BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sistem - repository.ipb.ac.id · oleh Dinas Lalulintas Angkutan Jalan...

55
2.1 per Semik sissispad me per sisper me dar per aga pas . Sistem Untuk rmasalahan cara makro kro yang sa tem jaringa tem kelemb da Gambar Gamba Interaknghasilkan rgerakan ken tem jaringa rgerakan. B mpengaruh ri sistem pranan yang ar tercipta s sti akan me Transporta mendapat k transporta sistem tra aling terkai t an prasaran bagaan. Hu 2. r 2. Sistem T si antara suatu pe ndaraan. Pe n melalui sBegitu juga i sistem keg ergerakan penting dsuatu sistem empengaruh B TINJAUA asi kan penge asi perlu dil ansportasi tt dan salinna transpoubungan siTransportasi sistem k rgerakan m erubahan pa uatu peruba a perubahgiatan mela tersebut. S alam meng m pergeraka hi kembali s BAB 2 AN PUSTAK ertian yang akukan sua erdiri atas g mempeng rtasi, sistem stem transi Makro (Tam kegiatan d manusia da ada sistem ahan pada t an pada iui peningka elain itu, s gkombinasik an yang lan sistem kegia KA g lebih m atu pendeka beberapa s garuhi, yait m pergerak portasi ters min, 1997) dan sistem n/atau bara kegiatan ak tingkat pelasistem jariatan mobilita sistem perg kan suatu car, yang p atan dan si s mendalam atan secara sistem trans u sistem ke kan lalulinta sebut dapam jaringan ang dalam kan mempe yanan pada ngan akan as dan akse erakan mesistem perg pada akhirn stem jaringa 12 t entang sistem. sportasi egiatan, as, dan t dilihat akan bentuk ngaruhi a sistem dapat esibilitas megang gerakan ya juga an yang

Transcript of BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sistem - repository.ipb.ac.id · oleh Dinas Lalulintas Angkutan Jalan...

Page 1: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sistem - repository.ipb.ac.id · oleh Dinas Lalulintas Angkutan Jalan (DLLAJ), Kementerian Perhubungan, Polantas, dan masyarakat sebagai pemakai jalan.

 

2.1

per

Sec

mik

sist

sist

pad

me

per

sist

per

me

dar

per

aga

pas

. Sistem

Untuk

rmasalahan

cara makro

kro yang sa

tem jaringa

tem kelemb

da Gambar

Gamba

Interaks

nghasilkan

rgerakan ken

tem jaringa

rgerakan. B

mpengaruh

ri sistem pe

ranan yang

ar tercipta s

sti akan me

Transporta

mendapatk

transporta

sistem tra

aling terkait

an prasaran

bagaan. Hu

2.

r 2. Sistem T

si antara

suatu pe

ndaraan. Pe

n melalui su

Begitu juga

i sistem keg

ergerakan t

penting da

suatu sistem

empengaruh

B

TINJAUA

asi

kan penge

asi perlu dil

ansportasi te

t dan saling

na transpor

ubungan sis

Transportasi

sistem k

rgerakan m

erubahan pa

uatu peruba

a perubaha

giatan mela

tersebut. S

alam meng

m pergeraka

hi kembali s

BAB 2

AN PUSTAK

ertian yang

akukan sua

erdiri atas

g mempeng

rtasi, sistem

stem transp

i Makro (Tam

kegiatan d

manusia da

ada sistem

ahan pada t

an pada s

iui peningka

elain itu, s

gkombinasik

an yang lan

sistem kegia

KA

g lebih m

atu pendeka

beberapa s

garuhi, yaitu

m pergerak

portasi ters

min, 1997)

dan sistem

n/atau bara

kegiatan ak

tingkat pelay

sistem jarin

atan mobilita

sistem perg

kan suatu s

car, yang p

atan dan sis

mendalam t

atan secara

sistem trans

u sistem ke

kan lalulinta

sebut dapat

m jaringan

ang dalam

kan mempe

yanan pada

ngan akan

as dan akse

erakan mem

sistem perg

pada akhirn

stem jaringa

12 

tentang

sistem.

sportasi

egiatan,

as, dan

t dilihat

akan

bentuk

ngaruhi

a sistem

dapat

esibilitas

megang

gerakan

ya juga

an yang

Page 2: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sistem - repository.ipb.ac.id · oleh Dinas Lalulintas Angkutan Jalan (DLLAJ), Kementerian Perhubungan, Polantas, dan masyarakat sebagai pemakai jalan.

13  

  

ada. Keempat sistem mikro ini saling berinteraksi satu dengan yang lain yang

terkait dalam suatu sistem transportasi makro.

Untuk menjamin terwujudnya suatu sistem pergerakan yang aman,

nyaman, lancar, murah, dan sesuai dengan lingkungannya, terdapat sistem

kelembagaan yang terdiri atas beberapa individu, kelompok, lembaga, instansi

pemerintah serta swasta yang terlibat dalam masing-masing sistem mikro

tersebut. Di Indonesia sistem kelembagaan (instansi) yang berkaitan dengan

masalah transportasi adalah Bappenas, Bappeda, Pemda, dan Bangda, yang

memegang peranan yang sangat penting dalam menentukan sistem kegiatan

melalui kebijakan, baik wilayah, regional, maupun sektoral. Sedangkan

kebijakan sistem jaringan secara umum ditentukan oleh Kementerian

Perhubungan, baik darat, laut, maupun udara, serta Kementerian Pekerjaan

Umum, melalui Direktorat Jenderal Bina Marga. Sistem pergerakan ditentukan

oleh Dinas Lalulintas Angkutan Jalan (DLLAJ), Kementerian Perhubungan,

Polantas, dan masyarakat sebagai pemakai jalan.

Kebijakan yang diambil tentunya dapat dilaksanakan dengan baik melalui

suatu peraturan yang secara tidak langsung juga memerlukan adanya suatu

sistem penegakan hukum yang baik pula. Secara umum dapat disebutkan bahwa

pemerintah, swasta dan masyarakat seluruhnya dapat berperan dalam

mengatasi masalah dalam sistem transportasi ini terutama dalam hal mengatasi

masalah kemacetan. Keterkaitan antara kebijaksanaan Sistem Kegiatan dan

Sistem Jaringan pada berbagai tingkat dapat digambarkan pada Gambar 3. RTRWN sebagai pedoman perumusan kebijakan pokok pemanfaatan

ruang di wilayah nasional menjabarkan bahwa struktur dan pola ruang nasional

harus mewujudkan keterpaduan, keterkaitan dan keseimbangan perkembangan

antara wilayah serta keserasian antara sektor. RTRWN ini diharapkan menjadi

payung dan acuan bagi setiap provinsi dalam skala yang lebih kecil, yang

dikenal dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP). Selanjutnya

RTRWP menjadi acuan bagi rencana tata ruang yang lebih kecil, yaitu skala

kabupaten atau kota (RTRWK), untuk menjadi acuan rencana tata ruang

kabupaten atau kota tersebut.

Page 3: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sistem - repository.ipb.ac.id · oleh Dinas Lalulintas Angkutan Jalan (DLLAJ), Kementerian Perhubungan, Polantas, dan masyarakat sebagai pemakai jalan.

14  

  

Gambar 3. Keterkaitan Kebijakan Sistem Kegiatan dan Sistem Jaringan

Transportasi merupakan suatu kegiatan yang berhubungan dengan

perpindahan manusia dan atau barang dari suatu tempat ke tempat yang lain.

Karena itu jasa transportasi berhubungan dengan penyediaan jaringan jalan

yang dapat melayani pergerakan, penyediaan ruangan dan lokasi tempat

pemberhentian untuk bongkar muat barang ataupun penumpang, pengaturan

kegiatan, konsumsi, dan produksi, serta perencanaan pengembangan

selanjutnya.

Persoalan transportasi melibatkan banyak faktor, termasuk faktor-faktor

manusia, sarana dan prasarana, administrasi, serta faktor-faktor lain yang

berkaitan dengan kondisi dan situasi wilayah perdesaan maupun wilayah

perkotaan. Transportasi juga memberikan nilai yang lebih besar daripada nilai

biaya yang dikeluarkan. Nilai-nilai yang diberikan, antara lain, adalah nilai waktu,

nilai sosial, nilai ekonomi, dan nilai kualitas.

Transportasi sangat berperan dalam kehidupan manusia. Peranan

transportasi tersebut adalah sebagai berikut:

1. Dalam bidang ekonomi; tanpa adanya transportasi semua kegiatan yang

ada dalam kegiatan ekonomi tidak akan dapat berjalan dengan baik.

2. Dalam bidang sosial; sangat penting bagi suatu negara yang sedang

berkembang, yang sebagian penduduknya mempunyai tingkat

perekonomian menengah atau lebih rendah sehingga transportasi berperan

penting di bidang sosial.

3. Dalam bidang politik; transportasi memainkan peranan penting di bidang

politik, sehingga banyak pemilihan bentuk suatu sistem transportasi

RTRW NASIONAL

RTRW KAWASAN 

RTRW KABUPATEN/KOTA 

RTRW PROVINSI 

Sistem Transportasi Nasional

Sistem Transportasi Kawasan 

Sistem Transportasi Lokal 

Sistem Transportasi Regional Provinsi

Page 4: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sistem - repository.ipb.ac.id · oleh Dinas Lalulintas Angkutan Jalan (DLLAJ), Kementerian Perhubungan, Polantas, dan masyarakat sebagai pemakai jalan.

15  

  

dibuat dengan mempertimbangkan konsekuensi politik yang mungkin

muncul.

4. Dalam bidang lingkungan; dalam beberapa tahun belakangan semakin

terbukti bahwa banyak kegiatan produktif manusia mempunyai pengaruh

terhadap lingkungan alamiah. Pengaruh ini harus dipertimbangkan dalam

kaitannya dengan kegiatan tersebut secara keseluruhan. Salah satu

kegiatan tersebut adalah aktivitas transportasi. Oleh karena itu peranan

kegiatan transportasi dalam bidang lingkungan sangat penting, sehingga

setiap kegiatan transportasi harus mempertimbangkan lingkungan yang

ada.

Kegiatan transportasi terjadi karena apa yang diperlukan oleh manusia

tidak terdapat di tempat manusia tersebut berada. Dilihat dari segi produksi dan

perdagangan, keperluan akan transportasi dipengaruhi oleh kegiatan yang

terjadi di sektor produksi, perdagangan, serta jasa ekonomi lainnya.

Transportasi orang dan barang biasanya tidak dilakukan hanya untuk

satu keinginan saja, tetapi juga untuk mencapai tujuan lainnya. Oleh karena itu

kebutuhan akan transportasi disebut sebagai permintaan yang diturunkan

(derived demand), yang datang dari satu komoditi atau pelayanan. Pada

dasarnya transportasi diturunkan dari hal-hal sebagai berikut:

1. Kebutuhan seseorang untuk berjalan dari satu lokasi ke lokasi lainnya untuk

melakukan suatu kegiatan, misalnya belanja, sekolah, bekerja, dan Iain-lain.

2. Kebutuhan untuk mengangkut barang tertentu sehingga barang tadi tersedia

pada tempat-tempat lokasi barang-barang tersebut dapat digunakan oleh

manusia.

Sistem Pengembangan Transportasi untuk setiap model transportasi

tertentu mempunyai komponen-komponen kendaraan, jaringan jalan, terminal,

dan rencana operasi. Di antara komponen-komponen tersebut tercipta suatu

hubungan yang saling berkaitan antara satu dengan yang lain sehingga

mempunyai kemampuan untuk memindahkan, mengendalikan pergerakan, dan

kemampuan untuk melindungi objek.

Dengan adanya suatu hubungan yang saling berkaitan tersebut maka

terbentuk suatu sistem transportasi, karena adanya kebutuhan manusia untuk

memakai jasa transportasi. Secara sederhana sistem transportasi dapat

ditunjukkan pada Gambar 4.

Page 5: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sistem - repository.ipb.ac.id · oleh Dinas Lalulintas Angkutan Jalan (DLLAJ), Kementerian Perhubungan, Polantas, dan masyarakat sebagai pemakai jalan.

16  

  

Komponen-komponen sistem transportasi akan saling berkaitan atau

saling berhubungan. Dengan demikian sistem tersebut dapat melakukan proses

guna menghasilkan jasa transportasi. Secara sederhana hubungan-hubungan

tersebut ditunjukkan pada Gambar 5.

Gambar 4. Hubungan Keterkaitan Dalam Sistem Transportasi

Gambar 5. Komponen-Komponen Sistem Transportasi

2.2. Jalan Tol di Indonesia

Terdapat sejumlah konsep umum yang harus dipahami terlebih dahulu

dalam mengembangkan jaringan jalan tol di Indonesia. Secara khusus konsep

tersebut terkait dengan konsep jaringan jalan tol yang akan dikembangkan dan

konsep pengusahaan jalan tol.

Hal ini akan terkait dengan peraturan perundangan yang berlaku, konsep

jaringan jalan perkotaan, dan mekanisme pengusahaan jalan tol itu sendiri. Pada

bagian berikut akan diuraikan beberapa hal yang terkait.

Page 6: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sistem - repository.ipb.ac.id · oleh Dinas Lalulintas Angkutan Jalan (DLLAJ), Kementerian Perhubungan, Polantas, dan masyarakat sebagai pemakai jalan.

17  

  

2.2.1. Peraturan Perundangan Jalan Tol Saat ini peraturan perundangan yang berlaku di Indonesia tentang jalan

dan jalan tol adalah UU No. 38 Tahun 2004, tentang Jalan, dan PP No. 15 Tahun

2005, tentang Jalan Tol. Pada pasal 1 UU No. 38 Tahun 2004 dan PP No. 15

tahun 2005 disampaikan bahwa jalan tol adalah jalan umum yang merupakan

bagian sistem jaringan jalan dan sebagai jalan nasional yang penggunanya

diwajibkan membayar tol. Sedangkan yang dimaksud dengan tol adalah

sejumlah uang tertentu yang dibayarkan untuk pemakaian jalan tol. Rencana

umum jaringan jalan tol ditetapkan oleh Pemerintah dan merupakan bagian tak

terpisahkan dari rencana umum jaringan jalan nasional.

Lebih lanjut, mengenai penyelenggaraan jalan tol, dalam UU No. 38

Tahun 2004 disampaikan pada Bab V bagian ketiga, tentang wewenang

penyelenggaraan jalan tol. Pada Pasal 45 disebutkan bahwa wewenang

penyelenggaraan jalan tol berada pada pemerintah, yang meliputi pengaturan,

pembinaan, pengusahaan, dan pengawasan jalan tol. Sebagian wewenang

Pemerintah dalam penyelenggaraan jalan tol dilaksanakan oleh Badan Pengatur

Jalan Tol (BPJT).

Dalam UU No. 38 Tahun 2004, Pasal 43, disebutkan juga bahwa jalan tol

diselenggarakan untuk:

a. memperlancar lalulintas di daerah yang telah berkembang;

b. meningkatkan hasil guna dan daya guna pelayanan distribusi barang dan

jasa guna menunjang peningkatan pertumbuhan ekonomi;

c. meringankan beban dana Pemerintah melalui partisipasi pengguna jalan; dan

d. meningkatkan pemerataan hasil pembangunan dan keadilan.

Disebutkan pula bahwa pengusahaan jalan tol dilakukan oleh pemerintah

dan/atau badan usaha yang memenuhi persyaratan.

Jalan tol harus memiliki spesifikasi atau tingkat pelayanan yang lebih

tinggi dibandingkan dengan lintas jalan umum (UU No. 38 Tahun 2004, Pasal 44

ayat 3 dan PP No. 15 Tahun 2005 Pasal 5), sebagai jaminan kompensasi dari

uang tol yang dibayarkan oleh para penggunanya. Dalam Peraturan Pemerintah

tersebut disebutkan pula bahwa jalan tol yang digunakan untuk lalulintas antar-

kota didesain berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 80 (delapan puluh)

kilometer per jam dan untuk jalan tol di wilayah perkotaan didesain dengan

kecepatan rencana paling rendah 60 (enam puluh) kilometer per jam. Selain itu

Page 7: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sistem - repository.ipb.ac.id · oleh Dinas Lalulintas Angkutan Jalan (DLLAJ), Kementerian Perhubungan, Polantas, dan masyarakat sebagai pemakai jalan.

18  

  

jalan tol juga didesain untuk mampu menahan Muatan Sumbu Terberat (MST)

paling rendah 8 (delapan) ton.

Spesifikasi jalan tol menurut PP No. 15 tahun 2005, Pasal 6 adalah

sebagai berikut:

a. tidak mempunyai persimpangan sebidang dengan ruas jalan lain atau dengan

prasarana transportasi lainnya;

b. jumlah jalan masuk dan jalan keluar ke dan dari jalan tol dibatasi secara

efisien dan semua jalan masuk dan jalan keluar harus terkendali secara

penuh;

c. jarak antar simpang susun paling rendah 5 (lima) kilometer untuk jalan tol luar

perkotaan dan paling rendah 2 (dua) kilometer untuk jalan tol dalam

perkotaan;

d. jumlah lajur sekurang-kurangnya dua lajur per arah;

e. menggunakan pemisah tengah atau median; dan

f. lebar bahu jalan sebelah luar harus dapat dipergunakan sebagai jalur

lalulintas sementara dalam keadaan darurat.

Syarat teknis lainnya, yang juga disebutkan dalam PP No.15 tahun 2005

adalah:

a. Setiap ruas jalan tol harus dilakukan pemagaran dan dilengkapi dengan

fasilitas penyeberangan jalan dalam bentuk jembatan atau terowongan.

b. Pada tempat-tempat yang dapat membahayakan pengguna, jalan tol harus

diberi bangunan pengaman yang mempunyai kekuatan dan struktur yang

dapat menyerap energi benturan kendaraan.

c. Setiap jalan tol wajib dilengkapi dengan aturan perintah dan larangan yang

dinyatakan dengan rambu lalulintas, marka jalan, dan/atau alat pemberi

isyarat lalulintas.

d. Pada setiap jalan tol harus tersedia sarana komunikasi, sarana deteksi

pengamanan lain yang memungkinkan pertolongan dengan segera sampai

ke tempat kejadian, serta upaya pengamanan terhadap pelanggaran,

kecelakaan, dan gangguan keamanan lainnya.

e. Pada jalan tol antar-kota harus tersedia tempat istirahat dan pelayanan untuk

kepentingan pengguna jalan tol. Tempat istirahat dan pelayanan disediakan

paling sedikit satu untuk setiap jarak 50 (lima puluh) kilometer pada setiap

jurusan.

Page 8: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sistem - repository.ipb.ac.id · oleh Dinas Lalulintas Angkutan Jalan (DLLAJ), Kementerian Perhubungan, Polantas, dan masyarakat sebagai pemakai jalan.

19  

  

Untuk mencapai spesifikasi tersebut, terdapat sejumlah standar

perencanaan yang harus dipenuhi dalam merancang suatu jalan tol. Standar

perencanaan geometrik jalan tol yang digunakan pada penelitian ini adalah

standar yang dikeluarkan oleh Bina Marga, yaitu:

a. Peraturan Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota, No. 38/T/BM/1997.

b. Spesifikasi Standar untuk Perencanaan Jalan Bebas Hambatan, 1976.

c. Spesifikasi Standar untuk Perencanaan Geometrik Jalan Dalam Kota, 1992.

Selain itu digunakan pula standar yang digunakan oleh AASHTO, yaitu A Policy

on Geometric Design of Highways and Streets, AASHTO 2001. Beberapa

parameter standar desain tersebut ditampilkan pada Tabel 1, Tabel 2, dan

Tabel 3.

Tabel 1. Standar Desain Geometrik Jalan

Parameter Desain Nilai Kecepatan Rencana (70 – 120) km/jam Superelevasi Maksimum 10 % Jari-Jari Minimum 210 m Kelandaian Relatif 1/150 Jarak Pandang Henti minimum 120 m Jarak Pandang Menyusul 550 m Kelandaian Maksimum (3-5) % Panjang Kritis 460 m Jumlah Lajur dan Arah 4 lajur 2 arah Lebar Lajur Minimum 3,50 m Lebar Bahu Luar Minimum 2,00 m Lebar Bahu Dalam MInimum 0,75 m Lebar Median Minimum 1,50 m

Sumber: Peraturan Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota, No. 38/T/BM/1997

Tabel 2. Standar Desain Geometrik untuk Ramp

Parameter Rencana Nilai

Kecepatan Rencana Minimum 50 km/jam Superelevasi Maksimum 10 % Kemiringan Normal 2 % Lebar Lajur Minimum 3,50 m Lebar Bahu Minimum 0,50 mGradien Maksimum 4 % Panjang Taper Minimum 100 m

Sumber: Spesifikasi Standar untuk Perencanaan Geometrik Jalan Dalam Kota, 1992.

Dalam PP No.15 tahun 2005, tentang Jalan Tol, disampaikan bahwa

kebijakan perencanaan jalan tol disusun dengan memperhatikan pengembangan

wilayah, perkembangan ekonomi, sistem transportasi nasional, dan kebijakan

nasional sektor lain yang terkait dan merupakan landasan penyusunan rencana

Page 9: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sistem - repository.ipb.ac.id · oleh Dinas Lalulintas Angkutan Jalan (DLLAJ), Kementerian Perhubungan, Polantas, dan masyarakat sebagai pemakai jalan.

20  

  

umum jaringan jalan tol dengan memperhatikan kondisi sosial, ekonomi, dan

kondisi lingkungan daerah sekitarnya. Kebijakan perencanaan jalan tol memuat

tujuan dan sasaran pengembangan, dasar kebijakan, prioritas pengembangan,

dan program pengembangan jaringan jalan tol.

Tabel 3. Standar Desain Geometrik untuk Interchange

Parameter Rencana Nilai

Kecepatan Rencana Minimum 50 km/jam Superelevasi Maksimum 10 % Kemiringan Normal 2 % Lebar Lajur Minimum 3,50 m Lebar Bahu Minimum 0,50 m Gradien Maksimum 4 % Radius Minimum 100 m

Sumber: Spesifikasi Standar untuk Perencanaan Geometrik Jalan Dalam Kota, 1992.

Rencana ruas jalan tol, sebagai bagian jaringan jalan tol, ditentukan

berdasarkan hasil prastudi kelayakan terhadap ruas-ruas yang tertera dalam

rencana umum jaringan jalan tol. Prastudi kelayakan mencakup kegiatan analisis

kelayakan, yang terdiri atas analisis sosial ekonomi, analisis proyeksi lalulintas,

pemilihan koridor jalan tol, analisis perkiraan biaya konstruksi, serta analisis

kelayakan ekonomi. Dengan kata lain, untuk menyelenggarakan jalan tol perlu

dipahami beberapa pengertian sebagai berikut:

a. Jalan tol adalah jalan yang harus layak secara finansial pengusahaannya,

sehingga penetapan lokasinya harus didesain sebagai alternatif dari lintas

atau ruas jalan umum yang lalulintasnya padat, sehingga diharapkan

jumlah pengguna jalan tol relatif besar.

b. Untuk mengembangkan jaringan jalan tol perlu disediakan suatu rencana

umum jaringan jalan yang memuat gambaran wujud jaringan jalan yang

hendak dicapai disertai dengan tahapan pencapaiannya,

c. Pengembangan jaringan jalan (tol) perlu diselaraskan dengan rencana

pembangunan (Renstra dan lain-lain), RTRW, dan rencana jaringan

transportasi (Sistem Transportasi Nasional atau Sistem Transportasi

Wilayah)

Pengembangan jaringan jalan tol idealnya dilakukan berdasarkan suatu

masterplan (jangka panjang atau jangka menengah) yang jelas, dan tidak

didasarkan pertimbangan instant ataupun hit-and-run serta tidak didasarkan

Page 10: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sistem - repository.ipb.ac.id · oleh Dinas Lalulintas Angkutan Jalan (DLLAJ), Kementerian Perhubungan, Polantas, dan masyarakat sebagai pemakai jalan.

21  

  

kepada pandangan local-wise saja. Sebagai contoh, idealnya pengembangan

jaringan jalan tol perkotaan juga dilakukan dengan memperhatikan konteksnya

dalam jaringan transportasi maupun sistem ekonomi yang lebih besar, dalam

skala Provinsi maupun skala Nasional.

Gambar 6. Konsep Perencanaan Jaringan Jalan Tol

2.2.2. Konsep Konfigurasi Jaringan Jalan Tol

Jaringan jalan tol dalam kota pada prinsipnya merupakan pelengkap

struktur jaringan jalan perkotaan. Terdapat beberapa model struktur jaringan

jalan yang dapat diadopsi sebagai pola dasar sistem jaringan jalan perkotaan

sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 7, dari A hingga E, terurut sesuai

dengan tingkat efektivitasnya, dari yang paling buruk.

Pada kenyataannya sistem jaringan jalan di wilayah Jabodetabek saat ini

lebih mengarah kepada model weak-center-strategy, yang kelemahannya adalah

memusatnya arah perjalanan ke pusat kota. Meskipun wilayah pengembangan di

luar pusat kota Jakarta sudah direncanakan, namun hal ini belum banyak

memberikan pengaruh terhadap perubahan pola lalulintas. Jika strategi

penyebaran pusat kegiatan dapat dijalankan dengan efektif, setidaknya akan

membawa kondisi sistem ke arah perbaikan mendekati low-cost-strategy.

Perkuatan akses jaringan jalan ke pusat kota akan mengarahkan sistem jaringan

jalan menjadi model strong-center-strategy.

Page 11: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sistem - repository.ipb.ac.id · oleh Dinas Lalulintas Angkutan Jalan (DLLAJ), Kementerian Perhubungan, Polantas, dan masyarakat sebagai pemakai jalan.

22  

  

Sumber: Thompson, 1977

Gambar 7. Beberapa Strategi Pengembangan Pola Jaringan Jalan Perkotaan

2.2.3. Pengusahaan Jalan Tol Hingga saat ini telah terdapat 4 fase utama pada evolusi perkembangan

bisnis jalan tol di Indonesia, yaitu:

1. Tahun 1978 hingga tahun 1983; pembiayaan, konstruksi, dan operasi jalan tol

dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Bina Marga.

2. Tahun 1983 hingga tahun 1990; pembangunan jalan tol dibiayai oleh dana

pinjaman luar negeri.

3. Tahun 1987 hingga tahun 1993; sektor swasta dilibatkan melalui penunjukkan

langsung dengan proyek Built-Operate-Transfer (BPT).

4. 1994 hingga sekarang; dilakukan tender terbuka

Berdasarkan pengalaman investasi jalan tol di Indonesia dapat

dinyatakan beberapa besaran umum yang dapat dipakai sebagai acuan awal

mengenai tingkat kelayakan pengembangan jalan tol. Meskipun besaran ini tidak

mutlak belaku untuk semua ruas jalan tol, namun dapat dipakai sebagai

perbandingan umum.

Beberapa item rule-of-thumb tersebut adalah sebagai berikut:

1. Persyaratan Besaran Investasi; Financial Rate of Return lebih besar dari

18%, lama pinjaman (loan tenor) 10 tahun hingga 15 tahun, masa konsesi

25 tahun hingga 35 tahun, dan waktu untuk penyiapan pendanaan 6 bulan

hingga 12 bulan.

Page 12: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sistem - repository.ipb.ac.id · oleh Dinas Lalulintas Angkutan Jalan (DLLAJ), Kementerian Perhubungan, Polantas, dan masyarakat sebagai pemakai jalan.

23  

  

2. Persyaratan Volume Lalulintas; LHR jalan alternatif (50 ribu-60 ribu)

kendaraan per hari dan angka perpindahan ke jalan tol minimal 40% atau

(20 ribu hingga 25 ribu) kendaraan per hari

3. Persyaratan Tarif; Pada saat pembukaan tarif yang dikenakan Rp. 300,-

per km hingga Rp. 400,- per km dan tarif harus disesuaikan berkala seiring

laju inflasi

2.3. Standar Pelayanan Minimal Jalan di Indonesia

Dengan diberlakukannya kebijakan otonomi daerah, kewenangan

penyelenggaraan jaringan jalan Provinsi dan Kabupaten didelegasikan ke

daerah. Hal ini berimplikasi kepada adanya kewajiban bagi daerah untuk

menyelenggarakan jaringan jalan yang mampu memenuhi kebutuhan minimal

masyarakat terhadap jalan. Untuk menjamin tersedianya pelayanan publik bagi

masyarakat, dalam PP No. 25 Tahun 2000, tentang Kewenangan Pemerintah

dan Kewenangan Provinsi sebagai Daerah Otonom, pada pasal 3 butir (3)

disebutkan bahwa “daerah wajib melaksanakan pelayanan minimal”.

Standar Pelayanan Minimal (SPM) merupakan kewenangan Pemerintah

Pusat (pasal 2 ayat 4 butir b). SPM diadakan untuk menjamin tersedianya

pelayanan jalan untuk masyarakat dalam kondisi yang paling minimum. Dalam

hal ini SPM penyediaan jaringan jalan, sebagai salah satu infrastruktur publik,

juga disusun oleh kementerian teknis terkait, yaitu Kementerian Pekerjaan

Umum. Untuk bidang jalan, Kementerian Pekerjaan Umum telah mengeluarkan

Standar Pelayanan Minimum Bidang Jalan seperti yang disampaikan pada Tabel 4.

SPM di bidang jalan ini dikembangkan dalam sudut pandang publik

sebagai pengguna jalan, dengan ukurannya merupakan common indicator yang

diinginkan oleh pengguna. SPM dikembangkan dari 3 keinginan dasar pengguna

jalan, yaitu:

1. kondisi jalan yang baik (tidak ada lubang);

2. tidak macet (lancar sepanjang waktu); dan

3. dapat digunakan sepanjang tahun (tidak banjir waktu musim hujan).

Pada dasarnya item dalam SPM jalan hampir sama dengan kriteria kemantapan

jalan, yang tujuannya adalah memelihara jalan dengan kondisi fisik minimal

sedang (indikator International Roughness Index, IRI), tidak macet (indikator nilai

rasio volume terhadap kapasitas atau Volume/Capacity ratio, VCR), lebar cukup,

Page 13: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sistem - repository.ipb.ac.id · oleh Dinas Lalulintas Angkutan Jalan (DLLAJ), Kementerian Perhubungan, Polantas, dan masyarakat sebagai pemakai jalan.

24  

  

dan jumlah panjang jaringan jalan yang mencukupi (aspek aksesibilitas dan

mobilitas).

Secara umum terdapat kaidah penentuan utilisasi SPM dalam menyusun

kebutuhan penanganan jalan untuk semua ruas jalan Provinsi, yaitu:

1. Untuk mencapai target 100% jalan mantap konstruksi, ruas jalan yang saat

ini berada dalam kondisi baik ditangani dengan pemeliharaan rutin, ruas

jalan yang saat ini dalam kondisi sedang ditangani dengan pemeliharaan

berkala, dan ruas jalan yang saat ini dalam kondisi rusak ditangani dengan

peningkatan struktur perkerasan jalan (restructuring).

2. Untuk mencapai target 100% jalan mantap layanan lalulintas, ruas jalan

yang saat ini dalam kondisi macet ditangani dengan peningkatan kapasitas

atau pelebaran jalan.

3. Kebutuhan pembangunan jalan baru ditentukan oleh tingkat aksesibilitas dan

mobilitas wilayah dan prediksi kebutuhan jaringan jalan untuk

pengembangan wilayah.

Dalam kaitan ini penyelenggara jalan harus mengakomodir tuntutan publik

terhadap SPM dengan mengikuti norma/kaidah/aspek di bidang investasi jalan,

yang meliputi aspek-aspek efisiensi, efektivitas, ekonomi investasi, dan aspek

kesinambungan. Untuk menentukan kondisi konstruksi jalan, Direktorat Jenderal

Bina Marga memanfaatkan parameter IRI (International Roughness Index),

seperti yang disajikan pada Tabel 5. Sedangkan untuk menentukan kondisi

layanan lalulintas, kebutuhan pelebaran jalan hanya diperlukan untuk ruas jalan

dengan rasio volume terhadap kapasitas (volume to capacity ratio, VCR) lebih

besar daripada 0,8 yang merupakan batas maksimum ketika lalulintas dapat

dikatakan dalam kondisi normal dan stabil.

Standar Pelayanan Minimal untuk jalan tol telah diatur dalam Peraturan

Menteri Pekerjaan Umum No. 392/PRT/M/2005. SPM ini merupakan ukuran yang

harus dicapai dalam pelaksanaan penyelenggaraan jalan tol dan

diselenggarakan untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat sebagai

pengguna jalan tol. Dalam Permen PU ini disebutkan bahwa pelayanan minimal

jalan tol meliputi substansi pelayanan (pasal 3) kondisi jalan tol, kecepatan

tempuh rata-rata, aksesibilitas, mobilitas, keselamatan, dan unit pertolongan atau

penyelamatan dan bantuan pelayanan. Cakupan dan tolak ukur standar

pelayanan minimal jalan tol dijabarkan pada Tabel 6.

Page 14: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sistem - repository.ipb.ac.id · oleh Dinas Lalulintas Angkutan Jalan (DLLAJ), Kementerian Perhubungan, Polantas, dan masyarakat sebagai pemakai jalan.

25  

  

Tabel 4. Standar Pelayanan Minimal Jalan

No. Bidang Pelayanan

Standar Pelayanan Keterangan Kuantitas Kualitas Cakupan Konsumsi/Produksi

1. Jaringan Jalan

A. Aspek Aksesibilitas seluruh jaringan

Kepadatan Penduduk (jiwa/km2) Indeks Aksesibilitas

Panjang jalan/luas (km/km2)

sangat tinggi >5000 >5,0tinggi > 1000 >1,5 sedang > 500 >0,5 rendah > 100 >0,15

sangat rendah < 100 >0,05

B. Aspek Mobilitas seluruh jaringan

PDRB per kapita (Juta Rp/kapita/tahun) Indeks Mobilitas

panjang jalan per 1000 penduduk

sangat tinggi >10 >5,0 tinggi > 5 >2,0 sedang > 2 >1,0 rendah > 1 >0,5

sangat rendah < 1 >0,2

C. Aspek Kecelakaan seluruh jaringan

pemakai jalan Indeks Kecelakaan 1 Kecelakaan per 100.000 km. kend.

Kepadatan Penduduk (jiwa/km2)

Indeks Kecelakaan 2 kecelakaan/km/tahun sangat tinggi: > 5000 tinggi: 1000 - 5000 sedang: 500 – 1000rendah: 100 – 500

sangat rendah: < 100 2 Ruas Jalan

A. Kondisi Jalan

Lebar Jalan Min. Volume Lalulintas (kend/hari) Kondisi Jalan

2x7m LHR > 20000 sedang; IRI < 6; RCI > 6,5

7m 8000 < LHR < 20000 sedang; IRI < 6; RCI > 6,5

6m 3000 < LHR < 8000 sedang; IRI < 8; RCI > 5,5

4,5m LHR < 3000 sedang; iIRI< 8; RCI > 5,5

B. Kondisi Pelayanan

Fungsi Jalan Pengguna Jalan Kecepatan Tempuh Min.

arteri primer lalulintas regional jarak jauh 25 km/jam

kolektor primer lalulintas regional jarak sedang 20 km/jam lokal primer lalulintas lokal 20 km/jam

arteri sekunder lalulintas kota jarak jauh 25 km/jam kolektor sekunder lalulintas kota jarak sedang 25 km/jam Lokal sekunder lalulintas lokal kota 20 km/jam

Sumber: Kepmenkimpraswil No. 534/KPTS/M/2001

Page 15: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sistem - repository.ipb.ac.id · oleh Dinas Lalulintas Angkutan Jalan (DLLAJ), Kementerian Perhubungan, Polantas, dan masyarakat sebagai pemakai jalan.

26  

  

Tabel 5. Penentuan Kondisi Ruas Jalan dan Kebutuhan Penanganannya

Kondisi Jalan IRI (m/km) Kebutuhan penanganan

Baik IRI rata-rata < 4,5 Pemeliharaan rutin

Sedang 4,5 < IRI rata-rata < 8,0 Pemeliharaan berkala

Rusak 8,0 < IRI rata-rata < 12,0 Peningkatan jalan

Rusak Berat IRI rata-rata > 12,0 Peningkatan jalan

Macet VCR > 0,8 Pelebaran jalan Sumber: Jasa Marga, 2010

Tabel 6. Standar Pelayanan Minimal Jalan Tol

No. Substansi Pelayanan

Standar Pelayanan Minimum Indikator Cakupan/Lingkup Tolok Ukur

1. Kondisi Jalan Tol • Kekesatan • Ketidakrataan • Tidak ada

lubang

• Seluruh ruas jalan tol

• Seluruh ruas jalan tol

• Seluruh ruas jalan tol

• 0,33 µm • IRI ≤ 4 m/km • 100 %

2. Kecepatan Tempuh Rata-rata

Kecepatan Tempuh rata-rata

• Jalan tol dalam kota

• Jalan Tol luar kota

• 1,6 kali kecepatan tempuh rata-rata jalan non-tol

• 1,8 kali kecepatan tempuh rata-rata jalan non-tol

3. Aksesibilitas • Kecepatan transaksi rata-rata

• Jumlah gardu tol

• Gerbang tol sistem terbuka

• Gerbang tol sistem tertutup - Gardu Masuk - Gardu Keluar

• Kapasitas sistem terbuka

• Kapasitas sistem tertutup - Gardu Masuk - Gardu Keluar

• ≤ 8 detik setiap kendaraan

• ≤ 7 detik setiap

kendaraan • ≤ 11 detik setiap

kendaraan • > 450 kendaraan

per jam per gardu • > 500 kendaraan

per jam • > 300 kendaraan

per jam

4. Mobilitas Kecepatan penanganan hambatan lalulintas

• Wilayah pengamatan / observasi Patroli

• Mulai informasi diterima sampai ke tempat kejadian

• 30 menit per siklus pengamatan

• ≤ 30 menit • Melakukan

Page 16: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sistem - repository.ipb.ac.id · oleh Dinas Lalulintas Angkutan Jalan (DLLAJ), Kementerian Perhubungan, Polantas, dan masyarakat sebagai pemakai jalan.

27  

  

No. Substansi Pelayanan

Standar Pelayanan Minimum Indikator Cakupan/Lingkup Tolok Ukur

• Penanganan akibat kendaraan mogok

• Patroli kendaraan

derek

penderekan ke pintu gerbang tol terdekat/ bengkel terdekat dengan menggunakan derek resmi (gratis)

• 30 menit per siklus pengamatan

5. Keselamatan • Sarana Pengaturan Lalulintas - Perambuan

- Marka Jalan

- Guide post/ Reflektor

- Patok Kilometer setiap 1 km

• Penerangan jalan umum (PJU) wilayah perkotaan

• Pagar rumija • Penanganan

kecelakaan • Pengamanan

dan penegakan hukum

• Kelengkapan dan

kejelasan perintah dan larangan serta petunjuk

• Fungsi dan manfaat

• Fungsi dan

manfaat • Fungsi dan

manfaat • Fungsi dan

manfaat • Fungsi dan

manfaat • Korban

kecelakaan • Kendaraan

kecelakaan • Ruas jalan tol

• 100 % • Jumlah 100 %

dan reflektivitas / 80 %

• Jumlah 100 % dan Reflektivitas / 80 %

• 100 % • Lampu menyala

100 % • Keberadaan 100

% • Dievakuasi gratis

ke rumah sakit rujukan

• Melakukan penderekan gratis sampai ke pool derek (masih di dalam jalan tol)

• Keberadaan Polisi Patroli Jalan Raya (PJR) yang siap panggil 24 jam

6. Unit pertolongan/ penyelamatan dan bantuan pelayanan

• Ambulans • Kendaraan

Derek • Polisi Patroli

• Ruas jalan tol • Ruas jalan tol :

- LHR > 100.000 kend/hari

- LHR ≤ 100.000

kend/hari • Ruas jalan tol :

- LHR > 100.000

• 1 unit per 25 km atau minimum 1 unit (dilengkapi standar P3K dan paramedis)

• 1 unit per 5 km

atau minimum 1 unit

• 1 unit per 10 km atau minimum 1 unit

Page 17: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sistem - repository.ipb.ac.id · oleh Dinas Lalulintas Angkutan Jalan (DLLAJ), Kementerian Perhubungan, Polantas, dan masyarakat sebagai pemakai jalan.

28  

  

No. Substansi Pelayanan

Standar Pelayanan Minimum Indikator Cakupan/Lingkup Tolok Ukur

Jalan Raya (PJR)

• Patroli Jalan Tol

(operator) • Kendaraan

Rescue • Sistem Informasi

kend/hari - LHR ≤ 100.000

kend/hari • Ruas jalan tol • Ruas jalan tol • Informasi dan

Komunikasi kondisi lalulintas

• 1 unit per 15 km atau minimum 1 unit

• 1 unit per 20 km atau minimum 1 unit

• 1 unit per 15 km

atau minimum 2 unit

• 1 unit per ruas jalan tol (dilengkapi dengan peralatan penyelamatan)

• Setiap gerbang masuk

Sumber: Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 392/PRT/M/2005

2.4. Sistem Pergerakan Transportasi

Sistem pergerakan (transportasi) adalah hasil interaksi antara sistem

kegiatan dengan sistem jaringan yang akan menghasilkan pergerakan kendaraan

dan/atau orang dari sistem kegiatan yang satu ke sistem kegiatan yang lain

dengan media sistem jaringan. Sistem pergerakan yang baik dan berwawasan

lingkungan dapat tercipta apabila pergerakan tersebut dtatur oleh suatu

sistem rekayasa dan manajemen lalulintas yang baik (Tamin, 1994).

Tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi di wilayah perkotaan telah

menarik arus urbanisasi yang tinggi pula, karena bagi banyak orang hal ini

menjanjikan kesempatan kerja yang lebih luas. Dengan demikian pertumbuhan

penduduk dan pekerja di perkotaan menjadi tinggi pula. Gejala demikian juga

terjadi pada daerah penyangga di sekitar perkotaan tersebut, yang akan

membuat bangkitan lalulintas bertumbuh tinggi pula (Tamin, 2005)

Penggunaan kendaraan pribadi di perkotaan merupakan cerminan

peningkatan taraf hidup seseorang yang dipicu juga oleh kebutuhan mobilitas

yang tinggi di perkotaan. Pertumbuhan penggunaan kendaraan pribadi yang di

satu sisi merupakan keberhasiian penyediaan sistem jaringan transportasi (jalan)

dengan peningkatan kemakmuran dan mobilitas penduduk, di sisi lain

menimbulkan kerusakan kualitas kehidupan karena terjadinya kemacetan, polusi

udara, dan polusi suara (Tamin, 2005)

Page 18: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sistem - repository.ipb.ac.id · oleh Dinas Lalulintas Angkutan Jalan (DLLAJ), Kementerian Perhubungan, Polantas, dan masyarakat sebagai pemakai jalan.

29  

  

Tingkat pertumbuhan pergerakan yang sangat tinggi dan yang tidak

mungkin dihambat, sementara sarana dan prasarana transportasi sangat

terbatas, mengakibatkan aksesibilitas dan mobilitas menjadi terganggu. Untuk

mengatasi aksesibilitas dan mobilitas yang terganggu ini dibutuhkan biaya yang

sangat besar, misalnya biaya untuk membangun jaringan jalan baru atau

meningkatkan kapasitas jaringan jalan yang ada. Beberapa alternatif

penanggulangan sementara dapat juga dilakukan dengan rekayasa dan

manajemen lalulintas, pengaturan efisiensi transportasi umum, dan

penambahan armadanya (Tamin, 2005).

2.5. Operasi dan Pemeliharaan Jalan Tol

Biaya operasi dan pemeliharaan jalan tol yang dimaksud di sini adalah

pendanaan selama masa operasi, yaitu mulai dari dibukanya jalan tol sampai

masa rencana infrastruktur jalan yang sudah diperhitungkan. Selama masa

operasi jalan tol diperlukan pemeliharaan guna menjaga kenyamanan dan

keamanan pengguna jalan tol sesuai dengan fungsi jalan tol tersebut agar tingkat

pelayanan minimum jalan tol tercapai. Biaya pemeliharaan jalan tol meliputi biaya

pemeliharaan rutin, biaya pemeliharaan berkala, dan biaya peningkatan.

Pelaksanaan pemeliharaan jalan tol tidak boleh merugikan pengguna

jalan, dan tidak menimbulkan gangguan terhadap kelancaran lalulintas maupun

berdampak negatif terhadap lingkungan. Karena itu pemeliharaan jalan tol harus

dilaksanakan menurut ketentuan teknik pemeliharaan jalan tol.

Biaya Pemeliharaan Rutin dimaksudkan untuk pemeliharaan jangka

pendek, yang meliputi penyiraman dan pemotongan tanaman, kebersihan jalan,

penyediaan kebutuhan rutin kantor cabang, serta pemeliharaan gerbang dan

gardu tol. Pemeliharaan rutin dapat dilaksanakan dengan periode mingguan atau

bulanan bergantung kondisinya dan dapat pula dilakukan secara insidental, yang

tidak dapat diperkirakan waktunya, seperti perbaikan rambu yang rusak akibat

tertabrak lalulintas.

Biaya pemeliharaan berkala atau periodik diperuntukkan untuk

pemeliharaan berjangka menengah, yang meliputi perbaikan sarana drainase,

perbaikan bahu jalan, penggantian periodik perlengkapan gardu, kantor, dan

gerbang tol, pemeliharaan kantor cabang, dan pemeliharaan kendaraan

operasional.

Page 19: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sistem - repository.ipb.ac.id · oleh Dinas Lalulintas Angkutan Jalan (DLLAJ), Kementerian Perhubungan, Polantas, dan masyarakat sebagai pemakai jalan.

30  

  

Biaya peningkatan atau pemeliharaan khusus diperuntukkan untuk

pemeliharaan berjangka panjang, yang meliputi perbaikan kerusakan akibat

kondisi tanah, seperti badan jalan longsor atau penurunan badan jalan, sehingga

memerlukan penanganan khusus atau adanya pembangunan struktur jembatan

penyeberangan baru yang diperlukan akibat perkembangan dan tuntutan

masyarakat setempat.

2.6. Pola Penggunaan Lahan

Sistem kegiatan merupakan sistem pola kegiatan tataguna lahan, yang

terdiri atas sistem pola-pola kegiatan sosial, ekonomi, kebudayaan, dan lain-lain.

Berbagai aktivitas, seperti bekerja, sekolah, olahraga, belanja, dan bertamu yang

berlangsung di atas sebidang tanah (kantor, pabrik, pertokoan, rumah, dan lain

lain) membentuk sistem kegiatan ini. Potongan-potongan lahan ini biasanya

disebut juga dengan sistem tataguna lahan. Untuk memenuhi kebutuhannya,

manusia meiakukan perjalanan di antara tataguna lahan tersebut dengan

menggunakan sistem jaringan transportasi (misalnya berjalan kaki atau naik bus),

sehingga hal ini menimbulkan pergerakan manusia, kendaraan, dan barang

(Tamin, 2000).

Pengembangan sistem transportasi untuk kelancaran mobilitas manusia

antar-sistem kegiatan (tataguna lahan) dalam memenuhi kebutuhan kehidupan

ekonominya adalah mengembangkan salah satu dari ketiga sub-sistem

transportasi atau ketiganya secara bersamaan kalau keadaan memungkinkan,

misalnya apabila dana tersedia melimpah. Sistem kegiatan ini disebut juga

sistem kebutuhan akan transportasi. Sistem kebutuhan akan transportasi ini

harus seimbang dengan sistem penyediaan jaringan transportasi (transport

network) agar tidak terjadi kemacetan dan agar terjadi keserasian pergerakan

antara sistem kegiatan yang satu dengan sistem kegiatan lainnya (Tamin, 2000).

Sistem kelembagaan, seperti Bappenas, Bappeda, Bangda, dan Pemda

berperan sangat penting datam menentukan sistem kebutuhan transportasi ini

melalui kebijakan kebijakan yang dikeluarkan dalam mengatur sistem kegiatan

atau kebutuhan transportasi, baik wilayah, regional, maupun sektoral. RTRWN

sebagai pedoman perumusan kebijakan pokok pemanfaatan ruang di wilayah

nasional menjabarkan bahwa struktur dan pola ruang nasional harus mewujudkan

keterpaduan, keterkaitan, dan keseimbangan perkembangan antar-wilayah serta

keserasian antar-sektor, seperti kawasan-kawasan pariwisata, pertanian pangan

Page 20: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sistem - repository.ipb.ac.id · oleh Dinas Lalulintas Angkutan Jalan (DLLAJ), Kementerian Perhubungan, Polantas, dan masyarakat sebagai pemakai jalan.

31  

  

dan perkebunan, industri, pertambangan, serta pertahanan keamanan atau

perbatasan. Dasar hukum bagi pemerintah dalam membuat kebijakan dalam

penataan ruang adalah UU No.26 tahun 2008, tentang Penataan Ruang (Tamin.

2000).

Kebijakan tata ruang sangat erat kaitannya dengan kebijakan

transportasi. Ruang merupakan kegiatan yang berada di atas lahan kota,

sedangkan transportasi merupakan sistem jaringan yang secara fisik

menghubungkan satu ruang kegiatan dengan ruang kegiatan lainnya. Jika akses

transportasi ke suatu ruang kegiatan (persil lahan) diperbaiki, ruang kegiatan

tersebut akan menjadi lebih menarik, dan biasanya menjadi lebih berkembang.

Dengan berkembangnya ruang kegiatan tersebut, berkembang pula kebutuhan

akan transportasi. Peningkatan ini kemudian menyebabkan kelebihan beban

pada jaringan transportasi, yang harus ditanggulangi. Siklus akan terulang

kembali bila aksesibilitas diperbaiki.

Jenis tataguna lahan atau sistem kegiatan yang berbeda (permukiman,

pendidikan, dan komersial) mempunyai ciri bangkitan lalulintas yang berbeda

(Tamin, 2000). Ciri-ciri tersebut meliputi jumlah arus lalulintas, jenis lalulintas, dan

waktu terjadinya lalulintas (orang ke kantor menghasilkan lalulintas pada pagi dan

sore hari, sedangkan pertokoan menghasilkan arus talu lintas di sepanjang

hari).

Untuk mengetahui intensitas bangkitan perjalanan yang timbul dari suatu

sistem kegiatan dapat dianaiisis dengan memberi ukuran intensitas pada masing-

masing jenis kegiatan pada petak atau daerah lahan (Tamin, 2000). Sebagai

contoh adalah sebagai berikut:

a. Petak lahan kegiatan perumahan; ukurannya adalah luas lokasi

perumahan,

banyaknya rumah masing-masing tipe, dan kepadatan penduduknya

(jumlah penghuninya).

b. Petak lahan kegiatan industri; ukurannya adalah luas daerah industri, jumlah

bahan baku, jumlah produksi, dan jumlah ragam industri.

c. Petak lahan perdagangan; ukurannya adalah luas lantai toko (plaza),

parkir,

jumlah perdagangan, dan ragam perdagangan.

Page 21: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sistem - repository.ipb.ac.id · oleh Dinas Lalulintas Angkutan Jalan (DLLAJ), Kementerian Perhubungan, Polantas, dan masyarakat sebagai pemakai jalan.

32  

  

d. Petak lahan pariwisata; ukurannya adalah luasnya, jumlah fasilitasnya,

jumlah kursinya, dan jumlah hotel yang dinyatakan dengan jumlah

kamarnya.

Pada penelitian ini akan dilihat perpindahan barang atau orang antara

dua jenis aktivitas tataguna lahan, yaitu zona untuk tempat tinggal (tataguna lahan

perumahan) sebagai zona 1 dan zona untuk bekerja (tataguna lahan pusat

perkantoran) sebagai zona 2.

Antara guna lahan perumahan dengan guna lahan perkantoran tersebut akan terjadi pergerakan (perjalanan) setiap harinya. Pergerakan tersebut didukung oleh sistem jaringan berupa prasarana jalan (Tamin, 2000). Jumlah dan jenis lalulintas yang dihasilkan oleh setiap tataguna lahan merupakan hasil dari fungsi parameter sosial dan ekonomi. Contoh di Amerika Serikat (Black, 1978 dalam Tamin, 2000) adalah sebagai berikut:

a. 1 hektar perumahan menghasilkan (60-70) pergerakan kendaraan per minggu. b. 1 hektar perkantoran menghasilkan 700 pergerakan kendaraan per hari. c. 1 hektar tempat parkir umum menghasilkan 12 pergerakan kendaraan per hari.

Beberapa contoh lain di Amerika Serikat dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Bangkitan dan Tarikan Pergerakan Beberapa Aktivitas Tataguna Lahan

Deskripsi Aktivitas Tataguna Lahan

Rata-Rata Jumlah Pergerakan Kendaraan per

100 m2 Jumlah Kajian

Pasar swalayan 136 3

Pertokoan lokal* 85 21 Pusat pertokoan** 38 38

Restoran siap santap 595 6 Restoran 60 3 Gedung perkantoran 13 22

Rumah sakit 18 12 Perpustakaan 45 2

Daerah industry 5 98

*4.645-9.290 (m2) ** 46.452-92.903 (m2) Sumber: Black 1978, dalam Tamin, 2000

2.7. Lalulintas Jalan Tol

Volume lalulintas (q) adalah banyaknya kendaraan (n) yang melalui suatu

titik pengamatan di jalan per satuan waktu (s) tertentu, misalnya hari, jam, atau

Page 22: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sistem - repository.ipb.ac.id · oleh Dinas Lalulintas Angkutan Jalan (DLLAJ), Kementerian Perhubungan, Polantas, dan masyarakat sebagai pemakai jalan.

33  

  

menit. Volume lalulintas merupakan variabel yang penting dan sangat dibutuhkan

dalam perencanaan suatu jaringan jalan. Volume lalulintas dapat dinyatakan

dalam persamaan berikut:

q = n

S

dengan:

q = volume lalulintas, dalam kendaraan persatuan waktu

n = banyaknya kendaraan yang melalui suatu titik pengamatan

s = waktu

Volume lalulintas yang umum dipergunakan sehubungan dengan

penentuan jumlah dan lebar jalur adalah Lalulintas Harian Rata-Rata (LHR),

Volume Jam Perencanaan (VJP), dan Kapasitas.

Volume lalulintas rata-rata dalam satu hari disebut Lalulintas Harian Rata-

Rata. Satuan volume lalulintas dapat berupa unit kendaraan, seperti kendaraan

penumpang, bus, atau gabungan, persatuan waktu tertentu. Dari cara

memperolehnya, Lalulintas Harian Rata-Rata dibagi menjadi dua jenis, yaitu

Lalulintas Harian Rata-Rata Tahunan (LHRT) dan Lalulintas Harian Rata-Rata

(LHR)

Lalulintas harian rata-rata tahunan (LHRT) adalah jumlah total lalulintas

dua arah yang melalui suatu titik pengamatan dibagi dengan jumlah hari dalam

satu tahun (365 hari). Lalulintas Harian Rata-Rata Tahunan dapat dihitung

dengan rumus:

LHRT = Jumlah Total Lalulintas

365

Lalulintas Harian Rata-Rata (LHR) adalah volume lalulintas yang melalui

suatu titik pengamatan selama periode waktu pengamatan tertentu, dengan waktu

pengamatan tersebut lebih besar dari satu hari dan lebih kecil dari satu tahun.

Lalulintas Harian Rata-Rata dapat ditulis dengan rumus:

LHR = Jumlah Lalulintas Selama Pengamatan

Jumlah Hari Pengamatan

Page 23: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sistem - repository.ipb.ac.id · oleh Dinas Lalulintas Angkutan Jalan (DLLAJ), Kementerian Perhubungan, Polantas, dan masyarakat sebagai pemakai jalan.

34  

  

2.8. Interaksi Sistem-Sistem Kegiatan - Jaringan Jalan Tol - Transportasi

Transportasi atau sistem pergerakan bukan suatu tujuan akhir tetapi timbul

akibat adanya permintaan sistem kegiatan. Peran transportasi terhadap

perkembangan dan pertumbuhan wilayah tercermin pada interaksi antara sistem

jaringan, sistem pergerakan, dan sistem kegiatan wilayah. Setiap perubahan atau

perkembangan sistem kegiatan akan menimbulkan perubahan atau kenaikan

pergerakan (volume, jarak, dan sebagainya). Perubahan dan perkembangan ini

dilayani melalui pengelolaan dan pengembangan sistem pergerakan (misalnya

lalulintas dua arah menjadi lalulintas satu arah) dan/atau sistem jaringan

(misalnya pelebaran jalan).

Peningkatan fasilitas dan layanan transportasi akan meningkatkan

perkembangan sistem kegiatan, meningkatkan bangkitan pergerakan, dan

menimbulkan kemacetan baru, dan seterusnya. Siklus ini adalah peran "pasif”

sistem pergerakan dan/atau sistem jaringan dalam melayani perubahan dan

perkembangan sistem kegiatan. Sebaliknya sistem pergerakan dan/atau sistem

jaringan dapat juga berperan "aktif” terhadap perkembangan sistem kegiatan.

Pengelolaan serta pengembangan sistem pergerakan dan/atau sistem jaringan

dapat memberikan dampak positif maupun negatif terhadap perkembangan

sistem kegiatan. Misalnya adalah penerapan lalulintas satu arah serta pelarangan

parkir di tepi jalan (on-street parking) pada suatu koridor jalan dapat

mengakibatkan dampak negatif berupa matinya kegiatan ekonomi di sepanjang

koridor tersebut, khususnya pada lokasi-lokasi yang tidak memiliki lahan parkir

khusus atau off-street parking (Dardak, 2006).

Sebaliknya pengalihan rute angkutan umum pada satu koridor dapat

memberikan dampak positif dengan meningkatkan perkembangan sistem kegiatan

sepanjang koridor tersebut (misalnya meningkatnya kegiatan transaksi kawasan

perbelanjaan). Demikian pula pembangunan serta peningkatan kualitas jaringan

jalan ke arah timur-barat dibarengi dengan penurunan kualitas jaringan jalan ke arah

selatan akan memberikan dampak positif mendorong perkembangan sistem

kegiatan ke arah timur-barat sekaligus dampak negatif terhadap perkembangan

ke arah selatan. Pembangunan sistem jaringan juga dapat membelah kehidupan

sosial suatu sistem kegiatan (Dardak, 2006).

Peran "pasif dan aktif” sistem jaringan tersebut juga mengarahkan

perencanaan dan pembangunan sistem infrastruktur lainnya (misalnya jaringan-

Page 24: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sistem - repository.ipb.ac.id · oleh Dinas Lalulintas Angkutan Jalan (DLLAJ), Kementerian Perhubungan, Polantas, dan masyarakat sebagai pemakai jalan.

35  

  

jaringan listrik, telepon, air bersih, dan limbah). Perencanaan dan pembangunan

sistem jaringan juga merupakan perencanaan dan pembangunan struktur sistem

kegiatan. Peran strategis sistem jaringan tersebut menyebabkan pembangunan

sistem jaringan tidak saja kompleks, tetapi juga menyangkut dana besar serta

sekali dibangun tidak akan mudah untuk diubah-ubah (Dardak, 2006).

Sasaran umum perencanaan transportasi adalah membuat interaksi

antara sistem kegiatan, sistem jaringan, dan sistem pergerakan menjadi

semudah dan seefisien mungkin. Cara perencanaan transportasi untuk mencapai

sasaran umum itu antara lain dengan menetapkan kebijakan tentang hal berikut ini

(Tamin, 2000):

a. Sistem kegiatan; Rencana tataguna lahan yang baik, misalnya lokasi

toko, sekolah, perumahan, pekerjaan yang benar, dapat mengurangi

kebutuhan akan perjalanan yang panjang, sehingga membuat interaksi

menjadi lebih mudah. Perencanaan tataguna lahan biasanya

memeriukan waktu yang cukup lama dan bergantung pada badan

pengelola yang berwenang untuk melaksanakan rencanatataguna lahan

tersebut.

b. Sistem jaringan; Hal yang dapat dilakukan adalah meningkatkan

kapasitas pelayanan prasarana yang ada, misalnya dengan melebarkan

jalan atau menambah jaringan jalan baru.

c. Sistem pergerakan; Hal yang dapat dilakukan, antara lain, adalah dengan

mengatur teknik dan manajemen lalulintas (jangka pendek), menyediakan

fasilitas angkutan umum yang lebih baik (jangka pendek dan menengah),

atau membangun jalan baru (jangka panjang).

Karakteristik serta keterkaitan ketiga sistem tersebut juga dipengaruhi oleh

keberadaan serta kesiapan sistem kelembagaan, yang terdiri atas (Dardak, 2006):

a. Aspek legal; yaitu kesiapan serta kesesuaian UU, PP, kebijakan, dan RTRW.

Misalnya adalah kebijakan walikota untuk lebih mementingkan pembangunan plaza

(pusat perbelanjaan) tanpa melihat pada sisi kemacetan yang mengakibatkan

perubahan guna lahan perumahan menjadi pusat perbelanjaan, atau

penerapan sistem setoran dibandingkan dengan sistem gaji bulanan

mengakibatkan kemacetan akibat sopir angkutan umum mengejar setoran tanpa

menghiraukan ketertiban serta rambu-rambu lalu-lintas.

Page 25: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sistem - repository.ipb.ac.id · oleh Dinas Lalulintas Angkutan Jalan (DLLAJ), Kementerian Perhubungan, Polantas, dan masyarakat sebagai pemakai jalan.

36  

  

b. Aspek organisasi; yaitu kesiapan serta kejelasan pembagian tugas, tanggung

jawab, serta koordinasi intra dan antar unit-unit organisasi pemerintah,

dunia

usaha, serta masyarakat. Sebagai contoh adalah kemacetan yang ditimbulkan

akibat buruknya koordinasi antar sektor dalam masalah klasik gali-tutup

lubang jalan untuk listrik, air minum, dan telepon.

c. Aspek sumber daya insani; yaitu kesiapan sumber daya insani, yang

mencakup operator, user, non-user, dan regulator. Misalnya adalah

pelanggaran RTRW karena ketidaksiapan sumber daya insani pengawasan

atau pengendalian.

d. Aspek keuangan; yaitu kesiapan serta kesesuaian pendanaan. Misalnya adalah

terlambatnya pembangunan jalan layang karena adanya masalah pencairan dana

pinjaman luar negeri.

2.9. Aspek Psikososial dalam Transportasi

Berbagai permasalahan yang juga berpotensi besar menimbulkan

kemacetan lalulintas di suatu ruas jalan tol adalah hal-hal yang terkait dengan aspek

psikososial. Beberapa di antaranya adalah sebagai berikut:

a. Perbaikan dan pemeiiharaan jaringan utilitas yang tidak terjadwal yang

mengakibatkan berkurangnya kapasitas jalan. Hal ini dapat menimbulkan citra

pekerjaan gali dan tutup lobang yang tidak kunjung selesai. Diperlukan suatu

sistem koordinasi yang baik antara kontraktor-kontraktor terkait dan tidak

menghambat para pengguna jalan tol.

b. Ketidakdisiplinan selalu merupakan alasan utama terjadinya

permasalahan transportasi. Saling serobot dan tidak mengindahkan pengemudi

kendaraan lain akan mengakibatkan bertambah panjangnya kemacetan

lalulintas.

c. Kendaraan yang diparkir di badan jalan akan mengurangi kapasitas jaringan

jalan sehingga tidak sesuai lagi dengan kapasitas rencana semula.

2.10. Pencemaran Lingkungan Akibat Transportasi

Udara yang tercemar dengan partikel dan gas dapat menyebabkan gangguan

kesehatan dengan berbeda-beda tingkatan dan jenisnya, bergantung pada

macam, ukuran, dan komposisi kimiawinya. Gangguan tersebut terutama terjadi

Page 26: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sistem - repository.ipb.ac.id · oleh Dinas Lalulintas Angkutan Jalan (DLLAJ), Kementerian Perhubungan, Polantas, dan masyarakat sebagai pemakai jalan.

37  

  

pada fungsi faal organ tubuh, seperti paru-paru dan pembuluh darah atau

menyebabkan iritasi pada mata dan kulit.

Pencemaran udara karena partikel debu biasanya menyebabkan

penyakit pernafasan kronis, seperti emfiesma paru-paru, asma bronchial, dan

bahkan kanker paru-paru. Sedangkan bahan pencemar gas yang terlarut dalam

udara dapat langsung masuk ke dalam tubuh sampai ke paru-paru, yang pada

akhirnya diserap oleh sistem peredaran darah. Kadar timah (Pb) yang tinggi di

udara dapat mengganggu pembentukan sel darah merah. Gejala keracunan dini

mulai ditunjukkan dengan terganggunya fungsi enzim untuk pembentukan sel

darah merah, yang pada akhirnya dapat menyebabkan gangguan kesehatan

lainnya, seperti anemia dan kerusakan ginjal. Sedangkan keracunan Pb bersifat

akumulatif (Soedomo, 2001).

Keracunan gas CO timbul sebagai akibat terbentuknya karboksi

hemoglobin (COHb) dalam darah. Afinitas CO yang lebih besar dibandingkan

oksigen (O2) terhadap Hb menyebabkan fungsi Hb untuk membawa oksigen ke

seluruh tubuh menjadi terganggu. Bekurangnya penyediaan oksigen ke seluruh

tubuh ini akan membuat sesak napas dan dapat menyebabkan kematian apabila

tidak segera mendapat udara segar kembali. Sedangkan bahan pencemar udara

seperti SOx, NOx, H2S dapat merangsang saluran pernapasan yang

mengakibatkan iritasi dan peradangan (Soedomo, 2001).

Lapisan udara yang mengelilingi bumi merupakan suatu campuran gas

dengan komposisi yang selalu berubah-ubah. Beberapa di antaranya, yang

konsentrasinya paling bervariasi, adalah H2O dan CO2. Konsentrasi CO2 di udara

selalu rendah, yaitu sekitar 0,03%. Konsentrasi ini kadang-kadang sedikit lebih

tinggi pada tempat-tempat pembusukan sampah tanaman yang menghasilkan

CO2, tempat pembakaran, atau ditempat kumpulan manusia dalam suatu ruang

tertutup. Proses fotosintesis pada tanaman juga menyerap CO2 sehingga

konsentrasi CO2 di tempat-tempat yang ‘hijau’ relatif lebih rendah. CO2 juga larut

dalam air sehingga konsentrasi CO2 udara yang baru melewati lautan juga

rendah (Fardiaz, 1992).

Komposisi udara kering dengan semua uap air telah dihilangkan relatif

konstan. Komposisi udara kering yang bersih, yang dikumpulkan di sekitar laut,

dapat dilihat pada Tabel 8. Konsentrasi gas dinyatakan dalam persen atau per

sejuta (part per million, ppm), tetapi untuk gas yang konsentrasinya sangat kecil

biasanya dinyatakan dalam ppm. Selain gas-gas yang tercantum dalam Tabel

Page 27: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sistem - repository.ipb.ac.id · oleh Dinas Lalulintas Angkutan Jalan (DLLAJ), Kementerian Perhubungan, Polantas, dan masyarakat sebagai pemakai jalan.

38  

  

2.8, masih ada gas-gas lain yang mungkin terdapat di udara, tetapi jumlahnya

sangat kecil, yaitu kurang dari 1 ppm (Fardiaz, 1992).

Udara di alam tidak pernah ditemukan bersih tanpa polutan sama sekali

(Fardiaz, 1992). Proses-proses alami, seperti aktivitas vulkanik, pembusukan

sampah tanaman, dan kebakaran hutan, dapat melepas beberapa gas, seperti

SO2, H2S, dan CO ke udara sebagai produk sampingan. Selain itu partikel-

partikel padatan atau cairan berukuran kecil dapat tersebar di udara oleh angin,

letusan vulkanik, atau gangguan alam lainnya. Selain disebabkan polutan alami

tersebut, polusi udara juga dapat disebabkan oleh aktivitas manusia, seperti

pabrik dan transportasi.

Tabel 8. Komposisi Udara Kering dan Bersih

Komponen Formula/Lambang Persen Volume Ppm Nitrogen N2 78,08 780.800 Oksigen O2 20,95 209.500 Argon Ar 0,934 9.340 Karbon dioksida CO2 0,0314 314 Neon NE 0,00182 18 Helium HE 0,000524 5 Metana CH4 0,0002 2 Kripton Kr 0,000114 1 Sumber: Stoker dan Seager dalam Fardiaz, 1992

Polutan udara primer, yaitu polutan yang mencakup 90% dari jumlah

polutan udara seluruhnya dapat dibedakan menjadi beberapa kelompok, yaitu:

(1) Karbon monoksida (CO), (2) Nitrogen oksida (NOx), (3) Hidrokarbon (HC), (4)

Sulfur dioksida (SO2), dan (5) Partikel (SPM).

Menurut Fardiaz (1992), sumber polusi utama berasal dari transportasi,

dengan sekitar 60% adalah karbon monoksida dan 15% hidrokarbon. Sumber-

sumber polusi lainnya meliputi pembakaran, proses industri, dan pembuangan

limbah. Polutan yang utama adalah karbon monoksida, yang mencapai hampir

setengah seluruh polutan yang ada. Tingkat toksisitas polutan tersebut berbeda-

beda, seperti tertera pada Tabel 9.

Page 28: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sistem - repository.ipb.ac.id · oleh Dinas Lalulintas Angkutan Jalan (DLLAJ), Kementerian Perhubungan, Polantas, dan masyarakat sebagai pemakai jalan.

39  

  

Tabel 9. Tingkat Toksisitas Polutan Polutan Level Toleransi

ppm ug/m³ Toksisitas Relatif

CO HC Sox NOx

Partikel

32,0 40.000 - 19.300 0,50 1.430 0,25 514

- 375

1,00 2,07 28,0

77,80 106,70

Sumber: Babcock (1971) dalam Fardiaz (1992)

Udara yang normal mengandung gas yang terdiri atas 78% nitrogen, 20%

oksigen, 0,93% argon, 0,03% (300 ppm) karbondioksida, dan sisanya terdiri atas

neon, helium, metan, dan hidrogen. Komposisi ini dapat mendukung kehidupan

manusia. Karbondioksida (C02), metana (CH4), nitrogen oksida (N2O) merupakan

efek rumah kaca berguna bagi makhluk hidup di bumi. Jika tidak ada gas rumah

kaca, temperatur di bumi rata-rata hanya -180C. Temperatur ini terlalu rendah

bagi sebagian besar makhluk hidup, termasuk manusia. Tetapi dengan adanya

efek rumah kaca temperatur rata-rata di bumi menjadi 330C lebih tinggi, yaitu

150C. Temperatur ini sesuai bagi kehidupan makhluk hidup (Soemarwoto, 1994).

Karbondioksida merupakan gas rumah kaca yang paling dominan yang terjadi

secara ilmiah dan sangat berperan dalam sistem biologis di dunia.

Karbondioksida bersama dengan air merupakan bahan baku fotosintetis.

Aliran karbon dari atmosfer ke vegetasi merupakan aliran yang bersifat

dua arah, yaitu pengikatan CO2 ke atmosfer melalui proses dekomposisi dan

pembakaran dan penyerapan CO2 oleh tanaman. Secara alamiah berada di

atmosfer bumi, berasal dari emisi gunung berapi dan aktivitas mikroba di tanah

(perombakan bahan organik) dan respirasi tumbuhan serta hasil pernapasan

manusia. Selain dari itu gas ini juga dihasilkan dari proses pembakaran bahan

bakar minyak dan gas yang banyak di pergunakan menghasilkan jumlah emisi

gas CO2 yang berbeda-beda.

Page 29: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sistem - repository.ipb.ac.id · oleh Dinas Lalulintas Angkutan Jalan (DLLAJ), Kementerian Perhubungan, Polantas, dan masyarakat sebagai pemakai jalan.

40  

  

Sumber : IPCC, 2007

Gambar 8. Efek Gas Rumah Kaca (1970 – 2004)

Pada Tabel 10 dapat dilihat nilai emisi karbondioksida yang dihasilkan

dari beberapa jenis bahan bakar, yang disebut juga sebagai faktor emisi atau

nilai yang digunakan untuk mendapatkan berat karbondioksida berdasarkan

besaran-besaran yang dinilai, misalnya minyak tanah, bensin, solar, LPG dan

sebagainya.

Tabel 10. Emisi Gas CO2 Yang Dihasilkan Oleh Beberapa Macam Bahan Bakar

No. Jenis Bahan Bakar Jumlah Emisi Satuan 1. Bensin 23,1 kg/lt 2. Solar 2,68 kg/lt 3. Minyak Tanah 2,52 kg/lt 4. LPG 1,51 kg/kg

Sumber: DEFRA (2005)

Perhitungan emisi CO2 yang dihasilkan bahan bakar minyak solar dan

gas adalah sebagai berikut: (1) solar mempunyai densitas 0,7329 kg/liter, (2)

atom C diasumsikan sama dengan 12, dan (3) berat 1 liter solar sama dengan

0,7329 kg. Kandungan CO2 dalam 1 liter solar sama dengan 44/12 dikalikan

dengan 0,7329 kg sama dengan 2,687 kg. Jadi faktor emisi solar adalah sebesar

2,687 kg CO2/liter, yang artinya setiap liter solar akan menghasilkan emisi 2,687

Page 30: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sistem - repository.ipb.ac.id · oleh Dinas Lalulintas Angkutan Jalan (DLLAJ), Kementerian Perhubungan, Polantas, dan masyarakat sebagai pemakai jalan.

 

kg

min

ma

kea

ban

me

jam

seb

bum

ata

teru

oil)

50.

me

ber

hid

pem

me

min

me

CO2. Deng

nyak tanah, d

Menuru

khluk hidup

adaan seha

nyaknya se

mbutuhkan

m. Jumlah g

banyak 39,6

Manusia

mi. Minyak b

s atas hid

utama alkan

mengandun

Dalam kim

mpunyai tit

rbanding lur

rokarbon, s

murnian/refin

misahkan m

nyak bumi

njadi bahan

Sumber

Gamba

gan cara ya

dan LPG.

t Goth (20

juga meng

at dan tidak

kitar 500 m

(6-9) liter ud

as CO2 yan

gr.

a membutu

bumi adalah

rokarbon. H

na (CnH2n+2),

ng sekitar 5

ia organik, s

tik didih m

rus dengan

semakin be

ning minyak

minyak men

setelah did

bakar minya

: McKinsey, 2

r 9. Propors

ang sama, d

005) diacu

hasilkan gas

k bergerak

ml udara pa

dara dalam 1

ng dihasilka

uhkan bahan

suatu camp

Hidrokarbon

kemudian

500 jenis hid

senyawa hid

masing-masin

titik didih d

esar titik d

k bumi dila

ntah dalam

destilasi ber

ak dan gas.

2007

si Konsumsi

diperoleh ha

dalam Dah

s CO2. Rata

sebanyak

ada setiap

1 menit atau

an dari pern

n bakar miny

puran komple

n yang terk

sikloaltana (

drokarbon de

drokarbon te

ng, dengan

dan densita

idih dan d

akukan mela

kelompok-k

rdasarkan ti

Energi Di In

asil faktor e

hlan (2007),

-rata manus

(12-18) ka

tarikan nap

u sekitar (36

apasan ma

yak yang dip

eks yang se

kandung da

(CnH2n). Min

engan jumla

erutama par

n panjang

snya. Sema

densitasnya.

alui destilas

kelompok (f

itik didihnya

ndonesia

emisi untuk

manusia

sia bernapas

ali per men

pas. Jadi m

0-540) liter d

nusia dalam

peroleh dari

ebagian besa

alam minya

nyak mentah

ah atom C-1

rafinik dan a

rantai hidro

akin panjang

. Oleh kar

si bertingka

raksi-fraksi)

a dapat dib

41 

bensin,

sebagai

s dalam

nit yang

manusia

dalam 1

m 1 jam

minyak

ar terdiri

ak bumi

h (crude

hingga

aromatik

okarbon

g rantai

rena itu

at, yang

. Fraksi

bedakan

Page 31: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sistem - repository.ipb.ac.id · oleh Dinas Lalulintas Angkutan Jalan (DLLAJ), Kementerian Perhubungan, Polantas, dan masyarakat sebagai pemakai jalan.

42  

  

Karbon dan Oksigen dapat bergabung membentuk senjawa karbon

monoksida (CO) sebagai hasil pembakaran yang tidak sempurna dan karbon

dioksida (CO2) sebagai hasil pembakaran sempurna. Karbon monoksida

merupakan senyawa yang tidak berbau, tidak berasa, dan pada temperatur

udara normal berbentuk gas yang tidak berwarna.

Karbon monoksida di lingkungan dapat terbentuk secara alamiah, tetapi

sumber utamanya adalah dari kegiatan manusia, Korban monoksida yang

berasal dari alam termasuk dari lautan, oksidasi metal di atmosfir, pegunungan,

kebakaran hutan dan badai listrik alam. Sumber CO buatan, antara lain, adalah

kendaraan bermotor, terutama yang menggunakan bahan bakar bensin.

Berdasarkan estimasi, jumlah CO dari sumber buatan diperkirakan mendekati 60

juta ton per tahun. Separuh dari jumlah ini berasal dari kendaraan bermotor yang

menggunakan bakan bakar bensin dan sepertiganya berasal dari sumber tidak

bergerak, seperti pembakaran batubara dan minyak dari industri dan

pembakaran sampah domestik. Dalam laporan WHO (1992) dinyatakan bahwa

paling tidak 90% dari CO di udara perkotaan berasal dari emisi kendaraan

bermotor. Selain itu asap rokok juga mengandung CO, sehingga para perokok

dapat merusak dirinya sendiri dari asap rokok yang sedang dihisapnya. Sumber

CO dari dalam ruang (indoor) termasuk dari tungku dapur rumah tangga dan dari

tungku pemanas ruang.

Dalam beberapa penelitian ditemukan kadar CO yang cukup tinggi dalam

kendaraan sedan maupun bus. Kadar CO diperkotaan cukup bervariasi

bergantung pada kerapatan kendaraan bermotor dalam lalulintas yang

menggunakan bahan bakar bensin dan umumnya ditemukan kadar maksimum

CO yang bersamaan dengan jam-jam sibuk pada pagi dan malam hari.

Selain cuaca, variasi kadar CO juga dipengaruhi oleh topografi jalan dan

bangunan di sekitarnya. Pemajanan CO dari udara ambien dapat direfleksikan

dalam bentuk kadar karboksi-haemoglobin (HbCO) dalam darah yang terbentuk

dengan sangat pelahan, karena butuh waktu (4-12) jam untuk tercapainya

keseimbangan antara kadar CO di udara dan HbCO dalam darah. Oleh karena

itu kadar CO dalam lingkungan cenderung dinyatakan sebagai kadar rata-rata

dalam 8 jam pemajanan. Data CO yang dinyatakan dalam rata-rata setiap 8 jam

pengukuran sepajang hari (moving 8 hour average concentration) lebih baik

dibandingkan dengan data CO yang dinyatakan dalam rata-rata dari 3 kali

Page 32: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sistem - repository.ipb.ac.id · oleh Dinas Lalulintas Angkutan Jalan (DLLAJ), Kementerian Perhubungan, Polantas, dan masyarakat sebagai pemakai jalan.

43  

  

pengukuran pada periode waktu 8 jam yang berbeda dalam sehari. Perhitungan

tersebut akan lebih mendekati gambaran respons tubuh manusia terhadap

keracunan CO yang berasal dari udara. Karbon monoksida yang bersumber dari

dalam ruang (indoor) terutama berasal dari alat pemanas ruang yang

menggunakan bahan bakar fosil dan tungku masak. Kadarnya akan lebih tinggi

bila ruangan tempat alat tersebut bekerja tidak mempunyai ventilasi yang

memadai. Namun umumnya kadar pemajanan yang berasal dari dalam ruangan

lebih kecil dibandingkan dengan kadar CO hasil pemajanan asap rokok.

Beberapa Individu juga dapat terpajan oleh CO karena lingkungan

kerjanya. Kelompok masyarakat yang paling terpajan oleh CO termasuk polisi

lalulintas atau tukang pakir, pekerja bengkel mobil, petugas industri logam,

industri bahan bakar bensin, industri gas kimia, dan pemadam kebakaran.

Pemajanan Co dari lingkungan kerja tersebut perlu mendapat perhatian.

Misalnya kadar CO di bengkel kendaraan bermotor ditemukan mencapai 600

mg/m3 dan dalam darah para pekerja bengkel tersebut bisa mengandung HbCO

sampai lima kali lebih tinggi daripada kadar nomal. Para petugas yang bekerja di

jalan raya diketahui mengandung HbCO dengan kadar (4-7,6) % (porokok) dan

(1,4-3,8) % (bukan perokok) selama bekerja sehari. Sebaliknya kadar HbCO

pada masyarakat umum jarang yang melampaui 1 % walaupun studi yang

dilakukan di 18 kota besar di Amerika Utara menunjukan bahwa 45 %

masyarakat bukan perokok yang terpajan oleh CO udara, dalam darahnya

terkandung HbCO melampaui 1,5%. Perlu juga diketahui bahwa manusia sendiri

dapat memproduksi CO akibat proses metabolismenya yang normal. Produksi

CO dalam tubuh sendiri ini (endogenous) bisa sekitar (0,1-1%) dari total HbCO

dalam darah.

Karakteristik biologik CO yang paling penting adalah kemampuannya

untuk berikatan dengan haemoglobin, pigmen sel darah merah yang mengakut

oksigen keseluruh tubuh. Sifat ini menghasilkan pembentukan

karboksihaemoglobin (HbCO) yang 200 kali lebih stabil dibandingkan

oksihaemoglobin (HbO2). Penguraian HbCO yang relatif lambat menyebabkan

terhambatnya kerja molekul sel pigmen tersebut dalam fungsinya membawa

oksigen keseluruh tubuh. Kondisi seperti ini bisa berakibat serius, bahkan fatal,

karena dapat menyebabkan keracunan. Selain itu, metabolisme otot dan fungsi

enzim intra-seluler juga dapat terganggu dengan adanya ikatan CO yang stabil

Page 33: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sistem - repository.ipb.ac.id · oleh Dinas Lalulintas Angkutan Jalan (DLLAJ), Kementerian Perhubungan, Polantas, dan masyarakat sebagai pemakai jalan.

44  

  

tersebut. Dampak keracunan CO sangat berbahaya bagi orang yang telah

menderita gangguan pada otot jantung atau sirkulasi darah periferal yang parah.

Dampak dari CO bervasiasi bergantung pada kondisi kesehatan

seseorang pada saat terpajan. Beberapa orang yang berbadan gemuk dapat

mentolerir pajanan CO sampai kadar HbCO dalam darahnya mencapai 40 %

dalam waktu singkat. Tetapi seseorang yang menderita sakit jantung atau paru-

paru akan menjadi lebih parah apabila kadar HbCO dalam darahnya sebesar (5-

10) %. Pengaruh CO kadar tinggi terhadap sistem syaraf pusat dan sistem

kardiovaskular telah banyak diketahui. Namun respons masyarakat berbadan

sehat terhadap pemajanan CO kadar rendah dan dalam jangka waktu panjang

masih sedikit diketahui. Misalnya kinerja para petugas jaga, yang harus

mempunyai kemampuan untuk mendeteksi adanya perubahan kecil dalam

lingkungannya yang terjadi pada saat yang tidak dapat diperkirakan sebelumnya

dan membutuhkan kewaspadaan tinggi dan terus menerus, dapat terganggu

atau terhambat pada kadar HbCO kurang dari 10 % dan bahkan sampai 5 % (hal

ini secara kasar ekivalen dengan kadar CO di udara masing-masing sebesar 80

mg/m3 dan 35 mg/m3) Pengaruh ini tidak terlalu terlihat pada perokok, karena

kemungkinan sudah terbiasa terpajan dengan kadar yang sama dari asap rokok.

Timah hitam ( Pb ) merupakan logam lunak yang berwarna kebiru-biruan

atau abu-abu keperakan dengan titik leleh pada 327,5° C dan titik didih 1.740° C

pada tekanan atmosfer. Senyawa Pb-organik, seperti Pb-tetraetil dan Pb-

tetrametil, merupakan senyawa yang penting karena banyak digunakan sebagai

zat aditif pada bahan bakar bensin dalam upaya meningkatkan angka oktan

secara ekonomi. PB-tetraetil dan Pb tetrametil berbentuk larutan dengan titik

didih masing-masing 110° C dan 200° C.

Karena daya penguapan kedua senyawa tersebut lebih rendah

dibandingkan dengan daya penguapan unsur-unsur lain dalam bensin,

penguapan bensin akan cenderung memekatkan kadar P-tetraetil dan Pb-

tetrametil. Kedua senyawa ini akan terdekomposisi pada titik didihnya dengan

adanya sinar matahari dan senyawa kimia lain di udara, seperti senyawa holegen

asam atau oksidator.

Pembakaran Pb-alkil sebagai zat aditif pada bahan bakar kendaraan

bermotor merupakan bagian terbesar dari seluruh emisi Pb ke atmosfer.

Berdasarkan estimasi, sekitar (80–90) % Pb di udara ambien berasal dari

pembakaran bensin, dan kondisi ini tidak sama antara satu tempat dengan

Page 34: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sistem - repository.ipb.ac.id · oleh Dinas Lalulintas Angkutan Jalan (DLLAJ), Kementerian Perhubungan, Polantas, dan masyarakat sebagai pemakai jalan.

45  

  

tempat yang lain, karena bergantung pada kerapatan lalulintas kendaraan

bermotor dan upaya untuk mereduksi kandungan Pb pada bensin.

Penambangan dan peleburan batuan Pb di beberapa wilayah sering

menimbulkan masalah pencemaran. Tingkat kontaminasi Pb di udara dan air

sekitar wilayah tersebut bergantung pada jumlah Pb yang diemisikan tinggi

cerobong pembakaran limbah. Senyawa Pb organik bersifat neurotoksik dan

tidak menyebabkan anemia. Hampir semua Pb–tetraetil diubah menjadi Pb

Organik dalam proses pembakaran bahan bakar bermotor dan dilepaskan ke

udara. Pengaruh Pb dalam tubuh belum diketahui dengan lengkap tetapi perlu

diwaspadai pemajanan Pb untuk jangka panjang. Timah Hitam dalam tulang

tidak beracun tetapi pada kondisi tertentu bisa dilepaskan karena infeksi atau

proses biokimia dan memberikan gejala keluhan. Garam Pb tidak bersifat

karsiogenik terhadap manusia.

Gangguan kesehatan adalah akibat bereaksinya Pb dengan gugusan

sulfhidril dari protein yang menyebabkan pengendapan protein dan menghambat

pembuatan haemoglobin. Gejala keracunan akut didapati bila tertelan dalam

jumlah besar yang dapat menimbulkan sakit perut, muntah, atau diare akut.

Gejala keracunan kronis bisa menyebabkan hilang nafsu makan, lelah, sakit

kepala, anemia, kelumpuhan anggota badan, kejang, dan gangguan

penglihatan.. Peleburan Pb sekunder, penyulingan dan industri senyawa dan

barang-barang yang mengandung Pb, serta insinerator juga dapat menambah

emisi Pb ke lingkungan. Karena batubara, seperti juga mineral lainnya, pada

umumnya mengandung Pb dengan kadar rendah, kegiatan berbagai industri,

terutama yang menghasilkan besi dan baja, peleburan tembaga, dan

pembakaran batubara, harus dipandang sebagai sumber yang dapat menambah

emisi Pb ke udara.

Penggunaan pipa air yang mengandung Pb di rumah tangga, terutama

pada daerah yang kesadahan airnya rendah (lunak), dapat menjadi sumber

pemajanan Pb pada manusia. Demikian juga dengan rumah tua, yang masih

banyak menggunakan cat yang mengandung Pb, dapat menjadi sumber

pemajanan Pb.

Pemajanan Pb dari industri telah banyak tercatat, tetapi kemaknaan

pemajanan di masyarakat luas masih kontroversi. Kadar Pb di alam sangat

bervariasi tetapi kandungan dalam tubuh manusia berkisar antara (100–400) mg.

Sumber masukan Pb adalah makanan, terutama bagi mereka yang tidak bekerja

Page 35: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sistem - repository.ipb.ac.id · oleh Dinas Lalulintas Angkutan Jalan (DLLAJ), Kementerian Perhubungan, Polantas, dan masyarakat sebagai pemakai jalan.

46  

  

atau kontak dengan Pb. Diperkirakan rata-rata masukan Pb melalui makanan

adalah 300 ug per hari, dengan kisaran antara (100–500) mg perhari. Rata-rata

masukan melalui air minum adalah 20 mg, dengan kisaran antara (10–100) mg.

Hanya sebagian asupan (intake) yang diabsorpsi melalui pencernaan. Pada

manusia dewasa, absorpsi untuk jangka panjang berkisar antara (5–10) %. Bila

asupan tidak berlebihan, kandungan Pb dalam tinja dapat untuk memperkirakan

asupan harian karena 90% Pb dikeluarkan dengan cara ini.

Kontribusi Pb di udara terhadap absorpsi oleh tubuh lebih sulit

diperkirakan. Distribusi ukuran partikel dan kelarutan Pb dalam partikel juga

harus dipertimbangkan. Biasanya kadar Pb di udara sekitar 2 mg/m3 dan dengan

asumsi 30% mengendap di saluran pernapasan dan absorpsi sekitar 14 mg/per

hari. Mungkin perhitungan ini bisa dianggap terlalu besar dan partikel Pb yang

dikeluarkan dari kendaraan bermotor ternyata bergabung dengan filamen karbon

dan lebih kecil dari yang diperkirakan walaupun agregat ini sangat kecil (0,1 mm)

dan jumlah yang tertahan di alveoli mungkin kurang dari 10 %. Uji kelarutan

menunjukkan bahwa Pb berada dalam bentuk yang sukar larut.

Hampir semua organ tubuh mengandung Pb dan kira-kira 90 % dijumpai

di tulang. Kandungan Pb dalam darah kurang dari 1% dan dipengaruhi oleh

asupan yang baru (dalam 24 jam terakhir). Manusia dengan pemajanan rendah

mengandung (10–30) mg Pb per 100 g darah Manusia yang mendapat

pemajanan kadar tinggi mengandung lebih dari 100 mg per 100 g darah.

Kandungan Pb dalam darah sekitar 40 mg Pb per 100 g dianggap terpajan berat

atau mengabsorpsi Pb cukup tinggi walau tidak terdeteksi tanda-tanda keluhan

keracunan.

Terdapat perbedaan tingkat kadar Pb di perkantoran dan perdesaan.

Wanita cenderung mengandung Pb lebih rendah dibandingkan dengan pria, dan

pada perokok lebih tinggi dibandingkan dengan bukan perokok. Gejala klinis

keracunan Pb pada individu dewasa tidak akan timbul pada kadar Pb yang

terkandung dalam darah kurang dari 80 mg Pb per 100 g darah, namun

hambatan aktivitas enzim untuk sintesis haemoglobin sudah terjadi pada

kandungan Pb normal, yaitu (30–40) mg.

Pb berakumulasi di rambut sehingga dapat dipakai sebagai indikator

untuk memperkirakan tingkat pemajanan atau kandungan Pb dalam tubuh. Anak-

anak merupakan kelompok dengan risiko tinggi. Menelan langsung bekas cat

yang mengandung Pb merupakan sumber pemajanan, selain emisi industri dan

Page 36: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sistem - repository.ipb.ac.id · oleh Dinas Lalulintas Angkutan Jalan (DLLAJ), Kementerian Perhubungan, Polantas, dan masyarakat sebagai pemakai jalan.

47  

  

debu jalan yang berasal dari lalulintas yang padat. Mungkin keracunan Pb ada

juga hubungannya dengan keterbelakangan mental tetapi hingga saat ini belum

ada bukti yang signifikan.

Kendaraan di jalan mengeuarkan banyak emisi CO2 ke udara. Bila

lalulintas dibiarkan tumbuh seperti sekarang dan kemacetan lalulintas yang

terjadi dibanyak kota semakin parah, emisi CO2 total tahun pada 2020 yang

dihasilkan oleh kendaraan di jalan diperkirakan mencapai sekitar 222 juta ton,

atau ekivalen dengan berat 63 Candi Borobudur.

Sumber : Susantono, 2011

Gambar 10. Estimasi Emisi CO2 Nasional Tahun 2020 akibat Transportasi Jalan Bila Kemacetan Lalulintas Dibiarkan Bertumbuh Seperti Sekarang (Do Nothing)

Masalah pencemaran udara di kota-kota besar sangat dipengaruhi oleh

berbagai faktor, yaitu topografi, kependudukan, iklim dan cuaca, serta tingkat

atau angka perkembangan sosio-ekonomi dan industrialisasi. Keadaan masalah-

masalah ini akan meningkat jika jumlah penduduk perkotaan semakin meningkat,

yang mengakibatkan jumlah penduduk yang terpapar polusi udara juga

meningkat. Perkiraan PBB menunjukkan bahwa sampai tahun 2000 terdapat 47

% jumlah keseluruhan populasi tinggal di daerah perkotaan. Pada tahun1990,

terdapat 60 kota di dunia yang mempunyai jumlah penduduk sekitar 3 juta orang

dan pada tahun 2000 diproyeksikan 85 kota-kota akan termasuk jenis kategori

ini.

Pertumbuhan polusi kota dan tingginya tingkat industrialisasi yang

membutuhkan energi yang lebih besar, umumnya akan menghasilkan

pembuangan limbah atau zat pencemar lebih banyak. Pembakaran bahan bakar

fosil, untuk pemanasan rumah tangga, untuk pembangkit tenaga listrik,

Page 37: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sistem - repository.ipb.ac.id · oleh Dinas Lalulintas Angkutan Jalan (DLLAJ), Kementerian Perhubungan, Polantas, dan masyarakat sebagai pemakai jalan.

 

ken

pad

zat

dan

dar

tera

der

Clim

teru

kac

aka

tem

aka

me

dae

seb

ini.

yan

gur

ndaraan ber

dat dengan

pencemar d

Sumber:

Gamba

Menuru

n Teknologi

ratan bumi m

akhir, rata-ra

rajat Fahren

mate Chang

utama diseb

ca ke atmos

an meningka

mperatur ini,

an mencair

naikkan per

erah pantai

bagai negara

Selain i

ng lebih ting

run, yang m

rmotor, dala

pembakaran

di daerah pe

: Kementerian

r 11. Konstr

t Pusat Info

(PIRBA), m

menyebabka

ata tempera

heit). Dalam

ge (IPCC) p

babkan oleh

sfer. IPCC m

at (1,4-5,8)

jika seluruh

r, yang m

rmukaannya

atau bahk

a kepulauan

tu, daerah d

ggi, tetapi t

menyebabka

am proses–

n, merupaka

erkotaan.

n Perhubunga

ribusi Sektor

rmasi Riset

meningkatny

an terjadinya

atur ini telah

m laporan ya

ada tahun 2

h aktivitas m

memprediks

derajat Ce

bangsa di d

mengakibatka

a sekitar (9-1

kan dapat

n patut khaw

dengan iklim

tanah juga

n kerusakan

proses indu

an sumber u

an RI, 2011

r Terhadap P

Bencana Al

a temperatu

a pemanasa

meningkat

ng dikeluark

2001, disimp

manusia yan

si peningkat

elsius pada

dunia tidak m

an meningk

100) cm, ya

menenggela

watir dengan

m yang hang

lebih cepat

n pada tana

ustri, dan pe

utama pemb

Polusi Udara

lam, Kemen

ur rata-rata

n global. Se

sebesar 0,6

kan Intergov

pulkan bahw

ng menamb

tan tempera

tahun 2100

melakukan a

katkan volu

ng akan me

amkan pula

n peningkat

gat akan me

kering dan

aman bahka

embuangan

buangan limb

a di Indones

terian Nega

atmosfer, la

elama seratu

6 derajat Ce

ernmental P

wa perubah

bah gas-gas

atur rata-rata

0. Akibat k

apa-apa, es

ume lautan

enimbulkan b

au-pulau. In

an perubah

nerima cura

n potensial

an mengha

48 

limbah

bah zat-

i

ra Riset

aut, dan

us tahun

elsius (1

Panel on

an iklim

s rumah

a global

kenaikan

di kutub

n serta

banjir di

donesia

an iklim

ah hujan

menjadi

ncurkan

Page 38: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sistem - repository.ipb.ac.id · oleh Dinas Lalulintas Angkutan Jalan (DLLAJ), Kementerian Perhubungan, Polantas, dan masyarakat sebagai pemakai jalan.

49  

  

suplai makanan di beberapa tempat di dunia. Hewan dan tanaman akan

bermigrasi ke arah kutub yang lebih dingin dan spesies yang tidak mampu

berpindah akan musnah. Meningkatnya frekuensi kebakaran hutan dan

menyebarnya penyakit tropis, seperti malaria ke daerah-daerah baru karena

bertambahnya populasi serangga, akan menyebabkan daerah-daerah tertentu

menjadi padat dan sesak karena arus pengungsian.

Sumber: IPCC, 2007

Gambar 12. Perubahan Temperatur Bumi Tahun 1970 - 2004

Selain karena penambahan gas rumah kaca ke atmosfer, pemanasan

yang cepat ini disebabkan karena pembakaran bahan bakar fosil, seperti batu

bara, dan minyak bumi. Ketika atmosfer semakin kaya akan gas-gas rumah kaca

ini, maka atmosfer semakin menjadi insulator yang menahan lebih banyak panas

dari matahari yang dipancarkan ke bumi. Sedangkan penggunaan batu bara,

yang dinilai paling berpengaruh dalam pemanasan global, saat ini mencapai 5,3

milyar ton dengan produksi gas buang berupa karbon dioksida untuk setiap

kilogram batubara sebanyak 2,7 kilogram. Karena itu lebih dari 13 milyar ton gas

CO2 yang dilepas ke atmosfir setiap tahunnya. Hal inilah yang berdampak pada

perubahan iklim dunia.

Page 39: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sistem - repository.ipb.ac.id · oleh Dinas Lalulintas Angkutan Jalan (DLLAJ), Kementerian Perhubungan, Polantas, dan masyarakat sebagai pemakai jalan.

50  

  

2.11. Kebisingan

Kebisingan adalah bunyi yang tidak diinginkan dari usaha atau kegiatan dalam

tingkat dan waktu tertentu, yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan

manusia dan kenyamanan lingkungan (Kepmen LH No.48 Tahun 1996) atau

semua suara yang tidak dikehendaki, yang bersumber dari alat-alat proses

produksi dan/atau alat-alat kerja pada tingkat tertentu dapat menimbulkan

gangguan pendengaran (Kepmen Tenaga Kerja No.51 Tahun 1999). Menurut

Poernomosidhi (1995), pada umumnya terdapat tiga sumber kebisingan, yaitu

kebisingan lalulintas atau transportasi, kebisingan pekerjaan atau industri, dan

kebisingan penduduk atau permukiman.

Semua kebisingan tersebut dapat menghasilkan kerusakan fisik dan

psikologis. Kebisingan lalulintas bersifat konstan dan menyebar luas, sehingga

menimbulkan masalah-masalah yang lebih serius. Pada umumnya kecepatan

kendaraan yang lebih tinggi akan menghasilkan tingkat kebisingan yang lebih

tinggi pula, dan permukaan jalan yang makin kasar juga akan menghasilkan

kebisingan yang makin tinggi. Bunyi yang paling keras timbul di daerah

persimpangan (intersection area) karena adanya kendaraan yang berhenti atau

mengerem serta kendaraan yang mulai berjalan.

Di antara pencemaran lingkungan yang lain, pencemaran atau polusi

kebisingan dianggap istimewa dalam hal: (1) penilaian pribadi dan subjektif

sangat menentukan untuk mengenali suara sebagai pencemaran kebisingan

atau tidak, dan (2) kerusakannya setempat dan sporadis dibandingkan dengan

pencemaran udara dan pencemaran air, dengan bising akibat pesawat terbang

merupakan pengecualian.

Apabila bel dibunyikan, seseorang menangkap ‘nyaring’, ‘tinggi’, dan

‘nada’ suara yang dipancarkan. Ini merupakan suatu tolok ukur yang

menyatakan mutu sensorial suara dan dikenal sebagai ‘tiga unsur suara’. Ukuran

fisik ‘kenyaringan’ adalah amplitudo dan tingkat tekanan suara. Untuk ‘tinggi’

suara adalah frekuensi. Sedangkan ‘nada’ adalah sejumlah besar ukuran fisik.

Kecenderungan saat ini adalah menggabungkan segala yang merupakan sifat

suara, termasuk tingginya, nyaringnya, dan distribusi spectral sebagai ‘nada’.

Decibel (dB) adalah ukuran energi bunyi atau kuantitas yang dipergunakan

sebagai unit-unit tingkat tekanan suara berbobot A. Pengukuran tingkat

Page 40: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sistem - repository.ipb.ac.id · oleh Dinas Lalulintas Angkutan Jalan (DLLAJ), Kementerian Perhubungan, Polantas, dan masyarakat sebagai pemakai jalan.

51  

  

kebisingan diperlukan untuk menghitung bertambah atau berkurangnya tingkat

tekanan suara berbobot A rata-rata. Meskipun pengaruh suara banyak kaitannya

dengan faktor-faktor psikologis dan emosional, ada kasus-kasus ketika akibat-

akibat serius, seperti kehilangan pendengaran, terjadi karena tingginya tingkat

kenyaringan suara pada tekanan suara berbobot A dan karena lamanya telinga

terpapar kebisingan itu (Susanto, 2006).

Baku tingkat kebisingan adalah batas maksimal tingkat kebisingan yang

diperbolehkan dibuang ke lingkungan dari usaha atau kegiatan sehingga tidak

menimbulkan gangguan kesehatan manusia dan kenyamanan lingkungan

(Kepmen LH No.48 Tahun 1996). Pada Tabel 11 dapat dilihat jenis-jenis akibat

kebisingan yang diderita oleh seseorang akibat terpapar kebisingan dalam

waktu yang cukup lama. Baku mutu tingkat kebisingan untuk berbagai lokasi,

sesuai Keputusan Gubernur KDKI Jakarta No.587/1980, tanggal 7 Juni 1980,

dapat dilihat pada Tabel 12.

Kebisingan yang dapat diterima oleh tenaga kerja tanpa mengakibatkan

penyakit atau gangguan kesehatan dalam pekerjaan sehari-hari, untuk waktu

tidak melebihi 8 jam sehari atau 40 jam seminggu, adalah 85 dB(A) (Kepmen

Tenaga Kerja No.51/1999), seperti yang terdapat pada Tabel 13. Agar

kebisingan tidak mengganggu kesehatan atau membahayakan, perlu diambil

tindakan seperti pengguanaan peredam pada sumber bising, penyekatan,

pemindahan, pemeliharaan, penanaman pohon, pembuatan bukit buatan, atau

pengaturan tata letak ruang dan penggunaan alat pelindung diri sehingga

kebisingan tidak mengganggu kesehatan atau membahayakan.

Page 41: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sistem - repository.ipb.ac.id · oleh Dinas Lalulintas Angkutan Jalan (DLLAJ), Kementerian Perhubungan, Polantas, dan masyarakat sebagai pemakai jalan.

52  

  

Tabel 11. Akibat Fisik dan Psikologis Kebisingan

Tipe Uraian Akibat lahiriah Kehilangan

Pendengaran Perubahan ambang batas sementara akibat kebisingan dan perubahan ambang batas permanen akibat kebisingan

Akibat fisiologis Rasa tidak nyaman atau stres meningkat, tekanan darah meningkat, sakit kepala, dan bunyi dering

Akibat psikologis

Gangguan emosional

Kejengkelan dan kebingungan

Gangguan gaya hidup

Gangguan tidur atau istirahat, hilang konsentrasi waktu bekerja, dan mambaca.

Gangguan pendengaran

Merintangi kemampuan mendengarkan TV, radio, percakapan, dan telpon.

Sumber: Susanto, 2006

Tabel 12. Kriteria Ambien Kebisingan

Sumber: Keputusan Gubernur KDKI Jakarta No.587/1980

Peruntukan Derajat Kebisingan (dbA)

Maksimum yang diinginkan

Maksimum yang diperkenankan

Perumahan 45 60 Industri/Perkantoran 70 70 Pusat Perdagangan 75 85 Rekreasi 50 60 Campuran Perumahan/Industri 50 50

Page 42: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sistem - repository.ipb.ac.id · oleh Dinas Lalulintas Angkutan Jalan (DLLAJ), Kementerian Perhubungan, Polantas, dan masyarakat sebagai pemakai jalan.

53  

  

Tabel 13. Batas Kebisingan Yang Dapat Diterima oleh Tenaga Kerja

Waktu pernapasan per hari Intensitas Kebisingan dB(A)

8 Jam 85 4 88 2 91 1 94 30 Menit 97 15 100 7,5 103 3,75 106 1,88 109 0,94 112

28,12 Detik 115 14,06 118 7,03 121 3,52 124 1,76 127 0,88 130 0,44 133 0,22 136 0,11 139

Tidak boleh terpapar lebih dari 140 dB(A) walaupun sesaat

Sumber: Kepmen Tenaga Kerja No.51 Tahun 1999

2.12. Studi-Studi Terdahulu Tentang Pengelolaan Transportasi

Medawati (1996), dalam penelitiannya mengenai pengembangan model

pengendalian pencemaran udara di kawasan permukiman, mengemukakan

bahwa karakteristik emisi pencemar udara di daerah perkotaan, seperti Jakarta,

Bandung, dan Surabaya, ditentukan oleh besarnya sektor-sektor yang

menggunakan bahan bakar. Sektor yang paling dominan di ketiga kota tersebut

adalah sektor transportasi. Kontribusi pencemar CO, HC, NOx, SPM, dan SOx

dari sektor transportasi tidak saja ditentukan oleh volume lalulintas dan jumlah

kendaraan, tetapi juga oleh pola lalulintas dan sirkulasinya di dalam kota,

khususnya di daerah pusat kota dan perdagangan. Pengendalian pencemaran

udara di kawasan permukiman dapat dilakukan dengan penanaman pohon-

Page 43: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sistem - repository.ipb.ac.id · oleh Dinas Lalulintas Angkutan Jalan (DLLAJ), Kementerian Perhubungan, Polantas, dan masyarakat sebagai pemakai jalan.

54  

  

pohon angsana, bougenvile, dan flamboyan. Emisi CO dapat lebih diserap oleh

kerimbunan tanaman-tanaman tersebut dibandingkan dengan emisi SOx.

Santoso et al. (2001) dalam penelitiannya mengenai “tinjauan

aksesibilitas transportasi lingkungan perumahan, studi kasus kota Semarang”

meneliti tentang aksesibilitas transportasi di lingkungan perumahan dan

perbedaan aksesibilitas antara perumahan yang satu dengan yang lain.

Pengambilan data dilakukan dengn cara survei wawancara terhadap 179

responden rumah tangga di 4 lokasi perumahan yang dipilih. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa aksesibilitas transportasi perumahan yang satu tidak sama

dengan yang lain. Hal ini disebabkan karena perbedaan karakteristik perumahan

maupun karakteristik penghuninya. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap

aksesibilitas transportasi perumahan adalah kepemilikan sepeda motor dalam

keluarga, kepemilikan mobil dalam keluarga, tingkat kemudahan mendapatkan

angkutan umum, dan kondisi jalan.

Avianto (2002) dalam penelitiannya tentang transportation green house

gasses (emisi gas buang kendaraan) dan akibatnya pada pencemaran udara

yang berpotensi mengurangi kunjungan wisatawan ke kota Bandung

mengemukakan bahwa dari 4 alternatif kebijakan yang ada, yaitu basic (tanpa

perubahan), urban greening (penghijauan kota), parking area (penyediaan

parkir), dan public transportation (angkutan umum). Dengan simulasi sistem

dynamics diperoleh hasil bahwa alternatif kebijakan terbaik adalah alternatif 4,

yaitu peningkatan pertumbuhan angkutan umum dan pengurangan kendaraan

pribadi. Menurut model yang dibuat oleh peneliti, kebijakan tersebut akan

membuat pertumbuhan wisatawan di kota Bandung berkelanjutan dan

mengurangi pencemaran udara secara signifikan.

Purwaamijaya (2005) dalam penelitiannya mengenai pola perubahan

lingkungan yang disebabkan oleh prasarana dan sarana jalan mengemukakan

bahwa pola perubahan lingkungan yang disebabkan oleh prasarana dan sarana

jalan mengenali 3 tahap pembangunan dan operasional jalan yang pengelolaan

dan pemantauan lingkungannya harus mempertimbangkan peningkatan

ekonomis wilayah, mengurangi perubahan bentang alam, mengurangi

penurunan kualitas lingkungan, mengurangi keresahan masyarakat, dan

mengurangi penurunan keaneka ragaman hayati. Pertimbangan prinsip-prinsip

ekonomis, ekologis, dan sosial politis dalam pembangunan dan operasional jalan

akan mendukung pembangunan berkelanjutan.

Page 44: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sistem - repository.ipb.ac.id · oleh Dinas Lalulintas Angkutan Jalan (DLLAJ), Kementerian Perhubungan, Polantas, dan masyarakat sebagai pemakai jalan.

55  

  

Umadevi (2006), dalam penelitiannya mengenai “sistem dynamics

modeling for land use transport interaction” meneliti tentang interaksi antara

tataguna lahan dan transportasi serta alternatif kebijakan untuk pengelolaan

transportasi dari suatu kawasan tataguna lahan di kota metropolitan. Peneliti ini

membagi pengelolaan transportasi di suatu tataguna lahan menjadi 3 (tiga) sub-

model, yaitu sub-model population, sub-model land use, dan sub-model

transportation. Hasil peneliti ini, dengan peningkatan peran “public transport” dan

pengawasan pada penggunaan tataguna lahan akan diperoleh penurunan

bangkitan perjalanan, dari 4.621 menjadi 2.017 (turun sekitar 50%).

Wismadi (2008), dalam penelitiannya tentang “studi tipologi land use

sebagai pendekatan input bangkitan dan tarikan perjalanan pada pemodelan

transportasi, studi kasus di Yogyakarta”, melakukan perhitungan estimasi volume

lalulintas jalan dengan memperhatikan dinamika aktivitas tataguna lahan dari sisi

tata ruang. Penelitian ini menghasilkan model generik yang diharapkan dapat

diimplementasikan di kota atau di daerah lain. Variabel-variabel yang terdapat

dalam model tersebut harus dikalibrasi dengan kondisi setempat sebelum model

ini dapat dimanfaatkan dan menghasilkan nilai prediksi yang tepat.

Abeto (2008), dalam penelitiannya mengenai tingkat kemacetan di kota

Bandar Lampung, mengemukakan bahwa dari hasil analisis dan pembahasan

perilaku derajat kejenuhan jalan di kota Bandar Lampung dengan menggunakan

metodologi sistem dynamics, diperoleh hasil bahwa kebijakan yang cocok

dipakai untuk mengendalikan pertumbuhan kendaraan pribadi di kota Bandar

Lampung adalah dengan penerapan skenario kebijakan pengembangan sistem

angkutan umum massal, kebijakan pembatasan umur kendaraan bermotor, dan

dengan pembuatan lajur khusus sepeda motor.

Masri (2009), dalam penelitiannya mengenai “kajian perubahan

lingkungan di zona buruk untuk perumahan, studi kasus: Kawasan Bandung

Utara”, mengemukakan bahwa dari analisis special zonasi kesesuaian lahan

untuk perumahan di Kawasan Budidaya Kecamatan Lembang, Cilengkrang, dan

Cimenyan (perumahan di kawasan Bandung Utara) menunjukkan bahwa 68,22%

dari total luas lahan untuk perumahan berada di zona buruk untuk perumahan.

Sedangkan hasil analisis spasial evaluasi lokasi untuk perumahan eksisting

menunjukkan bahwa 45,90% luas terbangun berada di zona buruk untuk

perumahan dengan faktor pembatas drainase (buruk sampai sangat buruk),

kepekaan terhadap erosi (sedang sampai berat), bencana banjir (jarang sampai

Page 45: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sistem - repository.ipb.ac.id · oleh Dinas Lalulintas Angkutan Jalan (DLLAJ), Kementerian Perhubungan, Polantas, dan masyarakat sebagai pemakai jalan.

56  

  

sangat sering), kemiringan lereng (berbukit sampai sangat curam), tekstur tanah

(halus sampai agak halus), batuan dan kerikil (banyak sampai sangat banyak),

dan kedalaman efektif tanah (dalam sampai sedang). Hasil analisis spasial

menunjukkan bahwa telah terjadi konversi lahan di kawasan lindung menjadi

kawasan perumahan. Seluas 78,49% kawasan perumahan berada di daerah

hutan lindung dan 21,51% nya berada di daerah konservasi.

Tabel 14. Matriks Beberapa Penelitian Yang Pernah Dilakukan Tentang Transportasi dan Pencemaran Udara di Perkotaan

No. Nama Peneliti Tahun

Penelitian Tujuan dan Sasaran Penelitian

Ruang Lingkup Hasil Penelitian Kaitan dengan Penelitian ini

1. Medawati 1996 Pengembangan model pengendaiian pencemaran udara di Kawasan permukiman.

Penelitian mengenai karakteristik emisi pencemar udara di perkotaan dari sektor transportasi dan rumah tangga, serta pengendaliannya dengan menggunakan tanaman hijau.

Kontribusi pencemar CO, HC, NOx, SPM, dan Sox dari sektor transportasi tidak saja diteniukan oleh volume lalulintas dan jumlah kendaraan, tetapi juga oleh pola lalulintas dan sirkulasinya di dalam kota, khususnya di daerah pusat kota dan perdagangan.

Hanya meneliti tentang pencemaran akibat transportasi dan sistem tataguna lahan, tidak membahas tentang sistem pergerakan, sistem jaringan dan sistem sarana transportasi.

Pengendaiian pencemaran udara di kawasan permukiman dapat dilakukan dengan pohon Angsana, Bougenviie dan Flamboyan. Emisi CO dapat tebih diserap oleh Kerimbunan tanaman-tanaman Tersebut dibandingkan dengan emisi SOx.

2. Santoso et al. 2001 Tinjauan aksesibitas transportasi lingkungan perumahan; studi kasus Kota Semarang.

Penelitian tentang aksesibilitas transportasi lingkungan perumahan dan perbedaan aksesibilitas antara perumahan yang satu dengan yang lain.

Aksesibilitas transportasi perumahan yang satu tidak sama dengan yang lain. Hal ini disebabkan karena perbedaan karakteristik perumahan maupun karakteristik penghuninya. Faktor-faktor yang berpengruh terhadap aksesibilitas transportasi perumahan adalah kepernilikan sepeda motor dalam keluarga, kepemilikan mobil dalam keluarga, tingkat kemudahan mendapatkan angkutan umum dan kondisi jalan.

Penelitian tentang transportasi, tidak membahas pencemaran udara.

3. Avianto 2002 PeneJitian tentang Gas Rumah Kaca yang disebabkan oleh transportasi.

Penelitian tentang gas rumah kaca yang disebabkan oleh transportasi dan pengaruhnya terhadap kunjungan wlsatawan di Bandung.

Kebijakan terbaik adalah peningkatan pertumbuhan angkutan umum dan pengurangan kendaraan pribadi. Menurut model yang dibuat oleh peneliti, kebijakan tersebut akan membuat pertumbuhan

Membahas tentang sistem sarana transportasi (kendaraan) dan pencemaran udara. Tidak membahas sistem tataguna Iahan, sistem pergerakan dan

Page 46: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sistem - repository.ipb.ac.id · oleh Dinas Lalulintas Angkutan Jalan (DLLAJ), Kementerian Perhubungan, Polantas, dan masyarakat sebagai pemakai jalan.

57  

  

No. Nama Peneliti Tahun Penelitian

Tujuan dan Sasaran Penelitian

Ruang Lingkup Hasil Penelitian Kaitan dengan Penelitian ini

wisatawan di kota Bandung berkelanjutan dan mengurangi pencemaran udara secara signifikan.

sistem jaringan jalan.

4. Purwaamijaya 2005 Menelitipola perubahan Lingkungan yang diaktbatkan oleh prasarana dan sarana jalan.

Penelitian tentang pola perubahan lingkungan yang diakibatkan oleh pembangunan prasarana jalan pada tahap perencanaan, pembangunan. dan operasionalisasi jalan.

Pertimbangan prinsip-prinsip ekonomis, ekologts dan soslal politis dalam pembangunan dan opersional jalan akan mendukung pembangunan berkelanjutan.

Penelitian tentang pencemaran udara dan air akibat transportasi perkotaan, tidak membahas tentang tataguna lahan, sistem pergerakan, sistem jaringan jalan dan sistem sarana kendaraan.

5. Umadevi 2006 Merancang model sistem dinamik untuk interaksi antara tataguna lahan dengan transportasi.

Meneliti tentang interaksi antara tataguna lahan dan transportasi serta attematif kebijakan untuk pengelolaan transportasi dart suatu kawasan tataguna lahan di kota metropolitan.

Dengan peningkatan peran dari "public transport" dan pengawasan pada penggunaan tataguna lahan akan diperoleh penurunan bangkitan perjalanan dari 4621 menjadi 2017 (turun sekitar 50%).

Penelitian tentang interaksi antara tataguna lahan dengan transportasi. Tidak membahas tentang pencemaran udara.

6. Wismadi 2008 Melakukan studi tipologi land use sebagai pendekatan input bangkitan dan tarikan perjalanan pada pemodelan transportasi; studi kasus di Yogyakarta

Melakukan perhitungan estimasi volume lalulintas jalan dengan memperhatikan dinamika aktivitas tataguna lahan dari sisi tataruang.

Model generik yang diharapkan dapat diimplementasikan di kota atau daerah lain, dengan variabel-variabel yang terdapat dalam model tersebut harus dikalibrasi dengan kondisi setempat sebelum model ini dapat dimanfaatkan dan menghasilkan nilai prediksi yang tepat

Penelitian tentang Transportasi (tataguna lahan), tidak membahas sistem jaringan jalan, sistem pergerakan dan sistem sarana.

7. Abeto, M. 2008 Menganalis ist'ngkat kemacetan di kota Bandar Lampung

Menganalisis dan membahas perilaku derajat kejenuhan jalan di kota Bandar Lampung dengan Menggunakan metodologi system dynamic

Penerapan kebijakan pengembangan sistem angkutan umum massa! dan kebijakan pembatasan umur kendaraan bermotor dan pembuatan lajur khusus sepeda motor, yang bertujuan untuk mengendalikan pertumbuhan kendaraan pribadi di kota Bandar Lampung.

Penelitian tentang sistem tataguna lahan, sistem pergerakan, sistem jaringan jalan dan sistem sarana, tidak membahas tentang pencemaran udara.

8. Masri 2009 Mengkaji perubahan lingkungan di zona buruk untuk perumahan dengan studi kasus: Kawasan Bandung Utara.

Analisis spasial zonasi kesesuaian lahan untuk perumahan di kawasan budidaya Kecamatan Lembang, Cilengkrang, dan Cimenyan (perumahan di Kawasan Bandung Utara)

Terjadi konversi lahan di kawasan findung menjadi kawasan perumahan. Seluas 78,49 % kawasan perumahan berada di daerah hutan lindung, dan 21,51% nya berada di daerah konservasi.

Penelitian tentang pencemaran udara, pencemaran air dan kesesuaian lahan untuk perumahan di pinggiran kota. Tidak secara khusus membahas sistem jaringan jalan, sistem pergerakan, dan tataguna lahan.

Page 47: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sistem - repository.ipb.ac.id · oleh Dinas Lalulintas Angkutan Jalan (DLLAJ), Kementerian Perhubungan, Polantas, dan masyarakat sebagai pemakai jalan.

58  

  

2.13. Teori Sistem Dinamis

Sebagai salah satu pendekatan dalam pemodelan kebijakan, analisis

sistem dinamis telah dan sedang berkembang sejak diperkenalkan pertama kali

oleh Jay W. Forrester pada dekade 50-an. Metodologi ini muncul sewaktu

kelompok Jay Forrester melakukan riset di MIT dengan mencoba

mengembangkan manajemen industri guna mendesain dan mengendalikan

sistem industri (yang merupakan sebuah sistem sosial yang kompleks). Mereka

mencoba mengembangkan metode manajemen untuk perencanaan industri

jangka panjang.

Sebagai obyek, sistem dapat didekati dengan berpikir sistemik yang pada

dasarnya dapat dibedakan menjadi 3 jenis yang berbeda, yaitu: (1) sistem hidup

(manusia), (2) sistem fisik (dinding bata, jalan raya), dan (3) sistem non-fisik

(organisasi, lembaga, instansi).

Menurut Muhammadi (2001), sistem adalah keseluruhan interaksi antar-

unsur sebuah obyek dalam batas lingkungan tertentu yang bekerja mencapai

tujuan. Keseluruhan adalah lebih dari sekedar penjumlahan atau susunan

(aggregate), yaitu terletak pada kekuatan (power) yang dihasilkan oleh

keseluruhan itu jauh lebih besar dari suatu penjumlahan atau susunan. Apabila

dalam aljabar 1 ditambah 1 adalah 2, dalam sistem 1 ditambah 1 tidak sama

dengan 2 dan nilainya bisa tak berhingga. Pengertian interaksi adalah pengikat

atau penghubung antar unsur, yang memberi bentuk atau struktur kepada obyek,

membedakan dengan obyek lain, dan mempengaruhi perilaku dari obyek.

Pengertian unsur adalah benda, baik konkrit maupun abstrak, yang menyusun

obyek sistem. Unjuk kerja dari sistem ditentukan oleh fungsi unsur. Gangguan

pada salah satu fungsi unsur mempengaruhi unsur lain sehingga mempengaruhi

unjuk kerja sistem secara keseluruhan. Unsur yang menyusun sistem ini disebut

juga bagian sistem atau sub-sistem. Pengertian obyek adalah sistem yang

menjadi perhatian dalam suatu batas tertentu sehingga dapat dibedakan antara

sistem dengan lingkungan sistem. Artinya semua yang di luar batas sistem

adalah lingkungan sistem. Pada umumnya semakin luas bidang bidang perhaian

semakin kabur batas sistem. Kalimat tersebut memperlihatkan bahwa batas

obyek dengan lingkungan cenderung bersifat konseptual, terutama terhadap

obyek-obyek non-fisik.

Page 48: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sistem - repository.ipb.ac.id · oleh Dinas Lalulintas Angkutan Jalan (DLLAJ), Kementerian Perhubungan, Polantas, dan masyarakat sebagai pemakai jalan.

59  

  

Pengertian batas antara sistem dengan lingkungan tersebut memberikan

dua jenis sistem, yaitu sistem tertutup dan sistem terbuka. Sistem tertutup adalah

sebuah sistem dengan batas yang dianggap kedap (tidak tembus) terhadap

pengaruh lingkungan. Sistem tertutup tersebut hanya ada di dalam anggapan

(untuk analisis), karena pada kenyataannya sistem selalu berinteraksi dengan

lingkungan, atau sebagai sebuah sistem terbuka.

Lingkungan Sistem

Gambar 13. Diagram Sistem Pengertian tujuan adalah unjuk kerja sistem yang teramati atau

diinginkan. Unjuk kerja yang teramati tersebut merupakan hasil yang telah

dicapai oleh kerja sistem, yaitu keseluruhan interaksi antar unsur dalam batas

lingkungan tertentu. Di lain pihak, unjuk kerja yang diinginkan merupakan hasil

yang akan diwujudkan dalam sistem melalui keseluruhan interaksi antar unsur

dalam batas lingkungan tertentu. Perumusan tujuan sistem ini akan membantu

memudahkan menarik garis batas sistem yang menjadi perhatian.

Unjuk membangun model yang bersifat sistemik, ada lima langkah yang

perlu dilakukan (Muhammadi, 2001), yaitu:

1. Identifikasi proses menghasilkan kejadian nyata; yaitu mengungkapkan

pemikiran tentang bagaimana proses yang terjadi sehingga menghasilkan

suatu kejadian di alam nyata.

2. Identifikasi kejadian yang diinginkan; yaitu memikirkan kejadian yang

seharusnya, yang diinginkan, yang dituju, yang ditargetkan, atau yang

direncanakan.

Unsur A

Unsur E

Unsur B

Unsur C

Unsur F

Unsur D

BATAS

Sumber: Muhammadii (2001)

Page 49: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sistem - repository.ipb.ac.id · oleh Dinas Lalulintas Angkutan Jalan (DLLAJ), Kementerian Perhubungan, Polantas, dan masyarakat sebagai pemakai jalan.

60  

  

3. Identifikasi kesenjangan antara kenyataan dengan keinginan; adalah

memikirkan tingkat kesenjangan antara kejadian aktual dengan yang

seharusnya. Kesenjangan tersebut adalah masalah yang harus dipecahkan.

Perumusan masalah ini secara konkrit, bisa dinyatakan secara kualitatif atau

kuantitatif.

4. Identifikasi dinamika menutup kesenjangan; yaitu aliran informasi tentang

keputusan-keputusan yang telah bekerja dalam sistem. Keputusan-

keputusan tersebut pada dasarnya adalah pemikiran yang dihasilkan melalui

proses pembelajaran yang dapat bersifat reaktif (berdasarkan pengalaman

masa lampau) atau kreatif (bisa berbeda dengan pengalaman masa lampau

dan berorientasi pada masa depan (visionary).

5. Analisis kebijakan; yaitu menyusun alternatif tindakan atau keputusan

(policy) yang akan diambil untuk mempengaruhi proses nyata (actual

transformation) sebuah sistem dalam menciptakan kejadian nyata (actual

state). Keputusan tersebut dimaksudkan untuk mencapai kejadian yang

diinginkan (desired state).

Berdasarkan lima langkah tersebut, untuk membangun model yang

didasarkan pada sistem dinamis dapat disusun tahapan-tahapan pembuatan

model (Saeed, 1995), yaitu:

a. Identifikasi dan definisi masalah;

b. Konseptual sistem;

c. Perumusan model;

d. Analisis perilaku model;

e. Pengujian dan pengembangan model;

f. Analisis kebijakan; dan

g. Implementasi model

Langkah-langkah tersebut dapat digambarkan seperti terlihat pada Gambar 14.

Selanjutnya tahapan pemodelan sistem dinamik menurut Tasrif (1985)

dalam Mulyana (1999) dapat diuraikan penjelasannya sebagai berikut:

(1) Identifikasi dan Definisi Masalah; yaitu mendefinisikan masalah juga

mencakup penentuan data yang diperlukan, termasuk data historis.

Untuk mendapatkan inti permasalahan tersebut, ada beberapa hal yang

perlu diungkapkan, yaitu:

(a) Pola Referensi (Reference Mode); pada langkah ini diidentifikasikan pola

historis atau pola hipotesis yang menggambarkan perilaku persoalan

Page 50: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sistem - repository.ipb.ac.id · oleh Dinas Lalulintas Angkutan Jalan (DLLAJ), Kementerian Perhubungan, Polantas, dan masyarakat sebagai pemakai jalan.

61  

  

(problem behavior). Pola referensi ini merupakan gambaran perubahan

variabel-variabel penting dan variabel lain yang terkait, dari waktu ke

waktu. Berdasarkan pola historis variabel-variabel ini, akan dihasilkan inti

masalah untuk suatu kajian system dynamics.

Gambar 14. Tahapan Pembuatan Model Dengan Sistem Dinamik

(b) Hipotesis Dinamik; langkah ini memberikan hipotesis awal tentang

interaksi-interaksi perilaku yang mendasari pola referensi. Beberapa

formulasi, perbandingan dengan bukti empiris dan reformulasi akan

diperlukan untuk sampai pada satu hipotesis yang logis dan sahih secara

empiris.

(c) Batas Model; menggambarkan cakupan analisis dan akan berdasarkan

kepada isu-isu yang ditunjukkan oleh analisis tersebut dan akan meliputi

semua interaksi sebab akibat yang berhubungan dengan isu tersebut,

(d) Jangkauan Waktu; menunjukkan dalam periode waktu yang mana

aspek-aspek perubahan menjadi suatu masalah.

DEFINISI MASALAH 

KONSEPTUALISASI SISTEM 

PENGGAMBARAN MODEL

PERILAKU MODEL 

EVALUASI MODEL

ANALISIS MODEL DAN PENGGUNAAN MODEL 

PERBAIKAN  

KONSEPTUAL  

TEKNIS  

Sumber: Dinamika Perkotaan, Ditjen Penataan Ruang Kimpraswil, 2003

Page 51: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sistem - repository.ipb.ac.id · oleh Dinas Lalulintas Angkutan Jalan (DLLAJ), Kementerian Perhubungan, Polantas, dan masyarakat sebagai pemakai jalan.

62  

  

(2) Konseptualisasi Sistem; yaitu tahapan penyusunan unsur-unsur yang

dianngap berpengaruh dalam struktur sistem, mengenali saling

keterkaitannya, serta menggambarkan causal loop serta diagram alirnya.

(3) Perumusan Model; yaitu setelah unsur-unsur diketahui kemudian disusun

dalam bentuk persamaan yang dituangkan ke dalam program komputer,

dengan mempertimbangkan komponen level, rate, dan alirannya:

(a) Persamaan Level; menyatakan akumulasi yang terdapat dalam sistem

yang besarnya dipengaruhi oleh nilai awalnya dan perbedaan aliran

(rate) masuk dan aliran keluar. Level pada suatu loop hanya bisa

didahului oleh rate , tetapi bisa diikuti oleh auxialiary atau rate. Level

tidak bisa dipengaruhi secara langsung oleh level lainnya.

(b) Persamaan rate; menyatakan formulasi aliran yang bisa mengubah level

(masuk atau keluar level) dan nilainya dipengaruhi oleh informasi-

informasi yang datang kepadanya. Rate merupakan suatu aliran yang

menyebabkan bertambah atau berkurangnya level. Ada rate masuk

menambah akumulasi dalam level dan rate keluar yang

menghubungkan panah menunjuk pada ‘sink’.

(c) Persamaan auxiliary; adalah persamaan bantu di dalam merumuskan

persamaan rate, yang digunakan untuk mendefinisikan faktor-faktor

yang menentukan persamaan rate secara terpisah. Persamaan

tambahan yang disubtitusikan satu sama lain, serta dapat disubtitusikan

pada beberapa persamaan rate yang berbeda.

(d) Persamaan sisipan (suplementary); digunakan untuk mendefinisikan

variabel-variabel yang bukan merupakan bagian dari struktur model,

tetapi dibutuhkan dalam pencetakan dan pembuatan grafik dari nilai-nilai

yang diperlukan tentang perilaku model.

(e) Persamaan nilai awal (initial value); digunakan untuk mendefinisikan

harga awal dari semua level, kadang-kadang harga awal rate, yang

harus diberikan sebelum siklus pertama perhitungan persamaan model.

(f) Persamaan eksogen; yaitu suatu metode untuk menghasilkan masukan-

masukan yang hanya merupakan fungsi terhadap waktu. Persamaan ini

bermanfaat jika dapat dilakukan aproksimasi terhadap data historis yang

ada. Biasanya dipakai sebagai masukan uji model.

(g) Aliran material; yaitu aliran dari level satu ke level lain yang besarnya

ditentukan oleh persamaan rate.

Page 52: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sistem - repository.ipb.ac.id · oleh Dinas Lalulintas Angkutan Jalan (DLLAJ), Kementerian Perhubungan, Polantas, dan masyarakat sebagai pemakai jalan.

63  

  

(h) Aliran informasi; yaitu suatu struktur yang berperan dalam fungsi-fungsi

keputusan yang tidak mempengaruhi variabel secara langsung.

(4) Analisis Perilaku Model; yaitu mensimulasikan model yang telah terbentuk

untuk mengetahui perilakunya terhadap waktu. (5) Pengujian dan Pengembangan Model; karena model merupakan

penyederhanaan dari sistem dunia nyata, maka perlu dilakukan pengujian

model yang berupa verifikasi (pengujian kebenaran dan ketepatan) dan

validasi (pengujian hasil kesimpulan) dari model tersebut, yaitu

membandingkan model yang sudah disimulasikan dengan kondisi dunia

nyata termasuk perilakunya, untuk menyatakan bahwa model yang dibuat

adalah sahih dan bisa dipergunakan selanjutnya. Selain replika data historis,

pengujian seharusnya dilakukan juga untuk mengenali keterbatasan kinerja

model sehingga dapat ditentukan kesesuaian penggunaan model dalam

rangka penyelesaian masalah (Hartrisari, 2007). (6) Analisis Kebijakan dan Implementasi Model; yaitu tahap menganalisis

kebijakan dari model yang telah dinyatakan sahih atau model dimaksud

digunakan untuk menganalisis kebijakan. Konsekuensi kebijakan yang

diambil dapat terpantau pada model yang sahih. Fenomena dunia nyata bila

hendak dideskripsikan, merupakan model yang sangat luas dan kompleks.

Perlu batasan-batasan, sehingga fokus analisis khususnya dalam kebijakan

analisis kebijakan dapat tepat sasaran tanpa keluar dari koridor dunia nyata

atau realitas yang ada.

2.13.1. Diagram Lingkar Sebab-Akibat (Causal Loop) Untuk memahami struktur dan perilaku sistem digunakan diagram lingkar

sebab akibat (causal loops) dan diagram alir (flow chart). Diagram lingkar sebab

akibat dibuat dengan cara menentukan peubah penyebab yang signifikan dalam

sistem dan menghubungkannya dengan menggunakan garis panah ke peubah

akibat, dan garis panah tersebut dapat berlaku dua arah jika kedua peubah

saling mempengaruhi. Diagram ini berguna untuk (Hartrisari, 2007):

1. Secara tepat memberikan gambaran sifat dinamik dari sistem yang dikaji;

2. Memberikan dasar untuk pembentukan persamaan pada model; dan

3. Mengidentifikasi faktor yang penting dalam pencapaian tujuan yang telah

ditetapkan.

Page 53: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sistem - repository.ipb.ac.id · oleh Dinas Lalulintas Angkutan Jalan (DLLAJ), Kementerian Perhubungan, Polantas, dan masyarakat sebagai pemakai jalan.

64  

  

Pada sistem dinamis, diagram lingkar sebab akibat ini akan digunakan sebagai

dasar untuk membuat diagram alir yang akan disimulasikan dengan

menggunakan program model sistem dinamis.

Pembuatan diagram lingkar sebab-akibat adalah proses perumusan

mekanisme peubah-peubah yang bekerja dalam suatu sistem ke dalam bahasa

gambar, sekaligus merupakan langkah awal dari identifikasi sistem yang

digunakan untuk menyederhanakan kerumitan dalam rangka menciptakan

sebuah konsep model. Dua terminologi penting dalam pembuatan diagram

lingkar sebab-akibat adalah keadaan (level) dan proses (rate). Prinsip dasar

pembuatan diagram lingkar sebab akibat dalam penerapan berfikir sistem adalah

dengan logika: proses sebagai sebab yang menghasilkan keadaan (proses →

keadaan), atau sebaliknya keadaan sebagai sebab yang menghasilkan proses

(keadaan → proses). Informasi tentang hal ini menghasilkan pengaruh sebab

akibat yang dapat secara searah (+) maupun berlawanan arah (-). Pada

Gambar 15 disajikan konsep diagram lingkar sebab akibat secara.

K1

+

P1 P2

+

K2 -

Keterangan :

K1 = keadaan (level) 1

K2 = keadaan (level) 2

P1 = proses (rate) 1

P2 = proses (rate) 2

Gambar 15. Konsep Diagram Lingkar Sebab Akibat

Sumber: Hartisari, 2007

Page 54: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sistem - repository.ipb.ac.id · oleh Dinas Lalulintas Angkutan Jalan (DLLAJ), Kementerian Perhubungan, Polantas, dan masyarakat sebagai pemakai jalan.

65  

  

Menurut Hastrisari (2007), hubungan antar-variabel pada diagram lingkar

sebab akibat tidak menunjukkan mekanisme sebenarnya yang terjadi dalam

sistem. Hubungan antar vraiabel hanya menunjukkan “apa yang akan terjadi bila”

(what will happen if....) terjadi perubahan pada variabel bebas. Hal tersebut

disebabkan oleh:

(1) Suatu variabel terikat memiliki lebih dari satu input (variabel bebas). Untuk

mengetahui apa yang terjadi pada variabel terikat perlu diketahui terlebih

dahulu bagaimana semua input yang mempengaruhi dapat berubah.

(2) Diagram lingkar sebab akibat tidak akan membedakan mana laju (rate) dan

akumulasi dari laju (stock).

Pembuatan diagram lingkar sebab akibat hanya sebagai alat bantu untuk

memperjelas kaitan antar elemen sistem, terutama pada sistem yang bersifat

kompleks. Seorang analis sistem yang telah memahami mekanisme yang terjadi

dalam sistem tidak perlu membuat diagram lingkar sebab akibat.

2.13.2. Diagram Input-Output Diagram Input-Output menggambarkan hubungan antara output yang akan

dihasilkan dengan input tahapan analisis kebutuhan dan formulasi permasalahan

(Hartrisari, 2007). Diagram input-output sering disebut diagram kotak gelap

(black box), karena diagram ini tidak menjelaskan bagaimana proses yang akan

dialami input menjadi output yang diinginkan.

INPUT TAK TERKONTROL INPUT LINGKUNGAN OUTPUT YANG DIINGINKAN

INPUT TERKONTROL OUTPUT YANG TAK DIINGINKAN

Sumber: Hartrisari, 2007

Gambar 16. Diagram Input-Output

P R O S E S 

UMPAN BALIK

Page 55: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sistem - repository.ipb.ac.id · oleh Dinas Lalulintas Angkutan Jalan (DLLAJ), Kementerian Perhubungan, Polantas, dan masyarakat sebagai pemakai jalan.

66  

  

Output adalah tujuan yang harus dicapai oleh sistem. Output dapat dikategorikan menjadi dua, yaitu output yang diinginkan dan output yang tidak diinginkan. Output yang tidak diinginkan ini akan menjadi umpan balik untuk perbaikan input dan memodifikasi input sehingga dapat lebih memperbanyak output yang diinginkan dan meminimalkan output yang tidak diinginkan.

Input terdiri atas input terkendali (input yang berada dibawah kontrol analis) dan input tak terkendali (input yang diluar kontrol dan tidak dapat dikendalikan oleh analis). Input lainnya adalah input lingkungan, yaitu merupakan elemen-elemen yang mempengaruhi sistem secara tidak langsung dalam mencapai tujuan.

Struktur model akan memberikan bentuk pada sistem dan sekaligus memberi ciri yang mempengaruhi perilaku sistem. Perilaku tersebut dibentuk oleh kombinasi perilaku simpal kausal (causal loops) yang menyusun struktur model. Semua perilaku model, bagaimanapun rumitnya, dapat disederhanakan menjadi struktur dasar, yaitu mekanisme masukan proses, keluaran, dan umpan balik. Mekanisme tersebut akan bekerja menurut perubahan waktu atau bersifat dinamis yang dapat diamati perilakunya dalam bentuk kinerja (level) suatu model sistem dinamis.

2.13.3. Diagram Alir (Struktur Model)

Pembuatan diagram alir model (struktur model) didasarkan atas persamaan sistem dinamik yang mencakup keadaan (level), aliran (flow), auxiliary, dan konstanta (constant) dan digambarkan dengan simbol-simbol. Simbol-simbol tersebut digunakan dalam pembuatan diagram alir model untuk operasi komputer dalam melakukan simulasi. Terdapat satu tipe operasi komputer umum yang dapat digunakan dalam melakukan simulasi sistem dinamik.

Gambar 17. Simbol-Simbol Diagram Alir