Tr Spondilosis Ankolosing Ddi

25
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Ankylosing Spondylitis (spinal osteoarthritis) adalah suatu gangguan degeneratif yang dapat menyebabkan hilangnya struktur dan fungsi normal tulang belakang. Proses vical, thoracal, dan atau lumbal dari tulang belakang memngaruhi diskus intervertebralis dan facet join. Spondylosis mempengaruhi 0,1-1,0 % dari populasi dunia. Penyakit ini paling umum pada orang Eropa utara dan paling lazim banyak ditemukan di Afrika. Ankylosing spondylosi dihubungkan dengan genetic umum ( antigen leukosit manusia / HLA). HLA B 27 dan proses patologi pada umumnya. Kasus Spondylitis pertama kali didokumentasikan pada tahun1691 Pasien ankylosing spondylitis cenderung memiliki tubuh condong ke depan, dan berpostur menekuk ke depan karena gravitasi. Tulang belakang bisa dikoreksi melalui prosedur pembedahan kompleks yang berisiko cedera neurologis. Ankylosing spondylitis juga merupakan penyakit rematik sistemik yang dapat menyebabkan peradangan sendi dan organ- organ lain, seperti jantung, paru-paru, dan ginjal. Ankylosing spondylitis paling umum pada pria usia muda. 1

description

1

Transcript of Tr Spondilosis Ankolosing Ddi

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Ankylosing Spondylitis (spinal osteoarthritis) adalah suatu gangguan degeneratif yang

dapat menyebabkan hilangnya struktur dan fungsi normal tulang belakang. Proses vical,

thoracal, dan atau lumbal dari tulang belakang memngaruhi diskus intervertebralis dan

facet join.

Spondylosis mempengaruhi 0,1-1,0 % dari populasi dunia. Penyakit ini paling umum

pada orang Eropa utara dan paling lazim banyak ditemukan di Afrika.

Ankylosing spondylosi dihubungkan dengan genetic umum ( antigen leukosit manusia /

HLA). HLA B 27 dan proses patologi pada umumnya. Kasus Spondylitis pertama kali

didokumentasikan pada tahun1691

Pasien ankylosing spondylitis cenderung memiliki tubuh condong ke depan, dan

berpostur menekuk ke depan karena gravitasi. Tulang belakang bisa dikoreksi melalui

prosedur pembedahan kompleks yang berisiko cedera neurologis.

Ankylosing spondylitis juga merupakan penyakit rematik sistemik yang dapat

menyebabkan peradangan sendi dan organ-organ lain, seperti jantung, paru-paru, dan

ginjal. Ankylosing spondylitis paling umum pada pria usia muda.

1

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI

Ankylosing spondylitis adalah bentuk artritis langka yang menyebabkan

peradangan pada tulang belakang dan sendi-sendi sakroiliaka. Kondisi ini ditandai

dengan kekakuan progresif dari sekelompok sendi dan ligamen di tulang belakang,

menyebabkan rasa sakit kronis dan gangguan mobilitas tulang belakang. Ketika tulang

belakang pasien menjadi lebih kaku, beberapa fraktur stres kecil dapat berkembang dan

patah tulang ini dapat sangat menyakitkan. Jika parah, ankylosing spondylitis juga

dapat menyebabkan fusi (penggabungan) ligamen tulang belakang dengan

cakram/diskus antar vertebra.

B. EPIDEMIOLOGI

Ankylosing spondylitis menyerang 0,1-0,2% populasi di Amerika. Sementara di

dunia sebanyak 0,1-1,0% populasi. Penyakit ini menyerang pada pria di banding wanita

sebanyak 3:1. Onset dimulainya penyakit dimulai pada usia dewasa muda sampai usia

awal dewasa. Sementara pada usia lebih dari 45 tahun jarang ditemukan.

C. PATOFISIOLOGI

Ankylosing spondylitis adalah penyakit inflamasi kronis yang melibatkan sendi

sakroiliaka, kerangka aksial, dan sendi perifer. Etiologinya tidak diketahui tetapi

melibatkan interaksi faktor genetic dan lingkungan.

Patologi utama dari Ankylosing spondylitis adalah proses peradangan kronis,

termasuk CD4, CD8, limfosit T dan makrofag. Sitokin, terutama tumor necrosis

factor-α (TNF-α) dan Transforming Group Factor-β (TGF-β), juga penting dalam

proses inflamasi dengan menyebabkan fibrosis dan pengerasan di tempat terjadinya

peradangan.

2

D. GAMBARAN KLINIS DAERAH YANG TERKENA

1. Diskus Intervertebralis

Ketika orang menua terjadi perubahan biokimiawi tertentu yang mempengaruhi

jaringan di seluruh tubuh. Pada tulang belakang, struktur dari diskus intervertebralis

(annulus fibrosus,lamellae, dan nucleus pulposus) mungkin dapat mengalami

perubahan biokimiawi tersebut. Annulus fibrosus tersusun dari 60 atau lebih pita

yang konsentris dari serabut kolagen yang dinamakan lamellae. Nucleus pulposus

adalah suatu bahan seperti gel didalam diskus intervertebralis yang dibungkus oleh

annulus fibrosus. Serabut kolagen membentuk nukelus bersama dengan air dan

proteoglikan.

Efek degeneratif dari penuaan dapat melemahkan struktur dari annulus fibrosus

yang menyebabkan bantalan melebar dan robek. Isi cairan didalam nucleus

menurun sesuai dengan usia, mempengaruhi kemampuannya untuk melawan efek

kompresi (peredam getaran). Perubahan struktural karena degenerasi dapat

mengurangi ketinggian diskus dan meningkatkan risiko herniasi diskus.

2. Facet Joint

Sendi facet disebut juga dengan zygapophyseal joints. Masing-masing korpus

vertebrae memiliki empat sendi yang bekerja seperti engsel. Ini adalah persendian

tulang belakang yang dapat menyebabkan ekstensi, fleksi, dan rotasi. Seperti sendi

lainnya, permukaan sendi dari tulang memiliki lapisan yang tersusun dari kartilago.

Kartilago adalah jenis jaringan konektif tertentu yang memiliki permukaan gesekan

rendah karena memiliki lubrikasi sendiri. Degenerai facet joint menyebabkan

hilangnya kartilago dan pembentukan osteofit. Perubahan ini dapat menyebabkan

hipertrofi atau osteoarthritis, dikenal juga sebagai degenerasi joint disease.

3. Tulang dan ligament

Osteofit dapat terbentuk berdekatan dengan lempeng pertumbuhan tulang,

sehingga dapat mengurangi aliran darah ke vertebra. Kemudian permukaan

pertumbuhan tulamg dapat kaku, terjadi suatu penebalan atau pengerasan tulang

dibawah lempeng pertumbuhan. Ligament adalah pita dari jaringan ikat yang

menghubungkan struktur tulang belakang dan melindungi dari hiperekstensi.

3

Namun demikian, perubahan degeneratif dapat menyebabkan ligament kehilangan

kekuatannya.

4. Tulang Cervical

Kompleksitas anatomi dan pergerakan yang luas membuat segmen ini rentan

terhadap gangguan yang berkaitan dengan perubahan degeneratif. Nyeri leher

sering terjadi. Nyeri dapat menjalar ke bahu ata ke lengan kanan. Ketika suatu

osteofit dapat mengakibatkan kompresi akar syaraf, kelemahan tangan mungkin

tidak disadari. Pada kasus yang jarang, osteofit pada dada dapat mengakibatkan

susah menelan (disfagia).

5. Vertebra Thorakalis

Nyeri yang berkaitan dengan penyakit degeneratif sering dipicu oleh fleksi kedepan

dan hiperekstensi. Pada diskus vertebrae torakalis nyeri dapat disebabkan oleh

fleksi facet join yang hiperekstensi.

6. Vertebra Lumbalis

Spondylosis sering kali mempengaruhi vertebra lumbalis pada orang diatas usia 40

tahun. Nyeri dan kekakuan badan merupakan keluhan utama. Biasanya mengenai

lebih dari satu vertebrae. Vertebrae lumbalis menopang sebagian besar berat badan.

Oleh karenanya, gerakan dapat merangsang serabut saraf nyeri pada annulus

fibrosus dan facet joint. Pergerakan berulang seperti mengangkat dan membungkuk

dapat meningkatkan nyeri.

4

E. DIAGNOSIS

1. Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik menyeluruh mengungkapkan banyak tentang kesehatan dan

keadaan umum pasien. Pemeriksaan termasuk ulasan terhadap riwayat medis dan

keluarga pasien. Palpasi untuk menentukan kelainan tulang belakang, daerah

dengan nyeri tekan, dan spasme otot.

5

2. Pemeriksaan neurologis

Pemeriksaan neurologis dengan memeriksa gejala-gejala pasien termasuk nyeri,

kebas, paresthesias, sensasi, motoris, spasme otot, kelemahan, gangguan perut, dan

kandung kemih. Pemeriksaan range of motion, mengukur tingkatan sampai sejauh

mana pasien dapat melakukan gerak fleksi, ekstensi, miring ke lateral, dan rotasi

tulang belakang.

3. Pencitraan

Radiografi (x-rays) dapat memperlihatkan berkurangnya diskus vertebralis dan

osteofit. Namun tidak sejelas CT-scan atau MRI. CT-scan dapat digunakan untuk

mengungkap adanya perubahan tulang yang berhubungan dengan spondylosis. MRI

mampu memperlihatkan kelainan diskus, ligament, dan nervus.

4. Kriteria Diagnosis

Untuk memudahkan menegakkan diagnosis telah dibuat kriteria-kriteria

tertentu; umumnya berdasarkan atas gejala klinis dan pemeriksaan radiologis.

Kriteria diagnostik pertama yang dibuat adalah kriteria Roma yang dibuat pada

tahun 1961, kemudian disusul dengan munculnya kriteria New York pada tahun

1966 dan akhirnya muncul kriteria yang terakhir yaitu kriteria New York yang

mengalami modifikasi pada tahun 1984.

Modifikasi kriteria New York (1984) terdiri dari :

Nyeri pinggang paling sedikit berlangsung selama 3 bulan, membaik dengan

olah raga dan tidak menghilang dengan istirahat.

Keterbatasan gerak vertabra lumbal pada bidang frontal rnaupun sagital.

Penurunan relatif derajat ekspansi dinding dada terhadap umur dan jenis

kelamin.

Sacroiliitas bilateral grade 2-4.

Sacroiliitis unilateral grade 3-4.

Diagnosis ankylosing spondylitis definitif apabila terdapat sacroiliitis unilateral

grade 3-4 atau sacroiliitis bilateral grade 2-4 disertai dengan salah satu gejaia klinis

di atas.

6

F. PENEGAKAN DIAGNOSIS RADIOLOGI

Radiografi yang paling penting teknik pencitraan untuk deteksi, diagnosis, dan

tindak lanjut pemantauan pasien dengan ankylosing spondylitis. Morfologi tulang

secara keseluruhan dan kalsifikasi halus dan ossifications bisa ditunjukkan baik secara

radiografi. Diagnosis dapat dibuat jika fitur radiografi khas dari ankylosing spondylitis

hadir.

1. X foto polos:

Sakroiliitis terjadi di awal perjalanan dari ankylosing spondylitis dan dianggap

sebagai ciri dari penyakit.Radiografi, tanda paling awal adalahkesuraman dari

sendi. Sendi awalnya melebar sebelum akhirnya menyempit.Erosi tulang

subchondral di sisi iliaka dari sendi terlihat, ini diikuti oleh sclerosis subchondral

dan proliferasi tulang (lihat gambar di bawah).

Gambar. Bilateral sakroiliitis. Radiograf frontal menunjukkan erosi sacroiliac bilateral

bersama dan iliaka sclerosis sisi subchondral.

Sakroiliitis yang terlihat di Ankylosing Spondylosis biasanya bilateral, simetris,

dan secara bertahap progresif selama bertahun-tahun.Lesi menunjukkan perubahan

progresif yaitu “blurring” pada permukaan tulang subchondral menjadi erosi

ireguler pada tepi sendi sakroiliaka (pseudowidening) untuk sclerosis, penyempitan,

dan akhirnya fusi.

7

Erosi tulang subchondral dari sendi sakroiliaka biasanya terlihat dini di bagian

bawah sendi (karena bagian ini dipagari oleh sinovium) dan di sisi iliaka (karena

tulang kartilago ini meliputi sisi sendi).

Tanda-tanda radiografi Ankylosing Spondylosis adalah akibat enthesitis,

terutama dari anulus fibrosus. Tanda-tanda radiografi awal termasuk “squaring”

dari badan vertebra yang disebabkan oleh erosi dari margin superior dan inferior,

yang mengakibatkan hilangnya kontur cekung normal dari permukaan anterior

badan vertebra (lihat gambar bawah). Lesi inflamasi pada entheses tulang belakang

dapat mengakibatkan sclerosis dari margin superior dan inferior badan vertebra,

disebut sudut mengkilap (Romanus lesi).

8

Gambar. Antero posterior radiografi tulang belakang pasien dengan

ankylosing spondylitis. Pengerasan fibrosus anulus di berbagai tingkat dan

squaring dari badan vertebra dapat

Radiograf lateral menunjukkan erosi sudut anterior pada T12 dan L1 tubuh

vertebralis.Tanda sudut khas mengkilap (atau lesi Romanus) hadir (panah).

2. CT scan

St scandari sendi Sakroiliaka, tulang belakang, dan sendi perifer dapat

mengungkapkan bukti sakroiliitis awal, erosi, dan enthesitis yang tidak jelas pada

radiografi standar. Fitur seperti erosi sendi, sclerosis subchondral (lihat gambar

bawah),dan ankilosis tulang yang divisualisasikan lebih baik pada CT scan dari

pada radiografi, namunbeberapa varian normal sendi sacroiliaka dapat

mensimulasikan fitur sakroiliitis

3. MRI

MRI mungkin memiliki peran dalam diagnosis awal sakroiliitis. Deteksi

peningkatan sinovial pada MRI ditemukan berkorelasi dengan aktivitas penyakit,

9

Ektasia dural. Aksial postmyelographic CT scan menunjukkan dural menonjol

ektasia dengan scalloping dari vertebra yang berdekatan.

Bilateral sakroiliitis. Aksial CT scan menunjukkan erosi dan iliaka sclerosis sisisubchondral sendi-sendi sac

roiliac

yang diukur dengan penanda laboratorium inflamasi.MRI telah ditemukan untuk

menjadi lebih unggul CT scan dalam mendeteksi perubahan tulang rawan, erosi

tulang, dan perubahan tulang subkondral. MRI juga sensitif dalam penilaian

aktivitas penyakit yang relatif dini

MRI lebih sensitif dibandingkan baik radiografi atau CT scan dalam mendeteksi

perubahan awal tulang rawan dan edema sumsum tulang dari sendi-sendi

sacroiliaka. Meskipun sensitif dalam mendeteksi sakroiliitis, MRI tidak spesifik

untuk mendiagnosis ankylosing spondylitis sebagai penyebab sakroiliitis.

4. Nuclear Imaging

Skintigrafi tulang mungkin membantu untuk pasien dengan ankylosing

spondylitis yang disarankan dalam temuan foto toraks normal atau samar-samar.

Skintigrafi memiliki sensitivitas yang tinggi tetapi spesifisitas rendah dalam

diagnosis sakroiliitis.

10

Pseudoarthrosis. Sagital T1-tertimbang MRI menunjukkan lesi T11-T12 diskovertebral menonjol (panah)

dengan keterlibatan elemen posterior (kepala panah)

Pseudoarthrosis (pasien yang sama seperti pada gambar

sebelumnya).

G. MEDIKASI

Tidak ada tindakan pencegahan atau pengobatan definitif untuk individu dengan

Ankylosing spondylosis. Diagnosis dini dan pendidikan pasien yang tepat adalah

penting.Nonsteroidal anti-inflammatory drugs (NSAIDs) biasanya digunakan untuk

mengurangi nyeri dan mengurangi peradangan.Pembedahan diarahkan untuk resolusi

komplikasi yang berhubungan dengan Ankylosing Spondylosis.Tidak ada

pengobatan bedah kuratif.Pengobatan konservatif berhasil dalam 75% dari seluruh

waktu

a. Pengobatan konservatif

Pengobatan ini terdiri dari analgesik dan memakai korset lumbal yang mana

dengan mengurangi lordosis lumbalis dapat memperbaiki gejala dan meningkatkan

jarak saat berjalan. Pada beberapa kelompok pasien, perbaikan yang mereka

rasakan cukup memuaskan dan jarak saat berjalan cukup untuk kegiatan sehari-hari.

Percobaan dalam 3 bulan direkomendasikan sebagai bentuk pengobatan awal

kecuali terdapat defisit motorik atau defisit neurologis yang progresif. Terapi

konservatif untuk stenosis spinalis lumbalis dengan gejala-gejala permanen jarang

sekali berhasil untuk waktu yang lama, berbeda dengan terapi konservatif untuk

herniasi diskus.

11

Kuantitatif skintigrafi

Terapi medis dipergunakan untuk mencari penyebab sebenarnya dari gejala

nyeri punggung dan nyeri skiatika:

Jangan menyimpulkan bahwa gejala pada pasien berhubungan dengan

osteofitosis. Carilah penyebab sebenarnya dari gejala pada pasien.

Jika muncul gejala terkenanya akar saraf, maka diindikasikan untuk bed rest

total selama dua hari. Jika hal tersebut tidak mengatasi keluhan, maka

diindikasikan untuk bedah eksisi.

Pengobatan tidak diindikasikan pada keadaan tanpa komplikasi.

12

b. Terapi Pembedahan

Terapi pembedahan diindikasikan jika terapi konservatif gagal dan adanya gejala-

gejala permanen khususnya defisit mototrik. Pembedahan tidak dianjurkan pada

keadaan tanpa komplikasi.

Bedah eksisi dilakukan pada skiatika dengan bukti adanya persinggungan

dengan nervus skiatika yang tidak membaik dengan bed rest total selama 2 hari.

Penekanan saraf dari bagian posterior osteofit adalah penyulit yang mungkin

terjadi hanya jika sebuah neuroforamen ukurannya berkurang 30% dari

normal.

Reduksi tinggi discus posterior sampai kurang dari 4 mm atau tinggi

foramen sampai kurang dari 15 mm sesuai dengan diagnosis kompresi saraf

yang diinduksi osteofit.

Jika spondilosis lumbalis mucul di canalis spinalis, maka stenosis spinalis

adalah komplikasi yang mungkin terjadi.

Jika osteofit menghilang, carilah adanya aneurisma aorta. Aneurisma aorta

dapat menyebabkan erosi tekanan dengan vertebra yang berdekatan. Jika

osteofit muncul kembali, tanda yang pertama muncul seringkali adalah erosi

dari osteofit-osteofit tersebut, sehingga tidak nampak lagi.

Terdapat kasus adanya massa tulang setinggi L4 yang menekan duodenum.

Terapi pembedahan tergantung pada tanda dan gejala klinis, dan sebagian

karena pendekatan yang berbeda terhadap stenosis spinalis lumbalis, tiga

kelompok prosedur operasi yang dapat dilakukan anatara lain:

Operasi dekompresi

Kombinasi dekompresi dan stabilisasi dari segmen gerak yang tidak

stabil

Operasi stabilisasi segmen gerak yang tidak stabil

Prosedur dekompresi adalah: dekompresi kanalis spinalis, dekompresi

kanalis spinalis dengan dekompresi recessus lateralis dan foramen

intervertebralis, dekompresi selektif dari akar saraf.

13

a. Dekompresi kanalis spinalis

Laminektomi adalah metode standar untuk dekompresi kanalis spinalis bagian

tengah. Keuntungannya adalah biasanya mudah dikerjakan dan mempunyai angka

kesuksesan yang tinggi. Angka kegagalan dengan gejala yang rekuren adalah ¼

pasien setelah 5 tahun. Terdapat angka komplikasi post operatif non spesifik dan

jaringan parut epidural yang relatif rendah.

Secara tradisional, laminektomi sendiri diduga tidak menganggu stabilitas spina

lumbalis, selama struktur spina yang lain tetap intak khususnya pada pasien manula.

Pada spina yang degeneratif, bagian penting yang lain seperti diskus

intervertebaralis dan facet joint seringkali terganggu. Hal ini dapat menjelaskan

adanya spodilolistesis post operatif setelah laminektomi yang akan memberikan

hasil yang buruk.

Laminektomi dikerjakan pada keadaan adanya spondilolistesis degeneratif atau

jika terdapat kerusakan operatif dari diskus atau facet joint. Terdapat insiden yang

tinggi dari instabilitas post operatif. Dengan menjaga diskus bahkan yang sudah

mengalami degenerasi, nampaknya membantu stabilitas segmental (Goel, 1986).

Untuk alasan inilah maka discectomy tidak dianjurkan untuk stenosis spinalis

lumbalis dimana gejalanya ditimbulkan oleh protrusio atau herniasi, kecuali diskus

yang terherniasi menekan akar saraf bahkan setelah dekompresi recessus lateralis.

Jaringan parut epidural muncul setelah laminektomi dan kadang-kadang

berlokasi di segmen yang bersebelahan dengan segmen yang dioperasi. Jika

jaringan parut sangat nyata, hal ini disebut dengan “membran post laminektomi”.

Autotransplantasi lemak dilakukan pada epidural oleh beberapa ahli bedah untuk

mengurangi fibrosis. Walaupun beberapa telah berhasil, pembengkakan lemak post

operatif dapat mengakibatkan penekanan akar saraf.

Dekompresi harus dilakukan pada pasien dengan osteoporosis. Sebaiknya dilakukan

dengan hati-hati karena instabilitas post operatif sangat sulit diobati.

Laminektomi dengan facetectomy parsial adalah prosedur standar stenosis

laminektomi tunggal cukup untuk stenosis kanalis spinalis, sehingga biasanya

digabungkan dengan beberapa bentuk facetectomy parsial. ”Unroofing” foramen

14

vertebralis dapat dikerjakan hanya dari arah lateral sebagaimana pada herniasi

diskus foramina. Kemungkinan cara yang lain dikerjakan adalah prosedur

laminoplasti dengan memindahkan dan memasukkan kembali lengkung laminar dan

processus spinosus.

b. Dekompresi selektif akar saraf

Kecuali terdapat penyempitan diameter sagital kanalis spinalis, dekompresi

selektif akar saraf sudah cukup, khususnya jika pasien mempunyai gejala unilateral.

Facetectomy medial melalui laminotomi dapat dikerjakan. Biasanya bagian medial

facet joint yang membungkus akar saraf diangkat.

Komplikasi spesifik prosedur ini antara lain insufisiensi dekompresi, instabilitas

yang disebabkan oleh pengangkatan 30-40% dari facet joint, atau fraktur fatique

dari pars artikularis yang menipis.

c. Dekompesi dan stabilisasi

Laminektomi dapat digabungkan dengan berbagai metode stabilisasi. Sistem

terbaru menggunakan skrup pedikuler, sebagaimana pada sistem yang lebih lama

seperti knodt rods, harrington rods dan Luque frame dengan kawat sublaminer.

Laminektomi spondilolistesis degeneratif dan penyatuan prosesus intertranvesus

dengan atau tanpa fiksasi internal adalah prosedur standar. Untuk alternatifnya

dapat dilakukan penyatuan interkorpus lumbalis posterior atau penyatuan

interkorpus anterior. Beberapa ahli mengatakan, laminektomi dengan penyatuan

spinal lebih baik daripada laminektomi tunggal karena laminektomi tunggal

berhubungan dengan insiden yang tinggi dari spondilolistesis progresif.

Komplikasi prosedur stabilisasi termasuk di dalamnya kerusakan materi

osteosintetik, trauma neurovaskuler, fraktur prosesus spinosus, lamina atau pedikel,

pseudoarthrosis, ileus paralitik, dan nyeri tempat donor graft iliakus. Degenerasi

dan stenosis post fusi dapat muncul pada segmen yang bersebelahan dengan yang

mengalami fusi yang disebabkan oleh hipermotilitas. Walaupun hasil percobaan

mendukung teori ini, efek klinis dari komplikasi ini masih belum dapat diketahui.

Berbeda dari spondilolistesis degeneratif dimana dekompresi dan stablisasi

adalah prosedur yang dianjurkan, tidak terdapat konsensus bahwa hal ini merupakan

15

pengobatan yang paling efektif. Stenosis spinalis lumbalis diterapi dengan

pembedahan dalam rangkaian operasi yang banyak dengan hasil jangka pendek

yang baik. Namun demikian, setelah lebih dari 40 tahun, penelitian dna pengalaman

dalam terapi, etiologinya masih belum dapat dimengerti secara jelas dan juga,

definisi dan klasifikasi masih belum jelas karena derajat stenosis tdak selalu

berhubungan dengan gejala-gejalanya.

Protokol pembedahan yang dianjurkan antara lain:

Pada pasien dengan gejala-gejala permanen yang bertambah saat berdiri atau

menyebabkan claudicatio intermitten neurogenik dekompresi dan

stabilisasi

Pada pasien tanpa gejala-gejala yang permanen tapi dengan gejala

intermitten yang jelas berhubungan dengan postur dilakukan prosedur

stabilisasi, terutama jika keluhan membaik dengan korset lumbal

Penurunan berat badan dan latihan untuk memperbaiki postur tubuh dan

menguatkan otot-otot abdominal dan spinal harus dikerjakan bersama dengan

pengobatan baik konservatif maupun pembedahan.

H. PROGNOSIS

Hasil pada pasien dengan ankylosing spondylitis umumnya baik dibandingkan

pada pasien dengan rheumatoid arthritis. Pasien sering membutuhkan terapi anti-

inflamasi jangka panjang. Cacat fisik parah tidak umum di antara pasien dengan AS.

Masalah dengan mobilitas terjadi pada sekitar 47% pasien. Cacat ini berkaitan dengan

durasi penyakit, perifer arthritis, tulang belakang keterlibatan serviks, usia yang lebih

muda saat onset gejala, dan penyakit hidup bersama. Kecacatan telah ditunjukkan untuk

meningkatkan dengan jangka waktu latihan atau koreksi bedah keterlibatan tulang

perifer bersama dan serviks4

16

BAB III

KESIMPULAN

1. Ankylosing spondylitis adalah proses degeneratif yang dapat mengenai daerah cervical,

thoracal, dan lumbal dari tulang belakang dengan mempengaruhi diskus intervertebralis

dan facet joint.

2. Pada pemeriksaan radiografi (x-ray) dapat memperlihatkan berkurangnya tebal diskus

intervertebralis dan tampak adanya osteofit.

3. Pemeriksaan ct-scan dilakukan jika pada x-foto polos tampak

normal. Erosi sendi, sclerosis subchondral, dan ankilosistulang yang divisualisasikan

lebih baik pada CT scan daripada radiografi.

4. MRI lebih unggul dari CT scan dalam mendeteksi perubahan tulang rawan, erosi

tulang, dan perubahan tulang subkondral. MRI juga sensitif dalam penilaian aktivitas

penyakit yang relatif dini.

17

REFERENSI

1. Hanson JA, Mirza S. Predisposition for spinal fracture in ankylosing spondylitis. AJR Am J Roentgenol. Jan 2000;174(1):150

2. Wilfred CG Peh, MD, MBBS, FRCP. Imaging in Ankylosing Spondylitis.http://emedicine.medscape.com/article/386639-overview#showall

3. Lawrence H Brent, MD. Ankylosing Spondylitis and Undifferentiated Spondyloarthropathy http://emedicine.medscape.com/article/332945-overview

4. S Craig Humphreys, MD. Ankylosing Spondylitis in Orthopedic Surgeryhttp://emedicine.medscape.com/article/1263287-overview

5. Hanson JA, Mirza S. Predisposition for spinal fracture in ankylosing spondylitis. AJR

Am J Roentgenol. Jan 2000;174(1):150

6. Wilfred CG Peh, MD, MBBS, FRCP. Imaging in Ankylosing Spondylitis.

http://emedicine.medscape.com/article/386639-overview#showall

18