Topik Robekan Jln Lahir, Inversio Kel 2_Kls A

35
LAPORAN Asuhan Kebidanan Pada Persalinan Dengan Penyulit Kala III dan IV Robekan Jalan Lahir dan Inversio Uteri (Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata Kuliah Asuhan Kebidanan Kegawatdaruratan Maternal Dan Neonatal dengan metode Collaborative Learning) DISUSUN OLEH: Kelompok 2 Jalur Umum A / Semester IV Agni Kristia V. P17324112002 Asmanadia H. P17324112007 Erlin Herlian P17324112015 Dwi Apriliani P. P17324112012 Fauzia Hurul A. P17324112015 Ika Kusumasari P17324112019 Siti Fatimah P17324112038 Wina Anggraeni P17324112041

description

perdarahan

Transcript of Topik Robekan Jln Lahir, Inversio Kel 2_Kls A

LAPORAN

Asuhan Kebidanan Pada Persalinan Dengan Penyulit Kala III dan IV

Robekan Jalan Lahir dan Inversio Uteri

(Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata Kuliah Asuhan Kebidanan Kegawatdaruratan Maternal Dan Neonatal dengan metode Collaborative Learning)

DISUSUN OLEH:

Kelompok 2

Jalur Umum A / Semester IV

Agni Kristia V.P17324112002

Asmanadia H.P17324112007

Erlin HerlianP17324112015

Dwi Apriliani P. P17324112012

Fauzia Hurul A.P17324112015

Ika KusumasariP17324112019

Siti FatimahP17324112038

Wina AnggraeniP17324112041

JURUSAN KEBIDANAN BANDUNG

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN BANDUNG

2013/2014

DAFTAR ISI

BAB I PELAKSANAAN KEGIATAN CL

1.1 Materi/topik yang dibahas dalam CL 2

1.2 Waktu (Hari/Tanggal/Jam dan tempat CL)2

1.3 Dosen Pembimbing sebagai fasilatator/narasumber2

1.4 Peserta yang mengikuti CL2

BAB II PROSES KEGIATAN

2.1 Kasus/masalah yang dibahas3

2.2 Hasil Diskusi Kelompok Berdasarkan Hasil Inkuiri 5

DAFTAR PUSTAKA21

BAB I

PELAKSANAAN KEGIATAN CL

1.1 Materi/topik yang dibahas dalam CL

Asuhan kebidanan pada persalinan dengan penyulit kala III dan IV

robekan jalan lahir (serviks) : laserasi jalan lahir dan inversio uteri.

1.2 Waktu (Hari/Tanggal/Jam dan tempat CL)

Hari : Senin

Tanggal : 2 Juni 2014

Jam : 10.00 s.d selesai

Tempat CL : Kelas Jalum 2-A

1.3 Dosen Pembimbing sebagai fasilatator/narasumber

Bd.Lola Noviani Fadilah SST,S.Keb

1.4 Peserta yang mengikuti CL

Kelompok 2

Ketua :

Asmanadia H.

Notulen :

Erlin Herlian

Anggota :

Agni Kristia V.

Dwi Apriliani P.

Fauzia Hurul A.

Ika Kusumasari

Siti Fatimah

Wina Anggraeni

BAB II

PROSES KEGIATAN

2.1 Kasus/Masalah Yang Dibahas

ROBEKAN SERVIKS

Seorang wanita melahirkan anak pertamanya dibidan pukul 12.00, JK laki-laki BB 3500 gram. Lama kala I 2 jam. Setelah bayi lahir tampak darah dari jalan lahir berwarna merah segar. Placenta lahir spontan lengkap 10 menit kemudian, kontraksi uterus kuat, TFU 2 jari dibawah pusar. Bidan melakukan eksplorasi jalan lahir, ternyata perineum rupture derajat 2, dari pemeriksaan inspekulo terlihat robekan pada serviks arah jam 10 dan jam 4.

Bidan melakukan informed consent kemudian melakukan penjahitan serviks yang rupture.

1. Apa penyebab perdarahan yang terjadi pada kasus diatas?

2. Apa predisposisi dari kasus tersebut? Apa predisposisi lainnya?

3. Apa saja jenis trauma pada jalan lahir saat bersalin? Jelaskan!

4. Apa data focusyang menunjukan adanya robekan jalan lahir?

5. Tindakan apa yang harus dilakukan bidan yang sesuai kewenangannya untuk menangani kasus diatas?

6. Apa komplikasi yang dapat terjadi dari kasus diatas? Jelaskan!

7. Bagaimana managemen kasus robekan serviks di RS? Jelaskan!

8. Adakah tindakan yang dapat mencegah terjadinya robekan serviks? Jelaskan!

9. Bagaimana asuhan pasca tindakan pada kasus tersebut?

10. Jelaskan langkah-langkah penjahitan robekan serviks (buat daftar tilik)

INVERSIO UTERI

Seorang bidan dipanggil ke rumah ibu yang melahirkan karena paraji sudah tidak dapat mengatasinya, bayi sudah lahir 2 jam yang lalu ditolong oleh paraji. Saat bidan datang keadaan ibu lemah dan kesakitan, TD 90/60 mmHg, Nadi 102x/menit, tampak tali pusat dari jalan lahir, TFU tidak teraba, perdarahan sedikit, pemeriksaan dalam teraba massa. Bidan segera memasang infus danmerujuk ibu ke RS.

1. Apakah kemungkinan diagnosis pada kasus tersebut? Bagaimana patofisiologinya?

2. Apasaja data focus pada kasus diatas?

3. Apa penyebab dari inversion uteri?

4. Inversio uteri yang dialami ibu adalah inversio uteri komplit, apa tanda dan gejala inversio komplit? Bagaimana klasifikasi lainnya (jelaskan)?

5. Apa yang menjadi predisposisi kasus diatas? Sebutkan predisposisi lainnya dan jelaskan!

6. Bagaimana tindakan awal pada kasus tersebut!

7. Bagaimana tindakan awal yang dilakukan bidan pada kasus tersebut, jelaskan pendapat saudara!

8. Bagaimana menajemen kasus inversio uteri di RumahSakit?

9. Bagaimana cara mencegah kasus inversio uteri?

10. Bagaimana asuhan pasca tindakan pada kasus tersebut?

11. Jelaskan langkah-langkah penanganan inversio uteri (buat daftar tilik !

2.2 Hasil Diskusi Kelompok Berdasarkan Hasil Inkuiri (Studi Pustaka)

A. Robekan Jalan Lahir

1. Apa penyebab perdarahan yang terjadi pada kasus diatas?

Robekan Serviks dan Robekan Perineum

2. Apa predisposisi dari kasus tersebut? Apa predisposisi lainnya?

Yang dapat menyebabkan terjadinya robekan jalan lahir adalah partus presipitatus.

a. Kepala janin besar

b. Presentasi defleksi (dahi, muka).

c. Primipara

d. Letak sungsang.

e. Pimpinan persalinan yang salah.

f. Pada obstetri dan embriotomi : ekstraksi vakum, ekstraksi forcep, dan

embriotomi (Mochtar, 2005).

Terjadinya rupture disebabkan oleh faktor ibu (paritas, jarak kelahiran dan berat badan bayi), pimpinan persalinan tidak sebagaimana mestinya, riwayat persalinan. ekstraksi cunam, ekstraksi vakum, trauma alat dan episiotomi. Perdarahan karena robekan jalan lahir banyak dijumpai pada pertolongan persalinan oleh dukun karena tanpa dijahit. Bidan diharapkan melaksanakan pertolongan persalinan di tengah masyarakat melalui bidan polindes, sehingga peranan dukun makin berkurang. Bidan dengan pengetahuan medisnya dapat mengetahui hamil dengan risiko tinggi dan mengarahkan pertolongan pada kehamilan dengan risiko rendah yang mempunyai komplikasi ringan sehingga dapat menurunkan angka kematian ibu maupun perinatal. Dengan demikian komplikasi robekan jalan lahir yang dapat menimbulkan perdarahan semakin berkurang (Manuaba, 1998).

Risiko Robekan Jalan Lahir

Risiko yang ditimbulkan karena robekan jalan lahir adalah perdarahan yang dapat menjalar ke segmen bawah uterus (Mochtar, 2005). Risiko lain yang dapat terjadi karena robekan jalan lahir dan perdarahan yang hebat adalah ibu tidak berdaya, lemah, tekanan darah turun, anemia dan berat badan turun.

Keluarnya bayi melalui jalan lahir umumnya menyebabkan robekan pada vagina dan perineum. Meski tidak tertutup kemungkinan robekan itu memang sengaja dilakukan untuk memperlebar jalan lahir. Petugas kesehatan atau dokter akan segera menjahit robekan tersebut dengan tujuan untuk menghentikan perdarahan sekaligus penyembuhan. Penjahitan juga bertujuan merapikan kembali vagina ibu menyerupai bentuk semula.

3.Apa saja jenis trauma pada jalan lahir saat bersalin? Jelaskan! Bentuk

trauma jalan lahir

Bentuk Trauma

Gejala Klinik

Tindakan

Trauma Perineal :

1. Lecet ringan

2. Robekan perineum

- Perdarahan ringan

- Perdarahan sedang

- Perlukaan dalam

- Ikut serta sfingter ani

dan mukosa rektum

- Tanpa tindakan

-Tindakan disesuaikan

dengan tingkat trauma

peritoneal

Trauma Vagina :

1. Luka Terbuka

2. Hematoma

- Perdarahan

- Gangguan Vital

Tekanan Darah, nadi

dapat menurun hingga

syok

- Hentikan perdarahan

dengan ligasi

- Terapi kosmetik

menghindari rektokel

dan sistokel

- KP vagina tampon

Trauma Serviks :

1. Luka melintang

2. Luka membujur

dan dapat terus

hingga segmen

bawah rahim

- Perdarahan terus

berwarna merah

- Kontraksi rahim baik

- Ligasi luka serviks

menghindari serviks

inkompeten

- Bila berlanjut ke SBR

lakukan laparotomi

untuk ligasi atau

histerektomi

Kolporeksis :

Robekan pada forniks sehingga bahaya infeksi mengancam jiwa

- Perdarahan terus

- Kontraksi rahim baik

- Serviks utuh

- Dilakukan Ligasi atau

histerektomi totalis

- Menghindari infeksi

- Pemasangan drainase

Ruptura Uteri :

1. Inkompletus

2. Kompletus

- Tampak sakit

- Rasa nyeri menonjol

- Abdomen meteriosisme

- Janin masih intrauterine

- Hematoma

subperitoneal

- Tanda cairan bebas

minim

- Syok : hemoragik,

neurogenik, septik

- Tampak sakit

- Nyeri abdomen

- Abdomen meteriosisme

- Janin di kavum uteri

- Darah dalam kavum

abdomen

- Syok : hemoragik,

neurogenik, septik

- Perbaikan KU dengan

infus dan transfusi

darah

- Pemberian antibiotik

- Pemberian O2

Tindakan :

- Histerektomi

- Histoterapi

- Pemasangan drainase

4. Apa data fokus yang menunjukan adanya robekan jalan lahir?

Data fokus

Subjektif

a. Robekan jalan lahir lebih sering terjadi pada kelahiran anak pertama.

b. Keluhan ibu, seperti nyeri pada jalan lahir.

Objektif

a. Inspeksi jalan lahir, meliputi serviks, vagina, vulva dan perineum dengan pemeriksaan dalam atau pemeriksaan spekulum.

b. Cari sumber perdarahan dengan ciri warna darah yang merah segar dan pulsasif sesuai denyut nadi.

c. Inspeksi jumlah perdarahan sehingga segera diatasi.

5. Tindakan apa yang harus dilakukan bidan yang sesuai kewenangannya untuk

menangani kasus diatas?

Berdasarkan Kepmenkes RI No 369/MENKES/SK/III/2007 tentang Standar Profesi Bidan:

Pada kompetensi ke-4 mengenai Asuhan Selama Persalinan dan Kelahiran, bidan memiliki kewenangan:

a. Memeriksa robekan vagina, serviks dan perineum.

b. Menjahit robekan vagina dan perineum tingkat II.

c. Jadi, tindakan yang harus dilakukan bidan sesuai dengan kewenangannya untuk mengatasi kasus tersebut adalah melakukan penjahitan perineum, karena laserasinya pada tingkat II.

6. Apa komplikasi yang dapat terjadi dari kasus diatas? Jelaskan!

a. Robekan pada klitoris atau sekitarnya dapat menimbulkan perdarahan yang cukup banyak.

b. Menimbulkan kelemahan dasar panggul atau prolaps jika tidak dijahit dengan baik.

c. Robekan serviks jika tidak dijahit , selain menimbulkan perdarahan juga dapat menjadi pernyebab servisitis, parametristis, dan mungkin juga terjadi pembesaran karsinoma serviks. Kadang-kadang menimbulkan perdarahan nifas yang lambat.

Menurut sumber lain:

a. Komplikasi-komplikasi yang perlu diantisipasi fistula vesikovagina atau rektovagina yang disertai inkontinensia, infeksi sekunder yang disertai pembentukan abses atau septikemia atau keduanya, dan berkaitan dengan cedera tulang pelvis, usus, kandung kemih dan kavum peritoneum.

7. Bagaimana managemen kasus robekan serviks di RS? Jelaskan!

a. Lakukan tindakan asepsis dan antisepsis pada vagina dan serviks

b. Berikan dukungan emosional dan beri penjelasan pada ibu dan keluarga

c. Pada umumnya tidak dibutuhkan anestesi. Jika robekan luas atau jauh sampai ke atas, berikan petidin dan diazepam IV pelan-pelan atau ketamin.

d. Asisten menahan fundus

e. Bibir serviks dijepit dengan klem ovum, pindahkan bergantian searah jarum jam sehingga semua bagian serviks dapat diperiksa. Pada bagian yang terdapat robekan, tinggalkan 2 klem di antara robekan.

f. Jahit robekan serviks secara jelujur

g. Jika sulit dicapai dan diikat, apeks dapat dicoba dijepit dengan klem ovum atau klem arteri dan dipertahankan 4 jam. Kemudian :

Sesudah 4 jam klem dilepas sebagian saja

Sesudah 4 jam berikutnya dilepas semuanya

h. Jika robekan meluas sampai melewati puncak vaginan, lakukan laparatomi.

8. Adakah tindakan yang dapat mencegah terjadinya robekan serviks? Jelaskan!

Mencegah terjadinya robekan ini dapat dengan menhindari penyebab terjadinya, yakni :

a. Persalinan per vaginam denga serviks belum lengkap

b. Persalinan presipitatus

c. Persalinan buatan

d. Persalinan dengan tindakan (ekstraksi dengan forceps, ekstraksi pada letak sungsang, versi dan ekstraksi, dekapitasi (memotong leher janin sehingga badan terpidah dari kepala), perforasi dan kranioklasi terutama jika dilakukan pada pembukaan belum lengkap)

e. Segera rujuk bila terdapat tanda adanya partus lama, karena partus lama dapat menyebabkan edema serviks hingga serviks dapat mengalami perlukaan sampai kolpoporeksis (robekan-robekan)

9. Jelaskan asuhan pasca tindakan pada kasus tersebut!

a. Evaluasi keadaan umum ibu

b. Evaluasi perdarahan

c. Evaluasi tanda-tanda infeksi

10. Jelaskan langkah-langkah penjahitan robekan serviks (buat daftar tilik)

Perbaikan robekan serviks

a. Lakukan tindakan asepsis dan antisepsis pada vagina dan serviks.

b. Berikan dukungan emosional dan penjelasan.

c. Pada umumnya tidak diperlukan anestesia. Jika robekan luas atau jauh sampai ke atas, berikan petidin dan diazepam IV secara perlahan atau ketamin.

d. Minta asisten menahan fundus.

e. Jepit bibir serviks dengan klem ovum, lalu pindahkan bergantian searah jarum jam sehingga semua bagian serviks dapat diperiksa. Pada bagian yang terdapat robekan, tinggalkan 2 klem di antara robekan.

f. Jahit robekan serviks dengan catgut kromik 0 secara jelujur, mulai dari apeks.

g. Jika sulit dicapai dan diikat, apeks dapat dicoba dijepit dengan klem ovum atau klem arteri dan dipertahankan 4 jam. Kemudian setelah 4 jam, klem dilepas sebagian saja, dan 4 jam berikutnya dilepas seluruhnya

h. Jika robekan meluas sampai melewati puncak vagina, lakukan laparotomi

Catatan : selalu pastikan pasien dalam keadaan hemodinamik yang stabil

selama tindakan.

B. Inversio Uteri

1.Apakah kemungkinan diagnosis pada kasus tersebut? bagaimana patofisiologinya?

P1A0 Kala III suspect inversio uteri

Patofisiologi

Mekanisme patofisiologis yang mendasari inversio uteri yang sebenarnya masih belum diketahui. Secara klinis, faktor utama yang mempengaruhi untuk inversi uteri adalah plasenta yang berimplantasi di fundus, lemah dan lunaknya endometrium di lokasi implantasi plasenta, serta dilatasi serviks segera post partum. Dalam beberapa kasus, terdapatnya tali pusat yang pendek dan tarikan tali pusat yang berlebihan juga berkontribusi untuk inversi uteri.

Inversio uteri adalah keadaan dimana fundus uteri terbalik sebagian atau seluruhnya masuk. Ini adalah merupakan komplikasi kala III persalinan yang sangat ekstrem. Inversio uteri terjadi dalam beberapa tingkatan, mulai dari bentuk ekstrem berupa terbaliknya terus sehingga bagian dalam fundus uteri keluar melalui servik dan berada diluar seluruhnya ke dalam kavum uteri.

Untuk menghasilkan suatu inversi, uterus harus melanjutkan kontraksi pada waktu yang tepat untuk memaksa fundus sebelumnya terbalik atau massa fundus plasenta, terbalik ke arah segmen bawah uterus. Jika serviks berdilatasi kekuatan kontraksi cukup dan cukup kuat, dinding endometrium melalui itu, menghasilkan inversi lengkap. Jika situasi kurang ekstrem dari dinding itu, fundus sendiri terjebak dalam rongga rahim, menghasilkan inversi parsial.

Dalam inversi lengkap pada fundus melalui serviks, jaringan serviks berfungsi sebagai band konstriksi dan edema cepat bentuk. Massa kemudian tumbuh semakin prolaps dan akhirnya menghalangi aliran vena dan arteri, menyebabkan terjadinya edema. Jadi, penanganan inversi uteri menjadi lebih sulit. Dalam kasus-kasus kronis atau yang lambat ditangani, bisa menyebabkan nekrosis jaringan.

Oleh karena servik mendapatkan pasokan darah yang sangat banyak, maka inversio uteri yang total dapat menyebabkan renjatan vasovagal dan memicu terjadinya perdarahan pasca persalinan yang masif akibat atonia uteri yang menyertainya. Inversio Uteri dapat terjadi pada kasus pertolongan persalinan kala III aktif khususnya bila dilakukan tarikan talipusat terkendali pada saat masih belum ada kontraksi uterus dan keadaan ini termasuk klasifikasi tindakan teratogenik.

2. Apa saja data focus pada kasus diatas?

a. Data Subjektif :

1) Keadaan ibu

2) Keluhan yang dirasakan

b. Data Objektif

1) Kesadaran

2) Tekanan Darah

3) Nadi

4) TFU

5) Pemeriksaan Dalam

6) Inspeksi Jalan lahir

3. Apa penyebab dari inversio uteri?

Penyebab inversio uteri bisa spontan maupun karena tindakan.

a. Penyebab spontan

1) Peningkatan tekanan abdomen mendadak, seperti batuk keras atau bersin.

2) Atonia uteri (uterus tidak berkontraksi)

3) Serviks yang masih terbuka

b. Penyebab karena tindakan

Penatalaksanaan persalinan dan kala III yang salah, seperti:

1) Melakukan tekanan fundus

2) Meminta ibu mengejan tanpa memeriksa ada/tidaknya kontraksi

3) Kesalahan penatalaksanaan kala tiga persalinan, seperti menarik tali pusat sebelum plasenta terlepas atau ketika plasenta akreta, inkreta dan perkreta.

4) Manual plasenta yang dipaksakan

4.Inversio uteri yang dialami ibu adalah inversio uteri komplit, apa tanda dan gejala inversio komplit? Bagaimana klasifikasi lainnya (jelaskan)?

a.Inversio uteri komplit

Seluruh uterus terbalik keluar, menonjol melalui cincin serviks. Diatas simfisis uterus teraba kosong dan dalam vagina teraba lunak.

b.Inversio inkomplit

Fundus uteri tidaterbalik keluar serviks. Pada daerah simfisis uterus teraba fundus uteri cekung ke dalam.

c.Inversio paksa

Inversio uteri yang ditimbulkan dengan menorong korda atau dengan menekan paksa plasenta secara manual ketika uterus atoni.

d.Inversio spontan

Inversio uteri setelah tindakan spontan dari pasien seperti mengejan, mengkontraksikan otot abdomen dengan tiba-tiba, batuk atau peningkatan tekanan intraabdomen.

5.Apa yang menjadi predisposisi kasus diatas? Sebutkan predisposisi lainnya dan jelaskan!

Kemungkinan faktor predisposisi pada kasus tersebut adalah kesalahan pada kala III yaitu kesalahan penarikan tali pusat.

Fakto Predisposisi :

a. Multipara / grande multipara

b. Penekanan fundus yang tidak tepat dan penarikan tali pusat

c. Traksi tali pusat

d. Dinding uterus yang tipis atau kendor

e. Tekanan intra-abdominal yang tinggi mendadak

6. Bagaimana tindakan awal pada kasus tersebut!

a. Terapi suportif untuk syok dan perdarahan sangatlah penting. Oksigen dan cairan intravena (RL) segera diberikan.

b. Rujuk dengan diantar petugas.

c. Beri profilaksis: analgesiik dan antibiotika.

d. Jika plasenta belum lepas, baiknya plasenta jangan dilepaskan dulu sebelum uterus direposisi.

e. Lalu segara rujuk ke tempat dengan fasilitas yang mencukupi.

Bidan sebaiknya memulai terapi IV dan memberi kompres normal saline pada uterus yang inversi. Keadan klien harus stabil dan jika syok harus ditangani sampai tiba di rumah sakit. Mengembalikan posisi uterus dapat dilakukan secara manual. Jika terdapat jarak (interval waktu) antara pendiagnosisan dan penanganan awal, maka prosuder operatif dibutuhkan dalam rangka mengembalikan posisi uterus.

Reposisi uterus dilakukan dengan plasenta masih melekat. Kehilangan darah biasanya berhubungan dengan lama waktu uterus mengalami inversi, tetapi akan berkurang jika plasenta dilahirkan setelah posisi uterus dikembalikan. Pengembalian posisi secara manual dilakukan dengan menempatkan satu tangan di dalam vagina dengan ujung-ujung jari disekeliling tempat uterus membalik dan tangan lainya berada di fundus. Tangan yang terdapat di fundus memberikan tekanan sedikit dengan ujung-ujung jari dan tangan yang berada didalam menggerakkan dinding uterus ke atas. Tindakan ini harus dilakukan dengan hati-hati agar tidak menusuk atau membuar ruptur dinding uterus. Pada saat yang sama, seluruh uterus diangkat tinggi diatas umbilikus dan tahan selama beberapa menit. Prosedur ini biasanya cukup menyakitkan, pemberian anestesi dianjurkan.

Varney, Helen. Kriebs, Jan M. Gegor, Carolyn L. 2007. Buku Ajar Asuhan Kebidanan . Jakarta : EGC.

Penanganan inversio uterus dengan menempatkan segera uterus kedalam pelvis. Penempatan segera uterus dapat dilakukan dengan menggunakan sebuah kepalan atau penekanan beberapa jari-jari pada tangan yang dominan. Setelah uterus ditempatkan kembali, penekanan bimanual dapat mengurangi perdarahan lebih lanjut. Cairan intravena dapat diberikan untuk stabilisasi, oksitosin dan methergin diberikan untuk mencegah atonus. Jika penempatan uterus kembali tidak dilakukan denfgan segera, maka perlu dilakukan anastesi dan pembedahan darurat.

Walsh, Linda V. 2007. Buku Ajar Kebidanan Komunitas. Jakarta : EGC.

Bila terjadi inversio uteri, maka terapinya adalah :

Bila ada perdarahan atau syok, berikan infus dan transfusi darah serta perbaiki keadaan umum. Sesudah itu segera dlakukan reposisi kalau perlu dengan narkosa.

Bila tidak berhasil maka dilakukan tindakan operatif secara perabdominam (operasi Haultein) atau pervaginam (operasi menurut spinelli).

Di luar rumah sakit dapat dibantu dengan melakukan reposisi ringan, yaitu dengan tamponade vaginal, kemudian berikan antibiotik untuk mencegah infeksi.

Mochtar, Rustam. 1998. Sinopsis Obstetri : Obstetri Fisiologi, Obstetri Patologi. Jakarta : EGC.

a. Reposisi sebaiknya dilakukan segera. Pasang sarung tangan DTT. Pegang uterus pada daerah insersi tali pusat dan masukkan kembali melalui serviks. Gunakan tangan lain untuk membantu menahan uterus dari dinding abdomen. Masukkan bagian fundus uteri terlebih dahulu. Jika plasenta masih belum terlepas, lakukan plasenta manual setelah tindakan.

b. Dengan berjalannya waktu, lingkaran konstriksi sekitar uterus yang terinversi akan mengecil dan uterus akan terisi darah.

c. Jika ibu sangat kesakitan, berikan petidin 1 mg/kg BB (tetapi jangan lebih dari 100 mg) I.M. atau I.V secara perlahan atau berikan morfin 0,1 mg/kg BB I.M. Jangan berikan oksitosin sampai inversi telah direposisi.

d. Jika perdarahan berlanjut, lakukan uji pembekuan darah dengan menggunakan uji pembekuan darah sederhana. Kegagalan terbentuknya bekuan darah setelah 7 menit atau terbentuknya bekuan darah yang lunak yang mudah hancur menunjukkan adanya kemungkinan koagulapati.

e. Berikan antibiotika profilaksis dosis tunggal setelah mereposisi uterus.

Ampisillin 2g I.V. ditambah metronidazol 500 mg I.V.

Atau sefazolin 1 g I.V. ditambah metronidazol 500 mg I.V.

f. Jika terdapat tanda-tanda nfeksi berikan antibiotika untuk metritis.

g. Jika dicurigai terjadi nekrosis, lakukan histerektomi vaginal. Hal ini mungkin membutuhkan rujukan ke pusat pelayanan kesehatan tersier.

Saifudin, Abdul Bari. 2002. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Reposisi Uterus

7. Bagaimana tindakan awal yang dilakukan bidan pada kasus tersebut, jelaskan pendapat saudara!

Berdasarkan kasus tersebut, penanganan bidan dengan memberikan cairan infus serta merujuk sudah benar. Sebaiknya Bidan melakukan reposisi ulang jika memungkinkan, namun apabila tidak berhasil bidan dapat segera merujuk karena tindakan reposisi dan penanganan lebih lanjut memerlukan tindakan spesialistis.

8. Bagaimana menajemen kasus inversio uteri di Rumah Sakit?

Secara garis besar tindakan yang dilakukan sebagai berikut :

a. memanggil bantuan anestesi dan memasang infus untuk cairan/darah pengganti dan pemberian obat

b. beberapa senter memberikan tokolitik/MgSO4 untuk melemaskan uterus yang terbalik sebelum dilakukan reposisi manual yaitu mendorong endrometrium ke atas atas masuk ke dalam vagina dan terus melewati serviks sampai tangan masuk ke dalam uterus pada posisi normalnya. Hal itu dapat dilakukan sewaktu plasenta sudah terlepas atau tidak

c. di dalam uterus plasenta dilepaskan secara manual dan bila berhasil dikeluarkan dari rahim dan cambil memberikan uterotonika lewat infus atau IM, tangan tetap dipertahankan agar konfigurasi uterus kembali normal dan tangan operator baru dilepaskan

d. pemberian antibiotika dan transfusi darah sesuai dengan keperluannya

e. intervensi bedah dilakukan dola karena jepitan serviks yang keras menyebabkan menuver di atas tidak bisa dikerjakan, maka dilakukan laparotomi untuk reposisi dan kalau terpaksa dilakukan histerektomi bila uterus sudah mengalami infeksi dan nekrosis.

9. Bagaimana cara mencegah kasus inversio uteri?

a. Perhatikan tanda-tanda pelepasan plasenta

Tanda-tanda dari pelepasan plasenta adalah sebagai berikut

1) Perubahan bentuk dan tinggi uterus

2) Tali pusat memanjang

3) Semburan darah mendadak dan singkat

b. Perhatikan pelepasan plasenta dengan melakukan uji plasenta lepas

Uji plasenta lepas menurut Kussner, Klein, Strassman, Manuaba

1) Kussner :

a) Tali pusat dikencangkan

b) Tangan ditekankan diatas simphisis, bila tali pusat masuk kembali berarti plasenta belum lepas

2) Klein

a) Ibu disuruh mengejan sehingga tali pusat ikut serta turun atau memanjang.

b) Bila mengejan dihentikan dapat terjadi :

Tali pusat tertarik kembali, berarti plasenta belum lepas

Tali pusat tetap ditempat, berarti plasenta sudah lepas

3) Strassman

Tali pusat dikencangkan dan rahim diketuk-ketuk, bila getarannya sampai tali pusat berarti plasenta belum lepas

4) Manuaba

Tangan kiri memegang uterus pada segmen bawah rahim, sedangkan tangan kanan memegang dan mengencangkan tali pusat. Kedua tangan ditarik berlawanan, dapat terajdi :

Tarikan terasa berat dan tali pusat tidak memanjang, berarti plasenta belum lepas

Tarikan terasa ringan (mudah) dan tali pusat memanjang, berarti plasenta telah lepas

c. Lakukan crede dengan benar

Perasat crede bertujuan melahirkan plasenta yang belum terlepas dengan ekspresi :

1) Syarat

Uterus berkontraksi baik dan vesika urinaria kosong

2) Teknik pelaksanaan

Fundus uterus dipegang oleh tangan kanan sedemikian rupa, sehingga ibu jari terletak pada permukaan depan uterus sedangkan jari lainnya pada fundus dan permukaan belakang. setelah uterus dengan rangsangan tangan berkontraksi baik, maka uterus ditekan ke arah jalan lahir. gerakan jari-jari seperti meremas jeruk. perasat Crede tidak boleh dilakukan pada uterus yang tidak berkontraksi karena dapat menimbulkan inversion uteri.

10. Bagaimana asuhan pasca tindakan pada kasus tersebut?

a. Apabila reposisi telah berhasil dilakukan maka infus diteruskan, dapat ditambah transfusi darah.

b. Beri profilaksis antibiotika dan antitetanus serum.

11. Penatalaksanaa inversio uteri

Daftar Tilik

No

Tindakan

1

Segera meminta bantuan (asisten)

2

Pasang infus

3

Berikan tokolitik/MgSO44

KOREKSI MANUAL

Gambar 2. Teknik reposisi manual

4.

Pasang sarung tangan DTT

5

Seluruh telapak tangan di masukkan ke dalam vagina untuk mendorong nversion uteri untuk masuk kembali

6

Di dalam uterus plasenta dilepaskan secara manual

7

Setelah berhasil lakukan kompresi bimanual antara tangan intra uterine dan tangan lainnya di fundus uteri yang telah di reposisi (KBI)

8

Masukkan bolus uterotonik ( oksitosin atau methergin) sehingga timbul kontraksi yang dapat mempertahankan fundus uteri di tempatnya. Jika kontraksi baik, keluarga tangan dengan hati-hati

9

Berikan antibiotika dan transfusi darah jika perlu

10

Jika tindakan manual tidak berhasil maka lakukan koreksi hidrostatik

KOREKSI HIDROSTATIK

11

Posisikan klien Trendelenburg dengan kepala lebih rendah sekitar 50 cm dari perineum

12

Siapkan sistem bilas yang sudah disinfeksi, berupa selang 2 m berujung penyemprot berlubang lebar. Selang disambung dengan tabung berisi air hangat 3-5L atau NaCl atau infus lain dan dipasang setinggi 2 m

13

Identifikasi forniks posterior

14

Pasang ujung selang douche pada forniks posterior sampai menutup labia sekitar ujung selang dengan tangan.

15

Guyur air dengan leluasa agar menekan uterus ke posisi semula

16

Jika koreksi hidrostatik gagal, upayakan reposisi dalam anestesia umum.

17

Halotan merupakan pilihan untuk relaksasi uterus

Jika tidak berhasil,

Koreksi kombinasi abdominal-vaginal

18

Kaji ulang indikasi

19

Kaji ulang prinsip dasar perawatan operatif

20

Lakukan insisisi dinding abdomen sampai peritoneum dan singkirkan usus dengan kasa. Tampak uterus berupa lekukan

21

Dengan jari tangan lakukan dilatasi cincin konstriksi serviks

22

Pasang tenakulum melalui cincin serviks pada fundus

23

Lakukan tarikan/traksi ringan pada fundus sementara asisten melakukan koreksi manual pada vagina

24

Jika tindakan traksi gagal, lakukan insisi cincin kontriksi serviks di bagian belakang untuk menghindari risiko cedera kangung kemih, ulang tindakan dilatasi,pemasangan tenakulum dan traksi fundus

25

Jika koreksi berhasil, tutup dinding abdomen setelah melkaukan penjahitan hemostasis dan pastikan tidak adak perdarahan

26

Jika ada infeksi, pasang drain karet

DAFTAR PUSTAKA

Kepaniteraan Klinik Obsterri & Ginekologi

Kedaruratan Obstetri dan Ginekologi

Kapita selekta penatalaksanaan rutin obstetri, ginekologi, dan KB

Manuaba. 2000. Penuntun kepaniteraan klinik ibstetri dan ginekologi.

Jakarta: EGC.

Manuaba, Ida. 2001. Penatalaksanaan Rutin Obstetri dan KB. Jakarta : EGC

Manuaba. 2003. Pengantar kuliah obstetri. Jakarta: EGC.

Manuaba, Ida B.G.. 2004. Penuntun Kepaniteraan klinik Obstetri dan Ginekologi. Jakarta: EGC.

Manuaba, Ida Ayu. 2010. Ilmu Kebidanan, penyakit kandungan, dan KB untuk pendidikan bidan. Jakarta: EGC

Mochtar, Rustam. 1998. Sipnosis Obstetri: Obstetri Fisiologi, Obstetri patologi. Jakarta: EGC.

Prawirohardjo, sarwono. 2008. Ilmu kebidanan. Jakarta: BP-SP.

Prawirohardjo, Sarwono. 2009. Ilmu Kebidanan. Jakarta: PT Bina Pustaka

Sastrawinata, Sulaiman. 2004. Ilmu Kesehatan Reproduksi: Obstetri Patologi. Jakarta: EGC

Sastrawinata, Sulaiman. 2005. Ilmu Kesehatan Reproduksi: obstetri patologi. Jakarta: EGC.

Saiffudin, Abdul. dkk.. 2009. Buku Acuan Nasional Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta :PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Sastrawinata, sulaiman. 2003. Ilmu kesehatan reproduksi: obstetri patologi. Jakarta: EGC.

Taber, Ben-zion. 1994. Kapita Selekta Kedaruratan Obstetri dan Ginekologi. Jakarta: EGC

Taber, Ben-Zion.2008. Kapita Selekta Obstetri dan Ginekologi. Jakarta: EGC.

Varney, Helen, et.al. 2007. Buku Ajar Asuhan Kebidanan. Jakarta: EGC

23