trauma bladder

6
TRAUMA BLADDER TRAUMA VESIKA URINARIA 1. ETIOLOGI Trauma tumpul pada panggul yang mengenai buli-buli. Trauma tembus. Akibat manipulasi yang salah sewaktu melakukan operasi Trans uretral Resection ( TUR ) Fraktur tulang punggung yang menyebabkan kontusio dan ruptur buli-buli. Ruptur buli-buli dibedakan 2 macam, yaitu : Intra peritoneal : peritoneum yang menutupi bagian atas / belakang dinding buli-buli robek sehingga urin langsung masuk ke dalam rongga peritoneum. Ekstra peritoneal : peritoneum utuh, dan urin yang keluar dari ruptura tetap berada diluar. Akibat luka tusuk misalnya ujung pisau, peluru. Didapati perforasi buli-buli, urin keluar melalui dinding buli-buli terus kekulit. Akibat manipulasi salah sewaktu melakukan trans ureterol resection, misalnya sewaktu reseksi tumor buli, operasi prostat, dll. 2. PATOFISIOLOGI Bila buli-buli yang penuh dengan urine mengalami trauma, maka akan terjadi peningkatan tekanan intravesikel dapat menyebabkan contosio buli-buli / buli-buli pecah. Keadaan ini dapat menyebabkan ruptura intraperitoneal. 3. TANDA DAN GEJALA Nyeri supra pubik baik verbal maupun saat palpasi. Hematuria. Ketidakmampuan untuk buang air kecil. Regiditas otot. Ekstravasase urine. Suhu tubuh meningkat. Syok. Tanda-tanda peritonitis. 4. PEMERIKSAAN LABORATORIUM / DIAGNOSTIK Hematokrit menurun.

description

askep trauma bladder

Transcript of trauma bladder

Page 1: trauma bladder

TRAUMA BLADDER

TRAUMA VESIKA URINARIA

1. ETIOLOGI

Trauma tumpul pada panggul yang mengenai buli-buli.

Trauma tembus.

Akibat manipulasi yang salah sewaktu melakukan operasi Trans

uretral Resection ( TUR )

Fraktur tulang punggung yang menyebabkan kontusio dan ruptur buli-buli. Ruptur buli-buli

dibedakan 2 macam, yaitu :

Intra peritoneal : peritoneum yang menutupi bagian atas / belakang dinding buli-buli

robek sehingga urin langsung masuk ke dalam rongga peritoneum.

Ekstra peritoneal : peritoneum utuh, dan urin yang keluar dari ruptura tetap berada diluar.

Akibat luka tusuk misalnya ujung pisau, peluru.

Didapati perforasi buli-buli, urin keluar melalui dinding buli-buli terus kekulit.

Akibat manipulasi salah sewaktu melakukan trans ureterol resection, misalnya sewaktu

reseksi tumor buli, operasi prostat, dll.

2. PATOFISIOLOGI

Bila buli-buli yang penuh dengan urine mengalami trauma, maka akan terjadi peningkatan

tekanan intravesikel dapat menyebabkan contosio buli-buli / buli-buli pecah. Keadaan ini

dapat menyebabkan ruptura intraperitoneal.

3. TANDA DAN GEJALA

Nyeri supra pubik baik verbal maupun saat palpasi.

Hematuria.

Ketidakmampuan untuk buang air kecil.

Regiditas otot.

Ekstravasase urine.

Suhu tubuh meningkat.

Syok.

Tanda-tanda peritonitis.

4. PEMERIKSAAN LABORATORIUM / DIAGNOSTIK

Hematokrit menurun.

Cystografi : menunjukkan ekstravasase urine, vesika urinaria

dapat pinddah atau tertekan.

5. KOMPLIKASI

Urosepsis.

Klien lemah akibat anemia.

6. PENATALAKSANAAN

Atasi syok dan perdarahan.

Istirahat baring sampai hematuri hilang.

Page 2: trauma bladder

Bila ditemukan fraktur tulang punggung disertai ruftur vesica

urinaria intra peritoneal dilakukan operasi sectio alta yang

dilanjutkan dengan laparatomi.

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGANTRAUMA BLADDER

1. Pengkajian1. Data Subjektif

Klien mengeluh nyeri pada bladder yang terkena.

Klien mengatakan kencingnya bercampur darah.

Klien mengatakan ada luka memar pada abdomen bawah setelah dia

terjatuh.

2. Data Objektif

Nyeri tekan pada daerah trauma.

Hematuri.

HT menurun.

HB menurun.

Pada pemeriksaan BNO :

Memperlihatkan suatu daerah yang berwarna abu-abu di daerah

trauma.

Memperlihatkan ekstravasasi urine.

Urogram ekskresi :

Memperlihatkan gangguan fungsi / ekstravasasi urine pada sisi yang terkena.

CT Scan :

Memperlihatkan adanya hematom retroperineal dan konfigurasi ginjal.

2. Diagnosa Keperawatan1. Gangguan rasa nyaman ( nyeri ) s/d Kerusakan jaringan ( trauma ) pada daerah

bladder, ditandai dengan :

Klien mengeluh nyeri pada daerah abdomen bawah yang terkena.

Adanya nyeri tekan pada daerah bladder yang terkena.

Ekspresi wajah meringis / tegang

Intervensi

1. Kaji skala nyeri, catat lokasi, lama, intensitas dan

karakteristiknya.

( Rasional : Perubahan dalam lokasi atau intensitas tidak umum tetapi dapat

menunjukkan adanya komplikasi ).

Page 3: trauma bladder

2. Atur posisi sesuai indikasi, misalnya semi fowler.

( Rasional : Mmemudahkan drainase cairan / luka karena gravitasi dan membantu

meminimalkan nyeri karena gerakan ).

3. Berikan tindakan kenyamanan, misalnya nafas dalam,

tekhnik relaksasi / visualisasi.

( Rasional : Meningkatkan kemampuan koping dengan memfokuskan perhatian

pasien ).

4. Kolaborasi untuk pemberian analgesik.

( Rasional : Menurunkan laju metabolisme yang membantu menghilangkan nyeri

dan penyembuhan ).

2. Gangguan eliminasi urine s/d trauma bladder ditandai dengan hematuria.

Intervensi

1. Kaji pola berkemih seperti frekwensi dan jumlahnya.

( Rasional : Mengidentifikasi fungsi kandung kemih, fungsi ginjal dan

keseimbangan cairan ).

2. Observasi adanya darah dalam urine.

( Rasional : Tanda-tanda infeksi saluran perkemihan / ginjal dapat menyebabkan

sepsis ).

3. Istirahat baring sekurang-kurangnya seminggu sampai

hematuri hilang.

( Rasional : Menurunkan metabolisme tubuh agar energi yang tersedia difokuskan

untuk proses penyembuhan pada ginjal ).

4. Lakukan tindakan pembedahan bila perdarahan terus

berlangsung.

( Rasional : Tindakan yang cepat / tepat dapat meminimalkan kecacatan ).

3. Gangguan pemenuhan aktifitas s/d kelemahan fisik sekunder terhadap trauma,

ditandai dengan :

Klien tampak lemah.

Aktifitas dibantu oleh orang lain / keluarga.

Intervensi

1. Kaji kemampuan fungsional dengan skala 0 – 4.

( Rasional : Untuk menentukan tingkat aktifitas dan bantuan yang diberikan ).

2. Ubah posisi pasien setiap 2 jam sekali.

( Rasional : Meningkatkan sirkulasi darah seluruh tubuh dan mencegah penekanan

pada daerah tubuh yang menonjol ).

Page 4: trauma bladder

3. Lakukan rentang gerak aktif dan pasif.

( Rasional : Menurunkan resiko terjadinya trauma dan mempertahankan fungsi

sendi dan mencegah penurunan tonus ).

4. Bantu pasien dalam memenuhi kebutuhan ADL.

( Rasional : Bantuan yang memberikan sangat bermanfaat untuk menghemat energi

yang dapat digunakan untuk membantu proses penyembuhan luka ).

4. Potensial syok hipovolemia s/d pemutusan pembuluh darah

Intervensi

1. Observasi tensi, nadi, suhu, pernafasan dan tingkat

kesadaran pasien.

( Rasional : Terjadinya perubahan tanda vital merupakan manifestasi awal sebagai

kompensasi hypovolemia dan penurunan curah jantung).

2. Berikan cairan IV sesuai kebutuhan.

( Rasional : Perbaikan volume sirkulasi biasanya dapat memperbaiki curah

jantung ).

3. Berikan O2 sesuai kebutuhan.

( Rasional : Kadar O2 yang maksimal dapat membantu menurunkan kerja jantung ).

4. Kolaborasi pemberian obat-obatan anti perdarahan.

( Rasional : Untuk menghentikan atau mengurangi perdarahan yang sedang

berlangsung ).

5. Bila perdarahan tetap berlangsung dan KU memburuk

pikirkan tindakan bedah.

( Rasional : Tindakan yang segera dapat menghindarkan keadaan yang lebih

memburuk ).

5. Potensial infeksi s/d adanya luka trauma.

Intervensi

1. berikan perawatan aseptik dan antiseptik, pertahankan

tekhnik cuci tangan yang baik.

( Rasional : Cara pertama untuk menghindari infeksi nasokomial ).

2. Observasi daerah kulit yang mengalami kerusakan seperti

adanya inflamasi.

( Deteksi dini perkembangan infeksi memungkinkan untuk melakukan tindakan

segera dan pencegahan terhadap komplikasi selanjutnya ).

3. Pantau suhu tubuh secara teratur, catat adanya demam dan

menggigil.

Page 5: trauma bladder

( Rasional : Dapat mengindikasikan perkembangan sepsis yang selanjutnya

memerlukan evaluasi atau tindakan dengan segera ).

4. Berikan antibiotik sesuai indikasi.

( Rasional : Terapi profilaktik dapat digunakan pada pasien yang mengalami trauma

/ perlukaan ).

6. Potensial gangguan perfusi jaringan b/d perdarahan

Intervensi

1. Pertahankan tirah baring, bantu dengan aktifitas

perawatan.

( Rasional : Menurunkan beban kerja miokard dan konsumsi oksigen )

2. Pantau frekwensi dan irama jantung, perhatikan disritmia.

( Rasional : Bila terjadi tachikardi, mengacu pada stimulasi sekunder sistem syaraf

simpatis untuk menekan respons dan menggantikan kerusakan pada hypovolemia

relatif dan hipertensi ).

3. Perhatikan kualitas / kekuatan dari denyut perifer.

( Rasional : Pada awal nadi cepat / kuat karena peningkatan curah jantung, nadi

dapat menjadi lemah dan lambat karena hipotensi terus menerus ).

4. Berikan O2 sesuai kebutuhan.

( Rasional : Memaksimalkan oksigen yang tersedia untuk masukan seluler ).