Trauma Kapitis Case

38
PRESENTASI KASUS TRAUMA KAPITIS PEMBIMBING: Dr. Yuniarti, Sp. S PENYUSUN: Runy Dyaksani (030.09.216) KEPANITERAAN KLINIK NEUROLOGI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT FATMAWATI 1

Transcript of Trauma Kapitis Case

Page 1: Trauma Kapitis Case

PRESENTASI KASUS

TRAUMA KAPITIS

PEMBIMBING:

Dr. Yuniarti, Sp. S

PENYUSUN:

Runy Dyaksani (030.09.216)

KEPANITERAAN KLINIK NEUROLOGI

RUMAH SAKIT UMUM PUSAT FATMAWATI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI

PERIODE 7 JULI 2014 – 8 AGUSTUS 2014

JAKARTA

1

Page 2: Trauma Kapitis Case

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan YME yang telah memberikan saya anugerah

dan kemampuan untuk dapat menyelesaikan laporan ini. Adapun maksud dan tujuan pembuatan

tugas ini untuk berbagi pengalaman dan menambah wawasan serta pengetahuan lebih di dalam

bidang ilmu kedokteran, khususnya bidang ilmu penyakit saraf.

Saya mengucapkan terimakasih kepada dokter pembimbing saya, dr. yang telah bersedia

meluangkan waktu dan juga tenaga dalam membimbing saya, serta kepada seluruh dokter yang

telah membimbing selama di kepaniteraan klinik ilmu penyakit saraf di RSUP Fatmawati, dan

juga kepada teman-teman di kepaniteraan klinik ini, serta semua pihak yang telah memberi

dukungan dan bantuan kepada saya.

Saya menyadari bahwa tugas ini masih jauh dari bagus mengingat terbatasnya ilmu dan

pengalaman yang saya miliki. Oleh karena itu, saran dan kritik akan sangat membangun saya.

Akhir kata, semoga tugas ini bisa bermanfaat bagi yang membacanya. Terima kasih.

Jakarta, Juli 2014.

2

Page 3: Trauma Kapitis Case

BAB I

PENDAHULUAN

Trauma kapitis adalah trauma yang mengenai bagian dari kranium maupun cerebral.

Cedera kepala merupakan salah satu bentuk dari trauma kapitis. Cedera kepala dapat terjadi

akibat kecelakaan lalu lintas, dan yang lainnya. Cedera tersebut dapat mengakibatkan luka pada

kulit kepala, fraktur tulang tengkorak, robekan pada selaput otak, kerusakan pembuluh darah dan

kerusakan jaringan otaknya sendiri, dimana kerusakan tersebut bersifat non degenerative/ non

kongenital, yang disebabkan oleh gaya mekanik dari luar sehingga dapat menimbulkan

gangguan fisik, kognitif maupun sosial serta berhubungan dengan atau tanpa penurunan tingkat

kesadaran.

Insidensi trauma kapitis ini mencapai 26% dari semua kecelakaan dan 33% kematian

terjadi karena trauma kapitis. Insiden trauma kapitis akibat kecelakaan terdapat sekitar 50%

meninggal sebelum tiba di rumah sakit, 40% meninggal dalam 1 hari, 35% meninggal dalam 1

minggu perawatan.

Pada penderita harus diperhatikan pernapasan, peredaran darah dan kesadaran sehingga

tindakan resusitasi, anamnesis, dan pemeriksaan fisik umum dan neurologis harus dilakukan

secara serentak. Tingkat keparahan cedera kepala harus segera ditentukan pada saat pasien tiba di

rumah sakit. Penatalaksanaan pasien cedera kepala bergantung kepada derajat keparahan cedera

kepala tersebut.

3

Page 4: Trauma Kapitis Case

BAB II

LAPORAN KASUS

2.1 IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn. UN

Usia : 26 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Pendidikan : Tamat SMA

Pekerjaan : -

Agama : Islam

Status : Belum kawin

Alamat : Jl. Kramat Utara no. 10, Kampung Tengah, Jakarta Timur

Masuk RS : 5 Juli 2014

2.2 ANAMNESIS

Dilakukan autoanamnesis dan alloanamnesis dengan keluarga pasien di lantai 6

selatan kamar 622 pada tanggal 9 Juli 2014 pukul 13.00 WIB

a. Keluhan Utama

Pingsan setelah kecelakaan lalu lintas sejak 5 jam SMRS

b. Keluhan Tambahan

Pusing berputar

c. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang ke IGD RSUP Fatmawati diantar oleh keluarganya atas rujukan

dari RS Zahirah dengan keluhan pingsan post KLL sejak 5 jam SMRS. Pasien mengalami

kecelakaan lalu lintas pada malam hari bersama temannya dengan mengendarai sepeda

4

Page 5: Trauma Kapitis Case

motor. Pasien saat itu sedang dibonceng dan tidak menggunakan helm dengan kecepatan

sedang. Pasien terserempet motor dari arah belakang dan terjatuh dari motor. Pasien

terjatuh ke arah kiri dengan posisi kepala bagian depan membentur aspal. Setelah

kejadian pasien tidak sadar dan langsung dibawa ke RS Zahirah. Tidak lama setelah

sampai di RS Zahirah pasien sadar. Pasien mengeluh pusing berputar dan terasa lengan

kirinya nyeri saat digerakkan. Luka pada bagian dahi dan dagu pasien dijahit.

Pasien dirujuk ke RSUP Fatmawati untuk melakukan CT Scan kepala. Pasien

mengaku tidak ada muntah yang menyembur, pengelihatan ganda disangkal, keluar darah

dari telinga dan hidung disangkal, gangguan pendengaran disangkal, . Pasien tidak

mengingat kejadian setelah kecelakaan. Pasien juga menyangkal sebelum kejadian

mengantuk, meminum alkohol atau minum obat-obatan yang membuat ngatuk.

d. Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien tidak pernah mengalami hal seperti ini sebelumnya. Riwayat tekanan darah

tinggi, kolesterol, kencing manis, penyakit jantung, asma, alergi, dan kejang disangkal.

e. Riwayat Penyakit Keluarga

Riwayat tekanan darah tinggi, kolesterol, kencing manis, penyakit jantung, asma,

alergi, kejang disangkal.

f. Riwayat Kebiasaan

Pasien memiliki kebiasaan merokok, 5-10 batang bperhari. Kebiasaan ini sudah

berlangsung selama 8 tahun. Pasien menyangkal memiliki kebiasaan minum alcohol dan

mengkonsumsi obat-obatan terlarang.

2.3 PEMERIKSAAN FISIK ( Tanggal 9 Juli 2014 )

A. Keadaan Umum : Tampak sakit sedang

Kesadaran : Compos mentis

Sikap : Berbaring

Kooperatif : Kooperatif

Keadaan Gizi : Cukup

5

Page 6: Trauma Kapitis Case

Tanda Vital

Tekanan darah: 120/80 mmHg

Nadi : 80 x/menit

Suhu : 36,4oC

Pernapasan : 20 x/menit

GCS : E4 V5 M6 (15)

B. Keadaan Lokal

Trauma Stigmata : hematoma di regio frontal sinistra

Pulsasi A.Carotis : Teraba, kanan = kiri, reguler, equal

Perdarahan Perifer : Capillary refill time < 2 detik

Columna Vertebralis : Letak ditengah, skoliosis (-), lordosis (-)

Kulit : Warna sawo matang, sianosis (-), ikterik (-)

Kepala : Normosefali, simetris, rambut hitam, distribusi merata,

tidak mudah dicabut, tidak ada alopesia, benjolan (-), nyeri

tekan (-). Tidak ada kesan fraktur impresi.

Mata : Hematoma kacamata (Brill hematom) -/-, konjungtiva

anemis -/-, ptosis -/-, lagoftalmus -/-, pupil bulat isokor

3mm/3mm, refleks cahaya langsung +/+, refleks cahaya

tidak langsung +/+.

Telinga : Normotia +/+, hematoma retroaurikuler (Battle’s sign)

+/-, perdarahan -/-

Hidung : Deviasi septum -/-, perdarahan -/-

Mulut : Bibir edema (+), lidah kotor (-), perdarahan (-)

Tenggorok : Sulit dinilai

6

Page 7: Trauma Kapitis Case

Leher : Bentuk simetris, trakea lurus di tengah, tidak teraba

pembesaran KGB dan tiroid.

Pemeriksaan Jantung

Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak

Palpasi : Ictus kordis teraba pada ICS V1 cm medial MCL sinistra

Perkusi : batas jantung kanan pada ICS V linea parasternal dekstra; batas

jantung kiri pada ICS V 2 jari lateral linea midklavikula sinistra;

Pinggang jantung di ICS III linea parasternal sinistra

Auskultasi : S I dan S II reguler, murmur (-), gallop (-)

Pemeriksaan Paru

Inspeksi : Pergerakkan naik-turun dada simetris kanan=kiri

Palpasi : Vocal fremitus norma simetrisl, tidak ada benjolan.

Perkusi : Perkusi di seluruh lapang paru sonor

Auskultasi : Suara nafas vesikuler +/+, Rhonki -/-, wheezing -/-.

Pemeriksaan Abdomen

Inspeksi : Datar

Palpasi : Nyeri tekan (-), hepar/lien tidak teraba membesar

Perkusi : Timpani di seluruh lapangan abdomen

Auskultasi : Bising Usus (+) normal

Pemeriksaan Ekstremitas

Atas : akral hangat + / +, edema + / -, sianosis -/-, deformitas - / -

Bawah : akral hangat + / +, edema - / -

A. Rangsang Selaput Otak Kanan Kiri

Kaku Kuduk : -

7

Page 8: Trauma Kapitis Case

Lasegue : > 70O > 70O

Kernig : > 135O > 135O

Brudzinski I : -

Brudzinski II : - / -

B. Peningkatan Tekanan Intrakranial

Muntah proyektil : -

Sakit kepala hebat : -

Papil edema : tidak dilakukan pemeriksaan

C. Saraf-Saraf Kranialis

N. I (olfaktorius) : normosmia / normosmia

N. II (optikus)

Acies visus : baik / baik

Visus campus : baik / baik

Lihat warna : baik / baik

Funduskopi : tidak dilakukan

N. III, IV, VI (Occulomotorius, Trochlearis, Abducen)

Kedudukkan bola mata : ortopforia + / +

Pergerakkan bola mata : baik / baik

Exopthalmus : - / -

Nystagmus : - / -

Pupil

Bentuk : bulat, isokor, 3mm/3mm

8

Page 9: Trauma Kapitis Case

Reflek cahaya langsung : +/+

Reflek cahaya tidak langsung : +/+

Reflek akomodasi : +/+

Reflek konvergensi : +/+

N. V (Trigeminus)

Cabang Motorik : baik / baik

Cabang sensorik

Ophtalmikus : baik / baik

Maksilaris : baik / baik

Mandibularis : baik / baik

N. VII (Fasialis)

Motorik orbitofrontalis : baik / baik

Motorik orbikularis : baik / baik

Pengecapan lidah : baik / baik

N. VIII (Vestibulocochlearis)

Vestibular : Nistagmus : - / -

Koklearis : Tuli Konduktif : - / -

Tuli Perseptif : - / -

N. IX, X (Glossopharyngeus, Vagus)

Motorik : baik / baik

9

Page 10: Trauma Kapitis Case

Sensorik : baik / baik

N. XI (Accesorius)

Mengangkat bahu : baik / baik

Menoleh : baik / baik

N. XII (Hypoglossus)

Pergerakkan lidah : baik, simetris

Atrofi : - / -

Fasikulasi : - / -

Tremor : - / -

D. Sistem Motorik

Ekstremitas atas proksimal – distal : 5555 / 5555

Ekstremitas bawah proksimal – distal : 5555 / 5555

E. Sistem Sensorik : Propioseptif : baik / baik

Eksteroseptif : baik / baik

F. Gerakkan Involunter

Tremor : - / -

Chorea : - / -

Atetose : - / -

Miokloni : - / -

Tics : - / -

G. Trofi : eutrofi + / +

10

Page 11: Trauma Kapitis Case

H. Tonus : normotonus + / +

I. Fungsi Serebelar

Ataxia : Tidak dilakukan

Tes Romberg : Tidak dilakukan

Disdiadokokinesia : baik

Jari-jari : baik / baik

Jari-hidung : baik / baik

Tumit-lutut : baik / baik

Hipotoni : - / -

J. Fungsi Luhur

Astereognosia : -

Apraxia : -

Afasia : -

K. Fungsi Otonom

Miksi : baik

Defekasi : baik

Sekresi keringat : baik

L. Refleks Fisiologis

Kornea : + / +

Biceps : ++ / ++

Triceps : ++ / ++

11

Page 12: Trauma Kapitis Case

Patella : ++ / ++

Achilles : ++ / ++

Kremaster : (tidak dilakukan)

M. Refleks Patologis

Hoffman Tromer : - / -

Babinsky : - / -

Chaddok : - / -

Gordon : - / -

Schaefer : - / -

Klonus lutut : - / -

Klonus tumit : - / -

N. Keadaan Psikis

Intelegensia : baik

Tanda regresi : -

Demensia : -

2.4 PEMERIKSAAN LABORATORIUM (5/7/14)

Pemeriksaan Hasil Satuan Hasil

HEMATOLOGI

Hemoglobin 14.6 g/Dl 13.2 – 17.3

Hematokrit 44 % 33 – 45

12

Page 13: Trauma Kapitis Case

Leukosit 10.6 ribu/uL 5.0 – 10.0

Trombosit 407 ribu/uL 150 – 440

Eritrosit 4.88 juta/uL 4.40 – 5.90

VER/HER/KHER/RDW

VER 90.5 Fl 80.0 – 100.0

HER 29.9 Pg 26.0 – 34.0

KHER 33.1 g/dL 32.0 – 36.0

RDW 14 % 11.5 – 14.5

FUNGSI HATI

SGOT 28 U/l 0-34

SGPT 16 U/l 0-40

FUNGSI GINJAL

Ureum Darah 32 Mg/dl 20-40

Kreatinin Darah 1 Mg/dl 0.6-1.5

DIABETES

Gula Darah Sewaktu 67 Mg/dl 70-140

ELEKTROLIT DARAH

Natrium 141 Mmol/l 135-147

Kalium 3.48 Mmol/l 3.1-5.1

Klorida 108 Mmol/l 95-108

SERO-IMUNOLOGI

Golongan Darah A/Rh positif

2.5 PEMERIKSAAN RADIOLOGI ( 19 Juni 2014 )

13

Page 14: Trauma Kapitis Case

Rontgen Thorax AP

Kesan :

- Jantung dan paru dalam batas normal

CT Scan Kepala Tanpa Kontras

14

Page 15: Trauma Kapitis Case

Kesan :

- Tidak tampak kelainan pada CT scan kepala saat ini, khususnya tidak tampak

tanda-tanda perdarahan ekstraparenkimal, subarachnoid ataupun subdural dan

epidural hematom

- Sinusitis maksilaris kiri

- Subgaleal hematom region frontal kiri

Cervical AP/Lat

Kesan : straight cervical

15

Page 16: Trauma Kapitis Case

2. 6 RESUME

Pasien laki-laki 26 tahun diantar ke RSUP Fatmawati dibawa oleh keluarganya

dengan keluhan pingsan post KLL sejak 5 jam SMRS. Pasien terserempet motor dari arah

belakang dan terjatuh dari motor. Pasien terjatuh ke arah kiri dengan posisi kepala bagian

depan membentur aspal. Setelah kejadian pasien tidak sadar. Pasien mengeluh pusing

berputar (+) dan terasa lengan kirinya nyeri saat digerakkan. Luka pada bagian dahi dan

dagu pasien dijahit.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak sakit sedang,

kesadaran Compos Mentis, GCS E4M6V5, hematom di regio frontal sinistra, vulnus

laseratum region frontal sinistra dan vulnus ekskoriasi di regio mandibula. Pada

pemeriksaan penunjang laboratorium leukositosis, CT scan kepala kesan subgaleal

hematom di regio frontal sinistra dan sinusitis maksilaris sinistra.

2.6 DIAGNOSIS

Diagnosis Klinis : vertigo, amnesia retrograde, penurunan kesadaran

Diagnosis Etiologi : Contusio Cerebri

Diagnosis Topis : Regio frontal sinistra

2.7 PENATALAKSANAAN

Non Medikamentosa :

- Elevasi kepala 30ᵒ

- O2 dengan nasal kanul 3L/jam

Medikamentosa :

- Neulin 2 x 500 mg

- Vitamin C 1 x 400

- Pranza 1 x 1 ampul

- Ceftriaxone 1 x 2 gr

- NaCl 0,9% 500cc per 12 jam

2.8 PROGNOSIS

Ad Vitam : ad bonam

16

Page 17: Trauma Kapitis Case

Ad Sanasionam : ad bonam

Ad Fungsionam : ad bonam

17

Page 18: Trauma Kapitis Case

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

TRAUMA KAPITIS

Trauma kapitis atau cedera kepala adalah kerusakan otak akibat trauma mekanik yang

terjadi langsung saat trauma (primer) maupun tidak langsung, sesaat sesudah trauma (sekunder).

Tulang tengkorak yang tebal dan keras membantu melindungi otak. Tetapi meskipun memiliki

helm alami, otak sangat peka terhadap berbagai jenis cedera. Otak bisa terluka meskipun tidak

terdapat luka yang menembus tengkorak. Cedera kepala paling sering disebabkan oleh

kecelakaan bermotor bermotor sering dihubungkan dengan konsumsi alkohol yang berlebihan.

PATOFISIOLOGI

Berat atau ringannya suatu daerah otak yang mengalami cedera akibat trauma kapitis

bergantung pada :

1. Besar dan kekuatan saat benturan

2. Arah dan tempat saat benturan

3. Sifat dan keadaan kepala sewaktu menerima benturan

Sehubungan dengan berbagai aspek benturan tersebut, maka benturan atau trauma kepala dapat

mengakibatkan lesi otak berupa :

Lesi bentur (Coup)

Lesi antara (akibat pergeseran tulang, dasar tengkorak yang menonjol/falx dengan

otak, peregangan dan robeknya pembuluh darah dan lain-lain = lesi media)

Lesi kontra (counter Coup)

Lesi benturan otak dapat menimbulkan beberapa kejadian berupa :

1. Gangguan neurotransmitter sehingga terjadi blok depolarisasi pada sistem ARAS

(Ascending Reticular Activating System yang bermula dari batang otak)

18

Page 19: Trauma Kapitis Case

2. Retensi cairan dan elektrolit pada hari pertama kejadian

3. Peningkatan tekanan intra kranial (+ edema serebri)

4. Perdarahan berupa petechiae parenchymal sampai perdarahan besar

5. Kerusakan otak primer berupa cedera pada akson yang bisa merupakan peregangan

ataupun sampai robeknya akson di substansia alba yang bisa meluas secara difus ke

hemisfer sampai ke batang otak

6. Kerusakan otak sekunder akibat proses desak ruang yang meninggi dan komplikasi

sistemik hipotensi, hipoksemia dan asidosis

Akibat adanya cedera otak, maka pembuluh darah otak akan melepaskan serotonin bebas

yang berperan akan melonggarkan hubungan antara endotel dinding pembuluh darah sehingga

lebih permeabel, maka Blood Brain Barrier (sawar darah otak) pun akan terganggu, dan

terjadilah edema otak regional atau difus (vasogenik oedem serebri).

Edema serebri lokal akan terbentuk 30 menit sesudah mendapat trauma dan kemudian

edema akan menyebar membesar. Edema otak lebih banyak melibatkan sel-sel glia, terutama

pada sel astrosit (intraseluler) dan ekstraseluler di substansia alba. Bila edema serebri itu meluas

berturut-turut akan mengakibatkan meningkatnya tekanan intra kranial, kemudian terjadi

kompresi dan hipoksia iskemik hemisfer dan batang otak dan akibat selanjutnya bisa

menimbulkan herniasi transtentorial ataupun serebellar yang berakibat fatal.

Ada sekitar 60-80 % pasien yang meninggal dikarenakannya herniasi transtentorial dan

kelainan batang otak tanpa adanya lesi primer akibat trauma langsung pada batang otak.

Kerusakan yang hebat yang disertai dengan kerusakan batang otak akibata proses diatas

mengakibatkan kelainan patologis nekroskortikal, demielinisasi difus, banyak neuron yang rusak

dan proses gliosis, sehingga jika penderita tidak meninggal maka bisa terjadi suatu keadaan

vegetatif dimana penderita hanya dapat membuka matanya tanpa ada daya apapun (akinetic-

mutism/coma vigil, apallic state, locked in syndrome).

Sistem peredaran darah otak mempunyai sistem autoregulasi untuk mempertahankan

Cerebral Blood Flow (CBF) yang optimal sehingga Tekanan Perfusi Otak (TPO) juga adekuat

(TPO minimal adalah sekitar 40-50 mmHg untuk mensuplai seluruh daerah otak). Jika Tekanan

19

Page 20: Trauma Kapitis Case

Intra Kranial (TIK) meninggi maka akan menekan kapiler serebral sehingga terjadi hipoksia

serebral yang difus dan mengakibatkan penurunan kesadaran.

Peninggian TIK mengakibatkan CBF dan TPO menurun, maka akan terjadi kompensasi

(Cushing respons), penekanan pada daerah medulla oblongata, hipoksia pusat vasomotor,

sehingga mengakibatkan kompensasi vasokonstriksi perifer (peninggian tekanan darah sistemik)

bradikardi, pernafasan yang melambat dan muntah-muntah.

TIK yang meninggi mengakibatkan hipoksemia dan alkalosis respiratorik (PO2 menurun

dan PCO2 meninggi) akibatnya terjadi vasodilatasi kapiler serebral. Selama pembuluh darah

tersebut masih sensitif terhadap tekanan CO2, maka CBF dan TPO akan tercukupi.

Jika kenaikan TIK terlalu cepat maka Cushing respons tidak selalu terjadi. Demikian pula

jika penurunan tekanan darah sistemik terlalu cepat dan terlalu rendah maka sistem autoregulasi

tidak dapat berfungsi dan CBF pun akan menurun sehingga fungsi serebral terganggu.

Selain yang tersebut diatas peninggian TIK juga dapat menyebabkan gangguan konduksi

pada pusat respirasi dan pusat kardiovaskuler di batang otak. Akibatnya pons berubah cepat dan

lemah serta tekanan darah sistemik akan drops menurun secara drastis. Respirasi akan berubah

menjadi irreguler, melambat dan steatorous.

Pada cedera otak berat terjadi gangguan koordinasi di antara pusat pernafasan volunter di

korteks dengan pusat pernafasan automatik di batang otak. Ternyata bahwa herniasi serebellar

tonsil ke bawah yang melewati foramen magnum hanya mempunyai efek yang minimal terhadap

sistem kecepatan dan ritme pernafasan, kecuali jika herniasinya memang sudah terlalu besar

maka tiba-tiba saja bisa terjadi respiratory arrest.

TIPE TRAUMA KEPALA

– Trauma kepala terbuka

Trauma kepala ini menyebabkan fraktur tulang tengkorak dan laserasi duramater.

Kerusakan otak dapat terjadi bila tulang tengkorak menusuk otak. Fraktur longitudinal

sering menyebabkan kerusakan pada meatus akustikus interna, foramen jugularis dan

tuba eustachius. Setelah 2-3 hari akan tampak battle sign (warna biru dibelakang telinga

diatas os mastoid) dan otorrhoe (liquor keluar dari telinga). Perdarahan dari telinga

dengan trauma kepala hampir selalu disebabkan oleh retak tulang dasar tengkorak.

20

Page 21: Trauma Kapitis Case

Fraktur basis tengkorak tidak selalu dapat dideteksi oleh foto rontgen, karena terjadi

sangat dasar. Tanda-tanda klinik yang dapat membantu mendiagnosa adalah :

a. Battle sign ( warna biru/ekhimosis dibelakang telinga di atas os mastoid )

b. Hemotipanum ( perdarahan di daerah gendang telinga )

c. Periorbital ecchymosis ( mata warna hitam tanpa trauma langsung )

d. Rhinorrhoe ( liquor keluar dari hidung )

e. Otorrhoe ( liquor keluar dari telinga)

Komplikasi pada trauma kepala terbuka adalah infeksi, meningitis dan

perdarahan.

– Trauma kepala tertutup

a. Komusio serebri ( Gegar otak )

Merupakan bentuk trauma kapitis ringan, dimana terjadi pingsan (kurang

dari 10 menit ). Gejala lain mungkin termasuk pusing, noda-noda didepan mata

dan linglung. Konkusio adalah hilangnya kesadaran (dan kadang ingatan) sekejap,

setelah terjadinya cedera pada otak yang tidak menyebabkan kerusakan fisik yang

nyata. Konkusio menyebabkan kelainan fungsi otak tetapi tidak menyebabkan

kerusakan struktural yang nyata. Hal ini bahkan bisa terjadi setelah cedera kepala

yang ringan, tergantung kepada goncangan yang menimpa otak di dalam tulang

tengkorak. Konkusio bisa menyebabkan kebingungan, sakit kepala dan rasa

mengantuk yang abnormal; sebagian besar penderita mengalami penyembuhan

total dalam beberapa jam atau hari. Beberapa penderita merasakan pusing,

kesulitan dalam berkonsentrasi, menjadi pelupa, depresi, emosi atau perasaannya

berkurang dan kecemasan. Gejala-gejala ini bisa berlangsung selama beberapa

hari sampai beberapa minggu, jarang lebih dari beberapa minggu.

Penderita bisa mengalami kesulitan dalam bekerja, belajar dan

bersosialisasi. Keadaan ini disebut sindroma pasca konkusio. Sindroma pasca

konkusio masih merupakan suatu teka-teki; tidak diketahui mengapa sindroma ini

biasanya terjadi setelah suatu cedera kepala yang ringan. Para ahli belum sepakat,

apakah penyebabkan adalah cedera mikroskopi atau faktor psikis. Pemberian

obat-obatan dan terapi psikis bisa membantu beberapa penderita sindroma ini.

21

Page 22: Trauma Kapitis Case

Yang lebih perlu dikhawatirkan selain sindroma pasca konkusio adalah gejala-

gejala yang lebih serius yang bisa timbul dalam beberapa jam atau kadang

beberapa hari setelah terjadinya cedera. Jika sakit kepala, kebingungan dan rasa

mengantuk bertambah parah, sebaiknya segera mencari pertolongan medis.

Biasanya, jika terbukti tidak terdapat kerusakan yang lebih berat, maka tidak

diperlukan pengobatan. Setiap orang yang mengalami cedera kepala diberitahu

mengenai pertanda memburuknya fungsi otak. Selama gejalanya tidak semakin

parah, biasanya untuk meredakan nyeri diberikan asetaminofen. Jika cederanya

tidak parah, aspirin bisa digunakan setelah 3-4 hari pertama.

b. Kontusio serebri ( Memar otak )

Merupakan perdarahan kecil / petechie pada jaringan otak akibat pecahnya

pembuluh darah kapiler. Kontusio yang berat di daerah frontal dan temporal

sering kali disertai adanya perdarahan subdural dan intra serebral yang akut.

Sebagai kelanjutan dari kontusio akan terjadi edema otak. Penyebab utamanya

adalah vasogenik, yaitu akibat kerusakan B.B.B. (blood brain barrier). Disini

dinding kapiler mengalami kerusakan ataupun peregangan pada sel-sel

endotelnya. Cairan akan keluar dari pembuluh darah ke dalam jaringan otak

karena beda tekanan intra vaskuler dan interstisial yang disebut ekanan perfusi.

Bila tekanan arterial meningkat akan mempercepat terjadinya edema dan

sebaliknya bila turun akan memperlambat. Edema jaringan menyebabkan

penekanan pada pembuluh-pembuluh darah yang mengakibatkan aliran darah

berkurang. Akibatnya terjadi iskemia dan hipoksia. Asidosis yang terjadi akibat

hipoksia ini selanjutnya menimbulkan vasodilatasi dan hilangnya auto regulasi

aliran darah, sehingga edema semakin hebat. Hipoksia karena sebab-sebab lain

juga memberikan akibat yang sama. Jika otak membengkak, maka bisa terjadi

kerusakan lebih lanjut pada jaringan otak; pembengkakan yang sangat hebat bisa

menyebabkan herniasi otak.

Gejala dari kontusio adalah pusing, kesulitan dalam berkonsentrasi,

menjadi pelupa, depresi, emosi atau perasaannya berkurang dan kecemasan.

22

Page 23: Trauma Kapitis Case

Biasanya gejala berlangsung selama beberapa hari sampai beberapa minggu.

Sindroma pasca konkusio yaitu kesulitan dalam bekerja, belajar dan

bersosialisasi. Kontusio serebri dan robekan otak lebih serius daripada konkusio.

MRI menunjukkan kerusakan fisik pada otak yang bisa ringan atau bisa

menyebabkan kelemahan pada satu sisi tubuh yang diserati dengan kebingungan

atau bahkan koma.

c. Perdarahan intrakranial

Merupakan penimbunan darah di dalam otak atau diantara otak dengan

tulang tengkorak. Hematoma intrakranial bisa terjadi karena cedera atau stroke.

Perdarahan karena cedera biasanya terbentuk di dalam pembungkus otak sebelah

luar (hematoma subdural) atau diantara pembungkus otak sebelah luar dengan

tulang tengkorak (hematoma epidural). Kedua jenis perdarahan diatas biasanya

bisa terlihat pada CT scan atau MRI. Sebagian besar perdarahan terjadi dengan

cepat dan menimbulkan gejala dalam beberapa menit. Perdarahan menahun

(hematoma kronis) lebih sering terjadi pada usia lanjut dan membesar secara

perlahan serta menimbulkan gejala setelah beberapa jam atau hari. Hematoma

yang luas akan menekan otak, menyebabkan pembengkakan dan pada akhirnya

menghancurkan jaringan otak. Hematoma yang luas juga akan menyebabkan otak

bagian atas atau batang otak mengalami herniasi. Pada perdarahan intrakranial

bisa terjadi penurunan kesadaran sampai koma, kelumpuhan pada salah satu atau

kedua sisi tubuh, gangguan pernafasan atau gangguan jantung, atau bahkan

kematian. Bisa juga terjadi kebingungan dan hilang ingatan, terutama pada usia

lanjut.

HEMATOMA EPIDURAL

Hematoma epidural berasal dari perdarahan di arteri yang terletak diantara meningens

dan tulang tengkorak, yaitu arteri meningea media. Hal ini terjadi karena patah tulang tengkorak

telah merobek arteri. Darah di dalam arteri memiliki tekanan lebih tinggi sehingga lebih cepat

memancar. Gejala berupa sakit kepala hebat bisa segera timbul tetapi bisa juga baru muncul

23

Page 24: Trauma Kapitis Case

beberapa jam kemudian. Sakit kepala kadang menghilang, tetapi beberapa jam kemudian muncul

lagi dan lebih parah dari sebelumnya.

Selanjutnya bisa terjadi peningkatan kebingungan, rasa ngantuk, kelumpuhan, pingsan

dan koma. Diagnosis dini sangat penting dan biasanya tergantung kepada CT scan darurat.

Hematoma epidural diatasi sesegera mungkin dengan membuat lubang di dalam tulang

tengkorak untuk mengalirkan kelebihan darah, juga dilakukan pencarian dan penyumbatan

sumber perdarahan.

HEMATOMA SUBDURAL

Hematoma subdural berasal dari perdarahan pada vena di sekeliling otak. Perdarahan bisa

terjadi segera setelah terjadinya cedera kepala berat atau beberapa saat kemudian setelah

terjadinya cedera kepala yang lebih ringan. Hematoma subdural yang bertambah luas secara

perlahan paling sering terjadi pada usia lanjut (karena venanya rapuh) dan pada alkoholik. Pada

kedua keadaan ini, cedera tampaknya ringan; selama beberapa minggu gejalanya tidak

dihiraukan. Hasil pemeriksaan CT scan dan MRI bisa menunjukkan adanya genangan darah.

Hematoma subdural pada bayi bisa menyebabkan kepala bertambah besar karena tulang

tengkoraknya masih lembut dan lunak. Hematoma subdural yang kecil pada dewasa seringkali

diserap secara spontan. Hematoma subdural yang besar, yang menyebabkan gejala-gejala

neurologis biasanya dikeluarkan melalui pembedahan. Petunjuk dilakukannya pengaliran

perdarahan ini adalah:

1. Sakit kepala yang menetap

2. Rasa mengantuk yang hilang-timbul

3. Linglung

4. Perubahan ingatan

5. Kelumpuhan ringan pada sisi tubuh yang berlawanan.

Kriteria cedera kepala yang digunakan untuk diagnosis, bergantung berat-ringannya cedera

otak yang terjadi, oleh sebab itu terbagi menjadi :

1. Minimal = simple head injury

24

Page 25: Trauma Kapitis Case

- GCS = 15 (normal)

- Kesadaran baik

- Tidak ada amnesia

- Dapat disertai gejala : mual,muntah, sakit kepala, vertigo.

- Defisit neurologis (-)

- CT-Scan normal

2. Cedera kepala ringan

- GCS = 13 - 15

- Penurunan kesadaran ≤ 10 menit

- Amnesia pasca cedera kepala kurang dari 1 jam

- Dapat disertai gejala : mual,muntah, sakit kepala, vertigo.

- Defisit neurologis (-)

- CT-Scan normal

3. Cedera kepala sedang

- GCS = 9 – 12

- Penurunan kesadaran >10 menit tetapi ≤ 6 jam

- Dapat/tidak disertai oleh defisit neurologis

- Amnesia pasca cedera selama 1 – 24 jam

- CT-Scan abnormal

4. Cedera kepala berat

- GCS = 5 – 8

- Penurunan kesadaran > 6 jam

- Terdapat defisit neurologi

- Amnesia pasca cedera > 24 hari

- CT-Scan abnormal

TATALAKSANA

Penatalaksanaan awal penderita cedara kepala pada dasarnya memikili tujuan untuk

memantau sedini mungkin dan mencegah cedera kepala sekunder serta memperbaiki keadaan

umum seoptimal mungkin sehingga dapat membantu penyembuhan sel-sel otak yang sakit.

25

Page 26: Trauma Kapitis Case

Penatalaksanaan cedera kepala tergantung pada tingkat keparahannya, berupa cedera kepala

ringan, sedang, atau berat.

1. Minimal

- Tirah baring, kepala ditinggikan 30O

- Istirahat dirumah

- Kontrol ke rumah sakit bila ada tanda-tanda perdarahan epidural

2. Cedera otak ringan

- Tirah baring, kepala ditinggikan 30O

- Observasi di rumah sakit selama 2 hari

- Beri obat simptomatis

- Antibiotik (dengan indikasi)

3. Cedera otak sedang dan berat

- Terapi umum : ABC, terapi cairan, jaga keseimbangan gas darah

- Terapi khusus: medikamentosa, atasi peningkatan TIK, simptomatis,antibiotik,

antiepilepsi, operasi (dengan indikasi)

- Rehabilitasi

Prinsip penanganan awal meliputi survei primer dan survei sekunder. Dalam

penatalaksanaan survei primer hal-hal yang diprioritaskan antara lain airway, breathing,

circulation, disability, dan exposure, yang kemudian dilanjutkan dengan resusitasi. Pada

penderita cedera kepala khususnya dengan cedera kepala berat survei primer sangatlah

penting untuk mencegah cedera otak sekunder dan mencegah homeostasis otak.

Tidak semua pasien cedera kepala perlu di rawat inap di rumah sakit. Indikasi rawat

antara lain:

– Amnesia posttraumatika jelas (lebih dari 1 jam)

– Riwayat kehilangan kesadaran (lebih dari 15 menit)

– Penurunan tingkat kesadaran

– Nyeri kepala sedang hingga berat

– Intoksikasi alkohol atau obat

– Fraktura tengkorak

– Kebocoran CSS, otorrhea atau rhinorrhea

26

Page 27: Trauma Kapitis Case

– Cedera penyerta yang jelas

– Tidak punya orang serumah yang dapat dipertanggung jawabkan

– CT scan abnormal

PROGNOSIS

Cedera kepala bisa menyebabkan kematian atau penderita bisa mengalami penyembuhan

total. Jenis dan beratnya kelainan tergantung kepada lokasi dan beratnya kerusakan otak yang

terjadi. Berbagai fungsi otak dapat dijalankan oleh beberapa area, sehingga area yang tidak

mengalami kerusakan bisa menggantikan fungsi dari area lainnya yang mengalami kerusakan.

Tetapi semakin tua umur penderita, maka kemampuan otak untuk menggantikan fungsi satu

sama lainnya, semakin berkurang. Kemampuan berbahasa pada anak kecil dijalankan oleh

beberapa area di otak, sedangkan pada dewasa sudah dipusatkan pada satu area. Jika hemisfer

kiri mengalami kerusakan hebat sebelum usia 8 tahun, maka hemisfer kanan bisa mengambil alih

fungsi bahasa.

Kerusakan area bahasa pada masa dewasa lebih cenderung menyebabkan kelainan yang

menetap. Beberapa fungsi (misalnya penglihatan serta pergerakan lengan dan tungkai)

dikendalikan oleh area khusus pada salah satu sisi otak. Kerusakan pada area ini biasanya

menyebabkan kelainan yang menetap. Dampak dari kerusakan ini bisa diminimalkan dengan

menjalani terapi rehabilitasi. Penderita cedera kepala berat kadang mengalami amnesia dan tidak

dapat mengingat peristiwa sesaat sebelum dan sesudah terjadinya penurunan kesadaran. Jika

kesadaran telah kembali pada minggu pertama, maka biasanya ingatan penderita akan pulih

kembali.

27

Page 28: Trauma Kapitis Case

BAB IV

DAFTAR PUSTAKA

1. Anderson S. McCarty L., Cedera Susunan Saraf Pusat, Patofisiologi, edisi 4, Anugrah P.

EGC, Jakarta,1995, 1014-1016

2. Buergener F.A, Differential Diagnosis in Computed Tomography, Baert A.L. Thieme

Medical Publisher, New York,1996, 22

3. Dahnert W, MD, Brain Disorders, Radioogy Review Manual, second edition, Williams &

Wilkins, Arizona, 1993, 117 – 178

4. Markam S, Trauma Kapitis, Kapita Selekta Neurologi, Edisi kedua, Harsono, Gajah

Mada University Press, Yogyakarta, 2005, 314

5. Mardjono M. Sidharta P., Mekanisme Trauma Susunan Saraf, Neurologi Kilinis Dasar,

Dian Rakyat, Jakarta, 2003, 254-259

28