, agen fermentasi,

    integrasi proses, pemrosesan air, penggunaan energi.

    Ekonomi

    Biaya produksi, biaya modal, biaya transportasi biomassa, harga feedstock, harga produk, diversifikasi pemasukan,

    aliran dana, risiko dan sensitivitas harga, likuiditas, model pembiayaan.

    Kebijakan Publik

    Carbon tax, keamanan energi, mandat penggunaan biofuels, bantuan untuk R&D, insentif pajak, kebijakan energi terbarukan,

    community support.

    Sustainability

    LCA, efisiensi karbon, teknologi energi di masa depan, perubahan penggunaan lahan, dampak terhadap produksi bahan pangan,

    reduksi gas rumah kaca, penggunaan bahan bakar fosil, penggunaan air.

    KOMERSIALISASI TEKNOLOGI BIOETANOL

  • 16

    Tabel 4.1 Rangkuman isu-isu utama terkait pengembangan biorefinery di industri tebu di

    Indonesia

    Identitas Prinsip dan standar

    - Industri tebu: menumbuhkan,

    memanen, mentranspotasikan,

    menggiling, menyimpan dan

    memasrkan

    - Agribisnis berbasis komoditas

    - Dukungan: pemerintah, penelitian,

    finansial

    - Industri etanol dari molase/tetes tebu

    sudah mulai berkembang

    - Industri dihadapkan pada perubahan

    yang cepat di sisi struktur industri tebu

    - Optimasi sustainability

    - Tidak ada dampak pada penyediaan

    bahan pangan

    - Pengukuran dan pelaporan kelayakan

    secara finansial

    - Meminimasi risiko dari teknologi baru

    yang akan diterapkan untuk pertama

    kali

    Informasi Isu

    - Pengetahuan akan teknologi

    penggilingan gula konvensional sudah

    sangat baik

    - Pengetahuan akan bioetanol generasi

    pertama cukup, terbatas pada molase

    - Pengetahuan akan bioetanol generasi

    kedua masih kurang, karena lebih

    kompleks

    - Harga minyak mentah dunia di masa

    depan sulit diramalkan

    - Dukungan pemerintah untuk

    pengembangan industri dalam bentuk

    apa?

    - Banyak sekali opsi teknologi bioetanol

    sulit memilih yang terbaik

    - Pangan vs bahan bakar

    - Industri bahan bakar fosil yang resisten

    - Sustainability yang terkadang salah

    kaprah

    - Risiko teknologi baru

    - Adopsi teknologi baru cenderung lama

    - Akses finansial untuk pendanaan

    industri

    Hubungan Konteks baru, struktur, strategi

    - Integrasi secara kontraktual dan rantai

    pasok yang telah ada di antara

    penanam, pemanen, dan penggiling

    tebu

    - Hubungan industri dan peneliti cukup

    baik

    - Tebu adalah sumber bioenergi

    terbarukan

    - Biofuel dan efisiensi energi

    berkontribusi untuk mengurangi efek

    rumah kaca

    - Penggilingan gula diintegrasikan

  • 17

    - Tren regulasi pemerintah terhadap

    industri

    dengan pabrik gula dan bioenergi

    dengan konsep biorefinery

    - Keberlangsungan industri yang

    independen terhadap bantuan

    pemerintah

    - Industri memberikan dampak

    lingkungan dan finansial yang positif

    terhadap komunitas

    Intensi Pekerjaan

    - Peningkatan sustainability dan

    profitabilitas industri

    - Memberi nilai tambah dari bagas/residu

    lainnya

    - Produsi bioetanol dari biomassa

    kualitas rendah

    - Mengurangi gas rumah kaca dan

    efeknya terhadap perubahan iklim

    - Mengurangi ketergantungan akan impor

    minyak mentah

    - Pengembangan teknologi bioetanol dari

    bagas tebu

    - Isu teknologi pretreatment, hidrolisis

    enzimatik, dan fermentasi

    - Integrasi teknologi-teknologi pada poin

    2 ke sistem penggilingan tebu

    Pendalaman, sustainability

    - Pengukuran sustainability melalui LCA dan indikator lainnya

    - Analisis kelayakan ekonomi

    - Teknologi akan semakin berkembang dengan cepat pada saat awal komersialisasi

    (Sumber: OHara, 2011 [dimodifikasi]).

    Setelah mengetahu isu-isu utama dari metode analisis sistem, tahap penting selanjutnya

    dalam perancangan biorefinery adalah menentukan tujuan utama (ultimate purpose) dari

    pengembangan industri yang ada menjadi industri yang integratif. Pada kasus biorefinery

    tebu, tujuan utama akan bermuara pada kebutuhan untuk meningkatkan profitabilitas

    industri dan juga memberikan damapk positif ke lingkungan, sehingga tujuan utamanya

    (prime directive) adalah: Memastikan profitabilias dan sustainability jangka panjang dari

    fasilitas produksi gula-etanol terintegrasi. Dari tujuan tersebut dapat diturunkan 2 sub-

    tujuan yaitu untuk memenuhi tujuan finansial (profit) dan tujuan lingkungan

    (sustainability) dan dari kedua sub-tujuan tersebut dapat diturunkan langkah-langkah yang

    harus diambil.

  • 18

    Setelah tujuan didapat, perancangan sistem yang ingin diwujudkan harus segera dibuat.

    Dalam kasus ini, diagram blok proses biorefinery tebu generasi kedua seperti pada

    Gambar 2.3 dapat digunakan sebagai rancangan sistem. Selanjutnya, dilakukan analisis

    tekno-ekonomi untuk sistem yang akan dipilih. Analisis tekno-ekonomi dapat dilakukan

    dengan merinci variabel-variabel kunci dari sistem produksi biorefinery tebu, baik variabel

    input maupun variabel tetap. Analisis sensitivitas dari parameter-parameter profitabilitas

    seperti NPV terhadap faktor-faktor major seperti harga etanol, harga bahan baku, harga

    enzim, persen selulosa pada biomassa, efisiensi fermentasi dan lain sebagainya juga

    dilakukan.

    Berdasarkan diagram blok proses biorefinery tebu generasi kedua (Gambar 2.3), dapat

    dipilih beberapa alternatif skenario produksi (OHara, 2011), yaitu sebagai berikut:

    - Skenario basis

    Pada skenario ini tidak ada jus tebu yang dikonversi menjadi etanol, hanya dari

    molase saja. Seluruh bagas digunakan untk kogenerasi dan produksi listrik untuk

    dijual. Tidak ada bagas yang digunakan untuk produksi etanol. Tidak ada sampah /

    residu lain yang diproses.

    - Skenario kogenerasi

    Pada skenario ini tidak ada jus tebu yang dikonversi menjadi etanol, hanya dari

    molase saja. Seluruh bagas dan sebagian sampah tebu lain digunakan untuk

    kogenerasi dan produksi listrik untuk dijual. Tidak ada bagas yang digunakan untuk

    produksi etanol.

    - Skenario low ethanol

    Pada skenario ini tidak ada jus tebu yang dikonversi menjadi etanol, hanya dari

    molase saja. Seluruh bagas dan sampah tebu lain digunakan untuk kogenerasi dan

    surplusnya digunakan untuk produksi etanol.

    - Skenario moderate ethanol

    Pada skenario ini 70% jus tebu dimanfaatkan menjadi gula pasir dan sisanya

    dikonversi menjadi etanol. Seluruh molase digunakan untuk produksi etanol. Seluruh

    bagas dan sampah tebu lain digunakan untuk kogenerasi dan surplusnya digunakan

    untuk produksi etanol.

    - Skenario high ethanol

  • 19

    Pada skenario ini tidak ada gula pasir yang diproduksi dan semua jus tebu dikonversi

    menjadi etanol. Seluruh bagas dan sampah tebu lain digunakan untuk kogenerasi dan

    surplusnya digunakan untuk produksi etanol.

    Melihat produksi tebu dan gula pasir Indonesia saat ini, skenario kogenerasi sepertinya paling

    baik karena pada skenario tersebut gula pasir masih dapat diproduksi dalam jumlah yang

    banyak sehingga dapat menjamin pemenuhan kebutuhan gula nasional dan etanol masih

    dapat diproduksi dari molase. Dengan demikian, isu pangan vs energi dapat teratasi.

    Meskipun demikian, di masa depan Indonesia mungkin akan mengadopsi skenario low

    ethanol atau moderate ethanol di biorefinery tebu yang dimilikinya seiring dengan teknologi

    konversi biomassa serta teknologi sintesis pemanis lain selain gula pasir yang terus

    berkembang.

    5. ANALISIS KEEKONOMIAN

    Analisis dekonomi dilakukan dengan asumsi bahwa produk yang dihasilkan dari sistem

    biorefinery tebu ini adalah gula. Perhitungan mengikuti rujukan dari Moncada, dkk.

    (2012), dan skema yang digunakan adalah skema 1 dari rujukan tersebut (base case).

    Berikut detil asumsi yang digunakan:

    - Produksi gula: dari jus tebu

    - Produksi etanol: dari molase hasil pemrosesan tebu menjadi gula

    - Kogenerasi: bagas tebu hasil penggilingan

    5.1. Biaya Modal Tetap (Fixed Capital Investment)

    Karena biaya pembelian dan pemasangan alat-alat adalah biaya modal yang memiliki porsi

    paling besar dalam FCI, maka diasumsikan bahwa FCI disini hanya biaya pembelian alat-

    alat saja. Tabel 5.1 menampilkan harga beli alat-alat untuk proses produksi gula dan

    proses produksi etanol. Berdasarkan Tabel 5.1, maka FCI yang diperlukan adalah: USD

    28730500 + USD 1946300 = USD 30676800.

  • 20

    Tabel 5.1 Rincian biaya pembelian alat (equipments)

    Produksi gula Produksi etanol

    Alat Jumlah

    Harga

    satuan

    (USD)

    Harga total

    (USD) Alat Jumlah

    Harga

    satuan

    (USD)

    Harga total

    (USD)

    Cane cutter 3 60000 180000

    Stirred

    fermenters

    1000 L

    4 2500000 10000000

    Mill 5 4300 21500

    Airlift

    fermenters

    100 L

    2 1000000 2000000

    Rotary

    screen 1 35000 35000

    Airlift

    fermenters

    1000 L

    4 2500000 10000000

    Timbangan

    bolougne 1 8000 8000

    Centrifuge

    disc stack 1 100000 100000

    Juice

    heater 2 20000 40000

    Rotary

    drum

    vacuum

    filter

    1 38000 38000

    Tank 3 60000 180000 Spray drier 1 100000 100000

    Clarifier 1 100000 100000 Fluidised

    bed drier 1 500000 500000

    Rotary

    vacuum

    filter

    1 38000 38000 Steriliser 2 90000 180000

    Multiple

    effect

    evaporator

    7 4000000 28000000 Feed tanks 4 100000 400000

    Vacuum

    pan

    9 3000 27000 Pumps 8 4700 37600

    Crystallizer 1 30000 30000

    Dryer

    cooler

    1 50000 50000

    Vibrating

    screen

    1 13000 13000

    Timbangan

    tetes

    1 8000 8000

    TOTAL 28730500 TOTAL 1946300

  • 21

    5.2. Biaya Produksi (Cost of Manufacturing)

    Basis perhitungan biaya produksi mengikuti rujukan dari Moncada dkk. (2012) skema 1

    (base case), dengan kapasitas tebu yang diproses mengikuti jumlah produksi tebu

    Indonesia tahun 2013 berdasarkan Badan Pusat Statistik yaitu 2592,6 ribu ton/tahun.

    Asumsi yang digunakan adalah sebagai berikut:

    o Seluruh tebu diproses menjadi gula dan etanol

    o Biaya bahan baku hanya tebu saja, karena memiliki porsi paling besar dalam

    biaya bahan baku

    Berdasarkan Moncada dkk. (2012), faktor pengali perolehan produksi gula dan etanol

    terhadap jumlah tebu yang diproses untuk base case adalah sebagai berikut:

    o Gula: 0,11 ton gula/ton tebu

    o Etanol: 26,19 L etanol/ton tebu

    Dengan menggunakan data harga tebu,gula, dan etanol yang tersedia, maka pemasukan

    (revenue) per tahunnya dapat dihitung. Tabel 5.2. menyajikan data perhitungan revenue.

    Tabel 5.2 Perhitungan revenue

    Jumlah Harga Harga total (USD/tahun)

    Tebu yang dibutuhkan 2592600 70 USD/ton 181482000

    Gula yang diproduksi 285186 500 USD/ton 142593000

    Etanol yang diproduksi 67900194 1,24 USD/L 84196241

    Pemasukan (Revenue) = Harga total gula+etanol 226789241

    Selain itu, menurut Moncada dkk. (2012), perhitungan biaya produksi gula dan etanol

    dilakukan dengan mengalikan faktor pengali untuk setiap komponen biaya dengan

    kapasitas produksi, yang tersaji pada Tabel 5.3.

    5.3. Analisis Profitabilitas

    Untuk melihat kelayakan sistem biorefinery tebu ini secara eknomi, dilakukan analisis

    profitabilitas untuk menghitung beberapa parameter profitabilitas seperti Net Present

    Value (NPV), Payback Period (PBP), dan Internal Rate of Return (IRR). Data-data serta

    asumsi yang digunakan adalah sebagai berikut:

    o FCI: USD 30.676.800

    o Biaya produksi: USD 217.796.433 / tahun

    o Revenue: USD 226.789.241

  • 22

    o Taxation rate: 10%

    o Tidak ada biaya tanah dan working capital

    o Depresiasi menggunakan MACRS

    o Usia pabrik diasumsikan 11 tahuN

    Setelah data yang diperlukan tersedia, dilakukan perhitungan aliran dana biorefinery tebu

    ini dan data disajikan pada Tabel 5.4 dan diagran aliran dana kumulatif (discounted)

    disajikan pada Gambar 5.1.

    Tabel 5.3 Perhitungan biaya produksi

    Komponen biaya

    produksi

    Faktor pengali Biaya total

    (USD/tahun) Keterangan

    Gula Etanol

    Bahan baku - - 181482000 Sama dengan harga

    total tebu

    Utilitas 0/ton gula 0,02/L etanol 1683924,8

    Upah pekerja 0,0021/ton gula 0,0092/L

    etanol 1074050,7

    Maintenance &

    overhead 0,01/ton gula 0,02/L etanol 3109854,8

    Administrasi 0,06/ton gula 0,26/L etanol 30446603

    TOTAL 217796433

    Setelah aliran dana setiap tahun diketahui, berikutnya adalah perhitungan parameter-

    parameter profitabilitas, yaitu sebagai berikut:

    1. Net Present Value (NPV)

    NPV adalah posisi dana di akhir umur pabrik, pada kasus ini nilai NPV adalah USD

    19.478.667,95.

    2. Payback Period (PBP)

    PBP adalah waktu yang diperlukan agar modal tetap (FCI) terbayar, atau dengan kata

    lain saat aliran dana kumulatif bernilai nol. Pada kasus ini, berikut perhitungan PBP:

    = 4 + 0 (2698605,797)

    2069462,391 (2698605,797)= 4,57

  • 23

    3. Internal Rate of Return (IRR)

    IRR adalah nilai suku bunga saat NPV bernilai nol. IRR harus bernilai di atassuku

    bunga maksimum yang ditetapkan perusahaan agar suatu proyek atau pabrik dapat

    dikatakan layak dioperasikan. Pada kasus ini, nilai IRR adalah 24,95%.

  • 24

    Tabel 5.4 Perhitungan aliran dana (cash flow)

    Tahun Investasi Depresiasi FCI-

    depresiasi

    Revenue COM After Tax Cash

    Flow

    After Tax Cash Flow

    (discounted)

    Cumulative Cash

    Flow

    0 0 0 0 0 0 0 0 0

    1 -30676800 0 30676800 0 0 -30676800 -27888000 -27888000

    2 0 6135360 24541440 226789240,6 217796432,9 8707062,911 7195919,761 -20692080,24

    3 0 9816576 14724864 226789240,6 217796432,9 9075184,511 6818320,444 -13873759,79

    4 0 5889945,6 8834918,4 226789240,6 217796432,9 8682521,471 5930278,991 -7943480,804

    5 0 3533967,36 5300951,04 226789240,6 217796432,9 8446923,647 5244875,007 -2698605,797

    6 0 3533967,36 1766983,68 226789240,6 217796432,9 8446923,647 4768068,188 2069462,391

    7 0 1766983,68 0 226789240,6 217796432,9 8270225,279 4243933,241 6313395,632

    8 0 0 0 226789240,6 217796432,9 8093526,911 3775690,036 10089085,67

    9 0 0 0 226789240,6 217796432,9 8093526,911 3432445,487 13521531,16

    10 0 0 0 226789240,6 217796432,9 8093526,911 3120404,988 16641936,14

    11 0 0 0 226789240,6 217796432,9 8093526,911 2836731,808 19478667,95

  • 25

    Gambar 5.1 Diagram aliran dana kumulatif (discounted) dari biorefinery tebu

    Berdasarkan parameter-parameter tersebut, dapat dikatakan bahwa biorefinery tebu

    dengan skenario kogenerasi dengan melihat potensi biomassa tebu yang ada cukup layak

    untuk dilakukan. Tentunya, hal ini perlu dikaji dan ditelaah lebih lanjut dari berbagai

    aspek agar realisasi pengembangan biorefinery tebu di Indonesia semakin berkembang

    dengan baik.

    6. TANTANGAN PENGEMBANGAN KILANG BIOMASSA

    Indonesia memang potensial dari segi ketersediaan bahan baku molase hasil pemrosesan

    tebu menjadi gula, akan tetapi beberapa tantangan masih harus dihadapai untuk

    mewujudkan sistem biorefinery yang terintegrasi dengan baik, beberapa di antaranya

    adalah dari segi teknologi. Pengetahuan tentang teknologi konversi biomassa, baik secara

    termal maupun bioproses masih sangat jarang diketahui banyak orang, bahkan pihak

    industri sekalipun. Hal ini tentunya cukup menghambat pross pengembangan biorefinery

    di Indonesia.

    Tantangan berikutnya adalah masalah regulasi pemerintah, dan salah satu yang cukup

    berdampak adalah kebijakan mengenai bahan bakar minyak. Pemerintah masih

    memberikan subsidi bahan bakar minyak di beberapa tahun terakhir, dan hal ini secara

    -40000000

    -30000000

    -20000000

    -10000000

    0

    10000000

    20000000

    30000000

    0 2 4 6 8 10 12

    Alir

    an d

    ana

    (USD

    )

    Tahun ke-

  • 26

    tidak langsung akan menghambat perkembangan teknologi biofuels karena harga BBM

    subsidi yang lebih murah membuat masyarakat enggan berpindah dan membuat investor

    juga urung berinvestasi. Sosialisasi pada masyarakat akan mendesaknya krisis energi yang

    akan dihadapi dunia dan Indonesia masih kurang dan pengenalan biofuels pada masyarakat

    juga masih belum gencar.

    Selain itu, kondisi anggaran serta sarana dan prasarana yang tersedia di industri juga masih

    belum memungkinkan untuk pengembangan biorefinery lebih lanjut jika tidak adanya

    kerjasama antara industri, pemerintah, serta kaum akademisi.

    7. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

    Biorefinery diharapkan dapat menjadi suatu solusi ampuh untuk mengatasi krisis energi

    yang diramalkan akan terjadi di masa depan dengan pemanfaatan secara maksimal setiap

    komponen dari berbagai tanaman menjadi bahan bakar dan bahan kimia lain yang bernilai

    jual tinggi. Salah satu potensi yang dimiliki Indonesia dalam hal bahan baku adalah cukup

    tingginya produksi tebu setiap tahunnya serta telah banyaknya pabrik gula di seluruh

    nusantara. Hal ini seharusnya tentu dapat mempermudah proses integrasi dan

    pengembangan konsep biorefinery ke sistem pemanfaatan tebu yang kini sudah ada, dan

    pihak industri sudah mulai menyadari hal tersebut dengan menyeleksi dan menjual molase

    ke perusahaan penghasil bioetanol. Namun alangkah lebih baik jika proses konversi

    molase manjadi etanol dapat diintergrasikan langsung dengan proses produksi gula.

    Meskipun demikian, beberapa tantangan masih harus dihadapi oleh Indonesia dalam

    proses pengembangan kilang biomassa, seperti ketersediaan teknologi serta masih

    awamnya kebanyakan masyarakat Indonesia akan biofuels.

    Analisis serta strategi perancangan biorefinery tebu di Indonesiaharus dilakukan dengan

    baik dan matang serta dalam semua aspek baik teknis, ekonomi, regulasi, serta

    lingkungan. Lebih jauh lagi, di masa depan Indonesia sangat berpotensi untuk

    mengembangkan lebih jauh biorefinery tebu generasi kedua dengan memanfaatkan bagas

    dan sampah tebu lainnya menjadi bioetanol dan chmeicals lainnya yang bernilai jual

    tinggi.

  • 27

    Sebagai tahap awal pengembangan biorefinery tebu di Indonesia, pemerintah dengan

    pihak industri haruslah mulai bekerjasama dalam pengembangan rancangan integrasi

    konversi molase menjadi etanol di berbagai pabrik gula yang ada di Indonesia. Research

    and development di bidang ini juga harus mulai digencarkan agar potensi yang ada di

    negeri ini dapat termanfaatkan dengan baik dan ini tidak hanya berlaku untuk tebu saja,

    namun untuk berbagai sumber daya alam lain di Indonesia yang berpotensi sebagai bahan

    baku kilang biomassa.

    Daftar Pustaka

    1. Kamat, S.; Khot, M.; Zinjarde, S.; RaviKumar, A.; Gade, W. N. 2013. Coupled

    production of single cell oil as biodiesel feedstock, xylitol and xylanase from

    sugarcane bagasse in a biorefinery concept using fungi from the tropical mangrove

    wetlands.Bioresource Technology 135 246253.

    2. Cavalett, O; Junqueira, T. L.; Dias, M. O. S.; Jesus, C. D. F.; Mantelatto, P. E.; Cunha,

    M. P.; Franco, H. C. J.; Cardoso, T. F.; Filho, R. M.; Rossell, C. E. V.; Bonomi, A.

    2012. Environmental and economic assessment of sugarcane first generation

    biorefineries in Brazil. Clean Technology Environmental Policy 14 399-410.

    3. Yang, S.; El-Enshasy, H. A.; Thongchul, N. 2013. Bioprocessing technologies in

    biorefinery for sustainable production of fuels, chemicals, and polymers. Wiley &

    Sons: New Jersey.

    4. Cavalett, O. 2011. Virtual sugarcae biorefinery A computational tool to compare

    sustainablity impacts of different produstion strategies in a biorefinery context. Lab.

    Nacional de Cincia e Tecnologia do Bioetanol (CTBE)-CNPM: Brazil.

    5. OHara, I. 2011. Cellulosic ethanol from sugarcane bagasse in Australia: exploring

    industry feasibility through systems analysis, techno-economic assessment and pilot

    plat development. Queensland University of Technology: Queensland.

    6. Moncada, J.; El-Halwagi, M. M.; Cardona, C. A. 2012. Techno-economic analysis for

    a sugarcane biorefinery: Colombian case. Bioresource Technology

    http://dx.doi.org/10.1016/j.biortech.2012.08.137.

    7. http://pabrikgula-baru.blogspot.com/. Diakses 1 Januari 2015.