Transformasi Pendidikan Islamblog.umy.ac.id/.../11/Transformasi-Pendidikan-Islam1.docx · Web...
Transcript of Transformasi Pendidikan Islamblog.umy.ac.id/.../11/Transformasi-Pendidikan-Islam1.docx · Web...
BAB IPENDAHULUAN
“Dan diantara mereka ada yang buta huruf, tidak mengetahui Al-Kitab (Taurat),
kecuali dongengan bohong belaka dan mereka hanya menduga-duga.”
(Al-Baqarah:78)
Pendidikan adalah kunci kemajuan suatu bangsa. Tak jarang kita dapati
Negara miskin didominasi oleh masyarakat buta huruf. Sedangkan jumlah
masyarakat yang tecatat buta huruf di Indonesia adalah sebanyak 17.097.220 dari
220 juta lebih penduduk. Bahkan, laporan bank dunia menyatakan bahwa
ketrampilan membaca siswa SD kelas 4 Indonesia paling rendah se Asia Timur
(Prasetyo,2005).
Dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 78 diatas, buta huruf dalam bahasa
Arab dikenal dengan al-ummy (mufradnya ummiyyuuna) dimaknai dalam sebuah
syair :
والنحسب النكتب امية امة انه“Kami adalah ummat yang ummy tidak bisa menulis dan tak menghitung.”
Sedangkan ummiyyah (bentuk jama’ dari amany) berarti bacaan-bacaan. Makna
yang senada maknanya dengannya diungkapkan oleh penyair bernama Ka’ab Ibnu
Zubair, “Membaca di awal dan di akhir malam tetapi hasilnya menjumpai ajal yang
telah ditakdirkan.” Penyair mengkonstantir sikap mereka dalam membaca kitab
Taurat, mereka hanya membaca lafadz-lafadznya saja tanpa melakukan amaliyah
kehidupan sehari-hari seperti yang disebutkan dalam surat Al-Jum’ah ayat 5 yang
artinya;
“Perumpamaan orang-orang yang dipikulkan kepadanya Taurat, Kemudian mereka
tiada memikulnya adalah seperti keledai yang membawa kitab-kitab yang tebal.
Amatlah buruknya perumpamaan kaum yang mendustakan ayat-ayat Allah itu. dan
Allah tiada memberi petunjuk kepada kaum yang zalim.”
Mereka adalah kaum kerdil, tingkah laku yang mereka lakukan hanya berdasarkan
sangkaan belaka (taqlid pada sesuatu yang ia tidak mengetahui asal usulnya). Hal ini
menunjukkan bahwa ketiadaan pendidikan dapat menyebabkan ummat yang kerdil.
Ayat tersebut menerangkan tentang keadaan kaum yahudi pada masa Nabi
Musa as yang ummy terhadap kitabNya yakni taurat, sedangkan Indonesia adalah
1
negara yang memiliki mayoritas penduduk Islam namun mengapa masih kita temui
banyak masyarakatnya yang belum menjalankan syari’at Islam, bahkan masih ada
yang buta huruf Al-Qur’an? Padahal telah tersebar luas sekolah-sekolah umum,
madrasah-madrasah, bahkan pondok pesantren yang mengajarkan pendidikan
agama Islam. Bahkan tak jarang kita temui orang muslim yang faham ilmu agama
namun tidak mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari. Seperti yang terjadi
pada sebuah SMA swasta di Yogyakarta, pihak sekolah lebih membanggakan
kejuaraan dalam bidang olah raga tanpa mempedulikan karakter para siswanya yang
belum faham tentang Islam secara menyeluruh. Dan seolah-olah pendidikan Islam
dinomer duakan setelah pendidikan umum. Sebenarnya, bagaimanakah sistem
pendidikan Islam di Indonesia dan apakah sistem pendidikan tersebut sudah dapat
merealisasikan metode pengajaran Rasulullah SAW dalam mengajarkan islam pada
ummatnya?
Dengan penyusunan makalah ini, diharapkan dapat terdeskripsikan keadaan
pendidikan islam di Indonesia yang dibandingkan dengan metode pendidikan ideal
yang diajarkan Rasulullah SAW.
2
BAB IIPEMBAHASAN
A. PENDIDIKAN DALAM ISLAM1. Pengertian Pendidikan
Pendidikan diambil dari kata dasar didik yang berimbuhan pe-an.
Mendidik berarti memelihara latihan mengenai akhlaq dan kecerdasan
fikiran.1
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pendidikan adalah suatu
usaha manusia untuk mengubah sikap dan tata laku seseorang atau
sekelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya
pengajaran dan latihan.2 Sehingga menurut penulis, pendidikan dapat
membentuk sebuah karakter manusia dan dapat mengubah tabi’at asal
dengan proses pembiasaan dalam kehidupan menjadi sebuah akhlaq (nilai-
nilai dan sifat-sifat yang tertanam dalam jiwa, yang dengan timbangannya
seseorang dapat menilai perbuatannya baik atau buruk, untuk kemudian
memilih melakukan atau meninggalkannya).3
Pendidikan dalam bahasa Inggris dikenal dengan education yang
berasal dari kata “educare” yang artinya “menggiring keluar”. Dalam konteks
ini, sesuatu yang digiring keluar adalah potensi-potensi manusia. Sedangkan
dalam Islam dikenal dengan kata “tarbiyyah” yang bermakna “meningkatkan”
atau “membuat sesuatu lebih tinggi”. Dengan demikian, pendidikan pada
dasarnya mengandung pra anggapan bahwa dalam diri manusia terdapat
bibit-bibit kebaikan yang harus digiring keluar atau ditingkatkan.4
Dari pengertian diatas, terbuktilah kebenaran Kitabullah yang
menunjukkan bahwa Allah SWT hanya akan memberikan ilmu kepada orang-
orang yang berakal dalam surat Al-Baqarah ayat 269 yang artinya; “Allah
menganugerahkan al-hikmah (kefahaman yang dalam tentang Al-Quran dan
As-Sunnah) kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan barangsiapa yang
dianugerahi hikmah, ia benar-benar telah dianugerahi karunia yang banyak.
Dan hanya orang-orang yang berakallah yang dapat mengambil pelajaran
(dari firman Allah)”. Jadi, objek pendidikan adalah manusia sebagai seorang 1 Artikel mahasiswa Universitas Negeri Padang yang didapat dari www.google.com pada 16 April 2010 2 ibid3 Menurut Abdul Karim Zaidan4 Artikel “Pendidikan Seharusnya Murah” karya Aad Setya Permadi yang disampaikan pada seminar pendidikan IRM
3
khalifah yang bertugas menggantikan Allah dalam menjalankan hukumnya
dimuka bumi ini5 dalam mewujudkan baldatun thoyyibatun wa rabbun
ghofuur.
2. Kewajiban Pendidikan bagi Ummat IslamSurat pertama yang Allah turunkan kepada Nabi Muhammad SAW
melalui malaikat Jibril adalah surat Al-‘Alaq. Sejarah menceritakan bahwa
ketika Muhammad bertahannuts (berdiam diri di tempat sepi) di gua Hiro,
malaikat Jibril datang kepadanya dan menyuruhnya membaca, padahal ia tak
dapat membaca sehingga Jibril mendekapnya hingga Muhammad mengalami
kepayahan. Kejadian itu terjadi hingga tiga kali, dan kemudian Jibril
melanjutkan dengan membacakan pada Muhammad “Bacalah dengan
menyebut nama Tuhanmu yang menciptakan(1). Ia telah menciptakan
manusia dari segumpal darah(2). Bacalah, dan tuhanmulah yang Maha
Pemurah(3). Yang mengajarkan dengan kalam(4). Ia telah mengajarkan
manusia terhadap apa yang tidak ia ketahui (5).”6
Dalam tafsir Al-Maraghi, ayat diatas ditafsirkan sebagai berikut :
Ayat pertama, menunjukkan bahwa Dzat Yang menciptakan makhluq
mampu membuat Muhammad bisa membaca, meskipun sebelum itu ia tidak
pernah belajar membaca.
Ayat kedua, sesungguhnya Dzat Yang menciptakan manusia dari
segumpal darah, kemudian membekalinya dengan kemampuan berfikir,
sehingga bisa menguasai seluruh makhluq bumi.
Ayat ketiga, Perintah “Bacalah!” diulang-ulang karena membaca tidak
akan dapat meresap kedalam jiwa melainkan setelah berulang-ulang dan
dibiasakan. Berulang-ulangnya perintah ilahi berpengertian sama dengan
berulang-ulangnya membaca. Dengan demikian, membaca adalah bakat Nabi
SAW. Seperti yang dijanjikan Allah dalam surat Al-A’la ayat 6;
“Kami akan membacakan (Al-Qur’an) kepadamu (Muhammad) maka kamu
tidak akan lupa.”
Namun ketika Muhammad diperintah membaca ia menerangkan bahwa dia
seorang ummi maka Allah pun menyingkirkan halangan yang ia kemukakan
dengan firman berikutnya bahwa Allah adalah Dzat Yang Pemurah pada
5 Tafsir Jalalain hal 66 Q.S. Al-‘Alaq: 1-5
4
hambaNya yang senantiasa memohon pada pemberianNya. Kemudian Allah
menentramkan hatinya dengan firmanNya pada ayat keempat.
Ayat keempat, Yang menjadikan kalam sebagai alat komunikasi antar
sesama manusia sekalipun letaknya berjauhan. Qalam adalah sebuah benda
mati yang tidak bisa diberikan pengertian (lisan/tulisan), sehingga membuat
kemudahan Muhammad untuk dapat membaca dan member penjelasan dan
pengajaran. Apalagi ia adalah manusia sempurna. Allah juga menyatakan
bahwa diri-Nyalah yang telah menciptakan manusia dari ‘alaq kemudian
mengajari dengan perantara kalam. Dengan itu, seolah-olah dikatakan kepada
semua manusia “Renungkanlah wahai manusia! Kelak engkau akan
menjumpai dirimu telah berpindah dari tingkatan yang paling rendah dan hina
kepada tingkatan yang mulia. Demikian itu tentu ada kekuatan yang
mengaturnya dan kekuasaan yang menciptakan kesemuanya dengan baik.”
Ayat kelima, Allah adalah Dzat Yang mengajarkan kepada manusia
tentang berbagai ilmu sehingga manusia berbeda dari makhluq yang lain.
Pada awalnya tidak mengetahui apa-apa (bodoh). Inilah inti pokok tentang
keutamaan membaca, menulis, dan ilmu pengetahuan. Sungguh jika tidak ada
qalam, maka segala ilmu pengetahuan akan kabur.
Dengan wahyu ini, teranglah bahwa pendidikan dan pengajaran
merupakan hal pokok yang menjadi bekal setiap manusia dalam menjalankan
tugasnya. Rasullah SAW juga pernah bersabda:
“menuntut ilmu adalah wajib hukumnya bagi setiap muslim.”7
Kata muslim bermakna menyeluruh yakni pemeluk Islam baik laki-laki maupun
perempuan.
Dalam hadits lain disebutkan pula bahwa Nabi penah berkhutbah:
“Mengapa ada orang-orang yang enggan memberi pemahaman kepada
orang lain, tidak mau mengajari mereka, tidak berusaha mencerdaskan
mereka, tidak pernah menganjurkan mereka untuk berbuat baik, dan tidak
mau mencegah mereka dari perbuatan munkar? Selain itu mengapa ada juga
orang yang enggan belajar kepada orang lain, tidak mau mencari
pemahaman dari orang lain, serta enggan menjadi orang cerdas dengan
belajar dari orang lain? Demi Allah, suatu kaum hendaknya mengajari kaum
yang lain, memberikan mereka pemahaman, mencerdaskan mereka,
menganjurkan mereka berbuat baik dan mencegah mereka dari berbuat
7 HR. Thabrani5
munkar. Selain itu, hendaknya suatu kaum mau belajar dari kaum yang lain,
berusaha mencari pemahaman dari mereka dan membangun kecerdasan diri
dengan belajar kepada mereka. Karena jika suatu kaum enggan
melaksanakan anjuran-anjuran tersebut maka sama halnya mereka
mengharapkan agar aku (memohon pada Allah supaya) menyegerakan
hukuman bagi mereka didunia.”8
Dari Hadits diatas, teranglah perintah pendidikan antar sesama
manusia, yaitu proses belajar mengajar yang dapat dilaksanakan dimanapun
dan kapanpun tidak terikat pada sistem pendidikan yang dibatasi oleh
Negara maupun sistem yang dibuat manusia.
3. Rasulullah SAW sebagai Teladan Para PendidikRasulullah SAW adalah sang edukator (pendidik, pengajar, guru) bagi
seluruh manusia. Seperti yang disebutkan dalam surat Al-Jumu’ah ayat 2:
“Dialah Tuhan yang telah mengutus kepada kaum ummy (buta huruf) seorang
rasul dari kalangan mereka sendiri, yang membacakan ayat-ayatNya kepada
mereka, (berjuang) mensucikan mereka, serta mengajarkan mereka kitab dan
hikmah (Sunnah). “Sesungguhnya mereka sebelum diutusnya Muhammad
benar-benar berada dalam kesesatan yang nyata.”
Dan Rasulullah juga pernah bersabda:
“Sungguh aku telah diutus (oleh Allah) sebagai seorang pengajar.” (HR. Ibnu
Majah)
Rasulullah memperoleh kesuksesan yang gemilang dalam mendidik
dan mengajar ummat manusia dalam waktu yang singkat. Hal ini dapat
terwujud karena kepiawaiannya dan kapabilitas beliau dalam menciptakan
suasana pembelajaran yang sinergis, serta membebaskan mereka dari
kebodohan dan menganjurkan mereka untuk senantiasa bersikap tegas dan
konsisten dalam merealisasikan tujuan-tujuan pendidikan.9 Selain itu, hal
penting yang menyebabkan kesuksesan pendidikan beliau adalah karena
akhlaq (perangai) beliau yang sangat agung, Aisyah ra pernah berkata bahwa
akhlaq Rasul adalah Al-Qur’an.
Meskipun beliau seorang yang ummy namun Allah SWT telah
menganugerahinya dengan ilmu pengetahuan yang tidak dimiliki oleh orang
lain. Allah menyempurnakan akhlaq beliau dengan kepribadian tunggal,
8 Diriwayatkan dari Al-Qamah bin Sa’ad bin ‘Abdurrahman bin Abza, dari ayahnya, dari kakeknya. 9 Ibid hal 28
6
inklusif, dan tidak dimiliki orang lain seperti disebutkan dalam nukilan surat
Annisa ayat 113 yang artinya:
“…dan Dia (Allah) telah mengajarimu (Muhammad) tentang apa yang tidak
engkau ketahui. Sungguh, karunia Allah yang telah dianugerahkan kepadamu
sangat besar.”
Dalam kitab Sirah Nabawiyyah karya Dr. Musthafa As-Siba’i dapat
penulis simpulkan beberapa aspek yang dimiliki oleh Rasulullah SAW
sehingga beliau dapat memperoleh kesuksesan dalam membawa masyarakat
dari gelapnya kebodohan menuju pada terangnya cahaya Islam dalam waktu
singkat, diantaranya adalah:
a. Aspek Nashab / Keturunan
Beliau berasal dari keluarga yang mulia dan terhormat diantara
masyarakat sekitarnya.
b. Aspek Emotional
Beliau memiliki kesabaran, keadilan dalam berperilaku serta rasa simpati
dan empati terhadap sesama.
c. Aspek Sosial
Beliau senantiasa menjaga kehormatan diri, dengan tidak menceburkan
diri dalam kemaksiatan, dan menjaga pergaulan dengan sesama manusia
serta tidak mengenal pamrih dalam sabilillah.
d. Aspek Spiritual
Beliau selalu selalu mendekatkan diri pada Allah, bermuhasabah pada
sepertiga malam terkhir dengan mendirikan sholat tahajjud. Beliau juga
memiliki fithrah yang suci.
e. Aspek Intelektual
Beliau adalah seorang yang ummy, namun beliau memiliki kecerdasan
yang lebih dalam berfikir.
B. WAJAH PENDIDIKAN ISLAM DI INDONESIAKetertinggalan peradaban Islam adalah salah satu akibat dari krisis pemikiran
yang berpangkal pada krisis pendidikan Islam. Hal ini dapat terjadi karena
pendidikan Islam tidak fungsional tehadap perkembangan zaman. Keadaan
pendidikan di Indonesia saat ini pun masih mengalami dualisme, yakni antara
pendidikan umum dan pendidikan agama. Kebanyakan di Indonesia kesadaran
nilai-nilai agama belum tersentuh. Selain itu, pembinaan aspek afektif dan 7
konasif-volutif (kemauan dan tekad) untuk mengamalkan nilai-nilai ajaran agama
juga masih terabaikan. Pendidikan di Indonesia masih terpaku pada
ketercapaian aspek kognitif saja. Pendidikan di Indonesia belum dapat
menggarap karakter manusia.
Seperti yang dinyatakan oleh Prof. Dr. H. Imam Suprayogo, Rektor UIN
Maulana Malik Ibrahim Malang pada seminar nasional tentang Format dan
Tantangan Pendidikan Muhammadiyah di depan Auditorium Universitas
UHAMKA Jakarta,
“Saya melihat kebanyakan pendidikan masih bersifat dikotomik, yaitu
membedakan antara pendidikan umum dengan pendidikan agama, antara
pelajaran umum dan pelajaran agama dan antara ilmu umum dan ilmu
agama…”
Ketua Ikatan Dosen Provinsi Lampung Syaiful Anwar juga mengatakan bahwa
pendidikan agama dan pembinaan keimanan dan ketaqwaan lebih banyak
terkonsentrasi pada persoalan-persoalan teoritis keagamaan yang besifat
kognitif dan kurang kurang menjadikannya nilai yang perlu diinternalisasikan
pada jiwa peserta didik.
Pernyataan lain juga dinyatakan oleh seorang dosen FakultasTarbiyah IAIN
Raden Intan Bandar Lampung pada disertasi Doktoral by research bidang ilmu
agama di Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta,
“Pendidikan agama di sekolah-sekolah perlu terintegrasi dengan kegiatan-
kegiatan pendidikan keseluruhan mata pelajaran yang lain melalui sistem
pendidikan terpadu,”
Menurut KH.A. Mushtofa Bishri atau Gus Mus Pendidikan di Indonesia
mengalami reduksi atau terjerembab menjadi sekedar pengajaran belaka, yang
hanya sebagai proses ta’lim (proses transfer pengetahuan) saja belum mencapai
proses tarbiyyah. Sehingga belum dapat menciptakan manusia yang terdidik dan
beradab. Padahal hal itulah yang dijadikan sebagai pembentuk bangsa yang
berkarakter sehingga berpeluang memainkan masa depan.
Muhammadiyah sebagai organisasi sosial keagamaan yang dirintis oleh KH.
Ahmad Dahlan datang untuk melakukan transformasi pendidikan di Indonesia
guna mengintegrasikan antara ilmu agama dengan ilmu umum. Kajian keilmuan
yang bersumber pada hasil observasi, eksperimen, dan penalaran logis sebagai
ayat kauniyah dikaitkan dengan kitab suci Al-Qur’an dan As-Sunnah sebagai
ayat-ayat qauliyah sebagai instrument untuk mendapatkan kebenaran yang 8
dicari sehingga mendapatkan keselamatan dan mendekatkan diri pada Allah
SWT. Muhammadiyah menamakan pendidikannya dengan pendidikan holistik
yskni pendidikan yang menyangkut tiga domain yaitu domain kognitif (Intelectual
Question), domain afektif (emotional Question), dan domain psikomotorik.
Kurikulum pendidikan di Indonesia belum bersifat holistic, karena
kecenderungannya dalam menilai peserta didik hanya dengan hasil kognitif saja
seperti dilaksanakannya Ujian Akhir Nasional (UAN) dengan standar nilai yang
telah ditetapkan dan bagi Negara, yang terpenting adalah mencapai target walau
bagaimanapun caranya, sehingga seringkali banyak peserta didik yang
mempunyai prestasi segudang tidak dapat melanjutkan pendidikan formalnya
hanya karena ada satu mata pelajaran saja yang belum mencapai target
kelulusan. Sedangkan ada peserta didik yang mencapai target kelulusan dengan
jalan yang dilarang oleh syari’at Islam. Pendidikan yang mengalami ketimpangan
kurikulum inilah yang menurut penulis dapat menjebak kepada kemunduran
bangsa.
C. PENDIDIKAN AGAMA ISLAM IDEAL1. Kedudukan Agama Islam
Dalam Masalah Lima (Masaailul khoms), agama didefinisikan sebagai
apa yang disyari’atkan Allah SWT dengan perantaraan Nabi-nabiNya berupa
perintah-perintah, larangan-larangan, serta petunjuk-petunjuk untuk kebaikan
manusia didunia dan akhirat.10
Sedangkan pengertian Islam menurut Ahmad Abdullah Al-Masdoosi
adalah satu-satunya aturan hidup yang diwahyukan untuk segenap ummat
manusia dari zaman ke zaman; dan bentuk terakhir yang sempurna adalah
Islam yang ajarannya tersebut dalam Al-Qur’an yang diwahyukan kepada
Rasul terakhir yakni Nabi Muhammad SAW.11
Hubungan antara Islam (agama terakhir) dengan agama samawi yang
diwahyukan kepada Nabi sebelumnya itu sangat erat, terutama dalam
hubungan fungsional, yaitu:
a. Jika agama sebelumnya berlaku untuk segenap ummat, maka Islam
berlaku universal, seluruh ummat manusia dan hingga akhir zaman.
10 “Panduan Materi dasar Baitul Arqam ‘Aisyiyah” hal. 4111 Materi kuliah Aqidah semester I yang disusun oleh Drs. Zaini Munir F., M.Ag
9
b. Agama Islam adalah agama penyempurna agama-agama sebelumnya.
Semua agama yang dibawa oleh Nabi sebelum Muhammad dinasikh
dengan agama yang dibawa Nabi terakhir.
c. Agama Islam juga merupakan agama pengoreksi terhadap
penyimpangan yang terjadi pada agama sebelumnya.
2. Pendidikan Ala Rasulullah SAWSecara epistemologi keilmuan, konsepsi dasar pendidikan Islam
berpijak pada pendidikan seumur hidup. Pendidikan Islam tidak dipilah-pilah
secara dikotomis. Baik antara pendidikan formal dengan non formal, atau
pendidikan agama dengan umum maupun memilah-milah antara aspek
logika, etika maupun estetika. Karena agama Islam mencakup seluruh aspek
kehidupan. Rasulullah SAW sebagai mu’allim mendidik ummatnya dengan
kepribadian yang luhur dan ajaran yang ia ajarkan terhindar dari kesia-siaan,
apa yang beliau ajarkan senantiasa selaras dengan akhlaq yang beliau
tampilkan. Hal ini dapat menerangkan kepada para peserta didiknya bahwa
ilmu yang telah diajarkan tidak akan sia-sia karena perlu pengamalan dalam
kehidupan sehari-hari yang akan membawanya pada keberhasilan ummat.
Rasulullah memiliki tujuan yang sangat mulia yakni membebaskan
umatnya dari kesulitan dan penderitaan hidup sebagaimana termaktub dalam
QS. At-Taubah 128 yang artinya;
“Telah datang kepada kalian seorang Rasul dari kalangan kalian sendiri. Ia
merasa berat melihat penderitaan kalian; dan ia sangat mengharapkan
(keimanan dan keselamatan) atas diri kalian; dan ia sangat berbelas kasihan
lagi menyayangi orang-orang mukmin.”
Sebagai mu’allim, beliau tidak pernah menuntut kepada ummatnya
untuk memahami ajarannya dengan cepat. Beliau akan selalu mengajarkan
kepada siapapun yang mau berusaha belajar tentang Islam, beliau
senantiasa sabar lagi rendah hati terhadap ummatnya yang memiliki daya
penalaran lemah sekalipun. Seperti hadits Rasulullah SAW berikut;
“aku pernah datang kepada Rasulullah SAW ketika sedang berpidato. Aku
berkata kepada beliau; ‘Wahai Rasul, seorang asing telah datang kepada
engkau untuk menanyakan perihal agama. Ia tidak tahu perihal agamanya.’
Rasulullah SAW lalu menemuiku dan menghentikan pidatonya. Setelah
beliau bersamaku, beliau diambilkan kursi yang setahuku berasal dari besi. 10
Rasulullah kemudian duduk diatasnya dan mulai mengajariku tentang
sesuatu yang telah diajarkan Allah kepadanya.Setelah itu, beliau melanjutkan
pidatonya hingga selesai.”12
Pendidikan adalah perancang kepribadian manusia, maka diperlukan
adanya pemahaman tentang tentang pribadi manusia seperti keadaan yang
terpancar dari tingkah lakunya. Rasulullah telah mengajarkan pada kita
dengan menjadi sosok yang sangat memahami keadaan psikologi para
peserta didiknya. Sebagaimana sikap beliau dalam hadits;
“Kami golongan pemuda yang berumur sebaya pernah datang kepada
Rasulullah SAW dan tinggal bersama beliau selama 20 malam. Kami
mendapati beliau adalah seorang yang amat penyayang lagi santun. Ketika
beliau mengira kami telah merindukan keluarga kami di kampung halaman,
beliau menanyakan siapa saja yang kami tinggal dirumah. Kami pun
menceritakannya kepada beliau dan beliau bersabda: ‘Sekarang, silahkan
kalian pulang kepada keluarga kalian; tinggallah bersama mereka; ajarilah
mereka; anjurkanlah mereka berbuat kebajikan; dan kerjakanlah sholat
sebagaimana kalian melihat aku sholat. Jika telah datang waktu sholat,
hendaklah kalian mengumandangkan adzan dan hendaknya yang menjadi
imam adalah orang yang paling dewasa diantara kalian.’”13
Dan dalam nukilan hadits;
“Beliau mudah melupakan hal-hal yang tidak berkenan dihati beliau (tidak
menyimpan dendam); tidak memupuskan harapan orang lain; dan berusaha
membuat orang lain punya sikap optimis.”14
Dalam menyampaikan ajaran (proses belajar mengajar), Rasulullah
memiliki beberapa metode untuk mencapainya. Menurut Abdul Fattah Abu
Ghuddah, ada 40 metode yang dilakukan Nabi SAW, yaitu
1. Metode modeling dan etika mulia (keteladanan)
2. Metode pengajaran graduasi (pentahapan sesuai tingkatan)
3. Metode situasional dan kondisional
4. Metode selektif dan proporsional
5. Metode interaktif dialogis (tanya jawab)
6. Metode pertanyaan (berpikir logis dan rasional)
12 HR. Imam Bukhori dalam kitab Adabul Mufrad juga Imam Muslim dan Nasa’I, ilmu pengetahuan, dengan teks redaksi hadits dari Imam Muslim.13 HR. Imam Bukhori dan Muslim14 HR. Imam Tirmidzi
11
7. Metode pertanyaan untuk menyelami kecerdasan dan pemahaman
8. Metode analogi
9. Metode tasybih (membuat persamaan antara beberapa hal yang berbeda)
10.Metode menulis (menggambar)
11.Metode bahasa lisan dan isyarat (anggota tubuh)
12.Metode demonstrasi dengan alat peraga
13.Metode pre tes
14.Metode jawaban proporsional
15.Metode jawaban secara panjang lebar
16.Metode menjawab diluar konteks dan tema
17.Metode pengulangan pertanyaan
18.Metode menggunakan metode jawaban orang lain
19.Metode pertanyaan dan pujian
20.Metode membenarkan kasus dengan sikap diam
21.Metode memilih momentum kondusif
22.Metode humor
23.Metode meyakinkan dengan cara bersumpah
24.Metode mengulang-ulang materi
25.Metode mengubah posisi, dan mengulang pertanyaan
26.Metode membangkitkan perhatian dengan mengulangi penjelasan dan
menunda jawaban
27.Metode membangkitkan perhatian dengan memegang tangan peserta
didik
28.Metode membangkitkan kuriositas dengan membiarkan sesuatu tetap
tidak jelas
29.Metode penjelasan secara global dan detail
30.Metode penyebutan bilangan secara global
31.Metode nasehat dan peringatan
32.Metode motivasi dan ultimatum
33.Metode cerita
34.Metode memberikan kata pengantar
35.Metode bahasa isyarat
36.Metode konsistensi dan prioritas tehadap pendidikan perempuan
37.Metode menampakkan kemarahan
38.Metode media teks12
39.Metode menggunakan bahasa asing
40.Metode menampilkan kepribadian luhur
Dari metode-metode tersebut, maka kita dapat mengetahui bahwa
Rasulullah SAW melakukan pendidikan yang berhubungan langsung dengan
peserta didik. Komunikasi yang terbangun antara pendidik dan yang dididik
sangatlah erat sehingga motivasi yang dimiliki peserta didik untuk
mengamalkan ilmu lebih besar jika dibandingkan dengan pengajaran yang
tidak dibekali kedekatan psikologis antara guru dan murid.
13
BAB IIIPENUTUP
Manusia adalah khalifah di muka bumi dengan membawa tugas
menggantikan peran Tuhan dalam menegakkan hukum-hukumnya. Maka,
manusia diciptakan dengan bentuk yang berbeda dengan makhluq lainnya dan
memiliki kewajiban untuk menuntut ilmu (membaca semua ayat yang Allah
turunkan, yaitu ayat kauniyah dan qauliyah) dan menyebarluaskan ilmuNya
dengan kalamNya.
Pada khususnya, pendidikan Islam di Indonesia masih mengalami
dualisme yang dapat menghalangi Indonesia menuju kepada kemajuan karena
tidak terbentuknya kepribadian yang mulia. Sehingga diperlukan sebuah
kurikulum yang holistik yang dapat mensinergiskan antara pendidikan agama
dengan pendidikan umum sehingga dapat menciptakan kemashlahatan dunia
dengan hidup adil, aman dan makmur, dan menciptakan kemashlahatan akhirat
yaitu mendapatkan keridhoan Allah dan mendapatkan kedudukan agung
disisiNya.
Islam telah memberikan solusi yang terbaik pada permasalahan
pendidikan di Indonesia dengan mensinergiskan antara pendidikan Islam dengan
pendidikan umum, yakni dengan menciptakan pendidikan yang holistik serta
tidak memilah-milah antara ilmu umum dengan ilmu agama, maupun antara
pendidikan formal dan non formal, karena esensi pendidikan adalah membentuk
sebuah pribadi. Seperti yang telah dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW.
Dengan konsep ini diharapkan dapat mewujudkan peserta didik yang memiliki
kecerdasan intelektual, emosional maupun spiritual.Beliau juga telah
memberikan keteladanan dalam proses belajar mengajar dengan menawarkan
40 metode pengajaran.
Islam tidak dapat terpisah dengan pendidikan. Semoga dengan konsep
kurikulum yang Al-Qur’an dan As-Sunnah tawarkan dapat membawa kemajuan
peradaban Islam dimasa sekarang sebagaimana yang pernah menghiasi dunia
Islam pada masa kekhalifahan Dinasti Abbasyiah. Wallahu a’lam.
14
DAFTAR PUSTAKA
Buku-buku
Al-Maraghi, Ahmad Mushthofa.1992.Terjemah Tafsir Al-Maraghi 1.Semarang: Thoha Putra.
Al-Maraghi, Ahmad Mushthofa.1992.Terjemah Tafsir Al-Maraghi 30.Semarang: Thoha Putra.
Ghuddah, Abdul Fattah Abu.2009. 40 Metode Pendidikan & Pengajaran Rasulullah SAW.Bandung: Irsyad Baitus Salam.
Ilyas, Lc MA. DR.H Yunahar.2006. Kuliah Akhlaq.Yogyakarta: LPPI Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
Ma’arif,dkk Prof. DR. H A Syafi’i.2003.Islam Dan Pengembangan Disiplin Ilmu Sebuah Transformasi Nilai.Yogyakarta: LPPI Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
As-Siba’I, DR. Mushthofa.1972.As-Siratun Nabawi.Saudi Arabia: Daarul Kutub.
Jurnal, Makalah, Internet
“Pendidikan Seharusnya Mudah” oleh Aad Satria Permadi yang disampaikan pada Seminar Pendidikan IRM 2007.
www.google.com. 16 April 2010 pukul 11.30 WIB
“Menyoal Kurikulum Pendidikan Agama Islam Di Indonesia”. www.voa-islam.com. 16 April 2010 pukul 11.30 WIB
Suara Muhammadiyah.Sajian Utama.No.05/Tahun ke 95 1-15 Maret 2010.
Saran dari Ustadzah Latisy
- Kembangkan metode pengajaran ala Rasul
- Kaitkan dengan pendidikan formal (TK, SD, SMP, SMA)
15