TTS Fahmi

22

Click here to load reader

Transcript of TTS Fahmi

Page 1: TTS Fahmi

Presentasi Kasus

SEORANG LAKI-LAKI 60 DENGAN

TARSAL TUNNEL SYNDROME BILATERAL

Oleh :

FAHMI WAHYU RAKHMANDA

G9911112068

Pembimbing :

DR. dr. Noer Rachma, Sp.KFR

dr. Trilastiti Widowati, Sp. KFR., M. Kes

dr. Desy Kurniawati Tandiyo, Sp. KFR

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN REHABILITASI MEDIK

FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/RSUD DR. MOEWARDI

SURAKARTA

2013

Page 2: TTS Fahmi

STATUS PENDERITA

I. ANAMNESA

A. Identitas Pasien

Nama : Tn. S

Umur : 60 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Agama : Islam

Pekerjaan : Petani

Alamat : Tawangmangu, Karanganyar

Status : Menikah

Tanggal Periksa : 18 Februari 2013

No CM : 01163841

B. Keluhan Utama

Telapak kaki terasa nyeri

C. Riwayat Penyakit Sekarang

Sejak 4 hari SMRS pasien mengeluh telapak kaki terasa nyeri.

Pasien mengeluhkan nyeri terutama setelah pasien berkebun. Nyeri

dirasakan tajam seperti ditusuk jarum. Nyeri dirasakan hilang timbul.

Jika digunakan untuk berjalan, nyeri dirasakan bertambah. Nyeri

pinggang (-) nyeri pada pergelangan kaki (-)

Pasien juga merasakan kesemutan pada telapak kaki setelah

merasakan kedua kakinya terasa tebal. Keluhan dirasakan hilang timbul.

Keluhan dirasakan bertambah jika pasien berjalan.

Selama 4 tahun ini, pasien bekerja sebagai petani. Pasien sering

berjongkok saat melakukan pekerjaannya. Pasien menyangkal riwayat

bengkak dan panas di pergelangan kaki. Pasien juga menyangkal

riwayat.. Pasien menyangkal riwayat kelemahan anggota gerak.

Page 3: TTS Fahmi

D. Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat Trauma : disangkal

Riwayat Hipertensi : disangkal

Riwayat Penyakit Gula : disangkal

Riwayat Alergi obat/makanan : disangkal

E. Riwayat Penyakit Keluarga

Riwayat Penyakit Serupa : disangkal

Riwayat Hipertensi : disangkal

Riwayat Penyakit Gula : disangkal

F. Riwayat Kebiasaan dan Gizi

Pasien makan 3 kali sehari dengan sepiring nasi dan lauk pauk berupa

tempe, tahu, sayur

Riwayat Merokok : disangkal

Riwayat minum alkohol : disangkal

Riwayat Olahraga : disangkal

G. Riwayat Sosial Ekonomi

Pasien adalah seorang kepala keluarga dengan 3 orang anak yang sudah

berkeluarga. Pasien pernah bekerja sebagai cleaning service tapi sudah

tidak bekerja karena faktor usia. Saat ini, pasien bekerja sebagai petani.

Saat ini berobat di RSDM dengan fasilitas Jamkesmas.

II. PEMERIKSAAN FISIK

A. Status Generalis

Keadaan umum compos mentis, E4V5M6, gizi kesan cukup

B. Tanda Vital

Tekanan darah : 120/80 mmHg

Page 4: TTS Fahmi

Nadi : 88x/ menit, isi cukup, irama teratur, simetris

Respirasi : 20x/menit, irama teratur, tipe thoracoabdominal

Suhu : 36,50C per aksiler

C. Kulit

Warna sawo matang, pucat (-), ikterik (-), petechie (-), venectasi (-),

spider naevi (-), striae (-), hiperpigmentasi (-), hipopigmentasi (-).

D. Kepala

Bentuk mesocephal, kedudukan kepala simetris, luka (-), rambut hitam

beruban, tidak mudah rontok, tidak mudah dicabut, atrofi otot (-)

E. Mata

Conjunctiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-), refleks cahaya langsung

dan tak langsung (+/+), pupil isokor (3 mm/ 3mm), oedem palpebra

(-/-), sekret (-/-), lagoftalmus (+/-)

F. Hidung

Nafas cuping hidung (-), deformitas (-), darah (-/-), sekret (-/-)

G. Telinga

Deformitas (-/-),darah (-/-), sekret (-/-)

H. Mulut

Bibir kering (-), sianosis (-), lidah kotor (-), lidah simetris, lidah tremor

(-), stomatitis (-), mukosa pucat (-), gusi berdarah (-), papil lidah atrofi

(-)

I. Leher

Simetris, trakea di tengah, step off (-), JVP (R+2) ,limfonodi tidak

membesar, nyeri tekan (-), benjolan (-)

J. Thoraks

a. Retraksi (-)

b. Jantung

Inspeksi : Ictus Cordis tidak tampak

Palpasi : Ictus Cordis tidak kuat angkat

Perkusi : konfigurasi jantung kesan tidak melebar

Auskultasi : Bunyi jantung I dan II intensitas normal, reguler,

Page 5: TTS Fahmi

bising (-)

c. Paru

Inspeksi : pengembangan dada kanan = kiri, gerakan

paradoksal (-)

Palpasi : fremitus raba kanan = kiri

Perkusi : sonor seluruh lapang paru

Auskultasi : suara dasar ( vesikuler / vesikuler ), suara

tambahan (-/-)

K. Abdomen

Inspeksi : dinding perut sejajar dinding dada

Auskultasi : peristaltik (+) normal

Perkusi : tympani

Palpasi : supel, nyeri tekan (-), hepar tidak teraba, bruit (-) dan lien

tidak teraba

L. Ekstremitas

Oedem Akral dingin

M. Status Neurologis

Kesadaran : GCS E4V5M6

Fungsi Luhur : dalam batas normal

Fungsi Vegetatif : dalam batas normal

Fungsi Sensorik : N N

Fungsi Motorik dan Reflek :

Kekuatan : 5 5

5 5

- -- -

Page 6: TTS Fahmi

Tonus : N N

N N

Spasifitas : N N

N N

Reflek Fisiologis : +2 +2

+2 +2

Reflek Patologis : - -

- -

Nervi Cranialis

N. III : pupil isokor (3mm/3mm), Refleks Cahaya (+/+), Refleks

Cornea (+/+)

N. VII : dalam batas normal

N. XII : dalam batas normal

Status Lokalis

Look : deformitas (-), tendo radang (-)

Feel : Nyeri tekan (+) pada daerah maleolus medialis (tarsal

tunnel)

Kompresi test pada Tarsal Tunnel (+)

Tinel Test pada Tarsal Tunnel (+)

Sensoris : hipoestesi ranjakan n.tibialis setingkat ankle

Move: Range of Motion (ROM) ankle : dalam batas normal,

Page 7: TTS Fahmi

Status Ambulasi

Mild dependent

III. PEMERIKSAAN PENUNJANG

A. Laboratorium Darah

Laboratorium Nilai Nilai Normal

GDP (mg/dL) 100 70 – 100

GD2PP (mg/dl) 125 80 - 140

Kolesterol total (mg/dl) 201 50-200

LDL (mg/dl) 207 80-210

HDL (mg/dl) 46 37-91

Trigliserida (mg/dl) 77 <150

Asam urat 3,9 2,4-6,1

B. Foto Pedis PA

Kesan : Calcaneus spur pedis kanan

IV. DIAGNOSIS

Diagnosis klinis:

Hipoestesia tarsal bilateral , neuropati plantar pedis bilateral.

Diagnosis topis

Nervus tibialis dalam terowongan tarsal

Diagnosis etiologis :

Tarsal Tunnel Syndrome bilateral

V. PENATALAKSANAAN

A. Medikamentosa

- Meloxicam 15 mg 1 x 1

- Vit B 6 (piridoksin) tab 50mg 3x1

- Injeksi metylprednisolon 20 mg intrakompartemen

Page 8: TTS Fahmi

B. Non medikamentosa

- Ultrasound pada terowongan tarsal (daerah malleolus medial) kanan

- Infra Red pedis bilateral

- Menurunkan aktivitas dengan jongkok

VI. PLAN

- EMG

VII. DAFTAR MASALAH

1. Problem Medis : Tarsal Tunnel Syndrome

2. Problem Rehabilitasi Medik

1. Fisioterapi : Pasien mengeluhkan nyeri tajam dan kesemutan

pada kedua telapak kaki

2. Terapi wicara : Tidak ada

3. Okupasi Terapi : Tidak ada

4. Sosiomedik : Tidak ada

5. Ortesa-protesa : Tidak ada.

6. Psikologi : Tidak ada

Rehabilitasi Medik:

1. Fisioterapi :

a. Infra Red : Pemanasan superfisial berupa infra red pada pedis

bilateral selama 10 menit

b. Ultrasound pada terowongan tarsal (daerah malleolus medial)

kanan

2. Terapi wicara : Tidak dilakukan

3. Okupasi terapi : Tidak dilakukan

4. Sosiomedik : Tidak dilakukan

5. Ortesa-Protesa : Tidak dilakukan

6. Psikologi : Tidak dilakukan

 

VIII. IMPAIRMENT, DISABILITY, DAN HANDICAP

Impairment : Hipoestesia tarsal bilateral , neuropati plantar pedis

bilateral.

Page 9: TTS Fahmi

Disability : Tidak ada.

Handicap : Tidak ada

IX. TUJUAN

1. Mencegah terjadinya komplikasi yang dapat memperburuk keadaan

penderita

2. Meminimalkan impairment, disability dan handicap yang dialami

3. Mengembalikan kenyamanan pasien dalam melakukan kegiatan

sehari - hari

X. PROGNOSIS

Ad vitam : sanam

Ad sanam : sanam

Ad fungsionam : sanam

Page 10: TTS Fahmi

TINJAUAN PUSTAKA

I. Pendahuluan

Neuropati entrapment merupakan kumpulan penyakit saraf perifer yang

dicirikan dengan adanya nyeri atau hilangnya fungsi saraf akibat kompresi yang

kronik. Yang paling sering adalah nervus medianus yang entrapmen pada

pergelangan tangan sehingga disebut sindrom terowongan karpal (CTS). Pada

lengan, nervus ulnaris dan posterior cabang interosea nervus radialis dapat juga

menjadi entrapmen yang disebut secara berurutan yakni sindrom terowongan

cubital (CuTS) dan sindrom terowongan radial (RTS). Neuropati entrapmen lain

yang telah dikenali pada lengan yakni nervus radialis sensorik yang superfisial,

nervus interosea anterior, nervus medianus pada daerah siku (contoh sindrom

pronator), nervus ulnaris pada dasar palmar (kanal Guyon), cabang kutaneus

palmaris nervus medianus, dan berbagai komponen-komponen pleksus brakhialis

(sindrom outlet torasik neurogenik). Variasi-variasi anatomis,  otot subskapularis

hipertrofi dapat pula menyebabkan entrapmen nervus supraskapula.1,2

Penelitian anatomis yang terperinci telah dilakukan untuk mengklarifikasi

aspek-aspek mekanis dasar dari  sindrom-sindrom ini. Metode terbaik untuk

mengevaluasi pasien baik pada awalnya atau pada follow-up, dan penanganan

yang paling sesuai, masih didiskusikan. Metode-Metode elektromiografik dan

radiografik baru dapat  menilai secara akurat dan cepat lokasi dan beratnya dari

kompresi saraf. 1

II. Epidemiologi

Carpal Tunnel Syndrome (CTS) merupakan kasus entrapment neuropati

yang paling sering. Penyakit ini lebih sering pada wanita dibandingkan pada pria,

kemungkinan akibat terowongan karpal lebih kecil lintasannya pada wanita

dibandingkan pada pria. Rasio antara wanita dengan pria yang menderita CTS ini

sekitar 3:1. Biasanya penyakit ini muncul pada orang yang profesinya sering

mengangkat beban yang berat dan pergerakan tangan berulang seperti pada

pekerja pabrik, cleaning service, dan para pekerja tekstil. CTS juga adalah salah

satu dari kondisi ortopedik yang paling sering, dengan estimasi insidens hampir

Page 11: TTS Fahmi

1% tiap-tiap tahun pada USA, yang mana   membuat hampir 2.8 juta kasus baru

per tahun dan pembedahan pada CTS tercacat sebagai operasi yang paling biasa

lakukan pada tangan. Insidens keseluruhan nya bervariasi antara 0.125% sampai

5.8% populasi, tergantung pada kriteria yang digunakan pada populasi yang

disurvei. 1,2

Neuropati pada saraf ulnaris merupakan penyakit tersering yang kedua

yang disebabkan kompresi pada daerah siku atau pergelangan tangan. Penyakit ini

menyerang pria 3-8 kali lebih sering dibandingkan pada wanita. Sedangkan pada

Tarsal Tunnel Syndrome, belum ada dilaporkan prevalensi dan insidens terjadinya

penyakit ini.2

III. Etiologi

Ada beberapa keadaan yang dapat menimbulkan entrapment neuropati.

Saraf perifer dalam perjalannya ke distal pada anggota gerak atas maupun anggota

gerak bawah melewati beberapa terowongan yang berbatasan dengan tulang,

jaringan tendo atau jaringan muskuler. Pada titik yang dimaksud dapat terjadi

disfungsi saraf oleh karena:2

Kompresi akibat kompartemen yang menyempit baik karena penyakit lokal

maupun sistemik seperti diabetes melitus, artritis rematoid, kehamilan,

akromegali, hipotiroidisme

Adanya pembengkakan jaringan sekitar, misalnya pada sindroma terowongan

karpal.

Ketegangan berulang-ulang pada saraf yang melalui struktur yang mengalami

kelainan.

Tekanan oleh karena penyembuhan tulang yang kurang baik (malunion)

misalnya pada nervus medianus akibat fraktur Colles.

Gesekan yang disebabkan oleh penyempitan yang berulang-ulang dari serabut

saraf misalnya pada thoracic outlet syndrom.

Dislokasi yang berulang-ulang (tardi ulnar paralisis).2

IV. Patofisiologi

Istilah neuropati entrapmen menunjukkan bahwa saraf-saraf perifer terjepit

Page 12: TTS Fahmi

oleh struktur anatomis disekitarnya. Cidera yang terjadi diperkirakan berhubugan

dengna berkurangnya aliran darah epineural. Iskemia relative mengurangi

transport axonal dan, selanjutnya, kemampuan saraf untuk menghantarkan impuls.

Penyakit kronis dapat menyebabkan kerusakan ireversibel, dalam bentuk jaringan

parut atau fibrosis, dan hilangnya motor endplate, menyebabkan atrofi otot. Teori

double crush memperkirakan bahwa sebuah lesi kompresif pada satu titik

sepanjang saraf peripheral merendahkan ambang batas untuk terjadi kompresi

pada daerah lain, sekunder pada kekacauan internal dari metabolisme sel.

Beberapa contoh dari factor patogenik yang dapat menyebabkan penekanan pada

saraf: 2

● Vaskular - Diabetes, penyakit mikrosirkulasi

● Peradangan - Synovitis, rheumatoid arthritis

● Trauma – Fraktur suprakondilar humerus, dislokasi lunatum

● Anatomis - Anomali otot, pleksus vaskuler, berkas jaringan

● Metabolik - Kehamilan, hipothiroidisme

● Iatrogenik - Injeksi, hematoma

Neoplastik - Ganglion, lipoma, sarcoma

1. Sindrom Terowongan Tarsal

Anatomi dan patofisiologi

Terowongan yang dibentuk oleh flexor retinaculum yang teregang di tengah-

tengah antara malleolus dan calcaneus. Tulang tarsal yang merupakan lantai.

Sejumlah membentang septae antara atap dan lantai lagi ke dalam terowongan

terpisah di berbagai compartments poin. Isi terowongan tarsal pada akhir

proximal adalah, dari depan ke belakang, sebagai berikut: 1

1. Otot Tibialis posterior

2. Tendon flexor digitorum longus

3. Arteri tibialis posterior

4. Nervus tibilais posterior

5. Tendon flexor hallucis longus

Page 13: TTS Fahmi

Berkas saraf tibilais yang memiliki 3 cabang terminal. Bifurkasi ke tengah-tengah

dan lateral plantar tendon dalam 1 cm dari malleolar-calcaneal poros dalam 90%

kasus; di lainnya 10% dari kasus, dan di tengah-tengah plantar urat adalah 2-3 cm

proximal ke malleolus.1

Gambar 5. Sindrom Kanalis Tarsal

Dikutip dari kepustakaan 3

Cabang calcaneal yang biasanya datang di bagian lateral plantar fascicles, namun

sekitar 30% meninggalkan badan utama saraf hanya proximal ke terowongan. Di

bagian distal, di tengah-tengah dan lateral plantar urat dalam perjalanan terpisah

kompartemen fascia. Di tengah-tengah cabang memberikan intrinsik flexors dari

kaki besar, pertama lumbrical, dan di tengah-tengah sensasi atas permukaan

plantar kaki termasuk setidaknya pertama 3 jari kaki. Cabang lateral yang suplai

seluruh interossei dan lateral 3 lumbricals, serta sensasi melalui lateral plantar

permukaan kaki. Cabang yang calcaneal memberikan sensasi ke tumit.1

Tatalaksana

Pengobatan: injeksi steroid dan pembidaian pergelangan kaki sangat efektif

Page 14: TTS Fahmi

pada pasien-pasien dengan gejala-gejala yang ringan. Pembidaian dilakukan pada

posisi sedikit ekstensi untuk meminimalkan tekanan dalam terowongan karpal

pada malam hari, yang bisa terjadi karena posisi. Kesembuhan total dari semua

gejala didapatkan pada 76% pasien setelah 6 minggu pengobatan, dan memberi

hasil yang buruk pada hanya 22% dengan kesembuhan total setelah lebih dari 12

bulan follow-up. Hasil memuaskan yang sema telah dilaporkan dengan injeksi

steroid tunggal dalam sebuah percobaan placebo terkontrol. Pengobatan

nonoperatif lainnya yang dianjurkan tapi belum diteliti lebih lanjut antara lain

Obat Anti Inflammasi Non Steroid (OAINS), vitamin B kompleks, pengaturan

ulang sarana dan lingkungan kerja, akupuntur, dan yoga. (2,6)

Pembedahan: Pembedahan diindikasikan pada kasus-kasus refrakter, pada

pasien yang tidak membaik dengan pengobatan nonoperatif, atau pada pasien

dengan defisit motorik atau sensorik. Semua teknik operasi bertujuan untuk

melepaskan ligamentum karpal transversum telapak tanpa menciderai kulit

telapak , thenar, dan cabang utama dari nervus tibialis. Teknik operasi terbuka dan

endoskopik telah ditentukan sebagai penanganan Sindrom Terowongan Karpal.

Kedua teknik operasi ini efektif untuk penanganan Sindrom Terowongan Karpal

kronik. Keuntungan potensial dari teknik endoskopik, termasuk penyembuhan

yang lebih cepat, harus dihadapkan dengan harga yang lebih mahal dan tingkat

komplikasi yang lebih tinggi dari teknik endoskopik. Reabilitas dan visualisasi

yang lebih baik dari teknik operasi terbuka, sampai sekarang, membuat teknik ini

lebih banyak dipilih oleh kebanyakan dokter bedah. (2,6,7)

Pembidaian post operatif dianjurkan selama 3 – 5 hari untuk mencegah

prolaps dari nervus, jepitan nervus dalam jaringan parut, atau bowstringing

tendon. Tetapi, pembidaian belum dibuktikan bahwa mempunyai efek yang

menguntungkan dan dapat meningkatkan rasa nyeri dan kekakuan jaringan parut (2)

DAFTAR PUSTAKA

Page 15: TTS Fahmi

1. Maisel RH, Levine SC. Gangguan Saraf Fasialis. Dalam : Adams dkk. Boies

Buku Ajar Penyakit THT. Edisi 6. Jakarta : Penerbit EGC, 1997 : 139-52

2. Rusk HA. Disease of the Cranial Nerves. In : Rehabilitation Medicine. 2nd ed.

New  York : Mc Graw Hill, 1971 : 429-31

3. Lumbantobing SM. Saraf Otak : Nervus Fasial. Dalam : Neurologi Klinik

Pemeriksaan Fisik dan Mental. Jakarta : FK Universitas Indonesia, 2004 : 55-

60

4. Thamrinsyam. Beberapa Kontroversi Bell’s Palsy. Dalam : Thamrinsyam dkk.

Bell’s Palsy. Surabaya : Unit Rehabilitasi Medik RSUD Dr. Soetomo/FK

UNAIR, 1991: 1-7

5. Sidharta P. Tata Pemeriksaan Klinis dalam Neurologi. Edisi ke-2. Jakarta :

Dian Rakyat, 1985 : 311-17

6. Walton SJ. Disease of Nervous System, 9th ed. English : ELBS, 1985 :113-6

7. Thamrinsyam. Penilaian Derajat Kekuatan Otot Fasialis. Dalam : Thamrinsyam

dkk. Bell’s Palsy. Surabaya : Unit Rehabilitasi Medik RSUD Dr.

Soetomo/FK UNAIR,   1991 : 31-49

8. Raymond D, Adam S, Maurice V. Disease of the Cranial Nerves. In :

Principles of Neurology. 5th ed. New  York : Mc Graw Hill, 1994 : 1174-5

9. Kendall FP, Mc Creary EK. Muscle Testing and Function; 3 th ed. Baltimore :

William & Wilkins, 1983 : 235-48

10. Reyes TM, Reyes OBL. Hydrotherapy, Massage, Manipulation and Traction.

Volume 2 Philippines : U. S. T Printing Office, 1977 : 78-84, 210

Page 16: TTS Fahmi