TPP BATIMETRI

18
TUGAS PERANCANGAN BANGUNAN PANTAI OLEH : I KOMANG GIYA PRAMARDIKA ( 1204105034 ) ALBERT KIRANA SUTION (1204105039 ) GEDE SUPRAYOGI WIGUNA ( 1204105042 ) FIRMAN HADI SUPRAPTO ( 1204105043 ) DETHA GARCIA WIGUNA ( 1204105045 ) KOMANG GEDE ARDI SUKMA WIGUNA ( 1204105047 ) JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK

description

as

Transcript of TPP BATIMETRI

TUGASPERANCANGAN BANGUNAN PANTAI

OLEH :I KOMANG GIYA PRAMARDIKA( 1204105034 )ALBERT KIRANA SUTION(1204105039 )GEDE SUPRAYOGI WIGUNA( 1204105042 )FIRMAN HADI SUPRAPTO ( 1204105043 )DETHA GARCIA WIGUNA ( 1204105045 )KOMANG GEDE ARDI SUKMA WIGUNA( 1204105047 )

JURUSAN TEKNIK SIPILFAKULTAS TEKNIKUNIVERSITAS UDAYANA2015KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat Nyalah saya dapat menyelesaikan laporan Tugas Perancangan Bangunan Pantai ini . Pada kesempatan ini saya ingin mengucapkan terima kasih kepada Dosen Pengajar Mata Kuliah Tugas Perancangan Bangunan Pantai serta Dosen Pembimbing Tugas Perancangan Bangunan Pantai yang telah memberikan penjelasan mengenai bagaimana merecanakan suatu bangunan pantai.Tugas ini dibuat dengan harapan dapat membantu kami untuk lebih memahami lagi mengenai perencanaan bangunan pantai yang aman. Selain itu saya berharap tugas ini dapat berguna bagi saya khususnya dan bagi mahasiswa teknik sipil pada umumnya dalam memahami dunia ketekniksipilan.Kami menyadari laporan ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu, saya mengharapkan saran dan kritik yang bersifat konstruktif. Akhir kata, kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan tugas ini.

Denpasar, 1 April 2015

Penyusun

BAB IPENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Istilah batimetri berasal dari bahasa Yunani yaitu Bathy- yang berarti kedalaman dan -metry yang berarti ilmu ukur, sehingga batimetri didefinisikan sebagai pengukuran dan pemetaan dari topografi dasar laut (Pipkin et.al., 1977). Batimetri merupakan ukuran tinggi rendahnya dasar laut dimana peta batimetri memberikan infomasi mengenai dasar laut (Nurjaya, 1991). Pemanfaatan peta batimetri dalam bidang kelautan misalnya dalam penentuan alur pelayaran, perencanaan bangunan pantai, pembangunan jaringan pipa bawah laut dsb. Pengukuran kedalaman perairan secara konvensional dilakukan dengan menggunakan metode batu duga, namun metode ini memiliki kelemahan terutama hasil yang kurang akurat. Kemajuan teknologi yang semakin pesat membuat metode ini sudah muali ditinggalkan dan beralih ke metode pengukuran kedalaman yang mnenggunaka prinsip perambatan gelombang bunyi. Alat yang biasa digunakan adalah Echosounder dimana alat ini merekam waktu bolak balik yang ditempuh oleh pulsa suara dari permukaan hingga dasar perairan. Dengan mengetahui cepat rambat gelombang bunyi di dalam air (V) dan waktu tempuh untuk menangkap kembali gelombang bunyi yang dilepaskan (t), maka diperoleh kedalaman perairan (s). Adapun bentuk-bentuk dasar laut menurut Ross (1970) adalah : Ridge dan Rise merupakan suatu proses peningggian yang terdapat di atas lautan (sea floor), hampir serupa dengan gunung-gunung di daratan. Ridge lerengnya lebih terjal daripada rise. Trench adalah bagian laut yang terdalam. Disebut juga palung yang sempit dengan sisi yang curam. Basin yaitu depresi atau cekungan yang berbentuk bulat dan lonjong. Island Arc merupakan kumpulan pulau-pulau seperti Kepulauan Indonesia yang mempunyai perbatasan dengan benua, tetapi memiliki asal yang berbeda. Mid Oceanic Vulcanic Island merupakan pulau-pulau vulkanik yang terdapat ditengah-tengah lautan. Atol merupakan pulau-pulau yang sebagian atau keseluruhannya tenggelam di bawah permukaan air. Batuan yang terdapat di daerah ini umunya didominasi oleh terumbu karang mati maupun hidup yang berbentuk seperti cincin mengelilingi dan sebuah lagoon. Seamount dan Guyot merupakan gunung-gunung berapi yang muncul dari dasar lautan, tetapi tidak mencapai ke permukaan. Batas-batas pantai yang merupakan daerah peralihan antara daratan dan lautan sering ditandai dengan adanya suatu perubahan kedalaman yang berangsur-angsur. Bagian-bagian tersebut adalah : Continental Shelf merupakan daerah yang mempunyai lereng yang landai dan berbatasan langsung dengan daratan. Continental Slope memiliki lereng yang lebih terjal daripada Continental Shelf. Continental Rise merupakan daerah yang mempunyai lereng yang kemudian perlahan-lahan menjadi datar pada dasar lautan.

1.2. Rumusan Masalah Banyak sekali cara pengukuran batimetri dalam kehidupan kita sehari hari dan dapat kita lihat juga perkembangan teknologi pengukuran batimetri khusunya di indonesia bahkan di dunia . Jelaskan cara pengukuaran batimetri dan alat alat yang di gunakan .

1.3 . TujuanAgar kita mengetahui penggunaan dan perkembangan bangunan pantai di kehidupan kita sekarang sehingga kita bukan hanya sekedar mengetahui tentang pengertian batimetri melainkan juga akan lebih memahami kegunaan dan manfaat batimetri dalam pembangunan dan perkembangan bangunan pantai. Selain itu juga kita dapat mengetahui perkembangan sejarah penggunaan batimetri dari awal penggunaannya sampai sekarang .

BAB IIBATIMETRI

2.1 Pengertian BatimetriBatimetri (dari bahasa Yunani: , berarti kedalaman, dan , berarti ukuran) adalah ilmu yang mempelajari kedalaman di bawah air dan studi tentang tiga dimensi lantai samudra atau danau. Sebuah peta batimetri umumnya menampilkan relief lantai atau dataran dengan garis-garis kontur (contour lines) yang disebut kontor kedalaman (depth contours atau isobath), dan dapat memiliki informasi tambahan berupa informasi navigasi permukaan. Awalnya, batimetri mengacu kepada pengukuran kedalaman samudra. Teknik-teknik awal batimetri menggunakan tali berat terukur atau kabel yang diturunkan dari sisi kapal. Keterbatasan utama teknik ini adalah hanya dapat melakukan satu pengukuran dalam satu waktu sehingga dianggap tidak efisien. Teknik tersebut juga menjadi subjek terhadap pergerakan kapal dan arus. batimetri sangat diperlukan untuk pengembangan pelabuhan untuk memperkirakan kedalaman laut sehingga memungkinkan kapal-kapal besar untuk bersandar.

2.2 Survei BatimetriSurvei batimetri merupakan survei pemeruman yaitu suatu proses pengukuran kedalaman yang ditujukan untuk memperoleh gambaran (model) bentuk permukaan (konfigurasi) dasar perairan (seabed surface). Bentuk permukaan yang dimaksud hanya sebatas pada konfigurasinya saja, tidak sampai pada kandungan materialnya ataupun biota yang tumbuh di atasnya, semata-mata bentuk [Poerbandono, 1999]. Menurut IHO survei batimetri merupakan measured or charted depth of water or the measurement of such depth (IHO, 1970). Peta batimetri umumnya menampilkan relief lantai atau dataran dengan garis-garis kontur (contour lines) yang disebut kontur kedalaman (depth contours atau isobath), dan dapat memiliki informasi tambahan berupa informasi navigasi permukaan. Pada survei batimetri pengukuran kedalaman dilakukan secara simultan dengan pengukuran posisi horisontalnya, dimana kedalaman sendiri dilakukan dengan alat ukur kedalaman yang menggukan gelombang akustik, sedangkan alat untuk posisi horisontalnya menggunakan prinsip penentuan posisi dengan GPS, dan metode yang dipakai adalah DGPS. Perbedaan metode dan prinsip penentuan posisi horisontal dan kedalaman pada survei batimetri disebabkan oleh medium ukurannya yang berbeda. Faktor lain yang sangat mempengaruhi pengukuran batimetri adalah dinamika media air laut berupa pasang surut laut, sehingga sangat sulit untuk menentukan objek yang sama pada waktu yang berbeda. Dengan demikian pada pengukuran kedalaman dasar laut perlu dilakukan tiga pengukuran sekaligus pada waktu yang bersamaan yaitu pengukuran kedalaman, pengukuran posisi alat ukur kedalaman, dan pengukuran pasang surut. Dari ketiga data tersebut kemudian akan menjadi informasi kedalaman laut pada posisi tersebut terhadap suatu bidang referensi (chart datum).

2.3 Metode SurveiDalam Survei batimetri ada beberapa metode yang digunakan antara lain :a. Metode akustik b. Metode Altimetri2.3.1 Metode AkustikMetode akustik merupakan proses-proses pendeteksian target di laut dengan mempertimbangkan proses-proses perambatan suara; karakteristik suara (frekuensi, pulsa, intensitas); faktor lingkungan / medium; kondisi target dan lainnya. Aplikasi metode ini dibagi menjadi 2, yaitu sistem akustik pasif dan sistem akustik aktif. Salah satu aplikasi dari sistem aplikasi aktif yaitu Sonar yang digunakan untuk penentuan batimetri. Sonar (Sound Navigation And Ranging): Berupa sinyal akustik yang diemisikan dan refleksi yang diterima dari objek dalam air (seperti ikan atau kapal selam) atau dari dasar laut. Bila gelombang akustik bergerak vertikal ke dasar laut dan kembali, waktu yang diperlukan digunakan untuk mengukur kedalaman air, jika c juga diketahui (dari pengukuran langsung atau dari data temperatur, salinitas dan tekanan).Ini adalah prinsip echo-sounder yang sekarang umum digunakan oleh kapal-kapal sebagai bantuan navigasi. Echo-sounder komersil mempunyai lebar sinar 30-45 vertikal tetapi untuk aplikasi khusus (seperti pelacakan ikan atau kapal selam atau studi lanjut dasar laut) lebar sinar yang digunakan kurang 5 dan arahnya dapat divariasikan. Walaupun menunjukkan pengaruh temperatur, salinitas dan tekanan pada laju bunyi dalam air laut (1500 ms-1) relatif kecil dan sedikit perubahan pada c dapat menyebabkan kesalahan pengukuran kedalaman dan kesalahan sudut akan menambah keburukan resolusi.Teknik echo-sounding untuk menentukan kedalaman dan pemetaan dasar laut bertambah maju dengan berkembangnya peralatan sonar seperti SeaBeam dan Hydrosweep yang merupakan sistem echo-sounding multi-beam yang menentukan kedalaman air di sepanjang swath lantai laut di bawah kapal penarik, menghasilkan peta-peta batimetri yang sangat detail. Sidescan imaging system, sperti GLORIA (Geological Long Range Inclined Asdic), SeaMARC, dan TOBI (Towed Oceand Bottom Instrument) menghasilkan fotografi aerial yang sama atau citra-citra radar, menggunakan bunyi atau microwave. Echo-sounding banyak juga digunakan oleh nelayan karena ikan menghasilkan echo, dan kawanan ikan atau hewan lain dapat dikenali sebagai lapisan-lapisan sebaran dalam kolom air (Supangat, 2003).

2.3.2 Metode AltimetriSatelit Altimetri adalah Radar (Radio Detection and Ranging) gelombang mikro yang dapat digunakan untuk mengukur jarak vertikal antara permukaan bumi dengan wahana antariksa (satelit atau pesawat terbang). Pengukuran ini dapat menghasilkan topografi permukaan laut sehingga dapat menduga geoid laut, arus permukaan dan ketinggian gelombang. Inderaja altimetri untuk topografi permukaan laut pertama kali dikembangkan sejak peluncuran SKYLAB dengan sensor atau radiometer yang disebut S-193. Satelit altimetri yaitu : GEOS-3, SEASAT, ERS-1, dan yang terakhir yang sangat terkenal adalah TOPEX/POSEIDON. Satelit terakhir ini adalah satelit misi bersama antara Amerika Serikat (NASA) dengan Perancis (Susilo, 2000). Satelit altimetri memiliki prinsip penggambaran bentuk paras laut dimana bentuk tersebut menyerupai bentuk dasar laut dengan pertimbangan gravitasi yang mempengaruhi paras laut dan hubungan antara gravitasi dan topografi dasar laut yang bervariasi sesuai dengan wilayah. Satelit altimetri juga memberikan bentuk gambaran paras muka laut. Satelit ini mengukur tinggi paras muka laut relatif terhadap pusat massa bumi. Sistem satelit ini memiliki radar yang dapat mengukur ketinggian satelit di atas permukaan laut dan sistem tracking untuk menentukan tinggi satelit pada koordinat geosentris. Satelit Altimetri diperlengkapi dengan pemancar pulsa radar (transmiter), penerima pulsa radar yang sensitif (receiver), serta jam berakurasi tinggi. Pada sistem ini, altimeter radar yang dibawa oleh satelit memancarkan pulsa-pulsa gelombang elektromagnetik (radar) kepermukaan laut. Pulsa-pulsa tersebut dipantulkan balik oleh permukaan laut dan diterima kembali oleh satelit. Informasi utama yang ingin ditentukan dengan satelit altimetri adalah topografi dari muka laut. Hal ini dilakukan dengan mengukur ketinggian satelit di atas permukaan laut dengan menggunakan waktu tempuh dari pulsa radar yang dikirimkan kepermukaan laut, dan dipantulkan kembali ke satelit. (Heri Andreas dalam Hasanuddin Z A)

2.4 Peralatan dalam survey Batimetri :a. MBES ELAC SEABEAM 1050DMultibeam echosounder (MBES) ELAC SEABEAM 1050Dmerupakan produkElacdari Negara Jerman. Alat ini merupakan satu alat penting untuk pemetaan pada perairan yang dangkal yang digunakan untuk mengukur banyak kedalaman dengan ketelitian yang tinggi dan resolusi yang bersifat tinggi pula.SeaBeam 1050Ddapat memperoleh data batimetri dalam kedalaman dangkal sampai medium dengan lebar sapuan hingga 150. Frekuensi yang dimiliki yaitu 50 KHz dan 180 kHz didukung hanya dengan 1sonar proseccorsehingga dapat meminimalkan upaya logistik. Perubahan frekuensi dalam operasinya hanya menggunakan satu klik sehingga sangat mudah. Kedalaman maksimal yang teliti yaitu maksimal hingga 3000 m.b. Sensor attitude and Positioning Coda Octopus F 180Alat yang berintegrasi denganMRU sensor (Motion Sensor Unit) yang berfungsi melakukan kalibrasi data kedalaman untuk keseimbangan pergerakan kapal dengan koreksi-koreksi akibat pergerakan kapal. Selain itu pula untuk kalibrasi tersebut dilakukan secara real time sehingga lebih meminimalisir pergerakan kapal sepertiroll, pitch, heavedan heading.Sensor ini memiliki ketelitian posisi mencapai 20cm dengan menggunakanReal Time Kinematic(RTK), kecepatan 0.03 m/s dan kemampuan adaptasi terhadap suhu pada rentang -10C sampai 60C.Coda Octopus F 180memilikiRemote Inertial Measurment Unit (IMU)yang dapat diikatkan di kepala tranduser multibeam. Keunggulan sensor ini yaitu memiliki perangkat lunak untuk model posisi dan data yang mudah digunakan.

Coda Octopus F 180c. GPS Position DGPS Sea Star 8200 VBSistem penentuan posisi kapal dan posisi pengambilan data kedalaman menggunakan metodeReal timeDGPS dengan alat DGPSSea Star 8200 VB.Penentuan posisi secarareal timeDGPSmenggunakan datapsedorange. Dalam merealisasikan data yangreal timemaka monitor stasiun mengirimkan koreksi differensial ke kapal secarareal timemenggunakan sistem komunikasi data.

d. TSS Meridian GyrocompassGyrocompassuntuk mengukur sudutyawdan arah utara magnetik serta digunakan untuk menentukan posisi pada dasar laut dengan azimuthal yang ditentukan olehgyrocompass.

TSS Meridian Gyrocompass

e. Processing Unit Multibeam ELAC SEABEAM 1050DProcessor unit (PU)MBES ini merupakan hal yang penting dalam sistemmultibeam. Dalam hal ini PU digunakan untuk mengolah sejumlah data yang banyak. PU digunakan sebagai transmisi, resepsi dan pemrosesan dari data. Berbagai pengaturan parameter dibuat di operator stasiun ini dikirim keProcessor Controldi dalam PU. Setelah pemrosesan dan pengiriman data maka data tersebut kemudian ditransfer ke CPU untuk pengolahan data lebih lanjut.Contoh display akan tersaji di monitor dan digunakan untuk penampilan pengoperasian tranduser dalam mendapatkan data dasar laut dan utnuk mengubah pengaturan daru multibeam. Dalam pengambilan data akusisi menggunakansoftware hydrostar.

f. SVS SensordanCTD Profiler SEA BIRD SBE-911CTD dalam hal ini digunakan untuk menentukan cepat rambat gelombang akustik di air sehingga mempengaruhi cepat rambat gelombang di dalam air sedangkan SVS sensor digunakan sebagai sensor untuk menyatakan bahwa cepat rambat gelombang akustik di daerah tertentu telah berubah. Selain itu alat ini juga berguna sebagai pendeteksi dan merekam kondisi air laut tiap keadaan, yang bertujuan untuk mengukur konduktivitas, temperatur dan tekanan air laut yang diamati. Bahwa panjang gelombang tergantung pada frekuensi dan kecepatan bunyi, SVP digunakan untuk mengkoreksi perbedaan-perbedaan di dalam kecepatan bunyi diterima tranduser.

g. Automatic Tide GaugeAutomatic Tide Gaugeini digunakan untuk menentukan MSL selama pengukuran sehingga dapat menentukan bidang referensi kedalaman (MSL) atauchartdatum dan penentuan koreksi hadil pengukuran kedalaman mengacu pada salah satu bidang referensi vertikal. Pengamatan-pengamatan pasang surut direkam pada interval 15 menit sepanjang pengukuran.

2.4 . Pemanfaatan Batimetri Pada Bidang Kelautan dan PerikananPeta batimetri dalam aplikasinya memiliki banyak manfaat dalam bidang kelautan antara lain penentuan jalur pelayaran yang aman, perencanaan bangunan pinggir pantai, pendeteksian adanya potensi bencana tsunami di suatu wilayah, dan pertambangan minyak lepas pantai. Selain itu, peta batimetri diperlukan untuk mengetahui kondisi morfologi suatu daerah perairan. Kondisi laut yang sangat dinamis sehingga, peta batimetri harus selalu di update dengan perubahan dan perkembangan kondisi perairan tersebut (Nurjaya, 1991).Sedangkan untuk bidang perikanan khususnya perikanan budidaya, Peta Batimeri dibutuhkan dalam menentukan lokasi potensi untuk perikanan budidaya laut yang akan dikembangkan pada suatu daerah sebagai parameter pembatas dalam menentukan lokasi potensi budidaya. Kriteria umum lokasi perairan yang dapat digunakan untuk budidaya laut adalah 7-30 meter (keramba jaring apung) dan 1-4 meter (jaring tancap). (Masterplan Program Pengembangan Kawasan Budidaya Laut, DJPB - 2004)