TINJAUAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id II RINI... · 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi, Fungsi...

64
9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi, Fungsi dan Peranan Jalan Menurut UU No 38 tahun 2004 tentang Jalan, sistem jaringan jalan merupakan satu kesatuan jaringan jalan yang terdiri dari sistem jaringan jalan primer dan sistem jaringan jalan sekunder. Sistem jaringan jalan primer merupakan sistem jaringan jalan dengan peranan pelayanan distribusi barang dan jasa untuk pengembangan semua wilayah di tingkat nasional, dengan menghubungkan semua simpul jasa distribusi yang berwujud pusat-pusat kegiatan. Sistem jaringan jalan sekunder merupakan sistem jaringan jalan dengan peranan pelayanan distribusi barang dan jasa untuk masyarakat di dalam kawasan perkotaan. Berdasarkan fungsinya, jalan dikelompokkan ke dalam jalan arteri, jalan kolektor, jalan lokal, dan jalan lingkungan. Jalan arteri merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan utama dengan ciri perjalanan jarak jauh, kecepatan rata- rata tinggi, dan jumlah jalan masuk dibatasi secara berdaya guna. Jalan kolektor merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan pengumpul atau pembagi dengan ciri perjalanan jarak sedang, kecepatan rata-rata sedang, dan jumlah jalan masuk dibatasi. Jalan lokal merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan setempat dengan ciri perjalanan jarak dekat, kecepatan rata-rata rendah, dan jumlah jalan masuk tidak dibatasi. Jalan lingkungan merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan lingkungan dengan ciri perjalanan jarak dekat, dan kecepatan rata-rata rendah.

Transcript of TINJAUAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id II RINI... · 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi, Fungsi...

9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi, Fungsi dan Peranan Jalan

Menurut UU No 38 tahun 2004 tentang Jalan, sistem jaringan jalan

merupakan satu kesatuan jaringan jalan yang terdiri dari sistem jaringan jalan primer

dan sistem jaringan jalan sekunder. Sistem jaringan jalan primer merupakan sistem

jaringan jalan dengan peranan pelayanan distribusi barang dan jasa untuk

pengembangan semua wilayah di tingkat nasional, dengan menghubungkan semua

simpul jasa distribusi yang berwujud pusat-pusat kegiatan. Sistem jaringan jalan

sekunder merupakan sistem jaringan jalan dengan peranan pelayanan distribusi

barang dan jasa untuk masyarakat di dalam kawasan perkotaan.

Berdasarkan fungsinya, jalan dikelompokkan ke dalam jalan arteri, jalan

kolektor, jalan lokal, dan jalan lingkungan. Jalan arteri merupakan jalan umum yang

berfungsi melayani angkutan utama dengan ciri perjalanan jarak jauh, kecepatan rata-

rata tinggi, dan jumlah jalan masuk dibatasi secara berdaya guna. Jalan kolektor

merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan pengumpul atau pembagi

dengan ciri perjalanan jarak sedang, kecepatan rata-rata sedang, dan jumlah jalan

masuk dibatasi. Jalan lokal merupakan jalan umum yang berfungsi melayani

angkutan setempat dengan ciri perjalanan jarak dekat, kecepatan rata-rata rendah, dan

jumlah jalan masuk tidak dibatasi. Jalan lingkungan merupakan jalan umum yang

berfungsi melayani angkutan lingkungan dengan ciri perjalanan jarak dekat, dan

kecepatan rata-rata rendah.

10

Jalan sebagai bagian sistem transportasi nasional mempunyai peranan penting

terutama dalam mendukung ekonomi, sosial budaya, lingkungan, politik, serta

pertahanan dan keamanan. Dari aspek ekonomi, jalan sebagai modal sosial

masyarakat merupakan katalisator di antara proses produksi, pasar, dan konsumen

akhir. Dari aspek sosial budaya, keberadaan jalan membuka cakrawala masyarakat

yang dapat menjadi wahana perubahan sosial, membangun toleransi, dan mencairkan

sekat budaya. Dari aspek lingkungan, keberadaan jalan diperlukan untuk mendukung

pembangunan berkelanjutan. Dari aspek politik, keberadaan jalan menghubungkan

dan mengikat antardaerah, sedangkan dari aspek pertahanan dan keamanan,

keberadaan jalan memberikan akses dan mobilitas dalam penyelenggaraan sistem

pertahanan dan keamanan.

2.2 Peranan Sektor Transportasi Dalam Pembangunan

Salah satu ciri negara berkembang adalah adanya pembangunan di berbagai

sektor baik ekonomi, fisik maupun. Dalam pembangunan tersebut, prasarana

transportasi memiliki peranan penting sebagai sistem yang menghubungkan antara

satu daerah dengan daerah lainnya. Meskipun bukan merupakan satu-satunya

prasarana yang penting, prasarana transportasi merupakan suatu syarat yang perlu

(necessary condition) bagi ekonomi suatu daerah untuk berkembang (LPM-ITB,

1997). Fungsi ini sangat efektif khususnya di bidang jaringan jalan, mengingat

sifatnya yang dapat melayani kebutuhan transportasi door to door yang praktis dan

11

tidak dapat disamakan dengan sistem jaringan transportasi lainnya. Secara umum

peranan sistem transportasi dapat dibedakan menjadi dua (LPM-ITB, 1997) yaitu:

1. Membangkitkan kebutuhan (generate the demand)

Peran transportasi dalam membangkitkan kebutuhan merupakan suatu hal yang

sangat jelas. Namun peranan ini dapat bervariasi tingkat kontribusinya dari suatu

daerah ke daerah lainnya.

2. Mengikuti pertumbuhan kebutuhan (follow the demand)

Pada daerah-daerah yang sangat berkembang ekonominya, kekuatan pasar akan

menentukan prasarana transportasi atau perkembangan sistem transportasi akan

mengikuti tuntutan aktivitas ekonomi.

2.3 Pergerakan di Wilayah Perkotaan

Pada dasarnya pergerakan yang terjadi di wilayah perkotaan disebabkan oleh

sebaran spasial pola tata guna lahan untuk berbagai aktivitas masyarakat. Hal ini

disebabkan terpisahnya satu lokasi aktivitas dengan aktivitas lainnya yaitu:

pemukiman, perkantoran, pendidikan, rekreasi dan sebagainya sehingga

memunculkan kebutuhan untuk melakukan pergerakan. Dalam ilmu transportasi,

pergerakan dalam suatu wilayah terbentuk berdasarkan karakteristik non spasial dan

spasial (Morlok, 1991).

Karakteristik pergerakan non spasial berkaitan dengan beberapa aspek yaitu:

1. Sebab terjadinya pergerakan

Dapat dibedakan menurut maksud/tujuan perjalanan sesuai karakteristik

dasarnya yang berkaitan dengan ekonomi, sosial, budaya dan pendidikan.

12

Yang dimaksud pergerakan dengan maksud/tujuan ekonomi adalah

pergerakan dari dan menuju tempat kerja untuk pergerakan yang berkaitan

dengan bekerja, dari dan menuju pusat perbelanjaan untuk pergerakan yang

berkaitan dengan berbelanja atau bisnis dan pergerakan untuk kepentingan

pribadi. Pergerakan dengan maksud sosial merupakan pergerakan dari dan

menuju rumah saudara, serta dari dan menuju tempat pertemuan bukan

rumah. Pergerakan dengan maksud pendidikan adalah pergerakan dari dan

menuju sekolah, kampus serta tempat lain yang digunakan untuk kegiatan

pendidikan. Pergerakan dengan maksud rekreasi adalah pergerakan dari dan

menuju tempat rekreasi atau pergerakan dengan kepentingan hiburan.

2. Waktu terjadinya pergerakan

Waktu terjadinya pergerakan sangat tergantung pada waktu dimana seseorang

melakukan aktivitas dalam kegiatan sehari-harinya. Perjalanan dengan

maksud bekerja biasanya mengikuti pola jam bekerjanya, perjalanan dengan

maksud pendidikan umumnya mengikuti pola waktu pendidikannya dan

perjalanan dengan maksud berbelanja memiliki pola menyebar. Jika ditinjau

secara keseluruhan maka pola perjalanan harian masyarakat perkotaan pada

dasarnya merupakan gabungan dari pola perjalanan dengan maksud/tujuan

bekerja, pendidikan, berbelanja serta kegiatan sosial lainnya.

3. Jenis moda yang digunakan

Dalam menentukan pilihan jenis moda yang akan digunakan, maka pengguna

akan mempertimbangkan beberapa faktor antara lain: maksud/tujuan

perjalanan, jarak tempuh, biaya serta tingkat kenyamanan. Untuk perjalanan

13

dengan jarak dekat (< 2 km) pada umumnya seseorang akan cenderung

memilih untuk berjalan kaki, walaupun ada beberapa orang yang tetap

memilih menggunakan kendaraan. Adanya peningkatan jarak perjalanan

merupakan salah satu faktor yang menyebabkan seseorang untuk

menggunakan kendaraannya.

Karakteristik pergerakan spasial berkaitan dengan aspek sebagai berikut:

1. Pola perjalanan orang

Pola perjalanan orang pada kawasan perkotaan sangat dipengaruhi oleh pola

sebaran tata guna lahan dari suatu kota. Sebaran spasial dari lokasi industri,

perkantoran, pendidikan, pemukiman dan pertokoan sangat mempengaruhi

pola perjalanan orang.

2. Pola perjalanan barang

Pola perjalanan barang sangat dipengaruhi oleh aktivitas produksi dan

konsumsi, dimana sangat tergantung dari pola sebaran tata guna lahan

pemukiman, industri, pertanian dan perkebunan.

2.4 Prediksi Lalu Lintas

Adanya perkembangan wilayah maupun perubahan penggunaan lahan dapat

berdampak pola pergerakan arus lalu lintas termasuk besarannya pada lingkungan

sekitar dalam radius tertentu. Hal ini, sering pula mengakibatkan perlunya ada

perubahan didalam sistem lalu lintas jalan dan angkutan yang antara lain dapat

meliputi prasarana jalan (pelebaran atau penambahan/perluasan jaringan jalan),

sarana angkutan (pengaturan baru/penambahan trayek angkutan umum, perubahan

14

arus pergerakan lalu lintas, dll.), penyedian fasilitas pejalan kaki atau pembangunan

jembatan penyebrangan orang, dll.

Untuk itu, maka setiap adanya perubahan fungsi bangunan atau

pengembangan baru, diperlukan suatu kajian kuantitatif dan penilaian atas dampak

lalu lintas pada jaringan jalan yang berpotensi terjadi, berupa prediksi arus lalu lintas

yang pada akhirnya akan mencerminkan pola pergerakan arus lalu lintas baru.

2.4.1 Arus dan Komposisi Lalu Lintas

Volume lalu lintas adalah jumlah kendaraan yang melewati suatu ruas jalan

pada periode waktu tertentu. Lalu lintas harian rata-rata (LHR) adalah jumlah

kendaraan yang melintasi suatu titik pengamatan pada suatu ruas jalan dalam satu

hari (Departemen PU, 1997). Berdasarkan cara memperoleh data tersebut dikenal dua

jenis LHR yaitu: lalu lintas harian rata-rata tahunan (LHRT) dan lalu lintas harian

rata-rata. LHRT merupakan arus lalu lintas rata-rata yang melewati satu jalur jalan

selama 24 jam dan diperoleh dari data selama satu tahun. LHR merupakan arus lalu

lintas yang diperoleh selama pengamatan dibagi dengan lamanya waktu pengamatan.

LHR dan LHRT dinyatakan dalam satuan kendaraan/hari/arah. Sedangkan volume

jam perencanaan (VJP) adalah arus jam puncak yang digunakan untuk perancangan

(design) dan perencanaan (planning).

Besarnya nilai VJP dapat dihitung berdasarkan persamaan berikut (Departemen

PU, 1997):

VJP = LHRT x K/F……………………………………………..……. (2.1)

dimana:

VJP = volume jam perencanaan (smp/jam)

15

LHRT = lalu lintas harian rata-rata tahunan (smp/hari)

K = faktor volume lalu lintas jam sibuk (%)

F = faktor variasi tingkat lalu lintas per-1/4 jam, dalam satu jam

Adapun nilai K seperti rumus diatas dipengaruhi oleh besarnya volume lalu-

lintas harian yang ditunjukkan pada dibawah:

Tabel 2.1Penentuan Faktor-K dan Faktor-F

LHR (smp/hari) Faktor-K (%) Faktor-F (%)

> 50.000 4,00 - 6,00 0,9 - 1

30.000 - 50.000 6,00 - 8,00 0,8 - 1

10.000 - 30.000 6,00 - 8,00 0,8 - 1

5.000 - 10.000 8,00 - 10,00 0,6 - 0,8

1.000 - 5.000 10,00 - 12,00 0,6 - 0,8

1.000 12,00 - 16,00 < 0,6

Sumber: Departemen PU, 1997

Untuk menghitung LHRT harus tersedia data jumlah kendaraan yang terus

menerus selama satu tahun penuh. Mengingat keterbatasan biaya dan

membandingkan ketelitian yang dicapai serta tidak semua tempat di Indonesia

mempunyai volume lalu lintas selama satu tahun penuh maka untuk kondisi tersebut

dapat digunakan lalu lintas harian rata-rata.

Analisa kapasitas jalan dilakukan untuk periode satu jam puncak; arus dan

kecepatan rata-rata ditentukan untuk periode tersebut. Penggunaan periode analisa

satu hari penuh (LHRT) terlalu kasar untuk analisa operasional dan perencanaan. Di

lain pihak, penggunaan 15 menit puncak dari jam puncak terlalu rinci.

16

LHR atau LHRT untuk perencanaan jalan baru didapat dari analisa data yang

diperoleh berdasarkan survei volume lalu lintas (traffic counting) dan survei asal

tujuan di jalan tersebut atau jalan sekitarnya untuk pembangunan jalan baru.

Tipe kendaraan dikelompokkan menjadi:

a. Kendaraan ringan (light vehicle/LV) meliputi: mobil penumpang, opelet,

mikrobis, pick up dan truk kecil.

b. Kendaraan berat (heavy vehicle/HV) meliputi: truk dan bus.

c. Sepeda motor (motorcycle/MC) meliputi: kendaraan bermotor beroda dua

atau termasuk sepeda motor dan sekuter.

d. Kendaraan tak bermotor meliputi: kendaraan beroda yang menggunakan

tenaga manusia atau hewan termasuk sepeda, becak, kereta kuda dan

gerobak atau kereta dorong.

Akibat bervariasinya komposisi kendaraan pada suatu ruas jalan maka

diperlukan adanya konversi satuan. Untuk memperoleh volume lalu lintas dalam

satuan mobil penumpang (smp) dibutuhkan faktor konversi dari berbagai jenis

kendaraan menjadi kendaraan penumpang. Ekivalensi mobil penumpang (emp)

digunakan untuk merubah berbagai jenis kendaraan dalam arus lalu lintas ke dalam

smp. Nilai emp untuk kendaraan ringan besarnya selalu 1,00.

Besarnya nilai emp untuk tiap-tiap kendaraan pada jalan perkotaan dapat

dilihat dari Tabel 2.2 dan Tabel 2.3 berikut :

17

Tabel 2.2Nilai Ekivalensi Mobil Penumpang untuk Jalan Perkotaan Tak Terbagi

Tipe JalanJalan TakTerbagi

Arus LaluLintas

Total DuaArah

(kend/jam)

EmpHV MC

Lebar Jalur Lalu Lintas(Wc)

≤ 6 m > 6mDua lajur takterbagi (2/2 UD)

0≥ 1800

1,3 0,5 0,41,2 0,35 0,25

Empat lajur takterbagi (4/2 UD)

0≥ 3700

1,3 0,41,2 0,25

Sumber: Departemen PU, 1997

Tabel 2.3Nilai Ekivalensi Mobil Penumpang untuk Jalan Perkotaan Terbagi

Tipe JalanJalan Satu Arah dan

Jalan Terbagi

Arus LaluLintas

Per Lajur(kend/jam)

EmpHV MC

Dua lajur satu arah (2/1) 0 1,3 0,40Empat lajut terbagi (2/4 D) ≥ 1050 1,2 0,25Tiga lajur satu arah (3/1) 0 1,3 0,40Enam lajur terbagi (6/2 D) ≥ 1100 1,2 0,25Sumber: Departemen PU, 1997

2.4.2 Metode Prediksi Arus Lalu Lintas

Prediksi arus lalu lintas didasarkan atas arus lalu lintas saat ini pada jalan

eksisting sebagai data awal dan menganalisis kebutuhan perjalanannya untuk

menghasilkan proyeksi lalu lintas yang akan melalui jalan rencana. Secara kualitatif

prediksi arus lalu lintas dapat memberikan gambaran umum tentang pola arus lalu

lintas sehingga sangat penting bagi instansi terkait maupun perencana dalam

18

menetapkan kebijakan pembinaan jaringan jalan, mengambil keputusan terhadap

alternatif perbaikan jalan atau infrastruktur lainnya dan strategi untuk mengendalikan

tata guna lahan di sekitar jalur utama. Salah satu metode untuk memprediksi arus lalu

lintas dan pergerakan adalah dengan menghitung faktor pertumbuhan lalu lintas dan

selanjutnya jumlah arus lalu lintas yang akan datang dapat dihitung dengan

persamaan sebagai berikut:

Q’ = Q ( 1 + i )n ………………………………………………...….… (2.2)

dimana :

Q’ = arus lalu lintas n tahun yang akan datang (smp/jam)

Q = arus lalu lintas saat ini (smp/jam)

i = faktor pertumbuhan lalu lintas (%/thn)

n = jumlah tahun rencana (tahun)

Besarnya faktor pertumbuhan lalu lintas (i %) diperoleh melalui analisis

berdasarkan rata-rata lalu lintas harian lima tahun terakhir, pertumbuhan jumlah

penduduk, pertumbuhan inflasi, pertumbuhan kepemilikan kendaraan lima tahun

terakhir dan pertumbuhan ekonomi lima tahun terakhir.

2.4.3 Volume Lalu Lintas

Jumlah kendaraan yang akan memakai jalan dinyatakan dalam volume lalu

lintas, biasanya ditetapkan dalam variasi tahunan, harian, jam-jaman atau dalam

satuan yang lebih kecil. Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2011,

volume lalu lintas adalah jumlah kendaraan yang melewati suatu titik tertentu pada

ruas jalan per satuan waktu, dinyatakan dalam kendaraan/jam atau smp/jam.

19

Volume lalu lintas tidak selalu tetap dalam operasionalnya dan bukan arus

yang homogen dari kendaraan melainkan terdiri dari berbagai jenis kendaraan.

Volume kendaraan dapat dihitung berdasarkan persamaan sebagai berikut :

T

NQ ……………………………………………………………..…….. (2.3)

dimana:

Q = volume (kendaraan/jam)

N = jumlah kendaraan (kendaraan)

T = waktu pengamatan (jam)

2.5 Analisis Kinerja Ruas Jalan

Analisis kinerja ruas jalan akibat perilaku arus lalu lintas yang ada atau yang

diramalkan untuk tipe jalan perkotaan dapat dihitung dengan prosedur analisis

sebagai berikut (Departemen PU, 1997) :

1. Kecepatan arus bebas

2. Kapasitas

3. Derajat kejenuhan

4. Arus lalu lintas yang dapat dilewatkan oleh segmen jalan tertentu dengan

mempertahankan tingkat kecepatan atau derajat kejenuhan tertentu

5. Kecepatan pada kondisi arus sesungguhnya

2.5.1 Kecepatan Arus Bebas

Kecepatan arus bebas (FV) merupaan kecepatan pada tingkat arus nol yaitu:

kecepatan yang akan dipilih pengemudi bila mengendarai kendaraan bermotor tanpa

dipengaruhi oleh kendaraan bermotor lain di jalan (Departemen PU, 1997).

20

Kecepatan arus bebas kendaraan ringan telah dipilih sebagai kriteria dasar untuk

kinerja segmen jalan pada arus sebesar nol. Persamaan untuk menentukan arus

kecepatan bebas mempunyai bentuk umum sebagai berikut:

FV = (Fvo + FVw) x FFVsf x FFVcs …………………………..…… (2.4)

dimana :

FV = kecepatan arus bebas kendaraan ringan (km/jam)

FVo = kecepatan arus bebas dasar kendaraan ringan (km/jam), sesuai Tabel

2.4

FVw = penyesuaian untuk kecepatan arus bebas akibat lebar jalur lalu lintas

(km/jam), sesuai Tabel 2.5

FFVsf = faktor penyesuaian untuk kecepatan arus bebas akibat hambatan

samping sebagai fungsi lebar bahu atau jarak kereb-penghalang,

sesuai Tabel 2.6 dan Tabel 2.7

FFVcs = faktor penyesuaian untuk kecepatan arus bebas akibat ukuran kota,

sesuai Tabel 2.8

Besarnya FVo dan penyesuaian FVw, FFVsf dan FFVcs pada jalan perkotaan

berdasarkan tabel dalam MKJI (Departemen PU, 1997).

21

Tabel 2.4Kecepatan Arus Bebas Dasar untuk Jalan Perkotaan

Tipe Jalan Kecepatan Arus Bebas Dasar (km/jam)Kendaraan

RinganKendaraan

BeratSepedaMotor

SemuaKendaraan(Rata-Rata)

Enam lajur terbagi (6/2D) atauTiga lajur satu arah(3/1)

61 52 48 57

Empat lajur terbagi(4/2 D) atauDua lajur satu arah(2/1)

57 50 47 55

Empat lajur tak terbagi(4/2UD)

53 46 43 51

Dua lajur tak terbagi(2/2 UD)

44 40 40 42

Sumber: Departemen PU, 1997

Tabel 2.5Penyesuaian untuk Pengaruh Lebar Jalur Lalu Lintas Pada Kecepatan Arus

Bebas Kendaraan Ringan, Jalan Perkotaan

Tipe Jalan Lebar Jalur Lalu Lintas Efektif(Wc)(m)

FVw(km/jam)

Empat lajurterbagi ataujalan satu arah

per lajur3,003,253,503,754,00

-4-2024

Empat lajur taktebagi

per lajur3,003,253,503,754,00

-4-2024

Dua lajur takterbagi

total dua arah567891011

-9,5-303467

Sumber: Departemen PU, 1997

22

Tabel 2.6Faktor Penyesuaian untuk Pengaruh Hambatan Samping dan Lebar Bahu

Pada Kecepatan Arus Bebas Kendaraan Ringanuntuk Jalan Perkotaan dengan Bahu

Tipe

Jalan

Kelas

Hambatan

Faktor Penyesuaian Hambatan

Samping dan Lebar Bahu

Samping Lebar Bahu Efektif (Ws) (m)

(Side Friction Class/ SFC) ≤ 0,5 m 1,0 m 1,5 m ≥ 2,0 m

4/2 D VL (very low) 1,02 1,03 1,03 1,04

L (low) 0,98 1,00 1,02 1,03

M (medium) 0,94 0,97 1,00 1,02

H (high) 0,89 0,93 0,96 0,99

VH (very high) 0,84 0,88 0,92 0,96

4/2 UD VL 1,02 1,03 1,03 1,04

L 0,98 1,00 1,02 1,03

M 0,93 0,96 0,99 1,02

H 0,87 0,91 0,94 0,98

VH 0,80 0,86 0,90 0,95

2/2 UD

atau jalan

satu arah

VL 1,00 1,01 1,01 1,01

L 0,96 0,98 0,99 1,00

M 0,91 0,93 0,96 0,99

H 0,82 0,86 0,90 0,95

VH 0,73 0,79 0,85 0,91

Sumber: Departemen PU, 1997

23

Tabel 2.7Faktor Penyesuaian untuk Pengaruh Hambatan Samping dan Jarak

Kereb-Penghalang Pada Kecepatan Arus Bebas Kendaraan Ringanuntuk Jalan Perkotaan dengan Kereb

TipeJalan

KelasHambatan

Faktor Penyesuaian HambatanSamping dan Jarak Kereb-

PenghalangSamping Lebar Bahu Efektif (Wk) (m)

(SFC) ≤ 0,5 m 1,0 m 1,5 m ≥ 2,0 m4/2 D VL 1,00 1,01 1,01 1,02

L 0,97 0,98 0,99 1,00

M 0,93 0,95 0,97 0,99

H 0,87 0,90 0,93 0,96

VH 0,81 0,85 0,88 0,92

4/2 UD VL 1,00 1,01 1,01 1,02

L 0,96 0,98 0,99 1,00

M 0,91 0,93 0,96 0,98

H 0,84 0,87 0,90 0,94

VH 0,77 0,81 0,85 0,90

2/2 UDatau jalansatu arah

VL 0,98 0,99 0,99 1,00

L 0,93 0,95 0,96 0,98

M 0,87 0,89 0,92 0,95

H 0,78 0,81 0,84 0,88

VH 0,68 0.72 0,77 0.82

Sumber: Departemen PU, 1997

24

Tabel 2.8Faktor Penyesuaian Kecepatan Arus Bebas untuk Ukuran Kota

Ukuran Kota

(juta jiwa)

Faktor Penyesuaian

Ukuran Kota

< 0,1 0,90

0,1 ≤ X < 0,5 0,93

0,5 ≤ X <1,0 0,95

1,0 ≤ X < 3,0 1,00

≥ 3,0 1,03

Sumber: Departemen PU, 1997

2.5.2 Kapasitas jalan

Kapasitas suatu ruas jalan didefinisikan sebagai volume lalu lintas maksimum

melalui suatu titik di jalan yang dapat dipertahankan per satuan waktu (Departemen

PU, 1997). Ukuran kapasitas umumnya adalah kendaraan/jam atau smp/jam.

Kapasitas jalan dihitung dengan persamaan sebagai berikut:

C = Co x FCW x FCSP x FCSF x FCCS ……...………………..……… (2.5)

dimana :

C = kapasitas (smp/jam)

Co = kapasitas dasar (smp/jam)

FCW = faktor penyesuaian untuk kapasitas dasar akibat lebar jalur lalu lintas

FCSP = faktor penyesuaian untuk kapasitas dasar akibat pemisahan arah

FCSF = faktor penyesuaian untuk kapasitas dasar akibat hambatan samping

FCCS = faktor penyesuaian untuk kapasitas dasar akibat ukuran kota

25

Jika kejadian di lapangan menyerupai kondisi ideal maka semua faktor

penyesuaian dianggap sama dengan satu sehingga kapasitas yang sesungguhnya

menjadi sama dengan kapasitas dasar.

Tabel 2.9Kapasitas Dasar untuk Jalan Perkotaan

Tipe Jalan Kapasitas Dasar

(smp/jam)

Catatan

Empat lajur terbagi atau

jalan satu arah

1650 per lajur

Empat lajur tak terbagi 1500 per lajur

Dua lajur tak terbagi 2900 total dua lajur

Sumber: Departemen PU, 1997

2.5.2.1 Faktor penyesuaian lebar jalur lalu lintas untuk jalan perkotaan

Penentuan FCw berdasarkan lebar jalur lalu lintas efektif. Faktor penyesuaian

kapasitas untuk jalan lebih dari empat lajur ditentukan dengan menggunakan

nilai per lajur seperti yang diberikan untuk jalan empat lajur seperti pada

Tabel 2.10 (Departemen PU, 1997).

26

Tabel 2.10Penyesuaian Kapasitas untuk Masing-Masing Lebar Jalan

Pada Jalan Perkotaan

Tipe Jalan Lebar Jalur Lalu Lintas

Efektif

(Wc)

(m)

FCw

Empat lajur

terbagi atau

jalan satu arah

per lajur

3,00

3,25

3,50

3,75

4,00

0,92

0,96

1,00

1,04

1,08

Empat lajur

tak tebagi

per lajur

3,00

3,25

3,50

3,75

4,00

0,91

0,95

1,00

1,05

1,09

Dua lajur tak

terbagi

total dua arah

5

6

7

8

9

10

11

0,56

0,87

1,00

1,14

1,25

1,29

1,34

Sumber: Departemen PU, 1997

27

2.5.2.2 Faktor penyesuaian pemisah arah (FCsp)

Untuk menentukan FCsp untuk jalan dua lajur dua arah (2/2) dan empat lajur

dua arah (4/2) tak terbagi (UD) didapat dari Tabel 2.11.

Tabel 2.11Faktor Penyesuaian Kapasitas untuk Pemisah Arah

Pemisah Arah SP

(% sd %)

50-50 55-45 60-40 65-35 70-30

FC Sp 2/2 UD 1,00 0,97 0,94 0,91 0,88

4/2 UD 1,00 0,985 0,97 0,955 0,94

Sumber: Departemen PU, 1997

2.5.2.3 Faktor penyesuaian hambatan samping dan bahu jalan atau kereb (FCsf)

Hambatan samping yang berpengaruh pada kapasitas dan kinerja jalan

perkotaan meliputi:

- Pejalan kaki

- Angkutan umum dan kendaraan lain berhenti

- Kendaraan tidak bermotor

- Kendaraan keluar dan masuk dari lahan di samping jalan.

Untuk menyederhanakan peranannya dalam prosedur perhitungan, tingkat

hambatan samping telah dikelompokkan dalam lima kelas dari sangat rendah

sampai sangat tinggi sebagai fungsi dari frekuensi hambatan samping

sepanjang jalan yang diamati.

Hambatan samping merupakan dampak terhadap kinerja lalu lintas terhadap

kinerja jalan seperti pejalan kaki (bobot = 0,5); kendaraan umum atau

kendaraan lain berhenti (bobot = 1,0); kendaraan masuk atau keluar sisi jalan

28

(bobot = 0,7) dan kendaraan tidak bermotor (bobot = 0,4). Adapun kelas

hambatan samping pada suatu ruas jalan dapat dilihat dari Tabel 2.12.

Menurut Departemen PU, 1997 untuk menentukan kelas hambatan samping

digunakan data frekwensi hambatan samping per jam per 200 m pada kedua

sisi segmen yang diamati. Dalam penelitian ini, data rinci hambatan samping

tidak tersedia sehingga kelas hambatan samping ditentukan berdasarkan

kondisi tata guna lahan (kondisi khusus) untuk mewakili keadaan segmen

jalan yang dianalisa.

Dalam menentukan FCsf dapat dibagi menjadi dua yaitu: jalan dengan bahu

dan jalan dengan kereb.

Tabel 2.12Kelas Hambatan Samping

KelasHambatanSamping

Kode Jumlah BerbobotKejadian Per 200m Per Jam (Dua

Sisi)

Kondisi Khusus

Sangatrendah

VL(very low)

< 100 Daerah pemukiman:jalan samping

tersediaRendah L

(low)100-299 Daerah pemukiman:

beberapa kendaraanumum dsb

Sedang M(medium)

300-499 Daerah industri:beberapa toko di sisi

jalanTinggi H

(high)500-899 Daerah komersial:

aktivitas sisi jalantinggi

Sangattinggi

VH(very high)

> 900 Daerah komersial:aktivitas pasar di

samping jalanSumber: Departemen PU, 1997

29

a. Jalan dengan bahu

Faktor penyesuaian kapasitas untuk pengaruh hambatan samping dan bahu

jalan (FCsf) pada jalan perkotaan dapat dilihat pada Tabel 2.13.

Tabel 2.13Faktor Penyesuaian Kapasitas untuk Pengaruh Hambatan

Samping dan Lebar Bahu Pada Jalan Perkotaan

Tipe Jalan Kelas

Hambatan

Faktor Penyesuaian Hambatan

Samping dan Lebar Bahu

Samping Lebar Bahu Efektif (Ws) (m)

(SFC) < 0,5 m 1,0 m 1,5 m > 2,0 m

4/2 D VL 0,96 0,98 1,01 1,03

L 0,94 0,97 1,00 1,02

M 0,92 0,95 0,98 1,00

H 0,88 0,92 0,95 0,98

VH 0,84 0,88 0,92 0,96

4/2 UD VL 0,96 0,99 1,01 1,03

L 0,94 0,97 1,00 1,02

M 0,92 0,95 0,98 1,00

H 0,87 0,91 0,94 0,98

VH 0,80 0,86 0,90 0,95

2/2 UD atau

jalan satu arah

VL 0,94 0,96 0,99 1,01

L 0,92 0,94 0,97 1,00

M 0,89 0,92 0,95 0,98

H 0,82 0,86 0,90 0,95

VH 0,73 0,79 0,85 0,91

Sumber: Departemen PU, 1997

30

b. Jalan dengan kereb

FCsf didapat dari Tabel 2.14 adalah berdasarkan jarak antar kereb dan

penghalang pada trotoar dan kelas hambatan samping (SCsf).

Tabel 2.14Faktor Penyesuaian Kapasitas untuk Pengaruh Hambatan

Samping dan Kereb Jalan Pada Jalan Perkotaan

Tipe Jalan KelasHambatan

Faktor Penyesuaian HambatanSamping dan Jarak Kereb-

PenghalangSamping Jarak Kereb-Penghalang (Wk) (m)

(SFC) < 0,5 m 1,0 m 1,5 m > 2,0 m4/2 D VL 0,95 0,97 0,99 1,01

L 0,94 0,96 0,98 1,00M 0,91 0,93 0,95 0,98H 0,86 0,89 0,92 0,95

VH 0,81 0,85 0,88 0,924/2 UD VL 0,95 0,97 0,99 1,01

L 0,93 0,95 0,97 1,00M 0,90 0,92 0,95 0,97H 0,84 0,87 0,90 0,93

VH 0,77 0,81 0,85 0,902/2 UD atau

jalan satu arahVL 0,93 0,95 0,97 0,99L 0,90 0,92 0,95 0,97M 0,86 0,88 0,91 0,94H 0,78 0,81 0,84 0,88

VH 0,68 0,72 0,77 0,82Sumber: Departemen PU, 1997

2.5.2.4 Faktor penyesuaian ukuran kota (FCcs)

Faktor penyesuaian untuk kapasitas dasar akibat ukuran kota disesuaikan

dengan jumlah penduduk (juta jiwa), data jumlah penduduk didapat dari BPS.

Faktor penyesuaian untuk kapasitas dasar akibat ukuran kota dapat dilihat

pada Tabel 2.15.

31

Tabel 2.15Faktor Penyesuaian untuk Pengaruh Ukuran Kota

Pada Kapasitas Jalan Perkotaan

Ukuran Kota

(Juta Jiwa)

Faktor Penyesuaian Ukuran

Kota

< 0,1

0,1 ≤ X < 0,5

0,5 ≤ X < 1,0

1,0 ≤ X < 3,0

≥ 3,0

0,86

0,90

0,94

1,00

1,04

Sumber: Departemen PU, 1997

2.5.3 Tingkat Pelayanan Jalan

Konsep tingkat pelayanan jalan digunakan sebagai ukuran kualitas pelayanan

jalan yaitu perbandingan antara volume lalu lintas yang ada terhadap kapasitas (Q/C).

Ukuran yang cocok untuk menentukan tingkat pelayanan jalan dapat diidentifikasi

dari kecepatan atau volume kendaraan yang melewati suatu ruas jalan. Tingkat

pelayanan jalan tidak hanya dapat dilihat dari perbandingan rasio Q/C namun juga

tergantung dari besarnya kecepatan operasi pada suatu ruas jalan. Kecepatan operasi

dapat diketahui dari survei langsung di lapangan. Apabila kecepatan operasi telah

didapat maka dapat dibandingkan dengan kecepatan optimum (kecepatan yang dipilih

pengemudi pada saat kondisi tertentu). Tingkat pelayanan berdasarkan volume

dengan kapasitas yang dibandingkan dengan kecepatan operasi dapat dilihat dari

Gambar 2.1.

32

Gambar 2.1Tingkat Pelayanan Jalan

Sumber: Tamin, 2000

Untuk tingkat pelayanan berdasarkan perbandingan karakteristik arus lalu

lintas dan rasio Q/C ditentukan dalam suatu skala interval yang terdiri dari enam

kelompok yaitu: tingkat pelayanan A, B, C, D, E dan F (Departemen PU, 1997).

Pengelompokan ini didasarkan atas rasio antara volume lalu lintas dan kapasitas jalan

serta rasio antara kecepatan aktual terhadap kecepatan arus bebas.

Secara umum dapat disampaikan penjelasan terkait dengan tingkat pelayanan

pada jalan arteri perkotaan dan semi perkotaan (Transportation Research Board,

1994):

1. Tingkat Pelayanan A: menggambarkan kondisi operasional dimana sebagian

besar arus lalu lintas berada pada kecepatan perjalanan rata- rata pada

kondisi arus bebas, umumnya berkisar pada posisi 90% dari kecepatan arus

bebas sesuai klasifikasi jalan. Kendaraan sepenuhnya dapat bermanuver

E

D

C

B

A

F

Perbandingan volume dengan kapasitas (Q/C) 10

Kecepatanoperasi(km/jam)

33

dengan leluasa pada kondisi arus lalu lintas yang ada. Tundaan henti pada

simpang bersinyal sangat sedikit.

2. Tingkat Pelayanan B: menggambarkan kondisi operasional dimana terdapat

sedikit hambatan lalu lintas pada kondisi kecepatan perjalanan rata-rata.

Biasanya berkisar pada 70% dari kecepatan arus bebas. Kemampuan

kendaraan untuk bermanuver pada kondisi arus lalu lintas yang ada hanya

sedikit terganggu dan tundaan henti pada simpang bersinyal tidak terlalu

mengkhawatirkan. Pengemudi umumnya tidak merasakan adanya tekanan.

3. Tingkat Pelayanan C : menggambarkan kondisi yang stabil meskipun

demikian pergerakan kendaraan dan perpindahan lajur kendaraan terutama

pada lokasi lajur tengah tidak senyaman sebagaimana pada tingkat

pelayanan B dan terdapat antrian yang panjang koordinasi sinyal yang

kurang baik atau keduanya dapat menyebabkan rendahnya kecepatan rata-

rata perjalanan sekitar 50% dari rata-rata kecepatan arus bebas. Pengemudi

akan merasakan adanya tekanan selama mengendarai kendaraan.

4. Tingkat Pelayanan D : merupakan batas pada suatu rentang dimana

penambahan sedikit arus lalu lintas akan menyebabkan bertambahnya

tundaan dan menyebabkan menurunnya kecepatan. Tingkat pelayanan D ini

juga diakibatkan oleh kurang baiknya perkembangan pengaturan sinyal,

kurang tepatnya pemberian waktu sinyal, volume lalu lintas yang tinggi atau

kombinasi dari faktor-faktor tersebut. Rata-rata waktu perjalanan sekitar

angka 40% dari kecepatan arus bebas.

34

5. Tingkat Pelayanan E : merupakan karakteristik dari tundaan yang sangat

jelas dan rata-rata waktu perjalanan adalah 1/3 dari kecepatan arus bebas

atau kurang. Pada beberapa kondisi hal ini dapat disebabkan oleh kombinasi

antara kurang baiknya pengaturan sinyal, waktu sinyal yang lama, volume

arus lalu lintas yang tinggi, bertambahnya tundaan pada persimpangan yang

kritis dan volume arus yang tinggi dan pemberian waktu sinyal yang kurang

tepat.

6. Tingkat Pelayanan F: menggambarkan karakteristik kondisi arus lalu lintas

yang sangat ekstrim dimana kecepatan sangat rendah dibawah 1/3 sampai

1/4 dari kecepatan arus bebas. Kemacetan pada persimpangan, dimana

tundaan sangat tinggi dan antrean yang panjang.

Kondisi tingkat pelayanan jalan sesuai kondisi di Indonesia akan lebih baik

ditentukan berdasarkan prosentase kecepatan terhadap kecepatan arus bebas dan

tingkat kejenuhan lalu lintas seperti tercantum pada Tabel 2.16.

Tabel 2.16Indeks Tingkat Pelayanan Berdasarkan Kecepatan Arus Bebas

dan Tingkat Kejenuhan Lalu Lintas

A ≥ 90 ≤ 0,35B ≥ 70 ≤ 0,54C ≥ 50 ≤ 0,77D ≥ 40 ≤ 0,93E ≥ 33 ≤ 1,00F ≥ 33 > 1,00

Tingkat Pelayanan% Kecepatan Arus

BebasTingkat Kejenuhan Lalu

Lintas

Sumber: Tamin dan Nahdalina, 1998

35

2.5.4 Derajat Kejenuhan

Derajat Kejenuhan (Degree of Saturation) didefinisikan sebagai rasio arus

lalu lintas terhadap kapasitas jalan, digunakan sebagai faktor utama yang menentukan

tingkat kinerja suatu segmen jalan (Departemen PU, 1997). Nilai derajat kejenuhan

menunjukkan apakah segmen jalan akan mempunyai masalah kapasitas atau tidak.

Derajat kejenuhan dinyatakan dalam smp/jam yang dapat dirumuskan sebagai

berikut:

DS = Q / C …………………………………..…………….…................... (2.6)

dimana :

DS = derajat kejenuhan

Q = arus lalu lintas total maksimum (smp/jam)

C = kapasitas jalan (smp/jam)

2.5.5 Kecepatan dan Waktu Tempuh

Waktu tempuh adalah waktu rata-rata yang digunakan kendaraan untuk

menempuh segmen jalan dengan panjang tertentu, termasuk semua tundaan dan

waktu berhenti dinyatakan dalam satu satuan waktu. Kecepatan perjalanan adalah

kecepatan rata-rata antara dua titik tertentu yang ditentukan berdasarkan jarak

perjalanan dibagi waktu tempuh rata-rata kendaraan yang melalui segmen jalan,

termasuk tundaan yang dialami selama perjalanan dalam km/jam (Departemen PU,

1997). MKJI menggunakan kecepatan tempuh sebagai ukuran utama kinerja segmen

jalan. Kecepatan tempuh didefinisikan sebagai kecepatan rata-rata ruang dari

kendaraan ringan sepanjang segmen jalan. Persamaan umum kecepatan rata-rata

ruang sebagai berikut:

36

V = L / TT ……………………………………..………..….................. (2.7)

dimana :

V = kecepatan rata-rata ruang kendaraan ringan (km/jam)

L = panjang segmen (km)

TT = waktu tempuh rata-rata kendaraan ringan sepanjang segmen (jam)

Kecepatan perjalanan yang rendah menyebabkan BOK meningkat. Beberapa

faktor yang menyebabkan kecepatan perjalanan rata-rata rendah adalah sebagai

berikut :

1. Lalu lintas harian dan volume jam puncak tinggi

2. Kondisi fisik, geometri dan lingkungan jalan

3. Komposisi kendaraan berat cukup besar

4. Aktivitas tata guna lahan sepanjang koridor jalan yang banyak

memanfaatkan badan jalan dan adanya jalan-jalan akses ke jalan utama

sehingga dapat menghemat perjalanan.

Selanjutnya dengan grafik pada Gambar 2.2 atau 2.3 dapat diketahui

kecepatan sesungguhnya sehingga waktu tempuh dihitung dengan persamaan:

T = L / V …………………………………………………….................... (2.8)

dimana :

T = waktu tempuh (jam)

L = jarak (km)

V= kecepatan (km/jam)

37

Gambar 2.2Kecepatan sebagai Fungsi dari Derajat Kejenuhan untuk

Jalan Dua Lajur Dua Arah Tak Terbagi (2/2 UD)Sumber: Departemen PU, 1997

Gambar 2.3Kecepatan sebagai Fungsi Derajat Kejenuhan untuk

Jalan Banyak Lajur dan Satu ArahSumber: Departemen PU, 1997

38

Pada Gambar 2.2 dan 2.3 garis putus-putus menunjukkan keadaan arus yang

tertahan atau arus terpaksa (force down), kecepatan rendah dan membentuk rentetan

kendaraan, sering terjadi kemacetan dalam waktu yang cukup lama. Dalam keadaan

ekstrem, kecepatan dan volume dapat turun mencapai nol.

Gambar 2.2 dan 2.3 digunakan untuk menentukan kecepatan pada kondisi lalu-

lintas sesungguhnya dengan menggunakan hubungan antara derajat kejenuhan dan

kecepatan arus bebas. Pada penelitian ini, data kecepatan tidak diperoleh melalui

survei primer karena tahun dasar penelitian adalah tahun 2019 sehingga untuk

memprediksi kecepatan digunakan hubungan antara derajat kejenuhan dan kecepatan

arus bebas.

2.6 Biaya Operasional Kendaraan

Beberapa faktor yang mempengaruhi BOK meliputi: kondisi dan jenis

kendaraan, lingkungan, kebiasaan pengemudi, kondisi jalan serta arus lalu lintas.

Dalam praktiknya biaya tersebut diestimasi untuk tiap jenis kendaraan yang mewakili

golongannya dan dinyatakan dalam satuan moneter per satuan jarak (Rp/km).

2.6.1 Model dan Metode Perhitungan BOK

Model dan metode dalam perhitungan BOK yang berasal dari luar antara lain:

Pacific Consultans International (PCI), Highway Design and Maintenance (HDM)

World Bank, Transport and Road Research Laboratory (TRRL), Abelson, NIMPAC

(NAASRA Improved Model for Project Assessment and Costing), Indonesian

Highway Capacity Manual (IHCM) dan Central Road Research Institute (CRRI).

Model perhitungan BOK untuk biaya tidak tetap yang dikeluarkan oleh Departemen

PU tahun 2005 merupakan salah satu model yang dimiliki oleh Indonesia. Model

39

perhitungan BOK dikembangkan untuk keperluan studi kelayakan jalan serta sistem

pengelolaan dan pemeliharaan jalan. Pada Tabel 2.17 dapat dilihat rangkuman model-

model BOK yang di titik beratkan pada tingkat ketelitian model yang ditinjau.

Tabel 2.17Tingkat Ketelitian Model Biaya Operasional Kendaraan

Komponen Model Biaya Operasi Kendaraan

HDM-III PCI TRRL Abelson CRRI IHCM NIMPAC

Bahan Bakar *** * * *** *** ***

Oli *** * * ** ** ***

Ban *** * * * *** ** ***

Suku Cadang *** * * * *** * ***

Tenaga Kerja *** * ** * * *

Depresiasi * * ** * Tt tt tt

Bunga Modal * * tt tt Tt tt tt

Asuransi tt * tt tt Tt tt tt

Overhead, dll ** * tt tt Tt tt tt

Sumber: LPM-ITB, 1997

Keterangan:

* = sederhana (mudah diterapkan)

** = menengah

*** = sangat detail dan memiliki tingkat kebutuhan data yang tinggi

t.t = tidak tersedia

PT. Jasa Marga periode tahun 1979-1997 memakai model yang pernah dibuat

oleh PCI. Seluruh komponen BOK pada model PCI dalam spesifikasinya tidak

ekstensif misalnya: geometrik jalan, kekasaran dan lain-lain. Model ini hanya

memasukkan kecepatan sebagai variabelnya. Ini merupakan model yang cukup

sederhana, dimana faktor-faktor yang berpengaruh terhadap komponen BOK tidak

dimodelkan secara eksplisit. Berdasarkan hasil studi LPM-ITB (1997) dikembangkan

40

model yang menyempurnakan model yang telah digunakan sebelumnya dengan

mereview seluruh model yang ada dan melakukan survei pada beberapa jalan tol

maupun non tol dengan kondisi geometrik yang berbeda-beda. Model BOK yang

dibuat hanya menggunakan variabel yang sederhana dan mudah diukur seperti jarak,

kecepatan dan rasio volume dengan kapasitas. Komponen-komponen yang

diperhitungkan adalah yang berkontribusi besar terhadap BOK dan meskipun masih

banyak komponen lain yang perlu diperhitungkan namun komponen tersebut tidak

terlalu dominan.

Berdasarkan adaptasi dari beberapa persamaan serta parameter yang ada di

HDM IV tahun 2000 dan hasil penelitian yang telah dilakukan di Pusat Penelitian dan

Pengembangan (Puslitbang) Prasarana Transportasi maka Departemen PU tahun

2005 mengeluarkan Pedoman Teknik Nomor: Pd.T-15-2005-B Tentang Pedoman

Perhitungan BOK untuk Biaya Tidak Tetap. Penyusunan pedoman ini bertujuan

untuk memudahkan dan menyeragamkan metoda perhitungan biaya operasi

kendaraan dan mencakup uraian tentang ketentuan umum, ketentuan teknik dan cara

pengerjaan.

2.6.2 Komponen-komponen BOK

Menurut pedoman perhitungan BOK yang dikeluarkan oleh Departemen PU,

komponen BOK terdiri dari biaya tidak tetap (running cost or variable cost) dan

biaya tetap (standing cost or fixed cost), yang secara detail terdiri dari komponen-

komponen sebagai berikut (Departemen PU, 2005) :

Biaya tidak tetap

a. Pemakaian bahan bakar

41

b. Pemakaian minyak pelumas

c. Pemakaian suku cadang

d. Upah tenaga pemelihara

e. Pemakaian ban

Biaya tetap

a. Biaya penyusutan (depresiasi)

b. Bunga modal

c. Asuransi

Faktor-faktor yang mempengaruhi komponen BOK antara lain:

1. Konsumsi bahan bakar

Terdapat korelasi mendasar antara konsumsi bahan bakar dan kecepatan, diluar

pengaruh geometrik, kekasaran permukaan dan kondisi lalu lintas. Konsumsi

bahan bakar ini disebut konsumsi bahan bakar dasar (basic fuel) yang

didefinisikan sebagai konsumsi pada kondisi lalu lintas bebas (free flow),

kelandaian yang datar (0%) dan ketidakrataan permukaan jalan yang relatif

tidak mempengaruhi konsumsi bahan bakar.

2. Konsumsi minyak pelumas

Konsumsi minyak pelumas harus memperhatikan pengaruh dari kecepatan

perjalanan dan kekasaran permukaan (roughness).

3. Pemakaian ban

Ada tiga faktor yang mempengaruhi kondisi atau umur ban yaitu: gesekan

antara ban dengan permukaan jalan (rolling friction), gaya longitudinal dan

tranversal yang terjadi akibat pengereman, akselerasi dan tikungan yang

42

menyebabkan gesekan pada sebagian permukaan ban serta akibat tekanan udara

yang terjadi pada saat kendaraan melakukan tanjakan dan atau pengurangan

kecepatan (driving force).

4. Pemeliharaan

Biaya pemeliharaan terdiri dari biaya suku cadang dan upah montir untuk

melakukan perbaikan maupun pemeliharaan kendaraan.

5. Penyusutan

Persamaan untuk biaya penyusutan besarnya berbanding terbalik dengan

kecepatan kendaraan.

6. Bunga modal

Persamaan komponen bunga modal besarnya juga berbanding terbalik dengan

kecepatan kendaraan

7. Asuransi

Persamaan komponen asuransi besarnya berbanding lurus dengan kecepatan

kendaraan

2.6.3 Analisis BOK untuk mobil

BOK untuk mobil dihitung berdasarkan pedoman penghitungan BOK yang

dikeluarkan oleh Departemen PU (Departemen PU, 2005).

1. Pemakaian bahan bakar

Pemakaian bahan bakar pada kendaraan merupakan komponen yang

memberikan sumbangan yang dominan dalam menghitung biaya operasi kendaraan.

Modelnya sangat bervariasi dari model seketika (ins antaneous) yang sangat teliti,

hingga model sederhana yang didasarkan pada kecepatan rata-rata. Pengukuran bahan

43

bakar dapat dilakukan dengan fuel meter. Akhir-akhir ini terdapat alat yang

dikembangkan di Tokyo, yang secara otomatis dapat merekam pemakaian bahan

bakar secara teliti yang akan sangat memudahkan dalam pengembangan model

pemakaian bahan bakar.

Pada survei perbandingan pemakaian bahan bakar secara umum diperoleh

bahwa rata-rata kecepatan pada jalan tol sebesar 50 km/jam sementara pada jalan

arteri antara 30-35 km/jam. Pemakaian bahan bakar dalam perhitungan BOK dihitung

dengan persamaan sebagai berikut:

KBBMi = (α + β1/VR + β2 x VR2 + β3 x RR + β4 x FR

2 + β5 x FR2 + β6 x DTR + β7

x AR + β8 x SA + β9 x BK + β10 x BK x AR + β11 x BK x

SAR)/1000………………………………………………………...(2.9)

Dimana:

KBBMi = konsumsi bahan bakar minyak untuk jenis kendaraan i (liter/km)

α = konstanta (didapat dari Tabel 2.18)

β1…β11 = koefisien-koefisien parameter (didapat dari Tabel 2.18)

VR = kecepatan rata-rata

RR = tanjakan rata-rata (didapat dari Tabel 2.19)

FR = turunan rata-rata (didapat dari Tabel 2.19)

DTR = derajat tikungan rata-rata (didapat dari Tabel 2.20)

AR = percepatan rata-rata (didapat dari Persamaan 2.10)

SA = simpangan baku percepatan (didapat dari Persamaan 2.11)

BK = berat kendaraan

44

Nilai percepatan rata-rata pada ruas jalan dihitung dengan persamaan sebagai

berikut:

AR = 0,0128 x (V/C)……………………………………...................... (2.10)

dimana:

AR = percepatan lalu lintas

V = volume lalu lintas (smp/jam)

C = kapasitas jalan (smp/jam)

Nilai SA pada ruas jalan dihitung dengan persamaan sebagai berikut:

SA = SAmax x 1,04/(1+e a0 + a1 x V/C).......................................................(2.11)

dimana:

SA = simpangan baku percepatan (m/s2)

SAmax = simpangan baku percepatan maksimum (m/s2)

(tipikal/default = 0,75)

a0, a1 = koefisien parameter (tipikal/default a0 = 5,140; a1 = -8,264)

V = volume lalu lintas (smp/jam)

C = kapasitas jalan (smp/jam)

45

Tabel 2.18Nilai Konstanta Koefisien-Koefisien Parameter Model Konsumsi BBM

Jenis

Kendaraan α

1/VR VR2 RR FR FR

2 DTR AR SA BK BK x AR BK x SAR

β1 β 2 β 3 β 4 β 5 β 6 β 7 β 8 β 9 β 10 β11

Sedan 23,78 1.181,20 0,0037 1,265 0,634 - - -0,638 36,21 - - -

Utiliti 29,61 1.256,80 0,0059 1,765 1,197 - - 132,2 42,84 - - -

Bus Kecil 94,35 1.058,90 0,0094 1,607 1,488 - - 166,1 49,58 - - -

Bus Besar 129,60 1.912,20 0,0092 7,231 2,790 - - 266,4 13,86 - - -

Truk Ringan 70,00 524,60 0,0020 1,732 0,945 - - 124,4 - - - 50,02

Truk Sedang 97,70 - 0,0135 0,7365 5,706 0,0378 -0,0858 - - 6,661 36,46 17,28

Truk Besar 190,30 3.829,70 0,0196 14,536 7,225 - - - - - 11,41 10,92

Sumber: Departemen PU, 2005

46

Tabel 2.19Alinemen Vertikal yang Direkomendasikan Pada Berbagai Medan Jalan

No. Kondisi Medan

Tanjakan

Rata-Rata

(m/km)

Turunan

Rata-Rata

(m/km)

1 Datar 2,5 -2,5

2 Bukit 12,5 -12,5

3 Pegunungan 22,5 -22,5

Sumber: Departemen PU, 2005

Tabel 2.20Nilai Tipikal Derajat Tikungan Pada Berbagai Medan Jalan

No. Kondisi Medan Derajat Tikungan (o/km)

1 Datar 15

2 Bukit 115

3 Pegunungan 200

Sumber: Departemen PU, 2005

2. Pemakaian Minyak Pelumas

Pemakaian minyak pelumas pada tiap jenis kendaraan dihitung dengan

persamaan sebagai berikut:

KOi = OHKi + OHOi x KBBMi…………………………………… (2.12)

dimana:

OHKi = oli akibat kontaminasi (liter/km), nilainya sesuai Persamaan 2.13

OHOi = oli hilang akibat operasi (liter/km), nilainya sesuai Tabel 2.21

KBBMi = konsumsi bahan bakar (liter/km)

Nilai OHKi dihitung dengan persamaan sebagai berikut:

OHKi = KPOi/JPOi……………………………………………………..(2.13)

47

dimana:

KPOi = kapasitas oli (liter), nilainya sesuai Tabel 2.21

JPOi = jarak penggantian oli (km), nilainya sesuai Tabel 2.21

Tabel 2.21Nilai Tipikal JPOi, KPOi dan OHOi

Jenis

Kendaraan

JPOi

(km)

KPOi

(liter)

OHOi

(liter/km)

Sedan 2.000 3,50 0,0000028

Utiliti 2.000 3,50 0,0000028

Bus Kecil 2.000 6,00 0,0000021

Bus Besar 2.000 12,00 0,0000021

Truk Ringan 2.000 6,00 0,0000021

Truk Sedang 2.000 12,00 0,0000021

Truk Besar 2.000 24,00 0,0000021

Sumber: Departemen PU, 2005

3. Biaya konsumsi suku cadang

Besarnya biaya konsumsi suku cadang dihitung berdasarkan persamaan

berikut:

BPi = Pi x HKBi/ 1.000.000………………………………………… (2.14)

dimana:

BPi = biaya suku cadang kendaraan untuk jenis kendaraan i (Rp/km)

HKBi = harga kendaraan baru rata-rata untuk jenis kendaraan i (Rp)

Pi = nilai relatif biaya suku cadang terhadap harga kendaraan baru jenis i

(berdasarkan Persamaan 2.15)

i = jenis kendaraan

48

Nilai relatif biaya suku cadang terhadap harga kendaraan baru jenis i

dihitung berdasarkan persamaan sebagai berikut:

Pi = (ϕ + γ1 x IRI) x (KJTi/100.000) γ2……………………..................(2.15)

dimana:

Pi = konsumsi suku cadang kendaraan jenis i per juta kilometer

ϕ = konstanta (nilainya sesuai Tabel 2.22)

γ1, γ2 = koefisien-koefisien parameter (nilainya sesuai Tabel 2.22)

IRI = kekasaran jalan (m/km)

KJTi = komulatif jarak tempuh kendaraan jenis i (km)

Tabel 2.22Nilai Tipikal Φ, γ1 dan γ1

Jenis

Kendaraan

Koefisien Parameter

Φ γ1 γ2

Sedan -0,69 0,42 0,10

Utiliti -0,69 0,42 0,10

Bus Kecil -0,73 0,43 0,10

Bus Besar -0,15 0,13 0,10

Truk Ringan -0,64 0,27 0,20

Truk Sedang -1,26 0,46 0,10

Truk Besar -0,86 0,32 0,40

Sumber: Departemen PU, 2005

4. Biaya upah tenaga pemeliharaan (BU)

BU untuk tiap jenis kendaraan dihitung dengan persamaan sebagai berikut:

BUi = JPi x UTP/1000……………………………………………………(2.16)

dimana:

BUi = biaya upah perbaikan kendaraan (Rp/km)

49

JPi = jumlah jam pemeliharaan (jam/1000 km), sesuai Persamaan 2.17

UTP = upah tenaga pemelihara (Rp/jam)

JPi dihitung dengan persamaan sebagai berikut:

JPi = a0 x Pi a1…………………………………………………………..(2.17)

dimana:

JPi = jam montir per 1000 km

Pi = kecepatan berjalan (km/jam)

a0, a1 = konstanta (nilainya sesuai Tabel 2.23)

Tabel 2.23Nilai Tipikal a0 dan a1

Jenis Kendaraan a0 a1

Sedan 77,14 0,547

Utiliti 77,14 0,547

Bus Kecil 242,03 0,519

Bus Besar 293,44 0,517

Truk Ringan 242,03 0,519

Truk Sedang 242,03 0,517

Truk Besar 301,46 0,519

Sumber: Departemen PU, 2005

5. Biaya pemakaian ban

Biaya pemakaian ban untuk tiap jenis kendaraan dihitung dengan

persamaan sebagai berikut:

BBi = KBi x HBj/1000…………………………………………………..(2.18)

dimana:

BBi = biaya pemakaian ban untuk tiap jenis kendaraan i (Rp/km)

50

KBi = konsumsi ban untuk jenis kendaraan i, nilainya sesuai Persamaan

2.19.

HBj = harga ban baru jenis j (Rp/ban baru)

Konsumsi ban utuk tiap kendaraan dihitung dengan persamaan sebagai

berikut:

KBi = χ + δ1 x IRI + δ2 x TTR + δ3 x DTR…………………………......(2.19)

dimana:

χ = konstanta (nilainya sesuai Tabel 2.24)

δ1… δ3 = koefisien-koefisien parameter (nilainya sesuai Tabel 2.24)

TTR = tanjakan dan turunan rata-rata (nilainya sesuai Tabel 2.24)

DTR = derajat tikungan rata-rata (nilainya sesuai Tabel 2.20)

Tabel 2.24Nilai Tipikal χ, δ1, δ2 dan δ3

JenisKendaraan χ

IRI TTR DTR

δ1 δ2 δ3

Sedan -0,014710 0,01489 - -Utiliti 0,019050 0,01489 - -Bus Kecil 0,024000 0,02500 0,003500 0,000670Bus Besar 0,101530 - 0,000963 0,000244Truk Ringan 0,024000 0,01489 0,003500 0,000670Truk Sedang 0,095835 - 0,001783 0,000184Truk Besar 0,158350 - 0,002560 0,000280

Sumber: Departemen PU, 2005

51

Tabel 2.25Nilai Tipikal Tanjakan dan Turunan Pada Berbagai Medan Jalan

No. Kondisi Medan TT (m/km)

1 Datar 5

2 Bukit 25

3 Pegunungan 45

Sumber: Departemen PU, 2005

6. Biaya penyusutan

Biaya penyusutan yang berlaku dalam perhitungan BOK pada jalan arteri,

besarnya berbanding terbalik dengan kecepatan kendaraan. Biaya tersebut

dihitung berdasarkan persamaan sebagai berikut:

Untuk jalan arteri:

a. Kend. Ringan : Y = 1 / (2,5 S + 100) ……………………………….(2.20)

b. Bus : Y = 1 / (9 S + 315) ………………………………. (2.21)

c. Truk : Y = 1 / (6 S + 210) ………………………………. (2.22)

dimana :

Y = biaya penyusutan per 1000 km

S = kecepatan berjalan (km/jam)

7. Biaya bunga modal

Biaya suku bunga modal untuk perhitungan BOK baik pada jalan arteri

sesuai dengan persamaan berikut ini:

a. Kend. Ringan : Y = 150 / (500 S) ……………………………...........(2.23)

b. Bus : Y = 150 / (2571,42857 S) ………………..………....(2.24)

c. Truk : Y = 150 / (1714,28571 S) ………………..………...(2.25)

52

dimana:

Y = biaya suku bunga kendaraan per 1000 km

S = kecepatan berjalan (km/jam)

8. Biaya asuransi

Komponen biaya asuransi pada perhitungan BOK model PCI berlaku pada

jalan arteri. Asuransi diasumsikan sebesar 3,8% per tahun. Biaya asuransi dalam

hubungannya dengan kecepatan dihitung dengan cara yang sama seperti pada

perhitungan biaya bunga modal dengan jarak tempuh tahunan. Untuk sepeda

motor besarnya biaya asuransi tidak diperhitungkan. Persamaan yang dipakai

untuk menghitung besarnya biaya asuransi adalah sebagai berikut:

a. Kend. Ringan : Y = 38 / (500 S) ………………………………….....(2.26)

b. Bus : Y = 60 / (2571,42857 S) ……………………………(2.27)

c. Truk : Y = 61 / (1714,28571 S) ……………………………(2.28)

dimana:

Y = biaya asuransi per 1000 km

S = kecepatan berjalan (km/jam)

2.6.4 Analisis BOK untuk sepeda motor

Sepeda motor merupakan mayoritas kendaraan yang digunakan

masyarakat Bali dan berpengaruh signifikan terhadap karakteristik transportasi di

Bali. Perhitungan BOK sepeda motor mengacu pada metode yang digunakan oleh

Dinas Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (DLLAJ) Provinsi Bali-Konsultan Public

Transport Study (PTS) pada tahun 1999. Persamaan dalam perhitungan BOK

untuk sepeda motor adalah sebagai berikut:

53

VOC = a + b / V + cV²…………………………………………………...(2.29)

dimana:

VOC = biaya operasi kendaraan (per km)

V = kecepatan rata-rata (km/jam)

a = konstanta dengan nilai a = 24

b,c = koefisien dengan nilai b = 596 dan c = 0,00370

Persamaan diatas belum termasuk biaya akibat bahan bakar, suku cadang,

oli, ban, biaya servis dan jasa montir sehingga perlu adanya penyesuaian dengan

nilai pertumbuhan inflasi. Nilai pertumbuhan inflasi yang digunakan yaitu dari

awal rumus DLLAJ dikeluarkan sampai survei ini dilakukan (1999-2016).

Persamaan perhitungan BOK akibat pertumbuhan inflasi adalah sebagai berikut:

P = P0 ( 1 + i )n...................…………………………………………..(2.30)

dimana :

P = nilai BOK setelah adanya inflasi

P0 = nilai BOK awal

i = nilai rata-rata pertumbuhan inflasi (%)

n = jumlah tahun

2.7 Studi Kelayakan Proyek

Studi kelayakan adalah suatu kegiatan penelitian atau studi yang dilakukan

secara komprehensif dari berbagai aspek dalam usaha mengkaji tingkat kelayakan

dari suatu proyek (LPM-ITB, 1997). Studi kelayakan proyek merupakan tahap

awal yang dipandang cukup penting dari serangkaian siklus proyek. Hal tersebut

dikarenakan sumber daya baik manusia, waktu maupun dana makin sulit untuk

54

diperoleh. Hasil dari studi kelayakan merupakan rekomendasi mengenai perlu

tidaknya proyek itu ditindak lanjutkan.

Studi kelayakan proyek menekankan pada 2 (dua) macam analisis yaitu :

analisis finansial dan analisis ekonomi. Analisis finansial adalah analisis

kelayakan yang melihat dari sudut pandang investor (pihak yang berkepentingan

langsung dengan proyek). Dalam analisis finansial yang diperhatikan didalamnya

adalah dari segi cash-flow yaitu perbandingan antara hasil penerimaan dengan

jumlah biaya-biaya (total cost) yang dinyatakan dalam nilai sekarang untuk

mengetahui kriteria kelayakan atau keuntungan suatu proyek. Hasil finansial

sering juga disebut “private returns”.

Analisis ekonomi adalah analisis kelayakan yang melihat dari sudut

perekonomian secara keseluruhan. Dalam analisis ekonomi yang diperhatikan

ialah hasil total, atau produktivitas atau keuntungan yang didapat dari semua

sumber yang dipakai dalam proyek untuk masyarakat atau perekonomian sebagai

keseluruhan, tanpa melihat siapa yang menyediakan sumber-sumber tersebut dan

siapa dalam masyarakat yang menerima hasil proyek tersebut. Hasil itu disebut

“the social returns” atau “the economic returns”.

2.7.1 Tujuan dan Manfaat Studi Kelayakan

Santosa (2011) menyebutkan bahwa suatu studi kelayakan memiliki tujuan

antara lain:

a. Menghindari terjadinya keterlanjuran penanaman modal yang tidak

menguntungkan.

b. Memaksimalkan keuntungan.

55

c. Mengevaluasi aspek-aspek yang mempengaruhi suatu studi.

d. Mengidentifikasi faktor-faktor yang menjadi kunci keberhasilan.

e. Mengidentifikasi sarana dan prasarana yang dibutuhkan.

Suatu proyek dinilai bermanfaat dari segi finansial jika nilai ekonomis dari

proyek tersebut dapat menguntungkan bila dibandingkan dengan resiko yang

ditimbulkan. Manfaat ekonomi yang dimaksudkan adalah manfaat proyek tersebut

di tempat pelaksanaannya dan berpengaruh luas terhadap wilayah sekitarnya.

Manfaat sosial ialah manfaat yang dihasilkan darimana lokasi proyek tersebut

dilaksanakan. Manfaat lingkungan mencakup polusi udara, air, tanah maupun

suara yang ditinjau dari tahap pra pelaksanaan sampai pasca proyek. Manfaat-

manfaat tersebut berlaku untuk setiap studi kelayakan, baik itu yang bersifat

komersil maupun proyek investasi.

2.7.2 Aspek-Aspek Studi Kelayakan

Beberapa aspek yang biasa digunakan untuk melakukan sebuah kajian

kelayakan meliputi :

a. Aspek Ekonomi

Aspek ekonomi berkaitan dengan dampak yang didapat oleh Negara dan

masyarakat dari adanya pelaksanaan suatu proyek. Pelaksanaan proyek

dapat mengubah kehidupan ekonomi negara dan masyarakat menjadi

lebih baik atau dapat juga makin memburuk.

b. Aspek Finansial

Dari aspek finansial yang dimaksud adalah apakah proyek itu dipandang

menguntungkan bila dibanding dengan risiko yang ditimbulkan. Dalam

56

aspek ini dibahas mengenai sumber pendanaan, taksiran penghasilan,

keuntungan (benefit) dan biaya, keuangan proyek dan aliran kas (cash

flow).

c. Aspek Teknis

Aspek ini merupakan aspek yang berkaitan dengan proses pembangunan

proyek secara teknis dan pengoperasiaanya setelah proyek tersebut selesai

dibangun. Aspek teknis menyangkut lokasi dan lahan tempat proyek

dilaksanakan, kebutuhan tempat sesuai dengan prakiraan jumlah

penduduk dan lalu lintas di masa yang akan datang. Dalam aspek teknis

dibahas mengenai skala prioritas, perlengkapan, tata letak, site planning,

penjadwalan dan manajemen teknologi.

d. Aspek Lingkungan

Aspek lingkungan mencakup telaahan secara cermat dan mendalam

tentang dampak besar dan penting dari suatu proyek. Dampak yang

timbul dapat langsung mempengaruhi proyek pada saat ini ataupun akan

timbul di masa mendatang.

e. Aspek Sosial Budaya

Aspek sosial budaya yang timbul akibat adanya suatu proyek atau

investasi meliputi komponen demografi (struktur penduduk, tingkat

pendapatan penduduk, pertumbuhan penduduk, tenaga kerja), komponen

budaya (adat istiadat, nilai dan norma budaya), kesehatan masyarakat

(parameter lingkungan masyarakat yang diperkirakan terkena dampak

rencana pembangunan pencemaran, potensi besarnya dampak timbulnya

57

penyakit, kondisi lingkungan yang dapat memperburuk proses penyebaran

penyakit). Sementara itu dampak negatif dari aspek sosial meliputi

; perubahan gaya hidup, budaya, adat istiadat , struktur sosial lainnya serta

meningkatnya kriminalitas.

2.8 Nilai Waktu

2.8.1 Pengertian dan Kegunaannya

Nilai waktu atau nilai penghematan waktu didefinisikan sebagai jumlah

uang yang rela dikorbankan seseorang untuk menghemat satu satuan waktu

perjalanan (Hensher, et.al, 1988). Besarnya nilai waktu bagi pengguna jalan

merupakan gambaran dari layanan konsumen yang diberikan oleh jalan kepada

pengguna jalan tersebut (LPM-ITB, 1997).

Dalam studi kelayakan proyek jalan, nilai waktu digunakan untuk

menghitung besarnya manfaat yang didapat oleh pengguna jalan akibat adanya

penghematan waktu jika melewati jalan baru. Biasanya nilai penghematan per

satuan waktu yang diambil adalah satuan per jam. Nilai ini nantinya menjadi

masukan dalam perhitungan total nilai penghematan harian.

2.8.2 Estimasi Nilai Waktu

Tak ada nilai langsung yang dapat diterapkan dalam mencerminkan

kenyamanan pengguna jalan namun banyak pengguna jalan yang ingin

mempersingkat waktu perjalanannya. Salah satu cara untuk menghitung nilai ini

dengan menggambarkan nilai waktu sebagai biaya peluang (opportunity cost)

58

yang dikeluarkan akibat hilangnya kesempatan produktif karena adanya

kebutuhan perjalanan.

Faktor penting dalam menentukan nilai waktu seseorang adalah dengan

mengidentifikasi tujuan perjalanannya. Tujuan perjalanan dibagi menjadi dua

yaitu: tujuan bisnis dan non bisnis. Perjalanan bisnis tak termasuk perjalanan pergi

ke kantor atau pulang ke rumah yang dilakukan tidak pada jam kerja, dimana

tidak mengakibatkan kerugian produksi ekonomi. Perjalanan non bisnis termasuk

semua bentuk perjalanan seperti ke kantor, rumah, sekolah, tempat hiburan dan

sebagainya. Nilai perjalanan bisnis dikuantifikasikan sebagai nilai waktu per jam

diasumsikan berdasarkan hasil studi dari PTS-BUIP Pemerintah Provinsi Bali,

yang menetapkan bahwa nilai waktu rata-rata untuk perjalanan bisnis adalah

sebesar 50% dari pendapatan. Sementara nilai perjalanan non bisnis ditetapkan

25% dari nilai perjalanan bisnis. Pendekatan untuk perhitungan nilai waktu dalam

studi ini adalah pendapatan per kapita dari Pendapatan Domestik Regional Bruto

(PDRB) Kota Denpasar. Pendapatan per kapita adalah besarnya pendapatan rata-

rata penduduk di suatu wilayah per tahun. Pendapatan per kapita didapatkan dari

hasil pembagian pendapatan wilayah (PDRB) dengan jumlah penduduk negara

tersebut. Pendapatan per kapita juga merefleksikan PDRB per kapita.

2.8.3 Pendapatan Domestik Regional Bruto

Pendapatan Domestik Regional Bruto adalah keseluruhan nilai tambah dari

sektor-sektor ekonomi yang ada di suatu daerah dalam periode waktu tertentu.

PDRB merupakan penjumlahan nilai output bersih perekonomian yang

ditimbulkan oleh seluruh kegiatan ekonomi di suatu daerah tertentu (provinsi dan

59

kabupaten) dan dalam satu periode waktu tertentu (satu tahun kelender). Kegiatan

ekonomi yang dimaksud meliputi: kegiatan pertanian, pertambangan, industri

pengolahan, transportasi sampai dengan jasa.

2.8.3.1 Produk Domestik dan Produk Regional

Semua barang dan jasa sebagai hasil dari kegiatan-kegiatan ekonomi yang

beroperasi di wilayah domestik tanpa memperhatikan apakah faktor produksinya

berasal dari atau dimiliki oleh penduduk wilayah tersebut merupakan produk

domestik wilayah bersangkutan. Pendapatan yang timbul oleh karena adanya

kegiatan produksi tersebut merupakan pendapatan. Dengan adanya arus

pendapatan yang mengalir antar daerah (termasuk juga dari dan ke luar negeri)

yang pada umumnya berupa upah atau gaji, bunga, deviden dan keuntungan maka

timbul perbedaan antara produk domestik dan produk regional.

Produk Regional adalah produk domestik ditambah dengan pendapatan

yang diterima dari luar daerah atau negeri dikurangi dengan pendapatan yang

dibayarkan keluar daerah atau negeri tersebut. Akan tetapi untuk mendapatkan

angka-angka tentang pendapatan yang mengalir keluar dan masuk ke suatu daerah

(yang secara nasional dapat diperoleh dari neraca pembayaran luar negeri) masih

sangat sulit saat ini, hingga produk regional belum dapat dihitung. Untuk

sementara dalam perhitungan, produk regional diasumsikan sama dengan Produk

Domestik Regional Netto (PDRN) atas dasar biaya faktor. Apabila pendapatan

regional ini dibagi dengan jumlah penduduk yang tinggal di wilayah tersebut

maka diperoleh pendapatan per kapita.

60

2.8.3.2 PDRB Atas Dasar Harga Pasar

Angka PDRB atas dasar harga pasar diperoleh dengan menjumlahkan nilai

tambah bruto (gross value added) yang timbul dari seluruh sektor ekonomi di

wilayah itu. Nilai tambah bruto adalah nilai lebih yang timbul setelah melalui

suatu proses produksi atau nilai produksi (output) dikurangi dengan biaya antara.

Nilai tambah bruto disini mencakup komponen-komponen faktor pendapatan

(upah dan gaji, bunga, sewa tanah dan keuntungan), penyusutan dan pajak tak

langsung netto. Dengan menghitung nilai tambah bruto dari tiap-tiap sektor dan

menjumlahkan nilai tambah bruto dari seluruh sektor maka akan diperoleh produk

PDRB atas dasar harga pasar.

2.8.3.3 PDRN Atas Dasar Harga Pasar

PDRB atas dasar harga pasar dikurangi penyusutan akan diperoleh PDRN

atas dasar harga pasar. Penyusutan yang dimaksud adalah nilai susut dari barang-

barang modal yang terjadi selama barang tersebut ikut serta dalam proses

produksi.

2.8.3.4 PDRN Atas Dasar Biaya Faktor

Perbedaan antara konsep biaya faktor dengan harga pasar adalah karena

adanya pajak tidak langsung yang dipungut oleh pemerintah dan subsidi yang

diberikan oleh pemerintah kepada unit-unit produksi. Pajak tidak langsung yang

dibayar oleh perusahaan terdiri dari iuran wajib ke pemerintah yang diberlakukan

sebagai biaya untuk kegiatan produksi. Pajak tidak langsung mencakup segala

jenis pajak yang dikenakan atas kegiatan produksi, penjualan, pembelian atau

penggunaan barang dan jasa oleh perusahaan. Perusahaan dapat membayar pajak

61

tidak langsung kepada Pemerintah Daerah maupun Pemerintah Pusat. Pajak tidak

langsung meliputi: pajak penjualan, bea ekspor, cukai dan lain-lain kecuali pajak

pendapatan dan pajak perseorangan. Pajak tidak langsung dan subsidi memiliki

pengaruh terhadap harga barang-barang. Pajak berpengaruh menaikkan harga

sedangkan subsidi menurunkan harga. Pajak tidak langsung netto diperoleh dari

pajak tidak langsung dikurangi subsidi. PDRN atas dasar harga pasar dikurangi

pajak tidak langsung netto hasilnya PDRN atas dasar biaya faktor.

Pendekatan untuk perhitungan nilai waktu dalam penelitian ini

menggunakan data pendapatan perkapita dari PDRB (Produk Domestik Regional

Bruto) Kota Denpasar. Berikut ini adalah data PDRB perkapita Kota Denpasar

mulai tahun 2010 hingga 2014.

Tabel 2.26Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) Per Kapita

Kota Denpasar Tahun 2010-2014

Tahun PDRB Per Kapita (Rp) Pertumbuhan (%)

2010 25.753.804 -

2011 26.838.582 4,21

2012 28.226.775 5,17

2013 29.575.017 4,78

2014 31.006.811 4,84

Sumber: BPS Propinsi Bali, 2015

Untuk menghitung nilai waktu penumpang menurut jenis kendaraan,

dengan asumsi bahwa perjalanan seseorang biasanya menggunakan kendaraan

maka diperlukan nilai rata-rata jumlah penumpang per jenis kendaraan (average

vehicle occupancy). Pada Tabel 2.27 dapat dilihat jumlah penumpang per jenis

kendaraan berdasarkan hasil studi terdahulu yang dilakukan oleh Dewi (2012).

62

Tabel 2.27Rata-Rata Jumlah Penumpang untuk Tiap Jenis Kendaraan

No. Jenis KendaraanRata-Rata Jumlah

Penumpang (jiwa)

1 Sepeda Motor 1,35

2 Kendaraan Ringan 2,70

3 Bus 17,4

4 Truk 1,98

Sumber: Dewi, 2012

2.9 Penghematan Biaya Pemakai Jalan

Nilai manfaat dari pembangunan jalan baru bagi pengguna jalan berupa

penghematan biaya pemakai jalan (PBPJ) yang terdiri atas penghematan BOK dan

penghematan nilai waktu perjalanan. Besarnya penghematan kedua komponen

tersebut dihitung menurut persamaan dibawah:

PB = (BOKek x Dek – BOKalt x Dalt) + {(Dek/Vek – Dalt/Valt) x Tv}

……………………………………………………….…………(2.31)

dimana :

PB = penghematan biaya pengguna (Rp)

BOKek = biaya operasi kendaraan di jalan eksisting (Rp/km)

BOKalt = biaya operasi kendaraan di jalan alternatif (Rp/km)

Dek = panjang jalan eksisting (km)

Dalt = panjang jalan alternatif (km)

Vek = kecepatan di jalan eksisting (km/jam)

Valt = kecepatan di jalan alternatif (km/jam)

Tv = nilai waktu kendaraan (Rp/jam)

63

2.10 Biaya Proyek

Berbeda dengan biaya yang dihitung saat studi awal yang biasanya masih

kasar, biaya proyek yang dihitung untuk studi kelayakan ini lebih baik nilainya.

Biaya proyek secara lebih detail dapat dihitung karena ada rancangan detail dari

proyek (detail engineering design/ DED).

Biaya suatu proyek dapat dibagi menjadi dua kelompok yakni biaya modal

dan biaya operasional (LPM-ITB, 1997) sebagai berikut:

1. Biaya modal adalah biaya yang dikeluarkan untuk menyiapkan dana

proyek, melakukan studi, penyiapan dokumen pembangunan atau

pelaksanaan konstruksi, pengawasan pembangunan dan manajemen

proyek.

2. Biaya operasional adalah biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan

operasional meliputi: proses menjalankan proyek, pemeliharaan,

perbaikan serta pengelolaan selama masa pelayanan.

2.11 Manfaat Proyek

Manfaat proyek adalah penerimaan (revenue) yang dihasilkan suatu

proyek sebelum dikurangi dengan biaya yang dikeluarkan. Manfaat proyek dapat

dibagi menjadi tiga yakni : Manfaat langsung (direct benefits), Manfaat tidak

langsung (indirect benefits) dan Manfaat tidak kentara (intangible benefits).

64

2.11.1 Manfaat Langsung

Manfaat langsung merupakan manfaat yang diterima sebagai akibat

adanya proyek, seperti naiknya nilai hasil/output produksi barang atau jasa,

perubahan bentuk, serta penurunan biaya.

Kenaikan dalam nilai hasil/output produksi disebabkan karena

meningkatnya jumlah produk dan kualitas dari produk sebagai akibat adanya

proyek. Sedangkan penurunan biaya dapat berupa keuntungan dari mekanisme,

penurunan biaya pengangkutan atau penghindaran kerugian.

2.11.2 Manfaat Tidak Langsung

Merupakan manfaat yang timbul atau dirasakan di luar proyek karena

adanya realisasi suatu proyek. Ada tiga macam manfaat tidak langsung yakni :

a. Manfaat proyek yang timbul sebagai dampak multiplier effects dari proyek

yang dibangun terhadap kegiatan pembangunan lainnya. Contoh: perbaikan

jalan menyebabkan timbulnya berbagai kegiatan masyarakat dalam

memanfaatkan potensi ekonomi di sepanjang jalan yang dibangun.

b. Manfaat yang disebabkan oleh adanya keunggulan skala besar (economies of

scale)

c. Manfaat yang muncul karena adanya pengaruh sekunder dinamik (dynamic

secondary effects), misalnya berupa perubahan dalam produktivitas tenaga

kerja yang disebabkan adanya perbaikan kesehatan atau pendidikan.

2.11.3 Manfaat yang tidak dapat dinyatakan dengan jelas (Intangible Benefit)

Merupakan manfaat dari pembangunan proyek yang sulit diukur/dinilai

dalam bentuk uang, seperti perubahan pola pikir masyarakat, perbaikan

65

lingkungan hidup, berkurangnya pengangguran, peningkatan ketahanan nasional,

kemantapan tingkat harga, dan sebagainya.

2.12 Pendekatan Kelayakan Investasi

Untuk menentukan layak atau tidaknya investasi pembangunan jalan dari

sisi ekonomi terdapat dua metode yang biasa digunakan yaitu: Cost Benefit

Analysis (Analisa Biaya Manfaat) dan Cost Effectiveness.

Metode pertama digunakan untuk menyatakan kelayakan suatu proyek

menurut perbandingan manfaat yang akan diperoleh dan biaya yang akan

dikeluarkan. Metode ini digunakan dalam kondisi dimana dana terbatas sedangkan

metode kedua umumnya dilakukan pada kondisi dimana dana yang tersedia cukup

banyak sehingga perlu membandingkan dua alternatif proyek hanya dilakukan

dengan membandingkan biaya yang diperlukan (Adler, 1969).

Kriteria dasar untuk mengukur manfaat suatu investasi pada bidang

transportasi adalah dengan melakukan perhitungan “dengan” dan “tanpa” (“with”

and “without”) pembangunan jalan baru sehingga diketahui keuntungan yang

timbul karena adanya pembangunan jalan baru tersebut. Adapun kriteria yang

biasa digunakan untuk menentukan kelayakan suatu usaha atau investasi antara

lain

2.12.1 Net Present Value (NPV)

Metode NPV adalah metode yang membandingkan semua komponen

biaya dan manfaat suatu proyek dengan acuan yang sama agar dapat

diperbandingkan satu dengan lainnya (LPM-ITB, 1997). Acuan yang digunakan

66

adalah besaran netto saat ini (net present value) artinya semua besaran biaya dan

manfaat diubah dalam besaran nilai sekarang. Selanjutnya NPV didefinisikan

sebagai selisih antara nilai saat ini (present value) dari komponen manfaat dan

present value dari komponen biaya. Secara matematis persamaannya adalah

sebagai berikut:

NPV = PV B – PV C

n

0=t i)(1 tC tB tNPV ………………………………….………………(2.32)

dimana :

PV B = present value benefit

PV C = present value cost

Bt = besaran total dari komponen manfaat proyek pada tahun t

Ct = besaran total dari komponen biaya pada tahun t

i = tingkat suku bunga (% per tahun)

t = jumlah tahun

Berdasarkan kriteria ini dapat dikatakan bahwa proyek layak dilaksanakan

jika nilai NPV > 0 sementara jika nilai NPV < 0 artinya proyek tidak layak dan

jika nilai NPV = 0 artinya tingkat pengembaliannya setara dengan suku bunga

patokan (suku bunga bank) atau dapat dikatakan bahwa proyek mengembalikan

dananya persis sebesar Opportunity Cost of Capital, mengingat ada penggunaan

lain yang lebih menguntungkan.

67

2.12.2 Benefit Cost Ratio (BCR)

Metode ini pada prinsipnya membandingkan semua pemasukan yang

diterima (dihitung pada kondisi saat ini) dengan semua pengeluaran yang telah

dilakukan (dihitung pada kondisi saat ini).

Secara matematis dapat dirumuskan sebagai berikut:

BCR = PV B/PV C ………………………………………….………(2.33)

n

n

0=t i)(1 tCt

0=t i)(1 tBt

BCR

dimana:

Bt = besaran total dari komponen manfaat proyek pada tahun t

Ct = besaran total dari komponen biaya pada tahun t

i = tingkat suku bunga (% per tahun)

t = jumlah tahun

Bila nilai indeks BCR > 1 maka proyek layak untuk dilaksanakan tetapi

jika nilai indeks BCR < 1 maka proyek tidak layak untuk dikerjakan mengingat

biaya (cost) lebih besar dari pada manfaat (benefit) yang diterima. Namun hal ini

tidak sepenuhnya dapat ditentukan bahwa proyek layak jika BCR-nya > 1 karena

hal tersebut hanya menunjukkan bahwa manfaat lebih besar daripada biaya yang

dikeluarkan. Sementara untuk lebih teliti menyatakan layak tidaknya suatu proyek

harus dibandingkan dengan tingkat suku bunga (discount rate) yang berlaku.

Dengan kata lain harus diketahui nilai laju pengembalian modalnya atau IRR

untuk dapat dibandingkan dengan discount rate yang berlaku.

68

2.12.3 Internal Rate Of Return (IRR)

Internal rate of return adalah besaran yang menunjukkan harga discount

rate pada saat NPV = 0. IRR sering juga disebut sebagai laju pengembalian

modal. Dalam hal ini laju pengembalian modal dapat dianggap sebagai tingkat

keuntungan atas investasi bersih dalam suatu proyek. Jika besarnya laju

pengembalian modal ini melebihi nilai discount rate maka sudah pasti dapat

dikatakan bahwa proyek menguntungkan dan layak untuk dikerjakan namun jika

lebih kecil dari discount rate sekalipun nilai BCR-nya >1, kelayakan proyek

masih perlu ditinjau ulang karena secara finansial lebih baik menyimpan modal di

bank. Jadi kriteria untuk menetapkan kelayakan suatu proyek adalah bila IRR-nya

lebih besar dari discount rate. IRR dapat dicari dengan metode coba-coba (trial

and error) yakni dengan memasukkan nilai i berulang-ulang hingga didapatkan

NPV=0, dan dengan cara interpolasi dengan persamaan berikut :

)i1-i2(xNPV2NPV1

NPV2i2IRR

………………………………..……(2.34)

dimana :

i1 = tingkat bunga 1 (tingkat discount rate yang menghasilkan NPV1)

i2 = tingkat bunga 2 (tingkat discount rate yang menghasilkan NPV2)

NPV1 = net present value 1

NPV2 = net present value 2

2.12.4 Payback Period

Metode payback period merupakan teknik penilaian terhadap jangka

waktu pengembalian investasi suatu proyek atau usaha. Perhitungan ini dapat

69

dilihat dari perhitungan kas bersih yang diperoleh setiap tahun. Nilai kas bersih

merupakan penjumlahan laba setelah pajak ditambah dengan penyusutan.

Keuntungan dari metode Pay Back Period ini adalah :

- Mudah dimengerti

- Lebih mengutamakan investasi yang menghasilkan aliran kas yang lebih

cepat

- Beranggapan bahwa semakin lama waktu pengembalian, semakin tinggi

resikonya

- Cukup akurat untuk mengukur nilai investasi yang diperbandingkan untuk

beberapa kasus dan bagi pembuat keputusan.

Kelemahan metode Pay Back Period ini adalah :

- Mengabaikan nilai waktu dari pada uang (time value of money)

- Mengabaikan penerimaan–penerimaan investasi atau proceeds setelah Pay

Back Period tercapai.

2.12.5 Accounting Rate of Return

Metode ini menggunakan persentase keuntungan netto setelah pajak atas

investasi awal atau rata-rata investasi awal. Data keuntungan dalam perhitungan

ini diperoleh dari reported accounting income (laba dari pembukuan akuntansi).

Kelebihan dari metode ini adalah:

- Sederhana dan mudah dimengerti

- Metode ini menggunakan data akuntansi yang sudah tersedia sehingga

tidak memerlukan perhitungan tambahan.

Kekurangan utama dari metode ini adalah:

70

- Tidak memperhitungkan “time value of money”

- Menitik beratkan pada laba akuntansi dan bukan pada arus kas dari

investasi bersangkutan

- Merupakan pendekatan jangka pendek dengan menggunakan angka rata-

rata yang dapat menyesatkan

- Kurang memperhitungkan jangka waktu investasi

2.12.6 Average Rate of Return

Metode penilaian investasi ini berusaha menunjukkan ratio atau

perbandingan antara keuntungan neto tahunan terhadap nilai investasi yang

diperlukan untuk memperoleh laba/keuntungan tersebut baik diperhitungkan

dengan nilai investasi atau rata – rata investasi. Penilaian investasi dengan

metode Average Rate of Return didasarkan pada jumlah keuntungan bersih

sesudah pajak. Kelebihan dari metode ini adalah:

- Sederhana dan mudah dimengerti

- Metode ini menggunakan data akuntansi yang sudah tersedia sehingga

tidak memerlukan perhitungan tambahan.

Kekurangan utama dari metode ini adalah:

- Tidak memperhitungkan “time value of money”

- Menitik beratkan pada laba akuntansi dan bukan pada arus kas dari

investasi bersangkutan

- Merupakan pendekatan jangka pendek dengan menggunakan angka rata-

rata yang dapat menyesatkan

- Kurang memperhitungkan jangka waktu investasi

71

2.12.7 Profitability Indeks (PI)

Metode Profitability Index adalah menghitung melalui perbandingan

antara lain nilai sekarang (present value) dari rencana penerimaan–penerimaan

kas bersih di masa yang akan datang dengan nilai sekarang (present value) dari

investasi yang telah dilaksanakan, jadi perhitungan profitability Index dapat

dihitung dengan membandingkan antara Present Value kas masuk dengan Present

Value kas keluar. Keuntungan metode Profitability Index :

- Memperhitungkan nilai waktu dari pada uang (time value of money)

- Menentukan terlebih dahulu tingkat bunga yang akan digunakan

- Konsisten dengan tujuan perusahaan, yaitu memaksimalkan kekayaan

pemegang saham.

Kelemahan metode Profitability Index :

- Dapat memberikan panduan dan pilihan yang salah pada proyek-proyek-

proyek yang mutually exsclusive yang memiliki unsur ekonomis dan skala

yang berbeda

2.13 Analisis Sensitivitas

Analisis sensitivitas dilakukan apabila hasil analisis kelayakan ekonomi

dinyatakan layak secara ekonomi (memenuhi kriteria investasi NPV > 0, BCR >

1, dan IRR > i). Nilai-nilai parameter dalam studi kelayakan proyek biasanya

diestimasikan besarnya maka jelas nilai-nilai tersebut tidak dapat lepas dari

kesalahan. Maksudnya dapat saja nilai tersebut lebih besar ataupun lebih kecil dari

hasil estimasi yang diperoleh atau berubah pada saat-saat tertentu. Perubahan yang

72

terjadi pada nilai parameter tentunya akan mengakibatkan perubahan-perubahan

pula pada tingkat outputnya.

Untuk mengetahui seberapa sensitif suatu keputusan terhadap perubahan

faktor-faktor atau parameter yang mempengaruhinya maka setiap pengambilan

keputusan dalam ekonomi teknik sebaiknya disertai dengan analisis sensitivitas.

Analisis sensitivitas merupakan kajian sejauh mana suatu keputusan cukup kuat

berhadapan dengan perubahan faktor-faktor yang mempengaruhinya.

Analisis sensitivitas dilakukan dengan mengubah nilai suatu parameter

pada suatu saat, untuk kemudian dilihat bagaimana pengaruhnya terhadap

akseptabilitas suatu alternatif investasi. Parameter-parameter yang biasanya

berubah dan mempengaruhi keputusan dalam analisis meliputi: biaya investasi,

nilai manfaat, tingkat suku bunga dan lain sebagainya.