TINJAUAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id II RINI... · 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi, Fungsi...
Transcript of TINJAUAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id II RINI... · 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi, Fungsi...
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi, Fungsi dan Peranan Jalan
Menurut UU No 38 tahun 2004 tentang Jalan, sistem jaringan jalan
merupakan satu kesatuan jaringan jalan yang terdiri dari sistem jaringan jalan primer
dan sistem jaringan jalan sekunder. Sistem jaringan jalan primer merupakan sistem
jaringan jalan dengan peranan pelayanan distribusi barang dan jasa untuk
pengembangan semua wilayah di tingkat nasional, dengan menghubungkan semua
simpul jasa distribusi yang berwujud pusat-pusat kegiatan. Sistem jaringan jalan
sekunder merupakan sistem jaringan jalan dengan peranan pelayanan distribusi
barang dan jasa untuk masyarakat di dalam kawasan perkotaan.
Berdasarkan fungsinya, jalan dikelompokkan ke dalam jalan arteri, jalan
kolektor, jalan lokal, dan jalan lingkungan. Jalan arteri merupakan jalan umum yang
berfungsi melayani angkutan utama dengan ciri perjalanan jarak jauh, kecepatan rata-
rata tinggi, dan jumlah jalan masuk dibatasi secara berdaya guna. Jalan kolektor
merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan pengumpul atau pembagi
dengan ciri perjalanan jarak sedang, kecepatan rata-rata sedang, dan jumlah jalan
masuk dibatasi. Jalan lokal merupakan jalan umum yang berfungsi melayani
angkutan setempat dengan ciri perjalanan jarak dekat, kecepatan rata-rata rendah, dan
jumlah jalan masuk tidak dibatasi. Jalan lingkungan merupakan jalan umum yang
berfungsi melayani angkutan lingkungan dengan ciri perjalanan jarak dekat, dan
kecepatan rata-rata rendah.
10
Jalan sebagai bagian sistem transportasi nasional mempunyai peranan penting
terutama dalam mendukung ekonomi, sosial budaya, lingkungan, politik, serta
pertahanan dan keamanan. Dari aspek ekonomi, jalan sebagai modal sosial
masyarakat merupakan katalisator di antara proses produksi, pasar, dan konsumen
akhir. Dari aspek sosial budaya, keberadaan jalan membuka cakrawala masyarakat
yang dapat menjadi wahana perubahan sosial, membangun toleransi, dan mencairkan
sekat budaya. Dari aspek lingkungan, keberadaan jalan diperlukan untuk mendukung
pembangunan berkelanjutan. Dari aspek politik, keberadaan jalan menghubungkan
dan mengikat antardaerah, sedangkan dari aspek pertahanan dan keamanan,
keberadaan jalan memberikan akses dan mobilitas dalam penyelenggaraan sistem
pertahanan dan keamanan.
2.2 Peranan Sektor Transportasi Dalam Pembangunan
Salah satu ciri negara berkembang adalah adanya pembangunan di berbagai
sektor baik ekonomi, fisik maupun. Dalam pembangunan tersebut, prasarana
transportasi memiliki peranan penting sebagai sistem yang menghubungkan antara
satu daerah dengan daerah lainnya. Meskipun bukan merupakan satu-satunya
prasarana yang penting, prasarana transportasi merupakan suatu syarat yang perlu
(necessary condition) bagi ekonomi suatu daerah untuk berkembang (LPM-ITB,
1997). Fungsi ini sangat efektif khususnya di bidang jaringan jalan, mengingat
sifatnya yang dapat melayani kebutuhan transportasi door to door yang praktis dan
11
tidak dapat disamakan dengan sistem jaringan transportasi lainnya. Secara umum
peranan sistem transportasi dapat dibedakan menjadi dua (LPM-ITB, 1997) yaitu:
1. Membangkitkan kebutuhan (generate the demand)
Peran transportasi dalam membangkitkan kebutuhan merupakan suatu hal yang
sangat jelas. Namun peranan ini dapat bervariasi tingkat kontribusinya dari suatu
daerah ke daerah lainnya.
2. Mengikuti pertumbuhan kebutuhan (follow the demand)
Pada daerah-daerah yang sangat berkembang ekonominya, kekuatan pasar akan
menentukan prasarana transportasi atau perkembangan sistem transportasi akan
mengikuti tuntutan aktivitas ekonomi.
2.3 Pergerakan di Wilayah Perkotaan
Pada dasarnya pergerakan yang terjadi di wilayah perkotaan disebabkan oleh
sebaran spasial pola tata guna lahan untuk berbagai aktivitas masyarakat. Hal ini
disebabkan terpisahnya satu lokasi aktivitas dengan aktivitas lainnya yaitu:
pemukiman, perkantoran, pendidikan, rekreasi dan sebagainya sehingga
memunculkan kebutuhan untuk melakukan pergerakan. Dalam ilmu transportasi,
pergerakan dalam suatu wilayah terbentuk berdasarkan karakteristik non spasial dan
spasial (Morlok, 1991).
Karakteristik pergerakan non spasial berkaitan dengan beberapa aspek yaitu:
1. Sebab terjadinya pergerakan
Dapat dibedakan menurut maksud/tujuan perjalanan sesuai karakteristik
dasarnya yang berkaitan dengan ekonomi, sosial, budaya dan pendidikan.
12
Yang dimaksud pergerakan dengan maksud/tujuan ekonomi adalah
pergerakan dari dan menuju tempat kerja untuk pergerakan yang berkaitan
dengan bekerja, dari dan menuju pusat perbelanjaan untuk pergerakan yang
berkaitan dengan berbelanja atau bisnis dan pergerakan untuk kepentingan
pribadi. Pergerakan dengan maksud sosial merupakan pergerakan dari dan
menuju rumah saudara, serta dari dan menuju tempat pertemuan bukan
rumah. Pergerakan dengan maksud pendidikan adalah pergerakan dari dan
menuju sekolah, kampus serta tempat lain yang digunakan untuk kegiatan
pendidikan. Pergerakan dengan maksud rekreasi adalah pergerakan dari dan
menuju tempat rekreasi atau pergerakan dengan kepentingan hiburan.
2. Waktu terjadinya pergerakan
Waktu terjadinya pergerakan sangat tergantung pada waktu dimana seseorang
melakukan aktivitas dalam kegiatan sehari-harinya. Perjalanan dengan
maksud bekerja biasanya mengikuti pola jam bekerjanya, perjalanan dengan
maksud pendidikan umumnya mengikuti pola waktu pendidikannya dan
perjalanan dengan maksud berbelanja memiliki pola menyebar. Jika ditinjau
secara keseluruhan maka pola perjalanan harian masyarakat perkotaan pada
dasarnya merupakan gabungan dari pola perjalanan dengan maksud/tujuan
bekerja, pendidikan, berbelanja serta kegiatan sosial lainnya.
3. Jenis moda yang digunakan
Dalam menentukan pilihan jenis moda yang akan digunakan, maka pengguna
akan mempertimbangkan beberapa faktor antara lain: maksud/tujuan
perjalanan, jarak tempuh, biaya serta tingkat kenyamanan. Untuk perjalanan
13
dengan jarak dekat (< 2 km) pada umumnya seseorang akan cenderung
memilih untuk berjalan kaki, walaupun ada beberapa orang yang tetap
memilih menggunakan kendaraan. Adanya peningkatan jarak perjalanan
merupakan salah satu faktor yang menyebabkan seseorang untuk
menggunakan kendaraannya.
Karakteristik pergerakan spasial berkaitan dengan aspek sebagai berikut:
1. Pola perjalanan orang
Pola perjalanan orang pada kawasan perkotaan sangat dipengaruhi oleh pola
sebaran tata guna lahan dari suatu kota. Sebaran spasial dari lokasi industri,
perkantoran, pendidikan, pemukiman dan pertokoan sangat mempengaruhi
pola perjalanan orang.
2. Pola perjalanan barang
Pola perjalanan barang sangat dipengaruhi oleh aktivitas produksi dan
konsumsi, dimana sangat tergantung dari pola sebaran tata guna lahan
pemukiman, industri, pertanian dan perkebunan.
2.4 Prediksi Lalu Lintas
Adanya perkembangan wilayah maupun perubahan penggunaan lahan dapat
berdampak pola pergerakan arus lalu lintas termasuk besarannya pada lingkungan
sekitar dalam radius tertentu. Hal ini, sering pula mengakibatkan perlunya ada
perubahan didalam sistem lalu lintas jalan dan angkutan yang antara lain dapat
meliputi prasarana jalan (pelebaran atau penambahan/perluasan jaringan jalan),
sarana angkutan (pengaturan baru/penambahan trayek angkutan umum, perubahan
14
arus pergerakan lalu lintas, dll.), penyedian fasilitas pejalan kaki atau pembangunan
jembatan penyebrangan orang, dll.
Untuk itu, maka setiap adanya perubahan fungsi bangunan atau
pengembangan baru, diperlukan suatu kajian kuantitatif dan penilaian atas dampak
lalu lintas pada jaringan jalan yang berpotensi terjadi, berupa prediksi arus lalu lintas
yang pada akhirnya akan mencerminkan pola pergerakan arus lalu lintas baru.
2.4.1 Arus dan Komposisi Lalu Lintas
Volume lalu lintas adalah jumlah kendaraan yang melewati suatu ruas jalan
pada periode waktu tertentu. Lalu lintas harian rata-rata (LHR) adalah jumlah
kendaraan yang melintasi suatu titik pengamatan pada suatu ruas jalan dalam satu
hari (Departemen PU, 1997). Berdasarkan cara memperoleh data tersebut dikenal dua
jenis LHR yaitu: lalu lintas harian rata-rata tahunan (LHRT) dan lalu lintas harian
rata-rata. LHRT merupakan arus lalu lintas rata-rata yang melewati satu jalur jalan
selama 24 jam dan diperoleh dari data selama satu tahun. LHR merupakan arus lalu
lintas yang diperoleh selama pengamatan dibagi dengan lamanya waktu pengamatan.
LHR dan LHRT dinyatakan dalam satuan kendaraan/hari/arah. Sedangkan volume
jam perencanaan (VJP) adalah arus jam puncak yang digunakan untuk perancangan
(design) dan perencanaan (planning).
Besarnya nilai VJP dapat dihitung berdasarkan persamaan berikut (Departemen
PU, 1997):
VJP = LHRT x K/F……………………………………………..……. (2.1)
dimana:
VJP = volume jam perencanaan (smp/jam)
15
LHRT = lalu lintas harian rata-rata tahunan (smp/hari)
K = faktor volume lalu lintas jam sibuk (%)
F = faktor variasi tingkat lalu lintas per-1/4 jam, dalam satu jam
Adapun nilai K seperti rumus diatas dipengaruhi oleh besarnya volume lalu-
lintas harian yang ditunjukkan pada dibawah:
Tabel 2.1Penentuan Faktor-K dan Faktor-F
LHR (smp/hari) Faktor-K (%) Faktor-F (%)
> 50.000 4,00 - 6,00 0,9 - 1
30.000 - 50.000 6,00 - 8,00 0,8 - 1
10.000 - 30.000 6,00 - 8,00 0,8 - 1
5.000 - 10.000 8,00 - 10,00 0,6 - 0,8
1.000 - 5.000 10,00 - 12,00 0,6 - 0,8
1.000 12,00 - 16,00 < 0,6
Sumber: Departemen PU, 1997
Untuk menghitung LHRT harus tersedia data jumlah kendaraan yang terus
menerus selama satu tahun penuh. Mengingat keterbatasan biaya dan
membandingkan ketelitian yang dicapai serta tidak semua tempat di Indonesia
mempunyai volume lalu lintas selama satu tahun penuh maka untuk kondisi tersebut
dapat digunakan lalu lintas harian rata-rata.
Analisa kapasitas jalan dilakukan untuk periode satu jam puncak; arus dan
kecepatan rata-rata ditentukan untuk periode tersebut. Penggunaan periode analisa
satu hari penuh (LHRT) terlalu kasar untuk analisa operasional dan perencanaan. Di
lain pihak, penggunaan 15 menit puncak dari jam puncak terlalu rinci.
16
LHR atau LHRT untuk perencanaan jalan baru didapat dari analisa data yang
diperoleh berdasarkan survei volume lalu lintas (traffic counting) dan survei asal
tujuan di jalan tersebut atau jalan sekitarnya untuk pembangunan jalan baru.
Tipe kendaraan dikelompokkan menjadi:
a. Kendaraan ringan (light vehicle/LV) meliputi: mobil penumpang, opelet,
mikrobis, pick up dan truk kecil.
b. Kendaraan berat (heavy vehicle/HV) meliputi: truk dan bus.
c. Sepeda motor (motorcycle/MC) meliputi: kendaraan bermotor beroda dua
atau termasuk sepeda motor dan sekuter.
d. Kendaraan tak bermotor meliputi: kendaraan beroda yang menggunakan
tenaga manusia atau hewan termasuk sepeda, becak, kereta kuda dan
gerobak atau kereta dorong.
Akibat bervariasinya komposisi kendaraan pada suatu ruas jalan maka
diperlukan adanya konversi satuan. Untuk memperoleh volume lalu lintas dalam
satuan mobil penumpang (smp) dibutuhkan faktor konversi dari berbagai jenis
kendaraan menjadi kendaraan penumpang. Ekivalensi mobil penumpang (emp)
digunakan untuk merubah berbagai jenis kendaraan dalam arus lalu lintas ke dalam
smp. Nilai emp untuk kendaraan ringan besarnya selalu 1,00.
Besarnya nilai emp untuk tiap-tiap kendaraan pada jalan perkotaan dapat
dilihat dari Tabel 2.2 dan Tabel 2.3 berikut :
17
Tabel 2.2Nilai Ekivalensi Mobil Penumpang untuk Jalan Perkotaan Tak Terbagi
Tipe JalanJalan TakTerbagi
Arus LaluLintas
Total DuaArah
(kend/jam)
EmpHV MC
Lebar Jalur Lalu Lintas(Wc)
≤ 6 m > 6mDua lajur takterbagi (2/2 UD)
0≥ 1800
1,3 0,5 0,41,2 0,35 0,25
Empat lajur takterbagi (4/2 UD)
0≥ 3700
1,3 0,41,2 0,25
Sumber: Departemen PU, 1997
Tabel 2.3Nilai Ekivalensi Mobil Penumpang untuk Jalan Perkotaan Terbagi
Tipe JalanJalan Satu Arah dan
Jalan Terbagi
Arus LaluLintas
Per Lajur(kend/jam)
EmpHV MC
Dua lajur satu arah (2/1) 0 1,3 0,40Empat lajut terbagi (2/4 D) ≥ 1050 1,2 0,25Tiga lajur satu arah (3/1) 0 1,3 0,40Enam lajur terbagi (6/2 D) ≥ 1100 1,2 0,25Sumber: Departemen PU, 1997
2.4.2 Metode Prediksi Arus Lalu Lintas
Prediksi arus lalu lintas didasarkan atas arus lalu lintas saat ini pada jalan
eksisting sebagai data awal dan menganalisis kebutuhan perjalanannya untuk
menghasilkan proyeksi lalu lintas yang akan melalui jalan rencana. Secara kualitatif
prediksi arus lalu lintas dapat memberikan gambaran umum tentang pola arus lalu
lintas sehingga sangat penting bagi instansi terkait maupun perencana dalam
18
menetapkan kebijakan pembinaan jaringan jalan, mengambil keputusan terhadap
alternatif perbaikan jalan atau infrastruktur lainnya dan strategi untuk mengendalikan
tata guna lahan di sekitar jalur utama. Salah satu metode untuk memprediksi arus lalu
lintas dan pergerakan adalah dengan menghitung faktor pertumbuhan lalu lintas dan
selanjutnya jumlah arus lalu lintas yang akan datang dapat dihitung dengan
persamaan sebagai berikut:
Q’ = Q ( 1 + i )n ………………………………………………...….… (2.2)
dimana :
Q’ = arus lalu lintas n tahun yang akan datang (smp/jam)
Q = arus lalu lintas saat ini (smp/jam)
i = faktor pertumbuhan lalu lintas (%/thn)
n = jumlah tahun rencana (tahun)
Besarnya faktor pertumbuhan lalu lintas (i %) diperoleh melalui analisis
berdasarkan rata-rata lalu lintas harian lima tahun terakhir, pertumbuhan jumlah
penduduk, pertumbuhan inflasi, pertumbuhan kepemilikan kendaraan lima tahun
terakhir dan pertumbuhan ekonomi lima tahun terakhir.
2.4.3 Volume Lalu Lintas
Jumlah kendaraan yang akan memakai jalan dinyatakan dalam volume lalu
lintas, biasanya ditetapkan dalam variasi tahunan, harian, jam-jaman atau dalam
satuan yang lebih kecil. Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2011,
volume lalu lintas adalah jumlah kendaraan yang melewati suatu titik tertentu pada
ruas jalan per satuan waktu, dinyatakan dalam kendaraan/jam atau smp/jam.
19
Volume lalu lintas tidak selalu tetap dalam operasionalnya dan bukan arus
yang homogen dari kendaraan melainkan terdiri dari berbagai jenis kendaraan.
Volume kendaraan dapat dihitung berdasarkan persamaan sebagai berikut :
T
NQ ……………………………………………………………..…….. (2.3)
dimana:
Q = volume (kendaraan/jam)
N = jumlah kendaraan (kendaraan)
T = waktu pengamatan (jam)
2.5 Analisis Kinerja Ruas Jalan
Analisis kinerja ruas jalan akibat perilaku arus lalu lintas yang ada atau yang
diramalkan untuk tipe jalan perkotaan dapat dihitung dengan prosedur analisis
sebagai berikut (Departemen PU, 1997) :
1. Kecepatan arus bebas
2. Kapasitas
3. Derajat kejenuhan
4. Arus lalu lintas yang dapat dilewatkan oleh segmen jalan tertentu dengan
mempertahankan tingkat kecepatan atau derajat kejenuhan tertentu
5. Kecepatan pada kondisi arus sesungguhnya
2.5.1 Kecepatan Arus Bebas
Kecepatan arus bebas (FV) merupaan kecepatan pada tingkat arus nol yaitu:
kecepatan yang akan dipilih pengemudi bila mengendarai kendaraan bermotor tanpa
dipengaruhi oleh kendaraan bermotor lain di jalan (Departemen PU, 1997).
20
Kecepatan arus bebas kendaraan ringan telah dipilih sebagai kriteria dasar untuk
kinerja segmen jalan pada arus sebesar nol. Persamaan untuk menentukan arus
kecepatan bebas mempunyai bentuk umum sebagai berikut:
FV = (Fvo + FVw) x FFVsf x FFVcs …………………………..…… (2.4)
dimana :
FV = kecepatan arus bebas kendaraan ringan (km/jam)
FVo = kecepatan arus bebas dasar kendaraan ringan (km/jam), sesuai Tabel
2.4
FVw = penyesuaian untuk kecepatan arus bebas akibat lebar jalur lalu lintas
(km/jam), sesuai Tabel 2.5
FFVsf = faktor penyesuaian untuk kecepatan arus bebas akibat hambatan
samping sebagai fungsi lebar bahu atau jarak kereb-penghalang,
sesuai Tabel 2.6 dan Tabel 2.7
FFVcs = faktor penyesuaian untuk kecepatan arus bebas akibat ukuran kota,
sesuai Tabel 2.8
Besarnya FVo dan penyesuaian FVw, FFVsf dan FFVcs pada jalan perkotaan
berdasarkan tabel dalam MKJI (Departemen PU, 1997).
21
Tabel 2.4Kecepatan Arus Bebas Dasar untuk Jalan Perkotaan
Tipe Jalan Kecepatan Arus Bebas Dasar (km/jam)Kendaraan
RinganKendaraan
BeratSepedaMotor
SemuaKendaraan(Rata-Rata)
Enam lajur terbagi (6/2D) atauTiga lajur satu arah(3/1)
61 52 48 57
Empat lajur terbagi(4/2 D) atauDua lajur satu arah(2/1)
57 50 47 55
Empat lajur tak terbagi(4/2UD)
53 46 43 51
Dua lajur tak terbagi(2/2 UD)
44 40 40 42
Sumber: Departemen PU, 1997
Tabel 2.5Penyesuaian untuk Pengaruh Lebar Jalur Lalu Lintas Pada Kecepatan Arus
Bebas Kendaraan Ringan, Jalan Perkotaan
Tipe Jalan Lebar Jalur Lalu Lintas Efektif(Wc)(m)
FVw(km/jam)
Empat lajurterbagi ataujalan satu arah
per lajur3,003,253,503,754,00
-4-2024
Empat lajur taktebagi
per lajur3,003,253,503,754,00
-4-2024
Dua lajur takterbagi
total dua arah567891011
-9,5-303467
Sumber: Departemen PU, 1997
22
Tabel 2.6Faktor Penyesuaian untuk Pengaruh Hambatan Samping dan Lebar Bahu
Pada Kecepatan Arus Bebas Kendaraan Ringanuntuk Jalan Perkotaan dengan Bahu
Tipe
Jalan
Kelas
Hambatan
Faktor Penyesuaian Hambatan
Samping dan Lebar Bahu
Samping Lebar Bahu Efektif (Ws) (m)
(Side Friction Class/ SFC) ≤ 0,5 m 1,0 m 1,5 m ≥ 2,0 m
4/2 D VL (very low) 1,02 1,03 1,03 1,04
L (low) 0,98 1,00 1,02 1,03
M (medium) 0,94 0,97 1,00 1,02
H (high) 0,89 0,93 0,96 0,99
VH (very high) 0,84 0,88 0,92 0,96
4/2 UD VL 1,02 1,03 1,03 1,04
L 0,98 1,00 1,02 1,03
M 0,93 0,96 0,99 1,02
H 0,87 0,91 0,94 0,98
VH 0,80 0,86 0,90 0,95
2/2 UD
atau jalan
satu arah
VL 1,00 1,01 1,01 1,01
L 0,96 0,98 0,99 1,00
M 0,91 0,93 0,96 0,99
H 0,82 0,86 0,90 0,95
VH 0,73 0,79 0,85 0,91
Sumber: Departemen PU, 1997
23
Tabel 2.7Faktor Penyesuaian untuk Pengaruh Hambatan Samping dan Jarak
Kereb-Penghalang Pada Kecepatan Arus Bebas Kendaraan Ringanuntuk Jalan Perkotaan dengan Kereb
TipeJalan
KelasHambatan
Faktor Penyesuaian HambatanSamping dan Jarak Kereb-
PenghalangSamping Lebar Bahu Efektif (Wk) (m)
(SFC) ≤ 0,5 m 1,0 m 1,5 m ≥ 2,0 m4/2 D VL 1,00 1,01 1,01 1,02
L 0,97 0,98 0,99 1,00
M 0,93 0,95 0,97 0,99
H 0,87 0,90 0,93 0,96
VH 0,81 0,85 0,88 0,92
4/2 UD VL 1,00 1,01 1,01 1,02
L 0,96 0,98 0,99 1,00
M 0,91 0,93 0,96 0,98
H 0,84 0,87 0,90 0,94
VH 0,77 0,81 0,85 0,90
2/2 UDatau jalansatu arah
VL 0,98 0,99 0,99 1,00
L 0,93 0,95 0,96 0,98
M 0,87 0,89 0,92 0,95
H 0,78 0,81 0,84 0,88
VH 0,68 0.72 0,77 0.82
Sumber: Departemen PU, 1997
24
Tabel 2.8Faktor Penyesuaian Kecepatan Arus Bebas untuk Ukuran Kota
Ukuran Kota
(juta jiwa)
Faktor Penyesuaian
Ukuran Kota
< 0,1 0,90
0,1 ≤ X < 0,5 0,93
0,5 ≤ X <1,0 0,95
1,0 ≤ X < 3,0 1,00
≥ 3,0 1,03
Sumber: Departemen PU, 1997
2.5.2 Kapasitas jalan
Kapasitas suatu ruas jalan didefinisikan sebagai volume lalu lintas maksimum
melalui suatu titik di jalan yang dapat dipertahankan per satuan waktu (Departemen
PU, 1997). Ukuran kapasitas umumnya adalah kendaraan/jam atau smp/jam.
Kapasitas jalan dihitung dengan persamaan sebagai berikut:
C = Co x FCW x FCSP x FCSF x FCCS ……...………………..……… (2.5)
dimana :
C = kapasitas (smp/jam)
Co = kapasitas dasar (smp/jam)
FCW = faktor penyesuaian untuk kapasitas dasar akibat lebar jalur lalu lintas
FCSP = faktor penyesuaian untuk kapasitas dasar akibat pemisahan arah
FCSF = faktor penyesuaian untuk kapasitas dasar akibat hambatan samping
FCCS = faktor penyesuaian untuk kapasitas dasar akibat ukuran kota
25
Jika kejadian di lapangan menyerupai kondisi ideal maka semua faktor
penyesuaian dianggap sama dengan satu sehingga kapasitas yang sesungguhnya
menjadi sama dengan kapasitas dasar.
Tabel 2.9Kapasitas Dasar untuk Jalan Perkotaan
Tipe Jalan Kapasitas Dasar
(smp/jam)
Catatan
Empat lajur terbagi atau
jalan satu arah
1650 per lajur
Empat lajur tak terbagi 1500 per lajur
Dua lajur tak terbagi 2900 total dua lajur
Sumber: Departemen PU, 1997
2.5.2.1 Faktor penyesuaian lebar jalur lalu lintas untuk jalan perkotaan
Penentuan FCw berdasarkan lebar jalur lalu lintas efektif. Faktor penyesuaian
kapasitas untuk jalan lebih dari empat lajur ditentukan dengan menggunakan
nilai per lajur seperti yang diberikan untuk jalan empat lajur seperti pada
Tabel 2.10 (Departemen PU, 1997).
26
Tabel 2.10Penyesuaian Kapasitas untuk Masing-Masing Lebar Jalan
Pada Jalan Perkotaan
Tipe Jalan Lebar Jalur Lalu Lintas
Efektif
(Wc)
(m)
FCw
Empat lajur
terbagi atau
jalan satu arah
per lajur
3,00
3,25
3,50
3,75
4,00
0,92
0,96
1,00
1,04
1,08
Empat lajur
tak tebagi
per lajur
3,00
3,25
3,50
3,75
4,00
0,91
0,95
1,00
1,05
1,09
Dua lajur tak
terbagi
total dua arah
5
6
7
8
9
10
11
0,56
0,87
1,00
1,14
1,25
1,29
1,34
Sumber: Departemen PU, 1997
27
2.5.2.2 Faktor penyesuaian pemisah arah (FCsp)
Untuk menentukan FCsp untuk jalan dua lajur dua arah (2/2) dan empat lajur
dua arah (4/2) tak terbagi (UD) didapat dari Tabel 2.11.
Tabel 2.11Faktor Penyesuaian Kapasitas untuk Pemisah Arah
Pemisah Arah SP
(% sd %)
50-50 55-45 60-40 65-35 70-30
FC Sp 2/2 UD 1,00 0,97 0,94 0,91 0,88
4/2 UD 1,00 0,985 0,97 0,955 0,94
Sumber: Departemen PU, 1997
2.5.2.3 Faktor penyesuaian hambatan samping dan bahu jalan atau kereb (FCsf)
Hambatan samping yang berpengaruh pada kapasitas dan kinerja jalan
perkotaan meliputi:
- Pejalan kaki
- Angkutan umum dan kendaraan lain berhenti
- Kendaraan tidak bermotor
- Kendaraan keluar dan masuk dari lahan di samping jalan.
Untuk menyederhanakan peranannya dalam prosedur perhitungan, tingkat
hambatan samping telah dikelompokkan dalam lima kelas dari sangat rendah
sampai sangat tinggi sebagai fungsi dari frekuensi hambatan samping
sepanjang jalan yang diamati.
Hambatan samping merupakan dampak terhadap kinerja lalu lintas terhadap
kinerja jalan seperti pejalan kaki (bobot = 0,5); kendaraan umum atau
kendaraan lain berhenti (bobot = 1,0); kendaraan masuk atau keluar sisi jalan
28
(bobot = 0,7) dan kendaraan tidak bermotor (bobot = 0,4). Adapun kelas
hambatan samping pada suatu ruas jalan dapat dilihat dari Tabel 2.12.
Menurut Departemen PU, 1997 untuk menentukan kelas hambatan samping
digunakan data frekwensi hambatan samping per jam per 200 m pada kedua
sisi segmen yang diamati. Dalam penelitian ini, data rinci hambatan samping
tidak tersedia sehingga kelas hambatan samping ditentukan berdasarkan
kondisi tata guna lahan (kondisi khusus) untuk mewakili keadaan segmen
jalan yang dianalisa.
Dalam menentukan FCsf dapat dibagi menjadi dua yaitu: jalan dengan bahu
dan jalan dengan kereb.
Tabel 2.12Kelas Hambatan Samping
KelasHambatanSamping
Kode Jumlah BerbobotKejadian Per 200m Per Jam (Dua
Sisi)
Kondisi Khusus
Sangatrendah
VL(very low)
< 100 Daerah pemukiman:jalan samping
tersediaRendah L
(low)100-299 Daerah pemukiman:
beberapa kendaraanumum dsb
Sedang M(medium)
300-499 Daerah industri:beberapa toko di sisi
jalanTinggi H
(high)500-899 Daerah komersial:
aktivitas sisi jalantinggi
Sangattinggi
VH(very high)
> 900 Daerah komersial:aktivitas pasar di
samping jalanSumber: Departemen PU, 1997
29
a. Jalan dengan bahu
Faktor penyesuaian kapasitas untuk pengaruh hambatan samping dan bahu
jalan (FCsf) pada jalan perkotaan dapat dilihat pada Tabel 2.13.
Tabel 2.13Faktor Penyesuaian Kapasitas untuk Pengaruh Hambatan
Samping dan Lebar Bahu Pada Jalan Perkotaan
Tipe Jalan Kelas
Hambatan
Faktor Penyesuaian Hambatan
Samping dan Lebar Bahu
Samping Lebar Bahu Efektif (Ws) (m)
(SFC) < 0,5 m 1,0 m 1,5 m > 2,0 m
4/2 D VL 0,96 0,98 1,01 1,03
L 0,94 0,97 1,00 1,02
M 0,92 0,95 0,98 1,00
H 0,88 0,92 0,95 0,98
VH 0,84 0,88 0,92 0,96
4/2 UD VL 0,96 0,99 1,01 1,03
L 0,94 0,97 1,00 1,02
M 0,92 0,95 0,98 1,00
H 0,87 0,91 0,94 0,98
VH 0,80 0,86 0,90 0,95
2/2 UD atau
jalan satu arah
VL 0,94 0,96 0,99 1,01
L 0,92 0,94 0,97 1,00
M 0,89 0,92 0,95 0,98
H 0,82 0,86 0,90 0,95
VH 0,73 0,79 0,85 0,91
Sumber: Departemen PU, 1997
30
b. Jalan dengan kereb
FCsf didapat dari Tabel 2.14 adalah berdasarkan jarak antar kereb dan
penghalang pada trotoar dan kelas hambatan samping (SCsf).
Tabel 2.14Faktor Penyesuaian Kapasitas untuk Pengaruh Hambatan
Samping dan Kereb Jalan Pada Jalan Perkotaan
Tipe Jalan KelasHambatan
Faktor Penyesuaian HambatanSamping dan Jarak Kereb-
PenghalangSamping Jarak Kereb-Penghalang (Wk) (m)
(SFC) < 0,5 m 1,0 m 1,5 m > 2,0 m4/2 D VL 0,95 0,97 0,99 1,01
L 0,94 0,96 0,98 1,00M 0,91 0,93 0,95 0,98H 0,86 0,89 0,92 0,95
VH 0,81 0,85 0,88 0,924/2 UD VL 0,95 0,97 0,99 1,01
L 0,93 0,95 0,97 1,00M 0,90 0,92 0,95 0,97H 0,84 0,87 0,90 0,93
VH 0,77 0,81 0,85 0,902/2 UD atau
jalan satu arahVL 0,93 0,95 0,97 0,99L 0,90 0,92 0,95 0,97M 0,86 0,88 0,91 0,94H 0,78 0,81 0,84 0,88
VH 0,68 0,72 0,77 0,82Sumber: Departemen PU, 1997
2.5.2.4 Faktor penyesuaian ukuran kota (FCcs)
Faktor penyesuaian untuk kapasitas dasar akibat ukuran kota disesuaikan
dengan jumlah penduduk (juta jiwa), data jumlah penduduk didapat dari BPS.
Faktor penyesuaian untuk kapasitas dasar akibat ukuran kota dapat dilihat
pada Tabel 2.15.
31
Tabel 2.15Faktor Penyesuaian untuk Pengaruh Ukuran Kota
Pada Kapasitas Jalan Perkotaan
Ukuran Kota
(Juta Jiwa)
Faktor Penyesuaian Ukuran
Kota
< 0,1
0,1 ≤ X < 0,5
0,5 ≤ X < 1,0
1,0 ≤ X < 3,0
≥ 3,0
0,86
0,90
0,94
1,00
1,04
Sumber: Departemen PU, 1997
2.5.3 Tingkat Pelayanan Jalan
Konsep tingkat pelayanan jalan digunakan sebagai ukuran kualitas pelayanan
jalan yaitu perbandingan antara volume lalu lintas yang ada terhadap kapasitas (Q/C).
Ukuran yang cocok untuk menentukan tingkat pelayanan jalan dapat diidentifikasi
dari kecepatan atau volume kendaraan yang melewati suatu ruas jalan. Tingkat
pelayanan jalan tidak hanya dapat dilihat dari perbandingan rasio Q/C namun juga
tergantung dari besarnya kecepatan operasi pada suatu ruas jalan. Kecepatan operasi
dapat diketahui dari survei langsung di lapangan. Apabila kecepatan operasi telah
didapat maka dapat dibandingkan dengan kecepatan optimum (kecepatan yang dipilih
pengemudi pada saat kondisi tertentu). Tingkat pelayanan berdasarkan volume
dengan kapasitas yang dibandingkan dengan kecepatan operasi dapat dilihat dari
Gambar 2.1.
32
Gambar 2.1Tingkat Pelayanan Jalan
Sumber: Tamin, 2000
Untuk tingkat pelayanan berdasarkan perbandingan karakteristik arus lalu
lintas dan rasio Q/C ditentukan dalam suatu skala interval yang terdiri dari enam
kelompok yaitu: tingkat pelayanan A, B, C, D, E dan F (Departemen PU, 1997).
Pengelompokan ini didasarkan atas rasio antara volume lalu lintas dan kapasitas jalan
serta rasio antara kecepatan aktual terhadap kecepatan arus bebas.
Secara umum dapat disampaikan penjelasan terkait dengan tingkat pelayanan
pada jalan arteri perkotaan dan semi perkotaan (Transportation Research Board,
1994):
1. Tingkat Pelayanan A: menggambarkan kondisi operasional dimana sebagian
besar arus lalu lintas berada pada kecepatan perjalanan rata- rata pada
kondisi arus bebas, umumnya berkisar pada posisi 90% dari kecepatan arus
bebas sesuai klasifikasi jalan. Kendaraan sepenuhnya dapat bermanuver
E
D
C
B
A
F
Perbandingan volume dengan kapasitas (Q/C) 10
Kecepatanoperasi(km/jam)
33
dengan leluasa pada kondisi arus lalu lintas yang ada. Tundaan henti pada
simpang bersinyal sangat sedikit.
2. Tingkat Pelayanan B: menggambarkan kondisi operasional dimana terdapat
sedikit hambatan lalu lintas pada kondisi kecepatan perjalanan rata-rata.
Biasanya berkisar pada 70% dari kecepatan arus bebas. Kemampuan
kendaraan untuk bermanuver pada kondisi arus lalu lintas yang ada hanya
sedikit terganggu dan tundaan henti pada simpang bersinyal tidak terlalu
mengkhawatirkan. Pengemudi umumnya tidak merasakan adanya tekanan.
3. Tingkat Pelayanan C : menggambarkan kondisi yang stabil meskipun
demikian pergerakan kendaraan dan perpindahan lajur kendaraan terutama
pada lokasi lajur tengah tidak senyaman sebagaimana pada tingkat
pelayanan B dan terdapat antrian yang panjang koordinasi sinyal yang
kurang baik atau keduanya dapat menyebabkan rendahnya kecepatan rata-
rata perjalanan sekitar 50% dari rata-rata kecepatan arus bebas. Pengemudi
akan merasakan adanya tekanan selama mengendarai kendaraan.
4. Tingkat Pelayanan D : merupakan batas pada suatu rentang dimana
penambahan sedikit arus lalu lintas akan menyebabkan bertambahnya
tundaan dan menyebabkan menurunnya kecepatan. Tingkat pelayanan D ini
juga diakibatkan oleh kurang baiknya perkembangan pengaturan sinyal,
kurang tepatnya pemberian waktu sinyal, volume lalu lintas yang tinggi atau
kombinasi dari faktor-faktor tersebut. Rata-rata waktu perjalanan sekitar
angka 40% dari kecepatan arus bebas.
34
5. Tingkat Pelayanan E : merupakan karakteristik dari tundaan yang sangat
jelas dan rata-rata waktu perjalanan adalah 1/3 dari kecepatan arus bebas
atau kurang. Pada beberapa kondisi hal ini dapat disebabkan oleh kombinasi
antara kurang baiknya pengaturan sinyal, waktu sinyal yang lama, volume
arus lalu lintas yang tinggi, bertambahnya tundaan pada persimpangan yang
kritis dan volume arus yang tinggi dan pemberian waktu sinyal yang kurang
tepat.
6. Tingkat Pelayanan F: menggambarkan karakteristik kondisi arus lalu lintas
yang sangat ekstrim dimana kecepatan sangat rendah dibawah 1/3 sampai
1/4 dari kecepatan arus bebas. Kemacetan pada persimpangan, dimana
tundaan sangat tinggi dan antrean yang panjang.
Kondisi tingkat pelayanan jalan sesuai kondisi di Indonesia akan lebih baik
ditentukan berdasarkan prosentase kecepatan terhadap kecepatan arus bebas dan
tingkat kejenuhan lalu lintas seperti tercantum pada Tabel 2.16.
Tabel 2.16Indeks Tingkat Pelayanan Berdasarkan Kecepatan Arus Bebas
dan Tingkat Kejenuhan Lalu Lintas
A ≥ 90 ≤ 0,35B ≥ 70 ≤ 0,54C ≥ 50 ≤ 0,77D ≥ 40 ≤ 0,93E ≥ 33 ≤ 1,00F ≥ 33 > 1,00
Tingkat Pelayanan% Kecepatan Arus
BebasTingkat Kejenuhan Lalu
Lintas
Sumber: Tamin dan Nahdalina, 1998
35
2.5.4 Derajat Kejenuhan
Derajat Kejenuhan (Degree of Saturation) didefinisikan sebagai rasio arus
lalu lintas terhadap kapasitas jalan, digunakan sebagai faktor utama yang menentukan
tingkat kinerja suatu segmen jalan (Departemen PU, 1997). Nilai derajat kejenuhan
menunjukkan apakah segmen jalan akan mempunyai masalah kapasitas atau tidak.
Derajat kejenuhan dinyatakan dalam smp/jam yang dapat dirumuskan sebagai
berikut:
DS = Q / C …………………………………..…………….…................... (2.6)
dimana :
DS = derajat kejenuhan
Q = arus lalu lintas total maksimum (smp/jam)
C = kapasitas jalan (smp/jam)
2.5.5 Kecepatan dan Waktu Tempuh
Waktu tempuh adalah waktu rata-rata yang digunakan kendaraan untuk
menempuh segmen jalan dengan panjang tertentu, termasuk semua tundaan dan
waktu berhenti dinyatakan dalam satu satuan waktu. Kecepatan perjalanan adalah
kecepatan rata-rata antara dua titik tertentu yang ditentukan berdasarkan jarak
perjalanan dibagi waktu tempuh rata-rata kendaraan yang melalui segmen jalan,
termasuk tundaan yang dialami selama perjalanan dalam km/jam (Departemen PU,
1997). MKJI menggunakan kecepatan tempuh sebagai ukuran utama kinerja segmen
jalan. Kecepatan tempuh didefinisikan sebagai kecepatan rata-rata ruang dari
kendaraan ringan sepanjang segmen jalan. Persamaan umum kecepatan rata-rata
ruang sebagai berikut:
36
V = L / TT ……………………………………..………..….................. (2.7)
dimana :
V = kecepatan rata-rata ruang kendaraan ringan (km/jam)
L = panjang segmen (km)
TT = waktu tempuh rata-rata kendaraan ringan sepanjang segmen (jam)
Kecepatan perjalanan yang rendah menyebabkan BOK meningkat. Beberapa
faktor yang menyebabkan kecepatan perjalanan rata-rata rendah adalah sebagai
berikut :
1. Lalu lintas harian dan volume jam puncak tinggi
2. Kondisi fisik, geometri dan lingkungan jalan
3. Komposisi kendaraan berat cukup besar
4. Aktivitas tata guna lahan sepanjang koridor jalan yang banyak
memanfaatkan badan jalan dan adanya jalan-jalan akses ke jalan utama
sehingga dapat menghemat perjalanan.
Selanjutnya dengan grafik pada Gambar 2.2 atau 2.3 dapat diketahui
kecepatan sesungguhnya sehingga waktu tempuh dihitung dengan persamaan:
T = L / V …………………………………………………….................... (2.8)
dimana :
T = waktu tempuh (jam)
L = jarak (km)
V= kecepatan (km/jam)
37
Gambar 2.2Kecepatan sebagai Fungsi dari Derajat Kejenuhan untuk
Jalan Dua Lajur Dua Arah Tak Terbagi (2/2 UD)Sumber: Departemen PU, 1997
Gambar 2.3Kecepatan sebagai Fungsi Derajat Kejenuhan untuk
Jalan Banyak Lajur dan Satu ArahSumber: Departemen PU, 1997
38
Pada Gambar 2.2 dan 2.3 garis putus-putus menunjukkan keadaan arus yang
tertahan atau arus terpaksa (force down), kecepatan rendah dan membentuk rentetan
kendaraan, sering terjadi kemacetan dalam waktu yang cukup lama. Dalam keadaan
ekstrem, kecepatan dan volume dapat turun mencapai nol.
Gambar 2.2 dan 2.3 digunakan untuk menentukan kecepatan pada kondisi lalu-
lintas sesungguhnya dengan menggunakan hubungan antara derajat kejenuhan dan
kecepatan arus bebas. Pada penelitian ini, data kecepatan tidak diperoleh melalui
survei primer karena tahun dasar penelitian adalah tahun 2019 sehingga untuk
memprediksi kecepatan digunakan hubungan antara derajat kejenuhan dan kecepatan
arus bebas.
2.6 Biaya Operasional Kendaraan
Beberapa faktor yang mempengaruhi BOK meliputi: kondisi dan jenis
kendaraan, lingkungan, kebiasaan pengemudi, kondisi jalan serta arus lalu lintas.
Dalam praktiknya biaya tersebut diestimasi untuk tiap jenis kendaraan yang mewakili
golongannya dan dinyatakan dalam satuan moneter per satuan jarak (Rp/km).
2.6.1 Model dan Metode Perhitungan BOK
Model dan metode dalam perhitungan BOK yang berasal dari luar antara lain:
Pacific Consultans International (PCI), Highway Design and Maintenance (HDM)
World Bank, Transport and Road Research Laboratory (TRRL), Abelson, NIMPAC
(NAASRA Improved Model for Project Assessment and Costing), Indonesian
Highway Capacity Manual (IHCM) dan Central Road Research Institute (CRRI).
Model perhitungan BOK untuk biaya tidak tetap yang dikeluarkan oleh Departemen
PU tahun 2005 merupakan salah satu model yang dimiliki oleh Indonesia. Model
39
perhitungan BOK dikembangkan untuk keperluan studi kelayakan jalan serta sistem
pengelolaan dan pemeliharaan jalan. Pada Tabel 2.17 dapat dilihat rangkuman model-
model BOK yang di titik beratkan pada tingkat ketelitian model yang ditinjau.
Tabel 2.17Tingkat Ketelitian Model Biaya Operasional Kendaraan
Komponen Model Biaya Operasi Kendaraan
HDM-III PCI TRRL Abelson CRRI IHCM NIMPAC
Bahan Bakar *** * * *** *** ***
Oli *** * * ** ** ***
Ban *** * * * *** ** ***
Suku Cadang *** * * * *** * ***
Tenaga Kerja *** * ** * * *
Depresiasi * * ** * Tt tt tt
Bunga Modal * * tt tt Tt tt tt
Asuransi tt * tt tt Tt tt tt
Overhead, dll ** * tt tt Tt tt tt
Sumber: LPM-ITB, 1997
Keterangan:
* = sederhana (mudah diterapkan)
** = menengah
*** = sangat detail dan memiliki tingkat kebutuhan data yang tinggi
t.t = tidak tersedia
PT. Jasa Marga periode tahun 1979-1997 memakai model yang pernah dibuat
oleh PCI. Seluruh komponen BOK pada model PCI dalam spesifikasinya tidak
ekstensif misalnya: geometrik jalan, kekasaran dan lain-lain. Model ini hanya
memasukkan kecepatan sebagai variabelnya. Ini merupakan model yang cukup
sederhana, dimana faktor-faktor yang berpengaruh terhadap komponen BOK tidak
dimodelkan secara eksplisit. Berdasarkan hasil studi LPM-ITB (1997) dikembangkan
40
model yang menyempurnakan model yang telah digunakan sebelumnya dengan
mereview seluruh model yang ada dan melakukan survei pada beberapa jalan tol
maupun non tol dengan kondisi geometrik yang berbeda-beda. Model BOK yang
dibuat hanya menggunakan variabel yang sederhana dan mudah diukur seperti jarak,
kecepatan dan rasio volume dengan kapasitas. Komponen-komponen yang
diperhitungkan adalah yang berkontribusi besar terhadap BOK dan meskipun masih
banyak komponen lain yang perlu diperhitungkan namun komponen tersebut tidak
terlalu dominan.
Berdasarkan adaptasi dari beberapa persamaan serta parameter yang ada di
HDM IV tahun 2000 dan hasil penelitian yang telah dilakukan di Pusat Penelitian dan
Pengembangan (Puslitbang) Prasarana Transportasi maka Departemen PU tahun
2005 mengeluarkan Pedoman Teknik Nomor: Pd.T-15-2005-B Tentang Pedoman
Perhitungan BOK untuk Biaya Tidak Tetap. Penyusunan pedoman ini bertujuan
untuk memudahkan dan menyeragamkan metoda perhitungan biaya operasi
kendaraan dan mencakup uraian tentang ketentuan umum, ketentuan teknik dan cara
pengerjaan.
2.6.2 Komponen-komponen BOK
Menurut pedoman perhitungan BOK yang dikeluarkan oleh Departemen PU,
komponen BOK terdiri dari biaya tidak tetap (running cost or variable cost) dan
biaya tetap (standing cost or fixed cost), yang secara detail terdiri dari komponen-
komponen sebagai berikut (Departemen PU, 2005) :
Biaya tidak tetap
a. Pemakaian bahan bakar
41
b. Pemakaian minyak pelumas
c. Pemakaian suku cadang
d. Upah tenaga pemelihara
e. Pemakaian ban
Biaya tetap
a. Biaya penyusutan (depresiasi)
b. Bunga modal
c. Asuransi
Faktor-faktor yang mempengaruhi komponen BOK antara lain:
1. Konsumsi bahan bakar
Terdapat korelasi mendasar antara konsumsi bahan bakar dan kecepatan, diluar
pengaruh geometrik, kekasaran permukaan dan kondisi lalu lintas. Konsumsi
bahan bakar ini disebut konsumsi bahan bakar dasar (basic fuel) yang
didefinisikan sebagai konsumsi pada kondisi lalu lintas bebas (free flow),
kelandaian yang datar (0%) dan ketidakrataan permukaan jalan yang relatif
tidak mempengaruhi konsumsi bahan bakar.
2. Konsumsi minyak pelumas
Konsumsi minyak pelumas harus memperhatikan pengaruh dari kecepatan
perjalanan dan kekasaran permukaan (roughness).
3. Pemakaian ban
Ada tiga faktor yang mempengaruhi kondisi atau umur ban yaitu: gesekan
antara ban dengan permukaan jalan (rolling friction), gaya longitudinal dan
tranversal yang terjadi akibat pengereman, akselerasi dan tikungan yang
42
menyebabkan gesekan pada sebagian permukaan ban serta akibat tekanan udara
yang terjadi pada saat kendaraan melakukan tanjakan dan atau pengurangan
kecepatan (driving force).
4. Pemeliharaan
Biaya pemeliharaan terdiri dari biaya suku cadang dan upah montir untuk
melakukan perbaikan maupun pemeliharaan kendaraan.
5. Penyusutan
Persamaan untuk biaya penyusutan besarnya berbanding terbalik dengan
kecepatan kendaraan.
6. Bunga modal
Persamaan komponen bunga modal besarnya juga berbanding terbalik dengan
kecepatan kendaraan
7. Asuransi
Persamaan komponen asuransi besarnya berbanding lurus dengan kecepatan
kendaraan
2.6.3 Analisis BOK untuk mobil
BOK untuk mobil dihitung berdasarkan pedoman penghitungan BOK yang
dikeluarkan oleh Departemen PU (Departemen PU, 2005).
1. Pemakaian bahan bakar
Pemakaian bahan bakar pada kendaraan merupakan komponen yang
memberikan sumbangan yang dominan dalam menghitung biaya operasi kendaraan.
Modelnya sangat bervariasi dari model seketika (ins antaneous) yang sangat teliti,
hingga model sederhana yang didasarkan pada kecepatan rata-rata. Pengukuran bahan
43
bakar dapat dilakukan dengan fuel meter. Akhir-akhir ini terdapat alat yang
dikembangkan di Tokyo, yang secara otomatis dapat merekam pemakaian bahan
bakar secara teliti yang akan sangat memudahkan dalam pengembangan model
pemakaian bahan bakar.
Pada survei perbandingan pemakaian bahan bakar secara umum diperoleh
bahwa rata-rata kecepatan pada jalan tol sebesar 50 km/jam sementara pada jalan
arteri antara 30-35 km/jam. Pemakaian bahan bakar dalam perhitungan BOK dihitung
dengan persamaan sebagai berikut:
KBBMi = (α + β1/VR + β2 x VR2 + β3 x RR + β4 x FR
2 + β5 x FR2 + β6 x DTR + β7
x AR + β8 x SA + β9 x BK + β10 x BK x AR + β11 x BK x
SAR)/1000………………………………………………………...(2.9)
Dimana:
KBBMi = konsumsi bahan bakar minyak untuk jenis kendaraan i (liter/km)
α = konstanta (didapat dari Tabel 2.18)
β1…β11 = koefisien-koefisien parameter (didapat dari Tabel 2.18)
VR = kecepatan rata-rata
RR = tanjakan rata-rata (didapat dari Tabel 2.19)
FR = turunan rata-rata (didapat dari Tabel 2.19)
DTR = derajat tikungan rata-rata (didapat dari Tabel 2.20)
AR = percepatan rata-rata (didapat dari Persamaan 2.10)
SA = simpangan baku percepatan (didapat dari Persamaan 2.11)
BK = berat kendaraan
44
Nilai percepatan rata-rata pada ruas jalan dihitung dengan persamaan sebagai
berikut:
AR = 0,0128 x (V/C)……………………………………...................... (2.10)
dimana:
AR = percepatan lalu lintas
V = volume lalu lintas (smp/jam)
C = kapasitas jalan (smp/jam)
Nilai SA pada ruas jalan dihitung dengan persamaan sebagai berikut:
SA = SAmax x 1,04/(1+e a0 + a1 x V/C).......................................................(2.11)
dimana:
SA = simpangan baku percepatan (m/s2)
SAmax = simpangan baku percepatan maksimum (m/s2)
(tipikal/default = 0,75)
a0, a1 = koefisien parameter (tipikal/default a0 = 5,140; a1 = -8,264)
V = volume lalu lintas (smp/jam)
C = kapasitas jalan (smp/jam)
45
Tabel 2.18Nilai Konstanta Koefisien-Koefisien Parameter Model Konsumsi BBM
Jenis
Kendaraan α
1/VR VR2 RR FR FR
2 DTR AR SA BK BK x AR BK x SAR
β1 β 2 β 3 β 4 β 5 β 6 β 7 β 8 β 9 β 10 β11
Sedan 23,78 1.181,20 0,0037 1,265 0,634 - - -0,638 36,21 - - -
Utiliti 29,61 1.256,80 0,0059 1,765 1,197 - - 132,2 42,84 - - -
Bus Kecil 94,35 1.058,90 0,0094 1,607 1,488 - - 166,1 49,58 - - -
Bus Besar 129,60 1.912,20 0,0092 7,231 2,790 - - 266,4 13,86 - - -
Truk Ringan 70,00 524,60 0,0020 1,732 0,945 - - 124,4 - - - 50,02
Truk Sedang 97,70 - 0,0135 0,7365 5,706 0,0378 -0,0858 - - 6,661 36,46 17,28
Truk Besar 190,30 3.829,70 0,0196 14,536 7,225 - - - - - 11,41 10,92
Sumber: Departemen PU, 2005
46
Tabel 2.19Alinemen Vertikal yang Direkomendasikan Pada Berbagai Medan Jalan
No. Kondisi Medan
Tanjakan
Rata-Rata
(m/km)
Turunan
Rata-Rata
(m/km)
1 Datar 2,5 -2,5
2 Bukit 12,5 -12,5
3 Pegunungan 22,5 -22,5
Sumber: Departemen PU, 2005
Tabel 2.20Nilai Tipikal Derajat Tikungan Pada Berbagai Medan Jalan
No. Kondisi Medan Derajat Tikungan (o/km)
1 Datar 15
2 Bukit 115
3 Pegunungan 200
Sumber: Departemen PU, 2005
2. Pemakaian Minyak Pelumas
Pemakaian minyak pelumas pada tiap jenis kendaraan dihitung dengan
persamaan sebagai berikut:
KOi = OHKi + OHOi x KBBMi…………………………………… (2.12)
dimana:
OHKi = oli akibat kontaminasi (liter/km), nilainya sesuai Persamaan 2.13
OHOi = oli hilang akibat operasi (liter/km), nilainya sesuai Tabel 2.21
KBBMi = konsumsi bahan bakar (liter/km)
Nilai OHKi dihitung dengan persamaan sebagai berikut:
OHKi = KPOi/JPOi……………………………………………………..(2.13)
47
dimana:
KPOi = kapasitas oli (liter), nilainya sesuai Tabel 2.21
JPOi = jarak penggantian oli (km), nilainya sesuai Tabel 2.21
Tabel 2.21Nilai Tipikal JPOi, KPOi dan OHOi
Jenis
Kendaraan
JPOi
(km)
KPOi
(liter)
OHOi
(liter/km)
Sedan 2.000 3,50 0,0000028
Utiliti 2.000 3,50 0,0000028
Bus Kecil 2.000 6,00 0,0000021
Bus Besar 2.000 12,00 0,0000021
Truk Ringan 2.000 6,00 0,0000021
Truk Sedang 2.000 12,00 0,0000021
Truk Besar 2.000 24,00 0,0000021
Sumber: Departemen PU, 2005
3. Biaya konsumsi suku cadang
Besarnya biaya konsumsi suku cadang dihitung berdasarkan persamaan
berikut:
BPi = Pi x HKBi/ 1.000.000………………………………………… (2.14)
dimana:
BPi = biaya suku cadang kendaraan untuk jenis kendaraan i (Rp/km)
HKBi = harga kendaraan baru rata-rata untuk jenis kendaraan i (Rp)
Pi = nilai relatif biaya suku cadang terhadap harga kendaraan baru jenis i
(berdasarkan Persamaan 2.15)
i = jenis kendaraan
48
Nilai relatif biaya suku cadang terhadap harga kendaraan baru jenis i
dihitung berdasarkan persamaan sebagai berikut:
Pi = (ϕ + γ1 x IRI) x (KJTi/100.000) γ2……………………..................(2.15)
dimana:
Pi = konsumsi suku cadang kendaraan jenis i per juta kilometer
ϕ = konstanta (nilainya sesuai Tabel 2.22)
γ1, γ2 = koefisien-koefisien parameter (nilainya sesuai Tabel 2.22)
IRI = kekasaran jalan (m/km)
KJTi = komulatif jarak tempuh kendaraan jenis i (km)
Tabel 2.22Nilai Tipikal Φ, γ1 dan γ1
Jenis
Kendaraan
Koefisien Parameter
Φ γ1 γ2
Sedan -0,69 0,42 0,10
Utiliti -0,69 0,42 0,10
Bus Kecil -0,73 0,43 0,10
Bus Besar -0,15 0,13 0,10
Truk Ringan -0,64 0,27 0,20
Truk Sedang -1,26 0,46 0,10
Truk Besar -0,86 0,32 0,40
Sumber: Departemen PU, 2005
4. Biaya upah tenaga pemeliharaan (BU)
BU untuk tiap jenis kendaraan dihitung dengan persamaan sebagai berikut:
BUi = JPi x UTP/1000……………………………………………………(2.16)
dimana:
BUi = biaya upah perbaikan kendaraan (Rp/km)
49
JPi = jumlah jam pemeliharaan (jam/1000 km), sesuai Persamaan 2.17
UTP = upah tenaga pemelihara (Rp/jam)
JPi dihitung dengan persamaan sebagai berikut:
JPi = a0 x Pi a1…………………………………………………………..(2.17)
dimana:
JPi = jam montir per 1000 km
Pi = kecepatan berjalan (km/jam)
a0, a1 = konstanta (nilainya sesuai Tabel 2.23)
Tabel 2.23Nilai Tipikal a0 dan a1
Jenis Kendaraan a0 a1
Sedan 77,14 0,547
Utiliti 77,14 0,547
Bus Kecil 242,03 0,519
Bus Besar 293,44 0,517
Truk Ringan 242,03 0,519
Truk Sedang 242,03 0,517
Truk Besar 301,46 0,519
Sumber: Departemen PU, 2005
5. Biaya pemakaian ban
Biaya pemakaian ban untuk tiap jenis kendaraan dihitung dengan
persamaan sebagai berikut:
BBi = KBi x HBj/1000…………………………………………………..(2.18)
dimana:
BBi = biaya pemakaian ban untuk tiap jenis kendaraan i (Rp/km)
50
KBi = konsumsi ban untuk jenis kendaraan i, nilainya sesuai Persamaan
2.19.
HBj = harga ban baru jenis j (Rp/ban baru)
Konsumsi ban utuk tiap kendaraan dihitung dengan persamaan sebagai
berikut:
KBi = χ + δ1 x IRI + δ2 x TTR + δ3 x DTR…………………………......(2.19)
dimana:
χ = konstanta (nilainya sesuai Tabel 2.24)
δ1… δ3 = koefisien-koefisien parameter (nilainya sesuai Tabel 2.24)
TTR = tanjakan dan turunan rata-rata (nilainya sesuai Tabel 2.24)
DTR = derajat tikungan rata-rata (nilainya sesuai Tabel 2.20)
Tabel 2.24Nilai Tipikal χ, δ1, δ2 dan δ3
JenisKendaraan χ
IRI TTR DTR
δ1 δ2 δ3
Sedan -0,014710 0,01489 - -Utiliti 0,019050 0,01489 - -Bus Kecil 0,024000 0,02500 0,003500 0,000670Bus Besar 0,101530 - 0,000963 0,000244Truk Ringan 0,024000 0,01489 0,003500 0,000670Truk Sedang 0,095835 - 0,001783 0,000184Truk Besar 0,158350 - 0,002560 0,000280
Sumber: Departemen PU, 2005
51
Tabel 2.25Nilai Tipikal Tanjakan dan Turunan Pada Berbagai Medan Jalan
No. Kondisi Medan TT (m/km)
1 Datar 5
2 Bukit 25
3 Pegunungan 45
Sumber: Departemen PU, 2005
6. Biaya penyusutan
Biaya penyusutan yang berlaku dalam perhitungan BOK pada jalan arteri,
besarnya berbanding terbalik dengan kecepatan kendaraan. Biaya tersebut
dihitung berdasarkan persamaan sebagai berikut:
Untuk jalan arteri:
a. Kend. Ringan : Y = 1 / (2,5 S + 100) ……………………………….(2.20)
b. Bus : Y = 1 / (9 S + 315) ………………………………. (2.21)
c. Truk : Y = 1 / (6 S + 210) ………………………………. (2.22)
dimana :
Y = biaya penyusutan per 1000 km
S = kecepatan berjalan (km/jam)
7. Biaya bunga modal
Biaya suku bunga modal untuk perhitungan BOK baik pada jalan arteri
sesuai dengan persamaan berikut ini:
a. Kend. Ringan : Y = 150 / (500 S) ……………………………...........(2.23)
b. Bus : Y = 150 / (2571,42857 S) ………………..………....(2.24)
c. Truk : Y = 150 / (1714,28571 S) ………………..………...(2.25)
52
dimana:
Y = biaya suku bunga kendaraan per 1000 km
S = kecepatan berjalan (km/jam)
8. Biaya asuransi
Komponen biaya asuransi pada perhitungan BOK model PCI berlaku pada
jalan arteri. Asuransi diasumsikan sebesar 3,8% per tahun. Biaya asuransi dalam
hubungannya dengan kecepatan dihitung dengan cara yang sama seperti pada
perhitungan biaya bunga modal dengan jarak tempuh tahunan. Untuk sepeda
motor besarnya biaya asuransi tidak diperhitungkan. Persamaan yang dipakai
untuk menghitung besarnya biaya asuransi adalah sebagai berikut:
a. Kend. Ringan : Y = 38 / (500 S) ………………………………….....(2.26)
b. Bus : Y = 60 / (2571,42857 S) ……………………………(2.27)
c. Truk : Y = 61 / (1714,28571 S) ……………………………(2.28)
dimana:
Y = biaya asuransi per 1000 km
S = kecepatan berjalan (km/jam)
2.6.4 Analisis BOK untuk sepeda motor
Sepeda motor merupakan mayoritas kendaraan yang digunakan
masyarakat Bali dan berpengaruh signifikan terhadap karakteristik transportasi di
Bali. Perhitungan BOK sepeda motor mengacu pada metode yang digunakan oleh
Dinas Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (DLLAJ) Provinsi Bali-Konsultan Public
Transport Study (PTS) pada tahun 1999. Persamaan dalam perhitungan BOK
untuk sepeda motor adalah sebagai berikut:
53
VOC = a + b / V + cV²…………………………………………………...(2.29)
dimana:
VOC = biaya operasi kendaraan (per km)
V = kecepatan rata-rata (km/jam)
a = konstanta dengan nilai a = 24
b,c = koefisien dengan nilai b = 596 dan c = 0,00370
Persamaan diatas belum termasuk biaya akibat bahan bakar, suku cadang,
oli, ban, biaya servis dan jasa montir sehingga perlu adanya penyesuaian dengan
nilai pertumbuhan inflasi. Nilai pertumbuhan inflasi yang digunakan yaitu dari
awal rumus DLLAJ dikeluarkan sampai survei ini dilakukan (1999-2016).
Persamaan perhitungan BOK akibat pertumbuhan inflasi adalah sebagai berikut:
P = P0 ( 1 + i )n...................…………………………………………..(2.30)
dimana :
P = nilai BOK setelah adanya inflasi
P0 = nilai BOK awal
i = nilai rata-rata pertumbuhan inflasi (%)
n = jumlah tahun
2.7 Studi Kelayakan Proyek
Studi kelayakan adalah suatu kegiatan penelitian atau studi yang dilakukan
secara komprehensif dari berbagai aspek dalam usaha mengkaji tingkat kelayakan
dari suatu proyek (LPM-ITB, 1997). Studi kelayakan proyek merupakan tahap
awal yang dipandang cukup penting dari serangkaian siklus proyek. Hal tersebut
dikarenakan sumber daya baik manusia, waktu maupun dana makin sulit untuk
54
diperoleh. Hasil dari studi kelayakan merupakan rekomendasi mengenai perlu
tidaknya proyek itu ditindak lanjutkan.
Studi kelayakan proyek menekankan pada 2 (dua) macam analisis yaitu :
analisis finansial dan analisis ekonomi. Analisis finansial adalah analisis
kelayakan yang melihat dari sudut pandang investor (pihak yang berkepentingan
langsung dengan proyek). Dalam analisis finansial yang diperhatikan didalamnya
adalah dari segi cash-flow yaitu perbandingan antara hasil penerimaan dengan
jumlah biaya-biaya (total cost) yang dinyatakan dalam nilai sekarang untuk
mengetahui kriteria kelayakan atau keuntungan suatu proyek. Hasil finansial
sering juga disebut “private returns”.
Analisis ekonomi adalah analisis kelayakan yang melihat dari sudut
perekonomian secara keseluruhan. Dalam analisis ekonomi yang diperhatikan
ialah hasil total, atau produktivitas atau keuntungan yang didapat dari semua
sumber yang dipakai dalam proyek untuk masyarakat atau perekonomian sebagai
keseluruhan, tanpa melihat siapa yang menyediakan sumber-sumber tersebut dan
siapa dalam masyarakat yang menerima hasil proyek tersebut. Hasil itu disebut
“the social returns” atau “the economic returns”.
2.7.1 Tujuan dan Manfaat Studi Kelayakan
Santosa (2011) menyebutkan bahwa suatu studi kelayakan memiliki tujuan
antara lain:
a. Menghindari terjadinya keterlanjuran penanaman modal yang tidak
menguntungkan.
b. Memaksimalkan keuntungan.
55
c. Mengevaluasi aspek-aspek yang mempengaruhi suatu studi.
d. Mengidentifikasi faktor-faktor yang menjadi kunci keberhasilan.
e. Mengidentifikasi sarana dan prasarana yang dibutuhkan.
Suatu proyek dinilai bermanfaat dari segi finansial jika nilai ekonomis dari
proyek tersebut dapat menguntungkan bila dibandingkan dengan resiko yang
ditimbulkan. Manfaat ekonomi yang dimaksudkan adalah manfaat proyek tersebut
di tempat pelaksanaannya dan berpengaruh luas terhadap wilayah sekitarnya.
Manfaat sosial ialah manfaat yang dihasilkan darimana lokasi proyek tersebut
dilaksanakan. Manfaat lingkungan mencakup polusi udara, air, tanah maupun
suara yang ditinjau dari tahap pra pelaksanaan sampai pasca proyek. Manfaat-
manfaat tersebut berlaku untuk setiap studi kelayakan, baik itu yang bersifat
komersil maupun proyek investasi.
2.7.2 Aspek-Aspek Studi Kelayakan
Beberapa aspek yang biasa digunakan untuk melakukan sebuah kajian
kelayakan meliputi :
a. Aspek Ekonomi
Aspek ekonomi berkaitan dengan dampak yang didapat oleh Negara dan
masyarakat dari adanya pelaksanaan suatu proyek. Pelaksanaan proyek
dapat mengubah kehidupan ekonomi negara dan masyarakat menjadi
lebih baik atau dapat juga makin memburuk.
b. Aspek Finansial
Dari aspek finansial yang dimaksud adalah apakah proyek itu dipandang
menguntungkan bila dibanding dengan risiko yang ditimbulkan. Dalam
56
aspek ini dibahas mengenai sumber pendanaan, taksiran penghasilan,
keuntungan (benefit) dan biaya, keuangan proyek dan aliran kas (cash
flow).
c. Aspek Teknis
Aspek ini merupakan aspek yang berkaitan dengan proses pembangunan
proyek secara teknis dan pengoperasiaanya setelah proyek tersebut selesai
dibangun. Aspek teknis menyangkut lokasi dan lahan tempat proyek
dilaksanakan, kebutuhan tempat sesuai dengan prakiraan jumlah
penduduk dan lalu lintas di masa yang akan datang. Dalam aspek teknis
dibahas mengenai skala prioritas, perlengkapan, tata letak, site planning,
penjadwalan dan manajemen teknologi.
d. Aspek Lingkungan
Aspek lingkungan mencakup telaahan secara cermat dan mendalam
tentang dampak besar dan penting dari suatu proyek. Dampak yang
timbul dapat langsung mempengaruhi proyek pada saat ini ataupun akan
timbul di masa mendatang.
e. Aspek Sosial Budaya
Aspek sosial budaya yang timbul akibat adanya suatu proyek atau
investasi meliputi komponen demografi (struktur penduduk, tingkat
pendapatan penduduk, pertumbuhan penduduk, tenaga kerja), komponen
budaya (adat istiadat, nilai dan norma budaya), kesehatan masyarakat
(parameter lingkungan masyarakat yang diperkirakan terkena dampak
rencana pembangunan pencemaran, potensi besarnya dampak timbulnya
57
penyakit, kondisi lingkungan yang dapat memperburuk proses penyebaran
penyakit). Sementara itu dampak negatif dari aspek sosial meliputi
; perubahan gaya hidup, budaya, adat istiadat , struktur sosial lainnya serta
meningkatnya kriminalitas.
2.8 Nilai Waktu
2.8.1 Pengertian dan Kegunaannya
Nilai waktu atau nilai penghematan waktu didefinisikan sebagai jumlah
uang yang rela dikorbankan seseorang untuk menghemat satu satuan waktu
perjalanan (Hensher, et.al, 1988). Besarnya nilai waktu bagi pengguna jalan
merupakan gambaran dari layanan konsumen yang diberikan oleh jalan kepada
pengguna jalan tersebut (LPM-ITB, 1997).
Dalam studi kelayakan proyek jalan, nilai waktu digunakan untuk
menghitung besarnya manfaat yang didapat oleh pengguna jalan akibat adanya
penghematan waktu jika melewati jalan baru. Biasanya nilai penghematan per
satuan waktu yang diambil adalah satuan per jam. Nilai ini nantinya menjadi
masukan dalam perhitungan total nilai penghematan harian.
2.8.2 Estimasi Nilai Waktu
Tak ada nilai langsung yang dapat diterapkan dalam mencerminkan
kenyamanan pengguna jalan namun banyak pengguna jalan yang ingin
mempersingkat waktu perjalanannya. Salah satu cara untuk menghitung nilai ini
dengan menggambarkan nilai waktu sebagai biaya peluang (opportunity cost)
58
yang dikeluarkan akibat hilangnya kesempatan produktif karena adanya
kebutuhan perjalanan.
Faktor penting dalam menentukan nilai waktu seseorang adalah dengan
mengidentifikasi tujuan perjalanannya. Tujuan perjalanan dibagi menjadi dua
yaitu: tujuan bisnis dan non bisnis. Perjalanan bisnis tak termasuk perjalanan pergi
ke kantor atau pulang ke rumah yang dilakukan tidak pada jam kerja, dimana
tidak mengakibatkan kerugian produksi ekonomi. Perjalanan non bisnis termasuk
semua bentuk perjalanan seperti ke kantor, rumah, sekolah, tempat hiburan dan
sebagainya. Nilai perjalanan bisnis dikuantifikasikan sebagai nilai waktu per jam
diasumsikan berdasarkan hasil studi dari PTS-BUIP Pemerintah Provinsi Bali,
yang menetapkan bahwa nilai waktu rata-rata untuk perjalanan bisnis adalah
sebesar 50% dari pendapatan. Sementara nilai perjalanan non bisnis ditetapkan
25% dari nilai perjalanan bisnis. Pendekatan untuk perhitungan nilai waktu dalam
studi ini adalah pendapatan per kapita dari Pendapatan Domestik Regional Bruto
(PDRB) Kota Denpasar. Pendapatan per kapita adalah besarnya pendapatan rata-
rata penduduk di suatu wilayah per tahun. Pendapatan per kapita didapatkan dari
hasil pembagian pendapatan wilayah (PDRB) dengan jumlah penduduk negara
tersebut. Pendapatan per kapita juga merefleksikan PDRB per kapita.
2.8.3 Pendapatan Domestik Regional Bruto
Pendapatan Domestik Regional Bruto adalah keseluruhan nilai tambah dari
sektor-sektor ekonomi yang ada di suatu daerah dalam periode waktu tertentu.
PDRB merupakan penjumlahan nilai output bersih perekonomian yang
ditimbulkan oleh seluruh kegiatan ekonomi di suatu daerah tertentu (provinsi dan
59
kabupaten) dan dalam satu periode waktu tertentu (satu tahun kelender). Kegiatan
ekonomi yang dimaksud meliputi: kegiatan pertanian, pertambangan, industri
pengolahan, transportasi sampai dengan jasa.
2.8.3.1 Produk Domestik dan Produk Regional
Semua barang dan jasa sebagai hasil dari kegiatan-kegiatan ekonomi yang
beroperasi di wilayah domestik tanpa memperhatikan apakah faktor produksinya
berasal dari atau dimiliki oleh penduduk wilayah tersebut merupakan produk
domestik wilayah bersangkutan. Pendapatan yang timbul oleh karena adanya
kegiatan produksi tersebut merupakan pendapatan. Dengan adanya arus
pendapatan yang mengalir antar daerah (termasuk juga dari dan ke luar negeri)
yang pada umumnya berupa upah atau gaji, bunga, deviden dan keuntungan maka
timbul perbedaan antara produk domestik dan produk regional.
Produk Regional adalah produk domestik ditambah dengan pendapatan
yang diterima dari luar daerah atau negeri dikurangi dengan pendapatan yang
dibayarkan keluar daerah atau negeri tersebut. Akan tetapi untuk mendapatkan
angka-angka tentang pendapatan yang mengalir keluar dan masuk ke suatu daerah
(yang secara nasional dapat diperoleh dari neraca pembayaran luar negeri) masih
sangat sulit saat ini, hingga produk regional belum dapat dihitung. Untuk
sementara dalam perhitungan, produk regional diasumsikan sama dengan Produk
Domestik Regional Netto (PDRN) atas dasar biaya faktor. Apabila pendapatan
regional ini dibagi dengan jumlah penduduk yang tinggal di wilayah tersebut
maka diperoleh pendapatan per kapita.
60
2.8.3.2 PDRB Atas Dasar Harga Pasar
Angka PDRB atas dasar harga pasar diperoleh dengan menjumlahkan nilai
tambah bruto (gross value added) yang timbul dari seluruh sektor ekonomi di
wilayah itu. Nilai tambah bruto adalah nilai lebih yang timbul setelah melalui
suatu proses produksi atau nilai produksi (output) dikurangi dengan biaya antara.
Nilai tambah bruto disini mencakup komponen-komponen faktor pendapatan
(upah dan gaji, bunga, sewa tanah dan keuntungan), penyusutan dan pajak tak
langsung netto. Dengan menghitung nilai tambah bruto dari tiap-tiap sektor dan
menjumlahkan nilai tambah bruto dari seluruh sektor maka akan diperoleh produk
PDRB atas dasar harga pasar.
2.8.3.3 PDRN Atas Dasar Harga Pasar
PDRB atas dasar harga pasar dikurangi penyusutan akan diperoleh PDRN
atas dasar harga pasar. Penyusutan yang dimaksud adalah nilai susut dari barang-
barang modal yang terjadi selama barang tersebut ikut serta dalam proses
produksi.
2.8.3.4 PDRN Atas Dasar Biaya Faktor
Perbedaan antara konsep biaya faktor dengan harga pasar adalah karena
adanya pajak tidak langsung yang dipungut oleh pemerintah dan subsidi yang
diberikan oleh pemerintah kepada unit-unit produksi. Pajak tidak langsung yang
dibayar oleh perusahaan terdiri dari iuran wajib ke pemerintah yang diberlakukan
sebagai biaya untuk kegiatan produksi. Pajak tidak langsung mencakup segala
jenis pajak yang dikenakan atas kegiatan produksi, penjualan, pembelian atau
penggunaan barang dan jasa oleh perusahaan. Perusahaan dapat membayar pajak
61
tidak langsung kepada Pemerintah Daerah maupun Pemerintah Pusat. Pajak tidak
langsung meliputi: pajak penjualan, bea ekspor, cukai dan lain-lain kecuali pajak
pendapatan dan pajak perseorangan. Pajak tidak langsung dan subsidi memiliki
pengaruh terhadap harga barang-barang. Pajak berpengaruh menaikkan harga
sedangkan subsidi menurunkan harga. Pajak tidak langsung netto diperoleh dari
pajak tidak langsung dikurangi subsidi. PDRN atas dasar harga pasar dikurangi
pajak tidak langsung netto hasilnya PDRN atas dasar biaya faktor.
Pendekatan untuk perhitungan nilai waktu dalam penelitian ini
menggunakan data pendapatan perkapita dari PDRB (Produk Domestik Regional
Bruto) Kota Denpasar. Berikut ini adalah data PDRB perkapita Kota Denpasar
mulai tahun 2010 hingga 2014.
Tabel 2.26Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) Per Kapita
Kota Denpasar Tahun 2010-2014
Tahun PDRB Per Kapita (Rp) Pertumbuhan (%)
2010 25.753.804 -
2011 26.838.582 4,21
2012 28.226.775 5,17
2013 29.575.017 4,78
2014 31.006.811 4,84
Sumber: BPS Propinsi Bali, 2015
Untuk menghitung nilai waktu penumpang menurut jenis kendaraan,
dengan asumsi bahwa perjalanan seseorang biasanya menggunakan kendaraan
maka diperlukan nilai rata-rata jumlah penumpang per jenis kendaraan (average
vehicle occupancy). Pada Tabel 2.27 dapat dilihat jumlah penumpang per jenis
kendaraan berdasarkan hasil studi terdahulu yang dilakukan oleh Dewi (2012).
62
Tabel 2.27Rata-Rata Jumlah Penumpang untuk Tiap Jenis Kendaraan
No. Jenis KendaraanRata-Rata Jumlah
Penumpang (jiwa)
1 Sepeda Motor 1,35
2 Kendaraan Ringan 2,70
3 Bus 17,4
4 Truk 1,98
Sumber: Dewi, 2012
2.9 Penghematan Biaya Pemakai Jalan
Nilai manfaat dari pembangunan jalan baru bagi pengguna jalan berupa
penghematan biaya pemakai jalan (PBPJ) yang terdiri atas penghematan BOK dan
penghematan nilai waktu perjalanan. Besarnya penghematan kedua komponen
tersebut dihitung menurut persamaan dibawah:
PB = (BOKek x Dek – BOKalt x Dalt) + {(Dek/Vek – Dalt/Valt) x Tv}
……………………………………………………….…………(2.31)
dimana :
PB = penghematan biaya pengguna (Rp)
BOKek = biaya operasi kendaraan di jalan eksisting (Rp/km)
BOKalt = biaya operasi kendaraan di jalan alternatif (Rp/km)
Dek = panjang jalan eksisting (km)
Dalt = panjang jalan alternatif (km)
Vek = kecepatan di jalan eksisting (km/jam)
Valt = kecepatan di jalan alternatif (km/jam)
Tv = nilai waktu kendaraan (Rp/jam)
63
2.10 Biaya Proyek
Berbeda dengan biaya yang dihitung saat studi awal yang biasanya masih
kasar, biaya proyek yang dihitung untuk studi kelayakan ini lebih baik nilainya.
Biaya proyek secara lebih detail dapat dihitung karena ada rancangan detail dari
proyek (detail engineering design/ DED).
Biaya suatu proyek dapat dibagi menjadi dua kelompok yakni biaya modal
dan biaya operasional (LPM-ITB, 1997) sebagai berikut:
1. Biaya modal adalah biaya yang dikeluarkan untuk menyiapkan dana
proyek, melakukan studi, penyiapan dokumen pembangunan atau
pelaksanaan konstruksi, pengawasan pembangunan dan manajemen
proyek.
2. Biaya operasional adalah biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan
operasional meliputi: proses menjalankan proyek, pemeliharaan,
perbaikan serta pengelolaan selama masa pelayanan.
2.11 Manfaat Proyek
Manfaat proyek adalah penerimaan (revenue) yang dihasilkan suatu
proyek sebelum dikurangi dengan biaya yang dikeluarkan. Manfaat proyek dapat
dibagi menjadi tiga yakni : Manfaat langsung (direct benefits), Manfaat tidak
langsung (indirect benefits) dan Manfaat tidak kentara (intangible benefits).
64
2.11.1 Manfaat Langsung
Manfaat langsung merupakan manfaat yang diterima sebagai akibat
adanya proyek, seperti naiknya nilai hasil/output produksi barang atau jasa,
perubahan bentuk, serta penurunan biaya.
Kenaikan dalam nilai hasil/output produksi disebabkan karena
meningkatnya jumlah produk dan kualitas dari produk sebagai akibat adanya
proyek. Sedangkan penurunan biaya dapat berupa keuntungan dari mekanisme,
penurunan biaya pengangkutan atau penghindaran kerugian.
2.11.2 Manfaat Tidak Langsung
Merupakan manfaat yang timbul atau dirasakan di luar proyek karena
adanya realisasi suatu proyek. Ada tiga macam manfaat tidak langsung yakni :
a. Manfaat proyek yang timbul sebagai dampak multiplier effects dari proyek
yang dibangun terhadap kegiatan pembangunan lainnya. Contoh: perbaikan
jalan menyebabkan timbulnya berbagai kegiatan masyarakat dalam
memanfaatkan potensi ekonomi di sepanjang jalan yang dibangun.
b. Manfaat yang disebabkan oleh adanya keunggulan skala besar (economies of
scale)
c. Manfaat yang muncul karena adanya pengaruh sekunder dinamik (dynamic
secondary effects), misalnya berupa perubahan dalam produktivitas tenaga
kerja yang disebabkan adanya perbaikan kesehatan atau pendidikan.
2.11.3 Manfaat yang tidak dapat dinyatakan dengan jelas (Intangible Benefit)
Merupakan manfaat dari pembangunan proyek yang sulit diukur/dinilai
dalam bentuk uang, seperti perubahan pola pikir masyarakat, perbaikan
65
lingkungan hidup, berkurangnya pengangguran, peningkatan ketahanan nasional,
kemantapan tingkat harga, dan sebagainya.
2.12 Pendekatan Kelayakan Investasi
Untuk menentukan layak atau tidaknya investasi pembangunan jalan dari
sisi ekonomi terdapat dua metode yang biasa digunakan yaitu: Cost Benefit
Analysis (Analisa Biaya Manfaat) dan Cost Effectiveness.
Metode pertama digunakan untuk menyatakan kelayakan suatu proyek
menurut perbandingan manfaat yang akan diperoleh dan biaya yang akan
dikeluarkan. Metode ini digunakan dalam kondisi dimana dana terbatas sedangkan
metode kedua umumnya dilakukan pada kondisi dimana dana yang tersedia cukup
banyak sehingga perlu membandingkan dua alternatif proyek hanya dilakukan
dengan membandingkan biaya yang diperlukan (Adler, 1969).
Kriteria dasar untuk mengukur manfaat suatu investasi pada bidang
transportasi adalah dengan melakukan perhitungan “dengan” dan “tanpa” (“with”
and “without”) pembangunan jalan baru sehingga diketahui keuntungan yang
timbul karena adanya pembangunan jalan baru tersebut. Adapun kriteria yang
biasa digunakan untuk menentukan kelayakan suatu usaha atau investasi antara
lain
2.12.1 Net Present Value (NPV)
Metode NPV adalah metode yang membandingkan semua komponen
biaya dan manfaat suatu proyek dengan acuan yang sama agar dapat
diperbandingkan satu dengan lainnya (LPM-ITB, 1997). Acuan yang digunakan
66
adalah besaran netto saat ini (net present value) artinya semua besaran biaya dan
manfaat diubah dalam besaran nilai sekarang. Selanjutnya NPV didefinisikan
sebagai selisih antara nilai saat ini (present value) dari komponen manfaat dan
present value dari komponen biaya. Secara matematis persamaannya adalah
sebagai berikut:
NPV = PV B – PV C
n
0=t i)(1 tC tB tNPV ………………………………….………………(2.32)
dimana :
PV B = present value benefit
PV C = present value cost
Bt = besaran total dari komponen manfaat proyek pada tahun t
Ct = besaran total dari komponen biaya pada tahun t
i = tingkat suku bunga (% per tahun)
t = jumlah tahun
Berdasarkan kriteria ini dapat dikatakan bahwa proyek layak dilaksanakan
jika nilai NPV > 0 sementara jika nilai NPV < 0 artinya proyek tidak layak dan
jika nilai NPV = 0 artinya tingkat pengembaliannya setara dengan suku bunga
patokan (suku bunga bank) atau dapat dikatakan bahwa proyek mengembalikan
dananya persis sebesar Opportunity Cost of Capital, mengingat ada penggunaan
lain yang lebih menguntungkan.
67
2.12.2 Benefit Cost Ratio (BCR)
Metode ini pada prinsipnya membandingkan semua pemasukan yang
diterima (dihitung pada kondisi saat ini) dengan semua pengeluaran yang telah
dilakukan (dihitung pada kondisi saat ini).
Secara matematis dapat dirumuskan sebagai berikut:
BCR = PV B/PV C ………………………………………….………(2.33)
n
n
0=t i)(1 tCt
0=t i)(1 tBt
BCR
dimana:
Bt = besaran total dari komponen manfaat proyek pada tahun t
Ct = besaran total dari komponen biaya pada tahun t
i = tingkat suku bunga (% per tahun)
t = jumlah tahun
Bila nilai indeks BCR > 1 maka proyek layak untuk dilaksanakan tetapi
jika nilai indeks BCR < 1 maka proyek tidak layak untuk dikerjakan mengingat
biaya (cost) lebih besar dari pada manfaat (benefit) yang diterima. Namun hal ini
tidak sepenuhnya dapat ditentukan bahwa proyek layak jika BCR-nya > 1 karena
hal tersebut hanya menunjukkan bahwa manfaat lebih besar daripada biaya yang
dikeluarkan. Sementara untuk lebih teliti menyatakan layak tidaknya suatu proyek
harus dibandingkan dengan tingkat suku bunga (discount rate) yang berlaku.
Dengan kata lain harus diketahui nilai laju pengembalian modalnya atau IRR
untuk dapat dibandingkan dengan discount rate yang berlaku.
68
2.12.3 Internal Rate Of Return (IRR)
Internal rate of return adalah besaran yang menunjukkan harga discount
rate pada saat NPV = 0. IRR sering juga disebut sebagai laju pengembalian
modal. Dalam hal ini laju pengembalian modal dapat dianggap sebagai tingkat
keuntungan atas investasi bersih dalam suatu proyek. Jika besarnya laju
pengembalian modal ini melebihi nilai discount rate maka sudah pasti dapat
dikatakan bahwa proyek menguntungkan dan layak untuk dikerjakan namun jika
lebih kecil dari discount rate sekalipun nilai BCR-nya >1, kelayakan proyek
masih perlu ditinjau ulang karena secara finansial lebih baik menyimpan modal di
bank. Jadi kriteria untuk menetapkan kelayakan suatu proyek adalah bila IRR-nya
lebih besar dari discount rate. IRR dapat dicari dengan metode coba-coba (trial
and error) yakni dengan memasukkan nilai i berulang-ulang hingga didapatkan
NPV=0, dan dengan cara interpolasi dengan persamaan berikut :
)i1-i2(xNPV2NPV1
NPV2i2IRR
………………………………..……(2.34)
dimana :
i1 = tingkat bunga 1 (tingkat discount rate yang menghasilkan NPV1)
i2 = tingkat bunga 2 (tingkat discount rate yang menghasilkan NPV2)
NPV1 = net present value 1
NPV2 = net present value 2
2.12.4 Payback Period
Metode payback period merupakan teknik penilaian terhadap jangka
waktu pengembalian investasi suatu proyek atau usaha. Perhitungan ini dapat
69
dilihat dari perhitungan kas bersih yang diperoleh setiap tahun. Nilai kas bersih
merupakan penjumlahan laba setelah pajak ditambah dengan penyusutan.
Keuntungan dari metode Pay Back Period ini adalah :
- Mudah dimengerti
- Lebih mengutamakan investasi yang menghasilkan aliran kas yang lebih
cepat
- Beranggapan bahwa semakin lama waktu pengembalian, semakin tinggi
resikonya
- Cukup akurat untuk mengukur nilai investasi yang diperbandingkan untuk
beberapa kasus dan bagi pembuat keputusan.
Kelemahan metode Pay Back Period ini adalah :
- Mengabaikan nilai waktu dari pada uang (time value of money)
- Mengabaikan penerimaan–penerimaan investasi atau proceeds setelah Pay
Back Period tercapai.
2.12.5 Accounting Rate of Return
Metode ini menggunakan persentase keuntungan netto setelah pajak atas
investasi awal atau rata-rata investasi awal. Data keuntungan dalam perhitungan
ini diperoleh dari reported accounting income (laba dari pembukuan akuntansi).
Kelebihan dari metode ini adalah:
- Sederhana dan mudah dimengerti
- Metode ini menggunakan data akuntansi yang sudah tersedia sehingga
tidak memerlukan perhitungan tambahan.
Kekurangan utama dari metode ini adalah:
70
- Tidak memperhitungkan “time value of money”
- Menitik beratkan pada laba akuntansi dan bukan pada arus kas dari
investasi bersangkutan
- Merupakan pendekatan jangka pendek dengan menggunakan angka rata-
rata yang dapat menyesatkan
- Kurang memperhitungkan jangka waktu investasi
2.12.6 Average Rate of Return
Metode penilaian investasi ini berusaha menunjukkan ratio atau
perbandingan antara keuntungan neto tahunan terhadap nilai investasi yang
diperlukan untuk memperoleh laba/keuntungan tersebut baik diperhitungkan
dengan nilai investasi atau rata – rata investasi. Penilaian investasi dengan
metode Average Rate of Return didasarkan pada jumlah keuntungan bersih
sesudah pajak. Kelebihan dari metode ini adalah:
- Sederhana dan mudah dimengerti
- Metode ini menggunakan data akuntansi yang sudah tersedia sehingga
tidak memerlukan perhitungan tambahan.
Kekurangan utama dari metode ini adalah:
- Tidak memperhitungkan “time value of money”
- Menitik beratkan pada laba akuntansi dan bukan pada arus kas dari
investasi bersangkutan
- Merupakan pendekatan jangka pendek dengan menggunakan angka rata-
rata yang dapat menyesatkan
- Kurang memperhitungkan jangka waktu investasi
71
2.12.7 Profitability Indeks (PI)
Metode Profitability Index adalah menghitung melalui perbandingan
antara lain nilai sekarang (present value) dari rencana penerimaan–penerimaan
kas bersih di masa yang akan datang dengan nilai sekarang (present value) dari
investasi yang telah dilaksanakan, jadi perhitungan profitability Index dapat
dihitung dengan membandingkan antara Present Value kas masuk dengan Present
Value kas keluar. Keuntungan metode Profitability Index :
- Memperhitungkan nilai waktu dari pada uang (time value of money)
- Menentukan terlebih dahulu tingkat bunga yang akan digunakan
- Konsisten dengan tujuan perusahaan, yaitu memaksimalkan kekayaan
pemegang saham.
Kelemahan metode Profitability Index :
- Dapat memberikan panduan dan pilihan yang salah pada proyek-proyek-
proyek yang mutually exsclusive yang memiliki unsur ekonomis dan skala
yang berbeda
2.13 Analisis Sensitivitas
Analisis sensitivitas dilakukan apabila hasil analisis kelayakan ekonomi
dinyatakan layak secara ekonomi (memenuhi kriteria investasi NPV > 0, BCR >
1, dan IRR > i). Nilai-nilai parameter dalam studi kelayakan proyek biasanya
diestimasikan besarnya maka jelas nilai-nilai tersebut tidak dapat lepas dari
kesalahan. Maksudnya dapat saja nilai tersebut lebih besar ataupun lebih kecil dari
hasil estimasi yang diperoleh atau berubah pada saat-saat tertentu. Perubahan yang
72
terjadi pada nilai parameter tentunya akan mengakibatkan perubahan-perubahan
pula pada tingkat outputnya.
Untuk mengetahui seberapa sensitif suatu keputusan terhadap perubahan
faktor-faktor atau parameter yang mempengaruhinya maka setiap pengambilan
keputusan dalam ekonomi teknik sebaiknya disertai dengan analisis sensitivitas.
Analisis sensitivitas merupakan kajian sejauh mana suatu keputusan cukup kuat
berhadapan dengan perubahan faktor-faktor yang mempengaruhinya.
Analisis sensitivitas dilakukan dengan mengubah nilai suatu parameter
pada suatu saat, untuk kemudian dilihat bagaimana pengaruhnya terhadap
akseptabilitas suatu alternatif investasi. Parameter-parameter yang biasanya
berubah dan mempengaruhi keputusan dalam analisis meliputi: biaya investasi,
nilai manfaat, tingkat suku bunga dan lain sebagainya.