Trigger 2 IKA Tutorial 8.doc

25
LAPORAN DISKUSI KELOMPOK TRIGGER 2 Fasilitator : Dra Daryati Mardja,M.Si,Apt TUTORIAL : 8 Nama kelompok : Ketua : Elda Sari Siregar (12-072) Sekretaris : Ade Handayani (12-071)

Transcript of Trigger 2 IKA Tutorial 8.doc

LAPORAN DISKUSI KELOMPOK

TRIGGER 2Fasilitator : Dra Daryati Mardja,M.Si,Apt

TUTORIAL : 8Nama kelompok :

Ketua : Elda Sari Siregar

(12-072)Sekretaris : Ade Handayani

(12-071)

Naniek Pangkuan Kasih

(12-074)Anggota : Octaria Novita

(12-073)

Noviany Sutandie Putri

(12-075)

Ejil Frimary Hastia

(12-076)

Rezi Kurnia Putri

(12-077)

Yuliana Suryani Putri

(12-078)

Putri Chaira Ummah

(12-079)

Agung Abdurrahman

(12-080)KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahnya kepada kami sehingga kami bisa menyelesaikan laporan hasil diskusi kelompok yang dilakukan selama 2 kali pertemuan yaitu hari senin dan kamis .

Laporan diskusi kelompok ini berisi tentang hasil diskusi pada trigger ke-2 dengan Modul Kesehatan Anak , yang pada trigger ini membahas tentang perubahan cuaca atau musim penghujan yang berisiko penyakit. Dengan adanya laporan ini kami harap dapat membantu dalam pembelajaran pada Modul Kesehatan Anak, kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan laporan ini oleh karena itu kami mengharapkan agar kiranya bapak atau ibu dosen dapat memakluminya. Kepada Allah kami mohon ampun.

Akhir kata tiada gading yang tak retak demikian pula dengan laporan ini masih jauh dari sempurna , namun kami berharap semoga laporan ini bermanfaat.

Tutorial 8

TRIGGER 2

Perubahan cuaca/musim penghujan yang berisiko penyakit

Pratiwi anak perempuan,umur 7 tahun dibawa ibunya ke dokter dengan keluhan seluruh badannya dingin. Tiga hari sebelum dingin,anak mengeluh panas mendadak tinggi tanpa diketahui penyebabnya,tidak ada batuk maupun pilek dan tidak ada sakit tenggorokan. Tidak ada keluhan perdarah maupun sakit perut. Tidak ada keluarga maupun tetangga dekat rumah yang sedang menderita Demam Berdarah Dengue (DBD). Anak telah dibawa ke bidan dekat rumah, dapat obat panas dan obat sirup yang tidak diketahui isinya. Dokter memeriksa Pratiwi dan mengatakan menderita syok yang memerlukan perawatan segera di Rumah Sakit untuk mendapatkan pemberian cairan intravena. Dari semua penjelasan ibu dan pemeriksaan dokter dapatkah anda menjelaskan apa yang diderita Pratiwi?

Step 1 : Clarify Unfamiliar Terms

1. DBD: infeksi yang disebabkan oleh virus dengue melalui vektor aedes aegepty

2. Syok: kondisi kritis akibat penurunan mendadak aliran darah dalam tubuh

Step 2 : Define The Problems

1. Apa yang menyebabkan seluruh badan Pratiwi dingin ?

2. Obat panas dan obat sirup apa yang di berikan bidan kepada Pratiwi ?

3. Apa alasan dokter mengatakan Pratiwi menderita syok ?

4. Apa saja kemungkinan penyebab timbulnya panas mendadak ?

5. Cairan intravena apa yang seharusnya di berikan dokter kepada Pratiwi ?

6. Apa yang diderita oleh Pratiwi ?

Step 3 : Brainstrom Possible Hypothesis or Explanation

1. Karena pratiwi diduga mengalami syok sehingga aliran darah tidak sampai ke pembuluh darah perifer

2. Obat panas : parasetamol3. Karena keluhan pratiwi seluruh badannya mendingin

4. - Infeksi virus,seperti virus dengue- Infeksi bakteri,seperti salmonella typhi

- Infesksi parasite,seperti plasmodium

5. Ringer laktat

6. DBD derajat 3Step 4 : Arrange Explanation Into a Tentative Solution

Step 5 : Define Learning ObjectiveMahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang :1. Analisa kasus pada trigger

a. Anamnessa

b. Pemeriksaan Fisik

c. Pemeriksaan Penunjang

2. Diagnosa pada kasus

a. Defenisi

b. Etiologi

c. Gejala

3. Epidemiologi 4. Faktor resiko

5. Patogenesa

6. Penatalaksanaan

a. Pengobatan

b. Pencegahan

7. Diagnosa Banding

8. Komplikasi

9. Prognosis

Step 6 : Gather Information And Private StudyBelajar MandiriStep 7 : Share The Result of Information and Private Study1.) Analisa kasus pada triggera. Anamnesa :

Nama

: PratiwiUmur

: 7 tahunJenis kelamin

: PerempuanKeluhan utama

: Seluruh badan dinginRiwayat penyakit sekarang: SyokRiwayat penyakit dahulu: Demam 3 hari sebelum seluruh badan terasa dinginRiwayat pengobatan

: - obat turun panas

- obat sirup

b. Pemeriksaan Fisik

Pada trigger :

Palpasi : akral dingin

Yang biasa ditemukan pada DBD

Inspeksi : - bintik merah

- konjungtiva hiperemis

Palpasi : - hepatomegali

- akral dingin

- nadi cepat dan melemah

Pada vital sign : - hipotensi

- suhu badan bisa meningkat dengan tiba-tiba sampai 400C dan bisa menurun dengan mendadak

c. Pemeriksaan Penunjang

1. Uji bendungan (Tourniquet) positif

2. Pemeriksaan Hematologi Rutin.1. Hemoglobin Terjadi peningkatan 20% dari normal sesuai umur dan jenis kelamin yang sebanding dengan kenaikan nilai hematokrit. Pemeriksaan ini bermanfaat untuk puskesmas yang tidak memiliki alat untuk memeriksa hematokrit. Hasil ini berkorelasi dengan hematokrit, dengan asumsi bahwa Hb x 3 = hematokrit.2. Hitung Leukosit Jumlah leukosit penderita bervariasi dari 2.200-18.400 sel/mm3 darah. Leukopenia ditemukan pada sebagian besar penderita DBD pada hari ketiga demam dan mencapai nilai terendah pada hari keempat. Lalu meningkat lagi beberapa hari kemudian. Pada konvalesen bahkan tidak jarang ditemukan leukositosis.3. Hematokrit Pada penderita terjadi peningkatan 20% dari nilai normal pada masa akut. Biasanya saat pengambilan darah penderita saat demam onset sakit, maka akan didapatkan kenaikan 20%, tanpa mendapatkan terapi cairan infus. Rentang nilai hematokrit yang umumnya didapatkan 42-47% pada anak, sedang pada dewasa 45-51%. Hal ini dapat bervariasi karena lamanya terkena infeksi DBD saat dihitung mulai demam pertama.4. Trombosit Terjadi penurunan hitung trombosit dari nilai normal. Umumnya pada masa akut jumlah trombosit 100.000 /mm3 darah untuk patokan rawat inap dan rawat jalan 150.000 /mm3. Padaa saat awal infeksi, trombosit dalam jumlah normal, kemudian menurun drastis, hingga saat fase demam, fase syok mencapai puncak terendah (bisa mencapai 20.000), setelah itu perlahan naik kembali pada fase konvalesen, setelah itu 7-10 setelah onset sakit maka akan kembali normal.2.) Diagnosa kasus pada trigger a. Defenisi DBD

Demam berdarah dengue (DBD) merupakan penyakit demam akut yang disebabkan oleh virus dengue, melalui perantara nyamuk Aedes aegypti atau Aedes albopictus.Manifestasi klinis DBD sangat bervariasi, WHO membagi menjadi 4 derajat, yaitu (WHO, 1997):

1. Derajat IDemam disertai gejala-gejala umum yang tidak khas dan manifestasi

perdarahan satu-satunya adalah Uji Turniket positif.2. Derajat IIGejala-gejala Derajat I, disertai gejala-gejala perdarahan kulit spontan atau manifestasi perdarahan yang lebih berat.

3. Derajat IIIDidapatkan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah, tekanan nadi

menyempit (< 20 mmHg), hipotensi, sianosis disekitar mulut, kulit dingin dan lembab, gelisah.

4. Derajat IV

Syok berat (profound shock), nadi tidak dapat diraba dan tekanan darah tidak terukur.

b. Etiologi DBD disebabkan oleh virus dengue, yang termasuk dalam genus Flavivirus, keluarga Flaviviridae. Flavivirus merupakan virus dengan diameter 30 nm terdiri dari asam ribonukleat rantai tunggal dengan berat molekul 4x106. Terdapat 4 serotipe virus yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4 yang semuanya dapat menyebabkan demam berdarah dengue. Keempat serotype ditemukan di Indonesia dengan DEN-3 merupakan serotipe yang dominan dan banyak berhubungan dengan kasus berat, diikuti dengan serotipe DEN-2. Struktur antigen ke-4 serotipe ini sangat mirip satu dengan yang lain, tetapi antibodi terhadap masing-masing serotipe tidak dapat saling memberikan perlindungan silang. Hal tersebut karena variasi genetik yang berbeda pada keempat serotipe ini tidak hanya menyangkut antar serotipe, tetapi juga didalam serotipe itu sendiri tergantung waktu dan daerah penyebarannya. c. Gejala

1. Masa inkubasi biasanya berkisar antara 4 7 hari2. Demamtinggi yang mendadak, terus menerus berlangsung 2 7 hari. Panas dapat turun pada hari ke-3 yang kemudian naik lagi, dan pada hari ke-6 atau ke-7 panas mendadak turun.

3. Tanda-tanda perdarahan

Perdarahan ini terjadi di semua organ. Bentuk perdarahan dapat hanya berupa Uji Tourniquet (Rumple Leede) positif atau dalam bentuk satu atau lebih manifestasi perdarahan sebagai berikut: Petekie, Purpura, Ekimosis, Perdarahan konjungtiva, Epistaksis, Pendarahan gusi, Hematemesis, Melena dan Hematuri. Petekie sering sulit dibedakan dengan bekas gigitan nyamuk.

Untuk membedakannya regangkan kulit, jika hilang maka bukan petekie. Uji Tourniquet positif sebagai tanda perdarahan ringan, dapat dinilai sebagai presumptif test (dugaan keras) oleh karena Uji Tourniquet positif pada hari-hari pertama demam terdapat pada sebagian besar penderita DBD. Namun Uji Tourniquet positif dapat juga dijumpai pada penyakit virus lain (campak, demam chikungunya), infeksi bakteri (Typhus abdominalis) dan lain-lain. Uji Tourniquet dinyatakan positif, jika terdapat 10 atau lebih petekie pada seluas 1 inci persegi (2,52,5 cm) di lengan bawah bagian depan (volar) dekat lipat siku (fossa cubiti)

4. Pembesaran hati (hepatomegali)

Pembesaran hati pada umumnya dapat ditemukan pada permulaan penyakit

Pembesaran hati tidak sejajar dengan beratnya penyakit

Nyeri tekan sering ditemukan tanpa disertai ikterus.

5. Renjatan (syok)

Kulit teraba dingin dan lembab terutama pada ujung hidung, jari tangan dan kaki

Penderita menjadi gelisah

Sianosis di sekitar mulut

Nadi cepat, lemah, kecil sampai tak teraba

Tekanan nadi menurun, sistolik menurun sampai 80 mmHg atau kurang.

6. Trombositopeni

Jumlah trombosit 100.000/l biasanya ditemukan diantara hari ke 3 7 sakit

Pemeriksaan trombosit perlu diulang sampai terbukti bag. Hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit)

Peningkatnya nilai hematokrit (Ht) menggambarakan hemokonsentrasi selalu dijumpai pada DBD, merupakan indikator yang peka terjadinya perembesan plasma, sehingga dilakukan pemeriksaan hematokrit secara berkala.

Pada umumnya penurunan trombosit mendahului peningkatan hematokrit. Hemokonsentrasi dengan peningkatan hematokrit > 20% (misalnya 35% menjadi 42%: 35/100 x 42 = 7, 35+7=42), mencerminkan peningkatan permeabilitas kapiler dan perembesan plasma. Perlu mendapat perhatian, bahwa nilai hematokrit dipengaruhi oleh penggantian cairan atau perdarahan. Penurunan nilai hematokrit >20% setelah pemberian cairan yang adekuat, nilai Ht diasumsikan sesuai nilai setelah pemberian cairan.

7. Gejala klinik lain

Gejala klinik lain yang dapat menyertai penderita DBD ialah nyeri otot, anoreksia, lemah, mual, muntah, sakit perut, diare atau konstipasi, dan kejang

Pada beberapa kasus terjadi hiperpireksia disertai kejang dan penurunan kesadaran sehingga sering di diagnosis sebagai ensefalitis

Keluhan sakit perut yang hebat sering kali timbul mendahului perdarahan gastrointestinal dan renjatan

3.) Epidemiologi 1. Morbiditas dan MortalitasDi Indonesia DBD pertama kali dilaporkan pada tahun 1968 di Surabaya dan Jakarta. Pada epidemi DBD yang terjadi 1998, sebanyak 47.573 kasus dilaporkan dengan 1.527 kematian. Selama tahun 2004, dilaporkan setiap bulan dengan jumlah 78.690 kasus dengan 954 kematian (CFR=1,2% ). Wabah Desember 2004-Februari 2005 dilaporkan sebanyak 10.517 kasus dengan 182 kematian (CFR=1,73%) untuk 30 Provinsi. Pada tahun 2005, Indonesia merupakan kontributor utama kasus DBD di Asia Tenggara (53%) dengan jumlah kasus 95.270 kasus dan 1.298 kematian (CFR = 1,36%). Jumlah kasus meningkat menjadi 17% dan kematian 36% dibanding tahun 2004. Jumlah kasus yang dilaporkan merupakan yang terbesar dalam sejarah DBD di Indonesia.

2. Umur dan Jenis KelamiDi Indonesia penderita DBD terbanyak ialah anak berumur 5-11 tahun Proporsi penderita yang berumur lebih dari 15 tahun sejak tahun 1984 meningkat. Berdasarkan jenis kelamin DBD secara keseluruhan tidak berbeda antara laki-laki dan perempuan, tetapi kematian ditemukan lebih banyak pada anak perempuan daripada anak laki-laki.3. Musim

Di negara-negara di wilayah tropis, DBD umumnya meningkat pada

musim hujan, sehingga banyak terdapat genangan air bersih yang menjadi tempat berkembang biak nyamuk Aedes aegypti. Secara nasional penyakit DBD di Indonesia setiap tahun terjadi pada bulan September sampai dengan Februari dengan puncak pada bulan Desember atau Februari. Akan tetapi untuk kota besar, seperti Jakarta, Bandung, Yogyakarta dan Surabaya musim penularan terjadi pada bulan Maret sampai dengan Agustus dengan puncak terjadi pada bulan Juni atau Juli.

4.) Faktor Resiko

Banyak faktor yang mempengaruhi kejadian penyakit DBD, antara lain faktor host, lingkungan (environment) dan faktor virusnya sendiri (Depkes RI,2004).1. Faktor host yaitu kerentanan (susceptibility) dan respon imun.

2. Faktor lingkungan (environment) yaitu:

a. Geografi

Lingkungan yang dapat meningkatkan perkembangan nyamuk Aedes

aegypti adalah lingkungan yang lembab dan gelap. Kondisi lingkungan

yang sesuai untuk pertumbuhan dan perkembangan jentik nyamuk antara

27 hingga 30 derajat Celsius, dengan kelembaban udara antara 70 hingga

74 persen, dan pH rata-rata 7.

b. Demografi (kepadatan, mobilitas, perilaku, adat istiadat, sosial ekonomi

penduduk).

3.Jenis nyamuk sebagai vektor penular penyakit juga ikut berpengaruh. Faktor agen yaitu sifat virus Dengue, yang hingga saat ini telah diketahui ada 4 jenis serotipe yaitu DEN 1, 2, 3 dan 4. Penelitian terhadap epidemi Dengue di Nicaragua tahun 1998, menyimpulkan bahwa epidemiologi Dengue dapat berbeda tergantung pada daerah geografi dan serotipe virusnya.

5.) Patogenesa

Patogenesis terjadinya DBD hingga saat ini masih diperdebatkan. Berdasarkan data yang ada, terdapat bukti yang kuat bahwa mekanisme imunopatologis berperan dalam terjadinya DBD dan sindrom renjatan dengue.

1. Mekanisme imunopatologis

Respon imun yang diketahui berperan dalam patogenesis DBD adalah:

a. Respon humoral berupa pembentukan antibodi yang berperan dalam proses netralisasi virus, sitolisis yang dimediasi komplemen dan sitotoksisitas yang dimediasi antibodi. Antibodi terhadap virus dengue berperan dalam mempercepat replikasi virus pada monosit atau makrofag. Hipotesis ini disebut Antibody Dependent Enhancement (ADE).

b. Limfosit T baik T-helper (CD4) dan T sitotoksik (CD8) berperan dalam respon imun seluler terhadap virus dengue. Diferensiasi T helper yaitu TH1 akan memproduksi INF, IL-2 dan limfokin, sedangkan TH2 memproduksi IL-4, IL-5, IL-6 dan IL-10.

c. Monosit dan makrofag berperan dalam fagositosis virus dengan opsonisasi antibodi. Namun proses fagositosis ini menyebabkan peningkatan replikasi virus dan sekresi sitokin oleh makrofag.

d. Selain itu aktivasi komplemen oleh kompleks imun menyebabkan

terbentuknya C3a dan C5a.2. Secondary Heterologous Infection

Sebagai akibat infeksi sekunder oleh tipe virus dengue yang berlainan pada seorang pasien, respons antibodi anamnestik yang akan terjadi dalam waktu beberapa hari mengakibatkan proliferasi dan transformasi limfosit dengan menghasilkan titer tinggi antibodi IgG anti dengue. Selain itu,replikasi virus dengue terjadi juga dalam limfosit yang bertransformasi dengan akibat terdapatnya virus dalam jumlah banyak. Hal ini akan mengakibatkan terbentuknya virus kompleks antigen-antibodi (virus antibody complex) yang selanjutnya akan mengakibatkan aktivasi sistem komplemen. Pelepasan C3a dan C5a akibat aktivasi C3 dan C5 menyebabkan peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah dan pasien dengan syok berat, volume plasma dapat berkurang sampai lebih dari 30% dan berlangsung selama 24-48 jam.Perembesan plasma ini terbukti dengan adanya peningkatan kadar hematokrit,penurunan kadar natrium, dan terdapat cairan di dalam rongga serosa (efusi pleura, asites). Syok yang tidak ditanggulangi secara adekuat, akan menyebabkan asidosis dan anoksia, yang dapat berakhir fatal.

Sebagai tanggapan terhadap infeksi virus dengue, kompleks antigen-antibodi selain mengaktivasi sistem komplemen,juga menyebabkan agregasi trombosit dan mengaktivitasi sistem koagulasi melalui kerusakan sel endotel pembuluh darah. Kedua factor tersebut akan menyebabkan perdarahan pada DBD. Agregasi trombosit terjadi sebagai akibat dari perlekatan kompleks antigen-antibodi pada membrane trombosit mengakibatkan pengeluaran ADP (Adenosin Diphosphat), sehingga trombosit melekat satu sama lain. Hal ini akan menyebabkan trombosit dihancurkan oleh RES (Reticulo Endothelial System) sehingga terjadi trombositopenia. Agregasi trombosit ini akan menyebabkan pengeluaran platelet faktor III mengakibatkan terjadinya koagulopati konsumtif (KID = Koagulasi Intravaskular Diseminata), ditandai dengan peningkatan FDP (Fibrinogen Degredation Product) sehingga terjadi penurunan factor pembekuan. Agregasi trombosit ini juga mengakibatkan gangguan fungsi trombosit,

sehingga walaupun jumlah trombosit masih cukup banyak, tidak berfungsi

baik. Di sisi lain, aktivasi koagulasi akan menyebabkan aktivasi faktor

Hageman sehingga terjadi aktivasi sistem kinin sehingga memacu peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah yang dapat mempercepat terjadinya syok. Jadi, perdarahan masif pada DBD diakibatkan oleh trombositpenia,penurunan faktor pembekuan (akibat KID), kelainan fungsi trombosit, dan kerusakan dinding endotel kapiler. Akhirnya, perdarahan akan memperberat syok yang terjadi (Suhendro dkk., 2007).

6.) Penatalaksanaana.Pengobatan DBD disertai syok (Dengue Syock Syndrom, derajat III dan IV)a. Penggantian volume plasma segera, cairan intravena larutan ringer lakta 10-20 ml/kg secara bolus diberikan dalam waktu 30 menit. Apabila syok belum teratasi tetap diberikan ringer laktat 20 ml/kg ditambah koloid 20-30 ml/kg/jam, maksimal 1500 ml/hari.

b. Pemberian cairan 10 ml/kg tetap diberikan sampai 24 jam pasca syok. Volume cairan diturunkan menjadi 7 ml/kg dan selanjutnya 5 ml, dan 3 ml apabila tanda vital baik dan adanya penurunan Ht.

c. Jumlah urin > 2 ml/kg/jam merupakan indikasi bahwa sirkulasi membaik.

d. Pada umumnya cairan tidak perlu diberikan lagi 48 jam setelah syok teratasi.

e. Oksigen diberikan 2-4 l/menit pada DBD syok.

f. Perlu koreksi asidosis metabolik dan elektrolit pada DBD syok.

g. Indikasi pemberian darah:

- Terdapat perdarahan secara klinis.

- Setelah pemberian cairan kristaloid dan koloid, syok menetap, hematokrit turun, diduga telah terjadi perdarahan, berikan darah segar 10 cc/kg.

- Apabila kadar hematokrit tetap > 40 vol%, maka berikan darah dalam volume kecil.

- Plasma segar beku dan suspensi trombosit digunakan untuk koreksi gangguan koagulopati pada kadar trombosit < 50.000/mm yang disertai perdarahan atau KID pada syok berat yang menimbulkan perdarahan masif.

- Pemberian transfusi suspensi trombosit pada KID harus selalu disertai dengan plasma segar (berisi faktor koagulasi yang diperlukan), untuk mencegah perdarahan lebih berat.b.Pencegahan Pencegahan penyakit DBD sangat tergantung pada pengendalian vektornya, yaitu nyamuk Aedes aegypti. Pengendalian nyamuk tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa metode yang tepat, yaitu (Wahono,2004):

1. Lingkungan

Metode lingkungan untuk mengendalikan nyamuk tersebut antara lain dengan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN), pengelolaan sampah padat, modifikasi tempat perkembangbiakan nyamuk hasil samping kegiatan manusia, dan perbaikan desain rumah. Sebagai contoh:

a. Menguras bak mandi atau penampungan air sekurang kurangnya sekali seminggu.

b. Mengganti atau menguras vas bunga dan tempat minum burung sekali seminggu.

c. Menutup rapat tempat penampungan air.

d. Mengubur kaleng-kaleng bekas, aki bekas dan ban bekas di sekitar rumah.

2. Biologis

Pengendalian biologis antara lain dengan menggunakan ikan pemakan jentik (ikan cupang, ikan kepala timah, ikan guppy), jamur (Tolypocladium cylindosporum, Culicinomyces clavisporus, Metarhizium sp).

3. Kimiawi

Cara pengendalian ini antara lain dengan :

a. Pengasapan atau fogging (dengan menggunakan malation dan fention),berguna untuk mengurangi kemungkinan penularan sampai batas waktu tertentu.

b. Memberikan bubuk abate (temephos) sesuai dengan dosis 1 sendok makan peres (10 gram) abate untuk 100 liter air pada tempat-tempat penampungan air seperti gentong air, vas bunga, kolam dan lain-lain. Setelah dibubuhkan abate maka selama tiga bulan bubuk abate dalam air tersebut mampu membunuh jentik atau larva nyamuk Aedes aegypti,selama tiga bulan apabila tempat penampungan air tersebut akan dibersihkan atau diganti airnya, sebaiknya dinding bagian dalam tidak disikat karena akan membuang abatenya dan air dalam penampungan yang mengandung abate dengan takaran yang benar cukup aman dan tidak berbahaya untuk digunakan sebagai air minum.

7.) Diagnosa Banding

Belum / tanpa renjatan : 1. Campak 2. Infeksi bakteri / virus lain (tonsilo faringitis, demam dari kelompok penyakit exanthem, hepatitis, chikungunya)

Dengan renjatan: 1. Demam tipoid 2. Renjatan septik oleh kuman gram negatif lainDengan perdarahan: 1. Leukimia 2. Anemia aplastikDengan kejang: 1. Ensefalitis 2. Meningitis G8.) Komplikasi

Beberapa komplikasi yang dapat terjadi diantaranya (Rampengan, 1997):

1. Ensefalopati dengue dapat terjadi pada DBD dengan atau tanpa syok.

2. Kelainan ginjal akibat syok berkepanjangan dapat mengakibatkan gagal ginjal akut.

3. Edema paru seringkali terjadi akibat overloading cairan9.) Prognosis

Bila tidak disertai renjatan maka prognosis baik, biasanya dalam 24-36 jam cepat menjadi baik. Apabila lebih dari 36 jam belum ada tanda-tanda perbaikan maka kemungkinan sembuh kecil dan prognosis menjadi jelek.KESIMPULANBerdasarkan anamnesa dan pemeriksaan fisik, pasien didiagnosa DBD derajat lll atau Syndrome Syok Dengue. Yang disebabkan oleh virus dengue yang masuk kedalam tubuh melalui gigitan nyamuk Aedes Aegepty, ditandai dengan demam tinggi mendadak, manifestasi pendarahan, nadi lemah dan cepat serta akral yang dingin. Pengobatan dapat dilakukan dengan dengan pemberian larutan isotonic seperti, ringer laktat asetat 20 ml/kg BB. Penyakit ini dapat dicegah dengan 3M yaitu, Menutup, Menguras, dan Mengubur tempat perkembangan faktor serta menggunakan obat nyamuk oles atau bakar.DAFTAR PUSTAKA1. Silalahi, L. 2004. Demam Berdarah, Penyebaran dan Penanggulannya. Jakarta: Litbang Departemen Kesehatan RI.

2. Soedarmo, S.P.S. 1988. Demam Berdarah Dengue Pada Anak. Jakarta: UI Press.

3. Soegiyanto. 2000. Demam Berdarah di Indonesia. Jakarta: Departemen Kesehehatan RI.4. Suhendro, Leonard, Nainggolan., Chen, Khie ., T. pohan, Herdiman. 2007. Demam Berdarah Dengue dalam buku: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III. Edisi IV. Editor: Sudoyo AW, dkk. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI, h 1709-1713.

Pratiwi 7 tahun

Anamnessa

Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan fisik

Diagnosa

Penatalaksanaan

Baik

Tidak baik

komplikasi